Infeksi Kronis Hepatitis B

8
PENGENALAN Infeksi kronis Hepatitis B (CHB) merupakan penyakit global yang penting. Diperkirakan lebih dari empat ratus ribu orang telah terinfeksi Virus Hepatitis B (HBV) secara kronik. Hal ini menjadi semakin lebih penting untuk regional Asia Pasifik mengingat 75% dari pasien yang terinfeksi HBV adalah orang asia. Hingga 40% dari pasien Hepatitis B kronis (CHB) berkembang menjadi jangka panjang, komplikasi perusakan dari kegagalan hati ( berkaitan dengan dekompensasi liver membentuk sirosis atau ekserbasi CHB2 akut yang parah dan karsinoma hepatoseluler (HCC). Komplikasi ini secara substansial mengurangi ekspektasi harapan hidup dan kualitas hidup, serta memaksakan kebutuhan besar akan sumber pelayanan kesehatan. Meskipun, efek menguntungkan dari vaksinasi HBV secara umum dalam menurunkan jumlah pasien CHB sudah tampak di populasi yang lebih muda, angka kejadian HCC tetap tinggi di sebagian besar negara Asia. Oleh karena itu, pengobatan yang efektif untuk CHB masih sangat dibutuhkan. Untungnya, telah ada percepatan pengembangan obat untuk CHB dengan tujuh agen yang telah disetujui lebih dari 20 tahun terakhir. Bersama – sama, Virus Hepatitis B dan C (HBV, HCV) menempati peringkat kedua setelah HIV dalam peringkat kematian berdasarkan virus. HBV – penyakit yang berhubungan biasanya disebabkan oleh reaksi imun sitotoksi. Dengan demikian, tentu saja angka infeksi dari HBV sangat bervariasi, dimulai dari

description

yhaa

Transcript of Infeksi Kronis Hepatitis B

PENGENALANInfeksi kronis Hepatitis B (CHB) merupakan penyakit global yang penting. Diperkirakan lebih dari empat ratus ribu orang telah terinfeksi Virus Hepatitis B (HBV) secara kronik. Hal ini menjadi semakin lebih penting untuk regional Asia Pasifik mengingat 75% dari pasien yang terinfeksi HBV adalah orang asia. Hingga 40% dari pasien Hepatitis B kronis (CHB) berkembang menjadi jangka panjang, komplikasi perusakan dari kegagalan hati ( berkaitan dengan dekompensasi liver membentuk sirosis atau ekserbasi CHB2 akut yang parah dan karsinoma hepatoseluler (HCC). Komplikasi ini secara substansial mengurangi ekspektasi harapan hidup dan kualitas hidup, serta memaksakan kebutuhan besar akan sumber pelayanan kesehatan. Meskipun, efek menguntungkan dari vaksinasi HBV secara umum dalam menurunkan jumlah pasien CHB sudah tampak di populasi yang lebih muda, angka kejadian HCC tetap tinggi di sebagian besar negara Asia. Oleh karena itu, pengobatan yang efektif untuk CHB masih sangat dibutuhkan. Untungnya, telah ada percepatan pengembangan obat untuk CHB dengan tujuh agen yang telah disetujui lebih dari 20 tahun terakhir. Bersama sama, Virus Hepatitis B dan C (HBV, HCV) menempati peringkat kedua setelah HIV dalam peringkat kematian berdasarkan virus. HBV penyakit yang berhubungan biasanya disebabkan oleh reaksi imun sitotoksi. Dengan demikian, tentu saja angka infeksi dari HBV sangat bervariasi, dimulai dari infeksi diam sementara untuk hepatits kronis. Sekitar 40% dari populasi dunia telah terinfeksi HBV, dan 370 juta orang adalah karier kronik hepatitis B surface antigen (HBsAg). Setiap tahun, satu juta orang karena komplikasi seperti sirosis hati, gagal liver atau karsinoma hepar. Biasanya, penyakit HBV disertai oleh HBs antigenemia. Signifikansi klinis (i.e. HbsAg Negative) masih dalam rekontruski. Akan dibahas pentingnya infeksi HBV (OBI) untuk pendonoran darah (1) yang aman. Masalah reaktivasi (OBI) dibawah imunosupresi (2). Mengambil peran mutan dan melarikan diri dalam OBI (depak). Dan efek dari vaksinasi terhadap kebutuhan OBI.UPDATE SINGKAT MENGENAI SIKLUS HIDUP VIRUSHBV ditemukan selama beberapa kali, namun pada tahun 1970 David Dane pertama kalinya menggambarkan adanya virus yang menyerupai partikel dalam darah dari pasien hepatitis B. Dia dan rekan-rekannya segera mencatatkan sejumlah besar lainnya, partikel yang lebih kecil contohnya. Partikel subviral ini mengandung bagian dari protein permukaan virus, dikenal sebagai HBsAg. Terdapat tiga co-terminal protein HBs, kecil, menengah, dan besar, dengan S, preS2 dan preS1 domain. Untuk inti virus, HBc, membungkus DNA kecilnya dan polimerasenya. Penting untuk dicatat bahwa partikel subviral diproduksi lebih besar.Virus berasal dari darah, entah bagaimana caranya melewati endotelium dan mencapai hepatosit. Di sana, domain preS1 berinteraksi pertama kali dengan ikatan sel sulfat heparan dan, kemudian, dengan reseptor afinitas tinggi yang tidak diketahui pada membran heaptosit. Memasuki ke dalam hepatosit mengikuti seperti sebuah cerita, tetapi belum dapat dimengerti, jalur endositosik. Partikel inti dilepaskan menuju sitosol dan diangkut bersama mikrotubulus menuju kompleks pori inti. Dalam keranjang kompleks pori inti, genom dilepaskan dan memasuki nucleoplasma yang dimana ia dirubah oleh Cellular DNA Repair Factors ke covalent close circular (ccc) DNA. Bentuk geonom viral ini dapat tinggal di inti nukleus dan bereplikasi menggunakan transkripsi terbalik untuk seluruh rentang kehidupan hepatosit yang terinfeksi. cccDNA mengekspresikan RNA pregenomic virus yang juga berfungsi sebagai mRNA bicistronic untuk protein inti dan polimerase virus. Protein inti, polimerase dan mRNA mereka/ pregenome berkumpul di sitosol ke partikel inti dewasa. RNA tertanskripsi secara terbalik menjadi DNA dalam partikel inti.Genom DNA sirkular kecil hanya mengkodekan empat frame pembacaan terbuka yang sebagian besar tumpang tindih. Kendati genom yang ramai pun, virus bisa sangat bervariasi jika berada dibawah tekanan selektif. Setelah DNA sintesis, inti partikel yang telah matang mengekspose urut-urutan sinyal yang menyebabkan trasportasi inti nuklear dan hasilnya untuk amplifikasi inraseluler dari genom virus. Sebagai alternatif, inti yang sudah matang mengekspose struktur yang berinteraksi dengan apa yang disebut sebagai matrix domain dari permukaan besar protein virus. Hal ini menyebabkan pembungkusan inti oleh membran yang mengandung tiga HBs protein, dan pada akhirnya mengalami eksositosis melalui badan multivesicular. Jadi, masuk dan keluarnya virus dapat berfungsi tanpa menyebabkan kerusakan pada sel. Karena HBV tidak dikenali baik oleh sistem kekebalan tubuh bawaan, hal tersebut menyebabkan tidak langsung terjadi sitopatik.Penyelesaian normal Hepatitis B akut ditandai oleh beberapa bulan replikasi asimtomatik dimana virus dapat mencapai titer sangat tinggi dalam darah. Setelah itu, antigen virus dapat dikenali oleh sel T, sel yang menekan ekspresi virus dan replikasinya dengan sekresi sitokin dan mekanisme sitotoksik. Penurunan viremia dimulai sesaat sebelum onset klinis penyakit muncul. Kadar HBsAg awalnya terlihat tertinggal dibelakang kadar viremia karena tes kekebalan untuk HBsAg kurang sensitif jika dibandingkan dengan PCR untuk HBV DNA. Selama fase akut penyakit, penurunan HBV DNA awalnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan HBsAg karena partikel subviralnya memiliki paruh waktu yang lebih lama (8 hari rata-rata) daripada virion (1,6 hari rata-rata). Antibodi terhadap inti virus (anti-HBc) muncul pada awal penyakit, sedangkan antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) muncul beberapa lama setelahnya. Pemulihan ditandai dengan tidak lagi terdeteksinya HBsAg dalam darah. PENJELASAN MENGENAI OBIMengingat kelebihan besar partikel subviral HBsAg daripada virus secara lengkap, cukup mengejutkan bahwa ada sesuatu hal seperti OBI. Hal ini didefinisikan sebagai non-reaktivitas serum HBsAg terlepas dari replikasi HBV yang sedang berlangsung pada pasien atau pembawa. Sesuai dengan namanya karena deteksi handal genom HBV hanya dapat dilakukan di dalam jaringan liver menggunakan teknik amplifikasi asam nukleat yang sangat sensitif (NAT), sedangkan serum lebih sering memberikan hasil negatif daripada positif.Salah satu mekanisme yang mendukung perkembangan OBI adalah respon imun yang dini dan efektif. Hal itu dapat menyebabkan tingkat dari HBs antigenemia terlalu rendah atau terlalu pendek untuk dideteksi. Pada Hepatitis B akut yang normal, respon imun tertunda dan banya HBsAg diproduksi. Namun, fase yang mungkin terlihat seperti OBI terjadi sekalipun pada Hepatitis B akut normal. Periode jendela awal maupun akhir tanpa terdeteksi HBsAg tidak dianggap sebagai OBI, meskipun pola diagnostik resmi memenuhi kriterianya. Infeksi viremic dengan >200IU/ml HBV DNA dan hasil negatif palsu karena pelepasan mutasi dianggap sebagai OBI palsu.

KONVENSIONAL INTERFERON-ALFA UNTUK PENGOBATAN HEPATITIS B KRONISPada tahun 1991, interferon-alfa konvensional (IFN-a) 2b adalah agen pertama yang disetujui untuk pengobatan CHB. Mekanisme utama dari tindakan yang dilakukan adalah modulasi kekebalan meskipun ada juga antivirus yang berefek lemah. Keberhasilan pengobatan dinilai dengan pengurangan jumah HBV DNA, normalisasi dari tingkat alanin aminotransferase (ALT) dan Hepatitis B e antigen (HbeAg) serokonversi (untuk pasien HBeAg positif, kehilangan HBeAg dengan penekanan berkelanjutan HBV DNA dan biasanya mendapatkan anti-Hbe). Sekarang sulit untuk menilai efektifitas agen ini karena keterbatasan teknologi pengukuran aktifitas viral. Saat ini, tingkat HBV DNA diukur dalam cara semi kuantitatif dengan dot-blot tes hibridisasi yang memiliki batas bawah deteksi 100.000 kopi/mL (200.000 IU/mL). Seperti yang dibahas kemudian, setidaknya satu (mungkin dua) order (s) besarnya lebih tinggi daripada target untuk penekanan HBV saat ini. Selain itu, dengan kurangnya pendokumentasian yang baik mengenai studi tentang sejarah alami CHB, sulit untuk memutuskan siapa dan kapan harus memulai pengobatan serta kapan harus menghentikan pengobatan. Akibatnya, pengobatan yang diberikan sewenang-wenang untuk 16-24 minggu, dan responnya ditentukan oleh HBeAg serokonversi dan normalisasi ALT (meskipun tingkat HBV DNA juga dinilai, mereka tidak digunakan untuk pengukuran respon karena ketidaksensitifan pengujian). Indikasi untuk pengobatan utama didasarkan pada kemungkinan HBeAg serokonversi, yaitu pasien dengan kadar ALT lebih dari dua kali batas atas normal (ULN). Titik akhir pengobatan tidak didasarkan pada bukti pengurangan komplikasi dan kematian jangka panjang. Baru-baru ini terdapat penelitian tindak lanjut jangka panjang yang memeriksa pengaruh Interferon-alpha pada kejadian komplikasi jangka panjang dan HCC, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pertentangan.KESIMPULANArtikel penunjuk JGH mengenai terapi empat tahun lamivudine diterbitkan enam tahun yang lalu datang disaat watershed selama lebih dari 20 tahun pengembangan obat untuk CHB. Lamividune menawarkan kemudahan kemanjuran antivirus, namun keterbatasannya adalah kemanjuran suboptimal dan tingkat resistensi obat yang sangat tinggi. Sejak tahun 2005, kontrol penyakit ini yang lebih baik dilakukan melalui penekanan replikasi virus yang lebih mendalam sekarang dicapai di lebih dari 90% pada kedua kasus HBeAg-positif dan kasus HBeAg-negatif. Terlepas dari peningkatan revolusioner pada pasien, pengobatan NA juga telah memberikan informasi berharga mengenai dinamika virus HBV. Hal ini mencakup cara HBV menyesuaikan diri pada terapi antivirus dengan cara mengembangkan mutasi resisten dengan pemulihan replikasi virus, variasi profil genetik dari virus resisten pada grup NA yang berbeda, perbedaan dalam kompetensi replikasi antara HBV tipe liar dan mutan resisten obat lainnya, pentingnya kontrol yang cepat dari replikasi virus untuk mencegah munculya virus yang resisten, dan pengobatan efektif dari obat resisten HBV dengan penambahan awal, secarap tepat memilih NA. Pasien dengan CHB sekarang harus diterapi sekali mereka telah mencapai ambang untuk pengobatan seperti yang telah ditunjukkan oleh berbagai pedoman atau dengan karakteristik khusus, yaitu usia lanjut dengan bukti sirosis secara histologis atau klinis. Pengobatan untuk pasien HBeAg-positif dan HBeAg-negatif harus secara jangka panjang, mungkin hingga HBeAg serokonversi. Penekanan replikasi HBV permanen dengan pembalikan fibrosis dan sirosis dicapai. Diharapkan hal ini juga secara substansial mengurangi risiko HCC, seperti yang disarankan oleh pengalaman dengan lamivudine menanti tindak lanjut dari pasien pada terapi antiviral HBV secara terus menerus.