Implementasi EAT CACAO for Philips

18
Inovasi pengembangan desa phili ps Implementasi (Edu Agro Tourism of COCOA) Pendahuluan Indonesia merupakan negara produsen utama kakao dunia. Luas areal tanaman kakao Indonesia tercatat 1,4 juta hektar dengan produksi kurang lebih 500 ribu ton pertahun, menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia setelah Evory Coast (Pantai Gading) dan Ghana. Pantai Gading, dengan luas area 1,6 Ha dan produksinya sebesar 1,3 juta ton per tahun dan Ghana sebesar 900 ribu ton per tahun. Gambar 1. Buah kakao Pertanian organik merupakan isu hangat yang sedang berkembang dewasa ini. Kesadaran masyarakat akan kesehatan, mendorong munculnya permintaan akan produk pertanian organik. Tidak hanya padi dan sayuran saja yang organik, saat inipun petani kakao juga berusaha memproduksi kakao organik, tanpa pupuk ataupun pestisida kimia. Meski kakao organik belum ada di Indonesia, namun keinginan masyarakat pada akhirnya akan “Edu Agro Taurism of CACAO”

Transcript of Implementasi EAT CACAO for Philips

Inovasi pengembangan desa

Inovasi pengembangan desaphilips

Implementasi (Edu Agro Tourism of COCOA)PendahuluanIndonesia merupakan negara produsen utama kakao dunia. Luas areal tanaman kakao Indonesia tercatat 1,4 juta hektar dengan produksi kurang lebih 500 ribu ton pertahun, menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia setelah Evory Coast (Pantai Gading) dan Ghana. Pantai Gading, dengan luas area 1,6 Ha dan produksinya sebesar 1,3 juta ton per tahun dan Ghana sebesar 900 ribu ton per tahun. Gambar 1. Buah kakaoPertanian organik merupakan isu hangat yang sedang berkembang dewasa ini. Kesadaran masyarakat akan kesehatan, mendorong munculnya permintaan akan produk pertanian organik. Tidak hanya padi dan sayuran saja yang organik, saat inipun petani kakao juga berusaha memproduksi kakao organik, tanpa pupuk ataupun pestisida kimia. Meski kakao organik belum ada di Indonesia, namun keinginan masyarakat pada akhirnya akan menuju ke produk pertanian organik, tidak terkecuali untuk kakao organik.Dusun Tanen, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY merupakan kawasan pertanian kakao. Daerah ini terletak di lereng Gunung Merapi, dekat dengan beberapa tempat wisata seperti Taman Wisata Kaliurang dan Museum Merapi. Lokasi yang strategis ini berpotensi untuk pengembangan kawasan Desa Wisata Pendidikan Pertanian Organik khususnya pada kakao organik.Pada awalnya Desa Tanen ini membudiayakan tanaman salak, namun seiring berjalannya waktu, seringkali mendapatkan hasil salak yang tidak baik dan keuntungan yang didapatkan tidak terlalu besar. Kemudian pada bulan juni 2006 dimulailah konversi lahan dari buah salak menjadi buah kakao dengan mendatangkan benih dari Aceh. Pertanian kakao di Desa Tanen saat ini sudah mulai berkembang, dengan terbentuknya kelompok tani coklat yang beranggotakan 30 orang dengan rata-rata luas kepemilikan lahan 3206 m2 dan rata-rata jumlah tanaman sebanyak 131 pohon, sehingga total pada kelompok tani coklat di Desa Tanen memiliki lahan seluas Jumlah Luas Lahan 99.200 m2 dan jumlah tanaman 3.945 Pohon. Gambar 2. Foto Tanaman Kakao dan Kelompok Tani Kakao

Melihat potensi yang dimiliki Desa Tanen mulai dari kepemilikan lahan pertanian kakao yang hampir merata disetiap warganya dengan produksi kakao berbuah besar, kondisi sosial masyarakat yang heterogen dengan toleransi yang tinggi dan juga kepemilikan hewan ternak serta lingkungan yang masih asri di lereng Gunung Merapi berpeluang untuk dioptimalkan melalui pemberdayaan masyarakatnya berbasis EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA). Hasil dari observasi dan pemberdayaan yang telah dilakukan selama ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa program yang dikemas dengan baik menjadi sebuah Agrowisata, sehingga disamping dapat memperbaiki kondisi masyarakat juga dapat menjadi tempat wisata alternatif pendidikan pertanian. Beberapa program-program yang akan dilaksanakan adalah :1. Budidaya tanaman kakao organik2. Pengolahan limbah kakao sebagai pupuk kompos3. Pengolahan hasil pertanian kakao seperti pembuatan nata de cocoa4. Pengolahan fermentasi biji kakao5. Penerapan teknik perangkap lalat buah6. Budidaya flora dan floriculture7. AFIF (Agri Fish Integrated Farming)8. Penanaman secara verticulture, aquaponic dan hydroponicImplementasi EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA) tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan proses pemberdayaan masyarakat petani kakao yang terdapat di kawasan lereng Gunung Merapi dengan menjadikan Desa Tanen sebagai Desa Wisata Pendidikan Pertanian Organik, sebab implementasi sistem budidaya pertanian kakao saat ini di kawasan lereng Gunung Merapi tidak berpeluang meningkatkan derajad kehidupan masyarakat petani di kawasan tersebut. Kondisi tersebut diakibatkan oleh terbatasnya sumber saya manusia dan pengetahuan dalam teknik budidaya dari pembibitan sampai pengolahan. Perlu dicari dan selanjutnya diimplementasikan suatu teknik budidayakan pertanian kakao yang organik, dan yang lebih prospektif bagi perbaikan ekonomi masyarakat yang dikemas dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyakat dengan beberapa komponen pendukung, sebagai sarana pendidikan dalam mengenalkan pertanian ke masyarakat luas. Implementasi pemberdayaan masyarakat dengan konsep Agrowisata ini berpotensi meningkatkan hasil pertanian kakao di Desa Tanen dan beberapa komoditas lain tanpa menghilangkan potensi kearifan lokal sehingga kesejahteraan petani kakao menjadi lebih baik dan masyarakat di Desa Tanen semakin maju. Konsep Agrowisata tersebut disebut sebagai EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA). EAT COCOA dapat mengoptimalkan proses pemberdayaan masyarakat petani kakao di kawasan lereng Gunung Merapi.Tujuan dari konsep ini adalah untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat kawasan lereng Gunung Merapi di Desa Tanen Hargobinangun yang berbasis Agrowisata melalui EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA) dengan memanfaatkan secara utuh segala potensi sumber daya alam yang ada di lingkungan tersebut.IsiDesa Tanen Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY merupakan sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Merapi yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai seorang petani kakao. Jumlah penduduk dalam satu Desa mencapai 350 jiwa dan yang membudidaya kakao sebanyak 30 keluarga dengan rata-rata kepemilikan lahan seluas 3206 m2 dan rata-rata jumlah tanaman sebanyak 131 pohon, sehingga total pada kelompok tani coklat di Desa Tanen memiliki lahan seluas Jumlah Luas Lahan 99.200 m2 dan jumlah tanaman 3.945 Pohon.

Gambar 3. Peta kebun kakao Desa Tanen: Kebun Kakao Luas : 99.200 m2Luas lahan untuk perkebunan kakao yang mencapai 9,9 hektar tersebut, letaknya terpisah tidak dalam satu lokasi. Hal ini karena ada beberapa lahan yang digunakan untuk bangunan rumah. Kakao yang ditanam di dusun ini masih berumur 4,5 tahun dan dapat dipanen setiap 2 minggu sekali. Kakao yang dihasilkan untuk 6 hektar lahan sekitar 100 kg untuk kakao basah. Berat inipun menyusut menjadi 25 kg setelah menjadi biji kakao kering. Seiring dengan maraknya produk pertanian organik, petani kakao disini mulai melakukan pemeliharaan tanaman kakao secara organik, tanpa menggunakan pestisida kimia. Petani kakao di Desa Tanen ini kemudian membentuk kelompok tani yang diberi nama Kelompok Tani Panen. Kelompok ini terdiri dari 30 orang dengan anggota aktif sekitar 23 orang. Struktur kepengurusannya sudah terorganisir. Kelompok tani ini diketuai oleh Bapak Dasimun.

Selama ini, perkumpulan kelompok tani hanya fokus untuk pemiliharaan dan budidaya kakao sehingga untuk pengolahan pasca panen belum begitu diperhatikan. Petani kakao biasanya menjual biji kakao kering yang telah difermentasi tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Biji kakao kering yang telah difermentasi dijual seharga Rp 22.000,00 per kilogram. Proses fermentasi biji kakao ini dilakukan perorangan sehingga kualitasnyapun beragam. Fermentasi yang dilakuakan secara kelompok dapat menyeragamkan kualitas biji kakao yang dihasilkan, selain itu juga dapat meningkatkan gotong-royong dalam masyarakat.Masyarakat di Dusun Tanen sebenarnya memiliki keinginan yang besar untuk bisa mengelola kakao menjadi coklat bubuk hanya saja mereka tidak memiliki keterampilan untuk itu. Selain itu kurangnya pengetahuan masyarakat serta anggapan bahwa pembuatan bubuk coklat itu mahal menjadikan mereka tidak melakukan pengolahan lain selain fermentasi biji kakao.Disamping keberadaan masyarakat yang memberikan motivasi dikarenakan banyak harapan yang muncul dalam pengembangan masyarakat ini, kondisi sosial budaya juga turut mewarnai Desa Tanen dilihat dari kepercayaan yang dianut oleh masyarakat , warga Desa Tanen memiliki kepercayaan yang heterogen yaitu ada muslim, katolik dan kristan. Melihat hal ini sangat cocok jika dikembangkan Desa Wisata dengan segala keberanekaragamannya setiap warganya. Suasana saling toleransi dalam beragama dan bermasyarakat inilah yang akan menjadi sarana pendidikan juga dalam hidup bermasyarakat.A. Metode Pelaksanaan Program Kreativitas Bina MasyarakatPembinaan masyarakat terkait penerapan Program Kreativitas Bina Masyarakat ini kami laksanakan melalui beberapa tahapan. Beberapa tahapan tersebut merupakan rangkaian dari upaya mewujudkan Agrowisata di Desa Tanen yang berbasis EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA). Tahapan-tahapan tersebut adalah 1. Observasi

Gambar 4. Observasi lahan 6Teknik pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung kondisi pertanian di beberapa tempat di Desa Tanen terletak di kawasan lereng Gunung Merapi. Mulai dari pertaniannya, lingkungannya, hingga kondisi sosial masyarakatnya. Disamping itu juga mendata berbagai potensi yang dapat dimanfaatkan dan dioptimalkan dalam kaitannya pengembangan Agrowisata Desa Tanen.

2. WawancaraTeknik pengumpulan data melalui pertemuan secara langsung dengan para petani dalam perkumpulan Kelompok Tani Kakao selaku narasumber. Teknik tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang akurat tentang kondisi pertanian dan kondisi sosial masyarakat yang ada di Desa Tanen serta untuk mengetahui tanggapan dari para petani terhadap program pemberdayaan masyarakat EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA).

Gambar 5. Wawancara bersama Ketua Kelompok Tani

3. Data dan Perencanaan

Gambar 6. Diskusi EAT COCOA7Data data yang didapatkan dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan selanjutnya didiskusikan bersama dosen pembimbing untuk memerencanakan program-program pemberdayaan yang terangkai dalam konsep EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA). Analisa data observasi dilakukan melalui berbagai sudut pandang meliputi aspek budidaya, sosial, ekonomi, potensi pariwisata, ekologi, pendidikan. Sehingga diharapkan dengan langkah analisa ini akan dapat menghasilkan program pemberdayaan yang benar benar optimal.4. Musyawarah Bersama.

Gambar 7. Suasana Musyawarah Musyawarah ini dilakukan untuk mengkomunikasikan program program yang telah direncanakan oleh mahasiswa sehingga tercipta kesepakatan dalam menjalin kerjasama dengan petani dan mahasiswa untuk bersama melakukan program pemberdayaan masyarakat EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA). Disamping itu musyawarah ini untuk mengkomunikasikan dengan para petani terkait kendala atau masalah yang mungkin muncul dalam pelaksanaan program.5. Pelaksanaan Program Perberdayaan

Gambar 8. Konservasi LahanPemberdayaan masyarakat berbasis EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA) di Desa Tanen ini dilakukan dengan metode pendampingan secara berkala dengan waktu pelaksanaan yang telah terjadwal. Program ini mengutamakan peran dari petani dan masyarakat di Desa Tanen dalam menindak lanjuti program yang telah direncanakan. Disamping melakukan pendampingan, pemberdayaan juga dilaksanakan melalui pelatihan dan praktek lapang oleh para mahasiswa dengan melibatkan pemuda pemudi di lingkungan Desa Tanen, sehingga semua elemen masyarakat ikut terlibat dalam menciptakan Agrowisata Desa Tanen menjadi Desa Wisata Pendidikan Pertanian Organik.

B. KeterkaitanRencana yang akan dijalankan adalah bekerja sama dengan sebuah tempat pariwisata lokal yang benama Museum Gunung Merapi dan Penginapan sekitar Desa Kakao. Museum tersebut terletak sangat dekat dengan desa Kakao ini, yakni kurang lebih 500 meter. Rencana ini berupa penawaran kerjasama berupa paket pariwisata pengunjung yakni kunjungan ke Desa Kakao Organik dengan Museum Gunung Merapi tersebut. Bahkan, bila ada wisatawan yang memerlukan penginapan, ada paket penginapan yang letak penginapannya bisa di rumah maupun di tempat penginapan mewah di sekitar Desa Kakao.Apabila Museum Gunung Merapi ini bersedia bekerja sama, maka Museum Gunung Merapi akan semakin banyak pengunjungnya sebanding dengan pengunjung Desa Kakao tersebut, begitu juga dengan penginapannya. Omset yang didapatkan pun semakin besar dan mampu mengenalkan kekayaan Flora dan Flori yang ada di Indonesia khususnya kakao melalui pemberdayaan EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA).

C. Rancangan Evaluasi Evaluasi program kegiatan EAT COCOA dilaksanakan sebulan sekali, baik secara internal dari mahasiswa bersama dosen pembimbing maupun dengan para masyarakat petani di Desa Tanen, khususnya anggota Kelompok Tani Kakao. Hal-hal yang dievaluasi meliputi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan, masalah yang muncul dilapangan, hasil dari program yang telah dilaksanakan seperti konservasi lahan setelah dilaksanakannya uji tanah di Desa Tanen. Selain itu juga respon dari masyarakat apakah sudah menerima sepenuhnya program EAT COCOA (Edu Agro Tourism of COCOA) menuju Desa Wisata Pendidikan Pertanian Organik Tanen.

PELAKSANAANA. Jadwal PelaksanaanWaktuKegiatanminggu keMei2013Juni2013Juli2013 2013 2014

123412341234NovDesJanFebMar

Observasi

Wawancara

Analisis Data dan Perencanaan

Musyawarah

Pembuatan MOU

Pelaksanaan

1.Sosialisasi

2.Uji tanah

3.Konservasi lahan

4.Pembuatan kompos

5.Pengolahan nata de coco

6.Pengolahan biji kakao

7.Pengendalian hama

8.Budidaya flora-flori culture

9.AFIF

Evaluasi

Tabel 1. Tabel Timline Pelaksanaan Program EAT COCOA B. Deskripsi Perkembangan Kegiatan1. Budidaya tanaman kakao organik.

10Sistem pertanian organik dengan pemakaian kompos atau pupuk kandang sebagai pupuk atau bahan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah dengan bantuan pupuk kompos / bahan organik meliputi struktur, pH, kandungan hara, kandungan bahan organik, dan kegiatan mikroorganisme. Pembuatan pupuk kompos tersebut melalui pemanfaatan seresah daun pohon kakao dan kulit buah kakao yang tidak layak dengan dicampur kotoran sapi untuk dijadikan pupuk kompos. Sehingga semua komponen dalam penyediaan pupuk tidak menggunakan bahan kimia melainkan Gambar 9. Hewan ternak wargamemanfaatkan semua limbah baik dari pertanian maupun peternakan. Rincian program pembuatan pupuk kompos yaitu a. Program pembuatan pupuk organik padat (komposting)b. Program pembuatan pupuk organik cair (fermentasi)c. Program pembuatan pakan awetan (silase, UMB, dsb.)d. Program aplikasi pupuk organik untuk tanaman kakao2. Pengolahan hasil pertanian kakao seperti pembuatan nata de cocoa.Pengolahan hasil pertanian kakao dengan nata de cocoa ini memanfaatkan limbah pulp atau daging buah untuk meningkatkan nilai lebih dari setiap biomassa tanaman kakao, jadi tidak hanya dijadikan bahan pupuk kandang, namun juga dijadikan bahan pembuatan nana de cocoa.3. Pengolahan fermentasi biji kakao.Pengolahan fermentasi biji kakao disini adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil fermentasi biji kakao yang selama ini masih menggunakan metode konvensional dan dihargai oleh produsen atau pengepul hasil biji kakao seharga Rp 22.000,00. Harapannya dengan adanya pengembangan teknik fermentasi yang baik dan benar melalui pelatihan dan pendampingan dilapangan akan meningkatkan nilai jual biji kakao hasil fermentasi sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani kakao.4. Penerapan teknik pengendalian hama dengan ramuan organik Pengendalian hama tanaman kakao kedepannya berupa optimalisasi pengendalian menggunakan 2 cara, diantaranya yaitu dengan menggunakan botol bekas air mineral yang sdh dimasukkan kedalamnya ramuan organik, yang nantinya diharapkan mampu menjebak lalat buah untuk masuk kedalam botol, dan juga dengan membuat ramuan organik yang nantinya disemprotkan ke tanamana dan buah kakao sebagai pengendalian hama penyakit secara alami, memanfaatkan keanekaragaman yang ada di lingkungan Desa seperti penggunaan daun mimba.5. Budidaya flora dan floricultureBididaya flora disini meliputi budidaya tanaman sayuran seperti bayam, sawi, kangkung, dan lain-lain dan juga tanaman obat-obatan serta tanaman tahunan seperti mangga, teh, apel dan lain-lain. Disamping mengembangkan flora juga untuk meningkatkan estetika jadi juga dibudidayakan floriculture yaitu budidaya tanaman bunga, hal tersebut dilakukan untuk mempercantik lansekap dari setiap lahan di perumahan dan perkebunan dari setiap warga. 6. AFIF (Agri Fish Integrated Farming)AFIF adalah sebuah sistem pertanian yang memadukan antara perikanan darat dengan teknik bercocok tanam meliputi aquaponic dan verticulture. Sistem ini memungkinkan diadakannya pertanian secara organik dengan sistem resirkulasi. Dengan sistem ini diharapkan mampu meningkatkan kemandirian warga dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena dari sayuran dan ikan dapat dipanen dilahan sendiri.No.Jenis IkanPopulasi

1.Ikan Gurame5-10 ekor/m2

2.Ikan Mas 10-200 ekor/m2

3.Ikan Lele100-150 ekor/m2

4.Ikan Nila100-150 ekor/ m2

Tabel 2. Jenis Ikan yang dapat dibudidayakan dalam aquaponicNo.Nama TanamaJarak Tanam

1.Kangkung10 cm

2.Cabai40 cm

3.Tomat40 cm

4.Terong Gambar 10. Konsep AFIF40 cm

Tabel 3. Jenis Tanaman yang dapat dibudidayakan dalam aquaponic

Edu Agro Taurism of CACAO