Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

22
Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengendalian Hama Penyakit Terpadu Disusun oleh : Faza Fauzan Syarif 150510110036 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Transcript of Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

Page 1: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi

Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengendalian Hama Penyakit Terpadu

Disusun oleh :

Faza Fauzan Syarif 150510110036

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

OKTOBER

2013

Page 2: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pengembangan produksi pangan khususnya padi, petani dihadapkan kepada

beberapa kendala baik yang bersifat fisik, sosio-ekonomi maupun kendala yang bersifat

biologi (biological constraint). Salah satu kendala biologi adalah gangguan spesies organisme

yang menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas produk bahkan sampai

menggagalkan panen. Sebelum swasembada pangan, kebijaksanaan pemerintah dalam

pengendalian hama sangat mengandalkan pada penggunaan pestisida. Waktu itu,

penyemprotan pestisida pada tanaman dilakukan secara terjadwal (scheduled) baik ada

maupun tidak ada serangan hama. Penggunaan pestisida terjadwal dimasukan sebagai salah

satu paket teknologi produksi padi dan petani bebas menggunakan berbagai jenis pestisida

termasuk pestisida presisten (undegradable).

Setelah swasembada pangan tercapai tahun 1984, metoda pengendalian hama

mengalami perubahan mendasar karena diketahui bahwa penggunaan pestisida yang tidak

bijaksana adalah sangat keliru. Subiyakto (1992) menyatakan bahwa, sejak pestisida

digunakan secara besar-besaran, masalah hama bukan semakin ringan tetapi semakin rumit,

beberapa spesies hama kurang penting berubah status menjadi sangat penting dan yang lebih

menghawatirkan adalah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan oleh residu

pestisida yang mengancam kehidupan termasuk manusia.

Mengingat dampak negatif dari penggunaan pestisida yang tidak terkendali,

pemerintah mengintroduksikan suatu paket teknologi pengendalian hama yang lebih ramah

lingkungan disebut teknologi Pengendalian Hama Terpadu (integreted pest management).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada dasarnya terdiri atas dua kegiatan pengendalian

yaitu usaha-usaha pencegahan (preventive controls) dan penggunaan pestisida (pesticide

controls). Penggunaan pestisida boleh dilakukan apabila cara pertama sudah digunakan tetapi

belum memberikan hasil optimal.

Introduksi teknologi PHT bertujuan agar petani menjadi tahu dan mampu merubah

perilaku dalam pengendalian hama tanaman dari cara lama (sistem kalender) ke cara baru

(konsep PHT). Disamping itu, jenis pesisida yang boleh digunakan untuk tanaman padi juga

Page 3: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

dibatasi, hanya boleh menggunakan jenis pestisida yang mudah terurai (degradable) dan

berspektrum sempit (narrow spectrum). Dalam pelaksananya, ditetapkan melalui Inpres No.3

tahun 1986 mengenai berbagai jenis pestisida yang dilarang penggunaanya untuk tanaman

padi (Dirjentan, 1987).

Page 4: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PHT

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, PHT tidak lagi

dipandang sebagai teknologi, tetapi telah menjadi suatu konsep dalam penyelesaian masalah

lapangan (Kenmore 1996). Waage (1996) menggolongkan konsep PHT ke dalam dua

kelompok, yaitu konsep PHT teknologi dan PHT ekologi. Konsep PHT teknologi merupakan

pengembangan lebih lanjut dari konsep awal yang dicetuskan oleh Stern et al. (1959), yang

kemudian dikembangkan oleh para ahli melalui agenda Earth Summit ke-21 di Rio de Janeiro

pada tahun 1992 dan FAO. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi penggunaan

insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai dasar

penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong penggantian pestisida kimia

dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan

metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati, dan feromon. Dengan cara ini,

dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi

(Untung 2000). Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT

dalam sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama didasarkan pada

pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan musuh alami serta

keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi yang masih menerima

teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang ekonomi, konsep PHT

ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara kimiawi. Dalam menyikapi dua

konsep PHT ini, kita harus pandai memadukannya karena masing-masing konsep mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Hal ini disebabkan bila dua konsep tersebut diterapkan tidak dapat

berlaku umum.

2.2 PHT dalam Konteks Produksi Padi

Luas panen padi pada tahun 2003 tercatat 11,48 juta hektar dan produksi padi pada

tahun tersebut mencapai 52,08 juta ton, meningkat 1,14% dibanding tahun 2002 (51,49 juta

ton). Kenaikan produksi merupakan dampak dari peningkatan produktivitas padi, dari 4,47

t/ha pada tahun 2002 menjadi 4,52 t/ha pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa

penerapan teknologi, termasuk pengendalian hama dan penyakit, memegang peranan penting.

Page 5: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

Dengan asumsi tidak ada terobosan teknologi maka produksi padi pada tahun 2020

diproyeksikan 57,4 juta ton. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama

diperkirakan 262 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,27%/ tahun. Apabila

konsumsi beras per kapita masih tetap 134 kg/tahun maka kebutuhan beras pada tahun 2020

mencapai 35,1 juta ton atau setara dengan 65,9 juta ton gabah kering giling (GKG). Kalau

produksi padi tidak meningkat berarti pada tahun 2020 terjadi kekurangan beras 4,5 juta ton

atau setara dengan 8,5 juta ton GKG (Budianto 2002). Untuk mengatasi kekurangan pangan

perlu adanya terobosan peningkatan produksi padi. Pengalaman di lapangan menunjukkan

bahwa produktivitas padi masih dapat ditingkatkan melalui implementasi program PHT.

Dalam praktek PHT, hasil padi petani di Karawang pada MK 1995 masih meningkat hingga

37% dengan penanaman varietas tahan hama wereng dan meningkat 46,3% untuk varietas

tidak tahan (Baehaki et al. 1996).

2.3 PHT Mendukung Pertanian Praktek Pertanian yang Baik

Aspek keselamatan, kesehatan, dan lingkungan pada keseluruhan proses produksi

sampai pemasaran dinilai dengan International Standardization Organization (ISO) yang

dikenal dengan pendekatan sistem mutu dan keamanan pangan, termasuk di dalamnya Sistem

Manajemen ISO 9000 tentang Manajemen Mutu, ISO 14000 tentang Manajemen

Lingkungan, dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) tentang Sistem

Manajemen Keamanan Pangan. Produk yang berkualitas harus memiliki empat kriteria yaitu:

(1) Memenuhi sifat keindraan (sensory properties) yang meliputi rasa, penampilan,

bau, dan warna;

(2) Memenuhi nilai nutrisi (nutritional value) yang menyangkut isi nutrisi, vitamin,

dan tidak terdapat hal yang tidak diinginkan seperti zat yang menimbulkan alergi;

(3) Menenuhi kualitas kesehatan (hygienic quality) yang menyangkut kebersihan,

kesegaran, tidak ada serangga, tidak menjijikkan; dan

(4) Memenuhi aspek keamanan pangan (food safety) yang menyangkut tidak adanya

mikroorganisme penyebab penyakit, tidak berisi zat toksik seperti pestisida, logam

berat, mikotoksin, dan tidak ada tipuan (Frost 2001).

Page 6: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

GAP (Good Agricultural Practices) dapat diaplikasikan dalam rentang waktu dan

daerah yang luas terhadap sistem pertanian dengan skala yang berbeda. GAP digunakan

dalam sistem pertanian berkelanjutan yang mencakup PHT, pengelolaan hara terpadu,

pengelolaan gulma terpadu, pengelolaan irigasi terpadu, dan pemeliharaan (conservation)

lahan pertanian. Penerapan PHT diperlukan dalam sistem produksi pertanian berkelanjutan.

Oleh karena itu, GAP harus memiliki empat prinsip utama:

1. Penghematan dan ketepatan produksi untuk ketahanan pangan (food security),

keamanan pangan (food safety), dan pangan bergizi (food quality).

2. Berkelanjutan dan bersifat menambah (enhance) sumber daya alam.

3. Pemeliharaan kelangsungan usaha pertanian (farming enterprise) dan mendukung

kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihoods).

4. Kelayakan dengan budaya dan kebutuhan suatu masyarakat (social demands).

Aspek yang akan disentuh oleh elemen GAP di bidang “perhamaan” adalah proteksi

tanaman. Hal ini membutuhkan strategi pengelolaan risiko, yang mencakup penggunaan

tanaman tahan hama dan penyakit, rotasi tanaman pangan dengan pakan ternak, ledakan

penyakit pada tanaman peka, dan penggunaan bahan kimia seminimal mungkin untuk

mengendalikan gulma, hama, dan penyakit dengan mengikuti konsep PHT. GAP akan

menjangkau beberapa aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian hama sebagai berikut:

1. Penggunaan varietas tahan dalam proses pelepasan beruntun (sequencetial),

asosiasi, dan kultur teknis untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit.

2. Pemeliharaan keseimbangan biologi antara hama dan penyakit dengan musuh

alami.

3. Adopsi praktek pengendalian menggunakan bahan organik bila memungkinkan.

4. Penggunaan teknik pendugaan hama dan penyakit bila telah tersedia.

5. Pengkajian semua metode yang memungkinkan, baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang, terhadap sistem produksi dan implikasinya terhadap lingkungan guna

meminimalkan pemakaian bahan kimia pertanian, khususnya dalam meningkatkan

adopsi teknologi PHT.

Page 7: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

6. Penyimpanan dan penggunaan bahan kimia yang sesuai dan teregistrasi untuk

individu tanaman serta waktu, dan interval penggunaan sebelum panen.

7. Pengamanan penyimpanan bahan kimia dan hanya digunakan oleh personel yang

sudah terlatih dan memiliki pengetahuan (knowledgeable persons).

8. Pengamanan peralatan yang digunakan untuk mengatasi bahan kimia dengan

meningkatkan keamanan dan pemeliharaan standar.

9. Pemeliharaan catatan secara akurat terhadap insektisida yang dipakai.

2.4 Alternatif Kebijakan Implementasi PHT dalam Praktek Pertanian yang Baik Menuju

Pertanian Berkelanjutan.

1. Pemilihan Varietas Tahan dan Hemat Energi

Keberlanjutan pertanian antara lain ditentukan oleh penggunaan varietas tahan hama

penyakit dan hemat energi. Usaha untuk menghasilkan varietas yang hemat energi di

antaranya adalah dengan mengubah tipe tanaman C3 menjadi C4, atau mengubah arsitektur

tanaman menjadi lebih produktif, misalnya padi tipe baru dengan anakan sedikit dan bentuk

daun yang memiliki kemampuan lebih tinggi untuk berfotosintesis sehingga dapat

berproduksi lebih tinggi (Cantrell 2004).

Dalam memilih varietas yang akan ditanam, nilai tambah produksi dan pemasaran

juga perlu diperhitungkan. Hal ini penting artinya karena setiap varietas mempunyai karakter

yang berbeda; ada yang cocok untuk dibuat bihun, beras kristal, nasi goreng, dan sebagainya.

Dalam praktek pertanian yang baik, petani perlu dibimbing dalam memilih varietas yang

tidak rakus hara, hemat air, tahan hama dan penyakit, dan berproduksi normal di mana pun

ditanam. Ini penting artinya agar mereka tidak menggunakan input secara berlebihan, baik

pupuk, air maupun pestisida, sebagaimana yang dikehendaki oleh kaidah praktek pertanian

yang baik menuju keberlanjutan sistem produksi.

Dalam kesempatan ini dianjurkan kepada para pemulia tanaman untuk menyusun

program perakitan varietas padi yang hemat energi, tahan hama dan penyakit, dan

berproduksi normal di mana pun ditanam. Paradigma baru pemuliaan tanaman ini seyogianya

dapat dijabarkan ke dalam rencana strategis penelitian padi nasional. Pembentukan varietas

padi tahan hama penyakit dan hemat energi sesuai dengan dinamika paradigma pembentukan

varietas unggul baru dari zaman ke zaman.

Page 8: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

2. Teknologi Pengendalian Hama secara Hayati

Pengendalian hayati secara inundasi adalah memasukkan musuh alami dari luar

dengan sengaja ke pertanaman untuk mengendalikan hama. Inundasi yang dapat dilakukan

adalah penggunaan cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae sebagai agens

hayati. Efektivitas biakan B. bassiana terhadap wereng coklat mencapai 40% (Baehaki et al.

2001). Cendawan ini selain dapat mengendalikan wereng coklat, juga dapat digunakan untuk

mengendalikan walang sangit (Tohidin et al. 1993), Darna catenata (Daud dan Saranga

1993), dan lembing batu (Caraycaray 2003). Formulasi cendawan M. anisopliae dapat

menurunkan populasi hama sampai 90%.

3. Pergiliran Varietas antarmusim

Hama tanaman padi tidak akan meledak sepanjang musim dan peningkatan

populasinya hanya terjadi pada musim hujan. Pada musim kemarau, populasi hama, misalnya

wereng, cenderung rendah, kecuali pada musim kemarau yang banyak hujan atau di daerah

cekungan. Pergiliran varietas berdasarkan gen ketahanan yang terkandung pada tanaman padi

untuk menghadapi tingkat biotipe wereng coklat. Pada daerah wereng coklat biotipe 1,

pertanaman padi diatur dengan menanam varietas yang mempunyai gen tahan Bph1, bph2

dan Bph3 pada musim hujan. Pada musim kemarau dapat ditanam varietas padi yang tidak

mempunyai gen tahan.

Pergiliran varietas pada daerah wereng coklat biotipe 2 dilakukan dengan menanam

varietas yang mempunyai gen tahan bph2 dan Bph3 pada musim hujan. Pada musim kemarau

ditanam varietas yang mempunyai gen Bph1. Pergiliran varietas pada daerah wereng coklat

biotipe 3 dilakukan dengan menanam varietas yang mempunyai gen tahan Bph1+ dan Bph3

pada musim hujan. Pada musim kemarau ditanam varietas dengan gen tahan Bph1 dan bph2.

Pengaturan pertanaman di dalam musim juga diperlukan untuk menangkal serangan wereng

coklat dan penggerek batang padi, yaitu pada awal musim hujan menanam varietas tahan

yang berumur pendek dan pada pertengahan musim sampai akhir musim hujan menanam

varietas yang tidak tahan ataupun tahan wereng coklat dan berumur panjang.

4. Teknologi Pengendalian Hama Padi dengan Sistem Integrasi Palawija pada

Pertanaman Padi

Para ahli agroekologi sedang mengenalkan intercropping, agroforestry, dan metode

diversifikasi lainnya yang menyerupai proses ekologi alami (Alteri 2002). Hal ini penting

Page 9: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

artinya bagi keberlanjutan kompleks agroekosistem. Pengelolaan agroekologi harus berada di

garis depan untuk mengoptimalkan daur ulang nutrisi dan pengembalian bahan organik, alir

energi tertutup, konservasi air dan tanah, serta keseimbangan populasi hama dan musuh

alami. Hama dan penyakit tanaman padi juga dapat dikendalikan berdasarkan agroekologi,

antara lain dengan sistem integrasi palawija pada pertanaman padi (SIPALAPA).

Sistem ini berupa pertanaman polikultur, yaitu menanam palawija di pematang pada

saat ada tanaman padi. SIPALAPA dapat menekan perkembangan populasi hama wereng

coklat dan wereng punggung putih. Hal ini disebabkan adanya predator Lycosa

pseudoannulata, laba-laba lain, Paederus fuscifes, Coccinella, Ophionea nigrofasciata, dan

Cyrtorhinus lividipennis yang mengendalikan wereng coklat dan wereng punggung putih.

Demikian juga parasitasi telur wereng oleh parasitoid Oligosita dan Anagrus pada

pertanaman SIPALAPA lebih tinggi daripada pertanaman padi monokultur. Penerapan

teknologi SIPALAPA dapat meningkatkan keanekaragaman sumber daya hayati fauna dan

flora (biodiversitas). Penanaman kedelai atau jagung pada pematang sawah terbukti dapat

memperkaya musuh alami, mempertinggi dinamika dan dialektika musuh alami secara dua

arah antara tanaman palawija dan padi. Dalam praktek pertanian yang baik, pada pasal 13.b

disebutkan bahwa keberhasilan usaha tani terkait dengan upaya peningkatan keanekaragaman

hayati melalui konservasi lahan (EUREP 2001). Hal ini dapat diaktualisasikan melalui

aktivitas kelompok tani dengan menghindari kerusakan dan deteriorasi habitat, memperbaiki

habitat, dan meningkatkan keanekaragaman hayati pada lahan usaha tani.

5. Pengendalian berdasarkan Manipulasi Musuh Alami

Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami dimaksudkan untuk

memberikan peranan yang lebih besar kepada musuh alami, sebelum memakai insektisida.

Pada prinsipnya musuh alami akan selalu berkembang mengikuti perkembangan hama.

Selama musuh alami dapat menekan hama maka pengendalian dengan bahan kimia tidak

diperlukan karena keseimbangan biologi sudah tercapai. Namun bila perkembangan musuh

alami sudah tidak mampu mengikuti perkembangan hama, artinya keseimbangan biologi

tidak tercapai, maka diperlukan taktik pengendalian yang lain, termasuk penggunaan bahan

kimia. Teknologi pengendalian wereng coklat menggunakan ambang kendali berdasarkan

manipulasi musuh alami dapat mengurangi pemakaian insektisida dan meningkatkan

pendapatan (Baehaki et al. 1996). Teknologi ini diawali dengan pemantauan pada pertanaman

untuk menentukan ambang ekonomi wereng terkoreksi musuh alami dengan menggunakan

Page 10: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

formula Baehaki (1996). Insektisida yang direkomendasikan dapat digunakan untuk

pengendalian hama jika ambang ekonomi terkoreksi yang ditentukan telah terlampaui.

Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami menghemat penggunaan

insektisida 33-75%, meskipun pada musim hujan dengan kelimpahan hama wereng cukup

tinggi. Dengan cara ini, hasil padi di tingkat petani meningkat 36% dengan peningkatan

keuntungan 53,7%. Ambang ekonomi bukan harga yang tetap, tetapi berfluktuasi bergantung

pada harga gabah dan pestisida. Bila harga gabah meningkat maka ambang ekonomi akan

turun dan sebaliknya, tetapi bila harga insektisida naik maka amba

6. Teknologi Pengendalian Hama berdasarkan Ambang Ekonomi

Tidak semua hama dapat diformulasikan teknologi pengendaliannya berdasarkan

musuh alami karena terbatasnya pengetahuan tentang korelasi perkembangan musuh alami

dengan perkembangan suatu hama. Bagi hama yang belum ada teknologi pengendaliannya

berdasarkan perkembangan Musuh alami, dapat digunakan teknologi berdasarkan ambang

ekonomi tunggal atau ambang ekonomi ganda. Di lapangan, adakalanya pertanaman padi

diserang oleh lebih dari satu macam hama sehingga diperlukan teknologi yang mampu

mengendalikan lebih dari satu jenis hama. Untuk itu, pengendalian dapat berpatokan pada

ambang ekonomi hama ganda. Formula pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi

ganda pada fase vegetatif untuk wereng coklat-wereng punggung putih mengikuti pola 9-0-

14, sedangkan pada fase reproduktif mengikuti pola 18-0-21. Ambang ekonomi ganda

sundep-ulat grayak pada fase reproduktif mengikuti pola 9-0-15, sundep-hydrellia pada fase

vegetatif mengikuti pola 6-0-19, dan sundep-pelipat daun pada fase vegetatif mengikuti pola

9-0-13 (Baehaki dan Baskoro 2000). Pengendalian dengan insektisida dilakukan setelah

populasi hama atau kerusakan tanaman mencapai ambang ekonomi ganda yang telah

ditentukan.

7. Minimalisasi Residu Pestisida

Penggunaan insektisida merupakan taktik dinamis yang dilaksanakan dalam kurun

waktu pertumbuhan tanaman bila teknik budi daya dan pengendalian hayati gagal menekan

populasi hama di bawah ambang ekonomi. Penentuan ambang ekonomi sangat penting

sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian. Bhat (2004) menyebutkan bahwa

ambang ekonomi merupakan komponen yang sangat penting dalam PHT. Pengendalian hama

berdasarkan ambang ekonomi juga bertujuan untuk mengatasi penggunaan bahan kimia

Page 11: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

secara berlebihan yang berdampak terhadap tingginya residu pestisida pada produk pertanian

dan pencemaran lingkungan.

Page 12: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PHT merupakan pengelolaan hama secara ekologis, teknologis, dan multidisiplin

dengan memanfaatkan berbagai taktik pengendalian yang kompatibel dalam satu kesatuan

koordinasi sistem pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Implementasi PHT memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk petani, peneliti,

pemerhati lingkungan, penentu kebijakan, dan bahkan politisi. Implementasi PHT dapat

mendukung keberlanjutan pengembangan pedesaan dengan mengamankan suplai air dan

menyediakan makanan sehat melalui praktek pertanian yang baik. PHT mengakomodasikan

teknologi ramah lingkungan dengan pendekatan hayati, tanaman inang tahan, hemat energi,

budi daya, dan aplikasi pestisida berdasarkan ambang ekonomi. Bahan kimia yang digunakan

harus sesuai dengan persyaratan pengelolaan yang diatur dengan undangundang. PHT harus

mengembangkan diversitas agroekosistem yang menguntungkan dari pengaruh integrasi

antartanaman sehingga terjadi interaksi dan sinergisme, serta optimalisasi fungsi dan proses

ekosistem, seperti pengaturan biotik yang merusak tanaman, daur ulang nutrisi, produksi dan

akumulasi biomassa. Hasil akhir dari pola agroekologi adalah meningkatnya ekonomi dan

keberlanjutan agroekologi dari suatu agroekosistem. Pendekatan pertanian berkelanjutan

untuk pengelolaan hama, yang meliputi kombinasi pengendalian hayati, kultur teknis, dan

pemakaian bahan kimia secara bijaksana, merupakan alat dalam merintis pertanian ekonomis,

pelestarian lingkungan, dan menekan risiko kesehatan. PHT, GAP, dan pertanian

berkelanjutan mengarah kepada keselarasan lingkungan, secara ekonomi memungkinkan

dipraktekkan, serta memperhatikan keadilan masyarakat (socially equitable).

Page 13: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alteri, M.A. 2002. Agroecology: Principles and strategies for designing sustainable farming

system. Sustainable Agriculture Network. Sustainable Agriculture Research and

Education (SARE) Program. Sustainable Agriculture Publications, 210 UVM, Hill

Building, Burlington, VT 05405-0082. 7pp.

Anonymous. 2002a. Integrated pests management, entomology, plant pathology, and soil

science. Host plant resistance.

Anonymous. 2002b. Integrated pests management, entomology, plant pathology, and soil

science. Legal control (regulatory methods).

Anonymous. 2002c. Integrated pests management, entomology, plant pathology, and soil

science. Biological control.

Anonymous. 2002d. Integrated pests management, entomology, plant pathology, and soil

science. Chemicals pesticides, the good, the bad, and the ugly.

Baehaki S.E. 1986. Dinamika populasi wereng coklat Nilaparvata lugens Stal. Edisi Khusus

No1. Wereng Coklat. Baehaki S.E. 1992. Teknik pengendalian wereng coklat terpadu.

hlm. 39-49.

Baehaki S.E dan A. Hasanuddin. 1995. Situasi wereng coklat dan tungro di beberapa daerah

Jawa pada 10 tahun terakhir. Seminar Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.

30 hlm.

Baehaki S.E. 1996. Formula pengendalian wereng coklat menggunakan ambang ekonomi

berdasar musuh alami. Suatu sintesis data mendasari rasionalisasi pengendalian hama

secara kuantitatif pada tanaman padi. Unpublished. 5 hlm.

Baehaki S.E., P. Sasmita, D. Kertoseputro, dan A. Rifki. 1996. Pengendalian hama berdasar

ambang ekonomi dengan memperhitungkan musuh alami serta analisis usaha tani

dalam PHT. Temu Teknologi dan Persiapan Pemasyarakatan Pengendalian Hama

Terpadu. Lembang. 81 hlm.

Page 14: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

Baehaki S.E. 1999. Strategi pengendalian wereng coklat. hlm. 54-63. Prosiding Hasil

Penelitian Teknologi Tepat Guna Mendukung Gema Palagung. Balai Penelitian

Tanaman Padi, Sukamandi.

Baehaki S.E dan Baskoro. 2000. Penetapan ambang ekonomi ganda hama dan penyakit pada

varietas padi berbeda umur masak di pertanaman. Seminar Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Baehaki S.E., Kartohardjono, dan Nurhayati. 2001. Teknik perbanyakan Beauveria bassiana

pada media padat dan efektivitas umur biakan terhadap wereng coklat. hlm. 146-153.

Prosiding Simposium Pengendalian Hayati Serangga. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan, Fak. Pertanian Universitas Padjadjaran, DiStrategi

rektorat Perlindungan Tanaman Pangan, dan PRI-Cabang Bandung.

Baehaki S.E. 2002. Perbaikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Berdasar Pemahaman

Biodiversitas Arthropoda pada Berbagai Pola Pertanaman Padi. Seminar

Proyek/Bagian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Biro Pusat Statistik. 1991. Luas dan intensitas serangan jasad pengganggu padi dan palawija

di pulau Jawa tahun 1991. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

Budianto, J. 2002. Tantangan dan peluang penelitian dan pengembangan padidalam

perspektif agribisnis. hlm. 1-19. Dalam Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi

Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Caraycaray, M.D.B. 2003. More farmers use innovative chemical-free methods to control

pest in rice. Phil. Rice Newsletter 16(4).

Daud, I.D. dan A.P. Saranga. 1993. Efektivitas lima konsentrasi suspensi spora Beauveria

bassiana Vuill. Terhadap mortalitas tiga instar larva Darna catenata Snellen

(Lepidoptera: Limacodidae). hlm. 125-134. Prosiding Symposium Patology. Serangga

I. PEI Cabang Yogyakarta-Fak. Pertanian UGM, dan Program Nasional

PHT/Bappenas. Departemen Pertanian. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional

Perlindungan Tanaman dan Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian, Jakarta. 140

hlm.

Page 15: Implementasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi.docx

Earles, R. 2002. Sustainable agriculture: An introduction. ATTRA-National Sustainable

Agriculture Information service.

EUREP. 2001. EUREPGAP Protocol for Fresh Fruit and Vegetables. English version.

Copyright: EUREPGAP c/o FoodPlus Gmbh, Cologne. Germany. 15 p.

Frost, M. 2001. Quality Criteria and Standards. Berlinickestr, Berlin, Germany. p. 113-121.

Matthias.Frost@bvl. bund.de

Kenmore, P.E. 1996. Integrated pest management in rice. p. 76-97. In G.J. Persley (Ed.).

Biotechnology and Integrated Pest Management. CAB International, Cambridge.

Untung, K. 2000. Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu Indonesia. Jurnal

Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.

Waage, J. 1996. Integrated pest management and biochemistry: An analysis of their potential.

p. 36-47. In G.J.

Persley (Ed.). Biotechnology and Integrated Pest Management. CAB International,

Cambridge.