Indikator Haji Mabrur

6
Indikator Haji Mabrur Oleh: H. Agus Jaya, Lc. M.Hum Pengasuh PP. al Ittifaqiah dan Dosen STITQI Indralaya Ogan Ilir Sumsel Puncak prosesi haji haji 1431 H (wukuf di Arafah) telah berlalu, panggilan terhadap para jama’ah calon hajipun telah berubah menjadi para jamaah haji. Kebahagiaan menyeruak didalam hati para hujjaj dan keluarga yang ditinggal di tanah air. Pengorbanan dalam menunaikan ibadah haji yang sangat besar dan multikomplek kerena membutuhkan keyakinan (i’tiqodiyah) yang lurus, raga (badaniyah) yang sehat, dan harta (maliyah) yang suci, serta waktu (zamaniyah) yang tersedia telah dilalui, dan pengorbanan luar biasa ini hanya layak dihargai dengan “balasan surga nan damai sejahtera” di akhirat kelak. Setelah prosesi ibadah haji nan mulia ini telah selesai, kini saatnya kita menantikan para duta-duta agung kembali dengan menyandang gelar istimewa “haji mabrur”. Kemabruran haji seseorang tidak hanya menjadi rahasia Allah swt yang tersembunyi, akan tetapi kemabruran haji seseorang adalah hal yang kasat mata, dan bisa dikomsumsi setiap orang yang melihatnya. Hal ini terjadi karena haji yang mabrur akan mewarnai kehidupan seseorang setelah ia kembali dari menunaikan ibadah haji. Untuk bisa membaca kemabruran haji kita, maka hendaklah kita perhatikan tolok ukur kemabruran haji sebagaimana yang

Transcript of Indikator Haji Mabrur

Page 1: Indikator Haji Mabrur

Indikator Haji MabrurOleh: H. Agus Jaya, Lc. M.Hum

Pengasuh PP. al Ittifaqiah dan Dosen STITQI Indralaya Ogan Ilir Sumsel

Puncak prosesi haji haji 1431 H (wukuf di Arafah) telah berlalu,

panggilan terhadap para jama’ah calon hajipun telah berubah menjadi

para jamaah haji. Kebahagiaan menyeruak didalam hati para hujjaj

dan keluarga yang ditinggal di tanah air.

Pengorbanan dalam menunaikan ibadah haji yang sangat besar

dan multikomplek kerena membutuhkan keyakinan (i’tiqodiyah) yang

lurus, raga (badaniyah) yang sehat, dan harta (maliyah) yang suci,

serta waktu (zamaniyah) yang tersedia telah dilalui, dan pengorbanan

luar biasa ini hanya layak dihargai dengan “balasan surga nan damai

sejahtera” di akhirat kelak.

Setelah prosesi ibadah haji nan mulia ini telah selesai, kini

saatnya kita menantikan para duta-duta agung kembali dengan

menyandang gelar istimewa “haji mabrur”.

Kemabruran haji seseorang tidak hanya menjadi rahasia Allah

swt yang tersembunyi, akan tetapi kemabruran haji seseorang adalah

hal yang kasat mata, dan bisa dikomsumsi setiap orang yang

melihatnya. Hal ini terjadi karena haji yang mabrur akan mewarnai

kehidupan seseorang setelah ia kembali dari menunaikan ibadah haji.

Untuk bisa membaca kemabruran haji kita, maka hendaklah kita

perhatikan tolok ukur kemabruran haji sebagaimana yang tertera

dalam al-Qur’an dan hadits. Tolok ukur kemabruran haji seseorang

bisa dibagi menjadi dua bagian. Pertama, sebelum dan saat

menunaikan ibadah haji. Kedua, sesudah menunaikan ibadah haji.

Adapun indikator kemabruran haji sebelum dan saat

menunaikan ibadah haji adalah sebagai berikut: Pertama, Niat ikhlas

melaksanakan haji hanya karena Allah swt. Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya (diterima atau ditolaknya) sebuah perbuatan sangat

Page 2: Indikator Haji Mabrur

ditentukan oleh niatnya, dan orang setiap insan hanya akan

memperoleh yang ia niatkan,...(HR. Bukhori)

Karena seringnya para jamaah haji salah niat, maka Allah swt

secara khusus menegaskan pentingnya niat hanya karena Allah

semata dalam pelaksanaan ibadah haji. Allah swt berfirman:

”....mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu

(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.

Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah

Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (QS. Ali

Imran : 97)

Sepenggal kata ”mengerjakan haji adalah kewajiban manusia

terhadap Allah” pada ayat ini menegaskan bahwa ibadah haji harus

dilandasi niat hanya karena Allah swt semata. Dengan menata niat

dengan benar, insya Allah jamaah akan terhindar dari kelompok

orang-orang yang dijelaskan dalam hadits ahl al-bait. Dari Anas ra,

Rasulullah saw bersabda: ” kelak diakhir masa mereka yang

berangkat menunaikan haji akan terbagi menjadi tiga golongan, para

penguasa berangkat haji sekedar untuk rekreasi, orang-orang

berangkat haji sekedar untuk bisnis, orang-orang miskin berangkat

haji sekedar mengadukan problemanya dan para qori mereka

berangkat haji sekedar untuk pongah/sombong.

Kedua, Bekal yang suci, Haji adalah perjalanan suci, karenanya

hendaklah ditopang dengan segala bentuk kesucian, termasuk

kesucian harta. Rasulullah saw menjelaskan demikian pentingnya

menjaga kesucian harta ini, Beliau bersabda : ” ketika seorang yang

hendak menunaikan ibadah haji keluar rumahnya untuk pertama

kalinya dengan bekal yang suci (untuk sekarang bisa kita ibaratkan

dengan keluar rumah untuk menyetor setoran dana haji yang

pertama) dan ia meletakan kakinya di kendaraannya, lalu ia berseru

”ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, maka berserulah

Page 3: Indikator Haji Mabrur

penyeru dari langit ”kami terima dan kami akan berikan kebahagiaan

kepadamu, sesungguhnya bekalmu halal, dan perjalananmu halal,

maka hajimu mabrur tidak terkontaminasi dengan dosa, sedang jika

seorang yang berniat menunaikan ibadah haji keluar dari rimahnya

dengan bekal yang kotor (tidak suci) dan meletakan kakinya

dikendaraannya lalu berseru : ya Allah aku datang memenuhi

panggilan-Mu, maka berserulah penyeru dari langit ” kami tidak

terima dan kami tidak akan berikan kebahagiaan kepadamu, karena

sesungguhnya bekalmu haram, demikian juga perjalananmu haram,

maka hajimu penuh dengan dosa dan tidak akan mendapatkan

sedikitpun pahala. (HR. At-Thobrany dan al Ashfahany). Ketiga,

mengikuti cara haji Rasulullah saw (Ittiba’) bukan mengikuti selera

dan ego masing-masing, Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kalian

Ambil tatacara menunaikan ibadah haji dari-ku ...”. (HR. Ahmad,

Muslim dan Nasa’i).

Keempat, Memahami dan menyadari hikmah dari setiap ritual

haji yang dilakukan. Salah satu faktor penunjang untuk meraih haji

mabrur adalah mengetahui apa yang tengah di perbuatnya, baik dari

sisi sejarah maupun hikmah yang tersembunyi dari perbuatan yang

tengah dikerjakan. Dengan menyadari perbuatan yang tengah

dikerjakan dan mengetahui sejarah dan hikmahnya diharapkan

penghayatan terhadap perbuatan yang tengah dilaksanakan semakin

menyentuh, mengalir dan merasuk kedalam hati.

Kelima, Menghindari hal-hal yang menodai kesucian ibadah haji.

Allah swt berfirman: ”(Musim) haji adalah beberapa bulan yang

dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu

akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan

berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang

kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan

bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS: al-

Page 4: Indikator Haji Mabrur

Baqoroh: 197). Keenam, Adanya perubahan kualitas perilaku ke arah

yang lebih baik dan lebih terpuji saat melaksanakan ibadah haji.

Ketujuh, Murah hati dan Perkataannya lemah lembut. Rasulullah saw

bersabda: “Tidak ada balasan yang layak bagi orang meraih haji

mabrur kecuali surga, mereka bertanya: ”wahai Rasulullah saw, apa

ciri-ciri orang yang meraih haji Mabrur?, Rasulullah saw menjawab: ”

Murah hati (memberi makan: segala bentuk kebajikan saat haji dan

sekembali dari haji) dan berbicara dengan santun dan halus”. (HR.

Ahmad).

Adapun indikator kemabruran haji setelah kembali dari

menunaikan haji adalah sebagai berikut: Pertama, Konsisten pada

perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji.

Nilai ibadah hajinya bisa diaflikasikan dalam semua ranah kehidupan

yang dilakukannya. Kedua, sifat murah hati dan perkataan yang lemah

lembut menjadi ciri khas kemabruran haji, sehingga orang yang

hajinya mabrur akan terhindar dari kesombongan, keangkuhan dan

kata-kata yang sia-sia apalagi mengandung dosa. Ketiga, kepulangan

seseorang yang menunaikan ibadah haji sangat dinanti oleh

lingkungan dan masyarakatnya. Keempat, Seorang yang menunaikan

ibadah haji disenangi dan diharapkan oleh lingkungan dan

masyarakatnya. Kelima, Seorang jamaah haji dinanti kepulangannya

untuk kemudian menjadi tauladan dan bermanfaat dalam kehidupan

sehari-hari bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Tiga point terakhir bisa dipahami dari sabda Rasulullah saw

”Barang siapa menunaikan ibadah haji lalu ia tidak berpikir (berkata

dan berbuat) jorok/kotor dan berbuat fasik (dosa) maka ia kembali

dari menunaikan ibadah haji bagaikan hari ia dilahirkan dari perut

ibunya. (HR. Bukhori-Muslim). Adalah sebuah kelaziman bahwa

seorang bayi selalu dinanti kelahirannya seperti seorang haji dinanti

kepulangannya, seorang bayi disenangi oleh sekitarnya sebagaimana

seorang haji yang mabrur disenangi oleh masyarakat dan

Page 5: Indikator Haji Mabrur

lingkungannya serta seorang bayi senantiasa dido’akan akan segera

tumbuh besar, sehat dan manfaat sebagaimana seorang haji mabrur

diharapkan agar segera kembali, bermanfaat dan menjadi tauladan

dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan memperhatikan indikator-indikator tersebut, secara

kasat mata kita akan mampu melihat kemabruran haji kita. Semoga

kita tergolong hamba-hamba yang mendapatkan predikat haji mabrur.

Amin.