Induksi Persalinan
-
Upload
ade-mayashita -
Category
Documents
-
view
245 -
download
6
description
Transcript of Induksi Persalinan
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
REFLEKSI KASUS
Induksi PersalinanDiajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian ObsginRSUD Kota Yogyakarta
Disusun oleh :Ade Mayashita2007.0310.057
Diajukan kepada :dr. Tri Budianto, Sp.OG
SMF ILMU OBSGIN RSUD KOTA YOGYAKARTAFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2012
RM.01.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
REFLEKSI KASUS
I. KASUS
Seorang pasien G1 P0 A0, berusia 25 tahun, hamil 41 minggu 2 hari datang ke poli
kandungan dan kebidanan dengan keluhan hamil lewat waktu, lebih dari 9 bulan. Oleh
dokter spesialis kandungan pasien diberikan advice agar menjalani pacuan persalinan.
Data tambahan pasien :
KU cukup, TD 120/ 80 mmHg, TFU 36 cm, janin tunggal memanjang , puki, preskep,
kepala sudah masuk PAP, TBJ 3720 gr, his (-), udem extremitas inferior (-), DJJ (+) baik,
vulva tenang, uretra tenang, vagina licin, serviks kaku, di belakang, pembukaan (-), Selket
(+), preskep, kepala turun di H II, , STLD (-), STAK(-)
II. PERMASALAHAN
Apa kah cara-cara induksi persalinan yang dapat digunakan untuk pertolongan persalinan pada pasien ini?
III. PEMBAHASAN
Induksi adalah upaya menstimulus kontraksi spontan uterus yang belum muncul untuk
mempersiapkan kelahiran. Induksi persalinan adalah suatu upaya agar persalinan mulai
berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
(stimulasi) timbulnya HIS.
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik
secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada
akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut untuk wanita hamil yang sudah inpartu.
Indikasi
Indikasi Ibu
a. Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan eklamsi.
RM.02.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
b. Kehamilan dengan diabetes miltus.
c. Infeksi amnionitis.
Indikasi janin
a. Kehamilan lewat waktu (postmaturitas).
b. Ketuban pecah dini.
c. Janin mati.
d. Inkompatibilitas Rh.
e. Gestasi pascamatur.
f. Insufisiensi plasenta.
g. IUFD.
h. IUGR.
i. Oligohidramnion.
Indikasi Selektif
a. Maturitas paru cukup
b. Kontraksi uterus tak sempurna
c. Atas permintaan yang bersangkutan
Kontraindikasi
1. Disproporsi sefalo-pelvik.
2. Ibu menderita penyakit jantung berat.
3. Hati-hati pada bekas-bekas operasi/uterus yang cacat seperti bekas SC, miomektomi yang
luas dan ekstensif.
4. Malposisi dan malpresentasi janin.
5. Infusiensi plasenta.
6. Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea.
7. Grande multipara.
8. Gemeli.
9. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
10. Plasenta previa.
RM.03.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
11. Makrosomia.
12. Hydrosefalus.
13. Beberapa penyakit , seperti herpes genetalis aktif.
berlebihan misalnya pada hidramnion (3).
10. Plasenta previa (2,3).
11. Makrosomia (2).
12. Hydrosefalus (2).
13. Beberapa penyakit , seperti herpes genetalis aktif (2).
Cara Induksi Persalinan
Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara
1. Secara medis
a. Infuse oksitosin
Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon.
1) Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memungkinkan
penyulit baik pada ibu dan janin, maka diperlukan syarat-syarat berikutnya :
a) Kehamilan aterm
b) Ukuran panggul normal
c) Tidak ada CPD (disproposi antara pelvis dan janin).
d) Janin dalam presentasi kepala
e) Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan mulai membuka.
2) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor bishop, yaitu bila nilai berlebih dari 8,
induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
- Tetesan permulaan kecepatan pertama 10 tetes/menit.
- Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit
ini HIS tetap lemah, tetesan dapat dinaikan. Umumnya tetesan maksimal
diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 tetes/menit, maka berapapun
kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi
lagi. Sebaiknya infuse oksitosin dihentikan.
RM.04.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
- Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan
timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakat, maupun tanda-tanda
gawat janin
- Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar tetsan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetsan
dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
- Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selasai yaitu
sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta.
- Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam
bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse oksitosin bila ternyata
kemudian persalinan telah berlangsung, maka infuse oksitosin dilanjutkan sampai
pembukaan lengkap. Segera setelah kala II dimulai, maka tetesan infuse oksitosin
dipertahankan dan ibu di pimpin mengejan atau dipimpin dengan persalinan buatan
sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberiaan
infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin. Maka infuse oksitosin harus
segera dihentikan dan kehamilan segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
b. Prostaglandin E2
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 Dan PGF2 alpha. Untuk
induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal, rectal, dan
intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin cukup efektif.
Pengaruh sampingan dari pemberia prostaglandin ialah mual, muntah, diare.
Dianjurkan preparat ini diberikan pada saat atau menjelang tiba dikamar bersalin agar
dapat dilakukan pemantauan kontinu terhadap aktifitas uterus dan denyut jantung janin.
Mungkin perlu dilakukan pengamatan dengan periode berkisar dari 30 menit hingga 2 jam.
Jika tidak terdapat perubahan dalam aktifitas uterus atau denyut jantung janin setelah peiode
ini, pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan. Jika muncul, kontraksi biasanya terjadi pada
jam pertama dan memperlihatkan aktivitas puncak dalam 4 jam pertama. Jika tetap terjadi
kontraksi yang teratur, pemantauan denyut jantung janin harus dilanjutkan dan tanda-tanda
vital dicatat.
RM.05.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
Interval waktu aman minimal antara pemberian prostaglandin E2 dan permulaan pemberian
oksitosin belum diketahui pasti. Menurut petunjuk pembuatannya, induksi oksitosin harus
ditunda selama 6 hingga 12 jam (2).
c. Misoprostol
Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintenik, dan saat ini tersedia berbagai tablet
100 mcg untuk mencegah ulkus peptic. Obat ini digunakan “off-label” (diluar indikasi resmi)
untuk pematangan serviks prainduksi dan induksi persalinan. Misoprostol berharga murah,
stabil pada suhu kamar, dan mudah diberikan peroral atau dengan memasukannya kevagina,
tetapi tidak ke serviks (2).
d. Misoprostol vagina
Tablet misoprostol vagina dimasukan kedalam vagina setara dan mungkin lebih 25μg.
hipertensi dimulai uterus disertai perubahan denyut jantung janin perlu diperhatikan pada
pemakaian obat ini. Dosis misoprostol intravagina yang lebih tinggi (50 μg atau lebih)
menyebabkan peningkatan bermakna takisistol uterus, pengeluaran dan aspirasi mekonium,
dan sesar atas indikasi hiperstimulasi uterus. Laporan rupture uterus pada wanita dengan
riwayat pembedahan dengan menyebabkan misoprostol tidak boleh digunakan pada para
wanita tersebut (2).
e. Misoprostol oral
Afektivitas misoprostol oral, 100 μg, serupa dengan misoprostol intravagina 25 μg (2).
f. Cairan hipertonik intrauterine
Pemberian cairan hipertonik cairan amnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada
kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam
hipertonik 20%, urea dan lain-lain, kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan
prostaglandin untuk meperkuar rangsangan pada otot-otot rahim.
2. Secara manipulative dengan tindakan
Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik telah lama diterima
sebagai tindakan yang efektif sebelum terminasi kehamilan untuk meningkatkan efektivitas
induksi persalinan jika serviks belum matang.
RM.06.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
a. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan ketuban secara artificial di inggris juga disebut sebagai induksi
bedah, sering digunakan untuk menginduksi atau mempercepat persalinan. Indikasi umum lain
untuk amniotomi antara lain adalah pematauan denyut jantung janin internal jika diantisipasi
adanya gangguan janin dan penilaian intrauterus kontraksi jika persalinan belum memuaskan.
Amniotomi elektif untuk mempercepat persalinan spontan/mendeteksi mekonium juga dapat
diterima dan sering di praktikan.
Hendaknya ketuban dipecahkan jika memenuhi syarat sbb:
- Serviks sudah matang/skor pelviks diatas 5.
- Pembukaan kira-kira 4-5 cm
- Kepala sudah memasuki PAP biasanya setelah 1-2 jam pemecahan ketuban diharapkan
HIS akan timbul dan menjadi lebih kuat.
Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda pemulaan
persalinan, maka harus di ikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya
dengan infuse oksitosin.
Teknik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dimasukan kedalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari
berubah sedemikian rupa sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri
kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tutunan kedua jari yang
telah ada didalam. Ujung pengait diletakan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang
ada didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus pengait tersebut
untuk dapat masuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukan pengait ini dapat juga
dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk
tangan kanan, kemudian dimasukan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada
waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas
panggul. Stelah air ketuban mengalir keluar , pengait dikeluarkan leh tangan kiri, sedang jari
tangan yang didalam memperlebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit-
demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil
RM.07.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
janin, gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik kluar dan
kejalan lahir.
b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim (striping of the membrane).
Yang dimaksud denga striping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dan dinding
segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini
dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah
a) Serviks yang belm dapat dilalui oleh jari
b) Bila didapatkan persangkaan plasenta letak endah, tidak boleh dilakukan
c) Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul
c. Pemakaian rangsangan listrik
IV. KESIMPULAN
Pasien pada refleksi kasus ini tengah hamil 41 minggu 2 hari, oleh dokter spesialis
kebidanan dan kandungan, dengan memperhatikan keadaan pasien dan janin diputuskan
bahwa induksi paling tepat yang dapat diberikan untuk pasien adalah dengan pemberian
misoprostol oral.
V. REFERENSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, R., Lutan, D. (ed). (1998). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Alan H. (2003). Current Obstetric and gynecologic diagnosis and Treatment ninth edition. New York : Mc Graw Hills Companies, Inc
3. Cunningham FG. Mc Donald PC, Gant NF. (2007). Obsteric William Edisi 21. Jakarta : EGC
4. Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
RM.08.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011
REFLEKSI KASUS
5. Saifuddin, A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
6. Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
RM.09.