IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000 BANK SAMPAH …repository.fisip-untirta.ac.id/618/1/SKRIPSI LA -...
Transcript of IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000 BANK SAMPAH …repository.fisip-untirta.ac.id/618/1/SKRIPSI LA -...
IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000 BANK
SAMPAH DI KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Luluk Ardyatmoko
6661072720
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG-BANTEN
2014
ABSTRAK
Luluk Ardyatmoko. 6661072720. Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah Di Kota Tangerang. Program Studi Administrasi Negara. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Dosen Pebimbing I: Maulana Yusuf, S.Ip, M.Si., Dosen
Pebimbing II: Titi Stiawati, S. Sos, M.Si.
Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Program Gerakan 1000 Bank
Sampah, Pengelolaan sampah
Upaya dalam penanganaan sampah di perkotaan sampai saat ini masih menjadi
masalah yang belum dapat diselesaikan. Pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat mengakibatkan bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat, hal ini
tentu berdampak pada meningkatnya volume sampah yang dihasilkan seperti yang
terjadi di kota tangerang. Timbunan sampah masih banyak ditemui di jalanan, di
saluran air, di sungai dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana upaya pemerintah kota melalui implementasi program gerakan 1000
bank sampah guna menanggulangi permasalahan sampah di Kota Tangerang.
Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan menurut Goerge C.
Edward III yaitu direct and indirect impact on implementation yang terbagi
menjadi empat faktor yang berpengaruh pada implementasi suatu kebijakan,
antara lain; sumber daya, komunikasi, disposisi, dan struktur birokrasi. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui teknik wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi, serta menggunakan teknik analisis data menurut
Miles dan Huberman. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi dan member
chek. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi program gerakan 1000
bank sampah di Kota Tangerang dari aspek perencanaan dan pengawasannya
sudah berjalan dengan baik. Sebaliknya pada praktek dilapangan dinilai masih
belum optimal karena dipengaruhi beberapa faktor seperti masih kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah, sarana dan prasarana yang
diberikan masih kurang memadai, serta belum adanya insentif yang diberikan.
Ada beberapa saran yaitu meningkatkan sarana dan prasarana, memberikan
insentif kepada pelaksana program, peran pemerintah juga harus ditingkatkan
dalam sosialisasi dan pembinaan program bank sampah, terutama pada tempat
atau daerah yang belum diterapkan program tersebut. Sehingga, masyarakat
menjadi lebih peduli terhadap pengelolaan sampah dan lingkungan yang hijau,
bersih, dan nyaman.
ABSTRACT
Luluk Ardyatmoko. 6661072720. Implementation of 1000 Waste Bank Action
Program in Tangerang City. Program study of public administration. Faculty of
Social and Political Science. 1st Advisor: Maulana Yusuf, S.Ip, M.Si., 2
nd Advisor:
Titi Stiawati, S. Sos, M.Si.
Keywords: Policy Implementation, 1000 Waste Bank Action Program, Waste
Management
Effort in waste management in urban areas is still facing unsolved problem.
Increasing of citizen population causes increasing level of consumption. The
impact of this case is increasing of waste volume that happened in Tangerang
City for example. The midden which are can be found on the road, in the
drainase, along the river, etc. This study aims to determine how the city
government’s effort in implementation of 1000 waste bank action program for
handling waste problem in Tangerang City. This study used policy implemention
theory by Goerge C. Edward III which is direct and indirect impact on
implementation that divided into four factors that influence policy
implementation, such as; resources, comunication, disposition and bureaucratic
structure. This study is used qualitative method. Data obtained via personal
interview techniques, observation, and study documentation, and also using data
analysis techniques by Miles and Huberman. The data validity test using
triangulation and member checks. The result of this study indicates that the
implementation of 1000 waste bank action in Tangerang City is done well from
planning and monitoring aspect. Oderwise, the reality on assessed is still not
optimal, because it is influenced by many factors such the less of citizen
awareness of waste management, facilities still inadequate, and incetive are still
not given yet. There are some suggestions such increasing facilities quantity and
quality, giving incetive for the program implementator, government suppose to
improve their role in socializtion action and mentoring waste bank program,
espacially for areas where are not implemented of this program yet. So, the
citizen be more concerned of waste management and green enviroment, clean and
comfortable.
“Hidup adalah petualangan yang asik, mencari pengetahuan, mengemban
tanggung jawab, cara berbuat baik serta beribadah kepada yang maha kuasa.”
Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, alam, orang tua ku tercinta, adik-adik ku
yang hebat dan kamu.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta
salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, kepada keluarga, sahabat serta tak lupa juga kita yang senantiasa selalu
istiqomah dan ikhlas untuk menjadi umatnya. Serta berkat Rahmat, Karunia dan
Ridho-Nya pula peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial dengan judul “IMPLEMENTASI PROGRAM
GERAKAN 1000 BANK SAMPAH DI KOTA TANGERANG”. Peneliti
menyadari selama proses menyelesaikan skripsi ini tentunya menerima banyak
bantuan, bimbingan dorongan, dan petunjuk nasihat dari berbagai pihak, sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik terutama kedua orangtuaku yang
aku banggakan selalu mendoakan, memotivasi dan memberi dukung secara moril
dan materil agar peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam proses pembuatan skripsi ini saya mendapat bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran, dari semua pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Ibu Mia Dwianna W, M.I.Kom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
6. Ibu Rina Yulianti, S.Ip, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administarsi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
7. Bapak Anis Fuad, S.Sos, M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
8. Bapak Maulana Yusuf, S.Ip, M.Si., Dosen Pembimbing I skripsi. Terimakasih
atas semua kebaikan dalam membimbing dan memberi arahan dalam
penyusunan skripsi ini;
9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing II skripsi. Terimakasih
yang sebesar-besarnya atas kebaikan dan kesabaran dalam membimbing, serta
mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada sikap dan kesalahan yang kurang
berkenan dan memberi motivasi dalam penyusunan skripsi ini;
10. Bapak Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik. Terima
kasih sebesar-besarnya atas masukan dan menjadi teman diskusi dalam
perkuliahan dan skripsi ini;
11. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Terimakasih
atas ilmu pengetahuan selama perkuliahan;
12. Eva, yang selalu memotivasi dan telah bersedia selalu diganggu waktunya
dalam mengerjakan pembuatan skripsi ini;
13. Adik-adik ku yang hebat, Gamgsar Hertono, Tri Pria Septiadi, dan Ratia Wuri
Ramadhan;
14. Dinas Kebersihan dan Pertamanan bidang bina program, Bapak H. Taufik
Syahzaeni, S.T, M.Si., Ibu Leni Nuraeni, Ibu Astrini Zuniarti dan rekan-rekan
dinas lainnya, yang telah membantu dan memberikan informasi terhadap
pembuatan skripsi ini;
15. Teman-teman terbaikku Harry, Bancut, Iman, Rizki, Ferdian, Reza, Novan,
Ferry, Aboy, Gita, Nova dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah membuat cerita dan kenangan manis serta sepenggal
perjalanan kehidupan yang takkan pernah terlupakan;
16. Teman Adm. Negara 2007 dan UNTIRTA yang sukses setelah melakukan
perkuliahan dengan baik;
17. Anak-anak UMC yang telah memberikan kesempatan untuk belajar tentang
organisasi, “Dari Diskusi Bergerak Menuju Perubahan...”
18. Crew Villa Biru, telah melakukan banyak petualangan dan akan terus
melakukan Petualangan;
19. Diky dan Via telah membantu dalam pembuatan skripsi ini dan
memperbolehkan rumahnya dijadikan tempat untuk membuat skripsi;
20. Semua pihak yang telah membantu peneliti untuk membuat skripsi ini, terima
kasih untuk segalanya.
Selain itu, peneliti menyadari pula banyaknya kekurangan dari apa yang
telah dipaparkan dan dibahas dalam skripsi ini. Maka dari itu peneliti dengan
segala keterbukaan, kerendahan hati, dan juga kelapangan dada bersedia
menerima segala masukan baik itu saran maupun kritik yang dapat membangun
peneliti dalam melangkah dan memutuskan, serta membuat karya lebih baik dan
lebih bermanfaat lagi untuk kemudian hari.
Tangerang, Juli 2014
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR ORISINALITAS
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .......................................................................................... 16
1.3 Pembatasan Masalah ......................................................................................... 16
1.4 Perumusan Masalah .......................................................................................... 17
1.5 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 17
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 18
1.7 Sistematika Penelitian ....................................................................................... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
2.1 Deskripsi Teori .................................................................................................. 24
2.1.1 Konsep Kebijakan Publik .......................................................................... 24
2.1.1.1 Pengertian Kebijakan ......................................................................... 24
2.1.1.2 Pengertian Publik ............................................................................... 26
2.1.1.3 Pengertian Kebijakan Publik ............................................................. 28
2.1.2 Implementasi Kebijakan ........................................................................... 30
2.1.3 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik ............................................ 32
2.1.4 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik ........................................ 34
2.1.5 Faktor Penentu Pelaksanaan Kebijakan ................................................... 44
2.1.6 Pengertian Sampah .................................................................................. 45
2.1.6.1 Karakteristik Sampah ........................................................................ 47
2.1.6.2 Sumber-Sumber Sampah ................................................................... 49
2.1.6.3 Pengelolaan Sampah Padat ................................................................ 50
2.1.7 Pengertian Kota ........................................................................................ 57
2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 58
2.3 Kerangka Berpikir Dan Asumsi Dasar ............................................................. 60
2.3.1 Kerangka berpikir ..................................................................................... 60
2.3.2 Asumsi Dasar ........................................................................................... 66
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian ........................................................................................ 67
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 69
3.3 Instrumen Penelitian .......................................................................................... 70
3.4 Informan Penelitian ........................................................................................... 70
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ........................................................... 72
3.6 Member Chek ………………………………………………………………….. 80
3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian ............................................................................ 81
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian …………………………………………………. 83
4.1.1. Deskripsi Kota Tangerang ...………………………………………………... 83
4.1.2. Gambaran Umum Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang …… 87
4.2. Informan Penelitian ……………………………………….………………. 111
4.3. Deskripsi Data dan Analisis Data Penelitian ………………………......….. 112
4.4. Pembahasan ...………………………………………………………...…… 133
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………... 139
5.2. Saran ………………………………………………………………………………..... 140
DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kota Tangerang adalah kota yang terletak di Provinsi Banten, sebelah
barat DKI Jakarta. Kota yang dijuluki sebagai Kota Industri karena memiliki
lebih dari seribu pabrik. Banyak aktifitas industri pabrik atau manufaktur
berjalan di Kota Tangerang. Dalam kurun beberapa waktu perkembangan
dan pembangunan Kota Tangerang terus meningkat karena Kota Tangerang
merupakan gerbang menuju DKI Jakarta dan Penyangga DKI Jakarta.
Kota Tangerang memiliki fungsi sebagai kota penyangga bagi DKI
Jakarta, maka perkembangan pembangunan Kota Tangerang diperkirakan
berkembang pesat dalam pengembangan perumahan horizontal, perumahan
vertikal, perdagangan dan jasa, industri, pergudangan, juga kawasan
pengembangan bandara, hal ini memberikan konsekuensi terhadap
meningkatnya timbulan dan permasalahan di berbagai sektor khususnya
masalah penumpukan sampah.
Pada saat ini Kota Tangerang memiliki jumlah penduduk sebanyak
2.060.000 jiwa, dan dalam sehari produksi sampah masyarakat Kota
Tangerang berjumlah 6.015 meter kubik. Tingginya jumlah penduduk dan
timbulan sampah tersebut merupakan beban berat bagi Pemerintah Kota
Tangerang, karena volume sampah dipastikan akan terus bertambah seiring
2
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini dapat dapat menyebabkan
penumpukan sampah di TPA Rawakucing.
Komitmen Pemerintah Kota Tangerag terkait penanganan sampah
antara lain :
a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah;
b. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,
penanganan dan pemanfaatan sampah;
c. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah
d. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah.
Pengelolaan sampah yang ideal adalah tanggung jawab dari
pemerintah daerah dan masyarakat. Jumlah penduduk terus meningkat,
begitu pula pola konsumsi. Volume sampah pun kian meluap di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Berdasarkan hal tersebut kegiatan penyusunan
pengelolaan persampahan Kota Tangerang merupakan kegiatan yang
penting bagi pengelolaan sampah Kota Tangerang.
Berdasarkan fakta di lapangan tumpukan sampah di saluran drainase
dan sungai akan beresiko mengakibatkan pendangkalan sungai yang
berujung pada banjir dan rusaknya kualitas air sungai yang masih dijadikan
bahan baku air bersih bagi kebanyakan masyarakat, baik untuk keperluan
3
rumah tangga atau sebagai bahan baku pembuatan air mineral. Penyebab
umumnya adalah sampah organik, plastik, kaleng-kaleng atau sampah-
sampah yang sulit terurai. Sampah-sampah tersebut perlu mendapatkan
perhatian lebih dalam proses penanganan yang tepat. Sampah yang tidak
ditangani dengan tepat dapat menumpuk menjadi gunungan sampah di TPA
atau dipinggir jalan atau di saluran air.
Berbicara mengenai timbunan sampah perkotaan di suatu negara,
pastinya tidak terlepas dari tiga faktor utama yang mempengaruhinya, yaitu
tingkat konsumsi, tingkat pendapatan, dan kepadatan penduduk di daerah
perkotaan (World Bank 1999: 5). Tingkat konsumsi masyarakat dianggap
sangat mempengaruhi timbunan sampah pada suatu wilayah atau negara.
Pola hidup konsumtif yang digambarkan dalam tingginya tingkat
konsumsi, mendorong orang tidak hanya memenuhi kebutuhan primer,
namun juga mengejar kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersiernya.
Hal ini, pada akhirnya, menambah jenis dan jumlah sampah yang
dihasilkan oleh individu setiap harinya.
Peningkatan sampah dipicu oleh pertumbuhan penduduk. Hampir
setiap negara dan daerah mengalami problema sampah. Tapi di negara-
negara maju yang masyarakatnya telah sadar lingkungan serta didukung
oleh teknologi modern telah berhasil mengatasi sampah. Termasuk sampah
dari sampah rumah tangga hingga limbah-limbah hasil industri.
4
Saat ini masih banyak masyarakat yang berperilaku buruk tentang
sampah, mereka membuang sampah sembarangan. Perilaku ini tidak
mengenal tingkat pendidikan maupun strata sosial. Di lingkungan
perkantoran, lingkungan perumahan bahkan lingkungan pendidikan masih
banyak dijumpai orang-orang yang membuang sampah sembarangan.
Akibatnya, sampah berserakan dimana-mana. Di selokan, di sungai, di
jalanan, di pasar, di gedung atau dimana saja. Padahal sudah disediakan
tempat untuk membuang sampah, namun masih saja membuang sampah di
sembarang tempat.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan lingkungan dan masyarakat serta dapat menurunkan
citra kota. Tidak optimalnya pengelolaan sampah di suatu daerah atau kota
dicirikan dengan banyaknya tumpukan sampah terbuka di pinggir jalan
maupun di lahan kosong, sungai yang dijadikan tempat pembuangan
sampah, pembakaran sampah yang menimbulkan asap dan gas beracun yang
membahayakan kesehatan, serta operasional penimbunan akhir sampah
secara terbuka (open dumping). Sistem open dumping akan mengakibatkan
pencemaran air tanah akibat lindi (limbah cair), meningkatnya populasi
faktor penyakit, dan timbulnya polusi yang merusak lapisan ozon dan
mengakibatkan perubahan iklim yang berdampak pada sektor pertanian,
perikanan, angkutan laut dan kegiatan ekonomi terkait.
Besarnya jumlah penduduk dan keragaman aktivitas di Kota
Tangerang mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan
5
prasarana sampah perkotaan. Diperkirakan hanya sekitar 74,1% sampah di
Kota Tangerang yang dapat terangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
yang operasi utamanya adalah pengurugan (landfilling). Banyaknya sampah
yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara sistematis,
karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA.
Untuk mengatasi persoalan sampah sebenarnya telah diatur oleh
pemerintah melalui UU Nomor 18 Tahun 2008 dan Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 3 Tahun 2009. Di dalamnya berbunyi bahwa pengelolaan
sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Masyarakat
dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah juga bertanggung jawab
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah melalui
kebijakan tersebut memberi ruang yang cukup banyak bagi Pemerintah
Daerah untuk merencanakan dan mengelola sampah kawasannya. Kendati
kewenangan itu telah didistribusikan, namun tidak serta merta penanganan
sampah menjadi simpel. Kondisi pengelolaan sampah di Kota Tangerang
masih tampak semerawut. Adanya kendala seperti kesulitan TPA (Tempat
Pembuangan Akhir), terbatasnya armada pengangkut, teknologi pengelolaan
sampah yang masih sedikit, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
membuang sampah pada tempatnya hingga minimnya pengetahuan Sumber
Daya Manusia (SDM) soal penanganan sampah.
Masyarakat dan pemerintah kurang memperhatikan sampah yang
berserakan dijalan serta sampah-sampah yang dibuang ke badan air atau
6
sungai. Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan
adalah kumpul, angkut dan buang, dan andalan utama sebuah kota dalam
menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling
pada sebuah TPA. Namun pengelola kota cenderung kurang memberikan
perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus
kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang
dipunyainya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus
memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. Padahal
pemikiran tersebut membuat TPA dapat menjadi bom waktu bagi pengelola
kota.
Sistem pengelolaan sampah saat ini hanya terfokus di bagian hilir,
yakni bagaimana cara mengelola sampah. Sedangkan di bagian hulu yang
merupakan aspek paling penting, yaitu manusia yang menghasilkan sampah
seolah-olah dibiarkan oleh pemerintah tanpa law enforcement (penegakan
hukum) dan sanksi tegas. Kepedulian dan kesadaran masyarakat masih
rendah dalam menjaga kebersihan. Situasi ini yang harus dibenahi terlebih
dahulu agar timbul kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan.
Penanganan sampah itu harus dimulai dari manusianya karena sampah
timbul dari manusia. Kalau manusianya bisa dibina dan dibenahi, maka
persoalan sampah tidak sampai krusial. Pemerintah juga harus tegas
memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar peraturan tentang
kebersihan.
7
Untuk mengatasi persoalan sampah yang ada di hulu atau di rumah
tangga, Pemerintah Kota Tangerang melakukan program gerakan 1000
Bank Sampah di Kota Tangerang. Hal ini dilandasi oleh Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, peraturan menteri
negara lingkungan hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang pedoman
pelaksanaan reduce, reuse dan recycle melalui bank sampah, serta kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 mengenai pengelolaan sampah di
Kota Tangerang.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek
terpenting dalam manajemen pengelolaan sampah terpadu. Mengatasi
masalah sampah harus dimulai dari rumah tangga di lingkup RT/RW,
Kelurahan dan Kecamatan kemudian berlanjut ke skala yang lebih luas yang
dikenal dengan penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampah Kota
Tangerang. Esensi dari program ini adalah peran aktif warga masyarakat
untuk melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah. Seperti yang
diketahui, jenis sampah ada yang organik dan ada yang non organik.
Masyarakat harus memilah dulu sebelum membuang sampah ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Pemilahan bertujuan untuk memudahkan jika
akan diterapkan teknologi lanjutan di TPA.
Sampah organik sebaiknya diolah sendiri oleh masyarakat menjadi
pupuk kompos. Jika hal ini memberatkan maka sebaiknya ada suatu unit
pengelolaan khusus yang menampung sampah organik untuk diubah
8
menjadi kompos atau bahkan menjadi suatu energi lain. Sementara sampah
non organik, seperti sampah plastik, kertas, bungkus kemasan atau logam
disalurkan ke tempat penampungan khusus untuk didaur ulang.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang,
Agus Sudrajat (14 Februari 2014) mengatakan program bank sampah
merupakan program untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA Rawa
Kucing, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang serta mampu mengurangi
angka pengangguran. "kita mencoba mengurangi timbunan (penumpukan)
sampah dari sumbernya dengan membentuk bank sampah di Tingkat
RT/RW, yang dikelola warga setempat, sehingga tidak perlu dibuang ke
TPA," katanya.
Gerakan 1000 Bank Sampah bertujuan untuk mengoptimalkan upaya
pengurangan penanganan sampah di sumbernya. Bank sampah merupakan
strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat memanfaatkan
ekonomi langsung dari sampah. Jadi, mekanisme Bank Sampah merupakan
penerapan konsep reduce, reuse, recycle (3r) sehingga manfaat langsung
yang dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan lingkungan yang
hijau, bersih, nyaman dan sehat.
Selain itu, Bank Sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan
sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai
ekonomi, dengan tujuan sebagai berikut:
9
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah sejak
dari sumber
2. Menjadikan sampah lebih bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis
dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian kembali dan
pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan.
3. Mengatasi masalah timbulan sampah di zona perumahan, terutama
bagi yang belum terlayani oleh dinas kebersihan dan pertamanan
Mekanisme Bank Sampah meliputi proses pemilahan sampah di
rumah tangga, berdasarkan jenis sampah organik, sampah anorganik dan
sampah b3 (bahan berbahaya dan beracun). Setelah di pilah sampah-sampah
tersebut disetorkan ke bank sampah di dekat rumah-rumah warga. Petugas
dan pengurus Bank Sampah akan melakukan penimbangan sampah-sampah
yang telah dibawa warga ke Bank Sampah dan sampai pada pencatatan.
Pencatatan adalah proses mendata sampah-sampah dan menulis berapa hasil
dari penimbangan sampah yang nantinya akan dimasukan kedalam buku
tabungan bank sampah.
10
Tabel 1.1
Daftar harga sampah pada bank sampah
Kode Jenis sampah Harga rata-rata rp/kg
1. Plastik botol 2.040
2. Plastik lembaran 600
3. Plastik keras 1.000
4. Kaleng 650
5. Alumunium 10.000
6. Duplek 500
7. Kardus 925
8. Koran 800
9. Kertas 1.125
10. Besi 2.000
Sumber: DKP Kota Tangerang 2012
Proses mekanisme bank sampah DKP Kota Tangerang juga turut
menyediakan prasarana dan sarana untuk melakukan pemilahan sampah.
Prasarana dan saran yang disiapkan DKP Kota Tangerang berupa kotak
11
pemilahan sampah, buku nasabah, kartu bank sampah, buku kas, alat
timbang, papan petunjuk lokasi bank sampah dan pelatihan mengenai
mekanisme bank sampah.
Berdasarkan pada observasi awal yang peneliti lakukan menemui
beberapa kendala dalam permasalahan bank sampah antara lain.
Permasalahan pertama yang ditemui masih kurangnya kesadaran masyarakat
dalam menangani sampah yang ada di lingkungan. Peneliti masih
menemukan sampah yang berserakan di lingkungan perumahan penduduk.
Ada juga penduduk yang masih buang sampah sembarangan. Di dukung
dengan pendapat Ibu Nanik, seorang mentor bank sampah di wilayah
Sangiang Jaya (28 Maret 2014), masih banyak warga yang belum sadar
lingkungan hijau bersih dan pentingnya menjaga lingkungan dari sampah
yang mereka hasilkan.
Permasalahan kedua ditemukan masih buruknya sarana prasarana
bank sampah dan mekanisme program gerakan 1000 bank sampah dalam
pengelolaan sampah di Kota Tangerang. Dengan di dukung hasil wawancara
dengan Ibu Nanik, seorang mentor Bank Sampah di wilayah Sangiang Jaya
(28 Maret 2014), sering kali Bank Central Sampah Kota Tangerang dalam
mekanisme pengelolaan datangnya telat 3 hari sampai 4 hari ke lokasi Bank
Sampah yang ada di lokasi RT/RW untuk mengambil hasil timbangan
pemilahan sampah warga. Sehingga sampah yang telah di timbang
menumpuk di lokasi. Untuk mengurangi sampah yang menumpuk kami
mendatangi pengepul.
12
Sedangkan menurut Ewi Pratiwi (24 Maret 2014) yang tinggal di
Cipondoh dekat dengan Kecamatan dan Puskesmas Cipondoh, mengatakan
bahwa kotak pemilahan sampah yang ada di puskesmas diletakan tidak
strategis tidak kelihatan oleh masyarakat karena posisinya ada di samping
Puskesmas dan ketutupan sama pohon.
Permasalahan yang ketiga ditemui, masyarakat masih kurang terlibat
dalam partisipasi pengelolaan bank sampah dalam mengatasi permasalahan
sampah. Menurut pendapat, Mentor Sumardjono di daerah Larangan (25
Maret 2014) masyarakat menengah keatas kurang antusias dalam
mendukung program bank sampah karena mereka sudah merasa
berkecukupan ekonominya dan mengandalkan tukang sampah yang
mengambil sampah. Karena sudah merasa iuran bulanan dan ada angkutan
sampah yang datang mengambil perminggu serta ada tukang sampah yang
ambil perharinya.
Penanganan sampah di hulu pada tahun 2012 realisasi bank sampah
baru berjalan sebanyak 120 lokasi bank sampah. Berikut tabel penyebaran
lokasi bank sampah pada tahun 2012.
13
Tabel 1.2
Penyebaran lokasi bank sampah pada tahun 2012
No. Lokasi Bank Sampah Jenis
Lokasi
No. Lokasi Bank Sampah Jenis
Lokasi
1 Kecamatan Karawaci Perkantoran 31 Sangiang Jaya Rw. 03 Perumahan
2 Karawaci Baru Rw. 07 Perumahan 32 Sangiang Jaya Rw. 12 Perumahan
3 Kelurahan Margasari Rw. 02 Perkantoran 33 Cimone Jaya Rw. 01 Perumahan
4 SMAN 8 Tangerang Sekolah 34 Pasar Anyar Pasar
5 Karawaci Baru Rw. 03 Perumahan 35 Pasar Malabar Pasar
6 Karawaci Baru Rw. 05 Perumahan 36 Perumahan Cimone Mas Permai 2 Perumahan
7 Karawaci Baru Rw. 06 Perumahan 37 SDN Kunciran 2 & 5 Sekolah
8 SDN Karawaci Baru 2,4,6 Sekolah 38 SMAN 9 Tangerang Sekolah
9 Bugel Rw. 01 Perumahan 39 Kantor Kecamatan Neglasari Perkantoran
10 Bugel Rw. 03 Perumahan 40 Kantor Kecamatan Mekarsari Perkantoran
11 Bugel Rw. 04 Perumahan 41 Perumahan Puri Kartika Rw. 09 Perumahan
12 Bugel Rw. 08 Perumahan 42 Kelurahan Paninggilan Utara Perkantoran
13 Bugel Rw. 07 Perumahan 43 Kelurahan Sudimara Barat Perkantoran
14 Pabuaran Tumpeng Rw. 01 Perumahan 44 Perumahan Griya Ciledug Rw. 16 Perumahan
15 Pabuaran Tumpeng Rw. 04 Perumahan 45 Cikokol Rw. 01 Perumahan
16 Kelurahan Bugel Perkantoran 46 Cikokol Rw. 02 Perumahan
17 Cimone Jaya Rw. 08 Perumahan 47 Cikokol Rw. 03 Perumahan
18 Nusajaya Rw. 06 Perumahan 48 Cikokol Rw. 04 Perumahan
19 Nusajaya Rw. 07 Perumahan 49 Cikokol Rw. 05 Perumahan
20 SMPN 6 Tangerang Sekolah 50 Cikokol Rw. 06 Perumahan
21 Cibodas Baru Rw. 03 Perumahan 51 Cikokol Rw. 07 Perumahan
22 Cibodas Baru Rw. 08 Perumahan 52 Cikokol Rw. 10 Perumahan
23 Kantor Kecamatan Cibodas Perkantoran 53 Cikokol Rw. 11 Perumahan
24 PKM Baja Perkantoran 54 Cikokol Rw. 13 Perumahan
25 Kecamatan Tangerang Perkantoran 55 Cikokol Rw. 14 Perumahan
26 Kantor Kecamatan Pinang Perkantoran 56 Kantor Kelurahan Cikokol Perkantoran
27 Kantor Kelurahan Kunciran Jaya Perkantoran 57 Komplek Polri Batuceper Rw. 07 Perumahan
28 Kantor Kelurahan Pinang Perkantoran 58 Kelurahan Karangsari Perkantoran
29 Sangiang Jaya Rw. 01 Perumahan 59 Kelurahan Poris Gaga Perkantoran
30 Sangiang Jaya Rw. 02 Perumahan 60 PKM Poris Gaga Perkantoran
14
No. Lokasi Bank Sampah Jenis
Lokasi
No. Lokasi Bank Sampah Jenis
Lokasi
65 Perum P&K Cipondoh Rw. 05 Perumahan 98 Perumahan Keuangan Perumahan
66 PKM Pabuaran Tumpeng Perkantoran 99 SMPN 3 Tangerang Sekolah
67 Kelurahan Pabuaran Tumpeng Perkantoran 100 SMAN 3 Tangerang Sekolah
68 SMAN 4 Tangerang Sekolah 101 Kunciran Indah Rw. 02 Perumahan
69 Perum Taman Permata Perumahan 102 Kunciran Indah Rw. 08 Perumahan
70 Cipondoh Makmur Perumahan 103 Kunciran Indah Rw. 09 Perumahan
71 Perum Poris Indah Perumahan 104 Kunciran Indah Rw. 14 Perumahan
72 Kompleks Garuda Perumahan 105 Perum Taman Asri Cipadu Jaya Perumahan
73 Kecamatan Cipondoh Perkantoran 106 SMPN 16 Tangerang Sekolah
74 Puskesmas Cipondoh Perkantoran 107 SMAN 7 Tangerang Sekolah
75 SDN Cipondoh 1,2,7 Dan 8 Sekolah 108 SMPN 13 Tangerang Sekolah
76 SMAN 10 Tangerang Sekolah 109 Larangan Selatan Rw. 02 Perumahan
77 Kantor Puspem Perkantoran 110 Perumahan Pinang Griya Perumahan
78 PKM Sukasari Perkantoran 111 Perum Buana Permai Perumahan
79 Batu Ceper Rw. 08 Perumahan 112 SDN Paninggilan Sekolah
80 Kecamatan Batu Ceper Perkantoran 113 Kecamatan Larangan Perkantoran
81 Pedurenan Rw. 01 Perumahan 114 Larangan Indah Rw. 10 Perumahan
82 Pedurenan Rw. 02 Perumahan 115 Pkm Ciledug Perkantoran
83 Pedurenan Rw. 03 Perumahan 116 Kantor Kecamatan Ciledug Perkantoran
84 Pedurenan Rw. 04 Perumahan 117 SMAN 5tangerang Sekolah
85 Pedurenan Rw. 05 Perumahan 118 SDN Tangerang 3 & 5 Sekolah
86 Pedurenan Rw. 06 Perumahan 119 Pasar Babakan Pasar
87 Pedurenan Rw. 07 Perumahan 120 Kecamatan Tangerang Perkantoran
88 Pedurenan Rw. 08 Perumahan Sumber: DKP Kota Tangerang
89 Pedurenan Rw. 09 Perumahan
90 Pedurenan Rw. 10 Perumahan
91 Pedurenan Rw. 11 Perumahan
92 Pedurenan Rw. 12 Perumahan
93 Perumahan Pondok Surya Perumahan
94 Kelurahan Karangtengah Perkantoran
95 SDN Karang Tengah 1,2,11 Sekolah
96 Puskesmas Karang Tengah Perkantoran
97 Kecamatan Karang Tengah Perkantoran
15
Berdasarkan sumber dari data DKP pada tahun 2013 Bank Sampah
yang berdiri bertambah 180 bank sampah dengan anggaran Rp.
1.500.000.000,. Tahun 2014 ada 20 bank sampah, dari tahun 2012 sampai
2014 baru terselenggara Bank Sampah sebanyak 320 bank sampah. Masih
jauh dari angka 1000, yang dimana pemerintah kota menargetkan ada 1000
bank sampah ada di Kota Tangerang.
Menurut pendapat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (14
Februari 2014) dari semua bank sampah yang telah berdiri hanya beberapa
yang masih berjalan dengan optimal dikarenakan masih sangat sulit
merubah perilaku masyarakat terhadap kesadaran dan partisipasi dalam
menangani sampah.
Berdasarkan permasalahan pengelolaan sampah dan kendala-kendala
yang telah disebutkan diatas, maka peneliti berkeinginan melakukan
penelitian mengenai implementasi program gerakan 1000 Bank Sampah di
Kota Tangerang dalam hal mengatasi masalah sampah di kota tangerang.
Volume sampah yang meningkat perharinya membuat Pemerintah Kota
Tangerang harus terus memberikan perhatian yang serius. Menggalakkan
sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat yang ada di kota tangerang
tentang pentingnya membangun lingkungan yang hijau, bersih, nyaman dan
sehat. Dalam program gerakan 1000 bank sampah dilaksanakan Pemerintah
Kota (Pemkot) Tangerang tentunya sangat membutuhkan partisipasi aktif
16
serta kesadaran dari masyarakat untuk turut menciptakan kota tangerang
yang hijau, bersih, nyaman dan sehat. Salah satunya adalah meluncurkan
program gerakan 1.000 bank sampah yang tersebar di 13 kecamatan, 104
kelurahan, pasar dan sekolah hingga 2014 mendatang yang dimotori oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang.
Berdasarkan paparan permasalahan diatas peneliti tertarik melakukan
penelitian lebih mendalam dan dituangkan kedalam skripsi yang berjudul :
IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000 BANK SAMPAH DI
KOTA TANGERANG.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menangani sampah yang
ada di lingkungan.
2. Masih buruknya sarana prasarana bank sampah dalam mekanisme
program 1000 bank sampah dalam pengelolaan sampah di Kota
Tangerang.
3. Kurangnya partisipasi masyarakat terkait pengelolaan bank sampah
dalam mengatasi persoalan sampah di Kota Tangerang.
1.3. Pembatasan Masalah
Peneliti menyadari bahwa perlu ada kajian mengenai kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah di
17
Kota Tangerang dan program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang.
Dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitiannya hanya pada
pelaksanaan implementasi gerakan 1000 bank sampah yang ada di Kota
Tangerang dalam menangani masalah sampah Kota Tangerang termasuk
daerah yang melaksanakan program pengelolaan bank sampah dari
tingkatan RT/RW, perkantoran sampai ke sekolah-sekolah.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Program
Gerakan 1000 Bank Sampah Di Kota Tangerang?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya
suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Adapun tujuan penelitian
ini secara umum adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana
implementasi Program Gerakan 1000 Bank Sampah di Kota Tangerang
dalam mewujudkan Kota Tangerang yang bersih, asri, hijau, dan sejahtera,
serta secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan gerakan 1000 bank sampah
yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang.
2. Untuk mengetahui peranan bank sampah dalam mengelola sampah yang
ada di Kota Tangerang.
18
3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang terjadi dalam mekanisme
pelaksanaan gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang konsep pelaksanaan
program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
atau referensi bagi aparat Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang dalam hal pelaksanaan program gerakan 1000 bank sampah
di Kota Tangerang.
3. Secara akademis, penelitian ini sebagai syarat menyelesaikan skripsi
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan proposal penelitian ini tersusun atas sistematika sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, terdiri dari :
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup penelitian dan
kedudukan permasalahan yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara
19
deduktif, dari ruang lingkup yang paling umum hingga mendalam ke
masalah yang lebih spesifik, yang relevan dengan judul skripsi.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam hal ini mendeteksi aspek permasalahan yang
muncul dan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Identifikasi
masalah dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan. Untuk
mengidentifikasi masalah peneliti biasanya melakukan observasi terlebih
dahulu.
1.3 Pembatasan Masalah
Batasan akan lebih mempersempit masalah yang akan diteliti, sehingga
objek penelitian, subjek penelitian, lokus penelitian, hingga periode
penelitian secara jelas termuat.
1.4 Rumusan Masalah
Selanjutnya dibagian rumusan masalah, peneliti mengidentifikasi masalah
secara implisit secara tepat atas aspek yang akan diteliti seperti terpapar
dalam latar belakang masalah dan pembatasan masalah.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian akan mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian terhadap permasalahan yang sudah
dirumuskan sebelumnya.
20
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian akan menjelaskan manfaat teoritis dan manfaat praktis
dari diadakannya penelitian ini.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi per bab secara singkat dan
jelas dalam melakukan penelitian.
BAB II Tinjauan Pustaka dan Asumsi Dasar Penelitian, terdiri dari :
2.1 Tinjauan Pustaka
Landasan teori mengkaji tentang implementasi program gerakan 1000 bank
sampah di Kota Tangerang, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi
yang digunakan untuk merumuskan dasar penelitian. Dengan mengkaji
berbagai teori dan konsep maka peneliti memiliki konnsep penelitian yang
jelas, sehingga dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan,
serta dapat menemukan hubungan antara variabel yang diteliti. Hasil
penting kajian teori lainnya, peneliti mendapatkan kerangka konseptual.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukakn oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah baik
skripsi, tesis, desertasi atau jurnal penelitian.
21
2.3 Kerangka Berpikir
Sub ini menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari
deskipsi teori.
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Asumsi dasar penelitian merupakan jawaban sementara atas permasalahan
yang ada, yang diteliti, dan akan diuji kebenarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, terdiri dari :
3.1 Metode Penelitian
Sub ini menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian
Implementasi Program Gerakan 1000 Bank Sampah di Kota Tangerang.
3.2 Instrumen Penelitian
Sub instrumen penelitian menjelaskan mengenai alat yang dipergunakan
dalam melakukan analisis dalam penelitian Implementasi Program Gerakan
1000 Bank Sampah di Kota Tangerang.
3.3 Teknik Penelitian
Sub bab teknik penelitian menjelaskan tentang jenis alat pengumpul data
yang digunakan dalam penelitian Implementasi Program Gerakan 1000
Bank Sampah di Kota Tangerang.
22
3.4 Informan Penelitian
Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana akan
memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Menjelaskan teknik analisis beserta rasionalisasinya yang sesuai dengan
sifat data yang diteliti.
3.6 Member Chek
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian dilaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN, terdiri dari :
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Penjelasan mengenai objek penelitian yang meliputi alokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel (dalam penelitian
ini menggunakan istilah informan) yang telah ditentukan serta hal lain yang
berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan data penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai dengan
kondisi di lapangan.
23
4.3 Temuan Lapangan
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data kualitalif.
4.4 Pemabahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil
penelitian.
BAB V PENUTUP, terdiri dari :
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan
serta asumsi dasar penelitian.
5.2 Saran
Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang
yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran praktis
biasanya lebih operasional sedangkan pada aspek teoritis lebih mengarah
pada pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi.
LAMPIRAN
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Landasan teori mengkaji tentang implementasi program gerakan 1000
bank sampah di Kota Tangerang, kemudian menyusunnya secara teratur dan
rapi yang digunakan untuk merumuskan dasar penelitian. Dengan mengkaji
berbagai teori dan konsep maka peneliti memiliki konsep penelitian yang
jelas, sehingga dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan,
serta dapat menemukan hubungan antara variabel yang diteliti.Hasil penting
kajian teori lainnya, peneliti mendapatkan kerangka konseptual.
2.1.1. Konsep Kebijakan Publik
2.1.1.1. Pengertian Kebijakan
Makna kebijakan dalam bahasa inggris modern Wicaksono
(2006:53) adalah "a courseof action or plan,a set of political purposes
as opposed to administration" (seperangkat aksi atau rencana yang
mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna administrasi).
Berbeda dengan pandangan Dunn (2003:53) dalam bukunya
Pengantar Analisis Kebijakan Publik, beliau mendefinisikan kata
kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy
(kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar
25
kata dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota)
dan pur (Kota).
Dalam buku Policy Analysis for the Real World yang diterbitkan
tahun 1984 dan telah direvisi pada tahun 1990, Hogwood dan Gunn
menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian
modern (Wicaksono 2006:53), diantaranya:
a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field
of activity)
Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan
ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan ketertiban.
b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang
diharapkan (as expression of general purpose or desired state of
affairs)
Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau
pegembangan demokrasi melalui desentralisasi.
c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)
Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar
atau menggratiskan pendidikan dasar.
d. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government)
Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan
Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.
e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)
Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau
lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programe)
Contonya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah
didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program
peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output)
Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti
sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi
agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome)
Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak
terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output
agricultural dari program reformasi agararia.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)
Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y,
misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industri
manufaktur, maka output industri akan berkembang.
26
j. Sebagai sebuah proses (as a process)
Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues
lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan
keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda.
Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas
publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell sebagai berikut:
"The word policy commonly use to designate the most important
choices made either in organized or in private life... policy is free for
many undesirable connotation clustered about the word political,
which is often beleived to imply partisanship or corruption"
(kata "kebijakan" pada umumnya dipakai untuk menunjukan pilihan
terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atau privat...
"kebijakan" bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis yang
diyakini mengandung makna "keberpihakan" dan "korupsi")
(Wicaksono 2006:57).
Dengan demikian, dari beberapa pengertian kebijakan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian rencana atau konsep
pokok dan asas yang menjadi acuan dalam pelaksanaan suatu aktivitas
dalam rangka pencapaian tujuan yang mengandung unsur politik dicirikan
oleh perilaku yang konsisten dan proses menuju hasil, baik dari yang
membuatnya maupun yang mentaatinya.
2.1.1.2. Pengertian Publik
Dalam istilah sehari-hari di Indonesia, kata publik lebih
dipahami sebagai "negara" atau umum." Hal ini dapat dilihat dalam
menterjemahkan istilah-istilah public goods sebagai barang barang
umum, public transportation sebagai kendaraan umum atau public
administration sebagai administrasi negara.
27
Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula
dengan istilah Koinon atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata
common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya
public seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi
aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi
oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan
bersama.
W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Massey dalam
bukunya Managing Public Sector : A Comparative Analysis of the
United Kingdom and the United State berpendapat bahwa sektor
publik memiliki 10 ciri yang membedakan dengan sektor swasta
(Wicaksono 2006:30), diantaranya adalah:
a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang
lebih ambigu,
b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusannya,
c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang
memiliki motivasi yang sangat beragam,
d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha
mempertahankan peluang dan kapasitas,
e. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas
kegagalan pasar,
f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki
signifikasi simbolik,
g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan
legalitas,
h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam
merspon isu-isu keadilan dan kejujuran,
i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan
j. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan
publikminimal di atas level yang dibutuhkan dalam industri
swasta.
28
Dengan demikian public merupakan sebuah ruang yang berisi
aktivitas manusia yang kompleks dan memiliki motivasi beragam
dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau
aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.
2.1.1.3. Pengertian Kebijakan Publik
Sebelum menjelaskan tentang implementasi kebijakan publik
terlebih dahulu harus dimengerti apa yang dimaksud dengan kebijakan
publik, dan bagaimana langkah-langkah mengimplementasikannya.
Dari bebagai kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy,
yang dipahami oleh Nugroho (2004:3) sebagai
“Suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus
ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap
pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot
pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan
masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan
sanksi”.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami
sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan
suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita
harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang
menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka
formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik harus dilakukan dan
disusun dan disepakati oleh para pejabat yang berwenang dan ketika
kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik;
apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah,
29
termasuk pula peraturan bupati maka kebijakan publik tersebut
berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para pakar kebijakan
mengenai pengertian kebijakan publik, dan kesemuanya tidak ada
yang keliru dan saling melengkapi. Dye mengatakan bahwa Public
policy is whats government do, why they do it, and what different it
make (Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan
pemerintah, mengapa mereka melakukan dan apa perbedaan yang
dihasilkan) (Wicaksono 2006:64). Dalam bukunya yang lain,
Understanding Public Policy beliau menyebutkan bahwa kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
dan tidak dilakukan.
Laswell salah seorang pakar kebijakan yang telah mendirikan
think-tank awal di Amerika yang dikenal dengan nama
American Policy Commission mendefinisikan Public policy is a
projected program of goals, values and practices (kebijakan
publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan
tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek
tertentu) Nugroho(2004:4).
Sedangkan Dunn (2003:44) dalam Pengantar Analisis
Kebijakan Publik Edisi kedua berpendapat bahwa kebijakan
publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-
pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-
keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau
kantor pemerintah.
Di sisi lain, kebijakan publik sangat berkait dengan administasi
Negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan
dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan
30
masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang
dikenal dengan “administrasi negara.” Kebutuhan masyarakat tidak
seluruhnya dapat dipenuhi oleh individu atau kelompoknya melainkan
diperlukan keterlibatan pihak lain yang dibentuk oleh masyarakat itu
sendiri. Pihak lain inilah yang kemudian disebut dengan administrasi
negara.
Dengan demikian Kebijakan publik merupakan Suatu aturan
yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku
mengikat seluruh warganya. Mengkoordinasi tujuan tertentu, nilai-
nilai tertentu berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan.
2.1.2. Implementasi Kebijakan
Kajian implementasi merupakan suatu proses merubah gagasan atau
program mengenai tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan
perubahan tersebut. Implementasi kebijakan juga merupakan suatu proses
dalam kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan dari kebijakan
yang telah dibuat. Dalam praktiknya, implementasi kebijakan merupakan
suatu proses yang begitu kompleks, bahkan tidak jarang bermuatan politis
karena adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Eugene
mengungkapkan kerumitan dalam proses implementasi sebagai berikut:
“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijaksanaan
umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi
merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang
kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para
pemilih yang mendegarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk
31
melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang”
(Agustino 2006:153).
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang
terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan
didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam
bukunya Implementation and Public Policy yang diterbitkan pada tahun
1983 mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah
yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur
proses implementasinya” (Agustino 2006:153).
Van Meter dan Van Horn mendefinisikan Implementasi Kebijakan
sebagai berikut: “Policyimplementation encompasses those actions by
public and private individuals (and groups) that are directed at the
achievement of goals and objectives set forth in prior policy
decisions.”
(Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijaksanaan) (Agustino 2006:153).
Sementara Grindle merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa
definisi-definisi di atas, beliau memandang implementasi sebagai berikut:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,
dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan
yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari
individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut
tercapai” (Agustino 2006:153).
Dari definisi-definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan membicarakan (minimal) 4 hal, yaitu:
32
a. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan yang akan dicapai dengan adanya
penerapan kebijakan tersebut;
b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang diejawantahkan
dalam proses implementasi;
c. Adanya hasil kegiatan, idealnya adalah tercapainya tujuan dari
kebijakan tersebut.
d. Adanya analisis kembali setelah kebijakan tersebut dilaksanakan
Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, di mana pelaksana
kebijakan melaksanakan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya
akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran
kebijakan itu sendiri. Selain itu perlu di ingat, bahwa implementasi
kebijakan merupakan hal yang sangat peting dalam keseluruhan tahapan
kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat
diketahui dan dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian
tujuan kebijakan tersebut.
2.1.3. Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijkan,
dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi
kebijakan, yakni: Pendekatan top down dan bottom up. Dalam bahasa Lester
dan Stewart (2008:108) istilah itu dinamakan dengan the command and
control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top
down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip
dengan bottom up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan
model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan
dan hasilnya.
33
Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai
pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi
kebijakan, walaupun hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat
perbedaan-perbedaan, sehingga meneruskan pendekatan bottom up, namun
pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam
mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi.
Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan
tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun
diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik-tolak dari
perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah
ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-
administratur atau birokrat-birokrat pada level bawahnya. Jadi ini
pendekatan top down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana
(administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah
digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat.
Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah
pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat
mungkin terjadi oleh karena street-level-bureaucrats tidak dilibatkan dalam
fomulasi kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada sejauhmana tindakan
para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah
digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa
konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai
ukuran efesiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.
34
Dengan demikian implementasi kebijakan adalah proses pengambilan
keputusan yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan
oleh administratur-administratur atau birokrat-birokrat mengarah pada
prosedur dan tujuan organisasi.
2.1.4. Model-Model Implementasi Kebijakan
Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi
kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Diantara beberapa model
implementasi kebijakan disumbangkan dari pemikiran George C. Edward III
dengan Direct and Indirect Impact on Implementation, Donald Van Meter
dan Carl Van Horn dengan A Model of The Policy Implementation, Daniel
Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A Framework for Policy
Implementation Analysis, dan Merille S. Grindle dengan Implementation as
A Political and Administration Process. Namun, guna pembatasan dalam
penelitian ini maka peneliti memilih untuk menyajikan salah satu teori yang
dianggap relevan dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti. Hal ini
bukan berarti bahwa peneliti men-justifikasi teori-teori lain tidak lagi
relevan dalam perkembangan teori implementasi kebijakan publik,
melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap
variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini.
A. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward
III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation.
Menurut model yang dikembangkan oleh Edward III, ada empat faktor
35
yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan
implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi,
komunikasi, dan disposisi (Agustino 2006:156).
1. Faktor Sumber Daya
Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam
implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan
konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu
kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab
mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-
sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.
Indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat
sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik
adalah:
(a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan
adalah staf / pegawai, atau lebih tepatnya street-level
bureaucrats. Kegagalan yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf /
pegawai yang tidak memadai, mencukupi ataupun tidak
kompeten dibidangnya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah
implementasi perlu juga diperhitungkan manakala hendak
menentukan staf pelaksana kebijakan. Misalkan saja
implementasi program gerakan 1000 bank sampah, harus
mempertimbangkan luas lokasi Kota Tangerang, sehingga
dapat ditentukan berapa banyak pegawai yang akan
melaksanakan program bank sampah dalam mengatasi
persoalan sampah.
(b) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi
mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan,
implementor harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan
tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari
para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan, implementor harus mengetahui
apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut
patuh terhadap hukum.
(c) Wewenang; dalam implementasi kewenangan merupakan
otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.
Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari
36
gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik
implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam
konteks yang lain, efektivitas kewenangan dapat menyurut
manakala diselewengkan oleh para pelaksana demi
kepentingannya sendiri maupun demi kepentingan
kelompoknya.
(d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting
dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin
memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus
dilakukannya dan memiliki wewenang, akan tetapi tanpa
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka
implementasi kebijakan tidak akan berhasil.
2. Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan
apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau
pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap
sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses
kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan
selalu berurusan dengan permasalahan “Bagaimana hubungan
yang dilakukan”. Implementasi yang efektif baru akan terjadi
apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui
apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat
diperoleh melalui komunikasi yang baik,yang juga dari
komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif masyarakat.
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur
keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
(a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali
komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi
menyebabkan terjadinya salah pengertian (miskomunikasi).
(b) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan haruslah jelas, akurat, dan tidak bersifat ambigu,
sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang
hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan
(tidak tepat sasaran).
(c) Konsistensi; perintah yang diberikan kepada implementor
haruslah konsisten dan jelas. Karena apabila perintah sering
berubah-ubah akan membingungkan pelaksana kebijakan,
sehingga tujuan dari kebijakan tidak akan dapat tercapai.
37
3. Faktor Disposisi (sikap)
Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk
mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan
menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan
efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa
yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga
harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan
kebijakan tersebut. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada
variabel disposisi menurut Edward III antara lain:
a) Pengangkatan birokrat; pemilihan dan pengangkatan
personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan,
lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Disposisi atau
sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan akan menimbulkan
hambatan-hambatan bagi tercapainya tujuan dari
pengimplementasian kebijakan.
b) Insentif; Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik
yang disarankan untuk mengatasi kecenderungan sikap para
pelaksana kebijakan adalah dengan memanipulasi insentif.
Pada umunya, orang bertindak berdasarkan kepentingan
meraka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh pembuat
kebijakan dapat mempengaruhi tindakan para pelaksana
kebijakan. Dengan menambah keuntungan atau biaya
tertentu mungkin dapat memotivasi para pelaksana kebijakan
untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini
dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan pribadi (self
interest) atau organisasi.
4. Faktor Struktur Birokrasi
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui
apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai
keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi
masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur
birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut
adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana
sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi
yang baik.Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang
dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih
38
baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedures
(SOPs) dan melaksanakan fragmentasi.
(a) Standard Operating Prosedures (SOPs); adalah suatu
kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau
pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
(b) Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab
kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara
beberapa unit.
B. Implementasi Kebijakan Model Donald Van Metter dan Carl Van
Horn
Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald
Van Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The
Policy Implementasi. Proses implementasi ini merupakan sebuah
abstraksi atau permormansi suatu implementasi kebijakan yang
pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam
hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik
yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn yang
mempengaruhi kinerja kebijaka publik tersebut, adalah:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari
kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada
dilevel pelaksana kebijakan.Ketika ukuran kebijakan atau tujuan
kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopsi) untuk
dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan
39
kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung
dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam
menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-
tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut
adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari
sumber-sumbernya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik
sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumberdaya
manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan
juga, ialah: Sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu.
Karena mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang
kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana
melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi
persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju
oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan
sumber daya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan
kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan
persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat
menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
Karena ini sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Van
Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumberdaya tersebut.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian
kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja
implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi
oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya.
Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk
merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka
agen pelaksana projek itu haruslah berarakteristik keras dan ketat
pada aturan serta sanksi hukum.Sedangkan bila kebijakan publik
itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat
saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak
setegas gambaran yang pertama.Selain itu, cakupan atau luas
wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan
manakala hendak menentukan ageb pelaksana.Semakin luas
cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin
besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi
40
oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan
permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah
kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para
pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak
mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan
yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antara Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan
sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van
Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal
turut mendorong keberhasilan kebijakan publikyang telah
ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak
kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja
implementasi kebijakan.Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan
kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
C. Implementasi Kebijakan Model Daniel Mazmania dan Paul
Sabatier
Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan
oleh Daniel Mazmania dan Paul Sabatier. Model implementasi yang
ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy
Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat
bahwa peran penting dar implementasi kebijakan publik adalah
kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluhuran
41
proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:
1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:
a. Kesukaran-kesukaran Teknis.
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung
pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya:
kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator
pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta
pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausual yang
mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan
suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah
dikembangkannya teknik-teknik tertentu.
b. Keberagaman Perilaku yang Diatur.
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka ansumsinya
semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga
semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan
jelas.Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak
yang harus dikontrol oleh para pejabat dan pelaksana
(administratur atau birokrat) dilapangan.
c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercangkup dalam
Kelompok Sasaran.
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang
perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan),
maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan
dukungan politik terhadap seuah kebijakan dan dengannya
akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang
Dikehendaki.
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki
oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana
memperoleh implementasi yang berhasil.Artinya ada sejumlah
masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan
ruang lngkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu
besar.
2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara
Tepat.Parapembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang
dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat
melalui beberapa cara:
a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi
yang akan dicapai.
42
Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-
petunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala
prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat pejabat
pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula
kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan
pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.
b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan.
Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana
kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai
melalui implementasi kebijakan.
c. Ketetapan alokasi sumber dana.
Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat
diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-
tujuan formal.
d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara
lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana.
Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh peraturan
perundang yang baik ialah kemampuannya untuk
menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga dapat
dilaksanakan, maka koordinasi antara instansi yang bertujuan
mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan
membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan.
e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan
pelaksana.
Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan,
memperkecil jumlah titik-titik veto, dan intensif yang
memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-
undang harus pula dapat mempengaruhi labih lanjut proses
implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara
formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan
pelaksana.
f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termasuk
dalam undang-undang.
Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang
diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat
signifikan halnya, oleh karena, top down policy bukanlah
perkara yang mudah untuk diimplementasikan pada para
pejabat pelaksana di level lokal.
g. Akses formal pihak-pihak luar.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi
kebijakan adalah sejauhmana peluang-peluang yang terbuka
43
bagi partisipasi para aktor diluar badan pelaksana dapat
mendukung tujuan resmi. Ini maksudnya agar kontrol pada
para pejabat pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah pusat
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi
Implementasi.
a. Kondisi sosial-ekomoni dan teknologi.
Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayh
hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan
teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya
pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang-
undang.Karena itu, eskteral faktor juga menjadi hal penting
untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya
pengejawantahan suatu kebijakan publik.
b. Dukungan publik.
Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan
kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong
tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat
dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu,
mekanisme paertisipasi publik sangat penting artinya dalam
proses pelaksanaan kebijakan publik dilapangan.
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok
masyarakat.
Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu
kebijakan publik akan sangat berhasil apabila di tingkat
masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap
masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang
ditawarkan pada mereka. Ada semacam local genius (kearifan
lokal) yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi
keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakan
publik.Dan, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan
sumber yang dimiliki oleh warga masyarakat.
d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat
pelaksana.
Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari
kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada
badan-badan pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan
44
pejabat-pejabat terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi
antarlembaga dan individu di dalam lembaga untuk menyukseskan
implementasi kebijakan menjadi indikasi penting keberhasilan
kenerja kebijakan publik.
2.1.5. Faktor Penentu Pelaksanaan Kebijakan
Ada beberapa faktor yang menentukan sebuah kebijakan dapat
dilaksanakan dengan baik, antara lain adalah:
a. Respek Anggota Masyarakat Terhadap Otoritas dan Keputusan
Pemerintah;
Dalam filsafat John Locke dikatakan bahwa manusia memiliki
keadaan ilmiah (state of nature) yang besifat positif, pada dasarnya
manusia adalah baik (Agustino 2006:156). Manusia dapat saling
memberi, saling hormat-menghormati dan saling tolong menolong.
Ketika relasi ini berjalan dengan baik, ada sistem sosial yang
menggerakan masyarakat untuk saling menghormati dan
memberikan respek yang baik pada otoritas negara, undang-undang
yang dibuat oleh politisi serta memberikan kepercayaan kepada
pejabat pelaksana kebijakan. Hal ini akan terus berlangsung selama
masyarakat memiliki anggapan yang logis untuk menghormati
persoalan-persoalan itu. Konsekwensinya adalah manusia telah
dididik untuk mematuhi peraturan yang dibuat oleh pemerintah
sebagai sesuatu yang membawa kebaikan bagi kepentingan
bersama.
b. Adanya Kesadaran Untuk Menerima Kebijakan;
Pada kehidupan yang semakin maju ini, dimana segala hal dinilai
secara rasional oleh masyarakat, semakin banyak dijumpai baik
oleh individu, kelompok masyarakat maupun organisasi yang
beranggapan bahwa dalam kehidupan bernegara, kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah adalah sesuatu yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah sosial dimasyarakat. Seperti Kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemda DKI Jakarta mengenai pelarangan
merokok di tempat umum, bagi masyarakat rasional hal ini
dianggap perlu, karena berkaitan dengan kebaikan bersama. Namun
demikian, masih saja ada yang tidak mematuhi kebijakan yang telah
dibuat tersebut, karena menurut sebagian masyarakat harus dikaji
ulang lagi.
45
c. Adanya Sanksi Hukum;
Penerapan sanksi bagi individu maupun kelompok yang tidak
melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah
merupakan cara yang cukup efektif untuk pengimplementasian
kebijakan. Alasannya sederhana, kebanyakan dari masyarakat tidak
mau dan takut menerima sanksi yang berupa denda yang cukup
tinggi maupun berupa kurungan penjara, selain itu mereka tidak
mau dianggap sebagai orang yang telah melangar peraturan.Oleh
karena itu penegakan supremasi hokum yang konsisten adalah
kunci dari keberhasilan dan efektifnya pelaksanaan suatu kebijakan.
d. Adanya Kepentingan Publik;
Masyarakat berkeyakinan bahwa kebijakan yang telah dibuat
melalui proses yang sah dan legitimate,dan memang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya kebijakan yang dibuat adalah
sebagai solusi dari permasalahan publik, sehingga mereka mau
menerima kebijakan tersebut, karena berkaitan dengan kepentingan
bersama / publik.
e. Adanya Kepentingan Pribadi;
Seseorang atau kelompok warga akan menerima sebuah kebijakan
dengan senang hati, karena dengan demikian akan mendatangkan
manfaat ataupun keuntungan secara pribadi bagi mereka. Seperti
pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara (Banten),
mungkin ada kelompok masyarakat setempat maupun nelayan yang
menolak, dengan alasan uang sebagai ganti pembebasan lahan tidak
sebanding dan akan menurunkan pendapatan tangkapan ikan bagi
nelayan setempat karena rusaknya ekosistem laut setempat. Namun,
bagi kalangan pengusaha akan sangat mendukung kebijakan
tersebut, karena dengan demikian akses distribusi produksi ke luar
negeri bagi mereka lebih dekat dan mudah.
2.1.6. Pengertian Sampah
Sampah (waste) memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu
pengetahuan. Namun, pada prinsipnya, pengertian sampah adalah suatu
bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia
maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.Bentuk sampah bisa
berada dalam setiap fase materi, yaitu padat, cair, dan gas.
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah
dipilah menjadi sampah organik dan anorganik.Sampah organik atau
46
sampah basah ialah sampah yang berasaldari makhluk hidup, seperti
dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah
terurai(degradable). Sementara itu, sampah anorganik atau sampah kering
adalah sampah yang tidak dapat terurai (undegradable). Karet, plastik,
kaleng, dan loga merupakan bagian dari sampah kering.
Sampahadalahsisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat (UU no 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah).
Sampah rumah tangga adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat, yang terjadi pada skala rumah tangga.
Pengelolaan sampah rumah tangga adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah rumah tangga (UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah). Berbasis masyarakat adalah pelibatan masyarakat
secara aktif dalam kegiatan pengelolaan sampah, mulai dari
perencanaan,pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi sendirinya. Banyak sampah organik masih
mungkin digunakan kembali/ pendaur-ulangan (reusing), walaupun akhirnya
akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali.
Dalam ilmu lingkungan, sampah sebenarnya hanya sebagian dari benda atau
hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau
harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu
47
kelangsungan hidup.
Berdasarkan pernyataan diatas perlu adanya kegiatan dalam
penanganan sampah yang bersumber dari sampah rumah tangga
menyumbang angka terbanyak. Sampah-sampah rumah tangga yang sudah
tidak berguna tidak terpakai masih mungkin bisa diolah kembali bila
dikelola dengan sistematis dan aktif dalam pelaksanaannya.
Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair
dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
b. Sampah Organik misalnya: sisa makanan, sisa pembungkus dan
sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu
b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas
3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging
b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca
2.1.6.1. Karakteristik Sampah
1. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan
hewan atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri
48
dari zat-zat yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung
sejumlah air bebas.
2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak
dapat terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat
perdagangan, kantor-kantor, tapi yang tidak termasuk garbage.
3. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah
terbakar baik dirumah, dikantor, industri.
4. “Street Sweeping” (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan
dan trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga
mesin yang terdiri dari kertas-kertas, daun-daunan.
5. “Dead animal” (Bangkai Binatang) yaitu bangkai-bangkai yang mati
karena alam, penyakit atau kecelakaan.
6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari rubbish, garbage,
ashes yang berasal dari perumahan.
7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai-bangkai
mobil, truk, kereta api.
8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-
industri, pengolahan hasil bumi.
9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran
gedung.
10. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa
pembangunan, perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.
49
11. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat
organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air
buangan.
12. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus
misalnya kaleng-kaleng cat, zat radiokatif
2.1.6.2. Sumber-Sumber Sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari
beberapa sumber berikut :
1. Pemukiman penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau
beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama
yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan
biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan
atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbsih), perabotan
rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun.
2. Tempat umum dan tempat perdagangan
Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang
berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat
perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu
dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa
bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah berbahaya.
50
3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah
Sarana layanan masyarakat yang dimaksud disini, antara lain, tempat
hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan
kesehatan (misalnya rumah sakit dan puskesmas), kompleks militer,
gedung pertemuan, pantai empat berlibur, dan sarana pemerintah lain.
Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah
kering.
4. Industri berat dan ringan
Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman,
industri kayu, industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan
air kotor dan air minum,dan kegiatan industri lainnya, baik yang
sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang
dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering,
sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.
5. Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian
seperti kebun, ladang ataupun sawah menghasilkan sampah berupa
bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian,
pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman
2.1.6.3. Pengelolaan Sampah Padat
Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang
baik, diantaranya :
51
1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber Sampah yang
ada dilokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel dan sebagainya)
ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini
tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya
dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan
pemusnahannya. Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat
sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut berikut
ini :
a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor
b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan
c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian
dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak
besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga.
Pengelolaanya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. Untuk
membangun suatu dipo, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi,
diantaranya :
1. Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan
setinggi kendaraan pengangkut sampah.
2. Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil
sampah.
3. Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk
mencegah lalat dan binatang lain masuk ke dalam dipo.
52
4. Ada kran air untuk membersihkan
5. Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat atau tikus.
6. Mudah dijangkau masyarakat
Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode :
a. Sistem duet : tempat sampah kering dan tempat sampah basah
b. Sistem trio: tempat sampah basah, sampah kering dan tidak mudah
terbakar.
2. Tahap pengangkutan
Dari dipo sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau
pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut
sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.
3. Tahap pemusnahan
Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan, antara lain :
a. Sanitary Landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik.
Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara
menimbun sampah dengan cara menimbun sampah dengan tanah
yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah
tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau
atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik
harus memenuhi persyatatan yaitu tersedia tempat yang luas,
tersedia tanah untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar. Semua
53
jenis sampah diangkut dan dibuang ke suatu tempat yang jauh dari
lokasi pemukiman. Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam
menerapkan teknik sanitary landfill ini, yaitu:
1. Metode galian parit (trench method) Sampah dibuang ke dalam
galian parit yang memanjang. Tanah bekas galian digunakan
untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah
penutup dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit
terisi penuh, dibuat parit baru di sebelah parit terdahulu.
2. Metode area
Sampah yang dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah,
rawa-rawa, atau pada lereng bukit kemudian ditutup dengan
lapisan tanah yang diperoleh dari tempat tersebut.
3. Metode ramp
Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di
atas. Prinsipnya adalah penaburan lapisan tanah dilakukan setiap
hari dengan tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah.
Setelah lokasi sanitary landfill yang terdahulu stabil, lokasi
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau
(pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir,
dan sebagainya.
b. Incenaration
Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan
sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran
54
dengan menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara
lain :
1. Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
2. Tidak memerlukan ruang yang luas.
3. Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
4. Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam
kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini:
biaya besar, lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena
keberatan penduduk. Peralatan yang digunakan dalam insenarasi,
antara lain :
1. Charging apparatus
Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang
berasal dari kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini
sampah yang terkumpul ditumpuk dan diaduk.
2. Furnace
Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang
dilengkapi dengan jeruji besi yang berguna untuk mengatur
jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu dengan
sampah yang belum terbakar.Dengan demikian tungku tidak
terlalu penuh.
3. Combustion
Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api
55
yang lebih panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda
yang tidak terbakar pada tungku pertama.
4. Chimmey atau stalk
Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan
asap keluar dan mengalirkan udara ke dalam
5. Miscellaneous features
Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara
dari debu yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang
c. Composting
Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik
oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini
menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk hijau. Berikut
tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:
1. Pemisahan benda-benda yang tidak dipakai sebagai pupuk
seperti gelas, kaleng, besi dan sebagainya.
2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
(minimal berukuran 5 cm)
3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan
nitrogen yang paling baik (C:N=1:30)
4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam.
Sampah dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.
5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk
dapat terbentuk dengan baik.
56
d. Hog Feeding
Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (misalnya: babi).
Perlu diingat bahwa sampah basah harus diolah lebih dahulu
(dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing
dan trichinosis.
e. Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem
pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem
pembuangan air limbah memang baik.
f. Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan,
jurang atau tempat sampah.
g. Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi
pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan
bahaya banjir.
h. Individual Incenaration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh
penduduk terutama di daerah pedesaaan.
i. Recycling
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat
dipakai atau di daur ulang.Contoh bagian sampah yang dapat di
daur ulang, antara lain plastik, kaleng, gelas, besi, dan sebagainya.
57
j. Reduction
Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah
(biasanya dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil,
kemudian di olah untuk menghasilkan lemak.
k. Salvaging
Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali misalnya kertas
bekas.Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan
penyakit.
2.1.7. Pengertian Kota
Pada umumnya kota itu diartikan sebagai suatu permukaan wilayah
dimana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dengan berbagai jenis
kegiatan ekonomi, sosial budaya, dan administrasi pemerintahan.
(Adisasmita, 2005:77).
Dalam menggunakan kata kota perlu dicermati karena dalam bahasa
Indonesia, kata kota bisa berarti dua hal yang berbeda. Pertama, kota
dalam pengertian umum sebagai suatu daerah yang terbangun yang
didominasi jenis penggunaan tanah non pertanian dengan jumlah
penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cukup tinggi.
Dibandingkan pedesaan, penggunaan tanah perkotaan mempunyai
intensitas lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam hal pemakaian modal
yang besar, jumlah orang yang terlibat lebih banyak, nilai tambah
penggunaan ruang yang dihasilkan lebih besar, dan keterkaitan dengan
penggunaan tanah yang lain lebih erat.
58
Kedua, kota dalam pengertian administrasi pemerintahan diartikan
secara khusus, yaitu suatu bentuk pemerintah daerah, yang mayoritas
wilayahnya merupakan daerah perkotaan. Wilayah kota secara
administratif tidak selalu semuanya berupa daerah terbangun perkotaan
(urban), tetapi umumnya juga masih mempunyai bagian wilayah yang
berciri pedesaan (rural). Wilayah administratif pemerintahan kota dikelola
oleh pemerintah kota yang bersifat otonom dan kedudukannya sejajar
dengan pemerintah kabupaten. Pemerintahan kota dikepalai oleh walikota,
sedangkan pemerintahan kabupaten dikepalai oleh bupati. (Sadyohutomo,
2008:3)
Fungsi kota sebagai pusat pelayanan (service center) membawa
konsekuensi areal kota akan dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan komersial
dan sosial, selain kawasan perumahan dan permukiman. Berkenaan dengan
hal tersebut pembangunan kota harus ditujukan untuk lebih meningk atkan
produktif itas yang selanjutnya akan dapat mendorong sektor
perekonomian. Namun dalam pengembangannya, tentu perlu diperhatikan
ketersediaan sumberdaya, sehingga perlu dicermati efisiensi pemanfaatan
sumberdaya maupun efisiensi pelayanan prasarana dan sarana kota.
Pembangunan perkotaan dilaksanakan dengan mengacu pada
pengembangan investasi yang berwawasan lingkungan, sehingga tidak
membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan tidak merusak
kekayaan budaya daerah. Selain itu juga diharapkan untuk sel alu
mengarah kepada terciptanya keadilan yang tercermin pada pemerataan
59
kemudahan dalam memperoleh penghidupan perkotaan, baik dari segi
prasarana dan sarana maupun dari lapangan pekerjaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah,
baik Skripsi, Tesis, Desertasi, atau Jurnal Penelitian. Jumlah yang
digunakan minimal 2 (dua).
1. Judul Skripsi Asdriyandi Juliandoni, Pelaksanaan Bank Sampah Dalam
Sistem Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Gunung Bahagia
Balikpapan tahun 2013. Universitas Mulawarman. Tujuan untuk
mengetahui peranan Bank Sampah dalam sistem pengelolaan sampah
di kelurahan Gunung Bahagia. Hasil penelitian Pelaksanaan Bank
Sampah di kelurahan Gunung Bahagia Balikpapan dengan
menggunakan sistem pengelolaan sampah belum sesuai dengan Perda
Kota Balikpapan Nomor 10 tahun 2004. Saran yang diberikan ialah
Pemerintah Daerah Kota Balikpapan harus lebih tegas menegakakan
aturan pengelolaan sampah yang sudah ada seperti pemberian sanksi
denda dan kurungan penjara supaya masyarakat lebih sadar akan
kebersihan lingkungan.
2. Judul Tesis Pengelolaan Sampah rumah tangga berbasis masyarakat
studi kasus Kota Jogjakarta milik Faizah. Universitas
Diponogoro.Tahun 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Tujuan
penelitian Memperoleh gambaran dan menginventarisir problematika
60
pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat yang ada
diKota Jogjakarta. Hasil penelitian,Sistem pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyrakat dengan prinsip 3R melalui kegiatan
pemilahan sampah merupakan solusi paradigmatik yaitu solusi dari
paradigma cara mengelola sampah. Dari paradigma “membuang
sampah“ yang prakteknya hanya memindahkan sampah menjadi
“mengelola sampah” dalam arti memilah sampah untuk dimanfaatkan
yang pada prakreknya mereduksi secara signifikan timbulan sampah
yang akan di buang. Rekomendasi, Pemerintah bersama pengurus
RT/RW dan pengelola memberikan edukasi kepada masyarakat secara
terencana dan terukur tentang pengelolaan sampah yang benar.
Manfaat pengelolaan sampah menjadi salah satu materi yang ada
dalam setiap kegiatan edukasi kepada masyarakat. Ibu rumah tangga
menjadi ujung tombak dalam edukasi pengelolaan sampah rumah
tangga.
2.3 Kerangka Berpikir dan Asumsi Dasar
2.3.1 Kerangka Berpikir
Penelitian tentang Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah di Kota Tangerang merupakan perwujudan dari kebijakan
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 merupakan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah sekaligus memperkuat landasan hukum bagi
61
penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampahdi Kota
Tangerang. Menggunakan model implementasi kebijakan yang
diungkapkan oleh George C. Edward III, yaitu model Direct and
Indirect Impact on Implementation. Adapun dalam melakukan
penilaiannya dengan mengacu pada empat faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu
kebijakan, antara lain:
a. Sumber Daya. Indikator yang akan dinilai dari faktor sumber daya
yaitu
1. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah
staf / pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan
salah satunya disebabkan oleh staf / pegawai yang tidak
memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten dibidangnya.
Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu
juga diperhitungkan manakala hendak menentukan staf
pelaksana kebijakan. Misalkan saja implementasi program
gerakan 1000 bank sampah, harus mempertimbangkan luas
lokasi Kota Tangerang, sehingga dapat ditentukan berapa
banyak pegawai dan tempat lokasi yang akan melaksanakan
program bank sampah dalam mengatasi persoalan sampah.
2. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi
mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi yang
62
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan,
implementor harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan
tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari
para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan, implementor harus mengetahui
apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut
patuh terhadap hukum.
3. Wewenang; dalam implementasi kewenangan merupakan
otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.
Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari
gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik
implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam
konteks yang lain, efektivitas kewenangan dapat menyurut
manakala diselewengkan oleh para pelaksana demi
kepentingan sendiri maupun demi kepentingan kelompok.
4. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan factor penting dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf
yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya dan
memiliki wewenang, akan tetapi tanpa didukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai, maka implementasi kebijakan
tidak akan berhasil.
63
b. Komunikasi. Indikator yang dianggap penting pada faktor
komunikasi ada tiga jenis, yaitu
1. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali
komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi
menyebabkan terjadinya salah pengertian (miskomunikasi).
2. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan haruslah jelas, akurat, dan tidak bersifat ambigu,
sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang
hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan
(tidak tepat sasaran).
3. Konsistensi; perintah yang diberikan kepada implementor
haruslah konsisten dan jelas. Karena apabila perintah sering
berubah-ubah akan membingungkan pelaksana kebijakan,
sehingga tujuan dari kebijakan tidak akan dapat tercapai.
c. Disposisi (Sikap). Pada faktor disposisi, indikator yang mendapat
perhatian adalah
1. Pengangkatan birokrat; pemilihan dan pengangkatan
personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan,
lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Disposisi atau
sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan akan menimbulkan
64
hambatan-hambatan bagi tercapainya tujuan dari
pengimplementasian kebijakan.
2. Insentif; Pada umunya, orang bertindak berdasarkan
kepentingan meraka sendiri, maka memanipulasi insentif
oleh pembuat kebijakan dapat mempengaruhi tindakan para
pelaksana kebijakan. Dengan menambah keuntungan atau
biaya tertentu mungkin dapat memotivasi para pelaksana
kebijakan untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik.
Hal ini dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan
pribadi (self interest) atau organisasi.
d. Struktur Birokrasi. Ada dua karakteristik yang dapat mendongkrak
kinerja struktur birokrasi, antara lain
1. Standard Operating Prosedures (SOPs) adalah suatu kegiatan
rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana
kebijakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap
hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2. Fragmentasiadalah upaya penyebaran tanggungjawab
kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara
beberapa unit.
Untuk lebih jelasnya, kerangka berfikir penulis dalam penelitian ini
dapat digambarkan seperti berikut ini: (lihat gambar 2.3.1)
65
Gambar 2.3.1
Kerangka Berfikir
kebijakan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah sekaligus memperkuat landasan
hukum bagi penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampah
di Kota Tangerang.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang
Permasalahan
1. Kurang kesadaran masyarakat
dalam menangani sampah
2. Masih buruknya prasarana dan
sarana dan mekanisme
3. Kurangnya partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan
bank sampah
Implementasi
Model Direct and Indirect Impact on Implementation
(Edward III)
1. Sumber Daya: Staf, Informasi, Wewenang dan fasilitas
2. Komunikasi: Transmisi, Kejelasan dan Konsistensi
3. Disposisi / Sikap: Pengangkatan Birokrat dan Insentif
4. Struktur Birokrasi: Standard Operating Prosedures
(SOPs) dan Fragmentasi.
Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah Di Kota Tangerang
Menjadikan sampah lebih bermanfaat dan mempunyai nilai
ekonomis dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian kembali dan
pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan.
66
2.3.2 Asumsi Dasar
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan
diatas, peneliti telah melakukan observasi awal terhadap objek
penelitian. Maka peneliti berasumsi bahwa penelitian tentang
Implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang
merupakan perwujudan dari kebijakan Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 merupakan peraturan pelaksana dari
Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
sekaligus memperkuat landasan hukum bagi penyelenggaraan program
gerakan 1000 Bank Sampahdi Kota Tangerang dalam implementasinya
ternyata dapat dikatakan masih belum berjalan dengan baik dan berdaya
guna dalam pelaksanaan pengelolaan bank sampah karena masih
mengalami permasalahan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena
terjadi inkonsistensi dalam memberikan perhatian kepada bank sampah
dan masyarakat, baik dalam aspek perencanaan, aspek sosialisai
maupun dalam aspek pemantauan (pebimbingan).
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah
berarti kegiatan penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu
rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu
dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh
penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat
diamati oleh indra manusia. Sistematis berarti proses yang digunakan
dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang
bersifat logis. Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah
melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan
berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan
dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian
kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik
instrumen secara mendalam, rinci dan tuntas.
Metode penelitian ini ada karena terjadi perubahan paradigma
dalam memandang suatu fenomena sosial. Dalam paradigma ini
fenomena sosial dipandang sebagai sesuatu yang kompleks, dinamis
68
dan penuh makna. Paradigma yang demikian disebut paradigma
positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, dimana peneliti adalah instrument kunci. Teknik pengumpulan
data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada
generalisasi (Sugiyono, 2012:9).
Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam
penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik
dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situai-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung
dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam prakteknya tidak
terbatas pada pengumpulan dan penyusunan klasifikasi data saja tetapi
juga menganalisis dan menginterprestasikan tentang arti data tersebut.
Itulah alasan mengapa peneliti mengambil penelitian deskriptif
kualitatif.
Penelitian mengenai Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah di Kota Tangerang merupakan perwujudan dari kebijakan
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 merupakan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang
69
Pengelolaan Sampah sekaligus memperkuat landasan hukum bagi
penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampahdi Kota
Tangerang, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif.Dengan demikian melalui penelitian deskriptif kualitatif ini
hanya berusaha untuk menggambarkan permasalahan yang ada dalam
kaitannya dengan kebijakan implementasi program gerakan 1000 bank
sampah di Kota Tangerang, dan kemudian menganalisanya sampai pada
suatu kesimpulan absolut. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk
mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam, tujuannya
adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
keadaan sekarang dan interaksi suatu unit sosial.
Walaupun demikian, dalam penelitian ini peneliti tidak
menabukan pendekatan kuantitatif, karena tidak dapat dipungkiri data-
data statistika juga akan didapatkan pada penelitian ini, sehingga akan
dihasilkan pembahasan yang lebih komprehensif.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti menyadari bahwa perlu ada kajian mengenai kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah di
Kota Tangerang dan program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang.
Dalam hal ini peneliti memfokuskan ruang lingkup penelitiannya
hanya pada pelaksanaan implementasi gerakan 1000 bank sampah yang
ada di Kota Tangerang dalam menangani masalah sampah Kota
70
Tangerang termasuk daerah yang melaksanakan program pengelolaan
bank sampah dari tingkatan RT/RW, perkantoran sampai ke sekolah-
sekolah.
3.3. Instrumen Penelitian
Penelitian tentang Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah di Kota Tangerang merupakan perwujudan dari kebijakan
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 merupakan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah sekaligus memperkuat landasan hukum bagi
penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampah di Kota Tangerang
yang menjadi instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri. Menurut
irawan, dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi instrumen
terpenting adalah peneliti sendiri (Prasetya Irawan,2006:17). Sedangkan
menurut Moleong pencari tahu alamiah (peneliti) dalam pengumpulan data
lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data
(Moleong,2005:19).
3.4. Informan Penelitian
Penelitian mengenai Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah di Kota Tangerang merupakan perwujudan dari kebijakan
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 merupakan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah sekaligus memperkuat landasan hukum bagi
penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampah di Kota Tangerang.
71
Penentuan informannya menggunakan teknik Purposive (bertujuan), yaitu
merupakan metode penetapan Informan dengan berdasarkan pada kriteria-
kriteria tertentu disesuaikan dengan ini formasi yang dibutuhkan
(Suliyanto,103).
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Informan dalam Penelitian
No Kategori Informan Kode keterangan
1 Pelaksana:
1. Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Tangerang
2. Bank Central Sampah
Kota Tangerang
3. Bank Sampah di Masyarakat
I1-3
I4
I5-9
Key informan
2 1. Masyarakat
2. Sekolah
I10-12
I13-14
Secondary informan
Sumber Peneliti 2014
72
3.5. Teknik PengumpulandanAnalisis Data
Pendapat Bogdan & Taylor (Furchan,1992: 33), menurutnya:
” Sebagai peneliti kualitatif, tugas anda adalah menembus pengertian akal
sehat (commonsense understanding) tentang kebenaran dan kenyataan.
Apa yang kelihatannya keliru atau tidak konsisten menurut perspektif dan
logika anda, mungkin menurut subyek anda tidak demikian. Dan, kendati
anda tidak harussependapat dengan pandangan subyek terhadap dunia ini,
anda harus dapat mengetahui, menerima dan menyajikan pandangan
mereka itu sebaimana mestinya” (Moleong,2005:19).
Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data
sekunder. Sebagai data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati dari hasil wawancara dan observasi
berperan serta. Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa
dokumen tertulis, gambar dan foto-foto. Adapun alat-alat tambahan yang
digunakan dalam pengumpulan datanya terdiri dari; panduan wawancara,
alat perekam (tape recorder), buku catatan dan kamera digital.
Teknik pengumpulan data yang digunakan merupakan kombinasi
dari beberapa teknik, yaitu :
a. Wawancara.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee). Wawancara dalam penelitian kualitatif
bersifat mendalam (indepth interview). Adapun jenis wawancara yang
digunakan adalah wawancara tak terstruktur. Jika dalam wawancara
terstrukur, pewancaraannya menetapkan sendiri masalah dan
73
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Maka wawancara tak
terstruktur sangat berbeda dalam hal waktu bertanya dan memberikan
respon, yaitu cara ini lebih bebas iramanya. Pertanyaan biasanya tidak
disusun terlebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri
yang unik dari informan, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti
dalam percakapan sehari-hari.
Adapun kisi-kisi wawancara tak terstruktur pada penelitian ini
disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa poin-
poin pokok yang akan ditanyakan pada informan dan dikembangkan
pada saat wawancara berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar proses
wawancara berlangsung secara alami dan mendalam seperti yang
diharapkan dalam penelitian kualitatif. Berikut pedoman wawancara
implementasi program 1000 bank sampah di Kota Tangerang.
74
Table 3.2
Pedoman wawancara
Dimensi Kisi-kisi Wawancara Informan
Sumber Daya:
a. Staf
b. Informasi
c. Wewenang
d. Fasilitas
1. Menurut anda apa tujuan
dilaksanakannya Program
gerakan 1000 bank sampah
tersebut?
2. Bagaimana proses penunjukan
para pelaksana program gerakan
1000 bank sampah di Kota
Tangerang?
3. Bagaimana kesiapan para
pelaksana Program gerakan 1000
bank sampah baik teknis maupun
non teknis?
4. Apakah alasan Pemerintah Kota
Tangerang melaksanakan
program 1000 bank sampah?
5. Apakah staf DKP Kota Tangerang
ikut serta dalam pelaksanaan
gerakan 1000 bank sampah?
6. Bagaimana komitmen DKP Kota
Tangerang dalam pelaksanaan
gerakan 1000 bank sampah?
7. Bagaimana proses pembuatan
bank sampah? adakah kriteria
yang ditentukan untuk menjadi
bank sampah?
8. Apakah kendala/hambatan dalam
pelaksanaan program gerakan
1000 bank sampah?
9. Apa saja upaya pemerintah Kota
Tangerang untuk menangani
kendala/hambatan dalam
pelaksanaan program gerakan
1000 bank sampah tersebut?
10. Bagaimana Prosedural
operasional atau mekanisme
program bank sampah?
11. Bagaimana cara pemerintah Kota
Tangerang memberikan informasi
kepada masyarakat tentang
program gerakan 1000 bank
1. Kepala
Bidang Bina
Program
Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan
2. Staf Bina
Program Dina
Kebersihan
dan
Pertamanan
3. Bank Central
Sampah
4. Bank Sampah
5. Masyarakat
6. Sekolah
Komunikasi:
a. Transmisi
b. Kejelasan
c. Konsistensi
Disposisi/Sikap
a. Pengangkatan
Birokrasi/Organisasi
b. Insenteif
Struktur Birokrasi
a. Standard Operating
Prosedures (SOPs)
b. Fragmentasi
75
Sumber Peneliti 2014
b. Observasi
Observasi atau yang lebih umum dikenal dengan pengamatan
menurut Moleong adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan
peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar,
kebiasaan dan sebagainya (Moleong,2005:126). Dalam penelitian ini,
sampah?
12. Apakah komunikasi yang
dilakukan pemerintah Kota
Tangerang dengan masyarakat
sudah berjalan dengan baik?
13. Sejauh ini sudah berapa kali
pemerintah Kota Tangerang
melakukan sosialisasi kepada
masyarakat?
14. Bagaimana koordinasi yang
dilakukan Pemerintah Kota
Tangerang agar program gerakan
1000 bank sampah tersebut dapat
berjalan sesuai tujuan?
15. Apa saja yang telah berhasil
dicapai oleh dalam pelaksanaan
gerakan 1000 bank sampah?
Apakah sesuai dengan target yang
telah ditentukan?
16. Bagaimana mekanisme
pemberian insentif untuk para
pelaksana progam gerakan 1000
bank sampah?
17. Apakah fasilitas yang didapatkan
sudah cukup untuk melaksanakan
program gerakan 1000 bank
sampah tersebut?
18. Adakah fasilitas tambahan yang
diberikan DKP Kota Tangerang
jika mengalami kendala?
19. Apa harapan anda dalam
penerapan program gerakan 1000
bank sampah?
76
teknik observasi/pengamatan yang digunakan adalah observasi
berperanserta (observation participant).
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian ini memanfaatkan
teknik observasi/pengamatan, seperti yang dikemukakan oleh Guba &
Lincoln diantaranya;
Pertama, teknik ini didasarkan pada pengalaman secara langsung.
Kedua, memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya. Ketiga, memungkinkan peneliti mencatat
peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan
proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari
data. Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-
jangan pada data yang didapatnya ada yang bias. Kelima,
memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang
rumit, karena harus memperhatikan beberapa tingkah laku yang
kompleks sekaligus. Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana
teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat
menjadi alat yang sangat bermanfaat (Moleong,2005:126).
c. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu sumber data sekunder yang
diperlukan dalam sebuah penelitian. Menurut Guba & Lincoln dokumen
adalah setiap bahan tertulis ataupun film, gambar dan foto-foto yang
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik
(Moleong,2005:126). Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan
sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang
diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik
berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan
serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
77
Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, pada penelitian ini
dilakukan dengan satu cara, yaitu triangulasi. Triangulasi dalam pengujian
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono,2005:252). Terdapat
tiga jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan
triangulasi waktu. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan
triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari lapangan melalui
beberapa sumber. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Pengecekan dilakukan dengan mengunakan teknik wawancara, observasi
dan dokumentasi.
Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif adalah:
”Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”
(Moleong,2005:248).
Dalam penelitian deskriptif kualitatif, kegiatan analisis data dimulai
sejak peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya
penelitian. Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti
sampai data tersebut bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan
oleh Miles & Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan
78
tiga kegiatan penting, diantaranya; reduksi data (data reduction), penyajian
data (data display) dan verifikasi (verification). Pada prosesnya peneliti
akan melakukan kegiatan berulang-ulang secara terus-menerus. Ketiga hal
utama itu tersebut merupakan sesuatu yang jalin-menjalin pada saat
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Ketiga kegiatan di atas
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Selama proses pengumpulan data dari berbagai sumber,
tentunya akan sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti.
Semakin lama peneliti berada di lapangan, maka data yang didapatkan
akan semakin kompleks dan rumit, sehingga apabila tidak segera
diolah akan dapat menyulitkan peneliti, oleh karena itu proses analisis
data pada tahap ini juga harus dilakukan. Untuk memperjelas data
yang didapatkan dan mempermudah peneliti dalam pengumpulan data
selanjutnya, maka dilakukan reduksi data.
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang muncul
di lapangan (Miles&Huberman,1992:16). Reduksi data berlangsung
selama proses pengumpulan data masih berlangsung. Pada tahap ini
juga akan berlangsung kegiatan pengkodean, meringkas dan membuat
partisi (bagian-bagian). Proses transformasi ini berlanjut terus sampai
laporan akhir penelitian tersusun lengkap.
79
b. Penyajian Data ( Data Dispay)
Langkah penting selanjutnya dalam kegiatan analisis data
kualitatif adalah penyajian data. Secara sederhana penyajian data
dapat diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan (Miles&Huberman,1992:16).
Dalam sebuah penelitian kualitatif penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Namun pada peneltian ini,
penyajian data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah
bentuk teks narasi, hal ini seperti yang dikatakan oleh Miles &
Huberman, ”the most frequent form display data for qualitative
research data ini the past has been narrative text” (yang paling sering
digunakan untuk penyajian data kualitatif pada masa yang lalu adalah
bentuk teks naratif) (Miles&Huberman,1992:16). Selain itu penyajian
data dalam bentuk bagan dan jejaring juga dilakukan pada penelitian
ini. Penyajian data bertujuan agar peneliti dapat memahami apa yang
terjadi dan merencanakan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
c. Verifikasi / Penarikan Kesimpulan (Verification)
Langkah ketiga dalam tahapan analisis interkatif menurut Miles &
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari
permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari
hubungan-hubungan, mencatat keteraturan, pola-pola dan menarik
80
kesimpulan. Asumsi dasar dan kesimpulan awal yang dikemukakan
dimuka masih bersifat sementara, dan akan terus berubah selama
proses pengumpulan data masih terus berlangsung. Akan tetapi,
apabila kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti (data) yang
valid dan konsisten yang peneliti temukan di lapangan, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel
(Sugiyono,2005:252).
3.6. Member Chek
Member chek adalah proses pengechekan data yang kita peroleh
kepada pemberi data. Tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh data yang
kita peroleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data (prastowo,
2011:272). Jika data yang kita ketemukan itu disepakati oleh para pemberi
data berarti data tersebut valid sehingga semakin kredibel (dapat dipercaya).
Namun sebaliknya, jika pemberi data tidak menyepakati, kita harus
mengubah temuannya dan menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh
pemberi data. Pada penelitian ini, member chek dilakukan dengan cara
peneliti mencatat temuan lapangan yang diperoleh saat penelitian
berlangsung, kemudian meminta informan tersebut untuk memeriksa
kembali apa yang sudah peneliti catat agar dapat disepakati untuk
dipublikasikan. Setelah disepakati, peneliti meminta kepada informan
tersebut untuk menandatangani hasil catatan lapangan supaya lebih autentik.
Langkah tersebut juga dapat menjadi bukti bahwa peneliti telah melakukan
member chek.
81
3.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan disekitar wilayah Kota Tangerang.
Ada beberapa alasan yang diasumsikan peneliti sangat kompetebel untuk
mengangkat persoalan tentang Implementasi Program Gerakan 1000 Bank
Sampah Kota Tangerang tersebut, karena merupakan program baru yang
diputuskan pada tahun 2012 dan banyak permasalah baru yang ditimbulkan
dari kebijakan tersebut yang pada akhirnya membuat pelaksanaan program
bank sampah dirasakan belum maksimal. Penelitian ini dilakukan oleh
peneliti yang berlangsung selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan
Oktober hingga bulan Juli dengan time table sebagai berikut:
82
Table 3.3
JADWAL PENELITIAN
Kegiatan 2013/2014
Okt
2013
Nov
2013
Des
2013
Januari
2014
Februari
2104
Maret
2014
April
2014
Mei
2014
Juni
2014
Juli
2014
Agust
2014
Pengajuan judul
Observasi awal
Proses
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Wawancara dan
Penelitian
Analisis data
dan Penyusunan
bab IV-V
Sidang Skripsi
Revisi dan
Penyerahan
Skripsi
Sumber: Peneliti 2014
83
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Deskripsi Kota Tangerang
Kota Tangerang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993
berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis terletak
pada 106’36 – 106’42 Bujur Timur (BT) dan 6’6 - 6 Lintang Selatan
(LS), dengan luas wilayah 183,78 Km2 (termasuk luas Bandara
Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2). Secara administrasi Kota Tangerang
terdiri dari 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan (Gambar 4.1).
Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 - 30 meter di atas
permukaan laut (dpl), dengan bagian utara memiliki rata-rata ketinggian
10 meter dpl seperti Kecamatan Neglasari, Kecamatan Batuceper, dan
Gambar 4.1 Geografis Kota Tangerang
Jakarta
84
Kecamatan Benda. Sedangkan bagian Selatan memiliki ketinggian 30
meter dpl seperti Kecamatan Ciledug dan Kecamatan Larangan. Adapun
batas Kota Tangerang adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan
Kabupaten Tangerang.
Sebelah selatan : Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan
Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang.
Sebelah timur : DKI Jakarta.
Sebelah Barat : Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Memperhatikan posisi geografis, maka Kota Tangerang memiliki
letak yang sangat strategis karena berada di antara DKI Jakarta, Kota
Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan Instruksi
Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Jabotabek
(Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah
satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta(Perpres No. 54 tahun
2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabek).
Posisi yang strategis tersebut menjadikan perkembangan Kota
Tangerang berjalan dengan pesat. Pada satu sisi, menjadi daerah
limpahan dari berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya Kota
Tangerang menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten
Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.
Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dari tersedianya
sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah Jabodetabek, serta
85
aksesibilitas dan konektivitas berskala nasional dan internasional yang
baik sebagaimana tercermin dari keberadaan Bandara International
Soekarno-Hatta, Pelabuhan International Tanjung Priok, serta Pelabuhan
Bojonegara sebagai gerbang maupun outlet nasional. Kedudukan
geostrategis Kota Tangerang tersebut telah mendorong
bertumbuhkembangnya aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang
merupakan basis perekonomian Kota Tangerang saat ini.
Kepadatan penduduk Kota Tangerang cenderung mengalami
peningkatan selama periode tahun 2000 hingga 2007. Pada tahun 2007,
total jumlah penduduk mencapai 1.575.140 jiwa, dengan komposisi
790.404 jiwa (50,18%) penduduk laki-laki dan 784.736 jiwa (49,82%)
perempuan. Selama kurun waktu 2000-2007, rata-rata laju pertumbuhan
penduduk mencapai 2,62% per tahun. Capaian rata-rata laju pertumbuhan
penduduk tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan capaian
Provinsi Banten 2,20%, DKI Jakarta 1,20%, maupun Nasional 1,30%
pada periode yang sama. Pertambahan jumlah penduduk ini dapat
disebabkan karena beberapa hal seperti natalitas (kelahiran) dan migrasi
(perpindahan) dari luar wilayah Kota Tangerang ke dalam wilayah Kota
Tangerang.
86
Selama periode2002-2007, pertumbuhan penduduk Kota
Tangerang, ditandai oleh rata-rata kelahiran bayi hidup sebesar 29.428
jiwa per tahun, rata-rata kematian 778 jiwa per tahun, rata-rata migrasi
masuk 16.300 jiwa per tahun, serta rata-rata migrasi keluar 230 jiwa per
tahun. Dari kondisi diatas menunjukkan, bahwa tingkat kelahiran
merupakan faktor utama yang mendorong tingginya laju pertumbuhan
penduduk di Kota Tangerang, disusul oleh faktor migrasi masuk.
Terkait dengan pertumbuhan penduduk, maka pada tahun 2007,
Kecamatan Larangan dengan luas wilayah 9,40 Km2, merupakan
kecamatan dengan kepadatan penduduk terbesar, mencapai 14.902
jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar
terdapat di Kecamatan Karawaci yaitu 171.966 jiwa. Namun kepadatan
di Kecamatan Karawaci masih lebih rendah apabila dibandingkan
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2007
1.3
25
.85
4
1.3
54
.65
7 1.4
16
.84
0
1.4
62
.72
6
1.4
88
.66
6
1.5
37
.24
4
1.5
47
.13
8
1.5
75
.14
0
3,49
2,17
4,59
3,24
1,77
3,26
0,64
1,81
1.200.000
1.250.000
1.300.000
1.350.000
1.400.000
1.450.000
1.500.000
1.550.000
1.600.000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
(Jiw
a)
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
(Per
sen)
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk
Gambar 4.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun 2000-2007
87
dengan Kecamatan Larangan. Kepadatan penduduk di setiap kecamatan
dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut
4.1.2. Gambaran Umum Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang
A. VISI DAN MISI
Dinas Kebersihan dan Pertamanan merupakan salah satu unsur
pelaksana Pemerintah Kota Tangerang yang memiliki kewenangan dalam
mengelola kebersihan dan keindahan Kota Tangerang menuju Kota
Tangerang yang ber-akhlaqul karimah.
Benda
Neglasari
Batuceper
Pinang
CipondohTangerangKarawaci
Periuk
Jatiuwung
Karangtengah
LaranganCiledug
Cibodas
Keterangan :
5001-7500
7501-10000
10001-12500
12501-15000
Benda
Neglasari
Batuceper
Pinang
CipondohTangerangKarawaci
Periuk
Jatiuwung
Karangtengah
LaranganCiledug
Cibodas
Keterangan :
5001-7500
7501-10000
10001-12500
12501-15000
Sumber : Bappeda Kota
Tangerang
Gambar 4.4
Kepadatan Penduduk per Kecamatan Kota Tangerang Tahun 2007
88
Visi Dinas Kebersihan dan Pertamanan yaitu,
" Menjadikan Kota Tangerang yang Bersih, Indah, Hijau dan
Nyaman menuju terbangunnya Peradaban Baru yang berlandaskan
Akhlaqul Karimah "
Adapun penafsiran dari masing pernyataan visi ini adalah Kata
"menjadikan"mengandung pengertian membuat sesuatu yang lebih baik
dari yang sebelumnya. Terkait dengan hal itu, maka kata menjadikan disini
lebih mempunyai arti untuk membuat Kota Tangerang yang lebih bersih,
lebih indah, lebih hijau dan lebih nyaman sebagai bagian dari proses
pembangunan peradaban baru yang berlandaskan Akhlaqul Karimah.
Pengertian Kota Tangerang, merupakan batasan wilayah pelayanan
Kebersihan dan Pertamanan yang menjadi lingkup batasan wilayah
layanan.
Untuk mendukung visi tersebut, Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Tangerang menjabarkannya ke dalam misi. Misi merupakan
pernyataan yang menetapkan tujuan organisasi dan sasaran yang ingin
dicapai, adapun misi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur dan pelayanan
publik;
89
2. Mendorong terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan
(Sustainable Development);
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pelayanan kebersihan dan
pertamanan;
4. Meningkatkan pelayanan Kebersihan dan Pertamanan yang bersinergi
dengan partisipasi aktif masyarakat;
5. Meningkatkan daya guna sampah sebagai sumberdaya yang bernilai
ekonomi.
B. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan penyedianaan dan pelayanan infrastruktur untuk
meningkatkan kualitas pemukiman dan perkotaan;
2. Meningkatkan kualitas pembangunan yang menjamin keberlanjutan
daya dukung lingkungan;
3. Mendayagunakan data dan informasi dalam pembangunan daerah;
4. Meningkatnya kapasitas sumber daya pengelolaan pelayanan
kebersihan dan pertamanan;
5. Meningkatnya pelayanan pertamanan;
6. Meningkatnya pelayanan kebersihan;
7. Meningkatnya pemanfaatan sampah untuk menjadi kompos dan
komoditas daur ulang;
90
8. Terciptanya pasar bagi bahan yang berpotensi untuk mengambil dari
sampah.
Adapun sasarannya adalah sebagai berikut:
1. Tersedianya perumahan dan pelayanan dasar perkotaan yang layak
dan terjangkau;
2. Meningkatnya kualitas dan daya dukung lingkungan;
3. Mewujudkan sarana dan prasarana kerja aparatur yang memadai;
4. Mewujudkan ketersediaan data pembangunan daerah yang baik dan
mutakhir;
5. Meningkatnya kapasitas sumber daya manusia;
6. Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana;
7. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas sistem pelayanan kebersihan
dan pertamanan;
8. Meningkatnya cakupan pelayanan persampahan;
9. Meningkatnya kualitas dan kuantitas RTH (Ruang Terbuka Hijau);
10. Meningkatnya cakupan pelayanan penerangan jalanan umum.
Landasan hukum Rencana Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Tangerang adalah :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3518);
91
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437),sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Tata Ruang;
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan
Keuangan Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah
92
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 junto 59
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
12. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan
Kota Tangerang (Lembaran Daerah Kota Tangerang Tahun 2008
Nomor 1);
13. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Tangerang (Lembaran Daerah Kota
Tangerang Tahun 2008 Nomor 2);
14. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Dinas Daerah;
15. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tantang Pengelolaan Sampah;
16. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah No. 1Tahun2009tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kota Tangerang Tahun 2009-2013;
17. Peraturan Daerah Nomor Tahun 2011 tentang APBD Tahun Anggaran
2012;
18. Peraturan Walikota Tangerang Nomor 10.A Tahun 2007 tentang Sistem
dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah;
19. Peraturan Walikota Tangerang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Petunjuk
Teknis dan Pelaksanaan Penyusunan Dokumen Perencanaan
Pembangunan Daerah;
93
20. Peraturan Walikota Tangerang Nomor 33 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang;
21. Peraturan Walikota Tangerang Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Penanganan Sampah;
22. Peraturan Walikota Tangerang Nomor 42 Tahun 2011 tentang
Penjabaran APBD Kota Tangerang TA 2012.
C. TUGAS POKOK,FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS SERTA
STRUKTUR ORGANISASI
Tugas pokok Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagaimana tertulis
pada paragraf 11 pasal 14 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5
Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah
adalah melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang
kebersihan pertamanan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Selanjutnya, sebagaimana tercantum pada paragraf 11 pasal 14 ayat 2
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah, Dinas Kebersihan dan
Pertamanan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan kebijakan teknis urusan kebersihan dan pertamanan;
b. penyelenggaraan pengendalian dan operasional kebersihan, pertamanan
dan energi listrik;
94
c. pelaksanaan tugas teknis pembangunan, pemeliharaan pertamanan;
d. pelaksanaan tugas teknis pengendalian, pemeliharaan kebersihan;
e. pelaksanaan pengangkutan, penataan TPA, pengolahan dan
pemberdayaan sampah;
f. pelaksanaan pengendalian dan penataan ruang reklame, dekorasi taman
kota, kelistrikan dan penerangan jalan umum;
g. pelaksanaan regulasi dan pelayanan perijinan reklame;
h. pelaksanaan teknis administratif meliputi administrasi umum,
kepegawaian, keuangan, sarana prasarana, dan administrasi
perlengkapan;
i. pengoordinasian lintas sektor;
j. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya.
Susunan Organisasi Dinas Dinas Kebersihan dan Pertamanan
menguraikantugas pokoksebagai berikut :
1. Kepala Dinas : Memiliki tugas pokok untuk memimpin, mengatur,
mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh kegiatan penyelenggaraan
tugas dan fungsi dinas dalam lingkup urusan kebersihan dan pertamanan
sesuai dengan visi, misi dan program walikota.Untuk mendukung tugas
pokok tersebut,Kepala Dinas memiliki fungsi :
a) Merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan tugas dan fungsi
dinas;
95
b) Menyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran
tahunan dinas;
c) Merumuskan kebijakan strategis serta penjabaran dan pelaksanaan
kebijakan teknis dalam lingkup urusan kebersihan dan pertamanan;
d) Menyelenggarakan pelayanan teknis administrasi bagi semua
perangkat daerah dan masyarakat dalam lingkup urusan kebersihan
dan pertamanan;
e) Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan kemampuan
berprestasi para pegawai di lingkungan dinas;
f) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana kerja serta
penggunaan anggaran tahunan dinas.
2. Sekretariat, membawahkan :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Perencanaan.
Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang mempunyai tugas
pokok membantu Kepala Dinas dalam pengkoordinasianpelaksanaan
kebijakan penyelenggaraan tugas dan fungsi dinas serta menyelenggarakan
kegiatan di bidang administrasi umum, keuangan, kepegawaian dan
perencanaan. Dalam rangka menjalankan tugas pokok ini, sekretaris memiliki
fungsi :
a) Melakukan penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan
sekretariat;
96
b) Melakukan penyelenggaraan penyusunan usulan program, rencana kerja
dan anggaran tahunan dinas;
c) Melakukan penyelenggaraan administrasi umum, administrasi
kepegawaian, dan administrasi keuangan;
d) Melakukan pengawasan terhadap para kepala sub bagian yang
dibawahkannya.
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala
Sub Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan
fungsi sekretariat di bidang administrasi umum dan administrasi
kepegawaian. Dalam rangka menjalankan tugas pokok ini, Kepala Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian memiliki fungsi :
a) Melakukan penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian;
b) Melaksanakan urusan-urusan ketatausahaan, kearsipan, kepegawaian,
kerumahtanggaan serta perlengkapan perkantoran;
c) Melaksanakan pelayanan administrasi umum kepada seluruh unit kerja di
lingkungan Dinas;
d) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
e) Melaksanakan pelaporan kegiatan yang dilakukan sub bagian umum dan
kepegawaian.
Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Sekretariat
97
di Bidang Administrasi Keuangan. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok
tersebut, Kepala Sub Bagian Keuangan memiliki fungsi :
a) Melakukan penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran tahunanSub
Bagian Keuangan;
b) Melakukan Penyusunan anggaran tahunan dinas beserta perubahan dan
perhitungannya;
c) Melaksanakan kegiatan di bidang administrasi keungan dinas;
d) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
e) Melaksanakan pelaporan kegiatan yang dilakukan sub bagian keuangan.
Sub Bagian Perencanaan dipimpin oleh seorang kepala Sub Bagian
Perencanaan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan
fungsi Sekretariat di bidang perencanaan. Dalam rangka melaksanakan tugas
pokoknya tersebut, Kepala Sub Bagian Perencanaan memiliki fungsi :
a) Melakukan Penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Sub
Bagian Perencanaan;
b) Melakukan penyusunan usulan program dan rencana kerja tahunan dinas;
c) Melakukan pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi perencanaan;
d) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
e) Melakukan pelaporan kegiatan pada Sub Bidang Perencanaan.
3. Bidang Bina Program membawahkan :
a. Seksi Pembinaan dan Pengawasan;
98
b. Seksi Pendataan dan Peningkatan Kapasitas.
Bidang Bina Program dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang
mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur dan
mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas
Dinasdalamlingkuppembinaan,perencanaanteknisdanpengendalianataspelaksa
naanprogrampeningkatanpartisipasimasyarakatdalamupaya-
upayapenanggulangan masalah sampah serta peningkatan kapasitas Dinas
dalam mengangkut, memusnahkan, dan memanfaatkan nilai guna sampah.
Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok tersebut, Kepala Bidang Bina
Program memiliki fungsi :
a) Menyelenggarakan penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran
tahunan Bidang Bina Program;
b) Menyelenggarakan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan
peraturan daerah, peraturan walikota dan keputusan walikota yang
berkaitan dengan peningkatan partisipasi dan pemasyarakatan budaya
bersih di daerah;
c) Melakukan perencanaan teknis penyuluhan dan pembinaan dalam rangka
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya-upaya penanggulangan
masalah sampah dan memasyarakatkan budaya bersih di daerah;
d) Menyelenggarakan penyusunan konsep dan pengembangan sistem
pengumpulan, pengangkutan, pemusnahan dan pemanfaatan nilai guna
sampah;
99
e) Menyelenggarakan penyusunan rencana teknis pengadaan serta
pengembangan prasarana dan sarana pengangkutan, pemusnahan dan
pemanfaatan nilai guna sampah;
f) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala seksi yang
dibawahkannya;
g) Melakukan pelaporan kegiatan pada Bidang Bina Program.
Seksi Pembinaan dan Pengawasan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian
tugas Bidang Bina Program yang berkenaan dengan pembinaan serta
pengawasan atas pelaksanaan program peningkatan partisipasi masyarakat
dalam upaya-upaya penanggulangan masalah sampah. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok ini, Kepala Seksi Pembinaan dan
Pengawasan memiliki fungsi :
a) Melakukan perumusan usulan kerja dan anggaran tahunan pada Seksi
Pembinaan dan Pengawasan;
b) Melakukan penyusunan program dan pelaksanaan penyuluhan dan
pembinaan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
upaya-upaya penanggulangan masalah sampah, memasyarakatkan budaya
bersih dan pengurangan sampah di daerah;
c) Melakukan pengawasan atas pelakasanaan ketentuan-ketentuan Peraturan
Daerah, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota yang berkaitan
dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya-upaya
100
penanggulangan masalah sampah dan pemasyarakat budaya bersih di
daerah;
d) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
e) Melakukan pelaporan kegiatan pada Seksi Pembinaan dan Pengawasan.
Seksi Pendataan dan Peningkatan Kapasitas dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan sebagian tugas Bidang Bina Program yang berkenaan dengan
pelaksanaan program peningkatan kapasitas dinas dalam menampung,
mengangkut, memusnahkan dan memanfaatkan nilai guna sampah.
Dalam rangka menjalankan tugas pokoknya, Kepala Seksi Pendataan dan
Peningkatan Kapasitas mempunyai fungsi:
a) Melakukan perumusan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Pendataan dan Peningkatan Kapasitas;
b) Melakukan pendataan atas kapasitas penampungan, pengangkutan,
pemusnahan dan pemanfaatan nilai guna sampah oleh Dinas, serta
pemanfaatan nilai guna sampah oleh masyarakat;
c) Melakukan penyusunan rencana teknis pengadaan serta pengembangan
prasarana dan sarana penampungan, pengangkutan, pemusnahan dan
pemfaatan nilai guna sampah;
d) Melakukan penyusunan konsep dan pengembangan sistem pemilihan,
penampungan, pengumpulan, pengangkutan, pemusnahan dan
pemanfaatan nilai guna sampah;
101
e) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya
f) Melakukan pelaporan kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Pendataan dan
Peningkatan Kapasitas.
4. Bidang Kebersihan, membawahkan :
a. Seksi Pengangkutan Sampah;
b. Seksi Penampungan dan Pemusnahan Sampah;
c. Seksi Pengelolaan dan Pemberdayaan Sampah.
Bidang kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang
mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur dan
mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas dinas dalam lingkup
pelaksanaan penampungan, pengangkutan, pemusnahan dan pemanfaatan
nilai guna sampah. Terkait tugas pokok tersebut Kepala
Bidang Kebersihan memiliki fungsi :
a) Melakukan penyusunan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan
Bidang Kebersihan;
b) Melakukan penyelenggaraan koordinasi dalam pengumpulan dan
penampungan sampah di tempat Pembuangan Sampah Sementara;
c) Melakukan penyelenggaraan pengangkutan sampah dari Tempat
Pembuangan Sementara ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir;
d) Melakukan penyelenggaraan pemberian pelayanan angkutan sampah dari
tempat-tempat tertentu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan
Keputusan Walikota;
102
e) Menyelenggarakan penampungan, pemusnahan dan pemanfaatan nilai
guna sampah pada Tempat Pembuangan Sampah Akhir;
f) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang
dibawahkannya;
g) Melakukan pelaporan kegiatan di bidang Kebersihan.
Seksi Pengangkutan Sampah dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian
tugas BidangKebersihan yang berkenaan dengan pelaksanaan pengangkutan
sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Sementara ke Tempat
Pembuangan Akhir serta pemberian pelayanan angkutan sampah dari tempat-
tempat tertentu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, Peraturan
Walikota dan Keputusan Walikota.Dalam rangka menjalankan tugas
pokoknya, Kepala Seksi Pengangkutan Sampah memiliki fungsi :
a) Melakukan perumusan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Pengangkutan Sampah;
b) Melaksanakan pengangkutan sampah dari Tempat Pembuangan Sampah
Sementara dan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu ke Tempat
Pembuangan Sampah Akhir;
c) Melaksanakan penyusunan serta pengaturan jadwal pelayanan angkutan
sampah dan route kendaraan pengangkutan sampah Dinas;
d) Pelaksanaan pemberian pelayanan angkutan sampah dari tempat-tempat
tertentu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, Peraturan Walikota
dan Keputusan Walikota;
103
e) Pelaksanaan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
f) Melaksanakan pelaporan kegiatan yang dilakukan oleh Seksi
Pengangkutan Sampah.
Seksi Penampungan dan Pemusnahan Sampah dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan sebagian tugas Bidang Kebersihan yang berkenaan dengan
pelaksanaan penampungan dan pemusnahan sampah di Tempat Pembuangan
Sampah Akhir. Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, Seksi
Penampungan dan Pemusnahan Sampah mempunyai fungsi:
a) Melakukan perumusan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Penampungan dan Pemusnahan Sampah;
b) Melaksanakan koordinasi dalam pengumpulan dan penampungan sampah
pada Tempat Pembuangan Sampah Sementara;
c) Melaksanakan pengaturan, pengawasan dan pengendalian kegiatan
penampungan dan pemusnahan sampah pada Tempat Pembuangan
Sampah Akhir;
d) Melaksanakan pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Sementara dan
Tempat Pembuangan Sampah Akhir;
e) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai yang
membantunya;
f) Melakukan pelaporan atas kegiatan yang dilakukan oleh Seksi
Penampungan dan Pemusnahan Sampah.
104
Seksi Pengelolaan dan Pemberdayaan Sampah dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan sebagian tugas Bidang Kebersihan yang berkenaan dengan
pelaksanaan, pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pemanfaatan nilai
guna sampah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Kepala Seksi
Pengelolaan dan Pemberdayaan Sampah mempunyai fungsi :
a) Melakukan perumusan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Pengelolaan dan Pemberdayaan Sampah;
b) Melaksanakan pengelolaan sampah dalam rangka memanfaatkan nilai
guna sampah pada Tempat Pembuangan Sampah Akhir;
c) Melaksanakan promosi produk-produk pemanfaatan nilai guna sampah;
d) Melaksanakan pembinaan kepada masyarakat dan dunia usaha dalam
rangka pemanfaatan nilai guna sampah;
e) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
f) Melaksanakan pengadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu;
g) Melakukan pelaporan terkait kegiatan yang dilakukan oleh Seksi
Pengelolaan dan Pemberdayaan Sampah.
5. Bidang Pertamanan, membawahkan :
a. Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan Taman;
b. Seksi Reklame dan Dekorasi kota;
c. Seksi Sarana Prasarana Taman dan Penerangan Jalan Umum.
105
Bidang Pertamanan di pimpin oleh seorang Kepala Bidang yang
mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur dan
mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas dinas dalam lingkup
pertamanan. Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, Kepala Bidang
Pertamanan memiliki fungsi :
a) Melakukan penyusunan usulan kerja dan anggaran tahunan Bidang
Pertamanan;
b) Melakukan penyelenggaraan pembangunan taman dan hutan kota serta
dekorasi kota;
c) Melakukan penyelenggaraan pemeliharaan taman dan hutan kota serta
dekorasi kota;
d) Melakukan penyelenggaraan pembangunan instalasi penerangan jalan
umum serta sarana prasarana penerangan taman dan hutan kota;
e) Melakukan penyelenggaraan pemeliharaan dan perbaikan instalasi
penerangan jalan umum serta sarana prasarana penerangan taman dan
hutan kota;
f) Melakukan penyelenggaraan pengawasan, pembinaan dan pengendalian di
bidang reklame;
g) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang
dibawahkannya;
h) Melaksanakan pelaporan terkait kegiatan yang dilakukan Bidang
Pertamanan.
106
Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan Taman dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan sebagian tugas Bidang Pertamanan yang berkenaan dengan
pembangunan serta pemeliharaan taman dan hutan kota. Dalam rangka
melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Seksi Pembangunan dan
Pemeliharaan Taman memiliki fungsi :
a) Melakukan perumusan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Pembangunan dan Pemeliharaan Taman;
b) Melaksanakan perencanaan serta pembangunan taman dan hutan kota;
c) Melaksanakan pemeliharaan taman dan hutan kota;
d) Melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan pengendalian dalam rangka
pelestarian taman dan hutan kota;
e) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
f) Melakukan pelaporan terkait pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan Taman.
Seksi Reklame dan Dekorasi kota dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian
tugas Bidang Pertamanan yang berkenaan dengan pengawasan, pembinaan,
dan pengendalian di bidang reklame serta pembangunan dan pemeliharaan
dekorasi kota. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Kepala Seksi
Reklame dan Dekorasi kota mempunyai fungsi:
107
a) Melakukan perumusan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Reklame dan Dekorasi kota;
b) Melaksanakan pengaturan lokasi pemasangan serta penempatan reklame;
c) Melaksanakan pengawasan, pembinaan dan pengendalian substansi
reklame;
d) Melaksanakan perencanaan serta pembangunan dekorasi kota;
e) Melaksanakan pemeliharaan dekorasi kota;
f) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
g) Melaksanakan pelaporan atas kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Reklame
dan Dekorasi.
Seksi Sarana Prasarana Taman dan Penerangan Jalan Umum dipimpin
oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan
mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Pertamanan yang berkenaan
dengan pengawasan, pembinaan, dan pengendalian di bidang sarana
prasarana taman dan penerangan jalan umum. Untuk menyelenggarakan tugas
pokok tersebut, Kepala Seksi Sarana Prasarana Taman dan Penerangan Jalan
Umum mempunyai fungsi :
a) Melakukan perumusan usulan rencana kerja dan anggaran tahunan Seksi
Sarana Prasarana Taman dan Penerangan Jalan Umum;
b) Melaksanakan pembangunan instalasi penerangan jalan umum;
c) Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan instalasi penerangan jalan
umum;
108
d) Melaksanakan pembangunan sarana prasarana penerangan taman dan
hutan kota;
e) Melaksanakan pemeliharaan serta perbaikan sarana prasarana penerangan
taman dan hutan kota;
f) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya;
g) Melakukan pelaporan atas kegiatan yang dilakukan Seksi sarana prasarana
Taman dan Penerangan Jalan Umum.
6. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlengkapan dan Perbekalan;
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlengkapan dan Perbekalan
dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang mempunyai tugas pokok
memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas Dinas yang berkenaan
dengan pemeliharaan armada pengangkut sampah dan alat berat serta
penyelenggaraan pengelolaan perlengkapan dan perbekalan petugas
operasional lapangan. Untuk melaksanakan tugas pokoknya, Kepala UPTD
Perlengkapan dan Perbekalan memiliki fungsi:
a) Melakukan pengusulan rencana kerja dan anggaran tahunan UPTD
Perlengkapan dan Perbekalan;
b) Melaksanakan pengadaan armada pengangkut sampah, alat berat,
perlengkapan dan perbekalan;
c) Melaksanakan pemeliharaan armada pengangkut sampah, alat berat,
perlengkapan dan perbekalan;
d) Melaksanakan pengaturan penggunaan perlengkapan dan perbekalan;
109
e) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai UPTD
Perlengkapan dan Perbekalan;
f) Melakukan pelaporan atas kegiatan yang dilakukan UPTD Perlengkapan
dan Perbekalan.
Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas Kepala UPTD, dibentuk
pula Sekretaris UPTD yang dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan kegiatan
ketatausahaan di lingkungan UPTD Perlengkapan dan Perbekalan. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Sekretaris mempunyai fungsi :
a) Melakukan penyusunan konsep usulan rencana kerja dan anggaran
tahunan UPTD Perlengkapan dan Perbekalan;
b) Melaksanakan kegiatan ketatausahaan;
c) Melakukan pelaporan atas kegiatan yang dilakukan.
110
Struktur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang
Sumber DKP Kota Tangerang
Sub Bag
Perencanaan
Sub Bag
Keuangan
Sub Bag
Kepegawaian
Sekertaris
Kepala Dinas Kebersihan dan
Pertamanan
Seksi Pengangkutan
Sampah
Bidang kebersihan
Seksi pendataan dan
peningkatan kapasitas
Seksi Pembinaan dan
Pengawasan
Bidang Bina
Program
Seksi Reklame &
Dekorasi
Seksi Pembangunan
dan Pemeliharaan
Taman
Bidang Pertamanan
Seksi Penampungan
dan Pemusnahan
Sampah
UPTD Perlengkapan dan
Perbekalan
Seksi Pengelolaan
& Pemberdayaan
Sampah Seksi Sarana Prasarana
Taman dan PJU
111
4.2. Informan Penelitian
Informan penelitian merupakan sumber data yang digunakan pada
penelitian.Penentuan informan dalam penelitian ini dilihat berdarkan peran
dan fungsi informan tersebut dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Bank Sampah di Kota Tangerang.Informan dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu informan pelaksana dan pembuat kebijakan serta informan yang
terkena dampak dari kebijakan peraturan daerah tersebut. Adapun informan
penelitian dalam penelitian ini berjumlah 15 (lima belas) orang. Yang
diantaranya adalah:
Tabel 4.1
Daftar Nama Informan
No Kode
Informan Nama Jabatan/Pekerjaan
Keterangan
1
I1 H. Taufik
Syahzaeni S.T.,
M.Si.
KaBidBina Program
Key Informan
2 I2 LeniNuraeni Staf Bina Program Key Informan
3 I3 Astrini Zuniarti Staf Bina Program Key Informan
4 I4 Cecep BCS Key Informan
5 I5 Nanik Thowilah Bank Sampah Key Informan
6 I6 Endah Suratno Bank Sampah Key Informan
7 I7 Marliyani Bank Sampah Key Informan
8 I8 Sumardjono Bank Sampah Key Informan
9 I9 M. Nuh Bank Sampah Key Informan
10 I10 Ewinan Pratiwi Masyarakat Secondary Informan
11 I11 Abdul Rahim Masyarakat Secondary Informan
12 I12 Yasin Masyarakat Secondary Informan
13 I13 Romli Sekolah Secondary Informan
14 I14 Nurlaela Sekolah Secondary Informan
Sumber Peneliti 2014
112
4.3. Deskripsi Data dan Analisis Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil penelitian di lapangan.Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori Implementasi Kebijakan Publik Model Goerge C. Edward
III terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan suatu kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi. Teori ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana
implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang
mencapai target.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif.Penelitian ini dilaksanakan dalam menggali data dan
informasi tentang topik dan isu-isu yang ditujukan untuk mencocokan antara
realita empirik dengan teori yang digunakan pada penelitian.Metode
penelitian kualitatif juga dilakukan secara empiris dan sistematis agar data
yang diperoleh dapat diinterprestasikan. Data lain juga diperoleh melalui
dokumentasi dan observasi langsung di lapangan. Pada penelitian ini juga
peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan
untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup dalam menganalisis dan
menginterprestasikan data yang diperoleh.
113
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya adalah observasi, wawancara, dan studi kepustakaan sebagai
tambahan informasi.Dari pengumpulan data ini didapatkan data yang dapat
menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Pada sub bab
ini juga peneliti akan mendeskripsikan data-data yang telah didapatkan
peneliti dari ketiga teknik pengumpulan data yang telah peneliti lakukan.
Seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, analisis data pada
penelitian ini menggunakan model interaktif yang dikembangkan oleh Miles
& Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan
penting yang diantaranya; reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display), dan verifikasi data (conclusion drawing/verifying).Kegiatan pertama
yang dilakukan adalah mereduksi data (data reduction), yaitu merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari
tema dan polanya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data (data display).
Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat atau teks naratif, bagan, matriks, hubungan antar kategori,
network, flowchart dan sejenisnya. Namun pada penelitian ini, peneliti
menyajikan data dalam bentuk teks narasi. Langkah ketiga adalah penarikan
kesimpulan (verification) setelah data bersifat jenuh, artinya telah ada
pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan jawaban
atas masalah penelitian.
114
Selanjutnya, peneliti akan melakukan analisis terhadap faktor-faktor
yang terjadi dalampelaksanaanprogram gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang. Analisa yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teori Implementasi Kebijakan Publik Model Goerge C.
Edward III terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan suatu kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana penerapan atau
pelaksanaan Program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang dalam
mencapai target. Pelaksanaan merupakan bagian dari suatu proses kebijakan
sebelum dilakukan suatu evaluasi kebijakan. Dalam penelitian ini peneliti
ingin mengetahui sejauhmanaimplementasi kebijakan yang buat pemerintah
dalam mencapai tujuan.
Umumnya, implementasi merupakan suatu hal mengenai kebijakan
yang mengarah pada suatu proses pelaksanaan dari hasil kebijakan.
Implementasi kebijakan dalam prakteknya adalah suatu proses pelaksanaan
yang rumit bahkan tidak jarang bermuatan politis dan adanya tekanan dari
berbagai kepentingan. Implementasi kebijakan biasanya berbentuk undang-
undang, perintah atau keputusan-keputusan yang buat oleh suatu lembaga
pemerintah untuk mengidentifikasikan suatu masalah di masyarakat untuk
diatasi.
115
1. Sumber daya
a. Staf
Pada setiap pelakasanaan kebijakan membutuhkan staf.Program
gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang yang melaksanakan adalah
staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Staf yang di tunjuk adalah orang-
orang yang paham, ahli dan kompeten dalam permasalahan sampah yang
ada di perkotaan. Staf memiliki peran yang penting dalam implementasi
kebijakan karena staf yang akan turun langsung ke para pelaksanaan dalam
menjalankannya.
Peneliti melakukan wawancara terhadap salah satu staf Dinas
Kebersihan dan Pertamanan yaitu Ibu Leni, berikut menurut pernyataan
beliau:
“Dinas Kebersihan dan Pertamanan memiliki peran penting dalam
pengelolaan sampah yang ada di Kota Tangerang semakin hari
semakin menggunung di TPA Rawa Kucing perlu adanya program
untuk mengurangi sampah di rawa kucing yaitu bank sampah,
dalam proses menjalakannya tanggung jawab dari bidang bina
program Dinas Kebersihan dan Pertamanan.” (16 Juni 2014 Jam
10.00 WIB di kantor DKP Tangerang)
Namun seperti apa kesiapan para staf Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Tangerang, berikut pernyataan Ibu Leni:
“Kesiapan dari kami melakukan perencanaan materi program bank
sampah dan kami melakuan pendalaman materi agar kami pun
paham ketika turun ke masyarakat tentang prosedural bank
sampah.”(16 Juni 2014 Pukul 10.00 WIB di kantor DKP
Tangerang)
116
Berdasarkan penyataan hasil wawancara di atas menerangkan
bahwa Staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang memiliki
peran penting dalam pengelolaan sampah di Kota Tangerang. Salah
satunya dalam pengelolaan sampah yaitu bank sampah. Proses
implementasi bank sampah berada di bawah perencanaan bidang bina
program Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Bidang bina program
melakukan persiapan materi program bank sampah dan proses pelaksanaan
bank sampah di Kota Tangerang.
Staf harus memiliki kesiapan dan pemahaman yang baik dalam
program bank sampah. Staf akan turun langsung ke masyarakat untuk
menjelaskan dan mengajak masyarakat untuk sadar lingkungan dan
mengetahui program bank sampah.
b. Informasi
Setiap kebijakan perlu adanya sebuah informasi yang sampaikan
kepada masyarakat.Informasi implementasi program gerakan 1000 bank
sampah di Kota Tangerang disampaikan melalui tulisan maupun
verbal.Dengan adanya informasi program gerakan 1000 bank sampah
dapat menambah pengetahuan atau mempengaruhi seseorang dalam
menangani permasalahan sampah.
Peneliti mewawancari Bapak H. Taufik Syahzaeni S.T., M.Si.,
M.Sc. Kepala bidang bina program Dinas Kebersihan dan Pertamanan
bagaimana informasi implementasi program gerakan 1000 bank sampah di
Kota Tangerang disampaikan, berikut pernyataan:
117
“Dalam kebijakan yang telah dibuat tindakan selanjutnya yaitu
memberikan informasi. Apabila tidak ada informasi yang
disampaikan maka kebijakan itu tidak akan berjalan dengan baik.
Program gerakan 1000 bank sampah diinformasikan melalui koran
“kota benteng”, talk show radio, forum-forum, spanduk dan baligo.
Karena dengan adanya informasi tersebut kita memberi tahu
masyarakat bahwa ada program bank sampah di Kota
Tangerang.Serta mengajak masyarakat untuk sadar lingkungan.”
(19 Juni 2014 Pukul 09.10 WIB di kantor DKP Tangerang)
Berdasarkan pernyataan hasil wawancara di atas program gerakan
1000 bank sampah telah diinformasikan melalui koran “kota benteng”, talk
show radio, forum-forum, spanduk dan baligo. Informasi yang diberikan
agar masyarakat mengerti dan sadar akan lingkungan tentang
permasalahan sampah.
Sedang menurut Ibu Endah Suratno selaku pengurus Bank Sampah
di Komplek POLRI Batu Ceper, menyatakan sebagai berikut:
“Kami mendapatkan informasi dari forum kompos kota, di sana
kami diberi tau bahwa ada program bank sampah dari pemerintah.”
(17 Juni 2014 Pukul11.15 WIB di Komp. POLRI Batu Ceper)
Bahwa berdasarkan wawancara di atas dapat dijelaskan oleh salah
satu pelaksana program bank sampah informasi yang didapat tentang
program bank sampah dari forum KOMPOS (Komunikasi Pengelola
Sampah) kota.
c. Wewenang
Implementasi program gerakan 1000 bank sampah memiliki
kewenangan bagi para pelaksana dalam menjalankan kebijakan.
kewenangan untuk melaksanakan program bank sampah terlegitimasi atau
118
yang memiliki otoritas adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Guna
menyelesaikan permasalahan sampah yang semakin hari semakin
menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) serta memperpanjang
usia penggunaan TPA.
Pelaksanaan program bank sampah merupakan perwujudan
dariUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tantang Pengelolaan Sampah,
Peraturan Walikota Tangerang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penanganan
Sampah. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara kepada Kepala
Bidang Bina Program adalah Bapak H. Taufik Syahzaeni S.T., M.Si.,
M.Sc. Beliau mengatakan:
”Kewenangan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan
Walikota Tangerang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penanganan
Sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan memiliki peran
tanggung jawab terhadap permasalahan sampah yang ada. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan bertanggung jawab atas kebersihan
dan kenyamanan Kota Tangerang.Langkah-langkah yang
dilakukan untuk menyelesaikan sampah yaitu dengan bank
sampah.Sampah dapat dikelola akan menghasilkan nilai ekonomi
dan dapat bermanfaat.” (19 Juni 2014 Pukul 09.10 WIB di Kantor
DKP Tangerang)
Hal ini dipaparkan pula oleh staf bina program Ibu Astrini, yaitu:
“Dalam menjalankan tugas kedinasan DKP berpatokan kepada
Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang pembentukan
susunan organisasi dinas daerah pasal 14. Sedangkan untuk
mengelola sampah di Kota Tangerang kami mempunyai landasan
aturan yaitu Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Sampah, Peraturan Walikota Tangerang Nomor 13
Tahun 2009 tentang Penanganan Sampah.” (18 Juni 2014 Pukul
09.00 WIB di Kantor DKP Tangerang)
119
Berdasarkan wawancara di atas menerangkan bahwa di Undang-
undang sudah mengatur soal penanganan dan pengelolaan sampah
dilegitimasikan kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Maka dari itu,
diharapkan dengan adanya program bank sampah bisa menjadi salah satu
solusi dari permasalahan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat dan
Pemerintah Kota Tangerang.
d. Fasilitas
Fasilitas merupakan suatu sarana prasarana untuk memperlancar
dan mempermudah proses pelaksanaan program gerakan 1000 bank
sampah. Fasilitas disediakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
dalam menunjang penyelenggaran yang ada di masyarakat tepat
sasaran.Fasilitas dalam pelaksanaan program gerakan 1000 bank sampah
telah diberikanoleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang,
berikut pernyataan Ibu Astrini staf bidang bina program:
“Kami mempersiapkan materi yang akan disampaikan kepada
masyarakat dalam menjalankan bank sampah serta menyediakan
sarana prasarana penunjang untuk bank sampah seperti modul,
buku tabungan, buku catatan, timbangan dan kotak pemilah
sampah.” (18 Juni 2014 Pukul 09.00 WIB di Kantor DKP
Tangerang)
Berdasarkan pernyataan wawancara di atas Dinas telah
menyediakan sarana prasarana penunjang bank sampah seperti modul,
buku tabungan, buku catatan, timbangan dan kotak pemilah sampah. Hal
ini diperkuat dengan penelitian lapangan, telah ada fasilitas yang diberikan
120
pemerintah. Namun masih ada temuan kekurangan fasilitas yang terjadi
dilapangan. Berdasarkan wawancara dengan mentor dan pengurus bank
sampah, yaitu:
“Dengan berjalannya program bank sampah serta adanya antusias
dari masyarakat di sini ada penambahan nasabah. Kami masih
kekurangan buku tabungan bank sampah dan butuh tambahan buku
laporan kas bank sampah.” (menurut Ibu Endah Suratno 17 Juni
2014 Pukul11.15 WIB di Komp. POLRI Batu Ceper
2. Komunikasi
a. Transmisi
Transmisi merupakan penerusan informasi dari pembuat
kebijakan kepada masyarakat agar kebijakan dapat berjalan sesuai
dengan tujuan dan sasaran. Transmisi memperhatikan saluran yang
dipakai untuk mengirim informasi, serta memastikan bahwa informasi
sampai secara akurat. Transmisi bagaimana suatu kebijakan dapat
ditransformasikan dari pemerintah kepada masyarakat dan salah satu
konsep yang penting dalam mengimplementasi program gerakan 1000
bank sampah di Kota Tangerang.
Program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang
dilandasi aturan hukum yaitu Peraturan Walikota Tangerang Nomor
13 Tahun 2009 tentang Penanganan Sampah,Peraturan Daerah Nomor
3 Tahun 2009 tantang Pengelolaan Sampahdan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
121
Berikut merupakan pernyataan dari staf Bidang Bina Program
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang yaitu Ibu Leni
Nuraeni, beliau menyatakan:
“Program gerakan 1000 bank sampah diinformasikan melalui
media surat kabar dan kelompok kerja di masyarakat pokja
forum kompos tangerang hijau dan kader-kader pkk (Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga).” (16 Juni 2014 Pukul 10.00 WIB di
Kantor DKP Tangerang)
Berdasarkan wawancara di atas menerangkan bahwa program
gerakan 1000 bank sampah diinformasikan melalui media surat kabar
dan kelompok kerja di masyarakat serta forum kompos tangerang
hijau dan kader-kader PKK.
Hasil wawancara dengan Ibu Astrini selaku staf Bina program
mengatakan sebagai berikut:
“Penyampaian informasi tentang program pengelolaan bank
sampah kami lakukan dengan cara sosialisasi kepada masyarakat
melalui forum-forum yang ada di Kota Tangerang, misalnya
lewat kader ibu PKK, forum kompos maupun datang ke
kelurahan.” (18 Juni 2014 Pukul 09.00 WIB di Kantor DKP
Tangerang)
Berdasarkan pernyataan hasil wawancara di atas menjelaskan
Dinas Kebersihan dan Pertamanan telah melakukan sosialisasi dalam
penyampaian informasi mengenai program pengelolaan bank sampah.
Sosialisasi melalui forum-forum misalnya kader-kader PKK, forum
kompos tangerang hijau maupun datang ke kelurahan.
122
b. Kejelasan
Melaksanakan suatu kebijakan harus ada kejelasan. Kejelasan
komunikasi yang diberikan oleh pembuat kebijakan kepada para
pelaksana haruslah jelas, akurat dan tidak ambigu. Para pelaksana
dijelaskan latar belakang kebijakan itu lahir dan untuk menyelesaikan
permalasahan seperti apa sehingga para pelaksana dapat terlibat
langsung dalam implementasinya. Apabila kejelasan informasi yang
disampaikan berjalan dengan baik maka pelaksanaan suatu kebijakan
akan mencapai suatu tujuan dan sasaran.
Implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang seperti apa kejelasan penyampaian informasinya berikut
penuturan dari Ibu Leni:
“Proses informasi berjalan dengan jelas dan baik. Kami
melakukan komunikasi sosialisasi serta koordinasi kepada bank
sampah masyarakat karena kami ingin mengetahui sejauh mana
perkembangan bank-bank sampah tersebut.” (16 Juni 2014
Pukul 10.00 WIB di Kantor DKP Tangerang)
Kejelasan proses informasi sudah berjalan dengan baik.
Kejelasan informasi telah dilakukan oleh DKP Kota Tangerang karena
untuk mengetahui perkembangan bank-bank sampah tersebut.
Hal ini senada dikatakan Bapak Cecep selaku pengurus Bank
Central Sampah, beliau mengatakan:
“Informasi dari pemerintah sudah dilakukan dengan baik. Ibu-
ibu dan bapak-bapak telah melakukan sosialisasi dan
123
koordinasi pelaksanaan bank sampah.” (15 Juni 2014 Pukul
14.15 WIB di BCS TPA Rawa Kucing)
Berdasarakan hasil wawacara di atas menjelaskan pemerintah
kota sudah melakukan agenda sosialisasi dan koordinasi pada
pelaksanaan program bank sampah, yang kemudian ditinjau langsung
oleh peneliti kepada bank sampah dan masyarakat. Berdasarkan
penelitian di lapangan dijelaskan oleh Bapak Yasin, yaitu:
“Dinas Kebersihan dan Pertamanan sudah sering melakukan
sosialisai terkait pengelolaan sampah. Di setiap sosialisasi
masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Kami sebagai
masyarakat juga mendukung setiap program yang baik.
Namun, kami sudah melakukan tahap pengelolaan sampah
yang disampaikan oleh pemerintah, pemerintah masih lambat
tindakannya. Ada sampah yang masih belum diangkut setelah
kami melakukan pengumpulan sampah.” (18 Juni 2014 Pukul
14.45 WIB di Karang Tengah)
Berdasarkan wawancara di atas menjelaskan pemerintah
melakukan sosialisasi terhadap pengelolaan sampah dengan baik.
masyarakat pun ikut hadir dalam acara sosialisasi dan masyarakat pun
mengikuti apa yang telah dianjurkan pemerintah untuk mengelola
sampah bersama. Namun pemerintah masih lambat dalam tindakan
berikutnya. Tindakan yang lambat dalam mengambil sampah yang
telah terkumpul di bank sampah.
c. Konsistensi
konsistensi merupakan ketetapan dan kemantapan informasi
kebijakan dalam setiap pelaksanaannya. Implementasi program
gerakan 1000 bank sampah di Kota tangerang butuh konsistensi dalam
124
penerapannya, karena apabila berubah-ubah membuat bingung
pelaksana kebijakan dan sasaran tidak akan tercapai.
Konsistensi erat kaitan terhadap kegiatan yang dilakukan secara
berkala dan terus menerus. Pada program gerakan 1000 bank sampah
di Kota Tangerang pemerintah menargetkan ada seribu bank sampah
dalam kurun waktu lima tahun.
Hal ini diungkapkan oleh Ibu Astrini staf bina program DKP
Kota Tangerang, beliau mengatakan:
“Gerakan program bank sampah telah dilakukan dari tahun 2012
dan akan terus berjalan selama lima tahun. Kita terus berupaya
melakukan optimalisasi peningkatan bank sampah dari tahun ke
tahun. Turun langsung ke masyarakat melakukan sosialisasi,
pengarahan dan pembimbingan. Setiap bulannya kami ada
koordinasi laporan bank sampah”. (18 Juni 2014 Pukul 09.00
WIB di Kantor DKP Tangerang)
Dalam hal ini juga diungkapkan Ibu Marliyani Sekertaris Bank
Sampah Komp. POLRI Batu Ceper, beliau mengatakan:
“Pemerintah suka mengadakan pertemuan bulanan untuk
membahas koordinasi laporan bulanan bank sampah, terkadang
kalau lagi ada di forum kompos atau forum ibu-ibu PKK suka
menanyakan perkembangan bank sampah”. (17 Juni 2014
Pukul12.15 WIB di Komp. POLRI Batu Ceper)
Sedangkan menurut Bapak M. Nuh Mentor Bank Sampah di
daerah Cipondoh, beliau mengatakan :
“DKP melakukan pelatihan dan penyuluhan kepada mentor-
mentor tentang bank sampah setelah itu mentor-mentor yang
telah mengikuti pelatihan bersama DKP melakukan sosialisasi
tentang bank sampah. Namun setelah berjalan lebih dari enam
125
bulan lebih tidak ada tindak lanjut perhatian lagi dari DKP”. (15
Juni 2014 Pukul 10.35 WIB di Perumahan Poris Indah)
Program gerakan bank sampah di mulai dari tahun 2012 dan
akan terus berlangsung sampai lima tahun ke depan. Dalam kurun
lima waktu ke depan dengan target sudah ada 1000 bank sampah di
Kota Tangerang. Pemerintah masih terus mengoptimalkan gerakan
program bank sampah dalam melakukan sosialisasi dan pembinaan
dari tahun ke tahun. Pemerintah pun melakukan upaya koordinasi
laporan bank sampah setiap bulannya.
3. Disposisi
a. Pengangkatan birokrat/organisasi
Implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang Dinas Kebersihan dan Pertamanan dibantu Bank Central
Sampah dan para mentor bank sampah. Bank Central Sampah (BCS)
merupakan tempat melakukan penimbangan dan penukaran sampah
menjadi uang. Sampah yang telah terkumpul di bank sampah
masyarakat lalu di bawa oleh Bank Central Sampah dan ditukar
dengan uang. Mentor bank sampah adalah orang yang bertugas untuk
membimbing bank sampah di masyarakat, biasanya mentor
merangkap menjadi Ketua bank sampah di masyarakat.
Peneliti melakukan wawancara kepada Bapak M. Nuh selaku
Mentor Bank Sampah, berikut pernyataannya:
126
“Menjadi mentor bank sampah berawal dari keikutsertaan saya
pada forum kompos kota kemudian saya di undang pada acara
pelatihan bank sampah. Setelah mengikuti pelatihan tersebut
saya di tunjuk menjadi mentor di wilayah sekitar Cipondoh ini.”
(15 Juni 2014 Pukul 10.35 WIB di Perumahan Poris Indah)
Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Nanik Mentor bank sampah,
beliau mengatakan:
“Saya menjadi mentor bank sampah saat ikut pelatihan yang
diadakan oleh DKP. Sebelumnya, saya sering ikut acara dari pak
wali. Saya mengikuti segala kegiatan, seperti pelatihan bank
sampah di manasaya di undang dalam pelatihan tersebut dan
kemudian ditunjuk menjadi mentor di Sangiang Jaya.” (21 Juni
2014 Pukul 13.30 WIB di Kelurahan Sangiang Jaya)
Berdasarkan penelitian hasil wawancara di atas bahwa mentor-
mentor bank sampah diberikan pelatihan tentang bank sampah,
kemudian mentor-mentor tersebut memegang wilayah untuk
menjalankan program gerakan bank sampah. Selain dari pelatihan
penyuluhan, peneliti juga menemukan untuk membentuk bank sampah
ada cara lain menurut Bapak H. Taufik Syahzaeni, S.T, M.Si., yaitu:
“Dalam membentuk bank sampah tidak hanya dari undang calon
mentor atau pengurus untuk mengikuti pelatihan dan penyuluhan.
Ada cara lain untuk membentuk bank sampah yaitu dengan cara
membuat proposal ke Dinas Kebersihan daan Pertamanan yang
nantinya kami konfirmasi dan dilaksanakan pembinaan untuk bank
sampah” (19 Juni 2014 Pukul 09.10 WIB di Kantor DKP
Tangerang)
b. Insentif
Pelaksanaan kebijakan diperlukan suatu insentif untuk para
implementor sebagai stimulus pelaksanaan kebijakan agar mencapai
sasaran. Program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang akan
127
menemukan kendala apabila tidak ada stimulus dari pemerintah yang
dapat menggerakan kesadaran masyarakat. Pemerintah dapat
memberikan insentif berupa materi. Selain itu, pemerintah juga
memberikan dukungan perhatian berupa penghargaan prestasi, sehingga
masyarakat dapat termotivasi dalam mencapai sasaran.
Sejauh penelitian lapangan yang dilakukan, peneliti belum
melihat pemberian insentif yang dilakukan pemerintah. Ini diperkuat
dengan penelitian lapangan pernyataan dari Ibu Nanik, selaku pengurus
bank sampah di wilayah Sangiang Jaya, seperti berikut:
“Pemerintah masih kurang memberikan insentif pada saat proses
penimbangan, tidak ada logistik yang diberikan. Padahal kan
kita pengurus harus berpanas-panasan, keringetan dan
nungguinyang pada datang bisa sambil makan dan minum tapi
ini belum diberikan.” (21 Juni 2014 Pukul 13.30 WIB di
Kelurahan Sangiang Jaya)
Berdasarkan hasil wawancara di atas menyatakan pemerintah
masih kurang memberikan insentif. Belum adanya insentif berupa dana
operasional untuk para pelaksana. Padahal para pengurus bank sampah
harus melakukan mekanisme bank sampah sambil panas-panasan dan
keringetan tapi tidak ada logistik makan dan minum.
128
4. Struktur birokrasi
a. Standard Operating Prosedures (SOPs)
Standard Operating Prosedures (SOPs) merupakan bentuk
sistem kerja yang teratur dan sistematis, yang dapat menggambarkan
tujuan program yang dilaksankan sesuai dengan kebijakan. Bank
adalah sebuah lembaga yang umumnya didirikan untuk menerima
simpanan uang dan meminjamkan uang kepada masyarakat. Namun
belakangan bank menjadi tempat yang berhubungan penyimpanan
uang berubah menjadi hal lain. Bank sudah menjadi tempat
penyimpanan sampah, namanya bank sampah.Bank sampah
merupakan salah satu alternatif dalam pengelolaan sampah yang ada
di lingkungan.Sampah yang dianggap sesuatu yang tidak berguna dan
sudah tidak punya nilai yang sudah dibuang atau terbuang dari
aktifitas manusia.Sampah yang dikelola dengan baik dari hulu (rumah
tangga) sampai hilir dapat berharga, dapat mengurangi pencemaran
lingkungan, dan dapat mengurangi sumber masalah penyakit.
Bank Sampahadalah tempat penerimaan dan penyimpanan
sampah, tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat
didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi,
dengan tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah
sejak dari sumber;
129
2. Menjadikan sampah lebih bermanfaat dan mempunyai nilai
ekonomis dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian kembali
dan pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan;
3. Mengatasi masalah timbulan sampah di zona perumahan,
terutama bagi yang belum terlayani oleh dinas kebersihan dan
pertamanan.
SOPs (Standard Operating Prosedures) atau Mekanisme yang
dilaksanakan dalam proses program bank sampah di Kota Tangerang
yaitu proses pemilahan, penyetoran atau pengumpulan ke bank
sampah, penimbangan dan pencatatan. Proses pemilahan adalah
kegiatan pemilahan sampah yang ada di hulu atau di sumbernya
berdasarkan jenis dan karakteristik sampah. Menurut Bapak M. Nuh
selaku mentor bank sampah di daerah cipondoh, mengatakan:
“Proses pemilahan sampah dilakukan di rumah warga.Sampah
yang ada di rumah di pilih-pilih dahulu. Sampah yang bekas
masak dimasukan ke keranjang sampah, sampah botol plastik
dan kaleng dimasukan kedalam karung.” (15 Juni 2014 Pukul
10.35 WIB di Perumahan Poris Indah)
Penyetoran atau pengumpulan sampah ke bank sampah adalah
proses yang dilakukan setelah pemilahan sampah yang ada di rumah
kemudian di setor ke bank sampah. Sampah yang telah disetorkan
kemudian di timbang.Sampah yang timbang berdasarkan jenisnya
kemudian dicatat dalam buku tabungan bank sampah.Jadwal
penimbangan bank sampah dilakukan pada hari sabtu dan minggu.
130
SOPs dalam proses pelaksanaan program gerakan 1000 bank
sampah menjadi suatu pedoman para implementor untuk kegiatan-
kegiatan bank sampah.Menurut pendapat dari bapak Cecep selaku
Bank Central Sampah (BCS) Kota Tangerang, mengatakan:
“Dengan adanya suatu standar cara operasional, kegiatan bank
sampah dapat terarah. Dari proses rumah tangga, pemilahan,
penimbangan, pengambilan sampah, dan pada akhirnya nanti
ada suatu laporan hasil yang tercatat.” (15 Juni 2014 Pukul
14.15 WIB di BCS TPA Rawa Kucing)
Hal ini ditambahkan oleh Ibu Endah bank sampah di Komplek
POLRI Batu Ceper, beliau menjelaskan:
“Panduan operasional itu perlu buat kita-kita karena nanti juga
dapat membantu kerja kita di lapangan serta dapat menjelaskan
kepada nasabah yang belum mengerti. Masyarakat yang ikut
bank sampah kita sebut nasabah. Prosedurnya pemilahan
sampah lalu ditimbang dan disetor kepada BCS untuk penukaran
sampah menjadi uang.” (17 Juni 2014 Pukul 11.15 WIB di
Komplek POLRI Batu Ceper)
Menurut hasil wawancara diatas bahwa Standard Operating
Prosedures(SOPs) dalam operasional program gerakan bank sampah
diperlukan agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan terarah dari mulai
proses awal di rumah tangga melakukan pemilahan sampah
penimbangan penukaran sampah menjadi uang dan sampai akhirnya
ada sebuah catatat laporan akhir.
131
Gambar Mekanisme bank sampah
b. Fragmentasi
Fragmentasi merupakan pembagian tanggung jawab tugas
program gerakan 1000 bank sampah dalam memobilisasi bank
sampah. Dengan adanya fragmentasi, tugas tidak menumpuk pada satu
bagian saja,tetapi yang bagian lain juga terlibat menyuksesi program
gerakan 1000 bank sampah. Pemerintah Kota melalui Dinas
Kebersihan dan Pertamanan membagi peran dan tanggung jawab
kepada bank central sampah, mentor dan bank sampah di masyarakat
Pemilahan sampah
di rumah
Penyetoran ke bank
sampah
Penimbangan Pencatatan
Sumber: DKP Kota Tangerang
132
dalam implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang.
Peneliti melakukan wawancara mengenai fragmentasi program
gerakan 1000 bank sampah kepada staf bidang bina program yaitu
Ibu Leni, beliau mengatakan:
“akan terasa sulit bila ini hanya menjadi tumpuan tanggung
jawab pemerintah, kami rasa semua pihak harus terlibat dengan
begitu masalah sampah dapat teratasi. Kami dalam pelaksanaan
dibantu oleh mentor yang ditunjuk dari kader-kader dan BCS
Kota Tangerang”. (16 Juni 2014 Pukul 10.00 WIB di Kantor
DKP Tangerang)
Adapun pembagian peran dan tanggung jawab dalam program
bank sampah, sebagai berikut:
1. Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai institusi yang membuat
perencanaan dalam melaksanakan program bank sampah serta
melakukan komunikasi dan pembinaan kepada para implementor.
2. Bank Central Sampah sebagai lembaga yang ditunjuk oleh dinas
kebersihan dan pertamanan dalam hal tempat penampungan
sampah, tempat penukaran sampah menjadi uang serta memberi
laporan kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
3. Bank Sampah di tingkatan masyarakat merupakan tempat
penampungan sampah sementara sebelum sampah-sampah tersebut
di ambil oleh Bank Central Sampah.
4. Mentor dan pengurus Bank Sampah adalah orang yang telah
diberikan pelatihan dan penyuluhan untuk menjalankan serta
133
membina bank sampah yang ada di tingkatan masyarakat.
Mayoritas terdiri dari kader-kader PKK, Forum Komunitas
Pengelola Sampah (Forum KOMPOS) serta pengurus RT/RW.
4.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti mendapat gambaran
umum tentang implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang dari penerapan atau pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2009 tantang Pengelolaan Sampah, Peraturan Walikota Tangerang Nomor 13
Tahun 2009 tentang Penanganan Sampah. Gambaran tersebut didapat dari
hasil observasi di lapangan, wawancara terhadap informan-informan yang
memiliki keterkaitan dengan permasalahan informasi mengenai pelaksanaan
pengelolaan program bank sampah seperti Kepala Bidang Bina Program
Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Staf Bina program Dinas Kebersihan dan
Pertamanan, Bank Central Sampah, Bank Sampah serta masyarakat. Selain
itu juga gambaran mengenai hasil dari penelitian ini juga didapat dari
dokumen-dokumen yang berhasil didapat oleh peneliti.
Penelitian ini termasuk dalam kategori Implementasi kebijakan yang
berkenaan hasil dari suatu kebijakan dalam mengatasi permasalahan tentang
sampah di Kota Tangerang.Implementasi kebijakan membahas persoalan
pelaksanaan sumber daya, komunikasi, disposisi dan struktur birokrasidalam
134
program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan model implementasi kebijakan yang diungkapkan oleh
George C. Edward III, yaitu model direct and indirect impact on
implementation.
1. Proses implementasi program bank sampah
a. Pelaksanaan bank sampah
Pengelolaan sampah diselenggarakan dengan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keselamatan dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Sampah yang
diatur dalam peraturan daerah ini adalah sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga.
Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari perumahan, kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas
umum dan/atau fasilitas lainnya. Pengelolaan sampah dilaksanakan melalui
tahapan pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah dilaksanakan melalui tahapan pengurangan dan
penanganan sampah Pengurangan sampah meliputi kegiatan :
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
135
Pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Berdasarkan dengan undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah, peraturan menteri negara lingkungan hidup Nomor
13 Tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse dan recycle
melalui bank sampah, serta kebijakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2009 mengenai pengelolaan sampah di Kota Tangerang. Pemerintah Kota
memiliki kewajiban untuk menyelesaikan permasalahan yang ada salah
satunya, masalah sampah. Dalam menyelesaikan masalah sampah
pemerintah membuat salah satu solusi yaitu melaksanakan program
gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan alasan pelaksanaan
program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang dipaparkan oleh
Kabid Bina Program Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sebagai berikut:
“Dibentuknya program gerakan bank sampah berasal dari semakin
menumpuknya sampah yang ada di TPA Rawa kucing yang makin
menggunung serta untuk memperpanjang usia pemakaian TPA Rawa
kucing. Bank sampah juga sebagai salah satu pengelolaan sampah
136
pada sumbernya, karena masih ada masyarakat yang membuang
sampah sembarangan, membuang sampah di saluran air, sungai dan
lain-lain. Dengan adanya bank sampah masyarakat mulai sadar akan
lingkungan.” (Menurut Bapak H. Taufik Syahzaeni, S.T, M.Si., 19
Juni 2014 Pukul 09.10 WIB di Kantor DKP Tangerang)
Hal ini pun diungkapkan oleh staf bina program, yaitu:
“alasan adanya program bank sampah untuk menangani masalah
sampah di masyarakat yang menumpuk, sampah di TPA sudah makin
banyak dan memperpanjang usia TPA. Bank sampah terinspirasi dari
masyarakat yang ada di daerah Kunciran, yang sudah terbentuk dari
lembaga swadaya masyarakat.” (menurut Ibu Leni 16 Juni 2014
Pukul 10.00 WIB di Kantor DKP Tangerang)
Pada pelaksanaan program bank sampah di Kota Tangerang
dibutuhkan staf untuk melaksanakannya. Program bank sampah
terlegitimasi kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Staf yang
menaungi dan menjalankan program bank sampah dari bidang bina
program. Dinas Kebersihan dan Pertamanan melakukan persiapan dari
cara pelaksanaan, perencanaan sampai persiapan staf. Staf dibekali dengan
pendalaman materi dan pelatihan sebelum turun ke lapangan.
Pada pelakasanaan di lapangan keikutsertaan staf memiliki peran
penting guna membina dan memberikan pengarahan tentang bank sampah.
Keikutsertaan staf di lapangan dipaparkan oleh Bapak cecep selaku
pengurus BCS TPA Rawa Kucing, sebagai berikut:
“staf ikut serta pada program bank sampah di lapangan dalam
memantau bank sampah dan para implementor.” (15 Juni 2014 Pukul
14.15 WIB di BCS TPA Rawa Kucing)
137
Hal ini senada juga dengan pernyataan dari Ibu Astrini, mengatakan:
“staf ikut serta dalam membantu kesulitan yang ada di bank sampah.
kami pun harus ikut serta memberi contoh agar masyarakat pun sadar
akan lingkungan yang bersih, hijau, dan nyaman” (18 Juni 2014 Pukul
09.00 WIB di Kantor DKP Tangerang)
Keikutsertaan staf pada program bank sampah juga terkait pemberian
informasi dan komunikasi kepada para implementor. Informasi yang telah
disampaikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan sudah baik.
pemerintah memberikan informasi melalui surat kabar “kota benteng”,
talkshow di radio yang berada di Tangerang, spanduk atau baligo serta
lewat forum Komunitas Pengelola Sampah (KOMPOS).
Namun masih ada kurang terjadi pada bank sampah, kekurangan yang
terjadi pada fasilitas yang ada yaitu buku tabungan nasabah. Nasabah yang
bertambah di daerah Batu ceper, tidak ada buku bank sampahnya.
Walaupun nasabah di daerah sangiang mengalami pengurangan dari 65
nasabah menjadi 30 nasabah dikarenakan nasabah ada yang kurang
menerima adanya pemotongan 15 persen untuk pengurus bank sampah
dalam melakukan opersional bank sampah. Para nasabah yang terdiri dari
masyarakat di nilai belum mengerti dalam pelaksanaan program bank
sampah. Ini dipaparkan oleh Ibu Nanik Thowilah pengurus bank sampah,
sebagai berikut;
“masalah yang terjadi nasabah yang tadinya antusias bertambah
menjadi 65 nasabah berkurang menjadi 30. Karena ada pemotongan
15 persen untuk oprasional pengurus. Seharusnya masyarakat melihat
pengurus butuh dana untuk kegiatan. Kita kekurangan insentif dari
pemerintah.” (21 Juni 2014 Pukul 13.30 WIB di Kelurahan Sangiang
Jaya)
138
b. Tujuan Bank Sampah
Tujuan implementasi program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang, yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola
sampah sejak dari sumber, menjadikan sampah lebih bermanfaat dan
mempunyai nilai ekonomis dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian
kembali dan pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan.
Mengatasi masalah timbulan sampah di zona perumahan, terutama bagi
yang belum terlayani oleh dinas kebersihan dan pertamanan. Hal ini
diperkuat oleh staf dinas kebersihan dan pertamanan mengenai tujuan dari
bank sampah, sebagai berikut:
“meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah sejak
dari sumber, menjadikan sampah lebih bermanfaat dan mempunyai
nilai ekonomis dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian kembali
dan pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan.
Mengatasi masalah timbulan sampah di zona perumahan, terutama
bagi yang belum terlayani.” (menurut Ibu Leni 16 Juni 2014 Pukul
10.00 WIB di Kantor DKP Tangerang)
Namun dalam mencapai tujuan implementasi program gerakan 1000
bank sampah dibutuhkan komitmen oleh pemerintah. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pengurus Bank central sampah di lapangan, sebagai
berikut:
“pemerintah sudah memiliki upaya dan komitmen dalam menangani
masalah sampah yang di Kota Tangerang. Dengan melakukan salah
satunya bank sampah. Perlu di apresiasi adanya program bank
sampah. Namun masih perlu peningkatan pada daerah yang belum
mengetahui dan mendapatkan sosialisasi program bank sampah”
(menurut Bapak Cecep 15 Juni 2014 Pukul 14.15 WIB di BCS TPA
Rawa Kucing)
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan-rumusan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan penting dari penelitian ini yaitu
bahwa pada dasarnya implementasi program gerakan 1000 bank sampah di
Kota Tangerang memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat dan
lingkungan.
Sesuai dengan rumusan masalah utama dalam penelitian ini yang
menggunakan model implementasi kebijakan yang diungkapkan oleh George
C. Edward III, yaitu model direct and indirect impact on implementation.
Implementasi program gerakan 1000 bank sampah masih kurang berjalan
dengan baik dalam pelaksanaannya, ini terlihat dari pelaksanaan di lapangan
terdapat kekurangan yang di alami pemerintah, yaitu:
1. Belum adanya insentif yang diberikan;
2. Sarana dan prasarana atau fasilitas masih kurang memadai;
3. Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan
sampah;
4. Berkurangnya nasabah bank sampah di suatu lokasi;
5. Kurangnya pembinaan pada bank sampah serta masyarakat;
6. Tidak adanya teguran terhadap bank sampah yang tidak berjalan.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian seperti
yang telah dijelaskan diatas. Maka, peneliti dapat memberikan saran-saran
kepada Pemerintah Kota Tangerang khususnya kepada Dinas Kebersihan dan
Pertamanan agar dimasa yang akan datang dapat menjalankan program bank
sampah tersebut seperti tujuan awal pembuatan kebijakan tersebut. Adapun
saran-saran yang dapat diberikan oleh peneliti antara lain adalah:
1. Harus melakukan pendataan dan pengchekan ulang kepada bank sampah
yang ada di Kota Tangerang;
2. Pemerintah Kota hendaknya melakukan perbaikan untuk mengatasi
permasalahan program bank sampah dengan cara melakukan evaluasi
secara berkala antara dinas dengan bank sampah di tingkatan masyarakat
sehingga permasalahan yang ada segera dapat diselesaikan;
3. Pemerintah hendaknya memberikan insentif kepada para implementor;
4. Pemerintah perlu adanya peningkatan dalam sosialisasi dan pembinaan
pada masyarakat;
5. Pada pelaksanaan program dalam hal sarana dan prasarana perlu di
tingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Pembangunan EkonomiPerkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeta
Dunn, William N.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.Jakarta:
Pradnya Paramita
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Sadyohutomo, Mulyono. 2003. Manajemen Kota Dan Wilaya. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
________. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia
(AIPI)
Wicaksono, Kristian W. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Dokumen :
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009
Sumber Lain:
Data & dokumen dari Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Tangerang
www.tangerangkota.co.id
e-prints.undip.ac.id/17313/1/faizah
e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/68
CURRICULUM VITAE
DATA PERSONAL
NAMA : Luluk Ardyatmoko
TEMPAT, TANGGAL LAHIR : Tangerang, 03 Oktober 1989
JENIS KELAMIN : Laki-laki
STATUS : Belum menikah
AGAMA : Islam
ALAMAT : Jl. Bahagia 1 Blok C4/12, Pondok Makmur, Kec.
Periuk Kota Tangerang kode pos: 15132
NO HP : 081283881219
EMAIL : [email protected]
PENDIDIKAN
1. TK Cut Nyak Dien Th.1994 – 1995
2. SDN 20 Tangerang Th. 1995 – 2001
3. SLTPN 1 Tangerang Th. 2001 – 2004
4. SMAN 6 Tangerang Th. 2004 – 2007
5. ADM. NEGARA Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Th. 2007 – 2014
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Wakil Sekbid 7 OSIS SMAN 6 Tangerang Periode 2005-2006
2. Wakil ketua II Dewan Perwakilan Mahasiswa ( DPM ) Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UNTIRTA Periode 2007-2008
3. Koordinator DEPKOMINFO Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara UNTIRTA
Periode 2009
4. Koordinator Kajian dan strategi Untirta Movement Community ( UMC ) periode
2009-2010
5. Menteri Sosial dan Politik BEM UNTIRTA Periode 2011
6. HIMA KOSGORO BIDANG KESRA 2012-2014
PENGALAMAN KERJA
1. WIDTECH INDONESIA/SGI Oktober-Februari Th 2012-2013
2. NOTARIS ANITA ROHMAH, SH., M.Kn. Juli-Maret Th 2013-2014
LAMPIRAN
CATATAN LAPANGAN
A. Observasi awal dilaksanakan pada akhir bulan Oktober dan bulan November tahun
2013 ke Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang dan Lokasi
penelitian yaitu lokasi bank sampah di Kota Tangerang. Kedatangan peneliti ke
tempat-tempat tersebut tidak lain untuk observasi awal dalam penyusunan proposal
penelitian. Data-data yang didapatkan yaitu data-data yang memiliki keterkaitan
dengan permasalahan yang telah dipaparkan oleh peneliti dalam penyusunan latar
belakang permasalahan. Data-data yang diperoleh merupakan data yang bersumber
dari keterangan Dinas Kebersihan dan pertamanan, Undang-undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, peraturan menteri negara lingkungan
hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse dan
recycle melalui bank sampah, serta kebijakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2009 mengenai pengelolaan sampah.
B. Selanjutnya setelah beberapa kali mengumpulkan dan mencari data lapangan sampai
dengan tersusunnya proposal penelitian. Kemudian peneliti kembali ke lapangan
untuk pencarian data selanjutnya serta memperbaiki serta melengkapi data-data yang
dianggap masih kurang yaitu melalui observasi dan wawancara. Peneliti mendatangi
Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang. Disana peneliti bertemiu
dengan Kepala Bidang Bina Program dan Staf Bina Program. Peneliti menanyakan
berbagai hal tentang kegiatan dan program yang dilakukan Dinas dalam rangka
melaksanakan program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang. Informan
selanjutnya yang peneliti Tanya adalah beberapa bank sampah di Kota Tangerang.
Peneliti menanyakan tentang pelaksanaan program gerakan 1000 bank sampah yang
berjalan di masyarakat.
1. Catatan Lapangan
Nama : H. Taufik Syahzaeni, S.T., M.Si.
Jenis Kelamin : / P
Pekerjaan / Jabatan : Kabid Bina Program
Tempat : Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Waktu : 19 Juni 2014
Pukul : 09.10 WIB
2. Catatan Lapangan
Nama : Leni Nuraeni
Jenis Kelamin : L /
Pekerjaan : Staf Bina Program
L
P
Tempat : Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Waktu : 16 Juni 2014
Pukul : 10.00 WIB
3. Catatan Lapangan
Nama : Astrini Zuniarti
Jenis Kelamin : L /
Pekerjaan : Staf Bina Program
Tempat : Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Waktu : 18 Juni 2014
Pukul : 09.00 WIB
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang dan Staf Bina Program Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Tangerang, peneliti mendapatkan apa yang menjadi tujuan dari
wawancara tersebut, yaitu mengenai kegiatan atau program apa saja yang telah
dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang dalam
melaksanakan program gerakan 1000 bank sampah Kota Tangerang. Peneliti juga
mendapatkan informasi sudah sejauh mana program bank sampah berjalan dan
hambatan yang terjadi saat di lapangan.
4. Catatan Lapangan
Nama : Cecep
Jenis Kelamin : / P
Pekerjaan : Penguru Bank Central Sampah (BCS)
Tempat : BCS TPA Rawa Kucing
Waktu : 15 Juni 2014
Pukul : 14.25 WIB
P
L
5. Catatan Lapangan
Nama : Nanik Thowilah
Jenis Kelamin : L /
Pekerjaan : Mentor dan Ketua Bank Sampah
Tempat : Sangiang Jaya
Waktu : 21 Juni 2014
Pukul : 13.30 WIB
6. Catatan Lapangan
Nama : Endah Suratno
Jenis Kelamin : L /
Pekerjaan : Mentor dan Ketua Bank Sampah
Tempat : Komplek POLRI Batu Ceper
Waktu : 17 Juni 2014
Pukul : 11.15 WIB
7. Catatan Lapangan
Nama : Marliyani
Jenis Kelamin : L /
Pekerjaan : Sekertaris Bank Sampah
Tempat : Komplek POLRI Batu Ceper
Waktu : 17 Juni 2014
Pukul : 12.15 WIB
P
P
P
8. Catatan Lapangan
Nama : Sumardjono
Jenis Kelamin : / P
Pekerjaan : Mentor dan Pengurus Bank Sampah
Tempat : Larangan
Waktu : 20 Juni 2014
Pukul : 15.00 WIB
9. Catatan Lapangan
Nama : M. Nuh
Jenis Kelamin : / P
Pekerjaan : Mentor dan Pengurus Bank Sampah
Tempat : Perumahan Poris Indah
Waktu : 15 Juni 2014
Pukul : 10.35 WIB
Hasil dari wawancara dengan Bank Central Sampah dan Mentor juga merangkap
pengurus Bank Sampah, peneliti mendapatkan data dan informasi mengenai proses
pelaksanaan bank sampah di masyarakat. Mereka memiliki peran dan tanggung jawab
mengajak masyarakat untuk ikut berpatisipasi dalam program bank sampah serta menjaga
lingkungan yang bersih, sehat, hijau dan nyaman. Peneliti juga mendapatkan informasi
bagaimana koordinasi dan sosialisasi yang dilakukan dalam program bank sampah.
Pembinaan dan pemantau juga perlu dilakukan terhadap perkembangan bank sampah.
10. Catatan Lapangan
Nama : Ewinan Pratiwi
Jenis Kelamin : L /
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tempat : Perumahan Alam Indah
Waktu : 21 Juni 2014
Pukul : 10.05 WIB
L
L
P
11. Catatan Lapangan
Nama : Abdul Rahim
Jenis Kelamin : / P
Pekerjaan : Wiraswata
Tempat : Perumahan Barata
Waktu : 18 Juni 2014
Pukul : 13.00 WIB
12. Catatan Lapangan
Nama : Yasin
Jenis Kelamin : / P
Pekerjaan : Pensiunan
Tempat : Karang Tengah
Waktu : 18 Juni 2014
Pukul : 14.45 WIB
Hasil
13. Catatan Lapangan
Nama : Romli
Pengamatan / Wawancara : / P
Pekerjaan : SDN 1 Cipondoh
Tempat : Cipondoh
Waktu : 20 Juni 2014
Pukul : 08.00 WIB
L
L
L
14. Catatan Lapangan
Nama : Nurlaela
Pengamatan / Wawancara : L /
Pekerjaan : Guru SMAN 10 Tangerang
Tempat : Cipondoh
Waktu : 20 Juni 2014
Pukul : 10.00 WIB
Hasil wawancara dengan Masyarakat dan Sekolah di Kota Tangerang peneliti
mendapatkan tambahan informasi dari program gerakan 1000 bank sampah. Masyarakat
dan sekolah umumnya merasa senang dengan adanya bank sampah. Masyarakat bisa
mendapatkan tambahan ekonomi walau tidak terlalu besar. Sekolah merasa program bank
sampah ini merupakan program yang baik untuk mengajak siswa-siswa menjaga
lingkungan dari sampah.
P
JADWAL PENELITIAN
No Tanggal Waktu
(WIB)
Tempat
Kegiatan/ Hasil
Temuan
Keterangan
1. 22/10/13 09.00 Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan
Kota
Tangerang
Surat izin penelitian Ijin Penelitian
2 24/03/14 10.30 Puskesmas
Cipondoh
Observasi lapangan
awal terkait program
bank sampah di Kota
Tangerang dengan Ibu
Ewinan Pratiwi
Mencari
informasi
lapangan
3 25/03/14 10.00 Larangan Observasi lapangan
awal terkait program
bank sampah di Kota
Tangerang dengan
bapak Sumardjono
Mencari
informasi
lapangan
4 28/03/14 16.00 Sangiang
Jaya
Observasi Lapangan
awal terkait program
bank sampah di Kota
Tangerang dengan Ibu
Nanik Thowilah
Mencari
informasi
lapangan
5 30/03/14 09.00 Cipondoh Observasi Lapangan
awal terkait program
bank sampah di Kota
Tangerang M.Nuh
Mencari
informasi
lapangan
6. 15/06/14 14.15 BCS TPA
Rawa
Kucing
Wawancara dengan Bank
Cental Sampah Bapak
Cecep
Wawancara
Penelitian
7 16/06/14 10.00 Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan
Kota
Tangerang
Wawancara dengan Staf
Bina Program Ibu Leni
Nuraeni
Wawancara
Penelitian
8. 17/06/14 08.35 Komplek
POLRI
Batu Ceper
Sosialisasi Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan Kota
Tangerang
Partisipasi
9. 17/06/14 11.15 Komplek
POLRI
Batu Ceper
Wawancara dengan
pengurus bank sampah
Ibu Endah Suratno
Wawancara
Penelitian
10. 17/06/14 12.15 Komplek
POLRI
Batu Ceper
Wawancara dengan
pengurus bank sampah
Ibu Marliyani
Wawancara
Penelitian
11. 18/06/14 09.00 Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan
Kota
Tangerang
Wawancara staf bina
program Ibu Astrini
Zuniarti
Wawancara
Penelitian
12 18/06/14 10.35 Kelurahan
Karang
Tengah
Sosialisasi Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan Kota
Tangerang
Partisipasi
13 18/06/14 13.00 Perumahan
BARATA
Wawancara masyarakat
dengan Bapak Abdul
Rahim
Wawancara
penelitian
14 18/06/14 14.45 Karang
Tengah
Wawancara masyarakat
dengan Mang Yasin
Wawancara
penelitian
15. 19/06/14 09.10 Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan
Kota
Tangerang
Wawancara Kepala
Bidang bina program
Bapak H. Taufik Syah
Zaeni S.T., M.Si.
Wawancara
Penelitian
16. 20/06/14 08.00 SDN 1
Cipondoh
Wawancara Sekolah
dengan Bapak Romli
Wawancara
Penelitian
17. 20/06/14 10.00
SMAN 10
Tangerang
Wawancara Sekolah
dengan Ibu Nurlaela
Wawancara
Penelitian
18. 20/06/14 15.00 Larangan Wawancara mentor dan
pengurus bank sampah
dengan Bapak
Sumardjono
Wawancara
Penelitian
19. 21/06/14 10.05
Perumahan
Alam Indah
Wawancara masyarakat
dengan Ibu Ewinan
Pratiwi
Wawancara
Penelitian
20. 21/06/14 13.30 Sangiang
Jaya
Wawancara dengan
mentor dan pengurus
bank sampah
Wawancara
penelitian
INFORMAN DALAM PENELITIAN
No Kode
Informan Nama Jabatan/Pekerjaan
Keterangan
1
I1 H. Taufik
Syahzaeni S.T.,
M.Si.
KaBidBina Program
Key Informan
2 I2 LeniNuraeni Staf Bina Program Key Informan
3 I3 Astrid Zuniarti Staf Bina Program Key Informan
4 I4 Cecep BCS Key Informan
5 I5 Nanik Bank Sampah Key Informan
6 I6 Endah Suratno Bank Sampah Key Informan
7 I7 Marliyani Bank Sampah Key Informan
8 I8 Sumardjono Bank Sampah Key Informan
9 I9 M. Nuh Bank Sampah Key Informan
10 I10 Ewinan Pratiwi Masyarakat Secondary Informan
11 I11 Abdul Rahim Masyarakat Secondary Informan
12 I12 Yasin Masyarakat Secondary Informan
13 I13 Romli Sekolah Secondary Informan
14 I14 Nurlaela Sekolah Secondary Informan
Sumber Peneliti 2014
PEDOMAN WAWANCARA
Dimensi Kisi-kisi Wawancara Informan
Sumber Daya:
a. Staf
b. Informasi
c. Wewenang
d. Fasilitas
1. Menurut anda apa tujuan
dilaksanakannya Program
gerakan 1000 bank sampah
tersebut?
2. Bagaimana proses penunjukan
para pelaksana program gerakan
1000 bank sampah di Kota
Tangerang?
3. Bagaimana kesiapan para
pelaksana Program gerakan 1000
bank sampah baik teknis maupun
non teknis?
4. Apakah alasan Pemerintah Kota
Tangerang melaksanakan
program 1000 bank sampah?
5. Apakah staf DKP Kota
Tangerang ikut serta dalam
pelaksanaan gerakan 1000 bank
sampah?
6. Bagaimana komitmen DKP Kota
Tangerang dalam pelaksanaan
gerakan 1000 bank sampah?
7. Bagaimana proses pembuatan
bank sampah? adakah kriteria
yang ditentukan untuk menjadi
bank sampah?
8. Apakah kendala/hambatan dalam
pelaksanaan program gerakan
1000 bank sampah?
9. Apa saja upaya pemerintah Kota
Tangerang untuk menangani
kendala/hambatan dalam
pelaksanaan program gerakan
1000 bank sampah tersebut?
10. Bagaimana prosedural
operasional atau mekanisme
program bank sampah?
11. Bagaimana cara pemerintah Kota
Tangerang memberikan informasi
kepada masyarakat tentang
program gerakan 1000 bank
sampah?
1. Kepala
Bidang Bina
Program
Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan
2. Staf Bina
Program Dina
Kebersihan
dan
Pertamanan
3. Bank Central
Sampah
4. Bank Sampah
5. Masyarakat
6. Sekolah
Komunikasi:
a. Transmisi
b. Kejelasan
c. Konsistensi
Disposisi/Sikap
a. Pengangkatan
Birokrasi/Organisasi
b. Insenteif
Struktur Birokrasi
a. Standard Operating
Prosedures (SOPs)
b. Fragmentasi
Sumber Peneliti 2014
12. Apakah komunikasi yang
dilakukan pemerintah Kota
Tangerang dengan masyarakat
sudah berjalan dengan baik?
13. Sejauh ini sudah berapa kali
pemerintah Kota Tangerang
melakukan sosialisasi kepada
masyarakat?
14. Bagaimana koordinasi yang
dilakukan Pemerintah Kota
Tangerang agar program gerakan
1000 bank sampah tersebut dapat
berjalan sesuai tujuan?
15. Apa saja yang telah berhasil
dicapai oleh dalam pelaksanaan
gerakan 1000 bank sampah?
Apakah sesuai dengan target yang
telah ditentukan?
16. Bagaimana mekanisme
pemberian insentif untuk para
pelaksana progam gerakan 1000
bank sampah?
17. Apakah fasilitas yang didapatkan
sudah cukup untuk melaksanakan
program gerakan 1000 bank
sampah tersebut?
18. Adakah fasilitas tambahan yang
diberikan DKP Kota Tangerang
jika mengalami kendala?
19. Apa harapan anda dalam
penerapan program gerakan 1000
bank sampah?
TRANSKIP WAWANCARA SEBELUM REDUKSI
1. Sumber Daya
a. Staf
Informan Bagaimana kesiapan para pelaksana Program gerakan 1000
bank sampah baik teknis maupun non teknis?
I2 “Kesiapan dari kami melakukan perencanaan materi program
bank sampah dan kami melakuan pendalaman materi agar kami
pun paham ketika turun ke masyarakat tentang prosedural bank
sampah”
Informan Apakah staf DKP Kota Tangerang ikut serta dalam
pelaksanaan gerakan 1000 bank sampah?
I4 “staf ikut serta pada program bank sampah di lapangan dalam
memantau bank sampah dan para implementor.”
I3 “staf ikut serta dalam membantu kesulitan yang ada di bank
sampah. kami pun harus ikut serta memberi contoh agar
masyarakat pun sadar akan lingkungan yang bersih, hijau, dan
nyaman”
Informan Bagaimana komitmen DKP Kota Tangerang dalam
pelaksanaan gerakan 1000 bank sampah?
I4 “pemerintah sudah memiliki upaya dan komitmen dalam
menangani masalah sampah yang di Kota Tangerang. Dengan
melakukan salah satunya bank sampah. Perlu di apresiasi adanya
program bank sampah. Namun masih perlu peningkatan pada
daerah yang belum mengetahui dan mendapatkan sosialisasi
program bank sampah”
b. Informasi
c. Wewenang
Informan Bagaimana wewenang dalam program 1000 bank sampah?
I1
”Kewenangan yang telah diatur dalam undang-undang Dinas
Kebersihan dan Pertamanan memiliki peran tanggung jawab
terhadap permasalahan sampah yang ada. Dinas Kebersihan dan
Pertamanan bertanggung jawab atas kebersihan dan kenyamanan
Kota Tangerang. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
menyelesaikan sampah yaitu dengan bank sampah. Sampah
dapat dikelola akan menghasilkan nilai ekonomi dan dapat
bermanfaat”
I3
“Dalam menjalankan tugas kedinasan DKP berpatokan kepada
Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang pembentukan
susunan organisasi dinas daerah pasal 14. Sedangkan untuk
mengelola sampah di Kota Tangerang kami mempunyai
landasan aturan yaitu Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009
tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Walikota Tangerang
Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penanganan Sampah.”
Informan Bagaimana cara pemerintah Kota Tangerang memberikan
informasi kepada masyarakat tentang program gerakan 1000
bank sampah?
I1
“Dalam kebijakan yang telah dibuat tindakan selanjutnya yaitu
memberikan informasi. Apabila tidak ada informasi yang
disampaikan maka kebijakan itu tidak akan berjalan dengan baik.
Program gerakan 1000 bank sampah diinformasikan melalui koran
“kota benteng”, talk show radio, forum-forum, spanduk dan baligo.
Karena dengan adanya informasi tersebut kita memberi tau
masyarakat bahwa ada program bank sampah di Kota Tangerang.
Serta mengajak masyarakat untuk sadar lingkungan”
I6 “Kami mendapatkan informasi dari forum kompos kota, di sana kami
diberi tau bahwa ada program bank sampah dari pemerintah”
d. Fasilitas
Informan Apakah fasilitas yang didapatkan sudah cukup untuk
melaksanakan program gerakan 1000 bank sampah tersebut?
I3 “Kami mempersiapkan materi yang akan disampaikan kepada
masyarakat dalam menjalankan bank sampah serta menyediakan
sarana prasarana penunjang untuk bank sampah seperti modul,
buku tabungan, buku catatan, timbangan dan kotak pemilah
sampah.”
I5 “Dengan berjalannya program bank sampah serta adanya antusias
dari masyarakat di sini ada penambahan nasabah. Kami masih
kekurangan buku tabungan bank sampah dan butuh tambahan
buku laporan kas bank sampah.”
2. Komunikasi
a. Transmisi
b. Kejelasan
Informan Bagaimana cara pemerintah Kota Tangerang memberikan
informasi kepada masyarakat tentang program gerakan 1000
bank sampah?
I2 “Program gerakan 1000 bank sampah diinformasikan melalui media
surat kabar dan kelompok kerja di masyarakat pokja kompos
tangerang hijau dan kader-kader pkk”
I3 “Penyampaian informasi tentang program pengelolaan bank sampah
kami lakukan dengan cara sosialisasi kepada masyarakat melalui
forum-forum yang ada di Kota Tangerang, misalnya lewat kader ibu
PKK, forum kompos maupun datang ke kelurahan”
Informan Apakah komunikasi yang dilakukan pemerintah Kota Tangerang
dengan masyarakat sudah berjalan dengan baik dan jelas?
I2
“Proses informasi berjalan dengan jelas dan baik. Kami melakukan
komunikasi sosialisasi serta koordinasi kepada bank sampah
masyarakat karena kami ingin mengetahui sejauh mana
perkembangan bank-bank sampah tersebut”
I4
“Informasi dari pemerintah sudah dilakukan dengan baik. Ibu-ibu dan
bapak-bapak telah melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan
bank sampah”
c. Konsistensi
3. Disposisi
a. Pengangkatan birokrasi/organisasi
Informan Bagaimana proses penunjukan para pelaksana program gerakan
1000 bank sampah di Kota Tangerang?
I9
“Menjadi mentor bank sampah berawal dari keikutsertaan saya pada
forum kompos kota kemudian saya di undang pada acara pelatihan bank
sampah. Setelah mengikuti pelatihan tersebut saya di tunjuk menjadi
mentor di wilayah sekitar Cipondoh ini”
I5
“Saya menjadi mentor bank sampah saat ikut pelatihan yang diberikan
oleh DKP. Sebelum saya sering ikut acara dari pak wali. Ada acara apa
saja ikutin sama seperti pelatihan bank sampah yang saya di undang
pelatihan dan di tunjuk menjadi mentor di Sangiang Jaya”
Informan Bagaimana koordinasi yang dilakukan Pemerintah Kota
Tangerang agar program gerakan 1000 bank sampah tersebut
dapat berjalan sesuai tujuan?
I3
“Gerakan program bank sampah telah dilakukan dari tahun 2012 dan
akan terus berjalan selama lima tahun. Kita terus berupaya
melakukan optimalisasi peningkatan bank sampah dari tahun ke
tahun. Turun langsung ke masyarakat melakukan sosialisasi,
pengarahan dan pembimbingan. Setiap bulannya kami ada koordinasi
laporan bank sampah”
I7
“Pemerintah suka mengadakan pertemuan bulanan untuk membahas
koordinasi laporan bulanan bank sampah, terkadang kalau lagi ada di
forum kompos atau forum ibu-ibu PKK suka menanyakan
perkembangan bank sampah”
b. Insentif
4. Struktur Birokrasi
a. Standard operating prosedures (SOPs)
Informan Bagaimana mekanisme pemberian insentif untuk para pelaksana
progam gerakan 1000 bank sampah?
I5
“Masih kurang memberikan insentif pada saat proses penimbangan tidak
ada logistik yang diberikan. Padahal kan kita pengurus harus panas-
panasan, keringetan dan nungguin yang pada datang bisa sambil makan
minum tapi ini belum diberikan”
Informan Bagaimana prosedural operasional atau mekanisme program bank
sampah?
I9 “Proses pemilahan sampah dilakukan di rumah warga.Sampah yang ada
di rumah di pilih-pilih dahulu. Sampah yang bekas masak dimasukan ke
keranjang sampah, sampah botol plastik dan kaleng dimasukan kedalam
karung.”
I4
“Dengan adanya suatu standar cara operasional kegiatan bank sampah
bisa terarah. Dari proses rumah tangga pemilahan penimbangan
pengambilan sampah dan pada akhirnya nanti ada suatu laporan hasil
yang tercatat”
I6
“Panduan operasional itu perlu buat kita-kita karena nanti juga dapat
membantu kerja kita di lapangan serta dapat menjelaskan kepada
nasabah yang belum mengerti. Masyarakat yang ikut bank sampah kita
sebut nasabah. Prosedurnya pemilahan sampah lalu di timbang dan
setor kepada BCS untuk penukaran sampah dengan uang”
Informan Menurut anda apa tujuan dilaksanakannya Program gerakan 1000
bank sampah tersebut?
I2 “meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah sejak
dari sumber, menjadikan sampah lebih bermanfaat dan mempunyai nilai
ekonomis dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian kembali dan
pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan. Mengatasi
masalah timbulan sampah di zona perumahan, terutama bagi yang belum
terlayani.”
b. Fragmentasi
Informan Bagaimana proses penunjukan para pelaksana program
gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang?
I2
“akan terasa sulit bila ini hanya menjadi tumpuan tanggung
jawab pemerintah, kami rasa semua pihak harus terlibat
dengan begitu masalah sampah dapat teratasi. Kami dalam
pelaksanaan dibantu oleh mentor yang ditunjuk dari kader-
kader dan BCS Kota Tangerang”
Buku Stok Barang Bank Sampah Buku Tabungan Bank Sampah
Buku Surat Jalan Bank Sampah Buku Kas Bank Sampah
Pedoman Wawancara
Program Gerakan 1000 Bank Sampah Di Kota Tangerang
1. Menurut anda apa tujuan dilaksanakannya Program gerakan 1000 bank sampah
tersebut?
2. Bagaimana proses penunjukan para pelaksana program gerakan 1000 bank sampah di
Kota Tangerang?
3. Bagaimana kesiapan para pelaksana Program gerakan 1000 bank sampah baik teknis
maupun non teknis?
4. Apakah alasan Pemerintah Kota Tangerang melaksanakan program 1000 bank
sampah?
5. Bagaimana wewenang dalam program 1000 bank sampah?
6. Apakah staf DKP Kota Tangerang ikut serta dalam pelaksanaan gerakan 1000 bank
sampah?
7. Bagaimana komitmen DKP Kota Tangerang dalam pelaksanaan gerakan 1000 bank
sampah?
8. Bagaimana proses pembuatan bank sampah? adakah kriteria yang ditentukan untuk
menjadi bank sampah?
9. Apakah kendala/hambatan dalam pelaksanaan program gerakan 1000 bank sampah?
10. Bagaimana prosedural operasional atau mekanisme program bank sampah?
11. Bagaimana cara pemerintah Kota Tangerang memberikan informasi kepada
masyarakat tentang program gerakan 1000 bank sampah?
12. Apakah komunikasi yang dilakukan pemerintah Kota Tangerang dengan masyarakat
sudah berjalan dengan baik dan jelas?
13. Sejauh ini sudah berapa kali pemerintah Kota Tangerang melakukan sosialisasi
kepada masyarakat?
14. Bagaimana koordinasi yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang agar program
gerakan 1000 bank sampah tersebut dapat berjalan sesuai tujuan?
15. Apa saja yang telah berhasil dicapai oleh dalam pelaksanaan gerakan 1000 bank
sampah? Apakah sesuai dengan target yang telah ditentukan?
16. Bagaimana mekanisme pemberian insentif untuk para pelaksana progam gerakan
1000 bank sampah?
17. Apakah fasilitas yang didapatkan sudah cukup untuk melaksanakan program gerakan
1000 bank sampah tersebut?
18. Adakah fasilitas tambahan yang diberikan DKP Kota Tangerang jika mengalami
kendala?
19. Apa harapan anda dalam penerapan program gerakan 1000 bank sampah?