Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran Di Kota...

198
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RETRIBUSI JASA UMUM PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI BIDANG PERPAKIRAN DI KOTA PALEMBANG TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Pascasarjana (S2) Dengan Gelar Magister Sains (M.Si) Pada Program Pascasarjana Stisipol Candradimuka Program Studi Administrasi Publik Konsentrasi Kebijakan Publik Diajukan oleh : NAMA : YENNY SODRI NPM : 051114096

description

PENELITIAN

Transcript of Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran Di Kota...

2

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RETRIBUSI JASA UMUM PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI BIDANG PERPAKIRAN DI KOTA PALEMBANG

tesis

Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanDalam Mencapai Derajat Pascasarjana (S2)Dengan Gelar Magister Sains (M.Si)

Pada Program Pascasarjana Stisipol CandradimukaProgram Studi Administrasi PublikKonsentrasi Kebijakan Publik

Diajukan oleh :

Nama : YENNY SODRINPM : 051114096

Program Studi Administrasi PublikProgram Pascasarjana Stisipol Candradimuka palembangTahun 2012BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang terus-menerus untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan yang ingin dicapai tersebut adalah terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang bukan saja diukur dari indikator ekonomi tetapi juga kemajuan non ekonomi (sosial, hukum dan budaya). Namun dalam pengertian ekonomi, pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita atau pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Selain perkembangan pendapatan perkapita, juga menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, segenap potensi dan sumber daya pembangunan yang ada harus dialokasikan secara efektif dan efisien, demi meningkatkan produksi secara keseluruhan. Untuk lebih tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dan adil tentu menumbuhkan suatu sistem tentang hubungan pusat dan daerah, terutama dalam kaitan dengan bantuan keuangan pusat dan pembagiannya. Untuk meyelaraskan dengan pola pembangunan nasional maka diberlakukannya undang-undang otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola dan memanfaatkan serta menggali potensi sumber-sumber keuangannya yang ada secara langsung dan lebih leluasa.

Sumber-sumber keuangan daerah dapat tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang besar kecilnya tergantung dari penerimaan komponen-komponen Pendapatan Asli Daerah itu sendiri. Salah satu komponen terpenting dari Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi daerah. Sampai saat ini total dari penerimaan retribusi daerah masih merupakan penerimaan tertinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lain dalam Pendapatan Asli Daerah. Di kota Palembang sendiri, ada beberapa jenis retribusi daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar diantaranya retribusi pasar, retribusi terminal, retribusi parkir dan retribusi kebersihan. Retribusi parkir merupakan salah satu andalan bagi penerimaan retribusi daerah itu sendiri. Sumber penerimaan retribusi itu sendiri dari beberapa jenis kawasan retribusi parkir, kawasan-kawasan tersebut terdiri dari: Parkir dalam kawasan, Parkir Luar kawasan, Area parkir khusus, Area Parkir.Dengan ditetapkannya Undang-undang Otonomi daerah yang telah dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia sejak 11 tahun yang lalu merupakan salah satu tuntunan reformasi yang saat ini merupakan hal yang telah dilaksanakan oleh setiap daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat serta menuntut kepada setiap daerah yang ada untuk dapat mandiri dalam segala bidang termasuk yang paling adalah meningkatkan dalam sektor pendapatan asli daerah. Dengan diberlakukan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan lebih banyak kewenangan kepada daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan, Undang-undang tersebut merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Pemberian otonomi kepada daerah bertujuan memberi kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Hakekat ekonomi daerah merupakan kewajiban daerah untuk melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara professional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri. Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut kewenangan daerah menjadi lebih besar untuk mengelola dan untuk mengurus rumah tangganya sendiri termasuk mengelola sumber-sumber penerimaan daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah tersebut digunakan untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam persfektif jangka panjang ketiga paradigma tersebut diharapkan menjadi landasan untuk mewujudkan suatu pemerintah Daerah yang bercirikan Good Governance yang lebih kompetitif, terbuka, demokratis dengan aparatur Negara yang Bersih, serta tanggung jawab dan propesional dalam masing- masing bidangnya, sehingga mempercepat proses tercapainya masyarakat yang lebih beradab (Civilized Society) sebagai bagian integral dan sistem dan proses pembangunan daerah. Sejalan dengan pernyataan tersebut, untuk mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dimaksud diperlukan dukungan aparatur yang memiliki profesional, adaftif responsif, tanggap dan aspiratif serta pembiayaan yang memadai, peralatan/sarana yang lengkap dengan organisasi dan manajemen yang kondusif di tingkat daerah. Sejak awal terbentuknya, Republik Indonesia adalah Negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan, maka daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk melaksanakan pemerintahan. Setiap daerah yang disebut daerah otonom diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut pasal 10 ayat 3 UU No. 32 tahun 2004 wewenang Pemerintah Daerah tersebut dikecualikan dalam bidang: (1) Politik Luar Negeri, (2) pertahanan, (3) keamanan, (4) yustisi, (5) moneter dan fiskal nasional, serta (6) bidang agama. Menurut Penjelasan UU No. 32 tahun 2004 kewenangan yang luas diberikan pada daerah Kabupaten atau Kota sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Daerah Kabupaten atau Kota memiliki kewenangan pula untuk membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik dengan baik, meningkatkan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesej ahteraan masyarakat.Mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka menjadi tanggung jawab bagi setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Untuk memenuhi semua pembiayaan daerah sendiri maka setiap daerah harus dapat menghimpun dana sebesar-besarnya untuk pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan akan berjalan baik jika didukung biaya dan sumber daya manusia yang baik pula.Semakin besar pembangunan maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Untuk itu peningkatan Sumber Pendapatan Daerah dipandang sebagai salah satu cara yang efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.Sumber-sumber Penerimaan Daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah:1. Pendapatan Asli Daerah;2. Dana Perimbangan;3. Pinjaman Daerah; dan4. Lain-lain Penerimaan yang Sah.Sedangkan Sumber Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 adalah:1. Pajak Daerah;2. Retribusi Daerah;3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan4. Lain-Lain Pendapatan Asli daerah yang Sah.Berdasarkan sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut di atas yang palingpotensial dan memberi masukan terbesar pada kas daerah adalah pajak dan retribusi daerah. Retribusi daerah pada dasarnya dikelola sendiri oleh setiap daerah, maksudnya untuk pengelolaan retribusi daerah ini antara daerah yang satu dan daerah yang lain berbeda-beda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, salah satu pungutan retribusi daerah adalah retribusi jasa umum. Retribusi perparkiran di kota Palembang termasuk dalam retribusi jasa umum yang memberikan kontribusi yang cukup potensial terhadap peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu Pemerintah Daerah harus benar-benar menggunakan hasil Retribusi jasa bidang perparkiran ini dengan sebaik-baiknya.Pelayanan publik sebagai indikator utama bagi Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dikelola dengan baik, karena pengelolaan retribusi jasa bidang perparkiran tidak dapat dilepaskan dari pelayanan yang diberikan. Namun pada kenyataannya, di pengelolaan retribusi jasa bidang perparkiran selama ini belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat pengguna jasa parkir. Di kota Palembang yang merupakan jasa umum bidang perparkiran masih terdapat permasalahan-permasalahan mengenai kondisi-kondisi fisik maupun non fisik yang membutuhkan penanganan segera dari pemerintah yang tentunya dengan dukungan dari masyarakat yang ada di kota Palembang. Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Dalam mewujudkan peran pemerintah daerah tersebut, satu hal yang harus dimiliki oleh daerah adalah kemampuan dalam penyediaan pembiayaan pembangunan yang bertumpu pada sumber pendapatan daerah yang lebih besar. Dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, salah satu pendapatan yang paling besar adalah retribusi parkir. Selain merupakan salah satu pendapatan paling besar, dari retribusi parkir memberikan pengaruh dalam meningkatnya pendapatan asli daerah dan pembangunan daerah. Dengan kebijakan yang diambil dari pemerintah kota Palembang, dalam kebijakan yang berdasarkan Peraturan Daerah kota Palembang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Retribusi Parkir diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Retribusi menurut Peraturan Daerah kota Palembang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Retribusi Parkir adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian layanan tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberi oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dari penjelasan yang ada di Pasal 5 dan Pasal 8 Peraturan Walikota Palembang No. 16 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Parkir di kota Palembang, maka dapat disimpulkan bahwa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan retribusi parkir yang ada di kota Palembang adalah Dinas Perhubungan dan Dinas Pendapatan kota Palembang. Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan Pemerintah kota Palembang dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Retribusi Parkir antara lain dengan menetapkannya Peraturan Daerah kota Palembang No. 16 Tahun 2011 Tentang Retribusi Parkir. Besarnya tarif parkir menurut Peraturan Daerah kota Palembang No. 16 Tahun 2011 adalah Rp 1000,- untuk sepeda motor, Rp 2000,- untuk jenis mobil pribadi. Untuk mengetahui pengaruh retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah di Kota Palembang, data yang diambil yaitu mulai dari tahun 2007 sampai 2011 dengan satuan waktu tahunan. Dalam Peraturan Walikota Palembang No. 16 Tahun 2011 Tentang Pasal 2 menyebutkan bahwa Jenis Retribusi Jasa Usaha Penyelenggaraan Transportasi, terdiri atas :1. Retribusi Terminal.2. Retribusi Tempat Khusus Parkir.3. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan.4. Retribusi Penyeberangan di AirDan hasilnya dapat dilihat pada tabel 1sebagai berikut : Tabel 1 Rekapitulasi Target dan Realisasi Retribusi Parkir kota Palembang Tahun 2007-2011

TAHUN REALISASI TARGET PROSENTASE (%)

2007 1.852.068.000,003.250.000.000,0056.99%

2008 2.386.138.700,003.500.000.000,0068,18%

2009 3.382.888.650,005.500.000.000,0061,51%

2010 3.590.938.000,005.500.000.000,0065.29%

2011 4.447.905.537,005.775.000.000,0077%

Sumber : Dinas Perhubungan kota Palembang tahun 2011

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah Pemungutan retribusi, Retribusi jasa Umum Penyelenggaran Transportasi yang tarhutang dipungut dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Petugas pejabat di lingkungan Dinas Perhubungan yang membidangi pelayanan Retribusi jasa umum penyelenggaraan transpurtasi, ditunjuk oleh Walikota sebagai wajib pungut terhadap retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Jasa pungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disetor ke Kas Umum Daerah. Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.Pada tabel 1 menunjukkan bahwa penerimaan PAD dari sektor retribusi parkir pada Dinas Perhubungan Kota Palembang pada setiap tahun anggaran tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan atau dengan kata lain target penerimaan yang telah ditetapkan tidak tercapai. Disamping permasalahan yang telah dikemukan di atas, juga disebabkan oleh kurangnya perencanaan, koordinasi, kepemimpinan dan pengontroling yang baik, dari pihak Dinas Perhubungan kota Palembang, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk meminta tanda pembayaran kepada juru parkir. Karena para juru parkir mungkin sangat jarang sekali memberikan tanda pembayaran parkir kepada pengguna jasa parkir, hal ini memberikan peluang pada juru parkir untuk tidak melaporkan hasil yang ia dapatkan sesungguhnya pada petugas pengawasan dan petugas pengawasan perparkiran hanya menerima laporan dari juru parkir. Oleh karena itu, kiranya dalam penelitian ini dapat menjawab permasalahan permasalah dalam pelaksanaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi perparkiran pada Dinas Pendapatan kota Palembang yang di tuangkan dalam judul Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran di Kota Palembang.

B. Identifikasi Masalah

1. Pengelolah parkir pada Dinas Perhubungan kota Palembang yang kurang maksimal sehingga berdampak pada belum tercapainya target penerimaan dari restribusi perparkiran.2. Tidak adanya pengontrolan yang ekstra dari pihak Dinas Perhubungan kota Palembang3. Belum adanya kesadaran masyarakat untuk meminta tanda pembayaran kepada juru parkir.4. Ditemukan banyaknya lokasi titik parkir tertutup sebagai akibat banyaknya pembangunan5. Kurangnya ketaatan para juru parkir terhadap peraturan pemeintah6. Rasa tanggung jawab terhadap tugas para juru parkir dan pengelola masih rendah.C. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran di Kota Palembang?2. Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran di Kota Palembang?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3. Tujuan PenelitianTujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:a. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran yang ada di Kota Palembang.b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran yang ada di Kota Palembang.4. Manfaat Penelitiana. Secara Teoritis1. Mengembangkan teori Kebijakan dan Implementasi Publik serta Administrasi Publik, khususnya yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran yang ada di Kota Palembang.2. Memberi masukan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnva khususnya yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Retribusi Jasa Umum Penyelenggaraan Transportasi Bidang Perpakiran di Kota Palembang.b. Secara PraktisBahan pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah strategis dalam Implementasi

Kebijakan RetribusiJasaUmumPenyelenggaraaTransportasidia Palembang secara profesional, khususnya untuk masa-masa yang akan datang.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Landasan Teori1 Pengertian KebijakanKata kebijakan secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata policy sedangkan kebijaksanaan berasal dari kata Wisdom. Dalam konteks tersebut penulis berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah kebijaksanaan. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya termasuk konstek politik karena pada hakikatnya proses pembuatan kebijakan itu sesunguhnya merupakan sebuah proses politik.Kata kebijakan dan kebijaksanaan seringkali digunakan secara bergantian, sehingga terkadang sulit untuk dibedakan pengertiannya. Di dalam Kamus Manajemen diberikan pengertian untuk kedua istilah tersebut sebagai berikut:1. Kebijakan adalah suatu peraturan atau suatu arah tindakan yang ditentukan sebelumnya yang dibuat oleh manusia yang ditentukan untuk membimbing pelaksanaan pekerjaan kearah tujuan organisasi.2. Kebijaksanaan adalah ketentuan dari pimpinan tentang cara penindakan atau penyelenggaraan sesuatu pekerjaan dalam rangka usaha mencapai tujuan pokok dibadang dan jangka waktu tertentu, sehingga merupakan dasar bagi pejabat-pejabat pelaksana atau bawahan dalam mengambil tindakan-tindakan atau penyelenggaraan pekerjaan yang serupa.(Kamus Manajemen, 2000:135-405)

Melengkapi uraian tersebut, akan peneliti kemukakan beberapa pengertian kebijakan dari beberapa para ahli yang mengetahui dan memahami tentang kajian kebijakan, yaitu Lasswell dan Kaplan sebagai mana dikutip oleh Irfan Islamy dalam bukunya yang berjudul Prinsipprinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara mengartikan bahwa kebijakan Sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai, dan tindakan-tindakan yang terarah (Islamy, 1997 : 14)Berdasarkan pendapat di atas, bahwa kebijakan merupakan program pencapaian tujuan, nilai, serta tindakan yang terarah.Adapun pengertian dari Hoogerwerf (1990 : 3-4 ) memberikan definisi tentang kebijakan sebagai berikut :Kebijakan dapat dilukiskan sebagai suatu usaha untuk mencapai sasaran tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah. Kebijakan adalah upaya untuk memecahkan, mengurangi, atau mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu tindakan yang terarah.

Berdasarkan pendapat di atas menegaskan bahwa kebijakan merupakan suatu jawaban terhadap suatu masalah dalam upaya mencegah, mengurangi atau memecahkan masalah dengan tindakan terarah dan dalam urutan waktu tertentu.Kleijn memberikan definisi kebijakan sebagai berikut : suatu tindakan secara sadar dan sistematis, dengan menggunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah. (dalam Hoogerwerf, 1990 : 7) Makna kebijakan di atas, berupa tindakan yang dilakukan langkah demi langkah menunjukan tindakan yang berpola, hal itu sejalan dengan pandangan Solichin Abdul Wahab yang menegaskan bahwa : Policy itu adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. (Abdul Wahab, 2001 : 3 )Berdasarkan kedua pendapat di atas menegaskan bahwa kebijakan merupakan tindakan secara sadar dan sistematis yang dilakukan dengan langkah demi langkah sebagai suatu tindakan berpola yang mengarah pada sasaran atau tujuan tertentu.Adanya Kriteria-kriteria kebijakan menurut William N Dunn yaitu :1. Penyusunan agenda adalah perumusan masalah yang dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah. 2. Formulasi kebijakan adalah peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif. 3. Adopsi kebijakan adalah rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan tentang kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.4. Implementasi kebijakan adalah pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. 5. Penilaian kebijakan adalah evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. (Dunn, 1999 : 24-28)

Berdasarkan pendapat diatas bahwa kriteria-kriteria yang dijadikan landasan dalam suatu kebijakan yaitu : Penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, penilaian kebijakan.Kebijakan yang diambil oleh daerah dalam hal ini Peraturan Daerah tentang Retribusi Pasar melibatkan banyak dinas-dinas daerah yang melaksanakan masing-masing fungsi dinasnya, sehingga retribusi pasar tersebut berjalan sesuai yang telah ditetapkan. Menurut James E Anderson mengemukakan Kebijakan sebagai berikut : kebijakan adalah prilaku dari sejumlah aktor pejabat, kelompok instansi pemerintah atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (dalam Abdul Wahab, 1997 : 2 ). Sejalan dengang rumusan tersebut Carl Friedrich mengemukakan kebijakan sebagai berikut :Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. (dalam Abdul Wahab, 1997 : 3)

Sementara itu, masih pendapat Solichin Abdul Wahab. Dalam buku yang berjudul Analisis Kebijakan : Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara yang mengutip dari W. I. Jenkins merumuskan kebijaksanaan negara sebagai :A set interrelated decisions taken by the political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should in principle, be within the power of these actors to achieve, yaitu serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seseorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih berserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenagan kekuasaan dari para aktor tersebut. (dalam Wahab, 1997 : 4 )

Menurut Chief. J. O. Udoji mendefinisikan kebijaksanaan negara, sebagai berikut :An sanctioned course af action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at large, yaitu suatu tindakan yang bersanksi yang mengarah pada suatu tindakan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. (dalam Wahab, 1997 : 5)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kebijakan (policy) adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah dengan menggunakan serangkaian tindakan yang berpola atau usaha yang dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok dengan menggunakan sarana-sarana yang cocok dilaksanakan selangkah demi selangkah untuk mencapai tujuan tertentu serta berpengaruh terhadap orang banyak.Kemudian berkaitan dengan istilah publik peneliti berpandangan bahwa kata publik sesungguhnya memiliki dimensi pengertian yang sangat beragam. Kata tersebut misalnya secara sosiologis kata publik dapat diterjemahkan sebagai masyarakat yang mengandung arti sistem sosial dimana manusia hidup dan tinggal secara bersama-sama, kemudian dalam hal masyarakat tersebut terdapat norma-norma atau nilai-nilai tertentu yang mengikat atau membatasi kehidupan masyarakatnya.Kaitannya dengan konsep kebijakan publik, peneliti akan mencoba memaparkan beberapa teori kebijakan publik dengan mengambil rujukan pendapat dari beberapa ahli, misalnya Anderson sebagaimana dikutip oleh Irfan Islamy dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut :Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah (1). Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorietasi pada tujuan. (2). Kebijakan publik berisi tentang tindakan-tindakan pemerintah. (3). Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. (4). Kebijakan publik yang diambil bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau yang bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. (5). Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasrkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa. (dalam Islamy, 1997 : 15)

Sedangkan menurut Riyant Nugroho dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi dan Evaluasi menterjemahkan kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. (Nugroho, 2003 : 51). Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945, maka kebijakan publik adalah seluruh sarana dan prasarana untuk mencapai tempat tujuan tersebut. (Nugroho, 2003 : 51).Sementara itu David Easton, sebagaimana dikutip oleh Irfan Islamy masih dalam buku yang berjudul Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara menterjemahkan kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat (Islamy, 1997 : 2).Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti dapat memberikan pandangan bahwa kebijakan publik mengandung sejumlah makna antara lain :1. Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan atau pejabat-pejabat pemerintah.2. Kebijakan publik merupakan tindakan yang mengarah pada suatu tujuan yang telah ditetapkan.3. Kebijakan publik diproyeksikan pada pemecahan masalah yang ada dimasyarakat. 4. Kebijakan publik berimplikasi positif dalam arti tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu dan negatif dalam arti tindakan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.5. Kebijakan publik membutuhkan regulasi (aturan) dalam menterjemahkan program yang telah ditetapkan.6. Kebijakan publik berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung 2 Pengertian Implementasi KebijakanSecara etimologis kata implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar Webster, to implement berarti to provide the means for carryng out (menyediakan sarana bagi pelaksanan sesuatu); dan to partical effect (untuk menimbulkan efek atau dampak). Sesuatu yang dilaksanakan untuk menimbulkan efek atau dampak itu dapat berupa Undang-undang, peraturan, keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintahan dalam kehidupan kenegaraan.Sementara itu Mazmanian dan Paul Sabatier sebagaimana dikutip oleh Solichin Abdul Wahab melihat implementasi Sebagai pelaksanaan berbagai keputusan, baik berasal dari legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. (dalam Wahab, 1997 : 20-21)Van Meter dan Van Horn merumuskan proses implementasi ini sebagai berikut :Those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (dalam Abdul Wahab, 2001 : 65).Pendapat yang senada lebih tegas lagi dikemukakan oleh seorang pakar dari Afrika, yakni Chief J.O.Udoji mengemukakan :The execation of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackhet unless they are implemented. pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (dalam Wahab, 2004 :59).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa implementasi sebagai pelakasanaan berbagai keputusan yang menyediakan sarana dalam pelaksanaan serta dapat menimbulkan efek atau dampak dan adanya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu maupun pejabat yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan. Pelakasanaan kebijakan sesuatu yang penting bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.Salah satu langkah dan aspek yang sangat penting dalam proses kebijakan adalah pelaksanaan atau implementasi kebijakan, sehingga berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dibuat dapat terlihat apabila kebijakan itu telah dilaksanakan, dalam hal ini Silalahi (1989 :148-149) menyebutkan : Berdasarkan pendapat di atas, bahwa Jika suatu kebijaksanaan telah diputuskan kebijaksanaan itu tidak berhasil dan terwujud bilamana tidak dilaksanakan. Pelaksanaan kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijaksanaan dirumuskan. Tanpa suatu pelaksanaan maka suatu kebijaksanaan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah pelaksanaan kebijaksanaan merupakan kedudukan yang penting didalam kebijaksanaan negaraTindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengarahkan pencapaian tujuan telah ditetapkan dalam keputusan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Menurut Daniel A. Mazmama dan Paul A. Sabastien mengemukakan : implementasi kebijakan adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan (dalam abdul Wahab, 1997 : 65).Penerapan kebijakan merupakan salah satu tahapan dalam merealisasikan kebijakan, dan melalui penerapan kebijakan dapat ditentukan berhasil tidaknya suatu tujuan kebijakan. Tahapan penting dalam mencapai tujuan menurut Syaukany dalam bukunya Otonomi dalam Negara Kesatuan adalah :1. Menyiapkan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasidari kebijakan tersebut dari sebuah Undang-undang muncul sebuah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah dan lain-lain.2. Menyiapkan sumber daya, guna menggerakan kegiatan implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut.3. Bagaimana mengantarakan kebijakan tersebut secara kongkret ke masyarakat. (Gafar dalam Syaukany, 2002 : 126)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa pelaksanaan kebijakan memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan dan melalui penerapan kebijakan dapat ditentukan berhasil tidaknya suatu tujuan kebijakan.Sejalan dengan pendapat tersebut, Winardi mendefinisikan target sebagai sasaran yang hendak dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan (Winardi, 1992 : 126). Untuk keberhasilan target Winardi masih dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Manajemen Moderen. Menjelaskan beberapa kriteria atau ukuran sebagai berikut : (1). Hasil yang dicapai, (2). Waktu yang diperlukan. (Winardi, 1992 :127)Pelaksanaan kebijakan tentu didukung pemahaman yang baik terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan. Pemahaman yang didukung dengan penerapan yang baik kebijakan memfokuskan pada birokrasi dimana menurut Jones sebagai berikut :Tiga aktivitas utama dalam penerapan kebijakan adalah :a. Interprestasi, yaitu merupakan aktivitas yang menerjemahkan makna program kedalam peraturan yang adapat diterima dan dapat dijalankan.b. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam dampak.c. Aplikasi, yaitu berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan upah dan lain-lain. (dalam Sulaeman )

Riant Nugroho mengatakan implementasi kebijakan yaitu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (Nugroho, 2003 : 158). Sejalan dengan pendapat Riant Nugroho yaitu Suryaningrat mengemukakan tentang pengertian pelaksanaan kebijakan sebagai berikut :Pelaksanaan kebijakan adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan mempergunkan sarana dan menurut urutan waktu tertentu. Pelaksanaan kebijakan dapat pula dirumuskan sebagai penggunaan sarana yang telah dipilih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. (Suryaningrat, 1988 : 102)

Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, bahwa pelaksanaan kebijakan haruslah dilaksanakan dalam suatu usaha, tindakan aktivitas dengan menggunakan sarana-sarana yang telah dipilih menurut urutan waktu.

Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan (Poerwadarminta, 1990 : 327). Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.Kamus Webster, merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carryingout (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan) dampak atau akibat terhadap sesuatu).Pengertian tersebut mempunyai arti bahwa untuk mengimplementasikan sesuatu harus disertai sarana yang mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu. (Abdul Wahab, 1997:67).Pengertian implementasi diatas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan atau dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam Abdul Wahab (1997: 65), menyatakan bahwa : Proses implementasi adalah those action by public or privale individuals groups that are directed the achivement of- objeclives set forth in prior decisions (tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau Kelompokkelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan). Implementasi kebanyakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Bambang Sunggono 1994:137).

Proses pembuatan kebijakan publik dibagi dalam beberapa tahapan yang dikelompokkan untuk memudahkan menganalisis kebijakan publik. Tahap-tahap kebijakan publik dikelompokkan oleh William Dunn (1999) dalam Wahab (2006: 24) sebagai berikut:

Penilaian KebijakanImplementasi KebijakanAdopsi KebijakanFormulasi KebijakanPenyusunan Agenda

Sumber : William Dunn dalam Abdul Wahab (2006: 24)Gambar 1Proses Kebijakan PublikTahap awal bagi pembuat kebijakan publik adalah merumuskan masalah dan menempatkannya dalam agenda kebijakan. Selanjutnya masalah-masalah yang telah diidentifikasi dan dicari jalan keluar yang disusun dalam bentuk formulasi kebijakan. Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan, dipilih yang mungkin terbaik dan selanjutnya mencari dukungan dari pihak legislatif dan yudikatif. Apabila suatu kebijakan sudah mendapatkan dukungan publik dan telah disusun dalam bentuk program panduan rencana kegiatan, maka kebijakan tersebut harus dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun oleh unit kerja pemerintah di tingkat bawah. Setelah kebijakan dilaksanakan perlu adanya penilaian untuk melihat sampai sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat (William Dunn (1999) dalam Wahab (2006: 24)a. Konsep ImplementasiSuatu kebijakan hanyalah merupakan dokumen belaka, apabila tidak diimplementasikan. Untuk memahami lebih mendalam tentang konsep implementasi maka Fahmi (2003:45) mendefinisikan implementasi kebijakan adalah encompasses those actions by public and provate individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in piour policy decisions.Definisi tersebut memberi makna bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu (dan kelompokkelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan. Definisi tentang konsep implementasi oleh Wahab (1997:65). menyatakan bahwa :Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku tua dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan-kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat, dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Berdasarkan pada pendapat tersebut, nampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun lebih jauh dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.Lebih lanjut dijelaskan tentang konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier ( 1993:45 ) mengemukakan bahwa : Implementation is the carrying out ut u basic policy decision, usually incorporated in a statute but which can also take the firm of importaint executive order or court decisions.

Membatasi pengertian implementasi pada pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, umumnya berbentuk undang-undang, akan tetapi dapat juga mengindentifikasikan masalah yang ingin diselesaikan secara tegas tujuan dari sasaran yang ingin dicapai dan dalam berbagai cara untuk mengatur proses pelaksanaan.Berdasarkan pendapat di atas, nampak bahwa proses implementasi meliputi :a. Disahkannya Undang-Undang dan diikuti oleh output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan kebijakan oleh agen yang mengimplementasikannya.b. Ketaatan kelompok sasaran (target group) dengan kebijakan itu.c. Pengaruh-pengaruh nyata baik yang dikehendaki atau tidak dari output kebijakan.d. Pengaruh-pengaruh kebijakan sebagaimana dipersepsikan oleh agen pengambil kebijakane. Perbaikan-perbaikan penting terhadap Undang-undang/kebijakan tersebut Menurut Wahab (1997: 65) yang menyatakan bahwa antara apa yang disebut sebagai perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan tidak dianggap sebagai suatu hal yang terpisah. Dengan demikian implementasi kebijakan sebagai suatu proses pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh lembaga pemerintah, baik eksektitif, legislatif yang diarahkan untuk tercapainya tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan.Pada bagian lain, Lineberri (1978:70-71) mengemukakan bahwa proses implementasi memiliki elemen-eleanen penting berikut ini :a. Kreasi dan staffing agen baru guna mengimplementasi kebijakan baru atau menetapkan tanggung jawab implementasi kepada personil atau agen yang ada.b. Menterjemahkan maksud dan tujuan legislatif ke dalam aturan-aturan operasional yang baik, perlu pertimbangan panduan bagi para imptementorc. Koordinasi sumber daya agen dan pembiayaan pada target group: pengembang tanggung jawab divisi dalam agen dan diantara agen dengan agen yang terkait.d. Alokasi sumber daya guna kemampuan dampak kebijakan

Berdasarkan pengertian tersebut, maka proses kebijakan baru dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, program pelaksanaan telah dibuat, dana telah dialokasikan untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan itu, Wahab (1997:92) mengungkapkan 4 (empat) aspek penting dalam implementasi, yaitu :a. Siapa yang dilibatkan dalam implementasi b. Hakekat proses administrasic. Kepatuhan atas suatu kebijakand. Efek atau dampak dari isu implementasiKeempat aspek tersebut merupakan suatu rangkaian yang tidak terputus, dan setiap kebijakan yang telah ditetapkan diimplementasikan selalu didahului oleh penentu unit pelaksanaan yang oleh Anderson disebut administrative unit, yaitu jajaran birokrasi publik mulai dari level atas sampai pada level birokrasi yang paling rendah. Sebagai konsekuensi logis dengan ditetapkannya, unit-unit organisasi/birokrasi sampai pada level bawah, secara otomatis mereka akan mengimplementasikan.Variabel-variabel dalam implementasi kebijaksanaan menutut Van Meter dan Wahab (1997:79) adalah ukuran dan tujuan kebijaksanaan, sumber-sumber kebijaksanaan, ciri atau sifat instansi pelaksana, komunikasi, sikap, para pelaksana dan lingkungan (ekonomi, sosial dan politik).Jadi proses implementasi kebijaksanaaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku dari para birokrat yang secara tidak langsung bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu kebijaksanaan. Negara dan kelompok merupakan sebagai objek kebijaksanaan tersebut, melainkan pula menyangkut jaringan-jaringan kekuatan politik ekonorni dan sosial yang langsung mempengaruhi perilaku dari semua yang terlibat.b. Teori ImplementasiBerdasarkan berbagai pengertian konsep implementasi yang telah dijelaskan, maka untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu langsung terdapat sejumlah pandangan teori implementasi kebijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengefektifkan implementasi. Beberapa teori yang berkaitan dengan implementasi yang dikemukakan oleh:1. Mc Laughlian (dalam Fahmi, 2003:23), yang mengemukakan bahwa implementasi sebagai politik adopsi (Implementation as Politic of Mutual Adoption) menyimpulkan bahwa terdapat sejumlah kepentingan dukungan dari komitmen yang ditunjukkan oleh para aktor utama yang memiliki pengaruh penting bagi suatu keberhasilan implementasi dengan kata lain adanya dukungan politik dari atasan merupakan kunci pokok keberhasiian atau kegagalan dari implementasi.2. Bardach (dalam Fahmi, 2003:23) yang mengatakan bahwa implementasi sebagai bentuk permainan (Imlementation as Gamesmanship) disimpulkan dalam implementasi selalu terjadi tawar-menawar, persuasi dan tekanan-tekanan yang berlangsung di bawah situasi yang penuh tidak kepastian dengan tujuan agar tidak melakukan kontrol terhadap hasil yang diharapkan. Dalam situasi seperti ini para implementator akan berusaha memahami ajab/arena main, menguasai teknik dan strategi keterampilan untuk mengontrol arus komunikasi datam situasi yang tak mungkin terjadi.3. Alexander (dalam Fahmi, 2003:23) yang memandang, implementasi sebagai proses konvigensi (Implementalion as Contigency Theory) disimpulkan bahwa proses implementasi selalu melibatkan interaksi secara kesinambungan dengan lingkungan, stimulus, program kebijakan dan hasil kebijakan serta elemen dan ketetapan waktu atau timing dari interaksi tersebut.4. Otelle dan Motjoy (dalam Fahmi, 2003:23) yang memandang implementasi sebagai proses hubungan antar organisasi (Implementalion as Inter Organizalion Relationship) disimpulkan bahwa untuk mempermudah implementasi kebijakan diperlukan adanya garis hubungan antar organisasi sebabai cara atau sarana. Selanjutnya dikemukakan bahwa dengan adanya struktur organisasi yang tergantung maka kesempatan keberhasilan dalam mengimplementasikan kebijakan akan menjadi bertambah.Berdasarkan berbagai teori yang dikemukakan tersebut telah banyak memberikan gambaran kepada kita khususnya dikalangan pada implementator dalam rangka untuk mengimplementasikan suatu kebijakan dan meminimalkan adanya kegagalan dari implementasi. Oleh karena itu dari sudut pandang efektifitas, implementasi masing-masing teori tersebut mengandung keunggulan dan kelemahan, namun situasi dan kondisi dimana teori itu dipakai tergantung pada permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan suatu kebijakan.Di pihak lain Edward C.George III (1980:2) menyatakan bahwa tidak ada definisi yang tunggal dari kebijakan publik sebagaimana yang dimaksudkan adalah what government say and do, or not to do. Bahkan Miftah Thoha, (2002:12) mengemukakan bahwa Policy is the authoritative allocation of value for the whole society" (pengalokasian nilai-nilai secara paksa/syah pada seluruh anggota masyarakat).Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. (Miftah Thoha, 2002:12). Implikasi pengertian dari pandangan ini adalah bahwa kebijakan publik :1.) Lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang kebetulan;2.) Pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling terkait;3.) Bersangkutan dengan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dalam bidang tertentu atau bahkan merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu;4.) Bisa bersifat positif yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan (langkah) pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatip yang berarti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;5.) Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positip didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan/undang-undang yang bersifat memaksa (otoratif).Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti dalam Samodra Wibowo (1994:190) bahwa kebijakan negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara. Kesimpulan dari pandangan ini adalah: pertama, kebijakan publik sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan, kedua kebijakan publik sebagai keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu.Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islamy 1997:20) menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu :1.) Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk perdanya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah;2.) Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;3.) Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu;4.) Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.c. Faktor Pendukung Implementasi KebijakanImplementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Budi Winarno. 2002:102).Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun, yaitu :a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya;b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai;c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia;d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal;e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya;f. Hubungan saling ketergantungan kecil;g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan; h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat; i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna;j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. (Abdul Wahab, 1997:71-78 ). Menurut Teori Implementasi Kebijakan George; Edward III, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu :1. Komunikasi. Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif; maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.2. Sumber-sumber. Sumber-suniber penting yang mendukung implementasi kebijakan metiputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.3. Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekunsi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.4. Struktur birokrasi. Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan seeara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Budi Winarno, 2002 : l26-l51).Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu :a. Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.b. Sumber-sumber kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.d. Karakteristik badan-badan pelaksana. Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Srtuktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.e. Kondisi ekonomi, sosial dan politik. Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badan-badan pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan.f. Kecenderungan para pelaksana (implementors). Intensitas kecenderungankecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan. (Budi Winarno, 2002: 110).Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya. Menurut James Anderson, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan publik dikarenakan :1. Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan badan-badan pemerintah;2. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan.3. Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan;4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi;5. Adanya sanksi-sanksi tertentu yaang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan (Bambang Sunggono,1994 : l44).

d. Faktor Penghambat Implementasi KebijakanMenurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu :a. Isi kebijakan.Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstem dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijjakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya/sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.b. Informasi.Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.c. Dukungan.Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.d. Pembagian potensi. Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam iniplementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Bambang Sunggono, 1994:149-53). Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat penolakan warga masyarakat dalam implementasinya. Menurut James Anderson, faktor-taktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu :1. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu;2. Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan hukum dan keinginan pemerintah;3. Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum;4. Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan ukuran kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang, pada hukum atau kebijakan publik, 5. Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau. Kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. (Bambang Sunggono, 1994 144-145).Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif.e. Syarat-Syarat Pelaksanaan KebijakanImplementasi atau pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu bagian dari proses kebijakan. Menurut Hoogerwerf (1990 : 47) merumuskan pelaksanaan kebijakan sebagai berikut : pengunaan sarana-sarana yang dipilih untuk tujuan-tujuan yang dipilih dan pada urutan waktu yang dipilih. Pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahap yang sulit karena terlibat banyak pihak atau aktor yang kemungkinan berbeda kepentingan dan aspirasinya. Untuk mengetahui sejauhmana suatu pelaksanaan kebijakan pemerintah itu mencapai tujuannya (efektif) maka perlu dicarikan faktor penyebab yang mempengaruhi atau menentukan berhasil tidaknya suatu pelaksanaan kebijakan, yang oleh Irfan Islamy (1998 : 98) disebut syarat-syarat pelaksanaan kebijakan, syarat-syarat tersebut ada 4 (empat) macam yaitu :1. Isi kebijakan:Isi kebijakan yang akan dilaksanakan dapat mempersulit pelaksanaannya dengan berbagai cara, pertama-tama samarnya isi kebijakan yaitu tidak terperincinya tujuan-tujuan, sarana-sarana, dan penetapan prioritas program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.

2. Informasi kebijakan:Pelaksanaan suatu kebijakan memperkirakan atau yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu untuk dapat memainkan perannya dengan baik.

3. Dukungan kebijakan:Pelaksanaan suatu kebijakan akan sangat dipersulit jika para pelaksana tidak cukup dukungan untuk kebijakan, karena disini terkait kepentingan pribadi dan tujuan pelaksana, juga pengharapan-pengharapan tentang efektifitas sarana yang dipilih, keunggulan situasi masalah, latar belakang histories, tradisi dan kebiasaan rutin serta pendapat mengenai cara bagaimana pelaksanaan diorganisasi.

4. Pembagian potensi kebijakan:Mencakup tingkat diferensiasi tugas dan wewenang, masalah koordinasi, terutama jika kepentingan terwakili sangat berlainan, timbulnya masalah pengawasan ataupun timbulnya pergeseran tujuan, struktur organisasi pelaksana kebijakan, bila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas, atau ditandai pembatasan-pembatasan yang kurang jelas. (Islamy, 1992 : 98).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat terlihat bahwa syarat-syarat pelaksanaan kebijakan merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan dalam upaya menghindari kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan. Sehingga pelaksana kebijakan dapat melaksanakan tugasnya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Edward C.George III (1980:2) menyatakan bahwa tidak ada definisi yang tunggal dari kebijakan publik sebagaimana yang dimaksudkan adalah what government say and do, or not to do. Bahkan Miftah Thoha, (2002:12) mengemukakan bahwa Policy is the authoritative allocation of value for the whole society" (pengalokasian nilai-nilai secara paksa/syah pada seluruh anggota masyarakat).Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. (Miftah Thoha, 2002:12). Implikasi pengertian dari pandangan ini adalah bahwa kebijakan publik :6.) Lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang kebetulan;7.) Pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling terkait;8.) Bersangkutan dengan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dalam bidang tertentu atau bahkan merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu;9.) Bisa bersifat positif yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan (langkah) pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatif yang berarti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;10.) Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan/undang-undang yang bersifat memaksa (otoratif).3. Pendapatan Asli DaerahMenurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pada Bab V pasal 6 disebutkan bahwa Sumber Pedapatan Asli Daerah terdiri dari : Hasil pajak daerah (2). Pendapatan retribusi daerah (3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (4). Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

a Hasil Pajak Daerah Pengertian pajak secara umum menurut Rachmat Sumitro adalah : peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public investment (dalam Abdul Wahab, 2001 :4).Devas (1989 : 39) menyebutkan bahwa pajak daerah adalah :1. Pajak dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan peraturan dari daerah sendiri,2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah,3. Pajak yang ditetapkan atau dipungut oleh pemerintah daerah,4. Pajak yang dipungutdan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutanya diberikan kepada, dibagi hasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah daerah.

Pendapat senada dikemukakan oleh Kaho (1991 : 129) bahwa : pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Beradasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa pajak peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara dan pajak daerah merupakan pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut.Pengertian pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa :Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajibyang dilakukan orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Mengenai jenis dan ketentuan, berdasarkan pasal 2 dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dinyatakan sebagai berikut : 1. Jenis Pajak Propinsi, terdiri dari :a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan air Permukaan.2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari : a. Pajak Hotel,b. Pajak Restoran,c. Pajak Hiburan,d. Pajak Reklame,e. Pajak Penerangan Jalan,f. Pajak Pengambilan Bahan Galian golongan C,g. Pajak Parkir3. Ketentuan tentang objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.4. Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan Kabupaten/Kota selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :a. Bersifat pajak bukan retribusi,b. Objek pajak terletak atau terdapat diwilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat diwilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkuatan,c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum,d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi dan atau objek pajak pusat,e. Potensinya memadai,f. Tidak meberikan dampak ekonomi yang negatif,g. Memperhatikan asfek keadilan dan kemampuan masyarakat danh. Menjaga kelestarian lingkungan.b. Retribusi DaerahPenyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk menggali sumber-sumber dana bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembiayaan pembangunan di daerah dimana menurut Kaho yaitu :Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga adalah kemampuan Self-Supporting dalam bidang keuangan. Faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. (Kaho, 2001 : 124)

Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber dana potensial bagi daerah, agar dapat menyelenggarakan otonomi yang mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sumber pendapatan daerah diharapkan menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat.Pengertian Retribusi secara umum menurut Rachmat Soemitro adalah : pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang telah mengunakan jasa-jasa negara (dalam Kaho, 1991 : 151).Sejalan dengan pendapat di atas bahwa retribusi daerah adalah merupakan pembayaran atas jasa-jasa. Hal itu sesuai dengan pendapat Munawir yang dikutip oleh Kaho adalah :Retribusi daerah adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa baik secara langsung dapat ditunjuk (Munawir dalam Kaho, 1991:153).Berdasarkan pendapat di atas, bahwa retribusi merupakan pembayaran atas jasa-jasa kepada negara yang dilakukan oleh mereka dan merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan.Pengertian retribusi daerah secara khusus menurut Panitia Nasrun yang dikutip oleh Kaho adalah :Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. (Panitia Nasrun dalam Kaho, 1991:153)

Berdasarkan pendapat di atas dapat terlihat bahwa retribusi daerah dapat diartikan pungutan yang dibayar langsung oleh pengguna pelayanan untuk menutup seluruhnya atau sebagian biaya pelayanan.

Kaho (1991 : 152) memberikan ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah, sebagai berikut : 1. Retribusi dipungut oleh negara,2. Dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis,3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,4. Retribusi dikenakan pada setiap orang atau badan yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.

Retribusi berkenaan dengan ada tidaknya jasa layanan, dasar pengenaan retribusi menurut Devas (1989 : 145) adalah :1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya menyarankan bahwa mereka harus didasarkan pada total cost dari pada pelayanan-pelayanan yang disediakan,2. Dalam beberapa hal retribusi mungkin lebih didasarkan pada recovering dari pada full cost dari suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa ciri-ciri retribusi di pungut oleh negara, terdapat paksaan ekonomis, adanya kontra prestasi, dikenakan kepada setiap orang dan dasar mengenai retribusi harus didasarkan pada pelayanan yang telah disediakan, retribusi lebih didasarkan atas dasar mencari keuntungan.Pengertian retribusi daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa : Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.Berdasarkan Pendapat-pendapat di atas, bahwa Retribusi Daerah adalah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan pekerjaan, usaha atau milik Daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan Daerah baik secara langsung maupun tidak, dan sifat pungutannya dapat dipaksakan. Dalam perkembangannya, peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang retribusi daerah saat ini sebagai objek dan golongan retribusi, berdasarkan pasal 18 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, disebutkan bahwa :(1) Objek Retribusi, terdiri dari :a. Jasa Umum,b. Jasa Usaha,c. Perijinan Tertentu.(2) Retribusi dibagi atas tiga golongan :d. Retribusi Jasa Umum,e. Retribusi Jasa Usaha,f. Retribusi Perijinan Tertentu.(3) Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perijinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut :a. Retribusi Jasa Umum :1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha dan dan Retribusi Perizinan Tertentu,2. Jasa yang bersangkuatan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum,4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan Retribusi,5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya,6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial, dan7. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyedian jasa tersebut dengan tingkat dan /atau kualitas pelayanan yang lebih baik.b. Retribusi Jasa Usaha :1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Perizinan Tertentu, dan2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersiafat komersial seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.c. Retribusi perizinan tertentu :1. Perizinan tesebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi,2. Perizinan benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum, dan3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. (4) Dengan Peraturan daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam ayat (3) sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan,(5) Hasil penerimaan jenis Retribusi tertentu Daerah Kabupaten sebagian diperuntukan Kepala Desa,(6) Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek ketrelibatan Desa dalam penyediaan layanan tersebut. Dalam Pasal 21 tentang Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah ditentukan sebagai berikut :1. Untuk Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.2. Untuk Retribusi Jasa Usaha, didasarkan pada tujuan untuk memperoleh tujuan yang layak.3. Untuk Retribusi Perizinan Tertentu, didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.c. Pengelolaan ParkirPengelolaan adalah suatu kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses pekerjaan (pembinaan rapport, penghentian perilaku seseorang, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas secara tepat waktu, penetepan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan dan fasilitas, lalu yang dikerjakan. Pengelolaan adalah suatu kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya manajemen.Sementara itu, Carter (1996:34) memberikan definisi pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat yaitu, suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan disuatu daerah terletak/berada ditangan organisasi-organisasi dalam masayarakt didaerah tersebut. Selanjutnya bahwa dalam sistem pengelolaan ini, diberikan kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang berbasis masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung didalanmnya.Pengelolaan disini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Namun dalam prakteknya banyak ditemui bentuk bentuk pengelolaan seperti ini yang mengalami kepunahan. Seiring dengan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir, maka sulit bagi masyarakat lokal untuk mempertahankan bentuk-bentuk pengelolaan yang murni hanya berbasis pada masyarakat setempat. Pomeroy dan Williams (1994:56), mengatakan bahwa konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management atau disingkat Co-Management. Co-management didefinisikan sebagai pembagian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna sumberdaya alam lokal (masyarakat) dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti perikanan, terumbu karang, mangrove dan lain sebagainya (Pomeroy dan Williams, 1994:58). Dalam Co-Management, pihak masyarakat dan pemerintah dihubungkan sehingga memungkinkan terjadinya interaksi baik berupa konsultasi maupun penjajakan awal apabila, misalnya, pemerintah akan menetapkan peraturan pengelolaan sumberdaya alam disuatu wilayah.Jasa pengelolaan tempat parkir adalah jasa yang dilakukan oleh pengusaha untuk mengelola tempat parkir yang dimiliki atau disediakan oleh pemilik tempat parkir dengan menerima imbalan dari pemilik tempat parkir, termasuk imbalan dalam bentuk bagi hasil.Sedangkan jasa penyediaan tempat parkir adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.Dalam Pasal 4A Ayat (3) UU PPN yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 144/2000 tentang Jenis Barang dan Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN, yaitu: a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan. b. Jasa di bidang pelayanan sosial. c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan prangko. d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi. e. Jasa di bidang keagamaan. f. Jasa di bidang pendidikan. g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenai pajak tontonan. h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan. i. Jasa di bidang angkutan umum darat dan air. j. Jasa di bidang tenaga kerja. k. Jasa di bidang perhotelan. l. Jasa yang disediakan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan secara umum.Jasa di bidang pengelolaan tempat parkir tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Hal itu ditegaskan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No 419/KMK.03/2003 tanggal 30 September 2003 tentang PPN Atas Penyerahan Jasa Pengelolaan Tempat Parkir.Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut antara lain mengatur:a. Memberikan pengertian-pengertian yang dimaksud dengan,1. Tempat parkir adalah tempat parkir kendaraan bermotor di luar badan jalan yang disediakan oleh orang atau badan, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor.2. Pemilik tempat parkir adalah orang atau badan yang mengelola tempat parkir.3. Pengusaha adalah orang atau badan yang mengelola tempat parkir yang disediakan oleh pemilik tempat parkir.4. Pengguna tempat parkir adalah orang atau badan sebagai pengguna akhir yang memanfaatkan tempat parkir yang disediakan oleh pemilik tempat parkir dengan dipungut bayaran, baik yang dikelola langsung oleh pemilik tempat parkir maupun yang dikelola oleh pengusaha.5. Jasa pengelolaan tempat parkir adalah jasa yang dilakukan oleh pengusaha untuk mengelola tempat parkir yang dimiliki atau disediakan oleh pemilik tempat parkir dengan menerima imbalan dari pemilik tempat parkir, termasuk imbalan dalam bentuk bagi hasil6. Jasa penyediaan tempat parkir adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.b. Mengatur pengenaan PPN sebagai berikut,1. Atas penyerahan jasa pengelolaan tempat parkir tersebut pada angka 5 dikenai PPN.2. Atas penyerahan jasa penyediaan tempat parkir tersebut pada angka 6 tidak dikenai PPN.3. PPN yang terutang pada huruf a di atas adalah 10% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak.4. Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN yang terutang atas penyerahan jasa pengelolaan tempat parkir meliputi:- Nilai penggantian, yaitu nilai berupa uang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa pengelolaan tempat parkir kepada pemilik tempat parkir, dan- Imbalan yang diperoleh dari pemilik tempat parkir termasuk bagi hasil.4. Retribusi PerparkiranMenurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang retribusi jasa umum transportasi adalah proses perpindahan dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik digerakan tenaga manusia, hewan atau mesin. Jasa umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum trotoar adalah bagian dari jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersipat sementara. Pelayanan dibidang perparkiran ini ditujukan kepada pengguna layanan parkir atau masyarakat umumnya demi terwujudnya kelancaran, keamanan dan ketertiban lalu lintas serta menutup besarnya biaya penyediaan jasa perparkiran. Artinya pungutan dari retribusi akan terlihat secara langsung melalui peningkatan pelayanan perparkiran yaitu, tertib, aman, dan lancarnya lalulintas.a. Nama, Objek Dan Subjek Retribusi ParkirMenurut Peraturan Daerah kota Palembang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Retribusi jasa umum penyelenggaraan transportasi dibidang perparkiran pasal 4 dan 5 bahwa:1. Subjek retribusi layanan parkir ditepi jalan umum adalah orang pribadi dan/atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan parkir ditepi jalan umum.2. Objek retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir ditepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.b. Prinsip Dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur Dan Besarnya Tariff Retribusi

Menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Dan Retribusi Parkir pasal 6, dinyatakan bahwa prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi dimaksudkan untuk menutup biaya penyelenggaraan pelayanan parkir dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dalam memberikan pelayanan bidang perparkiran ini petugas parkir tidak boleh membeda-bedakan masyarakat dalam menempati ruang parkir yang telah disediakan asalkan tidak mengganggu keteriban lalu lintas atau pengguna jalan lainnya. c. Pengelolaan Retribusi ParkirKewenangan daerah yang lebih besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah menuntut adanya ketersediaan dana yang tidaklah sedikit. Daerah otonom untuk mampu mendayagunakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu komponen yang tak teipisahkan dari keuangan daerah.Kemampuan daerah dalam mengelola keuangannya secara optimal merupakan salah satu bentuk keberhasilan dari pelaksanaan otonomi daerah. sebagaimana yang dinyatakan Kaho (dalam Tangkilisan, 2005: 66), bahwa :Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang baik. Istilah keuangan disini mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang yang antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.Berdasarkan pendapat tersebut, dapatlah dikatakan bahwa faktor keuangan atau kemampuan finansial merupakan salah satu indikator atau dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan daerah wajib dilaksanakan secara professional, terbuka dan bertanggung jawab demi terselenggaranya roda pemerintahan dan pembangunan daerah sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan karena pengelolaan keuangan daerah merupakan sub sistem pengelolaan keuangan Negara.Keberhasilan dalam pengelolaan keuangan daerah ditunjukkan dengan optimalnya penerimaan daerah sebagaimana potensi yang ada. Adapun sumbersumber penerimaan daerah meliputi1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu :a. Hasil Pajak Daerahb. Hasil Retribusi Daerahc. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah2. Dana Perimbangan3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.Pendapatan Asli Daerah (PAD) menipakan faktor yang akan mempercepat laju pembangunan daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi beban pemerintah pusat karena daerah mampu mengatur dan mengurus sendiri sumber keuangannya. Salah satu Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinilai memiliki andil yang besar terhadap penerimaan daerah adalah retribusi.Sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang, bahwa retribusi parkir memiliki potensi yang besar untuk berkembang dari pada penerimaan retribusi dari sektor lainnya. Akan tetapi dalam hal target penerimaan (realisasi) cukup bertolak belakang.Melihat besarnya potensi penerimaan dari sektor retribusi parkir terhadap penerimaan daerah, sangatlah disayangkan jika hasilnya tidak maksimal. Oleh karena itu, pengelolaan pemerintah daerah harus ditangani sebaik mungkin agar sumber-sumber keuangan terutama dari sektor retribusi parkir dapat memberikan hasil yang maksimal bagi daerah.Pengelolaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 411), berasal dari kata kelola yang artinya mengurus, melaksanakan, dan menyelenggarakan. Pengelolaan berarti proses melaksanakan kegiatan tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain., berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat dua hal penting dari pengelolaan yaitu pengelola dan proses pengelolaan itu sendiri.Sehubungan dengan penelitian ini, maka dalam hal pengelolaan retribusi parkir, unsur pengelola yaitu para pegawai atau petugas pemungutan retribusi parkir, serta unsur proses yaitu prosedur pemungutan retribusi parkir, menjadi penentu hasil yang akan diperoleh. Hasil tersebut adalah pencapaian target penerimaan retribusi parkir yang besarnya ditetapkan sesuai potensi yang ada sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Unsur pengelola dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas para pegawai atau petugas pemungut retribusi parkir yaitu kemampuan, keahlian atau keterampilan dalam melaksanakan tugas. Hal ini menunjukkan performa mereka dalam mengelola seperti kecepatan, ketelitian, rasa tanggung jawab, disiplin, dedikasi, atau semangat kerja yang kesemuanya itu akan mempengaruhi baik burunya pengelolaan.Pengelolaan yang baik akan memperoleh hasil yang baik pula, yaitu tercapainya target penerimaan retribusi parkir. Sehubungan dengan hal tersebut, maka prinsip pembagian kerja yang jelas atau pengembangan pegawai menjadi sangat penting dalam rangka mewujudkan optimalisasi hasil dari pengelolaan retribusi parkir.Sedangkan dari sisi prosedur, ada beberapa tahap yang harus dilewati dalam hal pengelolaan retribusi parkir yaitu prosedur pendaftaran, pendataan, dan penetapan wajib pajak, penentuan tarif, pembayaran dan penyetoran. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penekanan berada pada efektivitas pelaksanaan prosedur tersebut yaitu kesesuaian pelaksanaan prosedur dengan setiap tahap atau prosedur yang sudah ditentukan.Manajemen diartikan sebagai proses pengelolaan melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sugiyono, 2004: 22). Pengertian pengelolaan sebagai implementasi dari manajemen tergambar pula pada apa yang dikemukakan Supratno (2005: 83), bahwa kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan serta evaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangan dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan di daerah.Memperhatikan pengertian manajemen tersebut, dapat diketahui bahwa pengelolaan merupakan bagian dari manajemen yang minimal melaksanakan tiga fungsi yaitu fungsi perencanaan pelaksanaan dan pengawasan. Sedangkan telah diketahui pula bahwa aspek yang terdapat di dalam pengelolaan adalah manusia/pengelola dan proses, maka sehubungan dengan penelitian ini peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi perparkiran mencakup proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dari sisi pengelola retribusi parkir, dan dari sisi proses yaitu prosedur pemungutan retribusi parkir. Disamping memang aspek yang paling mudah dan jelas menggambarkan perbedaan keduanya adalah aspek prosedur dan pengelolanya/ SDM.B. Penelitian yang Relevan1. Penelitian oleh Sudiyarsono, tahun 2006, Evaluasi Manajemen Lalulintas di Pusat Kota Klaten dengan Program Aplikasi Contram. Masalah yang diteliti yaitu : (a) turunnya kinerja jalan dan persimpangan akibat permintaan yang semakin bertambah seiring dengan peningkatan arus lalu lintas, (b) pengaturan ruang parkir yang belum optimal untuk menampung permintaan, (c) penerapan manajemen lalulintas secara visual sudah tidak sesuai dengan kondisi lalulintas, sehingga perlu evaluasi kembali. Pemecahan masalah yang ditawarkan yaitu : (a) pengaturan dan pengendalian parkir di tepi jalan, (b) penertiban pedagang kaki lima, (c) perubahan selting APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu lintas), dan (d) perubahan arus lalulintas dari dua arah menjadi satu arah. Setelah dilakukan manajemen lalulintas terjadi : (a) peningkatan kinerja pada ruas jalan dan persimpangan, ditandai dengan peningkatan kecepatan rata-rata dari 30,4 km/jam menjadi 32 km/jam, (b) penurunan tingkat antrian kendaraaan dari 57,1 kendaraan menjadi 41,6 kendaraan, (c) penurunan konsumsi bahan bakar dari 35752,2 liter menjadi 3533,8 liter. Berdasarkan hasil tersebut peneliti memberikan saran yaitu : (a) pemberlakuan sistem satu arah pada jalan HOS Cokroaminoto, (b) penindakan secara tegas kepada masyarakat yang parkir di sepanjang jalan yang ada rambu lalulintas larangan parkir, dan (c) perubahan selting lampu APILL.2. Penelitian oleh Agus Tofiq Setiawan, Safrinal Sofaniadi, Djoko Setijowarno, tahun 2001, Studi Manajemen Lalulintas Pada Simpul Transportasi di Kota Pemalang. Masalah yang dikemukakan yaitu terminal dan stasiun kereta api Pemalang (simpul) dalam penyelenggaraannya masih kurang optimal, belum memberikan pelayanan yang optimal dan mendukung system transportasi yang baik Pemecahan masalah yang ditawarkan yaitu : (a) memberlakukan kebijakan jalan satu arah, (b) pelebaran jaringan jalan dan peningkatan jaringan jalan pada jalan utama kota Pemalang, (c) pembagian dan fungsi ruang stasiun yang ada sesuai kebutuhan, dan (d) pengembangan penataan ruang (space) terminal dengan pembuatan bangunan baru, lahan area parkir dan jalan akses masuk area parkir. Stasiun Pemalang saat ini masih kurang optimal di dalam kebutuhan ruang, sehingga memerlukan pengembangan untuk memenuhi kebutuhan. Terminal induk Kota Pemalang sebagai terminal angkutan umum kurang optimal, karena dalam pergerakannya masih timbul kesemrawutan sehingga perlu penataan (manajemen lalulintas) untuk pengaturan pergerakan lalulintas di sekitar terminal. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti memberikan saran : (a) perlu dilakukan pengembangan stasiun Kota Pemalang dengan penambahan fasilitas dan peningkatan kelas stasiun, (b) perlu dilakukan manajemen untuk pengaturan pergerakan angkutan umum (bus) dengan hanya memiliki satu pintu akses untuk mengurangi kesemrawutan, dan (c) menata jalan-jalan penghubung dengan teknik manajemen lalulintas untuk mengoptimalkan fungsi jalan yang ada.3. Risnawati (2003) Meneliti tentang Pengaruh kebijakan terhadap Pengelolaan Retribusi Daerah Kota Palembang. Berdasarkan penelitian tersebut dan dapat dihasilkan bahwa kebijakan suatu daerah akan menyebabkan pengelolaan retribusi daerah akan baik dengan perencanaan tugas dan tanggung jawab para pegawainya yang betul betul komitmen terhadap keberhasilan pembangunan melalui peningkatan retribusi daerah.. dari hasil tersebut terdapat pengaruh kebijakan terhadap pengelolaan retribusi daerah sebesar 78,6%. 4. Syaiful (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Perda Kota Palembang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pengaturan Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Palembang, yang mana hasilnya mengatakan bahwa pengawasan pihak Dinas Perhubungan Kota Palembang tentang pelaksanaan perparkiran kurang maksimal sehingga sering terjadi ketidaknyamanan bagi pengguna jasa parkir karena banyaknya parkir kendaraan di badan jalan.

BAB III METODE PENELITIAN A. Perspektif Pendekatan PenelitianMetode dalam peneltian ini akan lebih menekankan pada kualitatif deskriptif, seperti yang diungkapkan oleh Moleong (1994 : 103) dimana : salah satu ciri penelitian kualitatif adalah deskriptif, dengan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis dan intensif untuk mendeskripsikan fenomena yang ada.Metode penelitian ini didukung oleh beberapa pendapat. Menurut Sugiyono (1997: 12) bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Dari pendapat tersebut peneliti hanya mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang bertujuan menggambarkan mengenai keadaan tertentu, yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat terpisah-pisah untuk memperoleh kesimpulan.

B. Ruang Lingkup/Fokus PenelitianFokus penelitian dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana Implemen