Inderaja_Lengkap

61
DIKTAT BAHAN KULIAH PENGINDERAAN JAUH TGD 044 BOBOT 3(1-2) SEMESTER IV OLEH YOHANNES NIP. 195204071986031001 PROGRAM STUDI TEKNIK SURVEY DAN PEMETAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2012

description

penginderaan jauh

Transcript of Inderaja_Lengkap

Page 1: Inderaja_Lengkap

DIKTAT BAHAN KULIAH

PENGINDERAAN JAUH

TGD 044 BOBOT 3(1-2)

SEMESTER IV

OLEH

YOHANNES

NIP. 195204071986031001

PROGRAM STUDI TEKNIK SURVEY DAN PEMETAAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

2012

Page 2: Inderaja_Lengkap

i

KATA PENGANTAR

Penginderaan Jauh (Inderaja) adalah mata kuliah yang terkait dengan

proses pengolahan citra satelit sumber daya alam untuk menghasilkan pemetaan..

Mata kuliah Ini merupakan ilmu praktis penting dalam bidang survey dan

pemetaan. Oleh karena itu penguasaan bidang ilmu ini sangat penting bagi

mahasiswa teknik survey dan pemetaan

Mata kuliah ini mempelajari pokok bahasan: Sistem Inderaja, Format dan

Jenis Citra Inderaja, Perhitungan Statistika, Pemrosesan Awal Citra, Klasifikasi

Data Citra, dan Pengujian Ketelitian Peta Hasil Klasifikasi Setelah mengikuti mata

kuliah Penginderaan Jauh, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan teori

tentang penginderaan jauh dan mampu mempraktekkan pengolahan data citra

satelit secara digital untuk keperluan pemetaan

Diktat ini disusun sesuai dengan kurikulum 2012 bagi mahasiswa D3

Teknik Survey dan Pemetaan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lampung untuk memudahkan pemahaman dalam perkuliahan, walaupun tidak

menutup kemungkinan dipergunakan juga oleh para alumni atau teknisi yang

berkepentingan dengan masalah penginderaan jauh. Diktat ini berisi penjelasan

singkat mengenai konsep penginderaan jauh disertai beberapa contoh yang

nantinya akan lebih diperjelas dalam praktikum. Untuk lebih mendalami

penginderaan jauh dianjurkan mempelajari buku teks lainnya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada para rekan dosen dan mahasiswa

yang memberi saran dan kritik demi penyempurnaan buku ini. Semoga diktat ini

bermanfaat.

Bandarlampung, 07 Nopember 2012

Penulis,

Yohannes

Page 3: Inderaja_Lengkap

ii

DAFTAR ISI Halaman

JUDUL

Kata Pengantar …………………………………………… i

Daftar Isi …………………………………………… ii

Bab I Sistem Inderaja

1.1 Pendahuluan …………………………………………… 1

1.2 Komponen Utama Sistem Inderaja …………………………………… 2

1.2.1 Sumber Energi …………………………………………… 3

1.2.2 Atmosfer …………………………………………… 7

1.2.3 Interaksi Antar Energi dan Obyek ……………………………… 8

1.2.4 Sensor Inderaja …………………………………………… 10

1.2.5 Wahana …………………………………………… 13

1.2.6 Sistem Pengolahan Data …………………………………… 16

1.2.7 Berbagai Aplikasi …………………………………………… 16

BAB II Citra Inderaja

2.1 Format Citra Digital …………………………………………… 18

2.2 Citra Satelit Inderaja …………………………………………… 24

2.2.1 Satelit Landsat Thematic Mapper …………………………… 24

2.2.2 Satelit SPOT …………………………… 26

2.2.3 Satelit NOAA …………………………… 29

2.2.4 Satelit IKONOS …………………………… 31

2.2.5 Satelit Meteorolgi Geostasioner …………………………… 34

BAB III Perhitungan Statistik Dasar

3.1 Pengertian …………………………………………… 35

3.2 Makna Histogram bagi Pemrosesan Citra ………………..……… 36

3.3 Statistik Citra Deskriptif Univariasi ………............…………………… 37

3.4 Statistik Citra Multivariasi ...........................................…… 39

Page 4: Inderaja_Lengkap

iii

Halaman

BAB IV Pemrosesan Awal Citra

4.1 Pengertian …………………………………………… 43

4.2 Koreksi Radiometrik Data Inderaja ………………..……… 43

4.2.1 Koreksi Akibat Ketidak-sempurnaan Sistem Sebsor…………… 44

4.2.2 Koreksi Akibat Gangguan Alam …………………………… 45

4.3 Koreksi Geometrik Data Inderaja ………............…………………… 46

4.3.1 Rektifikasi Citra ke Peta …………………………… 47

a. Interpolasi spasial …………………………… 47

b. Interpolasi Intensitas …………………………… 49

4.3.2 Registrasi Citra ke Citra …………………………… 49

4.4 Co-occurrence Matrix ………........…………………… 50

4.5 Principal Component Analysis (PCA) ………........…………………… 51

BAB V Ekstraksi Informasi dengan Klasifikasi Citra

5.1 Pengertian …………………………………………… 53

5.1.1 Klasifikasi Terawasi Parametrik………………..……… 53

(1) Algoritma Klasifikasi Paralelepipedum ........................ 54

(2) Algoritma Klasifikasi Jarak Minimum ........................ 54

(3) Algoritma Klasifikasi Maximum Likelihood dan Bayesian ..... 55

5.1.2 Klasifikasi Terawasi Non-Parametrik Jaringan Syaraf Tiruan ..… 55

5.2 Ketelitian Hasil Klasifikasi ………………..………............... 56

Sumber Pustaka .......………............................................................ 57

Page 5: Inderaja_Lengkap

1

BAB I

SISTEM INDERAJA 1.1 Pendahuluan

Istilah teknik “remote sensing” pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada

tahun 1960-an, mencakup fotogrametri, interpretasi foto, foto-geologi, dan lain-

lain. Setelah Landsat-1, yaitu satelit pengamat bumi pertama, diluncurkan tahun

1972 oleh Amerika Serikat, remote sensing semakin digunakan secara luas. Di

indonesia istilah remote sensing ini diterjemahkan menjadi penginderaan jauh,

atau disingkat inderaja.

Ada beberapa definisi tentang penginderaan jauh, yaitu antara lain.

• Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang

suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan menggunakan alat tanpa berhubungan langsung dengan obyek,

daerah, atau fenomena yang dikaji. [Lillesand dan Kiefer, 1994]

• Remote sensing is defined as the science and technology by which the

characteristics of objects of interest can be identified, measured, or analysed

without direct contact (Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan

teknologi dimana karakter obyek kajian dapat diidentifikasi, diukur, atau

dianalisis tanpa bersentuhan langsung) [Shunji Murai, editor.]

Obyek, daerah, atau fenomena yang diindera dapat terletak baik di permukaan

bumi, di atmosfer, atau pun di ruang angkasa. Pada umumnya sumber data

inderaja adalah radiasi atau energi elektromagnetik yang dipantulkan atau

dipancarkan dari suatu obyek. Alat pendeteksi dan perekam data tersebut

dinamakan “remote sensor” atau “sensor”. Alat ini dipasang pada wahana

(platform) seperti pesawat terbang, balon, atau satelit. Karena penginderaan ini

dilakukan dari jarak jauh, tanpa berhubungan langsung, diperlukan media

penghubung, yaitu berupa energi.

Data inderaja dapat berbentuk data citra (image), grafik, atau data numerik.

Untuk menjadi informasi, data tersebut harus dianalisis. Proses menganalisis data

menjadi informasi seringkali disebut interpretasi data. Bila proses tersebut

dilakukan secara digital menggunakan komputer disebut pemrosesan atau

interpretasi digital. Analisis data inderaja memerlukan data acuan misalnya, peta

Page 6: Inderaja_Lengkap

2

tematik, data statistik, atau data lapangan. Informasi yang dihasilkan dari analisis

data inderaja dapat bermacam-macam tergantung keperluan, antara lain,

klasifikasi tutupan lahan, analisis perubahan suatu tampakan, kondisi sumber

daya alam, dan lain-lain. Informasi tersebut dimanfaatkan oleh para pengguna,

baik pihak pemerintah, swasta, peneliti, ilmuwan, masyarakat, maupun

perorangan, untuk membantu mereka dalam proses pengambilan keputusan,

sebagai landasan bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan

pembangunan, perencanaan pengembangan wilayah, atau manajemen

sumberdaya alam.

Dewasa ini sejalan dengan perkembangan teknologi wahana ruang angkasa

dan sensor citra, pemanfaatan teknologi inderaja semakin meluas dalam berbagai

bidang kajian, antara lain untuk pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan,

pertanian, keteknikan, industri, perkotaan, cuaca, kelautan, hankam, kajian

bencana alam, pertambangan, kebudayaan, geopolitik, lingkungan dan lain-lain.

Terjadinya peningkatan penggunaan teknologi ini, antara lain disebabkan

karena:

a. Cakupan citra inderaja relatif luas dan lengkap dengan ujud dan posisi obyek

menyerupai keadaan sebenarnya, serta rekaman data dapat menjadi

dokumentasi.

b. Karakteristik obyek yang tidak kasat mata, misalnya perbedaan panas akibat

kebocoran pipa, dapat dideteksi melalui citra infra merah panas.

c. Pada data citra tertentu dapat memberikan kesan tiga dimensi.

d. Perekaman data dilakukan dengan periode waktu yang relatif pendek,

e. Mampu memperoleh data untuk daerah yang sulit dijangkau secara teristris.

f. Format data berbentuk digital sehingga pengolahannya dapat secara digital.

g. Informasi multi-spektral, multi-sensor, multi temporal semakin banyak dan

resolusi spasial semakin tinggi.

Keseluruhan proses mulai dari perolehan data, penganalisisan data sehingga

penggunaan data disebut Sistem Inderaja.

1.2 Komponen Utama Sistem Inderaja

Pada dasarnya komponen utama sistem inderaja meliputi: sumber energi,

atmosfer, interaksi antara energi dan obyek, sensor, wahana, sistem pengolahan

data dan berbagai aplikasi.

Page 7: Inderaja_Lengkap

3

1.2.1 Sumber Energi

Seluruh sistem inderaja memerlukan sumber energi. Sumber energi ini

dapat berupa sumber energi alami, misalnya matahari, maupun sumber energi

buatan. Sumber energi alami digunakan untuk sistem inderaja pasif, sedangkan

sumber energi buatan digunakan untuk sistem inderaja aktif. Energi yang

umumnya digunakan dalam inderaja adalah energi elektromagnetik.

Radiasi elektromagnetik adalah suatu pembawa energi elektromagnetik

dengan mentransmisikan getaran medan elektromagnetik melalui ruang atau

materi. Transmisi radiasi elektromagnetik dibentuk berdasarkan persamaan

Maxwell. Radiasi ini memiliki karakteristik sebagai gerakan gelombang maupun

gerakan partikel.

a. Karakteristik Sebagai Gerakan Gelombang

Radiasi elektromagnetik dapat dianggap sebagai gelombang transversal

dengan medan listrik dan medan magnet. Gambar 1.2 memperlihatkan

gelombang radiasi elektromagnetik dan arah transmisinya. Medan listrik dan

magnet saling tegaklurus. Bidang datar dan vertikal yang memuat gelombang

itu disebut bidang polarisasi.

Persamaan panjang gelombang adalah sebagai berikut:

fv=λ …………………….. (1.1a)

λ = vT ...………………….. (1.1b)

Satelit pasif (Landsat, SPOT, NOAA, ...)

Sumber Energi Matahari

efek lingkungan

pancaran infra

merah panas

pancaran gelombang

mikro

Satelit aktif (ERS, Radarsat, .....)

Pengolahan Data

Gambar 1.1 Komponen Utama Sistem Inderaja

pantulan

Page 8: Inderaja_Lengkap

4

dimana

λ = panjang gelombang (meter)

v = kecepatan gelombang (meter per sekon)

f = frekuensi gelombang (herzt atau disingkat hz)

= banyaknya gelombang per sekon

T = periode gelombang (sekon) = waktu untuk satu gelombang

Radiasi elektromagnetik ditransmisikan dalam ruang hampa dengan kecepatan

cahaya c = 2,998 x 108 m/sec.

b. Karakteristik Sebagai Gerakan Partikel

Elektromagnetik dapat dianggap sebagai photon atau kuantum cahaya. Energi

E dinyatakan dalam persamaan berikut

E = h f …………………….. (1.2)

dimana

h = konstanta Plank = 6,626 x 10-34 Joule sekon

f = frekuensi

Radiasi elektromagnetik mempunyai 4 (empat) elemen pokok, yaitu

(a) frekuensi (atau panjang gelombang) : berkaitan dengan warna obyek dalam

daerah sinar tampak yang diberikan oleh kurva karakteristik unik tergantung

panjang gelombang dan energi radian (yaitu energi yang dipancarkan dari

suatu obyek). Dalam daerah gelombang mikro, informasi mengenai obyek

diperoleh dengan menggunakan efek Doppler shift dalam frekuensi, yang

terjadi karena gerakan relatif antara obyek dan wahana.

(b) arah transmisi : lokasi spasial dan bentuk obyek diberikan oleh linieritas arah

transmisi maupun oleh amplitudo

panjang gelombang

medan magnet

medan listrik

arah transimisi

Gambar 1.2 Radiasi Elektromagnetik

Page 9: Inderaja_Lengkap

5

(c) amplitudo : besarnya getaran gelombang. Besar kuadrat amplitudo

sebanding dengan energi yang ditransmisikan radiasi elektromagnetik

(d) bidang polarisasi : dipengaruhi oleh bentuk geometri obyek berkenaan

dengan pantulan atau hamburan dalam daerah gelombang mikro. Pada

radar, polarisasi datar dan vertikal memiliki respons berbeda pada citra radar.

Energi elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan panjang

gelombangnya. Spektrum elektromagnetik sangat luas, yaitu meliputi spektra

kosmik, Gamma, X, ultra violet, sinar tampak, infra merah, gelombang mikro, dan

gelombang radio. Umumnya dalam inderaja, istilah spektrum menunjuk pada

bagian tertentu seperti spektrum sinar tampak, spektrum infra merah, dan

spektrum ultra violet. Istilah saluran (channel) atau band digunakan untuk porsi

yang lebih kecil, misalnya band biru, hijau, dan merah pada spektrum sinar

tampak. Bagian spektrum sinar tampak mencakup bagian yang kecil sebab

kepekaan spektrum mata manusia hanya 0,4 µm sampai dengan 0,7 µm. Ultra

violet 0,03 – 0,04 µm, sedangkan infra merah refleksi 0,7 – 3 µm. Lihat gambar

1.3 dan tabel 1.1.

Sistem inderaja pasif menerima energi yang dipantulkan dan atau

dipancarkan oleh tampakan bumi. Distribusi spektral energi pantulan sinar

matahari dan energi pancaran dari benda tidak seragam. Tingkat energi matahari

yang sampai di bumi bervariasi menurut waktu (jam, musim), tempat, cuaca, dan

kondisi permukaan bumi (materi, kemiringan, dan kekasaran).

Gambar 1.3 Spektrum Elektromagnetik

biru hijau merah infra merah ultra violet

Sinar Tampak Panjang Gelombang

ultra violet

sinar X sinar Y sinar kosmis

infra merah refleksi

infra merah panas

gelombang mikro

TV dan radio

10-6 µm 10-4 10-1 108 105 10 1

Page 10: Inderaja_Lengkap

6

Tabel 1.1 Spektrum Elektromagnetik dalam Inderaja

Spektrum Panjang Gelombang Frekuensi

Ultra Violet 100 A – 0,4 µm 750 – 3.000 THz

Sinar Tampak

Biru Hijau Merah

0,4 µm – 0,5 µm 0,5 µm – 0,6 µm 0,6 µm – 0,7 µm

430 – 750 THz

Infra merah

Inframerah dekat Inframerah gelombang pendek Inframerah tengah Inframerah termal (panas) Inframerah jauh

0,7 µm – 1,3 µm 1,3 µm – 3 µm 3 µm – 8 µm

8 µm – 14 µm 14 µm – 1 mm

230 – 430 THz 100 – 230 THz 38 – 100 THz 22 – 38 THz 0,3 – 22 THz

Gelom-bang radio

submilimeter 0,1 mm – 1 mm 0,3 – 3 Thz

Gelombang mikro

milimeter (EHF) centimeter (SHF) desimeter (UHF)

1 mm – 10 mm 1 cm – 10 cm 0,1 m – 1 m

30 – 300 GHz 3 – 30 GHz 0,3 – 3 GHz

Gelombang sngat pendek (VHF) Gelombang pendek (HF) Gelombang medium (MF) Gelombang panjang (LF) Gelombang sngat panjang (VLF)

1 m – 10 m 10 m – 100 m 0,1 km – 1 km 1 km – 10 km

10 km – 100 km

30 – 300 MHz 3 – 30 MHz 0,3 – 3 MHz 30 – 300 kHz 3 – 30 kHz

Berdasarkan daerah panjang gelombangnya, inderaja dapat dibagi dalam 3

(tiga) jenis yaitu: (lihat gambar 1.4)

a. Inderaja sinar tampak dan inframerah reflektif : sumber energi adalah matahari.

Matahari memancarkan energi elektromagnetik dengan panjang gelombang

puncak 0,5 µm. Data terutama tergantung dari pantulan obyek di permukaan

bumi. Jadi informasi tentang obyek dapat diperoleh dari pantulan spektral.

Namun, radar laser merupakan pengecualian sebab dia tidak menggunakan

energi matahari namun energi laser dari sensor.

b. Inderaja inframerah panas : sumber energi adalah energi radian dari obyek itu

sendiri sebab setiap obyek dengan temperatur normal akan memancarkan

radiasi elektro-magnetik dengan puncak sekitar 10 µm.

c. Inderaja gelombang mikro : terbagi atas inderaja gelombang mikro pasif

(radiasi gelombang mikro dipancarkan dari obyek yang dideteksi) dan aktif

(mendeteksi koefisien hamburan balik).

Page 11: Inderaja_Lengkap

7

Inderaja sinar tampak dan inframerah reflektif

Inderaja inframerah panas

Inderaja gelombang mikro

Sumber Radiasi matahari obyek obyek radar

Obyek pantulan radiasi termal

Radian Spektral

Spektrum Elektro-

magnetik

Sensor: kamera

detektor foto

sensor gel. mikro

1.2.2 Atmosfer

Meskipun spektrum elektromagnetik sangat luas, namun hanya sebagian

kecil saja yang dapat digunakan dalam inderaja. Sinar kosmik, sinar gamma, dan

sinar X sulit menembus atmosfer untuk mencapai bumi. Demikian pula sebagian

spektrum sinar infra merah. Bagian spektrum elektromagnetik yang dapat melalui

atmosfer dan mencapai bumi disebut jendela atmosfer.

UV Sinar tampak

sensor sensor sensor

radiasi gel. mikro

koef. hmb. balik

Inframerah reflektif

Inframerah termal

Gelombang mikro

a b

Radiasi pancaran a

b

0,5 µm

Radiasi pantulan

3 µm 10 µm panjang gelombang

0,4 µm 0,7 µm 1 mm

0,3 µm 0,9 µm

14 µm

1 mm 30 cm

Gambar 1.4 Tiga Jenis Inderaja ditinjau dari daerah panjang gelombang

Page 12: Inderaja_Lengkap

8

Energi elektromagnetik dalam jendela atmosfer sebenarnya tidak secara

utuh mencapai permukaan bumi, karena sebagian mengalami hambatan atmosfer.

Proses hambatan terjadi terutama dalam bentuk hamburan, serapan, dan

pantulan.

Hamburan adalah pantulan energi ke berbagai arah disebabkan benda

yang permukaannya kasar dan bentuknya tidak beraturan, atau oleh benda kecil

yang berserakan tak menentu. Ada tiga macam hamburan dalam atmosfer, yaitu :

a. Hamburan Rayleigh, terjadi bila radiasi energi berinteraksi dengan molekul dan

partikel kecil di atmosfer yang diameternya jauh lebih kecil dari panjang

gelombang radiasi yang berinteraksi. Hamburan Rayleigh terjadi pada cuaca

cerah, dan membuat langit seolah-olah berwarna biru. Hamburan ini menjadi

penyebab utama munculnya “kabut tipis” pada citra inderaja.

b. Hamburan Mie, terjadi bila diameter partikel atmosfer sama atau sedikit lebih

besar dari panjang gelombang yang diindera. Penyebab utama hamburan ini

adalah uap air dan debu di atmosfer. Hamburan ini sangat berpengaruh pada

cuaca agak gelap.

c. Hamburan Non-selektif, terjadi bila diameter partikel atmosfer lebih besar dari

panjang gelombang yang diindera. Misalnya, air hujan. Akibat hamburan ini

awan dan kabut tampak putih.

Serapan merupakan kendala utama bagi sebagian spektrum energi

elektromagnetik, misalnya sebagian infra merah. Penyebabnya adalah uap air,

karbon dioksida, dan ozon.

1.2.3 Interaksi antar Energi dan Obyek

Sebagian energi elektromagnetik yang mencapai bumi diserap oleh obyek

di permukaan bumi, sebagian lagi dipantulkan sehingga mencapai sensor

inderaja. Tiap benda mempunyai karakteristik tersendiri dalam menyerap dan

memantulkan energi yang diterimanya. Karakteristik ini disebut karakteristik

spektral atau tanda-tangan spektral. Obyek yang banyak memantulkan energi

elektromagnetik tampak cerah, sedangkan yang banyak menyerap tampak gelap.

Pengenalan obyek pada citra umumnya berdasarkan tingkat kecerahannya atau

disebut rona.

Page 13: Inderaja_Lengkap

9

Suatu obyek memancarkan fluks radian spektral unik tergantung pada

temperatur dan sifat emisiviti (pancaran) obyek tersebut. Radiasi ini disebut radiasi

termal karena terutama tergantung pada temperatur. Radiasi termal dapat

dinyatakan dengan teori benda hitam (black body). Benda hitam adalah materi

yang menyerap seluruh energi elektromagnetik yang mengenainya, dan tidak

memantulkan atau mentransmisi energi. Menurut hukum Kirchoff, perbandingan

energi yang terradiasi dari suatu obyek dalam keseimbangan statik termal dengan

energi yang terserap adalah tetap dan hanya tergantung pada panjang gelombang

dan temperatur absolut T (dalam Kelvin). Benda hitam menunjukkan radiasi

maksimum dibandingkan dengan materi lainnya. Dalam inderaja, koreksi untuk

emisiviti harus diberikan sebab obyek yang diamati bukanlah benda hitam

sempurna. Emisiviti dapat didefinisikan oleh persamaan :

obyekdengantemperatur

padahitambendaradianEnergiobyekradianEnergi

Emisiviti = …………………….. (1.3)

Reflektan adalah perbandingan fluks sinar datang pada permukaan dengan

fluks sinar pantulannya. Asumsi dasar dalam inderaja adalah bahwa reflektan

spektral bersifat unik dan berbeda dari satu obyek dengan obyek lain yang

berbeda. Gambar 1.5 memperlihatkan grafik reflektan pektral untuk tanah,

vegetasi, dan air

Interaksi energi dengan obyek akan menimbulkan 3 hal, yaitu: dipantulkan,

diserap, atau diteruskan(ditransmisikan). Berdasarkan asas kekekalan energi,

maka dapat dirumuskan persamaan, sebagai berikut.

E (λ) = Ep (λ) +Es (λ) + Et (λ) ................................ (1.4)

Persentase Reflektan

Panjang Gelombang

A

B

C D

E

Keterangan:

A = tanah lempung berlumpur

B = tanah musk

C = vegetasi

D = air sungai keruh

E = air sungai jernih 10 20 30 40 50

70 80

60

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4

Gambar 1.5 Reflektan Spektral untuk tanah, vegetasi, dan air

Page 14: Inderaja_Lengkap

10

dimana: E = Energi yang mengenai obyek

Ep = Energi yang dipantulkan

Es = Energi yang diserap

Et = Energi yang diteruskan

λ = Panjang gelombang

Interpretasi data inderaja pada dasarnya adalah untuk mengetahui

karakteristik spektral obyek. Permasalahannya, ada obyek yang berbeda jenisnya

namun mempunyai karakteristik spektral sama. Oleh karena itu, pengenalan

obyek dilakukan dengan menggunakan karakteristik lain, misalnya bentuk, pola,

ukuran, dan letak.

1.2.4 Sensor Inderaja

Sensor adalah alat perekam energi elektromagnetik yang datang dari

obyek. Namun, setiap sensor mempunyai keterbatasan, sebab tidak ada sensor

yang mampu merekam seluruh energi tersebut. Parameter yang menjadi ukuran

kemampuan suatu sensor adalah resolusi, yaitu batas kemampuan memisahkan/

mengidentifikasi obyek.

Ada 5 (lima) jenis resolusi yang dikenal dalam inderaja, yaitu: (gambar 1.6)

a. Resolusi spasial, yaitu ukuran terkecil obyek yang masih dapat dibedakan.

Semakin kecil ukuran obyek yang dapat direkam, semakin baik kualitasnya.

Landsat TM 5 mampu merekam obyek 30 x 30 meter per piksel, sedangkan

Ikonos mampu merekam obyek 1 x 1 meter per piksel. Jadi, sensor Ikonos

lebih tingg resolusi spasialnya dibandingkan sensor Landsat.

b. Resolusi spektral, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan obyek

berdasarkan besar spektrum elektromagnetik dalam perekaman data. Landsat

mampu merekam 7 band, sedangkan SPOT multi-spektral mampu merekam 3

band. Jadi, sensor Landsat lebih tinggi resolusinya spektralnya dibandingkan

sensor SPOT.

c. Resolusi radiometrik, yaitu ukuran kepekaan sensor membedakan kekuatan

sinyal obyek yang diterimanya. Makin tinggi resolusi radiometriknya, makin

peka sensor terhadap perubahan kecil sinyal yang diterimanya.

Page 15: Inderaja_Lengkap

11

d. Resolusi temporal, yaitu ukuran kemampuan sensor mengidentifikasi

perbedaan kenampakan obyek yang direkam pada waktu berbeda. Semakin

sering sensor merekam suatu obyek sama, semakin tinggi resolusi

temporalnya. Landsat-TM melakukan pengulangan perekaman data pada

daerah sama dalam kurun waktu 17 hari, sedangkan SPOT dalam kurun waktu

28 hari. Jadi, Landsat lebih tinggi resolusi temporalnya dibandingkan SPOT.

e. Resolusi termal (panas), yaitu kemampuan sensor mengidentifikasi perbedaan

temperatur obyek. Artinya, jika resolusi termal suatu sensor 0,5oC, sensor

tersebut mampu mengidentifikasi obyek yang perbedaan panasnya 0,5oC.

Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan atas :

a. Sensor Fotografik, proses perekamannya secara kimiawi pada film dan

menghasilkan foto. Jika perekamannya menggunakan pesawat udara, disebut

foto udara, jika menggunakan satelit disebut foto satelit.

b. Sensor Penyiam (Scanner), sensor ini merekam energi pantulan

elektromagnetik dalam media magnetik berupa disket, harddisk, compact disk,

ataupun CCT (computer compatible tape). Hasilnya disebut citra inderaja.

Sensor dapat juga dibedakan atas sensor pasif dan sensor aktif. Sensor

pasif mendeteksi pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik dari sumber

alam, sedangkan sensor aktif mendeteksi respon pantulan dari obyek yang

diradiasi dari sumber energi buatan, seperti radar. Kedua jenis sensor ini masing-

masing juga dibedakan atas sistem non scanning dan scanning.

Resolusi spasial 1 piksel = 30 x 30 m

Resolusi radiometrik 8 bit (0-255)

Resolusi spektral (0,45 – 0,52 µm biru) (0,52 – 0,60 µm hijau)

Citra Landsat

hari ke-1

hari ke-18

hari ke-35

Resolusi Temporal

0 255 8 bit

Gambar 1.6 Jenis Resolusi dalam Citra Landsat TM

Page 16: Inderaja_Lengkap

12

Gambar 1.7 memperlihatkan panjang gelombang band sensor dan gambar

1.8 memperlihatkan klasifikasi sensor

Sensor UV Tampak

Infra merah Radio

dekat SW intrmed term jauh SMW MW 0.4 0.5 0.6 0.7 0.9 1.5 5.5 8.0 14.0 1000 10000 100000

Kamera film monokrom film warna film infrared film infrared wrn

Scanner padat SPOT HRV Video termal

Kamera TV Sc. optis mekanis

Airborne MSS Landsat MSS Landsat TM

Radar Radiometer –

microwave

Gambar 1.7 Panjang gelombang Band Sensor

sensor

- real aperture radar - synthetic aperture radar

passive phased array radar

Scannng

- kamera TV - scanner padat

- scanner optis mekanis - radiometer gel. mikro

Imaging

Image Plane Scanning

Object Plane Scanning

Imaging

Image Plane Scanning

Object Plane Scanning

Non-scanning - monokrom - warna alami - infra merah - infra merah warna, dll

kamera Imaging

Scannng

Non-imaging

- radiometer gel. mikro - altimeter gel. mikro - laser pengukur

kedalaman air - laser pengukur jarak

Non-scanning

pasif

aktif

Gambar 1.8 Klasifikasi Sensor

- radiometer gel. micro - sensor magnetik - gravimeter - spektrometer Fourier, dll

Non-imaging

Page 17: Inderaja_Lengkap

13

Adapun karakteristik beberapa sistem inderaja dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Karakteristik Beberapa Sistem Inderaja

Resolusi

Sistem Inderaja Spektral Spasial (meter)

Temporal (hari)

B G R NIR MIR TIR MW

Pesawat Udara Film Pankromatik Film IR warna

0.4

0.5

0.7µm 0.7µm

bervariasi bervariasi

bervariasi bervariasi

Satelit NOAA-9 AVHRR Landsat MSS Landsat TM SPOT HRV Multisp SPOT Pankromatik ERS-1 (active MW) RADARSAT

– – 1 – –

– 1 1 1

0.5

1 1 1 1

1 2 1 1

0.7

1 – 2 – –

2 – 1 – –

– – – – – 1 1

1100 79 30 20 10 30 –

14,5/hari 16–18

16 penunjukan penunjukan

– 1 – 6 hari

1.2.5 Wahana

Wahana (inggris: Platform) adalah kendaraan pembawa sensor. Ada

banyak wahana yang digunakan untuk inderaja, antara lain, satelit, pesawat

udara, pesawat ultralight, pesawat aeromodelling, balon udara, atau bahkan

layang-layang. Dalam pembahasan berikutnya, wahana yang dikaji hanya khusus

satelit untuk inderaja.

Satelit adalah suatu obyek yang mengorbit pada obyek lainnya. Satelit

dapat berupa buatan manusia atau terjadi secara alami seperti bulan, komet,

asteroid, planet, bintang dan bahkan galaksi. Ada berbagai jenis satelit buatan

manusia, yaitu:

a. Senjata anti satelit (Anti-satellite Weapon), terkadang disebut “satelit

pembunuh”, adalah satelit yang didesain untuk menghancurkan satelit musuh.

b. Satelit astronomis (Astronomical Satellite) adalah satelit yang digunakan untuk

pengamatan planet, galaksi, atau benda ruang angkasa lainnya yang jauh

c. Biosatelit (Biosatellite) adalah satelit yang didesain untuk membawa organisme

hidup, biasanya untuk penyelidikan ilmiah

d. Satelit miniatur (Miniaturized Satellite) adalah satelit berbobot ringan dan

berukuran kecil. Klasifikasi baru yang digunakan untuk membagi jenis satelit ini

C-band (5.3 GHz) HH C-band (5.3 GHz)

Page 18: Inderaja_Lengkap

14

adalah mini satelit (500 – 200 kg), microsatelit (di bawah 200 kg), dan

nanosatelit (di bawah 10 kg)

e. Satelit komunikasi (Communication Satellite) adalah satelit buatan yang

ditempatkan di ruang angkasa untuk tujuan telekomunikasi.

f. Satelit navigasi (Navigation Satellite) adalah satelit yang menggunakan sinyal

waktu radio yang dipancarkan untuk memungkinkan receiver yang bergerak di

bumi dapat menentukan lokasi pasti mereka. Arah pandang yang relatif tak

terhalang antara satelit dan receiver di bumi dikombinasikan dengan

penyempurnaan elektronik terus menerus, membuat sistem satelit navigasi

mampu mengukur lokasi sampai dengan ketelitian beberapa meter dalam real

time.

g. Satelit mata-mata (Reconnaissance Satellite) adalah satelit pengamatan bumi

atau satelit komunikasi yang ditujukan bagi penerapan militer atau intelijen.

h. Satelit cuaca (Weather Satellite) adalah satelit yang khusus digunakan untuk

memantau cuaca dan iklim bumi.

i. Satelit tenaga matahari (Solar Power Satellite) adalah satelit yang diusulkan

untuk dibangun di orbit bumi tinggi (high earth orbit) yang menggunakan

transmisi energi mikrowave untuk menyalurkan energi matahari ke antena

sangat besar di bumi untuk menggantikan sumber energi konvensional.

j. Stasion ruang angkasa (Space Station) adalah struktur buatan manusia yang

didesain untuk manusia hidup di ruang angkasa.

k. Satelit pengamatan bumi (Earth Observation Satellite) adalah satelit yang

ditujukan untuk penggunaan non militer seperti pemantauan lingkungan,

meteorologi, pembuatan peta, dan lain-lain. Satelit inilah yang digunakan untuk

penginderaan jauh, sehingga sering juga disebut satelit inderaja.

Berdasarkan cara mengorbitnya, satelit inderaja dapat dikelompokkan

dalam dua jenis, yaitu: [Danoedoro, 1996]

a. Satelit geostasioner, satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 36.000 km

dari bumi pada posisi tetap di atas suatu wilayah tertentu (gambar 1.9). Orbit

ini disebut juga sinkron bumi (geosynchronous). Pada umumnya satelit cuaca

merupakan satelit geostasioner, misalnya satelit GOES, Meteosat, dan GMS

(Geosynchronous Meteorological Satellite).

Page 19: Inderaja_Lengkap

15

b. Satelit sinkron matahari yang mengorbit bumi dengan melintas dekat kutub dan

memotong arah rotasi bumi (gambar 1.10). Orbit sinkron matahari adalah orbit

yang mengkombinasikan ketinggian dan inklinasi (kemiringan) sedemikian

rupa sehingga satelit tersebut melintas di atas titik tertentu dari permukaan

bumi pada waktu matahari lokal (local solar time) sama. Orbit tersebut dapat

menempatkan satelit pada cahaya matahari yang konstan, dan keadaan ini

menguntungkan bagi satelit inderaja, satelit mata-mata, maupun satelit cuaca.

Karena itu, umumnya satelit inderaja termasuk dalam kelompok ini, misalnya

Landsat, SPOT, dan ERS. Ketinggian satelit ini sekitar 700 – 900 km.

Sedangkan satelit NOAA AVHRR, yang berada pada ketinggian 850 km,

walaupun merupakan satelit cuaca namun melakukan orbit sinkron matahari.

Gambar 1.10 Satelit Sinkron Matahari

Ekuator

Altitude = 705 km

Orbit Satelit

Ground

Track

Inklinasi = 98,2o

Gambar 1.9 Satelit Geostasioner

GMS (Jepang) 140oE 1976

(USSR) 70oE 1976

GOES (USA) 70oW 1974

Meteosat (ESRO) 0o 1975

SMS (USA) 140oW 1974

35900 km

Ekuator

BUMI

Page 20: Inderaja_Lengkap

16

1.2.6 Sistem Pengolahan Data

Sistem pengolahan data adalah sistem yang digunakan untuk memproses

data menjadi informasi yang dibutuhkan oleh pihak pengguna. Kemampuan

sensor dalam merekam data harus diimbangi dengan kemampuan pengolahan

data. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual, secara digital, ataupun

kombinasi keduanya. Proses pengolahan ini memerlukan banyak pemikiran,

peralatan, waktu, dan data rujukan. Sumber daya manusia sangat berperan dalam

proses ini, baik dalam pengembangan perangkat keras, perangkat lunak, maupun

dalam konsepsi.

1.2.7 Berbagai Aplikasi

Hasil akhir suatu proses pengolahan inderaja tergantung pada tujuan dan

kebutuhan si pengguna. Sebab itu, pihak pengguna merupakan komponen

penting dalam sistem inderaja. Diterima-tidaknya hasil inderaja tergantung pada

kecermatan, keterpercayaan, dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna.

Berbagai aplikasi inderaja meluas keberbagai bidang kajian, antara lain:

a. Pemetaan: Pengolahan data inderaja untuk pemetaan sudah banyak

dilakukan. Skala peta yang dihasilkan tergantung pada resolusi spasial citra.

Misalnya, citra Landsat TM dapat dibuat menjadi peta berskala 1:50.000.

Demikian pula, foto udara pada umumnya digunakan untuk memetakan suatu

daerah dengan skala 1:2.500 s.d. 1:25.000. Teknologi inderaja dapat

digunakan untuk memetakan daerah yang belum memiliki peta sama sekali

atau dapat pula digunakan untuk melengkapi informasi tampakan suatu peta

dasar. Misalnya, peta Bandarlampung yang hanya berisi informasi lokasi

permukiman beberapa tahun sebelumnya dapat dilengkapi dengan informasi

permukiman terbaru. Dengan demikian perubahan fungsi tutupan lahan di

permukaan bumi dapat dengan cepat ditambahkan pada peta dasar tersebut

tanpa perlu melakukan pengukuran ulang.

b. Pertanahan: Dalam pembuatan sertifikat tanah diperlukan peta kadaster yang

mencakup batas-batas dan posisi kepemilikan tanah. Saat ini di Indonesia,

terdapat banyak sekali kapling tanah yang belum memiliki sertifikat.

Pelaksanaan sertifikasi dengan metode pengukuran konvensional akan

memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang sangat besar. Teknik inderaja

Page 21: Inderaja_Lengkap

17

dikombinasikan dengan metode pengukuran terestrial dapat dimanfaatkan

untuk pekerjaan tersebut.

c. Geologi: Teknologi inderaja kini banyak digunakan dalam bidang geologi,

antara lain, untuk mengamati bentuk patahan, geomorfologi, gunung berapi,

dan gejala alam yang berkaitan dengan bidang geologi.

d. Kehutanan: Pengamatan terjadinya kerusakan hutan, identifikasi jenis tanaman

hutan, manajemen hutan, dan bahkan penanggulangan bahaya kebakaran

hutan, pada umumnya kini dilakukan dengan teknologi inderaja.

e. Pertanian: Pemanfaatan teknologi inderaja untuk pertanian dan perkebunan

telah banyak dilakukan, antara lain, untuk mengidentifikasi penyakit tanaman,

pengelolaan pemeliharaan tanaman, panen dan pasca panen.

f. Keteknikan: Teknologi indera untuk keteknikan pada umumnya digunakan

dalam bidang teknik sipil, a.l., untuk analisis pengembangan wilayah,

perencanaan proyek, pemeliharaan bangunan sipil, pengelolaan perkotaan, dll.

g. Kelautan: Pemanfaatan inderaja yang paling populer dalam bidang kelautan

adalah untuk penangkapan ikan. Namun, disamping itu, juga banyak

pemanfaatannya, a.l., mengamati perubahan suhu dan arus laut, pengamatan

gerakan kapal, manajemen sumber daya kelautan, dll.

h. Hankam/Militer: Pada awalnya, sebenarnya teknologi inderaja memang

diperuntukkan bagi bidang militer. Pengiriman satelit mata-mata untuk

mengamati keadaan musuh, mengidentifikasi tempat persembunyian lawan,

memetakan daerah-daerah strategis lawan, dll.

i. Kajian bencana alam: Pada umumnya digunakan untuk mengidentifikasi

wilayah yang mengalami bencana. Misalnya, kebakaran hutan, banjir, abrasi

air laut, dll.

j. Pertambangan: kini telah dikembangkan teknologi terpadu antara inderaja,

SIG, geologi, pertambangan, dan sistem jaringan syaraf tiruan, untuk

mengidentifikasi daerah-daerah yang memiliki kandungan mineral tertentu,

misalnya tambang emas, minyak, dll.

Masih banyak lagi aplikasi inderaja dalam kehidupan manusia. Teknologi ini

akan terus berkembang dan akan menjadi teknologi andalan di masa mendatang.

Page 22: Inderaja_Lengkap

18

BAB II

CITRA INDERAJA

2.1 Format Citra Digital

Citra inderaja merupakan gambaran hasil perekaman energi (pantulan atau

radiasi) elektromagnetik. Tingkat kekuatan hasil rekaman energi elektromagnetik

dinyatakan dalam nilai kecerahan (brightness values), atau terkadang disebut juga

nilai intensitas (intensity values), nilai skala-keabuan (grayscale values), atau

derajat warna (colour degree). Semakin kuat energi yang terrekam, semakin cerah

nilai keabuannya, dan gambarnya semakin putih. Sebenarnya, data intensitas di

alam bersifat kontinu, namun dalam rekaman citra digital, data tersebut direkam

dalam sel-sel kecil dengan nilai integer intensitas rata-rata. Pembagian spasial

menjadi sel-sel itu disebut sampling, sedangkan konversi dari data kontinu

menjadi data integer disebut kuantisasi (quantization). Data inderaja didigitasi

dengan proses sampling dan kuantisasi energi elektromagnetik yang dideteksi

oleh sensor. Dalam citra digital, nilai keabuan ditampilkan pada elemen gambar

(picture element), disingkat piksel (pixel). Piksel adalah elemen gambar dua-

dimensi terkecil suatu citra digital yang tidak dapat dibagi lagi. Bentuk piksel

biasanya bujur sangkar, walau pun ada juga yang berbentuk segitiga atau

heksagonal. Setiap piksel mempunyai nilai kecerahan masing-masing. Dalam citra

digital, posisi piksel dinyatakan dengan baris dan kolom. Baris dihitung dari atas

ke bawah, sedangkan kolom dari kiri ke kanan. Ukuran piksel menentukan mutu

gambar citra, semakin kecil ukuran piksel semakin halus gambarnya, sebaliknya

semakin besar, gambarnya semakin kasar.

Data citra satelit digital merupakan komposisi dari nilai kecerahan BVijk piksel

yang terletak pada baris i dan kolom j pada band k. Nilai kecerahan biasanya

dinyatakan dengan angka 0 sampai 255 dalam sistem 8 bit. Nilai ini dimodulasi

untuk menghasilkan gambar hitam (BV = 0) sampai putih cerah (BV = 255). Pada

gambar 2.1, piksel pada lokasi baris 4, kolom 4, dalam band 1 mempunyai nilai

kecerahan 24, jadi BV4,4,1 = 24.

Page 23: Inderaja_Lengkap

19

Dalam bentuk matriks dua dimensi i x j, format citra digital band tunggal dapat

dirumuskan seperti persamaan (2.1)

=

j,i2,i1,i

j,22,21,2

j,12,11,1

j,i

BV.....BVBV

..........................

BV.....BVBV

BV.....BVBV

BV ................. ...... (2.1)

Pembesaran citra pada dasarnya adalah memperbesar ukuran piksel,

sehingga apabila diperbesar terus menerus hanya akan menampilkan tingkat

kecerahan piksel dalam ukuran besar (gambar 2.2)

Umumnya citra disimpan dalam deret matriks dua dimensi dimana setiap

elemen matriks berkorespondensi dengan piksel tunggal dalam citra yang

ditampilkan. Citra RGB (Red-Green-Blue) memerlukan deret tiga dimensi, dengan

bidang pertama menyatakan intensitas piksel merah, bidang kedua menyatakan

intensitas piksel hijau, dan bidang ketiga menyatakan intensitas piksel biru.

Format data citra multi-band diklasifikasi dalam 3 (tiga) jenis, (gambar 2.3):

a. Format BSQ (band sequential), data citra (baris dan kolom) setiap band

disusun terpisah secara berurutan.

Gambar 2.1 Posisi piksel dalam citra digital

10 15 17 20 21

15 16 18 21 23

17 18 20 22 22

18 20 22 24 25

1 2 3 4 5 1

2

3

4 Band (k)

Kolom (j)

1

2

3

4

Baris (i)

Piksel pada baris 4, kolom 4, band 1

Gambar 2.2 Piksel yang diperbesar

Baris Kolom

Tingkat Kecerahan

Piksel diperbesar

Page 24: Inderaja_Lengkap

20

b. Format BIL (band interleaved by line), data baris pertama masing-masing band

disusun sesuai urutan band, lalu data baris kedua, dan seterusnya.

c. Format BIP (band interleaved by pixel), data piksel pertama disusun untuk

masing-masing band berurutan, lalu data piksel kedua, dan seterusnya.

Untuk tampilan citra berwarna, biasanya digunakan format BSQ sebab ketiga

band akan ditempatkan pada format RGB (red – green – blue). Namun, untuk

klasifikasi kemiripan maksimum (maximum likelihood classifier) lebih baik

menggunakan format BIP sebab proses klasifikasi dilakukan piksel – per – piksel.

Data inderaja biasanya memasukkan juga data berbagai anotasi sebagai

pelengkap data citra. Sejak 1982, data citra satelit telah disusun dalam format

standar yang disebut World Standard Format, atau format LTWG (dipersyaratkan

oleh Landsat Technical Working Group). World Standard Format memiliki struktur

data yang disebut super structure dengan tiga record yaitu volume descriptor, file

pointer, dan file descriptor yang menjelaskan isi data. Baik format BSQ maupun

BIL dipilih dalam World Standard Format.

(1,1)

(2,1)

(3,1)

(1,2) (1,3)

(i,j)

(1,1)

(2,1)

(3,1)

(1,2) (1,3)

(i,j)

(1,1)

(2,1)

(3,1)

(1,2) (1,3)

(i,j)

Band 1

Band 2

Band 3

a. BSQ

(1,1) (1,2)

(i,j)

Band 1

Band 2

Band 3

b. BIL

(1,1) (1,2)

(1,1) (1,2)

(2,2)

(2,1) (2,2)

(2,1) (2,2)

Band 1

Band 2

Band 3

(i,j)

(i,j)

Page 25: Inderaja_Lengkap

21

Untuk melakukan pemrosesan secara digital, data inderaja harus dalam

format digital. Data inderaja yang sudah berformat digital, seperti citra Landsat

dan SPOT dapat langsung diolah secara digital. Namun, data inderaja yang masih

berformat analog, seperti foto udara non-digital, harus diubah dalam format digital.

Ada tiga metode mengkonversi hardcopy foto udara, citra radar, citra infra

merah panas, dll. ke dalam format digital, yaitu: (a) penyiaman optis-mekanis, (b)

digitisasi video, dan (c) digitisasi CCD..

a. Penyiaman (scanning) optis-mekanis:

Penyiaman optis-mekanis menggunakan alat pengukur densitas foto

transparan atau foto print yang disebut densitometer. Hasil ukuran berupa sinyal

elektronik. Jika mampu mengukur titik yang sangat kecil disebut

mikrodensitometer. Hasil penyiam ini cukup akurat, namun lambat. Ada dua jenis

mikrodensitometer penyiam yang dapat digunakan untuk mengkonversi citra foto

hard-copy menjadi nilai digital yaitu:

(1) Penyiam Flat-bed

Citra transparan diletakkan di permukaan flat-bed. Sumber sinar yang sangat

kecil (sampai 10 µm) digerakkan secara mekanis searah sumbu x,

memancarkan sinar konstan. Di bagian atas ada sebuah penerima untuk

mengukur jumlah energi yang tembus.

(1,1) (1,1) (1,1)

(2,1) (2,1) (2,1)

(3,1) (3,1) (3,1)

(1,2) (1,2) (1,2) (1,3) (1,3) (1,3)

(i,j) (i,j) (i,k)

Band 1 2 3

c. BIP

Gambar 2.3 Format Data Citra Multiband

Page 26: Inderaja_Lengkap

22

Jika satu garis penyiaman searah sumbu x selesai, sumber cahaya dan

penerima bergeser searah sumbu y, proses penyiaman dilanjutkan. Jumlah

energi yang dideteksi diubah dari sinyal elektronik menjadi nilai digital. Hasil

konversi analog-ke-digital dalam nilai matriks ini biasanya direkam dalam bite

8-bit (rentang nilai 0 – 255). Untuk memperoleh data digital multispektral

dilakukan dengan menyiam foto udara berwarna atau infra-merah berwarna

secara terpisah 3 kali dengan menggunakan filter biru, hijau, dan merah yang

sesuai.

(2) Penyiam Rotaring-drum

Penyiam ini prinsip kerjanya mirip dengan penyiam flat-bed, hanya saja data

inderaja dipasang pada drum pemutar. Sumber sinar diletakkan di dalam

drum, dan drum berputar secara kontinyu pada arah sumbu Y. Koordinat X

didapatkan dengan translasi inkremental optik penerima sinar setelah setiap

kali drum berrevolusi.

Gambar 2.5 Penyiaman Rotaring-drum

Penerima / Receiver

Roda Filter Warna Citra transparan positif berada di

keliling drum

Sumber sinar di dalam drum

Sumbu-Y

Sumbu-X

drum pemutar

Penerima / Receiver

Roda Filter Warna

Citra transparan positif

Sumber Sinar Sumbu-X

Sumbu-Y Flat-bed

Gambar 2.4 Penyiaman flat-bed

Page 27: Inderaja_Lengkap

23

b. Digitisasi video

Hardcopy citra dapat direkam dengan kamera video lalu dikonversi analog-ke-

digital. Alat konversi analog-ke-digital berkecepatan tinggi, disebut frame grabber,

mendigitasi data dan menyimpannya dalam memori buffer. Memori itu lalu dibaca

oleh host computer dan informasi digital disimpan dalam disk atau pita.

Proses digitisasi video ini cepat, namun hasilnya belum tentu dapat digunakan.

Sebab kepekaan radiometrik berbagai jenis kamera video berbeda-beda dan

terjadinya pelemahan sinar pada pusat citra yang didigitasi sehingga

mempengaruhi tanda tangan spektral yang diekstrak dari tampakan. Di samping

itu, sistem optik vidicon menyebabkan distorsi yang mempengaruhi posisi spasial

data inderaja digital. Jadi, digitasi video bekerja cepat namun akurasinya rendah

c. Digitisasi Charge-Coupled-Device (CCD): Teknologi CCD dibedakan atas :

(1) Digitisasi Larik Linier (Linear Array Digitization)

Sederet 2048 buah fotodiode dipasang pada sekrup penggerak sangat

presisi. Posisi 2048 elemen detektor dalam deret tersebut dipasang tetap

sehingga tidak ada gerakan dalam sumbu X. Penyiaman citra dilakukan

dengan menggerakkan ke-2048 deret fotodiode searah sumbu Y. Dengan

peralatan ini diperoleh hasil penyiaman berresolusi spasial tinggi, akurasi

radiometrik baik, dan proses digitasi cepat. Lihat gambar 2.6.

(2) Digitisasi Kamera Digital Larik Persegi

Kamera digital yang mengacu pada larik persegi ini dapat merekam lebih dari

2048 baris X 3072 kolom data dalam beberapa detik. Foto print atau

transparan diletakkan di atas meja bersinar. Kamera digital dipasang pada

dudukan presisi vertikal. Saat exposure, CCD larik persegi merekam 3 band

(merah, hijau, biru) informasi digital. Prosesnya sangat cepat, dan ketiga

1X2048 Photodiode Array 15

µ11 µ

sumbu X

sumbu Y

Motor pemutar Gambar 2.6 Digitasi Deret Linier

Page 28: Inderaja_Lengkap

24

band dapat direkam hampir mendekati saat bersamaan, sehingga

menghasilkan registrasi band-ke-band mendekati sempurna.

2.2 CITRA SATELIT INDERAJA

2.2.1 Satelit Landsat Thematic Mapper

Landsat 1 dengan sensor MSS (Multispectral Scanner) diluncurkan Amerika

Serikat tahun 1972, merupakan satelit pengamatan bumi pertama di dunia.

Landsat TM (Thematic Mapper) diluncurkan pada 16 Juli 1982 (Landsat 4) dan 1

Maret 1984 (Landsat 5). Landsat 6 diluncurkan tapi hilang pada 5 Oktober 1993.

Orbit Landsat 4, 5, dan 6 pada ketinggian 705 meter, inklinasi 98o, sinkron

matahari, melintas ekuator pukul 9.39 pagi, resolusi temporal 17 hari, dan lebar

sapuan (swath) 185 kilometer. Sensor MSS dan TM adalah scanner optis-

mekanis. Landsat TM merekam energi pada daerah spektrum sinar tampak,

infrared reflektif, infrared tengah, dan infrared panas. Sensor ini merekam citra

multi-spektral dengan resolusi spasial, spektral, temporal, dan radiometrik lebih

tinggi daripada sensor satelit Landsat MSS sebelumnya.

Sebuah teleskop mengarahkan fluks sinar masuk yang diperoleh sepanjang

garis penyiam (line scan) melalui korektor garis penyiam (line scan corrector)

menuju bidang fokal primer sinar tampak dan infrared dekat, atau bidang fokal

infrared tengah dan infrared panas. Detektor untuk band sinar tampak dan infrared

dekat (band 1-4) tersusun dalam empat larik linier berseling-seling, masing-

masing berisi 16 detektor silikon. Dua detektor infrared tengah tersusun dari 16 sel

indium antimonida dalam suatu larik linier berseling-seling, sedangkan detektor

infrared panas tersusun dari suatu larik empat-elemen dari sel merkuri-kadmium

tellurida.

Band

1 2 3 4 7 5

6

Detektor

185 km

Lintasan Landsat di Bumi

Pola Penyiaman

Gambar 2.7 Sistem Sensor Landsat TM 4 dan 5

Page 29: Inderaja_Lengkap

25

Landsat TM mempunyai medan pandang (IFOV) 30 X 30 m untuk 6 band

(band 1-5, dan 7) dan 120 X 120 m untuk band 6 (infra merah panas. Jenis band,

panjang gelombang, dan resolusi spasial Landsat TM5 tercantum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Citra Landsat TM5

Band Panjang Gelombang Resolusi (m2)

1 0,45 - 0,52 µm biru 30 x 30 2 0,52 - 0,60 µm hijau 30 x 30 3 0,63 - 0,69 µm merah 30 x 30 4 0,76 - 0,90 µm infrared reflektif 30 x 30 5 1,55 - 1,75 µm infrared tengah 30 x 30 6 10,4 - 12,5 µm infrared panas 120 x 120 7 2,08 - 2,36 µm infrared tengah 30 x 30

Karakteristik masing-masing band 1 – 7 Landsat TM tercantum pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik Band Spektral Landsat TM

Band Karakteristik a 1 biru

0,45 - 0,52 µm

Mampu menembus badan air maupun mendukung analisis sifat tata guna lahan, jenis tanah, and vegetasi. Batas tepi panjang gelombang yang lebih pendek tepat berada di bawah transmisi puncak air jernih, sedangkan batas tepi panjang gelombang yang lebih tinggi merupakan batas penyerapan klorofil biru bagi vegetasi hijau sehat. Panjang gelombang di bawah 0.45 µm sangat terpengaruh oleh penyerapan dan penghamburan atmosfir.

2 hijau 0,52 - 0,60

µm

Band ini membentang pada wilayah antara band penyerapan klorofil biru dan merah, dengan demikian berkaitan dengan pantulan hijau dari vegetasi sehat.

3 merah 0,63 - 0,69

µm

Merupakan band penyerapan klorofil merah dari vegetasi hijau sehat dan merupakan salah satu dari band terpenting untuk mendiskriminasi (membedakan jenis) vegetasi. Juga berguna untuk deliniasi batas tanah dan batas geologi. Band ini lebih kontras daripada band 1 dan 2 akibat berkurangnya efek hambatan atmosfir. Batas 0.69 µm penting sebab merupakan awal wilayah spektral dari 0,68 – 0.75 µm dimana persilangan pantulan vegetasi berlangsung sehingga dapat mengurangi akurasi penyelidikan vegetasi

4 infrared reflektif

0,76 - 0,90 µm

Band ini terutama responsif terhadap jumlah biomassa vegetasi yang terdapat dalam scene. Berguna untuk mengidentifikasi tanaman dan menonjolkan kontras tanah-tanaman dan daratan-air.

5 infrared tengah

1,55 - 1,75 µm

Band ini sensitif terhadap banyaknya kandungan air dalam tanaman. Informasi tersebut berguna untuk studi kekeringan tanaman dan penyelidikan kegiatan tanaman. Juga dapat membedakan antara awan, salju dan es, penting bagi riset hidrologi.

6 infrared panas

10,4 - 12,5 µm

Band ini mengukur jumlah fluks radian infrared yang dipancarkan dari permukaan bumi. Suhu yang terlihat merupakan fungsi dari emisivitas (pancaran) dan suhu sebenarnya atau kinetik dari permukaan bumi. Berguna untuk menentukan lokasi aktivitas geotermal, pemetaan inersia

Page 30: Inderaja_Lengkap

26

(kelembaman) panas untuk penyelidikan geologi, klasifikasi vegetasi, analisis tegangan vegetasi, dan studi kelembaban tanah. Sensor seringkali menangkap informasi unik atas perbedaan aspek topografi dalam daerah pegunungan

7 infrared tengah

2,08 - 2,36 µm

Ini adalah band penting untuk mendiskriminasi (membedakan) formasi batuan geologi. Tampaknya cukup efektif untuk mengidentifikasi zona perubahan hidrotermal dalam batuan

Contoh citra satelit band 1-5 dan 7 Landsat TM5 multispektral path-row

123/64 perekaman 7 Nopember 2000 dalam gambar 2.8. Citra milik Bappeda

Propinsi Lampung ini menggambarkan sebagian Propinsi Lampung

2.2.2 Satelit SPOT

Satelit SPOT (Systeme Probatoire de l’Observation de la Terre) pertama kali

diluncurkan 21 Pebruari 1986. Dikembangkan oleh the French Centre National

d’Etudes Spatiales (CNES) Pemerintah Perancis. Resolusi spasial satelit SPOT

untuk pankromatik 10x10 m dan multispektral 20x20 m. Satelit SPOT 2 dan 3

dengan muatan identik (sama) masing-masing diluncurkan 22 Januari 1990 dan

25 September 1993.

Satelit ini terbagi atas dua bagian, (a) bus SPOT, yaitu wahana multiguna

standar, dan (b) peralatan sistem sensor berisi dua sistem sensor HRV (High

Band 1 Band 2 Band 3

Band 4 Band 5 Band 7

Gambar 2.8 Citra Satelit band 1-5 dan 7 Landsat TM5 Multispektral Path-Row 123/64

Page 31: Inderaja_Lengkap

27

Resolution Visible) identik, satu paket terdiri dari dua tape recorder dan sebuah

pemancar telemetri. Satelit mengorbit dalam sinkron matahari dekat kutub dengan

inklinasi 98,7o pada ketinggian 832 km, melintas ekuator pukul 10.30 pagi, dengan

resolusi temporal 26 hari, namun jika pengamatannya miring (oblik) waktunya 4 –

5 hari. HRV bukan sensor optis-mekanis tapi kamera CCD (Charge-Coupled-

Device) linier dengan sistem penyiaman elektronik.

Sensor HRV beroperasi dalam dua mode pada spektrum tampak dan inra-

merah reflektif, yaitu (a) mode pankromatik untuk pengamatan pada band spektral

lebar dan (b) mode multispektral untuk pengamatan dalam tiga band spektral yang

lebih sempit Pancaran energi yang dipantulkan dari permukaan bumi masuk ke

HRV melalui cermin datar, diproyeksikan ke dua deretan CCD. Setiap deret CCD

berisi 6000 detektor yang tersusun lurus.

Jenis band, panjang gelombang, dan resolusi SPOT Pankromatik dan

Multispektral tercantum dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Karakteristik Citra SPOT

Band Panjang Gelombang

Resolusi (m2)

Jumlah piksel per garis

Lebar lintasan di bumi

Pankromatik 6000 60 km band (hijau, merah, inframerah) jadi satu

hitam putih 0,51-0,73 µm 10 x 10

MXS (multispektral) 3000 60 km 1 (hijau) 0,50-0,59 µm 20 x 20

2 (merah) 0,61-0,68 µm 20 x 20 3 (inframerah) 0,79-0,89 µm 20 x 20

Pengamatan SPOT dapat secara vertikal ke bawah (nadir viewing) atau agak

miring (off-nadir viewing). Jika mengamat vertikal ke bawah, kedua instrumen

HRV dapat menjangkau medan pandang bersebelahan masing-masing sejauh 60

km. Dalam konfigurasi ini lebar pandang total 117 km dengan overlap sekitar 3

km. Namun, pengamatan dapat dilakukan miring mengarah ke suatu titik pandang

dengan sudut tertentu sesuai perintah dari stasion bumi. Dalam konfigurasi ini, titik

pandang dapat melintang sejauh 950 km dari lintasan orbit satelit di bumi. Jika

untuk pandangan vertikal ke bawah, medan pandang mencapai 60 km, maka

untuk kemiringan ekstrim, medan pandang dapat mencapai 80 km.

Page 32: Inderaja_Lengkap

28

Sensor SPOT juga mampu merekam citra stereoskopis. Kedua pengamatan

dapat dilakukan pada hari berurutan dimana kedua citra direkam dengan sudut

miring. Dalam hal itu, rasio antara basis pengamatan (yaitu jarak antara kedua

posisi satelit) dan tinggi satelit mendekati 0,75 pada ekuator dan 0,50 pada lintang

45o. Rasio ini dapat digunakan untuk pemetaan topografis. Data SPOT dapat

digunakan untuk pemetaan skala 1:50.000 dengan interval kontur 20 meter. Jika

datanya sangat baik dan titik-kontrol bumi cukup, dapat diperoleh pemetaan

1:25.000.

Gambar 2.9 Medan Pandang Vertikal SPOT

panel matahari

Bus SPOT

sensor HRV 1 dan 2

Sistem Satelit

117 km 60 km

sensor HRV 1

60 km overlap 3 km

sensor HRV 2

Gambar 2.10. SPOT Nadir dan Off-nadir Viewing

60 km 80 km

kemiringan ekstrim

Nadir Viewing

Off-nadir Viewing

Lintasan orbit pada nadir

Gambar 2.11 Rasio Basis-Tinggi Satelit

basis

tinggi satelit

posisi satelit 2

posisi satelit 1

tinggibasis

rasio = .......... (2.2)

Page 33: Inderaja_Lengkap

29

Penggabungan (merging) data pankromatik 10 x 10 m dengan data

multispektral 20 x 20 m mampu meningkatkan kemampuan interpretasi visual

secara dramatis. Data SPOT pankromatik memiliki kepercayaan geometrik tinggi

sehingga dapat diinterpretasikan mirip foto udara. Sebab itu, data SPOT

pankromatik kini umumnya diregistrasi (ditepatkan) dengan peta dasar topografi

dan digunakan sebagai peta ortofoto. Pemetaan citra ini dapat memenuhi standar

bagi basis data SIG sebab mengandung informasi planimetris yang lebih teliti

(misal jalan baru, pusat perbelanjaan) daripada peta topografi yang sudah usang.

Sensor SPOT mengoleksi data dengan luasan sekitar 60 x 60 km (3600 km2),

lebih kecil daripada Landsat TM dengan luasan 170 x 185 km (31.450 km2). Untuk

mencakup daerah yang sama yang direkam oleh satu citra Landsat TM diperlukan

sekitar 8,74 buah citra SPOT.

2.2.3 Satelit NOAA

Satelit NOAA adalah satelit meteorologi generasi ketiga yang dioperasikan

oleh National Oceanic and Atmospheric Administration, Amerika Serikat. Generasi

pertama adalah seri TIROS (1960 – 1965), dan generasi kedua adalah seri ITOS

(1970 – 1976).

Sensor utama NOAA adalah AVHRR/2 (Advanced Very High Resolution

Radiometer model 2) dan TOVS (TIROS Operational Vertical Sounder) yang

terdiri dari HIRS/2 (High Resolution Infrared Sounder model 2), SSU

(Stratospheric Sounding Unit), dan MSU (Microwave Sounding Unit). Satelit NOAA

sinkron matahari ini membawa AVHRR untuk merekam energi elektromagnetik

dalam 4 atau 5 band. Sensor AVHRR merekam seluruh bumi dua kali sehari untuk

memperoleh informasi regional mengenai kondisi vegetasi dan temperatur

permukaan laut.

Satelit AVHRR mengorbit pada ketinggian 861 km apogee (terjauh) dan 845

km perigee (terdekat) di atas bumi pada inklinasi 98,9o dan secara kontinyu

merekam data dengan lebar sapuan 2700 km dan dengan resolusi spasial 1,1 x

1,1 km pada nadir. Satelit nomor ganjil, misalnya NOAA 11, memotong ekuator

sekitar pukul 2.30 sore dan 2.30 dini hari, sedangkan satelit genap, misalnya

NOAA 12, memotong ekuator sekitar pukul 7.30 malam dan 7.30 pagi waktu lokal.

Normalnya dua satelit seri NOAA beroperasi bersamaan (ganjil, genap). Setiap

satelit mengorbit bumi 14,1 kali per hari (setiap 102 menit) dan memperoleh

Page 34: Inderaja_Lengkap

30

cakupan global lengkap setiap 24 jam. NOAA-10 diluncurkan 17 September 1986,

NOAA-11 24 September 1988, dan NOAA-12 14 Mei 1991.

Tabel 2.4 Karakteristik Sistem Sensor NOAA AVHRR

Nomor Band

NOAA 6, 8, 10 (µm)

NOAA 7, 9, 11, 12 (µm)

Karakteristik Band

1 0,58 – 0,68 0,58 – 0,68 pemetaan awan siang hari, salju, es, dan vegetasi

2 0,725 – 1,10 0,725 – 1,10 pemetaan garis batas lahan-air, salju, es, dan vegetasi

3 3,55 – 3,93 3,55 – 3,93 pemantauan target panas (volka-no, kebakaran hutan), pemetaan awan malam hari

4 10.50 – 11.50 10.30 – 11.30 pemetaan awan siang-malam dan suhu permukaan

5 tidak ada 11.50 – 12.50 pemetaan awan siang-malam dan suhu permukaan

Para ilmuwan sering menghitung Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI) dari data AVHRR dengan menggunakan band tampak (AVHRR1) dan

infrared-dekat (AVHRR2) untuk memetakan kondisi vegetasi pada level regional

dan nasional.

Rumus perbandingannya adalah sebagai berikut:

12

12AVHRRAVHRRAVHRRAVHRR

NDVI+−= ..................................... (2.3)

NDVI dan indeks vegetasi lainnya digunakan secara ekstensif dengan data

AVHRR untuk memantau kondisi vegetasi alam dan tanaman, mengidentifikasi

penggundulan hutan di daerah tropis, dan memantau daerah yang menjadi gurun

dan kekeringan.

Gambar 2.12 Citra Satelit NOAA

Page 35: Inderaja_Lengkap

31

2.2.4 Satelit IKONOS

Satelit Ikonos-1 semula akan diluncurkan pada tahun 1999 namun gagal.

Kemudian satelit Ikonos-2 yang rencananya diluncurkan tahun 2000, namanya

diganti menjadi Ikonos dan lalu diluncurkan pada September 1999 untuk

menggantikan Ikonos-1. Satelit ini mengorbit melingkar, sinkron matahari, pada

ketinggian 681 km, dan kedua sensor mempunyai lebar sapuan 11 km.

Satelit Ikonos-2 telah mengirimkan data komersial sejak awal 2000. Ikonos

adalah generasi pertama satelit dengan resolusi spasial tinggi. Sensor Ikonos ada

2 macam, yaitu pankromatik dan multispektral. Data Ikonos merekam 4 band

multispektral pada resolusi 4 meter dan satu band pankromatik dengan resolusi 1

meter. Artinya, Ikonos adalah satelit komersial pertama yang mengirimkan citra

satelit berresolusi tinggi mendekati resolusi fotografi udara di seluruh dunia.

Panjang gelombang dan resolusi citra Ikonos dinyatakan dalam tabel 2.5.

Tabel 2.5 Karakteristik Satelit Ikonos

Band Panjang gelombang (µm) Resolusi (m)

1 0.45-0.52 (biru) 4

2 0.52-0.60 (hijau) 4

3 0.63-0.69 (merah) 4

4 0.76-0.90 (Infrared dekat) 4

PAN 0.45-0.90 (Pankromatik) 1

Data Ikonos dikumpulkan dalam 11 bit per piksel (dengan derajat keabuan

2048). Artinya, terdapat lebih banyak nilai skala keabuan sehingga akan terlihat

detail yang lebih rinci dalam citra. Ikonos memiliki instrumen pengamatan dalam

lintasan melintang dan memanjang yang memungkinkan perolehan data secara

fleksibel dan frekuensi kemampuan mendatangi lagi 3 hari untuk resolusi 1 m dan

1 – 2 hari untuk resolusi 1,5 m.

Page 36: Inderaja_Lengkap

Data citra Ikonos dapat dipesan dalam 3 jenis citra, yaitu:

a. Pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Dapat dikirimkan baik dalam

skala keabuan 256 (8 bit) at

b. Multispektral 4 band dengan resolusi spasial 4 meter. Dapat dikirim dalam 4

band terpisah atau dikombinasikan dalam warna asli atau warna palsu (

colour).

c. Multispektral yang dipertajam dengan pankromatik 1 meter. Hasil d

kombinasi data pankromatik 1 m dan multispektral 4 m. Dikirim dalam warna

asli atau warna palsu.

Ketiga jenis citra itu dapat dipesan dalam 5

Tabel 2.6 Tingkat Ketelitian Horizontal Produk Ikonos

Produk Ikonos

Ortho rektifikasi

Geo Tidak

Reference Ya

Map Ya

Pro Ya

Precision Ya

Precision Plus

Citra pankromatik Ikonos 1 m dapat digunakan untuk memetakan daerah

permukiman. Citra ini dapat dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis sebagai

latar belakang bagi data vektor.

Gambar 2.13 Citra

Citra multispektral Ikonos 4 m dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan.

Gambar 2.14 berikut menyajikan citra warna palsu. Citra ini dapat digunakan

untuk membedakan zona permukiman dan industri. Daerah bervegetasi tampak

merah, dengan bayangan merah yang mengindikasikan kesehatan vegetasi.

32

Data citra Ikonos dapat dipesan dalam 3 jenis citra, yaitu:

Pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Dapat dikirimkan baik dalam

skala keabuan 256 (8 bit) atau skala keabuan 2048 (11 bit)

Multispektral 4 band dengan resolusi spasial 4 meter. Dapat dikirim dalam 4

band terpisah atau dikombinasikan dalam warna asli atau warna palsu (

Multispektral yang dipertajam dengan pankromatik 1 meter. Hasil d

kombinasi data pankromatik 1 m dan multispektral 4 m. Dikirim dalam warna

asli atau warna palsu.

Ketiga jenis citra itu dapat dipesan dalam 5 tingkat ketelitian horizontal

Tabel 2.6 Tingkat Ketelitian Horizontal Produk Ikonos

Ortho rektifikasi

Ketelitian Horizontal 90%

Simpangan baku ket. hor.

Tidak 50 meter ∼ 25 meter

25 meter 11,8 meter

12 meter 5,7 meter

10 meter 4,8 meter

4 meter 1,9 meter

2 meter

Citra pankromatik Ikonos 1 m dapat digunakan untuk memetakan daerah

permukiman. Citra ini dapat dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis sebagai

latar belakang bagi data vektor.

Gambar 2.13 Citra Ikonos Pankromatik 1 meter

Citra multispektral Ikonos 4 m dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan.

Gambar 2.14 berikut menyajikan citra warna palsu. Citra ini dapat digunakan

untuk membedakan zona permukiman dan industri. Daerah bervegetasi tampak

erah, dengan bayangan merah yang mengindikasikan kesehatan vegetasi.

Pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Dapat dikirimkan baik dalam

Multispektral 4 band dengan resolusi spasial 4 meter. Dapat dikirim dalam 4

band terpisah atau dikombinasikan dalam warna asli atau warna palsu (false

Multispektral yang dipertajam dengan pankromatik 1 meter. Hasil dari

kombinasi data pankromatik 1 m dan multispektral 4 m. Dikirim dalam warna

tingkat ketelitian horizontal (tabel 2.6)

baku ket. hor. Skala

1:50.000

1:24.000

1:12.000

1:4.800

1:2.400

Citra pankromatik Ikonos 1 m dapat digunakan untuk memetakan daerah

permukiman. Citra ini dapat dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis sebagai

Ikonos Pankromatik 1 meter

Citra multispektral Ikonos 4 m dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan.

Gambar 2.14 berikut menyajikan citra warna palsu. Citra ini dapat digunakan

untuk membedakan zona permukiman dan industri. Daerah bervegetasi tampak

erah, dengan bayangan merah yang mengindikasikan kesehatan vegetasi.

Page 37: Inderaja_Lengkap

33

Gambar 2.14 Citra Ikonos Multispektral 4 meter

Citra Ikonos dapat digunakan untuk memantau zona pertumbuhan tinggi, dalam

bulanan, tengah tahunan, atau tahunan. Jalan dan rumah baru dapat segera

dipetakan dari citra ke dalam SIG. Perusahaan pengembang perumahan dapat

menggunakan citra ini untuk memperlihatkan perbandingan antara hasil

pembangunan dan dokumen perencanaan.

Gambar 2.15 Tampakan Daerah Pengembangan dalam Ikonos

Gambar 2.16 Lapangan Terbang Frankfurt Jerman 1 m Warna Asli

Page 38: Inderaja_Lengkap

34

2.2.5 Satelit Meteorologi Geostasioner

Satelit Meteorologi Geostasioner diluncurkan di bawah proyek WWW (World

Weather Watch) yang diorganisasi oleh WMO (World Meteorological Organization)

yang melingkupi seluruh bumi. Ada 5 satelit meteorologi geostasioner yaitu

METEOSAT, INSAT (India), GMS (Jepang), GOES-E (AS), dan GOES-W (AS).

Satelit-satelit tersebut berada pada ketinggian sekitar 35.800 km.

Page 39: Inderaja_Lengkap

35

BAB III

PERHITUNGAN STATISTIK DASAR

3.1 Pengertian

Dalam pemrosesan citra inderaja dikenal beberapa perhitungan statistik

dasar, yaitu perhitungan nilai maksimum dan minimum setiap band citra,

rentang, rata-rata, dan simpangan baku, antara matriks varian-kovarian band,

matriks korelasi, dan frekuensi nilai kecerahan pada setiap band, yang

digunakan untuk menghasilkan histogram. Nilai statistik itu merupakan

informasi berharga untuk menampilkan dan menganalisis data inderaja.

Pemrosesan citra digital biasanya hanya menggunakan suatu sampel dari

seluruh informasi inderaja yang tersedia. Oleh karena itu, perlu diingat kembali

beberapa aspek pokok dari teori statistik dasar. Populasi adalah seluruh

himpunan unsur yang tak-hingga maupun terhingga. Populasi tak-hingga

misalnya adalah himpunan semua citra yang mungkin untuk merekam bumi

secara keseluruhan selama tahun 2000. Populasi terhingga misalnya adalah

semua citra Landsat tahun 2000 yang merekam Lampung. Sampel adalah

himpunan bagian unsur yang diambil dari populasi yang digunakan untuk

menarik kesimpulan mengenai karakteristik populasi tertentu. Misalnya, analisis

dilakukan atas citra Landsat TM5 Daerah Lampung perekaman 7 Nopember

2000. Sampel harus mewakili populasi. Jika hanya mewakili karakteristik

tertentu saja, disebut sampel bias. Kesalahan sampling adalah perbedaan

antara nilai karakteristik populasi dan nilai karakteristik yang disimpulkan dari

sampel.

Sampel berjumlah besar yang diambil secara acak dari populasi alami

biasanya menghasilkan distribusi frekuensi simetris (gambar 3.1a). Sebagian

besar nilai akan diklaster di sekitar nilai pusat, dan frekuensi keberadaan akan

mulai menurun dari titik pusat ini. Grafik distribusi itu menyerupai lonceng dan

disebut distribusi normal. Kebanyakan uji statistik yang digunakan dalam

analisis data inderaja menganggap bahwa nilai kecerahan yang terrekam telah

terdistribusi secara normal. Namun, mungkin saja data inderaja itu tidak

terdistribusi normal dan para analis harus hati-hati mengidentifikasi kondisi

tersebut.

Page 40: Inderaja_Lengkap

36

3.2 Makna Histogram bagi Pemrosesan Citra Digital Inderaja

Histogram adalah representasi kandungan informasi citra inderaja dalam

bentuk grafik. Histogram setiap band sering ditampilkan dalam berbagai studi

sebab dapat menyajikan kualitas data asli, misalnya mengenai kekontrasan

gambar atau ada-tidaknya multimodus.

Masing-masing band data inderaja merekam secara digital nilai kecerahan

dengan rentang 28 sampai 212, yaitu jika quantk = 28 maka nilai kecerahan

merentang dari 0 sampai 255; 29 = nilai dari 0 sampai 511; 210 = nilai dari 0

sampai 1023; 211 = nilai dari 0 sampai 2047; 212 = nilai dari 0 sampai 4095.

Umumnya data yang ada dikuantisasikan dalam 8-bit, misalnya Landsat TM dan

SPOT HRV. Penyusunan tabel frekuensi setiap nilai kecerahan citra dapat

memberikan informasi statistik yang secara grafik dapat disajikan dalam bentuk

Distribusi Normal

Rata-rata

Median

Frekuensi

Frekuensi

Frekuensi

Rata-rata Median Modus

(a)

Simetris Miring

Rata-rata

Modus Median

Frekuensi

(d)

Distribusi Miring Negatip

Bimodus

Distribusi Multimodus

(b)

Rata-rata Median

Modus Frekuensi

(e)

Distribusi Miring Positip

Rata-rata

Median

Distribusi seragam, tidak ada modus

(c) Gambar 3.1 Posisi relatif ukuran tendensi pusat bagi distribusi frekuensi

Page 41: Inderaja_Lengkap

37

histogram. Rentang nilai kuantisasi band citra disajikan dalam absis (sumbu x)

sedangkan frekuensi setiap nilai tersebut disajikan dalam ordinat (sumbu y).

3.3 Statistik Citra Deskriptif Univariasi

Para analis citra umumnya memakai ukuran statistik tendensi pusat.. Modus

adalah nilai yang paling sering muncul dalam distribusi dan biasanya merupakan

titik tertinggi dalam kurva. Terkadang terdapat lebih dari satu modus dalam

dataset (gambar 3.1b). Median adalah nilai tengah pada distribusi frekuensi, yaitu,

setengah bagian distribusi frekuensi berada di kanan median dan setengah lagi di

kirinya. Rata-rata adalah nilai rata-rata aritmatika yang didefinisikan sebagai

jumlah seluruh nilai pengamatan dibagi banyaknya pengamatan. Rata-rata dari

citra band tunggal, µk, gabungan n buah nilai kecerahan (BVik) dihitung

menggunakan persamaan:

n

BVn

1iik

k

=µ = ...................................................................... (3.1)

Nilai rata-rata sampel merupakan estimasi tak-bias dari rata-rata populasi,

dan bagi distribusi berbentuk simetris cenderung mendekati rata-rata populasi

daripada estimasi tak-bias lainnya, seperti median atau modus. Namun, jika

bentuk kurvanya miring atau mempunyai nilai ekstrim, rata-rata merupakan ukuran

tendensi pusat yang buruk.

Gambar 3.2 Histogram nilai kecerahan Landsat TM 5 Band 4 sebagian Propinsi Lampung. Puncak histogram menyatakan tutupan lahan dominan, yaitu (a) air dan (b) daratan

Frekuensi

Nilai Kecerahan

Sumbu x

Sumbu y

Page 42: Inderaja_Lengkap

38

Ukuran sebaran di sekitar rata-rata distribusi juga penting. Misalnya, rentang

suatu band citra dihitung sebagai selisih antara nilai pengamatan maksimum dan

minimum. Namun, jika nilai maksimum atau minimum itu sangat ekstrim atau tidak

wajar, rentang itu menjadi ukuran sebaran yang keliru. Jika tidak ada nilai yang

tak-wajar, rentang merupakan statistik yang sangat penting yang sering digunakan

dalam fungsi penajaman citra, misalnya untuk perentangan kontras maksimum-

minimum.

Varian suatu sampel adalah simpangan kuadrat rata-rata dari seluruh

pengamatan yang mungkin dari rata-rata sampel. Varian suatu band citra, vark,

dihitung menggunakan persamaan:

n

)BV(var

n

1i

2kik

k

∑ µ−= = ............................................................. (3.2)

Rata-rata dari citra band tunggal, µk, dihitung menurut pers. 3.1, BVik adalah nilai

kecerahan piksel ke i dalam band k. Jika rata-rata sampel sama dengan rata-rata

populasi maka ukuran varian ini akurat. Namun, karena rata-rata sampel menurut

pers. 3.1 dihitung menurut simpangan kuadrat terkecil maka perhitungan varian

menggunakan pers. 3.2 menjadi berada di bawah estimasi. Karena itu, pembilang

persamaan varian tersebut menjadi n – 1, sehingga menimbulkan estimasi varian

sampel yang lebih besar dan tak-bias, yaitu:

1n

)BV(var

n

1i

2kik

k −

∑ µ−= = ............................................................. (3.3)

Simpangan baku adalah akar kuadrat positip varian. Simpangan baku piksel

pada citra suatu band k, Sk, dihitung sebagai berikut:

kvarS = ............................................................. (3.4)

Simpangan baku kecil menyatakan bahwa pengamatan tersebut berkelompok

dekat di sekitar nilai pusat. Sebaliknya, simpangan baku besar menunjukkan

bahwa nilai-nilai tersebut tersebar melebar di sekitar rata-rata. Luasan total di

bawah kurva distribusi normal sama dengan 1.00 (atau 100%). Bagi distribusi

normal, 68,27 % dari seluruh pengamatan terletak dalam ± 1x simpangan baku

dari rata-rata, 95% terletak dalam ± 2 x simpangan baku dari rata-rata, dan 99%

terletak dalam ± 3 x simpangan baku dari rata-rata. Simpangan baku ini umumnya

Page 43: Inderaja_Lengkap

39

digunakan dalam pengolahan citra digital, misalnya untuk penajaman kontras

linier, klasifikasi paralel-epipedum, dan evaluasi kesalahan. Untuk menafsir varian

dan simpangan baku, janganlah hanya melihat makna dari masing-masing nilai

numerik, namun harus membandingkan satu varian atau simpangan baku dengan

lainnya. Semakin besar varian atau simpangan baku sampel, semakin luas

sebaran nilai pengamatannya.

3.4 Statistik Citra Multivariasi

Riset inderaja sering terkait dengan pengukuran besarnya fluks radian yang

dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek dalam lebih dari satu band. Oleh karena

itu perlu dihitung ukuran statistik multivariasi, misalnya kovarian dan korelasi

antara beberapa band untuk menentukan kesaling-terkaitan antara pengamatan

tersebut. Matriks varian-kovarian dan korelasi digunakan antara lain untuk analisis

komponen utama (Principle Component Analysis/PCA), pemilihan tampakan, dan

klasifikasi. Untuk mengetahui cara perhitungan varian-kovarian dan korelasi antar

band akan diberi contoh sederhana berikut ini, yaitu hanya 5 piksel. (tabel 3.1)

Tabel 3.1 Data sampel nilai kecerahan

Piksel Band 1

(hijau)

Band 2

(merah)

Band 3 (infra-

red dekat)

Band 4 (infra-

red dekat)

(1,1) 130 57 180 205 (1,2) 165 35 215 255 (1,3) 100 25 135 195 (1,4) 135 50 200 220 (1,5) 145 65 205 235

Setiap piksel mempunyai pengukuran 4 spektral. Perhatikan bahwa nilai

kecerahan rendah pada band 2 disebabkan oleh penyerapan sinar merah oleh

klorofil tanaman untuk tujuan fotosintetis. Peningkatan pantulan energi infrared

oleh tanaman hijau menghasilkan nilai kecerahan lebih tinggi dalam band 3 dan 4.

Perhitungan statistik univariasi untuk data di atas tercantum dalam tabel 3.2.

Dalam contoh itu, band 2 menunjukkan varian terkecil (264,80) dan simpangan

baku terkecil (16,27), nilai kecerahan terkecil (25), rentang nilai kecerahan terkecil

(65 – 25 = 40), dan nilai rata-rata terkecil (46,40). Sebaliknya, band 3 memiliki

varian terbesar (1007,5) dan simpangan baku terbesar (31,74), rentang nilai

kecerahan terbesar (215 – 135 = 80). Nilai statistik univariasi ini tidak memberikan

Page 44: Inderaja_Lengkap

40

informasi apakah pengukuran spektral dalam keempat band tersebut bervariasi

bersama (karena adanya keterkaitan antar band) atau sama sekali bebas (saling

tidak terkait).

Tabel 3.2 Statistik Univariasi bagi himpunan data sampel

Band 1 2 3 4

Rata-Rata (µk) 135,00 46,40 187,00 222,00 Simpangan Baku (Sk) 23,71 16,27 31,74 23,87 Varian (vark) 562,50 264,80 1007,50 570,00 Minimum (mink) 100,00 25,00 135,00 195,00 Maksimum (makk) 165,00 65,00 215,00 255,00 Rentang (BVr) 65,00 40,00 80,00 60,00

Jika tidak ada relasi nilai kecerahan piksel tertentu antara band yang satu

dengan band lainnya, maka nilai tersebut dikatakan bebas atau tidak terikat,

artinya peningkatan atau penurunan nilai kecerahan band tersebut tidak

dipengaruhi oleh perubahan nilai kecerahan band lainnya. Namun, karena ukuran

spektral suatu piksel bisa saja tidak bebas, maka diperlukan ukuran interaksi

antara band tersebut. Ukuran ini disebut kovarian, yaitu variasi gabungan dari dua

variabel di sekitar nilai rata-rata bersama keduanya. Untuk menghitung kovarian,

mula-mula dihitung jumlah perkalian terkoreksi (corrected sum of products/SP)

dengan persamaan:

∑ ∑

−==

= =n

1i

n

1i

n

1iilik

ilikkl n

BVBV)BVxBV(SP ............................... (3.5)

Jika kedua bandnya sama, yaitu l = k, maka SP = SS = varian, dan persamaan

tersebut menjadi:

kn

1i

n

1i

n

1iikik

ikikkk SSn

BVBV)BVxBV(SP =∑

∑ ∑

−==

= = .............................. (3.6)

dimana:

BVik = nilai kecerahan piksel ke i dari band k

BVil = nilai kecerahan piksel ke i dari band l

n = banyaknya piksel dalam daerah studi

Page 45: Inderaja_Lengkap

41

Kemudian kovarian dihitung dengan persamaan:

1nSP

cov klkl −

= ............................................................. (3.7)

SP dan SS dapat dihitung bagi seluruh kombinasi dari keempat variabel spektral

yang tercantum dalam tabel 3.1. Tabel 3.3 menampilkan susunan matriks varian-

kovarian 4 x 4. Seluruh elemen yang tidak terletak dalam diagonal mempunyai

satu duplikat, misalnya cov1,2 = cov2,1, sehingga covk,l = covl,k.

Tabel 3.3 Format Matriks Varian-Kovarian

Band 1 Band 2 Band 3 Band 4

Band 1 SS1 cov1,2 cov1,3 cov1,4 Band 2 cov2,1 SS2 cov2,3 cov2,4 Band 3 cov3,1 cov3,2 SS3 cov3,4 Band 4 cov4,1 cov4,2 cov4,3 SS4

Perhitungan varian untuk elemen diagonal matriks dan kovarian untuk elemen

non-diagonal tercantum dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4 Matriks Varian-Kovarian untuk Data Sampel

Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 1 562,50 Band 2 135,00 264,80 Band 3 718,75 275,25 1007,50 Band 4 537,50 64,00 663,75 570,00

Hitungan manual kovarian antara band 1 dan 2 dicantumkan dalam tabel 3.4.

Tabel 3.5 Perhitungan Kovarian antara Band 1 dan Band 2 dari Data Sampel

Band 1 Band 1 x Band 2 Band 2

130 7.410 57 165 5.775 35 100 2.500 25 135 7.750 50 145 9.425 65 675 31.860 232

dimana SP12 = (31.860) - 5405

)232)(675( =

cov12 = 1354

540 =

Page 46: Inderaja_Lengkap

42

Untuk mengestimasi derajat inter-relasi antar variabel yang tidak dipengaruhi

satuan ukuran, digunakan koefisien korelasi r. Korelasi antar dua band data

inderaja, rkl, adalah rasio (perbandingan) kovarian keduanya (covkl) dengan hasil

kali simpangan baku keduanya (sk.sl). Jadi, persamaannya adalah:

lk

klkl ss

covr = ............................................................. (3.7)

Karena koefisien korelasi merupakan perbandingan maka angkanya tidak

mempunyai satuan. Kovarian bisa sama namun tidak akan melebihi hasil kali

simpangan baku variabel-variabelnya. Jadi rentang korelasi berkisar dari –1

sampai +1. Koefisien korelasi +1 menyatakan relasi sempurna dan positip antara

nilai kecerahan pada kedua band tersebut. Artinya, jika nilai kecerahan piksel

salah satu band meningkat, nilai pada band yang lainnya juga meningkat sama.

Sebaliknya, koefisien korelasi – 1 menyatakan bahwa kedua band tersebut

berrelasi kebalikan, artinya jika nilai kecerahan piksel salah satu band meningkat,

nilai pada band yang lainnya akan menurun. Koefisien korelasi bernilai 0 (nol)

menyatakan tidak ada korelasi linier antar kedua band tersebut. Korelasi antar

band biasanya disimpan dalam matriks korelasi. Umumnya hanya nilai di bawah

diagonal yang ditampilkan karena nilai diagonal = 1 dan nilai di atas diagonal

merupakan nilai duplikat.

Tabel 3.6 Matriks Korelasi untuk Data Sampel

Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 1 – Band 2 0,35 – Band 3 0,95 0,53 – Band 4 0,94 0,16 0,87 –

Dari matriks korelasi pada tabel 3.6 di atas, terlihat korelasi yang kuat antara band

1 dan band 3 serta band 1 dan band 4, sebab r ≥ 0,94. Korelasi yang kuat ini

menunjukkan bahwa terdapat banyak informasi yang mubazir (redundan) antar

band tersebut. Artinya, band 1 dan band 3 atau band 1 dan band 4 mempunyai

banyak informasi yang sama, yang bukan saja tidak berguna, namun dapat

membebani proses perhitungan, sehingga band-band tersebut terkadang tidak

digunakan saat analisis. Sebaliknya, korelasi rendah antara band 2 dengan band-

band lainnya menunjukkan bahwa band ini menyediakan informasi unik yang tidak

ditemukan dalam band-band lainnya.

Page 47: Inderaja_Lengkap

43

BAB IV

PEMROSESAN AWAL CITRA

4.1 Pengertian

Permukaan daratan dan air sangat kompleks, sehingga menyulitkan

perekaman secara sempurna oleh peralatan inderaja yang memiliki keterbatasan

dalam resolusi spasial, spektral, temporal, dan radiometrik. Akibatnya, akan

muncul kesalahan selama proses perolehan data yang dapat menurunkan kualitas

data inderaja. Hal itu akan berdampak pada ketelitian analisis citra. Oleh karena

itu, perlu dilakukan pengolahan awal data inderaja sebelum menganalisisnya.

Restorasi citra adalah tindakan yang berkaitan dengan koreksi distorsi,

degradasi, dan derau (noise) yang diperoleh selama perekaman citra. Restorasi

citra bertujuan menghasilkan citra terkoreksi yang mirip dengan karakteristik

energi radian tampakan asli, baik secara geometrik maupun radiometrik. Untuk

mengoreksi data inderaja, harus ditentukan dulu besarnya kesalahan internal dan

eksternal yang dialami. Kesalahan internal ditimbulkan oleh sensor itu sendiri.

Kesalahan itu umumnya sistematik (dapat diprediksi) dan stasioner (tetap), dan

dapat ditentukan dari pengukuran kalibrasi pra-peluncuran atau saat

penerbangan. Kesalahan eksternal timbul karena gangguan wahana dan modulasi

karakteristik atmosfer dan tampakan, yang besarnya selalu berubah-ubah. Besar

kesalahan tak-sistematik ini dapat ditentukan dengan menggunakan titik kontrol

bumi untuk pengukuran sistem sensor. Kesalahan radiometrik dan geometrik

merupakan jenis kesalahan yang paling sering dijumpai dalam citra inderaja.

4.2 Koreksi Radiometrik Data Inderaja

Seharusnya fluks radian hasil rekaman sistem inderaja dalam berbagai band

persis sama dengan fluks radian asli saat energi tersebut meninggalkan obyek

kajian (tutupan lahan jenis tanah, vegetasi, air, atau perkotaan) pada permukaan

bumi. Namun, saat perekaman gelombang elektromagnetik yang berasal dari

permukaan bumi dapat saja terjadi kesalahan radiometrik akibat (a) ketidak-

sempurnaan sistem sensor dan (b) gangguan alam, sehingga hasil perekaman

tidak lagi mirip dengan aslinya. Oleh karena itu, data inderaja tersebut harus diberi

koreksi radiometrik.

Page 48: Inderaja_Lengkap

44

4.2.1 Koreksi Akibat Ketidak-sempurnaan Sistem Sensor

Beberapa kesalahan radiometrik akibat ketidak-sempurnaan sistem sensor,

a. Masalah hilangnya garis (line drop-out)

Kesalahan hilangnya garis terjadi karena salah satu detektor tidak berfungsi

atau mati selama proses penyiaman sehingga piksel dalam salah satu garis

bernilai nol (hitam). Masalah ini sangat serius karena tidak mungkin

memperbaiki data yang tidak pernah diambil. Namun, agar kemampuan

tafsiran secara visual atas data tersebut dapat ditingkatkan, dapat dimasukkan

nilai kecerahan estimasi pada setiap garis rusak tersebut. Untuk menentukan

lokasi garis rusak itu dibuat suatu algoritma ambang sederhana untuk

menandai setiap garis yang mempunyai nilai kecerahan rata-rata bernilai nol

atau mendekati nol. Jika telah teridentifikasi, koreksi diberikan dengan

memasukkan nilai kecerahan rata-rata bulat dari nilai piksel garis tetangga-

tetangga sebelahnya pada garis rusak itu. Citra dengan data hasil interpolasi

tersebut lebih mudah ditafsirkan daripada citra yang mempunyai garis-garis

hitam yang tersebar di seluruh bagiannya.

b. Masalah striping garis dan banding

Kesalahan striping terjadi karena salah satu detektor tidak terkoreksi secara

benar sehingga data hasil rekamannya berbeda dengan detektor lainnya.

Misalnya, pembacaannya menjadi dua kali lebih besar daripada detektor

lainnya pada band yang sama. Data tersebut sah tapi harus dikoreksi agar

memiliki kontras yang sama dengan detektor lainnya untuk setiap penyiaman.

Untuk itu, garis yang salah dapat diidentifikasi dengan menghitung histogram

nilai setiap detektor pada daerah yang homogen, misalnya pada badan air.

Jika rata-rata atau mediannya sangat berbeda dari lainnya, diperkirakan

detektor tersebut belum terkoreksi. Untuk itu, diberi koreksi bias (menambah

atau mengurangi) atau koreksi multiplikasi (perkalian). Beberapa sistem

penyiam, seperti Landsat TM, terkadang menimbulkan jenis derau garis-

penyiaman yang unik, yang merupakan fungsi dari (1) perbedaan relatif hasil

dan/atau offset (ketidak-tepatan posisi detektor) di antara ke 16 detektor dalam

suatu band (menyebabkan striping) dan/atau (2) adanya variasi (ketidak-

samaan gerakan) antara proses penyiaman saat maju dan saat mundur

Page 49: Inderaja_Lengkap

45

(menyebabkan kesalahan yang disebut banding). Koreksi diberikan dengan

metode filtering atau transformasi Fourier.

c. Masalah awal-garis (line-start)

Kesalahan line-start terjadi karena sistem penyiam gagal merekam data pada

awal baris. Atau, dapat juga sebuah detektor tiba-tiba berhenti merekam data

di suatu tempat sepanjang penyiaman sehingga hasilnya mirip hilangnya garis.

Idealnya, jika data tidak terrekam, sistem sensor diprogram untuk mengingat

apa saja yang tidak terrekam lalu menempatkan setiap data yang baik pada

lokasi yang tepat selama penyiaman. Namun, hal itu tidak selalu terjadi.

Misalnya, dapat terjadi piksel pertama (kolom 1) pada garis ke 3 secara tidak

benar ditempatkan pada kolom 50 pada garis ke 3. Jika lokasi pergeseran awal

garis selalu sama, misalnya bergeser 50 kolom, koreksi dapat dilakukan

dengan mudah. Namun, jika pergeseran awal garis terjadi secara acak,

restorasi data sulit dilakukan tanpa interaksi manusia secara ekstensif dalam

koreksi basis garis-per-garis.

4.2.2 Koreksi Akibat Gangguan Alam

Bahkan seandainya sistem inderaja berfungsi secara sempurna,

kesalahan radiometrik masih dapat terjadi pada data inderaja akibat adanya

gangguan alam. Dua sumber utama gangguan alam adalah pengaruh atmosfer

dan topografi, yaitu

a. Pengaruh atmosfer

Terjadinya pelemahan atmosferik karena penghamburan dan penyerapan

gelombang cahaya menyebabkan energi yang terrekam sensor lebih kecil

daripada yang dipancarkan atau dipantulkan permukaan bumi. Koreksi yang

diberikan meliputi koreksi radiometrik absolut dan relatif.

b. Pengaruh topografi

Pengaruh topografi berupa slope dan aspek akan menimbulkan perbedaan

nilai kecerahan piksel pada obyek sama, sehingga menimbulkan distorsi

radiometrik. Empat metode koreksi slope-aspek topografi adalah koreksi

kosinus, dua metode semi empiris (metode Minnaert dan koreksi C), dan

koreksi empirik-statistik.

Pada umumnya, data inderaja yang tersedia secara komersil di pasaran telah

diberikan koreksi radiometrik

Page 50: Inderaja_Lengkap

46

4.3 Koreksi Geometrik Data Inderaja

Umumnya data inderaja juga mengandung kesalahan geometrik sistematis

maupun tak-sistematis. Kesalahan geometrik tersebut dibedakan atas dua

kategori, (a) yang dapat dikoreksi berdasar data lintasan satelit dan efek distorsi

sensor internal dan (b) yang harus dikoreksi menggunakan titik kontrol tanah

dalam jumlah cukup agar didapat ketelitian yang memadai.

Tabel 4.1 Sumber Kesalahan Geometrik dalam Sistem Penyiam Inderaja

Distorsi Sistematis Kemiringan Penyiam: disebabkan oleh gerakan maju wahana selama waktu yang dibutuhkan setiap cermin untuk menyiam. Ground swath (gerak sapuan bumi) tidak tegak lurus terhadap ground track (gerak lintasan bumi) namun sedikit miring, menimbulkan distorsi geometrik penyiaman silang. Kecepatan penyiam-cermin: Kecepatan penyiam cermin biasanya tidak konstan melintasi penyiaman tertentu, menimbulkan distorsi geometrik penyiaman memanjang. Distorsi Panoramik: Luasan tanah yang direkam lebih sebanding dengan tangen sudut penyiam bukan dengan besar sudut itu sendiri. Karena data disampel pada interval teratur, hal ini akan menimbulkan distorsi penyiaman memanjang. Kecepatan Wahana: Jika kecepatan wahana berubah, ground track yang diliput oleh penyiam cermin berurutan akan berubah, menimbulkan distorsi skala lintasan memanjang Rotasi bumi: Bumi berrotasi saat sensor menyiam permukaan bumi. Hal ini menimbulkan pergeseran ground swath yang sedang disiam, menimbulkan distorsi penyiaman memanjang Perspektif: Untuk beberapa aplikasi terkadang diinginkan agar citra menyajikan proyeksi titik di bumi pada bidang singgung terhadap bumi dengan seluruh garis proyeksi tegak lurus bidang. Hal ini menimbulkan distorsi penyiaman memanjang.

Distorsi Non-sistematis Ketinggian: Jika sensor wahana bergeser dari tinggi normalnya atau jika elevasi terain berubah maka akan terjadi perubahan skala Letak: Satu sumbu sistem sensor biasanya dipertahankan agar tetap tegak lurus permukaan bumi dan sumbu lainnya sejajar arah perjalanan pesawat. Jika sensor bergeser dari letaknya ini akan timbul distorsi geometrik

Distorsi sistematik seperti kemiringan penyiam, kecepatan penyiam cermin,

dan panoramik biasanya tidak ditemui dalam data inderaja yang direkam

menggunakan sistem sensor charge-coupled-device (CCD), seperti SPOT HRV.

Data inderaja yang tersedia biasanya telah bebas dari kesalahan sistematis

namun masih mengandung kesalahan tak-sistematis. Akibatnya, piksel tidak

Page 51: Inderaja_Lengkap

47

berada pada posisi planimetris yang tepat. Dua prosedur koreksi geometrik yang

umum digunakan adalah (a) rektifikasi citra ke peta dan (b) registrasi citra ke citra.

4.3.1 Rektifikasi Citra ke Peta

Rektifikasi citra ke peta adalah proses dimana bentuk geometri citra

dicocokkan dengan bentuk geometri peta, sehingga apabila diperlukan ukuran

luas, arah, dan jarak yang akurat dapat diperoleh dari citra yang sudah direktifikasi

tersebut. Namun, rektifikasi ini tidak dapat menghilangkan semua distorsi yang

disebabkan oleh pergeseran relief topografis dalam citra. Proses ini umumnya

memerlukan titik–titik tertentu sebagai titik kontrol bumi (Ground Control Point

disingkat GCP) dengan koordinat dalam meter dalam sistem proyeksi peta UTM

(Universal Transverse Mercator) yang berkorelasi dengan koordinat piksel (baris

dan kolom) titik-titik tersebut dalam citra. Pada proses ini ditentukan relasi

matematis antara koordinat citra dan koordinat peta titik kontrol yang dipilih, agar

citra dapat ditepatkan pada bentuk geometri peta. Koordinat GCP tidak hanya

dapat diperoleh dari peta, namun dapat pula dari pengukuran GPS (Global

Positioning System).

Dua operasi dasar untuk merektifikasi citra inderaja secara geometris ke

sistem koordinat peta adalah interpolasi spasial dan interpolasi intensitas

a. Interpolasi spasial

Interpolasi spasial ialah penentuan relasi geometris antara posisi piksel

dalam sistem koordinat citra (x’, y’) dan sistem koordinat peta (x, y) dalam

persamaan polinomial dan mentransformasi koordinat untuk menempatkan setiap

piksel (x’, y’) ke posisinya yang tepat (x, y) (gambar 4.1). Proses ini disebut juga

Geocoding.

Interpolasi spasial dilakukan untuk mengoreksi kesalahan akibat gerakan

wahana/pesawat, yaitu miring ke kiri/kanan, menukik/mendongak, membelok, dan

perubahan ketinggian. Kesalahan tak-sistematis ini dapat dihilangkan dengan

mengidentifikasi GCP di citra asli maupun di peta referensi untuk kemudian

membuat model matematis atas distorsi geometris tersebut. Agar cocok dengan

data GCP diperlukan persamaan polinomial. Untuk mengoreksi citra distorsi

menengah dalam area relatif kecil dapat digunakan transformasi affine orde

Page 52: Inderaja_Lengkap

48

pertama dengan 6 parameter. Transformasi ini meliputi translasi, rotasi, dilatasi,

dan kemiringan.

Translasi (pergeseran) searah sumbu X dan Y terjadi karena titik pusat

sistem koordinat citra berbeda dengan titik pusat sistem koordinat bumi, sehingga

harga koordinat citra yang semula mengacu pada titik pusat koordinat citra harus

ditranslasikan agar mengacu pada titik pusat koordinat bumi.

Rotasi (perputaran) terjadi karena arah sumbu X citra berbeda dengan arah

sumbu X bumi, sehingga semua harga koordinat yang semula mengacu pada

arah sumbu tersebut harus diputar agar mengacu pada arah sumbu X bumi.

Gambar 4.1 Proses Rektifikasi Geometris Citra ke Peta dengan Interpolasi Spasial dan Intensitas

X a. Citra Masukan Asli b. Citra Keluaran Rektifikasi

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6

Y

X

1 2

3 4

2,4

Y’

15

1 2

3 4

5 6

18

9 6

2,7

∆X

∆Y

O

O’

sumbu X

sumbu X’

sumbu Y’ sumbu Y Sistem koordinat citra dengan sumbu X’ dan Y’ dan pusat di O’

Sistem koordinat bumi dengan sumbu X dan Y dan pusat di O

Terjadi translasi/pergeseran pada arah sumbu x sebesar ∆X dan pada arah sumbu Y sebesar ∆Y

Sistem koord. citra Sistem koord. bumi

Gambar 4.2 Translasi dari sistem koordinat citra ke sistem koordinat bumi

Page 53: Inderaja_Lengkap

49

Jika keenam operasi tersebut digabung dalam sebuah persamaan diperoleh:

ybxbb'x

yaxaa'x

21o

21o

++=++=

Transformasi Affine ...................................... (4.1)

dimana x dan y adalah posisi dalam hasil citra atau peta terkoreksi, sedangkan x’

dan y’ mewakili posisi yang berkaitan pada citra input asli.

b. Interpolasi Intensitas.

Setelah terrektifikasi, posisi piksel berubah. Namun nilai kecerahan dari grid

piksel masukan tidak jatuh tepat pada baris dan kolom piksel baru. Untuk itu

diperlukan mekanisme penentuan nilai kecerahan yang akan diberikan pada piksel

hasil rektifikasi tersebut. Proses ini disebut interpolasi intensitas atau resampling.

Beberapa metode interpolasi kecerahan BV adalah,

5.3 Tetangga Terdekat (Nearest Neighbourhood). Nilai piksel ditentukan dengan

mengambil nilai dari piksel tetangga terdekat Cara ini mudah dan cepat, dan

nilai kecerahan piksel mirip aslinya.

5.4 Interpolasi Bilinear. Nilai piksel ditentukan dengan meratakan nilai empat

piksel sekitarnya dengan memperhitungkan jarak. Cara ini lebih lambat karena

perhitungannya lebih kompleks, namun hasilnya memberi kesan agak halus.

Karena nilai piksel diperoleh dari perhitungan maka tidak mirip dengan aslinya.

5.5 Konvolusi Kubik. Penentuan nilai piksel mirip cara kedua, namun

menggunakan 16 piksel sekitarnya. Waktu pemrosesan paling lama, namun

hasilnya memberi kesan paling halus. Nilai piksel tidak mirip dengan aslinya

4.3.2 Registrasi Citra ke Citra

Registrasi citra ke citra adalah proses translasi dan rotasi dimana dua citra

yang mirip geometrinya dan sama area geografinya diimpitkan agar elemen

pasangan pada area yang sama muncul di lokasi yang sama pada citra hasil

Sumbu X

Sumbu X’

Sumbu Y Sumbu Y’

Gambar 4.3 Rotasi dari sistem koordinat citra ke sistem koordinat bumi

Page 54: Inderaja_Lengkap

50

Piksel pada baris 4, kolom 4, band 1

Matriks Piksel Piksel Pusat

Jendela Piksel 3x3

Piksel Tetangga

registrasi. Jadi citra yang satu menjadi acuan citra lainnya. Koreksi ini digunakan

bila penentuan posisi setiap pikselnya tidak harus dalam koordinat peta.

4.4 Co-occurrence Matrix

Co-occurrence matrix, disebut juga filter spasial, adalah operasi yang

diaplikasikan terhadap data citra raster untuk mempertajam atau menekan detail

spasial demi meningkatkan interpretasi visual. Operasi ini memodifikasi nilai setiap

piksel dalam dataset sesuai dengan nilai piksel tetangganya. Ia bekerja dengan

menghilangkan frekuensi spektral atau spasial tertentu untuk mempertajam

tampakan [ER Mapper, 1997].

Frekuensi spasial adalah besar perubahan nilai data per satuan jarak untuk

setiap bagian citra tertentu. Daerah citra yang perubahannya kecil atau bertransisi

sedikit demi sedikit disebut daerah berfrekuensi rendah, misalnya permukaan

danau. Daerah dengan perubahan besar dan bertransisi cepat disebut daerah

berfrekuensi tinggi, misalnya daerah urban dengan jaringan jalan yang padat.

Co-occurrence matrix dapat dibagi dalam 3 kategori,

a. Low pass yang menonjolkan detail frekuensi rendah untuk memperhalus noise

citra atau mengurangi ketajaman dalam data.

b. High pass yang menonjolkan detail frekuensi tinggi untuk memperjelas atau

mempertajam tampakan linier seperti jalan, patahan, dan batas lahan/air.

c. Edge detection yang menonjolkan batas yang mengelilingi obyek atau

tampakan citra agar mudah dianalisis.

Co-occurrence matrix dilaksanakan dengan melewatkan jendela (window)

persegi panjang dua dimensi yang berisi nilai bobot tertentu terhadap data citra

pada setiap lokasi piksel (gambar 4.4). Piksel di pusat jendela dievaluasi sesuai

dengan piksel tetangga dan nilai bobot yang ditetapkan untuk setiap sel dalam

array, lalu dihitung nilai output baru. Jendela bergeser ke piksel berikutnya dan

melakukan langkah sama.

Gambar 2.5. Jendela Piksel berukuran 3x3 piksel

Page 55: Inderaja_Lengkap

51

4.5 Principal Component Analysis (PCA)

Dimensi atau banyaknya vektor input, misalnya jumlah band citra, dalam

himpunan data yang harus dianalisis terkadang sangat banyak, sedangkan ada

beberapa komponen vektor di dalamnya yang saling berkorelasi sehingga

menimbulkan redundansi data. Akibatnya, pemrosesan data menjadi tidak efisien

karena memerlukan memori sangat besar dan waktu operasi lama yang

sebenarnya tidak perlu. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil optimal, jumlah

vektor input perlu diefisienkan dengan mengeliminasi data yang redundan.

Prosedur yang paling efektif untuk operasi ini adalah dengan analisis

komponen prinsipil (principal component analysis/PCA) atau disebut juga analisis

Karhunen-Loeve. Transformasi data mentah inderaja menggunakan PCA dapat

menghasilkan citra principal component baru yang dapat lebih mudah

diinterpretasikan daripada data asli [Singh and Harrison, 1985 dalam Jensen,

1996]. PCA dapat juga digunakan untuk memadatkan isi informasi dari sejumlah

band citra, misalnya tujuh band citra TM, menjadi hanya dua atau tiga citra

principal component yang sudah ditransformasi, dengan informasi potensial yang

tercakup sebaik data aslinya.

Metode PCA ini pada prinsipnya memiliki tiga pengaruh, yaitu [Demuth and

Beale, 1998]:

a. membuat komponen-komponen vektor input menjadi ortogonal sehingga

menjadi saling tidak berkorelasi,

b. mengatur komponen ortogonal yang dihasilkan, yaitu principal component,

agar yang variasinya paling besar muncul pertama, dan

c. mengeliminasi komponen yang paling sedikit kontribusinya terhadap variasi

dalam himpunan data

Untuk membentuk PCA dilakukan transformasi terhadap himpunan data

multispektral yang berkorelasi agar menghasilkan himpunan data multispektral lain

yang tidak berkorelasi. Transformasi ini dapat dinyatakan dengan memandang

distribusi nilai piksel dua dimensi yang diperoleh dari dua band citra. Rentang atau

varian distribusi titik-titik tersebut dapat menjadi indikasi dari korelasi dan kualitas

informasi yang berkaitan dengan kedua band citra. Jika seluruh titik data diklaster

pada suatu zona yang sangat rapat dalam ruang dua dimensi, maka data tersebut

sangat berkorelasi dan berkemungkinan memberi informasi yang sangat sedikit.

Page 56: Inderaja_Lengkap

52

Untuk itu PCA akan melakukan translasi dan rotasi terhadap sumbu original (X1

dan X2) sehingga nilai kecerahan pada sumbu tersebut diredistribusi ke sumbu

baru PC1 dan PC2 (lihat gambar 2.6). PC1 yang terletak pada sumbu utama elips,

dimana variannya maksimum, disebut principal component pertama, sedangkan

PC2 yang tegak lurus PC1 disebut principal component kedua [Jensen, 1996].

Gambar 2.6 Diagram Relasi Spasial antara dua principal component

Band X1

Band X2

µ

µ

PC1

PC2

ϕ

Nilai Kecerahan

Nila

i Kec

erah

an

Page 57: Inderaja_Lengkap

53

BAB V

EKSTRAKSI INFORMASI DENGAN KLASIFIKASI CITRA

5.1 PENGANTAR

Pada umumnya proses pengekstraksian informasi tematik dilakukan dengan

menggunakan klasifikasi multispektral. Metode ini berasumsi bahwa setiap obyek

dapat dibedakan berdasarkan nilai spektral atau kecerahannya. Beberapa

algoritma klasifikasi multispektral antara lain, (1) klasifikasi tegas dengan

pendekatan terawasi atau tak-terawasi, (2) klasifikasi menggunakan logika samar

(fuzzy), dan/atau (3) pendekatan hibrid yang memasukkan informasi pendukung.

Dalam klasifikasi terawasi diperlukan suatu daerah pelatihan (training site),

yaitu daerah dengan jenis tutupan lahan homogen yang telah dikenali, baik

melalui peninjauan lapangan, analisis foto udara, maupun peta, yang kemudian

diidentifikasi dan ditentukan lokasinya pada data citra. Karakteristik spektral

daerah pelatihan digunakan untuk melatih algoritma dalam mengklasifikasi sisa

piksel lainnya.

Setiap piksel dalam daerah pelatihan kelas c dengan nilai kecerahan BVijk

pada baris i, kolom j dan band k, dinyatakan dalam vektor pengukuran Xc

=

ijk

2ij

1ij

c

BV

.....

BV

BV

X (5.1)

Algoritma klasifikasi terawasi dapat dibedakan atas klasifikasi parametrik dan

klasifikasi non-parametrik

5.1.1 Klasifikasi Terawasi Parametrik

Algoritma klasifikasi parametrik berasumsi bahwa vektor data pengamatan

yang diperoleh bagi setiap kelas dalam setiap band spektral selama tahap

pelatihan klasifikasi terawasi adalah bersifat Gaussian, atau terdistribusi normal.

Beberapa algoritma klasifikasi statistik parametrik yang umum digunakan adalah

Paralelepipedum, Jarak Minimum, Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood),

dan Bayesian.

Page 58: Inderaja_Lengkap

54

5.5.1.1 Algoritma Klasifikasi Paralelepipedum

Algoritma paralelepipedum menetapkan aturan pengambilan keputusan

berdasarkan logika Boolean “dan/atau” sederhana. Data pelatihan dalam n buah

band spektral digunakan untuk menentukan klasifikasi. Nilai kecerahan setiap

piksel citra multispektral digunakan untuk menghasilkan vektor rata-rata

berdimensi n, Mc = (µck, µc2, µc3, …., µcn) dengan µck adalah nilai rata-rata data

pelatihan yang diperoleh bagi kelas c dalam band k di luar m kelas yang mungkin.

Sck adalah simpangan baku data pelatihan kelas c dari band k diluar m kelas yang

mungkin. Dengan menggunakan ambang satu simpangan baku, algoritma

paralelepipedum memutuskan BVijk termasuk kelas c jika, dan hanya jika,

ckckijkckck sBVs +µ≤≤−µ (5.2)

dengan

c = 1,2,3,…., m, nomor kelas

k = 1,2,3,…., n, nomor band

Batas keputusan ini membentuk suatu paralelepipedum berdimensi n. Jika nilai

piksel terletak di atas ambang bawah dan di bawah ambang atas untuk seluruh

band yang dievaluasi, piksel tersebut dikelompokkan dalam kelas tersebut. Jika

tidak memenuhi setiap kriteria logika Boolean itu, piksel tersebut dikelompokkan

ke dalam kategori tak-terklasifikasi.

Algoritma paralelepipedum menggunakan perhitungan yang relatif sederhana.

Namun, ada kemungkinan suatu piksel dapat memenuhi kriteria lebih dari satu

kelas. Pada kasus tersebut piksel itu akan ditempatkan pada kelas pertama saat

ia memenuhi seluruh kriteria.

5.5.1.2 Algoritma Klasifikasi Jarak Minimum

Pada algoritma ini, vektor rata-rata setiap kelas dalam setiap band µck juga

dihitung berdasarkan data pelatihan. Untuk menentukan klasifikasi jarak minimum,

dihitung jarak dari piksel yang dievaluasi ke setiap vektor rata-rata. Perhitungan

jarak umumnya menggunakan persamaan jarak Euclidean berdasar teorema

Phytagoras, yaitu

2cmijm

2clijl

2ckijk )BV()BV()BV(D µ−+µ−+µ−= (5.3)

dengan µck, µcl, dan µcm masing-masing adalah vektor rata-rata untuk kelas c yang

diukur dalam band k, l dan m.

Page 59: Inderaja_Lengkap

55

Pengelompokan piksel didasarkan pada jarak terpendek ke vektor rata-rata

suatu kelas. Jadi tidak ada piksel yang tak-terklasifikasi. Pada beberapa algoritma

jarak minimum dapat dimasukkan nilai ambang jarak, yaitu jarak batas agar dapat

dikelompokkan ke dalam suatu kelas. Dengan demikian, walaupun suatu piksel

mempunyai jarak minimum ke suatu kelas namun jika jarak tersebut melampaui

ambang jarak, piksel itu tidak ditempatkan dalam kelas tersebut.

(3) Algoritma Klasifikasi Maximum Likelihood dan Bayesian

Klasifikasi Maximum Likelihood (MLC) memutuskan vektor ukuran X ke dalam

kelas c jika, dan hanya jika,

ic pp ≥ , i = 1, 2, 3 …., m kelas yang mungkin, (5.4)

dan

]MX(V)MX(5,0[)]}V[det(log5,0{p c1

cT

ccec −−−−= − (5.5)

dengan det(Vc) adalah determinan matriks kovarian Vc.

Untuk mengklasifikasi vektor ukuran X suatu piksel ke dalam suatu kelas,

aturan keputusan kemiripan maksimum menghitung nilai pc untuk setiap kelas.

Kemudian piksel tersebut dikelompokkan ke dalam kelas yang memiliki nilai

maksimum. Persamaan (5.5) mengasumsikan setiap kelas mempunyai peluang

sama untuk muncul dalam terain. Sebenarnya dalam aplikasi inderaja terdapat

beberapa kelas yang mempunyai peluang lebih besar daripada kelas lainnya.

Untuk itu pembobotan ac untuk setiap kelas c dapat dimasukkan dalam

persamaan tersebut menjadi aturan keputusan Bayes berikut,

)a(p)a(p iicc ≥ , i = 1, 2, 3 …., m kelas yang mungkin (5.6)

dan

]MX(V)MX(5,0[)]}V[det(log5,0{)a(log)a(p c1

cT

ccececc −−−−= − (5.7)

Klasifikasi MLC dan Bayes memerlukan perhitungan per piksel jauh lebih

banyak daripada dua algoritma di muka, dan umumnya memberi hasil dengan

ketelitian lebih baik, walaupun tidak selalu.

5.1.2 Klasifikasi Terawasi Non-Parametrik Jaringan Syaraf Tiruan

Pada umumnya data yang diperoleh dari pelatihan sering tidak terdistribusi

secara normal, atau tidak bersifat Gaussian, sehingga penerapan klasifikasi

parametrik untuk keadaan seperti itu menjadi tidak akurat. Disamping itu, sifat

statistik kelas pola sering tidak diketahui atau sulit diperkirakan. Dalam penerapan,

Page 60: Inderaja_Lengkap

56

masalah tersebut paling baik jika ditangani dengan metode yang menghasilkan

fungsi keputusan secara langsung melalui pelatihan. Dengan demikian, tidak perlu

mempertimbangkan asumsi berkenaan dengan fungsi densitas peluang atau

informasi peluang lainnya. Salah satu algoritma klasifikasi non-parametrik yang

memenuhi kriteria tersebut adalah Pengklasifikasi Jaringan Syaraf Tiruan.

Algoritma ini tidak akan dibahas lebih mendetail.

5.2 Ketelitian Hasil Klasifikasi

Dalam menentukan ketelitian klasifikasi diperlukan dua sumber informasi untuk

dibandingkan, yaitu (a) peta klasifikasi hasil dari proses inderaja dan (b) informasi

uji referensi (mungkin masih mengandung kesalahan). Relasi antara kedua

himpunan informasi itu dicantumkan dalam suatu matriks kesalahan (tabel 2.4).

Matriks kesalahan adalah deretan angka dalam baris dan kolom yang menyatakan

jumlah satuan sampel (misalnya, piksel, klaster piksel, atau poligon) yang

ditempatkan pada kategori tertentu relatif terhadap kategori aktual sebagaimana

yang diverifikasi di lapangan. Kolom menyatakan data referensi, sedangkan baris

menunjukkan klasifikasi yang dihasilkan dari data inderaja.

Tabel 2.4 Matriks Kesalahan Hasil Klasifikasi

Data Referensi Klasifikasi Kelas A Kelas

B Kelas C I. Kelas

D Total

Kelas A n11 n12 n13 n14 N1

Kelas B n21 n22 n23 n24 N2

Kelas C n31 n32 n33 n34 N3

Kelas D n41 n42 n43 n44 N4

Total M1 M2 M3 M4 K

Matriks kesalahan sangat efektif untuk menyatakan ketelitian sebab ketelitian

setiap kategori dijelaskan dalam kesalahan komisi dan omisi.

Perhitungan masing-masing faktor ketelitian sebagai berikut:

a. Ketelitian keseluruhan dihitung dengan membagi jumlah piksel benar (jumlah

diagonal utama) dengan jumlah total piksel dalam matriks kesalahan.

b. Ketelitian produser dihitung dengan membagi jumlah piksel benar dalam suatu

kategori dengan jumlah total piksel dalam kolom kategori tersebut.

c. Ketelitian pemakai dihitung dengan membagi jumlah piksel benar dalam suatu

kategori dengan jumlah total piksel dalam baris kategori tersebut.

Page 61: Inderaja_Lengkap

57

d. Analisis Kappa (K) merupakan teknik multivariasi diskrit yang digunakan untuk

menentukan ketelitian, dihitung menurut persamaan:

∑=

++

∑=

∑=

++

×−

×−=

r

1iii

2

r

1i

r

1iiiii

)xx(N

)xx(xNK (5.8)

dengan: r = jumlah baris dalam matriks

xii = jumlah pengamatan dalam baris i dan kolom i

xi+ dan x+i = total batas untuk baris i maupun kolom i

N = jumlah total pengamatan.

Ketelitian keseluruhan hanya menghitung diagonal utama dan tidak

memasukkan kesalahan omisi dan komisi. Sebaliknya, Kappa menghitung

elemen non-diagonal sebagai perkalian batas baris dan kolom. Oleh karena itu,

tergantung pada jumlah kesalahan yang masuk dalam matriks, kedua cara

pengukuran ini bisa berbeda. Kappa lebih memperhitungkan seluruh elemen

matriks kesalahan. Agar tidak terjadi bias, piksel uji rujukan harus diambil

secara acak di dalam area kajian. Congalton [dalam Jensen, 1996]

mengusulkan agar mengumpulkan minimum 50 sampel untuk setiap kelas

tutupan lahan. Jika area tersebut luas (lebih dari 1 juta acre) atau klasifikasinya

mempunyai kategori guna lahan yang banyak (lebih dari 12 kelas), jumlah

minimum sampel menjadi 75 atau 100 sampel per kelas.