IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR...
Click here to load reader
Transcript of IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR...
IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR
74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN INKLUSIF DI PROVINSI BANTEN (STUDI PADA SEKOLAH INKLUSIF DI KOTA SERANG)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
SYARIFAH RAHMI AZIIZI
NIM. 6661131157
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, JUNI 2017
ii
ABSTRAK
Syarifah Rahmi Aziizi. 6661131157. Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten (Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang). Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I: Titi Stiawati, S.Sos., M.Si. Dosen Pembimbing II: Listyaningsih, S.Sos., M.Si. Keberadaan Pendidikan Inklusif di Indonesia masih sangat asing bagi masyarakat umumnya. Demikian dengan Pendidikan Inklusif di Kota Serang yang masih dalam keadaan minim perhatian dari Pemerintah Kota Serang terutama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang. Belum tercapainya tujuan dari Peraturan Gubernur Banten No. 74 Tahun 2014 untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik dengan baik di Kota Serang, tidak tersedianya sarana dan prasarana khusus di sekolah inklusif di Kota Serang, serta kurangnya Guru Pembimbing Khusus di sekolah inklusif di Kota Serang menjadi perhatian mengapa penelitian ini dilakukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana implementasi kebijakan tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dijalankan untuk kemudian dilakukan perbaikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang. Teori yang digunakan adalah teori Implementasi Kebijakan Publik George Edward III dalam Agustino (2006: 149). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan adalah model Miles & Huberman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang dalam menjalankan Pendidikan Inklusif belum terlaksana secara optimal. Karena Implementasi yang tepat untuk diterapkan kemudian ialah perlu dilakukan penguatan dalam Struktur Birokrasi yang kemudian akan membawa pengaruh terhadap Komunikasi yang jelas antar pelaksana dan mensiapkan Sumber Daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan serta Disposisi pembagian tanggungjawab yang merata. Kata kunci : Implementasi, Inklusif, Kebijakan
iii
ABSTRACT
Syarifah Rahmi Aziizi. 6661131157. Implementation of Governor Regulation
No. 74 of 2014 on Guidelines for Implementing Inclusive Education in Banten
Province Studies in Inclusive Schools in Serang City. Department of
Administration. Faculty of Social Science and Political Science. University of
Sultan Ageng Tirtayasa. Lecturer Supervisor I: Titi Stiawati, S.Sos., M.Si.
Lecturer Supervisor II: Listyaningsih, S.Sos., M.Si.
The existence of Inclusive Education in Indonesia is still very foreign to the general public. Thus with Inclusive Education in Serang City is still in a state of minimal attention from the City Government Attack Serang City Office of Education and Culture. The achievement of the objectives of the Banten Governor Regulation no. 74 of 2014 to realize education that values diversity and non-discrimination for all learners well in Serang City, the unavailability of special facilities and infrastructure in inclusive schools in Serang City, and the shortage of Special Supervisor Teachers In inclusive schools in Serang City is the concern why This study was conducted. This research is aimed to know and analyze how the implementation of Guidance of Implementation of Inclusive Education to be done by Education and Culture Office of Serang City. The theory used is the theory of Public Policy Implementation George Edward III in Agustino (2006: 149). This research uses qualitative approach with descriptive method. Data analysis technique used is Miles & Huberman model. The result of this research shows that the implementation done by the Education and Culture Office of Serang City in implementing the Inclusive Education has not been implemented optimally. Due to the proper Implementation to be implemented, it is necessary to do in Bureaucracy structure which will then have an effect on the clear communication between the implementer and the Responsible Resource needed in the implementation of the policy and the disposition of equal distribution of responsibility. Keywords: Implementation, Inclusive, Policy
iv
v
vi
vii
Manusia yang berakal ialah Manusia yang suka menerima
dan meminta Nasihat.
-Umar bin Khaththab
Persembahan:
”skripsi ini saya persembahkan untuk
Ibu dan Ayah tercinta. Abang, Kakak
dan Saudara Kembar kesayangan saya
atas Do’a, bimbingan serta motivasi
secara moral dan materiil selama
penyusunan Skripsi ini berlangsung.
i
Kata Pengantar
Puji Syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena dengan
Rahmat, Karunia dan Taufik serta Hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Skripsi ini yang diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana (S-1) dengan
judul “Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten (Studi pada
Sekolah Inklusif di Kota Serang).” Shalawat serta salam penulis curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wassalam, kepada keluarga, sahabat,
serta kepada kita yang senantiasa istiqomah dan ikhlas untuk menjadi umatnya.
Dalam proses pengerjaan Proposal Skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan, dukungan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini
penulis dengan senang hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
juga sekaligus sebagai dosen pembimbing II skripsi saya.
7. Riswanda, MA., Ph.D Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Titi Stiawati. S.Sos., M.Si. Selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen
pembimbing I skripsi yang senantiasa memberikan arahan dan waktunya selama
penyusunan penelitian ini.
ii
9. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas ilmu selama
perkuliahan dan proses keperluan administratif.
10. Pihak Dinas Pendidikan Kota Serang yang telah memberikan data dan informasi
yang dibutuhkan selama penelitian
11. Pihak Dinas Sosial Kota Serang yang telah membantu melengkapi keperluan data
selama proses penelitian berlangsung
12. Pihak Sekolah Inklusif di SDN Batok Bali dan SMPN 12 Kota Serang yang telah
memberikan informasi terkait penelitian demi mendukung data Skripsi
13. Pihak Dinas Pendidikan Provinsi Banten yang telah memberikan data pendukung
mengenai Sekolah Inklusif di Provinsi Banten
14. Pihak Balai Penyelenggara Pendidikan Khusus Provinsi Banten yang juga telah
memberikan data pendukung demi kelancaran penelitian
15. Ayah Said Rachmatna dan Ibu Yayah Puntiawati sebagai orang tua yang luar
biasa atas dukungan, doa, dan arahannya sehingga penelitian ini dapat berjalan
dengan baik
16. Abang Said Tiar Purnama, Kakak Syarifah Ade Mutia dan Saudara Kembar
Syarifah Nurul Aziizi yang telah membantu secara akomodatif selama proses
penelitian berjalan.
17. Teman-teman kelas B angkatan 2013 Administrasi Negara, teman-teman
konsentrasi Kebijakan Publik angkatan 2013 dan teman-teman himpunan
mahasiswa administrasi negara periode 2014 dan 2015 atas waktu dan hiburan
ditengah proses penelitian berlangsung
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan kebaikan dan keberkahan bagi
semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan
senantiasa penulis terima dengan lapang hati. Semoga penulisan ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Serang, Juli 2017
Penulis,
Syarifah Rahmi Aziizi
iii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… viii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 15
1.3 Batasan Masalah....................................................................... 15
1.4 Rumusan Masalah……………………………………………. 16
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................... 17
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................. 17
1.7 Sitematika Penulisan ................................................................ 18
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN ................................................... 24
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................... 24
2.1.1 Konsep Kebijakan Publik ................................................ 25
2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik ......................... 27
2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik ........................... 28
2.1.4 Konsep Penyandang Disabilitas……………………….. 37
2.1.5 Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas…… ... 39
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................ 58
2.3 Kerangka Berpikir .................................................................... 61
2.4 Asumsi Dasar Penelitian .......................................................... 63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 64
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .......................................... 64
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 65
3.3 Lokasi Penelitian ...................................................................... 66
3.4. Fenomena yang diamati ........................................................... 66
3.4.1 Definisi Konsep ........................................................... 66
3.4.2 Definisi Operasional..................................................... 67
3.5. Instrumen Penelitian................................................................. 69
3.6. Informan Penelitian .................................................................. 70
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................... 72
3.6.2 Jenis dan Sumber Data………………………………. 76
v
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 77
3.7.1 Teknik Analisis data .................................................... 77
3.7.2 Uji Keabsahan Data...................................................... 79
3.8. Jadual Penelitian....................................................................... 81
BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………………. 83
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian…………………………………. . 83
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang………………………. . 83
4.1.1.1 Visi dan Misi Kota Serang…………………….. 85
4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kota Serang………………. 85
4.1.2 Deskripsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang 88
4.1.2.1 Visi dan Misi Dinas Pendidikan Kota Serang…. . 91
4.1.2.2 Tupoksi Dinas Pendidikan Kota Serang……….. 91
4.2 Deskripsi Data………………………………………………. . 98
4.2.1 Deskripsi Data Informan……………………………… . 101
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian……………………………………. 104
4.3.1 Komunikasi…………………………………………….. 108
4.3.2 Sumberdaya……………………………………………. 113
4.3.3 Disposisi……………………………………………….. 120
4.3.4 Struktur Birokrasi……………………………………… 123
4.4 Pembahasan………………………………………………….. 126
4.5 Temuan Lapangan……………………………………………. 138
vi
BAB V PENUTUP…………………………………………………………… 146
5.1 Kesimpulan…………………………………………………. . 146
5.2 Saran………………………………………………………… . 148
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… .. x
LAMPIRAN
vii
Daftar Tabel
1.1 Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di Provinsi Banten……………… ... 5
1.2 Jumlah Sekolah Inklusif di Provinsi Banten…………………………… .. 6
1.3 Jumlah Sekolah Tingkat Dasar dan Menengah Pertama di Kota Serang.. . 8
1.4 Sekolah Inklusif di Kota Serang berdasarkan Kecamatan……………….. 10
1.5 Jumlah ABK berdasarkan Kecamatan di Kota Serang……………… ...... 11
2.1 Klasifikasi Disabilitas…………………………………………………… 38
3.1 Informan Penelitian……………………………………………………… 71
3.2 Pedoman Wawancara……………………………………………………. 73
3.3 Jadual Penelitian…………………………………………………………. 82
4.1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Kota Serang………. .. 84
4.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Serang………………. 86
4.3 Komposisi Penduduk Kota Serang menurut Jenis Kelamin…………….. 86
4.4 Komposisi Penduduk Kota Serang menurut Kelompok Umur………….. 87
4.5 Sebaran Penduduk menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan di Kota
Serang Tahun 2014……………………………………………………… 87
4.6 Komposisi Penduduk berdasarkan Agama………………………………. 88
4.7 Informan Penelitian……………………………………………………… 102
4.8 Temuan Lapangan………………………………………………………… 145
viii
Daftar Gambar
2.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………….. .... 62
3.1 Proses Analisis Data…………………………………………………….. . 77
4.1 Struktur Organisasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang….. 97
ix
Daftar Lampiran
LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian
LAMPIRAN II Rekomendasi Penelitian
LAMPIRAN III Lembar Persetujuan Sidang Akhir
LAMPIRAN IV Pedoman Wawancara
LAMPIRAN V Member check
LAMPIRAN VI Kategorisasi Data
LAMPIRAN VII Surat Keterangan Informan
LAMPIRAN VIII Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi Banten
LAMPIRAN IX Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kota Serang
LAMPIRAN X MoU Yayasan Anak Mandiri dan SMPN 12 Kota
Serang
LAMPIRAN XI Laporan Observasi Siswa Berkebutuhan Khusus
Berprestasi SMPN 12 Kota Serang
LAMPIRAN XII Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Reformasi Indonesia menuntut berjalannya penegakkan hak asasi manusia
(HAM) bagi seluruh rakyat Indonesia, melalui penguatan secara hukum dengan
lahirnya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada BAB XA.
Perolehan pendidikan juga salah satu wujud hak asasi bagi seluruh rakyat
Indonesia demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan beradab. Dalam
Undang-undang Dasar Negara RI 1945 pada pasal 28C ayat 1 berisi tentang hak
bagi setiap orang untuk mengembangkan dirinya baik melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya sendiri serta
demi kesejahteraan umat manusia.
Hak asasi tidak memandang perbedaan sekecil apapun semua manusia
dianggap memiliki hak yang sama untuk memperoleh kehidupan yang layak,
terlepas dari keterbatasannya baik secara fisik maupun nonfisik, baik cacat sejak
lahir atau karena kecelakaan. Penyandang Disabilitas atau biasa disebut sebagai
orang cacat sering dianggap sebagai masyarakat yang tidak produktif. Tidak
produktif dalam artian dianggap tidak mampu untuk beraktivitas dan bekerja
walau hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Indonesia telah memiliki berbagai aturan hukum yang mengatur tentang
penerapan pendidikan yang merata bagi para penyandang disabilitas hingga ke
2
daerah-daerah. Seperti pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70
Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki
Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa yang
mengharuskan setiap Pemerintah Kabupaten/Kota menunjuk paling sedikit satu
sekolah tingkat dasar dan satu sekolah tingkat menengah pertama pada setiap
kecamatan untuk menjalankan pendidikan inklusif.
Dalam permendiknas tersebut juga dijelaskan bahwa pendidikan inklusif
sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik normal pada
umumnya.
Negara Indonesia juga sebenarnya telah menjamin hak-hak bagi
penyandang disabilitas tidak terkecuali hak tentang memperoleh pendidikan
melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) yang tertuang pada Pasal 24 ayat 1
berbunyi bahwa negara-negara pihak dengan ini mengakui hak bagi penyandang
disabilitas atas pendidikan, tanpa diskriminasi dan berdasarkan kesempatan yang
sama. Negara-negara pihak juga diharuskan untuk menjamin sistem pendidikan
yang bersifat inklusif pada setiap tingkatan dan pembelajaran seumur hidup yang
terarah. Secara tegas dikatakan pada pasal tersebut bahwa hak pendidikan inklusif
bagi penyandang disabilitas harus dipenuhi oleh negara.
3
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
menempatkan penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan yang sama
dalam upaya pengembangan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang
bermartabat dalam perspektif hak asasi manusia. Pada faktanya, fenomena
pendidikan inklusif di Indonesia masih dipandang asing oleh masyarakat.
Kebanyakan masyarakat pada umumnya cenderung mendorong para penyandang
disabilitas untuk sekolah di tempat-tempat khusus, padahal para penyandang
disabilitas sama-sama mempunyai hak untuk memilih berpartisipasi dan terlibat
langsung dalam kegiatan pendidikan ditengah masyarakat. Begitu melekatnya
pandangan pesimis dari masyarakat kepada para penyandang disabilitas bahwa
mereka tidak bisa melakukan sesuatu sebaik orang normal pada umumnya
sangatlah merugikan dan membatasi hak-hak penyandang disabilitas di
lingkungan sosialnya. Pandangan pesimis ini tidak hanya terpikirkan oleh
masyarakat awam, tetapi juga oleh tenaga pendidik yang memiliki stigma bahwa
peserta didik disabilitas merupakan beban dalam proses pendidikan. Pengacara
Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang concern terhadap isu-isu terkait
penyandang disabilitas, Tigor Hutapea, mengatakan selama ini pemerintah masih
kesulitan menjalankan pendidikan inklusif. Kendala utamanya adalah stigma dari
kalangan pendidik, yang menganggap peserta didik disabilitas merupakan beban
dalam proses pendidikan. (Iqbal. 2016. Hal: 1-2). Kutipan pernyataan tersebut
memberikan gambaran bagaimana pendidik anak berkebutuhan khusus masih
memandang rendah kemampuan anak didiknya.
4
Provinsi Banten tidak surut dalam kewajibannya berpartisipasi
memberikan pelayanan penjaminan hak-hak bagi penyandang disabilitas.
Minimnya sosialisasi tentang keberadaan Sekolah Inklusif di Kota Serang,
membuat Beben Somantri ketua Forum Komunikasi Sekolah Inklusif (Foksi)
menilai bahwa Pemerintah terkesan menganaktirikan Pendidikan Inklusif.
Menurutnya, Pemerintah Daerah cenderung tidak mau tahu karena menganggap
seluruh sekolah seperti tanggung jawab Provinsi, padahal sekolah juga merupakan
tanggung jawab Bupati dan Walikota. (Fauzan. 2015. Hal. 1). Dampak dari
terabaikannya sekolah inklusif ini yaitu masih kurangnya sarana dan prasarana
pada bangunan sekolah. Ahmad Farid M.Pd Ketua Forum Komunikasi Kepala
Sekolah Khusus (FKKS) Banten menjelaskan untuk sarana dan prasarana
pendidikan inklusif di Banten masih menjadi kendala, selain itu juga kedisiplinan
dan kemandirian warga sekolah serta orang tua dalam mendidik anaknya masih
kurang. Pernyataan tersebut menjelaskan kondisi sekolah inklusif di Kota Serang
yang memprihatinkan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, masalah
sarana dan prasarana ini dapat menghambat proses belajar mengajar kepada siswa
berkebutuhan khusus.
Provinsi Banten sendiri sebenarnya telah memiliki Peraturan Gubernur
yang mendasari penyelenggaraan pendidikan inklusif di jalankan. Peraturan
Gubernur tersebut disahkan pada tahun 2014 nomor 74 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten yang bertujuan untuk
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan
tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
5
Pada observasi awal, peneliti memperoleh data dari Dinas Sosial Provinsi
Banten tentang jumlah anak berkebutuhan khusus di Provinsi Banten berdasarkan
Kabupaten/Kota. Datanya sebagai berikut:
Tabel 1.1
Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di Provinsi Banten
No. Kabupaten/Kota Anak Berkebutuhan Khusus Selisih 2014 2015 1 Kabupaten Pandeglang 577 1151 574
2 Kabupaten Lebak 1751 1439 312
3 Kabupaten Tangerang 153 855 702
4 Kabupaten Serang 1425 1233 (192)
5 Kota Tangerang 496 520 24
6 Kota Cilegon 41 56 15
7 Kota Serang 115 150 35
8 Kota Tangerang Selatan 163 154 (9)
Jumlah 4721 5558 1461 (sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten, 2014 dan 2015)
Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah anak
berkebutuhan khusus di sebagian besar wilayah di Provinsi Banten. Meskipun ada
penurunan angka pada dua daerah di Kabupaten Serang dan Kota Tangerang
Selatan, namun penurunan tersebut tidak secara signifikan berpengaruh kepada
jumlah keseluruhan anak berkebutuhan khusus usia sekolah di Provinsi Banten.
Ini berarti, sekolah inklusif di Provinsi Banten memang sangat perlu untuk
diperhatikan mengingat jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah yang
cenderung meningkat setiap tahunnya.
6
Data tersebut di atas juga menjadi dasar peneliti memilih Kota Serang
sebagai lokus penelitian. Kota Serang menempati posisi ke empat dengan jumlah
peningkatan anak berkebutuhan khusus se Provinsi Banten. Penentuan lokus ini
didasari karena Kota Serang yang merupakan daerah sebagai pusat pemerintahan
Provinsi Banten sudah sepantasnya mendapat perhatian lebih dalam hal
pendidikan.
Peneliti juga memperoleh data mengenai jumlah sekolah inklusif di
Provinsi Banten berdasarkan Kabupaten/kota yang didapatkan dari Balai
Penyelenggara Pendidikan Khusus (BPPK) Provinsi Banten. Berikut ini data
jumlah sekolah inklusif di Provinsi Banten.
Tabel 1.2
Jumlah Sekolah Inklusif di Provinsi Banten
No. Kabupaten/Kota Jumlah Sekolah Jumlah Siswa SD SMP
1 Kabupaten Lebak 11 3 214
2 Kabupaten Pandeglang 29 2 771
3 Kabupaten Serang 2 - 41
4 Kabupaten Tangerang 13 - 334
5 Kota Cilegon 21 2 394
6 Kota Serang 4 3 94
7 Kota Tangerang - 1 16
8 Kota Tangerang Selatan 5 1 125
Jumlah 85 12 896 (sumber: BPPK Provinsi Banten, 2016)
7
Berdasarkan pada data di atas, ditemukan bahwa jumlah sekolah inklusif
di Provinsi Banten masih sangat minim. Padahal, anak berkebutuhan khusus di
Provinsi Banten jumlahnya mencapai lima ribu anak yang tersebar di beberapa
daerah kabupaten dan kota. Sedangkan dari data yang diperoleh, anak
berkebutuhan khusus yang telah mengikuti sekolah dengan pendidikan inklusif
jumlahnya tidak sampai angka seribu anak.
Kota Serang yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Banten juga tidak
luput dari kurangnya penyediaan sekolah dengan pendidikan inklusif. Dari skala
jumlah, Kota Serang memang tidak menempati urutan pertama sebagai wilayah
dengan jumlah sekolah inklusif terkecil se Provinsi Banten. Namun, mengingat
daerah Pemerintahan Provinsi Banten yang berada di Kota Serang tersebut
membuat perhatian terpusat pada Kota Serang.
Penelitian ini akan fokus pada pendidikan inklusif di tingkat Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena pada tingkatan
Sekolah Menengah Atas (SMA) tanggungjawab penyelenggaraannya tidak
dipegang oleh Pemerintah Daerah Kota Serang atau lebih khusus Dinas
Pendidikan Kota Serang melainkan tanggungjawab dari Pemerintah Provinsi
Banten khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten.
Peneliti memperoleh data jumlah sekolah negeri di Kota Serang secara
keseluruhan yang dikelompokkan berdasarkan kecamatannya untuk dijadikan
perbandingan antara sekolah negeri yang sudah menerapkan pendidikan inklusif
dengan yang belum menerapkan pendidikan inklusif, datanya sebagai berikut:
8
Tabel 1.3
Jumlah Sekolah Tingkat Dasar dan Menengah Pertama Negeri
di Kota Serang
No. Kecamatan SD Negeri SMP Negeri
1. Cipocok Jaya 28 6
2. Curug 21 4
3. Kasemen 39 4
4. Taktakan 34 4
5. Walantaka 29 3
6. Serang 73 10
Jumlah 224 31
(Sumber: Data Referensi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017)
Data di atas menunjukkan jumlah sekolah negeri tingkat dasar dan
menengah pertama di Kota Serang, jika dibandingkan dengan jumlah sekolah
negeri tingkat dasar yaitu 3 sekolah dan 1 sekolah tingkat menengah pertama yang
telah menjalankan pendidikan inklusif maka didapatkan perolehan presentasenya,
sebagai berikut:
a. SD Negeri yang belum menerapkan pendidikan Inklusif di Kota Serang:
93.28%
b. SMP Negeri yang belum menerapkan pendidikan Inklusif di Kota Serang:
99.69%
Persentase di atas menunjukkan jumlah seluruh sekolah negeri tingkat SD
dan SMP di Kota Serang yang belum menerapkan pendidikan inklusif.
9
Pada observasi awal, peneliti mewawancarai Kepala Sekolah dari salah
satu sekolah dasar dengan pendidikan inklusif di Kota Serang SDN Batok Bali ibu
Tusna Dewi, menyampaikan bahwa di SDN Batok Bali tidak semua anak
berkebutuhan khusus diterima untuk sekolah di sekolah tersebut. Alasannya,
karena anak berkebutuhan khusus yang dianggap menyulitkan dalam proses
belajar mengajar akan mengganggu siswa lain. Selain daripada itu, guru di SDN
tersebut juga belum ada yang ahli dan khusus menangani siswa berkebutuhan
khusus, kalaupun ada hanya berfungsi sebagai Koordinator yang
bertanggungjawab atas anak berkebutuhan khusus tersebut seperti dari urusan
administratif dan teknis diluar mengajar lainnya, sisanya dilakukan dengan guru
yang sama.
Pernyataan tersebut justru membentur pada tujuan awal diadakannya
pendidikan inklusif. Pada Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 pasal 2 ayat 2
berbunyi tujuan pendidikan inklusif adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan
pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua
peserta didik. Sangat disayangkan, tenaga pendidik di Kota Serang ternyata masih
memiliki stigma negatif kepada anak berkebutuhan khusus.
Masalah lain juga dirasakan ada di sekolah dengan pendidikan inklusif
tersebut seperti kurangnya sarana pengajaran khusus untuk siswa berkebutuhan
khusus yang tidak tersedia sama sekali. Media pembelajaran yang digunakan guru
pembimbing khusus (GPK) juga dibuat sendiri dari dana sisa operasional sekolah
dan dibuat apa adanya. Padahal, dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 74
Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi
10
Banten telah diatur tentang hak peserta didik seperti pada pasal 9 huruf b dan c
yang berbunyi bahwa peserta didik berkebutuhan khusus dapat memperoleh
pelayanan pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan
dan kebutuhan khususnya. Peserta didik berkebutuhan khusus juga berhak
memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa atau bantuan lainnya sesuai
dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
Peraturan Gubernur Banten juga secara tegas mengamanatkan untuk
penyediaan hak bagi siswa berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di
sekolah inklusif. Akan tetapi, amanat tersebut masih belum diindahkan oleh
implementor kebijakan di daerah yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Kota
Serang. Di Kota Serang sekolah inklusif tidak menyebar secara merata pada setiap
kecamatannya dan bahkan ada kecamatan yang sama sekali tidak memiliki
sekolah inklusif. Data tersebut sebagai berikut:
Tabel 1.4
Sekolah Inklusif di Kota Serang berdasarkan Kecamatan No. Kecamatan Sekolah Jumlah Siswa 1 Curug - -
2 Walantaka SMPN 19 Kota Serang 17
3 Cipocok jaya - -
4 Serang
SDN Batok Bali 5
SDS Peradaban Serang 24
SDN 21 Kota Serang 2
SDN Karang Tumaritis 3
11
5 Taktakan SMPN 12 Kota Serang 20
SMPS Peradaban Serang 23
6 Kasemen - -
Jumlah 94 (Sumber: Dinas Pendidikan Kota Serang, 2016)
Data sekolah inklusif berdasarkan kecamatan di Kota Serang di atas
menunjukkan bahwa sekolah inklusif di Kota Serang masih sangat terbatas,
padahal sudah diatur sedemikian rupa agar sekolah inklusif tersedia di masing-
masing kecamatan dengan maksud mempermudah akses menuju sekolah bagi
anak berkebutuhan khusus. Amanat ini ditujukan terutama kepada Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan untuk direalisasikan namun pada kenyataannya
sekolah yang terdaftar tidak sepenuhnya milik pemerintah daerah atau sekolah
berstatus negeri, melainkan ada sekolah swasta yang menambah daftar jumlah
sekolah inklusi di Kota Serang. Peneliti juga telah memperoleh data anak
berkebutuhan khusus per Kecamatan di Kota Serang sebagai berikut:
Tabel 1.5
Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Kecamatan
di Kota Serang
No. Kecamatan Anak Berkebutuhan Khusus 2014 2015
1 Curug 18 18
2 Walantaka 18 18
3 Cipocok Jaya 7 7
4 Serang 30 50
5 Taktakan 29 34
12
6 Kasemen 13 23
Jumlah 115 150 (sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten, 2015)
Data jumlah anak berkebutuhan khusus pada tabel di atas menunjukkan
bahwa hanya terdapat 94 anak saja yang telah menerima pendidikan inklusif atau
dengan kata lain masih ada 56 anak berkebutuhan khusus di Kota Serang yang
belum mendapatkan pendidikan inklusif.
Masalah utama yang terjadi di Kota Serang yaitu belum tercapainya tujuan
dari kebijakan Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan baik.
Bahkan, sekolah yang sudah ditunjuk dan menjalankan pendidikan inklusif di
Kota Serang pun belum melaksanakan kebijakan tersebut dengan sebagaimana
mestinya. Ini merupakan wujud belum terlaksana dengan baiknya upaya
pemenuhan hak asasi manusia bagi anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh
pendidikan inklusif di Kota Serang. Berdasarkan observasi awal peneliti
menemukan masalah-masalah yang menyertai masalah utama terkait dengan
implementasi Peraturan Gubernur Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi pada Sekolah Inklusif di
Kota Serang, antara lain:
1. Tujuan Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan
Studi Pada Sekolah Inklusif di Kota Serang belum tercapai. Tujuan untuk
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
13
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Hal ini
dikarenakan pihak sekolah yang ditunjuk untuk menjalankan pendidikan
inklusif di Kota Serang tidak mengemban amanah pada peraturan yang ada
dengan baik. Terbatasnya anak berkebutuhan khusus yang diperbolehkan
menerima pendidikan inklusif di Sekolah tersebut yang tidak sesuai
dengan amanat Peraturan Gubernur Banten.
2. Kekurangan tenaga pendidik atau guru pembimbing khusus (GPK) dan
juga kurangnya pelatihan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang untuk meningkatkan kompetensi tenaga pendidik khusus menjadi
masalah di lingkungan sekolah dengan pendidikan inklusif di Kota Serang.
Saat mewawancarai salah satu implementor dari kebijakan tentang
pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus yaitu Kepala Seksi
Kurikulum dan Mutu Penilaian SD ibu Nani Sumarni dari Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang, mengatakan bahwa di Kota
Serang, sekolah dengan pendidikan inklusif belum memiliki guru
pembimbing khusus (GPK) yang secara khusus mendidik siswa
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Dari pihak Sekolah di SDN
Batok Bali juga mengeluhkan kekurangan tenaga pendidik, bahkan untuk
mengatasi masalah tersebut pihak sekolah sampai menerima guru honorer
yang dilatih secara singkat oleh pihak sekolah untuk membantu mengajar
di SDN Batok Bali. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terbukti belum
mengambil sikap atas permasalahan kurangnya tenaga pendidik ini.
14
(Sumber Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang dan Pihak
Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif SDN Batok Bali Kota Serang)
3. Terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan khusus juga masih menjadi
masalah klasik yang ternyata belum bisa teratasi dengan baik oleh
Pemerintah Kota Serang. wawancara dengan narasumber yang sama dari
SDN Batok Bali serta observasi awal memperlihatkan bahwa sarana dan
prasarana khusus untuk anak berkebutuhan khusus juga masih rendah.
Bahkan, pihak sekolah pun mengakui tidak adanya satupun sarana dan
prasarana atau bantuan operasional secara fisik dari Pemerintah ataupun
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang. (Sumber Pihak Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif SDN Batok Bali Kota Serang)
Bermula dari penjabaran masalah tentang pendidikan inklusif di Kota
Serang, maka penelitian ini akan dilakukan untuk mengetahui bagaimana Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang mengimplementasikan amanat dari
Peraturan Gubernur Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi Banten pada Pasal 2 ayat (2) mengenai tujuan
penyelenggaraan pendidikan inklusif sebagai fokus penelitian.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada Latar Belakang Masalah di atas yang memuat tentang
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan sekolah inklusif
di Kota Serang, maka peneliti mengidentifikasi Masalah sebagai berikut:
15
1. Belum tercapainya tujuan Pergub Banten No. 74 Tahun 2014 untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memiliki kecerdasan istimewa dan/atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
2. Belum tercapainya tujuan Pergub Banten No. 74 Tahun 2014 untuk
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
3. Kurangnya tenaga pendidik yang ahli dan menguasai bidangnya
dalam memberikan pengajaran bagi anak berkebutuhan khusus di
sekolah-sekolah inklusif di Kota Serang.
4. Terbatasnya sarana dan prasarana bagi pendidikan khusus di
lingkungan sekolah inklusif di Kota Serang
1.3 Batasan Masalah
Demi mempermudah pemahaman dalam proses penelitian, maka peneliti
memberikan batasan pada ruang lingkup penelitian dengan fokus mengenai
bagaimana implementasi Peraturan Gubernur Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten pada Pasal 2 ayat (2)
mengenai tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam menyelenggarakan
sekolah inklusif bagi anak berkebutuhan khusus oleh Dinas Pendidikan dan
16
Kebudayaan di Kota Serang. Maka batasan lokus penelitian ini yaitu di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang karena Dinas tersebutlah yang berperan
kunci dalam mengimplementasikan kebijakan tentang Penyelenggaraan sekolah
inklusif di Kota Serang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang ada, kemudian
identifikasi masalah serta batasan masalah yang telah peneliti paparkan
sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun
2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi
Banten Pasal 2 ayat (2) dengan Studi pada Sekolah Inklusif di Kota
Serang?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam mengatasi
permasalahan inklusif berdasarkan Peraturan Gubernur Banten No. 74
Tahun 2014 di Kota Serang?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah, antara lain untuk:
17
1. Mengetahui Implementasi Pergub Banten No. 74 Tahun 2014 tentang
pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi Banten pada
sekolah inklusif di Kota Serang
2. Mengetahui upaya Pemerintah Kota Serang dalam mengatasi
permasalahan sekolah inklusif berdasarkan Pergub Banten No. 74 Tahun
2014 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi
Banten.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan agar Pemerintah Kota
Serang memperhatikan permasalahan yang terjadi pada implementasi
kebijakan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi
Banten dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014, dengan
Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang sehingga dapat dicarikan solusi
untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan baik.
1.6.2 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil Penelitian ini adalah agar dapat memberikan
sumbangsih akademis serta menambah pengetahuan mengenai
implementasi Peraturan Gubernur Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi
pada Sekolah Inklusif di Kota Serang, bagi perkembangan Program Studi
18
Ilmu Administrasi Negara umumnya dan Konsentrasi Kebijakan Publik
khususnya.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan
yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari ruang lingkup
yang paling umum hingga menukik ke arah yang paling spesifik dan
relevan dengan judul. Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil
penelitian dari yang sudah ada sebelumnya, hasil pengamatan dan
wawancara dengan pihak terkait. Latar belakang masalah perlu diuraikan
secara aktual dan logis.
1.2 Identifikasi Masalah
Menjelaskan identifikasi peneliti terhadap permasalahan yang muncul dari
uraian pada latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat
diajukan dalam bentuk pernyataan.
1.3 Batasan Masalah
Menjelaskan keterbatasan kemampuan dan kemampuan berfikir peneliti
terhadap permasalahan dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah.
1.4 Rumusan Masalah
19
Dari sejumlah masalah hasil identifikasi peneliti diatas, ditetapkan masalah
yang paling penting yang berkaitan dengan fokus penelitian. Pembatasan
masalah mencakup fokus dan lokus penelitian, termasuk didalamnya
membuat batasan definisi konsep dan operasional yang digunakan dalam
penelitian.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah
dirumuskan. Isi dan tujuan penelitian sejalan dengan isi dari tujuan
penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan
praktis temuan penelitian.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi bab per bab secara singkat
dan jelas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
20
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka berupa mengkaji teori dan konsep yang relevan dengan
permasalahan dan variabel penelitian, kemudian menyusunnya secara
teratur dan rapi sehingga akan memperoleh konsep penelitian yang jelas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Menjelaskan kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah atau
penelitian sebelumnya.
2.3 Kerangka Berfikir
Menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari perbincangan
kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai
hipotesisnya dan penjelasan tersebut dilegkapi dengan sebuah bagan.
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar menjelaskan tentang perkiraan awal peneliti terhadap suatu
masalah atau kajian yang diteliti. Biasanya untuk memperjelas maksud
peneliti.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Bagian ini menguraikan tentang tipe/pendekatan penelitian atau metode
dari suatu penelitian.
3.2 Ruang Lingkup / Fokus Penelitian
21
Membatasi dan menjelaskan subtansi materi kajian penelitian yang akan
dilakukan.
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan tempat
penelitian, serta alasan memilihnya.
3.4 Fenomena yang Diamati
a. Definisi Konsep
Definisi konseptual digunakan untuk konsep-konsep yang jelas, yang
digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran antara penulis
dan pembaca.
b. Definisi Operasional
merupakan penjabaran konsep penelitian dalam rician yang terukur
(indikator penelitian).
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti
dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian kualitatif instrumen
penelitian yang digunakan adalah peneliti itu sendiri.
3.6 Informan Penelitian
Menjelaskan informan penelitian yang mana yang memberikan berbagai
macam informasi yang dibutuhkan sesuai dengan penelitian.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
22
Menjelaskan teknik analisa beserta rasionalisasinya yang sesuai dengan
sifat data yang diteliti.
3.8 Jadual Penelitian
Menjelaskan tentang waktu penelitian secara rinci dari awal sampai akhir
penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi / sampel (dalam penelitian ini
menggunakan istilah informan) yang telah ditentukan serta hal lain yang
berhubungan dengan obyek penelitian.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
menggunakan teknik analisa data yang relevan.
4.3 Pembahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil
penelitian.
BAB V PENUTUP
23
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan
permasalahan serta asumsi dasar penelitian.
5.2 Saran
Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap
bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan laporan
penelitian skripsi.
LAMPIRAN
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
PENELITIAN
2. 1 Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
standar kehidupan seseorang dan teori yang akan digunakan peneliti untuk
dijadikan sebagai landasan penelitian. Menurut Sugiyono (2012: 43) teori adalah
seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi baik
organisasi formal maupun organisasi informal. Maka dalam penelitian ini,
kegunaan teori akan didefinisikan sebagai berikut:
1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi, dan generalisasi yang logis.
2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan, dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan.
3. Teori sebagai stimulant dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.
4. Teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.
Maka dari itu, pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan
masalah penelitian yaitu implementasi Peraturan Gubernur Banten tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi
pada Sekolah Inklusif di Kota Serang. Kemudian akan dikaji dengan beberapa
teori dalam ruang lingkup Administrasi Negara untuk mendukung penelitian ini,
diantaranya adalah Teori tentang Penyandang Disabilitas, Teori tentang
25
Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas, Teori Kebijakan Publik dan
Teori Implementasi Kebijakan Publik yang akan menjadi mata pisau dalam
penelitian ini.
2.1.1 Konsep Kebijakan Publik
Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam O’Jones (1996: 42)
mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai keputusan tetap yang dicirikan
dengan konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkahlaku dari mereka
yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
Definisi lain dikemukakan oleh Thomas R. Dye dalam Agustino (2006:
41) bahwa kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah
untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Carl Friedrich juga memberikan
pemikirannya tentang pengertian kebijakan dalam Agustino (2006: 41)
yaitu:
“sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.”
Maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, Friedrich
menambahkan ketentuannya bahwa kebijakan tersebut berhubungan
dengan penyelesaian beberapa maksud dan tujuan. Meskipun maksud
atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat
tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai
maksud, merupakan bagian penting dari definisi kebijakan.
Bagaimanapun juga kebijakan harus menunjukkan apa yang
26
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa
kegiatan pada suatu masalah.
James Anderson dalam Agustino (2006: 41) memberikan
pengertian atas definisi kebijakan publik, dalam bukunya Public Policy
Making, yaitu serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor yang
berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang
diperhatikan. Konsep kebijakan ini menitikberatkan pada apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud.
Inilah yang kemudian membedakan kebijakan dari suatu keputusan yang
merupakan pilihan diantara beberapa alternatif yang ada.
Jadi, berdasarkan definisi Kebijakan Publik menurut para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Publik adalah serangkaian
alternatif tindakan yang dipilih oleh Pemerintah untuk dilaksanakan
ataupun tidak dilaksanakan dengan maksud mengatasi permasalahan
yang terjadi di tengah masyarakat yang memfokuskan pada bagaimana
masalah dapat terselesaikan atau teratasi dengan baik meskipun upaya
atau tindakan dari pemerintah dan implementor kebijakan tersebut tidak
terlihat secara langsung dan tegas oleh masyarakat.
Setiap dari kebijakan yang diusulkan pemerintah untuk selanjutnya
diterapkan kepada masyarakat pasti mempunyai resiko ancaman dari
hambatan-hambatan yang terduga ataupun tidak terduga selama proses
27
perumusan kebijakan berlangsung. Itulah alasan mengapa kebijakan
membutuhkan teori untuk menganalisis sejauh mana kebijakan tersebut
berhasil diimplementasikan kepada masyarakat.
2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik
Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi
kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan.
Dalam praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang
begitu kompleks. Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Agustino
Dasar-dasar Kebijakan Publik (2008: 139) mendefinisikan implementasi
kebijakan publik sebagai:
“tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.”
Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana
kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran kebijakan itu sendiri.
Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) dalam Nugroho
Public Policy (2014: 666) mengemukakan bahwa implementasi adalah
upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Mereka berpendapat bahwa
peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya
dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi
tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.
28
2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang
luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk
menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan,
dalam Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (2005: 102). Proses
implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan
kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan
dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan
negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood
dan Lewis A. Gun yang dikutip Wahab pada bukunya Analisis
Kebijaksanaan, dari formulasi ke implementasi kebijaksanaan negara
(2004: 71-78), yaitu :
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
4. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
6. Hubungan saling ketergantungan kecil.
29
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan dari Van Meter dan
Horn yang dikutip oleh Winarno buku berjudul Teori dan Proses
Kebijakan Publik (2005: 110), faktor-faktor yang mendukung
implementasi kebijakan yaitu:
1. Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
2. Sumber-sumber Kebijakan
Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.
3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.
4. Karakteristik badan-badan pelaksana
Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
5. Kondisi ekonomi, sosial dan politik
Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badan badan pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan.
30
6. Kecenderungan para pelaksana
Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan.
Model implementasi kebijakan publik selanjutnya dikemukakan
oleh Merilee S. Grindle. Keberhasilan implementasi menurut Merilee S.
Grindle dalam Subarsono (2011: 93) dipengaruhi oleh dua faktor besar,
yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi
(context of implementation). Faktor tersebut mencakup:
1. Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group, dan
2. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
Sedangkan dalam Wibawa (1994: 22-23) mengemukakan model
Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide
dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh
derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut
mencakup hal-hal berikut:
Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan. a. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.
b. Derajat perubahan yang diinginkan.
c. Kedudukan pembuat kebijakan.
d. (Siapa) pelaksana program.
31
e. Sumber daya yang dihasilkan
Sementara itu, konteks implementasinya adalah:
a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.
b. Karakteristik lembaga dan penguasa.
c. Kepatuhan dan daya tanggap.
Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang
komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut
dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang
mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi
sumber daya implementasi yang diperlukan.
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier juga mempunyai pendapat
tentang model implementasi kebijakan publik. Dalam Agustino Politik
dan Kebijakan Publik (2006: 163) disampaikan bahwa mereka berdua
melihat terdapat tiga kategori besar dalam faktor-faktor yang
mempengaruhi tercapainya tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi, antara lain:
1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:
a. Kesukaran-kesukaran teknis yaitu kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah.
b. Keberagaman perilaku yang diatur yaitu semakin beragam perilaku yang diatur maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus
32
dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana (administrator atau birokrat) di lapangan.
c. Persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran, yaitu semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki, yaitu semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya, ada sejumlah masalah yang lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.
2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:
a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai
b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan
c. Ketetapan alokasi sumberdana
d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan di antara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana
e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana
f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang
g. Akses formal pihak-pihak luar
3. Faktor-faktor di luar undang-undang yang mempengaruhi implementasi, antara lain:
a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi
b. Dukungan publik
33
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat
d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana
Pada penelitian ini, akan digunakan teori Implementasi Kebijakan
Publik dari George Edward III. Peneliti memilih untuk menggunakan
teori ini karena dianggap tepat dengan keadaan yang terjadi di lapangan
yaitu belum terlaksananya tujuan Pergub Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi
pada Sekolah Inklusif di Kota Serang. Teori ini dipilih untuk dijadikan
mata pisau penelitian karena lebih sesuai dengan mengarahkan fokus
penelitian langsung kepada internal dari implementor kebijakan tersebut.
Pada teori Implementasi Kebijakan Publik ini, seperti yang dikutip dari
buku Agustino (2006: 149) George Edward III membuat empat Faktor
yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan
yaitu:
1. Komunikasi
Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan
sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan
atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi
berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan
peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau
dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat, akurat, dan
konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan
34
agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin
konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan
diterapkan dalam masyarakat. Terdapat tiga langkah yang dapat
digunakan dalam mengukur keberhasilan pada faktor komunikasi
tersebut, yaitu:
a) Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.
b) Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureaucrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
c) Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
2. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal penting dalam faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan.
Sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
a) Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja
35
tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b) Informasi, dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
c) Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks lain, ketika wewenang itu ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektifitas kewenangan. Di satu pihak, efektifitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektifitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingan sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.
d) Fasilitas, fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. Disposisi
Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting
ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan
publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para
36
pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan
dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
Hal-hal penting yang harus dicermati pada disposisi adalah:
a) Pengangkatan birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga.
b) Insentif, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
4. Struktur Birokrasi
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama
banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada
kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan
sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat
jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan
harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara
politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua
karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi
atau organisasi ke arah yang lebih baik, adalah melakukan Standar
Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi.
37
SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para
pegawai (atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai
dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang
dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah
upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-
aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.
2.1.4 Konsep Penyandang Disabilitas
Penyandang Disabilitas dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
2016 diartikan sebagai:
“setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) penyandang diartikan
dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan
disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata
serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau ketidakmampuan. Studi yang dilakukan oleh Riyadi, dalam bukunya
Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya (2012:
293) menyebutkan bahwa Penyandang Disabilitas merupakan kelompok
masyarakat yang beragam, diantaranya penyandang disabilitas yang
mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental maupun gabungan dari
disabilitas fisik dan mental. Istilah penyandang disabilitas pun sangat
38
beragam, Kementerian Sosial menyebut penyandang disabilitas sebagai
penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan
istilah berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan
menyebut dengan istilah penderita cacat. Undang-undang Nomor 4
Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat membedakan jenis-jenis cacat
yang diderita seseorang kedalam beberapa klasifikasi disabilitas. Adapun
klasifikasi disabilitas tersebut antara lain:
Tabel 2.1
Klasifikasi Disabilitas
Tipe Nama Jenis Disabilitas Pengertian A Tunanetra Disabilitas fisik Tidak dapat melihat
B Tunarungu Disabilitas fisik Tidak dapat/kurang mendangar
C Tunawicara Disabilitas fisik Tidak dapat berbicara
D Tunadaksa Disabilitas fisik Cacat tubuh
E1 Tunalaras Disabilitas fisik Cacat suara dan nada
E2 Tunalaras Disabilitas mental Sukar mengendalikan emosi
dan sosial
F Tunagrahita Disabilitas mental Cacat pikiran/lemah daya
tangkap
G Tunaganda Disabilitas ganda Penderita cacat lebih dari satu
kecacatan
(Sumber: Undang-undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat)
39
2.1.5 Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70
Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa menyebutkan, bahwa:
“Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkung pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.” Pada pasal 2 peraturan tersebut menjelaskan, bahwa Pendidikan Inklusif
bertujuan yaitu untuk, huruf a:
“Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosi, mental,dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan.” huruf b: “Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.”
Pendidikan inklusif adalah proses pemindahan ilmu pengetahuan kepada
kelompok tertentu yang membutuhkan penanganan khusus.
Adapun peserta didik yang mengalami kesulitan belajar khusus
dapat berupa peserta didik yang mempuyai hambatan dalam berbicara
dan berbahasa, terbelakang mental, gangguan emosional yang serius,
hambatan pendengaran, tunaganda, penglihatan fisik, luka otak trauma,
autis maupun hambatan kesehatan lainnya (J. David Smith. 2006: 50).
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan
berbagai model sebagai berikut:
40
1. Kelas reguler (inklusif penuh): Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari dikelas reguler dengan menggunakan kurikulum, materi, proses serta evaluasi pembelajaran yang sama.
2. Kelas reguler dengan tambahan bimbingan dalam kelas (cluster): Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out: Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu yang tetentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out: Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian: Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh: Anak berkelainan belajar didalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Menurut O’Neil seperti yang dikutip oleh Ilahi (2013: 27), bahwa
pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan
agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas
regular secara bersama-sama dengan teman seusiannya. Prinsip Pendidikan
Inklusif, antara lain:
1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, pendidikan inklusif merupakan strategi untuk pemerataan kesempataan memperoleh pendidikan, dan juga merupakan strategi peningkatan mutu pendidikan. Tentunya hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyusun strategi ini.
2. Prinsip Kebutuhan individual, setiap anak memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, sehingga pendidikan inklusif harus berorientasi pada Program Pembelajaran Individu (PPI), pendidikan didasarkan pada kebutuhan anak.
41
3. Prinsip Kebermaknaan, pendidikan inklusif harus menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekagaraman dan menghargai perbedaan.
4. Prinsip Keberlajutan, pendidikan inklusif harus diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
5. Prinsip Keterlibatan, dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.
Selain itu ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam
pelaksanaan pendidikan inklusif ini (Suyanto & Mudjito AK. 2012: 39),
yaitu:
1. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang interaktif.
2. Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya alam lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3. Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.
4. Kepala sekolah dan guru yang nanti akan jadi Guru Pembimbing Khusus (GPK), harus mendapatkan pelatihan bagaimana menjalankan sekolah inklusif.
5. GPK harus mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anak ABK.
6. Asesmen di sekolah dilakukan untuk mengetahui ABK dan tindakan yang diperlukan. Mengadakan bimbingan khusus, atas kesalahpahaman dan kesepakatan dengan orang tua ABK.
7. Mengidentifikasi hambatan terkait dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
8. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
Kurikulum sebaiknya berorientasi pada kebutuhan anak supaya anak tidak
merasa mendapat tekanan secara psikologis. Kurikulum harus memiliki
42
tujuan atau capaian, dan dalam perkembanganya harus dinamis dan
konstruktif.
Sarana dan prasarana sekolah inklusif pun berbeda, bukan untuk
membedakan namun untuk memberikan keseragaman sehingga siswa
berkebutuhan khusus mendapat tempat dan kesempatan yang sama seperti
siswa normal lainnya. Sarana dan prasarana pendidikan inklusif menurut
Amirin (2010) adalah perangkat keras maupun perangkat lunak yang
dipergunakan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan tertentu. Pada hakekatnya semua sarana
dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan tertentu itu dapat
dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, tetapi untuk
mengoptimalkan proses pembelajaran perlu dilengkapi asesibilitas bagi
kelancaran mobilisasi anak berkebutuhan khusus, serta media
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
1. Sarana dan prasarana umum
a. Ruang kelas beserta perlengkapannya.
b. Ruang praktikum atau laboratorium beserta perangkatnya.
c. Ruang perpustakaan beserta perangkatnya.
d. Ruang serbaguna beserta perlengkapannya.
e. Ruang BP/BK beserta perlengkapannya.
f. Ruang UKS berta perangkatnya.
g. Ruang kepala sekolah, guru, dan tata usaha, beserta
perlengkapannya.
43
h. Lapangan olahraga, beserta peralatannya.
i. Toilet.
j. Ruang ibadah, beserta perangkatnya.
k. Kantin.
l. Ruang sumber
2. Sarana khusus yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus
Untuk setiap jenis kelainan didasarkan pada skala prioritas artinya
mengacu pada kondisi dan kebutuhan peserta didik.
a. Anak Tunanetra
1) Alat asesmen kelainan penglihatan. Dilakukan untuk
mengukur kemampuan penglihatan dalam bentuk
geometri, mengukur kemampuan penglihatan dalam
mengenal warna, serta mengukur ketajaman. Penglihatan
alat yang digunakan untuk assesmen penglihatan anak
tunanetra, antara lain snellen chart, SVR(trial lens set), dan
snellen chart electronic. Anak tunanetra pada umumnya
mengalami gangguan orientasi mobilitas baik sebagian
maupun secara keseluruhan. Untuk pengembangan orientasi
mobilitas dapat di lakukan dengan menggunakan alat-alat
seperti tongkat, tongkat lipat, tongkat elektrik (tongkat yang
berbunyi apabila ada benda di dekatnya), bola bunyi (bola
sepak yang mengeluarkan bunyi), pelindung kepala.
44
2) Alat bantu pembelajaran atau akademik layanan pendidikan
untuk anak tunanetra selain membaca, menulis, berhitung
juga mengembangkan sikap, pengetahuan dankreativitas.
Untuk membantu penguasaan kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung dapat dilakukan dengan
menggunakan alat-alat seperti; peta timbul, abacus,
penggaris Braille, blokies, papan baca, meteran Braille,
kompas Braille, kompas bicara, talking watch, gelasrasa,
botol aroma, Braille kit, mesin tik Braille, jam tangan
Braille, puzzle ball, model anatomi, globe timbul, bentuk -
bentuk geometri, dancollor sorting box. Alat Bantu Visual
(alat bantu penglihatan). Kelainan penglihatan anak
tunanetra bervariasi dari yang ringan (low vision) sampai
yang total (total blind). Untuk membantu memperjelas
penglihatannya pada anak tunanetra jenis low vision dapat
digunakan alat bantu magnifier lens set, CCTV, view scan,
televisi, prism monocular.
3) Alat Bantu Auditif (alat bantu pendengaran) Untuk melatih
kepekaan pendengaran anak tunanetra dalam mengikuti
pelajaran dapat digunakan tape rekorder double dek, alat
musik pukul, alat musik tiup.
4) Alat Latihan Fisik pada umumnya untuk anak tunanetra
yang mengalami kesulitan dan kelambanan dalam
45
melakukan aktivitas fisik atau motorik. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kekuatan fisiknya yang dapat
menimbulkan kerentanan terhadap kesehatannya. Untuk
mengembangkan kemampuan fisik, alat yang dapat
digunakan untuk anak tuna netra adalah catur tunanetra,
bridge tunanetra, sepak bola dengan bola berbunyi, papan
keseimbangan, power rider, static bycicle.
b. Tunarungu atau Gangguan Komunikasi
1) Alat asesmen kelainan pendengaran dilakukan untuk
mengukur kemampuan pendengaran, atau untuk
menentukan tingkat kekuatan suara/sumber bunyi. Alat
yang digunakan untuk asesmen pendengaran anak
tunarungu adalah scan test, bunyi-bunyian, garputala,
audiometer & blanko audiogram, mobile sound proof,
sound level meter, hearing aids. Anak tuna rungu
mengalami gangguan pendengaran baik dari ringan sampai
berat atau total. Untuk membantu pendengarannya dapat
dilakukan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid)
model saku, model belakang, model dalam telinga. Untuk
membantu pendengaran dalam proses pembelajaran dapat
digunakan alat-alat hearing group, loop induction system.
2) Latihan bina komunikasi persepsi bunyi dan irama. Pada
umumnya anak tuna rungu mengalami gangguan
46
pendengaran baik ringan maupun secara keseluruhan atau
total, sehingga mengakibatkan gangguan atau hambatan
komunikasi dan bahasa. Untuk pengembangan
kemampuan berkomunikasi dan bahasa dapat dilakukan
dengan menggunakan cermin, alat latihan meniup,
alatmusik perkusi, sikat getar, lampu aksen, meja latihan
wicara, speechand sound simulation, spatel, TV atau VCD.
3) Alat Bantu Belajar atau Akademik, untuk membantu
penguasaan kemampuan di bidang akademik, maka
dibutuhkan layanan alat-alat yang dapat membantu
mengembangkan kemampuan akademik anak tunarungu
antara lain miniatur benda, finger alphabet, silinder, kartu
kata/ kalimat, menarasegitiga, menara lingkaran, menara
segi empat, peta dinding, model geometri, anatomi dan
model telinga, torso setengah badan, puzzle buah-buahan
atau binatang , atlas, globe, miniatur rumah adat atau
rumah ibadah.
4) Alat Latihan Fisik, untuk mengembangkan kemampuan
motorik atau fisik anak tuna rungu, alat-alat yang
dipergunakan adalah bola dan net volley, bola sepak, meja
pingpong, raket, net bulutangkis dan suttle cock, power
rider (alat untuk melatih kecekatan motorik).
47
c. Anak Tuna Grahita
1) Alat asesmen, untuk asesmen anak tuna grahita dapat
digunakan tesintelegensi WISC-R dan atau stanford binet,
cognitive ability test.
2) Latihan Sensori Visual, untuk membantu sensori visual
anak tuna grahita dapat menggunakan alat gradasi kubus,
gradasi balok 1, gradasi balok 2, silinder 1, silinder 2,
silinder 3, menara segitiga, menara lingkaran, menara segi
empat, kotak silinder, multi sensori, puzzle binatang,
puzzle konstruksi, puzzle bola, boks sortir warna,
geometri tiga dimensi, papan geometri, box shape,
konsentrasi mekanis, formmen stockbox mit, formmen
stockbox, scheiben-stepel puzzle, formstec-stepel puzzle,
fadeldreicke, schmettering puzzle, streckspiel, geo-
streckbrett, rogenbugentorte.
3) Latihan Sensori Perabaan, Anak tuna grahita mengalami
kesulitan untuk membedakan dan mengenali bentuk. Untuk
membantu sensori perabaan anak tuna grahita dapat
digunakan alat keping raba 1, 2, dan 3, alas raba, fub and
hand, puzzle pubtast platten, tactila, balance labirinth
spirale, balance labirinth maander.
4) Sensori Pengecap dan Perasa, untuk anak tuna grahita perlu
latihan sensori pengecap dan perasa, alat yang digunakan
48
adalah gelas rasa, botol aroma, tactile perception,
aesthesiometer.
5) Latihan Bina Diri, untuk anak tuna grahita perlu latihan
bina diri. Alat yang digunakan latihan bina diri dapat berupa
berpakaian 1 (bentukkancing), berpakaian 2 (bentuk
resleting), berpakaian 3 (bentuk tali), dressing frame set,
pasta gigi dan lain sebagainya.
6) Konsep dan Simbol Bilangan, untuk anak tuna grahita perlu
latihan memahami konsep dan simbol bilangan. Alat yang
digunakan melatih konsep dan simbol bilangan dapat
berupa keping pecahan, balok bilangan 1 dan 2, geometri
tiga dimensi, abacus, papan bilangan (cukes), tiang
bilangan, kotak bilangan.
7) Kreativitas, Daya Pikir dan Konsentrasi,untuk anak tuna
grahita perlu latihan memahami kreativitas, daya pikir dan
konsentrasi. Alat yang digunakan dapat berupa box
konsentrasi mekanis, puzzle konstruksi, rantai persegi,
rantai bulat, lego/lazi.
8) Alat Pengajaran Bahasa, untuk anak tuna grahita perlu
latihan berbahasa. Alat yang digunakan melatih berbahasa
dapat berupa alphabet, alphabet fibre box, pias kata dan
kalimat.
49
9) Latihan Perseptual Motor, keterbatasan intelegensi dan
kognitif mengakibatkan anak tuna grahita mengalami
kesulitan dalam perseptual motornya. Untuk itu anak tuna
grahita perlu latihan perseptual motor. Alat yang digunakan
melatih perseptual motor dapat berupa bak pasir, papan
keseimbangan, gradasi papan titian, keping keseimbangan,
power rider, balancier zehner, balancier brett, balancier
wipe, balancier steg.
d. Anak Tuna Daksa
1) Alat Asesmen, Asesmen dilakukan pada anak tuna daksa
dilakukan untuk mengetahui keadaan postur tubuh,
keseimbangan tubuh, kekuatan otot, mobilitas, intelegensi,
serta perabaan. Alat yang digunakan untuk assesmen anak
tuna daksa seperti finger goniometer (alat ukur sendi-daerah
gerak), flexiomete (alat ukur kelenturan), plastic
goniometer (alat ukur sendi), reflex hammer (pengukur
gerak reflex kaki), posture evaluation set (pengukur postur
tubuh mengukur kelainan posisi tulang belakang), TPD
aesthesiometer (mengukur rasa permukaan kulit pada
tubuh), ground rhytem tibre instrument, cabinetgeometric
insert, color sorting box, tactile board sets.
2) Alat Latihan Fisik atau Bina Gerak. Pada umumnya anak
tuna daksa mengalami hambatan dalam pindah diri
50
(ambulasi), dan koordinasi atau keseimbangan tubuh. Agar
anak tuna daksa dapat melakukan kegiatan hidup sehari-hari
diperlukan latihan. Alat-alat yang dapat digunakan dapat
berupa pulley weight (untuk menguatkan otot tangan dan
perut), kanavel table (untuk menguatkan otot tangan,
pergelangan dan jari tangan), squeez ball (untuk latihan
daya remas tangan),restorator hand (untuk menguatkan otot
lengan), restorator leg (untuk menguatkan otot kaki,
tungkai), treadmill jogger (untuk menguatkan otot kaki,
tungkai dan jantung), safety walking strap (sabuk pengaman
ketika berlatih jalan), straight (alat latih memanjat), sand-
bag (pemberat beban pada latihan gerak sendi), exercise mat
(latihan mobilisasi gerak tidur, berguling), inclinemat
(latihan untuk merangkak), neuro development rolls
(latihan untuk merangkak dan keseimbangan dalam posisi
duduk), height adjustable crowler (latihan untuk
merangkak), floor sitter (untuk latihan duduk tegak di
lantai), kursi CP (untuk latihan duduk tegak posisi normal),
individual stand-in table (untuk latihan berdiri tegak dan
aktivitas tangan), walking paralel (untuk latihan jalan
dengan pegangan memajang kiri dan kanan, walker khusus
CP (untuk latihan mobilitas berjalan), vestibular board
(meja goyang untuk latihan keseimbangan), balance beam
51
set (papan titian untuk latihan keseimbangan), dynamic
body and balance (latihan keseimbangan dan meloncat),
kolam bola- bola (untuk latihan koordinasi mata, kaki dan
tangan), vibrator (untuk mengatasi kekakuan otot), infra-red
lamp(melancarkan peredaran darah dan relaksasi otot) ,
dual speed massager (alat pijatdouble kecepatan), speed
training devices (alat latih kecepatan gerakan mulut pada
saat bicara), bola karet (untuk latihan motorik), balok
berganda (papan untuk melatih keseimbangan tubuh
dalam bentuk bertingkat), balok titian (papan untuk melatih
keseimbangan tubuh).
3) Alat Bina Diri. Agar anak tuna daksa dapat melakukan
perawatan diri dan kegiatan hidup sehari-hari (activity of
daily living), maka perlu latihan. Alat-alat yang dapat
digunakan dapat berupa swivel utensil, dressingframe set,
lacing shoes, deluxe mobile commade, alat orthotic dan
prosthetic. Agar anak tuna daksa dapat melakukan ambulasi
dan kegiatan hidup sehari-hari (activity of daily living),
maka perlu alat bantu (orthonic dan prosthetic). Alat-alat
yang dapat digunakan meliputicock-up resting splint, rigid
immobilitation elbow brace, flexionextention, back splint,
night splint, denish browns splint, x splint, osplint, long leg
brace set, ankle or short leg brace, original thomascollar,
52
simple cervical brace, corsett, crutch, clubfoot walker shoes,
thomas heel shoes, wheel chair, kaki palsu sebatas lutut,
kaki palsu sampai paha.
4) Alat Bantu Belajar atau Akademik. Untuk membantu
penguasaan kemampuan di bidang akademik, maka
dibutuhkan layanan dan peralatan khusus. Alat-alat yang
dapat membantu mengembangkan kemampuan akademik
pada anak tuna daksa dapat berupa kartu abjad, kartu kata
atau kalimat, torso seluruh badan,geometri sharpe, menara
gelang, menara segitiga, menara segiempat, gelas rasa, botol
aroma, abacus dan washer, papan pasak, kotak bilangan.
e. Tuna Laras
1) Asesmen alat. Anak tuna laras adalah anak yang mengalami
gangguan penyimpangan perilaku yang merugikan diri
sendiri maupun oranglain. Terganggunya perilaku anak
tuna laras, menuntut adanya pengelolaan yang cermat
dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang
dimilikinya. Asesmen dilakukan pada anak tuna laras untuk
mengetahui penyimpangan perilaku anak. Alat yang
digunakanuntuk assesmen anak tuna laras seperti Adaptive
Behavior Inventory for Children dan Adaptive Behavior
Scale. Alat terapi perilaku-perilaku menyimpang yang
dilakukan anak tuna laras cenderung untuk merugikan diri
53
sendiri dan orang lain. Untuk mereduksi perilaku yang
menyimpang, maka dibutuhkan peralatan khusus. Alat-alat
tersebut dapat berupa pretend game, hide-way, put me a
tune, copycats, jig-saw puzzle, puppen house, hunt the
timble, sarung tinju, hoopla, sand pits, animal matching
games,organ, tambur dengan stick dan tripod, rebana, flute,
torso, puzzle.
2) Alat Terapi Fisik. Untuk mengembangkan kemampuan
motorik atau fisik anak tuna laras, alat yang dapat
digunakan matras, straight-type staircase, bola sepak, bola,
net volley, power rider, strickleiter , trecketsando (5flat),
rope lader.
f. Anak Berbakat
1) Alat Asesmen. Anak berbakat mempunyai kemampuan
yang istimewa dibanding teman sebayanya. Asesmen
dilakukan pada anak berbakat untuk mengetahui.
Keberbakatan dan menilai tentang kebutuhannya untuk
menempatkan dalam program-program pendidikan sesuai
dengan dan dalam rangka mengembangkan potensinya. Alat
yang digunakan untuk assesmen anak berbakat seperti tes
intelegensi WISC-R, tes intelegensi stanford binet,
cognitive ability test,differential aptitude test.
54
2) Alat Bantu Ajar atau Akademik. Anak berbakat memiliki
sifat selalu haus pengetahuan dan tidak puas bila hanya
mendapat penjelasan dari orang lain, mereka ingin
menemukan sendiri dengan cara trial and error
(mengadakan percobaan atau praktikum) di laboraturium
atau dimasyarakat. Untuk itu sekolah inklusif hendaknya
perlu mengusahakan sarana yang lengkap. Sarana-sarana
belajar tersebut meliputi sumber belajar (buku paket, buku
pelengkap, buku referensi, buku bacaan, majalah,
koran,internet), media pembelajaran (radio, cassette
recorder, tv, ohp, wireless, slide projector, LD/VCD/DVD).
g. Anak dengan kesulitan belajar
1) Alat Asesmen. Anak yang mengalami kesulitan belajar
merupakan kondisikronis yang diduga bersumber
neurologis yang secara selektif menggangu perkembangan,
integrasi, dan atau kemampuan verbal dan atau non verbal.
Kesulitan belajar dapat berupa kesulitan berbahasa,
membaca, menulis dan atau matematika. Asesmen pada
anak yang mengalami kesulitan belajar dilakukan untuk
mengetahui bentuk kesulitan belajar dan untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam merencanakan program
pembelajarannya. Alat yang digunakan untuk assesmen
55
anak yang mengalami kesulitan belajar seperti instrumen
ungkap riwayat kelainan dan tes inteligensi WISC.
2) Alat Bantu Ajar atau Akademik. Kesulitan Belajar
Membaca (Disleksi) sarana khusus yang diperlukan oleh
anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (remedial
membaca) meliputi kartu abjad, kartu kata, kartu kalimat,
kesulitan belajar bahasa. Kesulitan berbahasa sarana khusus
yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan
belajar bahasa (remedial bahasa) meliputi kartu abjad, kartu
kata, kartu kalimat. Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami
kesulitan belajar menulis (remedial menulis) meliputi kartu
abjad, kartu kata, kartu kalimat, balok bilangan 1, balok
bilangan 2. Kesulitan Belajar Matematika (Diskalkulia)
sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami
kesulitan belajar matematika (remedial matematika)
meliputi balok bilangan, balok bilangan, pias angka, kotak
bilangan, papan bilangan.
3. Prasarana Khusus yang dibutuhkan untuk anak berkebutuhan
khusus.
a. Anak Tunanetra
Untuk peserta didik tunanetra diperlukan ruang untuk
melaksanakan kegiatan asesmen, konsultasi, orientasi dan
56
mobilitas, remedial teaching, latihan menulis braille, latihan
mendengar, latihanfisik, keterampilan, dan penyimpanan alat.
b. Anak Tunarungu/Gangguan Komunikasi
Untuk peserta didik tunarungu/Gangguan Komunikasi
diperlukan ruang untuk melaksanakan kegiatan, asesmen,
konsultasi, latihan bina wicara, bina persepsi bunyi dan irama,
remedial teaching, latihan fisik, keterampilan, dan
penyimpanan alat.
c. Anak Tuna Grahita
Untuk peserta didik Tuna grahita/Anak Lamban Belajar
diperlukanruang untuk melaksanakan kegiatan assesmen,
konsultasi, latihan sensori, bina diri, remedial teaching,
latihan perseptual, keterampilan, dan penyimpanan alat.
d. Anak Tuna Daksa
Untuk peserta didik Tuna daksa diperlukan ruang untuk
melaksanakan kegiatan assesmen, konsultasi, latihan fisik,
bina diri, remedial teaching, keterampilan, dan penyimpanan
alat.
e. Anak Tuna Laras
Untuk peserta didik Tuna laras diperlukan ruang untuk
melaksanakan kegiatan assesmen, konsultasi, latihan perilaku,
terapi permainan, terapi fisik, remedial teaching, dan
penyimpanan alat.
57
f. Anak Cerdas Istimewa
Di samping memberdayakan atau mengoptimalkan
penggunaan prasarana yang ada apabila di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif peserta didiknya ada yang
berkecerdasan istimewa, prasarana khusus yang perlu
disediakan adalah ruang assesmen.
g. Anak Berbakat Istimewa
Untuk anak berbakat istimewa di samping memberdayakan
atau mengoptimalkan penggunaan prasarana yang ada apabila
di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif peserta didiknya
ada yang berbakat, prasarana khusus yang perlu disediakan
adalah ruang assesmen.
h. Anak dengan Kesulitan Belajar
Untuk peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
diperlukan ruang untuk melaksanakan kegiatan assesmen, dan
remedial. sebagaicatatan, pada dasarnya di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif cukup disiapkan satu unit
ruang sebagai ”resource room” atau ruang sumber.
Standar sarana dan prasarana di atas merupakan teori dari Aldjon
dalam Manajemen Pendidikan Inklusif (2007) yang membahas tentang
bagaimana seharusnya sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang
memenuhi segala kebutuhan dari siswa berkebutuhan di sekolah inklusif
tersebut. Tujuan Pendidikan Inklusif menurut Ilahi (2013: 41) bermaksud
58
untuk memanusiakan manusia sebagai bentuk perlawanan terhadap sikap
diskriminatif terhadap lembaga sekolah yang menolak menampung anak
berkebutuhan khusus. Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan Indonesia harus membela
anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat yang kurang
mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan formal, akibatnya
mereka merasa terpinggirkan dari lingkungan sekolah dan masyarakat.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk memberikan rujukan kepada
peneliti demi memahami lebih mendalam tentang permasalahan yang diteliti
melalui penelitian-penelitian yang pernah ada sebelumnya.
Peneliti menggunakan 2 karya ilmiah berupa skripsi dan jurnal untuk
dijadikan rujukan pada penelitian ini. Kedua karya ilmiah tersebut antara lain,
Pertama, Penelitian Skripsi oleh Andi Sulastri Mahasiswa Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar dengan judul “Tinjauan
Hukum Terhadap Penyediaan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di Kota
Makassar”. Tahun 2014. Teori yang digunakan dalam penelitian yaitu teori Hak
Asasi Manusia, ruang lingkup hak asasi manusia, sebagai berikut:
1. setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
2. setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
3. setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
59
4. setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya.
5. setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan undang-undang.
6. setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa, dan penghilangan nyawa.
7. setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
8. setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Kemudian, metode/paradigma yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif
deskriptif. Persamaan antara skripsi terdahulu dengan penelitian yang sedang
peneliti lakukan ialah fokusnya kepada pemenuhan hak aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas. Sedangkan perbedaannya terletak pada lokus penelitian
yang berbeda dan tinjauan dari sudut pandang Hukum Tata Negara yang berbeda
dengan yang peneliti lakukan yaitu dari sudut pandang implementasi kebijakan
publik.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Novita Apriyani Mahasiswi
Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia Judul
“Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Pengguna Alat Bantu Gerak pada
Bangunan Institusi Pendidikan studi kasus Universitas Indonesia”. Penelitian
pada tahun 2012 dengan menggunakan teori Aksesibilitas Penyandang Disabilitas
yaitu kemudahan yang disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal penyediaan
60
aksesibilitas dalam suatu bangunan, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.
2. Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
3. Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat menggunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
4. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
Kemudian, metode/paradigma yang digunakan adalah kualitatif deskriptif.
Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti sedang
lakukan ialah penggunaan metode penelitian yang sama-sama menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif serta fokus penelitian yaitu aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan pendidikan.
Perbedaannya terletak pada lokus yang berbeda antara Universitas
Indonesia pada penelitian terdahulu dan sekolah inklusif di Kota Serang pada
penelitian yang sedang peneliti lakukan. Perbedaan berikutnya ada pada sudut
pandang yang dimana dalam penelitian terdahulu ini melakukan analisis dari
sudut pandang kelayakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, sedangkan
peneliti melihat masalah dari sudut pandang implementasi kebijakan publik.
61
2.3 Kerangka Berpikir
Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011: 60) mengemukakan bahwa
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang
penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman
yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang
paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk
proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.
Untuk Penelitian Kualitatif kerangka berpikirnya terletak pada kasus yang
selama ini dilihat atau diamati secara langsung oleh penulis. Selama proses
penelitian berlangsung, peneliti akan menggunakan teknik observasi langsung,
wawancara mendalam serta tinjauan pustaka untuk mengumpulkan data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian tersebut.
Hal ini dibutuhkan sebagai dasar penemuan fakta yang terjadi di lapangan
dan selama proses penelitian agar bisa digunakan sebagai landasan sebelum
akhirnya dijadikan rujukan dalam penyelesaian masalah pendidikan inklusi bagi
penyandang disabilitas yang terjadi di Kota Serang.
62
Kerangka Berpikir Gambar 2.1
Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten
(Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang)
Input: 1. Belum tercapainya tujuan Pergub Banten No. 74 Tahun 2014 untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki kecerdasan istimewa dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2. Belum tercapainya tujuan Pergub Banten No. 74 Tahun 2014 untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
3. Kurangnya tenaga pendidik yang ahli dan menguasai bidangnya dalam memberikan pengajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah inklusif di Kota Serang.
4. Terbatasnya sarana dan prasarana bagi pendidikan khusus di lingkungan sekolah inklusif di Kota Serang
Process: Teori Model Implementasi Kebijakan Publik oleh George Edward III mencakup (Agustino, 2006: 163):
1. Komunikasi 2. Sumberdaya 3. Disposisi 4. Struktur Birokrasi
Output:
Kebijakan dan saran yang paling tepat dan sesuai untuk
diterapkan di Kota Serang.
Outcome: Penyandang disabilitas di Kota
Serang dapat memperoleh pendidikan yang layak dan terjamin dari Pemerintah
Daerah.
63
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Telah peneliti paparkan pelbagai macam fakta fenomena yang terjadi di
Indonesia, khususnya Kota Serang Provinsi Banten tentang peliknya
permasalahan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas. Pada zaman
modern seperti sekarang, semakin manusia diberikan kebebasan atas apa yang
menjadi hak dasar hidupnya, seharusnya juga semakin besar tanggungjawab
pemerintah untuk memberikan pelayanan serta menjamin ketersediaan kebutuhan
rakyatnya tersebut. Kota Serang bisa dikatakan belum maksimal dalam
penyediaan sekolah inklusif untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Berawal
dari penemuan masalah-masalah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di
Kota Serang, seperti kurangnya sekolah inklusif, terbatasnya sarana dan prasarana
bagi anak berkebutuhan khusus dan kurangnya tenaga pembimbing khusus yang
semuanya merupakan tanggung jawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk
dipenuhi namun masih terabaikan. Masalah utama penelitian dilakukan juga
karena belum tercapainya tujuan dari adanya Pergub Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten yang terlaksana di
Sekolah Inklusif di Kota Serang. Maka peneliti mengasumsikan bahwa Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang seakan mengabaikan perannya dalam
mengimplementasikan amanat Peraturan Gubernur Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten pada Sekolah Inklusif di
Kota Serang.
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pada penelitian implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 74
Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi
Banten dengan Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang. Fokus penelitian yaitu
pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, peneliti akan menggunakan
pendekatan kualitatif. Menurut Danim (2002: 35), peneliti kualitatif percaya
bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan
terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka.
McMillan & Schumacher (2001: 235) mendefinisikan Pendekatan
kualitatif sebagai suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi
karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung
dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Metode penelitian
kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik (naturalistic research),
karena penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Metode
penelitian kualitatif dikatakan alamiah karena objek yang berkembang apa
adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu
mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.
Sesuai dengan pengertian pendekatan kualitatif yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif dengan maksud mendeskripsikan segala hal yang dilakukan oleh Dinas
65
Pendidikan dan Kebudayaan di Kota Serang terkait penanganan pendidikan
inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Metode penelitian kualitatif dikatakan
deskriptif karena data yang diperoleh menggunakan cara bertatap muka langsung
dengan informan penelitian dan hasilnya berupa kata-kata dan bahasa, seperti
yang disampaikan oleh Moleong (2006: 6) mendefinisikan penelitian kualitatif
adalah:
“penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.” Pendekatan ini dipilih untuk mengetahui lebih tegas masalah yang dialami para
penyandang disabilitas usia sekolah tentang pendidikan yang mereka terima dan
perlakuan sosial dari masyarakat secara umum di Kota Serang.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dimaksudkan untuk memberikan batasan materi
kajian penelitian yang akan dilakukan. Ruang lingkup penelitian bertujuan agar
peneliti fokus pada penelitian yang akan dijalankan sehingga peneliti bisa lebih
terarah dan mendalam selama proses penelitian di lapangan berlangsung. Ruang
lingkup pada penelitian ini yaitu mengenai bagaimana pelaksanaan Kebijakan
Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi pada
Sekolah Inklusif di Kota Serang.
66
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang sebagai implementor dari kebijakan tentang Peraturan Gubernur Banten
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan
Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang. Kemudian juga peneliti akan
melakukan penelitian di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang
telah menerapkan pendidikan inklusif di Kota Serang.
3.4 Fenomena yang diamati
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konsep digunakan untuk menegaskan konsep-konsep yang
jelas, yang digunakan agar tidak terjadi perbedaan penafsiran antara
peneliti dan pembaca. Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Implementasi Kebijakan Publik. Studi implementasi merupakan
suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses
pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya, implementasi
kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks. Implementasi
merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan
melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan
mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan
itu sendiri. Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) dalam Riant
Nugroho Public Policy (2014: 666) mengemukakan bahwa implementasi
adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan.
67
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep penelitian dalam
rincian yang terukur (indikator penelitian). Dalam penelitian Implementasi
Pergub Banten No. 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi pada Sekolah Inklusif
di Kota Serang peneliti menggunakan pendekatan Analisis Implementasi
Kebijakan Publik oleh George Edward III dimana analisis implementasi
Kebijakan ini merupakan suatu cara menganalisis faktor-faktor internal
langkah-langkah dalam pengoptimalan implementasi dari suatu kebijakan.
Adapun dimensi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi
Komunikasi atau pentransmisian informasi diperlukan agar para
pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten
dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam
masyarakat. Dalam operasional penelitian ini, komunikasi akan
digunakan untuk mengetahui bagaimana penyerapan informasi
tentang kebijakan pendidikan inklusif, pemahaman implementor
dalam menjalankan kebijakan tersebut serta konsistensi pelaksana
kebijakan dalam menjalankan tugas yang telah diamanatkan dalam
Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi Banten pada Sekolah Inklusif di Kota Serang
tersebut.
68
b. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal penting yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Sumberdaya terdiri dari
beberapa elemen, yaitu Staf, Informasi, Wewenang dan Fasilitas.
Sumberdaya bertujuan untuk mengetahui ketersediaan staf/pegawai
secara kualitas dan kuantitas dalam mengimplementasikan kebijakan
pendidikan inklusif, informasi tentang tata cara pelaksanaan
kebijakan di lapangan, kepatuhan dari pelaksana terhadap peraturan
pemerintah yang telah ditetapkan, dan ketersediaan fasilitas fisik
dalam mendukung teknis pelaksanaan kebijakan di lapangan.
c. Disposisi
Hal-hal penting yang harus dicermati pada faktor disposisi adalah
Pengangkatan Birokrat dan Insentif. Pengangkatan birokrat berguna
terkait dengan sikap dan hambatan yang timbul dari dalam diri para
pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan serta
insentif berguna untuk memberi keuntungan tambahan bagi
pelaksana di lapangan dengan maksud agar menstimulus
implementor agar bekerja lebih baik.
d. Struktur Birokrasi
Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan
jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua karakteristik yang
dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi ke arah
69
yang lebih baik, adalah melakukan Standar Operating Prosedures
(SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. Struktur Birokrasi
bermaksud untuk menata kerjasama antar pegawai dengan mengatur
pelaksanaan kegiatan sehari-harinya serta penyebaran
tanggungjawab kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan
Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif tersebut.
3.5 Instrumen Penelitian
Pada Pendekatan Kualitatif, Instrumen adalah peneliti itu sendiri sehingga
peneliti harus divalidasi. Validasi terhadap peneliti menurut Sugiyono (2009:
305), yaitu meliputi pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan
wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek
penelitian baik secara akademik maupun logiknya. Peneliti kualitatif sebagai
human instrument menurut Sugiyono (2009: 306) berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan
atas temuannya.
Jenis data yang dikumpulkan berupa jenis data primer dan sekunder.
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2006: 157) sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Merujuk pada apa yang akan peneliti
lakukan dalam proses mencari data, maka peneliti akan dibantu dengan alat-alat
70
seperti Voice Recorder, alat tulis, pedoman wawancara, serta kamera digital. Data
yang akan peneliti peroleh pun beragam seperti rekaman suara dari informan,
gambar-gambar hasil foto selama proses penelitian berlangsung serta bisa data
statistik (angka) untuk mendukung data premier lainnya.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2000:
97). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang
akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat dua informan diantaranya:
1. Informan kunci (Key Informan), yaitu orang-orang yang sangat
memahami permasalahan yang diteliti.
2. Informan non kunci (Secondary Informan), yaitu orang yang dianggap
mengetahui permasalahan yang diteliti.
Dalam penelitian ini, pemilihan informannya menggunakan teknik purposive dan
snowball. Menurut Sugiyono (2011: 218-219) purposive adalah teknik
pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu
ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti
menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. Untuk memudahkan
penyampaian informan penelitian, peneliti mengelompokkan informan penelitian
ke dalam tabel sebagai berikut:
71
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No. Kategori Informan Keterangan
1. Sudut Pandang Stakeholders:
1. Kepala Seksi Kurikulum dan
Mutu Penilaian SD Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Serang
2. Kepala Seksi Peserta Didin
dan Pembangunan Karakter
SD Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang
3. Kepala Seksi Kelembagaan,
Sarana dan Prasarana SD
Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang
4. Kepala Seksi Kurikulum dan
Mutu Pendidikan SMP Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Serang
5. Kepala Seksi Ketenagaan dan
Kesiswaan SMP Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Serang
6. Kepala Seksi Kelembagaan,
Sarana dan Prasarana SMP
Dinas Pendidikan dan
KebudayaanKota Serang
Key Informan
Secondary
Informan
Secondary
Informan
Key Informan
Secondary
Informan
Secondary
Informan
2. Sudut Pandang Masyarakat:
72
1. Guru Pembimbing Khusus
(GPK) di Sekolah Inklusif
2. Orang tua atau Wali murid
berkebutuhan khusus di Kota
Serang
Secondary
Informan
Secondary
Informan
(Sumber: Peneliti 2017)
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data akan dilakukan dengan cara
pengumpulan semua data baik primer dan sekunder. Adapun sumber data
yang akan diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara, antara
lain:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2006: 186). Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit atau kecil (Sugiyono, 2011: 137).
73
Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara
mendalam. Ada dua jenis wawancara dalam penelitian
kualitatif, yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
1. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
2. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono,
2011: 138-140). Adapun pedoman wawancara sebagai acuan
dalam wawancara sebagai berikut:
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No. Indikator Kisi-kisi Pertanyaan Informan 1. Komunikasi Ketepatan penyampaian informasi
tentang kebijakan yang akan dilakukan dengan para birokrat pelaksana kebijakan, meliputi:
a) Transmisi b) Kejelasan c) Konsistensi
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
2. Seluruh elemen informan dari sudut pandang masyarakat
2. Sumberdaya Kecukupan dan kapabilitas elemen-elemen pelaksana kebijakan di lapangan, antara lain:
a) Staf b) Informasi c) Wewenang d) Fasilitas
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
2. Seluruh elemen informan dari sudut pandang masyarakat
3. Disposisi Pengetahuan dan kemampuan pelaksana kebijakan publik, indikatornya yaitu:
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
74
a) Pengangkatan birokrasi b) Insentif
4. Struktur Birokrasi
Kerjasama dan kondusifitas antar birokrat dalam mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik, dua indikatornya adalah:
a) Standar Operating Prosedures
b) Fregmentasi
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
(Sumber: Peneliti, 2017)
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
wawancara secara terstruktur dengan menggunakan pedoman
wawancara sebagai acuan dalam melakukan wawancara
dengan informan. Jadi bahan untuk melakukan wawancara
dengan informan sudah jelas dan tersusun secara sistematis di
dalam pedoman wawancara yang akan dijadikan acuan bagi
peneliti untuk wawancara.
2. Observasi
Menurut Sugiyono (2011: 145) observasi sebagai teknik
pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka
observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi
digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden
yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi pelaksanaan
75
pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi
participant observation (observasi berperan serta) dan non
participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi
yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi
observasi terstruktur dan tidak terstruktur. Ada beberapa
alasan mengapa dalam penelitian kualitatif pengamatan
dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti apa yang
dikemukakan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong (2006:
216-217), yaitu :
1. Teknik ini didasarkan pada pengalaman secara langsung.
2. Memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
3. Memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
4. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang didapatnya ada yang bias.
5. Memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit, karena harus memperhatikan beberapa tingkah laku yang kompleks sekaligus.
6. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.
76
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data
sekunder yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Studi
dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film,
gambar, dan foto-foto yang dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang peneliti. Selanjutnya studi dokumentasi
dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui
bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga
yang menjadi bahan objek penelitian. Baik berupa prosedur,
peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta
berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman). (Fuad
dan Nugroho, 2012: 89).
3.6.2 Jenis dan Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah data primer
dan data sekunder. Sumber data primer adalah data-data yang diperoleh
langsung dari lapangan dan masih bersifat data mentah. Sumber data
sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dari studi kepustakaan
dan studi dokumentasi. Adapun alat pendukung lainnya yang digunakan
peneliti dalam melakukan penelitian ini berupa alat perekam, kamera, dan
catatan lapangan.
77
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bodgan dan Biklen dalam Sugiyono
(2012: 88) adalah:
“upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan data, memilih-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.” Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode model Miles dan
Hubermen yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan
penting diantaranya data reduction (reduksi data), data display (penyajian
data), verification (verifikasi). Seperti pada gambar berikut:
Gambar 3.1 Proses Analisis Data
(Sumber: Sugiyono, 2012: 88)
Dari gambar tersebut kita dapat melihat bahwa proses penelitian ini
dilakukan secara berulang terus menerus dan saling berkaitan satu sama
lain, baik dari sebelum saat di lapangan hingga selesainya penelitian.
78
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian
dan melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap
awal yang harus dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat
memperoleh informasi mengenai masalah-masalah yang terjadi di
lapangan.
2. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti
dilapangan, maka jumlah data yang akan didapat juga semakin
banyak, kompleks dan rumit, untuk itu perlu direduksi data.
Reduksi data memiliki makna merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, lalu dicari tema
dan polanya. Reduksi data berlangsung selama proses pengambilan
data itu berlangsung, pada tahap ini juga akan berlangsung kegiatan
pengkodean, meringkas dan membuat partisi (bagian-bagian)
proses transformasi ini berlanjut terus sampai laporan akhir
penelitian tersusun lengkap.
3. Penyajian Data
Setelah mereduksi data, langkah yang dilakukan peneliti adalah
melakukan penyajian data. Penyajian data dapat diartikan sebagai
sekumpulan informasi yang tersusun, yang kemungkinan memberi
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
79
data ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan
hubungan antar kategori. Penyajian data juga bertujuan agar
peneliti dapat memahami apa yang terjadi dalam merencanakan
tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Langkah terakhir dalam pengumpulan data adalah verifikasi. Dari
awal pendataan peneliti mencari hubungan-hubungan yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada, melakukan pencatatan
hingga menarik kesimpulan. Kesimpulan masih bersifat sementara
dan akan selalu mengalami perubahan selama proses pengumpulan
data masih berlangsung, akan tetapi bila kesimpulan yang dibuat
didukung dengan data yang valid dan konsisten yang ditemukan
kembali oleh peneliti dilapangan, maka kesimpulan tersebut
merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.7.2 Uji Keabsahan Data
Adapun uji keabsahan data bahwa setiap keadaan harus memenuhi
tiga hal, yaitu:
1. mendemonstrasikan nilai yang benar 2. menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan 3. memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang
konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya (Moleong, 2006: 320).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
teknik triangulasi dan pengecekan anggota (member check). Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
80
yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006: 330). Adapun dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan 2 jenis teknik triangulasi, yaitu:
1. Triangulasi sumber, yaitu triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi teknik, untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2011: 273)
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menggunakan dua jenis pendekatan
triangulasi yaitu triangulasi sumber dimana peneliti akan mendapatkan
data dari sudut pandang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
sebagai implementor kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota
Serang, kemudian Guru Pembimbing Khusus (GPK) pada Sekolah Inklusif
di Kota Serang, para orang tua atau wali murid siswa berkebutuhan khusus
dan siswa berkebutuhan khusus yang merasakan bagaimana penerapan
pendidikan inklusif dijalankan. Selain itu, peneliti menggunakan
triangulasi teknik yang kemudian peneliti menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi untuk memperoleh data dimana teknik-
teknik tersebut digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan
pandangan atau tidak. Peneliti juga menggunakan member check dalam
menguji keabsahan data yang didapatkan dari informan. Peneliti
melakukan pengecekan kembali data-data yang telah diperoleh dari
informan penelitian dengan tujuan memvalidasi data yang telah diberikan
informan penelitian, sehingga data menjadi valid dan dapat dipercaya.
81
3.8 Jadual Penelitian
Jadual penelitian menurut Sugiyono yaitu berisi aktivitas yang dilakukan
dan berapa lama akan dilakukan proses penelitian (2011: 286). Berikut ini
merupakan jadual penelitian Implementasi Peraturan Gubernur Nomor 74 Tahun
2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten
Pasal 2 ayat (2) mengenai tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan
Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang.
82
Tabel 3.3
Jadual Penelitian
No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan
2016 2017 Okt Nov Des Jan Feb Mar April Mei Juni
1 Pengumuman Judul
2 Observasi Awal
3 Penyusunan Proposal
4 Bimbingan BAB I - BAB
III
5 Seminar Proposal
6 Revisi Proposal
7 Bimbingan Revisi
Proposal
8 ACC Penelitian Lapangan
9 Proses Pengumpulan Data
10 Reduksi Data
11 Bimbingan BAB IV -
BAB V
12 Penyajian Data dan
Penyusunan Laporan
Penelitian
13 ACC Pengajuan Sidang
14 Sidang Skripsi
15 Revisi Sidang (Sumber: Peneliti 2017)
83
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Deskripsi obyek penelitian akan menjelaskan tentang obyek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
Kota Serang dan gambaran umum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang beserta sektor lainnya dalam pelaksanaan kebijakan Peraturan Gubernur
Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten
pada sekolah Inklusif di Kota Serang. Hal tersebut akan dipaparkan sebagai
berikut:
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang
Kota Serang adalah wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten
Serang Provinsi Banten. Sebagai Ibukota Provinsi Banten, kehadirannya
adalah sebuah konsekuensi logis dari keberadaan Provinsi Banten.
Kota Serang merupakan daerah otonom yang terbentuk pada 2
November 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007
tentang pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya RUU Kota Serang
disahkan pada 17 Juli 2007 kemudian dimasukkan dalam Lembaran
Negara Nomor 98 Tahun 2007 dan tambahan Lembaran Negara Nomor
4748, tertanggal 10 Agustus 2007. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang pertimbangan
pembentukan Kota Serang dilakukan dengan tujuan bahwa perlunya
84
peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan publik guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Kota Serang secara geografis terletak diantara 50 99’ - 60 22’
Lintang Selatan dan 1060 07’ – 1060 25’ Bujur Timur. Kota Serang
memiliki luas wilayah 266,77 km² dengan jumlah penduduk sekitar
613.774 jiwa pada tahun 2014. Adapun batas wilayah Kota Serang adalah
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Banten. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan
Ciruas, Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikeusal,
Kecamatan Petir, Kecamatan Baros Kabupaten Serang; dan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran, Kecamatan
Waringin Kurung, Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang.
Kota Serang memiliki 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Serang,
Kecamatan Kasemen, Kecamatan Walantaka, Kecamatan Curug,
Kecamatan Cipocok Jaya, dan Kecamatan Taktakan. Enam Kecamatan
tersebut terdiri dari 20 Kelurahan dan 46 Desa. Data sebagai berikut:
Tabel 4.1
Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Kota Serang
No Kecamatan Luas
Ibukota Banyaknya Kelurahan
Km2 % 1 Curug 49,60 18,59 Curug 10 2 Walantaka 48,48 18,18 Pipitan 14
3 Cipocok Jaya 31,54 11,82 Cipocok Jaya 8
4 Serang 25,88 9,70 Kaligandu 12 5 Taktakan 47,88 17,95 Taktakan 12 6 Kasemen 63,36 23,75 Kasemen 10
Kota Serang 266,74 100,00 66 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Serang, 2014)
85
4.1.1.1 Visi dan Misi Kota Serang
Visi Kota Serang
“Terwujudnya Kota Serang Madani sebagai Kota Pendidikan
yang Bertumpu pada Potensi Perdagangan, Jasa, Pertanian dan
Budaya.”
Misi Kota Serang
1. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur. 2. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan. 3. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Kesehatan. 4. Peningkatan Ekonomi Kerakyatan serta Optimalisasi Potensi
Pertanian dan Kelautan. 5. Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan, Hukum, dan
Peningkatan Penghayatan terhadap Nilai Agama.
4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kota Serang
Kondisi demografi Kota Serang ditunjukkan dari jumlah
penduduk Kota Serang yang setiap tahun mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Serang, pada tahun 2015 jumlah penduduk Kota Serang berjumlah
643.205 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata sebesar
2.411 jiwa/km². Jumlah penduduk tersebut mengalami peningkatan
sebanyak 2.943 jiwa dari tahun 2014 yang berjumlah 613.774 jiwa
atau Laju Pertambahan Penduduk (LPP) Tahun 2015 sebesar
1.90%. Adapun rata-rata LPP Kota Serang Tahun 2010-2015
sebesar 2.15% per tahun. Sementara itu, sebaran penduduk Kota
Serang per Kecamatan terlihat pada tabel berikut:
86
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk (jiwa) dan Kepadatan (jiwa/km²) Penduduk
Kota Serang Tahun 2012 – 2015
Dilihat dari komposisinya, proporsi penduduk Kota Serang lebih
banyak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Komposisi
jenis kelamin penduduk Kota Serang dari tahun 2012 sampai
dengan 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Komposisi Penduduk Kota Serang Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2012-2015
Kemudian, terdapat juga pembagian komposisi penduduk Kota
Serang menurut kelompok umur yang tersaji pada Tabel 4.4
berikut:
87
Tabel 4.4
Komposisi Penduduk Kota Serang Menurut Kelompok Umur
Tahun 2015
Kemudian, terdapat pula gambaran sebaran penduduk menurut
tingkat pendidikan yang ditamatkan di Kota Serang pada Tahun
2014 sebagai berikut, pada Tabel 4.5:
Tabel 4.5
Sebaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan Di Kota Serang Tahun 2014
Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan pada Tahun
2014, sekitar 18,8% penduduk Kota Serang menamatkan
88
pendidikan menengah atas (SMA/SMK/Sederajat) sedangkan yang
menamatkan pendidikan sampai perguruan tinggi sebanyak 5,5%.
Sementara itu, terdapat penduduk yang tidak/belum memiliki ijazah
SD/MI/Sederajat (termasuk didalamnya yang masih duduk di
bangku SD/MI/Sederajat) sebanyak 30,3%.
Kemudian, diperoleh data komposisi penduduk Kota Serang dilihat
dari keragaman agama yang dianut penduduknya, sebagai berikut:
Tabel 4.6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Berdasarkan pada perolehan data tersebut, Kota Serang telah
mencerminkan Kota yang tumbuh sebagai Kota yang heterogen.
Berbagai perbedaan agama bisa hidup berdampingan di Kota
Serang.
4.1.2 Deskripsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merupakan unsur pelaksanaan
otonomi daerah, dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Sejarah pembentukan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan di Kota Serang. SKPD ini merupakan
89
pelaksana fungsi eksekutif yang harus berkoordinasi agar penyelenggaraan
pemerintahan berjalan dengan baik. Dasar Hukum ini berlaku dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Perubahan terbaru No. 23 Tahun 2014.
Salah satu SKPD yang dibentuk pada waktu awal berdiri Kota
Serang adalah Dinas Pendidikan, Pemuda, Olah Raga, dan Kebudayaan
atau disingkat dengan Disporabud.
Dinas Pendidikan, Pemuda, Olah Raga, dan Kebudayaan sebagai
salah satu SKPD sebagai unsur pelaksana teknis di bidang pendidikan,
pemuda, olah raga, dan kebudayaan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
yang bertanggung jawab kepada Wali Kota melalui Sekretaris Daerah
mempunyai tugas pokok membantu Wali Kota Serang dalam
menyelenggarakan urusan di bidang Pendidikan, Pemuda, Olah Raga, dan
Kebudayaan berdasarkan asas otonomi. Kepala Dinas Pendidikan,
Pemuda, Olah Raga, dan Kebudayaan pada waktu awal pembentukan
Kota Serang dijabat oleh bapak Drs. Akhmad Zubaidillah, M.Si.
Pada tahun 2008, Dinas Pendidikan, Pemuda, Olah Raga, dan
Kebudayaan berubah menjadi Dinas Pendidikan. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Daerah. Perubahan ini berdasarkan pertimbangan beban kerja dan
tugas pokok perangkat teknis daerah tersebut dan juga sesuai dengan
perubahan Susunan Organisasi Tata Kerja Pemerintah Pusat di level
90
Kementerian teknis terkait. Perubahan ini juga memberikan dampak pada
perubahan susunan oganisasi tata kerja di level bawah Dinas Pendidikan
Kota Serang. Kepala Dinas Pendidikan pada waktu itu dipegang oleh
bapak Drs. Hafidzi, ZA, MM dan masih dengan nama Dinas Pendidikan,
baru kemudian pada periode selanjutnya dilakukan estafet kepemimpinan
Dinas Pendidikan yang dilanjutkan oleh bapak Tb. Urip Henus S, S.Pd.,
M.Si pada periode tahun 2011 – 2014.
Pada akhir tahun 2014, Dinas Pendidikan Kota Serang berubah
nama menjadi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dipimpin oleh bapak
Drs. Akhmad Zubaidillah, M.Si (Kepala Dinas Pertama). Beliau menjabat
sampai sekarang ini.
Pada tahun 2014, ditetapkanlah Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah. Perubahan ini merupakan pengganti
sekaligus kesempurnaan dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
Perubahan Undang-Undang Pemerintah Daerah ini disambut dengan baik
dan proaktif oleh Pemerintah Kota Serang dengan menerbitkan Peraturan
Daerah Kota Serang No. 5 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Daerah. Kemudian pada tahun 2016, Pemerintah Kota Serang
menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan
dan Susunan Perangkat Daerah Kota Serang, yang kemudian dijabarkan
dengan Peraturan Walikota Serang Nomor 29 Tahun 2016 tentang
Kedudukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota
Serang.
91
4.1.2.1 Visi dan Misi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang
Visi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
“Terwujudnya Generasi Madani yang Berkualitas, Kompetitif,
Berbudaya dan Berjiwa Wirausaha.”
Misi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
1. Meningkatkan pengelolaan manajemen pendidikan secara sistematik, berkelanjutan dan akuntabel;
2. Mengembangkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan, serta mutu pembelajaran yang berkualitas dan kompetitif;
3. Meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan standar mutu pendidikan;
4. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan non formal dan informal yang berbasis kecakapan hidup;
5. Melestarikan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya daerah dan kearifan lokal.
4.1.2.2 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kota Serang
a. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas Pokok
Dinas Pendidikan mempunyai tugas melaksanakan urusan
pemerintah daerah bidang pendidikan non formal dan informal,
pembinaan TK/SD, pembinaan SMP, serta pembinaan
SMA/SMK.
Fungsi
Bidang Pendidikan Non Formal dan Informal 1. Penyusunan perencanaan bidang pendidikan non formal dan
informal, pembinaan TK/SD, pembinaan SMP, serta pembinaan SMA/SMK.
92
2. Perumusan kebijakan teknis bidang pendidikan non formal dan informal, pembinaan TK/SD, pembinaan SMP, serta pembinaan SMA/SMK.
3. Pembinaan, koordinasi, pengendalian dan fasilitas pelaksanaan kegiatan bidang pendidikan non formal dan informal, pembinaan TK/SD, pembinaan SMP, serta pembinaan SMA/SMK.
4. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan Dinas 5. Pembinaan terhadap Unit Pelaksanaan Teknis Dinas 6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Dinas Pendidikan Kota Serang dalam setiap bidang yang
berbeda memiliki tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Seperti halnya terdapat dua bidang yang mengatur tentang
Sekolah Dasar yaitu Bidang Pembinaan Sekolah Dasar dan
Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Adapun tugas
pokok dan fungsi dari ke dua bidang tersebut dijabarkan sebagai
berikut:
1. Bidang Pembinaan TK/SD
1) Bidang Pembinaan TK/SD dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas.
2) Bidang Pembinaan TK/SD mempunyai tugas pokok
merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis bidang
kurikulum dan mutu pendidikan TK/SD, ketenagaan dan
kesiswaan TK/SD dan kelembagaan, sarana dan
prasarana TK/SD.
93
3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Bidang Pembinaan TK/SD menyelenggarakan
fungsi :
a) Penyusunan rencana kegiatan bidang kurikulum
dan mutu pendidikan TK/SD, ketenagaan dan
kesiswaan TK/SD dan kelembagaan, sarana dan
prasarana TK/SD.
b) Perumusan kebijakan teknis bidang kurikulum dan
mutu pendidikan TK/SD, ketenagaan dan
kesiswaan TK/SD dan kelembagaan, sarana dan
prasarana TK/SD.
c) Penyelenggaraan kegiatan bidang kurikulum dan
mutu pendidikan TK/SD, ketenagaan dan
kesiswaan TK/SD dan kelembagaan, sarana dan
prasarana TK/SD.
d) Pelaksanaan pembinaan, koordinasi, fasilitas
bidang kurikulum dan mutu pendidikan TK/SD,
ketenagaan dan kesiswaan TK/SD dan
kelembagaan, sarana dan prasarana TK/SD.
e) Pengawasan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
kegiatan bidang kurikulum dan mutu pendidikan
TK/SD, ketenagaan dan kesiswaan TK/SD dan
kelembagaan, sarana dan prasarana TK/SD.
94
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Bidang Pembinaan SMP
1) Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
2) Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
mempunyai tugas pokok merumuskan dan melaksanakan
kebijakan teknis kurikulum dan mutu pendidikan SMP,
Ketenagaan dan Kesiswaan SMP serta kelembagaan,
sarana dan prasarana SMP.
3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) menyelenggarakan fungsi :
a) Penyusunan rencana kegiatan bidang bidang
kurikulum dan mutu pendidikan SMP, Ketenagaan
dan Kesiswaan SMP serta kelembagaan, sarana
dan prasarana SMP.
b) Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis
bidang bidang kurikulum dan mutu pendidikan
SMP, Ketenagaan dan Kesiswaan SMP serta
kelembagaan, sarana dan prasarana SMP.
95
c) Penyelenggaraan kegiatan bidang bidang
kurikulum dan mutu pendidikan SMP, Ketenagaan
dan Kesiswaan SMP serta kelembagaan, sarana
dan prasarana SMP.
d) Pelaksanaan pembinaan, koordinasi, fasilitas
bidang bidang kurikulum dan mutu pendidikan
SMP, Ketenagaan dan Kesiswaan SMP serta
kelembagaan, sarana dan prasarana SMP.
e) pengawasan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
kegiatan bidang bidang kurikulum dan mutu
pendidikan SMP, Ketenagaan dan Kesiswaan SMP
serta kelembagaan, sarana dan prasarana SMP.
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
b. Struktur Organisasi
Susunan Organisasi Dinas Pendidikan terdiri dari:
a. Unsur Pimpinan adalah Kepala Dinas.
b. Unsur Pembantu Pimpinan adalah Sekretariat, terdiri dari:
1. Sub Bagian umum dan Kepegawaian.
2. Sub Bagian Keuangan.
3. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
c. Unsur Pelaksanaan adalah Bidang, terdiri dari:
1. Bidang Pendidikan Non Formal & Informal, terdiri dari:
96
a) Seksi Bina Pendidikan Anak Usia Dini.
b) Seksi Keaksaraan dan Kesetaraan.
c) Seksi Bina Lembaga Pendidikan Non Formal dan
Informal.
2. Bidang Pembinaan TK/SD, terdiri dari:
a) Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan TK/SD.
b) Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan TK/SD.
c) Seksi Kelembagaan,Sarana dan Prasarana TK / SD.
3. Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP),
terdiri dari:
a) Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan SMP
b) Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SMP.
c) Seksi Kelembagaan,Sarana dan Prasarana SMP.
d. Unit Pelaksanaan Teknis.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
97
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
( Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang, 2016 )
KEPALA DINAS
SEKRETARIS
KASUBAG UMUM &
KEPEGAWAIAN
KASUBAG PROGRAM,
EVALUASI & PELAPORAN
KASUBAG KEUANGAN
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
KABID PEMP. SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA (SMP)
KABID PEMB. SEKOLAH
DASAR (SD) KABID PAUDNI
KABID KEBUDAYAAN
KASI KURIKULUM & MUTU
PENDIDIKAN SMP
KASI KURIKULUM &
MUTU PENDIDIKAN SD
KASI KETENAGAN & KESISWAAN SD
KASI KETENAGAAN & KESISWAAN SMP
KASI KELEMBAGAAN & SARPRAS SD
KASI KELEMBAGAAN & SARPRAS SMP
KASI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KASI ADAT DAN BUDAYA
KASI SEJARAH DAN KEPURBAKALAAN
KASI KELEMBAGAAN,
KURSUS DAN PELATIHAN
KASI PENDIDIKAN MASYARAKAT
KASI KESENIAN DAN KEBUDAYAAN
UPT
98
4.2 Deskripsi Data
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data
yang telah didapatkan dari hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil
penelitian dengan menggunakan teknik data kualitatif. Pada penelitian ini,
penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Peraturan Gubernur Banten
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten
dengan Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang, peneliti menggunakan
teori implementasi dari George Edward III.
Teori tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang
indikator-indikator penting yang dianggap menjadi tolok ukur keberhasilan
pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Dalam teori
ini, ke empat indikator tersebut terbagi ke dalam komunikasi, sumber
daya, disposisi dan susunan birokrasi yang dimana semuanya berpusat
pada internal dari pelaksana kebijakan itu sendiri.
Kemudian, langkah yang akan peneliti lakukan untuk melihat
apakah implementasi kebijakan tersebut telah berjalan baik, yaitu dengan
memadukan antara empat indikator dari teori implementasi kebijakan
menurut George Edward III dengan pelaksanaannya di lapangan oleh
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang. Langkah pertama yaitu,
peneliti menentukan faktor-faktor yang termasuk ke dalam komunikasi,
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi dari pelaksana keijakan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang. kedua, peneliti melihat
segala hambatan dan masalah yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
99
Jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh bersifat deskriptif
berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan
serta data atau hasil dokumen lainnya. Kata-kata dan tindakan informan
merupakan sumber utama penelitian. Sumber data dari informan dicatat
dengan menggunakan alat tulis dan direkam melalui voice recorder yang
peneliti gunakan dalam penelitian.
Sumber data sekunder yang didapatkan peneliti berupa
dokumentasi seperti Standar Operasional Prosedur Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang Tahun 2012, Profil Dinas Pendidikan Kota
Serang, Laporan Observasi siswi berkebutuhan khusus lulusan Sekolah
Inklusif SMPN 12 Kota Serang, MoU antara Yayasan Anak Mandiri
dengan SMPN 12 Kota Serang yang merupakan data mentah dan harus
diolah terlebih dahulu kemudian dianalisis kembali untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan.
Selain itu, bentuk data lainnya berupa foto-foto selama observasi
lapangan, dimana foto-foto tersebut merupakan foto yang berhubungan
dengan Siswa Berkebutuhan Khusus dari sekolah inklusif tingkat dasar di
Kota Serang. foto lain juga peneliti peroleh selama melakukan observasi
lapangan di sekolah inklusif tingkat menengah pertama di Kota Serang
yang dimana sarana dan prasarana pada sekolah tersebut masih sangat
memprihatinkan.
100
Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi dilakukan reduksi data untuk
mendapatkan tema dan polanya serta diberi kode-kode pada aspek tertentu
berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan
pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan kategorisasi. Dalam
menyusun jawaban penelitian, untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan reduksi data, peneliti memberikan kode pada aspek tertentu,
yaitu:
a. Kode Q menunjukkan daftar pertanyaan.
b. Kode Q1, Q2, Q3, Q4, dan seterusnya menunjukkan daftar urutan
pertanyaan
c. Kode I menunjukkan informan.
d. Kode I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, I1-6, I1-7 menunjukkan daftar urutan
informan dari kategori instansi yaitu Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang.
e. Kode I2-1, I2-2, I2-3 menunjukkan daftar urutan informan dimensi
masyarakat yaitu Guru Pembimbing Khusus dari sekolah
inklusif dan Orang tua/Wali murid siswa berkebutuhan khusus
di sekolah inklusif.
f. Kode P menunjukkan Peneliti.
Setelah pembuatan koding pada tahap reduksi data, langkah
selanjutnya adalah penyajian data, dimaksudkan agar lebih mempermudah
101
bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau
bagian-bagian tertentu dari data penelitian.
Data-data tersebut kemudian dipilih-pilih dan disisikan untuk
disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang
sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang
dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada
waktu data direduksi. Selanjutnya dengan triangulasi yaitu proses check
dan recheck antara sumber data dengan sumber data lainnya.
Setelah semua proses analisis data telah dilakukan peneliti dapat
melakukan penyimpulan akhir. Kesimpulan akhir dapat diambil ketika
peneliti telah merasa bahwa data peneliti sudah jenuh.
4.2.1 Deskripsi Data Informan
Pada penelitian mengenai implementasi Peraturan Gubernur Banten
Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi Pada Sekolah Inklusif di Kota
Serang ini, adapun informan-informan yang peneliti tentukan merupakan
orang-orang yang menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.
Informan dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua dimensi,
pertama ialah dimensi Pemerintah sebagai pelaksana kebijakan yaitu Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang yaitu Kepala Seksi Kurikulum
dan Mutu Pendidikan SD dan SMP, Kepala Seksi Ketenagaan dan
Kesiswaan SD dan SMP, dan Kepala Kelembagaan, Sarana dan Prasarana
102
SD dan SMP. Kemudian juga ada informan tambahan yang dianggap
paham tentang kebijakan Pergub Banten Nomor 74 Tahun 2014 tersebut
yaitu Kepala Bidang Pendidikan Khusus dari Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Banten.
Kedua, informan dari dimensi Masyarakat yaitu orang-orang yang
menerima serta memanfaatkan hasil dari proses pelaksanaan kebijakan
tersebut antara lain dari pihak sekolah ialah Guru Pembimbing Khusus di
SDN Batok Bali dan SMPN 12 yang melaksanakan pendidikan Inklusif di
Kota Serang, para Orang Tua/Wali murid dari siswa berkebutuhan khusus
yang sekolah di sekolah inklusif tersebut, serta siswa berkebutuhan khusus
itu sendiri.
Tabel 4.7
Informan Penelitian
No Informan Status
Informan (SI) Jenis
Kelamin Usia
Kode Informan
Dimensi Pemerintah 1 Nani Sumarni, S.Pd.,
M.Pd. Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang
Perempuan 46 I1-1
2 Diah Patriasih, S.Pd., MM.
Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SD Dinas Pendidikan Kota Serang
Perempuan 51 I1-2
3 Dedi Supriadi, S.Pd., M.Si.
Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana SD
Laki-laki 45 I1-3
103
Dinas Pendidikan Kota Serang
4 Sartinah, S.Pd. Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Perempuan 43 I1-4
5 Herlina, S.Pd. Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Perempuan 53 I1-5
6 Raden Rahmat Saleh, S.Pd.
Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Laki-laki 50 I1-6
7 Rudi Prihadi, S.Pd., M.Si.
Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Banten
Laki-laki 49 I1-7
Dimensi Masyarakat
8 Ratu Susiati, S.Pd. Guru Pembimbing Khusus SDN Batok Bali Kota Serang
Perempuan 53 I2-1
9 Miftahul Jannah Orang Tua Siswa Berkebutuhan Khusus SDN Batok Bali Kota Serang
Perempuan 34 I2-2
10 Muthoyanah Guru Pembimbing Khusus SMPN 12 Kota Serang
Perempuan 46 I2-3
(Sumber: Peneliti, 2017)
104
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Data lapangan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan yaitu analisis Implementasi Kebijakan Publik oleh George Edward III,
yang dimana dalam implementasinya, terdapat empat faktor penentu keberhasilan
dari pelaksanaan suatu kebijakan.
Empat faktor tersebut ialah pertama komunikasi. Komunikasi
dimaksudkan untuk menilai ketercapaian informasi yang tepat, akurat dan
konsisten dari suatu kebijakan yang dihasilkan oleh pembuat keputusan kepada
pelaksana kebijakan di lapangan. Kemudian yang kedua ialah sumberdaya, yang
bertujuan untuk mengetahui apakah segala sumberdaya yang dibutuhkan dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan dapat mempermudah atau bahkan
menghambat jalannya kebijakan tersebut.
Ketiga yaitu disposisi. Disposisi bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pelaksana dituntut untuk tidak hanya mengetahui tugas dan fungsinya tetapi juga
mampu untuk melaksanakan tanggungjawabnya tersebut. kemudian yang terakhir
ialah struktur birokrasi. Struktur birokrasi digunakan untuk mengetahui apakah
pelaksana kebijakan mendukung dengan baik suatu kebijakan yang telah
diputuskan secara politik, sehingga dapat diketahui kesesuaian dari struktur
birokrasi tersebut.
Berdasarkan pada hasil temuan lapangan yang peneliti dapatkan mengenai
bagaimana implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten Studi
105
pada Sekolah Inklusif di Kota Serang, yang dimana Pergub tersebut bertujuan
untuk “memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.”
Selain dari pada itu, Pergub tersebut juga bertujuan untuk “mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak
diskriminatif bagi semua peserta didik”. Mengacu pada tujuan dari Pergub
Banten tersebut, maka untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan
tersebut telah berjalan dilihat dari bagaimana para implementor melaksanakan
amanat pergub tersebut merujuk pada ke empat faktor implementasi yang ideal
menurut George Edward III.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang memiliki tanggungjawab
untuk menata dan mengatur tentang penyelenggaraan sekolah tingkat dasar dan
menengah pertama. Dalam pembagian tanggungjawab untuk melaksanakan
pergub Banten tentang sekolah inklusif tersebut, sudah diatur sedemikian rupa
agar implementasinya bisa merata dan tercapai maksud dan tujuan dari kebijakan
tersebut.
Peneliti memfokuskan penelitian pada sekolah inklusif di SDN Batok Bali
dan SMPN 12 Kota Serang, alasan memilih kedua sekolah tersebut karena
penunjukan dilakukan langsung oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang. Peneliti melihat, penelitian akan lebih menarik karena lokusnya dipilih
langsung oleh pelaksana kebijakan, maka apabila terdapat masalah yang sama bisa
106
diketahui bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum
menjalankan perannya dengan optimal di sekolah yang telah ditunjuk tersebut.
Berdasarkan Observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa secara
keseluruhan memang palaksanaan Pergub Banten tentang sekolah inklusif yang
dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum terlaksana
dengan maksimal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh
I1-1 adalah sebagai berikut :
“Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang juga sudah mengusulkan untuk mengadakan workshop atau pelatihan khusus untuk sekolah yang menyelenggarakan inklusif, tetapi karena terkendala anggaran jadi masih dipegang oleh Provinsi.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Kantor Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 Maret 2017 pukul 13.05)
Pernyataan senada juga disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:
“belum ada yang sampai seperti itu (pembinaan tentang inklusif ke sekolah), kita juga memang mungkin itu jadi diingatkan ya, memang harusnya ada seperti itu gitu untuk yang inklusif. Tapi mungkin karena sedikitnya peserta (sekolah inklusif) juga jadi tidak terlalu diinikan.” (wawancara di Ruang bagian Pendidikan SMP Kantor Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 9 Mei 2017 pukul 11.10)
Pernyataan dari I2-3 selanjutnya juga seakan memperkuat kenyataan bahwa Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum secara maksimal menjalankan
perannya sebagai pelaksana dari Pergub Banten tentang Pendidikan Inklusif.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh I2-3, sebagai berikut:
“kurang tau ya, paling kalau Dinas Pendidikan Kota itu kita cuma minta dibuatkan SK sekolah inklusif biar disahkan sama Walikota. Kalau sosialisasi, workshop dari Dinas Pendidikan Kota itu belum ada.” (wawancara di Ruang BK SMPN 12 Kota Serang, tanggal 3 April 2017 pukul 09.30)
107
Berdasarkan pada pernyataan yang telah disampaikan oleh I1-1, I1-4 dan I2-3 tersirat
dengan jelas bahwa pelaksana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang memang belum secara maksimal melaksanakan tanggungjawabnya dengan
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam kebijakan tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Banten di Kota Serang tersebut.
Pada wawancara di atas, memberikan jawaban berupa salah satu dari
penyebab belum terlaksananya kebijakan tersebut dengan maksimal adalah karena
terbatasnya anggaran. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang masih
memiliki kendala klasik yang membuat kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota
Serang menjadi seakan terabaikan.
Dengan adanya hal tersebut, maka peneliti dengan ini akan menggunakan
teori Implementasi Kebijakan dari George Edward III untuk mengetahui kendala
atau hambatan apa yang dialami dari internal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Serang dalam menjalankan tugasnya sebagai implementor dari kebijakan
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif tersebut. Dengan
menggunakan teknik Implementasi Kebijakan ini dapat membantu untuk
mengetahui kekurangan yang masih terdapat dalam internal dari pelaksana
kebijakan yang dalam kasus ini ialah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang.
Sehingga pada akhir penelitian akan membantu memberikan solusi ilmiah
atas kendala yang selama ini dialami untuk kemudian diperbaiki dan ditemukan
jalan keluarnya agar pelaksanaan kebijakan tentang Pedoman Penyelenggaraan
108
Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten Studi pada Sekolah Inklusif di Kota
Serang dapat lebih diperhatikan dan berjalan lebih baik.
4.3.1 Komunikasi
Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para
implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap
kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Implementasi yang
efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang
akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan
dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap
keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan
(atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat, akurat, dan
konsisten.
Dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
memiliki tanggungjawab untuk menyalurkan informasi mengenai teknis
pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah di Kota Serang agar
tujuan dari Pergub tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
di Provinsi Banten dapat tercapai khususnya di Kota Serang. Kemudian,
pada komunikasi setidaknya terdapat tiga langkah yang dapat digunakan
dalam mengetahui keberhasilan faktor komunikasi tersebut, yaitu:
1. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Terjadinya
miskomunikasi (salah pengertian) biasa disebabkan karena
109
komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga
apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Dalam
penerapannya, hal ini juga terjadi dalam pelaksanaan kebijakan
pendidikan inklusif yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang, seperti yang disampaikan oleh I2-1
sebagai penerima informasi di lapangan sebagai berikut:
“dari pihak Dinas Pendidikan Kota untuk mengadakan sosialisasi tidak ada. Kalau ada paling ada pelatihan dari pusat di Bandung tahun 2008. Pertama kali inklusif berjalan di SDN Batok Bali itu tahun 2004. sekolah inklusif lebih sering dapat sosialisasi dari Balai (BPPK Provinsi Banten) atau dari Dinas Pendidikan Provinsi, jadi disitu diajarin jadi guru buat anak berkebutuhan khusus gimana.” (wawancara di Ruang Guru SDN Batok Bali, tanggal 10 April 2017 pukul 11.40)
Seperti yang disampaikan oleh I2-1 yang menyatakan bahwa Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang tidak pernah
mengadakan sosialisasi apapun yang bertujuan untuk menyalurkan
informasi tentang bagaimana teknis pelaksanaan Pendidikan
Inklusif di sekolah-sekolah di Kota Serang berdasarkan Pergub
yang ada. Pendapat serupa pun disampaikan oleh I2-3 mengenai
penyaluran informasi yang seharusnya dilakukan oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang, sebagai berikut:
“kurang tau ya (tentang pelaksanaan pemberian informasi terkait pendidikan inklusif), paling kalau Dinas Pendidikan Kota itu kita cuma minta dibuatkan SK sekolah inklusif biar disahkan sama Walikota. Kalau sosialisasi, workshop dari Dinas Pendidikan Kota itu belum ada.” (wawancara di
110
Ruang BK SMPN 12 Kota Serang, tanggal 3 April 2017 pukul 09.20)
Pernyataan dari I2-1 dan I2-3 memberikan keterangan bahwa Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum menjalankan
tanggungjawabnya dengan optimal seperti halnya sekadar
menginformasikan tentang ada dan bagaimana pelaksanaan
Pendidikan Inklusif dijalankan di sekolah-sekolah di Kota Serang.
2. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
(street-level-bureaucrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan
(tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak
selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para
pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan
kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan
menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang
telah ditetapkan. Seperti halnya pernyataan yang disampaikan oleh
I1-6 sebagai berikut:
“sebenarnya itu kita juga bingung ya, kadang Provinsi bertindak tanpa memberitau kita di Kota. ini dilema juga, kadang para orang tua juga gak terima anaknya dibilang anak inklusif. Jadi orang tua sendiri gak paham, dianggapnya inklusif anak yang cacat saja, padahal hyperaktif juga termasuk inklusif.” (wawancara di Kantin Kantor Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 11.50)
Pernyataan dari I1-6 memberikan pukulan telak kepada Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang sendiri selaku pelaksana
111
kebijakan. Pelaksana di lapangan dianggap perlu untuk
memberikan sosialisasi bahkan tidak hanya kepada pihak sekolah
melainkan juga kepada masyarakat umum agar lebih terbuka
tentang pendidikan inklusif. Implementor suatu kebijakan juga
perlu untuk memahami apa tugas, peran dan tanggungjawabnya
sehingga tidak lagi terjadi kekeliruan dalam pelaksanaan kebijakan
di lapangan. Kesimpangsiuran mengenai kejelasan informasi ini
pun dirasakan oleh informan lain, seperti yang disampaikan oleh I1-
5 sebagai berikut:
“kita juga awalnya belum tau, setelah ada laporan sekolah kalau ada anak inklusif, baru kita tau. karena kita juga tau dari sekolah (pelaksanaan pendidikan inklusif), ya mengikuti saja kalau ada laporan.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.20)
Kejelasan informasi tentang pelaksanaan pendidikan inklusif
sendiri pun diakui oleh kedua informan diatas yaitu I1-6 dan I1-5
masih belum optimal. Dirasakan dari pembagian tugas dan
tanggungjawab yang kurang tegas dari Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Banten serta pihak sekolah yang
melaksanakan sistem pendidikan inklusif dengan hanya
menginformasikannya ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Banten baru kemudian menginformasikannya ke Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang melalui laporan bulanan.
112
Hal ini jelas tidak sesuai dengan aturan sebenarnya.
Pelaksanaan pendidikan inklusif menurut Pergub Banten No. 74
Tahun 2014 perlu untuk lebih dahulu diketahui oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang barulah kemudian
disahkan oleh Pemerintah Kota Serang dan diinformasikan atau
ditembuskan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Banten.
3. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau
dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-
ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan. Informan I2-1 menjelaskan tentang bagaimana Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang melaksanakan tugasnya
sebagai pelaksana dari kebijakan tentang Pendidikan Inklusif di
Provinsi Banten pada sekolah inklusif di Kota Serang, sebagai
berikut:
“dari pihak Dinas Pendidikan Kota untuk mengadakan sosialisasi tidak ada. Kalau ada paling ada pelatihan dari pusat (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) di Bandung tahun 2008. Pertama kali inklusif berjalan di SDN Batok Bali itu tahun 2004. mungkin ya, kurang tau juga (kemampuan pelaksana dari Dinas Pendidikan Kota Serang dalam menyalurkan informasi tentang Pendidikan Inklusif). Ya selama ini kan paling minta bantuan yang fisik aja, tidak ada obrolan apa-apa tentang sekolah inklusif, paling teknis persuratan aja untuk SK (Surat Keputusan) sekolah inklusif.” (wawancara di Ruang Guru SDN Batok Bali Kota Serang, tanggal 10 April 2017 pukul 11.40)
113
Jawaban yang diberikan dari I2-1 memberikan penjelasan bahwa
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum secara
konsisten melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana kebijakan
pendidikan inklusif di Kota Serang. Sebagian besar informasi yang
diperoleh I2-1 didapatkan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Banten. Hal tersebut tentulah tidak dilarang, akan tetapi
setiap pelaksana kebijakan telah memiliki tanggungjawabnya
masing-masing yang perlu untuk dijalani agar pencapaian tujuan
kebijakan tersebut dapat tercapai dengan maksimal.
4.3.2 Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal penting dalam faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Syarat
berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan sumberdaya (resources).
Perlu adanya keteraturan dalam sumberdaya dimaksudkan agar dapat
meningkatkan kinerja program. Sumberdaya tersebut dapat dinilai dari
aspek kecukupannya yang didalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan.
Faktor sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
1. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
Kegagalan yang terjadi dalam implementasi kebijakan salah
satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi,
memadai ataupun tidak kompeten dibidangnya. Dalam hal ini,
kecukupan staf baik dari segi kualitas atau kuantitas yang
seharusnya dimiliki oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
114
Serang masih belum mengenai sasaran, seperti yang diungkapkan
oleh I1-1 sebagai berikut:
“karena kita memang belum ada tim atau bidang khusus yang menangani tentang sekolah inklusif, jadi staf/pegawai yang bertugas mengawasi tentang pelaksanaannya di lapangan itu dari staf/pegawai sesuai bidangnya masing-masing, seperti kurikulum, nanti staf/pegawai dari kurikulum yang memantau ke lapangan, tidak jarang juga menjelang Ujian Sekolah biasanya Kasi langsung yang memantau ke sekolah-sekolah. Tidak ada staf/pegawai khusus untuk mengawasi sekolah inklusif.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 Maret 2017 pukul 27 Maret 2017 pukul 13.05)
Tidak hanya I1-1 yang memberikan penjelasan demikian, pada
bidang yang berbeda informan I1-6 menyampaikan hal yang serupa,
sebagai berikut:
“ada pegawai ada, tapi tidak khusus. Umum adanya. sudah ada (tata cara pelaksanaan kebijakan pendidikan inklusif), inklusif sudah harus dijalankan sudah lama. Kita juga pernah ada kecolongan, datang tiba-tiba (Dinas Pendidikan Provinsi) minta temani verifikasi bantuan (dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) untuk sekolah inklusif, pas kasih bantuan kita gak tau, ada apa-apa yang kena kita Kabupaten/Kota.” (wawancara di Kantin Kantor Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 11.50)
Pernyataan informan I1-6 memberitahukan bahwa staf pelaksana
kebijakan tentang Pendidikan Inklusif di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang sudah mengetahui tugasnya meski belum
secara khusus. Disisi lain, informan I2-1 dan I2-3 menyampaikan
pandangannya terkait kurangnya tenaga pendidik khusus atau biasa
115
disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang memang ahli dan
menguasai bidang tentang mendidik siswa berkebutuhan khusus,
berikut pernyataan kedua informan tersebut:
“hambatan paling ya kurang tenaga pengajar aja. Ada juga kekurangan seperti kerjasama MoU dengan Yayasan Anak Mandiri (YAM), jadi guru pendamping dari YAM bertukar ngajar disini beberapa waktu. Jadi berharapnya sih ada guru pendamping yang ngerti inklusif.” (wawancara di Ruang Guru SDN Batok Bali Kota Serang, tanggal 10 April 2017 pukul 11.40)
Kemudian pernyataan dari I2-3, sebagai berikut:
“kekurangannya guru, kita belum ada guru khusus yang punya latar belakang sebagai pengajar siswa inklusif. Kalau bisa mah mau minta ke Dinas biar lebih enak.”(wawancara di Ruang BK SMPN 12 Kota Serang, tanggal 3 April 2017 pukul 09.30)
Kedua pernyataan di atas membenarkan bahwa Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum menjalankan
tugasnya dengan baik sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam
Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif dalam hal pemenuhan Guru Pembimbing Khusus (GPK)
yang dimana penyediaan sumberdaya tersebut merupakan
tanggungjawab dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang.
2. Informasi, dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai
dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan
cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa
yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk
116
melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan
dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang
lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh
terhadap hukum. Informasi mengenai tugas dari implementor di
lapangan dalam pelaksanaan kebijakan tentang Pendidikan Inklusif
masih terbilang minim. Minim dalam hal ini memiliki artian bahwa
minim atau kurangnya tugas khusus yang memang diperlukan
dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan inklusif di lapangan. Hal
ini disampaikan oleh I1-2 sebagai berikut:
“iya itu seperti tim pengawas kan memang ada ilmu baru kemudian bisa menjadi pengawas, jadi ya tidak ada pelatihan khusus, karena itu kan memang normatif, biasa. Hanya kita kan dengan adanya pergub tentang sekolah inklusif tidak ada perbedaan antara yang normal dengan yang berkebutuhan khusus. Kecuali memang yang luar biasa. semua berjalan normal, ketika ada tugas harus buat apa misalnya, semua langsung kerja sesuai bagiannya.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 maret 2017 pukul 09.00)
Apa yang disampaikan oleh I1-2 menjelaskan bahwa staf di
lapangan sudah memiliki protokol dan paham akan tugasnya
masing-masing. Kendala yang ada yaitu belum adanya protokol
serta staf khusus yang bertugas menangani pelaksanaan kebijakan
tentang Pendidikan Inklusif di lapangan. Semua teknis
pelaksanaannya masih bersifat umum. Hal senada yang bahkan
lebih memprihatinkan diungkapkan oleh I1-3 ketika dihadapkan
117
pada pertanyaan tentang kejelasan informasi mengenai tata laksana
pendidikan inklusif di lingkungan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang, pernyataannya sebagai berikut:
“saya sebenernya hanya mengurusi kelembagaan aja, sarana dan prasarana aja, kalau verifikasi sekolah itu baru ke saya. Inklusif sendiri saya gak tau menau bagaimana pelaksanaannya. Mungkin ada di seksi kurikulum yang tau jawabannya. Saya sebatas sarana prasarana aja. arahan itu mungkin ada ya, karena kita kembali ke tupoksi, kalau saya lebih cenderung ke model akreditasi sekolah, sarana prasarana, saya tau tapi tidak mendalam.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 28 April 2017 pukul 09.40)
Bukan staf, melainkan pernyataan dari tingkatan yang lebih tinggi
pun mengungkapkan mengenai ketidaktahuannya tentang
bagaimana teknis pelaksanaan kebijakan tentang Pendidikan
Inklusif dijalankan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang.
3. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan secara politik. Pelaksanaan kebijakan tentang
Pendidikan Inklusif kejelasannya masih dipertanyakan oleh
implementor itu sendiri, seperti yang disampaikan oleh I1-6 sebagai
berikut:
“nah timbul pertanyaan, namanya kewenangan, pertanyaan misal ada sekolah dengan anak berkebutuhan khusus 5, ada tidak guru yang diangkat khusus untuk inklusif? Kan tidak
118
ada. Ini kan kewenangan punya provinsi, andailah kewenangan diserahkan ke Kabupaten/Kota, baru kita usahakan memberikan guru khusus. kita tetap menjalankan inklusif, karena di undang-undang pendidikan nasional disebutkan tidak ada perbedaan, Cuma kata saya juga banci, kebiasaan bikin regulasi tapi dibawahnya belum dikondisikan. Regulasi ada, yang dibawahnya belum dikondisikan, jadi geger. Berjalannya belum tepat, nanti evaluasi lagi.” (wawancara di Kantin Kantor Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 11.50)
Pernyataan tersebut tidak terduga sebelumnya mengingat
pembagian tugas yang tertuang di Pergub Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dirasa cukup tegas. Namun,
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang sendiri merasa
bahwa kebijakan tersebut seakan seutuhnya tanggungjawab dari
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten.
4. Fasilitas, fasilitas fisik juga merupakan hal penting dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang
mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki
wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya
fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Sarana dan prasarana di
sekolah inklusif sangat penting bila merujuk pada sasaran dari
kebijakan tersebut ialah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang
memang memiliki keterbatasan tidak hanya sosial atau mental
melainkan juga fisiknya. Seperti yang disampaikan oleh informan
119
I2-1 tentang bantuan yang diterima dari Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang, sebagai berikut:
“ada bantuan minta keamanan pagar dibuatin, alhamdulillah dibikinin dikasih pagar dari Dinas Pendidikan Kota Serang.” (wawancara di Ruang Guru SDN Batok Bali Kota Serang, tanggal 10 April 2017 pukul 11.40)
Bantuan tersebut memang bukan yang secara khusus dibutuhkan
oleh Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), akan tetapi tidak adanya
bantuan khusus tersebut disisi lain dikarenakan tidak adanya Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di SDN Batok Bali Kota Serang yang
memiliki keterbatasan fisik. Hal serupa juga disampaikan oleh
informan I2-3 mengenai bantuan fisik yang diterima, sebagai
berikut:
“pelayanan ada toilet kita baru diperbaiki dari Dinas Pendidikan Kota Serang, tetapi ya sebatas umum aja. Bukan toilet yang khusus untuk anak inklusif, ya mungkin juga karena tidak ada anak berkebutuhan khusus yang secara fisik ya sampai parah, makanya toilet nya juga umum aja.” (wawancara di Ruang BK SMPN 12 Kota Serang, tanggal 3 April 2017 pukul 09.30)
Dengan alasan yang sama, sarana dan prasarana yang diperoleh
seperti yang disampaikan informan I2-3 tidak khusus karena tidak
adanya siswa berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan
secara fisik. Pendapat lain juga disampaikan oleh informan I2-2
mengenai sarana prasarana yang tersedia di sekolah inklusif,
sebagai berikut:
120
“kalau sarana prasarana mah cukup lah mba, ya namanya juga sekolah negeri. Kipas juga ada di kelas, cuma ini nih pagarnya bahaya terlalu terbuka. Ini kan SD isinya anak-anak semua, ya takut ada yang main-main keluar gak keliatan kan. Kantinnya juga itu cuma kayu begitu aja, jadi kasian anak-anaknya kurang bersih. kurang tau ya, (ketika ditanya mengenai bantuan yang pernah didapat) namanya sekolah gratis. Pernah paling dapat buku misal LKS begitu aja.” (wawancara di Ruang Guru SDN Batok Bali Kota Serang, tanggal 10 April 2017 pukul 10.00)
Sekolah Negeri memang selalu menjadi pilihan utama bagi
masyarakat menengah ke bawah dengan alasan biayanya yang tidak mahal
atau bahkan gratis. Pernyataan dari I2-2 mensiratkan bahwa sekolah negeri
memang sudah dikenal sebagai sekolah yang fasilitas fisiknya serba minim
dan alakadarnya. Namun, apabila gratisnya biaya sekolah tidak diimbangi
dengan sarana dan prasarana sekolah yang baik, dikhawatirkan
kemampuan dan bakat anak tidak dapat berkembang dengan maksimal.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang mengemban tugas yang
begitu mempengaruhi prestasi anak secara tidak langsung. Perlu bagi
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang untuk lebih
memperhatikan segala kekurangan di sekolah-sekolah negeri terutama
sekolah dengan pendidikan inklusif di Kota Serang.
4.3.3 Disposisi
Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting
ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik.
Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana
kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi
121
juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam
praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang harus dicermati pada
faktor disposisi adalah:
1. Pengangkatan birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap
implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana
kebijakan dianggap perlu untuk memilih orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih
khusus lagi pada kepentingan warga. Implementor di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang sendiri dalam
melaksanakan Kebijakan Pendidikan Inklusif tidak ada kekhususan
tertentu, seperti yang dijelaskan oleh informan I1-1 sebagai berikut:
“semua menjalankan tugasnya masing-masing, berjalan normal seperti biasa. Menyediakan surat-menyurat, melakukan pengawasan, menyiapkan ujian sekolah semua pelaksana bersikap sesuai dengan kebutuhan bidangnya.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 Maret 2017 pukul 13.05)
Pernyataan tersebut dari I1-1 juga seakan dibenarkan oleh informan
I1-2 mengenai pengangkatan birokrat pelaksana kebijakan di
lapangan, sebagai berikut:
“iya itu seperti tim pengawas kan memang ada ilmu baru kemudian bisa menjadi pengawas, jadi ya tidak ada pelatihan khusus, karena itu kan memang normatif, biasa.
122
Hanya kita kan dengan adanya pergub tentang sekolah inklusif tidak ada perbedaan antara yang normal dengan yang berkebutuhan khusus. Kecuali memang yang luar biasa. pengawas teknis iya dari dindik, kita tugaskan untuk membina guru di lapangan bagaimana menghadapi hal yang demikian, secara kualitas ya bisa mereka mengawasi, karena kalau tidak ada ilmunya tidak akan bisa menjadi pengawas.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 Maret 2017 pukul 09.00)
Dengan tidak adanya pengangkatan birokrat secara khusus
sebenarnya mempersulit pelaksanaan kebijakan pendidikan inklusif
meskipun pelaksana sudah mengetahui apa tugasnya dan maksud
dari pelaksanaan kebijakan tersebut tidaklah jauh berbeda dengan
yang umumnya. Namun, pendidikan inklusif tetaplah tidak sama
dengan pendidikan regular lainnya yang membutuhkan perhatian
terpisah dari yang lain agar lebih mengenai sasaran dan tercapainya
tujuan dari kebijakan pendidikan inklusif tersebut.
2. Insentif, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan
mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat
kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin
akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana
kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan
sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau
organisasi. Namun, hal berbeda terjadi di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang. berdasarkan hasil wawancara dengan
123
informan I1-6 yang dengan singkat menjawab pertanyaan tentang
adakah insentif bagi pelaksana kebijakan tentang Pendidikan
Inklusif di lapangan, sebagai berikut:
“tidak ada” (wawancara di Kantin Kantor Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 11.50)
Hal senada juga disampaikan oleh informan I1-2 perihal pertanyaan
terkait insentif bagi pelaksana kebijakan tentang Pendidikan
Inklusif di lapangan, sebagai berikut:
“karena kan kebanyakan magang, tidak ada. Karena itu mah sudah include dalam tugas dinas. Pokoknya dalam jam kerja memakai baju dinas dari pagi sampai jam tugas mereka itu kan memang tugas dinas.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 Maret 2017 pukul 09.00)
Melihat dari hasil wawancara dengan I1-6 dan I1-2 yang menyatakan
bahwa tidak adanya insentif khusus yang diberikan kepada
staf/pegawai yang melaksanakan tugas mengenai Pendidikan
Inklusif di lapangan, juga memperkuat bahwa memang Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang selama ini masih bekerja
sesuai dengan standar yang umum. Bukan menjadi suatu masalah
besar, akan tetapi merujuk pada teori yang digunakan dengan
pemberian insentif sebagai salah satu cara untuk membuat
pelaksana kebijakan di lapangan lebih bersemangat dalam
menjalankan tugasnya adalah sesuatu yang laik untuk dilakukan.
124
4.3.4 Struktur Birokrasi
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama
banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang
tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya
menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi
sebagai pelaksana suatu kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang
telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan
baik.
Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur
birokrasi atau organisasi ke arah yang lebih baik, adalah melakukan
Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi.
SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau
pelaksana kebijakan /administrator /birokrat) untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang
ditetapkan (atau standar minimum yang dibutuhkan warga). Sedangkan
pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab
kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit
kerja.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang sebagai pelaksana
kebijakan Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi Banten tingkat Kabupaten/Kota sudah seharusnya
memiliki struktur organisasi yang tertata rapi untuk kemudian akan
memudahkan dalam pembagian tanggungjawab dan pelaksanaannya di
125
lapangan. Berikut hasil wawancara dengan I1-4 mengenai struktur
birokrasi:
“strukturnya sama saja, tidak ada yang berbeda. kerjasama baik, bekerja semua (pegawai) sesuai tugas. tidak, belum ada prosedur khusus (SOP khusus yang mengatur tentang pelaksanaan pendidikan inklusif). ya itu sesuai tugasnya masing-masing saja, ada tugas ya itu tanggungjawab masing-masing pegawai.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 9 Mei 2017 pukul 11.10)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh I1-1 terkait struktur birokrasi:
“Dinas Pendidikan struktur organisasinya ya seperti biasa saja, kepala dinas, sekretaris, kepala bidang, seksi-seksi baru anggota-anggota, semua standar saja seperti instansi lain. Karena memang kan belum ada bidang khusus yang mengatur tentang sekolah inklusif. kerjasama baik, hubungan antara atasan dan staf dibawahnya juga terjalin baik, tidak ada kekakuan, antar staf pun juga ya baik-baik saja. tidak ada, belum ada, tapi ya kami juga berharap semoga bisa mempunyai tupoksi khusus agar pelaksanaannya bisa lebih baik lagi, biar tidak terbengkalai sekolah-sekolah inklusif itu. tanggungjawab semua ada bagiannya masing-masing, jadi ya sesuai tupoksi saja, tidak ada yang khusus atau berbeda. Ada tugas ya dijalankan.” (wawancara di Ruang Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang, tanggal 27 Maret 2017 pukul 13.05)
Pernyataan yang disampaikan oleh kedua informan I1-4 dan I1-1 yaitu sama
bahwa tidak adanya struktur birokrasi tertentu yang bertugas secara khusus
mengatur tentang pelaksanaan pendidikan inklusif di lapangan. Struktur
birokrasi akan sangat mempengaruhi bagaimana pelaksana memberikan
kontribusi dan kinerjanya selama melaksanakan kebijakan.
Dengan tidak adanya struktur birokrasi bagi pendidikan khusus,
sama juga dengan tidak adanya Standar Operating Prosedures (SOPs)
126
khusus yang mengatur tentang bagaimana seharusnya pelaksanaan
pendidikan inklusif dijalankan serta tidak adanya Fragmentasi yaitu berupa
penyebaran tanggungjawab yang mendalam pada diri pelaksana kebijakan
di lapangan.
4.4 Pembahasan
Dari pemaparan di atas mengenai gambaran umum analisis Implementasi
Kebijakan Publik yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang dalam menjalankan amanat Pergub Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten pada tingkat
Kabupaten/Kota, ditemukan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang bidang Pendidikan SD dan Pendidikan SMP belum optimal dan didapati
permasalahan yang kompleks sehingga perlu dilakukan analisis yang lebih
mendalam.
Permasalahan yang kompleks dalam mengimplementasikan Kebijakan
tersebut, diidentifikasi masalah penelitian yaitu diantaranya tujuan untuk
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan
tidak diskriminatif bagi semua peserta didik belum tercapai. Hal ini dikarenakan
pihak sekolah yang ditunjuk untuk menjalankan pendidikan inklusif di Kota
Serang tidak mengemban amanah pada peraturan yang ada dengan baik.
Terbatasnya anak berkebutuhan khusus yang diperbolehkan menerima pendidikan
inklusif di Sekolah tersebut tidak sesuai dengan amanat Peraturan Gubernur
Banten.
127
Ketersediaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang belum tersedia sama
sekali di sekolah inklusif negeri di Kota Serang. Padahal, dalam Peraturan
Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten/Kota bersama
dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota bertanggungjawab
atas ketersediaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) di Sekolah Inklusif.
Masalah lain ialah sarana dan prasarana yang belum memadai dan belum
memenuhi standar Sekolah Inklusif seharusnya. Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang sendiri dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut
belum maksimal dalam menjalankan tugasnya. Dalam diri pelaksana dari Dinas
Pendidikan dan kebudayaan Kota Serang, banyak kekurangan yang pada akhirnya
berujung pada tidak maksimalnya implementasi Pergub tersebut.
Analisis dilakukan dengan menggunakan teori Implementasi Kebijakan
Publik oleh George Edward III yang memiliki setidaknya empat faktor yang dapat
digunakan untuk melihat apakah implementasi suatu kebijakan oleh
implementornya berjalan dengan baik atau tidak, dimulai dari bagaimana
komunikasi dijalankan, ketersediaan sumber daya, sikap dan hambatan yang
terjadi pada pelaksana kebijakan dan seberapa ideal struktur birokrasi yang telah
dimiliki selama ini.
Faktor komunikasi, yang mempengaruhi pertama, transmisi yaitu
penyaluran komunikasi berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penerima
informasi yaitu pihak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mengaku belum
pernah mendapat sosialisasi/pembinaan apapun dari Dinas Pendidikan dan
128
Kebudayaan Kota Serang terkait dengan teknis pelaksanaan kebijakan pendidikan
inklusif di sekolah-sekolah. Seperti hal nya pihak sekolah dari SMPN 12 Kota
Serang yang hanya menerima pembinaan sekolah inklusif dari Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Banten atau BPPK (Balai Penyelenggaraan Pendidikan
Khusus) Provinsi Banten. Penyaluran informasi yang pernah diberikan oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang bidang Pendidikan SMP hanya sebatas
perantara dalam pembuatan SK (Surat Keputusan) bahwa SMPN 12 Kota Serang
telah resmi menjadi sekolah inklusif yang kemudian disahkan oleh Pemerintah
Kota Serang. Tidak jauh berbeda dengan SDN Batok Bali Kota Serang. Pihak
sekolah tersebut mengaku hanya mendapatkan arahan tentang sekolah inklusif
saat bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
melakukan pemantauan ketika waktu menjelang dan saat Ujian Sekolah dilakukan
serentak.
Pada pentransmisian informasi, ditemukan bahwa Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang belum memberikan sosialisasi atau pembinaan terkait
teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah yang dimana tugas
tersebut merupakan tanggungjawab dalam mengimplementasikan Pergub Banten
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten pada
Sekolah Inklusif di Kota Serang.
Kedua, yaitu kejelasan. Kejelasan bertujuan untuk memberikan informasi
yang jelas dan tidak membingungkan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang mengaku masih banyak pihak seperti para orang tua, wali murid dan
masyarakat umum di Kota Serang yang keliru tentang pengertian anak inklusif
129
sebenarnya. Disinilah tampak kelalaian tersebut terjadi, ketika pelaksana
kebijakan tidak mampu untuk memberi pemahaman mengenai arti dari anak
inklusif ke masyarakat luas sehingga banyak para orang tua / wali murid yang
menolak ketika anaknya dikategorikan sebagai anak inklusif.
Padahal, dengan ciri anak yang hyperaktif atau bahkan anti sosial sudah
termasuk ke dalam kategori anak inklusif. Terbukti bahwa pemberian sosialisasi
dan pemahaman tentang anak inklusif terhadap masyarakat luas sangatlah penting.
Seperti yang terjadi di SMPN 12 Kota Serang, guru pembimbing khusus pernah
menyampaikan bahwa tidak sedikit wali murid yang menolak apabila anaknya
dikategorikan sebagai anak inklusif.
Masalah ini berlarut ke masalah lain yaitu terjadi hambatan dari pihak
sekolah untuk melakukan assessment kepada siswa berkebutuhan khusus karena
terkendala pada biaya assessment itu sendiri. Orang tua yang tidak koperatif
membuat pihak sekolah harus ekstra mencari solusi untuk kemudian bisa
memberikan assessment kepada siswa berkebutuhan khusus tersebut. Karena hal
ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang dianggap lalai dalam
memberikan pemahaman tentang pendidikan dan anak inklusif ke masyarakat
luas. Ini juga menegaskan tentang ketidakpahaman Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang dalam menerjemahkan Pergub Banten tersebut.
Ketiga yaitu konsistensi, perintah yang diberikan kepada pelaksana di
lapangan harus jelas dan tidak berubah-ubah sehingga tidak menimbulkan
kebingungan bagi pelaksana di lapangan. Ditemukan bahwa Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang belum secara konsisten menjalankan fungsinya dalam
130
memberikan kejelasan informasi terkait teknis pelaksanaan pendidikan inklusif di
sekolah-sekolah di Kota Serang. Hal ini terlihat dari tidak adanya pembinaan yang
dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang kepada sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Serang. Pembinaan yang dilakukan
hanya bersifat pemantauan sementara ketika akan diadakan ujian sekolah serentak
di Kota Serang.
Tugas tersebut seakan sepenuhnya tanggungjawab dari Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Banten. Padahal, seperti yang tertuang dalam Peraturan
Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten Pasal 27 mengamanatkan agar Pemerintah
Daerah bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota memantau,
mensupervisi, membina dan mengevaluasi serta membantu penjaminan mutu
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.
Maka, tugas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang bukan hanya
sekadar menjadi perantara pembuatan SK sekolah inklusif saja tetapi juga
memberikan pembinaan dan melakukan evaluasi ke sekolah penyelenggara
inklusif tersebut. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang selama ini baru
sebatas melakukan pemantauan ketika menjelang dan saat ujian sekolah sedang
berlangsung serentak. Pemantauan yang dilakukan untuk melihat ketersediaan
soal bagi siswa berkebutuhan khusus dan menerima evaluasi yang dilakukan oleh
pihak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Faktor sumberdaya, syarat berjalannya suatu organisasi adalah
kepemilikan sumberdaya (resources). Perlu adanya keteraturan dalam sumberdaya
131
dimaksudkan agar dapat meningkatkan kinerja program. Dalam sumberdaya,
terdapat empat hal yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sumberdaya yang
ideal.
Pertama yaitu staf. Diperlukan staf yang mencukupi, memadai dan
kompeten agar implementasi kebijakan berjalan dengan baik. Ditemukan bahwa
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum memiliki staf/pegawai
khusus yang bertugas untuk menangani pelaksanaan pendidikan inklusif di Kota
Serang. Staf/pegawai yang ada masih memiliki tugas umum dan bertindak sesuai
dengan standar dan tanggungjawab di bidangnya masing-masing. Staf/pegawai
yang tersedia belum ada yang memiliki keahlian khusus dalam bidang pendidikan
inklusif, tugas yang diberikan juga bersifat umum selain karena keahliannya yang
tidak khusus juga dikarenakan bidang pendidikan khusus belum tersedia di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang.
Sama halnya dengan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang,
di sekolah inklusif di Kota Serang mengeluhkan terkait tidak tersedianya Guru
Pembimbing Khusus (GPK) yang merupakan standar dari diadakannya sekolah
dengan pendidikan inklusif. Mengacu pada Pasal 15 Peraturan Gubernur Banten
Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di
Provinsi Banten dengan tegas dikatakan bahwa penyediaan Guru Pembimbing
Khusus (GPK) merupakan tanggungjawab dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dalam hal ini penanggungjawab tersebut tidak lain ialah Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kota Serang. Jika terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan
sekolah inklusif tidak akan mendapatkan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang
132
memang sudah memiliki latar belakang dan standar untuk mendidik dan mengajar
siswa-siswa yang berkebutuhan khusus di sekolah inklusif di Kota Serang.
Dalam observasi lapangan, peneliti mendapati bahwa ada siswa
berkebutuhan khusus yang pernah menorehkan prestasi di sekolah inklusifnya.
Siswi bernama Retno Aliati lulusan SMPN 12 Kota Serang tahun 2015 ini
memiliki hambatan dalam mengikuti pelajaran di sekolah terutama pada aspek
akademis. Retno menyukai kegiatan olahraga bermain futsal dan mampu
berprestasi bersama tim sekolah meraih juara 1 lomba futsal se Kota Serang.
Kecacatan yang dialami Retno yaitu Tuna Grahita. Tuna Grahita adalah
Disabilitas yang menyerang mental, seperti cacat pemikiran atau lemah daya
tangkap. Kondisi kesehatan secara umum baik, hanya mengalami gangguan
penglihatan (silinder).
Faktor selanjutnya yaitu informasi. Berkenaan dengan cara melaksanakan
kebijakan dan kepatuhan dari pelaksana terhadap peraturan pemerintah yang telah
ditetapkan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang didapati bahwa tidak
adanya tugas khusus bagi pelaksana terkait dengan bagaimana cara/teknis dalam
mengimplementasikan kebijakan tentang Pendidikan Inklusif tersebut. Informasi
yang disalurkan kepada implementor kebijakan di lapangan hanya berupa
informasi umum seperti pembuatan Surat Keputusan (SK) sekolah inklusif,
persetujuan MoU apabila ada sekolah inklusif yang menjalin MoU dengan
sekolah swasta, pemantauan dalam penyediaan soal dan teknis lain dalam
pelaksanaan Ujian Sekolah bagi siswa berkebutuhan khusus.
133
Dengan ini dapat diketahui bersama mengapa pelaksanaan kebijakan
Pendidikan Inklusif berjalan kurang baik karena pelaksana sendiri tidak memiliki
cara tertentu untuk bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut di lapangan.
Semua yang dikerjakan masih bersifat umum dan disamaratakan. Hal ini juga
ditegaskan langsung oleh pelaksana saat dilakukan wawancara yang mengatakan
bahwa tidak ada pembedaan karena khawatir akan ada diskriminatif. Padahal
sebenarnya, pendidikan inklusif juga tidak sepenuhnya sama dengan pendidikan
regular lainnya.
Faktor berikutnya yaitu wewenang. Wewenang ialah legitimasi bagi
pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang mengeluhkan terkait pembagian
tugas dan wewenang sebenarnya dalam mengimplementasikan kebijakan
pendidikan inklusif oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten.
Namun, disisi lain Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang juga menjadi
seakan menyerahkan seluruh tugasnya ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Banten dalam melaksanakan kebijakan tentang Pendidikan Inklusif.
Kekeliruan ini terjadi akibat implementor tidak memahami maksud dari
amanat Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
sebenarnya. Hal ini kemudian berdampak pada Implementasi yang tidak dapat
berjalan dengan maksimal alhasil anak berkebutuhan khusus dan pihak sekolah
inklusif yang pada akhirnya terabaikan.
Faktor terakhir dalam sumberdaya yaitu fasilitas. Fasilitas maksudnya
ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan suatu
134
kebijakan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang tidak pernah
memberikan bantuan khusus untuk sekolah-sekolah inklusif dengan alasan akan
membeda-bedakan pelayanan yang diberikan. Hal ini bertentangan dengan
Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten Pasal 19 dimana semua
elemen pelaksana kebijakan memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan
inklusif sesuai kondisi setempat.
Bantuan fisik yang pernah diberikan oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang kepada sekolah inklusif tingkat dasar yaitu berupa pagar
untuk keamanan sekolah dan perbaikan perpustakaan sekolah. Padahal,
penyediaan seperti alat peraga untuk membaca dan menghitung juga dibutuhkan
oleh pihak sekolah inklusif. Namun, sebenarnya tidak hanya bantuan fisik yang
dibutuhkan melainkan juga fasilitas fisik yang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Serang butuhkan dalam memberikan pembinaan/sosialisasi kepada pihak
sekolah atau masyarakat luas.
Faktor ketiga dalam menentukan keberhasilan implementasi suatu
kebijakan menurut George Edward III yaitu Disposisi. Dalam pengangkatan
birokrat, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum melakukannya
secara khusus. Pengangkatan birokrat yang telah dilakukan tidaklah salah
melainkan kurang tepat, ketika masalah di lapangan membutuhkan birokrat yang
ahli untuk penyelesaian masalah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
belum mampu menyediakan aparatur pelaksana kebijakan yang menguasai bidang
pendidikan khusus tersebut.
135
Hal ini sangat disayangkan mengingat setiap kebijakan memiliki caranya
sendiri agar tujuan kebijakan dapat tercapai. Tidak adanya pengangkatan birokrat
khusus dikhawatirkan akan menghambat pelaksanaan kebijakan Pendidikan
Inklusif di lapangan karena ketidakjelasannya penanggungjawab.
Kedua, yaitu insentif yang bertujuan untuk mempengaruhi tindakan para
pelaksana kebijakan. Namun, jangankan untuk insentif, untuk pelaksanaan hal lain
yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan tugas di lapangan saja tidak jarang
mengalami masalah dalam anggaran. Sangat disayangkan, padahal dalam
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat 1 secara tegas
mengatur bahwa dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan
kedinasan, minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Masalah anggaran ini pun menjadi hal yang krusial mengingat alasan tidak
dilakukannya pembinaan/sosialisasi juga terkendala anggaran. Keterbatasan
anggaran menjadi penghambat ruang gerak pelaksana untuk menjalankan
tugasnya dengan maksimal. Jadi, insentif tidak ada melainkan hanya pendapatan
yang diterima sebagai pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang.
sangat disayangkan banyak hal seperti pembinaan, penyediaan guru pembimbing
khusus, dan penyediaan fasilitas fisik untuk pendidikan inklusif terabaikan karena
masalah anggaran yang tidak mencukupi.
Faktor terakhir yang mempengaruhi suatu implementasi ialah Struktur
Birokrasi. Struktur birokrasi berguna untuk mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
136
langkah pendukung pertama dalam struktur birokrasi yaitu adanya SOP (Standar
Operating Prosedures) yang berguna untuk menjadikan standar kegiatan rutin
yang memungkinkan pegawai untuk melaksanakan kegiatannya setiap hari sesuai
standar yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian ditemukan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Serang belum memiliki SOP khusus yang mengatur tentang bagaimana
pelaksanaan teknis kebijakan Pendidikan Inklusif di lapangan. Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kota Serang masih menggunakan SOP standar umum yang
didalamnya tidak ada aturan khusus tentang teknis pelaksanaan pendidikan khusus
di lapangan.
Sedangkan Fragmentasi sebagai langkah pendukung terakhir dalam
struktur birokrasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau
aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja. Pengawas dari Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang di lapangan melakukan penilaian secara
umum dan hanya sekadar memastikan pelaksanaan Pendidikan Inklusif masih
berjalan dengan baik. Pelaksanaan tugas sesuai tanggungjawabnya masing-
masing timbul dari adanya protokol atau amanat ketika pelaksana akan
menjalankan perintah di lapangan. Tanggungjawab yang ada sebatas pengguguran
tugasnya di lapangan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang telah melakukan beberapa
upaya dalam mengatasi permasalahan pendidikan inklusif yang terjadi antara lain:
1. Menyetujui adanya Nota Kesepahaman atau MoU antara Sekolah
Inklusif Negeri dengan Sekolah Inklusif Swasta dengan tujuan
137
bekerjasama dalam memberikan pelayanan untuk penilaian
karakteristik siswa berkebutuhan khusus dan pengajaran yang
diberikan oleh Guru Pembimbing Khusus.
2. Memberikan Surat Keputusan (SK) yang kemudian disahkan oleh
Pemerintah Kota Serang yang menyatakan bahwa sekolah tersebut
resmi menyelenggaran pendidikan inklusif.
3. Melakukan pemantauan tentang teknis pelaksanaan ujian bagi siswa
berkebutuhan khusus.
Kemudian, dalam upaya penyediaan sarana dan prasarana bagi siswa pendidikan
inklusif yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang yaitu, antara lain:
1. Pemagaran SDN Batok Bali Kota Serang untuk keamanan
2. Perbaikan ruang perpustakaan SDN Batok Bali Kota Serang
Bantuan selama ini sebenarnya banyak telah diterima oleh pihak sekolah yang
menjadi lokus penelitian yaitu SDN Batok Bali Kota Serang berupa Bantuan
Operasional Sekolah yang kemudian dialokasikan menjadi buku siswa yang
dibagi secara merata yang bantuan tersebut diperoleh dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015 dan bantuan perbaikan toilet di
SMPN 12 Kota Serang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten
dan bantuan BOP (Biaya Operasional Prosedur) dari Balai Penyelenggara
Pendidikan Khusus (BPPK) Provinsi Banten.
138
Sebagian besar bantuan fasilitas fisik yang diperoleh sekolah inklusif di
Kota Serang merupakan hibah dari Provinsi Banten dan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
4.5 Temuan Lapangan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh selama wawancara
dan observasi dilakukan. Maka, peneliti dengan ini menggambarkan hasil
penelitian dengan menjawab rumusan masalah yang ada dengan teori yang
digunakan. Gambaran jawaban rumusan masalah tersebut dibagi ke dalam
beberapa bagian, antara lain:
4.5.1 Implementasi Pergub Banten
a) Komunikasi
Pada penyebaran informasi tentang pelaksanaan pendidikan
inklusif di sekolah-sekolah di Kota Serang, Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kota Serang belum pernah memberikan
pelatihan dan workshop terkait hal tersebut. Padahal, pelatihan
tersebut sangat dibutuhkan oleh pihak sekolah mengingat
semua sekolah negeri yang telah menerapkan pendidikan
inklusif di Kota Serang belum memiliki Guru atau tenaga
pendidik dengan keahlian tentang sekolah inklusif.
b) Sumber daya
Pada sumber daya, dalam hal staffing Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang belum memiliki tenaga khusus yang
139
mengatur tentang teknis pelaksanaan pendidikan inklusif di
lapangan. Pembagian kerja masih bersifat umum. Kemudian
informasi yang diberikan berupa tata cara melaksanakan
pendidikan inklusif bagi sekolah inklusif belum terkemas
dengan khusus karena pendidikan inklusif sangat berbeda
dengan pendidikan umum lainnya. Wewenang atau legitimasi
bagi pelaksana di lapangan juga masih dikendalikan oleh pihak
yang sama dengan pelaksana pendidikan umum. Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang masih menyerahkan
tugas pelaksanaan pendidikan inklusif pada bagian atau bidang
yang umum bersamaan dengan pelaksanaan tugas lainnya.
Fasilitas fisik atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan
pelaksana juga belum terlihat adanya selain dikarenakan
bidang khusus yang belum ada tetapi juga karena petugas
pelaksananya pun yang menyatu dengan tugas lainnya.
c) Disposisi
Dalam hal pengangkatan birokrat, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Serang sudah dirasa cukup memiliki
staf/pegawai yang paham akan tugasnya. Namun, hal ini belum
cukup untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
dapat mengimplementasikan amanat Pergub Banten tentang
Pendidikan Inklusif agar lebih terarah dan tepat sasaran
dikarenakan staf/pegawai tersebut tidak memiliki keahlian
140
khusus pada bidang inklusif. Pada insentif, karena berkaitan
dengan anggaran. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang mengaku masih saja mengalami kekurangan anggaran
pada tugas umum terlebih lagi anggaran untuk pendidikan
inklusif.
d) Struktur Birokrasi
Standar Operating Prosedures (SOP) dan Fragmentasi atau
pembagian tanggungjawab dalam tubuh internal Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang belum terbagi secara
khusus. Sama halnya dengan permasalahan lain, SOP yang ada
bersifat umum dan pembagian tanggungjawab masih mengikut
pada bidang yang sudah ada.
4.5.2 Mengatasi Masalah
a) Komunikasi
Berdasarkan pada permasalahan yang ada dalam hal
komunikasi, maka untuk mengatasi masalah tersebut Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang dirasa perlu untuk
melakukan penguatan internal organisasi dimulai dari
pembuatan bidang khusus yang mengatur tentang teknis
pelaksanaan pendidikan inklusif di Kota Serang.
141
b) Sumber daya
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang juga dirasa
perlu untuk menyediakan wadah atau sarana bagi siswa
berkebutuhan khusus yang memiliki bakat istimewa untuk
dapat menyalurkan keahliannya tersebut di tempat umum.
Dalam hal staffing bisa dilakukan perkrutan pegawai dengan
kriteria tertentu yang memiliki keahlian dalam bidang
pendidikan inklusif dan penyandang disabilitas sehingga
pelaksanaan Pergub Banten lebih tepat sasaran. Setelah
staffing, kemudian akan tercipta sendiri pembagian wewenang
dalam melaksanakan tugas berdasarkan keahlian dan
kebutuhan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan
tersebut. Fasilitas fisik juga sangat dibutuhkan maka
penyediaan nya juga sangat diperlukan untuk mempermudah
pelaksanaan kebijakan di lapangan. Perumusan apa saja yang
dibutuhkan akan didapati setelah pembentukan bidang khusus
tersebut terlaksana.
c) Disposisi
Pengangkatan birokrat mengikut pada pembuatan bidang baru
yang memiliki kemampuan serta dedikasi dalam pelaksanaan
pendidikan inklusif di Kota Serang dan insentif bisa dengan
melakukan kerjasama dengan NGO, pihak swasta atau LSM
dan tokoh masyarakat yang memang bergerak dalam
142
membantu penyamarataan hak pendidikan bagi penyandang
disabilitas di Kota Serang.
d) Struktur Birokrasi
SOP berguna untuk menjadi acuan pagi pelaksana agar
penerapan kebijakan di lapangan tetap terarah dan tidak
menyimpang. SOP dibuat khusus untuk bidang pendidikan
khusus yang didalamnya mengatur tentang segala teknis,
pembagian tanggungjawab serta segala hal yang dibutuhkan
secara fisik untuk melaksanakan kebijakan pendidikan inklusif
tersebut. Sedangkan dalam fragmentasi, pembagian
tanggungjawab dibagi berdasarkan keahlian dan dedikasi yang
dimiliki staf agar pelaksana di lapangan bekerja sesuai dengan
taraf keahlian sehingga bisa mengurangi hambatan dalam
pelaksanaan kebijakan dalam diri pelaksana di lapangan.
4.5.3 Kebijakan Ketersediaan Sarana
a) Fasilitas
Fasilitas fisik pada sekolah inklusif ada bukan untuk
membedakan akan tetapi untuk memberikan keseragaman
sehingga siswa berkebutuhan khusus mendapat tempat dan
kesempatan yang sama seperti siswa normal lainnya. Sarana
dan prasarana serta media pembelajaran yang sesuai bagi siswa
berkebutuhan khusus dibagi dalam sarana dan prasarana umum
yang mecakup pada ruang kelas beserta perlengkapannya dan
143
ruangan pada sekolah umumnya yang telah dilengkapi fasilitas
khusus bagi siswa berkebutuhan khusus. Namun dalam hal
khusus, ketersediaan fasilitas fisik disediakan berdasarkan
kecacatan yang dialami siswa berkebutuhan khusus tersebut
seperti Tunanetra disediakan tongkat lipat untuk mobilitas
siswa tersebut. Siswa Tunarungu disediakan cermin untuk
membantu komunikasi atau kartu kalimat/kata untuk
membantu dalam hal akademik. Siswa Tuna Grahita, karena
mengalami kesulitan mengenali bentuk maka dibutuhkan
latihan sensori perabaan, sensori pengecap dan perasa. Siswa
Tuna Daksa membutuhkan alat untuk membantu
keseimbangannya bisa dilakukan assesmen untuk mengenali
postur tubuh, kekuatan otot dan mobilitas. Siswa Tuna Laras
yaitu memiliki perilaku yang merugikan diri sendiri dan juga
orang lain. Bisa digunakan alat terapi untuk menangani
perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukannya. Siswa
dengan kesulitan belajar tergantung pada kesulitannya dalam
hal membaca (Disleksi) atau kesulitan berbahasa atau bahkan
menulis.
b) Karakteristik Disabilitas
Tunanetra : tidak dapat melihat
Tunarungu: tidak dapat/kurang mendengar
Tunawicara: tidak dapat berbicara
144
Tunadaksa: cacat tubuh
Tunalaras: cacat suara dan nada
Tunalaras mental: sukar mengendalikan emosi dan
sosial
Tunagrahita: cacat pikiran/lemah daya tangkap
Tunaganda: penderita cacat lebih dari satu kecacatan
c) Metode Pembelajaran
Pendidikan inklusif sendiri merupakan proses pemindahan
ilmu pengetahuan kepada kelompok tertentu yang
membutuhkan penanganan khusus. Adapun peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar khusus dapat berupa peserta didik
yang mempunyai hambatan dalam berbicara dan berbahasa,
terbelakang mental, gangguan emosional yang serius,
hambatan pendengaran, tunaganda, penglihatan fisik, luka otak
trauma, autis maupun hambatan kesehatan lainnya. Prinsip
pendidikan inklusif harus terpenuhi seperti pemerataan dan
peningkatan mutu, kebutuhan individual sesuai dengan
hambatan masing-masing siswa, prinsip kebermaknaan yaitu
menjaga kelas yang ramah, prinsip keberlanjutan yang dapat
berlanjut pada semua jenjang pendidikan dan prinsip
keterlibatan yang melibatkan semua pihak pendidikan terkait.
145
Kemudian untuk mempermudah penyampaian pembahasan penelitian ini, maka
peneliti membaginya ke dalam table berdasarkan pada teori yang digunakan
selama penelitian berlangsung.
Tabel 4.8 Temuan Lapangan
No. Faktor Implementasi Temuan Lapangan
1 Komunikasi Implementasi Pergub dalam hal komunikasi
belum optimal terbukti dengan ditemukannya
amanat untuk memberikan pelatihan dan
sosialisasi belum dilakukan oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
kepada sekolah inklusif yang ada.
2 Sumberdaya Sumberdaya yang dibutuhkan seperti staf yang
masih kurang dalam keahlian di bidang
pendidikan khusus, juga tenaga pendidik dengan
keahlian khusus di sekolah inklusif di Kota
Serang. wewenang yang belum mengerucut
sesuai kebutuhan pelaksanaan kebijakan serta
fasilitas fisik yang masih terbatas.
3 Disposisi Pengangkatan birokrat kurang tepat mengingat
bidang yang dibutuhkan memerlukan birokrat
dengan keahlian yang lebih spesifik serta
insentif tidak ada karena terbatasnya anggaran
4 Struktur Birokrasi SOP berguna sebagai standar kegiatan juga
belum tersedia pada teknis pelaksanaan
pendidikan inklusif sama halnya dengan
fragmentasi atau pembagian tanggungjawab
yang masih bersifat umum menyatu dengan
pendidikan umum lainnya. (Sumber: Peneliti, 2017)
146
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai Implementasi Peraturan Gubernur
Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi Banten dengan Studi pada Sekolah Inklusif di Kota Serang.
Analisis yang digunakan ialah Implementasi Kebijakan Publik menurut George
Edward III dalam Agustino (2006: 149) yang menilai keberhasilan implementasi
suatu kebijakan berdasarkan pada empat faktor terdiri dari Komunikasi,
Sumberdaya, Disposisi dan Struktur Birokrasi.
Maka kesimpulan dari penelitian ini ialah bahwa implementasi Pergub
Banten tersebut di Kota Serang belum berjalan dengan optimal. Ketidakoptimalan
terjadi dalam diri pelaksana kebijakan yang masih memiliki kekurangan dalam
penyiapan segala teknis yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kebijakan di
lapangan. Ketidakoptimalan tersebut juga terjadi dikarenakan belum adanya
pembidangan tersendiri yang khusus dibuat untuk mengatur tentang bagaimana
pelaksanaan amanat Pergub Banten tersebut di Kota Serang.
Upaya yang telah dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang dalam mengatasi permasalahan pendidikan inklusif baru hanya sebatas
membantu pembuatan Surat Keputusan (SK) pengesahan sekolah menjadi sekolah
inklusif yang kemudian disahkan oleh Pemerintah Kota Serang. Upaya lainnya
mengadakan kerjasama antara sekolah inklusif negeri dengan yayasan yang
147
memiliki Guru Pembimbing Khusus (GPK) dan memiliki Psikolog untuk melihat
kekurangan dan kemampuan siswa berkebutuhan khusus di sekolah.
5.2 Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian ini, maka peneliti mencoba memberikan
saran dari hasil penelitiannya agar dapat membantu dalam mengimplementasikan
kebijakan tentang Pendidikan Inklusif tersebut di Kota Serang. Maka saran
penelitian ini ialah:
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang dirasa perlu untuk
memperkuat internal organisasi. Penguatan bisa dimulai dari
komunikasi dengan pembentukan bidang khusus yang mengatur tentang
pendidikan inklusif sehingga pembagian tugas akan semakin jelas dan
tegas. Komunikasi juga bisa dilakukan untuk memberikan sosialisasi serta
pembinaan kepada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif agar lebih
terarah dalam menerapkan pendidikan inklusif.
2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang juga dirasa perlu untuk
menyediakan wadah atau sarana bagi siswa berkebutuhan khusus yang
memiliki potensi diluar akademik seperti Bakat istimewa (BI) dimana
siswa berkebutuhan khusus tersebut dapat pelatihan atau pengajaran
tentang bidang yang diminati oleh mereka. Kemudian melakukan
peningkatan mutu sumberdaya manusia dengan memperhatikan kualitas,
kuantitas serta kompetensi dari pelaksana kebijakan yang akan menempati
bidang pendidikan inklusif tersebut. Sumberdaya juga dibutuhkan oleh
148
pihak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif seperti penyediaan Guru
Pembimbing Khusus (GPK) yang dimana penyediaan tersebut merupakan
tanggungjawab dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang.
3. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang juga perlu untuk
menyediakan fasilitas fisik dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan
prasarana sekolah inklusif seperti alat peraga untuk membaca dan
menghitung, toilet dan tangga yang aman untuk siswa berkebutuhan
khusus. Selanjutnya dilakukan penegasan kembali tentang pembagian
tanggungjawab berdasarkan keahlian tentang pendidikan inklusif agar
kemudian para pelaksana di lapangan dapat lebih memahami tugas dan
fungsinya dalam mengimplementasikan Pergub Banten tersebut.
Kemudian pengadaan insentif untuk memberikan stimulus kepada
pelaksana bisa dilakukan dengan menjalin kerjasama bersama pihak
swasta, NGO atau Partner Pemerintah dengan Pemerintah Kota Serang
untuk kemudian bersama-sama mewujudkan terlaksananya pendidikan
inklusif yang baik di Kota Serang.
Pemerintah Kota Serang bersama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Serang juga bisa mengajak masyarakat secara umum atau Lembaga Masyarakat
yang bergerak di bidang pendidikan untuk bersama mencari langkah terbaik
dalam upaya penyelenggaraan pendidikan inklusif yang merata di Kota Serang.
Selain dari itu, pihak Swasta, NGO atau Rekanan Pemerintah juga bisa
bekerjasama membantu mewujudkan terlaksananya pendidikan inklusif di Kota
Serang.
149
Daftar Pustaka
Buku:
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
____________. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: Asosiasi Ilmu
Politik Indonesia (AIPI)
Ainscow, M. y Tweddle, D. 2001. Mengembangkan peran otoritas pendidikan
Lokal Sehubungan dengan Prestasi dan Inklusi : Hambatan dan Peluang.
Cambridge
Aldjon, Dapa. Dkk. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat
Ketenagaan.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti kualitatif. Bandung : Pustaka Setia
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Edisi Ke empat. Jakarta : Gramedia
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Quantum Parenting : Kiat Sukses Mengasuh
Anak Secara Efektif dan Cerdas. Jogjakarta : Kata Hati
McMillan, J. H., & Schumacher, S. 2001. Research in education: A conceptual
introduction Edisi ke lima. New York : Longman
Moleong, L.J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Nugroho, Riant. 2014. Public Policy. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
O’Jones, Charles. 1996. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta : Rajawali Pers
150
Parsons, Wayne. 2014. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group
Riyadi, Eko. 2012. Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya.
Yogyakarta : PUSHAM UII
Smith, J. David. 2006. Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung : Nuansa
Stubbs, Sue. 2002. Inclusive Education. Oslo : The Atlas Alliance
Subarsono, AG. 2011. Analisis kebijakan Publik : Konsep. Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif R & D. Bandung :
Alfabeta .
________. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Suyanto & Mudjito. AK. 2012. Masa Depan Pendidikan Inklusif. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar.
Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan, dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik Proses dan Analisis. Jakarta :
Intermedia
Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Press
Dokumen:
Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke 4
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
151
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa
Peraturan Gubernur Banten Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten
Banten Dalam Angka 2015
Serang Dalam Angka 2015
Sumber Lain:
Amirin, Tatang M. ditulis oleh: Admin. “Pengertian Sarana dan Prasarana
Pendidikan. Kamis 4 September 2014. Dikutip pada Jumat 16 Desember
2016.
http://tatangmanguny.wordpress.com/2010/04/07/pengertian sarana-dan-
prasarana-pendidikan/.
Bantenekspose.com. Ditulis oleh: Admin. “Kepala SKh Se-Banten dan Sekolah
Inklusi Studi Banding ke Malaysia. Jumat 14 Oktober 2016. Dikutip pada
Minggu 18 Desember 2016.
http://www.bantenekspose.com/2016/10/kepala-skh-se-banten-dan-
sekolah.html
Radarbanten.co.id. Ditulis oleh: Dardiri, Fauzan. “Tidak Dikenal Masyarakat,
Foksi: Pendidikan Inklusi Dianaktirikan”. Kamis 19 November 2015.
Dikutip pada Minggu 18 Desember 2016.
152
http://www.radarbanten.co.id/tidak-dikenal-masyarakat-foksi-pendidikan-
inklusi-dianaktirikan/
Republika.co.id. Ditulis oleh: Iqbal, Muhammad. “Perluas Pendidikan Inklusi”.
Pada Kamis 27 Oktober 2016. Dikutip pada Senin 14 November 2016.
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/10/27/ofowk6-
perluas-pendidikan-inklusi
Apriyani, Novita. 2012. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Pengguna Alat
Bantu Gerak Pada Bangunan Institusi Pendidikan studi kasus Universitas
Indonesia. Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Sulastri, Andi. 2014. Tinjauan Hukum Terhadap Penyediaan Aksesibilitas Bagi
Penyandang Disabilitas di Kota Makassar. Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin Makassar.
153
LAMPIRAN
154
155
156
157
158
159
160
161
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI PROVINSI BANTEN
(STUDI PADA SEKOLAH INKLUSIF DI KOTA SERANG)
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah penelitian, maka disusun pedoman wawancara seperti di bawah ini:
Informan :
1. Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan TK/SD Dinas Pendidikan
Kota Serang
2. Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan TK/SD Dinas Pendidikan Kota
Serang
3. Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana TK/SD Dinas
Pendidikan Kota Serang
4. Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan SMP Dinas Pendidikan
Kota Serang
5. Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SMP Dinas Pendidikan Kota
Serang
6. Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana SMP Dinas
Pendidikan Kota Serang
162
Pedoman Wawancara
1. Komunikasi
a. Bagaimanakah kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
b. Bagaimana Dinas Pendidikan yang merupakan implementor
kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang
pendidikan inklusif di Kota Serang?
c. Sejauhmana Dinas Pendidikan memahami maksud dari
kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
d. Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan menyalurkan informasi
tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota
Serang?
e. Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dalam melakukan
pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
f. Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dengan pihak
sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang
sekolah inklusif?
g. Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi
yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus
dijalankan?
2. Sumber Daya
a. Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai
Dinas Pendidikan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah
inklusif di Kota Serang?
163
b. Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan cukup dalam kuantitas
dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang
sekolah inklusif di Kota Serang?
c. Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan
tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh
implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan Kota Serang?
d. Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para
pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah
ditetapkan?
e. Bagaimana dengan kewenangan atau legitimasi dari pelaksana
kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dalam melaksanakan
kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
f. Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan
dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif
di Kota Serang?
3. Disposisi
a. Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan pelaksana
kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang
sekolah inklusif di Kota Serang?
b. Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah
inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan
tersebut?
164
c. Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana
kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
d. Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan
Dinas Pendidikan kepada staf/pegawai yang
mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk
menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
4. Struktur Birokrasi
a. Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan
dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota
Serang?
b. Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam
mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di
Kota Serang tersebut?
c. Adakah Standard Operating Prosedures (SOPs) dari Dinas
Pendidikan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-
kegiatan setiap harinya yang berkenaan dengan kebijakan
tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
d. Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-
kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan
tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
165
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI PROVINSI BANTEN
(STUDI PADA SEKOLAH INKLUSIF DI KOTA SERANG)
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah penelitian, maka disusun pedoman wawancara seperti di bawah ini:
Informan:
1. Guru Pembimbing Khusus di SD dan SMP Inklusif Negeri di Kota
Serang
2. Orang Tua/Wali Murid ABK di Sekolah Inklusif Negeri di Kota
Serang
3. Siswa SD/SMP penyandang disabilitas di Sekolah Inklusif di Kota
Serang
Pedoman Wawancara
1. Komunikasi
a. Bagaimana Guru Pembimbing Khusus/Orang tua/Wali murid
menerima informasi tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
b. Bagaimana kejelasan informasi yang disalurkan kepada pihak
sekolah untuk kemudian menerapkan sekolah inklusif?
c. Bagaimana dengan pelayanan, biaya dan kurikulum di sekolah
inklusif di Kota Serang?
166
d. Apakah yang dirasa masih kurang dalam penerapan sekolah
dengan pendidikan inklusif di Kota Serang selama ini?
e. Apa yang diharapkan dengan adanya kebijakan tentang sekolah
inklusif di Kota serang?
2. Sumber Daya
a. Bagaimana Dinas Pendidikan Kota Serang memberikan
pemahaman tentang sekolah inklusif?
b. Apakah Dinas Pendidikan Kota Serang dianggap
mampu/menguasai kebijakan Pergub Banten tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten di
wilayah Kota Serang?
c. Apakah informasi yang diterima dari Dinas Pendidikan Kota
Serang mengenai teknis pelaksanaan pendidikan inklusif dapat
dipahami dengan jelas oleh Guru Pembimbing Khusus di
sekolah inklusif tersebut?
d. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif?
3. Disposisi
a. Bagaimanakah penyerahan tanggungjawab untuk menjalankan
sekolah dengan pendidikan inklusif oleh Dinas Pendidikan Kota
Serang terhadap pihak sekolah inklusif tersebut?
167
b. Bagaimana sikap pihak sekolah inklusif di Kota Serang dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut?
c. Adakah hambatan yang timbul dalam menjalankan sekolah
inklusif di Kota Serang?
d. Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan
Dinas Pendidikan Kota Serang kepada pihak sekolah atau siswa
berkebutuhan khusus, atau pihak sekolah sendiri kepada Guru
Pembimbing Khusus agar semakin berprestasi dan untuk
memberikan stimulus agar pelaksanaan sekolah inklusif berjalan
lebih baik?
4. Struktur Birokrasi
a. Bagaimanakah dengan struktur organisasi sekolah dalam
melaksanakan pendidikan inklusif di Kota Serang?
b. Bagaimana kerjasama antara pihak sekolah, Orang tua atau wali
murid dalam mendukung berjalannya sekolah dengan
pendidikan inklusif tersebut?
168
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI PROVINSI BANTEN
(STUDI PADA SEKOLAH INKLUSIF DI KOTA SERANG)
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah penelitian maka disusunlah pedoman wawancara seperti di bawah ini. Peneliti akan menjaga kerahasiaan informan dalam penelitian ini.
Informan Dimensi Pedoman Wawancara Kepala Seksi Kurikulum & Mutu Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang
Komunikasi 1. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
2. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureaucrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua).
3. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan).
Kepala Seksi Ketenagaan & Kesiswaan SD Dinas Pendidikan Kota Serang
Sumber daya 1. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
2. Informasi, dalam implementasi kebijakan, infomasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
3. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan.
4. Fasilitas, fasilitas fisik juga
169
merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana & Prasarana SD Dinas Pendidikan Kota Serang
Disposisi 1. Pengangkatan birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana dalam mengimplementasikan suatu kebijakan
2. Insentif atau menambah keuntungan, Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
Kepala Seksi Kurikulum & Mutu Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Struktur Birokrasi
1. Penerapan Standar Operating Prosedures (SOPs) untuk memberikan standar kerja bagi para pelaksana kebijakan.
2. Fragmentasi, bagaimana upaya penyerahan tanggungjawab kegiatan atau aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.
Kepala Seksi Ketenagaan & Kesiswaan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana & Prasarana SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Banten
170
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI PROVINSI BANTEN
(STUDI PADA SEKOLAH INKLUSIF DI KOTA SERANG)
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah penelitian maka disusunlah pedoman wawancara seperti di bawah ini. Peneliti akan menjaga kerahasiaan informan dalam penelitian ini.
Informan Dimensi Pedoman Wawancara Guru Pembimbing Khusus SDN Batok Bali Kota Serang
Komunikasi 1. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
2. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureaucrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua).
3. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan).
Orang tua Siswa Berkebutuhan Khusus SDN Batok Bali Kota Serang
Sumber daya 1. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
2. Informasi, dalam implementasi kebijakan, infomasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
3. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan.
4. Fasilitas, fasilitas fisik juga
171
merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Siswa Berkebutuhan Khusus kelas 3 SDN Batok Bali Kota Serang
Disposisi 1. Pengangkatan birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana dalam mengimplementasikan suatu kebijakan
2. Insentif atau menambah keuntungan, Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
Guru Pembimbing Khusus SMPN 12 Kota Serang
Struktur Birokrasi
1. Penerapan Standar Operating Prosedures (SOPs) untuk memberikan standar kerja bagi para pelaksana kebijakan.
2. Fragmentasi, bagaimana upaya penyerahan tanggungjawab kegiatan atau aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.
Orang tua Siswa Berkebutuhan Khusus SMPN 12 Kota Serang
Siswa Berkebutuhan Khusus kelas 2 SMPN 12 Kota Serang
146
MEMBER CHECK Nama : Ratu Susiati, S.Pd. Jabatan : Guru Pembimbing Khusus SDN Batok Bali Kota Serang Peneliti: Bagaimana Guru Pembimbing Khusus/Orang tua/Wali murid menerima
informasi tentang sekolah inklusif di Kota Serang? Narasumber: dari pihak Dinas Pendidikan Kota untuk mengadakan sosialisasi
tidak ada. Kalau ada paling ada pelatihan dari pusat di Bandung tahun 2008. Pertama kali inklusif berjalan di SDN Batok Bali itu tahun 2004.
Peneliti: Bagaimana kejelasan informasi yang disalurkan kepada pihak sekolah untuk kemudian menerapkan sekolah inklusif?
Narasumber: sekolah inklusif lebih sering dapat sosialisasi dari Balai (BPPK Provinsi Banten) atau dari Dinas Pendidikan Provinsi, jadi disitu diajarin jadi guru buat anak berkebutuhan khusus gimana.
Peneliti: Bagaimana dengan pelayanan, biaya dan kurikulum di sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: pelayanan sama, hanya paling yang berbeda perlakuannya aja, butuh perhatian khusus ke abk dan kalau untuk bantuan biaya itu tidak ada dari Dinas Pendidikan Kota Serang untuk anak berkebutuhan khusus. Kurikulum juga kita seperti biasa aja, tidak ada kurikulum khusus inklusif semua sama.
Peneliti: Apakah yang dirasa masih kurang dalam penerapan sekolah dengan pendidikan inklusif di Kota Serang selama ini?
Narasumber: kekurangan tenaga pengajar, kalau ada guru pendamping mah kita bisa kebantu. Karena kita kan tetap aja background nya guru biasa jadi ilmunya ya sebisanya kita aja ngedidik anaknya. Bantuan fisik juga seperti alat peraga buat belajar, itu guru-guru disini buat sendiri, kalau bisa mah kita mau dibantu.
Peneliti: Apa yang diharapkan dengan adanya kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kalau untuk bantuan ada mau minta, tapi tidak pernah sampai buat gimana-gimana surat, proposal tidak pernah. Memang bantuan untuk anak berkebutuhan khusus ada dipisahkan, tetapi tidak merata. Misal di SDN Batok Bali ada 30 abk, tapi yang dapat hanya 10 anak. Jadi, diubah sendiri, uangnya digabung lalu misal dibelikan buku sesuai jumlah abk nya biar rata semua. Dulu juga ada anak tapi udah lulus, namanya itu Elsa, dia bisa ikut lomba seni menari di Cipocok dan sempat masuk media lokal seperti Banten TV. Lamban belajar, jadi akademik tertinggal dari teman lain tapi bisa baca tulis, mental juga beda sama temannya yang lain itu Elsa lulusan tahun 2010 dari sini. Kan ada anak yang punya prestasi baik dari seni, ini si harapannya bisa diperhatikan supaya dia juga jadi lebih maju dan percaya diri juga kalau ada bantuan.
147
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan Kota Serang memberikan pemahaman tentang sekolah inklusif?
Narasumber: tidak ada, adapun dari Balai (BPPK Provinsi Banten) seperti sosialisasi sekolah inklusif.
Peneliti: Apakah Dinas Pendidikan Kota Serang dianggap mampu/menguasai kebijakan Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten di wilayah Kota Serang?
Narasumber: mungkin ya, kurang tau juga. Ya selama ini kan paling minta bantuan yang fisik aja, tidak ada obrolan apa-apa tentang sekolah inklusif, paling teknis persuratan aja untuk SK sekolah inklusif.
Peneliti: Apakah informasi yang diterima dari Dinas Pendidikan Kota Serang mengenai teknis pelaksanaan pendidikan inklusif dapat dipahami dengan jelas oleh Guru Pembimbing Khusus di sekolah inklusif tersebut?
Narasumber: karena dapat sosialisasi atau workshop dari Balai (BPPK Provinsi Banten) dan Pusat, ya kita paham diajarin kan pendidikan inklusif.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif?
Narasumber: ada bantuan minta keamanan pagar dibuatin, alhamdulillah dibikinin dikasih pagar dari Dinas Pendidikan Kota Serang
Peneliti: Bagaimanakah penyerahan tanggungjawab untuk menjalankan sekolah dengan pendidikan inklusif oleh Dinas Pendidikan Kota Serang terhadap pihak sekolah inklusif tersebut?
Narasumber: tidak ada paling hanya pembuatan SK sekolah inklusif saja. Peneliti: Bagaimanakah sikap pihak sekolah inklusif di Kota Serang dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut? Narasumber: kalau ibu pribadi tidak merasa ada hambatan, ya kadang melihat
anak ini juga perasaan kasihan juga anak ini. Memang pengajarannya harus berbeda, seperti lebih pakai perhatian, kasih sayang. Itu tergantung pengajarnya masing-masing aja. Ibu sendiri senang-senang aja namanya juga guru.
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dalam menjalankan sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: hambatan paling ya kurang tenaga pengajar aja. Ada juga kekurangan seperti kerjasama MoU dengan Yayasan Anak Mandiri (YAM), jadi guru pendamping dari YAM bertukar ngajar disini beberapa waktu. Jadi berharapnya sih ada guru pendamping yang ngerti inklusif.
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan Kota Serang kepada pihak sekolah atau siswa berkebutuhan khusus, atau pihak sekolah sendiri kepada Guru Pembimbing Khusus agar semakin berprestasi dan untuk
148
149
MEMBER CHECK
Nama : Miftahul Jannah
Jabatan : Orang tua Siswa Berkebutuhan Khusus di SDN Batok Bali Kota Serang
Peneliti: Bagaimana Guru Pembimbing Khusus/Orang tua/ Wali murid menerima informasi tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: saya namanya orang tua, itu kan memang terlihat ini anak beda dari kakak nya juga beda. Ya tapi saya lihatnya kan karena memang kalau secara fisik Zaki juga normal, saya ya masukin ke sini (SDN Batok Bali) karena memang dekat dari rumah.
Peneliti: Bagaimana dengan pelayanan, biaya dan kurikulum di sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: pelayanan baik ya, guru-gurunya juga ramah baik, temannya juga semuanya baik.
Peneliti: Apakah yang dirasa masih kurang dalam penerapan sekolah dengan pendidikan inklusif di Kota Serang selama ini?
Narasumber: kurangnya paling sarana-prasarananya aja.
Peneliti: Apa yang diharapkan dengan adanya kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kalau ada kebijakan begitu, ya senang anak pasti jadi lebih diperhatiin jadi dia nanti bisa lebih berkembang sesuai bakat dia. Karena Zaki inikan masalahnya pendiam, gak mau bergaul, tertutup banget jadi apa-apa dia sukanya nulis. Buat gambar-gambar bisa, buat teka-teki, buat peta harta karun, buat pidato, buku cerita terus nanti ditempel didinding rumah, biar ada perasaan bangga nanti dari dianya. Kan senang juga kan kalau dianya senang. Jadi kalau bisa si ditambahin kegiatan untuk membangun kreatifitas anak khususnya untuk yang bermasalah seperti Zaki ini.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif?
Narasumber: kalau sarana prasarana mah cukup lah mba, ya namanya juga sekolah negeri. Kipas juga ada di kelas, cuma ini nih pagarnya bahaya terlalu terbuka. Ini kan SD isinya anak-anak semua, ya takut ada yang main-main keluar gak keliatan kan. Kantinnya juga itu cuma kayu begitu aja, jadi kasian anak-anaknya kurang bersih.
150
151
MEMBER CHECK Nama : Muthoyanah Jabatan : Guru Pembimbing Khusus SMPN 12 Kota Serang Peneliti: Bagaimana Guru Pembimbing Khusus/Orang tua/ Wali murid menerima
informasi tentang sekolah inklusif di Kota Serang? Narasumber: kita ini kan awal mula dari lapangan, jadi ada yang tau tentang
sekolah inklusif terus juga memang ada siswa berkebutuhan khusus, makanya Kepala Sekolah mencanangkan untuk jadi sekolah inklusif. Itu kita langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi. Jadi memang awal melihat ada siswa yang berbeda dan setelah diselidiki ternyata inklusif, kemudian kita pikir juga gak mungkin kita tolak, jadilah kemudian sekolah inklusif.
Peneliti: Bagaimana kejelasan informasi yang disalurkan kepada pihak sekolah untuk kemudian menerapkan sekolah inklusif?
Narasumber: karena awalnya memang dari kita nya sendiri, jadi gimana-gimana pelaksanaannya kita ya cari tau sendiri aja, baca-baca inklusif itu bagaimana si? Jadi awal mula informasi kita cari sendiri.
Peneliti: Bagaimana dengan pelayanan, biaya dan kurikulum di sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: pelayanan ada toilet kita baru diperbaiki dari Dinas Pendidikan Kota Serang, tetapi ya sebatas umum aja. Bukan toilet yang khusus untuk anak inklusif, ya mungkin juga karena tidak ada anak berkebutuhan khusus yang secara fisik ya sampai parah, makanya toilet nya juga umum aja. Biaya semua sama, paling kalau anak berkebutuhan khusus memang sebetulnya butuh lebih biayanya karena mereka kan ada ikut di tes sama psikolog, itu kita kerjasama MoU dengan Yayasan Anak Mandiri (YAM) untuk dilakukan assessment tentang anak ini menyandang disabilitas apa, jadi kalau sudah tau nanti kita bisa berikan pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan si anak. Tapi ya tetap butuh uang untuk tes itu, beberapa tahun lalu si orang tua abk mau terbuka membayar sendiri biayanya, kita yang fasilitasi itu tahun 2008/2009. Tapi ini sekarang kita gak adakan tes karena gimana, orang tua nya sendiri gak tau kalau anaknya itu berkebutuhan khusus. Cuek aja, kita juga kan gak bisa maksa.
Peneliti: Apakah yang dirasa masih kurang dalam penerapan sekolah dengan pendidikan inklusif di Kota Serang selama ini?
Narasumber: kekurangannya guru, kita belum ada guru khusus yang punya latar belakang sebagai pengajar siswa inklusif. Kalau bisa mah mau minta ke Dinas biar lebih enak.
Peneliti: Apa yang diharapkan dengan adanya kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
152
Narasumber: guru pembimbing khusus itu yang utama, kalau tes anaknya itu kan kita coba buat pahamin sendiri dengan bantuan dari YAM juga, jadi ya masih bisa ditangani walau hanya sekadar aja.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan Kota Serang memberikan pemahaman tentang sekolah inklusif?
Narasumber: kurang tau ya, paling kalau Dinas Pendidikan Kota itu kita cuma minta dibuatkan SK sekolah inklusif biar disahkan sama Walikota. Kalau sosialisasi, workshop dari Dinas Pendidikan Kota itu belum ada.
Peneliti: Apakah Dinas Pendidikan Kota Serang dianggap mampu/menguasai kebijakan Pergub Banten tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten di wilayah Kota Serang?
Narasumber: gak tau juga, karena biasanya sama Provinsi aja, Balai (BPPK Provinsi Banten) jadi kurang tau Dinas Pendidikan Kota Serang bagaimananya.
Peneliti: Apakah informasi yang diterima dari Dinas Pendidikan Kota Serang mengenai teknis pelaksanaan pendidikan inklusif dapat dipahami dengan jelas oleh Guru Pembimbing Khusus di sekolah inklusif tersebut?
Narasumber: kan belum ada, belum pernah ada jadi gak tau juga. Kalau setuju Dinas Pendidikan Kota setuju ada sekolah regular yang mau menampung anak berkebutuhan khusus. Tapi saya taunya baru sebatas itu aja.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif?
Narasumber: sarana sudah lumayanlah ada, toilet juga sudah pernah dibenerin kan tapi ya gitu biasa namanya barang abis dipakai, paling pintunya pada rusak gitu aja.
Peneliti: Bagaimanakah penyerahan tanggungjawab untuk menjalankan sekolah dengan pendidikan inklusif oleh Dinas Pendidikan Kota Serang terhadap pihak sekolah inklusif tersebut?
Narasumber: kalau Dinas Pendidikan Kota Serang kan setuju aja malah mendukung, menjembatani dengan Pemkot.
Peneliti: Bagaimanakah sikap pihak sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: kalau kita namanya guru, melihat ada anak begitu kan miris juga gitu, kasihan kalau dibiarin, jadi ya dididik aja mau bisa gak bisa, lamban karena kelulusan itu kan diserahkan ke sekolah, mereka yang penting bisa baca nulis aja itu udah bagus itu udah bisa lulus. Ada juga yang berprestasi tapi sudah lulus, prestasinya bukan akademik tapi di lomba-lomba itu juara terus. Namanya Retno, perempuan lulus nya sekitar 2 tahun lalu, itu dia pernah ikut kejuaraan tingkat nasional dan menang.
153
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dalam menjalankan sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: hambatan paling ya kalau ada wali murid yang gak mau kerjasama, kesulitan juga kita mau digimanakan anaknya padahal anaknya berkebutuhan khusus. Kalau yang mengerti enak di kitanya, tapi kan yang engga juga banyak. Sama kurikulum, harusnya kan kita pakai kurikulum yang terintegrasi. Yang anak berkebutuhan khusus berbeda tapi memang disesuaikan untuk di sekolah inklusif. Selama ini masih pakai kurikulum regular biasa.
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan Kota Serang kepada pihak sekolah atau siswa berkebutuhan khusus, atau pihak sekolah sendiri kepada Guru Pembimbing Khusus agar semakin berprestasi dan untuk memberikan stimulus agar pelaksanaan sekolah inklusif berjalan lebih baik?
Narasumber: gak ada, paling ada juga anak dapet bantuan dari Provinsi itu BOP tapi tahun 2015, sekarang gak tau belum ada kabar. Guru yang inklusif juga ada 5 orang dapat tunjangan dari Provinsi juga Dinas Pendidikan tahun 2016, sekarang juga gak tau ada atau engga.
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur organisasi sekolah inklusif dalam melaksanakan pendidikan inklusif tersebut?
Narasumber: ada yang berubah sedikit, jadi yang tadinya guru pengajar biasa sekarang ngejabat juga jadi guru inklusif. Itu kalau ada pelatihan apa-apa dari pusat atau provinsi itu mereka yang berangkat. Ada 5 orang, dari bagian kurikulum satu orang, guru pelajaran PKN, guru BK, guru pelajaran MTK dan guru pelajaran Agama Islam.
154
146
MEMBER CHECK
Nama : Nani Sumarni, S.Pd., M.Pd.
Jabatan : Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
Peneliti: Bagaimana kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
Narasumber: kondisi sekolah inklusif itu sendiri di Kota Serang khususnya SD, sudah ada sekolah negeri yang melayani inklusif. Kota Serang sendiri sudah punya empat sekolah dasar yang menjalankan inklusif, itu ada SDN Batok Bali Kota Serang, SDN 21 Kota Serang, SDN Karang Tumaritis Kota Serang dan satu lagi swasta itu SDS Peradaban Kota Serang. untuk kurikulumnya, itu disesuaikan dengan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK. Misalnya kita lihat dari kelemahan dia (ABK), misal dari cara bicara, belajar kurang konsen atau hyperaktif. Kurikulum akan menyesuaikan dengan hambatan ABK. Seperti akan disisipkan tambahan belajar di luar waktu belajar pada umumnya, atau mungkin juga disisipkan perhatian yang penuh.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: implementasi di lapangan inklusif tetap dipertahankan, hanya di masyarakat kita juga sudah memahami kalau anaknya berbeda seperti berkebutuhan khusus, orang tua juga menyekolahkan anaknya di sekolah inklusif, atau SLB/SKh di Kota Serang. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang juga sudah mengusulkan untuk mengadakan workshop atau pelatihan khusus untuk sekolah yang menyelenggarakan inklusif, tetapi karena terkendala anggaran jadi masih dipegang oleh Provinsi.
Peneliti: Sejauhmana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: untuk sekolah inklusif sendiri, kami dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang sudah menjalankan dan mengikuti prosedur dan memberikan jalan juga bagi sekolah yang memang mau menjalankan pendidikan inklusif. Jadi untuk pemahaman, kami bertindak sesuai prosedur karena ya tidak bisa asal juga, selain ada prosedur yang harus ditempuh.
Peneliti: Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota Serang?
Narasumber: seperti yang sudah disampaikan, bahwa kegiatan kita ini kan terbatas pada anggaran, jadi biasanya kita memfasilitasi dan menjadi jembatan antara provinsi dengan sekolah-sekolah di Kota Serang untuk memberikan workshop yang di dalamnya membahas tentang penerapan sekolah inklusif.
Peneliti: Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
147
Narasumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sendiri juga berupaya untuk lebih baik dalam melakukan pembinaan, tapi sebatas kemampuannya juga. Tapi kita sudah ada niatan untuk memberikan pembinaan melalui kegiatan workshop agar guru-guru juga bisa lebih paham dalam menjalankan pendidikan inklusif. Jadi selama ini sebatas provinsi saja yang menjalankan, kita hanya menjembatani.
Peneliti: Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
Narasumber: kami terus menjaga komunikasi dan menerima segala bentuk saran dan masukan, jadi biasanya sekolah-sekolah itu kan buat laporan bulanan, di dalam laporan tersebut biasanya pihak sekolah menyampaikan apa kekurangan yang dihadapi, nanti setelah tau kita akan bantu semampunya, itu ada laporan seperti itu setiap bulan ke UPT (unit pelayanan terpadu) masing-masing.
Peneliti: Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
Narasumber: penerapan sekolah inklusif itu kan bagaimana pihak sekolahnya, apakah merasa mampu untuk menerapkan? Kemudian dilihat juga dari siswanya, kalau ada siswa berkebutuhan khusus, pasti akan otomatis menjalankan sekolah dengan pendidikan inklusif. Jadi dijalankan atau tidaknya itu kondisional di lapangan bagaimana.
Peneliti: Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kalau untuk staf khusus tidak ada, biasanya dilihat dari seandainya ada dari kementerian atau provinsi untuk mengadakan workshop, staf sendiri hanya membuat surat tugas untuk kegiatan pelatihan. Tapi kalau untuk pendataan, mereka (pihak sekolah) membuat laporan data tiap bulan ke UPT (unit Pelayanan Terpadu) baru diberikan ke kita.
Peneliti: Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: karena kita memang belum ada tim atau bidang khusus yang menangani tentang sekolah inklusif, jadi staf/pegawai yang bertugas mengawasi tentang pelaksanaannya di lapangan itu dari staf/pegawai sesuai bidangnya masing-masing, seperti kurikulum, nanti staf/pegawai dari kurikulum yang memantau ke lapangan, tidak jarang juga menjelang Ujian Sekolah biasanya Kasi langsung yang memantau ke sekolah-sekolah. Tidak ada staf/pegawai khusus untuk mengawasi sekolah inklusif.
Peneliti: Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang?
148
Narasumber: dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sendiri sebenarnya belum ada bagian khusus yang melayani tentang sekolah inklusif, jadi mulai dari tata cara pelaksanannya masih diperlakukan sama seperti sekolah lain pada umumnya. Hanya pelaporan dari sekolah yang menjalankan pendidikan inklusif tersebut yang berbeda karena yang dijalaninya pun berbeda. Kalau sampai pelaksanannya itu sama saja. Belum ada pembeda antara sekolah inklusif dengan sekolah umumnya.
Peneliti: Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Narasumber: kami menjalankan tugas sesuai prosedur, sesuai dengan tupoksinya masing-masing, itu tadi, karena memang belum ada bagian khusus yang mengatur tentang sekolah inklusif, maka staf/pegawai di lapangan bekerja sesuai dengan tupoksi yang ada. Mereka bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing. Jadi ketika missal diminta membuat surat, mengedarkannya atau mengawasi pelaksanaan ujian itu semua sesuai prosedur.
Peneliti: Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: staf/pegawai semua bekerja sesuai dengan aturan, jadi ya sesuai perintah aja, ketika harus buat laporan, buat surat semua dikerjakan, kan sudah ada bagiannya masing-masing. Jadi, untuk pembagian tugas itu masing-masing sudah ada wilayahnya sendiri mengerjakan apa dan apa.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: fasilitas sementara ini sama seperti sekolah-sekolah lain, hanya yang berbeda dari pelayanan saja dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) gak ada, gak ada kebutuhan khusus untuk menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif, karena pelaksanaannya semua diserahkan ke sekolah masing-masing, maka Dinas Pendidikan hanya mengikuti prosedur yang sudah ada.
Peneliti: Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan bidang masing-masing sekolah sama.
Peneliti: Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: semua menjalankan tugasnya masing-masing, berjalan normal seperti biasa. Menyediakan surat-menyurat, melakukan pengawasan, menyiapkan ujian sekolah semua pelaksana bersikap sesuai dengan kebutuhan.
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
149
Narasumber: ya paling utama masalah anggaran, karena terbatas jadi kami belum bisa memberikan pelatihan kepada guru-guru di sekolah inklusif jadi sebatas memantau dan membina kalau ada kerjasama antara sekolah inklusif negeri dengan yang swasta jadi saling silang. Pelaksana sendiri semua bekerja sesuai prosedur, sesuai aturan semua.
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kepada staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Narasumber: tidak ada, tidak ada insentif tertentu untuk pegawai karena untuk menjalankan program saja anggarannya kan kurang, jadi buat pegawai juga pasti gak ada.
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan struktur organisasinya kepala dinas, sekretaris, kepala bidang, seksi-seksi. Karena memang kan belum ada bidang khusus yang mengatur tentang sekolah inklusif.
Peneliti: Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang tersebut?
Narasumber: kerjasama baik, hubungan antara atasan dan staf di bawahnya juga terjalin baik, tidak ada kekakuan, antar staf pun juga ya baik-baik saja.
Peneliti: Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada, belum ada, tapi ya kami juga berharap semoga bisa mempunyai tupoksi khusus agar pelaksanaannya bisa lebih baik lagi.
Peneliti: Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tanggungjawab semua ada bagiannya masing-masing, jadi ya sesuai tupoksi.
150
MEMBER CHECK
Nama : Diah Patriasih, S.Pd., MM.
Jabatan : Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
Peneliti: Bagaimana kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
Narasumber: keadaannya berjalan, seperti biasanya tapi ada inklusif yang dibawah Dinas Pendidikan kota, ada yang dibawah Dinas Pendidikan provinsi seperti SLB. Kota Serang ada SDN Batok Bali, berjalan inklusifnya.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kita melaksanakan tugas sesuai tupoksi yang ada, karena tidak ada aturan yang khusus mengatur tentang inklusif, jadi semua sama.
Peneliti: Sejauhmana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: iya, kami ngikuti arahan dan acuan, mereka diperlakukan sama dengan yang normal, tetapi dalam evaluasi baru nanti ada perbedaan. Penilaian berjalan normal, seperti biasanya. kita langsung yang memantau ke lapangan, kan biasanya ada edaran untuk itu, dalam ujian juga kan ada perbedaan.
Peneliti: Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota Serang?
Narasumber: kalau kita rapat, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan itu kan ada jenjang, ibu sebutkan itu kan ada kepala bidang, jenjang kedua ada kepala seksi masing-masing, biasanya kami informasikan ke UPT (unit pelayanan terpadu), jadi nanti dari UPT itu disebar lagi ke sekolah-sekolah inklusif. Tetapi kami juga memantau.
Peneliti: Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: ada seperti tahun 2015 itu terakhir kami memberikan pembinaan untuk UN, langsung ke sekolah inklusif. Karena kan untuk UN kan ada pembinaan khusus ke guru-gurunya untuk pelaksanaannya bagaimana.
Peneliti: Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
Narasumber: nah tadi yang kami melakukan pemantauan, disitu teknis pemantauannya kita mengawal, kita memberikan informasi yang sudah kita sampaikan ke UPT sebelumnya, biar lebih jelas. Kita sampaikan langsung biasanya ya dibarengi dengan pembinaan itu.
151
Peneliti: Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
Narasumber: ya itu tadi, kita melakukan pemantauan langsung ke sekolah-sekolah inklusif.
Peneliti: Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kita ada yang memantau karena kita kan ada pengawas teknis di lapangan, ini yang bertugas memantau bagaimana sistem penilaian untuk siswa-siswa biasanya setelah ujian karena memang yang menilai itu kan pihak sekolah, jadi kita yang mengawasinya.
Peneliti: Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: pengawas teknis iya dari dindik, kita tugaskan untuk membina guru di lapangan bagaimana menghadapi hal yang demikian, secara kualitas ya bisa mereka mengawasi, karena kalau tidak ada ilmunya tidak akan bisa menjadi pengawas.
Peneliti: Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang?
Narasumber: iya itu seperti tim pengawas kan memang ada ilmu baru kemudian bisa menjadi pengawas, jadi ya tidak ada pelatihan khusus, karena itu kan memang normatif, biasa. Hanya kita kan dengan adanya pergub tentang sekolah inklusif tidak ada perbedaan antara yang normal dengan yang berkebutuhan khusus. Kecuali memang yang luar biasa
Peneliti: Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Narasumber: pelaksana itu semua bekerja sesuai prosedur, jadi jelas semua sudah tau tugasnya masing-masing, itu sudah ada bagian-bagiannya.
Peneliti: Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: semua berjalan normal, ketika ada tugas harus buat apa misalnya, semua langsung kerja sesuai bagiannya.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: ketersediaan semua sama, sesuai aturan sama pada umumnya.
Peneliti: Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
152
Narasumber: ini kan karena tidak ada bagian khusus yang mengatur tentang inklusif, jadi kemampuannya semua ya sesuai dengan kebutuhan dari bidang masing-masing.
Peneliti: Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: sikapnya semua berjalan, bekerja semua baik melakasanakan tugasnya.
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada, karena sebelum itu kita sudah melaksanakan. Pergub kan hanya menegaskan saja kalau anak berkebutuhan khusus diterima di sekolah umum.
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kepada staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Narasumber: karena kan kebanyakan magang, tidak ada. Karena itu mah sudah include dalam tugas dinas. Pokoknya dalam jam kerja memakai baju dinas dari pagi sampai jam tugas mereka itu kan memang tugas dinas.
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: engga, dari pantauan ibu sudah pas lah, mereka sudah paham tugasnya apa, garapannya apa, sudah masing-masing mereka paham
Peneliti: Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang tersebut?
Narasumber: komunikatif
Peneliti: Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: jelas, prosedur jelas. Tapi tidak ada yang khusus sekolah inklusif. Semua disamakan.
Peneliti: Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: semua sesuai prosedur, tidak ada yang khusus semua aturan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan umum saja.
153
MEMBER CHECK
Nama : Dedi Supriadi, S.Pd., M.Si.
Jabatan : Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
Peneliti: Bagaimana kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
Narasumber: saya kurang tau kalau masalah inklusifnya ya, inklusif yang saya tau itu dulu SDN 3, tidak tau kalau sekarang karena saya bukan bagian itu.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: arahan itu mungkin ada ya, karena kita kembali ke tupoksi, kalau saya lebih cenderung ke model akreditasi sekolah, sarana prasarana, saya tau tapi tidak mendalam.
Peneliti: Sejauhmana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: saya kurang tau karena biasa mengurusi tentang sarana prasarananya saja
Peneliti: Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota Serang?
Narasumber: saya sebenernya hanya mengurusi kelembagaan aja, sarana dan prasarana aja, kalau verifikasi sekolah itu baru ke saya. Inklusif sendiri saya gak tau menau bagaimana pelaksanaannya. Mungkin ada di seksi kurikulum yang tau jawabannya. Saya sebatas sarana prasarana aja.
Peneliti: Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
154
Peneliti: Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Narasumber: informasi jelas, kita kan sesuai tupoksi aja berjalannya.
Peneliti: Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: paling kalau bantuan ke sekolahnya sendiri seperti di SDN Batok Bali Kota Serang kemarin itu dari segi keamanan, pintu pagar itu kita perbaiki, ruang baca juga sudah diperbaiki.
Peneliti: Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kepada staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
155
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang tersebut?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
Peneliti: Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: -tidak ada jawaban-
156
MEMBER CHECK
Nama : Sartinah, S.Pd.
Jabatan : Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
Peneliti: Bagaimana kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
Narasumber: kalau di SMP Kota Serang sudah ada 3 sekolah yang melaksanakan sekolah inklusif, 2 negeri SMPN 12 dan SMPN 19, dan 1 swasta di SMP Peradaban. Beberapa bulan lalu kita juga ada MoU dengan Provinsi tentang penerapan sekolah inklusif. Kalau di Kota Serang inklusif nya lebih kepada keterlambatan belajar.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kita tidak menginklusifkan, kalau silabus kurikulum juga sekolah yang buat, jadi sekolah akan menyesuaikan dengan siswa yang inklusif tersebut. Kita lebih kepada metode pembelajaran jadi bagaimana guru mengakomodir siswa yang inklusif dengan yang umum karena kelas kan akan dicampur ya.
Peneliti: Sejauhmana Dinas Pendidikan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kita sebatas membantu sekolah untuk bisa menerapkan sekolah inklusif.
Peneliti: Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota Serang?
Narasumber: jadi biasa sekolah yang mengajukan untuk menyelenggarakan inklusif, kita meng-SK-kannya saja, jadi kesanggupan sesuai sekolah masing-masing.
Peneliti: Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: belum ada yang sampai seperti itu, kita juga memang mungkin itu jadi diingatkan ya, memang harusnya ada seperti itu gitu untuk yang inklusif. Tapi mungkin karena sedikitnya peserta juga jadi tidak terlalu diinikan.
Peneliti: Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
Narasumber: kalau kita dari Dinas Pendidikan sudah ada meng-SK-kan sekolah penyelenggara inklusif itu, jadi sekolah mengusulkan sambal kita kroscek juga.
Peneliti: Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
Narasumber: paling krosceknya dari ujian nasional, inklusif nya seperti apa, misal ada yang cacat fisik nanti kita ajukan ke Provinsi untuk menyiapkan soal khusus dan sebagainya.
157
Peneliti: Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: belum ada tim khusus
Peneliti: Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: karena umum ya, paling sesuai seksi masing-masing ya memantau langsung ke sekolah inklusif, tapi mungkin harusnya juga ada pengawas atau tim khusus.
Peneliti: Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan Kota Serang?
Narasumber: sesuai prosedur aja jadi belum ada yang khusus.
Peneliti: Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Narasumber: jelas, semua mengikuti aturan umum yang ada.
Peneliti: Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: sama saja, mengikut pada aturan semua.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: belum ada si sampai butuh keperluan tertentu, belum ada.
Peneliti: Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kemampuannya sudah sesuai, mengikuti tupoksinya saja.
Peneliti: Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: pelaksana juga baik, sesuai protokol.
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan kepada staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Narasumber: tidak ada
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
158
Narasumber: strukturnya sama saja, tidak ada yang berbeda
Peneliti: Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang tersebut?
Narasumber: kerjasama baik, bekerja semua sesuai tugas.
Peneliti: Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari Dinas Pendidikan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak, belum ada prosedur khusus.
Peneliti: Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: ya itu sesuai tugasnya masing-masing saja, ada tugas ya itu tanggungjawab masing-masing pegawai.
159
MEMBER CHECK
Nama : Herlina, SE., M.Si
Jabatan : Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SMP Dinas Pendidikan dan Pendidikan Kota Serang
Peneliti: Bagaimana kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
Narasumber: sementara ini sudah ada 3 sekolah inklusif, SMPN 12, SMPN 19 satu lagi SMPS Peradaban.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kita juga awalnya belum tau, setelah ada laporan sekolah kalau ada anak inklusif, baru kita tau.
Peneliti: Sejauhmana Dinas Pendidikan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: nah kasus anak-anak ini kan beda-beda, ada yang akademiknya kurang sekali tapi ternyata berprestasi di olahraga, nah itu masih kita pertimbangkan untuk ujian dan sebagainya, jadi tidak dikeluarkan tapi tetap dibina.
Peneliti: Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota Serang?
Narasumber: karena kita juga tau dari sekolah, ya mengikuti saja kalau ada laporan.
Peneliti: Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: engga, belum ada karena sekolahnya kan juga baru tiga. Jadi engga ada.
Peneliti: Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
Narasumber: kalau upaya dari Dinas Pendidikan silakan dilanjutkan inklusif ya, karena kita kan tidak tau ya. Kemarin juga ada SK nya baru turun dari Pak Walikota. Mungkin juga ada dari Dinas, kan saya baru ya. Dari Dinas diajukan ke Pemkot SK nya baru jadi inklusif.
Peneliti: Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
Narasumber: itu kan bagaimana sekolahnya saja, kalau ada siswa berkebutuhan khusus ya dijalankan pendidikan inklusif.
Peneliti: Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: umum aja
160
Peneliti: Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: ya cukup, biasa saja bekerja sesuai tugas.
Peneliti: Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan Kota Serang?
Narasumber: paham semua, masih sama pelaksanaannya dengan umum.
Peneliti: Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Narasumber: mengikut prosedur umum biasanya.
Peneliti: Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kewenangan sesuai dengan tugas masing-masing.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada kebutuhan fisik tertentu.
Peneliti: Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kemampuan bagaimana bidangnya masing-masing.
Peneliti: Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: semua bekerja sesuai prosedur.
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada.
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan kepada staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Narasumber: tidak ada.
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: struktur birokrasi umum saja, bagaimana Dinas Pendidikan.
Peneliti: Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang tersebut?
161
Narasumber: kerjasama baik.
Peneliti: Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari Dinas Pendidikan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada SOP khusus untuk inklusif.
Peneliti: Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tanggungjawabnya semua pegawai kami bekerja bagaimana protokol saja. Ada perintah untuk memantau ke sekolah atau buat surat dan sebagainya pasti semua langsung dikerjakan karena memang sudah ada bagiannya masing-masing. Tapi kalau khusus mengurusi inklusif aja, itu belum ada bagian khususnya.
162
MEMBER CHECK
Nama : Raden Rahmat Saleh, S.Pd.
Jabatan : Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang
Peneliti: Bagaimana kondisi sekolah inklusif di Kota Serang saat ini?
Narasumber: yang saya tau pada saya waktu kurikulum, di Kota Serang itu ada 3, SMPN 19, SMPN 6 dan SMPN 12.
Peneliti: Bagaimana Dinas Pendidikan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kegiatan inklusif itu setau saya mereka mendapat bantuan nasional, bimtek inklusif, alat tapi saya tidak tau persis. Kenapa tidak tau, ini juga sebagai catatan kalau ada bantuan, termasuk pusat pun tidak tau. Tau-tau nya mau ada monitoring, monitoring apa? Ternyata inklusif ada bantuan. Itu.
Peneliti: Sejauhmana Dinas Pendidikan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Serang?
Narasumber: inklusif itu sampai detik ini, itu kan masih kewenangannya Provinsi termasuk SLB, jadi kalau 3 SMP itu hanya diberikan tugas, begini, artinya 3 sekolah ini menyediakan kelas inklusif jadi anak berkebutuhan khusus diterima di sekolah umum ini.
Peneliti: Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif kepada pihak sekolah di Kota Serang?
Narasumber: sebenarnya itu kita juga bingung ya, kadang Provinsi bertindak tanpa memberitau kita di Kota.
Peneliti: Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: ini dilema juga, kadang para orang tua juga gak terima anaknya dibilang anak inklusif. Jadi orang tua sendiri gak paham, dianggapnya inklusif anak yang cacat saja, padahal hyperaktif juga termasuk inklusif.
Peneliti: Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
Narasumber: nah timbul pertanyaan, namanya kewenangan, pertanyaan misal ada sekolah dengan anak berkebutuhan khusus 5, ada tidak guru yang diangkat khusus untuk inklusif? Kan tidak ada. Ini kan kewenangan punya provinsi, andailah kewenangan diserahkan ke Kabupaten/Kota, baru kita usahakan memberikan guru khusus.
Peneliti: Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
163
Narasumber: kita tetap menjalankan inklusif, karena di undang-undang pendidikan nasional disebutkan tidak ada perbedaan, Cuma kata saya juga banci, kebiasaan bikin regulasi tapi dibawahnya belum dikondisikan. Regulasi ada, yang dibawahnya belum dikondisikan, jadi geger. Berjalannya belum tepat, nanti evaluasi lagi.
Peneliti: Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: belum ada staf/pegawai khusus
Peneliti: Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: ada pegawai ada, tapi tidak khusus. Umum adanya.
Peneliti: Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan Kota Serang?
Narasumber: sudah ada, inklusif sudah harus dijalankan sudah lama. Kita juga pernah ada kecolongan, datang tiba-tiba minta temani verifikasi bantuan untuk sekolah inklusif, pas kasih bantuan kita gak tau, ada apa-apa yang kena kita Kabupaten/Kota.
Peneliti: Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Narasumber: pelaksana kan mengikut aturan yang sudah ada.
Peneliti: Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kita pelaksana kerja asal kerja saja ikuti aturan tugas yang ada.
Peneliti: Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tidak ada yang khusus inklusif
Peneliti: Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: kemampuan ada, yang diperlukan sesuai kerjaan
Peneliti: Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Narasumber: sikap pelaksana ya namanya dapat perintah, tugas ya dijalankan. Kalau khusus belum ada.
Peneliti: Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
164
Narasumber: tidak ada. Hanya ya itu tadi, terkadang pihak sekolah juga gak ada terbuka kalau ada bantuan apa-apa dari Provinsi atau Pusat.
Peneliti: Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan kepada staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Narasumber: tidak ada.
Peneliti: Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: struktur birokrasi sewajarnya instansi saja, belum ada yang bidang khusus inklusif belum ada.
Peneliti: Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang tersebut?
Narasumber: kerjasama baik, semua baik berjalan.
Peneliti: Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari Dinas Pendidikan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: SOP khusus tidak ada.
Peneliti: Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Narasumber: tanggungjawab sesuai tugas masing-masing kan sudah ada bagiannya.
165
MEMBER CHECK
Nama : Rudi Prihadi, S.Pd., M.Si.
Jabatan : Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikandan Kebudayaan Provinsi Banten
Peneliti: Bagaimana sebenarnya pembagian tugas dalam pelaksanaan Pergub tentang Pendidikan Inklusif di Daerah Kabupaten/Kota?
Narasumber: kewenangan di kita, menengah, yang disebut pendidikan khusus di kita itu pendidikan yang diselenggarakannya satu atap. Ketika kewenangan itu dibagi, padahal ada sekolah atau yayasan yang mencakup semua jenjang seperti TK, SD, SMP, SMA padahal kan hanya SMA yang sesuai UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang kewenangannya berada di Provinsi. Nah inklusif itu sebenarnya program. Program yang kewenangannya diatur oleh Provinsi tetapi untuk sekolahnya bagaimana-bagaimana itu diatur daerahnya masing-masing. Jadi hanya program saja. Jadi ketika kewenangan SMA/SMK ke Provinsi, SK Kepala Sekolah diberikan oleh Provinsi. Nah SK ini kan perlu diperbarui, otomatis akan dikukuhkan sekarang oleh Gubernur. Karena kalau tidak dikukuhkan, Kepala Sekolah dipastikan tidak bisa menandatangani ijazah siswa sekolah tersebut. jadi programnya kewenangan kita, sekolahnya kewenangan Kabupaten/Kota. Proses pendidikannya punya Kabupaten/Kota, tapi ketika sekolah menerima siswa abk nah itu mengikut program kita. Untuk anggaran itu kewenangan Kabupaten/Kota, tetapi karena di sekolah itu menerima abk, program itu intervensi kita. Guru di sekolah itu kan umumnya guru dari sekolah umum, sekolah itu nanti kita intervensi bahwa sekolah tersebut harus menyediakan GPK. Kita juga mengintervensi agar sarana dan prasaran disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan tersebut. artinya kita juga mengedukasi sekolah untuk tau kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Ada lagi intervensi bantuan operasional, besarannya untuk guru Rp. 500.000/bulan dan operasional sekolah biasanya dilihat dari jumlah siswa pertahunnya.
Peneliti: Bagaimana teknis pelaksanaan program inklusif sebenarnya menurut amanat Pergub Banten Nomor 74 Tahun 2014?
Narasumber: inklusif di kita tidak hanya melayani yang berkebutuhan khusus fisik, tetapi juga kecerdasan istimewa dan bakat istimewa atau CIBI. Ada program dari CI itu percepatan atau akselerasi, ada juga pengayaan itu seperti anak CI dalam mengikuti satu pelajaran porsinya lebih besar dari anak lain. BI, ada program yang dipertimbangkan sesuai bakat kesenian dan olahraga, misal ada anak yang juara dalam olahraga karate, nah tapi sekolahnya bagaimana tetap tidak terganggu ada nanti homeschooling. program inklusif itu sebenarnya program yang paling bagus, coba kalau di SLB kita masuk kesana keadaannya miris ya. Kenapa inklusif baik, karena sampai saat ini kita dalam hal ini yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus sampai saat ini belum memiliki data real berapa sesungguhnya jumlah anak berkebutuhan khusus di Provinsi Banten. semuanya masih asumsi mengikut pada teori. Teorinya 10% anak berkebutuhan khusus diperoleh dari jumlah keseluruhan anak usia sekolah di Provinsi Banten.
166
kalau dari teori ada 3000 abk di provinsi Banten, yang terlayani baru belum sampai 24% nya. Jadi kalau ada sekolah regular yang mau melayani abk itu akan kita dukung.
Peneliti: Bagaimana pembinaan untuk penerapan sekolah inklusif oleh Dinas Pendidikan Provinsi ke daerah?
Narasumber: sosialisasi pembinaan dari Provinsi tentang program CIBI ke sekolah langsung yang ada di Kabupaten/Kota, jadi mengundang perwakilan sekolah untuk datang ke Provinsi dan diberikan binaan. Karena kita Provinsi Banten itu sebenarnya sudah mencanangkan sebagai Provinsi Inklusif. Yaitu Provinsi yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus dan yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa. Tetapi tidak jarang juga ada inisiatif sendiri dari sekolahnya, seperti di Lebak, secara geografis itu kan jauh. Nah kalau di Lebak mereka ketika menerima siswa baru, satu sekolah itu mereka mencakup 3 kecamatan, mereka tidak seperti sekolah umumnya, tapi disamperin satu-satu ke rumah dicari ada abk atau tidak di 3 kecamatan dekat sekolah inklusif tersebut.
Peneliti: Bagaimana keadaan sarana dan prasarana sekolah inklusif yang telah berjalan di Provinsi Banten?
Narasumber: jangankan inklusif, sekolah khusus dan SLB sekarang juga masih ada gedung yang menumpang, bahkan mereka pun padahal juga perlu toilet yang khusus berbeda, tempat duduk, ruang kelas yang berbeda. Ini masih ada keadaan SKh yang seperti ini.
Peneliti: Bagaimana hubungan/keterkaitan dalam melaksanakan Pergub Nomor 74 Tahun 2014 antara Provinsi dengan Daerah di Kabupaten/Kota?
Narasumber: ada laporan bulanan untuk SD/SMP itu kan diberikan ke Kabupaten/Kota, nah dari laporan tersebut biasanya juga dibuat tembusan ke kita. Dari sini kita bisa tau ada berapa jumlah abk di sekolah inklusif di Kabupaten/Kota tertentu, sedang ada hambatan/masalah apa kita bisa tau dari tembusan laporan bulanan itu langsung ke kita. Seperti ada juga pengesahan sekolah untuk melaksanakan pendidikan inklusif, itu dari Provinsi karena kewenangannya juga di Provinsi. Sekolah inklusif itu juga bisa disebut sekolah jadi-jadian, kadang inklusif kadang tidak, kan sesuai apa ada anak inklusif di sekolah tersebut atau tidak. Terlepas dari segala bantuan yang sudah diberikan itu tetap utuh, tidak mungkin dicabut lagi karena juga kan sekolah tersebut sudah mendapat label sebagai sekolah inklusif.
167
KATEGORISASI DATA
Q1 Bagaimanakah kondisi sekolah inklusif di Kota
Serang saat ini? Kesimpulan
I1-1 kondisi sekolah inklusif itu sendiri di Kota Serang
khususnya SD, sudah ada sekolah negeri yang melayani inklusif. Kota Serang sendiri sudah punya empat sekolah dasar yang menjalankan inklusif, itu ada SDN Batok Bali, SDN 21 Kota Serang, SDN Karang Tumaritis dan satu lagi swasta itu SDS Peradaban Serang. untuk kurikulumnya, itu disesuaikan dengan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK. Misalnya kita lihat dari kelemahan dia (ABK), misal dari cara bicara, belajar kurang konsen atau hyperaktif. Kurikulum akan menyesuaikan dengan hambatan ABK. Seperti akan disisipkan tambahan belajar diluar waktu belajar pada umumnya, atau mungkin juga disisipkan perhatian yang berlebihan.
Sekolah inklusif sudah berjalan di Kota Serang, sudah ada 4 sekolah inklusif untuk
tingkat SD yaitu di SDN Batok Bali, SDN 21 Kota Serang, SDN Karang Tumaritis dan 1
SD Swasta dari SDS Peradaban Serang. Untuk tingkat SMP sudah ada 3 SMP yaitu
SMPN 12 Kota Serang, SMPN 19 Kota Serang dan SMP Peradaban Serang. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Serang melakukan assessment terkait
jenis disabilitas yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus dengan menjalin kerjasama berupa MoU dengan sekolah
swasta penyelenggara pendidikan inklusif yang memiliki keahlian dalam bidang
assessment tersebut meski belum semua sekolah negeri melakukan hal demikian.
I1-2
keadaannya berjalan, seperti biasanya tapi ada inklusif yang di bawah Dinas Pendidikan Kota, ada yang dibawah Dinas Pendidikan Provinsi seperti SLB. Kota Serang ada SDN Batok Bali, berjalan inklusifnya.
I1-3
saya kurang tau kalau masalah inklusifnya ya, inklusif yang saya tau itu dulu SDN 3, tidak tau kalau sekarang karena saya bukan bagian itu.
I1-4
kalau di SMP Kota Serang sudah ada 3 sekolah yang melaksanakan sekolah inklusif, 2 negeri SMPN 12 dan SMPN 19, dan 1 swasta di SMP Peradaban. Beberapa bulan lalu kita juga ada MoU dengan Provinsi tentang penerapan sekolah inklusif. Kalau di Kota Serang inklusif nya lebih kepada keterlambatan belajar.
I1-5
sementara ini sudah ada 3 sekolah inklusif, SMPN 12, SMPN 19 satu lagi SMPS Peradaban.
I1-6 yang saya tau pada saya waktu kurikulum, di Kota Serang itu ada 3, SMPN 19, SMPN 6 dan SMPN 12.
Q2
Bagaimana Dinas Pendidikan yang merupakan implementor kebijakan menerima dan menyerap
kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota Kesimpulan
168
Serang? I1-1 implementasi di lapangan inklusif tetap
dipertahankan, hanya di masyarakat kita juga sudah memahami kalau anaknya berbeda seperti berkebutuhan khusus, orang tua juga menyekolahkan anaknya di sekolah inklusif, atau SLB/SKh di Kota Serang. Dinas Pendidikan Kota Serang juga sudah mengusulkan untuk mengadakan workshop atau pelatihan khusus untuk sekolah yang menyelenggarakan inklusif, tetapi karena terkendala anggaran jadi masih dipegang oleh Provinsi.
Dinas Pendidikan Kota Serang tetap berupaya untuk mempertahankan keberadaan Sekolah Inklusif. Namun dalam memberikan
pengarahan lebih lanjut terkait bagaimana teknis pelaksanaan sekolah inklusif
seharusnya dilakukan oleh pihak sekolah penyelenggara, Dinas Pendidikan belum melakukannya karena selain dari tidak
adanya aturan terkait hal tersebut juga karena anggaran yang tidak memungkinkan. Dinas
Pendidikan Kota Serang juga mengaku kurang begitu memahami mengenai
keberadaan sekolah inklusif karena awal mula penyelenggaraannya itu bergantung
pada pihak sekolah yang menjalankan pendidikan inklusif dan baru kemudian menginformasikan hal tersebut ke Dinas
Pendidikan Kota Serang.
I1-2 kita melaksanakan tugas sesuai tupoksi yang ada, karena tidak ada aturan yang khusus mengatur tentang inklusif, jadi semua sama.
I1-3 arahan itu mungkin ada ya, karena kita kembali ke tupoksi, kalau saya lebih cenderung ke model akreditasi sekolah, sarana prasarana, saya tau tapi tidak mendalam.
I1-4 kita tidak menginklusifkan, kalau silabus kurikulum juga sekolah yang buat, jadi sekolah akan menyesuaikan dengan siswa yang inklusif tersebut. Kita lebih kepada metode pembelajaran jadi bagaimana guru mengakomodir siswa yang inklusif dengan yang umum karena kelas kan akan dicampur ya.
I1-5 kita juga awalnya belum tau, setelah ada laporan sekolah kalau ada anak inklusif, baru kita tau.
I1-6 kegiatan inklusif itu setau saya mereka mendapat bantuan nasional, bimtek inklusif, alat tapi saya tidak tau persis. Kenapa tidak tau, ini juga sebagai catatan kalau ada bantuan, termasuk pusat pun tidak tau. Tau-tau nya mau ada monitoring, monitoring apa? Ternyata inklusif ada bantuan. Itu.
Q3
Sejauhmana Dinas Pendidikan memahami maksud dari kebijakan tentang pendidikan inklusif di Kota
Serang? Kesimpulan
I1-1 untuk sekolah inklusif sendiri, kami dari Dinas Pendidikan Kota Serang sudah menjalankan dan mengikuti prosedur dan memberikan jalan juga bagi sekolah yang memang mau menjalankan pendidikan inklusif. Jadi untuk pemahaman, kami bertindak sesuai prosedur karena ya tidak bisa asal
169
juga, selain ada protokol yang harus dijalankan dan memang tugasnya, anggaran juga mengikuti jadi disesuaikan.
Dinas Pendidikan Kota Serang membuktikan pemahamannya terkait kebijakan pendidikan
inklusif dengan memberikan arahan bagi sekolah yang ingin menjalankan pendidikan inklusif. Selain itu, Dinas Pendidikan juga
melakukan pemantauan langsung ke sekolah inklusif dan memberikan perlakuan yang
sama dengan siswa yang normal kemudian akan dilakukan evaluasi dalam
penyelenggaraannya di sekolah. Evaluasi juga biasanya menghasilkan pertimbangan-
pertimbangan bagi siswa berkebutuhan khusus yang memiliki prestasi di luar
akademik.
I1-2 iya, kami ngikuti arahan dan acuan, mereka diperlakukan sama dengan yang normal, tetapi dalam evaluasi baru nanti ada perbedaan. Penilaian berjalan normal, seperti biasanya. kita langsung yang memantau ke lapangan, kan biasanya ada edaran untuk itu, dalam ujian juga kan ada perbedaan.
I1-3 saya kurang tau karena biasa mengurusi tentang sarana prasarananya saja
I1-4 kita sebatas membantu sekolah untuk bisa menerapkan sekolah inklusif.
I1-5 nah kasus anak-anak ini kan beda-beda, ada yang akademiknya kurang sekali tapi ternyata berprestasi di olahraga, nah itu masih kita pertimbangkan untuk ujian dan sebagainya, jadi tidak dikeluarkan tapi tetap dibina.
I1-6 inklusif itu sampai detik ini, itu kan masih kewenangannya Provinsi termasuk SLB, jadi kalau 3 SMP itu hanya diberikan tugas, begini, artinya 3 sekolah ini menyediakan kelas inklusif jadi anak berkebutuhan khusus diterima di sekolah umum ini.
Q4
Bagaimana kemudian Dinas Pendidikan menyalurkan informasi tentang pendidikan inklusif
kepada pihak sekolah di Kota Serang? Kesimpulan
I1-1 seperti yang sudah disampaikan, bahwa kegiatan kita ini kan terbatas pada anggaran, jadi biasanya kita memfasilitasi dan menjadi jembatan antara provinsi dengan sekolah-sekolah di Kota Serang untuk memberikan workshop yang didalamnya membahas tentang penerapan sekolah inklusif.
Terbatasnya anggaran mempengaruhi pelaksanaan kebijakan inklusif di lapangan
yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Serang. Pemberian
informasi dilakukan melalui perantara UPT (Unit Pelayanan Terpadu) kemudian
disampaikan ke sekolah-sekolah inklusif di Kota Serang. Untuk menyelenggarakan
pendidikan inklusif pun diserahkan kepada sekolah sesuai dengan kesanggupannya
I1-2 kalau kita rapat, Dinas Pendidikan itu kan ada jenjang, ibu sebutkan itu kan ada kepala bidang, jenjang kedua ada kepala seksi masing-masing, biasanya kami informasikan ke UPT (unit pelayanan terpadu), jadi nanti dari UPT itu disebar lagi ke sekolah-sekolah inklusif. Tetapi kami juga memantau.
I1-3 saya sebenernya hanya mengurusi kelembagaan aja, sarana dan prasarana aja, kalau verifikasi sekolah itu baru ke saya. Inklusif sendiri saya gak
170
tau menau bagaimana pelaksanaannya. Mungkin ada di seksi kurikulum yang tau jawabannya. Saya sebatas sarana prasarana aja.
masing-masing dan Dinas Pendidikan bertindak sebagai perantara untuk kemudian memberikan SK sekolah inklusif yang akan disahkan oleh Pemerintah Kota Serang yaitu
Walikota. I1-4 jadi biasa sekolah yang mengajukan untuk
menyelenggarakan inklusif, kita meng-SK-kannya saja, jadi kesanggupan sesuai sekolah masing-masing.
I1-5 karena kita juga tau dari sekolah, ya mengikuti saja kalau ada laporan.
I1-6 sebenarnya itu kita juga bingung ya, kadang Provinsi bertindak tanpa memberitau kita di Kota.
Q5
Bagaimana langkah Dinas Pendidikan dalam melakukan pembinaan tentang sekolah inklusif di
Kota Serang? Kesimpulan
I1-1 Dinas Pendidikan sendiri juga berupaya untuk lebih baik dalam melakukan pembinaan, tapi sebatas kemampuannya juga. Anggaran yang terbatas itu menjadi faktor utama kita kesulitan memberikan binaan kepada tenaga pendidik di sekolah inklusif. Tapi kita sudah ada niatan untuk memberikan pembinaan agar guru-guru juga bisa lebih paham dalam menjalankan pendidikan inklusif. Jadi selama ini sebatas provinsi saja yang menjalankan, kita hanya menjembatani.
Karena terbatas pada anggaran, Dinas Pendidikan kemudian hanya menjadi
jembatan antara Dinas Pendidikan Provinsi dengan sekolah inklusif di Kota Serang
apabila akan diadakan pembinaan terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Namun, Dinas Pendidikan Kota Serang juga pernah melakukan pembinaan langsung ke sekolah inklusif tentang teknis pelaksanaan UN (Ujian Nasional) pada tahun 2015 lalu. Kendala lain untuk memberikan pembinaan yaitu para orang tua/ wali murid yang tidak
terima apabila anaknya dikategorikan sebagai anak inklusif. Dinas Pendidikan pun
dengan adanya penelitian ini merasa diingatkan kembali perlunya mengadakan
pembinaan terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah di
Kota Serang
I1-2 ada seperti tahun 2015 itu terakhir kami memberikan pembinaan untuk UN, langsung ke sekolah inklusif. Karena kan untuk UN kan ada pembinaan khusus ke guru-gurunya untuk pelaksanaannya bagaimana.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 belum ada yang sampai seperti itu, kita juga
memang mungkin itu jadi diingatkan ya, memang harusnya ada seperti itu gitu untuk yang inklusif. Tapi mungkin karena sedikitnya peserta juga jadi tidak terlalu diinikan.
I1-5 engga, belum ada karena sekolahnya kan juga baru tiga. Jadi engga ada.
I1-6 ini dilema juga, kadang para orang tua juga gak terima anaknya dibilang anak inklusif. Jadi orang tua sendiri gak paham, dianggapnya inklusif anak yang cacat saja, padahal hyperaktif juga termasuk inklusif.
Q6 Bagaimana konsistensi antara Dinas Pendidikan Kesimpulan
171
dengan pihak sekolah di Kota Serang dalam memberikan informasi tentang sekolah inklusif?
I1-1 kami terus menjaga komunikasi dan menerima segala bentuk saran dan masukan, jadi biasanya sekolah-sekolah itu kan buat laporan bulanan, di dalam laporan tersebut biasanya pihak sekolah menyampaikan apa kekurangan yang dihadapi, nanti setelah tau kita akan bantu semampunya, itu ada laporan seperti itu setiap bulan ke UPT (unit pelayanan terpadu) masing-masing.
Dinas Pendidikan terus menjaga komunikasi dan menerima segala bentuk saran dan
masukan. Kekurangan dan keluhan yang terjadi di sekolah akan dilaporkan pada
laporan rutin bulanan yang disetorkan ke UPT (Unit Pelayanan Terpadu) baru
kemudian disampaikan ke Dinas Pendidikan. Tidak jarang juga Dinas Pendidikan Kota
Serang memberikan informasi dan arahan ke UPT dan kemudian didistribusikan ke
sekolah-sekolah. Dinas Pendidikan Kota Serang juga menjadi jembatan antara sekolah yang ingin menerapkan pendidikan inklusif
kepada Pemerintah Kota Serang untuk kemudian di SK-kan
I1-2 nah tadi yang kami melakukan pemantauan, disitu teknis pemantauannya kita mengawal, kita memberikan informasi yang sudah kita sampaikan ke UPT sebelumnya, biar lebih jelas. Kita sampaikan langsung biasanya ya dibarengi dengan pembinaan itu.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 kalau kita dari Dinas Pendidikan sudah ada meng-
SK-kan sekolah penyelenggara inklusif itu, jadi sekolah mengusulkan sambil kita kroscek juga.
I1-5 kalau upaya dari Dinas Pendidikan silakan dilanjutkan inklusif ya, karena kita kan tidak tau ya. Kemarin juga ada SK nya baru turun dari Pak Walikota. Mungkin juga ada dari Dinas, kan saya baru ya. Dari Dinas diajukan ke Pemkot SK nya baru jadi inklusif.
I1-6 nah timbul pertanyaan, namanya kewenangan, pertanyaan misal ada sekolah dengan anak berkebutuhan khusus 5, ada tidak guru yang diangkat khusus untuk inklusif? Kan tidak ada. Ini kan kewenangan punya provinsi, andailah kewenangan diserahkan ke Kabupaten/Kota, baru kita usahakan memberikan guru khusus.
Q7
Bagaimana kemudian pihak instansi tetap menjaga informasi yang telah diberikan kepada pihak sekolah agar terus dijalankan?
Kesimpulan
I1-1 penerapan sekolah inklusif itu kan bagaimana pihak sekolahnya, apakah merasa mampu untuk menerapkan? Kemudian dilihat juga dari siswanya, kalau ada siswa berkebutuhan khusus, pasti akan otomatis menjalankan sekolah dengan pendidikan inklusif. Jadi dijalankan atau tidaknya itu kondisional di lapangan bagaimana.
Untuk penerapan sekolah inklusif itu diserahkan kepada pihak sekolah sebagai
yang menjalankan pendidikan inklusif tersebut, kesanggupan itu juga tergantung dari sekolah itu sendiri. Dinas Pendidikan
172
I1-2 ya itu tadi, kita melakukan pemantauan langsung ke sekolah-sekolah inklusif.
juga melakukan pemantauan langsung ke sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif. Dinas Pendidikan Kota Serang melakukan kroscek ketika masuk masa Ujian
Nasional (UN), untuk mengetahui apa saja yang dibutuhkan untuk teknis pelaksanaan
Ujian Nasional tersebut. Namun, masih disayangkan tentang pengkondisian
pelaksana kebijakan pendidikan inklusif di tingkat Kota yang belum maksimal oleh
Dinas Pendidikan atau Pemerintah Provinsi Banten.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 paling krosceknya dari ujian nasional, inklusif nya
seperti apa, misal ada yang cacat fisik nanti kita ajukan ke Provinsi untuk menyiapkan soal khusus dan sebagainya.
I1-5 itu kan bagaimana sekolahnya saja, kalau ada siswa berkebutuhan khusus ya dijalankan pendidikan inklusif.
I1-6 kita tetap menjalankan inklusif, karena di undang-undang pendidikan nasional disebutkan tidak ada perbedaan, Cuma kata saya juga banci, kebiasaan bikin regulasi tapi dibawahnya belum dikondisikan. Regulasi ada, yang dibawahnya belum dikondisikan, jadi geger. Berjalannya belum tepat, nanti evaluasi lagi.
Q8 Bagaimana dengan sumber daya manusia atau staf/pegawai Dinas Pendidikan yang menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 kalau untuk staf khusus tidak ada, biasanya dilihat dari seandainya ada dari kementerian atau provinsi untuk mengadakan workshop, staf sendiri hanya membuat surat tugas untuk kegiatan pelatihan. Tapi kalau untuk pendataan, mereka (pihak sekolah) membuat laporan data tiap bulan ke UPT (unit Pelayanan Terpadu) baru diberikan ke kita.
Tidak ada staf atau pegawai khusus yang bertugas menjalankan kebijakan pergub
Banten tentang Pendidikan Inklusif di Dinas Pendidikan Kota Serang. Adapun pihak yang memantau yaitu pengawas teknis di lapangan
untuk melihat bagaimana sistem penilaian siswa setelah ujian karena memang
penilaiannya itu kewenangan pihak sekolah.
I1-2 kita ada yang memantau karena kita kan ada pengawas teknis di lapangan, ini yang bertugas memantau bagaimana sistem penilaian untuk siswa-siswa biasanya setelah ujian karena memang yang menilai itu kan pihak sekolah, jadi kita yang mengawasinya.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 belum ada tim khusus I1-5 umum aja I1-6 belum ada staf/pegawai khusus
Q9
Apakah staf/pegawai Dinas Pendidikan cukup dalam kuantitas dan kualitas untuk mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 karena kita memang belum ada tim atau bidang khusus yang menangani tentang sekolah inklusif, jadi staf/pegawai yang bertugas mengawasi tentang
Dinas Pendidikan belum memiliki Staf/Pegawai khusus yang bertugas secara khusus menangani pendidikan inklusif di
173
pelaksanaannya di lapangan itu dari staf/pegawai sesuai bidangnya masing-masing, seperti kurikulum, nanti staf/pegawai dari kurikulum yang memantau ke lapangan, tidak jarang juga menjelang Ujian Sekolah biasanya Kasi langsung yang memantau ke sekolah-sekolah. Tidak ada staf/pegawai khusus untuk mengawasi sekolah inklusif.
Kota Serang karena memang secara bidang pun belum ada yang khusus menangani hal tersebut. Pengawasan di lapangan dilakukan
oleh tim pengawas dari Dinas Pendidikan Kota Serang, bahkan ketika Ujian Sekolah berlangsung tak jarang Kepala Seksi ikut melakukan pengawasan langsung. Selain
bertugas mengawasi, pengawas teknis juga bertugas untuk membina guru di lapangan. I1-2 pengawas teknis iya dari dindik, kita tugaskan
untuk membina guru di lapangan bagaimana menghadapi hal yang demikian, secara kualitas ya bisa mereka mengawasi, karena kalau tidak ada ilmunya tidak akan bisa menjadi pengawas.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 karena umum ya, paling sesuai seksi masing-
masing ya memantau langsung ke sekolah inklusif, tapi mungkin harusnya juga ada pengawas atau tim khusus.
I1-5 ya cukup, biasa saja bekerja sesuai tugas. I1-6 ada pegawai ada, tapi tidak khusus. Umum adanya.
Q10
Apakah informasi mengenai cara melaksanakan kebijakan tentang pendidikan inklusif sudah tepat dan dipahami oleh implementor kebijakan yaitu Dinas Pendidikan Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 dari Dinas Pendidikan sendiri sebenarnya belum ada bagian khusus yang melayani tentang sekolah inklusif, jadi mulai dari tata cara pelaksanannya masih diperlakukan sama seperti sekolah lain pada umumnya. Hanya pelaporan dari sekolah yang menjalankan pendidikan inklusif tersebut yang berbeda karena yang dijalaninya pun berbeda. Kalau sampai pelaksanannya itu sama saja. Belum ada pembeda antara sekolah inklusif dengan sekolah umumnya.
Belum adanya bidang khusus yang menangani tentang pendidikan inklusif di
Dinas Pendidikan Kota Serang sama dengan belum adanya tata cara pelaksanaan pendidikan inklusif yang seharusnya
dilakukan oleh sekolah penyelenggara. Tim pengawas yang ada juga menjalankan tugasnya secara normatif, berdasarkan
prosedur yang ada, semua pelaksanaannya masih bersifat umum.
I1-2 iya itu seperti tim pengawas kan memang ada ilmu baru kemudian bisa menjadi pengawas, jadi ya tidak ada pelatihan khusus, karena itu kan memang normatif, biasa. Hanya kita kan dengan adanya pergub tentang sekolah inklusif tidak ada perbedaan antara yang normal dengan yang berkebutuhan khusus. Kecuali memang yang luar biasa
I1-3 Tidak ada jawaban
174
I1-4 sesuai prosedur aja jadi belum ada yang khusus. I1-5 paham semua, masih sama pelaksanaannya dengan
umum. I1-6 sudah ada, inklusif sudah harus dijalankan sudah
lama. Kita juga pernah ada kecolongan, datang tiba-tiba minta temani verifikasi bantuan untuk sekolah inklusif, pas kasih bantuan kita gak tau, ada apa-apa yang kena kita Kabupaten/Kota.
Q11 Bagaimanakah kejelasan informasi tentang kepatuhan dari para pelaksana kebijakan terhadap peraturan pemerintah yang telah ditetapkan?
Kesimpulan
I1-1 kami menjalankan tugas sesuai prosedur, sesuai dengan tupoksinya masing-masing, itu tadi, karena memang belum ada bagian khusus yang mengatur tentang sekolah inklusif, maka staf/pegawai di lapangan bekerja sesuai dengan tupoksi yang ada. Mereka bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing. Jadi ketika misal diminta membuat surat, mengedarkannya atau mengawasi pelaksanaan ujian itu semua sesuai prosedur.
Dinas Pendidikan Kota Serang telah menjalankan tugas sesuai dengan prosedur yang ada dan tupoksi nya masing-masing.
Tidak ada aturan yang bersifat khusus tentang pendidikan inklusif.
I1-2 pelaksana itu semua bekerja sesuai prosedur, jadi jelas semua sudah tau tugasnya masing-masing, itu sudah ada bagian-bagiannya.
I1-3 informasi jelas, kita kan sesuai tupoksi aja berjalannya.
I1-4 jelas, semua mengikuti aturan umum yang ada. I1-5 mengikut prosedur umum biasanya. I1-6 pelaksana kan mengikut aturan yang sudah ada.
Q12
Bagaimana dengan kewenangan dan legitimasi dari pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 staf/pegawai semua bekerja sesuai dengan aturan, jadi ya sesuai perintah aja, sedibutuhkannya saja ketika harus buat laporan, buat surat semua dikerjakan, kan sudah ada bagiannya masing-masing. Jadi, untuk pembagian tugas itu masing-masing sudah ada wilayahnya sendiri mengerjakan apa dan apa.
Tidak adanya bidang yang khusus mengatur tentang pendidikan inklusif mengikut pada tidak adanya staf/pegawai dan tugas khusus
yang menangani pendidikan inklusif tersebut oleh Dinas Pendidikan di Kota Serang.
I1-2 semua berjalan normal, ketika ada tugas harus buat apa misalnya, semua langsung kerja sesuai bagiannya.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 sama saja, mengikut pada aturan semua.
175
I1-5 kewenangan sesuai dengan tugas masing-masing. I1-6 kita pelaksana kerja asal kerja saja ikuti aturan
tugas yang ada.
Q13 Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 gak ada, gak ada kebutuhan khusus untuk menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif, karena pelaksanaannya semua diserahkan ke sekolah masing-masing, maka Dinas Pendidikan hanya mengikuti protokol saja yang sudah ada. Tidak ada kebutuhan spesifik yang secara
khusus dibutuhkan dalam menjalankan kebijakan tentang sekolah inklusif. Adapun bantuan fisik yang pernah diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Serang ke SDN
Batok Bali sebagai sekolah inklusif yaitu Pintu Pagar untuk kemanan dan perbaikan
ruang baca atau perpustakaan.
I1-2 ketersediaan semua sama, sesuai aturan sama pada umumnya.
I1-3 paling kalau bantuan ke sekolahnya sendiri seperti di SDN Batok Bali kemarin itu dari segi keamanan, pintu pagar itu kita perbaiki, ruang baca juga sudah diperbaiki.
I1-4 belum ada si sampai butuh keperluan tertentu, belum ada.
I1-5 tidak ada kebutuhan fisik tertentu. I1-6 tidak ada yang khusus inklusif
Q14
Bagaimanakah kemampuan dari Dinas Pendidikan pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan bidang masing-masing, jadi karena tidak ada tugas khusus semua pelaksanaannya sama. Kemampuannya disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjalankan tiap-tiap protokol yang ada.
Kemampuan yang dimiliki oleh staf/pegawai Dinas Pendidikan Kota Serang sudah sesuai
dengan standar kebutuhan yang ada.
I1-2 ini kan karena tidak ada bagian khusus yang mengatur tentang inklusif, jadi kemampuannya semua ya sesuai dengan kebutuhan dari bidang masing-masing.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 kemampuannya sudah sesuai, mengikuti
tupoksinya saja. I1-5 kemampuan bagaimana bidangnya masing-masing. I1-6 kemampuan ada, yang diperlukan sesuai kerjaan
Q15 Bagaimana sikap para pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Kesimpulan
I1-1 semua menjalankan tugasnya masing-masing, berjalan normal seperti biasa. Menyediakan surat-
176
menyurat, melakukan pengawasan, menyiapkan ujian sekolah semua pelaksana bersikap sesuai dengan kebutuhan bidangnya.
Sikap dari pegawai Dinas Pendidikan Kota Serang berjalan normal seperti biasa,
menyediakan surat-menyurat, melakukan pengawasan, menyiapkan ujian sekolah dan
bersikap baik sesuai dengan kebutuhan masing-masing bidangnya.
I1-2 sikapnya semua berjalan, bekerja semua baik melaksanakan tugasnya.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 pelaksana juga baik, sesuai protokol. I1-5 semua bekerja sesuai prosedur. I1-6 sikap pelaksana ya namanya dapat perintah, tugas
ya dijalankan. Kalau khusus belum ada.
Q16 Adakah hambatan yang timbul dari dalam diri pelaksana kebijakan tentang sekolah inklusif di
Kota Serang? Kesimpulan
I1-1 ya paling utama masalah anggaran, karena terbatas jadi kami belum bisa memberikan pelatihan kepada guru-guru di sekolah inklusif jadi ya sebatas memantau kalau ada kerjasama antara sekolah inklusif negeri dengan yang swasta jadi saling silang. Pelaksana sendiri semua bekerja sesuai protokol, sesuai aturan semua. Anggaran menjadi masalah utama dalam
melaksanakan kebijakan pendidikan inklusif. Alasan tidak pernah adanya pelatihan untuk guru di sekolah inklusif disebabkan karena
anggarannya yang terbatas.
I1-2 tidak ada, karena sebelum itu kita sudah melaksanakan. Pergub kan hanya menegaskan saja kalau anak berkebutuhan khusus diterima di sekolah umum.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 Tidak ada I1-5 Tidak ada I1-6 tidak ada. Hanya ya itu tadi, terkadang pihak
sekolah juga gak ada terbuka kalau ada bantuan apa-apa dari Provinsi atau Pusat.
Q17
Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan kepada
staf/pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah inklusif untuk menstimulus
staf/pegawai agar bekerja dengan baik?
Kesimpulan
I1-1 tidak ada, tidak ada insentif tertentu untuk pegawai karena untuk menjalankan program saja anggarannya kan kurang, jadi buat pegawai juga pasti gak ada.
Tidak ada insentif yang diberikan kepada pegawai baik yang menjalankan tugas terkait
kebijakan pendidikan inklusif atau tidak. Semua yang dikerjakan merupakan bagian
dari tugasnya sebagai pegawai.
I1-2 karena kan kebanyakan magang, tidak ada. Karena itu mah sudah include dalam tugas dinas. Pokoknya dalam jam kerja memakai baju dinas dari pagi sampai jam tugas mereka itu kan memang tugas
177
dinas. I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 Tidak ada I1-5 Tidak ada I1-6 Tidak ada
Q18 Bagaimanakah dengan struktur birokrasi dari Dinas Pendidikan dalam melaksanakan kebijakan tentang
sekolah inklusif di Kota Serang? Kesimpulan
I1-1 Dinas Pendidikan struktur organisasinya ya seperti biasa saja, kepala dinas, sekretaris, kepala bidang, seksi-seksi baru anggota-anggota, semua standar saja seperti instansi lain. Karena memang kan belum ada bidang khusus yang mengatur tentang sekolah inklusif. Tidak ada Struktur Birokrasi yang secara
khusus dibentuk untuk penyebaran tugas dalam menjalankan kebijakan tentang
pendidikan inklusif oleh Dinas Pendidikan Kota Serang.
I1-2 engga, dari pantauan ibu sudah pas lah, mereka sudah paham tugasnya apa, garapannya apa, sudah masing-masing mereka paham
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 strukturnya sama saja, tidak ada yang berbeda I1-5 struktur birokrasi umum saja, bagaimana Dinas
Pendidikan. I1-6 struktur birokrasi sewajarnya instansi saja, belum
ada yang bidang khusus inklusif belum ada.
Q19 Bagaimanakah kerjasama antar staf/pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah
inklusif di Kota Serang tersebut? Kesimpulan
I1-1 kerjasama baik, hubungan antara atasan dan staf dibawahnya juga terjalin baik, tidak ada kekakuan, antar staf pun juga ya baik-baik saja.
Kerjasama terjalin baik antar pegawai, secara linear antara atasan dan bawahan baik dan
tidak ada kekakuan.
I1-2 komunikatif I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 kerjasama baik, bekerja semua sesuai tugas. I1-5 kerjasama baik. I1-6 kerjasama baik, semua baik berjalan. Q20 Adakah Standar Operating Prosedure (SOPs) dari
Dinas Pendidikan Kota Serang untuk mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan setiap harinnya yang
berkenaan dengan kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 tidak ada, belum ada, tapi ya kami juga berharap semoga bisa mempunyai tupoksi khusus agar pelaksanaannya bisa lebih baik lagi, biar tidak terbengkalai sekolah-sekolah inklusif itu.
Tidak ada Standar Operating Prosedure (SOPs) khusus yang mengatur tentang teknis pelaksanaan pendidikan inklusif oleh Dinas
I1-2 oh jelas, prosedur jelas. Tapi tidak ada yang khusus sekolah inklusif. Semua disamakan.
178
I1-3 Tidak ada jawaban Pendidikan Kota Serang di lapangan I1-4 tidak, belum ada prosedur khusus. I1-5 tidak ada SOP khusus untuk inklusif. I1-6 SOP khusus tidak ada. Q21 Bagaimanakah upaya penyebaran tanggungjawab
kegiatan-kegiatan pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan tentang sekolah
inklusif di Kota Serang?
Kesimpulan
I1-1 tanggungjawab semua ada bagiannya masing-masing, jadi ya sesuai tupoksi saja, tidak ada yang khusus atau berbeda. Ada tugas ya dijalankan.
Penyebaran tanggungjawab sudah sesuai dengan tugas masing-masing pegawai. Tidak ada tanggungjawab tertentu karena tidak ada
tugas atau bidang khusus yang mengatur pelaksanaan pendidikan inklusif.
I1-2 semua sesuai prosedur, tidak ada yang khusus semua aturan Dinas Pendidikan ya umum saja.
I1-3 Tidak ada jawaban I1-4 ya itu sesuai tugasnya masing-masing saja, ada
tugas ya itu tanggungjawab masing-masing pegawai.
I1-5 tanggungjawabnya semua pegawai kami bekerja bagaimana protokol saja. Ada perintah untuk memantau ke sekolah atau buat surat dan sebagainya pasti semua langsung dikerjakan karena memang sudah ada bagiannya masing-masing. Tapi kalau khusus mengurusi inklusif aja, itu belum ada bagian khususnya.
I1-6 tanggungjawab sesuai tugas masing-masing kan sudah ada bagiannya.
Q22 Bagaimana Guru Pembimbing Khusus/Orang tua/Wali murid menerima informasi tentang
sekolah inklusif di Kota Serang? Kesimpulan
I2-1 dari pihak Dinas Pendidikan Kota untuk mengadakan sosialisasi tidak ada. Kalau ada paling ada pelatihan dari pusat di Bandung tahun 2008. Pertama kali inklusif berjalan di SDN Batok Bali itu tahun 2004.
Awal mula penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah itu karena teknis di
lapangan adanya anak berkebutuhan khusus yang terdaftar dalam sekolah tersebut. Kemudian dilanjutkan menjadi inklusif
setelah konsultasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
I2-2 saya namanya orang tua, itu kan memang terlihat ini anak beda dari kakak nya juga beda. Ya tapi saya lihatnya kan karena memang kalau secara fisik Zaki juga normal, saya ya masukin ke sini (SDN Batok Bali) karena memang dekat dari rumah.
I2-4 kita ini kan awal mula dari lapangan, jadi ada yang tau tentang sekolah inklusif terus juga memang ada siswa berkebutuhan khusus, makanya Kepala Sekolah mencanangkan untuk jadi sekolah inklusif. Itu kita langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi. Jadi memang awal melihat ada siswa yang berbeda dan setelah diselidiki ternyata inklusif, kemudian kita pikir juga gak mungkin kita tolak, jadilah kemudian sekolah inklusif.
179
Q23 Bagaimana kejelasan informasi yang disalurkan kepada pihak sekolah untuk kemudian menerapkan
sekolah inklusif? Kesimpulan
I2-1 sekolah inklusif lebih sering dapat sosialisasi dari Balai (BPPK Provinsi Banten) atau dari Dinas Pendidikan Provinsi, jadi disitu diajarin jadi guru buat anak berkebutuhan khusus gimana.
Kejelasan informasi dari BPPK dan Dinas Pendidikan Provinsi cukup jelas, hanya kalau
dari Dinas Pendidikan Kota Serang tidak karena memang tidak pernah mengadakan
sosialisasi apapun terkait inklusif.
I2-4 karena awalnya memang dari kita nya sendiri, jadi gimana-gimana pelaksanaannya kita ya cari tau sendiri aja, baca-baca inklusif itu bagaimana si? Jadi awal mula informasi kita cari sendiri.
Q24 Bagaimana dengan pelayanan, biaya dan kurikulum di sekolah inklusif di Kota Serang? Kesimpulan
I2-1 pelayanan sama, hanya paling yang berbeda perlakuannya aja, butuh perhatian khusus ke abk dan kalau untuk bantuan biaya itu tidak ada dari Dinas Pendidikan Kota Serang untuk anak berkebutuhan khusus. Kurikulum juga kita seperti biasa aja, tidak ada kurikulum khusus inklusif semua sama.
Pelayanan yang diberikan cenderung sama, hanya yang berbeda cara memperlakukan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Pelayanan lainnya yang masih minim yaitu tindakan melakukan
assessment untuk siswa berkebutuhan khusus guna memahami keterbatasan yang dimiliki
sang anak dan bagaimana cara menanganinya.
I2-2 pelayanan baik ya, guru-gurunya juga ramah baik, temannya juga semuanya baik.
I2-4 pelayanan ada toilet kita baru diperbaiki dari Dinas Pendidikan Kota Serang, tetapi ya sebatas umum aja. Bukan toilet yang khusus untuk anak inklusif, ya mungkin juga karena tidak ada anak berkebutuhan khusus yang secara fisik ya sampai parah, makanya toilet nya juga umum aja. Biaya semua sama, paling kalau anak berkebutuhan khusus memang sebetulnya butuh lebih biayanya karena mereka kan ada ikut di tes sama psikolog, itu kita kerjasama MoU dengan Yayasan Anak Mandiri (YAM) untuk dilakukan assessment tentang anak ini menyandang disabilitas apa, jadi kalau sudah tau nanti kita bisa berikan pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan si anak. Tapi ya tetap butuh uang untuk tes itu, beberapa tahun lalu si orang tua abk mau terbuka membayar sendiri biayanya, kita yang fasilitasi itu tahun 2008/2009. Tapi ini sekarang kita gak adakan tes karena gimana, orang tua nya sendiri gak tau kalau anaknya itu berkebutuhan khusus. Cuek aja, kita juga kan gak bisa maksa.
Q25 Apakah yang dirasa masih kurang dalam penerapan sekolah dengan pendidikan inklusif di Kota Serang
selama ini? Kesimpulan
I2-1 kekurangan tenaga pengajar, kalau ada guru pendamping mah kita bisa kebantu. Karena kita kan tetap aja background nya guru biasa jadi ilmunya ya sebisanya kita aja ngedidik anaknya.
Kekurangan tenaga pengajar khusus atau Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang
180
Bantuan fisik juga seperti alat peraga buat belajar, itu guru-guru disini buat sendiri, kalau bisa mah kita mau dibantu.
memang ahli dalam bidang pendidikan inklusif. Bantuan berupa fisik seperti alat
peraga untuk membaca dan menghitung juga salah satu kekurangan yang dirasakan. I2-2 Kurangnya paling sarana prasarana nya aja
I2-4 kekurangannya guru, kita belum ada guru khusus yang punya latar belakang sebagai pengajar siswa inklusif. Kalau bisa mah mau minta ke Dinas biar lebih enak.
Q26 Apa yang diharapkan dengan adanya kebijakan tentang sekolah inklusif di Kota Serang? Kesimpulan
I2-1 kalau untuk bantuan ada mau minta, tapi tidak pernah sampai buat gimana-gimana surat, proposal tidak pernah. Memang bantuan untuk anak berkebutuhan khusus ada dipisahkan, tetapi tidak merata. Misal di SDN Batok Bali ada 30 abk, tapi yang dapat hanya 10 anak. Jadi, diubah sendiri, uangnya digabung lalu misal dibelikan buku sesuai jumlah abk nya biar rata semua. Dulu juga ada anak tapi udah lulus, namanya itu Elsa, dia bisa ikut lomba seni menari di Cipocok dan sempat masuk media lokal seperti Banten TV. Lamban belajar, jadi akademik tertinggal dari teman lain tapi bisa baca tulis, mental juga beda sama temannya yang lain itu Elsa lulusan tahun 2010 dari sini. Kan ada anak yang punya prestasi baik dari seni, ini si harapannya bisa diperhatikan supaya dia juga jadi lebih maju dan percaya diri juga kalau ada bantuan.
Berharap adanya bantuan berupa buku atau uang pembinaan untuk siswa berkebutuhan
khusus, diberikan pelatihan yang sesuai dengan minat dan bakat dari siswa
berkebutuhan khusus agar lebih berkembang serta bantuan untuk memberikan tes dengan
tujuan mengetahui kecacatan apa yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus tersebut.
I2-2 kalau ada kebijakan begitu, ya senang anak pasti jadi lebih diperhatiin jadi dia nanti bisa lebih berkembang sesuai bakat dia. Karena Zaki inikan masalahnya pendiam, gak mau bergaul, tertutup banget jadi apa-apa dia sukanya nulis. Buat gambar-gambar bisa, buat teka-teki, buat peta harta karun, buat pidato, buku cerita terus nanti ditempel didinding rumah, biar ada perasaan bangga nanti dari dianya. Kan senang juga kan kalau dianya senang. Jadi kalau bisa si ditambahin kegiatan untuk membangun kreatifitas anak khususnya untuk yang bermasalah seperti Zaki ini.
I2-4 guru pembimbing khusus itu yang utama, kalau tes anaknya itu kan kita coba buat pahamin sendiri dengan bantuan dari YAM juga, jadi ya masih bisa ditangani walau hanya sekadar aja.
Q27 Bagaimana Dinas Pendidikan Kota Serang memberikan pemahaman tentang sekolah inklusif? Kesimpulan
I2-1 tidak ada, adapun dari Balai (BPPK Provinsi Banten) seperti sosialisasi sekolah inklusif.
Dinas Pendidikan Kota Serang tidak pernah
memberikan sosialisasi atau pembinaan apapun terkait penyelenggaraan pendidikan
I2-4 kurang tau ya, paling kalau Dinas Pendidikan Kota itu kita cuma minta dibuatkan SK sekolah inklusif
181
biar disahkan sama Walikota. Kalau sosialisasi, workshop dari Dinas Pendidikan Kota itu belum ada.
inklusif di Kota Serang
Q28 Apakah Dinas Pendidikan Kota Serang dianggap mampu/menguasai kebijakan Pergub Banten
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi Banten di wilayah Kota
Serang?
Kesimpulan
I2-1 mungkin ya, kurang tau juga. Ya selama ini kan paling minta bantuan yang fisik aja, tidak ada obrolan apa-apa tentang sekolah inklusif, paling teknis persuratan aja untuk SK sekolah inklusif.
Pihak sekolah tidak mengetahui sejauhmana kemampuan atau kesanggupan Dinas
Pendidikan Kota Serang dalam mengatasi pendidikan inklusif karena tidak pernah adanya sosialisasi terkait hal tersebut.
I2-4 gak tau juga, karena biasanya sama Provinsi aja, Balai (BPPK Provinsi Banten) jadi kurang tau Dinas Pendidikan Kota Serang bagaimananya.
Q29 Apakah informasi yang diterima dari Dinas Pendidikan Kota Serang mengenai teknis
pelaksanaan pendidikan inklusif dapat dipahami dengan jelas oleh Guru Pembimbing Khusus di
sekolah inklusif tersebut?
Kesimpulan
I2-1 karena dapat sosialisasi atau workshop dari Balai (BPPK Provinsi Banten) dan Pusat, ya kita paham diajarin kan pendidikan inklusif.
Tidak pernah adanya pemberian informasi mengenai teknis pelaksanaan pendidikan
inklusif oleh Dinas Pendidikan Kota Serang membuat pihak sekolah tidak mengetahui kejelasannya tersebut. Karena selama ini
informasi diperoleh dari BPPK dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
I2-4 kan belum ada, belum pernah ada jadi gak tau juga. Kalau setuju Dinas Pendidikan Kota setuju ada sekolah regular yang mau menampung anak berkebutuhan khusus. Tapi saya taunya baru sebatas itu aja.
Q30 Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusif? Kesimpulan
I2-1 ada bantuan minta keamanan pagar dibuatin, alhamdulillah dibikinin dikasih pagar dari Dinas Pendidikan Kota Serang
Sarana prasarana yang pernah dibantu oleh Dinas Pendidikan Kota Serang yaitu Pagar
untuk keamanan sekolah dan perbaikan toilet meskipun sekarang toiletnya kembali rusak.
I2-2 kalau sarana prasarana mah cukup lah mba, ya namanya juga sekolah negeri. Kipas juga ada di kelas, cuma ini nih pagarnya bahaya terlalu terbuka. Ini kan SD isinya anak-anak semua, ya takut ada yang main-main keluar gak keliatan kan. Kantinnya juga itu cuma kayu begitu aja, jadi kasian anak-anaknya kurang bersih.
I2-4 sarana sudah lumayanlah ada, toilet juga sudah pernah dibenerin kan tapi ya gitu biasa namanya barang abis dipakai, paling pintunya pada rusak gitu aja.
Q31 Bagaimanakah penyerahan tanggungjawab untuk menjalankan sekolah dengan pendidikan inklusif
oleh Dinas Pendidikan Kota Serang terhadap pihak sekolah inklusif tersebut?
Kesimpulan
I2-1 tidak ada paling hanya pembuatan SK sekolah Tidak ada penyerahan tanggungjawab dalam
182
inklusif saja. menjalankan kebijakan pendidikan inklusif di Dinas Pendidikan Kota Serang. I2-4 kalau Dinas Pendidikan Kota Serang kan setuju aja
malah mendukung, menjembatani dengan Pemkot. Q32 Bagaimanakah sikap pihak sekolah inklusif di Kota
Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Kesimpulan
I2-1 kalau ibu pribadi tidak merasa ada hambatan, ya kadang melihat anak ini juga perasaan kasihan juga anak ini. Memang pengajarannya harus berbeda, seperti lebih pakai perhatian, kasih sayang. Itu tergantung pengajarnya masing-masing aja. Ibu sendiri senang-senang aja namanya juga guru.
Tenaga pengajar di sekolah merasa iba dengan keadaan muridnya yang
berkebutuhan khusus, sehingga dalam mendidik tidak jarang memberikan perhatian yang lebih dari siswa lainnya. Di salah satu
sekolah inklusif ada alumnus siswi berkebutuhan khusus yang pernah
menorehkan prestasi di bidang olahraga futsal dan berhasil memenangkan kejuaran
tingkat kota se Kota Serang
I2-4 kalau kita namanya guru, melihat ada anak begitu kan miris juga gitu, kasihan kalau dibiarin, jadi ya dididik aja mau bisa gak bisa, lamban karena kelulusan itu kan diserahkan ke sekolah, mereka yang penting bisa baca nulis aja itu udah bagus itu udah bisa lulus. Ada juga yang berprestasi tapi sudah lulus, prestasinya bukan akademik tapi di lomba-lomba itu juara terus. Namanya Retno, perempuan lulus nya sekitar 2 tahun lalu, itu dia pernah ikut kejuaraan lomba futsal tingkat kota dan menang se Kota Serang.
Q33 Bagaimanakah sikap pihak sekolah inklusif di Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan
tentang sekolah inklusif yang dirasakan oleh Orang tua/Wali murid?
Kesimpulan
I2-2 pihak sekolah semua baik, gurunya juga semua terbuka sabar si, mau ngajarin apalagi Zaki juga susah kan bergaul, gak mau dia ngobrol sama orang susah banget diajak ngobrolnya. Jadi ya gitu gurunya sabar.
Pihak sekolah terutama pengajar bersikap baik dalam menjalankan tugasnya sebagai
guru bagi siswa berkebutuhan khusus.
Q34 Adakah hambatan yang timbul dalam menjalankan sekolah inklusif di Kota Serang? Kesimpulan
I2-1 hambatan paling ya kurang tenaga pengajar aja. Ada juga kekurangan seperti kerjasama MoU dengan Yayasan Anak Mandiri (YAM), jadi guru pendamping dari YAM bertukar ngajar disini beberapa waktu. Jadi berharapnya sih ada guru pendamping yang ngerti inklusif. Hambatan yang dirasakan yaitu kurangnya
tenaga pengajar khusus yang memahami tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif
serta kurikulum yang belum disesuaikan untuk sekolah inklusif.
I2-4 hambatan paling ya kalau ada wali murid yang gak mau kerjasama, kesulitan juga kita mau digimanakan anaknya padahal anaknya berkebutuhan khusus. Kalau yang mengerti enak di kitanya, tapi kan yang engga juga banyak. Sama kurikulum, harusnya kan kita pakai kurikulum yang terintegrasi. Yang anak berkebutuhan khusus berbeda tapi memang disesuaikan untuk di sekolah inklusif. Selama ini masih pakai kurikulum regular biasa.
183
Q35 Apakah ada insentif atau keuntungan tambahan yang diberikan Dinas Pendidikan Kota Serang kepada pihak sekolah atau siswa berkebutuhan khusus, atau pihak sekolah sendiri kepada Guru
Pembimbing Khusus agar semakin berprestasi dan untuk memberikan stimulus agar pelaksanaan
sekolah inklusif berjalan lebih baik?
Kesimpulan
I2-1 tidak ada. Kalau ada paling dari Provinsi atau pusat. Kalau Dinas Pendidikan Kota Serang belum ada, paling ya itu benerin pagar.
Insentif yang pernah diterima didapat dari Dinas Pendidikan Provinsi atau Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015-2016 lalu.
I2-2 kurang tau ya, namanya sekolah gratis. Pernah paling dapat buku misal LKS begitu aja.
I2-4 gak ada, paling ada juga anak dapet bantuan dari Provinsi itu BOP tapi tahun 2015, sekarang gak tau belum ada kabar. Guru yang inklusif juga ada 5 orang dapat tunjangan dari Provinsi juga Dinas Pendidikan tahun 2016, sekarang juga gak tau ada atau engga.
Q36 Bagaimanakah dengan struktur organisasi sekolah inklusif dalam melaksanakan pendidikan inklusif
tersebut? Kesimpulan
I2-1 struktur tidak ada yang beda, sama saja tidak ada guru khusus asli dengan asal pendidikan sekolah khusus Pihak sekolah inklusif di SDN Batok Bali
tidak memiliki struktur birokrasi khusus. Sedangkan SMPN 12 Kota Serang
mengalami sedikit pergubahan yaitu adanya 5 guru yang memegang dua jabatan sebagai
guru pengajar biasa dan guru inklusif.
I2-4 ada yang berubah sedikit, jadi yang tadinya guru pengajar biasa sekarang ngejabat juga jadi guru inklusif. Itu kalau ada pelatihan apa-apa dari pusat atau provinsi itu mereka yang berangkat. Ada 5 orang, dari bagian kurikulum satu orang, guru pelajaran PKN, guru BK, guru pelajaran MTK dan guru pelajaran Agama Islam.
Q37 Bagaimana kerjasama antara pihak sekolah, Orang tua atau wali murid dalam mendukung berjalannya
sekolah dengan pendidikan inklusif tersebut? Kesimpulan
I2-1 beda-beda, ada yang kerjasama ada yang gak terima anaknya dibilang anak inklusif juga ada. Ya macam-macam. Ada yang kerjasama jadi di rumah kita minta diajak ngobrol lebih rutin diulang-ulang pelajaran di sekolah itu bisa membantu si anak belajar lebih baik lagi. Ada juga yang cuek aja.
Kerjasama yang dilakukan berbeda-beda, ada Orang tua siswa berkebutuhan khusus yang koperatif dalam mendidik anaknya di rumah ada juga yang tidak. Adapun Orang tua yang
tidak menerima anaknya dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus biasanya diperlakukan berbeda tanpa sepengetahuan dari orang tua tersebut oleh pihak sekolah.
I2-2 kita sama-sama misalnya di sekolah guru bilang untuk diulang lagi pelajaran yang tadi atau ada PR itu kita juga memang tugas sebagai orang tua. Kerjasama ada.
I2-4 kerjasama baik, kita awal mula beritau pelan-pelan ke wali murid kalau ada anaknya yang berkebutuhan khusus, ada yang koperatif ada yang gak terima jadi ya kita diam-diam aja kalau kasih perhatian khusus.
Q38 Bagaimana sebenarnya pembagian tugas dalam Kesimpulan
184
pelaksanaan Pergub tentang Pendidikan Inklusif di Daerah Kabupaten/Kota?
I1-7 kewenangan di kita, menengah, yang disebut pendidikan khusus di kita itu pendidikan yang diselenggarakannya satu atap. Ketika kewenangan itu dibagi, padahal ada sekolah atau yayasan yang mencakup semua jenjang seperti TK, SD, SMP, SMA padahal kan hanya SMA yang sesuai UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang kewenangannya berada di Provinsi. Nah inklusif itu sebenarnya program. Program yang kewenangannya diatur oleh Provinsi tetapi untuk sekolahnya bagaimana-bagaimana itu diatur daerahnya masing-masing. Jadi hanya program saja. Jadi ketika kewenangan SMA/SMK ke Provinsi, SK Kepala Sekolah diberikan oleh Provinsi. Nah SK ini kan perlu diperbarui, otomatis akan dikukuhkan sekarang oleh Gubernur. Karena kalau tidak dikukuhkan, Kepala Sekolah dipastikan tidak bisa menandatangani ijazah siswa sekolah tersebut. jadi programnya kewenangan kita, sekolahnya kewenangan Kabupaten/Kota. Proses pendidikannya punya Kabupaten/Kota, tapi ketika sekolah menerima siswa abk nah itu mengikut program kita. Untuk anggaran itu kewenangan Kabupaten/Kota, tetapi karena di sekolah itu menerima abk, program itu intervensi kita. Guru di sekolah itu kan umumnya guru dari sekolah umum, sekolah itu nanti kita intervensi bahwa sekolah tersebut harus menyediakan GPK. Kita juga mengintervensi agar sarana dan prasaran disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan tersebut. artinya kita juga mengedukasi sekolah untuk tau kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Ada lagi intervensi bantuan operasional, besarannya untuk guru Rp. 500.000/bulan dan operasional sekolah biasanya dilihat dari jumlah siswa pertahunnya.
Dinas Pendidikan Provinsi Banten memiliki kewenangan dalam hal penyelenggaraan
program inklusif. Mulai dari teknis penyelenggaraannya di sekolah-sekolah nanti akan seperti apa. Maka, setiap sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif setiap dari kepala sekolahnya harus dikukuhkan
oleh Provinsi untuk pemberian Surat Keputusan (SK) sekolah inklusif. Dinas
Pendidikan Provinsi berhak untuk melakukan intervensi terhadap sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif agar memenuhi standar penyelenggaraan yang
telah disediakan seperti menyediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK), serta sarana dan
prasarana yang sesuai.
Q39 Bagaimana teknis pelaksanaan program inklusif sebenarnya menurut amanat Pergub Banten Nomor
74 Tahun 2014? Kesimpulan
I1-7 inklusif di kita tidak hanya melayani yang berkebutuhan khusus fisik, tetapi juga kecerdasan istimewa dan bakat istimewa atau CIBI. Ada program dari CI itu percepatan atau akselerasi, ada juga pengayaan itu seperti anak CI dalam mengikuti satu pelajaran porsinya lebih besar dari anak lain. BI, ada program yang dipertimbangkan sesuai bakat kesenian dan olahraga, misal ada anak yang juara dalam olahraga karate, nah tapi
Dinas Pendidikan Provinsi Banten memiliki program yang tidak hanya melayani anak berkebutuhan khusus dengan cacat fisik
melainkan juga anak yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Program Cerdas Istimewa (CI) diberikan bagi anak
185
sekolahnya bagaimana tetap tidak terganggu ada nanti homeschooling. Program inklusif itu sebenarnya program yang paling bagus, coba kalau di SLB kita masuk kesana keadaannya miris ya. Kenapa inklusif baik, karena sampai saat ini kita dalam hal ini yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus sampai saat ini belum memiliki data real berapa sesungguhnya jumlah anak berkebutuhan khusus di Provinsi Banten. semuanya masih asumsi mengikut pada teori. Teorinya 10% anak berkebutuhan khusus diperoleh dari jumlah keseluruhan anak usia sekolah di Provinsi Banten. kalau dari teori ada 3000 abk di provinsi Banten, yang terlayani baru belum sampai 24% nya. Jadi kalau ada sekolah regular yang mau melayani abk itu akan kita dukung.
yang memiliki kecerdasan diatas normal sehingga diberikan pengayaan. Bakat
Istimewa ialah program yang mempertimbangkan keahlian bakat seni dan
olahraga anak seperti misalnya karate.
Q40 Bagaimana pembinaan untuk penerapan sekolah inklusif oleh Dinas Pendidikan Provinsi ke daerah? Kesimpulan
I1-7 sosialisasi pembinaan dari Provinsi tentang program CIBI ke sekolah langsung yang ada di Kabupaten/Kota, jadi mengundang perwakilan sekolah untuk datang ke Provinsi dan diberikan binaan. Karena kita Provinsi Banten itu sebenarnya sudah mencanangkan sebagai Provinsi Inklusif. Yaitu Provinsi yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus dan yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa. Tetapi tidak jarang juga ada inisiatif sendiri dari sekolahnya, seperti di Lebak, secara geografis itu kan jauh. Nah kalau di Lebak mereka ketika menerima siswa baru, satu sekolah itu mereka mencakup 3 kecamatan, mereka tidak seperti sekolah umumnya, tapi disamperin satu-satu ke rumah dicari ada abk atau tidak di 3 kecamatan dekat sekolah inklusif tersebut.
Pembinaan dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi Banten langsung menunjuk
perwakilan dari sekolah-sekolah inklusif di Kab/Kota untuk datang ke Provinsi
kemudian diberikan pembinaan.
Q41 Bagaimana keadaan sarana dan prasarana sekolah inklusif yang telah berjalan di Provinsi Banten? Kesimpulan
I1-7 jangankan inklusif, sekolah khusus dan SLB sekarang juga masih ada gedung yang menumpang, bahkan mereka pun padahal juga perlu toilet yang khusus berbeda, tempat duduk, ruang kelas yang berbeda. Ini masih ada keadaan SKh yang seperti ini.
Sarana dan prasarana untuk sekolah inklusif belum mendapat perhatian secara penuh,
bahkan tidak hanya inklusif, sekolah khusus pun masih ada yang belum sesuai standar.
Q42 Bagaimana hubungan/keterkaitan dalam melaksanakan Pergub Nomor 74 Tahun 2014
antara Provinsi dengan Daerah di Kabupaten/Kota? Kesimpulan
I1-7 ada laporan bulanan untuk SD/SMP itu kan diberikan ke Kabupaten/Kota, nah dari laporan tersebut biasanya juga dibuat tembusan ke kita. Dari sini kita bisa tau ada berapa jumlah abk di
Laporan bulanan yang dibuat sekolah diserahkan ke Dinas Pendidikan Kab/Kota
186
sekolah inklusif di Kabupaten/Kota tertentu, sedang ada hambatan/masalah apa kita bisa tau dari tembusan laporan bulanan itu langsung ke kita. Seperti ada juga pengesahan sekolah untuk melaksanakan pendidikan inklusif, itu dari Provinsi karena kewenangannya juga di Provinsi. Sekolah inklusif itu juga bisa disebut sekolah jadi-jadian, kadang inklusif kadang tidak, kan sesuai apa ada anak inklusif di sekolah tersebut atau tidak. Terlepas dari segala bantuan yang sudah diberikan itu tetap utuh, tidak mungkin dicabut lagi karena juga kan sekolah tersebut sudah mendapat label sebagai sekolah inklusif.
masing-masing kemudian dibuat tembusan ke Dinas Pendidikan Provinsi. Melalui hal
tersebut Dinas Pendidikan menjaga informasi tentang apa saja yang terjadi di sekolah-
sekolah di Kab/Kota. Pengesahan sekolah yang ingin menyelenggarakan pendidikan inklusif itu merupakan kewenangan Dinas
Pendidikan Provinsi
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
146
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOTA SERANG
TAHUN 2016 Peraturan Daerah Pemerintah Kota Serang
Nomor : 5 Tahun 2014 Tentang :Pembentukan & Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang
KEPALA DINAS
Drs. AKHMAD ZUBAIDILLAH, M.Si
KEPALA BIDANG PAUDNI Drs. NURSALIM, M.Si
KEPALA BIDANG PEMB. SMP TATANG TAUFIK R, S.Pd., M.Pd
KEPALA SEKSI KURIKULUM DAN MUTU PEND. SMP
SARTINAH, S.Pd
SEKRETARIS
Drs. WASIS DEWANTO, M.Pd
KASUBBAGKEUANGAN NITA BERLIAN HASANAH, SE
KASUBBAG UMUM& KEPEGAWAIAN
HJ. FAOJAH, SE
KEPALA SEKSI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
AL CHOTIJAH, S.Pd
KEPALA SEKSI
KELEMBAG. KURSUS& PELATIHAN Dra. Hj. SUMIARSIH
KEPALA SEKSI KETENAGAANDAN KESISWAAN SD
Hj. DIAH PATRIASIH, S.Pd., MM
KEPALA SEKSI KURIKULUM & MUTU PENDIDIKAN SD
Hj. NANI SUMARNI, S.Pd., M.Pd
KEPALA BIDANG PEMB. SEKOLAH DASAR (SD)
H.TB.M. SUHERMAN, S.Pd,M.Pd
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
KEPALA SEKSI KETENAGAAN DAN KESISWAAN SMP
HERLINA, S.Pd
KEPALA BIDANG PEMBINAAN SMA&SMK
Drs. LILI MUTAWALI, M.Pd
KEPALA SEKSI KURIKULUM& PENINGKATAN
MUTU PEND. SMA/SMK SRI HIDAYATI, S.Pd., M.Pd
KEPALA SEKSI KETENAGAAN & KESIS SMA/SMK
MALIYAWATI, S.Pd., M.Si
U P T
KASUBBAG PROGRAM, EVALUASI, & PEL
SARNATA, S.Pd., M.Si
KEPALA SEKSI KELEMBAGAAN & SARPRAS SD
DEDI SUPRIADI, S.Pd., M.Si
KEPALA SEKSI KELEMBAGAAN & SARPRAS SMP
Rd. RAHMAT SALEH, S.Pd
KEPALA SEKSI
KELEMBAGAAN& SARPRAS Hj. IIN INDIYAWATI, S.Pd., MH
KEPALA SEKSI PENDIDIKAN MASYARAKAT
AHMAD NURI, SH, M.Si
KABID.KEBUDAYAAN WARDATUL ILMIYAH, S.Pd., M.Si
KEPALA SEKSI ADAT DAN BUDAYA
EVIE SHOFIAH, S.Pd.,M.Pd
KEPALA SEKSI
SEJARAH& KEPURBAKALAAN
ELIN CASWILIN
KEPALA SEKSI KESENIAN& KEBUDAYAAN
SITI ROHIMAH, S.Ag, M.Si
WALIKOTA SERANG,
H. Tb. HAERUL JAMAN, B.Sc.,SE
146
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI LAMPIRAN XIII : PERATURAN DAERAH KOTA SERANG UNIT PELAYANAN TEKNIS Nomor : Tanggal : Tentang :Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang
KEPALA UPT
SUB BAGIAN
TATA USAHA
WALIKOTA SERANG,
TB. HAERUL JAMAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
146
147
148
149
150
151
152
Dokumentasi
Narasumber: Nani Sumarni
Jabatan: Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan TK/SD Dinas Pendidikan Kota
Serang
Narasumber: Diah Patriasih
Jabatan: Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan TK/SD Dinas Pendidikan Kota Serang
153
Narasumber: Dedi Supriadi
Jabatan: Kepala seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana TK/SD Dinas Pendidikan Kota
Serang
Narasumber: Sartinah
Jabatan: Kepala Seksi Kurikulum dan Mutu Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kota Serang
154
Narasumber: Herlina
Jabatan: Kepala Seksi Ketenagaan dan Kesiswaan SMP Dinas Pendidikan Kota Serang
Narasumber: Raden Rahmat Saleh
Jabatan: Kepala Seksi Kelembagaan, Sarana dan Prasarana SMP Dinas Pendidikan Kota
Serang
155
Narasumber: Ratu Susiati
Jabatan: Koordinator Inklusif SDN Batok Bali Kota Serang
Narasumber: Muthoyanah
Jabatan: Koordinator Inklusif SMPN 12 Kota Serang
156
Narasumber: Amah
Jabatan: Anggota Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Dinas Sosial Kota
Serang
Narasumber: Hendri
Jabatan: Kepala Seksi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota
Serang
157
Narasumber: Miftahul Jannah
Status: Orang tua Siswa Berkebutuhan Khusus Muzakki Alwan kelas 3 SDN Batok Bali Kota
Serang
Foto dengan Muzakki Alwan di rumahnya dengan latar belakang dinding rumah yang penuh
dengan karya tangan dari Muzakki sendiri
158
Pidato karya Muzakki Alwan
159
160
Buku cerita karya Muzakki Alwan
161
Hasil karya Muzakki Alwan lainnya
162
Beberapa karya Muzakki Alwan yang dipajang di rumahnya
wawancara dengan Ferdi Siswa Berkebutuhan Khusus kelas 8 SMPN 12 Kota Serang dengan
hambatan kesulitan dalam memahami pelajaran
163
Kondisi toilet siswa perempuan (atas) dan laki-laki (bawah) di SMPN 12 Kota Serang