IJTIHAD

11
IJTIHAD OLEH : MUGNI SULAEMAN, 1213.02.027 FAJAR SHIDIQ, 1213.02.003 DOSEN : SITI UMRAH, S.Ag. MA. EKONOMI SYARIAH STAI BINAMADANI TANGERANG

description

 

Transcript of IJTIHAD

Page 1: IJTIHAD

IJTIHAD

OLEH : MUGNI SULAEMAN, 1213.02.027 FAJAR SHIDIQ, 1213.02.003

DOSEN : SITI UMRAH, S.Ag. MA.

EKONOMI SYARIAHSTAI BINAMADANI TANGERANG

Page 2: IJTIHAD

PENGERTIAN IJTIHAD

Ijtihad berakar dari kata “jahda” secara etimologi berarti : mencurahkan segala kemampuan (berpikir) untuk mendapatkan sesuatu (yang sulit), dan dalam prakteknya digunakan untuk sesuatu yang sulit dan memayahkan.

Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh ijtihad adalah : pencurahan segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syari’at.

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai pelaku, objek dan target capaian ijtihad adalah :1. Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqh, bukan yang

lain.2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i

bidang amali (furu’iyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan tingkah laku orang mukallaf.

3. Hukum syar’i yang dihasilkan oleh suatu ijtihad statusnya adalah dhanni

Page 3: IJTIHAD

DASAR DASAR IJTIHAD

Sebagai landasan ijtihad adalah :1. Al-Qur’anAl-Qur’an berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang disampaikan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah”.2. As-SunnahAs-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam.3. Dalil Aqli (Rasio)Dalil Aqli adalah dalil yang bersumber dari akal pikiran contohnya ijma' dan Qiyas para ulama dan sahabat Nabi.

Page 4: IJTIHAD

Kedudukan hukum dari hasil Ijtihad1. Benar atau salah dalam berijtihad2. Mengikat atau tidak pendapat hasil Ijtihad3. Pembatalan Ijtihad

Macam-macam Ijtihad Ijtihad Fardli atau Ijtihad secara individualialah ijtihad yang dilakukan secara mandiri oleh seseorang yang mempunyai keahlian dan ijtihadnya belum dapat persetujuan dari ulama atau mujtahid lain. Ijtihad fardi maerupakan langkah awal atau dasar dalam mewujudkan ijtihad kolektif. Kalau tidak teardapata individu yang mampu dan ahli ijtihad, maka tidak akan terjadi ijtihad kolektif yang sangat dibutuhkan keberadaannya. Ijtihad Jama’i atau ijtihad secara kolektifialah ijtihad yang dilakukan secara bersama atau bermusyawarah terhadap suatu masalah, dan pengamalan hasilnya menjadi tanggungjawab bersama.

Page 5: IJTIHAD

IJTIHAD DALAM TINJAUAN SEJARAH

Ditinjaudari segi historis ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak zaman nabi muhammad SAW, kemudian

berkembang pada masa sahabat, dan tabiin, serta generasi berikutnya hingga kini dan mendatang

dengan memiliki ciri khusus masing-masing. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘amr ibn al-‘ash

ra. Ia mendengar rosulullah bersabda:” apabila seorang hakim hendak menetapkan suatu hukum,

kemudian dia berijtihad dan ternyata ijtihadnya benar, maka baginya dua pahala, dan apabila ijtihadnya

salah baginya satu ganjaran.”

Page 6: IJTIHAD

Para ulama membagi hukum melakukan ijtihad menjadi 3 bagian,yaitu: Fardhu ‘ain ,bagi orang yang di mintai fatwa hukum

mengenai suatu peristiwa yang terjadi, dan ia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukumnya.Atau ia sendiri mengalami peristiwa dan ia ingin mengetahui hukumnya.

Fardhu kifayah , bagi orang yang di mintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang yang tidak di khawatirkan lenyap peristiwa itu,sedangkan selain dia ada mujtahid –mujtahid yang lainnya.Maka apabila kesemua mujtahid itu tidak ada yang melakukan ijtihad maka mereka berdosa semua.Tetapi apabila ada seorang dari mereka memberikan fatwa hukum maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka.

Sunnat ,apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.

HUKUM IJTIHAD

Page 7: IJTIHAD

FUNGSI IJTIHAD

1.Fungsi Al-Ruju’ (kembali): mengembalikan ajaran-ajaran islam kepada al-Qur’an dan Sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.

2.Fungsi Al-ihya(kehidupan) : menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.

3.Fungsi al-Inabah(pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran islam yang telah di ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang di hadapi.

Page 8: IJTIHAD

1. Menguasahi bahasa arab dari segala aspeknya,serta mengetahui maksud yang terkandung didalamnya harus mengetahui bahasa arab.dalam hal ini al-Ghazali memberikan batasan tentang kadar penguasaan bahasa arab yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid yaitu,mampu mengetahui khitab(pembicaraan).

2. Memiliki kemampuan yang luas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan masalah hukum,serta mampu membahas ayat tersebut untuk membahas hokum.

3. Mengenal dan mengerti hadist Nabi yang berhubungan dengan dengan hukum baik Qouliyah, filiyah maupun taqririyah. ,penguasaan hadist minimal 2500 hdist menurut Ahmad bin Hambal.

4. Mengerti tentang usul Fiqih sebagai sarana untuk istinbat hokum. Menurut fakhruddin Al Razi dalam kitabnya al- Mahsul mengatakn bahwa ilmu yang sangat penting bagi seorang mujtahid.

5. Mengenal ijmak bagi yang beranggapan bahwa ijmak sebagai dalil syara’sehingga tidak memberikan fatwa yang bertentangan dengan ijma’ itu.

SYARAT-SYARAT MUJTAHID

Page 9: IJTIHAD

1. Mujtahid mutlak yaitu:mujtahid yang mempunyai kemampuan untuk menggali hokum syara’ langsung dari sumbernya yang pokok yakni(Al-Qur’an da sunnah) dan mampu menerapkan metode dasar-dasar pokok yang ia susun sebagai landasan segala aktifitas ijtihadnya.

2. Mujtahid muntasib yaitu:mujtahid menggabungkan dirinya dan ijtihadnya dengan suatu madhab.

3. Mujtahid muqoyyad yaitu:mujtahid yang terikat kepada imam madzhab dan tidak mau keluar dari madzhab dalam masalah ushul maupun furu’.

4. Mujtahid murajih yaitu: mujtahid yang membandingkan beberapa imam mujtahid dan dipilih yang lebih unggul.

TINGKATAN MUJTAHID

Page 10: IJTIHAD

Kaitanya dengan wilayah ijtihad, tidak semua masalah hukum bisa menjadi objek ijtihad. Hal-hal yang tidak boleh di ijtihad antara lain;1. Masalah qoth’iyah, yaitu masalah yang sudah

ditetapkan hukumnya dengan dalil-dalil yang pasti, baik melalui dalil naqli maupun aqli, hukum qoth’iyah sudah pasti keberlakuannya sepanjang masa sehingga tidak mungkin adanya perubahan dan modifikasi serta tidak ada peluang menginstimbatkan hukum bagi para mujtahid.

2. Masalah-masalah yang telah diijinkan oleh ulama’ mujtahid dari suatu masa, demikian pula lapangan hukum yang bersifat ta’abbudi (gharu ma’qulil makna) dimana kualitas ‘illat hukumnya tidak dapat di cerna dan diketahui oleh akal mujtahid.

WILAYAH IJTIHAD

Page 11: IJTIHAD

TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA