Implementasi 14 Prinsip Henry Fayol

download Implementasi 14 Prinsip Henry Fayol

of 5

Transcript of Implementasi 14 Prinsip Henry Fayol

IMPLEMENTASI 14 PRINSIP HENRY FAYOL Menurut Ricky W. Griffin, manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Ilmu manajemen diyakini telah lahir sejak ribuan tahun yang lalu, terbukti dengan adanya Piramida Giza di Mesir yang tak mungkin didirikan tanpa ada seseorang yang mengatur pekerja dan sumber daya. Perkembangan teori manajemen sampai pada saat ini telah berkembang dengan pesat. Tapi sampai detik ini pula belum ada suatu teori yang bersifat umum atau berupa kumpulan hukum bagi manajemen yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi. Para manajemen banyak mengalami dan menjumpai pandangan-pandangan tentang manajemen, yang berbeda adalah dalam penerapannya. Setiap pandangan hanya dapat diterapkan dalam berbagai masalah yang berbeda pula, sedangkan untuk masalah-masalah yang sama belum tentu dapat diterapkan. Daniel Wren membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era manajemen sains, era manusia sosial, dan era modern. Dalam era manajemen sains, muncul perkembangan ilmu manajemen dari kalangan insinyur seperti Henry Towne, Frederick Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, Henry Laurence Gantt, Frank Bunker Gilberth dan Lilian Gilberth, serta Harrington Emerson. Manajemen ilmiah diperkenalkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam buku Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Era ini ditandai juga dengan hadirnya tokoh-tokoh teori administrasi/organisasi klasik seperti Henry Fayol, James D. Mooney, Mary Parker Follet, dan Chester Bernard. Meskipun F. W. Taylor dan Henry Fayol menulis di era yang sama, fokus mereka berbeda. Ide-ide Taylor didasarkan atas penelitian ilmiah, sedangkan Fayol menulis atas dasar pengalamannya bertahun-tahun sebagai seorang praktisi eksekutif. Henry Fayol adalah seorang industrialis Perancis. Fayol mengatakan bahwa teori dan teknik administrasi merupakan dasar pengelolaan organisasi yang kompleks, ini diungkapkan dalam bukunya berjudul Administration Industrielle et General atau General and Industrial Management yang ditulis pada taun 1908 oleh Constance Storrs. Peranan Fayol dapat disejajarkan dengan Taylor, dua tokoh ini mengemukakan hal yang sama bahwa ada prinsip-prinsip manajemen tertentu yang harus diajarkan dan dipelajari oleh para manajer dan karyawan. Tapi kedua tokoh tersebut berbeda dalam titik perhatiannya, di mana Fayol menitikberatkan pada manajer tingkat bawah, sedangkan Taylor menitikberatkan pada manajer tingkat menengah dan atas. Fayol membagi manajemen menjadi lima unsur yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian, dan pengawasan. Fungsi ini dikenal sebagai fungsionalisme Fayol. Selanjutnya ia membagi enam kegiatan manajemen, yaitu teknik

produksi dan manufakturing produk, komersial, keuangan, keamanan, akuntansi, dan manajerial. Henry Fayol mengemukakan 14 prinsip manajemen, yakni dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen. Fayol berpendapat, prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Prinsip-prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari: 1. Pembagian Kerja (Division of Work) Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan harus menggunakan prinsip the right man in the right place (orang yang tepat di tempat yang tepat). Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas like and dislike. Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran, dan efisiensi kerja. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelenggaraan kerja. Kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan. Oleh karena itu seorang manajer berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak prinsip-prinsip lainnya. 2. Wewenang dan Tanggung Jawab (Authority and Responsibility) Wewenang ialah hak untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk dipatuhi. Dibedakan menjadi dua jenis yaitu wewenang personal yang bersumber pada intelegensia, pengalaman nilai moral, kesanggupan untuk memimpin dan sebagainya, dan jenis kedua yaitu wewenang ofisial yaitu wewenang resmi yang diterima dari wewenang di atasnya. Tanggung jawab yaitu tugas dan fungsi yang harus dikerjakan, untuk ini diperlukan wewenang dari pihak di atasnya. Setiap karyawan dilengkapi wewenang dan diikuti pertanggungjawaban, keduanya harus seimbang. Makin kecil wewenang, makin kecil tanggung jawab dan sebaliknya. Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan usaha bukan terletak pada karyawan tetapi pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai wewenang terbesar adalah manajer puncak. 3. Disiplin (Discipline) Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaan sesuai dengan kewenangan yang ada padanya. Melakukan apa yang sudah menjadi persetujuan bersama, disiplin ini sangat penting dalam tercapainya tujuan bersama. 4. Kesatuan Perintah (Unity of Command)

5.

6.

7.

8.

Dalam melaksanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia bertanggungjawab sesuai dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada seorang karyawan akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja. Setiap bawahan hanya menerima instruksi dari seorang atasan saja untuk menghilangkan kebingungan dan saling lempar tanggung jawab. Bila hal ini dilanggar maka wewenang akan berkurang, disiplin terancam dan stabilitas akan goyah. Kesatuan Pengarahan (Unity of Direction) Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh karena itu perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat wewenang untuk melaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tak terjadi kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan tak dapat terlepas dari pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah. One head and one plan for a group of activities having the same objective. Seluruh kegiatan dalam organisasi yang mempunyai tujuan sama harus diarahkan oleh seorang manajer. Mengutamakan Kepentingan Organisasi di Atas Kepentingan Sendiri (Subordination of Individual Interest to General Interest) Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. Setiap karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung pada berhasil atau tidaknya kepentingan organisasi. Hal ini dapat terwujud apabila setiap karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin tinggi. Kepentingan seseorang tidak boleh di atas kepentingan bersama atau organisasi. Penggajian/Imbalan bagi Pegawai (Remuneration) Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam prinsip penggajian harus dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat tenang bekerja. Sistem penggajian harus diperhitungkan agar menimbulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan berkompetisi untuk membuat prestasi lebih besar. Prinsip upah lebih untuk prestasi lebih, dan prinsip upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan menimbuljkan tindakan tidak disiplin. Pemusatan (Centralization)

Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak pada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiuran wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang (delegation of authority). Standardisasi dan desentralisasi merupakan pembagian kekuasaan. Sentralisasi bisa dipakai pada organisasi yang kecil, tapi lain halnya bagi organisasi yang besar, sentralisasi tak mungkin dapat digunakan dan harus menggunakan desentralisasi. Bila peranan diberikan kepada bawahan lebih besar, maka digunakan desentralisasi. 9. Hirarki/Garis Wewenang (Hierarchy/Scalar Chain) Hirarki merupakan garis tingkatan wewenang dan tanggung jawab dari tingkatan tertinggi hingga terendah dan tak boleh ada penyimpangan. Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah. Dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggungjawab dan dari siapa ia mendapat perintah. 10. Ketertiban (Order) Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan. Di sini berlaku setiap tempat untuk setiap orang dan setiap orang pada tempatnya. Hendaknya setiap orang ditempatkan pada posisi yang tepat untuk mereka, berdasarkan pada kemampuan, bakat, dan minatnya. 11. Keadilan dan Kejujuran (Equity) Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tak dapat dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran pada bawahannya. Keadilan ini penting untuk merangsang agar pekerja melaksanakan pekerjaan dengan baik, sungguh-sungguh dan penuh kesetiaan. Oleh karena itu harus ada persamaan perlakuan dalam organisasi. 12. Stabilitas Jabatan/Kondisi Pegawai (Stability of Tenure of Personnel) Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan. Manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya memiliki keinginan, perasaan, dan pikiran. Bila keinginannya tak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan goncangan dalam bekerja.

Seorang pegawai memerlukan penyesuaian untuk mengerjakan pekerjaan barunya, agar dapat berhasil dengan baik. Apabila seseorang seringkali dipindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, maka akan menghambat dan membuat pekerja tersebut produktivitasnya kecil. Turnover tenaga kerja yang tinggi tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi. 13. Prakarsa (Initiative) Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian, dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu setiap prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu seorang manajer bijak akan menerima dengan senang hati prakarsaprakarsa karyawannya. Bawahan diberi kekuasaan dan kebebasan di dalam mengeluarkan pendapatnya, menjalankan dan menyelesaikan rencananya, walau ada kesalahan yang mungkin terjadi. 14. Semangat Kesatuan/Semangat Korps (Esprit de corps) Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik. Semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corps), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan perpecahan dalam kesatuan (friction de corps) dan membawa bencana. Persatuan adalah keleluasaan, pelaksanaan operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, keharmonisan dan kesetian dari para anggotanya yang tercermin dalam semangat korps.