IKM.docx

131
KATA PENGANTAR Kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Laporan ini kami susun berdasarkan ringkasan materi kuliah, dengan maksud agar dapat memberikan gambaran dan wawasan mengenai program, sistem, mekanisme kerja, serta strategi pelaksanaan program di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, akan tetapi tidak semua materi kuliah kami masukkan dalam laporan kami. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada: Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Semua Ka. Sub Dinas yang ada di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Semua Ka. Sie yang ada di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur Semua pihak yang telah membantu keberhasilan penyusun laporan ini. Kami pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun yang berguna untuk kesempurnaan

description

IKM

Transcript of IKM.docx

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami

dapat menyelesaikan laporan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

(Public Health) di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.

Laporan ini kami susun berdasarkan ringkasan materi kuliah, dengan maksud

agar dapat memberikan gambaran dan wawasan mengenai program, sistem,

mekanisme kerja, serta strategi pelaksanaan program di Dinas Kesehatan Propinsi

Jawa Timur, akan tetapi tidak semua materi kuliah kami masukkan dalam laporan

kami.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:

Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur

Semua Ka. Sub Dinas yang ada di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur

Semua Ka. Sie yang ada di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur

Semua pihak yang telah membantu keberhasilan penyusun laporan ini.

Kami pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

laporan ini.

Oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat

membangun yang berguna untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 09 November 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................

Daftar Isi ...................................................................................................................

BAB I Pendahuluan ...........................................................................................

BAB II Struktur Organisasi & Tata Kerja Dinkes Provinsi Jatim .........................

BAB III Pelaksanaan Program Gizi ......................................................................

BAB IV Program Promkes ...................................................................................

BAB V Pelaksanaan Program KIA ......................................................................

BAB VI Program Kesling ......................................................................................

BAB VII Pelaksanaan Program Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan

(FARKALKES) ........................................................................................

BAB VIII Pelaksanaan Program Yankes Dasar dan Penunjang ............................

BAB IX Pelaksanaan Program Yankes Rujukan dan Khusus ..............................

BAB X Program Imunisasi ..................................................................................

BAB XI Pelaksanaan Program TB Paru ...............................................................

BAB XII Pelaksanaan Program Kusta ...................................................................

BAB XIII Pelaksanaan Program Pembiayaan Kesehatan ......................................

BAB XIV Pelaksanaan Program Surveilance .........................................................

BAB XV Pelaksanaan Program AIDS ...................................................................

BAB XVI Pelaksanaan Program DBD ....................................................................

Kesimpulan dan Saran .............................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara berkembang dengan segala permasalahan

yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan timbulnya

berbagai masalah kependudukan seperti kepadatan penduduk dengan penyebaran

yang tidak merata. Ditambah adanya tingkat sosial ekonomi penduduk dan tingkat

pendidikan yang rendah terlebih dalam krisis kondisi ekonomi yang berkepanjangan

membuat permasalahan semakin kompleks, sehingga secara berurutan

mengakibatkan terutama tingkat kesehatan yang makin menurun, karena biaya

perawatan dan pengobatan yang tinggi. Disamping itu pula, higienitas dan sanitasi

lingkungan saat ini dianggap masih belum memenuhi standar kesehatan, karena

kurangnya pengetahuan dari masyarakat. Hal ini berdampak pada semakin

besarnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan infksi yang

semakin berkembang.

Untuk mencegah hal di atas, saat ini telah ditegakkan upaya peningkatan

kesehatan secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang menyeluruh dan

terpadu dari tingkat ujung tombak yakni puskesmas sampai tingkat rumah sakit tipe

A. Disamping itu perlu adanya penyediaan air minum yang mencukupi, perbaikan

dan pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai guna menunjang

kepentingan di atas, sehingga diharapkan terjadi penurunan angka kesakitan dan

kematian karena penyakit menular dan infeksi.

Dalam menangani masalah penyakit menular mengenai upaya pencegahan

dan pemberantasan maka sub dinas pencegahan dan pemberantasan penyakit

menular yang merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Tingkat I Jawa Timur sangat

berperan dalam melaksanakan tugas tersebut.

Berdasarkan Perda No. 37 Tahun 2000, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur mempunyai struktur organisasi yang merupakan peleburan antara Dinkes dan

Kanwil Kesehatan Provinsi.

BAB II

STRUKTUR ORGANISASI & TATA KERJA

DINKES PROVINSI JATIM

A. Beberapa Definisi Umum

1. Administrasi (Luas) Administration

Adalah suatu proses kerja sama untuk mecapai suatu tujuan secara

efektif dan efisien.

2. Administrasi (Sempit) Administratie

Adalah suatu kegiatan tulis menulis atau penata usahaan.

3. Organisasi

Adalah wadah sekelompok orang yang melakukan kegiatan kerjasama

dalam rangka mencapai suatu tujuan.

4. Jabatan

Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan

hak seorang pegawai dalam suatu satuan organisasi.

5. Jabatan Struktural

Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan

hak seorang pegawai dalam rangka memimpin suatu satuan

organisasi.

6. Jabatan Fungsional

Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan

hak seorang pegawai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dan

keahlian dan atau ketrampilan untuk mencapai tujuan organisasi.

7. Eselon

Tingkatan dalam jabatan struktural.

B. Dasar Hukum

1. UU No. 43 / 1999 tentang Pokok-pokok Kepeg.

2. UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah

3. PP No. 38 / 2007 tentang Wewenang Pemerintah, Pemprov & Pemkab

/Kota

4. PP No. 41 / 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

5. Perda Prov Jatim No. 9 / 2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Dinas

Daerah Prov Jatim.

6. Pergub Jatim No. 79 th. 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang,

Sub Bagian, dan Seksi (Dinas Prov. Jatim)

7. Pergub Jatim No. 118 th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT

Dinkes Prov. Jatim

C. Visi & Misi

Visi : Masyarakat Jatim mandiri untuk tetap sehat

Misi : 1. Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup

sehat

2. Mewujudkan, memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan

yang bermutu, menata dan lengkap.

3. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya serta

manajemen kesehatan

4. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

D. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan

I. Kedudukan:

Dinas Kesehatan merupakan pelaksana otonomi daerah, dipimpin

oleh seorang kepala dinas, yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Gubernur melalui sekertaris daerah.

II. Tugas:

Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan

pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas

pembantuan di bidang kesehatan.

III. Fungsi:

Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kesehatan

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan

umum di bidang kesehatan

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan

lingkup tugasnya

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Gubernur

E. Susunan Organisasi Kesehatan

I. Kepala dinas

II. Sekretariat, membawahi:

i. Sub Bagian Tata Usaha

ii. Sub Bagian Penyusunan Program

iii. Sub Bagian Keuangan

III. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi:

i. Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang

ii. Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus

iii. Seksi Kesehatan Keluarga

IV. Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan, membawahi:

i. Seksi Pemberantasan penyakit

ii. Seksi Pencegahan, Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan

Masalah Kesehatan

iii. Seksi Penyehatan Lingkungan

V. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, membawahi:

i. Seksi Perencanaan Pendayagunaan dan Pengembangan SDM

Kesehatan

ii. Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan

iii. Seksi Pembiayaan Kesehatan

VI. Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat,

membawahi:

i. Seksi Gizi

ii. Seksi Promosi Kesehatan

iii. Seksi Informasi dan Penelitian Pengembangan Kesehatan

VII. Unit Pelaksana Teknis Dinas:

i. RS khusus

ii. Balai Khusus

iii. Unit Pendidikan/Pelatihan

VIII. Kelompok Jabatan Fungsional:

i. Dokter

ii. Apoteker

iii. Bidan

iv. Perawat, dst....

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kesehatan

F. Unit Pelaksanaan

I. Kedudukan:

UPT adalah unsur pelaksana teknis opersional dinas daerah di

lapangan dan dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas

II. Tugas/Fungsi:

a. Pelaksanaan tugas dinas daerah sesuai dengan bidang

operasionalnyadi lapangan

b. Pelaksanaan urusan administrasi teknis operasional

III. Susunan Organisasi UPT:

i. Kepala

ii. Sub Bagian TU

iii. Jabatan Fungsional

Gambar 2.2 Struktur Organisasi UPT

Nomenklatur UPT DINKES PROV JATIM:

1. Rumah Sakit Kusta Kediri

2. Rumah Sakit Kusta Sumberglagah – Mojokerto

3. Rumah Sakit Paru Batu

4. Rumah Sakit Paru Jember

5. Rumah Sakit Paru Dungus

6. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Surabaya

7. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Madiun

8. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Pamekasan

9. Balai Kesehatan Mata Masyarakat Surabaya

10.UPT Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati – Lawang

11.UPT Materia Medica Batu

12.UPT Akademi Gizi Surabaya

13.UPT Akademi Keperawatan Madiun

BAB III

PELAKSANAAN PROGRAM GIZI

A. Tujuan Pelaksanaan Program Gizi

1. Umum

Meningkatkan status gizi seluruh masyarakat Indonesia

2. Khusus

a. Memperbaiki status gizi masyarakat terutama kelompok penduduk

rawan gizi untuk mencapai gizi seimbang dengan menurunkan jumlah

penduduk yang mengalami gizi kurang

b. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam upaya peningkatan

status gizi dan pelembagaan keluarga sadar gizi

c. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan dalam

mendukung upaya pemantapan swasembada pangan

B. Dampak Gizi dan Kesehatan Terhadap Kualitas Manusia

1. Gizi kurang dan infeksi “ tumbuh kembang otak tidak optimal” (bersifat

permanen dan tidak terpulihkan) mutu SDM rendah beban

2. Gizi cukup dan sehat amak cerdas dan produktif mutu SDM tinggi

Aset

C. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

1. Akar masalah : status ekonomi

2. Pokok masalah

a. Kesetaraan gender

b. Pemanfaataan sumber daya keluarga dan masyarakat

c. Pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan.

3. Penyebab tidak langsung

a. Persediaan pangan rumah tangga

b. Pola asuh gizi keluarga (ASI, PASI, pemantauan pertumbuhan, gizi

seimbang

c. Sanitasi lingkungan, air bersih, pelayanan kesehatan.

4. Penyebab langsung

a. Kecukupan asupan gizi (jumlah dan keragaman)

b. Penyakit infeksi

5. Dampak : status gizi

D. Cara-cara yang Dilakukan dalam Upaya Pemecahan Masalah Gizi

1. Suplementasi

Pemberian tambahan langsung zat gizi kepada tiap individu yang

termasuk dalam kelompok sasaran rawan (Kapsul vitamin A, kapsul

yodium, sirup Fe, dan tablet tambah)

2. Fortifikasi

Upaya memperkaya bahan makanan dengan menambah gizi tertentu

(yodiasi garam, penambahan Fe pada tepung terigu, dll)

3. Komunikasi, informasi, dan edukasi (penyuluhan gizi)

E. Alur terjadinya KEP

F. Status Gizi Berdasarkan RISKESDES 2007

Secara umum prevalensi balita gizi kurag dan gizi buruk di Jawa Timur adalah

17,4%

KEGAGALANPRODUKSI

KRISIS EKONOMI

KetersediaanPangan di

Masy kurang

Daya belimenurun

Pendapatanmenurun

KetersediaanPangan RTkurang

AsupanZat gizikurang

K E P

ALUR TERJADINYA

K E P

Sangatdini

Cukupdini

Kurangdini

PREVENTIFKURATIF

Infeksi

1. Target nasional perbaikan gizi tahun 2015 (maksimal 20%)

2. Target MDGs 2015 (maksimal 18,5%)

3. Rata-rata Kab/kota di Jatim telah mencapai target

G. Faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Prevalensi Gizi Kurang

(RISKESDES 2007)

1. Cakupan penimbangan balita % D/S atau D/K

2. Cakupan pemberian kapsul vitamin A

3. Cakupan pemberian imunisasi

4. Cakupan sanitasi

5. Meningkatnya jumlah keluarga miskin

H. Prevalensi Balita Pendek dan Sangat Pendek (menurut TB/Umur)

1. Masalah pendek dan sangat pendek menggambarkan kekurangan gizi

kronis, yaitu muncul akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya

: kemiskinan, pola asuh yang tidak tepat, sering sakit, dsb.

Jem

ber

Probolin

ggo

Nganjuk

Bangkala

n

Sampang

Pameka

san

Sumenep

0

5

10

15

20

25

30

3530.4

24.620.9

24.4

31.2

2729.4

Gizi Kurang + Buruk

2. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek :

- Secara umum prevalensi balita Pendek dan Sangat Pendek di Jawa

Timur adalah : 34,8 %.

- Di bawah rata-rata nasional : 36,5 %

- Semua Kabupaten/Kota memiliki prevalensi di atas : 20 %.

à Kecuali : Kota Mojokerto = 19,1 %

3. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus (menurut BB/TB)

a. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus menggambarkan masalah

gizi akut, akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek.

Misalnya : nafsu makan turun karena sakit/diare.

b. Indikator BB/TB juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan.

c. Secara umum prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Jawa Timur

adalah 13,7%. Termasuk kondisi yang dianggap serius (di atas 10%).

d. Terdapat 7 Kabupaten yang dianggap sangat serius yaitu memiliki

prevalensi ≥ 20%.

I. Penanggulangan KEP

1. Jangka waktu → intervensi gizi:

a. PMT pemulihan

b. Bantuan improved formula

c. Bantuan MP-ASI

Kediri

Probolin

ggo

Jom

bang

Sampang

Kota P

auruan

Rata-2

0

5

10

15

20

25 22.6 22.2 21.1 2023.2

13.7

Kurus + Sangat Kurus

2. Pelaksanaan rujukan gizi dan perawatan penderita balita gizi buruk ( KEP

berat dan sedang ).

3. PMT penyuluhan di Posyandu.

4. Meningkatkan dukungan lintas sektoral → melalui timpangan dan gizi.

5. Pelatihan petugas dalam penanganan kasus balita gizi buruk →

tatalaksana gizi buruk bagi tim asuhan gizi RS.

6. Bantuan sarana dan prasarana.

7. Peningkatan KIA.

J. Kerangka Kerja Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

KELUARGA

BB Tidak naik (T1), Gizi kurang

Inter-vensi jangka mene-ngah/ panjang

SELURUH KELUARGA

1. Penyuluhan/Konseling Gizi;a. ASI eksklusif dan MP-ASIb. Gizi seimbangc. Pola asuh ibu dan anak

2. Pemantauan pertumbuhan anak

3. Penggunaan garam beryodium

4. Pemanfaatan pekarangan

5. Peningkatan daya beli

KELUARGA MISKIN

6. Bantuan pangan darurat;a. PMT balita, ibu hamilb. Raskin

POSYANDU

Penimbangan balita

(D)KonselingSuplementasi giziPelayanan kesehatan dasar

Intervensi jangka pendek, darurat

SEMUA

BALITA PUNYA

KMS

T2, BGM, Gizi buruk, sakit

Puskesmas

RS

PMT pemulihan

dan Konseling

Sembuh perlu PMTSembuh, tidak perlu PMT

BB naik (N), sehat

BB naik (N), sehat

K. Penanggulangan KVA

1. Melaksanakan suplementasi kapsul vitamin A

a. Bayi (6 – 11 bulan) = 100.000 SI (1 kali) kapsul biru

b. Anak balita (1 – 4 tahun) = 200.000 SI (2x/tahun) kapsul merah

c. Ibu nifas = 2 x 200.000 SI kapsul merah

- 1 kapsul harus diberikan segera setelah melahirkan

- 1 kapsul dalam 24 jam dari pemberian pertama (maksimal hari ke-28)

2. Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional)

3. Peningkatan K I E (Penyuluhan Gizi) untuk :

a. Pemanfaatan bahan makanan sumber Vit. A.

b. Peningkatan cakupan pemberian kapsul Vit. A.

L. Penanggulangan Anemia Gizi

1. Melaksanakan Suplementasi :

à Tablet tambah darah

untuk : WUS, Bumil/bufas/buteki.

à Sirup Fe (uji coba)

untuk : Balita.

2. Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional)

à Tepung Terigu dan Fe

3. Peningkatan K I E (Penyuluhan Gizi) untuk :

a. Pemanfaatan bahan makanan sumber Zat Besi.

b. Peningkatan cakupan pemberian TTD dan sirup Fe.

M. Penanggulangan GAKY

1. Melaksanakan Suplementasi: kapsul minyak beryodium.

à terutama di daerah endemik gondok tingkat berat untuk mencegah

kretinisme.

2. Peningkatan penggunaan Garam Beryodium.

à garam halus (30 – 80 ppm) untuk mencegah gondok

3. Peningkatan K I E (Penyuluhan Gizi) untuk :

a. Pemanfaatan bahan makanan sumber Yodium.

b. Peningkatan penggunaan garam beryodium.

c. Peningkatan cakupan pemberian kapsul Yodium

N. Strategi Umum Perbaikan Gizi

1. Jangka Pendek: SUPLEMENTASI à pemberian zat gizi langsung ke

dalam tubuh

2. Jangka Menengah: FORTIFIKASI à menambahkan zat gizi ke dalam

bahan makanan

3. Jangka Panjang: K I E (penyuluhan)

a. Meningkatkan konsumsi bahan makanan alami sumber zat gizi.

b. Meningkatkan cakupan pemberian obat-obat gizi.

BAB IV

PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan merupakan upaya membantu masyarakat agar

mampu meleksanakan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menolong diri

sendiri, melalui pembelajaran dari, oleh, bersama masyarakat, sesuai sosial

budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan

kesehatan.

MISI PROMKES (KEPMENKES NO. 1193 TH 2004) :

1. Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam

masyarakatn baik melalui pengorganisasian dan penggerakan

masyarakat untuk perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Membina suasana/lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perilaku

hidup bersih dan sehat.

3. Mengadvokasi para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan

stakeholders lain untuk terciptanya kebijakan berwawasan kesehatan,

integrasi promosi kesehatan, kemitraan yang sinergis antara pusat-

daerah-swasta-LSM, serta investasi di bidang promkes dan

kesehatan.

SASARAN TH 2010 (KEPMENKES NO. 1202 TH 2003) :

65% Rumah tangga berprilaku hidep bersih dan sehat

40% Posyandu aktif (PURNAMA & MANDIRI)

PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT (PHBS)

PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau

keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif

dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Indikator PHBS dapat dinilai dari

lingkungan rumah tangga seperti:

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi bayi ASI eksklusif

3. Menimbang balita setiap bulan

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik nyamuk

8. Makan sayur dan buah setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari

10.Tidak merokok di dalam rumah

STRATEGI DASAR PROMKES:

1. Gerakan Pemberdayaan

Sasaran: individu, keluarga, kelompok

Tujuan: sasaran menjadi tahu, mau, mampu melaksanakan

perilaku mencegah &/ mengatasi masalah kesehatan

Cara: memberi informasi terus menerus

o Info bahwa suatu masalah kesehatan merupakan

masalah bagi yang bersangkutan dan pengetahuan

umum tentang masalah kesehatan tersebut sasarannya

agar individu tahu perilaku mencegah&/mengatasi

masalah kesehatan

o Info tentang bahaya dan masalah kesehatan yang dapat

dicegah/diatasi sasarannya agar individu mau

berperilaku mencegah&/mengatasi masalah kesehatan

o Info tentang bagaimana mengatasi/mencegah masalah

kesehatan sasarannya agar individu mampu

melaksanakan perilaku mencegah&/mengatasi masalah

kesehatan

Pelaksanaan harus sinkron dengan program kesehatan dan

yang terkait

Penggerakan Sumberdaya Masyarakat merupakan upaya

pemberdayaan masyarakat atau pengembanganperan aktif

masyarakat melalui proses pembelajaran yang terorganisasi

dengan baik (community organization)

Langkah-langkah:

1) Mengidentifikasi masalah dan penyebabnya

Dengan cara survei mawas diri(community self survey)

Didahului dengan rekrutmen kader dan pelatihan kader

tentang survey mawas diri

2) Merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah

Dengan cara lokakarya desa, selain diikuti kaser juga

diikuti stakeholders (pemerintah, LSM, dunia usaha)

Didahului dengan pelatihan kader tentang hakikat

masalah & cara-cara mengatasi masalah secara teoritis

dan berdasar pengalaman di desa-desa lain.

3) Menetapkan dan melaksanakan pemecahan masalah

Dengan cara memilih alternatif – alternatif pemecahan

masalah yang paling layak dan efektif dilaksanakan

Didahului dengan pelatiham kader tentang cara

menyusun prioritas dan menetapkan pelayanan

pemecahan masalah.

4) Memantau dan mengevaluasi pelestarian

Dengan cara menciptakan sistem informasi mencakup

pencatatan, pelaporan, pengolahan data

Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara

mengelola sistem informasi serta bagaimana

memanfaatkan data untuk pemantauan, evaluasi dan

pelestarian.

2. Bina Suasana

Untuk menciptakan lingkungan sosial (opini publik) yang

kondusif guna lebih menguatkan dukungan terhadap perubahan

perilaku individu/keluarga/kelompok.

3. Advokasi

Merupakan upaya/proses strategis dan terencana untuk

mendapatkan komitmen dan dukunganstakeholder/penentu

kebijakan/pemilik dana dengan menggunakan informasi akurat &

teknik yang tepat.

3 STRATEGI DASAR PROMKES

1 GERAKANPEMBER-DAYAAN

(G)

3ADVOKASI(A)

2 BINA

SUASANA(B)

KEMITRAAN

PERILAKUMENCEGAH

& MENGATASIMASALAH

KES

MASYARAKAT

Dalam strategi dasar Promkes dibutuhkan komunikasi yang efektif.

Diantaranya mencakup metode komunikasi, proses komunikasi, sarana komunikasi.

Pesan yang disampaikan harus jelas, tidak terlalu banyak, tidak sulit, dan menarik.

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, pikiran, pendapat atau perasaan

melalui kata-kata, isyarat (bahasa tubuh) ataupun bentuk perilaku keteladanan dari

pemberi pesan kepada penerima pesan dengan harapan adanya pengaruh timbal

balik.

Jenis dan metoda komunikasi kelompok dalam penyuluhan:

• Penyuluhan perorangan : wawancara (tatap muka) / mengobrol

• Penyuluhan kelompok : ceramah, diskusi, peragaan

• Penyuluhan massa : penayangan film, spanduk, poster dll.

Komponen komunikasi:

• Sumber : penyampai pesan

• Pesan : info yang disampaikan

• Saluran/Media : alat bantu

• Penerima : sasaran penyuluhan

Media Promosi Kesehatan adalah saluran (alat bantu) yang digunakan untuk

menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang dapat dimengerti sasaran.

Tujuan Media Promosi Kesehatan :

1. Mempermudah penyampaian pesan/infokes

2. Mempermudah pengertian pesan/ infokes

3. Memperjelas pesan/ infokes

4. Mempermudah sasaran untuk mengingat pesan kesehatan

5. Membangkitkan minat dan perhatian

6. Menghindari kesalahan persepsi

7. Meningkatkan keefektifan berkomunikasi

Manfaat Media Promosi Kesehatan :

1. Alat bantu dalam menyampaikan pesan kesehatan.

2. Alat bantu untuk mendorong sasaran untuk mengetahui dan melakukan

sesuai dengan pesan kesehatan yang disampaikan.

3. Alat bantu untuk menghibur sasaran.

Jenis-jenis Media Promosi Kesehatan :

1. Media Cetak

Kumpulan berbagai media informasi yang diproduksi dan

disampaikan kepada sasaran melalui tulisan dan visual.

Poster, leaflet, lembar balik (flipchart), sticker, brosur, selebaran

(flier), kartu permainan (flascard).

Benda-benda seperti gantungan kunci, flagchain, tas, topi, pin, dll.

Benda promosi yang ditempatkan di rak-rak pajangan (contoh botol,

mug/gelas tokoh kartun seperti mickey mouse, dsb).

Iklan di media massa cetak (koran, majalah).

2. Media Elektronik

a. Televisi

Spot televisi dengan durasi 15, 30 dan 60 detik.

Sponsorship (blocking time), membeli/ menumpang program

selama 30-60 menit.

Build in, pesan dimasukan dalam segmen program, misalnya

di Bajaj Bajuri.

Dialog interaktif yang melibatkan pemirsa. Contoh : Acara

dialog interaktif Bincang-bincang Bareng Bu Menkes (B4M)

dan Warung Sehat (Warseh).

b. Radio

Radio Spot durasi 30-60 detik, pesan yang disampaikan

singkat, menggunakan slogan, ditujukan pada target sasaran

tertentu.

Adlips, pesan singkat yang dibacakan disela-sela program.

Kuis, berupa permainan dan hiburan.

Dialog Interaktif yang melibatkan pendengar radio.

c. Internet & SMS

Tayangan banner atau logo di website.

Penyampaian pesan massal lewat SMS.

3. Media LuarRuang

Spanduk, umbul-umbul, yaitu kain rentang yang berisi pesan, slogan

atau logo.

Billboard, poster, neon sign, megatron.

4. Media Tradisional

Informasi kesehatan disampaikan dengan bentuk seni tradisional

seperti Ketoprak, Ludruk, Wayang, Lenong.

5. Media Lain

Iklan di kendaraan seperti : bus, kereta api, taxi.

Mengadakan event, merupakan suatu bentuk kegiatan yang

diadakan di pusat perbelanjaan atau hiburan yang menarik perhatian

pengunjung.

Road Show, suatu kegiatan yang diadakan di beberapa tempat atau

kota sebagai suatu bentuk kampanye massa.

Sampling, contoh produk yang diberikan kepada sasaran secara

gratis.

Pameran, suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi program dan

pesan-pesan promosi.

BAB V

PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK

A. Visi

Terwujudnya derajat kesehatan ibu dan anak yang optimal, ditandai

dengan semua ibu dan anak ibup dengan perilaku sehat mampu menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu.

B. Misi

1. Meningkatkan status kesehatan ibu dan anak.

2. Menanggulangi berbagai masalah prioritas dalam kesehatan ibu dan anak.

3. Menyelenggarakan program KIA yang inovatif, efektif dan efesien.

4. Meningkatan peran serta dan kemandirian kelurga dan pemeliharaan

kesehatan ibu dan anak.

C. PROGRAM KESEHATAN IBU DAN BALITA

I. Latar Belakang

1. Angka Kematian Ibu per 100.000 KH

INDONESIA JATIM

SKRT 1986 = 450 Th. 2000 = 79

SKRT 1992 = 390 Th. 2001 = 94

SKRT 1995 = 373 Th. 2002 = 72

SKRT 1997 = 334 Th. 2003 = 79

SDKI 02/03 = 307 Th. 2004 = 69

SDKI 2007 = 228 Th. 2005 = 92

Th. 2006 = 72

Th. 2007 = 73

Th. 2008 = 83

Angka Kematian Ibu di Indonesia 228/100.000 KH (SDKI 2007)

Berarti :

Setiap jam ada 1- 2 kematian Ibu (di Indonesia)

Setiap hari ada 24 – 48 kematian Ibu (Indonesia), (Jatim: 2

kematian ibu)

Penyebab langsung kematian ibu, data SKRT 2001

Pendarahan 28%

Eklamsia 24%

Infeksi 11%

Lain – lain 11%

Komplikasi puerperium 8%

Abortus 5%

Trauma obstetrik 5%

Partus lama 5%

Penyebab kematian ibu di jawa timur tahun 2008

Pendarahan 33%

Pre eklamsi/Eklamsi 25%

Lainnya 22%

Jantung 12%

Infeksi 8%

Penyebab tidak langsung yang mendasari kematian ibu

1. St. kesehatan 1. Status wanita

2. St. gizi 2. St. keluarga

3. Unit Yankes 3. Budaya

4. Petugas 4. Geografis

5. Kualitas Yankes 5. Transportasi

6. Perilaku 6. Sumber daya masyarakat

à 4 TERLAMBAT, 4 TERLALU

2. Angka kematian bayi per 100 KH

INDONESIA JATIM

Sensus 1980 = 112 Supas 1995 = 56

Sensus 1990 = 70 Susenas 1998 = 51

Sensus 2000 = 44 Sensus 2000 = 46

Susenas 2001 = 51 Susoda 2002 = 43

SDKI 02/03 = 35 BPS 2004 = 39

SDKI 2007 = 34 -----à BPS 2005 = 36

BPS 2006 = 35

BPS 2007 = 35

Catatan : Fenomena “2/3”

Angka Kematian bayi di Indonesia 34/1000 KH (SDKI 2007)

Berarti :

- Setiap jam ada 18 kematian Bayi (Indonesia), Jatim: 3 kematian

bayi

- Setiap hari ada 430 kematian Bayi

- Setiap minggu ada 3.020 kematian Bayi

- Setiap bulan ada 13.090 kematian Bayi

- Setiap tahun ada 157.080 kematian Bayi

Sebab langsung kematian neonatal

BBLR 29%

Asfiksia 27%

Lain-lain 13%

Tetanus 10%

Infeksi 10%

Masalah hematologi 6%

II. Strategi Percepatan Penurunan AKI-AKB melalui Making Pregnancy

Server (MPS)

3 Pesan Kunci / Fokus :

a. Setiap perasalinan dilayani yankes terlatih.

b. Setiap komplikasi memperoleh pertolongan (maternal dan

neonatal) adekuat.

c. Setiap kehamilan → diinginkan dan penangann komplikasi

paska keguguran adekuat.

Strategi MPS :

a. Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kebidanan.

b. Bekerjasama dengan :

Lintas program

Lintas sektor

Unit swasta

c. Pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.

Harapan yang ingin dicapai :

a. AKI turun menjadi 1125 / 100.000 KH

b. AKN turun 15 / 100.000 KH

c. K1= 95%, K4= 90%

d. Lin Nakes= 90%

e. Tersedia pelayanan kebidanan tiap desa, PONED dan POPNRK

24 jam dengan rasio standar.

f. Penanganan komplikasi minimal 80%.

Contoh :

1. Menghitung stok Oxcitocyne injeksi sebulan per unit

pelayanan.

Volume= 100% x perkiraan sasaran bulin ditambah 40% x

20% x perkiraan bulan.

2. Menghitung stok cairan RL.

Volume= 20% x perkiraan balita x 2kolf

3. Menghitung vitamin A kapsul.

Pencegahan= 100.000 IU : 100% x 50% x sasaran bayi

200.000 IU : 100% x anak 1-4 tahun x 2 + 100%

x sasaran ibu nifas

Pengobatan= 100% x jumlah kasus campak

100% x jumlah kasus malnutrisi

Sasaran :

Perkiraan penduduk sasaran KIA, bersumber dari :

Sensusu penduduk atau

Survey penduduk antar sensus atau

Pendataan keluarga atau

Registrasi penduduk

Dalam sensus penduduk, diperoleh angka CBR atau akan diperoleh jumlah

penduduk bayi (0 tahun) :

Perkiraan sasaran bumil = 110% x CBR

Perkiraan sasaran bulin = 105% x CBR

Perkiraan sasaran buteki= 200% x CBR

Contoh :

Diketahui : CBR Jawa Timur tahun 1999 0,018

Jumlah Penduduk Jatim 35.000.000

Sasaran bayi : 0,018 x 35.000.000 = 630.000

Sasaran bumil : 110% x 630.000 = 593.000

Sasaran bulin : 105% x 630.000 = 661.500

Sasaran buteki : 200% x 630.000 = 1.260.000

A. Kesehatan Ibu

I. Ruang Lingkup :

Upaya meningkatkan status kesehatan : Ibu hamil dan ibu nifas.

II. Sasaran :

a. Langsung : ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifasb. Tidak langsung :suami, masyarakat, kader, nakes,

organisasi profesi, program terkait, sektor terkaitIII. Kegiatan :

Pelayanan kesehatan, meliputi :

o Pemeriksaan kehamilan

o Pertolongan persalinan

o Pelayanan nifas

o GDON ODTK desa, Puskesmas (PONED), RS (PONEK)

Memantau cakupan program

Meningkatkan kualitas pelyanan, meliputi :

o Kurikulum pendidikan (AKBID, FKM, FK)

o Pelatihan klinik

o AMP

o Kemitraan dengan sektor terkait

o Kemitraan dengan organisasi profesi (IDI)

B. Kesehatan Balita :

I. Ruang Lingkup :

Upaya kesehatan untuk menjamin kelangsungan hidup dan

perkembangan anak bayi → balita.

II. Tujuan :

Menurunkan angka kesakitan, kematian balita, Apras → tumbuh

kembang optimal.

III. Sasaran :

Langsung : Bayi, Balita, Apras.

Tidak langsung : Ibu, ayah, keluarga, masyarakat, kader, nakes,

lembaga sosial, organisasi profesi, LSM>

IV. Kegiatan :

Memberdayakan keluarga dan masyarakat

Menungkatkan kemampuan dan kemandirian dengan

memperkuat peran dan fungsi Puskesmas dan kualitas pelayanan

kesehatan → buku KIA dan KPKIA.

Memperkuat sistem rujukan

Meningkatkan fungsi manajemen

Meningtlan fungsi RS

Neonatal esensial

PONED DDTK

AMP

ETN

KN

PWS-KIA

Bumil

Pemeriksaan kehamilan :

1. Pemeriksaan 5T [Timbang, Tensi, Tinggi fundus uteri, Tinggi

badan, Tambah darah Fe (obat penambah darah)].

2. Pemeriksaan Hb, protein urin.

3. Perbaikan gizi, KE, Lila, IMT.

4. Perawatan payudara, mulai trimester II.

5. Deteksi dini ibu hamil resiko tinggi.

6. Penyuluhan bumil dan keluarga → buku KIA.

Balita

1. Pertolongan persalinan 3 bersih : Penolong, Tempat, Alat.

2. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.

3. Deteksi dini risti dengan menggunakan Partogram.

4. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir.

5. Penatalaksanaan rujukan kasus.

Bufas / Buteki

1. Pemeriksaan kesehatan → MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit).

2. ASI eksklusif.

3. Penatalaksanaan rujukan khusus.

Pelayanan Kesehatan Anak

Neonatal

1. Menilai Apgar Score.

2. Merawat bayi baru lahir.

3. Merawat tali pusat.

4. Deteksi dan risti bayi → MTBS.

5. Rujukan neo risti.

Bayi

1. Imunisasi lengkap, vitamin A bayi 6 bulan.

2. Status gizi.

3. Kapsul Iod untuk daerah endemis.

4. Memotivasi pemberian ASI.

5. Penanganan ISPA, diare → MTBS.

Balita

1. Pemeriksaan kesehatan → MTBS.

2. Memonitor tumbuh kembang balita.

3. Pemberian vitamin A, 2 kali sehari.

BAB VI

PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN

KEPALA DINAS KESEHATAN

Kelompok Jabatan Fungsional

BIDANG BINA PELAYANAN KESEHATAN

SEKSI KES.DASAR

DAN PENUNJANGSEKSI

KES.RUJUKAN DANKHUSUS

SEKSI PELAYANAN KES

KELUARGA

BIDANG BINA PENGENDALIAN PENY.

DAN MAS.KESSEKSI

PEMBERANTASANPENYAKIT

SEKSI PENCEGAHAN,

PENGAMATAN PENY&PENANGGULANGAN MAS.KES

SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN

BIDANG PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA KESSEKSI PERENCANAAN

PENDAYAGUNAAN & PENGEMBANGAN

SDM KESSEKSI KEFARMASIAN &

PERBEKALAN KESSEKSI

PEMBIAYAAN KESEHATAN

BIDANG PENGEMBANGAN&

PEMBERDAYAAN KESMAS

SEKSI GIZI

SEKSI PROMOSI KES

SEKSI INFORMASI & LITBANG

KESEHATAN

UPTD

SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM

PENGAWASAN DAM

& MAKANAN / MINUMAN

PROGRAM

PENGAMANANLIMBAH &

PENYEHATAN TTU

PROGRAM

KAB/KOTA SEHAT

& SANITASI

PERUMAHAN

PROGRAM

PENINGKATAN

KUALITAS AIR &

KUALITAS LINGKUNGA

N

PROGRAM

SANITASI TOTAL

BERBASIS MASYARAKA

T

PENYEHATAN LINGKUNGAN

Suatu upaya promotif, preventif, penyelidikan, pemantauan, pemulihan,

terhadap kesehatan lingkungan yang perlu dilakukan di tempat umum, lingkungan

pemukiman, link. Kerja, angkutan umum, dan lingkungan Lainnya.

LATAR BELAKANG

Teori Blum mengungkapkan bahwa lingkungan memiliki pengaruh terbesar

Dinamika pembangunan dan aktivitas manusia lainnya semakin meningkat

sehingga masalah lingkungan makin besar

Pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan fasilitas sanitasi dasar dan

fasilitas umum yang ideal semakin meningkat

Hygiene sanitasi masyarakat (pedesaan dan urban) termasuk PHBS masih

belum memenuhi harapan sehingga menimbulkan “man made breeding

places”

Tantangan di era globalisasi membuat negara harus mengejar ketinggalan

dengan negara-negara lainnya di bidang kesehatan lingkungan

Sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan

Masyarakat masih perlu penggalakan upaya pemberdayaan

KONDISI SANITASI DI INDONESIA

- Selokan tersumbat

- MCK yang tidak berfungsi

- Efluen industri di kawasan pemukiman

- Buang air besar sembarangan

- Jamban yang asal-asalan

- Pembuangan liar lumpur tinja

- Mencuci dan mandi di sungai tercemar

ISSUE LINGKUNGAN YANG LAIN :

1. Air bersih dan sanitasi dasar

2. Keracunan makanan dan bahan pangan

3. Pencemaran udara dan kebisingan

4. Kedaruratan lingkungan

5. Bahan toksik dan B3

6. Pencemaran akibat limbah padat dan cair

7. Perubahan iklim

8. Vektor penyakit

TEORI SIMPUL KESLING :

VISI PENYEHATAN LINGKUNGAN :

“ HIDUP SEHAT DALAM LINGKUNGAN SEHAT “

MISI PENYEHATAN LINGKUNGAN :

• Meningkatkan kemampuan Manusia untuk hidup serasi dengan

lingkungannya agar tercapai kualitas hidup yang optimal

SIMPUL1

SIMPUL2

SIMPUL3

SIMPUL4

Produksi bhn pencemar: alami,buatan penderita, carrier

Pencemaran media lingkungan:air, tanah, udara, makmin,vektor

Perubahan biokimia tubuh (Biomarker): darah, urine, jaringan

Sehat, Carrier, Cacat, Mati, Sakit/penderita: akut, subklinik, samar

Perjalanan Penyakit / Masalah Kesehatan

Wewenang

Kesehatan

(Kesling)

Bukan WewenangKesehatan

(Kesling)

• Mengupayakan Manusia dlm berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat

melindungi dan meningkatkan kesehatan

• Mengawasi dan mengubah unsur-unsur lingkungan sehingga memiliki

dampak positif terhadap Manusia

TUJUAN UMUM :

Terwujudnya keadaan lingkungan yang terkendali, seimbang dengan dinamika

pertumbuhan hidup manusia dalam menunjang terwujudnya derajat kesehatan

individu dan masyarakat.

TUJUAN KHUSUS :

1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam :

a. Penyehatan perumahan beserta sanitasi dasarnya

b. Pengelolaan makanan / minuman yang memenuhi syarat sanitasi

makanan

c. Pengelolaan sarana umum

d. Pengelolaan kualitas lingkungan

2. Terwujudnya lingkungan yang terkendali pada :

a. Perumahan dan sanitasi dasarnya

b. Tempat pengelolaan makanan dan minuman

c. Tempat umum

d. Lingkungan lainnya

UPAYA YANG DILAKUKAN

1. Sanitasi total berbasis masyarakat ( STBM )

2. Upaya penyehatan perumahan termasuk peningkatan sanitasi dasar ( SAB,

SPAL, tempat sampah, MCK / toilet )

3. Upaya penyehatan tempat pengelolaan makanan ( TPM ), termasuk Depot air

minum ( DAM )

4. Upaya penyehatan tempat – tempat umum

5. Pengawasan dan pengendalian kualitas lingkungan yang berupaya

melindungi masyarakat akibat dampak negatif lingkungan ( Misal pestisida,

vektor, limbah, iklim, bencana penyakt berbasis lingkungan dll )

6. Pengawasan dan peningkatan kualitas air

7. Pengembangan konsep kota sehat

8. Kegiatan pendukung lainnya ( Pengembangan lab, peningkatan SDM, kajian

lingkungan dll )

Semua upaya yang dilakukan ini mengutamakan prinsip pemberdayaan.

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT ( STBM )

Merupakan pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui

pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan

Kegiatan :

1. ODF ( Open Defecation Free ) = Tidak BAB sembarangan

2. Cuci tangan pakai sabun

3. Mengelola makanan dan minuman yang aman

4. Mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan

5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan benar

PENYEHATAN PERUMAHAN DAN SANITASI DASAR

Tujuan :

Meningkatkan kondisi rumah yang memenuhi syarat kesehatan dengan cara

meningkatkan PHBS masyarakat ( pemberdayaan ) dan peduli terhadap sanitasi

dasar ( SAB, SPAL, tempat sampah, MCK )

Kegiatan :

1. Klinik sanitasi

2. Gerdu taskin

3. Kunjungan rumah ( Kartu rumah )

4. Intervensi ( Stimulan )

Sasaran :

1. Daerah emukiman baru.

2. Daerah dengan prosentase rumah memenuhi syarat rendah.

3. Daerah rawan penyakit. ( ISPA, tb paru, dhf, kecacingan, diare, malaria )

PENYEHATAN TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN ( TPM )

Tujuan :

Meningkatkan makanan dan minuman sehat agar dapat melindungi

masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Meningkatnya TPM memenuhi syarat

Meningkatnya pengrajin makanan rumah tangga di pedesaan melakukan

pengelolaan makanan secara sehat

Meningkatnya penjual makanan jajanan menempati lokasi dan lingkungan

sehat teratur

Meningkatnya pelaksanaan SKD – KM dan terselenggaranya

penanggulangan KLB keracunan makanan

Aspek penyehatan makanan :

1. Faktor lingkungan termasuk fasilitas sanitasi

Bangunan dan lokasi

Peralatan untuk proses pengolahan

Perabot kerja

Fasilitas sanitasi

2. Faktor manusia ( Masyarakat Toma, LSM, asosiasi, organisasi, yayasan

konsumen dll ) :

Fisik tubuh dan pakaian yang dipakai

Pengetahuan yang dimiliki

Sikap atau pandangan hidup

Perilaku atau tindakan yang biasa dilakukan

3. Faktor makanan :

Pemilihan makanan

Penyaitumpanan bahan

Pengelolaan / proses

Penyaitumpanan makanan matang

Pengangkutan

Penyajian

Sasaran :

1. Restoran / rumah makan

2. Jasa boga

3. Pedagang makanan jajanan

4. Pengrajin makanan

5. Pedagang keliling

6. Depot air isi ulang ( DAM ) dimana dilakukan pembinaan hygiene sanitasi

pengelola, petugas dan sanitasi unit pengolah air, pengawasan mutu bahan

baku

PENYEHATAN TEMPAT – TEMPAT UMUM

Tujuan :

Meningkatkan tempat – tempat umum sehingga tidak menimbulkan dampak negatif

pengguna dan masyarakat sekitar

Tempat - tempat umum :

1. Pondok pesantren.

2. Sekolah.

3. Rumah sakit.

4. Hotel.

5. Pasar.

6. Terminal stasiun.

7. Tempat wisata ( Kolam renang )

Kegiatan :

1. Pembinaan ( Inspeksi sanitasi sampai dengan tindak lanjut )

2. Pemberdayaan komunitas tempat – tempat umum

3. Intervensi fisik ( Stimulan )

4. Peningkatan sumber daya manusia

5. Peningkatan jejaring lintas sektor

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KUALITAS LINGKUNGAN

Tujuan :

Melindungi masyarakat dari dampak negatif lingkungan ( Pestisida, vector, limbah,

iklim, bencana, penyakit berbasis lingkungan ) termasuk peningkatan kualitas air

Kegiatan :

1. Pembinaan dan pengendalian sumber pencemar ( Tempat pengelolaan

pestisida, sarana penghasil limbah, rumah tangga dan rumah sakit )

2. Pengawasan bio maker dan tindak lanjut yang diperlukan.

Sasaran :

1. Air

2. Tanah

3. Udara

4. Manusia ( Biomarker )

5. Lingkungan sekitar

PENGAWASAN DAN PENINGKATAN KUALITAS AIR

Tujuan :

Meningkatkan kualitas air sehingga masyarakat terlindungi dari dampak negatif

karena air yang tidak sehat

Kegiatan :

1. Pemetasan akses air minum

2. Inspeksi sanitasi

3. Pembinaan pokmair

4. Pengawasan kualitas air dan tindak lanjut

Sasaran :

1. Sumber air minum

2. Air kolam renang / pemandian

3. Air badan

4. Air buangan industri

PENGEMBANGAN KONSEP KOTA SEHAT

Tujian :

Kondisi kabupaten atau kota yang bersih, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk

yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan

kegiatan yang terintegerasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.

Tatanan :

1. Kawasan pemukiman, sarana dan prasarana umum.

2. Kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayan transportasi.

3. Kawasan pertimbangan sehat

4. Kawasan hutan sehat

5. Kawasan industri dan perkantoran sehat

6. Kawasan pariwisata sehat

7. Ketahanan pangan dan gizi

8. Kehidupan masyarakat sehat yang mandiri.

9. Kehidupan sosial yang sehat

Kegiatan :

1. Fasilator adalah lintas sector dengan leading sector badan perencanaan

2. Pelaksana adalah masyarakat melalui kesepakatan forum

KEGIATAN PENDUKUNG LAINNYA

Tujuan :

Merupakan kegiatanpendukung terhadap kegiatan lainnya agar memiliki daya ungkit

yang lebih besar

Kegiatan :

1. Pengembangan laboratorium

2. Pengembangan lingkungan

3. Peningkatan sumber daya manusia baik petugas kesehatan ataupun non

kesehatan ( Masyarakat )

4. Kegiatan kajian lingkungan dll.

BAB VII

Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan ( Farkalkes )

A. Tapoksi subdin farmak. min dinkes prov. Jatim : Perda 37 tahun 2000.

B. Tugas :

Menyusun perencanaan, merumuskan kebijakan teknis operasional, dam melaksanakan pembinaan teknis produksi, pengadaan, distribusi, penggunaan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, kosmetika, alat kesehatan, makanan dan minuman.

C. Sasaran:

1. Terkendalinya penyaluran obat dan napza

2. Terhindarnya masyarakat dari penyalahgunaan obat dan napza

3. Dicegahnya resiko akibat sampingan pengunaan bahan kimia, berbahaya bagi akibat pengelolaan

4. Terjaminnya mutu produk farmak.min yang beredar

5. Terhindarnya masyarakat dari informasi penggunaan farmakmin yang tidak obyektif dan menyesatkan

6. Terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi pelayanan dasar

7. Terjaminnya mutu pengelolaan obat di kab/ kota dalam rangka desentralisasi

D. UU no. 25 Tahun 2000, PROPERNAS Tahun 2000-2004

Program obat, makanan dan bahan berbahaya, bertujuan :

1. Melindungi masyarakat dari penyalahgunaan obat dan napza

2. Melindungi masyarakat dari pengunaan sediaan farmasi, makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan

3. Menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat yang bermutu dan dibutuhkan masyarakat

4. Meningkatkan potensi daya saing industri farmasi terutama yang berbasis sumber daya alam dalam negeri

E. Produk harus terdaftar

1. Obat : Depkes RI : 15 digit

2. Kosmetika : Depkesi RI CD/ CL : 10 digit

3. PKRT : Depkes RI PDA/PL : 11 digit

4. ALKES : Depkes RI KD/KL : 11 digit

5. Obat tradisional : Depkes RI TI/TR/TL : 9 digit

6. MAKMIN : Depkes RI MD : 12 digit

i. : SP:…./13….1…..

7. Produk berbatasan : QD/QL/QI/…….digit

F. Kegiatan pokok

1. Meningkatkan pengamanan bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat dan napza

2. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan BTM

3. Meningkatkan pengawasan obat, obat tradisonal, kosmetika, alkes, pengawasan terhadap promosi pada makanan dan minuman

4. Meningkatkan penggunaan obat rasional

5. Mengembangkan obat asli Indonesia

BAB VIII

PROGRAM YANKES DASAR DAN PENUNJANG

SUB DINAS PELAYANAN KESEHATAN

• PUSKESMAS

1. PENGERTIAN

Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu

wilayah kerja.

2. VISI

Tercapainya kecamatan sehat menuj u terwuj udnya

Indonesia sehat. Indikator keberhasilan

Lingkungan sehat

Perilaku sehat

Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

Derajat kesehatan masyarakat kecamatan

3. MISI

Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah

kerjanya

Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di

wilayah kerjanya

Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya.

4. TUJUAN

Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional

yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah

kerja Puskesmas.

5. FUNGSI

a. Pusat penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usia

di wilayah kerjanya

Melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap

program pembangunan di wilayah kerjanya

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri

sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat

Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan

program kesehatan.

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu

dan berkesinambungan,

Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan masyarakat.

6. KEDUDUKAN, ORANGANISASI DAN TATA KERJA

• KEDUDUKAN

a. Sistem Kesehatan Nasional

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama

b. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota

Sebagai unit pelaksana teknis dinas Kesehatan Kabupaten/ kota

c. Sistem Pemerintahan Daerah

Sebagai unit struktural pemerintah daerah kabupaten/ kota bidang

kesehatan di tingkat kecamatan

• ORGANISASI

STRUKTUR ORGANISASI

– Kepala Puskesmas

– Unit Tata Usaha

– Unit Pelaksana Teknis Fungsional

• Upaya Kesehatan Masyarakat

• Upaya Kesehatan perorangan

– JARINGAN PELAYANAN

• Puskesmas pembantu

• Puskesmas Keliling

• Bidan di Desa/Komunitas

• TATA KERJA

a. Dengan Kantor Kecamatan: Berkoordinasi dengan kantor kecamatan

melalui pertemuan berkala

b. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota: Secara teknis dan

administratif, Puskesmas bertanggung jawab kepada dinas kesehatan

kabupaten/ kota.

c. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama : Mitra,menjalin

kerjasama memantau kegiatan yang diselenggarakan.

d. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatn Rujukan: Menjalin kerjasama yang

erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan.

e. Dengan Lintas sector : Koordinasi dengan pelbagai lintas sektor terkait

yang ada di tingkat kecamatan.

f. Dengan masyarakat : Memerlukan dukungan aktif dari masyarakat

sebagai objek dan subjek pembangunan. Diwujudkan melalui

pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP).

7. UPAYA DAN AZAS PENYELENGGARAAN

Bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan

upaya kesehatan masyarakat pada tingkat pertama (primer). Upaya

dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang ditetapkan dinas kesehatan kab/ kota

bersama Puskesmas.

8. MANAJEMEN PUSKESMAS

a. Perencanaan

Proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi

masalah kesehatan diwilayah kerja Puskesmas.

Dibedakan atas dua macam :

1. Perencanaan upaya kesehatan wajib

2. Perencanaan upaya kesehatan pengembangan.

Termasuk kegiatan operasional pusk (Pusling, Manajemen, dsb) dan

perbaikan sarana Puskesmas, Rumah dokter serta perawat/ bidan.

Langkah kegiatan perencanaan :

1. Identifikasi masalah

2. Menyusun usulan kegiatan

3. Mengajukan usulan kegiatan

4. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.

b. Pelaksanaan dan Pengendalian

Dilakukan kegiatan :

Mengkaji ulang rencana pelaksanaan

Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal pemantauan

Menyusun jadwal kegiatan bulanan unytuk tiap penanggungjawab

Memeriksa penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai

dibandingkan dengan rencana

Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan

9. INDIKATOR KEBERHASILAN

a. Pencapaian kecamatan sehat 2010

Diukur :

1. Lingkungan sehat

2. Peri laku sehaT

3. Yankes

4. Status kesehatan.

b. Pencapaian program Puskesmas

Diukur :

1. Penggerak pembangunan berwawasan kes

2. Pemberdayaan masyarakat & keluarga

3. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

10. SISTEM PEMBIAYAAN

Sumber :

a. Pemerintah daerah

b. Masyarakat : JPKM, ASKES, Dana Sehat,d11

c. Retribusi

d. Swasta / LSM

e. Pemerintah Pusat

f. Bantuan lainnya.

• Apabila sistim Jaminan Kesehatan Nasional telah berlaku akan

terjadi perubahan pada sistim pembiayaan Puskesmas.

• Direncanakan pada masa yang akan datang pemerintah hanya

bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat

• Untuk upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistim Jaminan

Kesehatan Nasional, kecuali untuk penduduk miskin yang tetap

ditanggung oleh Pemerintah dalam bentuk pembayaran premi

BAB IX

PELAKSANAAN PROGRAM YANKES RUJUKAN DAN KHUSUS

A. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

PENGERTIAN RUJUKAN

Suatu upaya pelempahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal balik

dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan

yang paripurna.

Menunjang pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas)

Meliputi program rujukan kesehatan dan medik

Rujukan kesehatan bersifat vertikal dan horisontal dan reversibel,

terkait dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta upaya

yang mendukung

• RUMAH SAKIT

1. PENGERTIAN RUMAH SAKIT (RS):

Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara

serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan

penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan untuk

pendidikan tenaga dan penelitian.

RS Umum adalah RS yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat

dasar, spelistik dan subspealistik.

RS Pendidikan adalah RS Umum Pemerintah Kelas A dan Kelas B yang

dipergunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medis oleh Fakultas

Kedokteran.

2. TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT

RS Umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara

berdayaguna dan berhasi l guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu

dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya

rujukan.

•Fungsi RS

Menyelenggarakan pelayanan medis

Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non

medis

Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

Menyelenggarakan pelayanan rujukan

Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

• Kegiatan RS meliputi pelayanan:

gawat darurat

rawat jalan

rawat inap.

3. KLASIFIKASI RS

Klasifikasi RSU adalah pengelompokan RSU berdasarkan pembedaan

tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang disediakan.

a. RSU Kelas A (RSU Pendidikan)

Adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

spealistik luas dan subspealistik luas, jumlah tempat tidur > 1000 TT.

b. RSU Kelas B (RSU Pendidikan dan Non Pendidikan)

Adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis sekurang-kurangnya 11 spealist ik dan subspealist ik

terbatas.Jumlah tempat tidur 400-1000 TT.

c. RSU Kelas C

Adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis spealistik dasar. Jumlah tempat tidur 100-400 TT

KLASIFIKASI RS SWASTA

- Pratama

- Madya

- Utama

4. MENURUT PENGELOLAAN/ KEPEMILIKAN RUMAH SAKIT

RS Vertikal (milik Depkes)

RS Propinsi

RS Kabupaten/ Kota

RS TNI/ POLRI (milik DEPHANKAM)

RS BUMN (milik Perusahaan Negara)

RS Swasta (milik yayasan, kelompok, pribadi).

5. TINGKAT PELAYANAN MEDIS DAN RUJUKAN

a. Pelayanan Medis :

- Pelayanan Medis spealistik Dasar adalah pelayanan penyakit Dalam,

Kandungan, Bedah dan Kesehatan Anak.

- Pelayanan Medis Spealistik luas dan pelayanan medis spealistik dasar

ditambah dengan pelayanan spelistik telinga, hidung dan tenggorokan,

mata, syaraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, \

rehabilitasi medis, patologis Minis, patologi anatomi dan pelayanan

spealistik lain sesuai dengan kebutuhan.

- Pelayanan medis subspealistik luas adalah pelayanan subspealistik disetiap

spealistik yang ada

b. Rujukan

Rujukan Vertikal

Mis: RS Kelas C dirujuk ke kelas B sesuai dengan tingkat

kemampuan fasilitas pelayanan

Rujukan Horizontal

Mis: RS Kelas C dirujuk ke Kelas C sesuai dengan fungsi

koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki.

Jenjang Rujukan

RS Kelas A

RS Kelas B RS Kelas B

RS Kelas C RS Kelas C

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Polindes/Masyarakat

c. Lingkup rujukan

• Rujukan Teknologi

Rujukan berupa permintaan bantuan teknologi tertentu dalam bidang

yang terkait dengan unit RS yang mampu memberikan teknologi tersebut.

Contoh: pembuatan sarana pembuangan limbah, pemeliharaan, perbaikan

dan kalibrasi peralatan kesehatan.

• Bantuan sarana

Berupa Biaya,tenaga, peralatan dan obat.

• Bantuan Operasional

Berupa permintaan bantuan kepada un i t d i RS untuk

menyelesaikan suatu masalah tertentu, yang tidak dapat diatasi

sendiri.

• Rujukan pasien dan specimen

RS setelah menangani pasien atau memeriksa spesimen hares

mengirim kembali pasien atau hash pemeriksaan spesimen tersebut

ke unit yang dirujuk sebagai informasi dan nutuk tindak lanjut.

• Rujukan Keahlian

.

7 . AKREDITASI RS

a. Definisi

Pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada RS yang memenuhi

standar.

b. Tujuan

Memacu RS untuk menerapkan standar sehingga mutu pelayanan RS

dapat di pertanggung jawabkan.

c. Standar

Standar pelayanan RS. 5 kegiatan — 12 kegiatan pelayanan — 18 kegiatan

pelayanan.

d. Pelaksana

Komisi Gabungan Akreditasi.

e. Landasan Hukum

• UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

• Permenkes No. 159 b tahun 1988 tentang Pengaturan Cara-cara

akreditasi RS.

• Kepmenkes No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar

pelayanan RS.

• Kepmenkes No. 983/Menkes/SK/X1/92 tentang Pedoman

Oranganisasi RSU.

f. Pengertian Standar :

Suatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, nilai atau mutu

Suatu norma atau kesepakatan mengenai keadaan atau prestasi

yang sangat baik.

g. Standar Pelayanan RS

•5 kegiatan pelayanan a.1:

1. Administrasi dan manajemen (termasuk Pemeliharaan Sarana dan

Perpustakaan)

2. Pelayanan Medis

3. Pelayanan gawat darurat

4. Pelayanan keperawatan

5. Rekam medis

•12 Kegiatan Pelayanan a.1 : 5 kegiatan pelayanan ditambah

6. Kamar operasi

7. Pelayanan Perinatal Resiko tinggi

8. Pelayanan Radiologi

9. Pelayanan Laboratorium

10. Pengendalian Infeksi di RS

11. Keselamatan kerja, kebakaran, kewaspadaan bencana (K3)

12. Pelayanan farmasi

•16 Kegiatan pelayanan a.I : 12 kegiatan pelayanan ditambah

13. Pelayanan darah

14. Pelayanan Intensif

15. Pelayanan Rehabilitasi Medis

16. Pelayanan gizi.

g. Standar dalam tiap kegiatan pelayanan :

- Standar 1 : Falsafah dan tujuan

- Standar 2 : Administrasi dan pengelolaan

- Standar 3 : Staf dan pimpinan

- Standar 4 : Fasilitas dan peralatan

- Standar 5 : Kebijakan dan procedural

- Standar 6 : Pengembangan staf, program

pendidikan

- Standar 7 : Evaluasi dan pengendalian mutu.

i. Status Akreditasi :

Tidak lulus akreditasi nilai < 65%

Akreditasi bersyarat ( 1 tahun) nilai minimal 65%

Akreditasi penuh (3 tahun) nilai minimal 75%

Akreditasi istimewa (5 tahun) : 3 X berturut-turut akreditasi penuh

j. Manfaat Akreditasi

• Bagi RS :

RS menyadari tingkat pelayanan sesuai standar

Sebagai alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi

Sebagai simbol RS untuk meningkatkan citra dan kepercayaan terhadap

masyarakat

Permohonan bantuan kepada donor untuk pengembangan RS.

• Bagi Pemerintah : Potret RS terakreditasi

• Bagi Perusahaan : Asuransi-Mitra Kerja

• Bagi masyarakat : aman dilayani RS terakreditasi

• Bagi pemilik RS : kebanggaan

• Bagi Petugas RS : memberikan kenyamanan, keamanan dan kesadaran

dalam tugas dan tanggung jawabnya.

k. Program Lain

GKM RS.

RSSI & RSSB.

RS Proaktif.

RS Swadana

• PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS

•Departemen Kesehatan RI

• Setjen Depkes - Pusat Kesehatan Kerja

- Pusat Penanggulang Masalah Kerja

• Ditjen Yanmedik-Dityanmed Dasar

-Dityankes Jiwa

•Ditjen Binkesmas

-Ditkes Kerja

-Ditkes Komunitas

Sub Dit Institusi & UKBM

Sub Dit Kes Indera

Sub Dit Kes Olahraga

Sub Dit Kes Tradisional

• SEKSI PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS

• Dulu :

- Kesehatan Mata

- Kesehatan Gigi & Mulut

- Kesehatan Jiwa

- Kanker

- Institusi Kesehatan Khusus

- P3K

• PERDA 37/2000 PROP JATIM:

- Kesehatan Indra

-Kesehatan Gigi & Mulut

-Kesehatan Jiwa

-Institusi Kesehatan Khusus

-Kesehatan Kerja

-Kesehatan Olahraga

-Pengobatan Tradisional

• Program Tambahan :

-P3K

-Protokoler

1. PROGRAM KESEHATAN OLAHRAGA

Adalah Upaya kesehatan yang memanfaatkan olahraga atau latihan fisik untuk

meningkatkan derajat kesehatan.

• Sasaran :

Primer : Masyarakat umum

Masyarakat khusus

Sekunder : Mitra kerja Perkembangan IPTEK

Tersier : Pemerintah pusat

• Cakupan Program:

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berolah raga secara baik &

benar, yankes OR pd masyarakat & pengembangan Kesehatan OR

Pemetaan tingkat kesegaran jasmani di Ind. secara bertahap &

berkesinambungan

Terbentuknya BKOM

• Tujuan:

Umum :

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan

kesegaran jasmani dengan aktifitas fisik dan / olahraga yang baik &

benar, teratur dan terukur.

Khusus :

- Meningkatkan kesadaran, sikap & perilaku masyarakat

- Meningkatkan Yankes melalui kegiatan aktifitas fisik & atau OR, baik

dalam jangkauan maupun kualitas pelayanan

- Menurunkan angka kesakitan penyakit tidak menular & kejadian cedera

- Meningktakan kemapuan fungsi tubuh melalui OR

2. PROGRAM KESEHATAN KERJA

Adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat

tanpa mem bahayakan diri sendiri &masyarakat sekeliling.

3 Komponen Utama :

a. Kapasitas / Kemamapuan Kerja : sex, umur, gizi, tingkat kesehatan, postur ,

pendidikan jasmani, keadaan fisiologis tubuh,

dll

b. Beban Kerja : beban fisik (mengangkat, berlari)

c. Lingkungan Kerja : kebisingan, debu, tinggi meja, sempitnya ruangan

• Masalah Kesehatan Kerja di Indonesia

-Sistim Informasi Manajemen Kesehatan Kerja belum ada muatan K3

-Dari 100 jt angk.kerja (th 2000), 70-80% di sektor informal belum

mendapat yankes yang memadai

-Anggapan pengusaha bhw UKK adalah pengeluaran dana Tambahan

-Terbatasnya SDM dalam upaya K3 & belum adanya koordinasi

yang baik

-Era globalisasi, K3 adalah salah satu syarat yang hrs dipenuhi

3.PROGRAM KESEHATAN INDRA

Adalah upaya kesehatan dasar di bidang kesehatan mata & telinga yang

dilaksanakan di tk. Puskesmas, diselenggarakan secara khusus maupun terpadu

dengan kegiatan pokok lain

•Tujuan

Umum :

•Meningkatnya derajat kesehatan mata & teliga masyarakatakat secara

optimal

Khusus :

•Meningkatnya kesadaran, sikap& perilaku masyarakatarakt dalam

pemeliharaan diri di bid.kes mata & telinga serta pencegahan kebutaan &

ketulian

•Menurunnya prevalensi kesakitan mata & telinga serta kebutaan & ketulian

Meningkatnya jangkauan pelayanan refraksi

Program Kegiatan

•Pelayanan kes. mata dasar : di luar & di dalam gedung

•Pembinaan PSM

•Pengembangan UKM di Puskesmas

•Di Luar Gedung PKM:

- Penyuluhan

- Penjaringan

- Pengobatan

- Rujukan kasus ke Puskesmas

• Di Dalam Gedung PKM

- Penyuluhan

- Penjaringan

- Penanganan kasus penyakit mata

4. PROGRAM KESEHATAN JIWA

•Menurut UU Kes. No. 23/ 1992) :

Menerima diri sendiri & perasaan aman, nyaman & tentram

Menerima orang lain apa adanya

Sikap positif terhadap diri sendiri & orang lain

Melaksanakan fungsi sehari-hari dan tanggung jawab

Mampu mengatasi masalah kehidupan

• Prioritas sasaran adalah pendekatan ketahanan keluarga untuk mencegah

Kenakalan Remaja

Penyalahgunaan NAPZA

Gangguan Kesehatan Jiwa

Disfungsi Keluarga

Penyimpangan Perilaku Sosial

5. PROGRAM PENGOBATAN TRADISIONAL

Adalah salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain di luar ilmu

kedokteran atau keperawatan, mencakup cara, obat & pengobatnya yang

mengacu pada pengetahuan, pengalaman, & ketrampilan turun temurun, yang

asli atau dari luar Indonesia & diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam

masyarakat.

• Tujuan

Umum : Meningkatkan pendayagunaan obat & cara battra yang terbukti aman &

bermanfaat baik secara tersendiri atau terpadu dalam yankes paripurna melalui

penggalian, pengkajian penelitian & pengujian battra & pembinaannya di

setiap jenjang administrative demi derajat kesehatan yang optimal.

Khusus :

1. Masyarakat mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan dengan

upaya

batantra

2. Meluaskan penggalian, pengkajian, penelitian & pengujian berbagai

batantra

3. Meningkatkan Penggunaan obat & batantra yang aman &

bermanfaat

4. Mantapnya pembinaan batantra di setiap jenjang

5. Masyarakat terlindungi dari negatif batantra

6. PROGRAM KANKER

Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna adalah program penanggulangan

kanker menyeluruh yang dilaksanakan oleh semua potensi yang ada baik

pemerintah maupun swasta secara lintas sektor melalui paliatif : tindakan aktif

untuk meringankan kanker terutama yang tidak mungkin disembuhkan

7. PROGRAM KESEHATAN GIGI & MULUT

•Tujuan :

Umum : Terwujudnya sistem yankes gilut melalui standarisasi, akreditasi

sumber daya berdasar pengamatan epidemiologi serta peran swasta

menuju pengembangan kemandirian institusi

Khusus

Diterapkannya standar yankes gigi di Kab/Kota serta sarkes Iainny

Diterapkannya standar sumber daya yankes gigi di seluruh sarana

Kesehatan

- Bertambah mampunya masyarakat memelihara kesgi berdasar standar

- Terlaksananya pembinaan sarana yankes gilut, pengamatan

epidemiologis & advokasi yankes gilut, sertifikasi di bidang kesgi

Terwujudnya kerjasama dengan pihak terkait dalam rangka

peningkatan yankes gilut pada masyarakat

Sasaran - Masyarakat

Kualitas pelayanan

Sumberdaya

Institusi yankesgi

Daerah

1. Meningkatkan kualitas yankesgi secara bermakna di institusi yankes

2. Meningkatnyakualitas sumbe daya

3. Meratanya yankes gilut bagi masyarakat

4. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kes. gilut

5. Terlindunginya masyarakat di bidang kesehatan gigi dan mulut

6. Terwujudnya jejaring kesehatan gigi dan mulut

BAB X

PROGRAM IMUNISASI

I . LATAR BELAKANG

Pemberlakuan UU No. 22 Thn. 1999 & PP No. 25 Thn. 2000

Program imunisasi sebagian besar menjadi tanggung jawab kabupaten / kota

Komitmen global : Erapa, ETN & Recam mk dalam pelaksanaannya masih

ditentukan bersama-sama antara pusat, provinsi & daerah

Re-emerging diseases ( Tb paru, Diphteria )

Kecenderungan meningkatnya KLB PADA3I ( Campak )

I I . TUJUAN

Mencegah berjangkitnya & menurunkan angka kesakitan / kematian serta

akibat buruk dari PADA3I sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat

•Tercapainya pemerataan UCI di seluruh desa

•Tercapainya sertifikasi bebas Polio di Jawa Timur

•Tercapainya eliminasi Tetanus neonatorum tingkat propinsi

•Tercapainya reduksi Campak di tingkat propinsi

•Terlaksananya bulan imunisasi anak sekolah pada tiap bulan November

dengan cakupan min 90%

•Tercapainya cakupan imunisasi Hepatitis B utamanya 0-7 hari min.70 %

di setiap kabupaten / kota

•Meningkatnya rasio tenaga terlatih sesuai standart secara bertahap

•Tercukupnya ratio peralatan imunisasi sesuai standart secara bertahap

•Terlaksananya pelayanan imunisasi di unit2 pelayanan swasta terutama

di daerah perkotaan

III. KEBIJAKSANAAN

Mutu pelayanan imunisasi diarahkan untuk menjamin safe injection & potensi

vaksin

Kelangsungan program imunisasi dijaga dengan berupaya mencukupi kebutuhan

tenaga pelaksana imunisasi, vaksin serta kebutuhan min. Operasional imunisasi

baik APBN, APBD, BULAN & dr sumber lain

Intensifikasi kegiatan imunisasi diarahkan untuk mendukung tercapainya

pemerataan UCI, Erapo , ETN & reduksi Campak serta optimalisasi imunisasi

Hepatitis B

Kegiatan program imunisasi dilaksanakan secara terpadu bersama LP & LS

terkait serta upaya pemberdayaan masyaraka

Pemantauan program imunisasi diarahkan pada aspek input, proses & output maupun

dampak termasuk kejadian ikutan pasca imunisasi ( KIPI )

Ekstensifikasi & inovasi kegiatan imunisasi dilaksanakan setelah dilakukan

studi operasional, operational research, uji coba yang perlu ditindaklanjuti

dengan deseminasi informasi

IV. STRATEGI

• Pemerataan UCI desa dilakukan dengan cara :

- Memperbaiki standart imunisasi

Melakukan revitalisasi PWS

- Melakukan revitalisasi Posyandu

Melakukan perencanaan kegiatan khusus

Melakukan pemantauan dengan supervisi check list

• Eliminasi Tetanus neonatorum dilakukan dengan cara :

Meningkatkan cakupan imunisasi TT ( TT 5 dosis)

- Identifikasi daerah resiko tinggi Tetanus neonatorum

- Mengupayakan cakupan imunisasi TT WUS min. 3 dosis dengan prioritas di

daerah resiko tinggi

- Secara konsisten melaksanakan bias

• Eradikasi Polio dilakukan dengan cara :

- Mopping up atau sub pin di wilayah yang ditemukan virus Polio liar

- Secara selektif melakukan backlog fighting ( melengkapi imunisasi Polio

pada anak balita di desa yang tidak mencapai UCI )

• Reduksi Campak dipercepat dengan :

Melakukan crash program Campak pada anak balita di daerah pemukiman baru

termasuk daerah pengungsi

Melaksanakan catch up campaign Campak pada anak kelas I s/d VI - Bagi

daerah yang sudah melaksanakan catch up campaign diteruskan dengan

pemberian imunisasi Campak dosis kedua pada anak kelas I baru

• Imunisasi Hepatitis B :

Memberikan imunisasi Hepatitis B ( HB-1 ) sedapat mungkin pada usia 0-7 hari

Intensifikasi imunisasi Hepatitis B menggunakan HB uninject

Pengembangan imunisasi Hepatitis B perlu dilaksanakan secara mandiri di unit2

pelayanan swasta

Kegiatan bias set iap di langsungkan pada bulan November dengan

mempertimbangkan pencapaian hasil bias thn sebelumnya

• Pengembangan SDM dilakukan dengan :

Melakukan evaluasi terhadap ratio tenaga imunisasi terlatih

Mengusulkan kegiatan pelatihan imunisasi / cold chain secara bertahap

• Kecukupan peralatan imunisasi :

Melakukan evaluasi terhadap ratio peralatan imunisasi

Mengusulkan perencanaan peralatan imunisasi sesuai kebutuhan standart ratio

yang telah ditetapkan

• Pengembangan pelayanan imunisasi swasta dengan cara :

- Identifikasi unit2 pelayanan swasta

Pertemuan desiminasi informasi pelayanan imunisasi swasta

Pelaksanaan pelayanan imunisasi swasta

Monitoring ( termasuk monitoring cold chain )

• Pengembangan sistem pemantauan KIPI

- Pelaporan & pelacakan kasus KIPI

Pengembangan software KIPI

Sosialisasi pencegahan & penanggulangan KIPI

•TT 5 kali bila interval benar

ibu kebal seumur hidup

bayaitu terlindungi Tetanus neonatorum

DOSIS INTERVAL MINIMAL L A M A

PERLINDUNGANTT 1

TT 2

TT 3

TT 4 IT 5

171 + 4 MGG

172 + 6 BULAN

TT3 + 1 THN

TIDAK ADA

3 TAHUN

5 TAHUN 10 TAHUN

25 TAHUN

Keterangan : tidak ada interval maximal

JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI

Lahir di RS / Praktek dokter / RB / Bidan praktek :

0 bulan HB-1, BCG, POL-1

2 bulan DAPAT- HB1, POL-2

3 bulan DAPAT- HB2, - POL-3

4 bulan DAPAT- HB3, POL-4

9 bulan CAMPAK

Lahir di rumah :

Bulan Antigen Tempat

0 bulan HB-1 Rumah

1 bulan BCG Yandu

2 bulan DAPAT- HB1, POL -1 Yandu

3 bulan DAPAT- HB2, POL-2 Yandu

4 bulan DAPAT- HB3, POL-3 Yandu

5 bulan POL-4 Yandu

9 bulan CAMPAK Yandu

DOSIS VAKSIN & TEMPAT PENYUNTIKAN

Antigen Dosis Penyuntikan

BCG 1X 0.05 ml Intracutan insertio M.D

DA PAT 3X 0.5 ml Intramuscular

TT 2X 0.5 ml Intramuscular

DT 1X 0.5 ml Intramuscular

POL 4X 2 tetes Mulut

Campak 1X 0.5 ml Intramuscular

HB 3X 0.5 ml Intramuscular

DAPAT-HB 3X 0 .5 m l Intramuscular

MASA SIMPAN VAKSIN

Antigen Suhu Penyimpanan Umur

BCG + 2°C s/d + 8°C 1 Tahun

-15°C s/d - 25°C 1 Tahun

DAPAT + 2°C s/d + 8°C 1 Tahun

HB + 2°C s/d + 8°C 26 Bulan

TT + 2°C s/d + 8°C 2 Tahun

DT + 2°C s/d + 8°C 2 Tahun

POL + 2°C s/d + 8°C 6 Bulan

- 15°C s/d - 25°C 2 Tahun

CAMPAK + 2°C s/d + 8°C 2 Tahun

- 15°C s/d - 25°C 2 Tahun

DAPAT — HB + 2°C s/d + 8°C 2 Tahun

Pelarut BCG Suhu Kamar 5 Tahun

Pelarut CPK Suhu Kamar 5 Tahun

POL 27°C s/d 33°C 2 hari

CAMPAK, BCG 27°C s/d 33°C 7 hari

3.Semua vaksin akan rusak bila kena sinar matahari langsung

•Survailen Keamanan Imunisasi

Mendeteksi, koreksi & pencegahan programme errors

Identifikasi KIPI yang tidak biasa

Membedakan ko-insiden & KIPI

Mempertahankan kepercayaan thd program imunisasi

Membuktikan adanya hipotesis KIPI dari vaksin tertentu

Estimasi KIPI-rate dalam masyarakat

• Klasifikasi KIPI

Reaksi vaksin

– Kejadian yang disebabkan atau dipicu oleh vaksin yang telah diberikan

secara benar, yang disebabkan oleh sifat-sifat yang dimiliki vaksin.

Kesalahan Program

– Kejadian yang disebabkan oleh kesalahan dalam menyiapkan,

menangani atau cara pemberian vaksin.

Koinsiden

– Kejadian yang terjadi sesudah imunisasi tetapi bukan disebabkan oleh

vaksin (faktor kebetulan).

Reaksi injeksi

– Kejadian, berupa kecemasan atau rasa sakit karena penyuntikan dan

bukan karena vaksin.

Tidak diketahui

Penyebab kejadian belum dapat ditentukan.

• Reaksi Vaksin secara local

Rasa sakit di tempat suntikan.

Bengkak-kemerahan ditempat suntikan sekitar 10 %

Bengkak pada DPT, tetanus sekitar 50%

Parut BCG terjadi setelah 6 minggu kemudian ulserasi dan sembuh setelah

beberapa bulan

•Reaksi vaksin secara sistemik

Demam 10%, kecuali DPT hampir 50%,

Iritabel, malaise, gejala sistemik

MMR dan campak

Demam dan atau rash

Konjungtivitis 5-15%

Lebih ringan dibandingkan infeksi campak

berat pada imunodefisiensi

Mumps

pembengkaan parotis gland,

Rubella nyeri sendi 15 %

pembengkaan kelenjar limfe

•Reaksi vaksin berat

Kejang

Trombositopeni

Hypotonic hyporesponsive episode/ HHE

Persistent inconsolable screaming bersifat self-limiting

Anafilaksis, potential menjadi fatal, dapat disembuhan tanpa gejala sisa

Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DTP

• Kesalahan Program

- Suntikan tidak steril : Infeksi (abses, selulitis, inf.sistemik, transmisi infeksi virus)

- Persiapan vaksin yang salah :

• Pelarutan tidak steril : infeksi

• Menggunakan vaksin setelah lewat masa pakai : infeksi

• kurang kocok : reaksi lokal

• Pelarut tertukar dgn obat : efek obat yg disuntikan

- Mengabaikan kontra indikasi : reaksi berat/kematian

•Pencegahan Kesalahan Program

Gunakan pelarut dari produsen sesuai dgn vaksin

Buang vaksin yg telah dilarutkan setelah habis masa toleransi (tidak lebih dari

6 jam: campak, BCG : 3 jam)

Dalam lemari es tidak boleh menyimpan obat lain

Menggunakan alat suntik steril untuk tiap suntikan

Jurim harus mendapat cukup pelatihan dan supervisi ketat utk menjamin SOP

diikuti secara benar

Investigasi epidemiologi secara hati-hati terhadap KIPI utk mencari penyebab

dan utk memperbaiki praktek imunisasi yg benar.

•Kejadian Koinsidens

Suatu kejadian dapat terjadi pada waktu atau setelah imunisasi dan secara

salah dianggap disebabkan oleh imunisasi, hal ini tidak dapat dihindari

terutama pada pemberian imunisasi masal.

Jumlah kejadian tergantung dari besarnya populasi & insidensi penyakit atau

kematian di masyarakat

Misal :

1 juta anak 1-15 tahun ikut imunisasi masal

mortality rate populasi : 3 per 1000 per tahun

maka 1 juta anak yg ikut imunisasi: 1.000.000/1000 X 3 = 3000

akan mengalami kematian dalam satu tahun

Maka pd bulan imunisasi diperkirakan akan terjadi 250 kematian

atau 8 kematian pada hari imunisasi sebagai koinsidensi

BAB XIV

PROGRAM PEMBERANTASAN TUBERKULOSIS

A. Masalah Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular berbahaya dan mematikan, tapi dapat

disembuhkan. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB

baru, dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan

98% kematian akibat TB di dunia terjadi di Negara-negara berkembang. Demikian juga

kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,

persalinan, dan nifas.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan

waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan

tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,maka akan

kehilangan pendapatammya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB

juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh

masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara

berkembang.

Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh :

o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan.

o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus atau diagnosis yang tidak standar, obat

tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan

dan pelaporan yang tidak standar, dan sebagainya).

o Tidak memadainya tata laksana kasus (diagnosa dan paduan obat yang

idak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).

o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang mengalami

krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan

struktur umur kependudukan.

Dampak pandemi HIV

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan

banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada Negara yang

dikelompokkan dalam 27 negara dengan masalah TB besar (High burden

countries). Urutan 27 Negara dengan beban pasien kebal obat TB adalah

sebagai berikut:

1. China

2. India

3. Russian Federation

4. Pakistan

5. Bangladesh

6. South Africa

7. Ukraine

8. Indonesia

9. Philippines

10. Nigeria

11. Uzbekistan

12. Democratic Republic of Congo

13. Kazakhstan

14. Viet Nam

15. Ethiopia

16. Myanmar

17. Tajikistan

18. Azerbaijan

19. Republic of Moldova

20. Kyrgyzstan

21. Belarus

22. Georgia

23. Bulgaria

24. Lithuania

25. Armenia

26. Latvia

27. Estonia

Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993 WHO mencanangkan TB

sebagai kedaruratan dunia (Global emergencies). Munculnya pandemic

HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV

meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,

kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB(Multi Drug Ressistance

=MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil

disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya

epidemic TB yang sulit ditangani.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia setelah

India dan Cina dengan jumlah pasien sebanyak 10% dari seluruh penderita TB

dunia. Diperkirakan pada 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru, dan

kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA(+) 110/100.000 penduduk.

B. Tuberkulosis dan Kejadiannya

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung akibat kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tapi dapat

juga mengenai organ lainnya. Kuman ini akan segera mati bila terkena sinar matahari

dan cairan pembunuh kuman.

a) Cara penularan TB

Sumber penularan adalah pasien TB BTA (+).

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei), sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 kuman.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan lembab dan gelap.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular psien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan

oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut.

b) Risiko Penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak..

PAsien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar daripada pasien TB paru dengan BTA negative.

Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 orang

diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negative

menjadi positif.

c) Risiko Menjadi sakit TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

Dengan ARTI 1% diperkirakan diantara 100.000 penduduk, rata-rata

terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi

sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA

positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang renah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk).

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB

menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya

tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi

penyerta (opportunistic) seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan

akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibtkan kematian. Bila jumlah

orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,

dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Fakta,

sedikitnya 1 dari 3 ODHA akan menderita TB.

d) Dampak HIV pada program TB

Beban kasus (morbiditas dan mortalitas) TB dri kasis HIV meningkat.

Putus obat dan reaksi efek samping meningkat.

Meningkatkan beban layanan.

Akses layanan terhambat akibat stigma

TB dan Infeksi HIV

10%

60%

0%10%20%30%40%50%60%70%

PPD+/HIV-negative PPD+/HIV+

Lifetime Risk of TB

e) Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

50% meninggal.

25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi.

25% menjadi kasus kronis yang sangat menular.

C. Upaya Penanggulangan TB

Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi

penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang

seara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagai

studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best practices),

dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua decade.

Peneapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan,

juga mencegah berkembangnya MDR-TB.

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuan pasien, prioritas

diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB

dan dengan demikian menurunkan insidensi TB di masyarakat. Menemukan dan

menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan

TB.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam

penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS

sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam

pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu

studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa

dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai

program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci :

1. Komitmen politis.

2. Diagnosa utama : Pemeriksaan dahak mikroskopis

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan

tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung

pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara

keseluruhan.

Strategi DOTS diatas telah dikembangkan oleh kemitraan global dalam

penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS

sebagai berikut:

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS.

2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya.

3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun

swasta.

5. Memberdayakan pasien dan masyarakat.

6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.

NEW POSITIVE SPUTUM SMEARALL CASES

D. Resistensi OAT

Penyebab utama resistensi OAT antara lain:

1) Penatalaksanaan yang tidak adekuat

Diagnosis tidak tepat

Paduan OAT yang tidak tepat

Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan : tidak adekuat

Penyuluhan pasien : tidak adequat

2) Pasien :

Ketidak patuhan menelan OAT : waktu, dosis

menghentikan pengobatan

Gangguan penyerapan OAT

3) Program Penanggulangan TB :

Suplai OAT yang kurang

Kualitas OAT yang rendah

Resistensi kuman TB >> Ulah manusia

• MONO RESISTEN : salah satu jenis OAT

• POLI RESISTEN : lebih dari satu jenis OAT

• MULTI DRUG RESISTANT : H + R

PENEMUAN PASIEN TB DI JAWA TIMUR TAHUN 2004 - 2010

TERSANGKA TBC YANG DITEMUKAN DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN(PUSKESMAS, RS, BP4)

DAHAK PENDERITADIPERIKSA DENGAN MENGGUNAKAN MIKROSKOP

DIKONSELING, DIBERI OBATDAN DITUNJUK PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)

MINUM OBAT SELAMA 6 BULANSECARA TERATUR DANDIAWASI OLEH PMO

CDR

42

55 59 58 5954 58

0102030405060708090

100

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

CDR

SUCCESS RATE

86 86 87 89 88 90

0102030405060708090

100

2004 2005 2006 2007 2008 2009

SUCCESS RATE

CDR AND SUCCESS RATE

PASIEN TB DI JAWA TIMUR TAHUN 2004-2010

BAB XII

PELAKSANAAN PROGRAM KUSTA

Definisi

Penyakit kusta adalah suatu penyakit menular yang menahun yang

menyerang primer syaraf tepi sekunder kulit yang disebabkan oleh M.Leprae.

Masyarakat masih salah kaprah dalam menganggap bahwa penyakit ini

disebabkan oleh karena kutukan atau keturunan. Penyakit ini dapat

menimbulkan problem sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan

Nasional. Pada umumnya penyakit kusta ini sering terdapat di negara-negara

yang sedang berkembang

Sejarah penyakit kusta

1. Zaman Purbakala

Kusta dikenal hampir 2000 SM, hal ini dapat diketahui dari peninggalan di Mesir,

India, Tiongkok dan Mesopotania.

Juga tertulis di kitab Weda (1400 SM) à Kustha, kitab agama Kong Hu Cu à Ta

Feng, dalam kitab Injil à Zaraath, dan di Al-Qur’an à Al Abras / Al Majrum

2. Zaman Pertengahan

Obat kusta belum ditemukan sehingga penderita kusta dikucilkan di leprosaria

/koloni/ perkampungan kusta seumur hidup

3. Zaman Modern

Kuman kusta ditemukan oleh Gerhard Armauer Hansen 1873. Di Indonesia, Dr.

Sitanala mempelopori perubahan sistim pengobatan secara isolasi dengan rawat

jalan.

Perkembangan pengobatan Penyakit Kusta :

• Pada tahun 1951, pengobatan kusta menggunakan DDS à

minum obat seumur hidup

• Pada tahun 1969, pemberantasan mulai dilakukan di

Puskesmas

• Pada tahun 1982 mulai menggunakan Multi Drug Therapy

(MDT) à selama 12 – 24 bulan

Kebijakan Nasional tentang Pemberantasan Penyakit Kusta

Berikut adalah kebijakan nasional yang diambil pemerintah Indonesia

dalam memberantas penyakit kusta:

• Kegiatan pemberantasan kusta diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan

umum

• Pengobatan kusta diberikan secara cuma-cuma

• Regimen pengobatan MDT mengikuti rekomendasi WHO

• Penderita kusta tidak diisolasi

• Peningkatan layanan untuk menurunkan angka kecacatan kasus baru

sebesar 35% pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2010

Epidemiologi

• Pengertian :

– Ilmu yang mempelajari distribusi dan faktor-faktor yang menentukan dari

suatu kejadian yg berhubungan dengan penyakit pd sekelompok

masyarakat.

– 6 komponen rantai infeksi yang sangat berperanan dalam proses

penularan penyakit kusta: 1).Penyebab, 2).Sumber Penularan, 3).Cara

keluar dari sumber penularan, 4). Cara penularan, 5).Cara masuk ke

penjamu, 6).Penjamu

Faktor–faktor yg menentukan terjadinya penyakit kusta.

a. Penyebab : “Mycobacterium leprae”

• Waktu belah 12 – 14 hari, bisa hidup diluar tubuh manusia sampai 9 hari,

petumbuhan optimal pd suhu 27 – 30 C

b. Sumber penularan :

Hanya manusia satu-satunya sebagai sumber penularan

c. Cara keluar dari Host

Luka dikulit dan mucosa hidung yg merupakan sumber keluarnya kuman dan tipe

MB merupakan sumber penularan dan penderita yg belum berobat sekali bernafas

10 – 10.

d. Cara penularan

• Masa inkubasi 2 – 5 th

• Hanya kuman yg solid yang bisa menularkan.

• Butuh waktu yg lama dan terus menerus untuk dapat ketularan

e. Cara masuk ke dalam Host

Tempat masuk kuman kusta sampai saat ini belum diketahui secara pasti,

para ahli sepakat bahwa masuknya kuman melalui saluran pernafasan bagian

atas & kulit yg tidak utuh.

f. Penjamu (Host)

Hanya orang yg mempunyai imunitas rendah thd kuman kusta yg dpt tertular.

Berdasarkan hasil penelitian para ahli didapat bahwa :

Dari 100 orang yang terpapar dg penderita kusta maka 95 % kebal

(tidak tertular), 3 orang ditemukan gejala klinis tapi sembuh dg sendirinya, 2

orang jadi sakit dan perlu pengobatan untuk dpt sembuh.

Diagnosis

Seseorang bisa dinyatakan positif kusta apabila ditemukan minimal 1 (satu)

cardinal sign pada diri penderita.

Cardinal Sign:

1. Ditemukan lesi kulit yang mati rasa

{kelainan kulit ini bisa berwarna kemerah-merahan(eritematous) atau

hypopigmentasi}.

2. Penebalan syaraf tepi yg disertai dengan gangguan fungsi (sensoris, motoris

& otonom).

3. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA +).

Apabila seseorang tersebut tidak ditemukan cardinal sign maka dianggap

sebagai suspek, di evaluasi 3 – 6 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan

ulangan.

Syaraf tepi yg biasa terganggu

Nama syaraf Organ yang terganggu

Nervi Fasialis Mata

Nervi Radialis Motorik tangan

Nervi Medianus Ibu jari,jari telunjuk &jari tengah

Nervi Ulnaris Pada jari kelingking,jari manis

Nervi Perineos Motorik Kaki

Nervi Tb.Posterior Pada permukaan kaki

Klasifikasi

1. Dasar Klasifikasi

1) Manifestasi klinik.

2) Hasil pemeriksaan bacteriologis.

2. Tujuan

1) Menentukan jenis & lamanya pengobatan peny

2) Waktu penderita dinyatakan RFT

3) Perencanaan logistik

3. Jenis klasifikasi

1) Madrid

2) Ridley – Jopling

3) India

4) WHO

• Untuk kepentingan program pemberantasan kita menggunakan klasifikasi

WHO yaitu :

Tanda Utama Pausi Basiler (PB) Multi Basiler (MB)

Bercak kusta Jumlah 1 s/d 5 Jumlah > 5

Gangguan fungsi Hanya 1 syaraf Lebih dari 1 Syaraf

Sediaan hapusan BTA Negatif BTA Positif

Pengobatan

1. Tujuan

– Memutus matai rantai penularan

– Menyembuhkan penyakit penderita

– Mencegah terjadinya cacat

2. Obat yang dipakai

A. DDS (Dapsone, Diamino Diphenyl Sulfone)

• Bentuknya tablet berwarna putih dg takaran 100 mg dan 50 mg dan

dosisnya harian

• Sifatnya bacteriostatik (menghambat pertumbuhan kuman)

• Efek samping : yang paling sering Anemia

B. Lamprene (B663) / Clofazimine

– Sifatnya Bacteriostatik, Bacterisid lemah

– Anti reaksi

– Bentuknyakapsul berwarna coklat, dg takaran 100 dan 50 mg

dosisnya bulanan dan harian.

– Efek samping : Dapat merubah warna kulit

C. Rifampicin

– Sifatnya Bacteriosid, bentuknya kapsul atau tablet dg takaran 150,

300, 450 dan 600 mg

– Pemberiannya bulanan, dengan efektifitas 1 x minum 99% kuman

akan mati.

– Efek samping : Flu syndrum, air seni berwarna merah

3. Regimen Pengobatan MDT

Jenis

Obat

PB

Dewasa

PB Anak

(10-14

th)

MB

Dewasa

MB Anak

(10-14 th)

Keterangan

(minumnya)

Rifampisin 600 mg 450 mg 600 mg 450 mg Bulanan

Lamprene - - 300 mg 150 mg Bulanan

DDS 100 mg 50 mg 100 mg 50 mg Harian

Lamprene 50 mg 50 mg / 3x /

minggu

Harian

Untuk kasus anak umur < 10 th dengan mengunakan kg/Bb yaitu

DDS : 1 - 2 mg/kg/bb

Rifampicin : 10 – 15 mg/kg/bb.

Lamprene : bulanan 100 mg, harian 50mg/2x/mgg

Reaksi Kusta dan Akibatnya

Reaksi kusta:

a) Suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yg merupakan suatu

reaksi antigen antibodi yang kejadiannya mendadak kelihatan penyakitnya

lebih parah dari sebelumnya serta merugikan penderita.

b) Reaksi ini merupakan penyulit dari pada program, tetapi tidak semua

penderita mengalami reaksi berdasarkan penelitian bahwa penderita yg

mengalami reaksi sekitar 20 – 30 % dari jumlah penderita diobati.

c) Reaksi kusta dapat terjadi

Sebelum pengobatan, selama dan setelah pengobatan

Reaksi ini dapat menyebabkan kecacatan yang permanen kalau tidak diketahui

dengan cepat baik oleh penderita sendiri maupun petugas kesehatan.

Hal-hal yg mempermudah(pencetus) terjadinya reaksi kusta,

• Penderita dalam keadaan kondisi lemah.

• Kehamilan, setelah melahirkan.

• Sesudah mendapat imunisasi.

• Infeksi, Malaria, karies gigi, bisul & cacingan dll.

• Stres fisik dan mental.

• Kurang gizi.

Reaksi kusta tipe 1 (Reversal Reaction)

Reaksi kusta tipe 2 (Erythema nodosum)

1. Pemberian prednisone pada Reaksi Tipe I & II (reversal) : PB – MB

Blister Prednipac : Dosis per hari

Minggu ke :

Follow up Pemeriksaan POD

40mg

30mg

20mg

15mg

10mg

5mg

1 - 2 3 - 4 5 - 6 7 - 8 9 - 10

11 - 12

BAB XIII

PELAKSANAAN PROGRAM PEMBIAYAAN KESEHATAN

Pengertian JPKM (Pasal No.15 UU No.23 / 1992)

Cara penyelenggara pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan

asas UBK, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta

pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya.

Sejarah Perkembangan Konsep Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

(JPKM)

1. Tahun 1950 : Sistem Restitusi Pemeliharaan Kesehatan.

Semua pengeluaran kesehatan langsung dari pegawai & keluarga diganti

pemerintah ( out of pocket ).

2. Tahun 1968 : Sistem Pembiayaan Pra-Upaya.

Keppres No.230 tahun 1968, berupa pemotongan 2% gaji pegawai negeri

sipil dan pensiunan. Sebagai pengelola adalah BPDPK ( Badan Penyelenggara

Dana Pemeliharaan Kesehatan ).

3. Tahun 1980 : Konsep Pembiayaan Pra - Upaya dengan KAPITASI.

Berkembang menjadi konsep DUKM ( Dana Upaya Kesehatan Masyarakat ).

4. Tahun 1992 : JPKM mewujudkan “ Managed Care “.

Peningkatan Mutu dan Kendali Biaya Kesehatan. Tercantum dalam UU No.

23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Tujuan JPKM

Setiap warga negara terlindung dengan pemeliharaan kesehatan paripurna

(promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) yang terkendali mutu dan biayanya.

Operasional JPKM

Badan Pembina (BAPIM)

Badan Pelaksana (BAPEL)

Peserta Pemberi

Pelayanan Kesehatan (PPK)

Penjelasan :

Pra Upaya : Jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JPKM telah

dibayar oleh Bapel kepada PPK sebelum pelayanan kesehatan diterima peserta

JPKM (pembayaran di muka).

Kapitasi : pembayaran yang dilakukan Bapel kepada PPK atas jasa pelayanan

kesehatan yang di berikan oleh PPK kepada peserta dengan membayarkan

sejumlah dana sebesar perkalian jumlah anggota/peserta dengan satu satuan harga

sebelum pelayanan diberikan.

Bentuk Operasional Lain

Harkes Konvensional

Bayar langsung

Yankes (kuratif)

yankes

(paripurn

a)

ikatan kerja/kontra

k

siklus jaga mutu

pemantauan utilisasi

penanganan keluhan

PASIEN PPK

Asuransi Ganti Rugi

Asuransi Tagihan Provider

JPKM Untuk Masyarakat Miskin (JPKMM)

a. Latar belakang :

1. Kesehatan adalah investasi, hak fundamental, dan kewajiban setiap warga

Negara. (WHO, UUD 1945, UU 23/1992).

2. Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi

penduduknya.

b. Upaya dalam pemberian pelayanan kesehatan masyarakat miskin:

1. SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)

2. Kartu Sehat

3. JPS BK ( 1998 – 2002), PDPSE/ Program Dampak Pengurangan Subsidi

Energi ( 2001)

BAPEL

PESERTA PPKfee for

serviceBAPEL

PESERTAPPK

yankes (kuratif)

yankes (kuratif)

4. PKPS/ Program Kompensasi Pengurangan Subidi BBM Bidang

Kesehatan ( 2002 – 2004)

5. APBN (DEPKES) dan PKPS BBM 2005 (APBNP):

a. Pola Asuransi Sosial (semester 1)

b.Perpaduan: Penyaluran langsung ke Puskesmas (UKM dan

UKP) dan dengan mekanisme asuransi sosial untuk

pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit (semester 2).

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)

Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu yang dapat diperoleh secara gratis. Sebelum

terbentuk Jamkesmas, program bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan tidak

mampu dilaksanakan melalui program JKMM ( tahun 2005) dan ASKESKIN (2005-

2007). Tujuan program Jamkesmas adalah meningkatnya akses dan mutu

pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar

tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien.

Landasan hukum:

1. UUD 1945

2. UU 01/2004

3. UU 17/2003

4. UU 40/2004

5. UU 32/2004

6. PP 38/2007

Kondisi pelaksanaan Jamkesmas di Jawa Timur tahun 2009

Penduduk Jawa Timur tahun 2009 adalah 38.387.102 jiwa terdiri dari:

- Maskin Quota (Jamkesmas) : 10.710.051

- Non Quota (termasuk Jamkesda) : 1.411.742

- Non Maskin : 26.265.309

Konsep dasar Jamkesmas

Payer

(DEPKES Pengelola)

Pendaftaran Pembayaran Yankes

Member Pelayanan Kesehatan Provider

(Masyarakat Miskin) (Puskesmas, RS, dll)

Aspek-aspek penyelenggaraan program Jamkesmas meliputi:

1. Aspek Kepesertaan

2. Aspek Pelayanan

3. Aspek Pendanaan dan Mekanisme Keuangan

4. Aspek Pengorganisasian

Penjelasan:

1. Aspek kepesertaan : Peserta Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak

mampu yang ditetapkan oleh Bupati / Walikota; gelandangan, pengemis, anak terlantar dan

masyarakat tidak memiliki identitas ditetapkan oleh Dinas Sosial Kabupaten / Kota;

masyarakat yang masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH); dan bayi yang terlahir

dari keluarga Jamkesmas. Selain itu juga ada kelompok peserta baru, yaitu penghuni lapas /

rutan (Keterangan Karutan / Kalapas); panti-panti (mendapat kartu peserta dari kementerian

kesehatan); masyarakat miskin daerah bencana pasca tanggap darurat (mendapat kartu

peserta); dan korban KDRT (dalam proses teknis).

ALUR REGISTRASI DAN DISTRIBUSI KEPESERTAAN

Sasaran Nasional (76,4 juta jiwa) Sasaran Kabupaten / Kota berdasarkan

kuota Penetapan SK Bupati / Walikota Entry Data Base

Kepesertaan dan Updating Data (penyiapan blanko kartu) Terbit Kartu

Distribusi Kartu Peserta

Keterangan:

Sasaran Kepesertaan 2010 masih didasarkan kepada baseline data tahun

2008 meski publikasi data BPS menunjukkan penurunan jumlah masyarakat

miskin dari 76,4 juta menjadi 60,39 juta.

Data BPS 60,39 juta akan menjadi sasaran Jamkesmas pada tahun 2011

ditambah sasaran sejumlah 16,01 yang akan ditetapkan dengan ketentuan,

sehungga jumlah yang dijamin dalam Jamkesmas tetap 76,4 juta. SKTM di

luar kota menjadi tanggungan PEMDA.

Perhatian Khusus: Bayi baru lahir dari keluarga miskin, anak terlantar/

gelandangan/pengemis (rekomendasi dinas sosial), peserta PKH.

2. Aspek Pelayanan: Pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif,

preventif, kuratif, rehabilitatif) dan berjenjang. Terdapat prosedur untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan baik di puskesmas, rumah sakit, dan balai

kesehatan yang lain. Adapun prosedur untuk mendapatkan pelayanan di

puskesmas, yaitu:

a. Membawa kartu JAMKESMAS.

b. Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan YANKESDAS dapat ke

Puskesmas dan jaringannya (PUSTU, POLINDES, PUSKEL, BIDES,

POSKESDES).

c. Puskesmas dan jaringannya memberikan YANKESDAS sesuai kebutuhan

dan standar pelayanan.

d. Peserta Jamkesmas bila memerlukan Yankes Rujukan, membawa Surat

Rujukan dari Puskesmas dan jaringannya.

e. Rumah sakit wajib memberikan rujukan balik ke Puskesmas apabila

kasusnya sudah dapat ditangani oleh Puskesmas.

f. Dalam kondisi gawat darurat, peserta dapat langsung memperoleh

pelayanan kesehatan rumah sakit melalui UGD.

Prosedur untuk mendapatkan pelayanan di RS, BKMM, BBKPM,

PKPM, BP4,BKIM:

a. Peserta harus menunjukkan kartu JAMKESMAS dan membawa Surat Rujukan

dari Puskesmas dan jaringannya (PUSTU, POLINDES, PUSKEL, BIDES,

POSKESDES).

b. Rajal Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang

menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah, BKMM,

BBKPM, BKPM, BP4, BKIM.

c. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III

RS Pemerintah.

d. Pelayanan Gawat Darurat.

3. Aspek Pendanaan dan Mekanisme Keuangan

a. Dana pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung ke Puskesmas

melalui PT POS.

b. Dana pelayanan kesehatan lanjutan dibayarkan langsung ke

BKIM/BKMM/BP4/BKPM/BBKPM dan RS oleh Kantor Pusat

Perbendaharaan Negara (KPPN).

c. Dana awal untuk Balai Kesehatan di atas dan RS diluncurkan sejak

bulan Februari via Bank BRI.

4. Aspek Pengorganisasian

Dalam program Jamkesmas diamanatkan: apabila masih terdapat masyarakat

miskin dan tidak mampu, tidak masuk SK Bupati / Walikota pembiayaan

kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemda setempat dan mekanisme

pengelolaannya seyogyanya mengikuti Jamkesmas. Hal ini nantinya akan

melahirkan program Jamkesmada ataupun terbitnya SKM ataupun Surat Keterangan

Tidak Mampu (SKTM).

Jamkesda

Progam Jamkesda sesuai dengan RPJMD Jawa Timur 2009-2014 dimana

visi RPJMD sendiri adalah “terwujudnya Jawa Timur makmur dan berakhlak dalam

kerangka NKRI”. Dan dengan misi, yakni: Mewujudkan makmur bersama wong cilik

melalui APBD untuk rakyat. Anggota Jamkesda sendiri adalah masyarakat miskin

dan tidak mampu non kuota (yang belum terdaftar dalam Jamkesmas). Sumber

DINKES PROPSEKRETARIAT PENGELOLA

DINKES KAB/KOTASEKRETARIAT PENGELOLA

DEPKES /KEMKES:UNIT PENGELOLA :PENGARAHPELAKSANA

PUSKESMAS

RUMAH SAKIT PPATRS

VERIFIKATORINDEPENDENT

TIM KOORD PUSAT

TIM KOORD PROP

TIM KOORD KAB/KO

PT ASKES

pembiayaan adalah lewat APBD I dan APBD II. Pelaksanaannya adalah, dimana

mereka (masyarakat miskin dan tidak mampu) yang sudah masuk data base akan

menerima kartu Jamkesda Provinsi. Sedangkan yang belum masuk data base dapat

menerima SKM atau SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Untuk cara

pembayaran Jamkesda sesuai dengan PERDA Kab/Kota, Pergub Jatim

(Jamkesmas 2008), Yan dan Obat Provinsi Per 1-7-2010 INA-DRG.

Perhatian:

a. Untuk mendapat pelayanan gratis di RS Provinsi syarat administrasi harus

lengkap:

1. Identitas Maskin :

- Kartu Jamkesmas ( Kuota )

- Kartu Jamkesda / SPM Bupati ( Non Kuota )

2. Rujukan harus dari RS Kab./Kota

3. KSK / KTP

b. Untuk Bayi :

- Surat Kelahiran

- Ikut Kartu Orang Tua

- Bila memakai SPM, sebut nama bayi

c. . SPM ditandatangani oleh pejabat yg ditunjuk minimal Eselon II (Bupati, Sekda,

Asisten, Kadinkes, Kadinsos).

d. Gelandangan / T-4 (Tempat Tinggal Tidak Tetap ) dengan surat dinsos dapat

mengikuti Jamkesmas

e. Pelaksanaan SPM masih tidak seragam, dimana masih ada kabupaten / kota

yang tidak mau menerbitkan SPM

Hak Pasien Miskin

a. Mendapat pelayanan sesuai ketentuan

b. Mendapat obat sesuai ketentuan

c. Mendapat alat implant sesuai ketentuan

d. Kamar /Perawatan Kelas III

e. Ambulance jenazah

f. Droping pasien jiwa

Program Prioritas Jawa Timur

1. Program Penuntasan Jaminan Yan Kes Maskin.

2. Program Percepatan Penurunan AKI dan AKB.

3. Program perbaikan gizi buruk masyarakat.

4. Program Pengendalian Penyakit Menular ATM dan KIDD.

5. Program Pemerataan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan.

6. Program Perbaikan sistem rujukan dan mutu Pelayanan Rumah Sakit.

District Health Account (DHA)

Merupakan pencatatan, analisis, dan pelaporan situasi pembiayaan

kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota. Manfaat DHA adalah diperolehnya gambaran

yang komprehensif tentang situasi pembiayaan kesehatan di Kabupaten / Kota yang

bersangkutan, misalnya: total biaya yang tersedia, biaya kesehatan per kapita,

sumber biaya kesehatan baik dari pemerintah ataupun non pemerintah, pengelola

biaya. Peran DHA antara lain:

1. Untuk menyusun strategi perbaikan sistem pembiayaan kesehatan

2. Untuk meningkatkan kinerja program kesehatan di Kabupaten/Kota

3. Untuk menyusun PHA (skala nasioal) / NHA (skala provinsi)

NHA/PHA/DHA menghasilkan informasi tentang:

1. SUMBER BIAYA (SB) kesehatan

à pemerintah dan non-pemerintah

2. PENGELOLA ANGGARAN (PA)

à pemerintah, swasta, LSM, asuransi, RT

3. PENYELENGGARA PELAYANAN (PL)

à Dinkes, RS, Puskesmas, klinik dll

4. JENIS KEGIATAN (JK) yang dibiayai

à kegiatan langsung dan tidak langsung/

penunjang

5. MATA ANGGARAN (MA)

à barang modal, biaya operasional, biaya

Pemeliharaan, dll

6. JENIS PROGRAM (PR) yang dibiayai

à PP#38, Permendagri 59, SPM, MDGs

7. JENJANG KEGIATAN (JJ)

à Jenjang administratif dimana kegiatan tsb dilakukan : propinsi, kab/kota,

kecamatan, desa, masyarakat

8. PENERIMA MANFAAT (PM) : menurut ciri demografi, status sosioekonomi

dan kategori masalah kesehatan (penyakit) à berdasar umur

Masalah Pembiayaan Kesehatan

a. Jumlah yang terlalu kecil

b. Berbagai sumber pembiayaan terfragmentasi

c. Kekurangan biaya operasional

d. Terlalu banyak untuk kegiatan tidak langsung

e. Alokasi tidak sesuai dengan program prioritas

f. Realisasi anggaran terlambat

BAB XIV

PELAKSANAAN PROGRAM SURVEILANCE

•Surveilans AFP

Definisi AFP

• Semua anak usia < 15 tahun

• Kelumpuhan yang sifatnya lemas (flaccid)

• Terjadi mendadak dalam 1 – 14 hari

• Bukan disebabkan rudapaksa / trauma

• Bila ada keraguan laporkan sebagai kasus AFP

Tujuan Surveilans AFP

1. Sertifikasi Indonesia bebas polio tahun 2010

2. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus-polio liar (terdapat penderita polio lumpuh)

Diagram Eradikasi Polio

Imunisasi RutinPIN Sweeping BIAS Polio

Mopping Up

Perlindungan Masal ? Bebas Polio Fokus Polio Bebas Polio

Surveilans AFP

Tahap Pemantauan Virus Polio Baru (import)

Masih banyak negara-negara yang mempunyai penderita polio baru yang mungkin

masuk ke Indonesia dan beredarnya VAPP dan VDVP yang beredar pada anak

imunitas rendah. Oleh karena itu diperlukan surveilans AFP (SAFP) yang berkualitas

tinggi dapat menuntun kita mendeteksi daerah yang diserang oleh virus polio liar

(import) atau VDVP. Apabila ditemukan, mopping up dapat segera dilakukan pada

daerah terbatas sehingga efisien dan dipertahankan tetap bebas polio.

Strategi Eradikasi Polio (pasca PIN)

Konsep Surveilans AFP

Gejala polio adalah lumpuh layuh akut. Jika ditemukan anak dengan gejala lumpuh

layuh akut, harus dibuktikan bahwa anak tersebut bukan penderita polio. Hal ini

dikarenakan penderita lumpuh belum tentu akibat virus polio. Sulit ditetapkan secara

klinis adanya polio diantara semua penderita dengan gejala lumpuh layuh akut yang

ditemukan, oleh karena itu diperlukan biakan virus.

Semua penderita lumpuh layuh akut yang telah ditemukan (dini) harus diperiksa

laboratorium dengan teliti untuk diidentifikasi apakah polio atau bukan. Bila tidak ada

satupun yang polio menurut laboratorium, maka dapat dinyatakan bebas polio

Konsep Surveilans AFP

Daya lindung Anak terhadap Polio Tinggi

←Imunisasi Rutin

←BIAS

←SubPIN

Pemantauan virus polio baru harus ketat dan teliti

Surveilans AFP

Mopping Up

Penemuan kasus lumpuh layuh akut secara intensif

Indikator

Laboratorium Tangguh

Indikator

INDIKATOR

1. Semua anak lumpuh ditemukan (AFP Rate non polio ³ 1)

2. Spesimen adekuat ³ 80% (Tinja anak dapat diambil pada saat awal sakitnya

dan dikirim ke laboratorium dengan benar)

3. Kemampuan petugas untuk menemukan anak lumpuh (zero reporting ê ³

90%)

Strategi Surveilans AFP

• Menemukan kasus AFP minimal 1/100.000 penduduk < 15 tahun

• Upaya penemuan :

– di Rumah Sakit

– di Puskesmas dan Masyarakat

• Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium

• Keterlibatan ahli

• Pemeriksaan Ulang 60 hari

• Zero Reporting

Langkah Kegiatan

• Pemasaran Sosial

• Merumuskan Pedoman Sistem Surveilans

• Menetapkan Organisasi dan Mekanisme Kerja

• Sumberdaya Manusia

• Sarana Pendukung

• Kegiatan Surveilans

• Umpan balik, supervisi dan konsultasi

• Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan Lanjutan

• Membentuk tim inti yang kuat

• Memperkuat motivasi dan kerjasama

• Melakukan perbaikan terus menerus

• Komunikasi yang efektip dan efisien

• Evaluasi yang bermutu

• Umpan balik yang efektip

Active hospital based surveillance

• Ketenagaan di Rumah Sakit

– Contact Person (Jumlah dan Tempat)

– supervisor

• Manajemen

– Mobilisasi

– Evaluasi

– Pemeriksaan Buku Register

– Semua entry dijaga

– Zero reporting

Community based surveillance

• Ketenagaan

– Tenaga (Jumlah dan Tempat)

– Rate pergantian tetap/sementara

• Manajemen

– Sosialisasi (petugas dan kader)

– Mobilisasi

– Pemeriksaan Buku Register

– Zero Reporting

• Sarana

Pencarian kasus AFP di RS-Puskesmas

• Harus melibatkan dokter dan perawat

• Perhatikan kasus anak dengan muntah-muntah, diare, gizi buruk, efek

samping obat

• Tanyakan setiap pasien di rawat apa ada kelemahan pada ekstremitas

• Laporkan dahulu kasus yang dicurigai AFP tanpa menunggu diagnosis

• Perlu penyegaran ilmu kembali perawat-perawat di bangsal tentang kasus

AFP

Kesimpulan

• Mari kita buat mudah pelaporan AFP

– Anak < 15 tahun lumpuh layuh

– Terjadi dalam 2 minggu

• Perlu mengingatkan kembali dokter/perawat tentang diagnosis - tatalaksana

kasus AFP dan campak

• Pelaporan AFP akan meningkat bila pengamatan pasien rawat inap – rawat

jalan di bangsal lebih ditingkatkan

Apabila ada KLB CPL & VDPL, yang harus dilakukan adalah:

- Tingkatkan sosialisasi dan penemuan kasus secepatnya

- Inventarisasi daerah resiko tinggi

- Tingkatkan kualitas cakupan imunisasi

- Pelaksanaan PIN harus sukses ( semua balita dapat tetesan)

- Pemantauan daerah resiko tinggi

- Kualitas specimen harus benar-benar adekuat