Ilmu Sosial Dasar - t4fsir.files.wordpress.com filePengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian...

21
ILMU SOSIAL DASAR DISUSUN OLEH: M. TAFSIRUDDIN SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) PRINGSEWU 2010

Transcript of Ilmu Sosial Dasar - t4fsir.files.wordpress.com filePengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian...

ILMU SOSIAL DASAR

DISUSUN OLEH:

M. TAFSIRUDDIN

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

KOMPUTER (STMIK) PRINGSEWU

2010

BAB1

ILMU SOSIAL DASAR

1. ILMU PENGETAHUAN

Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk

mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan ada yang

umum dan ada yang khusus. Pengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara

pengetahuan dengan objeknya. Pengetahuan menjadi ilmiah karena adanya keinginan

yang mendalam untuk menyelidiki sesuatu yang ingin kita ketahui dengan

menggunakan metode tertentu, dan itulah yang kemudian disebut ilmu pengetahuan.

Penelitian untuk menyelidiki kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui pendekatan

induktif maupun deduktif. Ilmu pengetahuan dikembangkan bukan hanya untuk ilmu

pengetahuan itu sendiri, tetapi juga karena adanya kepentingan-kepentingan di

dalamnya. Apa pun kepentingannya, ilmu pengetahuan seharusnya dikembangkan

untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan manusia.

2. ILMU BUDAYA DASAR, ILMU ALAMIAH DASAR, DAN ILMU

SOSIAL DASAR

Secara umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu

pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya atau lebih

umum disebut ilmu pengetahuan humaniora. Pengelompokan ilmu pengetahuan ini

yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu

Budaya Dasar. Ilmu Sosial Dasar bukanlah merupakan suatu disiplin ilmu tetapi

lebih merupakan kajian yang sifatnya multi atau interdisipliner. Ilmu Sosial Dasar

diajarkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum kepada

mahasiswa tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala

sosial yang terjadi di sekitamya. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat

memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan

kepekaan sosial yang dimilikinya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial

dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.

3. ILMU PENGETAHUAN DAN PEMANFAATANNYA

Ilmu pengetahuan dikembangkan untuk meningkatkan harkat hidup manusia,

sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Masalahnya, manusia

sering memiliki rasa serakah, sehingga ilmu pengetahuan tidak jarang digunakan

untuk memenuhi kepentingannya sendiri walaupun dengan cara mengorbankan orang

lain. masalah yang menjadi perhatian utama adalah masalah utilitarisme. Utilitarisme

adalah nilai praktis kegunaan ilmu pengetahuan. Dalam konteks utilitarisme, ilmu

pengetahuan harus dikembangkan dalam rangka memberikan kebahagiaan dan

kesejehteraan semua manusia

BAB2INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN

KEBUDAYAAN

1. KONSEP INDIVIDU DAN KONSEP KELUARGA

Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek yaitu

aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam perkembangannya

manusia menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi inilah yang membantu

individu mengembangkan ketiga aspeknya tersebut. Salah satu bentuk sosialisasi

adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, mengingat salah satu fungsi

keluarga adalah sebagai media transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut

masyarakat kepada anggotanya yang baru. Pranata keluarga ini bukanlah merupakan

fenomena yang tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam

pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan

dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan

yang lain apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.

2. KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP KEBUDAYAAN

Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama

untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa

individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan

bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial.

Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan yaitu

interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan

kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa yang

dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu dan

peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di dalam tubuh masyarakat itu

sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial,

dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui

beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk mengontrol tingkah laku warga

masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama.

Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut

tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah di

mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun makro.

Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang

antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan

di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya

adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang

berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan

berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari

proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

3. HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN

KEBUDAYAAN

Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial

yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat.

Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada

individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai

manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di

mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga

membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan

mencapai potensinya sebagai manusia.

Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah

lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas

pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan

berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota

keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang

lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah

dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini,

terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat

tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan

Weber. Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum

dibudayakan. Artinya hanya individu yang mampu mengembangkan potensinya

sebagai individulah yang bisa disebut individu. Untuk mengembangkan potensi

kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan

masyarakat.

BAB4

KEPENDUDUKAN, GENERASI, DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

1. PENGERTIAN DAN KAJIAN KEPENDUDUKAN

Ilmu yang mempelajari masalah kependudukan adalah demografi.

Istilah ini pertama kali digunakan oleh Achille Guillard. Demografi sebagai suatu

ilmu telah muncul sejak abad ke-17.

John Graunt seorang pedagang di London, yang melakukan analisis data kelahiran

dan kematian, migrasi dan perkawinan dalam hubungannya dengan proses penduduk

dianggap sebagai Bapak Demografi.

Jumlah penduduk dapat meningkat, stabil atau menurun. Indikator dari perubahan

penduduk ini adalah tingkat kelahiran, kematian dan migrasi.

Komposisi penduduk merupakan suatu konsep yang mengacu pada susunan

penduduk menurut kriteria tertentu, seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, suku

bangsa, dan pendidikan.

Data mengenai struktur penduduk yang disajikan secara grafis disebut piramida

penduduk (population pyramid).

Kebijaksanaan kependudukan berhubungan dengan keputusan pemerintah.

Dengan mempengaruhi kelahiran, kematian, dan persebaran penduduk, pemerintah

memiliki strategi yang dianggap baik untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Di luar kebijaksanaan persebaran penduduk atau migrasi, secara garis besar,

kebijaksanaan kependudukan terbagi menjadi dua bagian, yaitu kebijaksanaan

pronatal dan kebijaksanaan antinatal.

Karakteristik angkatan kerja tidak terlepas dari pengaruh ketiga variabel utama

kependudukan (kelahiran, kematian, dan migrasi). Kehidupan sosial suatu negara

dapat digambarkan jika kita mengetahui komposisi lapangan pekerjaan dari angkatan

kerjanya.

Antara kekuatan-kekuatan ekonomi dan kekuatan-kekuatan demografi ada hubungan

timbal balik dan saling mempengaruhi.

2. GENERASI, REGENERASI, DAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Generasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu masa di mana kelompok

manusia pada masa tersebut mempunyai keunikan yang dapat memberi ciri pada

dirinya dan pada perubahan sejarah atau zaman.

Menurut Notosusanto, pengertian generasi itu sendiri sebenarnya lebih berlaku untuk

kelompok inti yang menjadi panutan masyarakat zamannya, yang dalam suatu situasi

sosial dianggap sebagai pimpinan atau paling tidak penggaris pola zamannya (pattern

setter).

Di Indonesia, dianggap telah ada empat generasi, yaitu generasi ‘20-an, generasi ’45,

generasi ’66, dan generasi reformasi (’98).

Suatu generasi harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan pada zamannya,

melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang ada dan akan ada, serta

menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan dari pembangunan dan sumber daya-

sumber daya tersebut.

Untuk itu diperlukan adanya suatu sistem dan mekanisme pembangunan dalam

keseluruhan yang melibatkan semua pihak, baik aparatur, peraturan, pengawas,

maupun rakyatnya (grass-root).

Selain itu, diperlukan juga kajian-kajian sosial seperti ekonomi, kependudukan

(demografi) dan ekologi untuk pendukungnya.

Cara pandang kita terhadap pengertian generasi, baik dari sisi terminologi maupun

fakta dan persepsinya tidak dapat dilakukan dengan terlalu sederhana.

Dari generasi ke generasi selalu memunculkan permasalahan yang khusus dan pola

penyelesaiannya akan khas pula tergantung faktor manusia dan kondisi yang ada

pada zamannya.

Masing-masing generasi mencoba menjawab tantangan yang khas pada masanya dan

seharusnyalah dipandang secara holistik (menyeluruh) untuk mempelajari dan

mengkajinya.

Pemahaman tentang sejarah dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi tantang

penilaian dan persepsi terhadap keberadaan suatu generasi dan masyarakat secara

keseluruhan.

Bila kita kaitkan antara generasi dengan pembangunan, maka keberadaan generasi

tidak akan terlepas dari karakter dan ciri-ciri penduduk suatu bangsa beserta

kondisinya.

Masalah penduduk yang meliputi jumlah, komposisi, persebaran, perubahan,

pertumbuhan dan ciri-ciri penduduk berkaitan langsung dengan perhitungan-

perhitungan pembangunan, baik konsep, tujuan maupun strategi pembangunan suatu

bangsa.

Penduduk suatu bangsa dapat merupakan modal yang sangat penting bagi

pembangunan (sumber daya), tetapi jika tidak dipelajari dan disesuaikan akan dapat

menjadi faktor penghambat yang cukup penting pula.

Masing-masing negara mempunyai kebijakan regenerasi yang berbeda dalam

menangani masalah penduduk dan dalam melakukan kaderisasi.

BAB 3MENGGAGAS PERAN PEMUDA DALAM

PERSPEKTIF KEBANGSAAN DAN KENEGARAN SERTA KEDAERAHAN

Pendahuluan

Sejarah mencatat sejak lahirnya bangsa ini pada tanggal 17 agustus 1945

sampai sekarang Indonesia telah banyak mengalami sebuah perjalanan panjang dan

sebuah keniscayaan dalam setiap perjalanan pasti terjadi perubahan.Dalam konteks

keIndonesiaan kita pun mengalami perubahan yang cukup berarti baik ditingkat

lokal maupun global.Namun di sisi lain jelas negeri ini tidak dapat melupakan efek

negatif dari perubahan tersebut. Sebut saja seperti terjadinya konflik-konflik yang

terjadi baik konflik yang bersifat SARA maupun konflik yang dilatarbelakangi oleh

kepentingan politik, maupun ekonomi.

Pemuda adalah tulang punggung negara, karenanya masa depan suatu negara sangat

tergantung dari peran pemuda itu sendiri. Ditangan pemuda jualah mau kemana

negara ini akan dibawa. Mau di beri warna apa bangsa ini, pemudalah yang

mempunyai prioritas utama untuk memikul tanggung jawabnya.Tidak dapat

dipungkiri, peran pemuda sangat besar bagi kemajuan suatu bangsa karena

merekalah tumpuan harapan bagi kelangsungan hidup suatu bangsa

Dalam sebuah tulisan seorang aktivis kepemudaan mengatakan bahwa

generasi muda tidak bisa tidak bisa dilepaskan dari pembangunan negara kita ini

karena memiliki empat hal yang ada pada dirinya yaitu semangat mudanya,sifat

kritisnya dan kematangan logikanya serta kearifan untuk melihat problem yang

sesuai dengan tempatnya.

Maka tak salah kemudian dalam setiap momen bersejerah bangsa ini kita

akan menjumpai para pemuda yang melakukan sebuah ”revolusi” peradaban

mengatasnamakan Nasionalisme.Dalam sejarah bangsa kita yang mulia ini para

pemuda menorehkan tinta emas sebagai garda terdepan perubahan.

Nasionalisme Gelombang Pertama: Kebangkitan Nasional 1908

Berdasarkan sejarah, gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia diawali

oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran

Stovia, sekolahan anak para priyayi Jawa, di sekolah yang disediakan Belanda di

Djakarta. Jadi patut dipertanyakan sebagai tonggak kebangkitan nasional

Indonesia.Para mahasiswa kedokteran di Stovia, merasa muak dengan para penjajah,

--walaupun mereka sekolah di sekolah penjajah—dengan membuat organisasi yang

memberi pelayanan kesehatan kepada rakyat yang menderita.

Nasionalisme Gelombang Kedua: Soempah Pemoeda 1928

Setelah Perang Dunia I, filsafat nasionalisme abad pertengahan, mulai

merambat ke negara-negara jajahan melalui para mahasiswa negara jajahan yang

belajar ke negara penjajah. Filsafat nasionalisme itu banyak mempengaruhi kalangan

terpelajar Indonesia, misalnya, Soepomo ketika merumuskan konsep negara

integralistik tentang prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan persatuan

dalam negara seluruhnya. Demikian pula, pada masa ini banyak diciptakan lagu-lagu

kebangsaan yang sarat dengan muatan semangat nasionalisme seperti Indonesia

Raya, Dari Sabang Sampai Merauke, Padamu Negeri, dan sebagainya.

Di dalam negeri sendiri, Soekarno sejak remaja, masa mahasiswanya bahkan

setelah lulus kuliahnya, terus aktif menyuarakan tuntutan kemerdekaan bagi

negerinya, 20 tahun setelah kebangkitan nasional, kesadaran untuk menyatukan

negara, bangsa dan bahasa ke dalam 1 negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah

disadari oleh para pemoeda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi

kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan sebagainya,

kemudian diwujudkan secara nyata dengan menggelorakan Sumpah Pemoeda di

tahun 1928.

Nasionalisme Gelombang Ketiga: Kemerdekaan 1945

Pada nasionalisme gelombang ketiga ini, peran nyata para pemoeda yang

menyandra Soekarno-Hatta ke Rengas-Dengklok agar segera memproklamirkan

kemerdekaan Indonesia, dapat kita baca dari buku-buku sejarah. Kurang dari 20

tahun (hanya 17 tahun), sejak Soempah Pemoeda dikumandangkan.

Nasionalisme Gelombang Keempat: Lahirnya Orde Baru 1966

Tepat 20 tahun setelah kemerdekaan, terjadi huru-hara pemberontakan

G30S/PKI dan eksesnya. Disini kembali pemuda memperlihatkan kembali aksinya

dengan melakukan tuntutan untuk membubarkan PKI

Nasionalisme Gelombang Kelima: Lahirnya Orde Reformasi 1998

Gelombang krismon yang melanda Asia Tenggara, dimanfaatkan dengan baik

oleh para mahasiswa dan pemuda kaum muda sekali lagi memperlihatkan ke

nasionalismean dengan menurunkan Soeharto sekaligus mengakhiri 32 tahun jaman

kejayaannya.

BAB4

PEMBARUAN UNDANG-UNDANG

KEWARGANEGARAAN

Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan

yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang

lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai

orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk

asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan

UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang,

termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang

Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup

dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara

warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara

(natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara

Indonesia.

Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di

kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang

bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat

disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai

warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara

Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’.

Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1)

tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami

dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen

diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang

yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya

dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil

Presiden Republik Indonesia.

Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang

Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep

tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme

registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok.

Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan

etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa

yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di

era reformasi dewasa ini.

BAB 6

MASYARAKAT PEDESAAN DAN

MASYARAKAT PERKOTAAN

BAB7

PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL

DAN INTEGRASI SOSIAL

Ide Negara Bangsa dan Integrasi Sosial

Ide mengenai negara bangsa diawali oleh bangsa Eropa pada abad ke-16.

Charles Tilly (1975) dalam bukunya, The Formation of National States in

Western Europe, mensyaratkan kondisi-kondisi pembentukan negara

bangsa, ciri-ciri dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Prasyarat tersebut

antara lain adalah:

1. adanya suatu negara nasional,

2. adanya suatu wilayah dengan batas jelas,

3. adanya pemerintahan pusat,

4. adanya proses pembuatan kebijakan nasional,

5. adanya kekuatan pemaksa atau coercive power untuk memonopoli

sarana dan prasarana fisik.

Pertumbuhan negara bangsa terutama dipengaruhi oleh tumbuhnya kelas-

kelas pedagang di perkotaan yang didorong oleh semangat kapitalisme.

Menurut Tilly, kapitalisme merupakan faktor politik penting dalam

pembetukan negara bangsa. Dalam negara bangsa seperti ini, kekuatan

ekonomi akan saling berkompetisi sehingga ekonomi bergerak secara

dinamis.

Negara bangsa yang lahir atas dorongan semangat kapitalisme akan

menentukan bagaimana proses integrasi sosial masyarakat di dalamnya.

Kelompok-kelompok masyarakat akan bekerja sama, mulai dari individu,

keluarga, sampai masyarakat lebih luas. Ketika konsensus atau

permusyawaratan telah tercapai di antara unit-unit penyusun negara bangsa,

maka terdapat nilai-nilai yang disepakati bersama pula. Nilai-nilai tersebut

sangat penting sebagai pengikat demi menghindarkan prasangka diantara

unit-unit tersebut.

Semangat nasionalisme di bumi Indonesia berkobar ketika sekelompok

generasi muda Indonesia bersumpah untuk membela satu nusa, satu

bangsa, dan satu bahasa, yaitu nusa (tanah air) Indonesia, bangsa

Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah pemuda dapat dianggap sebagai

dorongan lahirnya integrasi sosial yang berujung pada penguatan integrasi

secara nasional.

Perlu kita sadari bersama, bahwa negara bangsa yang dibangun atas dasar

kesepatakan atas nilai-nilai yang sangat lemah, akan rawan terhadap konflik

pemecah belah kesatuan. Sumpah pemuda memang telah menyepakati hal-

hal prinsip nasionalisme Indonesia, namun, sejarah telah membuktikan

bahwa semangat nasionalisme yang dibangun, kemudian diteruskan oleh

Soekarno dan Hatta pada masa kemerdekaan negara republik Indonesia di

tahun 1945, belum mampu menimbulkan semangat nasionalisme yang kuat

di antara warga negara Indonesia. Adanya keinginan dari sekelompok

masyarakat di wilayah tertentu di Indonesia, seperti kemunculan negara

Indonesia Timur menyadarkan kita bahwa benih-benih disintegrasi nasional

masih dapat muncul ke permukaan bila nilai-nilai nasionalisme tidak

mengalami penguatan berarti.

Analisis Integrasi Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia Kini

Maraknya kemunculan kembali sentimen ketidakpuasan yang dimotori oleh

kelompok separatisme di masa pemerintahan SBY-Kalla mengindikasikan

bahwa pemerintah belum cukup mampu meminimalisir rasa ketidakadilan,

setidaknya bagi kelompok berbasis etno-regional seperti Republik Maluku

Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Seperti berbanding

lurus, hasil survey Lembaga Survey Indonesia (LSI) tahun 2007 menunjukan

indeks kepercayaan masyarakat terhadap duet kepemimpinan reformis

tersebut turut menghunjam drastis dalam 2 tahun terakhir, dari 67 persen

bulan Desember 2006 ke 49,7 persen.1 Boleh jadi faktor kegagalan SBY-

Kalla dalam memenuhi janji reformasi di bidang politik,, meningkatkan

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat ternyata dijawab dengan pilihan

kebijakan ‘kurang’ berpihak pada rakyat. Terbukti janji pemerataan

pembangunan kawasan barat dan timur belum bisa menghambat niatan

penduduk di timur Indonesia untuk mencari penghidupan di Pulau Jawa2.

Belum lagi kebijakan mempersilahkan investor asing mengeksploitasi besar-

besaran sumber daya mineral di bumi Papua ternyata tidak menyisakan

kemakmuran, kecuali 1% total pendapatan tahunan bagi penduduk asli suku

Komoro papua, dan masih banyak lagi kebijakan yang pada akhirnya

mengorek luka lama kelompok-kelompok minoritas tersebut. Tulisan ini

bermaksud untuk memberikan pencerahan pemikiran bahwa selama ini kita

terlampau ‘takut’ untuk membuka diri terhadap bangunan negara lain semisal

federasi sebagai penguat keterikatan rakyat Indonesia dalam satu bangsa

yang besar, tanpa harus melalui perpecahan terlebih dahulu akibat

separatisme, akan tetapi mengedepankan konsensus sebagai jalan tengah

menuju perbaikan bersama.

1 Menurut Saiful Mujani, Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan masyarakat terhadap SBY-Kalla merosot drastis karena ’’Konsentrasi masyarakat sekarang terfokus pada prestasi ekonomi. Apalagi, kesulitan ekonomi akibat mahalnya beras menjadi pendongkrak angka ketidakpercayaan publik,’’ Menurut Mujani, kecenderungan penurunan tersebut diprediksi terus terjadi hingga berhenti pada angka popularitas 32 persen. Lihat Lembaga Survey Indonesia, “Popularitas SBY dan Kalla Merosot,” Radar Lampung Online (28 Maret 2007) http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=505&Itemid=2 (diakses 16 Juli 2007).2 GNU/GLP, “Proyeksi Penduduk 2000-2025: Urbanisasi,” Free source GNU/GLP (15 Juli 2007) http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task=view&id=923&Itemid=939 (diakses 16 Juli 2007). Menurut sumber, tingkat urbanisasi di Indonesia akan mencapai 68 persent di tahun 2025. Pada saat itu, angka urbanisasi paling besar akan terkonsentrasi pada empat provinsi seperti Jawa, Bali, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Banten.

BAB8ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

2.1 Kondisi Kemiskinan di Indonesia

Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang

artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian

yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi

ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga

kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.

Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok

orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya

secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang

bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya

sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-

hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang,

dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan

sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses

yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh

kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi,

teknologi, dan modal.

Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada

dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian,

yaitu:

5

1. Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam

golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah

garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.

2. Kemiskinan Relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya

telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah

kemampuan masyarakat sekitarnya.

3. Kemiskinan Kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap

seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha

memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain

yang membantunya.

Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk

menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses

yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari

keluarga miskin yaitu:

1. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat

dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat

pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuan menjangkau

perlindungan dasar.

2. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan

utama dalam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran

dalam bidang perlindungan, dan peran dalam bidang kemasyarakatan.

3. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari upaya

yang dilakukan sebuah keluarga untuk menghindar dan mempertahankan

diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.

Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal

antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan

mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi

anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagai upaya

telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan

pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja

dan sebagainya.

Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk

miskin dari 54,2 juta (40.1%) pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta (11.3%)

pada tahun 1996. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi sejak Juli 1997

dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami pada

Desember 2004 membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat,

yaitu melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan

dan pendidikan, memburuknya kondisi sarana umum sehingga

mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin menjadi 47,9 juta

(23.4%) pada tahun 1999. Kemudian pada 5 tahun terakhir terlihat

penurunan tingkat kemiskinan secara terus menerus dan perlahan-lahan

sampai mencapai 36,1 juta (16.7%) di tahun 2004 seperti yang terlihat pada

gambar di bawah ini (catatan: terjadi revisi metode di tahun 1996).

54.2

43.2

3530

27.2 25.922.5

34.5

47.9

38.4 37.4 36.1

0

10

20

30

40

50

60

1976

1980

1984

1987

1990

1993

1996

1996

1999

2002

2003

2004

Jumlah penduduk miskin (juta)

Pemecahan masalah kemiskinan memerlukan langkah-langkah dan

program yang dirancang secara khusus dan terpadu oleh pemerintah dan

merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Penulis ingin menitikberatkan karya tulis ini dengan 3 masalah utama

kemiskinan di Indonesia, yaitu: terbatasnya kecukupan dan mutu pangan,

terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, serta terbatasnya dan

rendahnya mutu layanan pendidikan.

Revisi metode

1. Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan

Hal ini berkaitan dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang

tidak merata, dan kurangnya dukungan pemerintah bagi petani untuk

memproduksi beras sedangkan masyarakat Indonesia sangat tergantung

pada beras. Permasalahan kecukupan pangan antara lain terlihat dari

rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi,

anak balita, dan ibu.

2. Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan

Hal ini mengakibatkan rendahnya daya tahan dan kesehatan masyarakat

miskin untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak

dari keluarga untuk tumbuh kembang, dan rendahnya kesehatan para ibu.

Salah satu indikator dari terbatasnya akses layanan kesehatan adalah

angka kematian bayi. Data Susenas (Survai Sosial Ekonomi Nasional)

menunjukan bahwa angka kematian bayi pada kelompok pengeluaran

terendah masih di atas 50 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan

Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya

kesediaan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di

daerah, dan terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar-

mengajar. Pendidikan formal belum dapat menjangkau secara merata

seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi perbedaan antara penduduk

kaya dan penduduk miskin dalam masalah pendidikan.

2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu:

1. Kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya

alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, dan bencana

alam.

2. Kemiskinan buatan. Kemiskinan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang

ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu

menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia

hingga mereka tetap miskin.

Bila kedua faktor penyebab kemiskinan tersebut dihubungkan dengan

masalah mutu pangan, kesehatan, dan pendidikan maka dapat disimpulkan

beberapa faktor penyebab kemiskinan antara lain:

1. Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara

layak misalnya puskesmas, sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk

bertani.

2. Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat

menjalani dan mendapatkan haknya atas pendidikan dan kesehatan yang

layak dikarenakan biaya yang tinggi

3. Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya

karena mereka kurang mendapat pengetahuan mengenai pentingnya

memliki pendidikan tinggi dan kesehatan yang baik.

4. Kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian agar

masyarakat miskin dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan yang

layak.

5. Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk

menjangkau seluruh wilayah dengan perhatian yang sama. Hal ini

menyebabkan terjadi perbedaan masalah kesehatan, mutu pangan dan

pendidikan antara wilayah perkotaan dengan wilayah yang tertinggal jauh

dari perkotaan.

2.3 Penanggulangan Masalah Kemiskinan

A. Sasaran Pembangunan Tahun 2007

Adapun sasaran penanggulangan kemiskinan pada tahun 2007

adalah:

1. Berkurangnya penduduk miskin hingga mencapai 14.4% pada akhir

tahun 2007.

2. Meningkatnya jalur kesempatan masyarakat miskin terhadap pelayanan

dasar terutama pendidikan dan kesehatan.

3. Berkurangnya beban pengeluaran masyarakat miskin terutama untuk

pendidikan dan kesehatan, serta kecukupan pangan dan gizi.

4. Meningkatnya kualitas keluarga miskin.

5. Meningkatnya pendapatan dan kesempatan berusaha kelompok

masyarakat miskin, termasuk meningkatnya kesempatan masyarakat

miskin terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan

prasarana produksi.

Kesimpulan

Persoalan kemiskinan merupakan masalah utama dunia pada masakini.

Implikasi dari kemiskinan telah menyebabkan pertelingkahan yang

mendorong kepada konflik kaum dan pemisahan wilayah disesetengah

tempat. Secara relatifnya, hampir keseluruhan negara-negara sedang

membangun mengalami masalah kemiskinan yang ketara dikalangan

rakyat. Permasalahan kemiskinan jika dianalisis dari perspektif

liberalisme, akan memperlihatkan hujah bahawa kemiskinan berlaku

kerana sifat malas yang ada di dalam diri manusia dan nilai-nilai

pemerintahan yang tidak demokratik.

1. Definisi Teknologi

Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi.

Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin,

material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya.

Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai dikenal sebelum sains dan

teknik.

Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan

untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun jika pada kenyataannya

teknologi malah mempersulit, layakkah disebut Ilmu Pengetahuan?

Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang

menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru

ditemukan. Meskipun demikian, penemuan yang sangat lama seperti roda

juga disebut sebuah teknologi. Teknologi didefinisikan sebagai paduan

sempurna antara ilmu (science), rekayasa (engineering), seni (art), dan

ekonomi.

Dalam dunia ekonomi, teknologi dilihat dari status pengetahuan

kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk

memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa

yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan

teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat.

1. Kesimpulan

Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk

mempermudah pekerjaan manusia. Pada mulanya, teknologi tercipta

berdasarkan niat dan tujuan dari si pencipta teknologi tersebut. Bila sebuah

teknologi dapat diciptakan dengan tujuan yang baik, maka tidak akan

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Sehingga

teknologi tersebut dapat bermanfaat bagi para penggunanya. Dalam

penggunaan berbagai macam teknologi yang ada, harus mampu dalam

menganalisis dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan dari

teknologi tersebut.