IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …repository.ummat.ac.id/1955/1/01 COVER-BAB III.pdf ·...
Transcript of IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …repository.ummat.ac.id/1955/1/01 COVER-BAB III.pdf ·...
1
IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
PERIKLANAN TERHADAP KONSUMEN
Oleh:
VINA PUTRI YUSLIANAWATI
NIM: 617110169
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Mataram
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
MATARAM
2021
2
ii
3
iii
4
iv
5
v
6
vi
7
vii
8
viii
9
ix
10
ABSTRAK
IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
PERIKLANAN TERGADAP KONSUMEN
Era globalisasi hanya pelaku usaha yang mampu menghasilkan barang dan atau jasa
yang mempunyai daya saing tinggi dan memenangkan persaingan baik di dalam
maupun luar negeri. Disisi lain perdagangan bebas cendurung mengakibatkan
barang dan atau jasa yang beredar belum tentu menjamin keamanan, keselamatan
dan kesehatan konsumen.Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui
bagaimana tanggung jawab dari pelaku usaha terkait dengan iklan dalam
mempromosikan produknya sesuai dengan prosedur yang telah diterima oleh
pelaku usaha sebelum melakukan periklanan tersebut. Metode penelitian ini
digunakan adalah penelitian Normatif-Empiris. Terhadap kasus susu kental manis
dimana pelaku usaha melakukan periklanan yang menyesatkan dan berbahaya bagi
konsumen. Pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab untuk
memberikan ganti rugi atas apa yang telah di iklankan, bentuk tanggung jawab yang
harus di penuhi oleh pelaku usaha seperti, memberikan perawatan kesehatan kepada
konsumen yang telah mengalami kerugian misalnya, diare, batuk, kerusakan gigi,
ketentuan dalam “Pasal 62” UUPK, tentang tindak pidana dalam iklan
menyesatkan. Pelaku usaha memberikan tanggung jawab lain seperti memberikan
santunan dan sosialisasi kesehatan kepada konsumen yang merasa
dirugikan.Penerapan sanksi hukum terhadap pelaku usaha yang mengiklankan iklan
sesat, berdasarkan pada “Pasal 62 (1)” UUPK, pelaku usaha menerima sanksi
pidana. Ada juga aturan Peraturan Pemerintah Bab V Pasal 61 Nomor 69 Tahun
1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menerapkan sanski administratif.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha, Tanggung Jawab, Iklan.
x
11
xi
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ........................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... v
SURAT PERNYATAAN PERSETUUAN PBLIKASI .................................. vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRAC .......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanggung Jawab Pelaku Usaha ........................................ 7
2.2 Pengertian Pelaku Usaha .................................................................... 8
2.3 Pengertian Konsumen ......................................................................... 14
xii
13
2.4 Pengertian Iklan ................................................................................. 19
2.5 Badan Perlindungan Konsumen ......................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN
1.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 27
1.2 Pendekatan Penelitian ......................................................................... 27
1.3 Bahan Hukum / Data .......................................................................... 27
1.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum / Data .................................... 28
1.5 Pengelola Dan Analisis Bahan Hukum / Data .................................... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Bagaimana Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Periklanan
Terhadap Konsumen? ............................................................................... 29
4.2 Bagaimana Penerapan Sanksi Hukum Trhadap Iklan Yang
Menyesatkan Konsumen? .......................................................................... 33
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 52
5.2 Saran ................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan jaman yang makin pesat mengakibatkan munculnya
berbagai macam produk yang semakin kompetitif di mata konsumen, selain
dengan terus meningkatkan kualitas produknya, pelaku usaha haruslah
memiliki sistem pemasaran yang baik. Salah satunya dengan melalui iklan.
Agar produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha memiliki nilai jual yang
tinggi terkadang pelaku usaha menghalalkan segala cara. Salah satunya
adalah melalui iklan yang memuat janji muluk-muluk mengenai kegunaan
dan manfaat produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Namun pada
kenyataannya produk tersebut memiliki kegunaan dan manfaat yang tidak
sesuai dengan janji yang ditawarkan.Sehingga iklan telah membohongi
konsumen.1
Untuk itu konsumen perlu diberikan perlindungan terhadap iklan-
iklan yang menyesatkan. Peraturan yang mengatur perlindungan konsumen
diperlukan karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku
usaha, kelemahan tersebut dikarenakan tidak adanya campur tangan
konsumen pada proses produksi barang atau jasa yang di iklankan. Iklan
yang baik haruslah memuat mengenai informasi yang benar, jujur, apa
1Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung. Citra Aditya Bakti,
2006, Hlm 245
2
adanya, atau sesuai dengan kenyataan sebab mendapatkan informasi yang
benar dan jujur adalah hak konsumen.2
Era globalisasi hanya pelaku usaha yang mampu menghasilkan barang
dan atau jasa yang mempunyai daya saing tinggi dan memenangkan
persaingan baik di dalam maupun luar negeri. Disisi lain perdagangan bebas
cendurung mengakibatkan barang dan atau jasa yang beredar belum tentu
menjamin keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen. 3
Pelaku usaha mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi, sesuai
dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.Dalam Pasal 6 Ayat (5), (6), (7), yang berbunyi :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan;
b. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskrimatif;
c. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang di produksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa
yang berlaku.
Dalam kasus susu kenal manis (SKM) yang berbahaya bagi anak
dibawah umur, dijelaskan oleh Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan
Cendikia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, mengatakan kandungan susu
pada susu kental manis (SKM) hanya satu persen, sisanya justru memiliki
kandungan gula dan karamel, karena itu berbahaya bagi anak di bawahumur
12 tahun. Peneliti menjelaskan, dari satu abad belakangan tepatnya sejak
tahun 1920, masyarakat sudah direcoki susu kental manis yang dinilai setara
2 Janus Sidabalok, Ibid 3Aulia Muthiah, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Kepada Konsumen Tentang Keamanan Pangan
Dalam Persfektif Hukum Perlindungan Konsumen, 2018, Hlm 1
3
dengan susu dari iklan di televisi. Padahal dalam penelitian, justru susu
kental manis lebih banyak mengandung gula.4
Pemerintah melalui balai pengawas obat dan makanan telah
memberikan empat larangan terhadap iklan susu kental manis. Larangan
tersebut yakni iklan atau produk dilarang menampilkan anak usia di bawah
lima tahun, dilarang menggunakan visualisasi susu kental manis setara susu
lain atau pelengkap zat gizi, dilarang menggunakan visualisasi susu dalam
gelas yang diseduh dan iklan dilarang ditayangkan pada jam acara anak-
anak.Ketua Harian Yayasan mengatakan, susu kenal manis sangat
berbahaya jika dikonsumsi dengan cara diseduh (dicampur air panas),
karena kadar gula sangat banyak dan melebihi batas konsumsi gula harian.
Seharusnya, lanjut dia, susu kental manis digunakan sebagai topping bukan
sebagai minuman.
Arif Hidayat Ketua Harian Yayasan mengatakan, meskipun
dikeluarkan larangan namun pihak susu kental manis justru mengiklankan
produk mereka langsung ke masyarakat. Selain menyebabkan gizi buruk,
mengkonsumsi susu pada anak juga dinilai menyebabkan diabetes. Namun
meskipun memiliki bahaya, susu kental manis dapat dijumpai di
supermarket yang justru ditaruh pada rak khusus susu. Susu kental manis
diketahui hanya pelengkap makanan, bukan merupakan susu.
4Nurhandini Eka Dewi, YAICI: Susu Kental Manis Berbahaya Bagi Anak, AntaraNews.com,
Diakses Tanggal 7 Desember 2020, Jam 12.00 WITA
4
Sehingga sangat berbahaya jika masyarakat luas meyakini susu kental
manis adalah susu.5
Sehingga iklan telah membohongi konsumen. Untuk itu konsumen
perlu diberikan perlindungan terhadap iklan-iklan yang menyesatkan.
Peraturan yang mengatur perlindungan konsumen diperlukan karena
lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha, kelemahan
tersebut dikarenakan tidak adanya campur tangan konsumen pada proses
produksi barang atau jasa yang di iklankan. Iklan yang baik haruslah
memuat mengenai informasi yang benar, jujur, apa adanya, atau sesuai
dengan kenyataan sebab mendapatkan informasi yang benar dan jujur
adalah hak konsumen.
Sesuai dengan studi konsentrasi peneliti yakni, Hukum Perdata.
Selanjutnya peneliti menyusun penelitian ini dengan judul Implementasi
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Periklanan Terhadap Konsumen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku usaha periklanan tehadap
konsumen ?
2) Penerapan sanksi hukum terhadap pelaku usaha yang mengiklankan
iklan sesat?
5Ibid
5
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai disini mengenai :
1) Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab pelaku usaha periklanan
tehadap konsumen.
2) Untuk mengetahui penerapan sanksi hukum terhadap iklan yang
menyesatkan konsumen
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
akademis, teoritis dan praktis, sebagai berikut:
a. Manfaat Akademisi
Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S1 Program
Studi Ilmu Hukum pada fakultas Hukum Universitas Muhamadiah
Mataram. Dan hasil yang diharapkan juga mampu dijadikan sebagai
referensi bagi para pihak yang membutuhkan serta berminat untuk
mengembangkanya dalam tahap lebih lanjut.
b. Manfaat Teroitis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau
sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada
umumnya, khususnya hukum perdata.
c. Manfaat Praktis
Yakni, Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi masyarakat, pemerintah, legislatif, praktisi hukum dan aparat
6
hukum yang berkaitan dengan pelaku usaha periklanan terhadap
konsumen.
Sesuai dengan studi konsentrasi penulis yakni, Hukum Perdata.
Selanjutnya penulis menyusun penelitian ini dengan judul “Implementasi
Tanggung JawabPelaku Usaha Periklanan Terhadap Konsumen”
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1), (2), (4), yang berbunyi:
a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
b. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan dan atau pemberian santunan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Pemberian ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian leboh lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
Tanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung
jawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung,
memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab
8
dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya. Prinsip tanggung jawab merupakan perihal
yang sangat penting di dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus
pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis
siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggungjawab dapat
dibebankan kepada pihak-pihak terkait.6
B. Pengertian Pelaku Usaha
Dalam definisi pelaku usaha yang dimaksudkan dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1
ayat (3) sama dengan cakupan yang diklaim oleh negara-negara Eropa
khususnya Belanda, karena pelaku usaha dapat berupa badan hukum atau
orang-perorangan. Dalam Pasal 3 Directive product liability directive
(selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman bagi negara Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE) mendefenisikan pelaku usaha produsen.7
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen bagian kedua Pasal 6 yang dimaksud denganhak
dan kewajiban pelaku usaha adalah:
6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Grasindo, 2000), Hlm 59 7Usman Munir, Baiq Rara Charina Sizi, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan pertama,
Yogyakarta, 2020, Hlm 45
9
1. Hak Pelaku Usaha
a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang
diperdagangkan;
b) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan;
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya;
2. Kewajiban Pelaku Usaha
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b) Beritikan baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau
jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang di sepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
e) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
danjaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan;
f) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskrimatif;
g) Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau di
perdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa
yang berlaku;
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen larangan bagi pelaku usaha dalam
memperdagangkan suatu barang danatau jasa yaitu:
10
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang
danatau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau
keterangan barang danatau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolaan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang danatau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan atau jasa
tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, beratisi, bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus dipasangdibuat;8
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran
dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan
konsmen adalah:
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan
suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan
harga,harga khusus,standar mutu tertentu,gaya atau mode
tertentu,karakteristik tertentu,sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru;
8 Usman Munir, Baiq Rara Charina Sizi, Ibid, Hlm 53-54
11
c. Barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki
sponsor,persetujuan,perlengkapan tertentu,keuntungan
tertentu,ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor,persetujuan atau afiliasi;
e. Barang danataujasa tersebut tersedia
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau
jasa;
j. Menggunakan kata-kata berlebihan,seperti aman,tidak
berbahaya,tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti;
2. Barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang
melanjutkan penawaran,promosi,dan periklanan barang danatau jasa
tersebut.9
Menurut BAB VI tentang tanggung jawab pelaku usaha Pasal 19
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
adalah:
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan,pencemaran,danatau keruigian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaima dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis
atau setaranilainya,atau perawatan kesehatan danatau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi.
9Ibid, Hlm, 56-57
12
4. Pemberian ganti rugi sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dan tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen. Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, Masalah periklanan diatur secara umum pada pasal 8 sampai
pasal 16 dan secara khusus pada pasal 17 UUPK, yang mengatur perbuatan-
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha periklanan
dilarang memproduksi iklan yang:
a) Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan,
dan harga barang danatau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan
barang dan atau jasa;
b) Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang danatau jasa;
c) Memuat informasi yang keliru,salah atau tidak tepat mengenai barang
danatau jasa;
d) Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang danatau
jasa;
e) Mengeksploitasi kejadian danatau seseorang tanpa seijin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f) Melanggar etika dan atau ketentuan peraturan-peraturan perundang-
undangan mengenai periklanan;
Sanksi bagi pelaku usaha yang dijatuhkan hukuman pidana oleh
hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang
hukum pidana. Sedangkan dalam hukum perdata, bentuk sanski hukumnya
suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan
hukum baru. Sedangkan untuk sanksi administrasi atau administratif, adalah
sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaraan administrasi atau ketentuan
13
undang-undang yang bersifat administratif berubah denda, pembekuan,
hingga pencabutan sertifikat danatau ijin, pengehentian sementara
pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi.10
Jika pelaku usaha melanggar ketentuan-ketentuan tersebut, ada
ancaman pidana yang dapat dikenakan yakni dipidana dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 Ayat (1) dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Pada
dasarnya, yang dipidana jika terbukti melanggar ketentuan-ketentuan
tersebut diatas adalah pelaku usaha memang di mungkinkan dalam praktik,
pelaku usaha menggunakan jasa orang lain untuk menyebarkan brosur. Jika
pelaku usaha kemudian menggunakan jasa orang lain untuk menyebarkan
brosur tersebut, tetapi pelaku usaha lah yang harus bertanggung jawab
sebagai pihak yang memperdagangkan barang danatau jasa dan
mengiklankan nya secara tidak benar.
Jadi, Jika seorang pelaku usaha mengiklankan produknya (barang atau
jasa) secara tidak benar yang kemudian menimbulkan kerugian bagi
konsumen karna barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan yang diiklankan,
perbuatan tersebut termaksud tindakan pidana dan dapat dipidana
berdasarkan Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
10 Usman Munir, Baiq Rara Charina Sizi, Ibid, Hlm 47
14
Secara umum, tuntutan ganti rugi kerugian atas kerugian yang dialami
oleh konsumen sebagian akibat penggunaan produk, baik yang berupa
kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa
ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua
kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan
tuntutanganti kerugian yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum.
Kedua dasar tuntutan ganti kerugian ini dibahas secara khusus dibawah ini:
a) Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi
Apabila tuntuan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka
terlebih dahulu tergugat dengan penggugat (produsen dengan konsumen)
terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga (bukan sebagai
pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti
kerugian dengan alasan wanprestasi.11
b) Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum
Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan
yang lahir dari perjanjian (karena terjadinya wanprestasi), tuntutan ganti
kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu
didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga
tuntutan ganti kerugian dapat dilakukanoleh setiap pihak yang dirugikan,
11Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari
undang-undang), Mandar Maju, Bandung 1994, hlm 11
15
walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dan
konsumen.12
C. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen merupakan suatu yang harus dilakukan
karena berkaitan dengan upaya mensejahterakan masyarakat dalam kaitan
dengan semakin berkembang nya transaksi perdagangan pada zaman modern
saat ini. Dengan berbagai transaksi online akan memberikan peluang bagi
pelaku usaha untuk berbuat penyimpangan,untuk itumemberikan perhatian
terhadap konsumen sudah menjadi kewajiban pemerintah.13
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap
orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri mauapun bersama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
pelaku usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen(UUPK) diatas lebih luas bila dibandingkan dengan 2 (dua)
rancangan undang-undang perlindungan konsumenn lainnya, yaitu dalam
12J.M, van Dunne dan van der Burght, Perbuatan Melawan Hukum, terjemahan KPH Hapsoro
Jayaningprang, Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia-Proyek Hukum
Perdata, Ujung Pandang, 1988, hlm 63-64 13Az.Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Jakarta, 2007, Hlm 21
16
rancangan undang-undang perlindungan konsumen yang diajukan oleh
yayasan lembaga konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa:14
“Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
bagai kepentingan diri sendiri atau keluarga nya atau orang lain yang tidak
untuk diperdagangkan kembali.”
Sedangkan yang kedua dalam naskah final rancangan akademik
undang-undang tentang perlindungan konsumen (selanjutnya disebut
rancangan akademik) yang disusunoleh fakultas hukum universitas Indonesia
bekerja sama dengan badan penelitian dan pengembangan perdagangan
Departemen Perdagangan Republik Indonesia menentukan bahwa,
konsumen.15
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
perlindungan konsumen Bagian Pertama Bab III Pasal 4 yang dimaksud
dengan hak konsumen adalah:
1. Hak atas kekayaan,keamanan,dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang danatau jasa;
2. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang
danjasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar,jelas,dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa
uang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan,dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
14Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,RajaGrafindo Persada,
2005, Hlm 5 15Ibid, Hlm 6
17
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi danatau
penggantian,apabila barang danatau jasa yang di terima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya;16
Sedangkan Menurut Bab III Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen tentang Kewajiban Konsumen
adalah:
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b) Beritikan baik dalam melakukan transaksipembelian barang dan atau
jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang di sepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
Tujuan perlindungan konsumen adalah untuk memberikan kepastian
dan keseimbangan hukum antara produsen dan konsumen menjadikan
terwujud nya suatu perekonomian yang sehat dan dinamis sehingga tecipta
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan tujuan perlindungan konsumen berdasarkan pasal 3
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, antara lain yaitu:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarinya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
16H. Syahruddin Nawi, Hak dan Kewajiban Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan Konsumen, 2018, Hlm 3
18
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa uang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen;
Asas-asas perlindungan konsumen dalam penegakan hukum
perlindungan harus diberlakukan asas-asas yang mempunyai fungsi sebagai
landasan penegakan hukum. Asas perlindungan kosumen diatur dalam Pasal
2 Undang-UndangNomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
asas tersebut antara lain:
a. Asas Kemanfaatan
Semua usaha yang dijalankan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen harus bermanfaat besar, untuk konsumen dan
pelaku usaha secara menyeluruh. Dengan bahasa lain, tidak hanya salah
satu pihak saja yang memperoleh manfaat sedangkan pihak lain
memperoleh kerugian.
b. Asas Keadilan
Tidak selamanya sengketa konsumen dikarenakan dari kesalahan
pelaku usaha, tetapi juga disebabkan oleh kesalahan konsumen yang
kadang tidak mengetahui akan kewajibannya. Konsumen dan produsen
atau pelaku usaha dapat berlaku adil melalui peroleh hak dan kewajiban
secara seimbang.
c. Asas Keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan antara hak
dan kewajiban produsen dan konsumen. Ini menghendaki konsumen,
produsen dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari
peraturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan
Asas ini mempunyai tujuan untuk memberikan jaminan hukum
bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang
dikonsumsinya dan sebaliknya, bahwa produk tersebut tidak akan
mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta benda.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas ini memiliki tujuan untuk memberikan kepastian hukum
supaya produsen dan juga konsumen menaati hukum dan menjalankan
yang menjadi hak dan kewajibannya tanpa harus membebankan tanggung
jawab di salah satu pihak dan juga negara menjamin kepastian hukum.17
17H. Syahruddin Nawi, Op. Cit, Hlm 2
19
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan, memerlukan peningkatan
upaya untuk melindungi sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakan.
Namun sebaliknya perlu diperhatikan pula bahwa dalam memberikan
perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mamatikan usaha pelaku
usaha, karena keberadaan pelaku usaha merupakan suatu hal yang juga
esensial dalam perekonomian kepada negara. Oleh karena itu, ketentuan yang
memberikan perlindungan kepada konsumen harus juga diimbangi dengan
ketentuan yang memberikan perlindungan kepada pelaku usaha, sehingga
perlindungan konsumen tidak membalik kedudukan konsumen dari
kedudukan yang lemah menjadi yang lebih kuat, dan sebaliknya produsen
atau pelaku usaha yang menjadi lemah. Disamping itu juga untuk melindungi
diri dari kerugian akibat adanya tuntutan dari konsumen, pelaku usaha juga
dapat mengansuransikan tanggung gugatannya terhadap konsumen.18
D. Pengertian Iklan
Iklan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi dan
sosial masyarakat modern. Dewasa ini, iklan sudah berkembang menjadi
sistem komunikasi yang sangat penting tidak saja bagi produsen barang dan
jasa tetapi juga bagi konsumen. Kemampuan iklan dalam menyampaikan
pesan kepada konsumen menjadikan kedua bidang tersebut memegang
peran sangat penting bagi keberhasilan perusahaan. Berbagai bentuk usaha,
mulai dari usaha eceran hingga perusahaan multinasional, mengandalkan
iklan untuk membantu mereka memasarkan barang dan jasa. Pada sistem
18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit, Hlm 4
20
ekonomi yang berlandasan pada pasar, konsumen semakin mengandalkan
iklan untuk mendapatkan informasi yang akan mereka gunakan untuk
membuat keputusan apakah akan membeli suatu produk ataukah tidak.19
Iklan di identikan sebagai media dan pengenalan bagi produk yang
akan di produksi atau di jual ke masyarakat sebagaimana disebutkan di dalam
ketentuan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa. Tanpa iklan mungkin
konsumen tidak akan pernah mengenal suatu barang maupun jasa sehingga
iklan benar-benar berfungsi sebagai sumber informasi dan pendidikan yang
tentu saja dengan catatan iklan tersebut jujur, sehat dan tidak bohong.20
Peraturan yang mengatur perlindungan konsumen diperlukan karena
lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha, kelemahan
tersebut dikarenakan tidak adanya campur tangan konsumen pada proses
produksi barang atau jasa yang di iklankan. Iklan yang baik haruslah memuat
mengenai informasi yang benar, jujur, apa adanya, atau sesuai dengan
kenyataan sebab mendapatkan informasi yang benar dan jujur adalah hak
konsumen.21
19 Morissan. M. A, Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta, Prenadamedia Group,
2010, Hlm 1 20Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju,
Bandung, 2000, Hlm 36 21Janus Sidabalok, Op. Cit, Hlm 245
21
Pada dasarnya periklanan adalah bagian dari kehidupan industri
modern, dan hanya bisa ditemukan di negara-negara maju atau negara-negara
yang tengah mengalami perkembangan ekonomi yang pesat. Kehidupan
dunia modern kita saat ini sangat tergantung pada iklan. Tanpa iklan para
produsen dan distributor tidak akan dapat menjual barangnya, sedangkan di
sisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai
produk-produk barang dan jasa yang tersedia di pasar. Jika itu terjadi maka
dunia industri dan perekonomian modern pasti akan lumpuh. Jika sebuah
perusahaan ingin mempertahankan tingkatkeuntungannya, maka ia harus
melangsungkan kegiatan-kegiatan periklanan secara memadai dan terus-
menerus. Produksi massal menuntut adanya suatu tingkat konsumsi yang juga
bersifat massal dan prosesnya mau tidak mau harus melibatkan berbagai
kegiatan periklanan melalui media massa yang diarahkan ke pasar-pasar yang
juga bersifat massal.
Periklanan dengan menggunakan media televisi memiliki beberapa
keuntungan atau kelebihan antara lain:22
1. Masyarakat lebih tanggap, karena iklan-iklan di televisi disiarkan di
rumah-rumah dalam suasana yang serba santai atau rekreatif, maka
masyarakat lebih siap untuk memberikan perhatian dibandingkan dengan
iklan poster yang dipasang di pinggir jalan. Perhatian terhadap iklan
televisi akan semakin besar, jika materinya dibuat dengan standar teknis
22Indra Santoso, Fungsi Periklanan Dalam Hubungan Atau transaksi Antara Pelaku Usaha
Dengan Konsumen, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2010, Hlm 5
22
yang tinggi, dan atau menggunakan tokoh-tokoh ternama (artis) sebagai
pemerannya.
2. RepetisiatauPengulangan. Iklan di televisi bisa ditayangkan hingga
beberapa kali dalam sehari yang memungkin masyarakat untuk
menyaksikannya. Pada dewasa ini, pelaku usaha periklanan tidak lagi
menggunakan waktu yang panjang untuk mengiklankan suatu produk
tetapi sebaliknya para pelaku usaha periklanan membuat iklan dengan
sesingkat dan semenarik mungkin, agar ketika ditayangkan berulang-
ulang, para permisa tidak menjadi bosan karena menontonnya berulang-
ulang.
3. Adanya pemilahan area siaran (zoning) dan jaringan kerja (networking)
yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat. Pelaku usaha periklanan
dapat menggunakan satu atau kombinasi banyak stasiun televisi sekaligus
untuk membuat iklannya, bahkan pelaku usaha periklanan bisa saja
membuat jaringan kerja dengan semua stasiun televisi, sehingga iklannya
akan ditayangkan oleh semua stasiun TV secara serentak.
4. Ideal bagi para pedagang eceran. Iklan televisi juga dapat menjangkau
kalangan pedagang eceran sehingga dapat membantu usaha mereka karena
dengan adanya pengiklanan suatu produk di televisi membuat permintaan
konsumen terhadap produk tersebut menjadi meningkat sehingga
dagangan mereka dapat dengan cepat terjual.
5. Terkait erat dengan media lain. Tayangan iklan televisi mungkin dapat
terlupakan dengan begitu cepat, tetapi ada berbagai cara untuk mengatasi
23
nya yaitu dengan memadukan iklan televisi dengan iklan di majalah-
majalah atau surat kabar.
Iklan merupakan salah satu jenis dari media massa. Pengertian Media
massa ini makin luas penggunaannya sehubungan dengan lahirnya percetakan
oleh guttenberg di abad pertengahan dan disusul oleh penemuan radio yang
melintasi lautan atlantik pada 1920, terakhir dengan perkembangan jaringan
radio, televisi, meluasnya sirkulasi surat kabar dan majalah serta internet yang
berhubungan dengan massa. Lantaran adanya masyarakat massa dengan
budaya massa itulah media massa sering mengabaikan keberadaan individu
dalam masyarakat yang dianggap hanya sebagai “atomisasi” yang tidak
mempunyai koneksi sosial di antara anggota massa. Kelompok mengambang
inilah yang tak mempunyai karakter tertentu sehingga mudah dijadikan
sebagai sasaran tembak media massa modern melalui teknik periklanan dan
propaganda.23
Media massa menampilkan kepandaian, bakat dan prestasi-prestasi
tertentu dari individu sehingga memperoleh perhatian dan apresiasi dari
khalayak. Mereka dikenal luas di kalangan masyarakat karena bantuan media.
Para pekerja seni (entertainer) lahir dari peran serta media massa dalam
meliput dan menampilkannya. Demikian pula dengan profesi atau ajang yang
menunjukkan talenta lainnya. Keberadaan media semakin memberikan
dampak yang sangat besar bagi khalayak. Bukan hanya melalui televisi, sosial
media seperti instagram dan youtube saat ini juga menjadi lahan orang-orang
23Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), Hlm 872
24
yang ingin menarik perhatian khalayak. Yang sebelumnya merangkak untuk
terkenal, akan menjadi fenomenal setelah adanya sentuhan media massa.24
Sebenarnya media massa merupakan istilah yang digunakan untuk
mempertegas kehadiran suatu kelas, seksi media yang dirancang sedemikian
rupa agar dapat mencapai audiens yang sangat besar dan luas (yang
dimaksudkan besar dan luas adalah seluruh penduduk dari suatu bangsa /
negara). 25
E. Badan Perlindungan Konsumen
Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM)
mempunyai kedudukan sebagai mitra masyarakat dan pemerintah (bahkan
mitra pelaku usaha), dalam upaya melindungi hak-hak konsumen. Dikatakan
sebagai mitra masyarakat, karena LPKSM memang didirikan secara swadaya
oleh masyarakat (sekalipun ada yang di subsidi juga oleh pemerintah daerah)
dan fungsi mengupayakan penguatan hak-hak konsumen. Untuk menjalankan
fungsi ini, LPKSM bertugas menampung keluhan konsumen, menjembatani
komunikasi antara konsumen, pelaku usaha dan atau pemerintah, melakukan
kajian-kajian kritis, menyelenggarakan advokasi, sampai kepada mengajukan
gugatan ke pengadilan. 26
Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya Pasal 44 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
meliputi kegiatan:
24Qudratullah, Peran Dan Fungsi Komunikasi Massa, fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2016,
hlm 42 25Alo Liliweri, Op. Cit
26Shidarta, Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen, Bandung, 2006, Hlm 73
25
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak
dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang
danatau jasa;
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan hak nya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terdahap
pelaksanaan perlindungan konsumen;
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, yaitu
suatu penelitian yang mengungkapkan suatu masalah, keadaan dan atau
suatu peristiwa dengan memberikan suatu penelitian secara menyeluruh,
luas dan mendalam dari sudut pandang ilmu hukum, yaitu dengan meneliti
asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, sistematik hukum yang kemudian
digunakan untuk mengkaji mengenai “Implementasi Tanggung Jawab
Pelaku Usaha Periklanan Terhadap Konsumen.”
B. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian adalah
pendekatan secara undang-undang dan pendekatan secara konseptual.
C. Bahan Hukum / Data
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu, bahan-bahan yang mengikat terdiri dari norma-norma
atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan yurisprudensi, traktat,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahn 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan.
27
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu, bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, literatur, makalah,
dokumen resmi yang relefan dengan permasalahan yang akan diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu, adalah bahan hukum yang dapat menunjang keterangan
ataupun data yang terdapat dalam bahan-bahan hukum primer
maupun sekunder, seperti kamus hukum, kamus besar bahasa
Indonesia dan kamus bahasa Inggris.
D. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum / Data
a. Wawancara, adalah jalan untuk mendapatkan informasi dengan cara
langsung bertanya kepada responden.
b. Studi pustaka, yang dimana pengumpulan data dengan mengadakan
studi terhadap buku-buku, literatur, jurnal dan laporan yang
berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.
E. Pengelola Dan Analisis Bahan Hukum / Data
Data yang telah dikumpulkan dari penelitian kepustakaan
selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu metode analisis
dengan cara menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Kualitatif
yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokan dan menseleksi
data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenaranya,
karena dihubungkan dengan terori-teori dari studi kepustakaan sehingga
diperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian.