imunisasi

40
BAB I IMUNISASI 1.1 Definisi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebaln pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik. 1.2 Tujuan imunisasi Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia. 1.3 Respons imun terhadap vaksin 1

Transcript of imunisasi

Page 1: imunisasi

BAB I

IMUNISASI

1.1 Definisi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,

tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan,

yaitu kekebaln pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang

diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah

kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah

pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena

akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh

immunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat

oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan

secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif

karena adanya memori imunologik.

1.2 Tujuan imunisasi

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang,

dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau

bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.

1.3 Respons imun terhadap vaksin

Antibodi protektif yang paling penting adalah 1ntramus yang mengaktifkan

produkproduk protein bakteri toksik larut (yaitu antitoksin) mempermudah fagositosis

dan digesti intraseluler bakteri (yaitu opsonin), berinteraksi dengan komponen-

komponen komplemen serum untuk merusakkan 1ntramus bakteri dengan akibat

bekteriolisis(yaitu lisin). Mencegah profilerasi virus yang infeksius(1ntramus

neutralisasi), atau berinteraksi dengan komponen-komponen permukaan bakteri untuk

mencegah adhesi terhadap permukaan mukosa (yaitu anti-adhesin). Banyak dari

1ntram-unsur structural mikroorganisme dan eksotoksin adalah 1ntramusc.

Kebanyakan antigen memerlukan interaksi sel B (tidak tergantung 1ntram) dan sel T

(tergantung 1ntram) untuk menghasilkan respon imun (1ntram campak) tetapi

beberapa memulai proliferasi sel B dan produksi 1ntramus tanpa pertolongan sel T

(1ntram, polisakarida pneumokokus tipe III).

1

Page 2: imunisasi

Langkah pertama dalam induksi respons 2ntramus tergantung 2ntram adalah

aktivasi sel T penolong dengan penyajian antigen pada fagosit 2ntramuscul atau sel

dendritik, suatu langkah yang dapat dipermudah dengan penggunaan 2ntramus.

Penyajian antigen memicu sekresi kaskade mediator, yang disebut sitokin, yang

dibuat atau bekerja pada elemen 2ntram imun untuk meransang maturasi sel T

penolong yang tidak dibuat-buat dan untuk menkomunikasikan antar leukosit, dengan

menggunakan interleukin untuk mengatur respons imun.

Antibodi yang dibentuk terhadap 2ntram-unsur pokok vaksin dapat merupakan

salah satu kelas immunoglobulin. Fungsi 2ntramus sendirian atau bersama dengan

komponen-komponen 2ntram imun yang lain (2ntram, komplemen, opsonin) dengan

berperan serta secara lansung dalam neutralisasi toksin (2ntram, difteria), dengan

opsonisasi virus(poliovirus), dengan memulai atau bergabung dengan komplemen dan

menaikan fagositosis(pneumokokkus); dengan bereaksi dengan limosit nonsensitisasi

meransang fagositosis atau dengan mensensitisasi makrofag meransang fagositosis.

Respons primer terhadap antigen vaksin memerlukan periode laten beberapa

hari sebelum imunitas humoral dan seluler dapat terdeteksi. Antibodi yang

bersirkulasi tidak muncul selama 7-10 hari. Kelas 2ntramuscular2 berubah seiring

waktu. Antibodi yang pertama muncul biasanya adalah IgM, 2ntramus yang muncul

kemudian biasanya IgG. Bila antigen adalah tergantung 2ntram 2ntramus IgG dan

IgM pada mulanya disekresikan sel B. Antibodi IgM memfiksasi komplemen,

menimbulkan lisis dan kemungkinan fagositosis. Titer IgM turun ketika titer IgG naik

selama minggu ke 2. sesudah ransangan imunogenik.

Perubahan dari sintesis IgM ke sintesis yang didominasi IgG dalam sel B

memerlukan kerjasama sel T. Antibodi IgG dihasilkan pada kadar yang tinggi dan

bergungsi pada neutralisasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen. Titer IgG mencapai

puncak dalam 2-6 minggu. Respon humoral atau seluler yang dipertinggi diperoleh

dengan pemajanan kedua terhadap antigen yang sama. Respons sekunder terjadi

dengan cepat, biasanya 4-5 hari. Respons sekunder tergantung pada memori

imunologis yang diperantarai oleh sel B dan sel T dan ditandai oleh proliferasi yang

mencolok sel penghasil 2ntramus atau sel T efektor. Vaksin polisakharida

membangkitkan respons imun yang tidak tergantung sel T dan tidak ditemukan pada

pemberian ulangan. Ikatan polisakharida dengan protein, mengubahnya menjadi

2

Page 3: imunisasi

antigen tergantung sel T yang menginduksi memori imunologis dan respons sekunder

terhadap revaksinasi.

1.4 Prosedur imunisasi

Prosedur imunisasi dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin,

mempersiapkan anak dan orangtua, tekhnik penyuntikkan yang aman, pencatatan,

pembuangan limbah, sampai pada tekhnik penyimpanan dan penggunaan sisa vaksin

dengan benar. Penjelasan kepada orang tua serta pengasuhnya sebelum dan setelah

imunisasi perlu dipelajari pula. Pengetahuan tentang kualitas vaksin yang masih boleh

diberikan pada bayi/ anak perlu mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi suntikan,

cara mengurangi ketakutan dan rasa nyeri pada anak juga perlu diketahui. Imunisasi

perlu dicatat dengan lengkap, termasuk keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi.

1.5 Penyimpanan

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan

potensinya. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus

didinginkan pada temperature 2-80 C dan tidak membeku. Secara umum ada 2 jenis

vaksin yaitu vaksin hidup (polio oral, BCG, campak, MMR, varisella dan demam

kuning) dan vaksi mati atau inaktif (DPT,Hib, pneimokokus, Typhoid, influenza,

polio inaktif, meningokokus).

Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2 s/d +80C vaksin

hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak

yang belum dilarutkan mati dalam 7 hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik

pada suhu kurang dari 20 C s/d beku. Vaksin polio oral yang belum dibuka lebih

bertahan lama (2tahun) bila disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, namun hanya

bertahan 6 bulan pada suhu +20 C s/d +80 C. vaksin BCG dan campak berbeda,

walaupun disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, umur vaksin tidak lebih lama dari

suhu +20 C s/d +80 C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun. Oleh karena

itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di -250 C s/d

-150 C atau di dalam freezer.

Vaksin inaktif (mati) sebaiknya disimpan dalam suhu +20 C s/d +80 C juga,

pada suhu dibawah +20 C (beku) vaksin mati akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu

-0,50 C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam ½ jam,

tetapi dalam suhu diatas 80 C vaksin Hepatitis B bias bertahan sampai 30 hari, DPT-

3

Page 4: imunisasi

Hepatitis B kombinasi sampai 14 hari. Dibekukan dalam suhu -50 C s/d -100 C vaksin

DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 s/d 2 jam, tetapi bias bertahan sampai 14 hari

dalam suhu diatas 80 C.

1.6 Tekhnik dan ukuran jarum

Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali

pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena

resiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka jarum suntik yang telah

digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.

Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada

perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :

- pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-

bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16

mm.

- untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan

panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang

12 mm.

- untuk suntikan intramuscular pada oaring dewasa yang sangat gemuk (obese)

diapakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.

- untuk suntikan untradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27

dengan panjang 10 mm.

1.7 Arah sudut jarum pada suntikan Intramuscular

Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam otot

vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan

kea rah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf

dam pembuluh vascular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.

1.8 Tempat suntikan yang dianjurkan

Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada

bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region deltoid adalah alternative

untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang dapat berjalan) dan

orang dewasa.

Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah

anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayidan tidak

4

Page 5: imunisasi

pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko kerusakan saraf iskhiadika

(nervus ischiadicus).

Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih

banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal,

sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di daerah gluteal dengan tidak

disengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi local yang lebih berat.

Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila disuntikkan di daerah gluteal kurang

imunogenik; hal ini berlaku untuk semua umur. Sedangkan untuk vaksin BCG, harus

disuntik pada kulit diatas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan

diatas puncak pundak memeberi resiko terjadinya keloid.

1.9 Posisi anak dan lokasi suntikan

Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur di bawahh 12

bulan adalah:

- Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah gluteal.

- Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan

secara adekuat.

- Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila disuntikkan

di daerah gluteal.

- Menghindari resiko reaksi local dan terbentuk pembengkakan ditempat

suntikan yang menahun.

- Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Vastus lateralis, posisi anak dan lokasi suntikan

Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian

anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot

bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum

harus membuat sudut 450-600 terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut,

maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari diatas (kearah

proksiimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.

5

Page 6: imunisasi

Gambar 3. Diagram Lokasi Suntikan Yang Dianjurkan pada otot paha.

Gambar 4. Potongan Lintang Paha : Menunjukkan Bagian Yang Disuntik

Lokasi suntikan pada vastus lateralis

- Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.

- Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut.

- Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik

garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin

ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai

bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis

menyebabkan garis bagian distal lebih jelas)

- Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara

sepertiga bagian atas dan tengah, jarumditusukkan satu jari diatas batas

tersebut.

6

Page 7: imunisasi

Deltoid, posisi anak dan lokasi suntikan

- Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah deltoid

ialah duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya.

- Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi,sementara

lengan lainnya diletakkan di belaknag tubuh orang tua atau pengasuh.

- Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman

dan berhasil.

- Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan

meningkatkan resiko penetrasi saraf.

Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik, membuka lengan atas dari

pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara

akromion dan insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut

450-600 mengarah pada akromion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada resiko

trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.

Perhatian untuk suntikan subkutan

- Arah jarum 450 terhadap kulit.

- Cubit tebal untuk suntikan subkutan

- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.

- Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.

Gambar 5. Lokasi Penyuntikan Subkutan Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

Perhatian untuk penyuntikan intramuscular

- Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.

- Suntik dengan arah jarum 450 – 600 , lakukan dengan cepat.

7

Page 8: imunisasi

- Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jaruum

ditusukkan.

- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk

dalam vena. Apabila terdapat darah buang dan ulangi dengan suntikan baru.

- Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstremitas berbeda.

Gambar 6. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

1.10 Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama

Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boelh

diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya

vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada

lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang

sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, Hib, hepatitis B, dan polio.

Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari yang

sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus hidup yang kedua

tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin yang pertama, sebab respons

terhadap vaksin yang kedua mungkin telah banyak berkurang. Vaksin-vaksin yang

berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda

yangdiberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi

yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda.

8

Page 9: imunisasi

BAB II

IMUNISASI WAJIB (PPI)

Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP dan

campak.

2.1. BCG

Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium

Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak

virulen teatapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan

sensitivitas terhadap tuberculin.

Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai

cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjutkan pemberian imunisasi

BCG pada umur antara 0-12 bulan.

Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1

tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada

insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha) .

Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat

mencegah komplikasinya. Apabila BCG diverikan pada umur lebih dari 3 bulan,

sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji

tuberculin negatif..

Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungan dengan

beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium

atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain)

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-

80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus dipergunakan dalam

waktu 8 jam.

2.1.1 Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG

Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local yang superficial

3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan,

dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu tinggi

maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu dalam maka

parut yang terjadi tertarik ke dalam.

9

Page 10: imunisasi

1. Limfadenitis

Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah

penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila

limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (drainage)

dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian obat anti tuberculosis sistemik

tidak efektif.

2. BCG-itis diseminasi

Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat.

Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis.

Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis.

2.1.2 Kontra indikasi BCG

- Reaksi uji tuberculin >5 mm.

- Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif,

mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum

tulang atau system limfe.

- Menderita gizi buruk.

- Menderita demam tinggi.

- Menderita infeksi kulit yang luas.

- Pernah sakit tuberculosis.

- Kehamilan.

2.1.3 Rekomendasi

- BCG diberikan pada bayi < 2bulan.

- Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB denagn BTA +3 sebaiknya

diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat

diberi BCG.

2.2. Hepatitis B

Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat

vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan

rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.

10

Page 11: imunisasi

Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi

diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan di

region deltoid

2.2.1 Imunisasi aktif

- Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah

lahir.

- Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1

yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal,

interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

- Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi

kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bukan

dari imunisasi kedua.

- Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.

- Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus

diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan

dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata

dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag positif, maka

ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi

berumur 7 hari.

- Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg

0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

- Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x

pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu imunisasi ulang

(booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs

- Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh

imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan

jadwal 3x pemberian (catch up vaccination).

Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang

belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang

seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini

diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua,

11

Page 12: imunisasi

sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16

minggu sesudah dosis pertama.

- Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun,

apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10µg/ml).

2.2.2 Imunisasi pasif

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memeberikan

proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan).

HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg diberikan

bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick

injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama

setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06

ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari sesudah kontak terakhir.

2.2.3 Efek samping

Umumnya berupa reaksi local yang ringan dan bersigat sementara. Kadang-

kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.

2.2.4 Kontra indikasi

Tidak ada kontra ondikasi yang absolute.

2.3. DTwP (whole-cell pertussis) dan DTap (acelluler pertussis)

Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP tidak boleh

diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik

diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4

bulan dan DTP-3 padaumur 6 bulan. Ulangan booster DTP selanjutnya diberikan satu

tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk

sekolah umur 5 tahun.

Pada booster umur 5 tahun harus tetap diberikan vaksin dengan komponen

pertusis (sebaiknya diberikan DTaP untuk mengurangi demam pasca imunisasi)

mengingat kejadian pertusis pada dewasa muda meningkat akibat ambang proteksi

telah sangat rendah sehingga dapat menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.

DT-5 diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DT-6

diberikan pada 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur lebih

dari 10 tahun.

12

Page 13: imunisasi

Dosis DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuscular, baik untuk

imunisasi dasar maupun ulangan.

Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada

usia 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis ke 4 harus

diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke 3. kombinasi toksoid difteria

dan tetanus(DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang

memiliki kontra indikasi terhadap pemberian yang pertusis.

2.3.1 Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP

- Reaksi local kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada

separuh penerima DTP.

- Proporsi Demam ringan dengan reaksi local sama dan diantaranya dapat

mengalami hiperpireksia.

- Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam paska

suntikan (inconsolable crying).

- Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah vaksinasi yang

dihubungkan dengan demam yang terjadi.

- Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau

reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.

2.3.2 Kontra indikasi

Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontra indikasi mutlak

terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell maupun acelular. Yaitu :

- anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.

- Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.

- Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution).

Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian pertama

dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48

jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3

hari sesudah imunisasi DTP

Riwayat kejang dalam keluarga dan kejang yang tidak berhubungan dengan

pemberian vaksin sebelumnya, kejadian ikutan paska imunisasi atau alergi terhadap

vaksin bukanlah suatu indikasi kontra terhadap pemberian vaksin DTaP. Walaupun

13

Page 14: imunisasi

demikian keputusan untuk pemberian vaksin pertusis harus dipertimbangkan secara

individual dengan memperhitungkan keuntungan dan resiko pemberiannya.

2.3.3 Vaksin pertusis a-seluler

Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi komponen spesifik

toksin dari Bordetellapertusis yang dipilih sebagai dasar yang berguna dalam

patogenesis pertusis dan perannya dalam memicu antibody yang berguna untuk

pencegahan terhadap pertusis secara klinis.

2.4. POLIO

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang

disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan

poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini

dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan

melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Gambar 7. Anak dengan Polio

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan

amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi

dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus

terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala

pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.

14

Page 15: imunisasi

Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan

dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang memiliki

sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio

ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu pencegahan

polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh orang

dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami

gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom post-

polio.

Jenis polio: 1. Polio non-paralisis

2. Polio paralisis spinal

3. Polio bulbar

2.4.1 Imunisasi Polio

Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak untuk

mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang seperti

halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah

vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak

untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada 23

Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.

Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat

menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular.

Penularannya bias lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga

lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio

bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua

lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan

dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

Terdapat 2 macam vaksin polio:

- IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah

dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

- OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah

dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

15

Page 16: imunisasi

Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk

monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.Imunisasi dasar polio diberikan 4

kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi

polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat

masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak

2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang

berisi air gula. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon

kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk

meningkatkan kekuatan antibody sampai pada tingkat yang tertinggi. Kepada orang

yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV,

streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya

diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita

AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV

juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker,

kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang

menderita diare.

Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan

imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan

kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama

beberapa hari. Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari,

umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak.

Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan,

tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak.

Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.

2.4.2 Usia Pemberian:

Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia

18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi

dengan vaksin DTP.

2.4.3 Cara Pemberian:

Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut

(Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.

16

Page 17: imunisasi

2.4.4 Efek Samping:

Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare

ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang. Dapat mungkin terjadi berupa

kelumpuhan dan kejang-kejang.

2.4.5 Tingkat Kekebalan:

Dapat mencekal hingga 90%.

2.4.6 Indikasi Kontra:

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam

tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS;

sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak

dengan mekanisme kekebalan terganggu.

2.5. CAMPAK (MORBILLI)

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi

virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis

(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan

karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Gambar 8. Anak dengan Campak

Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi

setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika

seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap

penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani

tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika

terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Vaksin campak merupakan bagian dari

17

Page 18: imunisasi

imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi

dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella),

disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin

diberikan pada umur 9 bulan.

Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis

kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu penderita juga harus disarankan untuk

istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh

meningkat.

2.5.1 Imunisasi Campak

Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun

seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh

antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah

menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang

penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali

seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.

Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai

seumur hidup.

Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah jika

seseorang mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasa usia 6 – 59

bulan dan masa SD (6 – 12 tahun).

Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan imunisasi rutin

terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit campak sampai 48%.Tanpa

imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat

dan kematian karena komplikasinya seperti radang paru (pneumonia); diare, radang

telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi

buruk.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)

penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang

berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul

gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun

merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-

bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-

18

Page 19: imunisasi

dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring

dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit

ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul

di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki.

Dalam waktu 1 minggu, bercakbercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh.

Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa

bagian tubuh saja dan tidak banyak.

Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan

sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut

hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh

dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak

sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang

sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya

bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat

ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak. Jika tak ditangani

dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada

campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,

gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya

berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis).

Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak.

2.5.2 Deskripsi

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis

(0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan

tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin

ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril

yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi

persyaratan WHO untuk vaksin campak.

2.5.3 Indikasi

Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.

2.5.4 Komposisi

Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung : Virus Campak >=

1.000 CCID50, Kanamycin sulfat <= 100 mcg, Erithromycin <= 30 mcg

19

Page 20: imunisasi

2.5.5 Dosis dan Cara Pemberian

Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara

SUBKUTAN, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus

menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat

digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika

vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta terlindung dari sinar

matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan.

Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap

infeksi.Di negara-negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit

campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi

terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di negara-

negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh dilakukan lebih dari usia

tersebut.

Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan

vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan Yellow

Fever.

2.5.6 Usia & Jumlah Pemberian:

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,

pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun

di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai

12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus

diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).

2.5.7 Efek Samping:

Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan

diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang

juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

2.5.8 Kontraindikasi

Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin

campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami

malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa

penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi

20

Page 21: imunisasi

terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan

erithromycin.

Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka

wanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu pengidap virus HIV (Human

Immunodficiency Virus). Vaksin Campak kontraindikasi terhadap individu-individu

yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita

gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized malignancy.

Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala ataupun tanpa gejala harus

diimunisasi vaksin campak sesuai jadwal yang ditentukan.

Bagi anak-anak yang sedang sakit berat seperti diare dan demam tinggi,

menurut Jane, diinstruksikan tidak perlu diimunisasi campak. Para petugas cukup

mencatat namanya. Apabila anak tersebut telah sembuh, petugas akan mendatangi

rumahnya untuk diberi imunisasi.

2.5.9 Kemasan

Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul.

21

Page 22: imunisasi

BAB III

IMUNISASI YANG DIANJURKAN

3. 1. Imunisasi HIB

Sesuai namanya, imunisasi ini bermanfaat untuk mencekal kuman HiB

(Haemophyllus influenzae type B). Kuman ini menyerang selaput otak sehingga

terjadilah radang selaput otak yang disebut meningitis. Meningitis sangat berbahaya

karena dapat merusak otak secara permanen sampai kepada kematian. Selain

mengakibatkan radang selaput otak, kuman ini juga dapat menyebabkan radang paru

dan radang epiglotis.

Terdapat dua jenis vaksin Hib konjungat yang beredar di Indonesia yaitu

vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyriibosyl ribitol

phosphate- konjugasi dengan protein tetanus) dan PRP-OMP (PRP berkonjugasi outer

membrane protein complex).

3.1.1 Jadwal imunisasi

- Vaksin Hib yang berisi PRT-P diberikan umur 2,4, dan 6 bulan.

- Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan, dosis

ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.

- Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib,

DTaP/Hib/IPV)

3.1.2 Dosis

- Satu dosis Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular.

- Tersedia vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTaP/Hib/IPV (vaksin

kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRT-P) dalam kemasan prefilled

syringe 0,5 ml.

3.1.3 Ulangan

- Vaksin Hib baik PRT-P ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan.

- Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan satu kali.

3.2. Imunisasi PCV

Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau Pneumococcal

Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan

penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases), yakni meningitis (radang selaput

otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini

22

Page 23: imunisasi

disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya

lewat udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil, tekanan darah

rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri. Penyakit IPD sangat berbahaya

karena kumannya bisa menyebar lewat darah (invasif) sehingga dapat memperluas

organ yang terinfeksi. Diperlukan imunisasi Pneumokukus untuk mencekal penyakit

ini.

Terdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin

pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe disebut

pneumococus polysaccharide vaccine (PPV23). Vaksin pneumokokus generasi kedua

berisi vaksin polisakarida konjungasi, 7 serotipe disebut pneumococcal conjungate

vaccine (PCV7).

Vaksin PCV7 dikemas dalam prefilled syringe 5 ml dieberikan intramuskular.

- Dosis pertama tidak berikan sebelum umur 6 minggu

- Untuk bayi BBLR (<1500 gram) vaksin diberikan setelah umur kronologik 6-

8 minggu, tanpa memperhatikan umur atau apabila berat badan telah

mencapai.>2000 gram

- Dapat diberikan bersama vaksin lain. Untuk setiap vaksin pada sisi badan yang

berbeda.

3.3. Imunisasi MMR

Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps

(gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama

buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya

rubela pada saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah

agar tak terserang rubella dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil.

Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.

Toksin MMR diberikan pada umur 15 -18 bulan minimal interval 6 bulan

antara imunisasi campak (9 bulan) dan MMR. Dosis satu kali 0,5 ml secara sub kutan.

MMR diberikan minimal satu bulan sebelum atau setelah penyuntikan imunisasi lain.

Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12 -18 bulan dan 6

tahun, imunisasi campak tambahan pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan.

Ulangan imunisasi MMR diberikan pada umur 6 tahun.

23

Page 24: imunisasi

3.4. Imunisasi Influenza

Influenza merupakan penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan virus.

Penyakit ini dapat menular dengan mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara

yang bila terhirup dan masuk ke saluran pernapasan kita langsung tertular.

Sebenarnya, influenza tergolong ringan karena sifatnya yang self-limiting disease

alias bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Penderita hanya perlu beristirahat, banyak

minum air putih, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan konsumsi makanan

bergizi seimbang.

3.4.1 Jadwal

- Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6 sampai 23 bulan, baik anak

sehat maupun dengan risiko (asma, penyakit jantung, penyakit sel sickle, HIV,

dan Diabetes).

- Dosis tergantung umur anak,

1. Umur 6-35 bulan 0,25 ml.

2. Umur ≥3 tahun 0,5 ml

3. Umur ≤8 tahun: untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan

interval minimal 4 -6 minggu, pada tahun beriktunya hanya diberikan satu

dosis

- Vaksin influenza diberikan secara intramuskular pada paha antero lateral atau

deltoid

3.5. Imunisasi Tifoid

Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral

(Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid

alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi.

Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makanan-

minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh,

terutama saluran cerna. Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang

berangsur-angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Basanya di pagi hari

demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya

adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut,

terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada

tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak

24

Page 25: imunisasi

harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum

antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit.

Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah

kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat

berakibat fatal.

3.5.1 Jenis vaksin

1. Vaksin kapsuler Vi polisakarida

- Diberikan pada umur lebih dua tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun.

- Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml pemberian secara intramuskular.

2. Tifoid oral Ty21a

- Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun.

- Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari (hari

1,3,5).

- Imunisasi ulangan diberikan setiap 3-5 tahun.

3.6. Imunisasi Hepatitis A

Penyebaran virus hepatitis A (VHA) sangat mudah. Penderita akan

mengeluarkan virus ini saat meludah, bersin, atau batuk. Bila virus ini menempel di

makanan, minuman, atau peralatan makan, kemudian dimakan atau digunakan oleh

anak lain maka dia akan tertular. Namun, untuk memastikan apakah anak mengidap

VHA atau tidak, harus dilakukan tes darah.

Vaksin Hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin kombinasi

HepB atau HepA diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi

di indikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan terutama catch-up immunization

yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi Hep

B sebelumnya atau imunisasi Hep B yang tidak lengkap.

Kemasan liquid satu dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml. Dosis pediatrik 720

ELISA units diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan, intramuskular di daerah

deltoid. Kombinasi HepB/HepA (berisi Hep B 10µg dan Hep A 720 ELISA units)

dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml intramuskular. Dosis HDosis Hep A untuk

dewasa (≥19 tahun) 1440 ELISA units dosis 1 ml, 2 dosis, interval 6-12 bulan.

25

Page 26: imunisasi

3.7. Imunisasi Varisela

Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang

disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang

ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir.

Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang keluar

saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan

adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan

cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka tidak menular

lagi.

Imunisasi varisela diberikan pada anak umur lebih dari 5 tahun. Untuk anak

yang mengalami kontak dengan pasien varisela, imunisasi dapat mencegah apabila

diberikan dalam kurun 72 jam setelah kontak. Dosis 0,5 ml subkutan satu kali. Untuk

umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.

26