IMPLEMENTASI LAYANAN SELF SERVICE BAGI NARAPIDANA …

29
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602- 73470-5-2 706 IMPLEMENTASI LAYANAN SELF SERVICE BAGI NARAPIDANA DAN PENGUNJUNG DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Elsafira Maghfiroti Resyanta 1 , Puspitadini Cahyaning Utami 2 , Saraswati 3 Politeknik Ilmu Pemasyarakatan [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRAK Layanan informasi self service yang saat ini sedang banyak di sorot oleh publik merupakan sebuah legitimasi pelayaan tanpa pungutan liar. Self service di wilayah pemasyarakatan ialah sebuah inovasi untuk menjalankan transparansi layanan pemasyarakatan berbasis teknologi informasi guna mempermudah pemberian hak-hak kepada narapidana. Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019 sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara (Rutan), sudah banyak UPT Pemasyarakatan yang menggunakan layanan self service. Dengan adanya self service warga binaan pemasyarakatan tidak perlu lagi untuk langsung bertatap muka dengan petugas tentang hak-haknya. Warga binaan pemasyarakatan bisa mengakses sendiri identitas pribadi mereka dan juga dapat melihat informasi mengenai masa penahanan, tanggal bebas, lalu semua hak yang akan didapatkan seperti remisi, tanggal bisa mengikuti program asimilasi dan mendapatkan pembebasan bersyarat. Hanya dengan menggunakan deteksi sidik jadi (finger print) wargabinaan pemasyarakatan dapat mengakses semua itu dalam bentuk Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). Penelitian ini akan mengangkat permasalahan mengapa pelaksanaan layanan self service di UPT Pemasyarakatan belum berjalan optimal?. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari layanan self service bagi narapidana dan tahanan. Penelitian ini menggunakan pedekatan penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen yang selanjutnya diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukan bahwa layanan self service sangat diperlukan di setiap Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan. dapat mempermudah warga binaan pemasyarakatan serta mendukung program wbk wbbm saat ini. Kata kunci : Layanan; Self Service; Narapidana; Tahanan ABSTRACT The self-service information service that is currently being highlighted by the public is a legitimate service without illegal levies. Self-service in the penal area itself is a inovation in implementing transparency of information technology-based correctional services to facilitate the granting of rights to prisoners. With the number of Technical Implementation Units (UPT) under the Directorate General of Corrections as of November 21, 2019, there were 358 Penitentiaries (Lapas) and 165 State Detention Houses (Detention Centers), many Correctional UPTs were using self service services. With the self-service prisoners, there is no need to directly face-to-face with officers about their rights. Correctional assisted residents can access their personal identities and can also view information on detention periods, free dates, and rights obtained such as remissions, dates when they can participate in the assimilation and parole program. Only by using finger print detection of correctional services can access all of that in the system of the Correctional Database System (SDP). This research will raise the issue why the implementation of self service services in UPT Penitentiary has not been running optimally ?. This research was conducted to determine the effectiveness of self service services for inmates and detainees. This study uses a qualitative research approach with observation, debriefing, and literature study techniques which are then processed and analyzed qualitatively. The results of this study can show that self service is needed in every Penitentiary Technical Implementation Unit. can facilitate correctional fostered citizens and support the current wbk wbbm program. Keywords: Service; Self Service; Inmate; Prisoner

Transcript of IMPLEMENTASI LAYANAN SELF SERVICE BAGI NARAPIDANA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

706

IMPLEMENTASI LAYANAN SELF SERVICE BAGI

NARAPIDANA DAN PENGUNJUNG DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN

Elsafira Maghfiroti Resyanta1, Puspitadini Cahyaning Utami2, Saraswati3

Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Layanan informasi self service yang saat ini sedang banyak di sorot oleh publik merupakan sebuah

legitimasi pelayaan tanpa pungutan liar. Self service di wilayah pemasyarakatan ialah sebuah inovasi

untuk menjalankan transparansi layanan pemasyarakatan berbasis teknologi informasi guna

mempermudah pemberian hak-hak kepada narapidana. Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis

(UPT) yang ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019

sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara (Rutan), sudah

banyak UPT Pemasyarakatan yang menggunakan layanan self service. Dengan adanya self service

warga binaan pemasyarakatan tidak perlu lagi untuk langsung bertatap muka dengan petugas tentang

hak-haknya. Warga binaan pemasyarakatan bisa mengakses sendiri identitas pribadi mereka dan

juga dapat melihat informasi mengenai masa penahanan, tanggal bebas, lalu semua hak yang akan

didapatkan seperti remisi, tanggal bisa mengikuti program asimilasi dan mendapatkan pembebasan

bersyarat. Hanya dengan menggunakan deteksi sidik jadi (finger print) wargabinaan pemasyarakatan

dapat mengakses semua itu dalam bentuk Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). Penelitian ini

akan mengangkat permasalahan mengapa pelaksanaan layanan self service di UPT Pemasyarakatan

belum berjalan optimal?. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari

layanan self service bagi narapidana dan tahanan. Penelitian ini menggunakan pedekatan

penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen yang selanjutnya

diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukan bahwa layanan

self service sangat diperlukan di setiap Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan. dapat

mempermudah warga binaan pemasyarakatan serta mendukung program wbk wbbm saat ini.

Kata kunci : Layanan; Self Service; Narapidana; Tahanan

ABSTRACT

The self-service information service that is currently being highlighted by the public is a legitimate

service without illegal levies. Self-service in the penal area itself is a inovation in implementing

transparency of information technology-based correctional services to facilitate the granting of

rights to prisoners. With the number of Technical Implementation Units (UPT) under the Directorate

General of Corrections as of November 21, 2019, there were 358 Penitentiaries (Lapas) and 165

State Detention Houses (Detention Centers), many Correctional UPTs were using self service

services. With the self-service prisoners, there is no need to directly face-to-face with officers about

their rights. Correctional assisted residents can access their personal identities and can also view

information on detention periods, free dates, and rights obtained such as remissions, dates when

they can participate in the assimilation and parole program. Only by using finger print detection of

correctional services can access all of that in the system of the Correctional Database System

(SDP). This research will raise the issue why the implementation of self service services in UPT

Penitentiary has not been running optimally ?. This research was conducted to determine the

effectiveness of self service services for inmates and detainees. This study uses a qualitative research

approach with observation, debriefing, and literature study techniques which are then processed

and analyzed qualitatively. The results of this study can show that self service is needed in every

Penitentiary Technical Implementation Unit. can facilitate correctional fostered citizens and

support the current wbk wbbm program.

Keywords: Service; Self Service; Inmate; Prisoner

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

707

PENDAHULUAN

Seiring berkembangnya zaman teknologi di dunia semakin modern,

sehingga membuat pemerintahan suatu negara berkembang harus selalu mengikuti

berkembangnya teknologi. Sekarang ini teknlogi telah menjadi menjadi suatu

kebutuhan dari masyarakat urban, di mana teknologi menjadi suatu tuntutan yang

sangat dasar dari sebuah pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dengan

tujuan untuk mendapatkan suatu pelayanan public secara efektif dan efisien

seiring dengan perkembangan paradigm dari Old Public Administrtation hingga

Dynamic Governance mempunyai hubungan yang begitu kental dengan

berkembangnya suatu teknologi. Pada dewasa masyarakat suatu negara

mempunyai peran besar dalam berjalannya suatu pemerintahan, masyarakat

mempunyai tuntuan yang sangat besar akan adanya suatu pelayanan publik guna

mampu meraih pelayanan publik yang prima (Buchari, 2016)

Pengaruh dari lingkungan dan globalisasi akan membawa dampak kepada

ciri dari masyarakat yang berbasis informasi, membuat organisasi publik dituntut

untuk memberikan suatu pelayanan yang lebih berkualitas yang tercermin dari

adanya suatu prinsip-prinsip Good Governanceyaitu: transparan, akuntabilitas,

hak yang sama, hak yang seimbang dan kewajiban, responsive, efektif dan

efisien. Teknologi Informasi ialah studi atau peralatan elektronika, misalnya

komputer, untuk menyimpan, menganalisa,dan menyampaikan berbagai

informasi, mulai dari kata, angka, dan gambar. Teknologi Informasi ialah alat

yang digunakan untuk membantu suatu pekerjaan dengan informasi dan

menjalankan tug berkaitan dengan sebuah proses informasi. (Hofman, 2010).

Menurut Okut-Uma dan Caffrey e-Government diartikan sebagai the

processes and structures pertinent to the electronic delivery of government

services to the public (Proses dan struktur yang berkaitan dengan pengiriman

elektronik layanan pemerintah kepada masyarakat). Isu e-governance mulai

memasuki arena pembangunan di Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang

menurut perubahan-perubahan disisi pemerintahan. Governance disini diartikan

sebagai mekanisme,praktek dan tata cara pemerintahan dan mengatur sumber daya

serta pemecahan masalah publik, (Sumarto, 2004) gagasan inovatatif bisa muncul

dimana saja,tetapi kesempatan untuk melakukan tindakan nyata untuk

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

708

merealisasikan gagasan tersebut tidak mudah untuk itu perlu ketekunan dan

konsistensi.

Indonesia saat ini masuk ke dalam kategori korupsi yang kritis, hal ini

disebabkan oleh buruknya sistem pemerintahan di Indonesia, dikarenakan

Indonesia masih belum melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan

yang baik (good government). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila

Indonesia berdasarkan survey transparansi Internasional indeks persepsi korupsi

Indonesia tetap berada di urutan 89 sejak tahun 2017-2018.

Reformasi birokrasi ialah sebuah program perubahan pemerintahan yang

memiliki tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien,

gerakan reformasi birokrasi ini pertama kali di cetuskan oleh Kementrian

Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) sebuah

pemeritahan dapat di katakan baik dan bertanggung jawab apabila 9 komponen

pentingnya tercapai. Menurut United Nation Development Program (UNDP)

dasar yang diterapkan pada cara mengelola Pemerintahan yang Baik (Good

Governance) ialah :

1) Partisipasi Setiap Orang atau Warga

Setiap warga negara mempunyai hak untuk memberikan pendapat yang

sama dalam setiap pengambilan suatu keputusan, melalui langsung maupun

melalui lembaga perwakilan, sesuai seperti kehendak dan aspirasi mereka.

Partisipasi perlu diterapkan dalam suatu kebebasan yang berserikat dan

berpendapat, juga kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2) Kepastian Hukum (Rule Of Law)

Susunan aturan hukum dan perundangan-undangan harus berlandaskan

keadilan dan bisa ditegakkan serta dipatuhi secara penuh (impartialy), yang

terpenting mengenai aturan hukum dan hak asasi manusia.

3) Transparansi

Transparansi harus dibangun untuk mewujudkan kebebasan aliran

informasi beragam proses, kelembagaan dan informasi harus dapat di lihat secara

bebas oleh orang yang membutuhkan dan juga disediakan secara memadai dan

mudah dimengerti sehingga bisa dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan

monitoring dan evaluasi.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

709

4) Tanggung Jawab (Responsiveness)

Setiap instansi dan prosesnya harus megarah kepada upaya guna pihak-

pihak yang berkepentingan. Keselarasan pada program dan kegiatan pelayanan

yang akan diberikan dari organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan

masyarakat yang direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi publik, sehingga

kinerja organisasi itu akan semakin baik. Responsivitas yang sangat rendah

terlihat dari ketidakselarasan antara pelayanan yag diberikan dan kebutuhan bagi

masyarakat. Hal itu jelas menggambarkan ketidakberhasilan sebuah organisasi

untuk mencapai misi dan tujuan organisasi publik.

5) Orientasi Konsensus (Consensus Orientation)

Pemerintahan yang Baik (Good Governance) akan berlaku sebagai

penengah (mediator) dari macam-macam kepentingan guna untuk mencapai

kesepakatan yang paling baik bagi kepentingan semua pihak, memungkinkan juga

diberlakukan terhadap kebijakan-kebijakan dan prosedur yang akan di tetapkan

oleh pemerintah.

6) Berkeadilan (Equity)

Pemerintahan yang baik akan memberikan peluang yang sama baiknya

kepada laki-laki maupun perempuan didalam usaha mereka guna meningkatkan

dan mempertahankan kualitas hidup mereka.

7) Efektifitas dan Efisiensi

Dalam sebuah kegiatan dan kelembagaan ditujukan untuk dapat

mendapatkan sesuatu yang sungguh sama dengan kebutuhan melewati

pemanfaatan yang baik dari sumber yang ada.

8) Akuntabilitas

Para pengambil keputusan (Decision Maker) didalam organisasi yang

memeberikan pelayanan dan masyarakat madani memiliki pertanggung jawaban

(akuntabilitas) pada publik seperti kepada para pemilik (stakeholder).

9) Visi yang Strategis (Strategic Vision)

Para pemimpin dan masyarakat mempunyai pemikiran yang luas dan harus

melihat kedepan mengenai penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good

Governance) dan pembangunan manusia, bersama- sama dengan kebutuhan guna

pembangunan tersebut. Jumlah komponen ataupun dasar yang menjadi pedoman

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

710

tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu instansi ke instansi lainnya,

dari satu ahli ke ahli lainnya.

Namun paling tidak terdapat prinsip yang dianggap sebagai prinsip-

prinsip utama yang mendasari good governance, yaitu transparansi, partisipasi, dan

akuntabilitas (Sedarmayanti M. A., 2009). Kementerian Hukum dan HAM adalah

salah satu institusi pemerintahan yang melaksanakan program reformasi birokrasi.

Dengan adaya program reformasi birokrasi diharapkan mampu mencetak kader-

kader yang berkarakteristik, berintegritas tinggi, professional dan memiliki

dedikasi untuk melayani publik dengan baik, sehingga dapat mewujudkan

pemerintahan yang good governance dan clean governance di wilayah

kementerian Hukum dan HAM.

Sejak tahun 2010, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(Kemenkumham) bercita-cita untuk mewujudkan perubahan pada tata kelola

organisasi pada institusi untuk membentuk suatu birokrasi pemerintahan yang

profesional yang memiliki karakter, mampu mengikuti perubahan arus globalisasi,

berintegritas tinggi , professional serta terbebas dari perilaku KKN, serta mampu

memberikan pelayanan publik secara akuntabel (Good Governance). Hal yang

dapat diupayakan guna mencapai Good Governance ialah dengan cara

membentuk Zona Integritas pada satuan kerja. (kemenkumham.go.id, 2018)

Pemasyarakatan adalah salah satu institusi dibawah naungan kementrian

hukum dan HAM yang merupakan penyedia pelayanan publik. Guna mencapai

institusi yang good governance dan clean governance pemasyarakatan

menyediakan layanan informasi bagi narapidana dan masyarakat berupa self

service. Layanan self service merupakan suatu inovasi yang diciptakan untuk

menunjang pemberian sebuah layanan oleh Lembaga Pemasyarakatan juga

sebagai jawaban dari tantangan penyelenggaraan pemerintahan di era industry 4.0.

Terdapat 2 bentuk self service yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan

yaitu, bagi narapidana dan bagi masyarakat. Untuk narapidana sendiri dengan

adanya self service narapidana dapat mengetahui kapan mereka bias mendapatkan

PB,CB, remisi serta masa tahapan yang mereka lalui. Sedangkan untuk

masyarakat dengan adanya self service mempermudah masyarakat untuk registrasi

layanan kunjungan. Akhir-akhir ini telah terjadi beberapa kasus pungli dalam

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

711

pemberian layanan public di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang dimuat di

laman berita nasional.okezone.com dikatakan bahwa pejabat yang ada di dalam

Lembaga Pemasyarakatan tersebut meminta pugutan kepada Narapidana. Lalu

pungutan itu diminta untuk mendapatkan remisi, pembebasan bersyarat, da cuti

bersyarat (Batubara, 2019).

1.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi layanan self service bagi narapidana dan

pengunjung di Lembaga Pemasyarakatan?

2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan layanan self service di

Lembaga Pemasyarakatan

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi layanan self service bagi

narapidana dan pengunjung di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapa

layanan self service di Lembaga Pemasyarakatan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Dengan menggunakan studi literature dari berbagai sumber data. Menurut

John W. Creswell penelitian kualitatif dengan karateristik analisis data

induktif dan deduktif (W. Creswell, 2016). Metode kualitatif adalah metode

yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan suatu informasi

yang diperoleh dari hasil penelitian. Metode penelitian kualitatif sangat

berhubungan langsung dengan sasaran hingga diperoleh pemahaman yang

lebih mendalam. Metode kualitatif lebih peka, sensitif atau lebih dapat

menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola

yang dihadapi (Bungin, 2007). Jenis penelitian yang diterapkan dalam

penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian kualitatif

yang mengartikan dan menjelaskan data yang berhubungan dengan kondisi

yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam

masyarakat, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh

terhadap suatu kondisi, dan lain-lain.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

712

2.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan.

Lapangan digunakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan oleh peneliti

yang kemudian dianalisis. Maka dari itu jenis penelitian yang digunakan

penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian data deskriptif

berupa kata-kata yang tertulis atau lisan.

Sumber data yang ada di dalam penelitian ini terdapat dua sumber yaitu

sumer primer dan sumber sekunder :

a. Data Primer ialah sumber data yang berhubungan secara langsung

dengan masalah yang akan dibahas dan orang yang berada di daerah

tersebut. Responden ialah WBP yang bersedia untuk dimintai

keterangan tentang sebuah fakta maupun pendapat. Keterangan tersebut

bisa berupa tulisan atau lisan (Arikunto, 2002).

b. Data sekunder ialah sumber informasi yang didapat dari dokumentasi

yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Seperti: photo- photo

kegiatan,data subtantif dan fasilitatif lembaga pemasyarakatan,

dokumen kegiatan. Hal tersebut dilakukan guna membantu penulis

didalam melakukan penelitian, serta guna mendapatkan kebenaran dari

narasumber dalam memberikan keterangan mengenai hal yang

berhubungan dengan objek yang diteliti.

2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipergunakan

penulis didalam melakukan penelitian guna mendapatkan info atau data

yang tepat agar bisa dipertanggung jawabkan mejadi sebuah penelitian sosial

yang bersifat ilmiah. Berikut ialah teknik pengumpulan data yang dimaksud

terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

a. Teknik pengumpulan data yang bersifat primer ialah melalui observasi

atau pengamatan serta wawancara yang mendalam atau indept interview,

dan dokumentasi.

a) Observasi

Observasi ialah pencarian mendalam mengenai gejala sosial bersifat

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

713

sistematis. Observasi yang digunakan didalam suatu penelitian ialah

observasi secara langsung. Dimana melakukan penelitian berkunjung

langsung ke lapangan, mengamati langsung tingkah laku objek, tanda-

tanda yang terlihat di tempat melakukan penelitian serta memperhatikan

kondisi yang sesuai dengan lingkungan dan mengobservasi semua

kemungkinan yang ada mesebagai tambahan dimensi- dimensi baru

dalam konteks memahami fenomena yang diteliti tersebut atau

pengumpulan data dengan mengamati langsung dengan segala gejala

yang terlihat di setiap penelitian, melalui cara mengumpulkan dan

melalui pengamatan dan pencatatan serta pelaksanaan langsung pada

tempat dimana kejadian atau keadaan itu terjadi.

b) Wawancara

Wawancara ialah teknik pengumpulan data yaiutu dengan cara

mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dengan narasumber.

Teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan,

percakapan dan tanya jawab secara lisan dan tatap muka secara

langsung dengan informan menggunakan interview guide (pedoman

wawancara) yang bertujuan guna mengetahui tentang hal yang ada tidak

bisa diobservasi, lalu jawaban dari responden dicatat atau direkam

dengan alat perekam (Moleong, 2006)

c) Angket (Kuesioner)

Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan untuk mendapatkan

informasi dari responden ialah dalam bentuk angket. Tipe angket yang

penulis gunakan yaitu angket tertutup, yaitu angket yang telah tersedia

jawabannya.

b. Kemudian data yang telah didapatkan dan bersifat sekunder seperti

teori, pandangan hasil penelitian, buku dan catatan serta studi

dokumentasi dan kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini

mengumpulkan dan mempelajari beragam teori serta konsep dasar yang

relevan dengan masalah yang diangkat. Teori dan konsep dasar tersebut

diperoleh penulis melalui bermacam bacaan seperti buku, jurnal, dan

bahan bacaan relevan lainnya

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

714

2.3 Analisis Data

Proses analisis data diawali dengan memahami informasi atau data

yang telah didapatkan, baik yang berasal dari wawancara, pengamatan,

maupun dari studi terhadap beragam dokumen. Semua data yang telah

didapatkan diringkas dan dikategorikan sesuai dengan masalah dan tujuan

penelitian. Kemudian, data yang sudah di klasifikasikan tersebut di

kontruksikan melalui pendekatan kualitatif kemudian diubah menjadi sebuah

deskriptif guna selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan yang

utuh. Analisis data ialah kegiatan setelah data dari semua responden

terkumpul. Kegiatan dalam analisis data ialah : mengelompokan data sesuai

variabel dan jenis responden, mentabulasi data didasari pada variabel dan

jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang telah diteliti, melakukan

perhitungan guna menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan

untuk menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2013)

KERANGKA TEORI ATAU TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Teknologi Informasi

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik pasal 1 (3) menyatakan bahwa Tekonologi Informasi

adalah sebuah cara untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, menyiapkan

memproses, mengumumkan, dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi

Informasi (TI) atau dikenal dalam bahasa Inggris dengan Information

technology (IT), (Hofman, 2010) istilah untuk teknologi yang dapat membantu

manusia dalam mengubah, mengkomunikasikan, membuat, menyimpan, dan atau

menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan

untuk suara, data, dan video.

Contoh dari Teknologi Informasi tidak hanya komputer pribadi, tetapi juga

telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern

(misalnya ponsel/gadget). Dalam konteks bisnis,yang dikutip oleh (Hofman,

2010) Information Technology Association of America menjelaskan penyimpanan,

Pengolahan, informasi bergambar, penyebaran vokal, teks dan numerik oleh

mikroelektronika berbasis kombinasi komputasi dan Telekomunikasi. Istilah pada

definisi modern muncul pertama kali pada artikel 1958 yang dikeluarkan dalam

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

715

Harvard Business Review, Teknologi baru belum mempunyai nama satu-satunya

yang didirikan.Kita dapat mengatakannya sebagai teknologi informasi (TI).

Teknologi Informasi merupakan sebuah perlengkapan elektronika, seperti

komputer, yang dimana gunanya untuk menganalisa, menyimpan, dan

menyebarkan informasi yang ada, termasuk bilangan, kata-kata, dan gambar.

Teknologi Informasi ialah sebuah alat yang dapat membantu sebuah pekerjaan

dengan adanya sebuah informasi dan membuat tugas yang berkaitan dengan

pemrosesan informasi. (Hofman, 2010). Berdasarkan kamus Oxford 1995

Teknologi Informasi (TI) dilihat dari susunan katanya adalah teknologi dan

informasi. Kata teknologi beerarti penerapan dan pengembangan segala peralatan

atau sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh manusia

dalam kehidupannya, kata teknologi sama artinya dengan tata cara.

Pengertian dari teknologi informasi itu sendiri Menurut McKeown yang dikutip

oleh (Sutarman, 2012) teknologi informasi mengarah kepada semua bentuk

teknologi yang dipakai untuk menciptakan, mengubah, menyimpan dan

menggunakan informasi dalam setiap bentuknya. Pendapat yang sama juga

dikemukakan oleh Williams dan saywer yang dikutip oleh Suyanto, bahwa

teknologi informasi adalah bentuk umum yang menjelaskan bahwa setiap

teknologi yang membantu menghasilkan, menyimpan, memanipulasi

mengkomunikasikan dan atau menyampaikan informasi.

3.2 Fungsi Teknologi Informasi

Teknologi Informasi pada saat sekarang merupakan suatu hal yang dirasa penting

karena sangat banyak organisasi yang menggunakan teknologi informasi untuk

mendukung kegiatan dari organisasi tersebut. Penerapan teknologi informasi pada

perusahaan atau organisasi tentunya memiliki sebuah tujuan yang tidak sama

karena penerapan TI dalam sebuah organisasi merupakan untuk menduung

kepentingan dari usahanya. Adapun yang menjadi sebuah tujuan dari hadirnya

teknologi informasi menurut Sutarman (Sutarman, 2012) untuk memecahkan

masalah, kreativitas, membuka, dan meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam

melakukan pekerjaan.

Fungsi Teknologi Informasi menurut Sutarman (Sutarman, 2012) ada lima fungsi,

yaitu :

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

716

1. Mengolah (Processing)

Menggabungkan catatan rinci dari aktivitas, misalnya menerima input dari

keyboard, mic, scanner dan sebagainya. Mengolah/memproses data masukan yang

telah diterima untuk dijadikan informasi. pengolahan/pemrosesan data dapat

berupa konversi , analisis , perhitungan, sintesis segala bentuk informasi dan data.

2. Menghasilkan

Menghasilkan sebuah informasi dalam bentuk yang berguna. Misalnya :

tabel, laporan, grafik dan sebagainya

3. Transmisi

Memberikan informasi dan data dari sebuah lokasi ke lokasi lain melalui

jaringan computer. Misalnya mengirimkan data dari user A ke user lainnya dan

sebagainya.

3.3 Peranan Teknologi Informasi

Peranan Teknologi Informasi pada zaman sekarang telah sangat terikat

dalam kehidupan manusia. Bagaimana tidak, Teknologi Informasi memiliki peran

penting dalam proses pemenuhi kebutuhan manusia yang semakin bertambah,

mulai dari berinteraksi,membaca berita,transaksi, belajar dan lain-lain. Semuanya

menggunakan produk-produk Teknologi Informasi. Dalam dunia pendidikan

Teknologi Informasi dapat menjadi transformasi pembelajaran ilmu pengetahuan

yang lebih mudah dan cepat. Teknologi informasi dapat merubah perekonomian

desa menjadi lebih baik kualitasnya dalam sektor Pertanian ,Perkebunan,

Peternakan , dengan cara melihat informasi yang dirasa sangat penting berkaitan

pada sektor-sektor tersebut. Dan tidak bisa delakkan, kehadiran teknologi dapat

membawa sebuah pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia di

berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan,

pertahanandan lain sebagainya. Dalam kehidupan manusia, dengan hadirnya

teknologi informasi dalam kehidupan manusia membut teknologi informasi

mejadi sumber yang bisa dipercaya untuk memenuhi sebagian besar keperluan

manusia. Dari pembahasan di atas, bisa dipahami bahwa teknologi informasi

mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda bagi suatu institusi maupun

perusahaan dan itu semua tergantung pada bidang usaha masing-masing institusi

maupun perusahaan.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

717

3.4 Pelayanan Publik

Pelayanan Istilah pelayanan berasal dari kata “service” yang diambil dari

Bahasa inggris. (Moenir, 2002) menjelaskan bahwa” pelayanan merupakan

Gerakan yang dikerjakan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan

landasan tertentu dimana tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang

yang melayani atau dilayani, tergantung dari kemampuan penyedia jasa dalam

memenuhi harapan dari pemakai.” Pelayanan umumnya merupakan serangkaian

kegiatan, karena dalam proses pemberian pelayanan berlangsung secara rutin dan

saling berkenimbungan meliputi keseluruhan kehidupan dalam berorganisasi di

masyarakat. Proses yang dimaksud dilakukan saling memenuhi kebutuhan satu

sama lain. Berdasarkan (Moenir, 2002) bahwa proses pemenuhan kebutuhan

melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang dinakaman pelayanan.. Jadi

dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang memiliki tujuan untuk

membantu seseorang untuk menyiapkan sesuatu yang dibutuhkannya.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat di mengerti bahwa pelayanan terjadi

melalu hubungan antara konsumen dan pemberi pelayanan melalui alat yang

berupa organisasi maupun suatu Lembaga.

Kerangka hukum (rule of law) public dan peraturan perundang- undangan

harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanan berdarakan prosedur baku

yang telah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki

kesempatan untuk mengevaluasinya. Pelayanan Publik Pelayanan Publik dapat

diterjemahkan sebgai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kepada

masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap organisasi itu sendiri dan

menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terika pada suatu produk secara

fisik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan (Sinambela, 2006)

Kualitas Pelayanan Publik Menurut KepMenPan 81/1995 kinerja organisasi

public dalam memberikan pelayanan public dapat dilihat dari indicator, seperti:

1. Kesederhanaan adalah tata cara pelayanan umum menjadi mudah, lancer,

capat, tidak berbelit-belit, mudah yaitu aturan yang dipahami dan mudah

dilaksanakan.

2. Kejelasan dan kepastian tentang tata cara, rincian biaya layanan dan cara

pembayarannya, jadwal dan waktu peyelesaian layanan, dan unit kerja.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

718

3. Keamanan adalah usaha dalam memberikan rasa aman dan bebas terhadap

pelanggan dari adanya bahaya, resiko, dan keraguan-keraguan.

4. Keterbukaan adalah transfaransi informasi sehingga pelanggan dapat

mengetahui seluruh informasi yang di butuhkan dengan mudah dan jelas.

Baik itu informasi tata cara, persyaratan, waktu,penyelesaian, biaya dan lain-

lain.

5. Efisiensi adalah pelayanan umum yang hanya di batasi pada hal-hal yang

berkaitan dengan pencapaian sasaran yang tetepa memperhatikan perpaduan

antara persyaratan dan produk pelayanan public yang diberikan.

6. Ekonomis adalah agar pengenaan biaya pelayanan diteteapkan secara wajar,

dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk

membayar.

7. Keadilan yang merata, yaitu cakupan pelayanan umum yang harus

diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan

secara adil.

8. Ketepatan Waktu adalah dalam pelaksanaan pelayanan umum dapat

diselesaikan secara cepat dan tepat dalam kurun waktu yang sudah

ditentukan.

3.5 Good Governance

Pengertian Good governance adalah pelaksanaan pemerintahan suatu

negara yang bertanggung jawab dan professional serta efektif dan efisien dan

menjaga kesinergian antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat

(Sedarmayanti, 2004). Prisip-prinsip good governance gambir Bhatta dalam

(Widodo, 2001) mengungkapkan bahwa unsur utama governance yaitu :

akuntabilitas (accountability) merupakan suatu tolak ukur dimana dana public

digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana tersebut tadi ditetapkan dan

tidak digunakan secara illegal. Transparansi (transparency) lebih mengarah pada

segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik di pusat maupun daerah harus

selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Keterbukaan (Opennes)

mengacu kepada terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

719

tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.

3.6 E-Govermment

Definisi E-Govermment (Indrajit, E-Government Strategi Pembangunan

Dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, 2004)

mengungkapkan bahwa E-Govermment adalah suatu interaksi modern antara

pemerintah denga masyarakat atau kalangan lain (stakeholder) yang mana

melibatkan Teknologi Informasi yang bertujuan memperbaiki kualitas pelayanan

yang berjalan. Tujuan dan Manfaat e- Govermment Tujuan pengembangan e-

Govermment berdasarkan inpres No.3 Tahun 2003. Untuk mengembangkan

penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka

meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Pembentukan

system manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta

memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah. Manfaat yang

diperoleh dengan diterapkannya diterapkannya dalam konsep e-government :

(Indrajit, Membangun Aplikasi E-Government, 2002)

a. Memperbaiki kualitas pemerintah terhadap stakeholder-nya (masyarakat,

kalangan bisnis dan industry) terutama dalam hal kinerja efektifitas, efisiensi

dan efesiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.

b. Meningkatkan transparansi, control dan akuntablilitas penyelenggaraan

pemerintahan dalam rangka penerapan Good Corporate Governance.

c. Mengurangi secara signifikan biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang

dikeluarkan oleh pemerinta maupun stakeholder untuk kebutuhan aktifitas

sehari-hari.

d. Membuka peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan

baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan.

e. Menciptakan lingkungan masyarakat baru secara cepat dan tepat dalam

menjawab berbagai persoalan yang dihadap sehingga sejalan dengan berbagai

perubahan global dan trend yang ada.

f. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah

dalam proses pengambilan berbagai kebijakan public secaa merata dan

demokratis.

Hambatan dan tantangan dalam e-Government Hambatan dan tantangan

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

720

dalam penerapan e-Government menurut hasil pengamatan Kementrian

Komunikasi sebagai berikut:

a. E-Leadership

prioritas dan inisiatif di dalam mengatasi dalam menggunakan teknologi

informasi yang telah maju.

b. Infrastruktur jaringan informasi

keadaan infrastruktur komunikasi serta akses kualitas, lingkup dan biaya

jasa akses.

c. Pengelolaan informasi

kualitas dan kemana pengelolaan informasi.

d. Lingkungan bisnis

keadaan pasar, system perdagangan dan aturan yang membangun konteks

perkembangan bisnis teknologi informasi.

e. Masyarakat dan sumber daya manusia

diusi teknologi informasi di dalam kegiatan masyarakat baik individu

maupun kelompok, dan juga sampai mana suatu teknologi informasi

diinformasikan pada masyarakat melewati suatu tahap pendidikan.

E-Service ialah salah satu program ternama yang pemanfaatannya dengan

menggunakan sebuah teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada tempat

yang berbeda. Meskipum peneliti memiliki pengertian yang berbeda, namun

mereka setuju bahwa teknologi mempunyai peran didalam menyediakan

pengiriman suatu service.

Layanan elektronik itu meliputi berbagai unsur layanan E-Tailing,

dukungan pelanggan, dan pelayanan”. Penjelasan ini menggambaran tiga

komponen penting yaitu layanan, penerima layanan dan saluran pelayanan

(teknologi). Contohnya, yang berhubungan untuk layanan dengan elektronik

public, badan public ialah penyedia layanan dan warga negara serta bisnis

penerima layanan.

Saluran pelayanan ialah syarat ketiga dari sebuah layanan elektronik.

Internet adalah saluran utama dari layanan elektronik pengiriman sementara

saluran klasik lainnya juga dipertimbangkan (misalnya teleponn, call centre, kios

public, telepon genggam, televisi). Tantangan dan Manfaat E-Service Beberapa

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

721

tantangan E-Service seperti yang diiden-tifikasikan:

1. Rendahnya penetrasi ICT terutama di negara-negara berkembang. Di beberapa

Negara yang sedang berkembang, jaringan internet sangat di batasi dan selain

itu kecepatannya juga sangat lemah. Di contoh ini penyedia jasa dan pelanggan

masih tetap mempergunakan platform tradisional karena dampak sering

terjadinya kesalahan teknis dalam penggunan teknologi khsusnya internet.

2. Penipuan dalam ruang internet yang kira- kira di kisaran USD 2.8 Milyar.

Memungkinan penipuan akan semakin mengurangi penggunaan dari internet

itu sendiri.

3. Privasi karena muncunya berbagai jenis spywaredan security holes. Adanya rasa

khawatir bahwa transaksi yang pelanggan lakukan memiliki keterbatasan

privasi, misalnya dengan diam-diam ikut dalam aktivitas online, organisasi

juga bisa mengembangkan deskripsi yang lumayan tepat dari sebuah profil

pelanggan. Kemungkinan pelanggaran terhadap privasi akan mengurangi

pemanfaatan dari internet tersebut .

4. Karakteristik menggangu layanan sebagai pelanggan tidak ingin dihubingi

dengan penyedia layanan setiap saat. Misalnya seperti, suatu organisai mampu

berkomunikasi dengan orang lewat sebuat perangkat mobile kapan saja dan

dimana saja

3.7 Kerangka Teori

Kualitas pelayanan (service quality) ini berasal dari dunia bisnis, walau

selanjutnya tidak sedikit digunakan untuk organisasi publik. Walaupun konsep

mengenai service quality (servqual) yang dijelaskan oleh para ahli tersebut secara

menyeluruh tidak sama tetapi semua bisa menambah pemahaman lebih dalam

mengenai servqual tersebut. Salah satu teori yang menjelaskan mengenai servqual

yang cukup dikenal adalah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml,

Parasurahman,(1990).

Zeithaml, Parasurahman,(1990) mengatakan bahwa pelayanan disebut

berkualitas apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari

sudut pandang pelanggan, sudut pandang tersebut antara lain adalah :

a. Tangible, merupakan kebutuhan fisik dari suatu pelayanan yang dapat berupa

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

722

kelengkapan fasilitas fisik, interior/eksterior, peralatan yang digunakan,

material komunikasi, penampilan karyawan dan lingkungan sekitar guna

pemberian pelayan yang baikbagi pengguna jasa.

b. Reability, merupakan hal yang berkaitan dengan kemampuan yang dapat

memberikan jasa secara akurat dan meyakinkan, sehingga penyedia jasa

pelayanan bisa disebut telah memenuhi janji dan dapat dipercaya.

c. Responsiveness, merupakan bentuk kemauan dan kemampuan karyawan atau

jajaran untuk menolong pelanggan dan melakukan pelayanan dengan segera.

d. Competence, yaitu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seluruh

karyawan agar dapat menyajikan sebuah pelayanan yang diinginkan oleh

pelanggan.

e. Courtesy, yaitu sikap keramahan, sopan santu, perhatian, dan hormat kepada

pelanggan yang dimiliki karyawan.

f. Credibility, yaitu sifat dapat dipercaya, jujur, karakteristik pribadi karyawan

dalam berkomunikasi dengan pelanggan, yang memperlihatkan reputasi

perusahaan.

g. Security, yaitu menyangkut pemenuhan rasa aman dari segala ancaman di luar

maupun dari dalam yang dapat membahayakan pelanggan.

h. Access, yaitu menyangkut kemudahan untuk ditemui dan dihubungi, hal ini

berkaitan dengan lokasi dan saluran komunikasi.

i. Communication, yaitu menjaga sehingga pelanggan seriap saat diberikan

informasi denganbahasa yang dapat dipahami oleh pelanggan, dan juga selalu

mendengarkan keluhan dan saran pelanggan dengan baik.

j. Understanding the Customer, yaitu melaksanakan segala upaya agar dapat

mengerti keinginan dan kebutuhan pelanggan dengan baik.

Sesuai dengan perkembangan kesepuluh sudut pandang pelanggan seperti

tersebut diatas, telah disederhanakan oleh Zeithaml, Parasurahman, dan Berry

(1990), menjadi lima dimensi pokok meliputi :

a. Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, perlengkapan yang

digunakan, penampilan karyawan, material, dan sarana komunikasi.

b. Reliability, yaitu menyuguhkan jasa sesuai seperti janji dengan tepat dan

memuaskan.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

723

c. Responsiveness, yaitu kesediaan setiap karyawan untuk memberikan pelanggan

dan menyajikan pelayanan dengan cepat.

d. Assurance, yaitu keterampilan , pengetahuan dan kemampuan serta sopan

santun karyawan dalam memberikan sebuah pelayanan, aman dari sebuah

resiko, bahaya, keraguan serta memiliki sifat bisa dipercaya.

e. Emphaty, yaitu komunikasi yang baik, kemudahan dalam berinteraksi,

memberikan perhatian secara pribadi serta mengerti keinginan dan kebutuhan

pelanggan.

3.8 Alur Pemikiran

Penelitian ini memakai metode kualitatif serta studi kepustakaan untuk

mendapatkan data dan informasi dari narasumber dari berbagai pihak yang akan

dipertajam dalam referensi kepustakaan. Kesemuanya ini telah dituangkan dalam

Standard Minimum Rules for The Threatmen of Prisoners ( SMR ), Undang-

Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Hak

Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam rangka pelaksanaan dan pemenuhan hak

Narapidana Seyogyanya narapidana dan tahanan memperoleh pelayanan sama

seperti masyarakat lainnya apabila hak-hak tersebut tidak dapat terpenuhi maka

akan terjadi kericuhan, dengan terciptanya inovasi pelayanan informasi berbasis

teknologi diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan narapidana namun juga

dapat memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas bagi narapidana.

Berdasarkan gambar dibawah ini peneliti menyimpulkan bahwa dengan adanya

layanan berbasis teknologi informasi tidak hanya dapat memberikan informasi

dengan cepat dan mudah namun juga dapat mengurangi adanya penggunaan

kertas secara berlebih. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya kericuhan di dalam

Lembaga Pemasyarakatan, dengan adanya pelayanan yang cepat,mudah,

berkualitas serta juga dapat ikut turut serta dalam pelaksanaan go green dengan

cara mengurangi kertas atau bisa disebut dengan paperless.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

724

Gambar 3.1 Alur Pemikiran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada saat ini pelayanan publik yang professional dan berkualitas mejadi

suatu tuntutan bagi pemerintahan. Pelayanan berbasis teknologi informasi pada

masa kini dirasa sangat mempermudah setiap pekerjaan selain itu juga merupakan

gagasan yang dibuat untuk mengurangi tindakan pungli di dalam pelaksaan

pemberian pelayanan yang dapat mendukung program WBK dan WBBM yang

dicetuskan pertama oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan salah satu

sub unit khusus yang berada dibawah kementrian Hukum dan HAM Republik

Indonesia yang mempunya tugas untuk membuat, melaksanakan dan mengawasi

peraturan serta teknis di bidang pemasyarakatan. Direktorat jenderal

pemasyarakatan membawahi Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang

ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019

sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara

(Rutan) dengan jumlah narapidana dan tahanan yang berada di seluruh Indonesia

sebanyak 268,039 orang. (smslap.ditjenpas.go.id, 2019).

Better

aster

Cheaper

Melalui Teknologi Informasi

Terpenuhinya Pelayanan self service sebagai salah satu hak Narapidana/Taha nan

Pelaksanaan

Pelayanan

self service

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

725

Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995

tentang Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa Pemasyarakatan merupakan kegiatan

yang dilakukan untuk pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan

system, kelembagaan, dan cara pembinaan yang dimana merupakan bagian akhir

dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (Indonesia, 1995). Lembaga

Pemasyarakatan merupakan salah satu unit kerja dari pemasyarakatan yang

merupakan tempat dilakukannya program pembinaan bagi Narapidana. Program

pembinaan yang diberikan kepada narapidana tersebut dimaksudkan agar mereka

tidak mengulangi dan menyadari kesalahannya serta dapat meningkatkan kualitas

hidup narapidana tersebut.

Indonesia merupakan negara hukum dimana sehigga setiap warga

negaraya harus diperlakukan dengan adil dihadapan hukum (equality before the

law) tanpa terkecualo. Narapidana merupakan seorang warga negara yang

melanggar hukum sehingga kehilangan kemerdekaannya. Namun tetap pada

hakikatnya narapidana merupakan seorang insan manusia yang harus

diperlakukan dengan baik dan manusiawi, sama seperti manusia biasa narapidana

juga memiliki hak hak yang harus dipenuhi yang tertuang di dalam Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan (Indonesia, 1995) yaitu:

1. Beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaan yang diimani

2. Mendapatkan perawatan, baik perawatan secara jasmani maupun rohani

3. Mendapatkan Pendidikan

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan serta makanan yang layak

5. Menyampaikan keluhan

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak

dilarang

7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang sudah dilakukan

8. Menerima kunjungan dari keluarga,penasihat hukum atau orang tertentu

lainnya

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

10. Mendapatkan kesempatan untuk berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

726

keluarga

11. Mendapatkan pembebasan bersyarat

12. Mendapatkan cuti menjelang bebas

Pada kenyataanya dapat kita lihat di dalam Lembaga Pemasyarakatan

masih bayak penyimpangan hak yang dilakukan oleh petugas contohnya seperti

pada saat pemberian layanan informasi mengenai hak integrasi narapidana

sebelum adanya pelayanan self service, narapidana masih belum mendapatkan

hak-haknya secara optimal. Khususnya untuk mendapatkan hak remisi, PB, CB,

CMK, CMB narapidana saat ini masih belum bisa mendapatkan pelayanan yang

baik dikarenakan banyaknya narapidana yang tidak sebanding dengan jumlah

petugas selain itu karena data masih menggunakan cara manual, sehingga untuk

mendapatkan informasi mengenai hak-hak tersebut narapidana harus sedikit

bersabar. Selain itu, ada beberapa oknum yang memanfaatkan keadaan tersebut

sebagai ladang untuknya untuk mata pencarian tambahan oknum petugas.

Untuk memenuhi hak hak narapidana Lembaga pemasyarakatan membuat

berbagai upaya salah satunya dengan membuat aplikasi self service. Aplikasi self

service merupakan salah satu inovasi yang diciptakan untuk meningkatan

pelayanan kepada narapidana khususnya pada bidang pelayanan di bidang

informasi. Melalui aplikasi self service yang berbasis data dari Sistem Database

Pemasyarakatan (SDP), kini narapidana tidak perlu lagi untuk bertemu langsung

dan bertanya kepada petugas mengenai hak-hak integrasinya. Dengan adanya self

service diharapkan dapat mencegah adanya pungutan-pungutan liar yang

dilakukan oleh oknum petugas.

Gambar 4.1 Kegunaan Layanan Self Service

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

727

Self service merupakan suatu aplikasi layanan informasi yang transparan

yang berbasis data dari Sistem Database Pemasyarakatan(SDP) yang dapat

diakses oleh Narapidana dan Pengunjung. Bagi Narapidana layanan self service

berguna untuk mengetahui informasi mengenai hak integrasi mereka hanya perlu

menempelkan jarinya saja pada alat pemindai kemudian system akan

menampilkan data dari narapidana tersebut mulai dari data diri, informasi

mengenai masa penahanan, tanggal pembebasan maupun hak hak integrasi

lainnya yang diperoleh narapidana. Sedangkan bagi Pengunjung self service

berupa layanan kunjungan secara online serta self service informasi mengenai

narapidana yang hendak dikunjungi.

Gambar 4.2 Alur layanan Self Service

Sebelum adanya layanan self service semua dilakukan secara manual oleh

petugas hal tersebut tidak menutup kemungkian banyak penyimpangan yang akan

terjadi diantaranya adalah :

a. Narapidana tidak mendapatkan hak-hak nya dengan baik.

b. Dapat memicu terjadinya pungutan liar dari petugas.

c. Diskriminasi dari petugas kepada narapidana dan pengujung.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

728

d. Menghambat proses pemberian pelayanan dari narapidana satu ke narapidana

lain.

Dalam penelitian ini kami sebagai penulis mengambil sampel penelitian

kami pada unit pelaksana teknis Lembaga Pemasyarakatan II A Cibinong yang

berada di bawah Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Jawa Barat. Layanan berbasis teknologi komunikasi yang di terapkan yaitu

layanan self service bagi narapidana dan pengunjung.

Berdasarkan hasil wawancara kami mengenai layanan self service dengan

narapidana, mengatakan bahwa layanan self service tersebut sangat memudahkan

para narapidana terutama ketika mereka ingin mengetahui beberapa informasi

terkait tentang hak-hak integrasi mereka. Sehingga tidak lagi harus melalui

petugas. Dan untuk pengunjung juga dirasa sangatlah efektif, jadi yang

mengetahui identitas dan hak-hak narapidana bukan hanya narapidana yang

bersangkutan melinkan keluarga dari narapidana tersebut juga dapat

mngetahuinya. Dari segi petugas mengatakan bahwa dengan adanya layanan self

service ini tidak ada lagi penumpukan antrian oleh narapidana yang ingi melihat

telah sampai mana proses pemenuhan hak-hak integrasi mereka dan juga

berkurang proses tatap muka antara narapidana dan petugas. Dengan begitu pada

saat ini Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cibinong dijadikan sebagai

Lembaga Pemasyarakatan percontohan bagi seluruh Unit Pelaksana Teknis yang

ada di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini terjadi sangat banyak

penyimpangan mengenai layanan publik, walaupun penyimpangan tersebut hanya

dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak memiliki integritas dalam pekerjaannya.

Dalam memberikan suatu layanan tentu saja harus mempertimbangkan kualitas

pelayanannya. Kualitas pelayanan (service quality) ini berasal dari dunia bisnis,

yang kemudian digunakan juga untuk organisasi publik. Walaupun kerangka

mengenai service quality (servqual) yang diungkapkan oleh para ahli tersebut

secara umum tidak seragam namun semua itu dapat memperluas pengetahuan

secara mendalam tentang servqual tersebut. Salah satu teori mengenai servqual

yang dikenal banyak ialah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml,

Parasurahman (A Parasuraman, 1990).

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

729

Zeithaml, Parasurahman mengatakan bahwa pelayanan disebut berkualitas

apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari sudut

pandang pelanggan, sudut pandang tersebut antara lain adalah :

a) Tangible, merupakan kebutuhan fisik dari suatu pelayanan yang dapat berupa

kelengkapan fasilitas fisik, interior/eksterior, peralatan yang digunakan,

material komunikasi, penampilan karyawan dan lingkungan sekitar jasa yang

diberikan kepada para pengguna jasa.

b) Reability, merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan guna dapat

memberikan jasa secara akurat dan meyakinkan, sehingga penyedia jasa

pelayanan bisa disebut menepati janjidan dapat dipercaya.

c) Responsiveness, merupakan bentuk kemauan dan kemampuan karyawan atau

jajaran untuk melayani pelanggan dan melakukan pelayanan dengan segera.

d) Competence, yaitu kemampuan dan ilmu yang dimiliki oleh setiap karyawan

untuk dapat memberikan pelayanan yang diperlukan oleh pelanggan.

e) Courtesy, yaitu sikap sopan santun, keramahan, hormat, dan perhatian terhadap

pelanggan yang dimiliki karyawan.

f) Credibility, yaitu sifat jujur, dapat dipercaya, karakteristik pribadi karyawan

dalam berinteraksi dengan pelanggan, yang mencerminkan reputasi dan nama

baik perusahaan.

g) Security, yaitu menyangkut pemenuhan rasa aman dari segala ancaman di

dalam maupun dari luar yang dapat membahayakan pelanggan.

h) Access, yaitu menyangkut kemudahan untuk dihubungi dan ditemui, hal ini

berhubungan dengan lokasi dan saluran komunikasi.

i) Communication, yaitu usaha agar pelanggan selalu mendapatkan info dalam

bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan, serta mau untuk menerima

saran dan mendengarkan keluhan pelanggan dengan baik.

j) Understanding the Customer, yaitu melakukan semua usaha supaya bisa

mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik.

Sesuai dengan perkembangan kesepuluh sudut pandang pelanggan seperti

tersebut diatas, telah disederhanakan oleh Zeithaml, Parasurahman, dan Berry (A

Parasuraman, 1990) menjadi lima dimensi pokok meliputi :

a) Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, peralatan yang

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

730

digunakan, penampilan karyawan, material, dan sarana komunikasi.

b) Reliability, yaitu memberikan jasa sesuai dengan janji dengan tepat dan dapat

memuaskan.

c) Responsiveness, yaitu kesediaan para pegawai untuk memberikan pelayanan

kepada pelanggan dan memberikan pelayanan dengan segera.

d) Assurance, yaitu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta sopan

santun karyawan dalam memberikan pelayanan, aman dari bahaya, resiko,

keraguan serta memiliki sifat dapat dipercaya.

e) Emphaty, yaitu kemudahan dalam berinteraksi, komunikasi yang baik,

memberikan perhatian secara pribadi serta mengerti apa yang dibutuhkan dan

apa yang diinginkan pelanggan.

Sehingga untuk mewujudkan suatu pelayanan yang baik, berkualitas dan

professional diciptakanlah suatu inovasi untuk mengembangkan pelayanan

manual menjadi sebuah layanan berbasis teknologi yaitu berupa aplikasi self

service. Layanan self service tersebut tidak hanya dapat digunakan oleh

narapidana melainkan dapat digunakan juga oleh pengunjung narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan. Sebelum adanya pelayanan self service para

pengunjung harus antre berjam-jam hanya agar bisa masuk untuk mengunjungi

sanak-saudaranya. Selain itu, keluarga narapidana pun tidak banyak mengetahui

informasi.

Dengan adanya layanan self service untuk pengunjung lebih memudahkan

pengunjung untuk melakukan registrasi ketika berkunjung, dan juga dapat melihat

identitas narapidana, tanggal bebas, hak integrasi, dan tahapan program

pembinaan yang dilaksanakan oleh narapidana. Dalam mengimplementasikan self

service tetunya aka ada hambatan- hambatan yang muncul antara lain :

1. Kurangnya SDM yang handal

Teknologi informasi merupaka sebuah bidang khusus yang memerlukan

keahlian khusus.petugas pada umumnya jarang memiliki SDM yag handal

yang mengerti mengenai bidang teknologi informasi.

2. Infrastruktur yang belum memadai

Dikarenakan tidak semua unit pelaksana teknis pemasyarakatan berada di

kota kota besar sehingga terkadang masih belum terjamah dengan

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

731

infrastruktur komunikasi. Sehingga sulit untuk bisa mendapatkan jaringan

internet. Sehigga hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pelayanan

informasi berbasis teknologi.

3. Kultur Budaya

Kultur Budaya yang masih kental sehingga narapidana maupun pengujung

masih belum bisa menerima dengan adanya modernisasi layanan berbasis

teknologi. Masih banyak narapidana dan pengunjung yang tetap memilih

mendapatkan pelayanan secara manual.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa

dengan adanya Aplikasi self service di Lembaga pemasyarakata dapat

meningkatan pemberian pelayanan kepada narapidana khususnya pada bidang

pelayanan di bidang informasi. Melalui aplikasi self service yang berbasis data dari

Sistem Database Pemasyarakatan (SDP), kini narapidana tidak perlu lagi untuk

bertemu langsung dan bertanya kepada petugas mengenai hak-hak integrasinya.

Dengan adanya self service diharapkan dapat mencegah adanya pungutan-

pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas. Sekarang hanya dengan

menempelkan jarinya saja pada alat pemindai kemudian system akan

menampilkan data dari narapidana tersebut mulai dari data diri, informasi

mengenai masa penahanan, tanggal pembebasan maupun hak hak integrasi

lainnya yang diperoleh narapidana. Sedangkan bagi Pengunjung self service

berupa layanan kunjungan secara online serta self service informasi mengenai

narapidana yang hendak dikunjungi.

Namun saat ini penggunaan aplikasi Self Service di Lembaga

Pemasyarakatan belum bisa berjalan degan lancer hal ini disebabkan oleh

beberapa hambatan yang mucul dalam pelaksaaan program self service antara lain

:

1. Kurangnya SDM yang handal

Teknologi informasi merupaka sebuah bidang khusus yang memerlukan

keahlian khusus.petugas pada umumnya jarang memiliki SDM yag handal

yang mengerti mengenai bidang teknologi informasi.

2. Infrastruktur yang belum memadai

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

732

Dikarenakan tidak semua unit pelaksana teknis pemasyarakatan berada di

kota kota besar sehingga terkadang masih belum terjamah dengan

infrastruktur komunikasi. Sehingga sulit untuk bisa mendapatkan jaringan

internet. Sehigga hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pelayanan

informasi berbasis teknologi.

3. Kultur Budaya

Kultur Budaya yang masih kental sehingga narapidana maupun pengujung

masih belum bisa menerima dengan adanya modernisasi layanan berbasis

teknologi. Masih banyak narapidana dan pengunjung yang tetap memilih

mendapatkan pelayanan secara manual.

Saran

Berdasarkan Penjelasan di atas Peneliti memberikan beberapa saran yang

dapat digunakan agar aplikasi self service di Lembaga Pemasyarakatan dapat

digunakan dengan baik antara lain :

1. Mengembangkan SDM dari petugas dengan cara memberikan pelatihan

khusus mengenai teknologi informasi .

2. Memperbaiki sarana prasarana yang ada sehingga pelaksanaan pelayanan

berbasis teknologi dapat berjalan dengan baik.

3. Memberikan sosialisasi terhadap Narapidana serta pengunjung mengenai

aplikasi Self Service sehingga Narapidana dan pengunjung tidak memerlukan

lagi pelayanan secara manual dan juga Narapidana dan pengunjung mampu

menggunakan aplikasi Self Service dengan baik.

4. Mengembangkan Inovasi self Service yang sudah ada sehingga

Pemasyarakatan mampu menjadi instansi yang bisa mengikuti perkembangan

jaman yang kini sudah mulai memasuki jaman 4.0 dimana segala hal sudah

menggunakan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

A Parasuraman, v. A. (1990). Delivering Quality Service : Balancing Customer

Perception and Expectations. The Free Press.

Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

733

Batubara, P. (2019, mei selasa). oke news. Retrieved November 14, 2019, from

nasional.okezone.com:

https://nasional.okezone.com/read/2019/05/07/337/2052347/korban-

diimbau-laporkan-oknum-yang-lakukan-pungli-di-lapas

Buchari, R. A. (2016). Implementasi E-Service Pada Organisasi Publik Di Bidang

Pelayanan Publik Di Kelurahan Cibangkong Kecamatan Batununggal

Kota Bandung. 1.(1)

Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media

Group. Hofman, B. (2010). Basic Informatic Techology: Introduction For

Informatic Technology. Bandung: Sarana Cipta.

Indrajit, R. E. (2002). Membangun Aplikasi E-Government. Jakarta: PT Elek

Media Komputindo.

Indrajit, R. E. (2004). E-Government Strategi Pembangunan Dan Pengembangan

Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: andi

offset.

kemenkumham.go.id. (2018, Agustus 2). Kemenkumham Targetkan Predikat

WBK/WBBM di Tahun 2018. Jakarta, Jakarta, Indonesia. Retrieved

November 15, 2019, from Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia:

https://www.kemenkumham.go.id/berita/kemenkumham-targetkan-

predikat-wbk-wbbm-di-tahun-2018

Moenir. (2002). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Moleong, j. L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosakarya.

Sedarmayanti. (2004). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:

PT. Mandar Maju.

Sedarmayanti, M. A. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.

Bandung: Mandar Maju.

Sinambela, L. (2006). Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan

Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

734

smslap.ditjenpas.go.id. (2019, November 21). Data Lembaga Pemasyarakatan.

Jakarta, Jakarta Pusat, Indonesia.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumarto, H. ,. (2004). Inovasi Partisipasi dan Good Governance : 20 Prakarsa

Inovatif dan Partisipasi di Indonesia . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sutarman. (2012). Pengantar Teknologi Informasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

W. Creswell, J. (2016). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widodo, J. (2001). Good Governance: Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan

Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi

Daerah.Surabaya: insan cendekia.

Indonesia, R. (1995). www.bphn.go.id.