Inderaja_Lengkap
-
Upload
ocha-dwiyosa -
Category
Documents
-
view
35 -
download
9
description
Transcript of Inderaja_Lengkap
DIKTAT BAHAN KULIAH
PENGINDERAAN JAUH
TGD 044 BOBOT 3(1-2)
SEMESTER IV
OLEH
YOHANNES
NIP. 195204071986031001
PROGRAM STUDI TEKNIK SURVEY DAN PEMETAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
i
KATA PENGANTAR
Penginderaan Jauh (Inderaja) adalah mata kuliah yang terkait dengan
proses pengolahan citra satelit sumber daya alam untuk menghasilkan pemetaan..
Mata kuliah Ini merupakan ilmu praktis penting dalam bidang survey dan
pemetaan. Oleh karena itu penguasaan bidang ilmu ini sangat penting bagi
mahasiswa teknik survey dan pemetaan
Mata kuliah ini mempelajari pokok bahasan: Sistem Inderaja, Format dan
Jenis Citra Inderaja, Perhitungan Statistika, Pemrosesan Awal Citra, Klasifikasi
Data Citra, dan Pengujian Ketelitian Peta Hasil Klasifikasi Setelah mengikuti mata
kuliah Penginderaan Jauh, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan teori
tentang penginderaan jauh dan mampu mempraktekkan pengolahan data citra
satelit secara digital untuk keperluan pemetaan
Diktat ini disusun sesuai dengan kurikulum 2012 bagi mahasiswa D3
Teknik Survey dan Pemetaan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas
Lampung untuk memudahkan pemahaman dalam perkuliahan, walaupun tidak
menutup kemungkinan dipergunakan juga oleh para alumni atau teknisi yang
berkepentingan dengan masalah penginderaan jauh. Diktat ini berisi penjelasan
singkat mengenai konsep penginderaan jauh disertai beberapa contoh yang
nantinya akan lebih diperjelas dalam praktikum. Untuk lebih mendalami
penginderaan jauh dianjurkan mempelajari buku teks lainnya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada para rekan dosen dan mahasiswa
yang memberi saran dan kritik demi penyempurnaan buku ini. Semoga diktat ini
bermanfaat.
Bandarlampung, 07 Nopember 2012
Penulis,
Yohannes
ii
DAFTAR ISI Halaman
JUDUL
Kata Pengantar …………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………… ii
Bab I Sistem Inderaja
1.1 Pendahuluan …………………………………………… 1
1.2 Komponen Utama Sistem Inderaja …………………………………… 2
1.2.1 Sumber Energi …………………………………………… 3
1.2.2 Atmosfer …………………………………………… 7
1.2.3 Interaksi Antar Energi dan Obyek ……………………………… 8
1.2.4 Sensor Inderaja …………………………………………… 10
1.2.5 Wahana …………………………………………… 13
1.2.6 Sistem Pengolahan Data …………………………………… 16
1.2.7 Berbagai Aplikasi …………………………………………… 16
BAB II Citra Inderaja
2.1 Format Citra Digital …………………………………………… 18
2.2 Citra Satelit Inderaja …………………………………………… 24
2.2.1 Satelit Landsat Thematic Mapper …………………………… 24
2.2.2 Satelit SPOT …………………………… 26
2.2.3 Satelit NOAA …………………………… 29
2.2.4 Satelit IKONOS …………………………… 31
2.2.5 Satelit Meteorolgi Geostasioner …………………………… 34
BAB III Perhitungan Statistik Dasar
3.1 Pengertian …………………………………………… 35
3.2 Makna Histogram bagi Pemrosesan Citra ………………..……… 36
3.3 Statistik Citra Deskriptif Univariasi ………............…………………… 37
3.4 Statistik Citra Multivariasi ...........................................…… 39
iii
Halaman
BAB IV Pemrosesan Awal Citra
4.1 Pengertian …………………………………………… 43
4.2 Koreksi Radiometrik Data Inderaja ………………..……… 43
4.2.1 Koreksi Akibat Ketidak-sempurnaan Sistem Sebsor…………… 44
4.2.2 Koreksi Akibat Gangguan Alam …………………………… 45
4.3 Koreksi Geometrik Data Inderaja ………............…………………… 46
4.3.1 Rektifikasi Citra ke Peta …………………………… 47
a. Interpolasi spasial …………………………… 47
b. Interpolasi Intensitas …………………………… 49
4.3.2 Registrasi Citra ke Citra …………………………… 49
4.4 Co-occurrence Matrix ………........…………………… 50
4.5 Principal Component Analysis (PCA) ………........…………………… 51
BAB V Ekstraksi Informasi dengan Klasifikasi Citra
5.1 Pengertian …………………………………………… 53
5.1.1 Klasifikasi Terawasi Parametrik………………..……… 53
(1) Algoritma Klasifikasi Paralelepipedum ........................ 54
(2) Algoritma Klasifikasi Jarak Minimum ........................ 54
(3) Algoritma Klasifikasi Maximum Likelihood dan Bayesian ..... 55
5.1.2 Klasifikasi Terawasi Non-Parametrik Jaringan Syaraf Tiruan ..… 55
5.2 Ketelitian Hasil Klasifikasi ………………..………............... 56
Sumber Pustaka .......………............................................................ 57
1
BAB I
SISTEM INDERAJA 1.1 Pendahuluan
Istilah teknik “remote sensing” pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada
tahun 1960-an, mencakup fotogrametri, interpretasi foto, foto-geologi, dan lain-
lain. Setelah Landsat-1, yaitu satelit pengamat bumi pertama, diluncurkan tahun
1972 oleh Amerika Serikat, remote sensing semakin digunakan secara luas. Di
indonesia istilah remote sensing ini diterjemahkan menjadi penginderaan jauh,
atau disingkat inderaja.
Ada beberapa definisi tentang penginderaan jauh, yaitu antara lain.
• Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan menggunakan alat tanpa berhubungan langsung dengan obyek,
daerah, atau fenomena yang dikaji. [Lillesand dan Kiefer, 1994]
• Remote sensing is defined as the science and technology by which the
characteristics of objects of interest can be identified, measured, or analysed
without direct contact (Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan
teknologi dimana karakter obyek kajian dapat diidentifikasi, diukur, atau
dianalisis tanpa bersentuhan langsung) [Shunji Murai, editor.]
Obyek, daerah, atau fenomena yang diindera dapat terletak baik di permukaan
bumi, di atmosfer, atau pun di ruang angkasa. Pada umumnya sumber data
inderaja adalah radiasi atau energi elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari suatu obyek. Alat pendeteksi dan perekam data tersebut
dinamakan “remote sensor” atau “sensor”. Alat ini dipasang pada wahana
(platform) seperti pesawat terbang, balon, atau satelit. Karena penginderaan ini
dilakukan dari jarak jauh, tanpa berhubungan langsung, diperlukan media
penghubung, yaitu berupa energi.
Data inderaja dapat berbentuk data citra (image), grafik, atau data numerik.
Untuk menjadi informasi, data tersebut harus dianalisis. Proses menganalisis data
menjadi informasi seringkali disebut interpretasi data. Bila proses tersebut
dilakukan secara digital menggunakan komputer disebut pemrosesan atau
interpretasi digital. Analisis data inderaja memerlukan data acuan misalnya, peta
2
tematik, data statistik, atau data lapangan. Informasi yang dihasilkan dari analisis
data inderaja dapat bermacam-macam tergantung keperluan, antara lain,
klasifikasi tutupan lahan, analisis perubahan suatu tampakan, kondisi sumber
daya alam, dan lain-lain. Informasi tersebut dimanfaatkan oleh para pengguna,
baik pihak pemerintah, swasta, peneliti, ilmuwan, masyarakat, maupun
perorangan, untuk membantu mereka dalam proses pengambilan keputusan,
sebagai landasan bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan, perencanaan pengembangan wilayah, atau manajemen
sumberdaya alam.
Dewasa ini sejalan dengan perkembangan teknologi wahana ruang angkasa
dan sensor citra, pemanfaatan teknologi inderaja semakin meluas dalam berbagai
bidang kajian, antara lain untuk pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan,
pertanian, keteknikan, industri, perkotaan, cuaca, kelautan, hankam, kajian
bencana alam, pertambangan, kebudayaan, geopolitik, lingkungan dan lain-lain.
Terjadinya peningkatan penggunaan teknologi ini, antara lain disebabkan
karena:
a. Cakupan citra inderaja relatif luas dan lengkap dengan ujud dan posisi obyek
menyerupai keadaan sebenarnya, serta rekaman data dapat menjadi
dokumentasi.
b. Karakteristik obyek yang tidak kasat mata, misalnya perbedaan panas akibat
kebocoran pipa, dapat dideteksi melalui citra infra merah panas.
c. Pada data citra tertentu dapat memberikan kesan tiga dimensi.
d. Perekaman data dilakukan dengan periode waktu yang relatif pendek,
e. Mampu memperoleh data untuk daerah yang sulit dijangkau secara teristris.
f. Format data berbentuk digital sehingga pengolahannya dapat secara digital.
g. Informasi multi-spektral, multi-sensor, multi temporal semakin banyak dan
resolusi spasial semakin tinggi.
Keseluruhan proses mulai dari perolehan data, penganalisisan data sehingga
penggunaan data disebut Sistem Inderaja.
1.2 Komponen Utama Sistem Inderaja
Pada dasarnya komponen utama sistem inderaja meliputi: sumber energi,
atmosfer, interaksi antara energi dan obyek, sensor, wahana, sistem pengolahan
data dan berbagai aplikasi.
3
1.2.1 Sumber Energi
Seluruh sistem inderaja memerlukan sumber energi. Sumber energi ini
dapat berupa sumber energi alami, misalnya matahari, maupun sumber energi
buatan. Sumber energi alami digunakan untuk sistem inderaja pasif, sedangkan
sumber energi buatan digunakan untuk sistem inderaja aktif. Energi yang
umumnya digunakan dalam inderaja adalah energi elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik adalah suatu pembawa energi elektromagnetik
dengan mentransmisikan getaran medan elektromagnetik melalui ruang atau
materi. Transmisi radiasi elektromagnetik dibentuk berdasarkan persamaan
Maxwell. Radiasi ini memiliki karakteristik sebagai gerakan gelombang maupun
gerakan partikel.
a. Karakteristik Sebagai Gerakan Gelombang
Radiasi elektromagnetik dapat dianggap sebagai gelombang transversal
dengan medan listrik dan medan magnet. Gambar 1.2 memperlihatkan
gelombang radiasi elektromagnetik dan arah transmisinya. Medan listrik dan
magnet saling tegaklurus. Bidang datar dan vertikal yang memuat gelombang
itu disebut bidang polarisasi.
Persamaan panjang gelombang adalah sebagai berikut:
fv=λ …………………….. (1.1a)
λ = vT ...………………….. (1.1b)
Satelit pasif (Landsat, SPOT, NOAA, ...)
Sumber Energi Matahari
efek lingkungan
pancaran infra
merah panas
pancaran gelombang
mikro
Satelit aktif (ERS, Radarsat, .....)
Pengolahan Data
Gambar 1.1 Komponen Utama Sistem Inderaja
pantulan
4
dimana
λ = panjang gelombang (meter)
v = kecepatan gelombang (meter per sekon)
f = frekuensi gelombang (herzt atau disingkat hz)
= banyaknya gelombang per sekon
T = periode gelombang (sekon) = waktu untuk satu gelombang
Radiasi elektromagnetik ditransmisikan dalam ruang hampa dengan kecepatan
cahaya c = 2,998 x 108 m/sec.
b. Karakteristik Sebagai Gerakan Partikel
Elektromagnetik dapat dianggap sebagai photon atau kuantum cahaya. Energi
E dinyatakan dalam persamaan berikut
E = h f …………………….. (1.2)
dimana
h = konstanta Plank = 6,626 x 10-34 Joule sekon
f = frekuensi
Radiasi elektromagnetik mempunyai 4 (empat) elemen pokok, yaitu
(a) frekuensi (atau panjang gelombang) : berkaitan dengan warna obyek dalam
daerah sinar tampak yang diberikan oleh kurva karakteristik unik tergantung
panjang gelombang dan energi radian (yaitu energi yang dipancarkan dari
suatu obyek). Dalam daerah gelombang mikro, informasi mengenai obyek
diperoleh dengan menggunakan efek Doppler shift dalam frekuensi, yang
terjadi karena gerakan relatif antara obyek dan wahana.
(b) arah transmisi : lokasi spasial dan bentuk obyek diberikan oleh linieritas arah
transmisi maupun oleh amplitudo
panjang gelombang
medan magnet
medan listrik
arah transimisi
Gambar 1.2 Radiasi Elektromagnetik
5
(c) amplitudo : besarnya getaran gelombang. Besar kuadrat amplitudo
sebanding dengan energi yang ditransmisikan radiasi elektromagnetik
(d) bidang polarisasi : dipengaruhi oleh bentuk geometri obyek berkenaan
dengan pantulan atau hamburan dalam daerah gelombang mikro. Pada
radar, polarisasi datar dan vertikal memiliki respons berbeda pada citra radar.
Energi elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan panjang
gelombangnya. Spektrum elektromagnetik sangat luas, yaitu meliputi spektra
kosmik, Gamma, X, ultra violet, sinar tampak, infra merah, gelombang mikro, dan
gelombang radio. Umumnya dalam inderaja, istilah spektrum menunjuk pada
bagian tertentu seperti spektrum sinar tampak, spektrum infra merah, dan
spektrum ultra violet. Istilah saluran (channel) atau band digunakan untuk porsi
yang lebih kecil, misalnya band biru, hijau, dan merah pada spektrum sinar
tampak. Bagian spektrum sinar tampak mencakup bagian yang kecil sebab
kepekaan spektrum mata manusia hanya 0,4 µm sampai dengan 0,7 µm. Ultra
violet 0,03 – 0,04 µm, sedangkan infra merah refleksi 0,7 – 3 µm. Lihat gambar
1.3 dan tabel 1.1.
Sistem inderaja pasif menerima energi yang dipantulkan dan atau
dipancarkan oleh tampakan bumi. Distribusi spektral energi pantulan sinar
matahari dan energi pancaran dari benda tidak seragam. Tingkat energi matahari
yang sampai di bumi bervariasi menurut waktu (jam, musim), tempat, cuaca, dan
kondisi permukaan bumi (materi, kemiringan, dan kekasaran).
Gambar 1.3 Spektrum Elektromagnetik
biru hijau merah infra merah ultra violet
Sinar Tampak Panjang Gelombang
ultra violet
sinar X sinar Y sinar kosmis
infra merah refleksi
infra merah panas
gelombang mikro
TV dan radio
10-6 µm 10-4 10-1 108 105 10 1
6
Tabel 1.1 Spektrum Elektromagnetik dalam Inderaja
Spektrum Panjang Gelombang Frekuensi
Ultra Violet 100 A – 0,4 µm 750 – 3.000 THz
Sinar Tampak
Biru Hijau Merah
0,4 µm – 0,5 µm 0,5 µm – 0,6 µm 0,6 µm – 0,7 µm
430 – 750 THz
Infra merah
Inframerah dekat Inframerah gelombang pendek Inframerah tengah Inframerah termal (panas) Inframerah jauh
0,7 µm – 1,3 µm 1,3 µm – 3 µm 3 µm – 8 µm
8 µm – 14 µm 14 µm – 1 mm
230 – 430 THz 100 – 230 THz 38 – 100 THz 22 – 38 THz 0,3 – 22 THz
Gelom-bang radio
submilimeter 0,1 mm – 1 mm 0,3 – 3 Thz
Gelombang mikro
milimeter (EHF) centimeter (SHF) desimeter (UHF)
1 mm – 10 mm 1 cm – 10 cm 0,1 m – 1 m
30 – 300 GHz 3 – 30 GHz 0,3 – 3 GHz
Gelombang sngat pendek (VHF) Gelombang pendek (HF) Gelombang medium (MF) Gelombang panjang (LF) Gelombang sngat panjang (VLF)
1 m – 10 m 10 m – 100 m 0,1 km – 1 km 1 km – 10 km
10 km – 100 km
30 – 300 MHz 3 – 30 MHz 0,3 – 3 MHz 30 – 300 kHz 3 – 30 kHz
Berdasarkan daerah panjang gelombangnya, inderaja dapat dibagi dalam 3
(tiga) jenis yaitu: (lihat gambar 1.4)
a. Inderaja sinar tampak dan inframerah reflektif : sumber energi adalah matahari.
Matahari memancarkan energi elektromagnetik dengan panjang gelombang
puncak 0,5 µm. Data terutama tergantung dari pantulan obyek di permukaan
bumi. Jadi informasi tentang obyek dapat diperoleh dari pantulan spektral.
Namun, radar laser merupakan pengecualian sebab dia tidak menggunakan
energi matahari namun energi laser dari sensor.
b. Inderaja inframerah panas : sumber energi adalah energi radian dari obyek itu
sendiri sebab setiap obyek dengan temperatur normal akan memancarkan
radiasi elektro-magnetik dengan puncak sekitar 10 µm.
c. Inderaja gelombang mikro : terbagi atas inderaja gelombang mikro pasif
(radiasi gelombang mikro dipancarkan dari obyek yang dideteksi) dan aktif
(mendeteksi koefisien hamburan balik).
7
Inderaja sinar tampak dan inframerah reflektif
Inderaja inframerah panas
Inderaja gelombang mikro
Sumber Radiasi matahari obyek obyek radar
Obyek pantulan radiasi termal
Radian Spektral
Spektrum Elektro-
magnetik
Sensor: kamera
detektor foto
sensor gel. mikro
1.2.2 Atmosfer
Meskipun spektrum elektromagnetik sangat luas, namun hanya sebagian
kecil saja yang dapat digunakan dalam inderaja. Sinar kosmik, sinar gamma, dan
sinar X sulit menembus atmosfer untuk mencapai bumi. Demikian pula sebagian
spektrum sinar infra merah. Bagian spektrum elektromagnetik yang dapat melalui
atmosfer dan mencapai bumi disebut jendela atmosfer.
UV Sinar tampak
sensor sensor sensor
radiasi gel. mikro
koef. hmb. balik
Inframerah reflektif
Inframerah termal
Gelombang mikro
a b
Radiasi pancaran a
b
0,5 µm
Radiasi pantulan
3 µm 10 µm panjang gelombang
0,4 µm 0,7 µm 1 mm
0,3 µm 0,9 µm
14 µm
1 mm 30 cm
Gambar 1.4 Tiga Jenis Inderaja ditinjau dari daerah panjang gelombang
8
Energi elektromagnetik dalam jendela atmosfer sebenarnya tidak secara
utuh mencapai permukaan bumi, karena sebagian mengalami hambatan atmosfer.
Proses hambatan terjadi terutama dalam bentuk hamburan, serapan, dan
pantulan.
Hamburan adalah pantulan energi ke berbagai arah disebabkan benda
yang permukaannya kasar dan bentuknya tidak beraturan, atau oleh benda kecil
yang berserakan tak menentu. Ada tiga macam hamburan dalam atmosfer, yaitu :
a. Hamburan Rayleigh, terjadi bila radiasi energi berinteraksi dengan molekul dan
partikel kecil di atmosfer yang diameternya jauh lebih kecil dari panjang
gelombang radiasi yang berinteraksi. Hamburan Rayleigh terjadi pada cuaca
cerah, dan membuat langit seolah-olah berwarna biru. Hamburan ini menjadi
penyebab utama munculnya “kabut tipis” pada citra inderaja.
b. Hamburan Mie, terjadi bila diameter partikel atmosfer sama atau sedikit lebih
besar dari panjang gelombang yang diindera. Penyebab utama hamburan ini
adalah uap air dan debu di atmosfer. Hamburan ini sangat berpengaruh pada
cuaca agak gelap.
c. Hamburan Non-selektif, terjadi bila diameter partikel atmosfer lebih besar dari
panjang gelombang yang diindera. Misalnya, air hujan. Akibat hamburan ini
awan dan kabut tampak putih.
Serapan merupakan kendala utama bagi sebagian spektrum energi
elektromagnetik, misalnya sebagian infra merah. Penyebabnya adalah uap air,
karbon dioksida, dan ozon.
1.2.3 Interaksi antar Energi dan Obyek
Sebagian energi elektromagnetik yang mencapai bumi diserap oleh obyek
di permukaan bumi, sebagian lagi dipantulkan sehingga mencapai sensor
inderaja. Tiap benda mempunyai karakteristik tersendiri dalam menyerap dan
memantulkan energi yang diterimanya. Karakteristik ini disebut karakteristik
spektral atau tanda-tangan spektral. Obyek yang banyak memantulkan energi
elektromagnetik tampak cerah, sedangkan yang banyak menyerap tampak gelap.
Pengenalan obyek pada citra umumnya berdasarkan tingkat kecerahannya atau
disebut rona.
9
Suatu obyek memancarkan fluks radian spektral unik tergantung pada
temperatur dan sifat emisiviti (pancaran) obyek tersebut. Radiasi ini disebut radiasi
termal karena terutama tergantung pada temperatur. Radiasi termal dapat
dinyatakan dengan teori benda hitam (black body). Benda hitam adalah materi
yang menyerap seluruh energi elektromagnetik yang mengenainya, dan tidak
memantulkan atau mentransmisi energi. Menurut hukum Kirchoff, perbandingan
energi yang terradiasi dari suatu obyek dalam keseimbangan statik termal dengan
energi yang terserap adalah tetap dan hanya tergantung pada panjang gelombang
dan temperatur absolut T (dalam Kelvin). Benda hitam menunjukkan radiasi
maksimum dibandingkan dengan materi lainnya. Dalam inderaja, koreksi untuk
emisiviti harus diberikan sebab obyek yang diamati bukanlah benda hitam
sempurna. Emisiviti dapat didefinisikan oleh persamaan :
obyekdengantemperatur
padahitambendaradianEnergiobyekradianEnergi
Emisiviti = …………………….. (1.3)
Reflektan adalah perbandingan fluks sinar datang pada permukaan dengan
fluks sinar pantulannya. Asumsi dasar dalam inderaja adalah bahwa reflektan
spektral bersifat unik dan berbeda dari satu obyek dengan obyek lain yang
berbeda. Gambar 1.5 memperlihatkan grafik reflektan pektral untuk tanah,
vegetasi, dan air
Interaksi energi dengan obyek akan menimbulkan 3 hal, yaitu: dipantulkan,
diserap, atau diteruskan(ditransmisikan). Berdasarkan asas kekekalan energi,
maka dapat dirumuskan persamaan, sebagai berikut.
E (λ) = Ep (λ) +Es (λ) + Et (λ) ................................ (1.4)
Persentase Reflektan
Panjang Gelombang
A
B
C D
E
Keterangan:
A = tanah lempung berlumpur
B = tanah musk
C = vegetasi
D = air sungai keruh
E = air sungai jernih 10 20 30 40 50
70 80
60
0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4
Gambar 1.5 Reflektan Spektral untuk tanah, vegetasi, dan air
10
dimana: E = Energi yang mengenai obyek
Ep = Energi yang dipantulkan
Es = Energi yang diserap
Et = Energi yang diteruskan
λ = Panjang gelombang
Interpretasi data inderaja pada dasarnya adalah untuk mengetahui
karakteristik spektral obyek. Permasalahannya, ada obyek yang berbeda jenisnya
namun mempunyai karakteristik spektral sama. Oleh karena itu, pengenalan
obyek dilakukan dengan menggunakan karakteristik lain, misalnya bentuk, pola,
ukuran, dan letak.
1.2.4 Sensor Inderaja
Sensor adalah alat perekam energi elektromagnetik yang datang dari
obyek. Namun, setiap sensor mempunyai keterbatasan, sebab tidak ada sensor
yang mampu merekam seluruh energi tersebut. Parameter yang menjadi ukuran
kemampuan suatu sensor adalah resolusi, yaitu batas kemampuan memisahkan/
mengidentifikasi obyek.
Ada 5 (lima) jenis resolusi yang dikenal dalam inderaja, yaitu: (gambar 1.6)
a. Resolusi spasial, yaitu ukuran terkecil obyek yang masih dapat dibedakan.
Semakin kecil ukuran obyek yang dapat direkam, semakin baik kualitasnya.
Landsat TM 5 mampu merekam obyek 30 x 30 meter per piksel, sedangkan
Ikonos mampu merekam obyek 1 x 1 meter per piksel. Jadi, sensor Ikonos
lebih tingg resolusi spasialnya dibandingkan sensor Landsat.
b. Resolusi spektral, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan obyek
berdasarkan besar spektrum elektromagnetik dalam perekaman data. Landsat
mampu merekam 7 band, sedangkan SPOT multi-spektral mampu merekam 3
band. Jadi, sensor Landsat lebih tinggi resolusinya spektralnya dibandingkan
sensor SPOT.
c. Resolusi radiometrik, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan kekuatan
sinyal obyek yang diterimanya. Makin tinggi resolusi radiometriknya, makin
peka sensor terhadap perubahan kecil sinyal yang diterimanya.
11
d. Resolusi temporal, yaitu ukuran kemampuan sensor mengidentifikasi
perbedaan kenampakan obyek yang direkam pada waktu berbeda. Semakin
sering sensor merekam suatu obyek sama, semakin tinggi resolusi
temporalnya. Landsat-TM melakukan pengulangan perekaman data pada
daerah sama dalam kurun waktu 17 hari, sedangkan SPOT dalam kurun waktu
28 hari. Jadi, Landsat lebih tinggi resolusi temporalnya dibandingkan SPOT.
e. Resolusi termal (panas), yaitu kemampuan sensor mengidentifikasi perbedaan
temperatur obyek. Artinya, jika resolusi termal suatu sensor 0,5oC, sensor
tersebut mampu mengidentifikasi obyek yang perbedaan panasnya 0,5oC.
Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan atas :
a. Sensor Fotografik, proses perekamannya secara kimiawi pada film dan
menghasilkan foto. Jika perekamannya menggunakan pesawat udara, disebut
foto udara, jika menggunakan satelit disebut foto satelit.
b. Sensor Penyiam (Scanner), sensor ini merekam energi pantulan
elektromagnetik dalam media magnetik berupa disket, harddisk, compact disk,
ataupun CCT (computer compatible tape). Hasilnya disebut citra inderaja.
Sensor dapat juga dibedakan atas sensor pasif dan sensor aktif. Sensor
pasif mendeteksi pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik dari sumber
alam, sedangkan sensor aktif mendeteksi respon pantulan dari obyek yang
diradiasi dari sumber energi buatan, seperti radar. Kedua jenis sensor ini masing-
masing juga dibedakan atas sistem non scanning dan scanning.
Resolusi spasial 1 piksel = 30 x 30 m
Resolusi radiometrik 8 bit (0-255)
Resolusi spektral (0,45 – 0,52 µm biru) (0,52 – 0,60 µm hijau)
Citra Landsat
hari ke-1
hari ke-18
hari ke-35
Resolusi Temporal
0 255 8 bit
Gambar 1.6 Jenis Resolusi dalam Citra Landsat TM
12
Gambar 1.7 memperlihatkan panjang gelombang band sensor dan gambar
1.8 memperlihatkan klasifikasi sensor
Sensor UV Tampak
Infra merah Radio
dekat SW intrmed term jauh SMW MW 0.4 0.5 0.6 0.7 0.9 1.5 5.5 8.0 14.0 1000 10000 100000
Kamera film monokrom film warna film infrared film infrared wrn
Scanner padat SPOT HRV Video termal
Kamera TV Sc. optis mekanis
Airborne MSS Landsat MSS Landsat TM
Radar Radiometer –
microwave
Gambar 1.7 Panjang gelombang Band Sensor
sensor
- real aperture radar - synthetic aperture radar
passive phased array radar
Scannng
- kamera TV - scanner padat
- scanner optis mekanis - radiometer gel. mikro
Imaging
Image Plane Scanning
Object Plane Scanning
Imaging
Image Plane Scanning
Object Plane Scanning
Non-scanning - monokrom - warna alami - infra merah - infra merah warna, dll
kamera Imaging
Scannng
Non-imaging
- radiometer gel. mikro - altimeter gel. mikro - laser pengukur
kedalaman air - laser pengukur jarak
Non-scanning
pasif
aktif
Gambar 1.8 Klasifikasi Sensor
- radiometer gel. micro - sensor magnetik - gravimeter - spektrometer Fourier, dll
Non-imaging
13
Adapun karakteristik beberapa sistem inderaja dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Karakteristik Beberapa Sistem Inderaja
Resolusi
Sistem Inderaja Spektral Spasial (meter)
Temporal (hari)
B G R NIR MIR TIR MW
Pesawat Udara Film Pankromatik Film IR warna
0.4
0.5
0.7µm 0.7µm
bervariasi bervariasi
bervariasi bervariasi
Satelit NOAA-9 AVHRR Landsat MSS Landsat TM SPOT HRV Multisp SPOT Pankromatik ERS-1 (active MW) RADARSAT
– – 1 – –
– 1 1 1
0.5
1 1 1 1
1 2 1 1
0.7
1 – 2 – –
2 – 1 – –
– – – – – 1 1
1100 79 30 20 10 30 –
14,5/hari 16–18
16 penunjukan penunjukan
– 1 – 6 hari
1.2.5 Wahana
Wahana (inggris: Platform) adalah kendaraan pembawa sensor. Ada
banyak wahana yang digunakan untuk inderaja, antara lain, satelit, pesawat
udara, pesawat ultralight, pesawat aeromodelling, balon udara, atau bahkan
layang-layang. Dalam pembahasan berikutnya, wahana yang dikaji hanya khusus
satelit untuk inderaja.
Satelit adalah suatu obyek yang mengorbit pada obyek lainnya. Satelit
dapat berupa buatan manusia atau terjadi secara alami seperti bulan, komet,
asteroid, planet, bintang dan bahkan galaksi. Ada berbagai jenis satelit buatan
manusia, yaitu:
a. Senjata anti satelit (Anti-satellite Weapon), terkadang disebut “satelit
pembunuh”, adalah satelit yang didesain untuk menghancurkan satelit musuh.
b. Satelit astronomis (Astronomical Satellite) adalah satelit yang digunakan untuk
pengamatan planet, galaksi, atau benda ruang angkasa lainnya yang jauh
c. Biosatelit (Biosatellite) adalah satelit yang didesain untuk membawa organisme
hidup, biasanya untuk penyelidikan ilmiah
d. Satelit miniatur (Miniaturized Satellite) adalah satelit berbobot ringan dan
berukuran kecil. Klasifikasi baru yang digunakan untuk membagi jenis satelit ini
C-band (5.3 GHz) HH C-band (5.3 GHz)
14
adalah mini satelit (500 – 200 kg), microsatelit (di bawah 200 kg), dan
nanosatelit (di bawah 10 kg)
e. Satelit komunikasi (Communication Satellite) adalah satelit buatan yang
ditempatkan di ruang angkasa untuk tujuan telekomunikasi.
f. Satelit navigasi (Navigation Satellite) adalah satelit yang menggunakan sinyal
waktu radio yang dipancarkan untuk memungkinkan receiver yang bergerak di
bumi dapat menentukan lokasi pasti mereka. Arah pandang yang relatif tak
terhalang antara satelit dan receiver di bumi dikombinasikan dengan
penyempurnaan elektronik terus menerus, membuat sistem satelit navigasi
mampu mengukur lokasi sampai dengan ketelitian beberapa meter dalam real
time.
g. Satelit mata-mata (Reconnaissance Satellite) adalah satelit pengamatan bumi
atau satelit komunikasi yang ditujukan bagi penerapan militer atau intelijen.
h. Satelit cuaca (Weather Satellite) adalah satelit yang khusus digunakan untuk
memantau cuaca dan iklim bumi.
i. Satelit tenaga matahari (Solar Power Satellite) adalah satelit yang diusulkan
untuk dibangun di orbit bumi tinggi (high earth orbit) yang menggunakan
transmisi energi mikrowave untuk menyalurkan energi matahari ke antena
sangat besar di bumi untuk menggantikan sumber energi konvensional.
j. Stasion ruang angkasa (Space Station) adalah struktur buatan manusia yang
didesain untuk manusia hidup di ruang angkasa.
k. Satelit pengamatan bumi (Earth Observation Satellite) adalah satelit yang
ditujukan untuk penggunaan non militer seperti pemantauan lingkungan,
meteorologi, pembuatan peta, dan lain-lain. Satelit inilah yang digunakan untuk
penginderaan jauh, sehingga sering juga disebut satelit inderaja.
Berdasarkan cara mengorbitnya, satelit inderaja dapat dikelompokkan
dalam dua jenis, yaitu: [Danoedoro, 1996]
a. Satelit geostasioner, satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 36.000 km
dari bumi pada posisi tetap di atas suatu wilayah tertentu (gambar 1.9). Orbit
ini disebut juga sinkron bumi (geosynchronous). Pada umumnya satelit cuaca
merupakan satelit geostasioner, misalnya satelit GOES, Meteosat, dan GMS
(Geosynchronous Meteorological Satellite).
15
b. Satelit sinkron matahari yang mengorbit bumi dengan melintas dekat kutub dan
memotong arah rotasi bumi (gambar 1.10). Orbit sinkron matahari adalah orbit
yang mengkombinasikan ketinggian dan inklinasi (kemiringan) sedemikian
rupa sehingga satelit tersebut melintas di atas titik tertentu dari permukaan
bumi pada waktu matahari lokal (local solar time) sama. Orbit tersebut dapat
menempatkan satelit pada cahaya matahari yang konstan, dan keadaan ini
menguntungkan bagi satelit inderaja, satelit mata-mata, maupun satelit cuaca.
Karena itu, umumnya satelit inderaja termasuk dalam kelompok ini, misalnya
Landsat, SPOT, dan ERS. Ketinggian satelit ini sekitar 700 – 900 km.
Sedangkan satelit NOAA AVHRR, yang berada pada ketinggian 850 km,
walaupun merupakan satelit cuaca namun melakukan orbit sinkron matahari.
Gambar 1.10 Satelit Sinkron Matahari
Ekuator
Altitude = 705 km
Orbit Satelit
Ground
Track
Inklinasi = 98,2o
Gambar 1.9 Satelit Geostasioner
GMS (Jepang) 140oE 1976
(USSR) 70oE 1976
GOES (USA) 70oW 1974
Meteosat (ESRO) 0o 1975
SMS (USA) 140oW 1974
35900 km
Ekuator
BUMI
16
1.2.6 Sistem Pengolahan Data
Sistem pengolahan data adalah sistem yang digunakan untuk memproses
data menjadi informasi yang dibutuhkan oleh pihak pengguna. Kemampuan
sensor dalam merekam data harus diimbangi dengan kemampuan pengolahan
data. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual, secara digital, ataupun
kombinasi keduanya. Proses pengolahan ini memerlukan banyak pemikiran,
peralatan, waktu, dan data rujukan. Sumber daya manusia sangat berperan dalam
proses ini, baik dalam pengembangan perangkat keras, perangkat lunak, maupun
dalam konsepsi.
1.2.7 Berbagai Aplikasi
Hasil akhir suatu proses pengolahan inderaja tergantung pada tujuan dan
kebutuhan si pengguna. Sebab itu, pihak pengguna merupakan komponen
penting dalam sistem inderaja. Diterima-tidaknya hasil inderaja tergantung pada
kecermatan, keterpercayaan, dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna.
Berbagai aplikasi inderaja meluas keberbagai bidang kajian, antara lain:
a. Pemetaan: Pengolahan data inderaja untuk pemetaan sudah banyak
dilakukan. Skala peta yang dihasilkan tergantung pada resolusi spasial citra.
Misalnya, citra Landsat TM dapat dibuat menjadi peta berskala 1:50.000.
Demikian pula, foto udara pada umumnya digunakan untuk memetakan suatu
daerah dengan skala 1:2.500 s.d. 1:25.000. Teknologi inderaja dapat
digunakan untuk memetakan daerah yang belum memiliki peta sama sekali
atau dapat pula digunakan untuk melengkapi informasi tampakan suatu peta
dasar. Misalnya, peta Bandarlampung yang hanya berisi informasi lokasi
permukiman beberapa tahun sebelumnya dapat dilengkapi dengan informasi
permukiman terbaru. Dengan demikian perubahan fungsi tutupan lahan di
permukaan bumi dapat dengan cepat ditambahkan pada peta dasar tersebut
tanpa perlu melakukan pengukuran ulang.
b. Pertanahan: Dalam pembuatan sertifikat tanah diperlukan peta kadaster yang
mencakup batas-batas dan posisi kepemilikan tanah. Saat ini di Indonesia,
terdapat banyak sekali kapling tanah yang belum memiliki sertifikat.
Pelaksanaan sertifikasi dengan metode pengukuran konvensional akan
memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang sangat besar. Teknik inderaja
17
dikombinasikan dengan metode pengukuran terestrial dapat dimanfaatkan
untuk pekerjaan tersebut.
c. Geologi: Teknologi inderaja kini banyak digunakan dalam bidang geologi,
antara lain, untuk mengamati bentuk patahan, geomorfologi, gunung berapi,
dan gejala alam yang berkaitan dengan bidang geologi.
d. Kehutanan: Pengamatan terjadinya kerusakan hutan, identifikasi jenis tanaman
hutan, manajemen hutan, dan bahkan penanggulangan bahaya kebakaran
hutan, pada umumnya kini dilakukan dengan teknologi inderaja.
e. Pertanian: Pemanfaatan teknologi inderaja untuk pertanian dan perkebunan
telah banyak dilakukan, antara lain, untuk mengidentifikasi penyakit tanaman,
pengelolaan pemeliharaan tanaman, panen dan pasca panen.
f. Keteknikan: Teknologi indera untuk keteknikan pada umumnya digunakan
dalam bidang teknik sipil, a.l., untuk analisis pengembangan wilayah,
perencanaan proyek, pemeliharaan bangunan sipil, pengelolaan perkotaan, dll.
g. Kelautan: Pemanfaatan inderaja yang paling populer dalam bidang kelautan
adalah untuk penangkapan ikan. Namun, disamping itu, juga banyak
pemanfaatannya, a.l., mengamati perubahan suhu dan arus laut, pengamatan
gerakan kapal, manajemen sumber daya kelautan, dll.
h. Hankam/Militer: Pada awalnya, sebenarnya teknologi inderaja memang
diperuntukkan bagi bidang militer. Pengiriman satelit mata-mata untuk
mengamati keadaan musuh, mengidentifikasi tempat persembunyian lawan,
memetakan daerah-daerah strategis lawan, dll.
i. Kajian bencana alam: Pada umumnya digunakan untuk mengidentifikasi
wilayah yang mengalami bencana. Misalnya, kebakaran hutan, banjir, abrasi
air laut, dll.
j. Pertambangan: kini telah dikembangkan teknologi terpadu antara inderaja,
SIG, geologi, pertambangan, dan sistem jaringan syaraf tiruan, untuk
mengidentifikasi daerah-daerah yang memiliki kandungan mineral tertentu,
misalnya tambang emas, minyak, dll.
Masih banyak lagi aplikasi inderaja dalam kehidupan manusia. Teknologi ini
akan terus berkembang dan akan menjadi teknologi andalan di masa mendatang.
18
BAB II
CITRA INDERAJA
2.1 Format Citra Digital
Citra inderaja merupakan gambaran hasil perekaman energi (pantulan atau
radiasi) elektromagnetik. Tingkat kekuatan hasil rekaman energi elektromagnetik
dinyatakan dalam nilai kecerahan (brightness values), atau terkadang disebut juga
nilai intensitas (intensity values), nilai skala-keabuan (grayscale values), atau
derajat warna (colour degree). Semakin kuat energi yang terrekam, semakin cerah
nilai keabuannya, dan gambarnya semakin putih. Sebenarnya, data intensitas di
alam bersifat kontinu, namun dalam rekaman citra digital, data tersebut direkam
dalam sel-sel kecil dengan nilai integer intensitas rata-rata. Pembagian spasial
menjadi sel-sel itu disebut sampling, sedangkan konversi dari data kontinu
menjadi data integer disebut kuantisasi (quantization). Data inderaja didigitasi
dengan proses sampling dan kuantisasi energi elektromagnetik yang dideteksi
oleh sensor. Dalam citra digital, nilai keabuan ditampilkan pada elemen gambar
(picture element), disingkat piksel (pixel). Piksel adalah elemen gambar dua-
dimensi terkecil suatu citra digital yang tidak dapat dibagi lagi. Bentuk piksel
biasanya bujur sangkar, walau pun ada juga yang berbentuk segitiga atau
heksagonal. Setiap piksel mempunyai nilai kecerahan masing-masing. Dalam citra
digital, posisi piksel dinyatakan dengan baris dan kolom. Baris dihitung dari atas
ke bawah, sedangkan kolom dari kiri ke kanan. Ukuran piksel menentukan mutu
gambar citra, semakin kecil ukuran piksel semakin halus gambarnya, sebaliknya
semakin besar, gambarnya semakin kasar.
Data citra satelit digital merupakan komposisi dari nilai kecerahan BVijk piksel
yang terletak pada baris i dan kolom j pada band k. Nilai kecerahan biasanya
dinyatakan dengan angka 0 sampai 255 dalam sistem 8 bit. Nilai ini dimodulasi
untuk menghasilkan gambar hitam (BV = 0) sampai putih cerah (BV = 255). Pada
gambar 2.1, piksel pada lokasi baris 4, kolom 4, dalam band 1 mempunyai nilai
kecerahan 24, jadi BV4,4,1 = 24.
19
Dalam bentuk matriks dua dimensi i x j, format citra digital band tunggal dapat
dirumuskan seperti persamaan (2.1)
=
j,i2,i1,i
j,22,21,2
j,12,11,1
j,i
BV.....BVBV
..........................
BV.....BVBV
BV.....BVBV
BV ................. ...... (2.1)
Pembesaran citra pada dasarnya adalah memperbesar ukuran piksel,
sehingga apabila diperbesar terus menerus hanya akan menampilkan tingkat
kecerahan piksel dalam ukuran besar (gambar 2.2)
Umumnya citra disimpan dalam deret matriks dua dimensi dimana setiap
elemen matriks berkorespondensi dengan piksel tunggal dalam citra yang
ditampilkan. Citra RGB (Red-Green-Blue) memerlukan deret tiga dimensi, dengan
bidang pertama menyatakan intensitas piksel merah, bidang kedua menyatakan
intensitas piksel hijau, dan bidang ketiga menyatakan intensitas piksel biru.
Format data citra multi-band diklasifikasi dalam 3 (tiga) jenis, (gambar 2.3):
a. Format BSQ (band sequential), data citra (baris dan kolom) setiap band
disusun terpisah secara berurutan.
Gambar 2.1 Posisi piksel dalam citra digital
10 15 17 20 21
15 16 18 21 23
17 18 20 22 22
18 20 22 24 25
1 2 3 4 5 1
2
3
4 Band (k)
Kolom (j)
1
2
3
4
Baris (i)
Piksel pada baris 4, kolom 4, band 1
Gambar 2.2 Piksel yang diperbesar
Baris Kolom
Tingkat Kecerahan
Piksel diperbesar
20
b. Format BIL (band interleaved by line), data baris pertama masing-masing band
disusun sesuai urutan band, lalu data baris kedua, dan seterusnya.
c. Format BIP (band interleaved by pixel), data piksel pertama disusun untuk
masing-masing band berurutan, lalu data piksel kedua, dan seterusnya.
Untuk tampilan citra berwarna, biasanya digunakan format BSQ sebab ketiga
band akan ditempatkan pada format RGB (red – green – blue). Namun, untuk
klasifikasi kemiripan maksimum (maximum likelihood classifier) lebih baik
menggunakan format BIP sebab proses klasifikasi dilakukan piksel – per – piksel.
Data inderaja biasanya memasukkan juga data berbagai anotasi sebagai
pelengkap data citra. Sejak 1982, data citra satelit telah disusun dalam format
standar yang disebut World Standard Format, atau format LTWG (dipersyaratkan
oleh Landsat Technical Working Group). World Standard Format memiliki struktur
data yang disebut super structure dengan tiga record yaitu volume descriptor, file
pointer, dan file descriptor yang menjelaskan isi data. Baik format BSQ maupun
BIL dipilih dalam World Standard Format.
(1,1)
(2,1)
(3,1)
(1,2) (1,3)
(i,j)
(1,1)
(2,1)
(3,1)
(1,2) (1,3)
(i,j)
(1,1)
(2,1)
(3,1)
(1,2) (1,3)
(i,j)
Band 1
Band 2
Band 3
a. BSQ
(1,1) (1,2)
(i,j)
Band 1
Band 2
Band 3
b. BIL
(1,1) (1,2)
(1,1) (1,2)
(2,2)
(2,1) (2,2)
(2,1) (2,2)
Band 1
Band 2
Band 3
(i,j)
(i,j)
21
Untuk melakukan pemrosesan secara digital, data inderaja harus dalam
format digital. Data inderaja yang sudah berformat digital, seperti citra Landsat
dan SPOT dapat langsung diolah secara digital. Namun, data inderaja yang masih
berformat analog, seperti foto udara non-digital, harus diubah dalam format digital.
Ada tiga metode mengkonversi hardcopy foto udara, citra radar, citra infra
merah panas, dll. ke dalam format digital, yaitu: (a) penyiaman optis-mekanis, (b)
digitisasi video, dan (c) digitisasi CCD..
a. Penyiaman (scanning) optis-mekanis:
Penyiaman optis-mekanis menggunakan alat pengukur densitas foto
transparan atau foto print yang disebut densitometer. Hasil ukuran berupa sinyal
elektronik. Jika mampu mengukur titik yang sangat kecil disebut
mikrodensitometer. Hasil penyiam ini cukup akurat, namun lambat. Ada dua jenis
mikrodensitometer penyiam yang dapat digunakan untuk mengkonversi citra foto
hard-copy menjadi nilai digital yaitu:
(1) Penyiam Flat-bed
Citra transparan diletakkan di permukaan flat-bed. Sumber sinar yang sangat
kecil (sampai 10 µm) digerakkan secara mekanis searah sumbu x,
memancarkan sinar konstan. Di bagian atas ada sebuah penerima untuk
mengukur jumlah energi yang tembus.
(1,1) (1,1) (1,1)
(2,1) (2,1) (2,1)
(3,1) (3,1) (3,1)
(1,2) (1,2) (1,2) (1,3) (1,3) (1,3)
(i,j) (i,j) (i,k)
Band 1 2 3
c. BIP
Gambar 2.3 Format Data Citra Multiband
22
Jika satu garis penyiaman searah sumbu x selesai, sumber cahaya dan
penerima bergeser searah sumbu y, proses penyiaman dilanjutkan. Jumlah
energi yang dideteksi diubah dari sinyal elektronik menjadi nilai digital. Hasil
konversi analog-ke-digital dalam nilai matriks ini biasanya direkam dalam bite
8-bit (rentang nilai 0 – 255). Untuk memperoleh data digital multispektral
dilakukan dengan menyiam foto udara berwarna atau infra-merah berwarna
secara terpisah 3 kali dengan menggunakan filter biru, hijau, dan merah yang
sesuai.
(2) Penyiam Rotaring-drum
Penyiam ini prinsip kerjanya mirip dengan penyiam flat-bed, hanya saja data
inderaja dipasang pada drum pemutar. Sumber sinar diletakkan di dalam
drum, dan drum berputar secara kontinyu pada arah sumbu Y. Koordinat X
didapatkan dengan translasi inkremental optik penerima sinar setelah setiap
kali drum berrevolusi.
Gambar 2.5 Penyiaman Rotaring-drum
Penerima / Receiver
Roda Filter Warna Citra transparan positif berada di
keliling drum
Sumber sinar di dalam drum
Sumbu-Y
Sumbu-X
drum pemutar
Penerima / Receiver
Roda Filter Warna
Citra transparan positif
Sumber Sinar Sumbu-X
Sumbu-Y Flat-bed
Gambar 2.4 Penyiaman flat-bed
23
b. Digitisasi video
Hardcopy citra dapat direkam dengan kamera video lalu dikonversi analog-ke-
digital. Alat konversi analog-ke-digital berkecepatan tinggi, disebut frame grabber,
mendigitasi data dan menyimpannya dalam memori buffer. Memori itu lalu dibaca
oleh host computer dan informasi digital disimpan dalam disk atau pita.
Proses digitisasi video ini cepat, namun hasilnya belum tentu dapat digunakan.
Sebab kepekaan radiometrik berbagai jenis kamera video berbeda-beda dan
terjadinya pelemahan sinar pada pusat citra yang didigitasi sehingga
mempengaruhi tanda tangan spektral yang diekstrak dari tampakan. Di samping
itu, sistem optik vidicon menyebabkan distorsi yang mempengaruhi posisi spasial
data inderaja digital. Jadi, digitasi video bekerja cepat namun akurasinya rendah
c. Digitisasi Charge-Coupled-Device (CCD): Teknologi CCD dibedakan atas :
(1) Digitisasi Larik Linier (Linear Array Digitization)
Sederet 2048 buah fotodiode dipasang pada sekrup penggerak sangat
presisi. Posisi 2048 elemen detektor dalam deret tersebut dipasang tetap
sehingga tidak ada gerakan dalam sumbu X. Penyiaman citra dilakukan
dengan menggerakkan ke-2048 deret fotodiode searah sumbu Y. Dengan
peralatan ini diperoleh hasil penyiaman berresolusi spasial tinggi, akurasi
radiometrik baik, dan proses digitasi cepat. Lihat gambar 2.6.
(2) Digitisasi Kamera Digital Larik Persegi
Kamera digital yang mengacu pada larik persegi ini dapat merekam lebih dari
2048 baris X 3072 kolom data dalam beberapa detik. Foto print atau
transparan diletakkan di atas meja bersinar. Kamera digital dipasang pada
dudukan presisi vertikal. Saat exposure, CCD larik persegi merekam 3 band
(merah, hijau, biru) informasi digital. Prosesnya sangat cepat, dan ketiga
1X2048 Photodiode Array 15
µ11 µ
sumbu X
sumbu Y
Motor pemutar Gambar 2.6 Digitasi Deret Linier
24
band dapat direkam hampir mendekati saat bersamaan, sehingga
menghasilkan registrasi band-ke-band mendekati sempurna.
2.2 CITRA SATELIT INDERAJA
2.2.1 Satelit Landsat Thematic Mapper
Landsat 1 dengan sensor MSS (Multispectral Scanner) diluncurkan Amerika
Serikat tahun 1972, merupakan satelit pengamatan bumi pertama di dunia.
Landsat TM (Thematic Mapper) diluncurkan pada 16 Juli 1982 (Landsat 4) dan 1
Maret 1984 (Landsat 5). Landsat 6 diluncurkan tapi hilang pada 5 Oktober 1993.
Orbit Landsat 4, 5, dan 6 pada ketinggian 705 meter, inklinasi 98o, sinkron
matahari, melintas ekuator pukul 9.39 pagi, resolusi temporal 17 hari, dan lebar
sapuan (swath) 185 kilometer. Sensor MSS dan TM adalah scanner optis-
mekanis. Landsat TM merekam energi pada daerah spektrum sinar tampak,
infrared reflektif, infrared tengah, dan infrared panas. Sensor ini merekam citra
multi-spektral dengan resolusi spasial, spektral, temporal, dan radiometrik lebih
tinggi daripada sensor satelit Landsat MSS sebelumnya.
Sebuah teleskop mengarahkan fluks sinar masuk yang diperoleh sepanjang
garis penyiam (line scan) melalui korektor garis penyiam (line scan corrector)
menuju bidang fokal primer sinar tampak dan infrared dekat, atau bidang fokal
infrared tengah dan infrared panas. Detektor untuk band sinar tampak dan infrared
dekat (band 1-4) tersusun dalam empat larik linier berseling-seling, masing-
masing berisi 16 detektor silikon. Dua detektor infrared tengah tersusun dari 16 sel
indium antimonida dalam suatu larik linier berseling-seling, sedangkan detektor
infrared panas tersusun dari suatu larik empat-elemen dari sel merkuri-kadmium
tellurida.
Band
1 2 3 4 7 5
6
Detektor
185 km
Lintasan Landsat di Bumi
Pola Penyiaman
Gambar 2.7 Sistem Sensor Landsat TM 4 dan 5
25
Landsat TM mempunyai medan pandang (IFOV) 30 X 30 m untuk 6 band
(band 1-5, dan 7) dan 120 X 120 m untuk band 6 (infra merah panas. Jenis band,
panjang gelombang, dan resolusi spasial Landsat TM5 tercantum pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Citra Landsat TM5
Band Panjang Gelombang Resolusi (m2)
1 0,45 - 0,52 µm biru 30 x 30 2 0,52 - 0,60 µm hijau 30 x 30 3 0,63 - 0,69 µm merah 30 x 30 4 0,76 - 0,90 µm infrared reflektif 30 x 30 5 1,55 - 1,75 µm infrared tengah 30 x 30 6 10,4 - 12,5 µm infrared panas 120 x 120 7 2,08 - 2,36 µm infrared tengah 30 x 30
Karakteristik masing-masing band 1 – 7 Landsat TM tercantum pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik Band Spektral Landsat TM
Band Karakteristik a 1 biru
0,45 - 0,52 µm
Mampu menembus badan air maupun mendukung analisis sifat tata guna lahan, jenis tanah, and vegetasi. Batas tepi panjang gelombang yang lebih pendek tepat berada di bawah transmisi puncak air jernih, sedangkan batas tepi panjang gelombang yang lebih tinggi merupakan batas penyerapan klorofil biru bagi vegetasi hijau sehat. Panjang gelombang di bawah 0.45 µm sangat terpengaruh oleh penyerapan dan penghamburan atmosfir.
2 hijau 0,52 - 0,60
µm
Band ini membentang pada wilayah antara band penyerapan klorofil biru dan merah, dengan demikian berkaitan dengan pantulan hijau dari vegetasi sehat.
3 merah 0,63 - 0,69
µm
Merupakan band penyerapan klorofil merah dari vegetasi hijau sehat dan merupakan salah satu dari band terpenting untuk mendiskriminasi (membedakan jenis) vegetasi. Juga berguna untuk deliniasi batas tanah dan batas geologi. Band ini lebih kontras daripada band 1 dan 2 akibat berkurangnya efek hambatan atmosfir. Batas 0.69 µm penting sebab merupakan awal wilayah spektral dari 0,68 – 0.75 µm dimana persilangan pantulan vegetasi berlangsung sehingga dapat mengurangi akurasi penyelidikan vegetasi
4 infrared reflektif
0,76 - 0,90 µm
Band ini terutama responsif terhadap jumlah biomassa vegetasi yang terdapat dalam scene. Berguna untuk mengidentifikasi tanaman dan menonjolkan kontras tanah-tanaman dan daratan-air.
5 infrared tengah
1,55 - 1,75 µm
Band ini sensitif terhadap banyaknya kandungan air dalam tanaman. Informasi tersebut berguna untuk studi kekeringan tanaman dan penyelidikan kegiatan tanaman. Juga dapat membedakan antara awan, salju dan es, penting bagi riset hidrologi.
6 infrared panas
10,4 - 12,5 µm
Band ini mengukur jumlah fluks radian infrared yang dipancarkan dari permukaan bumi. Suhu yang terlihat merupakan fungsi dari emisivitas (pancaran) dan suhu sebenarnya atau kinetik dari permukaan bumi. Berguna untuk menentukan lokasi aktivitas geotermal, pemetaan inersia
26
(kelembaman) panas untuk penyelidikan geologi, klasifikasi vegetasi, analisis tegangan vegetasi, dan studi kelembaban tanah. Sensor seringkali menangkap informasi unik atas perbedaan aspek topografi dalam daerah pegunungan
7 infrared tengah
2,08 - 2,36 µm
Ini adalah band penting untuk mendiskriminasi (membedakan) formasi batuan geologi. Tampaknya cukup efektif untuk mengidentifikasi zona perubahan hidrotermal dalam batuan
Contoh citra satelit band 1-5 dan 7 Landsat TM5 multispektral path-row
123/64 perekaman 7 Nopember 2000 dalam gambar 2.8. Citra milik Bappeda
Propinsi Lampung ini menggambarkan sebagian Propinsi Lampung
2.2.2 Satelit SPOT
Satelit SPOT (Systeme Probatoire de l’Observation de la Terre) pertama kali
diluncurkan 21 Pebruari 1986. Dikembangkan oleh the French Centre National
d’Etudes Spatiales (CNES) Pemerintah Perancis. Resolusi spasial satelit SPOT
untuk pankromatik 10x10 m dan multispektral 20x20 m. Satelit SPOT 2 dan 3
dengan muatan identik (sama) masing-masing diluncurkan 22 Januari 1990 dan
25 September 1993.
Satelit ini terbagi atas dua bagian, (a) bus SPOT, yaitu wahana multiguna
standar, dan (b) peralatan sistem sensor berisi dua sistem sensor HRV (High
Band 1 Band 2 Band 3
Band 4 Band 5 Band 7
Gambar 2.8 Citra Satelit band 1-5 dan 7 Landsat TM5 Multispektral Path-Row 123/64
27
Resolution Visible) identik, satu paket terdiri dari dua tape recorder dan sebuah
pemancar telemetri. Satelit mengorbit dalam sinkron matahari dekat kutub dengan
inklinasi 98,7o pada ketinggian 832 km, melintas ekuator pukul 10.30 pagi, dengan
resolusi temporal 26 hari, namun jika pengamatannya miring (oblik) waktunya 4 –
5 hari. HRV bukan sensor optis-mekanis tapi kamera CCD (Charge-Coupled-
Device) linier dengan sistem penyiaman elektronik.
Sensor HRV beroperasi dalam dua mode pada spektrum tampak dan inra-
merah reflektif, yaitu (a) mode pankromatik untuk pengamatan pada band spektral
lebar dan (b) mode multispektral untuk pengamatan dalam tiga band spektral yang
lebih sempit Pancaran energi yang dipantulkan dari permukaan bumi masuk ke
HRV melalui cermin datar, diproyeksikan ke dua deretan CCD. Setiap deret CCD
berisi 6000 detektor yang tersusun lurus.
Jenis band, panjang gelombang, dan resolusi SPOT Pankromatik dan
Multispektral tercantum dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Karakteristik Citra SPOT
Band Panjang Gelombang
Resolusi (m2)
Jumlah piksel per garis
Lebar lintasan di bumi
Pankromatik 6000 60 km band (hijau, merah, inframerah) jadi satu
hitam putih 0,51-0,73 µm 10 x 10
MXS (multispektral) 3000 60 km 1 (hijau) 0,50-0,59 µm 20 x 20
2 (merah) 0,61-0,68 µm 20 x 20 3 (inframerah) 0,79-0,89 µm 20 x 20
Pengamatan SPOT dapat secara vertikal ke bawah (nadir viewing) atau agak
miring (off-nadir viewing). Jika mengamat vertikal ke bawah, kedua instrumen
HRV dapat menjangkau medan pandang bersebelahan masing-masing sejauh 60
km. Dalam konfigurasi ini lebar pandang total 117 km dengan overlap sekitar 3
km. Namun, pengamatan dapat dilakukan miring mengarah ke suatu titik pandang
dengan sudut tertentu sesuai perintah dari stasion bumi. Dalam konfigurasi ini, titik
pandang dapat melintang sejauh 950 km dari lintasan orbit satelit di bumi. Jika
untuk pandangan vertikal ke bawah, medan pandang mencapai 60 km, maka
untuk kemiringan ekstrim, medan pandang dapat mencapai 80 km.
28
Sensor SPOT juga mampu merekam citra stereoskopis. Kedua pengamatan
dapat dilakukan pada hari berurutan dimana kedua citra direkam dengan sudut
miring. Dalam hal itu, rasio antara basis pengamatan (yaitu jarak antara kedua
posisi satelit) dan tinggi satelit mendekati 0,75 pada ekuator dan 0,50 pada lintang
45o. Rasio ini dapat digunakan untuk pemetaan topografis. Data SPOT dapat
digunakan untuk pemetaan skala 1:50.000 dengan interval kontur 20 meter. Jika
datanya sangat baik dan titik-kontrol bumi cukup, dapat diperoleh pemetaan
1:25.000.
Gambar 2.9 Medan Pandang Vertikal SPOT
panel matahari
Bus SPOT
sensor HRV 1 dan 2
Sistem Satelit
117 km 60 km
sensor HRV 1
60 km overlap 3 km
sensor HRV 2
Gambar 2.10. SPOT Nadir dan Off-nadir Viewing
60 km 80 km
kemiringan ekstrim
Nadir Viewing
Off-nadir Viewing
Lintasan orbit pada nadir
Gambar 2.11 Rasio Basis-Tinggi Satelit
basis
tinggi satelit
posisi satelit 2
posisi satelit 1
tinggibasis
rasio = .......... (2.2)
29
Penggabungan (merging) data pankromatik 10 x 10 m dengan data
multispektral 20 x 20 m mampu meningkatkan kemampuan interpretasi visual
secara dramatis. Data SPOT pankromatik memiliki kepercayaan geometrik tinggi
sehingga dapat diinterpretasikan mirip foto udara. Sebab itu, data SPOT
pankromatik kini umumnya diregistrasi (ditepatkan) dengan peta dasar topografi
dan digunakan sebagai peta ortofoto. Pemetaan citra ini dapat memenuhi standar
bagi basis data SIG sebab mengandung informasi planimetris yang lebih teliti
(misal jalan baru, pusat perbelanjaan) daripada peta topografi yang sudah usang.
Sensor SPOT mengoleksi data dengan luasan sekitar 60 x 60 km (3600 km2),
lebih kecil daripada Landsat TM dengan luasan 170 x 185 km (31.450 km2). Untuk
mencakup daerah yang sama yang direkam oleh satu citra Landsat TM diperlukan
sekitar 8,74 buah citra SPOT.
2.2.3 Satelit NOAA
Satelit NOAA adalah satelit meteorologi generasi ketiga yang dioperasikan
oleh National Oceanic and Atmospheric Administration, Amerika Serikat. Generasi
pertama adalah seri TIROS (1960 – 1965), dan generasi kedua adalah seri ITOS
(1970 – 1976).
Sensor utama NOAA adalah AVHRR/2 (Advanced Very High Resolution
Radiometer model 2) dan TOVS (TIROS Operational Vertical Sounder) yang
terdiri dari HIRS/2 (High Resolution Infrared Sounder model 2), SSU
(Stratospheric Sounding Unit), dan MSU (Microwave Sounding Unit). Satelit NOAA
sinkron matahari ini membawa AVHRR untuk merekam energi elektromagnetik
dalam 4 atau 5 band. Sensor AVHRR merekam seluruh bumi dua kali sehari untuk
memperoleh informasi regional mengenai kondisi vegetasi dan temperatur
permukaan laut.
Satelit AVHRR mengorbit pada ketinggian 861 km apogee (terjauh) dan 845
km perigee (terdekat) di atas bumi pada inklinasi 98,9o dan secara kontinyu
merekam data dengan lebar sapuan 2700 km dan dengan resolusi spasial 1,1 x
1,1 km pada nadir. Satelit nomor ganjil, misalnya NOAA 11, memotong ekuator
sekitar pukul 2.30 sore dan 2.30 dini hari, sedangkan satelit genap, misalnya
NOAA 12, memotong ekuator sekitar pukul 7.30 malam dan 7.30 pagi waktu lokal.
Normalnya dua satelit seri NOAA beroperasi bersamaan (ganjil, genap). Setiap
satelit mengorbit bumi 14,1 kali per hari (setiap 102 menit) dan memperoleh
30
cakupan global lengkap setiap 24 jam. NOAA-10 diluncurkan 17 September 1986,
NOAA-11 24 September 1988, dan NOAA-12 14 Mei 1991.
Tabel 2.4 Karakteristik Sistem Sensor NOAA AVHRR
Nomor Band
NOAA 6, 8, 10 (µm)
NOAA 7, 9, 11, 12 (µm)
Karakteristik Band
1 0,58 – 0,68 0,58 – 0,68 pemetaan awan siang hari, salju, es, dan vegetasi
2 0,725 – 1,10 0,725 – 1,10 pemetaan garis batas lahan-air, salju, es, dan vegetasi
3 3,55 – 3,93 3,55 – 3,93 pemantauan target panas (volka-no, kebakaran hutan), pemetaan awan malam hari
4 10.50 – 11.50 10.30 – 11.30 pemetaan awan siang-malam dan suhu permukaan
5 tidak ada 11.50 – 12.50 pemetaan awan siang-malam dan suhu permukaan
Para ilmuwan sering menghitung Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) dari data AVHRR dengan menggunakan band tampak (AVHRR1) dan
infrared-dekat (AVHRR2) untuk memetakan kondisi vegetasi pada level regional
dan nasional.
Rumus perbandingannya adalah sebagai berikut:
12
12AVHRRAVHRRAVHRRAVHRR
NDVI+−= ..................................... (2.3)
NDVI dan indeks vegetasi lainnya digunakan secara ekstensif dengan data
AVHRR untuk memantau kondisi vegetasi alam dan tanaman, mengidentifikasi
penggundulan hutan di daerah tropis, dan memantau daerah yang menjadi gurun
dan kekeringan.
Gambar 2.12 Citra Satelit NOAA
31
2.2.4 Satelit IKONOS
Satelit Ikonos-1 semula akan diluncurkan pada tahun 1999 namun gagal.
Kemudian satelit Ikonos-2 yang rencananya diluncurkan tahun 2000, namanya
diganti menjadi Ikonos dan lalu diluncurkan pada September 1999 untuk
menggantikan Ikonos-1. Satelit ini mengorbit melingkar, sinkron matahari, pada
ketinggian 681 km, dan kedua sensor mempunyai lebar sapuan 11 km.
Satelit Ikonos-2 telah mengirimkan data komersial sejak awal 2000. Ikonos
adalah generasi pertama satelit dengan resolusi spasial tinggi. Sensor Ikonos ada
2 macam, yaitu pankromatik dan multispektral. Data Ikonos merekam 4 band
multispektral pada resolusi 4 meter dan satu band pankromatik dengan resolusi 1
meter. Artinya, Ikonos adalah satelit komersial pertama yang mengirimkan citra
satelit berresolusi tinggi mendekati resolusi fotografi udara di seluruh dunia.
Panjang gelombang dan resolusi citra Ikonos dinyatakan dalam tabel 2.5.
Tabel 2.5 Karakteristik Satelit Ikonos
Band Panjang gelombang (µm) Resolusi (m)
1 0.45-0.52 (biru) 4
2 0.52-0.60 (hijau) 4
3 0.63-0.69 (merah) 4
4 0.76-0.90 (Infrared dekat) 4
PAN 0.45-0.90 (Pankromatik) 1
Data Ikonos dikumpulkan dalam 11 bit per piksel (dengan derajat keabuan
2048). Artinya, terdapat lebih banyak nilai skala keabuan sehingga akan terlihat
detail yang lebih rinci dalam citra. Ikonos memiliki instrumen pengamatan dalam
lintasan melintang dan memanjang yang memungkinkan perolehan data secara
fleksibel dan frekuensi kemampuan mendatangi lagi 3 hari untuk resolusi 1 m dan
1 – 2 hari untuk resolusi 1,5 m.
Data citra Ikonos dapat dipesan dalam 3 jenis citra, yaitu:
a. Pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Dapat dikirimkan baik dalam
skala keabuan 256 (8 bit) at
b. Multispektral 4 band dengan resolusi spasial 4 meter. Dapat dikirim dalam 4
band terpisah atau dikombinasikan dalam warna asli atau warna palsu (
colour).
c. Multispektral yang dipertajam dengan pankromatik 1 meter. Hasil d
kombinasi data pankromatik 1 m dan multispektral 4 m. Dikirim dalam warna
asli atau warna palsu.
Ketiga jenis citra itu dapat dipesan dalam 5
Tabel 2.6 Tingkat Ketelitian Horizontal Produk Ikonos
Produk Ikonos
Ortho rektifikasi
Geo Tidak
Reference Ya
Map Ya
Pro Ya
Precision Ya
Precision Plus
Citra pankromatik Ikonos 1 m dapat digunakan untuk memetakan daerah
permukiman. Citra ini dapat dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis sebagai
latar belakang bagi data vektor.
Gambar 2.13 Citra
Citra multispektral Ikonos 4 m dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan.
Gambar 2.14 berikut menyajikan citra warna palsu. Citra ini dapat digunakan
untuk membedakan zona permukiman dan industri. Daerah bervegetasi tampak
merah, dengan bayangan merah yang mengindikasikan kesehatan vegetasi.
32
Data citra Ikonos dapat dipesan dalam 3 jenis citra, yaitu:
Pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Dapat dikirimkan baik dalam
skala keabuan 256 (8 bit) atau skala keabuan 2048 (11 bit)
Multispektral 4 band dengan resolusi spasial 4 meter. Dapat dikirim dalam 4
band terpisah atau dikombinasikan dalam warna asli atau warna palsu (
Multispektral yang dipertajam dengan pankromatik 1 meter. Hasil d
kombinasi data pankromatik 1 m dan multispektral 4 m. Dikirim dalam warna
asli atau warna palsu.
Ketiga jenis citra itu dapat dipesan dalam 5 tingkat ketelitian horizontal
Tabel 2.6 Tingkat Ketelitian Horizontal Produk Ikonos
Ortho rektifikasi
Ketelitian Horizontal 90%
Simpangan baku ket. hor.
Tidak 50 meter ∼ 25 meter
25 meter 11,8 meter
12 meter 5,7 meter
10 meter 4,8 meter
4 meter 1,9 meter
2 meter
Citra pankromatik Ikonos 1 m dapat digunakan untuk memetakan daerah
permukiman. Citra ini dapat dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis sebagai
latar belakang bagi data vektor.
Gambar 2.13 Citra Ikonos Pankromatik 1 meter
Citra multispektral Ikonos 4 m dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan.
Gambar 2.14 berikut menyajikan citra warna palsu. Citra ini dapat digunakan
untuk membedakan zona permukiman dan industri. Daerah bervegetasi tampak
erah, dengan bayangan merah yang mengindikasikan kesehatan vegetasi.
Pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Dapat dikirimkan baik dalam
Multispektral 4 band dengan resolusi spasial 4 meter. Dapat dikirim dalam 4
band terpisah atau dikombinasikan dalam warna asli atau warna palsu (false
Multispektral yang dipertajam dengan pankromatik 1 meter. Hasil dari
kombinasi data pankromatik 1 m dan multispektral 4 m. Dikirim dalam warna
tingkat ketelitian horizontal (tabel 2.6)
baku ket. hor. Skala
1:50.000
1:24.000
1:12.000
1:4.800
1:2.400
Citra pankromatik Ikonos 1 m dapat digunakan untuk memetakan daerah
permukiman. Citra ini dapat dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis sebagai
Ikonos Pankromatik 1 meter
Citra multispektral Ikonos 4 m dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan.
Gambar 2.14 berikut menyajikan citra warna palsu. Citra ini dapat digunakan
untuk membedakan zona permukiman dan industri. Daerah bervegetasi tampak
erah, dengan bayangan merah yang mengindikasikan kesehatan vegetasi.
33
Gambar 2.14 Citra Ikonos Multispektral 4 meter
Citra Ikonos dapat digunakan untuk memantau zona pertumbuhan tinggi, dalam
bulanan, tengah tahunan, atau tahunan. Jalan dan rumah baru dapat segera
dipetakan dari citra ke dalam SIG. Perusahaan pengembang perumahan dapat
menggunakan citra ini untuk memperlihatkan perbandingan antara hasil
pembangunan dan dokumen perencanaan.
Gambar 2.15 Tampakan Daerah Pengembangan dalam Ikonos
Gambar 2.16 Lapangan Terbang Frankfurt Jerman 1 m Warna Asli
34
2.2.5 Satelit Meteorologi Geostasioner
Satelit Meteorologi Geostasioner diluncurkan di bawah proyek WWW (World
Weather Watch) yang diorganisasi oleh WMO (World Meteorological Organization)
yang melingkupi seluruh bumi. Ada 5 satelit meteorologi geostasioner yaitu
METEOSAT, INSAT (India), GMS (Jepang), GOES-E (AS), dan GOES-W (AS).
Satelit-satelit tersebut berada pada ketinggian sekitar 35.800 km.
35
BAB III
PERHITUNGAN STATISTIK DASAR
3.1 Pengertian
Dalam pemrosesan citra inderaja dikenal beberapa perhitungan statistik
dasar, yaitu perhitungan nilai maksimum dan minimum setiap band citra,
rentang, rata-rata, dan simpangan baku, antara matriks varian-kovarian band,
matriks korelasi, dan frekuensi nilai kecerahan pada setiap band, yang
digunakan untuk menghasilkan histogram. Nilai statistik itu merupakan
informasi berharga untuk menampilkan dan menganalisis data inderaja.
Pemrosesan citra digital biasanya hanya menggunakan suatu sampel dari
seluruh informasi inderaja yang tersedia. Oleh karena itu, perlu diingat kembali
beberapa aspek pokok dari teori statistik dasar. Populasi adalah seluruh
himpunan unsur yang tak-hingga maupun terhingga. Populasi tak-hingga
misalnya adalah himpunan semua citra yang mungkin untuk merekam bumi
secara keseluruhan selama tahun 2000. Populasi terhingga misalnya adalah
semua citra Landsat tahun 2000 yang merekam Lampung. Sampel adalah
himpunan bagian unsur yang diambil dari populasi yang digunakan untuk
menarik kesimpulan mengenai karakteristik populasi tertentu. Misalnya, analisis
dilakukan atas citra Landsat TM5 Daerah Lampung perekaman 7 Nopember
2000. Sampel harus mewakili populasi. Jika hanya mewakili karakteristik
tertentu saja, disebut sampel bias. Kesalahan sampling adalah perbedaan
antara nilai karakteristik populasi dan nilai karakteristik yang disimpulkan dari
sampel.
Sampel berjumlah besar yang diambil secara acak dari populasi alami
biasanya menghasilkan distribusi frekuensi simetris (gambar 3.1a). Sebagian
besar nilai akan diklaster di sekitar nilai pusat, dan frekuensi keberadaan akan
mulai menurun dari titik pusat ini. Grafik distribusi itu menyerupai lonceng dan
disebut distribusi normal. Kebanyakan uji statistik yang digunakan dalam
analisis data inderaja menganggap bahwa nilai kecerahan yang terrekam telah
terdistribusi secara normal. Namun, mungkin saja data inderaja itu tidak
terdistribusi normal dan para analis harus hati-hati mengidentifikasi kondisi
tersebut.
36
3.2 Makna Histogram bagi Pemrosesan Citra Digital Inderaja
Histogram adalah representasi kandungan informasi citra inderaja dalam
bentuk grafik. Histogram setiap band sering ditampilkan dalam berbagai studi
sebab dapat menyajikan kualitas data asli, misalnya mengenai kekontrasan
gambar atau ada-tidaknya multimodus.
Masing-masing band data inderaja merekam secara digital nilai kecerahan
dengan rentang 28 sampai 212, yaitu jika quantk = 28 maka nilai kecerahan
merentang dari 0 sampai 255; 29 = nilai dari 0 sampai 511; 210 = nilai dari 0
sampai 1023; 211 = nilai dari 0 sampai 2047; 212 = nilai dari 0 sampai 4095.
Umumnya data yang ada dikuantisasikan dalam 8-bit, misalnya Landsat TM dan
SPOT HRV. Penyusunan tabel frekuensi setiap nilai kecerahan citra dapat
memberikan informasi statistik yang secara grafik dapat disajikan dalam bentuk
Distribusi Normal
Rata-rata
Median
Frekuensi
Frekuensi
Frekuensi
Rata-rata Median Modus
(a)
Simetris Miring
Rata-rata
Modus Median
Frekuensi
(d)
Distribusi Miring Negatip
Bimodus
Distribusi Multimodus
(b)
Rata-rata Median
Modus Frekuensi
(e)
Distribusi Miring Positip
Rata-rata
Median
Distribusi seragam, tidak ada modus
(c) Gambar 3.1 Posisi relatif ukuran tendensi pusat bagi distribusi frekuensi
37
histogram. Rentang nilai kuantisasi band citra disajikan dalam absis (sumbu x)
sedangkan frekuensi setiap nilai tersebut disajikan dalam ordinat (sumbu y).
3.3 Statistik Citra Deskriptif Univariasi
Para analis citra umumnya memakai ukuran statistik tendensi pusat.. Modus
adalah nilai yang paling sering muncul dalam distribusi dan biasanya merupakan
titik tertinggi dalam kurva. Terkadang terdapat lebih dari satu modus dalam
dataset (gambar 3.1b). Median adalah nilai tengah pada distribusi frekuensi, yaitu,
setengah bagian distribusi frekuensi berada di kanan median dan setengah lagi di
kirinya. Rata-rata adalah nilai rata-rata aritmatika yang didefinisikan sebagai
jumlah seluruh nilai pengamatan dibagi banyaknya pengamatan. Rata-rata dari
citra band tunggal, µk, gabungan n buah nilai kecerahan (BVik) dihitung
menggunakan persamaan:
n
BVn
1iik
k
∑
=µ = ...................................................................... (3.1)
Nilai rata-rata sampel merupakan estimasi tak-bias dari rata-rata populasi,
dan bagi distribusi berbentuk simetris cenderung mendekati rata-rata populasi
daripada estimasi tak-bias lainnya, seperti median atau modus. Namun, jika
bentuk kurvanya miring atau mempunyai nilai ekstrim, rata-rata merupakan ukuran
tendensi pusat yang buruk.
Gambar 3.2 Histogram nilai kecerahan Landsat TM 5 Band 4 sebagian Propinsi Lampung. Puncak histogram menyatakan tutupan lahan dominan, yaitu (a) air dan (b) daratan
Frekuensi
Nilai Kecerahan
Sumbu x
Sumbu y
38
Ukuran sebaran di sekitar rata-rata distribusi juga penting. Misalnya, rentang
suatu band citra dihitung sebagai selisih antara nilai pengamatan maksimum dan
minimum. Namun, jika nilai maksimum atau minimum itu sangat ekstrim atau tidak
wajar, rentang itu menjadi ukuran sebaran yang keliru. Jika tidak ada nilai yang
tak-wajar, rentang merupakan statistik yang sangat penting yang sering digunakan
dalam fungsi penajaman citra, misalnya untuk perentangan kontras maksimum-
minimum.
Varian suatu sampel adalah simpangan kuadrat rata-rata dari seluruh
pengamatan yang mungkin dari rata-rata sampel. Varian suatu band citra, vark,
dihitung menggunakan persamaan:
n
)BV(var
n
1i
2kik
k
∑ µ−= = ............................................................. (3.2)
Rata-rata dari citra band tunggal, µk, dihitung menurut pers. 3.1, BVik adalah nilai
kecerahan piksel ke i dalam band k. Jika rata-rata sampel sama dengan rata-rata
populasi maka ukuran varian ini akurat. Namun, karena rata-rata sampel menurut
pers. 3.1 dihitung menurut simpangan kuadrat terkecil maka perhitungan varian
menggunakan pers. 3.2 menjadi berada di bawah estimasi. Karena itu, pembilang
persamaan varian tersebut menjadi n – 1, sehingga menimbulkan estimasi varian
sampel yang lebih besar dan tak-bias, yaitu:
1n
)BV(var
n
1i
2kik
k −
∑ µ−= = ............................................................. (3.3)
Simpangan baku adalah akar kuadrat positip varian. Simpangan baku piksel
pada citra suatu band k, Sk, dihitung sebagai berikut:
kvarS = ............................................................. (3.4)
Simpangan baku kecil menyatakan bahwa pengamatan tersebut berkelompok
dekat di sekitar nilai pusat. Sebaliknya, simpangan baku besar menunjukkan
bahwa nilai-nilai tersebut tersebar melebar di sekitar rata-rata. Luasan total di
bawah kurva distribusi normal sama dengan 1.00 (atau 100%). Bagi distribusi
normal, 68,27 % dari seluruh pengamatan terletak dalam ± 1x simpangan baku
dari rata-rata, 95% terletak dalam ± 2 x simpangan baku dari rata-rata, dan 99%
terletak dalam ± 3 x simpangan baku dari rata-rata. Simpangan baku ini umumnya
39
digunakan dalam pengolahan citra digital, misalnya untuk penajaman kontras
linier, klasifikasi paralel-epipedum, dan evaluasi kesalahan. Untuk menafsir varian
dan simpangan baku, janganlah hanya melihat makna dari masing-masing nilai
numerik, namun harus membandingkan satu varian atau simpangan baku dengan
lainnya. Semakin besar varian atau simpangan baku sampel, semakin luas
sebaran nilai pengamatannya.
3.4 Statistik Citra Multivariasi
Riset inderaja sering terkait dengan pengukuran besarnya fluks radian yang
dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek dalam lebih dari satu band. Oleh karena
itu perlu dihitung ukuran statistik multivariasi, misalnya kovarian dan korelasi
antara beberapa band untuk menentukan kesaling-terkaitan antara pengamatan
tersebut. Matriks varian-kovarian dan korelasi digunakan antara lain untuk analisis
komponen utama (Principle Component Analysis/PCA), pemilihan tampakan, dan
klasifikasi. Untuk mengetahui cara perhitungan varian-kovarian dan korelasi antar
band akan diberi contoh sederhana berikut ini, yaitu hanya 5 piksel. (tabel 3.1)
Tabel 3.1 Data sampel nilai kecerahan
Piksel Band 1
(hijau)
Band 2
(merah)
Band 3 (infra-
red dekat)
Band 4 (infra-
red dekat)
(1,1) 130 57 180 205 (1,2) 165 35 215 255 (1,3) 100 25 135 195 (1,4) 135 50 200 220 (1,5) 145 65 205 235
Setiap piksel mempunyai pengukuran 4 spektral. Perhatikan bahwa nilai
kecerahan rendah pada band 2 disebabkan oleh penyerapan sinar merah oleh
klorofil tanaman untuk tujuan fotosintetis. Peningkatan pantulan energi infrared
oleh tanaman hijau menghasilkan nilai kecerahan lebih tinggi dalam band 3 dan 4.
Perhitungan statistik univariasi untuk data di atas tercantum dalam tabel 3.2.
Dalam contoh itu, band 2 menunjukkan varian terkecil (264,80) dan simpangan
baku terkecil (16,27), nilai kecerahan terkecil (25), rentang nilai kecerahan terkecil
(65 – 25 = 40), dan nilai rata-rata terkecil (46,40). Sebaliknya, band 3 memiliki
varian terbesar (1007,5) dan simpangan baku terbesar (31,74), rentang nilai
kecerahan terbesar (215 – 135 = 80). Nilai statistik univariasi ini tidak memberikan
40
informasi apakah pengukuran spektral dalam keempat band tersebut bervariasi
bersama (karena adanya keterkaitan antar band) atau sama sekali bebas (saling
tidak terkait).
Tabel 3.2 Statistik Univariasi bagi himpunan data sampel
Band 1 2 3 4
Rata-Rata (µk) 135,00 46,40 187,00 222,00 Simpangan Baku (Sk) 23,71 16,27 31,74 23,87 Varian (vark) 562,50 264,80 1007,50 570,00 Minimum (mink) 100,00 25,00 135,00 195,00 Maksimum (makk) 165,00 65,00 215,00 255,00 Rentang (BVr) 65,00 40,00 80,00 60,00
Jika tidak ada relasi nilai kecerahan piksel tertentu antara band yang satu
dengan band lainnya, maka nilai tersebut dikatakan bebas atau tidak terikat,
artinya peningkatan atau penurunan nilai kecerahan band tersebut tidak
dipengaruhi oleh perubahan nilai kecerahan band lainnya. Namun, karena ukuran
spektral suatu piksel bisa saja tidak bebas, maka diperlukan ukuran interaksi
antara band tersebut. Ukuran ini disebut kovarian, yaitu variasi gabungan dari dua
variabel di sekitar nilai rata-rata bersama keduanya. Untuk menghitung kovarian,
mula-mula dihitung jumlah perkalian terkoreksi (corrected sum of products/SP)
dengan persamaan:
∑
∑ ∑
−==
= =n
1i
n
1i
n
1iilik
ilikkl n
BVBV)BVxBV(SP ............................... (3.5)
Jika kedua bandnya sama, yaitu l = k, maka SP = SS = varian, dan persamaan
tersebut menjadi:
kn
1i
n
1i
n
1iikik
ikikkk SSn
BVBV)BVxBV(SP =∑
∑ ∑
−==
= = .............................. (3.6)
dimana:
BVik = nilai kecerahan piksel ke i dari band k
BVil = nilai kecerahan piksel ke i dari band l
n = banyaknya piksel dalam daerah studi
41
Kemudian kovarian dihitung dengan persamaan:
1nSP
cov klkl −
= ............................................................. (3.7)
SP dan SS dapat dihitung bagi seluruh kombinasi dari keempat variabel spektral
yang tercantum dalam tabel 3.1. Tabel 3.3 menampilkan susunan matriks varian-
kovarian 4 x 4. Seluruh elemen yang tidak terletak dalam diagonal mempunyai
satu duplikat, misalnya cov1,2 = cov2,1, sehingga covk,l = covl,k.
Tabel 3.3 Format Matriks Varian-Kovarian
Band 1 Band 2 Band 3 Band 4
Band 1 SS1 cov1,2 cov1,3 cov1,4 Band 2 cov2,1 SS2 cov2,3 cov2,4 Band 3 cov3,1 cov3,2 SS3 cov3,4 Band 4 cov4,1 cov4,2 cov4,3 SS4
Perhitungan varian untuk elemen diagonal matriks dan kovarian untuk elemen
non-diagonal tercantum dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4 Matriks Varian-Kovarian untuk Data Sampel
Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 1 562,50 Band 2 135,00 264,80 Band 3 718,75 275,25 1007,50 Band 4 537,50 64,00 663,75 570,00
Hitungan manual kovarian antara band 1 dan 2 dicantumkan dalam tabel 3.4.
Tabel 3.5 Perhitungan Kovarian antara Band 1 dan Band 2 dari Data Sampel
Band 1 Band 1 x Band 2 Band 2
130 7.410 57 165 5.775 35 100 2.500 25 135 7.750 50 145 9.425 65 675 31.860 232
dimana SP12 = (31.860) - 5405
)232)(675( =
cov12 = 1354
540 =
42
Untuk mengestimasi derajat inter-relasi antar variabel yang tidak dipengaruhi
satuan ukuran, digunakan koefisien korelasi r. Korelasi antar dua band data
inderaja, rkl, adalah rasio (perbandingan) kovarian keduanya (covkl) dengan hasil
kali simpangan baku keduanya (sk.sl). Jadi, persamaannya adalah:
lk
klkl ss
covr = ............................................................. (3.7)
Karena koefisien korelasi merupakan perbandingan maka angkanya tidak
mempunyai satuan. Kovarian bisa sama namun tidak akan melebihi hasil kali
simpangan baku variabel-variabelnya. Jadi rentang korelasi berkisar dari –1
sampai +1. Koefisien korelasi +1 menyatakan relasi sempurna dan positip antara
nilai kecerahan pada kedua band tersebut. Artinya, jika nilai kecerahan piksel
salah satu band meningkat, nilai pada band yang lainnya juga meningkat sama.
Sebaliknya, koefisien korelasi – 1 menyatakan bahwa kedua band tersebut
berrelasi kebalikan, artinya jika nilai kecerahan piksel salah satu band meningkat,
nilai pada band yang lainnya akan menurun. Koefisien korelasi bernilai 0 (nol)
menyatakan tidak ada korelasi linier antar kedua band tersebut. Korelasi antar
band biasanya disimpan dalam matriks korelasi. Umumnya hanya nilai di bawah
diagonal yang ditampilkan karena nilai diagonal = 1 dan nilai di atas diagonal
merupakan nilai duplikat.
Tabel 3.6 Matriks Korelasi untuk Data Sampel
Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 1 – Band 2 0,35 – Band 3 0,95 0,53 – Band 4 0,94 0,16 0,87 –
Dari matriks korelasi pada tabel 3.6 di atas, terlihat korelasi yang kuat antara band
1 dan band 3 serta band 1 dan band 4, sebab r ≥ 0,94. Korelasi yang kuat ini
menunjukkan bahwa terdapat banyak informasi yang mubazir (redundan) antar
band tersebut. Artinya, band 1 dan band 3 atau band 1 dan band 4 mempunyai
banyak informasi yang sama, yang bukan saja tidak berguna, namun dapat
membebani proses perhitungan, sehingga band-band tersebut terkadang tidak
digunakan saat analisis. Sebaliknya, korelasi rendah antara band 2 dengan band-
band lainnya menunjukkan bahwa band ini menyediakan informasi unik yang tidak
ditemukan dalam band-band lainnya.
43
BAB IV
PEMROSESAN AWAL CITRA
4.1 Pengertian
Permukaan daratan dan air sangat kompleks, sehingga menyulitkan
perekaman secara sempurna oleh peralatan inderaja yang memiliki keterbatasan
dalam resolusi spasial, spektral, temporal, dan radiometrik. Akibatnya, akan
muncul kesalahan selama proses perolehan data yang dapat menurunkan kualitas
data inderaja. Hal itu akan berdampak pada ketelitian analisis citra. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pengolahan awal data inderaja sebelum menganalisisnya.
Restorasi citra adalah tindakan yang berkaitan dengan koreksi distorsi,
degradasi, dan derau (noise) yang diperoleh selama perekaman citra. Restorasi
citra bertujuan menghasilkan citra terkoreksi yang mirip dengan karakteristik
energi radian tampakan asli, baik secara geometrik maupun radiometrik. Untuk
mengoreksi data inderaja, harus ditentukan dulu besarnya kesalahan internal dan
eksternal yang dialami. Kesalahan internal ditimbulkan oleh sensor itu sendiri.
Kesalahan itu umumnya sistematik (dapat diprediksi) dan stasioner (tetap), dan
dapat ditentukan dari pengukuran kalibrasi pra-peluncuran atau saat
penerbangan. Kesalahan eksternal timbul karena gangguan wahana dan modulasi
karakteristik atmosfer dan tampakan, yang besarnya selalu berubah-ubah. Besar
kesalahan tak-sistematik ini dapat ditentukan dengan menggunakan titik kontrol
bumi untuk pengukuran sistem sensor. Kesalahan radiometrik dan geometrik
merupakan jenis kesalahan yang paling sering dijumpai dalam citra inderaja.
4.2 Koreksi Radiometrik Data Inderaja
Seharusnya fluks radian hasil rekaman sistem inderaja dalam berbagai band
persis sama dengan fluks radian asli saat energi tersebut meninggalkan obyek
kajian (tutupan lahan jenis tanah, vegetasi, air, atau perkotaan) pada permukaan
bumi. Namun, saat perekaman gelombang elektromagnetik yang berasal dari
permukaan bumi dapat saja terjadi kesalahan radiometrik akibat (a) ketidak-
sempurnaan sistem sensor dan (b) gangguan alam, sehingga hasil perekaman
tidak lagi mirip dengan aslinya. Oleh karena itu, data inderaja tersebut harus diberi
koreksi radiometrik.
44
4.2.1 Koreksi Akibat Ketidak-sempurnaan Sistem Sensor
Beberapa kesalahan radiometrik akibat ketidak-sempurnaan sistem sensor,
a. Masalah hilangnya garis (line drop-out)
Kesalahan hilangnya garis terjadi karena salah satu detektor tidak berfungsi
atau mati selama proses penyiaman sehingga piksel dalam salah satu garis
bernilai nol (hitam). Masalah ini sangat serius karena tidak mungkin
memperbaiki data yang tidak pernah diambil. Namun, agar kemampuan
tafsiran secara visual atas data tersebut dapat ditingkatkan, dapat dimasukkan
nilai kecerahan estimasi pada setiap garis rusak tersebut. Untuk menentukan
lokasi garis rusak itu dibuat suatu algoritma ambang sederhana untuk
menandai setiap garis yang mempunyai nilai kecerahan rata-rata bernilai nol
atau mendekati nol. Jika telah teridentifikasi, koreksi diberikan dengan
memasukkan nilai kecerahan rata-rata bulat dari nilai piksel garis tetangga-
tetangga sebelahnya pada garis rusak itu. Citra dengan data hasil interpolasi
tersebut lebih mudah ditafsirkan daripada citra yang mempunyai garis-garis
hitam yang tersebar di seluruh bagiannya.
b. Masalah striping garis dan banding
Kesalahan striping terjadi karena salah satu detektor tidak terkoreksi secara
benar sehingga data hasil rekamannya berbeda dengan detektor lainnya.
Misalnya, pembacaannya menjadi dua kali lebih besar daripada detektor
lainnya pada band yang sama. Data tersebut sah tapi harus dikoreksi agar
memiliki kontras yang sama dengan detektor lainnya untuk setiap penyiaman.
Untuk itu, garis yang salah dapat diidentifikasi dengan menghitung histogram
nilai setiap detektor pada daerah yang homogen, misalnya pada badan air.
Jika rata-rata atau mediannya sangat berbeda dari lainnya, diperkirakan
detektor tersebut belum terkoreksi. Untuk itu, diberi koreksi bias (menambah
atau mengurangi) atau koreksi multiplikasi (perkalian). Beberapa sistem
penyiam, seperti Landsat TM, terkadang menimbulkan jenis derau garis-
penyiaman yang unik, yang merupakan fungsi dari (1) perbedaan relatif hasil
dan/atau offset (ketidak-tepatan posisi detektor) di antara ke 16 detektor dalam
suatu band (menyebabkan striping) dan/atau (2) adanya variasi (ketidak-
samaan gerakan) antara proses penyiaman saat maju dan saat mundur
45
(menyebabkan kesalahan yang disebut banding). Koreksi diberikan dengan
metode filtering atau transformasi Fourier.
c. Masalah awal-garis (line-start)
Kesalahan line-start terjadi karena sistem penyiam gagal merekam data pada
awal baris. Atau, dapat juga sebuah detektor tiba-tiba berhenti merekam data
di suatu tempat sepanjang penyiaman sehingga hasilnya mirip hilangnya garis.
Idealnya, jika data tidak terrekam, sistem sensor diprogram untuk mengingat
apa saja yang tidak terrekam lalu menempatkan setiap data yang baik pada
lokasi yang tepat selama penyiaman. Namun, hal itu tidak selalu terjadi.
Misalnya, dapat terjadi piksel pertama (kolom 1) pada garis ke 3 secara tidak
benar ditempatkan pada kolom 50 pada garis ke 3. Jika lokasi pergeseran awal
garis selalu sama, misalnya bergeser 50 kolom, koreksi dapat dilakukan
dengan mudah. Namun, jika pergeseran awal garis terjadi secara acak,
restorasi data sulit dilakukan tanpa interaksi manusia secara ekstensif dalam
koreksi basis garis-per-garis.
4.2.2 Koreksi Akibat Gangguan Alam
Bahkan seandainya sistem inderaja berfungsi secara sempurna,
kesalahan radiometrik masih dapat terjadi pada data inderaja akibat adanya
gangguan alam. Dua sumber utama gangguan alam adalah pengaruh atmosfer
dan topografi, yaitu
a. Pengaruh atmosfer
Terjadinya pelemahan atmosferik karena penghamburan dan penyerapan
gelombang cahaya menyebabkan energi yang terrekam sensor lebih kecil
daripada yang dipancarkan atau dipantulkan permukaan bumi. Koreksi yang
diberikan meliputi koreksi radiometrik absolut dan relatif.
b. Pengaruh topografi
Pengaruh topografi berupa slope dan aspek akan menimbulkan perbedaan
nilai kecerahan piksel pada obyek sama, sehingga menimbulkan distorsi
radiometrik. Empat metode koreksi slope-aspek topografi adalah koreksi
kosinus, dua metode semi empiris (metode Minnaert dan koreksi C), dan
koreksi empirik-statistik.
Pada umumnya, data inderaja yang tersedia secara komersil di pasaran telah
diberikan koreksi radiometrik
46
4.3 Koreksi Geometrik Data Inderaja
Umumnya data inderaja juga mengandung kesalahan geometrik sistematis
maupun tak-sistematis. Kesalahan geometrik tersebut dibedakan atas dua
kategori, (a) yang dapat dikoreksi berdasar data lintasan satelit dan efek distorsi
sensor internal dan (b) yang harus dikoreksi menggunakan titik kontrol tanah
dalam jumlah cukup agar didapat ketelitian yang memadai.
Tabel 4.1 Sumber Kesalahan Geometrik dalam Sistem Penyiam Inderaja
Distorsi Sistematis Kemiringan Penyiam: disebabkan oleh gerakan maju wahana selama waktu yang dibutuhkan setiap cermin untuk menyiam. Ground swath (gerak sapuan bumi) tidak tegak lurus terhadap ground track (gerak lintasan bumi) namun sedikit miring, menimbulkan distorsi geometrik penyiaman silang. Kecepatan penyiam-cermin: Kecepatan penyiam cermin biasanya tidak konstan melintasi penyiaman tertentu, menimbulkan distorsi geometrik penyiaman memanjang. Distorsi Panoramik: Luasan tanah yang direkam lebih sebanding dengan tangen sudut penyiam bukan dengan besar sudut itu sendiri. Karena data disampel pada interval teratur, hal ini akan menimbulkan distorsi penyiaman memanjang. Kecepatan Wahana: Jika kecepatan wahana berubah, ground track yang diliput oleh penyiam cermin berurutan akan berubah, menimbulkan distorsi skala lintasan memanjang Rotasi bumi: Bumi berrotasi saat sensor menyiam permukaan bumi. Hal ini menimbulkan pergeseran ground swath yang sedang disiam, menimbulkan distorsi penyiaman memanjang Perspektif: Untuk beberapa aplikasi terkadang diinginkan agar citra menyajikan proyeksi titik di bumi pada bidang singgung terhadap bumi dengan seluruh garis proyeksi tegak lurus bidang. Hal ini menimbulkan distorsi penyiaman memanjang.
Distorsi Non-sistematis Ketinggian: Jika sensor wahana bergeser dari tinggi normalnya atau jika elevasi terain berubah maka akan terjadi perubahan skala Letak: Satu sumbu sistem sensor biasanya dipertahankan agar tetap tegak lurus permukaan bumi dan sumbu lainnya sejajar arah perjalanan pesawat. Jika sensor bergeser dari letaknya ini akan timbul distorsi geometrik
Distorsi sistematik seperti kemiringan penyiam, kecepatan penyiam cermin,
dan panoramik biasanya tidak ditemui dalam data inderaja yang direkam
menggunakan sistem sensor charge-coupled-device (CCD), seperti SPOT HRV.
Data inderaja yang tersedia biasanya telah bebas dari kesalahan sistematis
namun masih mengandung kesalahan tak-sistematis. Akibatnya, piksel tidak
47
berada pada posisi planimetris yang tepat. Dua prosedur koreksi geometrik yang
umum digunakan adalah (a) rektifikasi citra ke peta dan (b) registrasi citra ke citra.
4.3.1 Rektifikasi Citra ke Peta
Rektifikasi citra ke peta adalah proses dimana bentuk geometri citra
dicocokkan dengan bentuk geometri peta, sehingga apabila diperlukan ukuran
luas, arah, dan jarak yang akurat dapat diperoleh dari citra yang sudah direktifikasi
tersebut. Namun, rektifikasi ini tidak dapat menghilangkan semua distorsi yang
disebabkan oleh pergeseran relief topografis dalam citra. Proses ini umumnya
memerlukan titik–titik tertentu sebagai titik kontrol bumi (Ground Control Point
disingkat GCP) dengan koordinat dalam meter dalam sistem proyeksi peta UTM
(Universal Transverse Mercator) yang berkorelasi dengan koordinat piksel (baris
dan kolom) titik-titik tersebut dalam citra. Pada proses ini ditentukan relasi
matematis antara koordinat citra dan koordinat peta titik kontrol yang dipilih, agar
citra dapat ditepatkan pada bentuk geometri peta. Koordinat GCP tidak hanya
dapat diperoleh dari peta, namun dapat pula dari pengukuran GPS (Global
Positioning System).
Dua operasi dasar untuk merektifikasi citra inderaja secara geometris ke
sistem koordinat peta adalah interpolasi spasial dan interpolasi intensitas
a. Interpolasi spasial
Interpolasi spasial ialah penentuan relasi geometris antara posisi piksel
dalam sistem koordinat citra (x’, y’) dan sistem koordinat peta (x, y) dalam
persamaan polinomial dan mentransformasi koordinat untuk menempatkan setiap
piksel (x’, y’) ke posisinya yang tepat (x, y) (gambar 4.1). Proses ini disebut juga
Geocoding.
Interpolasi spasial dilakukan untuk mengoreksi kesalahan akibat gerakan
wahana/pesawat, yaitu miring ke kiri/kanan, menukik/mendongak, membelok, dan
perubahan ketinggian. Kesalahan tak-sistematis ini dapat dihilangkan dengan
mengidentifikasi GCP di citra asli maupun di peta referensi untuk kemudian
membuat model matematis atas distorsi geometris tersebut. Agar cocok dengan
data GCP diperlukan persamaan polinomial. Untuk mengoreksi citra distorsi
menengah dalam area relatif kecil dapat digunakan transformasi affine orde
48
pertama dengan 6 parameter. Transformasi ini meliputi translasi, rotasi, dilatasi,
dan kemiringan.
Translasi (pergeseran) searah sumbu X dan Y terjadi karena titik pusat
sistem koordinat citra berbeda dengan titik pusat sistem koordinat bumi, sehingga
harga koordinat citra yang semula mengacu pada titik pusat koordinat citra harus
ditranslasikan agar mengacu pada titik pusat koordinat bumi.
Rotasi (perputaran) terjadi karena arah sumbu X citra berbeda dengan arah
sumbu X bumi, sehingga semua harga koordinat yang semula mengacu pada
arah sumbu tersebut harus diputar agar mengacu pada arah sumbu X bumi.
Gambar 4.1 Proses Rektifikasi Geometris Citra ke Peta dengan Interpolasi Spasial dan Intensitas
X a. Citra Masukan Asli b. Citra Keluaran Rektifikasi
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6
Y
X
1 2
3 4
2,4
Y’
15
1 2
3 4
5 6
18
9 6
2,7
∆X
∆Y
O
O’
sumbu X
sumbu X’
sumbu Y’ sumbu Y Sistem koordinat citra dengan sumbu X’ dan Y’ dan pusat di O’
Sistem koordinat bumi dengan sumbu X dan Y dan pusat di O
Terjadi translasi/pergeseran pada arah sumbu x sebesar ∆X dan pada arah sumbu Y sebesar ∆Y
Sistem koord. citra Sistem koord. bumi
Gambar 4.2 Translasi dari sistem koordinat citra ke sistem koordinat bumi
49
Jika keenam operasi tersebut digabung dalam sebuah persamaan diperoleh:
ybxbb'x
yaxaa'x
21o
21o
++=++=
Transformasi Affine ...................................... (4.1)
dimana x dan y adalah posisi dalam hasil citra atau peta terkoreksi, sedangkan x’
dan y’ mewakili posisi yang berkaitan pada citra input asli.
b. Interpolasi Intensitas.
Setelah terrektifikasi, posisi piksel berubah. Namun nilai kecerahan dari grid
piksel masukan tidak jatuh tepat pada baris dan kolom piksel baru. Untuk itu
diperlukan mekanisme penentuan nilai kecerahan yang akan diberikan pada piksel
hasil rektifikasi tersebut. Proses ini disebut interpolasi intensitas atau resampling.
Beberapa metode interpolasi kecerahan BV adalah,
5.3 Tetangga Terdekat (Nearest Neighbourhood). Nilai piksel ditentukan dengan
mengambil nilai dari piksel tetangga terdekat Cara ini mudah dan cepat, dan
nilai kecerahan piksel mirip aslinya.
5.4 Interpolasi Bilinear. Nilai piksel ditentukan dengan meratakan nilai empat
piksel sekitarnya dengan memperhitungkan jarak. Cara ini lebih lambat karena
perhitungannya lebih kompleks, namun hasilnya memberi kesan agak halus.
Karena nilai piksel diperoleh dari perhitungan maka tidak mirip dengan aslinya.
5.5 Konvolusi Kubik. Penentuan nilai piksel mirip cara kedua, namun
menggunakan 16 piksel sekitarnya. Waktu pemrosesan paling lama, namun
hasilnya memberi kesan paling halus. Nilai piksel tidak mirip dengan aslinya
4.3.2 Registrasi Citra ke Citra
Registrasi citra ke citra adalah proses translasi dan rotasi dimana dua citra
yang mirip geometrinya dan sama area geografinya diimpitkan agar elemen
pasangan pada area yang sama muncul di lokasi yang sama pada citra hasil
Sumbu X
Sumbu X’
Sumbu Y Sumbu Y’
Gambar 4.3 Rotasi dari sistem koordinat citra ke sistem koordinat bumi
50
Piksel pada baris 4, kolom 4, band 1
Matriks Piksel Piksel Pusat
Jendela Piksel 3x3
Piksel Tetangga
registrasi. Jadi citra yang satu menjadi acuan citra lainnya. Koreksi ini digunakan
bila penentuan posisi setiap pikselnya tidak harus dalam koordinat peta.
4.4 Co-occurrence Matrix
Co-occurrence matrix, disebut juga filter spasial, adalah operasi yang
diaplikasikan terhadap data citra raster untuk mempertajam atau menekan detail
spasial demi meningkatkan interpretasi visual. Operasi ini memodifikasi nilai setiap
piksel dalam dataset sesuai dengan nilai piksel tetangganya. Ia bekerja dengan
menghilangkan frekuensi spektral atau spasial tertentu untuk mempertajam
tampakan [ER Mapper, 1997].
Frekuensi spasial adalah besar perubahan nilai data per satuan jarak untuk
setiap bagian citra tertentu. Daerah citra yang perubahannya kecil atau bertransisi
sedikit demi sedikit disebut daerah berfrekuensi rendah, misalnya permukaan
danau. Daerah dengan perubahan besar dan bertransisi cepat disebut daerah
berfrekuensi tinggi, misalnya daerah urban dengan jaringan jalan yang padat.
Co-occurrence matrix dapat dibagi dalam 3 kategori,
a. Low pass yang menonjolkan detail frekuensi rendah untuk memperhalus noise
citra atau mengurangi ketajaman dalam data.
b. High pass yang menonjolkan detail frekuensi tinggi untuk memperjelas atau
mempertajam tampakan linier seperti jalan, patahan, dan batas lahan/air.
c. Edge detection yang menonjolkan batas yang mengelilingi obyek atau
tampakan citra agar mudah dianalisis.
Co-occurrence matrix dilaksanakan dengan melewatkan jendela (window)
persegi panjang dua dimensi yang berisi nilai bobot tertentu terhadap data citra
pada setiap lokasi piksel (gambar 4.4). Piksel di pusat jendela dievaluasi sesuai
dengan piksel tetangga dan nilai bobot yang ditetapkan untuk setiap sel dalam
array, lalu dihitung nilai output baru. Jendela bergeser ke piksel berikutnya dan
melakukan langkah sama.
Gambar 2.5. Jendela Piksel berukuran 3x3 piksel
51
4.5 Principal Component Analysis (PCA)
Dimensi atau banyaknya vektor input, misalnya jumlah band citra, dalam
himpunan data yang harus dianalisis terkadang sangat banyak, sedangkan ada
beberapa komponen vektor di dalamnya yang saling berkorelasi sehingga
menimbulkan redundansi data. Akibatnya, pemrosesan data menjadi tidak efisien
karena memerlukan memori sangat besar dan waktu operasi lama yang
sebenarnya tidak perlu. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil optimal, jumlah
vektor input perlu diefisienkan dengan mengeliminasi data yang redundan.
Prosedur yang paling efektif untuk operasi ini adalah dengan analisis
komponen prinsipil (principal component analysis/PCA) atau disebut juga analisis
Karhunen-Loeve. Transformasi data mentah inderaja menggunakan PCA dapat
menghasilkan citra principal component baru yang dapat lebih mudah
diinterpretasikan daripada data asli [Singh and Harrison, 1985 dalam Jensen,
1996]. PCA dapat juga digunakan untuk memadatkan isi informasi dari sejumlah
band citra, misalnya tujuh band citra TM, menjadi hanya dua atau tiga citra
principal component yang sudah ditransformasi, dengan informasi potensial yang
tercakup sebaik data aslinya.
Metode PCA ini pada prinsipnya memiliki tiga pengaruh, yaitu [Demuth and
Beale, 1998]:
a. membuat komponen-komponen vektor input menjadi ortogonal sehingga
menjadi saling tidak berkorelasi,
b. mengatur komponen ortogonal yang dihasilkan, yaitu principal component,
agar yang variasinya paling besar muncul pertama, dan
c. mengeliminasi komponen yang paling sedikit kontribusinya terhadap variasi
dalam himpunan data
Untuk membentuk PCA dilakukan transformasi terhadap himpunan data
multispektral yang berkorelasi agar menghasilkan himpunan data multispektral lain
yang tidak berkorelasi. Transformasi ini dapat dinyatakan dengan memandang
distribusi nilai piksel dua dimensi yang diperoleh dari dua band citra. Rentang atau
varian distribusi titik-titik tersebut dapat menjadi indikasi dari korelasi dan kualitas
informasi yang berkaitan dengan kedua band citra. Jika seluruh titik data diklaster
pada suatu zona yang sangat rapat dalam ruang dua dimensi, maka data tersebut
sangat berkorelasi dan berkemungkinan memberi informasi yang sangat sedikit.
52
Untuk itu PCA akan melakukan translasi dan rotasi terhadap sumbu original (X1
dan X2) sehingga nilai kecerahan pada sumbu tersebut diredistribusi ke sumbu
baru PC1 dan PC2 (lihat gambar 2.6). PC1 yang terletak pada sumbu utama elips,
dimana variannya maksimum, disebut principal component pertama, sedangkan
PC2 yang tegak lurus PC1 disebut principal component kedua [Jensen, 1996].
Gambar 2.6 Diagram Relasi Spasial antara dua principal component
Band X1
Band X2
µ
µ
PC1
PC2
ϕ
Nilai Kecerahan
Nila
i Kec
erah
an
53
BAB V
EKSTRAKSI INFORMASI DENGAN KLASIFIKASI CITRA
5.1 PENGANTAR
Pada umumnya proses pengekstraksian informasi tematik dilakukan dengan
menggunakan klasifikasi multispektral. Metode ini berasumsi bahwa setiap obyek
dapat dibedakan berdasarkan nilai spektral atau kecerahannya. Beberapa
algoritma klasifikasi multispektral antara lain, (1) klasifikasi tegas dengan
pendekatan terawasi atau tak-terawasi, (2) klasifikasi menggunakan logika samar
(fuzzy), dan/atau (3) pendekatan hibrid yang memasukkan informasi pendukung.
Dalam klasifikasi terawasi diperlukan suatu daerah pelatihan (training site),
yaitu daerah dengan jenis tutupan lahan homogen yang telah dikenali, baik
melalui peninjauan lapangan, analisis foto udara, maupun peta, yang kemudian
diidentifikasi dan ditentukan lokasinya pada data citra. Karakteristik spektral
daerah pelatihan digunakan untuk melatih algoritma dalam mengklasifikasi sisa
piksel lainnya.
Setiap piksel dalam daerah pelatihan kelas c dengan nilai kecerahan BVijk
pada baris i, kolom j dan band k, dinyatakan dalam vektor pengukuran Xc
=
ijk
2ij
1ij
c
BV
.....
BV
BV
X (5.1)
Algoritma klasifikasi terawasi dapat dibedakan atas klasifikasi parametrik dan
klasifikasi non-parametrik
5.1.1 Klasifikasi Terawasi Parametrik
Algoritma klasifikasi parametrik berasumsi bahwa vektor data pengamatan
yang diperoleh bagi setiap kelas dalam setiap band spektral selama tahap
pelatihan klasifikasi terawasi adalah bersifat Gaussian, atau terdistribusi normal.
Beberapa algoritma klasifikasi statistik parametrik yang umum digunakan adalah
Paralelepipedum, Jarak Minimum, Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood),
dan Bayesian.
54
5.5.1.1 Algoritma Klasifikasi Paralelepipedum
Algoritma paralelepipedum menetapkan aturan pengambilan keputusan
berdasarkan logika Boolean “dan/atau” sederhana. Data pelatihan dalam n buah
band spektral digunakan untuk menentukan klasifikasi. Nilai kecerahan setiap
piksel citra multispektral digunakan untuk menghasilkan vektor rata-rata
berdimensi n, Mc = (µck, µc2, µc3, …., µcn) dengan µck adalah nilai rata-rata data
pelatihan yang diperoleh bagi kelas c dalam band k di luar m kelas yang mungkin.
Sck adalah simpangan baku data pelatihan kelas c dari band k diluar m kelas yang
mungkin. Dengan menggunakan ambang satu simpangan baku, algoritma
paralelepipedum memutuskan BVijk termasuk kelas c jika, dan hanya jika,
ckckijkckck sBVs +µ≤≤−µ (5.2)
dengan
c = 1,2,3,…., m, nomor kelas
k = 1,2,3,…., n, nomor band
Batas keputusan ini membentuk suatu paralelepipedum berdimensi n. Jika nilai
piksel terletak di atas ambang bawah dan di bawah ambang atas untuk seluruh
band yang dievaluasi, piksel tersebut dikelompokkan dalam kelas tersebut. Jika
tidak memenuhi setiap kriteria logika Boolean itu, piksel tersebut dikelompokkan
ke dalam kategori tak-terklasifikasi.
Algoritma paralelepipedum menggunakan perhitungan yang relatif sederhana.
Namun, ada kemungkinan suatu piksel dapat memenuhi kriteria lebih dari satu
kelas. Pada kasus tersebut piksel itu akan ditempatkan pada kelas pertama saat
ia memenuhi seluruh kriteria.
5.5.1.2 Algoritma Klasifikasi Jarak Minimum
Pada algoritma ini, vektor rata-rata setiap kelas dalam setiap band µck juga
dihitung berdasarkan data pelatihan. Untuk menentukan klasifikasi jarak minimum,
dihitung jarak dari piksel yang dievaluasi ke setiap vektor rata-rata. Perhitungan
jarak umumnya menggunakan persamaan jarak Euclidean berdasar teorema
Phytagoras, yaitu
2cmijm
2clijl
2ckijk )BV()BV()BV(D µ−+µ−+µ−= (5.3)
dengan µck, µcl, dan µcm masing-masing adalah vektor rata-rata untuk kelas c yang
diukur dalam band k, l dan m.
55
Pengelompokan piksel didasarkan pada jarak terpendek ke vektor rata-rata
suatu kelas. Jadi tidak ada piksel yang tak-terklasifikasi. Pada beberapa algoritma
jarak minimum dapat dimasukkan nilai ambang jarak, yaitu jarak batas agar dapat
dikelompokkan ke dalam suatu kelas. Dengan demikian, walaupun suatu piksel
mempunyai jarak minimum ke suatu kelas namun jika jarak tersebut melampaui
ambang jarak, piksel itu tidak ditempatkan dalam kelas tersebut.
(3) Algoritma Klasifikasi Maximum Likelihood dan Bayesian
Klasifikasi Maximum Likelihood (MLC) memutuskan vektor ukuran X ke dalam
kelas c jika, dan hanya jika,
ic pp ≥ , i = 1, 2, 3 …., m kelas yang mungkin, (5.4)
dan
]MX(V)MX(5,0[)]}V[det(log5,0{p c1
cT
ccec −−−−= − (5.5)
dengan det(Vc) adalah determinan matriks kovarian Vc.
Untuk mengklasifikasi vektor ukuran X suatu piksel ke dalam suatu kelas,
aturan keputusan kemiripan maksimum menghitung nilai pc untuk setiap kelas.
Kemudian piksel tersebut dikelompokkan ke dalam kelas yang memiliki nilai
maksimum. Persamaan (5.5) mengasumsikan setiap kelas mempunyai peluang
sama untuk muncul dalam terain. Sebenarnya dalam aplikasi inderaja terdapat
beberapa kelas yang mempunyai peluang lebih besar daripada kelas lainnya.
Untuk itu pembobotan ac untuk setiap kelas c dapat dimasukkan dalam
persamaan tersebut menjadi aturan keputusan Bayes berikut,
)a(p)a(p iicc ≥ , i = 1, 2, 3 …., m kelas yang mungkin (5.6)
dan
]MX(V)MX(5,0[)]}V[det(log5,0{)a(log)a(p c1
cT
ccececc −−−−= − (5.7)
Klasifikasi MLC dan Bayes memerlukan perhitungan per piksel jauh lebih
banyak daripada dua algoritma di muka, dan umumnya memberi hasil dengan
ketelitian lebih baik, walaupun tidak selalu.
5.1.2 Klasifikasi Terawasi Non-Parametrik Jaringan Syaraf Tiruan
Pada umumnya data yang diperoleh dari pelatihan sering tidak terdistribusi
secara normal, atau tidak bersifat Gaussian, sehingga penerapan klasifikasi
parametrik untuk keadaan seperti itu menjadi tidak akurat. Disamping itu, sifat
statistik kelas pola sering tidak diketahui atau sulit diperkirakan. Dalam penerapan,
56
masalah tersebut paling baik jika ditangani dengan metode yang menghasilkan
fungsi keputusan secara langsung melalui pelatihan. Dengan demikian, tidak perlu
mempertimbangkan asumsi berkenaan dengan fungsi densitas peluang atau
informasi peluang lainnya. Salah satu algoritma klasifikasi non-parametrik yang
memenuhi kriteria tersebut adalah Pengklasifikasi Jaringan Syaraf Tiruan.
Algoritma ini tidak akan dibahas lebih mendetail.
5.2 Ketelitian Hasil Klasifikasi
Dalam menentukan ketelitian klasifikasi diperlukan dua sumber informasi untuk
dibandingkan, yaitu (a) peta klasifikasi hasil dari proses inderaja dan (b) informasi
uji referensi (mungkin masih mengandung kesalahan). Relasi antara kedua
himpunan informasi itu dicantumkan dalam suatu matriks kesalahan (tabel 2.4).
Matriks kesalahan adalah deretan angka dalam baris dan kolom yang menyatakan
jumlah satuan sampel (misalnya, piksel, klaster piksel, atau poligon) yang
ditempatkan pada kategori tertentu relatif terhadap kategori aktual sebagaimana
yang diverifikasi di lapangan. Kolom menyatakan data referensi, sedangkan baris
menunjukkan klasifikasi yang dihasilkan dari data inderaja.
Tabel 2.4 Matriks Kesalahan Hasil Klasifikasi
Data Referensi Klasifikasi Kelas A Kelas
B Kelas C I. Kelas
D Total
Kelas A n11 n12 n13 n14 N1
Kelas B n21 n22 n23 n24 N2
Kelas C n31 n32 n33 n34 N3
Kelas D n41 n42 n43 n44 N4
Total M1 M2 M3 M4 K
Matriks kesalahan sangat efektif untuk menyatakan ketelitian sebab ketelitian
setiap kategori dijelaskan dalam kesalahan komisi dan omisi.
Perhitungan masing-masing faktor ketelitian sebagai berikut:
a. Ketelitian keseluruhan dihitung dengan membagi jumlah piksel benar (jumlah
diagonal utama) dengan jumlah total piksel dalam matriks kesalahan.
b. Ketelitian produser dihitung dengan membagi jumlah piksel benar dalam suatu
kategori dengan jumlah total piksel dalam kolom kategori tersebut.
c. Ketelitian pemakai dihitung dengan membagi jumlah piksel benar dalam suatu
kategori dengan jumlah total piksel dalam baris kategori tersebut.
57
d. Analisis Kappa (K) merupakan teknik multivariasi diskrit yang digunakan untuk
menentukan ketelitian, dihitung menurut persamaan:
∑=
++
∑=
∑=
++
×−
×−=
r
1iii
2
r
1i
r
1iiiii
)xx(N
)xx(xNK (5.8)
dengan: r = jumlah baris dalam matriks
xii = jumlah pengamatan dalam baris i dan kolom i
xi+ dan x+i = total batas untuk baris i maupun kolom i
N = jumlah total pengamatan.
Ketelitian keseluruhan hanya menghitung diagonal utama dan tidak
memasukkan kesalahan omisi dan komisi. Sebaliknya, Kappa menghitung
elemen non-diagonal sebagai perkalian batas baris dan kolom. Oleh karena itu,
tergantung pada jumlah kesalahan yang masuk dalam matriks, kedua cara
pengukuran ini bisa berbeda. Kappa lebih memperhitungkan seluruh elemen
matriks kesalahan. Agar tidak terjadi bias, piksel uji rujukan harus diambil
secara acak di dalam area kajian. Congalton [dalam Jensen, 1996]
mengusulkan agar mengumpulkan minimum 50 sampel untuk setiap kelas
tutupan lahan. Jika area tersebut luas (lebih dari 1 juta acre) atau klasifikasinya
mempunyai kategori guna lahan yang banyak (lebih dari 12 kelas), jumlah
minimum sampel menjadi 75 atau 100 sampel per kelas.