Indikator Haji Mabrur
-
Upload
agus-jaya-kholid-saude -
Category
Documents
-
view
92 -
download
0
Transcript of Indikator Haji Mabrur
Indikator Haji MabrurOleh: H. Agus Jaya, Lc. M.Hum
Pengasuh PP. al Ittifaqiah dan Dosen STITQI Indralaya Ogan Ilir Sumsel
Puncak prosesi haji haji 1431 H (wukuf di Arafah) telah berlalu,
panggilan terhadap para jama’ah calon hajipun telah berubah menjadi
para jamaah haji. Kebahagiaan menyeruak didalam hati para hujjaj
dan keluarga yang ditinggal di tanah air.
Pengorbanan dalam menunaikan ibadah haji yang sangat besar
dan multikomplek kerena membutuhkan keyakinan (i’tiqodiyah) yang
lurus, raga (badaniyah) yang sehat, dan harta (maliyah) yang suci,
serta waktu (zamaniyah) yang tersedia telah dilalui, dan pengorbanan
luar biasa ini hanya layak dihargai dengan “balasan surga nan damai
sejahtera” di akhirat kelak.
Setelah prosesi ibadah haji nan mulia ini telah selesai, kini
saatnya kita menantikan para duta-duta agung kembali dengan
menyandang gelar istimewa “haji mabrur”.
Kemabruran haji seseorang tidak hanya menjadi rahasia Allah
swt yang tersembunyi, akan tetapi kemabruran haji seseorang adalah
hal yang kasat mata, dan bisa dikomsumsi setiap orang yang
melihatnya. Hal ini terjadi karena haji yang mabrur akan mewarnai
kehidupan seseorang setelah ia kembali dari menunaikan ibadah haji.
Untuk bisa membaca kemabruran haji kita, maka hendaklah kita
perhatikan tolok ukur kemabruran haji sebagaimana yang tertera
dalam al-Qur’an dan hadits. Tolok ukur kemabruran haji seseorang
bisa dibagi menjadi dua bagian. Pertama, sebelum dan saat
menunaikan ibadah haji. Kedua, sesudah menunaikan ibadah haji.
Adapun indikator kemabruran haji sebelum dan saat
menunaikan ibadah haji adalah sebagai berikut: Pertama, Niat ikhlas
melaksanakan haji hanya karena Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya (diterima atau ditolaknya) sebuah perbuatan sangat
ditentukan oleh niatnya, dan orang setiap insan hanya akan
memperoleh yang ia niatkan,...(HR. Bukhori)
Karena seringnya para jamaah haji salah niat, maka Allah swt
secara khusus menegaskan pentingnya niat hanya karena Allah
semata dalam pelaksanaan ibadah haji. Allah swt berfirman:
”....mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (QS. Ali
Imran : 97)
Sepenggal kata ”mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah” pada ayat ini menegaskan bahwa ibadah haji harus
dilandasi niat hanya karena Allah swt semata. Dengan menata niat
dengan benar, insya Allah jamaah akan terhindar dari kelompok
orang-orang yang dijelaskan dalam hadits ahl al-bait. Dari Anas ra,
Rasulullah saw bersabda: ” kelak diakhir masa mereka yang
berangkat menunaikan haji akan terbagi menjadi tiga golongan, para
penguasa berangkat haji sekedar untuk rekreasi, orang-orang
berangkat haji sekedar untuk bisnis, orang-orang miskin berangkat
haji sekedar mengadukan problemanya dan para qori mereka
berangkat haji sekedar untuk pongah/sombong.
Kedua, Bekal yang suci, Haji adalah perjalanan suci, karenanya
hendaklah ditopang dengan segala bentuk kesucian, termasuk
kesucian harta. Rasulullah saw menjelaskan demikian pentingnya
menjaga kesucian harta ini, Beliau bersabda : ” ketika seorang yang
hendak menunaikan ibadah haji keluar rumahnya untuk pertama
kalinya dengan bekal yang suci (untuk sekarang bisa kita ibaratkan
dengan keluar rumah untuk menyetor setoran dana haji yang
pertama) dan ia meletakan kakinya di kendaraannya, lalu ia berseru
”ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, maka berserulah
penyeru dari langit ”kami terima dan kami akan berikan kebahagiaan
kepadamu, sesungguhnya bekalmu halal, dan perjalananmu halal,
maka hajimu mabrur tidak terkontaminasi dengan dosa, sedang jika
seorang yang berniat menunaikan ibadah haji keluar dari rimahnya
dengan bekal yang kotor (tidak suci) dan meletakan kakinya
dikendaraannya lalu berseru : ya Allah aku datang memenuhi
panggilan-Mu, maka berserulah penyeru dari langit ” kami tidak
terima dan kami tidak akan berikan kebahagiaan kepadamu, karena
sesungguhnya bekalmu haram, demikian juga perjalananmu haram,
maka hajimu penuh dengan dosa dan tidak akan mendapatkan
sedikitpun pahala. (HR. At-Thobrany dan al Ashfahany). Ketiga,
mengikuti cara haji Rasulullah saw (Ittiba’) bukan mengikuti selera
dan ego masing-masing, Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kalian
Ambil tatacara menunaikan ibadah haji dari-ku ...”. (HR. Ahmad,
Muslim dan Nasa’i).
Keempat, Memahami dan menyadari hikmah dari setiap ritual
haji yang dilakukan. Salah satu faktor penunjang untuk meraih haji
mabrur adalah mengetahui apa yang tengah di perbuatnya, baik dari
sisi sejarah maupun hikmah yang tersembunyi dari perbuatan yang
tengah dikerjakan. Dengan menyadari perbuatan yang tengah
dikerjakan dan mengetahui sejarah dan hikmahnya diharapkan
penghayatan terhadap perbuatan yang tengah dilaksanakan semakin
menyentuh, mengalir dan merasuk kedalam hati.
Kelima, Menghindari hal-hal yang menodai kesucian ibadah haji.
Allah swt berfirman: ”(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu
akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang
kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS: al-
Baqoroh: 197). Keenam, Adanya perubahan kualitas perilaku ke arah
yang lebih baik dan lebih terpuji saat melaksanakan ibadah haji.
Ketujuh, Murah hati dan Perkataannya lemah lembut. Rasulullah saw
bersabda: “Tidak ada balasan yang layak bagi orang meraih haji
mabrur kecuali surga, mereka bertanya: ”wahai Rasulullah saw, apa
ciri-ciri orang yang meraih haji Mabrur?, Rasulullah saw menjawab: ”
Murah hati (memberi makan: segala bentuk kebajikan saat haji dan
sekembali dari haji) dan berbicara dengan santun dan halus”. (HR.
Ahmad).
Adapun indikator kemabruran haji setelah kembali dari
menunaikan haji adalah sebagai berikut: Pertama, Konsisten pada
perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji.
Nilai ibadah hajinya bisa diaflikasikan dalam semua ranah kehidupan
yang dilakukannya. Kedua, sifat murah hati dan perkataan yang lemah
lembut menjadi ciri khas kemabruran haji, sehingga orang yang
hajinya mabrur akan terhindar dari kesombongan, keangkuhan dan
kata-kata yang sia-sia apalagi mengandung dosa. Ketiga, kepulangan
seseorang yang menunaikan ibadah haji sangat dinanti oleh
lingkungan dan masyarakatnya. Keempat, Seorang yang menunaikan
ibadah haji disenangi dan diharapkan oleh lingkungan dan
masyarakatnya. Kelima, Seorang jamaah haji dinanti kepulangannya
untuk kemudian menjadi tauladan dan bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Tiga point terakhir bisa dipahami dari sabda Rasulullah saw
”Barang siapa menunaikan ibadah haji lalu ia tidak berpikir (berkata
dan berbuat) jorok/kotor dan berbuat fasik (dosa) maka ia kembali
dari menunaikan ibadah haji bagaikan hari ia dilahirkan dari perut
ibunya. (HR. Bukhori-Muslim). Adalah sebuah kelaziman bahwa
seorang bayi selalu dinanti kelahirannya seperti seorang haji dinanti
kepulangannya, seorang bayi disenangi oleh sekitarnya sebagaimana
seorang haji yang mabrur disenangi oleh masyarakat dan
lingkungannya serta seorang bayi senantiasa dido’akan akan segera
tumbuh besar, sehat dan manfaat sebagaimana seorang haji mabrur
diharapkan agar segera kembali, bermanfaat dan menjadi tauladan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan memperhatikan indikator-indikator tersebut, secara
kasat mata kita akan mampu melihat kemabruran haji kita. Semoga
kita tergolong hamba-hamba yang mendapatkan predikat haji mabrur.
Amin.