IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR OLEH...
Transcript of IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR OLEH...
IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN BENCANA
BANJIR OLEH BPBD PROVINSI DKI JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Rizal Wahyudha
NIM: 1111054100047
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
ABSTRAK
RIZAL WAHYUDHA
IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR OLEH
BPBD PROVINSI DKI JAKARTA
Bencana banjir yang sering terjadi di Provinsi DKI Jakarta yang
dikarenakan tingginya volume hujan serta kondisi daerah pengaliran sungai yang
tidak mampu menahan air hujan sering membuat aktifitas masyarakat terganggu.
Perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap perlunya standar
kehidupan yang lebih baik, telah mendorong terbentuknya berbagai layanan
sosial.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan lembaga
penanggulangan bencana yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Gubernur. Lembaga ini adalah lembaga pemerintah non-departemen yang
melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik Provinsi maupun
Kabupaten atau Kota dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana implementasi penanggulangan
bencana banjir yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan
pendekatan kualitatif, tehnik pengumpulan data dengan cara wawancara,
observasi dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan empat informan, yang
terdiri dari bidang pencegahan dan kesiapsiagaan (bidang 1), bidang kedaruratan
dan logistik (bidang 2), bidang rehabilitasi dan rekontruksi (bidang 3), dan tokoh
masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan tahapan sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.
Pada tahapan pra bencana banjir BPBD Provinsi DKI Jakarta melakukan tahapan
kesiagaan, peringatan dini, dan mitigasi. Saat bencana terjadi BPBD Provinsi DKI
Jakarta melakukan tahapan tanggap darurat dan penanggulangan bencana. BPBD
Provinsi DKI Jakarta juga melakukan tahapan rehabilitasi dan rekontruksi pada
saat pasca bencana banjir.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang karena kasih sayang dan
pertolongannya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Implementasi Penanggulangan Bencana Banjir Oleh BPBD Provinsi DKI
Jakarta”. Tidak lupa pula shalawat dan salam penulis sampaikan kepada
junjungan Nabi Besar Kita, Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan
umatnya untuk selalu bersyukur dan ikhlas dalam menjalankan hidup.
Pada kesempatan ini penulis juga akan menyampaikan rasa terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi serta berdedikasi untuk
memberikan dukungan moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Kedua orang tua penulis, papah Azhar dan Mamah Nelda yang selalu
menyebut nama anaknya dalam setiap do’a. Dan juga kepada keluarga
besar Almarhum Ali Luis dan Almarhum Zainal Abidin terimakasih atas
semangat dan dukungannya.
2. Segenap Jajaran Dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Bapak
Suparto, M. Ed, Ph. D Selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
Roudhonah, M.Ag Selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,
Serta Dr. H. Suhaimi, M.Si Selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan. Semoga selalu diberikan kesehatan dan Allah melipat-
gandakan segala kebaikan yang telah mereka lakukan.
iii
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M. Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial. terimakasih atas nasihat dan
bimbingannya.
4. Kepada dosen pembimbing saya Bapak Muhtadi, M.Si yang senantiasa
bersabar dan teliti selama membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, serta seluruh Dosen
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan terimakasih saya kepada
Bapak dan Ibu.
6. Kepada lembaga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi
DKI Jakarta Terimakasih telah menerima peneliti dengan tangan terbuka
dan kesempatannya untuk penulis belajar mengenai hal-hal baru.
7. Kepada teman sehimpun secita HMI Cabang Ciputat khususnya kepada
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Teruslah merasa hijau dan kau akan tetap tumbuh, yakinkan
dengan iman, usahakan dengan ilmu, sampaikan dengan amal. Yakin Usaha
Sampai.
8. Kepada Himpunan Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial dan keluarga
besar mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak bisa dipungkiri bahwa penulis lahir disini, dan akan berkembang di
luar. Dedikasikan jiwa ragamu, bersama kita maju.
iv
9. Terimakasih kepada teman-teman Jaitra, Balatentara, RR, Hydrant, DPP all,
Guerrier Sans, Dakwah, dan Aula Insan Cita. Yang selalu memberikan
canda, tawa, dan senyum kepada penulis.
10. Tanpa mengurangi rasa hormat dan bangga, kepada para senior kawan-
kawan yang telah mengenal Rizal Wahyudha. Terimakasih yang sebesar-
besarnya atas segala bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,
dan dukungannya selama penulis berada di Ciputat. Penulis yakin dan
percaya bahwa tanpa bantuan dan dukungan selama ini, maka proses ini
tidak akan sampai.
Jakarta, 19 April 2018
Penyusun,
Rizal Wahyudha
1111054100047
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 15
D. Metodologi Penelitian 16
E. Pedoman Penulisan Skripsi 22
F. Tinjauan Pustaka 22
G. Sistematika Penulisan . 23
BAB II KAJIAN TEORI
A. Implementasi 25
B. Penanggulangan Bencana 26
1. Penanggulangan 26
2. Definisi Bencana 27
3. Jenis-Jenis Bencana 28
4. Penyebab Bencana 29
5. Dampak-Dampak Bencana 30
6. Tahapan-Tahapan Penanggulangan Bencana 32
7. Bencana Banjir 38
vi
C. Pelayanan Kesejahteraan Sosial 39
1. Definisi Kesejahteraan Sosial 39
2. Usaha Kesejahteraan Sosial 41
3. Definisi Pelayanan Kesejahtaeraan Sosial 43
BAB III PROFIL BPBD PROVINSI DKI JAKARTA
A. Sejarah BPBD Provinsi DKI Jakarta 47
B. Dasar Pembentukan BPBD Provinsi DKI Jakarta 49
C. Lambang BPBD Provinsi DKI Jakarta 50
D. Visi dan Misi BPBD Provinsi DKI Jakarta 51
E. Peran BPBD Provinsi DKI Jakarta 51
F. Tugas dan Fungsi BPBD Provinsi DKI Jakarta 52
G. Tata Kerja BPBD Provinsi DKI Jakarta 53
H. Program BPBD untuk Penanggulangan Bencana ……54
I. Struktur Organisasi BPBD Provinsi DKI Jakarta 55
J. Titik Rawan Bencana Banjir DKI Jakarta 56
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Pra Bencana Banjir 58
1. Kesiagaan 58
2. Peringatan Dini 59
3. Mitigasi 61
B. Saat Bencana Banjir 62
1. Tanggap Darurat 62
2. Penanggulangan Bencana Banjir 65
vii
C. Pasca Bencana Banjir 67
1. Rehabilitasi 67
2. Rekontruksi 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 72
B. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor non-alam maupun faktor
manusia.Bencana mengakibatkan korbanjiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Sedangkan, sejahtera yang secara etimologis diartikan sebagai keadaan
aman, sentausa, makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan,
kesukaran, dan sebagainya.1
Berdasarkan pengertian tersebut, maka
kesejahteraan diartikan sebagai keadaan atau kondisi seseorang diliputi rasa
aman, tenteram, makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan dan
kesukaran. Gangguan atau kesukaran ini sering diujudkan berupa gangguan
keshatan, gangguan kenikmatan atau gangguan kerja, dan sebagainya.2
Salah satu dari berbagai gangguan yang menyebabkan seseorang
dikatakan tidak sejahtera seperti yang disebutkan diatas adalah menyangkut
kesehatan jasmani dan rohani. Karena kesehatan termasuk dalam kategori
kebutuhan dasar manusia sebagai faktor-faktor yang dipakai oleh manusia
untuk mempertahankan keberadaannya atau eksistensinya.3Kesehatan baik
1 C. Pramuwito, Pengantar Ilmu KesejahteraanSosial (Yogyakarta: Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997), h. 23.
2C. Pramuwito, Pengantar Ilmu KesejahteraanSosial (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian
Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997), h. 23.
3C. Pramuwito, Pengantar Ilmu KesejahteraanSosial (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian
Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997),h. 12.
2
secara jasmani maupun rohanisangat penting bagi seorang individu untuk
aktivitasnya sehari-hari.
Ketika terjadinya suatu bencana maka kita berhadapan dengan
masalah yang berhubungan dengan manusia, sehingga kondisi serta
kebutuhan manusia yang menjadi para korban bencana harus didahulukan
mengingat bencana alam tersebut berdampak pada rasa aman, tenteram,
makmur, yangmerupakan syarat akan terpenihinya kesejahteraan
seseorang. Oleh karena itu korban bencana alam dapat dikatakan sebagai
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Yang dimaksud dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) adalah seseorang atau keluarga yang karena suatu hambatan,
kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan
karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan
lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
(jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar.
Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa
kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial maupun perubahan
lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung atau
menguntungkan. Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia, saat
ini tercatat ada 26 jenis PMKS yang salah satunya adalah korban bencana
alam.Korban bencana alam adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara
lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
3
angin topan, dan tanah longsor. Dengan kriteria4
seseorang atau
sekelompok orang yang mengalami:
a. Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami
b. Korban jiwa
c. Kerusakan lingkungan
d. Kerugian harta benda
f. Dampak psikologis.
Pada zaman modern saat ini, seluruh warga dunia tidak akan luput
dari bencana, baik bencana alam maupun bencana yang merupakan akibat
dari perilaku diri kita sendiri, karena bencana yang terjadi penyebabnya
berkaitan dengan dosa yang diperbuat oleh tangan-tangan manusia itu
sendiri, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam surat Ar Rum ayat
41:
والبحزبماكسبتأيديالناسليذيقهمبعضظهز الفسادفيالبز
(١٤الذيعملىالعلهميزجعىن) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).” [Ar Rum : 41]
Bencana sendiri akan terus menghantui kita semua seumur hidup,
namun kita sebagai manusia hanya bisa menyiasati bencana tersebut agar
tidak menimbulkan kerusakan yang parah. Di sinilah dimana Pengelolaan
Bencana (Disaster Management) berperan sangat penting. Mengambil
dari kalimat pepatah, "sedia payung sebelum hujan", kita harus
4Buku Panduan Pemutakhiran Data PMKS dan PSKS DIY 2012, diakses pada Senin, 28
Maret 2016dari www.dinsos.jogjaprov.go.id/jenis-jenis-pmks/
4
mempersiapkan segalanya sebelum bencana terjadi, misalnya
menyelamatkan semua peralatan rumah tangga sebelum banjir terjadi.
Bahaya bencana dapat terjadi di mana saja dengan sedikit atau
tanpa peringatan, maka sangat penting bersiaga terhadap bahaya bencana
untuk mengurangi risiko bencana. Selain itu, agar masyarakat mengetahui
langkah-langkah penanggulangan bencana sehingga dapat mengurangi
ancaman dan dampak, meyiapkan diri secara tepat bila terjadi ancaman,
menyelamatkan diri, memulihkan diri, dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi agar menjadi masyarakat yang aman, mandiri dan berdaya tahan
terhadap bencana.
Bencana alam adalah salahsatu suatu kejadian atau peristiwa pada
alam yang mempunyai dampak yang bisa mengakibatkan jumlah populasi
pada manusia terancam, salah satu bagian dari bencana adalah banjir.5
Menurut KBBI, banjir berarti berair banyak dan deras, kadang-kadang
meluap (tentang kali dan sebagainya).6Banjir lebih memungkinkan terjadi
di dataran-dataran rendah.
Banjir yang sering terjadi di beberapa bagian di dunia termasuk
Indonesia, merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa
banjir merupakan akibat dari berbagai sebab. Misalnya hujan deras dan
lama serta kondisi daerah pengaliran sungai yang tidak mampu menahan
air hujan, akan menimbulkan aliran permukaan yang besar. Bila palung
sungai tidak mampu lagi menampung aliran permukaan yang besar,
5Macam-Macam Bencana Alam dan Penyebabnya Beserta Pengertiannya, artikel diakses
pada 27 Desember 2017 https://lenterahidup.net/macam-macam-bencana-alam-dan-penyebabnya/ 6Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel diakses pada 27 Desember 2017
https://kbbi.web.id/banjir
5
terjadilah banjir. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir,
diantaranya adalah:
1. Curah hujan pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan
mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai
maka akan timbul banjir atau genangan.
2. Kapasitas drainase yang tidak memadai hampir semua kota-kota di
Indonesia mempunyai drainase daerah genangan yang tidak
memadai, sehingga kota tersebut sering menjadi sasaran musim
banjir.
3. Sampah disiplin masyarakat untuk membuang sampah ke sungai. Di
kota-kota besar hal ini sangat mudah dijumpai. Pembuangan sampah
di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena
menghalangi aliran.
4. Drainase lahan drainase perkotaan dan pengembangan lahan
pertanian pada daerah bantuan banjir akan mengurangi kemampuan
bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.
Oleh karena itu pada suatu kota, besarnya debit banjir dapat ditinjau
dengan analisa hidrologi yang merupakan metode penghitungan debit
banjir rencana berdasarkan data curah hujan dengan menggunakan
metode statistik.
Di wilayah DKI Jakarta, ancaman banjir tersebar di 37 Kecamatan,
125 Kelurahan dan 634 Rw dengan jumlah penduduk yang terdampak
diperkirakan mencapai 122.130 Jiwa. Sebanyak 24.130 Jiwa (25 % dari
6
total pengungsi) masuk kedalam kategori penduduk rentan dan 20 Jiwa
terancam.7
Pada tahun 2007 banjir di Jakarta tercatat merupakan yang paling
parah di abad ke 21 ini. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) mencatat jumlah pengungsi akibat banjir Jakarta ketika itu
mencapai 590 ribu jiwa. Korban jiwa yang disebabkan oleh banjir di
wilayah Jabodetabek pada tahun 2007 mencapai 79 jiwa. Sementara total
kerusakan dan kerugian yang dapat dihitung akibat langsung banjir senilai
Rp 5,2 triliun. Sementara, dampak ekonomi atau tidak langsung akibat
banjir mencapai Rp 3,6 triliun.8
Januari 2013 jebolnya tanggul Johannes Latuharhary menyebabkan
air mengalir deras hingga ke Bundaran HI. Hal ini mengakibatkan lantai
bawah tanah Gedung UOB terendam karena memiliki ketinggian lantai
dasar nyaris sama dengan jalan. Setelah dilakukan penyedotan air dan
pengeringan basemen diketahui bahwa dalam lantai bawah itu ada dua
orang yang meninggal akibat tenggelam, sementara dua lainnya dalam
kondisi lemas dan kaku karena terendam air dalam waktu yang lama.
Tidak hanya itu ditemukan pula 47 mobil terendam di lantai basement 1
dan 2.
Kematian akibat tenggelam ini menjadi salah satu tragedi dalam
sejarah banjir di Jakarta. Banjir ini sebenarnya sudah dimulai sejak
Desember 2012, dan baru mencapai puncaknya pada Januari 2013. Badan
7Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, artikel diakses pada 2
Januari 2016 dari http://bpbd.jakarta.go.id/news/detail/955 8Badan Perencanaan Nasional , artikel diakses pada 2 Januari 2016 dari
https://www.bappenas.go.id/files/3713/5462/9576/laporan banjir__20081123055830__995__0.pdf
7
Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan jumlah resmi korban
yang tercatat selama banjir Jakarta 2013 mencapai 20 korban jiwa, dan
33.502 orang terpaksa mengungsi. Sementara versi Pemerintah DKI
Jakarta banjir 2013 membuat 35 Kecamatan tergenang, 1.226.487 jiwa
terdampak banjir, 38 orang meninggal dan membuat 83.554 orang
mengungsi.9
Sementara itu pada tahun 2014 lalu dampak ekonomi banjir
berkurang menjadi Rp 5 triliun . meskipun demikian jumlah pengungsi
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yaitu mencapai lebih
dari 38 ribu jiwa. Korban jiwa juga mengalami peningkatan menjadi 23
orang.10
Pada 2015 lalu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri
DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menyebut ada 75 ribu toko dan kios di
Jakarta yang lumpuh akibat banjir. Jika diasumsikan satu kios
mendapatkan penghasilan 20 juta perhari maka sehari tutup akibat banjir
membuat Jakarta merugi Rp1,5 triliun. Beberapa pusat jual beli dan
perdagangan di Jakarta menjadi lumpuh akibat banjir. Pembeli tidak bisa
mengakses pusat perbelanjaan dan toko yang terendam tak lagi bisa
berjualan.
Tidak hanya itu, Penduduk terpaksa mengungsi karena wilayahnya
tergenang air, ribuan penduduk Jakarta terpaksa mengungsi ke tempat-
tempat yang lebih aman. Di pengungsian mereka harus mau tidur di
tempat seadanya serta makan seadanya.
9Data ini diambil dari; https://tirto.id/berapa-kerugian-akibat-banjir-di-jakarta-cjo4
10Ika Akbarwati, “Sejarah Banjir Jakarta,” artikel diakses pada 6 Januari 2016 dari
https://www.selasar.com/budaya/sejarah-banjir-jakarta
8
Kerugian material akibat banjir menyebabkan rumah-rumah
penduduk rusak termasuk perabotan rumah. Selain itu karena ditinggal
mengungsi banyak orang kehilangan harta benda karena dicuri orang.
Akibat banjir juga dirasakan berbagai perusahaan di Jakarta, perusahaan-
perusahaan tidak bisa beropersi tempat bekerja karena tergenang air dan
listrik yang mati.
Dampak psikologis bagi penduduk yang terkena banjir Masyarakat
yang mengalami banjir banyak yang sedih dan putus asa karena harus
tinggal di pengungsian dalam waktu lama, tidak bisa bekerja, tidak bisa
sekolah dan setelah banjir mereda mereka pun harus membersihkan
kembali rumah mereka yang penuh dengan lumpur dan sampah-sampah
akibat banjir.11
Perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap
perlunya standar kehidupan yang lebih baik, telah mendorong
terbentuknya berbagai layanan sosial. Pelayanan sosial adalah kegiatan
terorganisir untuk meningkatkan kondisi orang-orang yang kurang
beruntung dalam masyarakat. Pemerintah Indonesia, khususnya
Kementerian Sosial dan sejumlah besar organisasi-organisasi non
pemerintah, telah memainkan peranan penting dalam bidang pelayanan
sosial.12
Layanan sosial (Social Services) itu sendiri, pada dasarnya
merupakan suatu program ataupun kegiatan yang didesain secara konkret
11
Penyebab dan Dampak Banjir di Jakarta; http://isbd
alv.blogspot.co.id/2014/03/penyebab-dan-dampak-banjir-di-jakarta.html 12
C. Pramuwito, Pengantar Ilmu KesejahteraanSosial (Yogyakarta: Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997),h. 21.
9
untuk menjawab masalah, kebutuhan masyarakat ataupun meningkatkan
taraf hidup masyarakat. Layanan sosial itu sendiri dapat ditujukan pada
individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam komunitas, ataupun
komunitas sebagai suatu kesatuan.13
Karena yang dapat menyebabkan
bencana adalah hilangnya loyalitas terhadap sesama orang beriman dan
hilangnya sikap berlepas diri dari orang-orang kafir, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wata'ala pada surat Al-Anfaal ayat 73:
تفعلىهتكهفتنةفيالرضوالذيه إل كفزوابعضهمأولياءبعض
(٣٧وفسادكبيز) “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi
pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin)
tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya
akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
[Al Anfaal : 73]
Penanggulangan terhadap ancaman bencana yang tidak mengenal
waktu dan tempat, juga memerlukan pengelolaan secara menyeluruh baik
sebelum terjadi bencana, saat terjadi terjadi bencana maupun juga pasca
terjadinya bencana. Penanggulangan bencana harus ditangani secara
terpadu dan terkoordinasi, serta menekankan pada upaya penanganan
secara sistemik, termasuk kebijakan-kebijakan sosial terkait. Kebijakan
sosial memiliki fungsi pencegah, penyembuh, dan pengembangan.
Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk
mencegah terjadinya masalah sosial, mengatasi masalah sosial sebagai
wujud kewajiban negara dalam memenuhi hak-hak sosial
13
Adi Isbandi Rukminto, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial,
dan Kajian Pembangunan) (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h.107.
10
warganya.14
Meskipun tidak dapat dicegah, banjir dapat diusahakan untuk
dikendalikan.
Usaha kesejahteraan sosial dengan mengacu pada program
penanggulangan bencana yang secara kongkrit, bertujuan untuk
mengembalikan keberfungsian sosial para korban bencana pada kondisi
yang normal dan merupakan suatu tanggung jawab bersama semua
kalangan baik pemerintah, swasta maupun lapisan dan golongan
masyarakat lainnya untuk turut andil dalam proses penanggulangan
bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga
pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan
bencana di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dengan
berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dalam Undang-Undang no. 8 tahun 2008 tentang BNPB, pasal 63
ayat 1 adalah sebagai berikut:15
“Untuk melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah
baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dibentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah selanjutnya disebut BPBD yang
ditetapkan dengan peraturan Daerah.”
Usaha pengendalian banjir tidak bertujuan untuk menghilangkan
sama sekali kemungkinan terjadinya banjir, tetapimemperkecil
kemungkinan tersebut sampai batas tertentu. Batas ini biasanya
14
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta, 2013), h.
11. 15
Anggota IKAPI, Undang-undang Penanggulangan Bencana, (Bandung: Fokus Media,
2011), h. 224.
11
dinyatakan dalam bentuk besarnya debit puncak banjir untuk periode
ulang tertentu, misalnya lima, sepuluh, lima puluh tahun dan seterusnya.
Usaha pengendalian banjir yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Pengairan Kementerian PUPR, antara lain adalah pembuatan,
pemeliharaan, dan pengelolaan waduk, tanggul, pintu air, saluran banjir
dan bangunan pengendali banjir lainnya.
Untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya
kerugian atau bencana akibat banjir, diusahakanlah penanggulangan
banjir baik secara fisik maupun secara non-fisik. Penanggulangan secara
fisik dapat berupa pembersihan palung sungai dan bantaran, perbaikan
darurat tanggul, pintu air dan bangunan pengendalian lainnya.
Penanggulangan secara non-fisik merupakan usaha pencegahan terjadinya
perlakuan yang salah terhadap alam dan lingkungannya, peningkatan
kewaspadaan masyarakat menjelang musim hujan, penyuluhan,
pelaksanaan ketentuan hukum/perundang-undangan dan sebagainya.
Lebih lanjutnya, salah satu penyebab timbulnya bencana (di
Indonesia) karen masyarakat tidak memahami karakteristik ancaman
bencana. Yang seringkali dipahami, bencana terjadi secara tiba-tiba
sehingga masyarakat tidak siap menghadapinya. Akibatnya adalah timbul
korban jiwa dan kerusakan/kerugian yang cukup besar.16
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Propinsi
DKI Jakarta juga harus disinkronkan dengan Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana (RENAS PB). Penyelarasan ini bertujuan untuk
16
Nurjanah, dkk Manajemen Bencana (Bandung: Alfabeta,2012), h. 23.
12
melihat ketercapaian program nasional dan memudahkan Propinsi DKI
Jakarta mendapatkan akses bantuan dalam pelaksanaan program yang
telah menjadi kebijakan nasional.
Pemilihan strategi pada tahap pra bencana sub kelas terdapat
potensi bencana dilakukan untuk memberi perlindungan fisik kepada
masyarakat apabila terjadi potensi bencana. Tindakan pada tahapan ini
merupakan langkah kesiapsiagaan seluruh jajaran aparat pemerintah
dimana potensi bencana sudah dapat terdeteksi. Tindakan ini dilakukan
untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian harta benda
milik masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana. Selain itu
tindakan ini juga akan memudahkan upaya tanggap darurat apabila
bencana itu terjadi sehingga peran semua pihak dapat berjalan efektif
berdasarkan sistem yang telah dirancang dan disepakati bersama.17
Implementasi penanggulangan merupakan tahap yang krusial dalam
proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan
undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya meraih
tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.18
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah dan sedang melakukan
berbagai upaya untuk mengendalikan banjir. Berbagai infrastruktur yang
17
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),
Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-2017 (Jakarta: BPBD,
2013), h. 116. 18
Pasolong dan HarbaniTeori Administrasi Publik (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 57.
13
termasuk diantara seperti pembangunan polder, normalisasi kali,
pembangunan tanggul, pembangunan banjir kanal, revisi tata ruang dan
pengembangan rencana Megapolitan yang melibatkan daerah penyangga
Jakarta. Untuk menahan air pasang masuk ke wilayah daratan, maka
kawasan sepanjang pantai Utara DKI Jakarta dibangun tanggul.
Kemudian dibawah tanggul-tanggul itu dibangun polder. Dengan
demikian air yang berada di bawah permukaan air pasang langsung
masuk ke sistem Polder dan di situ dipasang pompa untuk membuang air
ke laut.
Setiap tahunnya juga dilakukan pekerjaan normalisasi dan
pembangunan saluran air baru. Untuk antisipasi banjir, DPU Propinsi
DKI Jakarta telah melaksanakan berbagai pekerjaan infrastruktur
diantaranya19
:
a. Pengerukan Kali/Saluran/ Waduk (2008, 2009, 2010)
b. Layanan Pembersih di 144 Kali / Saluran
c. Peninggian Tanggul ROB (Muara Angke, Muara Baru, Marunda,
Cilincing, Kamal)
d. Genangan Jalan Arteri & Kolektor 123 lokasi
e. Pembersihan Mulut Air dan Saluran Mikro (Jetting)
f. Pembangunan Polder (Marunda, Dewa Ruci, Kapuk I, II, III, Kapuk
Poglar, Kampung Bandan, Banglio, Jatikramat)
g. Pembangunan 26 Waduk Retensi
19
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),
Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-2017 (Jakarta: BPBD,
2013) h. 62
14
h. Normalisasi Kali Pesanggarahan, Angke dan Sunter (Pemprov DKI
dan Pemerintah Pusat)
i. Perbaikan Pompa Underpass dan Pompa Sistem Polder
j. Pembangunan Pompa ( Poglar, Kampung Bandan, Kapuk I & II,
Thamrin, Kebon Nanas, Jalan Batu, Pangeran Jayakarta, Kartini,
Sumur Batu, Dwi Warna )
k. Penertiban Bangunan di Atas Badan Air.
Dari definisi dan penjelasan singkat di atas, menjadi menarik untuk
membahas lebih mendalam mengenai banjir sebagai salah satu bencana
yang sering terjadi di daerah Jakarta.
Maka, disinilah saya pikir mengapa manajemen bencana menjadi
tidak kalah penting peranannya dalam perubahan yang terjadi pada
masyarakat. Terutama implementasi penanggulangan bencana banjir di
Provinsi DKI Jakarta yang setiap tahunnya menghadapi bencana banjir.
Menjadi menarik untuk mengkaji bagaimana implementasi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta untuk
menghadapi bencana banjir di Ibu Kota Indonesia. Dalam hal ini peneliti
ingin meneliti mengenai”IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN
BENCANA BANJIR OLEH BPBD PROVINSI DKI JAKARTA”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Setelah pemaparan yang cukup melalui sub bab latar belakang
masalah, agaknya menjadi hal yang cukup penting untuk membatasi
15
masalah dalam penelitian ini demi effesiensi waktu dan efektivitas
penelitian, maka penelitian akan dibatasi seputar penerapan
penanggulangan bencana banjir pada tahun 2013-2016, yang diharap
dapat berimbas pada terwujudnya kesejahteraan sosial serta faktor-faktor
penghambat dan pendukung dalam penanggulangan bencana banjir.
2. Perumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan, peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini mengenai
a. Bagaimana implementasi tahapanpenanggulangan bencana banjir di
Provinsi DKI Jakarta oleh BPBD Provinsi DKI Jakarta?
b. Apa faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam penanggulangan
bencana banjir?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi dari tahapan
penanggulangan bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta oleh BPBD
Provinsi DKI Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Setiap karya ilmiah seyogyanya membawa manfaat bagi bidang
keilmuan sebagai khasanah pengetahuan bagi para akademisi maupun
praktisi. Dengan adanya penelitian ini, penyusun berharap dapat
16
memberikan pencerahan bagi pembaca serta masukan bagi lembaga
yang bergerak dalam bidang penanggulangan bencana.
b. Manfaat Praktis
Bagi pengamalannya, penyusun berharap agar penelitian ini
dapat memberikan kontribusi dalam pengkajian peran Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta bagi
masyarakat serta secara aktif membangun kesadaran dan mendukung
gerakan untuk memberikan kesadaran kepada pengelola lembaga akan
peran pentingnya dalam penanggulangan bencana yang dalam hal ini
lembaga dalam mengimplementasikan tahapan penanganannya pada
bencana banjir yang berimbas pada masalah sosial yang ada
dikalangan masyarakat Provinsi DKI Jakarta.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Berdasarkan pada tujuan diatas, penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan maksud tujuan karena peneliti ingin
melakukan penelitian secara mendalam.
Metode penelitian kualitatif menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dan responden.20
Penelitian ini bersifat
deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar,
dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan
20
Lexy J. Moleong, Metodolgi Penelitian Kualitatif , Edisi Revisi, (PT Remaja Rosda
Karya. Bandung: February 2009), Cet-ke20, h.10.
17
metode kualitatif. Selain itu, semuanya yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.21
Dari pendekatan penelitian kualitatif di atas berdasarkan tujuan
penelitian yang ingin melihat bagaimana implementasi
penanggulangan bencana diterapkan di lembaga Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta.
2. Sumber Data
Dalam Penelitian ini sedikitnya terdapat dia jenis sumber data
yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian.
a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari partisipan atau
sasaran penelitian. Data primer yang penulis gunakan adalah
observasi dan interview atau wawancara langsung kepada unsur
terkait penyelenggara program penanggulangan bencana banjir oleh
Badan Penanggulangan Bencana Banjir Daerah Provinsi DKI
Jakarta.
b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diperoleh
dari berbagai sumber dan literatur, buku-buku, internet juga
beragam sumber atau tulisan-tulisan lainnya terkait dengan
penanggulangan bencana banjir oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta.
21
Lexy J. Moleong, Metodolgi Penelitian Kualitatif , Edisi Revisi, (PT Remaja Rosda
Karya. Bandung: February 2009), Cet-ke20,h.11.
18
3. Waktu dan Lokasi Penelitian
a. Penelitian ini mengambil lokasi di Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta,Balaikota Blok F Lt 3 Jl. Merdeka
Selatan, Gambir, Jakarta Pusat.
b. Waktu penelitian ini dimulai Maret 2017 sampai dengan Maret
2018.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam menemukan data-data yang absah secara objektif, maka
dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik pengumpulan data
yang dapat dilakukan dengan Observasi (pengamatan), Interview
(wawancara), Dokumentasi.22
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan
responden dalam penelitian ini adalah menggunakan metode purposive
sampling. Purposive sampling adalah sampel yang dipilih karena
pertimbangan-pertimbangan agar sesuai dengan tujuan penulis. Dalam
penelitian ini, tidak semua responden dapat menjadi informan, harus
disesuaikan dengan kebutuhan penulis. Hal yang terpenting disini
bukan jumlah respondennya melainkan potensi dari setiap kasus untuk
memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang
dipelajari.23
a. Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta
22
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2010) h. 62-63. 23
Lexyi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2001) cet. Ke-15. h. 9.
19
pencatatan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan antar aspek dalam fenomena tersebut.24
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam
kegiatam sehari-hari orang atau situasi yang diamati sebagai
sumber data.
b. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Dalam
penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi
partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan
observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang
yang ada didalamnya.25
Berikut ini informan dari penelitian ini;
24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h. 143. 25
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2010)h. 72.
No Informan
Jenis Informasi yang
dikaji
Metode
Pengumpulan
Data
1.
2.
Tri Indrawan (Kabid
Pencegahan dan
Kesiapsiagaan)
Endang Achadiat (Kabid
Kedaruratan dan Logistik)
Pencegahan bencana
banjir oleh BPBD Provinsi
DKI Jakarta
Implementasi strategi dan
kesiapsiagaan tahapan
penanggulangan bencana
Wawancara
Pribadi
Wawancara
Pribadi
20
Wawancara demikian digunakan untuk mengurangi sedapat-dapatnya
variasi yang bisa terjadi antara seorang yang wawancarai dengan yang
lainnya.
c. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.26
5. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan subjek penelitian yaitu BPBD Provinsi DKI
Jakarta, maka hal tersebut akan dikemukakan di sini bahwa, analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh darihasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, melakukan
26
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2010) h. 82.
3.
4.
5.
Joko Indro Martono
(Kabid Rehabilitasi dan
Rekontruksi)
Sukarto (Ketua RT 007
RW 09 Kampung
Melayu)
Agus Hendrawan (Tokoh
Masyarakat)
Rehabilitasi dan
rekontruksi
Implementasi
penanggulangan bencana
oleh BPBD Dinas Sosial
Provinsi DKI Jakarta
Penerapan
penanggulangan bencana
oleh BPBD Dinas Sosial
Provinsi DKI Jakarta
Wawancara
Pribadi
Wawancara
Pribadi
Wawancara
Pribadi
21
sintesa, menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.27
6. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah, data yang diperoleh data yang telah
teruji dan valid, dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data diujikan
lewat diskusi atau sharing terhadap teman sejawat, referensi teori dan
melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang berkembang,
oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk
mendapatkan data yang relevan.
Selain itu teknik untuk keabsahan data yang berikutnya adalah
dengan Triangulasi sumber yang berarti, untuk mendapatkan data dari
sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.28
Sebagai
gambaran atas data yang telah dikumpulkan dari sumber yang berbeda
sebagai cara perbandingan data yang didapat dari observasi dan
wawancara. Penulis melakukan wawancara dari informan yang satu ke
informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari
observasi.
27
Lexyi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2001) cet. Ke-15.h. 244. 28
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alvabeta, 2007), Cet-ke5,
h.83.
22
E. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan
dalam skripsi ini merujuk pada buku ”Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah”29
yang ditertbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2007”.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai
langkah penyusunan skripsi yang diteliti agar terhindar dari kesamaan
judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelumnya, serta sebagai
referensi penelitian yang berhubungan dengan manajemen bencana.
Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka penulis menemukan
beberapa skripsi yang berhubungan dengan disabilitas, tetapi peneliti
akan memaparkan dari sudut yang berbeda, yaitu:
Nama : Ersyad Tonnedy (105054102070)
Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
ProgramStudi Kesejahteraan Sosial 2010.
Judul : Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung Oleh
PKPU.
Perbedaan skripsi penulis adalah penelitian ini mengarah pada
bencana non alam yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alamyang berupa jebolnya tanggul situ gintung.
Selain itu subjek dan penelitian yang berbeda.
29
Hamid Nasuhi, dkk., IdrisThaha, ed., PedomanPenulisanKaryaIlmiah (Skripsi, Tesis,
danDisertasi) (Jakarta: CeQDA(Center for Quality Development and Assurance, 2007)
23
Nama : Furqon Hasani (10250074)
Universitas : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga DIY,
FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program
Studi Kesejahteraan Sosial 2015.
Judul : Peran BPBD ( Badan Penanggulangan Bencana
Daerah)Kabupaten Bantul dalam Mitigasi Bencana Alam.
Dari skripsi ini peneliti mendapatkan bahan acuan mengenai
bagaimana implementasi penanggulangan bencana yang
diimplementasikan di dua daerah yang berbeda sehingga diharapkan
dapat menarik kesimpulan dari kedua karya ilmiah ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab, yang terdiri sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II Kajian Teori, yang terdiri dari pengertian Implemetasi,
Penanggulangan Bencana, dan Pelayanan Kesejahteraan
Sosial.
BAB III Profil BPBD Provinsi DKI Jakarta, Meliputi latar
belakang berdirinya BPBD Provinsi DKI Jakarta. Tujuan
BerdirinyaBPBD Provinsi DKI Jakarta, Struktur
24
Organisasi, fungsi dan divisi yang bergerak di BPBD
Provinsi DKI Jakarta.
BAB IV Temuan dan Analisis, merupakan bentuk analisa
mengenaiImplementasi Penanggulangan Bencana Banjir
yang dilakukan oleh BPBD Provinsi DKI Jakarta.
BAB V Penutup, dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan
dari pemikiran sebelumnya serta saran-saran sebagai
bentuk hasil dari analisa dalam penelitian penyusun.
25
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Implementasi
Secara etimologis konsep implementasi berasal dari Bahasa Inggris
yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement
(mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out
(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical
effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu.
Pengertian implementasi selain secara estimologis di atas, dijelaskan
juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa:1
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan”.
Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan
tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu
keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya.2
Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan
sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu
tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat tertentu.
Kemudian, agar kebijakan atau ketetapan yang telah dirancang dan
1Dini Rachma, “Implementasi Menurut Para Ahli”.
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=112335 artikel di akses pada 19 November 2016. 2 Implementasi Kebijakan. http://all-about-theory.blogspot.com/2010/03/implementasi-
kebijakan.html artikel diakses pada 19 November 2016.
26
dilaksanakan tersebut dapat mencapai tujuannya yaitu mempengaruhi
warganegaranya atau masyarakat perlu agaknya dilakukan sosialisasi.
B. Penanggulangan Bencana
1. Penanggulangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penanggulangan adalah
suatu proses, perbuatan dan cara menanggulangi. Penanggulangan bencana
menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekontruksi.3
Penanganan bencana berangkat dari keterbatasan manusia dalam
memprediksi dan menghadapi bencana. Jadi pengertian ini justru
berangkat dari sikap bahwa bencana tidak sepenuhnya dapat
dikendalikan.4
Penanggulangan bencana tidak dapat dilaksanakan dengan
mengandalkan suatu instansi saja, melainkan mutlak diperlukan adanya
kerja sama antar instansi. Karena sebagai suatu sistem kerja sama, disini
dapat secara langsung bersama-sama menangani proyek tertentu. Namun
juga dapat secara partial yaitu tidak langsung, dimana saling melengkapi
untuk penanggulangan bencana yang terjadi di suatu daerah.5
3 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI: Penanggulangan Bencana,
h. 10. 4 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri
Rawan Bencana, h. 3. 5 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami, (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 9.
27
Perinsipnya, manajemen bencana adalah bagaimana mengatasi
keterbatasan manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang
kemudian dituangkan dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi,
mencegah dan menangani bencana.6
2. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau
karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan
lingkungan, kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan
segala sumberdayanya.7
Sedangkan definisi menurut undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Pasal 1 angka 1:
“Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis”.
Berdasarkan definisi bencana, bahwa dapat digeneralisasi bahwa
untuk dapat disebut bencana harus dipenuhi beberapa kriteria/kondisi
sebagai berikut:8
a. Ada peristiwa,
b. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia,
c. Terjadi secara tiba-tiba akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-
lahan/bertahap
6 Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri
Rawan Bencana, h. 18. 7 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana (Bandung: Alfa Beta, 2012), h. 10.
8 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana (Bandung: Alfa Beta, 2012), h. 11-12.
28
d. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-
ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain,
e. Berada diluar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya.
3. Jenis-Jenis Bencana
Pada umumnya jenis bencana dikelompokan ke dalam enam
kelompok berikut:9
a. Bencana geologi yaitu letusan gunung api, gempa bumi/tsunami,
longsor/gerakan tanah.
b. Bencana hydro-meteorologi antara lain banjir, banjir bandang,
badai/angin topan, kekeringan, rob/air laut pasang, kebakaran hutan.
c. Bencana biologi antara lain epidemi, penyakit tanaman/hewan.
d. Bencana kegagalan teknologi antara lain kecelakaan/kegagalan industri,
kecelakaan transportasi, kesalahan design teknologi, kelalaian manusia
dalam pengoperasian produk teknologi.
e. Bencana lingkungan antara lain pencemaran, abrasi pantai, kebakaran
(urban fire), kebakaran hutan.
f. Bencana sosial antara lainkonflik sosial, terorisme/ledakan bom, dan
eksodus (pengungsian secara besar-besaran).
Menurut Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, bencana diklasifikasikan atas 3 jenis sebagai
berikut:
9 Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana (Bandung: Alfa Beta, 2012), h. 20.
29
a. Bencana Alam
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti gempa
bumi, letusan gunung berapi, banjir, topan, tsunami dll.
b. Bencana Non Alam
Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa non alam antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah
penyakit.
c. Bencana Sosial
Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.
4. Penyebab Bencana
Penyebab bencana dapat dibagi dua yaitu alam dan manusia (dapat
juga karena faktor keduanya). Secara alami bencana akan selalu terjadi di
muka bumi, misalnya tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya
benda-benda dari langit ke bumi, tidak ada hujan pada suatu lokasi pada
waktu yang relatif lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan atau
sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di suatu lokasi yang
menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.
Bencana oleh aktivitas manusia adalah terutama akibat eksploitasi
alam yang berlebihan, alih tata guna lahan meningkat, pertumbuhan
penduduk yang mengakibatkan kebutuhan pokok dan non-pokok
meningkat.10
Bencana yang dikarenakan ulah manusia, antara lain dapat
10
Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 68.
30
juga disebabkan oleh gencarnya pembangunan fisik terutama dikota, yang
tidak atau kurang memperhatikan aspek kelestarian dan keseimbangan
alam.11
Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana
adalah penegakan hukum (Law Enforcement). Peraturan perundangan telah
banyak diterbitkan, namun pada implementasinya sering dilanggar.
Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun hukuman yang tegas
walaupun sudah dinyatakan dalam aturan. Sehingga ada istilah yaitu Low
law enforcement.12
Proses penggunaan lahan yang terus-menerus, lama kelamaan dapat
menimbulkan gerakan masa. Gerakan masa yang dapat menimbulkan
bencana adalah gerakan masa yang terjadi pada daerah yang berpenghuni,
sehingga dapat menimbulkan resiko kerugian terhadap harta maupun jiwa.
Penggunaan lahan bersifat dinamis, mempunyai kecenderungan merubah
faktor-faktor topografi, keadaan tanah, batuan dan vegetasi alam, sehingga
dapat mengganggu stabilitas.13
5. Dampak-Dampak Bencana
Dampak bencana yaitu pengaruh atau segala sesuatu yang terjadi
akibat bencana. Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya
bencana adalah kematian, luka-luka, kerusakan, kehilangan dan
kehancuran harta benda, sumber mata pencaharian dan sumber pertanian,
11
Warto Dkk, Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada
Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003), h. 11. 12
Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 93. 13
Sutikno, dkk., “Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Bencana Alam Akibat Gerakan
Massa Tanah/Batuan di Daerah Tamanggung, Jateng” (Laporan Penelitian Fakultas Geologi
Universitas Gajah Mada, 1992), h. 10.
31
gangguan proses produksi, gangguan gaya hidup, kehilangan tempat
tinggal, kerusakan infrastruktur, gangguan sistem pemerintahan, kerugian
ekonomi, dampak psikologi, dan lain-lain.14
Dampak bencana bervariasi tergantung pada kondisi, kerentanan
lingkungan dan masyarakat.15
Namun seiring dengan berjalannya waktu,
dampak bencana secara fisik perlahan teratasi dengan berbagai program
bantan dari berbagai organisasi, baik pemerintah maupun LSM.16
Para korban selamat saat terjadi bencana mengalami persoalan dalam
penyesuaian diri terhadap konflik fisik, psikologis, dan sosial yang ada
setelah terjadinya bencana. Seringkali kondisi tersebut memunculkan
konflik batin bagi korban yang bersangkutan untuk bisa menerima
kenyataan bahwa kondisi kini sudah tidak seperti dulu.17
Bencana sebagai
suatu pengalaman traumatik, karena dalam waktu sekejap perubahan di
lingkungan dan diri sendiri terjadi secara sangat bermakna.18
Bencana juga merupakan salah satu faktor besar yang dapat
menghambat lajunya pembangunan nasional, dalam pembangunan terdapat
fungsi-fungsi pembangunan, dimana fungsi tersebut mempunyai tugas
yang harus dilaksanakan yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi
(economic growth), perawatan masyarakat (community care), dan
14
Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 146. 15
Hidayati, Panduan Siaga BencanaBerbasis Masyarakat, h. 65. 16
Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat
Bencana Alam, h. 11. 17
Saru Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi
Kasus di Kabupaten Bantul, Yogyakarta),” (Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, 2008), h. 5. 18
Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat
Bencana Alam, h. 4.
32
pengembangan manusia (human development).19
Semua fungsi
pembangunan tersebut dapat terhambat atau bahkan hilang apabila terjadi
suatu bencana. Bencana juga merupakan salah satu faktor penyebab
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, berbagai unsur
terkait harus menjadikan pengurangan resiko bencana sebagia prioritas
pembangunan nasional, sehingga bencana dapat dicegah atau paling tidak
dapat dikurangi dampaknya.20
6. Tahapan – Tahapan Penanggulangan Bencana
Pengertian tahapan dapat diartikan sebagai suatu tingkatan ataupun
jenjang.21
Sedangkan pengertian penanggulangan adalah suatu proses,
perbuatan dan cara menanggulangi.22
Penanggulangan bencana menurut
UU RI No. 24 Tahun 2007 adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekontruksi.23
Para pihak yang terlibat untuk pengelolaan bencana meliputi unsur-
unsur pemerintah (enabler), perguruan tinggi, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor,
kontraktor, konsultan, masyarakat dan lain-lain. Pemerintah dibantu
stakeholders lainnya sebagai mitra dalam pengelolaan bencana secara
terpadu. Para pihak dapat memberikan kontribusi sesuai dengan peran
19
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung:Refia
Aditama, 2005), h. 5. 20
Syamsul Maarif, SIP, M.Si. “Indonesia Supermarket Bencana,” Jurnal Perempuan no.
40, Maret 2005, h. 47. 21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 884. 22
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 898. 23
Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI: Penanggulangan Bencana,
h. 10.
33
masing-masing, mulai dari jauh sebelum bencana, saat bencana, dan pasca
bencana.24
Tahapan penanggulangan bencana dapat diartikan sebagai suatu
proses berjenjang dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meminimalisir
dampak suatu bencana, melalui serangkaian kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekontruksi, agar terciptanya suatu
kondisi yang aman namun tetap waspada terhadap bencana. Jadi
manajemen bencana bukanlah hanya sekedar memberikan pertolongan
kepada korban yang terkena bencana seperti yang selama ini dipahami.
Penanganan bencana harus dilakukan jauh sebelum bencana terjadi dan
juga setelah terjadinya bencana.25
Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang
dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga)
tahapan sebagai berikut:26
a. Pra Bencana
1) Kesiagaan
Kesiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Mnurut Gillespie dan Streeter, Kesiagaan adalah sebagai
perencanaan, identifikasi sumber daya, sistem peringatan dan
24
Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 105. 25
Susanto, Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri
Rawan Bencana, h. 9. 26
Agus Joko Haryanto, “Manajemen Bencana Dalam Menghadapi Ancaman Industri di
PT. Lautan Otsuka Chemical Cilegon Tahun 2012,” (Tesis S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, 2012), h. 20.
34
pelatihan, simulasi, dan tindakan pra bencana lainnya yang diambil
untuk tujuan utama meningkatkan keamanan dan efektifitas respons
masyarakat selama bencana.27
Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah
dilakukan karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin
ditengah masyarakat. Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis
karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam
menghadapi datangnya suatu bencana.
2) Peringatan Dini
Peringatan dini adalah langkah yang dilakukan dengan memberi
peringatan kepda masyarakat tentang bencana yang akan terjadi
sebelum kejadian, seperti banjir, gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api, atau badai.28
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang berpotensi terkena bencana di tempat
masing – masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis
dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau diterima dari pihak berwenang
mengenai kemungkinan akan datangnya suatu bencana.
3) Mitigasi
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
27 Gillespie, D.F., & Streeter, C.L., Conceptualizing and Measuring Disaster
Preparedness.
International Journal of Mass Emergencies and Disaters, 5 (2), Hal. 24 28
Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta : Dian Rakyat, 2010. Hal. 32
35
Dari batasan ini sangat jelas mitigasi bersifat pencegahan sebelum
kejadian. Mitigasi bencana harus dilakukan secara terencana dan
komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan.
a) Pendekatan Teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
dampak suatu bencana misalnya:
Membuat rancangan atau desain yang kokoh dari bangunan
sehingga tahan terhadap gempa.
Membuat material yang tahan terhadap bencana, misalnya
material yang tahan api.
Membuat rancangan teknis pengaman, misalnya tanggul banjir,
tanggul lumpur, tanggul tangki untuk mengendalikan
tumpahan bahan berbahaya.
b) Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia ditujukan untuk membentuk manusia
yang paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu
perilaku dan cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.
c) Pendekatan Administratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan
pendekatan administratif dalam menajemen bencana, khususnya
di tahap mitigasi sebagai contoh:
36
Penyusunan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan
aspek risiko bencana.
Sistem perizinan dengan memasukan aspek analisa risiko
bencana.
Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dari
pembangunan industri berisiko tinggi.
Mengembangkan program pembinaan dan pelatihan bencana di
seluruh tingkat masyarakat dan lembaga pendidikan.
Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap
darurat disetiap organisasi baik pemerintahan maupun industri
berisiko tinggi.
d) Pendekatan Kultural
Masih ada anggapan dikalangan masyarakat bahwa bencana itu
adalah takdir sehingga harus diterima apa adanya. Hal ini tidak
sepenuhnya benar, karena dengan kemampuan berpikir dan
berbuat, manusia dapat berupaya menjauhkan diri dari bencana
disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal uyang telah
membudaya sejak lama.
b. Saat Bencana
1) Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
37
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana.
a) Menyelamatkan manusia dan korban (resque).
b) Menyelamatkan harta benda dan dokumen penting.
c) Perlindungan masyarakat umum (salvege).
2) Penanggulangan Bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan
jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan
pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk
bencana. Oleh karena itu tim tanggap darurat harus diorganisir dan
dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.
c. Pasca Bencana
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi
atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.29
2) Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta
langkahlangkah nyata yang terencana baik, konsisten dan
29
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana No. 11 tahun 2008 tentang
pedoman rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana
38
berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua
prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di
wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri
atas program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.30
7. Bencana Banjir
Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal
sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan genangan pada
lahan rendah disisi sungai. Lazimnya banjir disebabkan oleh curah hujan
yang tinggi diatas normal. Akibatnya, sistem pengaliran air yang terdiri
dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainise dan
kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung
akumulasi air hujan sehingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem
pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, akan tetapi berubah akibat
sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia,
tersumbat sampah serta hambatan lainnya.31
Fenomena banjir selalu dikaitkan dengan sungai. Banjir terjadi
apabila debit air yang mengalir melalui bagian penampang sungai tidak
tersalurkan dan tertampung sampai lembah aliran sungai. Tidak
tersalurkannya air sungai dengan baik disebabkan oleh badan sungai yang
30 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ayat 1 pasal 10 dan pasal 11 tentang
Penanggulangan Bencana. 31
Nurjanah, dkk., Manajemen Bencana (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 24.
39
semakin sempit karena didesak permukiman warga. Banjir juga dapat
terjadi karena sungai tersumbat sampah sehingga daya mengalirkan air
tidak seimbang. Sayangnya, hal ini sering terjadi di kota-kota besar,
misalnya di kota metropolitan Jakarta. Pengangkutan kayu log dengan cara
menghanyutkan kayu lewat sungai (yang sering kita temui di Sungai
Mahakam dan Sungai Kapuas di Kalimantan) merupakan penyebab baru
terjadinya banjir.32
Pada umumnya, banjir terjadi pada musim hujan. Banjir di wilayah
Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat tergantung pada waktu hujan, lama
hujan, dan banyaknya curah hujan. Sistem DAS dapat memiliki luasan
sempit ataupun luasan yang besar. Pada permulaan musim hujan, jarang
terjadi banjir sebab air hujan yang turun baru mampu membasahi lapisan
tanah permukaan. Akibatnya, air hujan yang menjadi aliran permukaan
masih sedikit. Apabila lapisan tanah sudah mulai penuh air, jumlah aliran
permukaan bertambah banyak, dan apabila aliran permukaan ini tidak ada
yang menghambat, hampir semuanya mengalir ke sungai. Hambatan aliran
air di permukaan dapat berupa serasah hutan dan tanaman hutan.33
C. Pelayanan Kesejahteraan Sosial
1. Definisi Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial adalah mencakup berbagai tindakan yang
dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang
32
Sukandarrumidi, Bencana Alam dan Bencana Anthropogene (Yogyakarta: Kanisius,
2010) h. 141. 33
Sukandarrumidi, Bencana Alam dan Bencana Anthropogene (Yogyakarta: Kanisius,
2010) h. 144.
40
lebih baik, sedangkan menurut rumusan Undang-Undang Republik
Indonesia No.6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan, pasal 2 ayat 1 „Kesejahteraan Sosial ialah suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang
memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.34
Pengertian Kesejahteraan Sosial menurut Sumarnonugroho adalah
kesejahteraan sosial sebagai suatu fungsi terorganisasi adalah suatu fungsi
terorganisasi adalah kumpulan kegiatan-kegiatan yang bermaksud untuk
memungkinkan individu-individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok
dan komunitas-komunitasmenanggulangi masalah sosial yang diakibatkan
oleh perubahan kondisi-kondisi.35
Pengertian kesejahteraan sosial sedikitnya mengandung empat
makna, yaitu36
:
1. Sebagai kondisi sejahtera. Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah
kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material
dan non material. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan
34
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Jakarta: FISIP
UI Press, 2005), h. 16 35
Muhammad Suud, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Prestasi Pusataka, 2006),
h.9 36
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta, 2001), h.
104
41
manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi,
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal , dan pendapatan dapat terpenuhi.
2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia Baru,
pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan
sosial, pelayanan kesehatan, pendidikan perumahan dan pelayanan
sosial personal.
3. Sebagai tinjauan sosial, diberikan kepada orang yang tidak mampu,
karena sebagian besar penerima manfaat adalah orang-orang miskkin,
cacat, pengangguran, Keadaan ini dapat menimbulkan konotasi negatif
pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, dan
ketergantungan.
4. Sebagai proses atau usaha terencana. Yang dilakukan oleh perorangan,
lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menyelenggarakan
pelayanan sosial.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, terlihat bahwa
kesejahteraan sosial mencakup pengertian yang luas yaitu suatu keadaan
dimana individu, keluarga, dan masyarakat merasa baik, sehat dan
sejahtera karena kebutuhan hidupnya baik dalam kebutuhan fisik, mental,
sosial, spiritual dan ekonomi terpenuhi secara wajar untuk memperbaiki
keberfungsian sosial dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik.
2. Usaha Kesejahteraan Sosial
Salah satu bentuk usaha kesejahteraan sosial adalah terbentuknya
lembaga sosial atau organisasi atau panti sosial yang merupakan wadah
42
pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial dimana usaha kesejahteraan
sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan secara
kongkrit (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah yang
dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat
diarahkan pada individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas.
Usaha kesejahteraan sosial memberikan sumbangan untuk
mewujudkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial setiap warga dari
segala lapisan. Untuk mewujudkan tujuan dari kesejahteraan sosial
sebagaimana telah dikemukakan, perlu disusun suatu program-program
dan kegiatan yang bermuara pada tujuan kesejahteraan sosial. Program-
program itulah yang biasa disebut usaha kesejahteraan sosial yang meliputi
semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan,
membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan
sosial.37
Sebagai suatu upaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat, Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) menjadi sebuah rutinitas
sebagai upaya pengembangan sumber-sumber daya dalam menumbuhkan,
membina dan meningkatkan terwujudnya kesejahteraan sosial serta
menunjang usaha-usaha lain yang mempunyai tujuan yang sama. Upaya
tersebut didasarkan prinsip-prinsip dasar kesejahteraan sosial, yakni,
pertama setiap manusia berhak untuk mendapatkan taraf kesejahteraan
yang sebaik-baiknya. Kedua, usaha kesejahteraan sosial merupakan
tanggung jawab bersama antara Negara dan masyarakat. Ketiga, dalam
37
Fauzik Lendriyono, ed., Beberapa Pemikiran tentang pembangunan Kesejahteraan
Sosial (Malang: UMM Press, 2007), h. 120
43
melaksanakan kesejahteraan sosial akan sangat diwarnai oleh sistem nilai
yang berlaku dalam masyarakat, seperti nilai-nilai kemanusiaan,
kekeluargaan, kegotong-royongan, kebersamaan dan kesetiakawanan.38
Usaha kesejahteraan sosial seharusnya merupakan upaya yang
nyata baik ia bersifat langsung ataupun tidak langsung, sehingga apa yang
dilakukan dapat dirasakan sebagai upaya yang benar-benar diunjukan
untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang dihadapi warga
masyarakat, dan bukan sekedar progra, pelayanan ataupun kegiatan yang
lebih dititik beratkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri
ataupun menjadikan sebagai “punggung” untuk sekedar mengekspresikan
penampilan diri sendiri dalam suatu lembaga.
Belakangan ini juga cukup populer bentuk usaha kesejahteraan
sosial dengan memberikan pelayanan semi panti yang lebih terbuka dan
tidak kaku. Para pekerja sosial menentukan program kegiatan,
pendampingan, dan berbagai pelayanan sosial dalam rumah singgah.
Rumah terbuka untuk aktifitas, rumah belajar, rumah persinggahan, rumah
keluarga pengganti.39
3. Definisi Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Pelayanan kesejahteraan sosial adalah serangkaian kegiatan
pelayanan yang ditujukan untuk membantu individu, keluarga, kelompok,
organisasi, dan masyarakat yang membutuhkan atau mengalami
permasalahan sosial, baik yang bersifat pencegahan, perlindungan,
38
Pramuwito, Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1997), h. 46. 39
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: PT Refika
Aditama, 2006), h. 164.
44
pemberdayaan, pelayanan dan rehabilitasi sosial maupun pengembangan
guna mengatasi permasalahan yang dihadapi dan atau memenuhi
kebutuhan secara memadai, sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi
sosial.
Pelayanan kesejahteraan sosial diartikan juga sebagai bentuk
tindakan nyata atau aktivitas yang dilaksanakan oleh individu, kelompok,
masyarakat, dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau
menanggulangi permasalahan masyarakat sehingga terwujud kesejahteraan
sosial yang diharapkan.40
Dalam pengertian lebih luas, Romanyshyn menyatakan, bahwa
pelayanan kesejahteraan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan,
memelihara, dan meningkatkan kemampuan keberfungsian sosial individu
dan keluarga, melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya
kolektivitas seperti kelompok sosial, organisasi, serta masyarakat.41
The Social Work Dicitionary, menyebutkan bahwa pelayanan
kesejahteraan sosial merupakan aktivitas pekerja sosial dan profesi lain
dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah
ketergantungan, memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian
sosial, individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Jenis pelayanan
kesejahteraan sosial yang spesifik adalah membantu orang memanfaatkan
sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan, mengevaluasi
kemampuan orang dalam memelihara anak dan ketergantungan yang lain,
40
Dwi Heru Sukoco, Modul Diklat Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Tingkat Ahli
Madya (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Departement Sosial), h. 88. 41
Warto, dkk. Efektivitas Program Pelayanan Sosial di Panti dan No Panti (Yogyakarta:
B2P3KS Press, 2009), h. 10.
45
konseling dan psikoterapi, penghubung dan rujukan, mediasi, advokasi
kasus sosial, menginformasikan organisasi yang menyediakan pelayanan
kesehatan, dan meningkatkan klien dengan sistem sumber.42
Menurut Alfred J. Khan, pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh
lembaga kesejahteraan sosial disebut dengan “pelayanan kesejahteraan
sosial”. Di Negara-negara berkembang tertentu, pelayanan kesejahteraan
sosial dimaksudkan sebagai pelayanan yang difokuskan pada bantuan
untuk perorangan atau keluarga yang mengalami masalah penyesuaian diri
dan pelaksanaan fungsi sosial, atau ketelantaran. Di Negara lainnya
digunakan istilah “pelayanan sosial” untuk mencakup apa yang terkandung
dalam pengertian pelayanan kesejahteraan sosial di atas ditambah
dengan43
:
1. Bantuan sosial, yaitu dengan ditekankan pada pemberian bantuan uang
dan atau barang
2. Program-program kesehatan yang tidak tercakup oleh program yang
dikembangkan oleh swasta
3. Pendidikan
4. Perumahan rakyat
5. Program-program ketenaga kerjaan
6. Fasilitas Umum
Secara ideologis, pelayanan kesejahteraan sosial didasari
keyakinan bahwa tindakan sosial dan pengorganisasian sosial merupakan
42
Dwi Heru Sukoco, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategis
(Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial), h. 102. 43
Nurdin Widodo, dkk, Studi Pelayanan Sosial Remaja Putus Sekolah Terlantar melalui
Panti Sosial Bina Remaja (Jakarta: P3KS Press, 2009), h. 24.
46
suatu wujud nyata dari kebijakan sosial sebagai representasi kehendak
publik dalam mempromosikan kesejahteraan warga Negara.44
Dari beberapa uraian mengenai pengertian pelayanan kesejahteraan
sosial diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesejahteraan
sosial adalah suatu kegiatan untuk memberikan pemenuhan kebutuhan dan
pemecahan masalah yang dialami oleh individu, keluarga, dan masyarakat
yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi sosial, dan lembaga swadaya
masyarakat agar mereka memiliki kepercayaan diri sehingga mampu
menjalankan fungsi sosial dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.
44
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi
Komunitas (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 14.
47
BAB III
PROFIL BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD)
PROVINSI DKI JAKARTA
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga
pemerintah non-departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di
daerah baik Provinsi maupun Kabupaten atau Kota dengan berpedoman pada
kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana.1
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan lembaga
penanggulangan bencana yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Gubernur. BPBD dipimpin oleh seorang kepala, yang dijabat secara ex
officio oleh Sekretaris Daerah (Sekda), yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Gubernur.
A. Sejarah BPBD Provinsi DKI Jakarta
Sistem kelembagaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
serta memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan pelaksanaan
sistem penanggulangan bencana di suatu wilayah. Jika sebelumnya
pemerintah daerah membentuk Satkorlak sebagai organisasi yang bertugas
untuk mengatasi bencana, maka dengan dikeluarkannya UU No.24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka terjadi perubahan lembaga dari
Satkorlak menjadi Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
1 Peraturan Presiden no 08 tahun 2008, Tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, pasal 1 ayat 1.
48
BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008,
menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak)
ditingkat Provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) di
tingkat Kabupaten atau Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2005.
Di dalam alinea ke-IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
diamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia berkewajiban melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Amanat tersebut dilaksanakanoleh Pemerintah dan
pemerintah daerah bersama semua komponenbangsa melalui pembangunan
nasional.
Bahwa amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
tersebutdiatas, khususnya untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan
penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, telah dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Tugas penyelenggaraan
penanggulangan bencana tersebut ditangani oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat Pusat dan Badan
Penanggulangan Bencanan Daerah (BPBD) di tingkat Daerah, yang di dalam
49
ketentuan Pasal 18 dan 19 disebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas dan
fungsi penanggulangan bencana di daerah dibentuk Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD).
Sejalan dengan ketentuan Pasal 12 butir h Undang-Undang Nomor
24Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana untuk memberikan acuan
bagi pemerintah daerah dalam pembentukan BPBD sebagaimana tersebut di
atas, perlu ditetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana tentang Pedoman Pembentukan BadanPenanggulangan Bencana
Daerah.2
B. Dasar Pembentukan BPBD Provinsi DKI Jakarta
Adapun dasar pembentukan BPBD Provinsi DKI Jakarta adalah:3
1. UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
3. Pepres Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana;
4. Permendagri Nomor 46 Tahun 2008 Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
5. Perka BNPB Nomor 3 tahun 2008 Pedoman Pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah;
6. Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 67 Tahun 2008 Tentang Petunjuk
Teknis Penanggulangan Bencana;
2 Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
3 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, artikel diakses pada 2
Maret 2017 dari http://bpbd.jakarta.go.id/profile
50
7. Perda DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2011 tentang Badan Penanggulangan
Bencana;
8. Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 26 Tahun 2011 tentang Badan
Penanggulangan Bencana Daerah;
9. Perda No. 11 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah;
10. Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 145 Tahun 2016 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
C. Lambang BPBD Provinsi DKI Jakarta
Berikut ini adalah logo atau lambang dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 1. Logo Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
51
D. Visi dan Misi BPBD Provinsi DKI Jakarta
Berikut Visi dan Misi BPBD Provinsi DKI Jakarta:4
1. Visi
Ketangguhan Kota Jakarta dalam Menghadapi Bencana
2. Misi
a. Melindungi warga Jakarta melalui pengurangan resiko bencana
b. Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat kota Jakarta
c. Meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana
E. Peran BPBD Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, lembaga utama yang khusus menangani
penanggulangan bencana di tingkat Provinsi adalah Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD). BPBD merupakan Satuan Perangkat Kerja Daerah
Provinsi DKI Jakarta yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 26 Tahun 2011.
SKPD ini bertugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan
terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan dan
mitigasi bencana, kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi serta
rekonstruksi secara adil dan setara, serta melakukan pengkoordinasian
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh.
4 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, artikel diakses pada 2
Maret 2017 dari http://bpbd.jakarta.go.id/profile
52
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, BPBD tidak bekerja
sendiri tetapi bekerja sama dengan SKPD, lembaga dan instansi terkait.5
F. Tugas dan Fungsi BPBD Provinsi DKI Jakarta
Pengaturan tentang tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman
organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan denganPeraturan Menteri
Dalam Negeri, yaitu:6
1. Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
Pemerintah Daerah dan BNPB terhadap usaha Penanggulangan
Bencana yang mencakup pra Bencana, Tanggap Darurat Bencana dan
Pasca Bencana secara adil dan setara serta sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan;
b. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana;
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
e. Melaksanakan penyelenggaraan penanganan bencana di daerah;
f. Melaporkan penyelenggaraan penanganan bencana kepada Kepala
Daerah setiap 1 (satu) bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat
dalam keadaan darurat bencana;
5Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, artikel diakses pada 2
Maret 2017 dari http://bpbd.jakarta.go.id/news/detail/955 6 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, artikel diakses pada 11
Maret 2017 dari http://bpbd.jakarta.go.id/profile
53
g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
APBD; dan
i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
a. Perumusan dan penetapan kebijakan Penanggulangan encana dan
penanganan Pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan
efisien; dan
b. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan Penanggulangan Bencana secara
terpadu dan menyeluruh.
G. Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana, BPBD memiliki tata
kerja sebagai berikut:7
1. Kepala BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota bertanggung jawab
mengendalikan dan mengarahkan pelaksanaan tugas UnsurPengarah dan
Unsur Pelaksana BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Unsur Pengarah melaksanakan sidang anggota secara berkala dan/atau
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkanoleh Kepala
BPBD selaku Ketua Unsur Pengarah PenanggulanganBencana.
3. Unsur Pengarah dapat mengundang lembaga pemerintah baik pusat
maupun daerah, lembaga usaha, lembaga internasional dan/ataupihak lain
7 Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana.
54
yang dipandang perlu dalam sidang anggota UnsurPengarah
Penanggulangan Bencana.
4. Pimpinan Unsur Pelaksana BPBD
Provinsi/Kabupaten/Kotamengendalikan pelaksanaan tugas dan fungsi di
lingkunganmasing-masing BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
5. Pimpinan Unsur Pelaksana wajib menerapkan prinsip koordinasi,integrasi
dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing maupunantar unit
organisasi dalam lingkungan BPBDProvinsi/Kabupaten/Kota serta dengan
instansi lain di luar BPBDdan organisasi kemasyarakatan sesuai bidang
tugasnya.
H. Program BPBD untuk Penanggulangan Bencana
Program BPBD untuk penanggulangan bencana antara lain;8
1. Peningkatan kapasitas dan simulasi penanggulangan bencana pada gedung
serta manajemen siswa yayasan/ sekolah penyandang disabilitas.
2. Penyediaan buffer logistik dan peralatan penanggulangan bencana.
3. JITU PASNA (Peningkatan kapasitas relawan dalam kajian kebutuhan
pasca bencana)
4. Penyediaan sarana pendukung pemulihan fisik pasca bencana.
8 Diakses pada 09 April 2018 pada laman;
https://bpbd.jakarta.go.id/assets/attachment/document/APBD_BPBD.pdf
55
I. Struktur Organisasi BPBD Provinsi DKI Jakarta
Struktur BPBD terdiri dari
Gambar 2.
Struktur Organisasi BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Pengaturan lebih lanjut tentang kedudukan, tanggung jawab dan
pengangkatan Kepala dan unsur pelaksana BPBD diatur danditetapkan
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
56
I. Titik Rawan Bencana Banjir Provinsi DKI Jakarta
Dokumentasi oleh BPBD DKI Jakarta
Gambar 3.
Titik Rawan Banjir Provinsi DKI Jakarta
Dokumentasi oleh BPBD DKI Jakarta
57
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
Kesejahteraan sosial sendiri menurut Midgley adalah suatu keadaan atau
kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika masalah-masalah sosial yang ada
dapat ditangani, kebutuhan-kebutuhan dapat terpenuhi, dan kesempatan-
kesempatan sosial dapat dimaksimalkan. Terlihat pada definisi ini, setiap masalah
yang memungkinkan untuk menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan
manusia baik secara perorangan ataupun dalam masyarakat yang lebih luas adalah
bagian dari penanganan masalah kesejahteraan sosial untuk mewujudkan well-
being yang optimal.
Salah satu dari sekian banyak hal yang berpotensi menimbulkan gangguan
bagi profesi ataupun kondisi kesejahteraan sosial adalah bencana, baik itu berupa
bencana alam, ataupun bencana buatan manusia. Selain peran alam yang
melahirkan siklus bencana, manusia juga berandil dalam bencana yang terjadi.
Bencana banjir seringkali melanda daerah Indonesia, terutama Jakarta.
Penyebab banjir terutama karena meluapnya sungai akibat curah hujan yang
tinggi. Namun dibalik terjadinya banjir banyak faktor-faktor penyebab banjir
antara lain curah hujan yang tinggi, pendangkalan sungai akibat sampah, perusak
alam, perusak lahan, penebangan hutan, dan pemukiman sembarangan.1
Berdasarkan hasil temuan, peneliti mendapat informasi mengenai
implementasi tahapan penanggulangan bencana banjir oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta. Dengan menggabungkan
1 Aksi Cepat Tanggap, “5 Faktor-Faktor Penyebab Banjir”, artikel diakses pada 27
Desember 2017 dari https://blog.act.id/5-faktor-faktor-penyebab-banjir
58
dan menganalisis data yang didapatkan dari lapangan dengan menggunakan
metode observasi dan wawancara, yang kemudian dihubungkan dengan teori-teori
yang telah dijelaskan pada BAB II.
Adapun sub yang akan dibahas di bab ini adalah tahapan-tahapan
penanggulangan bencana yang meliputi pra bencana (kesiagaan, peringatan dini,
dan mitigasi), saat bencana (tanggap darurat dan penanggulangan bencana), dan
pasca bencana (rehabilitasi dan rekontruksi).
A. Pra Bencana Banjir
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta (BPBD
DKI Jakarta) ikut terlibat dalam upaya penanganan bencana pada masa pra-
bencana pada saat sebelum terjadinya bencana. Karena pada dasarnya
tanggung jawab dan wewenang penanggulangan bencana berada pada
pemerintah dan pemerintahan daerah (dalam pasal 5 UU RI No. 24/ 2007).
Pada penanggulangan bencana banjir BPBD Provinsi DKI Jakarta
melakukan sesuai dengan tahapan.
1. Kesiagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah
dilakukan karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin
ditengah masyarakat. Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis
karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam
menghadapi datangnya suatu bencana.
59
Berdasarkan temuan lapangan, kesiagaan ini dibangun melalui
kegiatan sosialisasi ataupun penyuluhan kepada agen masyarakat seperti
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), instansi pemerintah tingkat
kelurahan, Stake Holder, dan karang taruna.
Hal tersebut diungkapkan melalui wawancara di bawah ini:
“Pertama kita lakukan sosialisasi melalui berbagai macam
kegiatan, bisa melalui kegiatan di kelurahan atau dinas-dinas
terkait seperti dinsos maupun BPBD sendiri secara intensif
selalu memberikan sosialisasi terutama memberikan
pemahaman kepada masyarakat terkait apa-apa saja yang harus
mereka lakukan jika ada peringatan-peringatan potensi banjir,
hingga bagaimana penanganan jika sudah terdapat korban
pasca bencana banjir.”2
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara pribadi dengan warga:
“Hmm waktu itu sih pernah beberapa kali ada lembaga
mengadakan seminar tentang penanggulangan bencana kalau
tidaksalah dinas sosial dengan lembaga lembaga lainnya,
kayanya sih waktu itu sama badan penanggulangan bencana
jakarta juga sih dan kita dikasih penyuluhan untuk melakukan
tanggap darurat jika ada banjir datang dan juga bagaimana cara
menyelamatkan korban yang terkena banjir.”3
Dari paparan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa BPBD
Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan tahapan pra bencana sesuai dengan
tahapannya.
2. Peringatan Dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang berpotensi terkena bencana di tempat masing –
masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang
2 Wawancara Pribadi Dengan Tri Indrawan.
3 Wawancara Pribadi Dengan Agus Hendrawan.
60
dimiliki, diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai
kemungkinan akan datangnya suatu bencana.
Hal ini dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta melalui tiga tahapan. Mulai dari prakiriraan cuaca,
pemantauan debit air di sekitar hulu, dan kemudian jika debit air tersebut
meningkat ada sirine yang dipasangkan sensor untuk mengetahui jika
sudah masuk ke tahapan siaga 1. Kemudian, hal selanjutnya adalah
penyebarluasan informasi melaui berbagai media. Seperti; Speaker, lisan,
media sosial, dan aplikasi chat.
Mekanisme tersebut dijelaskan melalui wawancara di bawah ini:
“Untuk peringatan ada beberapa tahapan, kita punya tiga lapis
tahapan. Dalam kondisi normal biasanya kita beri informasi
yang sifatnya prakiraan cuaca, itu kita lakukan melalui sosial
media dan lewat group dari beberapa aplikasi chat.”4
Hal ini juga diperkuat melalui wawancara di bawah ini:
“Kalau akan terjadi banjir biasanya pak RT memberitahu
warganya kalau sudah siaga dan warga langsung akan
menyelamatkan harta benda yang harus diselamatkan seperti
berkas berkas yang harus diselamatkan.”5
Pemaparan berikutnya dijelaskan oleh kutipan wawancara berikut:
“Kemudian jika estalasi meningkat, ternyata debit air di pintu
air di hulu meningkat dan masuk siaga tiga, siaga tiga itu sudah
mulai awas, itu kita disaster warning system, mekanisme
kerjanya adalah sistem itu kita tempatkan di beberapa tempat
rawan banjir, contohnya di kampung melayu, di bukit duri, di
karet cina. Disana kita pasang alatnya, ada sirine dan speaker,
tapi dikendalikan dari sini. Ketka sungai di hulu itu sudah
siaga tiga, maka kita akan berikan informasi dari sini.”6
4 Wawancara Pribadi Dengan Tri Indrawan.
5 Wawancara Pribadi Dengan Agus Hendrawan.
6 Wawancara Pribadi Dengan Tri Indrawan.
61
Informasi tersebut dikumpulkan dan disebarluaskan oleh badan
khusus yang disebut PUSDATIM (Pusat data dan informasi kebencanaan).
3. Mitigasi
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Dari batasan ini sangat
jelas mitigasi bersifat pencegahan sebelum kejadian. Mitigasi bencana
harus dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui berbagai
upaya dan pendekatan.
“Dari segi struktural itu kita melakukan mitigasi-mitigasi.
Kebanyakan banjir kiriman itu dari kali, bagaimana caranya
agar warga sekitar kali itu tidak kebanjiran, kita buatlah
tanggul-tanggul di pinggir kali, kemudian jika kali sudah
dangkal kita melakukan pengerukan sehingga daya tampung
airnya lebih banyak, waduk-waduk juga dilakukan normalisasi
dari penduduk-penduduk yang tidak punya tempat tinggal yang
biasanya membangun bangunan dipinggir kali, dan sampah-
sampah kita bersihkan agar nantaran waduk kembali steril.”7
Mitigasi juga biasanya melakukan pendekatan teknis, pendekatan
manusia, dan pendekatan adminitratif untuk meminimalisir dampak suatu
masalah bencana. Karena perilaku dan cara hidup kita harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya.
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan
administratif dalam menajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi
seperti penyusunan tata ruang dan tata lahan, melakukan aspek analisa
risiko bencana, dan melakukan pengembangkan program pembinaan dan
pelatihan bencana di seluruh tingkat masyarakat dan lembaga pendidikan.
7 Wawancara Pribadi Dengan Tri Indrawan.
62
B. Saat Bencana Banjir
Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa dimana
hal yang disampaikan mengenai kondisi terakhir tingkat debit air di pintu air.
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kepanikan
masyarakat.
Hal tersebut sebagaimana kutipan wawancara dibawah ini:
“Tentunya melakukan evakuasi. BPBD mengkoordinir seluruh
unit yang terlibat penanggulangan bencana, khususnya evakuasi.
Karena banyak yang terlibat dalam penanggulangan bencana,
bukan hanya BPBD.”8
Oleh karena itu jika sudah terjadi bencana diharapkan masyarakat dapat
membantu melakukan kegiatan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta
pemulihan sarana dan prasarana sebagai hasil dari kegiatan tahapan pra
bencana yang sudah dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta sehingga saat terjadinya bencana masyarakat
dan instansi mampu untuk bekerjasama dalam melakukan tanggap darurat.
1. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan. Berdasarkan temuan lapangan, peneliti
menemukan bahwa tanggap darurat dilakukan oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta melalui tahapan seperti
mengkoordinir unit yang terlibat dalam kegiatan evakuasi korban bencana
banjir.
8 Wawancara Pribadi dengan Endang Achadiat pada tanggal 25 Mei 2017.
63
Hal ini dipaparkan melalui wawancara langsung sebagai berikut:
“BPBD mengkoordinir seluruh unit yang terlibat
penanggulangan bencana, khususnya evakuasi. Karena banyak
yang terlibat dalam penanggulangan bencana, bukan hanya
BPBD. BPBD adalah sebagai koordinator.”9
Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta juga
melakukan penyelamatan manusia (resque) untuk menyelamatkan jiwa
sebanyak mungkin seperti yang disampaikan dari hasil wawancara
dibawah ini:
“Tujuan evakuasi adalah bagaimana menyelamatkan jiwa
sebanyak mungkin, jadi orang yang bisa diselamatkan secara
cepat dan tepat itulah yang pertama, baru melakukan pada
yang memerlukan penanganan khusus, dan orang-orang yang
rentan seperti bayi, balita, lansia, dan penyandang
disabilitas.”10
Bukan hanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI
Jakarta yang melakukan tanggap darurat, tetapi masyarakat sekitar juga
melakukan tanggap darurat seperti yang dipaparkan dibawah ini:
“warga ikut berpartisipasi bahkan sebelum adanya bantuan
datang warga sudah ikut mengevakuasi barang barang
berharga nya dan turut membantu mengevakuasi korban banjir,
karena kalau kita hanya mengandalkan bantuan saja nantinya
malah telat untuk mengevakuasi korban dan malah takutnya
makin banyak korban jika menunggu bantuan datang.”11
Dari wawancara di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa Badan
Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta sudah melakukan beberapa
tahapan yang ada di saat bencana. Namun pada temuan berikutnya ternyata
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta mengakui
bahwa mereka tidak melakukan penyelamatan terhadap harta benda
9 Wawancara Pribadi Dengan Endang Achadiat pada tanggal 25 Mei 2017.
10 Wawancara Pribadi Dengan Endang Achadiat pada tanggal 25 Mei 2017.
11 Wawancara Pribadi Dengan Agus Hendrawan pada tanggal 25 Mei 2017.
64
masyarakat, karena dirasakan hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab
individu atau pemilik. Sebagaimana yang diungkapkan pada wawancara
berikut dimana hal tersebut tidak sesuai dengan tahapan yang ada di saat
bencana.
Berikut adalah hasil wawancaranya:
“Untuk diketahui kalau banjir di Jakarta masyarakat sudah
mengetahui kapan akan terjadi banjir, yaitu dengan
pemberitahuan siaga banjir, dari curah hujan BMKG selalu
memberikan informasi. Dan informasi dapat diakses dengan
mudah, dan banjir kiriman dari bogor, biasanya sudah
diketahui sembilan jam sebelumnya. Jadi masyarakat Jakarta
sudah siap dengan itu semua. Masyarakat dengan waktu yang
cukup banyak itu seharusnya sudah mampu mengungsikan
barang-barang berharganya. Jadi tidak terlalu sulit untuk itu”12
.
Kemudian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI
Jakarta melakukan perlindungan terhadap masyarakat umum dengan cara
menyiapkan tempat pengungsian, kebutuhan pangan, dan pengobatan
terhadap korban bencana banjir dengan cara mengkoordinir instansi
terkait.
Temuan ini dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut:
“Biasanya kami menyiapkan tempat-tempat pengungsian yang
baisanya juga sudah disepakati dengan masyarakat setempat.
Masyarakat sudah tahu diamana titik pengungsianya, nanti
tinggal kita memenuhi kebutuhan yang lain, misalkan untuk
makan, di support oleh dinas sosial dalam koordinasinya tetap
BPBD. Kemudian alat tidur dinas sosial juga punya, kalau
kurang BPBD juga bisa men-support, termasuk juga pakaian
layak pakai. Utntuk pengobatan atau pos kesehatan kita
koordinir puskesmas setempat. Karena dinas kesehatan juga
bagian dari BPBD.”13
Dari bahasan pada sub bab tanggap darurat bisa disimpulkan bahwa
ternyata Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
12
Wawancara Pribadi Dengan Endang Achadiat pada tanggal 25 Mei 2017. 13
Wawancara Pribadi Dengan Endang Achadiat pada tanggal 25 Mei 2017.
65
sudah melakukan fungsinya sebagai koordinator penanggulangan bencana
bagi korban bencana banjir.
Tetapi jika dilihat dari 3 point yang harus dilakukan seperti
menyelamatkan manusia dan korban (resque), menyelamatkan harta benda
dan dokumen penting, dan perlindungan masyarakat umum Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan
penyelamatan harta benda karena hal tersebut biasanya sudah dilakukan
oleh korban bencana banjir saat diberikan peringatan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta.
2. Penanggulangan Bencana Banjir
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah dituntut
untuk dapat memetakan segala sumber daya yang ada untuk
menanggulangi bencana. Seperti yang sudah diungkapkan pula bahwa
tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta disini
adalah sebagai koordinator dari berbagai unit yang terlibat maka
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta bertugas untuk
mengerahkan source yang telah dihimpun untuk ditempatkan sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh kutipan berikut:
66
“BPBD adalah koordinator penanggulangan bencana, yang
mengkoordinir seluruh pemangku penanggulangan
bencana...”14
“BPBD bisa saja melakukan koordinasi melalui 112, untuk
SKPD sekedar terjun ke lapangan, koordinasi dengan lurahnya
juga, atau kecamatan setempat. Kita juga ada dilapangan juga.
Ketika ada kekurangan dilapangan bisa segera mengkoordinir
SKPD yang terlibat.”15
Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa pada tahapan
penanggulangan bencana ini dapat dimaksimalkan melalui pengerahan
seluruh sumber daya sehingga diharapkan penanggulangan bencana ini
berjalan efektif.
Pada kasus bencana banjir, Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta mengenal istilah rencana kontinjensi. Hal tersebut
diungkapkan dalam kutipan wawancara berikut:
“...Rencana kontinjensi adalah penyuluhan jika seandainya
terjadi banjir warga diberitahu apa yang harus dilakukan, dan
setelah banjir harus apa, jadi mereka tau harus berbuat apa.
Diberitahu juga tempat-tempat pengungsian terdekat jika
terjadi banjir. Jadi semua sudah terkoordinir dan terstruktur.
Rencana ini juga berisi kesepakatan warga, RT, RW dan
kelompok-kelompok masyarakat, misalnya jika terjadi banjir
apa saja barang-barang yang diperlukan, lalu siapa yang akan
menyiapkan makanan, kalau misalnya ada yang butuh di
evakuasi siapa yang akan menolong seperti itu....”16
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta telah menjawab tantangannya sebagai badan
yang ditugaskan untuk melakukan berbagai pendekatan sesuai dengan
jenis bencana yang harus ditanggulangi.
14
Wawancara Pribadi Dengan Endang Achadiat. 15
Wawancara Pribadi Dengan Endang Achadiat. 16
Wawancara Pribadi Dengan Tri Indrawan.
67
C. Pasca Bencana Banjir
Pada pasca bencana ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta melakukan aksi pasca bencana dengan dua cara yaitu
rehabilitasi dan rekontroksi untuk menormalkan jalannya rutinitas keseharian
dari setiap individu.
1. Rehabilitasi
Pada rehabilitasi pada pasca bencana banjir biasanya Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta mendata
psikososial untuk mengetahui tingkat trauma dari setiap korban bencana
banjir.
Berikut kutipan dari hasil wawancara:
“...salah satunya itu psikososial. Kita melakukan
pendampingan biasa dalam waktu 3-5 hari. Dan itu dilakukan
secara terus menerus. Kita juga melakukan pendataan berapa
korban disitu, bukan korban saja dampak yang berdampak buat
anak2 apakah mereka menjadi tidak nyaman.”17
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana, oleh karena itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
DKI Jakarta melakukan trauma healing untuk memulihkan kembali
korban yang memiliki trauma karena terkena bencana banjir.
Hal ini ditemukan dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Disini rehabilitasi sosial melakukan pendapingan seperti kita
menyembuhkan traumanya dengan trauma healing, ada
permainan, salah satu yang kita lakukan kami bekerjasama
dengan penanganan bencara seperti NGO, LSM Yayasan
Tanggul Bencana, untuk melakukan kegiatan sosial.”18
17
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono. 18
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono.
68
Berbagai upaya dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk mengembalikan kondisi psikologis
para korban bencana banjir terutama anak-anak.
Hal tersebut diungkapkan pada kutipan dibawah ini:
“...Yang kita lakukan disitu, daerah Kampung Melayu hmm...
suatu permainan yang intinya bahwa untuk menghibur anak-
anak...”19
Hal ini juga diperkuat pada hasil wawancara berikut:
“...buat rehabilitasi mungkin hanya sekedar menghibur anak-
anak yang rumanya terkena banjir, bikin permainan-permainan
biar anak-anaknya terhibur dan lupa kalau dirumahnya sedang
kena banjir...”20
Seperti juga yang diungkapkan pada penjelasan berikutnya dalam
wawancara tersebut bahwa pelaksanaan rehabilitasi pasca bencana ini
tidaklah sesederhana itu. Melainkan masih banyak aspek yang harus
dibenahi selain pembenahan atau rehabilitasi psikis para korban benacan
banjir. Berikut kutipan wawancaranya:
“...Cuma kalau diceritain memang sederhana tetapi kalau
dilaksanain itu bisa berhari-hari gitukan. Karna pak dedi dia
akan melakukan koordinasi bagaimana caranya, kalau dia ada
masuk asuransi dia akan koordinasikan dengan asuransinya,
kalo ada yang memang bisa membantu misalkan memperbaiki
rumahnya dia akan berkoordinasi dengan pihak NGO...”21
Dalam kutipan tersebut memperkuat penjelasan mengenai peran
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai
pihak yang mengkoordinir unit-unti terkait dalam penanggulangan
bencana banjir, mereka membangun kerjasama kepada berbagai pihak,
19
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono pada 10 April 2017. 20
Wawancara Pribadi Dengan Agus Hendrawan pada 11 Juni 2017. 21
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono pada 10 April 2017.
69
misalnya pada kasus kebakaran yang membutuhkan pembangunan rumah
masyarakat. Dalam kasus kebakaran ini Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta mengkoordinasikannya dengan BAZIS
(Badan Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh) sebagaimana yang dipaparkan
pada kutipan berikut:
“akan berkoordinasi dengan bazis karena misalkan nih
kebakaran gitukan habis semua terbakar. Pak Dedi akan
berkoordinasi dengan Bazis daerah Jakarta melalui lurah
membuat permohonan tapi itu waktunya agak lama...”22
Jadi rehabilitasi yang dilakukan disini tidak melulu bicara mengenai
tugas dan fungsi lembaga pemerintah, melainkan juga melibatkan badan-
badan swasta atau Non Government Organisation untuk turut andil dalam
usaha rehabilitasi korban. Hal ini dijelaskan melalui wawancara berikut:
“...program kita bukan hanya program pemerintah untuk
menangani masyarakat seperti saat kemarin banyak NGO yang
kerjasama yang melakukan kegiatan dibawah koordinasi kita
seperti dompet duafa mereka langsung memperbaiki motor-
motor orang karena disitu banyak tukang ojek jadi motor2
yang terendam banjir diperbaiki. Seperti handphone
menyervisnya secara gratis itu adalah salah satu contoh yang
dilakukan adalah pendekatan2 kepada komunitas komunitas
fungsi kita menggerakkan mereka semua dalam program
pemerintah.”23
Kegiatan rehabilitasi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali
fungsi sosial ekonomi masyarakat pasca bencana banjir dan juga dimana
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
2. Rekontruksi
22
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono pada 10 April 2017. 23
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono pada 10 April 2017.
70
Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya.
Pada rekontruksi ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta akan terlebih dahulu melakukan observasi lapangan
sehingga dapat mengidentifikasi sejauh mana kerusakan fisik akibat
bencana banjir sehingga kemudian dapat menyusun rencana rekonstruksi
sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Kegiatan tersebut dijelaskan melalui hasil wawancara di bawah ini:
“Penilaian kerusakan, dari saat ada bencana saya datang.
Melihat menganai besaran kerusakan, jadi saya akan
melakukan penilaian kerusakan secara fisik yang rusak tuh apa
misalkan bangunan atau gedung dilihat jenis besaran
bangunannya; permanen, semi-permanen atau ku-mis (kumuh
dan miskin).”24
Setelah mengetahui apa-apa saja yang dibutuhkan untuk
merehabilitasi kerusakan fisik di sini, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak
terkait mulai dari tokoh masyarakat, RT, RW, sampai pada lurah.
Sebagaimana kutipan wawancara di bawah ini:
“Saya menilai kerusakan tersebut, saya mencarai data, data
primer dan sekunder. Artinya disitu saya akan mencarai data
dari masyarakat dan dari para pemegang kuasa disitu seperti
RT, RW, Tokoh Masyarakat sampai dengan lurah.”25
24
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono pada 10 April 2017. 25
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono pada 10 April 2017.
71
Pada tahap rekontruksi ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta melihat sejauh mana kerugian masyarakat akibat
bencana banjir. Penjelasan tersebut diungkapkan pada kutipan sebagai
berikut:
“Apa yang dirugikan oleh masyarakat. Apakah dia itu hilang
mata pecahariannya, hilangnya sejauh mana, apakah hilang
keseluruhan atau hanya sebagaian sehingga dia bisa melakukan
survive.”26
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta telah menjawab tantangannya sebagai badan
yang ditugaskan untuk melakukan rekontruksi sesuai dengan jenis bencana
yang harus ditanggulangi.
26
Wawancara Pribadi Dengan Joko Indro Martono.
72
BAB V
PENUTUP
Pada bab penutup ini, akan dibagi menjadi dua sub bab. Yaitu Sub Bab
Kesimpulan dan Saran. Yang diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Pada sub bab kesimpulan ini, peneliti akan memaparkan hasil
kesimpulan secara singkat dan jelas bedasarkan hasil temuan lapangan atau
observasi dan analisa. Dimana pembahasan meliputi 3 garis besar tahapan
penanggulangan bencana banjir yaitu diantaranya (1) Pra Bencana, (2) Saat
Bencana, dan (3) Pasca Bencana. Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pra Bencana
a. Kesiagaan, pada tahapanpra bencana banjir Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan tahapan kesiagaan.
Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat
menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi
datangnya suatu bencana. Dimana hal tersebut direalisasikan dalam
bentuk penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat melalui agen
masyarakat seperti Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), instansi
pemerintah tingkat Kelurahan, Stake Holder, dan Karang Taruna.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kepanikan masyarakat
apabila akan terjadinya bencana banjir melanda.
73
b. Peringatan Dini, pada tahapan pra bencana banjir Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan
peringatan dini. Peringatan dini didasarkan berbagai informasi teknis
dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau diterima dari pihak berwenang
mengenai kemungkinan akan datangnya suatu bencana.
Hal ini dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta ketika mendapatkan informasi mengenai kondisi
debit air yang menandakan akan datangnya bencana banjir. Yang
kemudian informasi tersebut dilanjutkan kepada masyarakat yang
berada di daerah rawan bencana banjir melalui speaker, lisan, media
sosial, dan aplikasi chat. Informasi tersebut dihimpun oleh badan
khusus yang disebut PUSDATIM (Pusat data dan informasi
kebencanaan).
c. Mitigasi, mitigasi bersifat pencegahan sebelum kejadian. Pada pra
bencana mitigasi juga biasanya melakukan pendekatan teknis,
pendekatan manusia, dan pendekatan adminitratif untuk meminimalisir
dampak suatu masalah bencana. Pada saat mitigasi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta memiliki cara
penyusunan tata ruang dan tata lahan, melakukan aspek analisa risiko
bencana, dan melakukan pengembangkan program pembinaan dan
pelatihan bencana di seluruh tingkat masyarakat dan lembaga
pendidikan untuk mengurangi risiko bencana banjir.
74
2. Saat Bencana
a. Tanggap Darurat, berdasarkan temuan lapangan, peneliti menemukan
bahwa tanggap darurat dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta melalui tahapan seperti mengkoordinir
unit yang terlibat dalam kegiatan evakuasi korban bencana banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
melakukan kegiatan penyelamatan yang berupa evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana. Tetapi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak
melakukan penyelamatan harta benda karena hal tersebut biasanya
sudah dilakukan oleh korban bencana banjir saat diberikan peringatan.
b. Penanggulangan Bencana, dalam hal ini Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta dituntut untuk dapat memetakan
segala sumber daya yang ada untuk menanggulangi bencana. Kemudian
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
mengkoordinir instansi terkait untuk melakukan penanggulangan
bencana.
3. Pasca Bencana
a. Rehabilitasi, adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI
Jakarta melakukan trauma healing untuk memulihkan kembali korban
75
yang memiliki trauma karena terkena bencana banjir dengan melibatkan
badan-badan swasta atau Non Government Organisation untuk turut
andil dalam usaha rehabilitasi korban.
b. Rekontruksi, pada saat rekontruksi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik
pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat. Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta akan terlebih dahulu melakukan
observasi lapangan sehingga dapat mengidentifikasi sejauh mana
kerusakan fisik akibat bencana banjir sehingga kemudian dapat
menyusun rencana rekonstruksi sesuai dengan kebutuhan lapangan.
B. Saran
Setelah merangkum kesimpulan kedalam beberapa poin diatas, pada
sub bab ini peneliti akan menjabarkan saran yang merupakan hasil analisis
dari kekurangan yang peneliti temukan dari setiap implementasi tahapan
penanggulangan bencana banjir oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi DKI Jakarta yang dapat dibagi kedalam beberapa kategori di
bawah ini:
1. Saran Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI
Jakarta
76
a. Sebaiknya BPBD Provinsi DKI Jakarta mengaktifkan kembali drainase
yang sudah ada karena banyak drainase yang sudah tidak aktif di daerah
DKI Jakarta.
b. Sebaiknya BPBD Provinsi DKI Jakarta lebih memaksimalkan workshop
tentang penanggulangan bencana banjir untuk masyarakat yang tinggal
didaerah rawan bencana banjir.
c. Membuat seminar lingkungan agar masyarakat sadar akan pentingnya
menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan sekitar sehingga
meminimalisir terjadinya bencana banjir.
d. Diharapkan BPBD Provinsi DKI Jakarta memperbanyak tenaga kerja
dari lulusan kesejahteraan sosial, karena minimnya tenaga kerja yang
lulusan dari jurusan kesejahteraan sosial.
2. Saran Kepada Program Studi Kesejahteraan Sosial
a. Diharapkan Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memberi ruang lebih untuk pembahasan
penanggulangan bencana.
b. Memperbanyak referensi tentang penaggulangan bencana.
3. Saran Kepada Peneliti Berikutnya
a. Untuk peneliti yang ingin meneliti di lembaga ini khususnya mahasiswa
kesejahteraan sosial, masih terbuka untuk mendalami bagimana
penanggulangan bencana.
77
b. Dalam melakukan penelitian terkait penanggulangan bencana
hendaknya dapat lebih peduli dengan lingkungan dan situasi sosial yang
kita hadapi.
78
DAFTAR PUSTAKA
Akbarwati, Ika. “Sejarah Banjir Jakarta”. Artikel diakses pada 6 Januari 2016 dari
https://www.selasar.com/budaya/sejarah-banjir-jakarta
Aksi Cepat Tanggap. “5 Faktor-Faktor Penyebab Banjir”. Artikel diakses pada 27
Desember 2017 dari https://blog.act.id/5-faktor-faktor-penyebab-banjir
Anggota IKAPI. Undang-Undang Penanggulangan Bencana. Bandung: Fokus
Media, 2011.
Arifin, Saru. :Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam
(Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogyakarta).” Laporan Penelitian
Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, 2008.
BPBD Provinsi DKI Jakarta. Artikel diakses pada 2 januari 2016 dari
http://bpbd.jakarta.go.id/news/detail/955
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Dinas Sosial Provinsi Jogjakarta. “Buku Panduan Pemuktahiran Data PMKS dan
PSKS DIY 2012”. Artikel diakses pada 28 Maret 2016 dari
https://dinsos.jogjaprov.go.id/jenis-jenis-pmks/
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik.
Haryanto, Agus Joko. “Manajemen Bencana Dalam Menghadapi Ancaman
Industri di PT. Lautan Otsuka Chemical Cilegon Tahun 2012.” Tesis S2
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 2012.
Hidayati. Panduan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat.
Implementasi Kebijakan http://all-about-
theory.blogspot.com/2010/03/implementasi-kebijakan.html Artikel
diakses pada 19 November 2016
Kodoatie dan Sjarief. Pengelolaan Bencana Terpadu.
79
Lendriyono, Fauzik., ed. Beberapa Pemikiran tentang Pembangunan
Kesejahteraan Sosial. Malang: UMM Press, 2007.
Lentera Hidup. Macam-Macam Bencana Alam dan Penyebabnya Beserta
Pengertiannya artikel diakses pada 27 Desember 2017
Maarif, Syamsul. “Indonesia Supermarket Bencana”. Jurnal Perempuan, no. 5
(Maret 2005): h. 47
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. 20th ed. Bandung: PT Ramaja
Rosda Karya, 2009.
Nurjanah. Dkk. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta, 2012.
Nurrachman. Pemukiman Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat
Bencana Alam.
Pasolong dan Harbani. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta, 2010.
Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD). Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta
2013-2017. Jakarta: BPBD, 2013.
Peraturan Presiden no. 8 tahun 2008. Tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997.
Rachma, Dini. “Implementasi Menurut Para Ahli”. Artikel diakses pada 19
November 2016 dari http://elibunikom.ac.id/download.php?id=112335
Rukminto, Adi Isbandi. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta:
FISIP UI Press, 2005.
Rukminto, Adi Isbandi. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan
Sosial, dan Kajian Pembangunan). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
80
Rukminto, Adi Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan
Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2011.
Sembiring. Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI: Penanggulangan
Bencana.
Soeladi. Manajemen Bencana Alam Tsunami, Yogyakarta: Balaibesar Penelitian
dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. 5th ed. Banduung: CV Alfabeta,
2007.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. 13th ed.Bandung:
IKAPI, 2011.
Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta,
2013.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refia
Aditama, 2005.
Sukandarrumidi. Bencana Alam dan Bencana Anthropogene. Yogyakarta:
Kanisius, 2010.
Sukoco, Dwi Heru. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategis.
Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial.
Sukoco, Dwi Heru. Modul Diklat Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Tingkat Ahli
Madya. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Departemen
Sosial.
Susanto. Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di
Negeri Rawan Bencana.
81
Sutikno. Dkk. “Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Bencana Alam Akibat
Gerakan Massa Tanah/Batuan di Daerah Tamanggung, Jateng.”Laporan
Penelitian Fakultas Geologi, Universitas Gajahmada, 1992.
Suud, Muhammad. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka,
2006.
Warto, Dkk. Efektivitas Program Pelayanan Sosial di Panti dan Non Panti.
Yogyakarta: B2P3KS Press, 2009.
Warto. Dkk. Ujicoba Pole Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam
pada Era Otonomi Daerah. Jogjakarta: Departemen Sosial RI, 2003.
Widodo, Nurdin, Dkk. Studi Pelayanan Sosial Remaja Putus Sekolah Terlantar
Melalui Panti Sosial Bina Remaja. Jakarta: P3KS Press, 2009.
HASIL OBSERVASI
Waktu : Maret-Juni 2017
Tempat : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
gambar 1. Logo Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi DKI Jakarta
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta bertempat
di Balaikota blok F lantai 3 jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, DKI
Jakarta. Pada saat pertama kali saya datang ke balaikota ternyata kantor Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta dipindahkan ke Gedung
Dinas Teknis Abdul Muis Lt.5, jl. Abdul Muis No. 66.
Selasa, 7 Maret 2017
Saya pertama kali berkunjung ke kantor BPBD Provinsi DKI Jakarta yang
berada di Gedung Dinas Teknis yang berada di jl. Abdul Muis dengan tujuan
untuk mengantarkan surat izin penelitian di BPBD Provinsi DKI Jakarta, maka
saya masih ada rasa canggung saat pertama kali datang. Dari depan lobby terdapat
seseorang yang sedang duduk.
Seseorang yang sedang duduk adalah Pak Untung, saya menyapa Pak
Untung dan membuka obrolan kalau saya ingin melakukan penelitian di BPBD
Provinsi DKI Jakarta, lalu dengan senang hati Pak Untung mengantarkan saya ke
Lantai 3 gedung untuk dipertemukan oleh Kak Aura dan saya disambut baik
ditempat administrasi BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 2. Lobby Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provonsi DKI Jakarta
Saat saya memberikan surat izin penelitian dari instansi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ternyata ada peraturan dari gubernur yang
mengharuskan melakukan perizinan dahulu di Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang
bertempat di Kebon Sirih Nomor 18 Blok H Lantai 18.
Senin, 27 Maret 2017
Hari ini saya mengurus surat perizinan dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu
untuk mendapatkan izin penelitian di BPBD Provinsi DKI Jakarta, sesuai dengan
peraturan dari gubernur yang mengharuskan adanya perizinan dari Pelayanan
Terpadu Satu Pintu agar penelitian saya di BPBD Provinsi DKI Jakarta memiliki
legalitas.
Jum’at, 31 Maret 2017
Setelah mendapatkan surat izin riset/penelitian dari Pelayanan Terpadu
Satu Pintu saya langsung mengantarkan surat izin kembali ke BPBD Provinsi DKI
Jakarta dengan 2 surat dari instansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan surat dari
Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk legalitas penelitian saya di BPBD Provinsi
DKI Jakarta. Saya langusng mengantarkan surat tersebut ke tempat Administrasi
BPBD Provinsi DKI Jakarta yang diterima oleh Kak Aura.
Sesudahnya saya mengantar surat perizinan, saya diperkenalkan oleh Pak
Andre untuk mengantarkan saya kepada Kepala Bidang di BPBD Provinsi DKI
Jakarta untuk diwawancara, tetapi karena saya datang dengan waktu yang sudah
terlalu siang ternyata kepala bidang sedang melakukan perjalanan dinas keluar
kantor.
Karena tidak ada kepala bidang sedang dinas keluar kantor sayapun
kembali ketempat administrasi, disana saya membuka obrolan tentang sedikitnya
Lembaga BPBD Provinsi DKI Jakarta dengan Pak Andre dan Kak Aura dengan
maksud pendekatan emosional dengan mereka. Haripun menunjukan pukul 15.00
WIB, dan sayapun memutuskan untuk izin pulang terlebih dahulu.
Senin, 10 April 2017
Sore ini saya tiba pukul 15.00 WIB untuk bertemu dengan bapak Joko
Indro Martono selaku bidang rehabilitasi dan konstruksi. Kondisi kantor sepi, saya
Gambar 3.
Wawancara dengen Pak Joko Indro Martono
menanyakan mengapa hari ini kantor tidak seramai biasanya. Ternyata, ada
persiapan untuk acara Hari Kesiapsiagaan Nasional pada tanggal 26 april 2017 di
kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebelumnya saya telah
membuat janji dengan pak joko via Whats app untuk melakukan wawancara.
Dalam wawancara kali ini, saya menanyakan tentang proses rehabilitasi
untuk perbaikan dan pemulihan masyarakat untuk normalisasi kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana. Setelah melakukan wawancara, hujan
turun sehingga saya tidak bisa pulang. Sambil menunggu hujan reda saya
menyempatkan untuk berbincang dengan ka Aura, setelah hujan reda sayapun
langsung izin pulang kerumah.
Jum’at, 25 Mei 2017 (Bidang 1, Tri Indrawan & Bidang 2, Endang Achadiat)
Hari ini saya tiba lebih awal pada pukul 09.00 WIB. Kondisi cuaca hari ini
sangat terik dan jalanan menuju kantor BPBD padat merayap. Kegiatan hari ini
adalah wawancara dengan bapak Tri Indrawan bidang Pencegahan dan
Kesiapsiagaan dan bapak Endang Achadiat sebagai ketua pada bidang Bidang
Kedaruratan dan Logistik.
Alhamdulillah pak Tri Indrawan menyambut saya dengan baik
diruangannya. Setelah berbincang-bincang santai dengan ditemani rujak yang
berada diatas mejanya saya memulai kegiatan wawancara pertama dengan pak Tri
Indrawan untuk membahas tentang bagaimana pencegahan banjir yang dilakukan
oleh BPBD provinsi DKI Jakarta, apakah ada peringatan khusus jika tiba-tiba
bencana datang dan hal-hal yang berkenaan dengan pencegahan dan kesiapsiagaan
pada bapak Tri. Disela-sela wawancara saya izin ketoilet karena ada hajat yang
tidak tertahankan. Setelah itu saya melanjutkan wawancara dengan pak Tri sampai
pukul 11.00 WIB.
Gambar 4.
Wawancara dengan Pak Tri Indrawan
Sebelum saya melanjutkan wawancara dengan pak Endang, saya
beritirahat bersama pak Tri. Kami berbincang dirumah makan sebelah kantor
BPBD Provinsi DKI Jakarta hingga jam makan siang selesai. Kemudian kami
kembali kekantor dan sebelum memulai proses wawancara sesi ke-dua dengan
bapak Endang, saya diajak oleh pak Tri ke Pusat Data dan Informasi
(PUSDATIN) yang berada di sebelah ruangan BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 5.
Saya bersama Pak Tri di Ruangan PUSDATIN
Gambar 5. Gambar 6.
Ruangan PUSDATIN 1 Ruangan PUSDATIN 2
Gambar 7.
Ruangan PUSDATIN 3
Selesai melihat-lihat ruangan Pusat Data dan Informasi BPBD Provinsi
DKI Jakarta saya melanjutkan wawancara dengan bapak Endang Achadiat untuk
membahas tanggap darurat
yang dilakukan BPBD
Provinsi DKI Jakarta ketika
banjir terjadi dan bagaimana
teknis evakuasi yang biasa
dilakukan oleh BPBD
Provinsi DKI.
Gambar 8. Wawancara dengan Pak Endang Achadiat
Karena waktu sudah mulai sore, saya langsung izin untuk kembali ke
Ciputat. Senang rasanya hari ini sudah diberi kesempatan untuk melihat-lihat
ruang Pusat Data dan Informasi dari BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Minggu, 11 Juni 2017
Siang ini saya berangkat dari Ciputat menuju Kampung Melayu untuk
mnegetahui implementasi penanggulangan bencana banjir yang dilakukan oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan melakukan
wawancara di Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Sesampainya di Kampung Melayu saya bertemu dengan tokoh masyarakat
yang bernama Pak Agus Hendrawan, beliau pernah menjadi korban banjir pada
bulan Februari dan Maret 2017 lalu. Banjir dengan ketinggian mencapai 100 CM
melanda permukiman kampung melayu tempat pak Agus Hendrawan tinggal
karena meluapnya kali ciliwung.
Setelah berbincang-bincang saya langsung meminta izin untuk
mewawancarai pak Agus untuk penelitian saya, dan dengan senang hati pak Agus
mau di wawancara karena kebetulan
pak Agus memiliki anak yang masih
Mahasiswa juga. Selesai wawancara
saya langsung pamit untuk kembali ke
Ciputat karena waktu juga sudah mulai
sore.
Gambar 9. Kali Ciliwung
Di Kawasan Kampung Melayu
Pedoman Wawancara Implementasi Penanggulangan Bencana Banjir oleh BPBD
Provinsi DKI Jakarta
IDENTITAS INFORMAN
Jabatan : Kepala Pelaksana
Topik Wawancara : Profil BPBD Provinsi DKI Jakarta
Pertanyaan :
1. Bagaimana sejarah berdirinya BPBD Provinsi DKI Jakarta?
2. Bagaimana dasar pembentukannya?
3. Bagaimana tugas dan fungsi BPBD?
Jabatan : Kepala UPT. Pusat Data dan Informasi Kebencanaan
Topik Wawancara : Data rawan bencana banjir dan pra bencana
Pertanyaan :
1. Dimana saja titik rawan bencana banjir di DKI Jakarta?
2. Apakah di BPBD Provinsi DKI Jakarta melakukan proses Pra bencana?
3. Bagaimana proses kesiagaan yang dilakukan saat pra bencana?
4. Bagaimana proses peringatan dini khusus mereka yang berpotensi terkena bencana banjir?
5. Bagaimana mitigasi untuk mencegah dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
banjir?
6. Apakah BPBD melakukan pendekatan teknis dengan membuat rancangan dari bangunan
sehingga bangunan rawan banir tidak terkena banjir?
7. Apakah saat pra bencana melakukan pendekatan manusia untuk membentuk masyarakat
yang paham dan sadar mengenai bahaya bencana?
8. Apakah BPBD melakukan pendekatan administratif kepada organisasi kemasyarakatan
dengan tujuan untuk meyiapkan prosedur tanggap darurat?
9. Bagaimana proses pendekatan kultural agar kemampuan berpikir dan berbuat masyarakat
dapat berupaya menjauhkan diri dari bencana khususnya banjir?
Jabatan : Kepala Seksi Pencegahan
Topik Wawancara : Pencegahan bencana banjir dan pra bencana banjir
Pertanyaan :
1. Bagaimana pencegahan bencana banjir yang dilakukan BPBD Prov. DKI Jakarta?
2. Apakah di BPBD Provinsi DKI Jakarta melakukan proses Pra bencana?
3. Bagaimana proses kesiagaan yang dilakukan saat pra bencana?
4. Bagaimana proses peringatan dini khusus mereka yang berpotensi terkena bencana banjir?
5. Bagaimana mitigasi untuk mencegah dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
banjir?
6. Apakah BPBD melakukan pendekatan teknis dengan membuat rancangan dari bangunan
sehingga bangunan rawan banir tidak terkena banjir?
7. Apakah saat pra bencana melakukan pendekatan manusia untuk membentuk masyarakat
yang paham dan sadar mengenai bahaya bencana?
8. Apakah BPBD melakukan pendekatan administratif kepada organisasi kemasyarakatan
dengan tujuan untuk meyiapkan prosedur tanggap darurat?
9. Bagaimana proses pendekatan kultural agar kemampuan berpikir dan berbuat masyarakat
dapat berupaya menjauhkan diri dari bencana khususnya banjir?
Jabatan : Ketua Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Topik Wawancara : Tanggap darurat dan penanggulangan bencana
Pertanyaan :
1. Bagaimana proses yang dilakukan saat bencana banjir?
2. Bagaimana tanggap darurat yang dilakukan BPBD saat bencana banjir?
3. Selama kegiatan tanggap darurat bagaimana upaya yang dilakukan untuk mananggulangi
bencana yang terjadi?
4. Bagaimana proses saat menyelamatkan korban bencana banjir?
5. Bagaimana proses untuk menyelamatkan harta benda dan dokumen penting?
6. Bagaimana proses perlindungan kepada masyarakat umum?
Jabatan : Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekontruksi
Topik Wawancara : Rehabilitasi dan rekontruksi (pasca bencana)
Pertanyaan :
1. Apakah BPBD melakukan penanguulangan saat pasca bencana?
2. Bagaimana proses rehabilitasi untuk perbaikan dan pemulihan masyarakat untuk
normalisasi kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana?
3. Bagaimana proses rekontruksi atau pembangunan sarana dan prasarana?
4. Bagaimana mengembalikan tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial,
dan budaya pada wilayah pasca bencana?
Transkip Hasil Wawancara Untuk Impementasi Penanggulangan Bencana Banjir Oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
NAMA : Tri Indrawan
JABATAN : Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (Bidang 1) BPBD
Provinsi DKI Jakarta
HARI, TANGGAL : Kamis, 25 Mei 2017
TEMPAT : Kantor BPBD Provinsi DKI Jakarta
Bagaimana pencegahan banjir yang dilakukan oleh BPBD provinsi DKI Jakarta?
Sebelumnya saya akan sampaikan penyebab banjir di DKI Jakarta, penyebab pertama itu
adalah kiriman, yang kedua itu curah hujan lokal maksudnya curah hujan yang terjadi di
sekitar Jakarta, dan yang ketiga adalah akibat naiknya air laut. Jika ini terjadi berbarengan
maka akan terjadi banjir besar. Pencegahannya itu ada beberapa hal yang harus dilakukan,
ada yang dari segi struktural dan non struktural.
Dari segi struktural itu kita melakukan mitigasi-mitigasi. Kebanyakan banjir kiriman itu dari
kali, bagaimana caranya agar warga sekitar kali itu tidak kebanjiran, kita buatlah tanggul-
tanggul di pinggir kali, kemudian jika kali sudah dangkal kita melakukan pengerukan
sehingga daya tampung airnya lebih banyak, waduk-waduk juga dilakukan normalisasi dari
penduduk-penduduk yang tidak punya tempat tinggal yang biasanya membangun bangunan
dipinggir kali, dan sampah-sampah kita bersihkan agar nantaran waduk kembali steril. Kalau
dari sisi non struktural kita harus memperkuat regulasi, itu bisa kita lakukan melalui perda,
pergub, kemudian ada juga pedoman, SOP, itu kita perkuat dan kita juga melakukan
pencegahan-pencegahan atau mitigasi. Mitigasi itu juga dibagi dua, ada yang struktural dan
non struktural. Yang struktural itu biasanya memakan waktu nya biasanya agak panjang,
karena sifat struktural berbentuk fisik, nonstruktural itu lebih soft, seperti yang disebutkan
tadi, dan ada juga pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Misalnya struktural sudah
dilakukan, maka dilakukan juga yang non struktural, karena jika masyarakatnya tidak
diberikan pemahaman dan pelatihan maka tidak akan berjalan baik. Kita harus mengelolanya
dari seluruh aspek.
Apakah ada peringatan khusus kepada warga ketika terdeteksi akan terjadi bencana?
Ada. Untuk peringatan ada beberapa tahapan, kita punya tiga lapis tahapan. Dalam kondisi
normal biasanya kita beri informasi yang sifatnya prakiraan cuaca, itu kita lakukan melalui
sosial media dan lewat group dari beberapa aplikasi chat. Kemudian jika estalasi meningkat,
ternyata debit air di pintu air di hulu meningkat dan masuk siaga tiga, siaga tiga itu sudah
mulai awas, itu kita disaster warning system, mekanisme kerjanya adalah sistem itu kita
tempatkan di beberapa tempat rawan banjir, contohnya di kampung melayu, di bukit duri, di
karet cina. Disana kita pasang alatnya, ada sirine dan speaker, tapi dikendalikan dari sini.
Ketka sungai di hulu itu sudah siaga tiga, maka kita akan berikan informasi dari sini. Disini
ada namanya PUSDATIM, itu adalah pusat data dan informasi kebencanaan, itu adalah
tempat mengumpulkan dan menyebarkan informasi, nah kalau ada informasi mengenai siaga
tiga tadi, akan diinformasikan melalui PUSDATIM itu, bisa melalui audio sirine atau
informasi lisan. Kemudian juga siaga satu, kita da mekanisme penyebarluasan peringatan dini
melalui sms atau broadcast untuk semua masyarakat yang berada disepanjang sungai yang
berpotensi mengalami bencana banjir. Tujuanya dalah agar masyarakat tidak panik, lebih
hemat karena sms yang disebar hanya kepada warga terkait.
Kalau untuk perancangan bangunan disekitar wilayah rawan banjir, apakah ada saran
untuk konstruksi bangun harus seperti apa dari BPBD kepada warga sekitar?
Oh itu belum ada. Karena memang juga belum ada ketetapan kawasan rawan banjir. Tahun
ini baru akan disusun daftar kawasan rawan banjir. Mungkin dari daftar yang ada nanti bisa
dibentuk suatu regulasi bagaimana ketetuan pembangunan rumahnya.
Untuk penyuluhan kepada komunitas, misal ibu-ibu PKK atau lain sebagainya terkait
bencana banjir seperti apa?
Pertama kita lakukan sosialisasi melalui berbagai macam kegiatan, bisa melalui kegiatan di
kelurahan atau dinas-dinas terkait seperti dinsos maupun BPBD sendiri secara intensif selalu
memberikan sosialisasi terutama memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait apa-apa
saja yang harus mereka lakukan jika ada peringatan-peringatan potensi banjir, hingga
bagaimana penanganan jika sudah terdapat korban pasca bencana banjir.
Kalau masyarakat umum kita adakan seminar yang ada mereka hanya bengong, maka yang
efektif adalah kita ajak mereka untuk melakukan perencanaan kedaruratan, di BPBD
istilahnya dalah rencana kontijengsi, rencana kontinjensi adalah penyuluhan jika seandainya
terjadi banjir warga diberitahu apa yang harus dilakukan, dan setelah banjir harus apa, jadi
mereka tau harus berbuat apa. Diberitahu juga tempat-tempat pengungsian terdekat jika
terjadi banjir. Jadi semua sudah terkoordinir dan terstruktur. Rencana ini juga berisi
kesepakatan warga, RT, RW dan kelompok-kelompok masyarakat, misalnya jika terjadi
banjir apa saja barang-barang yang diperlukan, lalu siapa yang akan menyiapkan makanan,
kalau misalnya ada yang butuh di evakuasi siapa yang akan menolong seperti itu.
Jadi kita memberdayakan masyarakat, karena orang paling pertama yang melakukan
penyelamatan adalah orang-orang terdekat (masyarakat sekitar itu sendiri/gotong royong) dan
agar mereka juga tidak membahayakan diri sendiri. Karena kalau hanya menunggu petugas
datang, mereka bisa tenggelam duluan. Dalam penanggulangan bencana sebenarnya memang
bukan hanya masyarakat yang berperan, namun disini ada tiga pilar, pertama pemerintah,
yang kedua masyarakat, dan yang ketiga baru lembaga masyarakat. Ketiganya itu kita
rangkul kemudian kita bentuk forum pengurangan resiko bencana. Dalam hal ini perguruan
tinggi juga dapat ikut serta, jadi seharusnya perguruan tinggi banyak ikut berkecimpung
disini.
Transkip Hasil Wawancara Untuk Impementasi Penanggulangan Bencana Banjir Oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
NAMA : Endang Achadiat
JABATAN : Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik (Bidang 2) BPBD Provinsi
DKI Jakarta
HARI, TANGGAL : Kamis, 25 Mei 2017
TEMPAT : Kantor BPBD Provinsi DKI Jakarta
Bagaimana pencegahan bencana banjir yang dilakukan oleh BPBD provinsi DKI
Jakarta?
Saya tidak bisa menjawab karena itu bukan tupoksi saya.
Apa yang dilakukan BPBD saat terjadi bencana banjir?
BPBD adalah koordinator penanggulangan bencana, yang mengkoordinir seluruh pemangku
penanggulangan bencana. Ketika terjadi bencana, pertama melakukan penyelamatan jiwa,
yang kedua pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi makan, tempat dan pakaian.
Lalu bagaimana tanggap darurat yang dilakukan BPBD ketika bencana banjir?
Ya seperti tadi, tentunya melakukan evakuasi. BPBD mengkoordinir seluruh unit yang
terlibat penanggulangan bencana, khususnya evakuasi. Karena banyak yang terlibat dalam
penanggulangan bencana, bukan hanya BPBD. BPBD adalah sebagai koordinator.
Dalam proses evakuasi, siapa yang didahulukan? Apakah anak-anak, lansia, atau ibu-
ibu?
Tujuan evakuasi adalah bagaimana menyelamatkan jiwa sebanyak mungkin, jadi orang yang
bisa diselamatkan secara cepat dan tepat itulah yang pertama, baru melakukan pada yang
memerlukan penanganan khusus, dan orang-orang yang rentan seperti bayi, balita, lansia, dan
penyandang disabilitas.
Saat proses penyelamatan tugas BPBD hanya sebatas koordinasi atau ikut turun ke
lapangan?
BPBD bisa saja melakukan koordinasi melalui 112, untuk skbd sekedar terjun ke lapangan,
koordinasi dengan lurahnya juga, atau kecamatan setempat. Kita juga ada dilapangan juga.
Ketika ada kekurangan dilapangan bisa segera mengkoordinir SKPD yang terlibat.
Biasanya jika bencana terjadi ada dokumen-dokumen penting yang harus
diselamatkan, adakah penanganan khusus untuk menyelamatkan dokumen-dokumen
korban bencana?
Untuk diketahui kalau banjir di Jakarta, masyarakat sudah mengetahui kapan akan terjadi
banjir, yaitu dengan pemberitahuan siaga banjir, dari curah hujan BMKG selalu memberikan
informasi dan informasi dapat diakses dengan mudah, dan banjir kiriman dari bogor, biasanya
sudah diketahui sembilan jam sebelumnya. Jadi masyarakat Jakarta sudah siap dengan itu
semua. Masyarakat dengan waktu yang cukup banyak itu seharusnya sudah mampu
mengungsikan barang-barang berharganya. Jadi tidak terlalu sulit untuk itu.
Saat banjir bagaimana proses perlindungan kepada masyarakat umum nya?
Biasanya kami menyiapkan tempat-tempat pengungsian yang baisanya juga sudah disepakati
dengan masyarakat setempat. Masyarakat sudah tahu diamana titik pengungsianya, nanti
tinggal kita memenuhi kebutuhan yang lain, misalkan untuk makan, di support oleh dinas
sosial dalam koordinasinya tetap BPBD. Kemudian alat tidur dinas sosial juga punya, kalau
kurang BPBD juga bisa men-support, termasuk juga pakaian layak pakai. Utntuk pengobatan
atau pos kesehatan kita koordinir puskesmas setempat. Karena dinas kesehatan juga bagian
dari BPBD.
Kalau dari lembaga-lembaga non pemerintah yang ingin memberikan sumbangan
logistik, bagaimana alur pendistribusianya?
Dari lembaga-lembaga itu biasanya kita buka posko-posko ditempat dan dikumpulkan disitu,
kemudian di data, baru di distribusikan. Kekurangan-kekuranganya baru di support oleh
pemerintah. Memang sengaja juga sumbangan dari masyarakat yang diutamakan, baru setelah
itu pemeintah, karena memang di pasasl 25 dan 26 UU .... tahun 2007, disebutkan masyarakat
supaya ikut aktif.
Transkip Hasil Wawancara Untuk Impementasi Penanggulangan Bencana Banjir Oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
NAMA : Joko Indro Martono
JABATAN : Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekontruksi (Bidang 3) BPBD
Provinsi DKI Jakarta
HARI, TANGGAL : Senin, 10 April 2017
TEMPAT : Kantor BPBD Provinsi DKI Jakarta
Apakah BPBD melakukan penanggulangan saat pasca bencana?
Penilaian kerusakan, dari saat ada bencana saya datang. Melihat menganai besaran
kerusakan, jadi saya akan melakukan penilaian kerusakan secara fisik yang rusak tuh apa
misalkan bangunan atau gedung dilihat jenis besaran bangunannya; permanen, semi-
permanen atau ku-mis (kumuh dan miskin). Kumuh miskin itu contohnya rumah yang dari
bedeng-bedeng tapi secara permanen mereka tinggal disitu. Saya menilai kerusakan tersebut,
saya mencarai data, data primer dan sekunder. Artinya disitu saya akan mencarai data dari
masyarakat dan dari para pemegang kuasa disitu seperti RT, RW, Tokoh Masyarakat sampai
dengan lurah. Dilanjutkan dengan pak dedi, pak dedi ini menilai secara perekonomian. Apa
yang dirugikan oleh masyarakat. Apakah dia itu hilang mata pecahariannya, hilangnya sejauh
mana, apakah hilang keseluruhan atau hanya sebagaian sehingga dia bisa melakukan survive.
Bagaimana proses rehabilitasi untuk perbaikan dan pemulihan masyarakat untuk
normalisasi kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana?
Yang kita lakukan disitu hmm suatu permainan yang intinya bahwa untuk menghibur anak-
anak disitu, dan itu daritadi penanggulangan kesehatan, penanggulangan perekonomian,
psikososial sudah masuk semua dipertanyaan ini.
Bagaimana proses rekontruksi atau pembangunan sarana dan prasarana?
kalo ada yang memang bisa membantu misalkan memperbaiki rumahnya dia akan
berkoordinasi dengan pihak NGO atau pak dedi akan berkoordinasi dengan bazis karena
misalkan nih kebakaran gitukan habis semua terbakar. Pak dedi akan berkoordinasi dengan
basiz melalui lurah membuat permohonan tapi itu waktunya agak lama. Tapi pada saat 3
sampai 5 hari ini pak putut dalam pendampingan psikososial itu berjalan terus, ada permainan
gitukan itu artinya program kita bukan hanya program pemerintah untuk menangani
masyarakat seperti saat kemarin banyak NGO yang kerjasama yang melakukan kegiatan
dibawah koordinasi kita seperti dompet duafa mereka langsung memperbaiki motor-motor
orang karena disitu banyak tukang ojek jadi motor2 yang terendam banjir diperbaiki. Seperti
handphone menyervisnya secara gratis itu adalah salah satu contoh yang dilakukan adalah
pendekatan2 kepada komunitas komunitas fungsi kita menggerakkan mereka semua dalam
program pemerintah. Adapun yang dilakukan pemerintah itu
Bagaimana mengembalikan tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial, dan budaya pada wilayah pasca bencana?
Disini kita melakukan sejauh mana mereka itu jatuh perekonomiannya. Trus dia memiliki
daya lenting bagaimana perekonomian disitu. Yang dimaksud daya lenting itu dalam waktu 3
hari atau seminggu dia bisa bekerja lagi, menghidupkan mata pencaharian lagi. Nah itu
perekonomian secara mendasar. Dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi itu salah
satunya itu psikososial kita melakukan pendataan berapa korban disitu, bukan korban saja
dampak yang berdampak buat anak2 apakah mereka menjadi tidak nyaman.
Jadi kalau pasca ya cerita gamblang nya kaya gitu, Cuma kalau diceritain memang sederhana
tetapi kalau dilaksanain itu bisa berhari-hari gitukan. Karna pak dedi dia akan melakukan
koordinasi bagaimana caranya, kalau dia ada masuk asuransi dia akan koordinasikan dengan
asuransinya,
Transkip Hasil Wawancara untuk Impementasi Penanggulangan Bencana Banjir Oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
NAMA : Sukarto
JABATAN : Ketua RT 007 RW 09, Kampung Melayu
HARI, TANGGAL : Minggu, 18 Juni 2017
TEMPAT : Rumah Ketua RT 007 RW 09, Kampung Melayu
Apa yang telah dilakukan BPBD DKI Jakarta jika terjadi banjir di daerah ini?
Kalau misalnya banjir di sini, BPBD selalu memberikan peringatan. Peringatan pertama
biasanya seputar perkiraan cuaca. Kallau udah disiaga tiga, biasanya kampong melayu
dikabarin. Soalnya ini daerah rawan banjir. Biasanya, dengan sirine atau informasi lisan. Kedua,
evakuasi kalau misalnya ada banjir kiriman dari Bogor. Tempat pengungsian yang udah kita
sepakatin. Jadi, masyarakat udahtahu dimana titik pengungsiannya saat banjir. Ada juga
pemenuhan logistic, makanan, pakaian, pos kesehatan, ada juga proses rehabilitasi. Nah, itu
biasanya diperuntukkan untuk orang-orang yang trauma.
Bagaimana BPBD melakukan penanggulanngan masalah pasca banjir?
Biasanya sih BPBD kalau habis banjir melakukan perbaikan-perbaikan yang telah terjadi.
Beresin bekas banjir,benerin rumah warga yang rusak, jalanan yang tergenang, motor-motor
yang terendam banjir juga diperbaikan. Buat anak-anak, BPBD biasanya membuat permainan-
permainan untuk menghibur anak-anak. biar mereka lupa kalau sebenarnya habis banjir. Kadang
juga dibawain bantuan sembako sama pakaian.
Apakah warga terlibat secara langsung pada saat BPDB sedang melakukan
penanggulangan bencana banjir?
Iya. Biasanya malah warga duluan sebelum BPBD datang. Saya selalu kasih peringatan kepada
warga agar selalu antisipasi dengan banjir. Makannya pas banjir datang, warga sudah siap semua.
Nah, pas BPBD datang, baru kami kerja bareng untuk membereskan hal-hal yang kiranya berat.
Bagaimana BPBD melakukan sosialisasi terkait bencana banjir kepada masyarakat?
Kemarin sempet ada beberapa dari dinas sosial datang kesini untuk penyuluhan ke masyarakat
terkait banjir. Disitu kita diajarin tanggap bencana. Khususnya, saat terjadi banjir dan kebakaran.
Masyarakat sih udah tahu hal-hal yang harus dilakukan saat banjir datang. Seperti
menyelematkan barang-barang pribadi yang dianggap penting. Maka ketika banjir datang
masyarakat udah siap.
Apakah BPBD sangat membantu dalam proses menanggulangi bencana banjir di daerah
ini?
Secara umum sangat membantu kita dalam proses menangani banjir. Terlebih dari proses
evakuasi warga sampai bagaimana membuat warga tenang akibat bencana. Nah, itu yang tidak
bisa kami lakukan sebagai warga. BPBD disitu perannya. Membuat warga senang dan cepat
melupakan banjir. Tempat pengungsian juga dibantu banyak oleh BPBD. Pokoknya saya
mewakili RT 007 sangat terbantu oleh BPBBD.
Transkip Hasil Wawancara Untuk Impementasi Penanggulangan Bencana Banjir Oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta
NAMA : Agus Hendrawan
JABATAN : Tokoh Masyarakat
HARI, TANGGAL : Minggu, 11 Juni 2017
TEMPAT : Kampung Melayu
Apa faktor yang menyebabkan banjir didaerah ini?
Hmm... apaya... biasanya sih kalo hujannya lebat dan lama bisa menyebabkan banjir, apalagi
ditambah kalau sudah ada banjir kiriman ampun ampunan saya bisa ga berangkat kerja buat
ngeluarin air dari dalam rumah.
Apakah ada peringatan khusus dari BPBD Provinsi DKI Jakarta kepada warga ketika
terditeksi akan terjadi bencana?
Kalau akan terjadi banjir biasanya pak RT memberitahu warganya kalau sudah siaga dan
warga langsung akan menyelamatkan harta benda yang harus diselamatkan seperti berkas
berkas yang harus diselamatkan.
Apakah BPBD Provinsi DKI Jakarta pernah melakukan penyuluhan untuk kesiagaan
banjir untuk masyarakat?
Hmm waktu itu sih pernah beberapa kali ada lembaga mengadakan seminar tentang
penanggulangan bencana kalau tidaksalah dinas sosial dengan lembaga lembaga lainnya,
kayanya sih waktu itu sama badan penanggulangan bencana jakarta juga sih dan kita dikasih
penyuluhan untuk melakukan tanggap darurat jika ada banjir datang dan juga bagaimana cara
menyelamatkan korban yang terkena banjir.
Saat banjir datang apakah warga ikut berpartisipasi dalam penanggulangan bencana
banjir?
Oh iya pasti lah warga ikut berpartisipasi bahkan sebelum adanya bantuan datang warga
sudah ikut mengevakuasi barang barang berharga nya dan turut membantu mengevakuasi
korban banjir, karena kalau kita hanya mengandalkan bantuan saja nantinya malah telat untuk
mengevakuasi korban dan malah takutnya makin banyak korban jika menunggu bantuan
datang.
Saat sudah terjadi bencana apakah BPBD melakukan rehabilitasi dan rekontruksi di
tempat terjadi bencana banjir?
Kalau buat rekontruksi iya untuk membantu membersihkan sampah sampah yang keangkat
air sungai dijalanan dan juga bangunan-bangunan seperti masjid. Kalau buat rehabilitasi
mungkin hanya sekedar menghibur anak-anak yang rumanya terkena banjir, bikin permainan-
permainan biar anak-anaknya terhibur dan lupa kalau dirumahnya sedang kena banjir yaa
walaupun anak-anak kalau ada banjir malah pada berenang di genangan banjirnya hehehe