INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG...

8
INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG KEPALANGMERAHAN Mengapa harus ada Undang-Undang Kepalangmerahan? Jean Henry Dunant (1828-1910), Bapak pendiri Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, setelah menolong sekitar 40 ribu korban perang di Solferino (Italia), telah mengilhami seluruh dunia dengan dua gagasan di bukunya yang terkenal: “Un Souvenir de Solferino” yaitu: 1. Perlunya mendirikan komite pertolongan di masa damai untuk melatih sukarelawan yang akan merawat korban di masa perang. 2. Perlunya membuat perjanjian internasional untuk melindungi korban perang dan sukarelawan yang bertugas”. Kedua gagasan tersebut terwujudkan pada tiga hal: 1. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional telah berdiri dengan tiga komponennya yaitu: 1.1. Komite Internasional Palang Merah (ICRC) tahun 1863. 1.2. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) tahun 1919, dan; 1.3. Perhimpunan Nasional yang didirikan di setiap negara sejak 1864, dan di Indonesia kita kenal sebagai Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 17 September 1945. 2. Disepakati secara internasional dan adopsinya Lambang Palang Merah (1863), Bulan Sabit Merah (1929), Singa dan Matahari Merah (1929) dan Kristal Merah (2005) sebagai Tanda Pelindung untuk korban perang dan Tanda Pengenal (pembeda khusus) untuk Dinas Kesehatan/Rohaniwan Militer dan Ketiga Komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. 3. Disepakati secara internasional dan diadopsinya empat Konvensi Jenewa Konvensi Jenewa 1949 dan tiga Protokol Tambahannya (1977, 2005) yang menjadi bagian dari Hukum Humaniter Internasional atau Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI). Ia menjadi aturan tertulis yang bersifat universal untuk melindungi korban, terbuka untuk diratifikasi oleh semua negara dengan kewajiban membuat Undang-Undang implementasi, agar setiap personil medis baik Dinas Kesehatan/KerohanianMiliter, Sukarelawan Komponen Gerakan yang bertugas wajib memberikan perawatan tanpa diskriminasi. Karena itu, kepada mereka yang disebut dalam HPI, termasuk peralatan, sarana, dan transportasi medisnya wajib diberi Lambang atau Tanda Pembeda Khusus di atas. Gagasan visioner dari Henry Dunant yang melahirkan HPI di atas tentu masih sangat relevan dengan situasi dunia saat ini. Terbentuknya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta dihasilkannya Konvensi Jenewa 1949 berikut tiga protokol tambahannya adalah kebutuhan kemanusiaan peradaban manusia modern dengan dinamikanya seperti kemiskinan, perang, bencana, dan lain-lain. Perkembangan teknologi tidak saja membawa dunia kepada kemajuan modern yang menakjubkan, tetapi juga dibayangi ketakutan akan semakin meningkatnya jenis dan bentuk kejahatan perang modern. Perang modern ini menjadi hantu terhadap kemanusiaan yang berwujud pada tindakan terorisme, pembajakan pesawat udara, sabotase pesawat udara, penggunaan teknologi persenjataan canggih, genosida, agresi militer, dan lain-lain. Karena itu, setiap negara-negara di dunia ini harus segera menyepakati empat Konvensi Jenewa 1949 berikut tiga protokol tambahan, dan mengundangkan UU implementasinya, agar penerapan HPI dalam praktek nyata menimbulkan kepatuhan dan ketaatan hukum di dalam negara masing-masing, termasuk yang terpenting adalah kewajiban untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI sesuai amanat Resolusi No. 21 dari Protokol Tambahan 1977. Penyebarluasan HPI ini sangat bermanfaat untuk mengantisipasi jatuhnya korban yang tidak perlu di pihak sipil oleh karena peperangan yang membabi buta. Bahwa sejarah peradaban manusia mencatat kejadian peperangan kerap menimbulkan akibat yang sangat menyeramkan. Ahli Hukum Internasional, Mochtar Kusumaatmaja, menulis dalam bukunya “Konvensi Palang Merah Tahun 1949” (Binacipta, Bandung, terbit 1968): “Adalah suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian”.

Transcript of INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG...

Page 1: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG KEPALANGMERAHAN Mengapa harus ada Undang-Undang Kepalangmerahan? Jean Henry Dunant (1828-1910), Bapak pendiri Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, setelah menolong sekitar 40 ribu korban perang di Solferino (Italia), telah mengilhami seluruh dunia dengan dua gagasan di bukunya yang terkenal: “Un Souvenir de Solferino” yaitu: 1. Perlunya mendirikan komite pertolongan di masa damai untuk melatih sukarelawan yang akan

merawat korban di masa perang. 2. Perlunya membuat perjanjian internasional untuk melindungi korban perang dan sukarelawan

yang bertugas”. Kedua gagasan tersebut terwujudkan pada tiga hal: 1. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional telah berdiri dengan tiga

komponennya yaitu: 1.1. Komite Internasional Palang Merah (ICRC) tahun 1863. 1.2. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) tahun

1919, dan; 1.3. Perhimpunan Nasional yang didirikan di setiap negara sejak 1864, dan di Indonesia kita

kenal sebagai Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 17 September 1945. 2. Disepakati secara internasional dan adopsinya Lambang Palang Merah (1863), Bulan Sabit Merah

(1929), Singa dan Matahari Merah (1929) dan Kristal Merah (2005) sebagai Tanda Pelindung untuk korban perang dan Tanda Pengenal (pembeda khusus) untuk Dinas Kesehatan/Rohaniwan Militer dan Ketiga Komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.

3. Disepakati secara internasional dan diadopsinya empat Konvensi Jenewa Konvensi Jenewa 1949 dan tiga Protokol Tambahannya (1977, 2005) yang menjadi bagian dari Hukum Humaniter Internasional atau Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI). Ia menjadi aturan tertulis yang bersifat universal untuk melindungi korban, terbuka untuk diratifikasi oleh semua negara dengan kewajiban membuat Undang-Undang implementasi, agar setiap personil medis baik Dinas Kesehatan/KerohanianMiliter, Sukarelawan Komponen Gerakan yang bertugas wajib memberikan perawatan tanpa diskriminasi. Karena itu, kepada mereka yang disebut dalam HPI, termasuk peralatan, sarana, dan transportasi medisnya wajib diberi Lambang atau Tanda Pembeda Khusus di atas.

Gagasan visioner dari Henry Dunant yang melahirkan HPI di atas tentu masih sangat relevan dengan situasi dunia saat ini. Terbentuknya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta dihasilkannya Konvensi Jenewa 1949 berikut tiga protokol tambahannya adalah kebutuhan kemanusiaan peradaban manusia modern dengan dinamikanya seperti kemiskinan, perang, bencana, dan lain-lain. Perkembangan teknologi tidak saja membawa dunia kepada kemajuan modern yang menakjubkan, tetapi juga dibayangi ketakutan akan semakin meningkatnya jenis dan bentuk kejahatan perang modern. Perang modern ini menjadi hantu terhadap kemanusiaan yang berwujud pada tindakan terorisme, pembajakan pesawat udara, sabotase pesawat udara, penggunaan teknologi persenjataan canggih, genosida, agresi militer, dan lain-lain. Karena itu, setiap negara-negara di dunia ini harus segera menyepakati empat Konvensi Jenewa 1949 berikut tiga protokol tambahan, dan mengundangkan UU implementasinya, agar penerapan HPI dalam praktek nyata menimbulkan kepatuhan dan ketaatan hukum di dalam negara masing-masing, termasuk yang terpenting adalah kewajiban untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI sesuai amanat Resolusi No. 21 dari Protokol Tambahan 1977. Penyebarluasan HPI ini sangat bermanfaat untuk mengantisipasi jatuhnya korban yang tidak perlu di pihak sipil oleh karena peperangan yang membabi buta. Bahwa sejarah peradaban manusia mencatat kejadian peperangan kerap menimbulkan akibat yang sangat menyeramkan. Ahli Hukum Internasional, Mochtar Kusumaatmaja, menulis dalam bukunya “Konvensi Palang Merah Tahun 1949” (Binacipta, Bandung, terbit 1968): “Adalah suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian”.

   

Page 2: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

Artinya bahwa, setiap hari bisa saja terjadi perang disertai pembunuhan dan kekejaman fisik dan psikis yang tidak perlu. Maka HPI dan UU implementasinya tentu begitu penting untuk memutus mata rantai akibat perang yang sangat merugikan itu. Bahwa ketika perang berkecamuk, HPI dan UU implementasi menjadi standar minimal berupa larangan dan sanksi hukum kepada siapa pun peserta tempur untuk tidak melakukan penyiksaan atau perlakuan yang tidak berperikemanusiaan dan larangan lainnya kepada korban perang, sebagaimana juga diatur oleh Deklarasi Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Memang belum semua negara di dunia telah meratifikasi dan lalu memiliki UU implementasi. Dari 193 negara anggota PBB dan 201 negara menurut interpretasi Konvensi Montevideo Tahun 1933, tercatat baru 123 negara yang telah memiliki UU Lambang atau UU Perhimpunan Nasional dari sekitar 196 negara yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949. Sejak 1958, Indonesia termasuk dalam 196 negara yang telah meratifikasi. Namun sangat disayangkan, di regional Asia Tenggara, masih tersisa tiga negara yang hingga kini belum memiliki UU implementasi yaitu Republik Demokratik Rakyat Laos, Republik Demokratik Timor Leste, dan sudah pasti Republik Indonesia kita tercinta. Indonesia memang telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949 melalui Undang-Undang No. 59 tahun 1958 (Lembaran Negara No 109 Tahun 1958 dan Tambahan Lembaran Negara No. 1644), namun belum juga mengesahkan UU Lambang (Sekarang UU Kepalangmerahan) atau UU Perhimpunan Nasional. Artinya, meski Indonesia sudah mengikatkan diri pada semua peraturan-peraturan Konvensi Jenewa 1949, tapi belum melaksanakan kewajiban utamanya. Pahadal, jika telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949, maka menjadi kepatuhan dan kewajiban bagi pemerintah untuk mengundangkan UU implementasinya. UU implementasi itu namanya bisa berupa UU Lambang atau UU Perhimpunan Nasional atau UU Kepalangmerahan. Sejak 1998, upaya memiliki UU implementasi telah diinisiasi melalui serangkaian kegiatan perancangan dan pembahasan RUU Lambang Palang Merah. Pemerintah, melalui Surat Presiden Nomor R.79/Pres/10/2005 tanggal 12 Oktober 2005 menyampaikan Draf RUU Lambang Palang Merah untuk dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Pada 2010, DPR RI mengubah namanya menjadi RUU Kepalangmerahan. Banyaknya pelanggaran dan penyalahgunaan lambang-lambang Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional,menyalahi ketentuan Konvensi Jenewa 1949 berikut tiga protokol tambahannya, memperkuat alasan pentingnya disahkan UU Kepalangmerahan di Indonesia. UU Kepalangmerahan ini juga akan menegaskan kedudukan, fungsi, dan peran Palang Merah Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, baik sebagai lembaga yang mendukung tugas pemerintah (Auxiliary to the Government) untuk menyediakan berbagai pelayanan Kepalangmerahan, maupun sebagai anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang tunduk kepada ketentuan HPI dan hukum nasional. UU Kepalangmerahan ini akan memberikan perlindungan hukum kepada personel Dinas Kesehatan-Kerohanian TNI, sukarelawan PMI, sukarelawan kemanusiaan dari organisasi lainnya, serta tentara yang terluka, sakit atau yang menyerah, tertawan dan masyarakat sipil pada saat konflik bersenjata maupun pada masa damai, dan agar Lambang-lambang sebagaimana diatur di dalam HPI tidak disalahgunakan oleh perseorangan, perusahaan, organisasi atau badan hukum hanya untuk kepentingan politik, sentiment SARA, atau motif komersil dan komersial demi meraup keuntungan ekonomi. Kita semua tahu bahwa pada saat konflik bersenjata terjadi, tentu tak akan banyak orang yang bersedia terlibat menolong para korban. Negara berada pada situasi darurat perang atau daerah operasi militer, sehingga kebanyakan orang akan memilih mengungsi ke tempat yang aman untuk menyelamatkan diri dan keluarganya. Struktur pemerintahan dan pranata sosial masyarakat menjadi tidak berfungsi, dan Dinas Kesehatan-Kerohanian TNI akan kewalahan menangani para korban, pun mereka akan dianggap tidak netral oleh pihak lawannya, serta jiwa dan raga mereka juga terancam.Di saat seperti itulah Sukarelawan PMI (sebagai anggota Perhimpunan Nasional) yang telah berstatus netral akan bertugas untuk menolong para korban tanpa syarat. Dengan UU Kepalangmerahan akan memberikan jaminan perlindungan hukum kepada mereka disaat bertugas, akses pelayanan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan semakin berkualitas, cepat, tepat dan tanpa halangan. UU Kepalangmerahan yang akan berlaku secara nasional itu akan membuat seluruh masyarakat semakin paham dan mengerti tentang kegiatan kepalangmerahan, dan

Page 3: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

termasuk mematuhi ketentuan larangan serta sanksi pidana atas penyalahgunaan Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, Kristal Merah. Mengemban misi kemanusiaan untuk menolong korban konflik bersenjata dan bencana namun tanpa jaminan perlindungan hukum dan aturan UU yang jelas dan tegas, maka kasus penembakan terhadap Sukarelawan PMI seperti pada peristiwa Peniwen (1945), kerusuhan di Jakarta (1998), kemudian di Aceh (2006) dan Papua (2013) akan sering terjadi dan memakan korban sia-sia di pihak penolong (Sukarelawan PMI) dan mereka yang ditolong. Pelajaran yang dapat dipetik dari kejadian-kejadian di masa lalu tersebut diatas adalah diperlukannya suatu dasar hukum formal yang mengatur kedudukan, fungsi dan peran PMI. Dengan demikian UU Kepalangmerahan menjadi salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh untuk mengatasi berbagai persoalan kelemahan UU No. 59 Tahun 1958, Keputusan Presiden RIS No. 25 Tahun 1950, Keputusan Presiden RI No. 246 Tahun 1963, serta peraturan perundang-undangan lainnya, sekaligus mendorong koordinasi yang lebih jelas dalam penanganan korban perang dan bencana sehingga efektif, dan diharapkan akan mengurangi kekhawatiran Sukarelawan PMI ketika bertugas di lapangan kemanusiaan, karena sejarah nasional Indonesia telah membuktikan dan menunjukkan bahwa demi kemanusiaan, Sukarelawan PMI tak pernah gentar menghadapi risiko maut sebesar apapun. Apa Manfaatnya Bagi Masyarakat? Kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografi memungkinkan sering terjadi kejadian bencana di wilayah Indonesia. Dengan moral kerja dan kinerja yang sangat baik sebagai kekuatan kemanusiaan utama di Indonesia, maka peran PMI sangat diandalkan untuk menolong korban bencana. Dengan UU Kepalangmerahan, maka pelayanan PMI kepada masyarakat yang membutuhkan akan lebih profesional, berkualitas, cepat, tepat dan lebih luas. Perlindungan secara hukum bagi PMI akan membuat keleluasaan akses bagi PMI kemanapun memberikan bantuan sehingga masyarakat korban bencana akan sangat terbantu. Masyarakat akan mendapat kepastian bahwa bantuan dan pelayanan yang menggunakan Lambang Palang Merah merupakan layanan gratis, berstandar, netral, tidak memandang ideologi politik, agama maupun suku bangsa. Bantuan dan pelayanan mengunakan Lambang Palang Merah akan benar-benar ditujukan kepada masyarakat yang paling membutuhkan, baik pada saat normal maupun pada saat situasi bencana dan konflik bersenjata. Melalui penggunaan lambang yang tertib sesuai fungsinya, maka tidak ada keraguan dari pihak yang bertikai saat konflik bersenjata untuk menentukan siapa dan apa saja yang tidak boleh diserang atau menjadi sasaran militer. Dengan demikian ketika terjadi konflik bersenjata, masyarakat yang tidak dan tidak lagi terikat permusuhan mendapatkan perlindungan. Apa Dampak terhadap Kegiatan Bantuan Kemanusiaan? UU Kepalangmerahan tidak menjadikan PMI memonopoli kegiatan bantuan kemanusiaan di Indonesia, dan tidak melarang bagi perserorangan maupun kelompok untuk melakukan kegiatan bantuan kemanusiaan itu. UU Kepalangmerahan justru akan meningkatkan peran serta masyarakat sekaligus memperkuat hubungan kerja sama kelembagaan dalam kegiatan Kepalangmerahan dimana PMI bisa memfasilitasi perseorangan dan lembaga dalam memberikan bantuan yang aman, cepat, tepat dan terlindungi. UU Kepalangmerahan akan mengatur siapa saja yang berhak menggunakan Lambang yang sesuai dengan Konvensi Jenewa 1949 seperti ICRC, IFRC, Tentara Nasional Indonesia dan PMI, serta pihak-pihak lain yang mendapat izin dari PMI. Dengan UU Kepalangmerahan, maka pihak yang mendapatkan izin penggunaan lambang dari PMI harus melaksanakan bantuan sesuai prinsip-prinsip dasar yang berlaku di Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yakni KEMANUSIAAN, KESAMAAN, KENETRALAN, KEMANDIRIAN, KESUKARELAAN, KESATUAN, dan KESEMESTAAN. UU Kepalangmerahan akan memperkuat kedudukan PMI secara hukum nasional dan terjamin keberlanjutan pelayanannya begitu juga status Perhimpunan Nasional yang diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan anggota Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC) akan lebih kuat. Dengan UU Kepalangmerahan kegiatan Kepalangmerahan PMI diberikan arah, landasan, serta kepastian hukum. Sehingga pelayanan dan bantuannya akan sangat terarah dan terkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan.

Bagaimana Perjalanan RUU Kepalangmerahan?

Page 4: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai pihak, melatarbelakangi perlunya suatu aturan tentang penggunaan Lambang Palang Merah di Indonesia. Karena itu, atas prakarsa Pusat Studi Hukum Humaniter (PSHH) Universitas Trisakti dibentuklah Pokja Lambang dengan anggota dari beberapa perwakilan instansi, termasuk PMI.Tugas Pokja adalah menyusun naskah akademis dan draf RUU penggunaan Lambang. Naskah akademis dan draf RUU kemudian diseminarkan oleh PMI Pusat bekerja sama dengan ICRC. Rumusan seminar mengusulkan agar PMI segera menindaklanjuti dengan berupaya agar dokumen tersebut dapat diproses menjadi Undang-Undang. 2000 PMI mengirimkan surat ke DPR RI tentang maraknya penyalahgunaan Lambang sehingga pentingnya RUU Lambang. Surat ini dibalas oleh DPR pada bulan Mei tahun 2000. Isinya berupa saran agar PMI mengkonsultasikan lebih lanjut dengan Departemen Kesehatan RI dan Departemen Hukum dan Perundang-UndanganRI supaya draft RUU dapat diproses oleh pemerintah. Departemen Hukum dan Perundang-Undangan RI yang telah lama membentuk Panitia Tetap Penelitian dan Penerapan Hukum Humaniter Internasional (PANTAP) menyambut baik upaya PMI.RUU Lambang kemudian menjadi agenda tetap program kerja Pantap dimana PMI juga menjadi anggota PANTAP, sementara ICRC menjadi “peninjau” dalam Tim ini. 2001 Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI membentuk Pokja Interdep Lambang. PMI juga menjadi anggota Pokja dalam lingkup Pantap.Untuk menindak lanjuti proses dilakukan sosialisasikan dalam kegiatan: 1. Lokakarya tentang Lambang, tanggal 14 Mei 2001 di Jakarta. 2. Sosialiasi RUU Lambang, Minggu ke-2 Agustus 2001 di Jakarta. 2002 Saran-saran untuk penyempurnaan RUU diakomodir dan untuk pematangan masalah ini Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan “Workshop tentang RUU Lambang” tanggal 30 April 2002 di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Jakarta. 2003–2005 1. Proses penyusunan dan penyempurnaan Draft RUU Lambang Palang Merah oleh Tim Pokja dan

proses pengajuan ke DPR RI. 2. RUU Lambang Palang Merah disampaikan secara resmi kepada DPR-RI melalui Surat Presiden

Nomor R.79/Pres/10/2005, tanggal 12 Oktober 2005. 2006 3. 11 Mei 2006

Keterangan Pemerintah atas RUU tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) antara Menteri Hukum dan HAM dan Komisi III DPR-RI tanggal 11 Mei 2006.

4. 16 Oktober Pembahasan DIM (Daftar Isian Masalah) dan pembentukan Panitia Kerja (Panja) RUU.

2007 1. Berdasarkan hasil Kompilasi DIM di Fraksi-Fraksi DPR-RI, Pemerintah diminta untuk segera

menyelesaikan tanggapan/jawaban pemerintah atas DIM untuk dibahas dalam Raker Komisi. Revisi berlangsung 2 kali. (Revisi 1 : Raker di Komisi III tanggal 1 Februari 2007), (Revisi 2 : Rakerdi Komisi III tanggal 13 Februari 2007) sekaligus sepakat untuk meneruskan pembahasan pada tingkat Panja. Komisi III DPR-RI kemudian memilih anggota yang akan terlibat dalam Panja RUU Lambang Palang Merah.

2. Proses RUU yang berlangsung meliputi : Panja Komisi III (Tim Perumus-Tim Sinkronnisasi),-Laporan Panja, –Pansus –Rapat Paripurna.

2008 1. 3 Juni 2008, Rapat pertama Panja RUU Lambang. Jumlah anggota terdiri dari 25 orang yang

merupakan perwakilan dari setiap Fraksi. Rapat ini khusus mengundang PMI untuk didengar pendapatnya.

2. 18 Juni 2008, Rapat kedua Panja RUU Lambang. Rapat ini mengundang pihak pemerintah diwakili oleh Departemen Hukum dan HAM. Rapat ini memutuskan sebagai berikut: 2.1. Panja harus mendalami Konvensi Jenewa 1949 dan ketentuan-ketentuan lain yang mengatur

tentang lambang dengan mengundang para ahli-ahli hukum internasional;

Page 5: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

2.2. Panja tidak akan mengambil keputusan dengan mekanisme voting, tetapi dikembalikan kepada sikap masing-masing Fraksi;

2.3. Panja merasa perlu untuk melakukan studi banding ke negara-negara lain untuk mendalami tentang lambang, terutama negara-negara yang pernah melakukan penggantian lambang (studi banding dilakukan pada 3-7 Agustus 2008 ke Swiss dan Libanon).

2009 1. 6 Mei 2009, Panja RUU Lambang Palang Merah membacakan keputusan sebagai berikut:

1.1. Judul RUU tetap (RUU Lambang Palang Merah), 1.2. Indonesia menggunakan satu lambang yaitu Lambang Palang Merah, sebagaimana

ditentukan dalam RUU. 1.3. Lambang Bulan Sabit Merah disepakati untuk diakomodasikan dan diberikan legitimasi

dalam RUU. 1.4. Untuk itu, pemerintah memperbaiki RUU tersebut dan hasilnya disampaikan kembali

kepada Komisi III tanggal 8 Juni 2009. 2. 26 Juni 2009

Pada rapat Panja ini, tim menyatakan bahwa pembahasan RUU tentang Lambang Palang Merah tidak dapat diteruskan di tingkat Panja dan akan disampaikan kepada forum Raker antara Menteri Hukum dan HAM dan Komisi III (tingkat PANSUS). Hal itu disebabkan karena ada perbedaan pendapat di DPR mengenai konsep perbaikan RUU. 1.1. Perbedaan tersebut pada intinya adalah ada anggota DPR yang menghendaki agar RUU ini

mengatur juga organisasi kemasyarakatan (Bulan Sabit Merah Indonesia) dengan membolehkan menggunakan nama dan Lambang Bulan Sabit Merah.

1.2. Sementara itu, Konvensi-konvensi Jenewa 1949 (yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 59 Tahun 1958) melarang penggunaan nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah baik oleh setiap orang maupun organisasi kecuali Dinas Kesehatan Tentara dan Perhimpunan Nasional yang telah menjadi anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Larangan tersebut adalah salah satu inti substansi RUU sebagaimana diamanatkan Konvensi-konvensi Jenewa 1949.

1.3. Selain itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan penggunaan lambang palang merah bagi dinas kesehatan TNI dan perhimpunan nasional Indonesia yang menjadi anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan kesatuan sebagaimana diamanatkan oleh Konvensi-konvensi Jenewa 1949 dan Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Oleh karena itu, apabila RUU ini membolehkan organisasi kemasyarakatan (Bulan Sabit Merah Indonesia) menggunakan nama dan lambang bulan sabit merah, maka ketentuan tersebut bertentangan dengan Konvensi Jenewa 1949 dan StatutaGerakan di atas. Sedangkan mengenai kegiatannya sendiri tetap diperbolehkan.

2010-2015 RUU Kepalangmerahan sempat terbahas dan dilimpahkan kepada Panitia Khusus (Pansus),namun pembahasannya jalan di tempat. 1. Tanggal 3-9 September 2012, Badan Legislasi DPR-RI melakukan kunjungan kerja ke Denmark dan

Turki untuk mendalami organisasi dan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. 2. Tanggal 31 Oktober DPR-RI menyampaikan Draf dan Naskah AKademis RUUKepalangmerahan

kepada Presiden RI melalui Surat No. LG/10429/DPR RI/X/2012 dan meminta Presiden menunjuk Menteri yang akan membahas RUU.

3. Tanggal 21 November Presiden menyampaikan surat penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Kepalangmerahan kepada DPR RI melalui Surat No. R.85/Pres/11/2012 dengan menugaskan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan.

2016-2020 RUU Kepalangmerahan berada pada urutan 107 Prolegnas. Bagaima Isi dari Undang-Undang Kepalangmerahan? Sementara ini, dan sewaktu-waktu bisa berubaha jika ada pembahasan formal di DPR-RI, isi Draf RUU Tentang Kepalangmerahan sebagaimana Draf RUU yang disampaikan oleh DPR tanggal 31 Oktober 2012, memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Judul : RUU Tentang Kepalangmerahan 2. Jumlah Bab dan Pasal :terdiri dari 8 Bab dan 55 Pasal, dengan 10 Pasal memuat Ketentuan

Pidana.

Page 6: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

3. Pembukaan: 3.1. Konsiderans

(1) Filosofis: Kegiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia dan berkeadilan sosial

(2) Sosiologis: Untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan, negara membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan lambang kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal

(3) Yuridis: Dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 yang mengatur tentang keikutsertaan negara republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional.

(4) Kebijakan: Pengaturan mengenai kepalangmerahan belum diatur dalam suatu Undang-Undang.

3.2. Dasar Hukum (1) Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan Negara RI Dalam Seluruh

Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 1958).

4. Batang Tubuh 3.1. Ketentuan Umum

Berisi pengertian tentang Kepalangmerahan, Lambang Palang Merah, Palang Merah Indonesia, Kegiatan Kemanusiaan, Konflik Bersenjata, Setiap Orang, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Menteri.

3.2. Materi Pokok Yang Diatur (1) Mengatur penggunaan Lambang Palang Merah, terdiri dari Bentuk dan Penggunaan (2) Menertibkan penggunaan Lambang Palang Merah pada masa konflik bersenjata dan

pada masa damai (3) Mencegah dan menanggulangi peniruan serta penyalahgunaan Lambang Palang

Merah (4) Mengatur tentang Perhimpunan Nasional, terdiri dari status, kedudukan, tugas,

struktur organisasi, syarat kepengurusan, koordinasi dan kerjasama, penggunaan lambang Palang Merah Indonesia, pendanaan, dan peran-serta masyarakat.

(5) Larangan-larangan Terdiri dari larangan menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal, larangan menyalahgunakan lambang untuk tujuan mengelabui lawan, larangan melakukan peniruan Lambang, larangan menyalahgunakan Lambang dalam kegiatan yang bertentangan dengan HPI dan Prinsip Dasar Gerakan, larangan menggunakan Lambang pada fasilitas untuk kegiatan diluar kegiatan kepalangmerahan, larangan menggunakan Lambang sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau untuk reklame atau iklan promosi, larangan kepada anggota TNI dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer.

3.3. Ketentuan Pidana Ancaman pidana penjara dan/atau pidana denda ditujukan kepada: (1) Setiap Orang yang tidak menghormati dan/atau tidak memberikan perlindungan

kepada objek yang menggunakan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai tanda pelindung dalam hal terjadi konflik bersenjata: a. Pasal 43 huruf a: melukai orang yang menggunakan lambang, paling lama 1

(satu) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 50 juta. b. Pasal 43 huruf b: menyebabkan matinya orang yang menggunakan lambang,

paling lama 5 (lima) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 250 juta. c. Pasal 43 huruf c: rusak dan hancurnya bangunan, sarana dan fasilitas yang

mengunakan lambang, paling lama 3 (tiga) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 100 juta.

(2) Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal selain anggota, tenaga kesehatan, sarana atau unit transportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan kesehatan medis yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan tanpa mendapat persetujuan ketua perhimpunan nasional, paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100 juta (Pasal 44).

(3) Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda pengenal, paling lama 3 (tiga) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 100 juta (Pasal 45).

(4) Setiap Orang yang dalam konflik bersenjata menyalahgunakan Lambang Palang Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka berat atau

Page 7: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

matinya orang, paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 200 juta (Pasal 46).

(5) Setiap Orang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan/atau warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang PMI, paling lama 3 (tiga) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 100 juta (Pasal 47).

(6) Setiap Orang yang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang PMI sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional dan prinsip dasar Gerakan Kemanusiaan Internasional, paling lama 5 (lima) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta (Pasal 48).

(7) Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang PMI pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang digunakan untuk kegiatan di luar kegiatan kemanusiaan, paling lama 5 (lima) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta (Pasal 49).

(8) Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu, paling lama 5 (lima) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta (Pasal 50).

(9) Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial, paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta (Pasal 51)

(10) Anggota Tentara Nasional Indonesia yang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung selain oleh Dinas Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Rohaniwan, Sarana atau Unit Transportasi Kesehatan dan Fasilitas dan Peralatan Medis, paling lama 5 (lima) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta (Pasal 52).

3.4. Ketentuan Peralihan Menegaskan batas waktu kewajiban bagi setiap orang yang tidak berhak untuk mengganti penggunaan Lambang Palang Merah dan Lambang PMI yang telah digunakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang berlaku

4.5. Ketentuan Penutup Daya berlaku peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang PMI.

2.4. Penjelasan

Penjelasan berisi Penjelasan Umum dan Penjelasan pasal demi pasal.

2.5. Lampiran Lampiran berupa Lambang Palang Merah sebagai Tanda Pelindung dengan penjelasan umum dan perbandingan ukuran.

Bagaimana Kita Dukung? Ini untuk Kemanusiaan 1. Bagi anggota DPR-RI, demi kemanusiaan silakan “beramal lewat politik” melalui pembahasan dan

pengesahan RUU Kepalangmerahan.

2. Bagi para tokoh masyarakat, selebritas, profesional silakan “beramal lewat profesinya”. Contoh; ahli hukum akan menyampaikan opini hukumnya untuk menguatkan pengesahan RUU Kepalangmerahan.

3. Bagi keluarga besar PMI, mari beraksi melalui pelayanan lebih baik kepada masyarakat, diseminasi

kepalangmerahan dan sosialisasi manfaat UU Kepalangmerahan. Manfaatkan media sosial (Facebook, Twitter, Path, Blog, Grup WA, dll) dengan menyertakan tagar #SavePMI sahkan #RUUKepalangmerahan.

4. Setiap hari Kamis adalah “Tweet Day”. Posting aksi-aksi kemanusiaan anda (donor darah, tanggap

darurat bencana, pelayanan kesehatan, kegiatan PMR-KSR-TSR, dll) di Facebook dengan keterangan dan sertakan tanda pagar #RUUKepalangmerahan. Khusus untuk Twitter, selain tanda pagar #RUUKepalangmerahan, jangan lupa mention ke @DPR_RI @jokowi @Pak_JK @palangmerah agar diketahui langsung oleh para pejabat negeri ini.

5. Jangan lupa tanda tangani petisi online di https://www.change.org/p/berikan-jaminan-

perlindungan-bagi-petugas-palang-merah-sahkan-ruu-kepalangmerahan.

Page 8: INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG …pmiblora.or.id/.../Materi-Indonesia-Butuh-UU-Kepalangmerahan-hand… · 1998-1999 Banyaknya penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh berbagai

Pesan-Pesan Kunci 1. Undang-Undang Kepalangmerahan akan memulihkan fungsi Lambang sebagai lambang yang

netral. 2. Bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan akan lebih berkualitas, cepat, tepat dan lebih

luas. 3. UU kepalangmerahan tidak menjadikan PMI memonopoli kegiatan bantuan kemanusiaan. 4. Pembahasan RUU Kepalangmerahan mengalami kebutuan karena ada Fraksi di DPR-RO yang

meminta sebuah yayasan masuk ke RUU sejajar dengan PMI. 5. Bagi anggota DPR-RI silakan beramal lewat politik demi kemanusiaan. Referensi: (Dari berbagai sumber) #SavePMI Sahkan #RUUKepalangmerahan