ijaz
description
Transcript of ijaz
I’JAZ AL-QUR’AN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Qur’an
Dosen pengampu: Dr. Syaifuddin, M. Ag
Disusun Oleh:
Khaerul Anwar
(1400018056)
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Ketika Allah mengakhiri kenabian dengan Nabi Muhammad SAW. Dia
menjamin untuk menjaga agamanya dan menguatkannya dengan bukti
terbesar yang selalu ada di antara manusia sampai hari kiamat, yaitu Al-
Qur’an. Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya
selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan1. Jika kita cermati pada
masa-masa ini bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
membuktikan bahwa yang dikandung Al Qur’an itu benar-benar nyata.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa al-qur’an pada hakikatnya adalah
sumber pedoman sekaligus petunjuk yang diberikan oleh Allah pada umat
manusia. Karena ilmu pengatuhan yang berkembang sangat maju pada
dasarnya sudah ada dalam al-qur’an, namun untuk mendapatkan ilmu tersebut
setiap manusia harus lebih mendalam dalam pengakajian al-qur’an itu sendiri.
Untuk itulah sangat penting bagi kita untuk lebih mendalami tentang mu’jizat
Al Qur’an, karena hal itu akan semakin memperkokoh iman kita kepada Allah
SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian I’Jaz Al-Qur’an?
2. Bagaimana tujuan dari I’jaz Al-Qur’an?
3. Bagaimana macam-macam mukjizat?
4. Bagaimana syarat kemukjizatan?
5. Bagaimana segi kemu’jizatan dari Al-Qur’an?
1 Manna’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa, 2001), hlm. 1
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Pengertian I’jaz Al-qur’an
Kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang
mempunyai arti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya
( yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila kemampuanya melemahkan
pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, maka
dinamakan mukjizat2. Sedangkan untuk menurut istilah I’jaz ialah
menampakan kebenaran nabi dalam pengakuanya sebagai rasul dengan
menampakan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mu’jizat yang
abadi yaitu Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka3.
Para pakar Al-Qur’an sepakat menyatakan adanya I’jaz Al-Qur’an
yang diartikan sebagai “Ilmu yang membahas tentang keistimewaan Al-
Qur’an yang menjadikan manusia tidak mampu menandinginya.” Panjang
uraian para pakar menyangkut sebab dan aspek apa saja dari Al-Qur’an
sehingga tidak dapat tertandingi. Salah satu di antaranya adalah aspek
kebahasaannya yang juga mengandung sekian banyak cabang bahasan4.
Dengan demikian, i’jaz (kemukjizatan) Al-Qur’an dapat didefinisikan
“sebagai suatu gejala Qura’ni yang membuat manusia tidak mampu
meniru Al-Qur’an atau bagian-bagiannya baik dari segi isi maupun dari
segi bentuknya5.
Mukjizat Alquran mengandung arti, bukti kebenaran yang terkandung
dalam Alquran yang bersifat internal bukan faktor eksternal, maka yang
akan dibahas di sini adalah Alquran dalam konteks kemukjizatannya yang
manusia tidak mampu untuk membuat semisal darinya baik secara
2 M. Quraish Shihab,Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2007), hlm. 233 Manna’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hlm. 3714 Issa J Boullata, Al-Qur’an Yang Menakjubkan: Bacaan Terpilih dalam Tafsir
KlasikHingga Modern dari Seorang Ilmuan Katolik (Cet. I; Ciputat: Lentera Hati, 2008), hal. vii.5 Mardan, Al-Qur’an Sebagai Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh (Cet. I;
Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), hal. 146
3
individual ataupun kolektif. Tapi yang dimaksud kemukjizatan Alquran
bukan semata-mata untuk melemahkan manusia atau menyadarkan mereka
atas kelemahannya untuk membuat semisal Alquran, akan tetapi
menjelaskan kebenaran Alquran dan Rasul yang membawanya6.
2. Tujuan Adanya Mukjizat Al-Qur’an
Dari pengertian yang telah diuraikan di atas,dapatlah diketahui bahwa
tujuan I’jazul qur’an itu banyak,diantaranya yaitu :
a. Membuktikan bahwa Nabi Muhammad yang membawa mukjizat kitab
al qur’an itu adalah benar-benar seorang nabi dan rasul Allah.Beliau
diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia
dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi al qur’an
kepada mereka yang ingkar. menyampaikan ajaran-ajaran Allah
kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya
menandingi al qur’an kepada mereka yang ingkar.
b. Membuktikan bahwa kitab al qur’an itu adalah benar-benar wahyu
Allah,bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan nabi
Muhammad.Sebab pada kenyataannya mereka tidak bisa membuat
tandingan seperti Al Qur’an sehingga jelaslah bahwa al qur’an itu
bukan buatan manusia.
c. Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia
khususnya bangsa arab,karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra
dan seni bahasa arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab
tandingan yang sama seperti al qur’an,yang telah ditantang kepada
mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al qur’an.
d. Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang
tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya.Mereka
ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak mau menerima kitab suci
itu.
6 Muhammad Ali As-Shobuni. Attibyan fi Ulumil Qur'an. Bairut: Muassasah Manahililul Irfan. 1981. Hal 89
4
3. Macam-macam Mukjizat
Ketahui bahwa mukjizat adalah perkara yang keluar dari adat
kebiasaan, disertai tantangan dan terbebas dari aksi penyaingan. Mukjizat
adakalanya bersifat indrawi dan adakalanya bersifat aqli. Sebagian besar
mukjizat pada Bani Israil bersifat indrawi karena kebodohan dan
tumpulnya mata hati mereka. Sementara sebagian besar mukjizat umat
Islam bersifat rasional karena kecerdasan dan kesempurnaan daya
pemahaman mereka. Selain itu, karena syariat yang terakhir ini berlaku
abadi sepanjang masa hingga hari kiamat, maka secara khusus didukung
dengan mukjizat yang bersifat rasional. Semua itu agar diperhatikan oleh
orang-orang yang bermata hati tajam7.
Menurut Munawar Khalil mukjizat Al-Qur’an juga terbagi dua
yaitu, indrawi danmaknawi. Mukjizat indarawi, yang dapat dilihat dengan
mata, didengar telingga, dicium dengan hidung, diraba dengan tangan,
dirasakan dengan lidah, atau dengan kata lain dapat dirasakan oleh kelima
indra perasa. Allah memberikan banyak mukjizat kepada para Nabi dan
Rasul-Nya, dan sebagian besar dari mukjizat-mukjizat tersebut adalah
yang inderawi. Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang
muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang
nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat
membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta
mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila
melihat komentar Imam Jalaludin as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat
bahwa kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi
yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik. Beliau
menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat
intelegensi bani Israil8.
Mukjizat yang maknawi, di pihak lain, tidak melibatkan kelima indra,
melainkan harus ditempuh melalui kekuatan kecerdasan dan pikiran. Bagi
7 Issa J Boullata, op. cit., hal. 2248 Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal 311
5
Munawar Khalil, Al-Qur’an merupakan suatu mukjizat maknawi dan
keindahan teksnya terlihat oleh setiap orang yang menganalisisnya.
Kemukjizatan tersebut terletak pada keindahan dan gaya bahasa Al-
Qur’an; keindahan dan gaya bahasa yang tidak mungkin bagi manusia
untuk menciptakan karya tulis yang sejajar dengan Al-Qur’an.
Kemukjizatan itu bahkan lebih jelas lagi ketika diingat kembali bahwa
Muhammad adalah seorang ummi9.
Penjelasan tersebuat menyatakan bahawa ada beberapa perbedaan
antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya,
Umumnya mukjizat para nabi dan rasul itu berkaitan dengan masalah yang
dianggap mempunyai nilai tinggi dan diakui sebagai suatu keunggulan
oleh masing-masing umatnya pada masa itu. Misalnya, zaman Nabi Musa
as. adalah zaman keunggulan tukang sihir, maka mukjizat utamanya
adalah untuk mengalahkan tukang-tukang sihir tersebut. Zaman Nabi Isa
as. adalah zaman kemajuan ilmu kedokteran, maka mukjizat utamanya
adalah menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
pengobatan biasa, yaitu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam
kandungan dan orang yang berpenyakit sopak, serta menghidupkan orang
yang sudah mati, dan zaman Nabi Muhammad adalah zaman keemasan
kesustraan Arab, maka mukjizat utamanya adalah Al-Qur’an, kitab suci
yang ayat-ayatnya mengandung nilai satra yang amat tinggi, sehingga
tidak ada seorang manusia pun dapat membuat serupa dengan Al-Qur’an
seperti yang berulang-ulang ditantang oleh Al-Qur’an sendiri. Mukjizat
Nabi Muhammad saw. memiliki kekhususan dibandingkan dengan
mukjizat nabi-nabi lainnya. Semua mukjizat sebelumnya dibatasi oleh
ruang dan waktu, artinya hanya diperlihatkan kepada umat tertentu dan
masa tertentu. Sedangkan mukjizat Al-Qur’an bersifat universal
dan eternal(abadi), yakni berlaku untuk semua umat sampai akhir zaman10.
9Howard Federspiiel, Kajian Al-Qu’an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus hinggaQuraish Shihab (Cet. Bandung: Mizan, 1996), hal. 115.
10 Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehn Hakiki(Cet. III; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 30-31.
6
Perbedaan ini disebabkan dua hal pokok;
a. Pada masa nabi sebelum Nabi Muhammad saw ditugskan untuk
masyarakat dan masa tertentu. Oleh karena itu, mukjizat mereka
hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk
sesudah mereka. Ini bedanya dengan Nabi Muhammad yang diutus
untuk seluruh umat manusia samapai akhir zaman, sehingga bukti
kebenaran ajarannya selalu ada, di mana dan kapan pun berada. Jika
demikian halnya, tentu mukjizat tersebut tidak mungkin bersifat
material, karena kematerialan membatasi ruang dan waktunya.
b. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para
nabi khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan bukti
kebenaran yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti
tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indera
mereka. Akan tetapi, setelah manusia mulai menanjak ke tahap
kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat inderawi tidak dibutuhkan
lagi11.
4. Syarat-syarat Kemukjizatan
Manusia mempunyai dua macam kecenderungan dalam memandang
kebenaran.Pertama, manusia meyakini kebenaran berdasarkan
pengamatan empiris. Kedua, manusia meyakini kebenaran berdasarkan
rasional, atau mengabungkan keduanya. Sebagaimana suatu kebenaran,
risalah, yang dibawa para rasul tidaklah terlepas dari kedua macam
penerimaan tersebut; sekalipun terkadang cara pengamatan pertama lebih
diprioritaskan oleh golongan manusia sendiri12.
Yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an kepada kalangan non ahli
bahasa adalah, bahwa orang non-Arab sekarang ini tidak mengetahui
mukjizat Al-Qur’an kecuali berdasarkan hal-hal yang melebihi diri orang
non-Arab yang pada zaman tersebut menyaksikan mukjizatnya. Orang
11Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an: Disusun Berdasarkan Kurikulum Terbaru Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam (Cet. II; Bandung: Pustaka setia, 2010), h. 192-193.
12 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukumdalam Al-Qur’an (Cet. III; Jakarta: Penamadani, 2005), hal. 188.
7
yang hidup di zaman itu, pertama kali, harus tahu bahwa orang Arab
lemah menghadapinya. Sementara itu, dia tahu kelemahan orang Arab
melalui transmisi kabar bahwa Nabi saw. telah menantang bahwa bangsa
Arab kemudian mereka lemah menghadapinhya. Transmisi kabar tersebut
memerlukan syarat dan tidak begitu saja membenarkan Al-Qur’an sebagai
mukjizat. Juga tidak serta merta menjadi mukjizat karena orang Arab yang
bukan ahli bahasa mengetahui bahwa seluruh orang Arab tidak mampu
menandinginhya. Sebaliknya, Al-Qur’an itu sendiri dalah mukjizat. Hanya
saja harus diketahui dengan cara ketidakmampuan mereka untuk
membuatnya13.
Adanya suatu mukjizat yang dapat diakui kebenarannya, serta manusia
tunduk padanya, harus mengandung tiga syarat kemukjizatan.
Pertama, harus ada tantangan dengan mukjizat itu, sehingga mendorong
pihak musuh untuk menentang dan mencobanya. Tanpa adanya tantangan
itu, tidak ada orang yang mengacuhnya dalwah-dakwahnya, serta
kebesaran mukjizat itu.
Kedua, harus mengandung unsur yang dapat mendorong pihak musuh
untuk menentang, seperti mempertahankan kepercayaan-kepercayaan
mereka, budaya nenek moyang yang telah turun temurun mereka ikuti, apa
yang telah terbiasa menjadi sistem hidup mereka, dan tata cara ritus serta
pergaulan mereka. Siapa yang membawa dakwah yang menentang hal
tadi, dan mencela apa yang menjadi sistem kehidupan mereka, serta
menilai mereka sebagai seorang yang sesat, maka tentunya akan ada
timbul dorongan untuk menentang dakwahnya itu, terutama jika ada
tantangan yang dilontarkan.
Ketiga, tidak ada penghalang bagi orang lain untuk menentangnya. Jika
seandainya ada seorang manusia mengaku nabi di Australia, misalnya, dan
mengaku bahwa mukjizatnya adalah kitab berbahasa Arab yang
diturunkan kepadanya dari langit. Kemudian ia menentang sebagian orang
Arab untuk membuat kitab yang sama seperti kitabnya, dan tidak ada
13 Issa J Boullata, op. cit., hal. 128.
8
orang yang maju untuk menyambut kedatangannya itu, maka hal itu tidak
dapat menjadi bukti kemukjizatannya, karena adanya penghalang yang
menghalangi orang-orang yang mampu di dunia Arab untuk menjawab
tantangan itu, karena jauhnya tempat masing-masing14.
5. Segi Kemukjizatan Al-Qur’an
a. Bahasa dan Susunan Redaksinya
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya
al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa
satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam
bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan
yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan
menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-
kata, serta kelancaran logika15.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh
dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang
mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bisa
dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuaisi, syi’ir atau prosa
(natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak
sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap
dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran16.
14 Yusuf Al-Qardhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 52-53.
15 At-Thbathaba’I, al-Mizan, juz I, halm. 6616 Manna’ al-Qathan, Mabahis fi Ulumil Quran, hal. 264-265. tantangan al-Quran pada
orang-orang Arab pada saat itu tidak hanya sekali. Pertama tantangan itu berupa undangan bagi orang-orang Arab beserta seluruh keuatan pendudkungnya baik dari jin atau manusia utnk membuat padanan al-Quran (QS. Al-Isro': 88). Kemudian tantangan itu ditingkatkan menjadi 10 surat (QS. Hud: 13). Pada khirnya tantangan terakhir hanya untuk meniru satu saurat dari al-Quran (QS. Al-Baqarah: 23). Lihat Abdul Qahir al-Jurjani, Dala’ilul I’jaz, hal. 385. dikatakan bahwa al-Quran itu adalah kalam tapi tidak seperti kalam manusia, sehingga para penyair Arab seperti Umrul Qais hanya ahli dalam hal ekspresi kegembiraan serta penggamabaran keelokan wanita, lalu an-Nabigho ahli dibidang syi’ir tentang ekspresi ketakutan, syi’ir al-A’sya paling demonstrative dalam hal penghibaan atau permohonan, sedangkan syi’ir-syi’ir Zuhair hanya piawai dalam penyusunan kata sebagai ungkapan cinta dan pengandaian. Lihat Ibn al-Khatib, al-Furqon, hal. 14
9
Dari sini bias disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak
mampu oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan
secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan
adanya ketidak mampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal
itu telah terbukti, serta kita tahu bangsa Arab telah ditantang al-Quran
namun tak mampu menjawabnya, meskipun mereka sangat ingin
melakukannya dan memilki sarana yangkuat untuk itu. Maka tahulah
kita bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu
mereka layani.
Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti
sedangkan mereka jago dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti
pulalah kemukjizatan al-Quran dalam segi bahasa dan sastra dan itu
merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun terhadap kaum-
kaum selain mereka. Sebab dipahami bahwa apabila sebuah pekerjaan
tidak bias dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentunya
semakin jauh lagi kemustahilan itu bias dilakukan oleh mereka yang
tidak ahli dibidangnya17.
Berkaitan dengan masalah pembuktian akan ketidak mampuan
bangsa Arab untuk menyainngi al-Quran para ulama banyak
memberikan komentar yang mengisyaratkan adanya perbedaan tentang
ihwal ketidakmampuan itu bias terjadi. Secara umum pendapat ulama
dalam masalah sebab terjadinya fenomena ketidakmampuan orang Arab
untuk menandingi al-Quran ada dua pendapat, yaitu18:
1) Muncul dari factor i’jaz yang terkait dan inheren dalam al-Quran
2) Muncul dari luar al-Quran dengan adanya kesengajaan Allah untuk
melemahkan orang Arab secara intelektual (sharfah)
Bahasa Alquran adalah bahasa yang indah dengan susunan
dan gaya bahasanya yang khas yang tidak dapat ditiru para sastrawan
Arab yang dikenal dengan kemampuan bahasa dan sastra yang tinggi,
17 M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, hal. 33218 Manna’ al-Qathan, Mabahis fi ulumil Quran, halm. 261
10
itu dikarenakan bahasa Alquran merupakan fenomena yang mampu
mengungkap sesuatu yang abstrak sehingga dapat dirasakan dalam
dinamika, dan kandungan maknanya dapat menggerakkan imajinasi dan
perasaan pembacanya. Selain itu bahasa Alquran mempunyai
keistimewaan tersendiri:
1)Kelembutan Alquran secara lafzhiah yang terdapat dalam suara dan
keindahan bahasanya.
2)Semua orang (awam atau cendikiawan) dapat merasakan keagungan
dan keindahan Alquran.
3)Sesuai dengan akal dan perasaan karena Alquran memberikan
doktrin pada akal dan hati.
4)Keindahan dan susunan bahasa Alquran dapat memukau akal.
5)Keindahan dalam aneka ragam bentuknya, dalam arti satu makna
yang diungkapkan dalam beberapa lafadz dan susunan yang
bermacam-macam yang semuanya indah dan halus.
6)Alquran mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global
(ijmal) dan bentuk terperinci (tafshil).
7)Dapat dimengerti cukup dengan melihat segi yang tersurat (yang
dikemukakan)19.
Disadari, untuk memahami mukjizat keindahan dan ketelitian
bahasa Alquran, dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa
arab yang cukup tinggi. Meskipun demikian, kita dapat melihat sisi-sisi
lain dari mukjizat Alquran untuk aspek yang satu ini :
1) Nada dan Langgamnya. Ketika membaca Alquran, maka hal
pertama yang dirasakan adalah nada dan langgam dari tiap ayat
yang dibaca. Keunikannya dapat dilihat pada ritme dan irama
ketika diucapkan. Satu contoh, yang ada dalam surat an-nazi’at: Di
saat selesai pada ayat kelima, diteruskan pada ayat selanjutnya,
namun dengan nada lain, berbeda dengan lima ayat pertamanya,
19 Said Agil Husin Al-Munawwar. Alquran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarat: PT.Ciputat Press, 2005. Hal 35
11
sehingga tidak terasa adanya suasana bacaan yang monoton. Jika
kita membuka lembaran-lembaran Alquran pada halaman lainnya,
niscaya akan ditemukan pula irama-irama ayat dengan keindahan
lainnya. Simaklah juga rentetan al-asmaul husna dalam surat al-
Hasyr ayat 22-24, dan demikian seterusnya, “Alquran mempunyai
simfoni yang tidak ada taranya, di mana setiap nada-nadanya bisa
menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita”. Kalimat
terakhir ini merupakan ungkapan seorang cendekiawan Inggris,
Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of Glorious Quran.
Penulis ini memeluk Islam sebelum menterjemahkan Alquran, dan
kita tidak dalam sebuah posisi untuk membuktikan apakah ia
menulis pengaruh nada al-Quran tersebut sebelum atau sesudah
keIslamannya20.
2) Keseimbangan Kata-Katanya, Tidak ada kata “kebetulan” untuk
perimbangan kata-kata yang ada dalam Alquran ini. Keseimbangan
kata-kata tersebut begitu pas dan sama sekali tidak dibuat-buat.
b. Segi Ilmiah
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah adalah
dorongan serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir
keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya 21.
Kemukjizatan ilmiah Alquran adalah dorongan Alquran untuk selalu
memikirkan dan mencermati alam dan penggunaan akal dalam aktifitas
berpikir, bukan dalam teori-teori ilmiah22, Kalau keilmiahan Alquran
bersifat teori, Alquran suatu ketika tidak akan aktual untuk dikaji,
karena teori akan selalu berubah, ada yang membaharui, dan identik
dengan penelitian dan hasil observasi manusia.Hakikat ilmiah yang
20Ahmed Deedat, The Choise, Dialog Islam-Kristen, Jakarta, Pustaka Alkautsar, 1999, hal. 184
21 Mansur Hasbunabi, al-Kaun wa al-I’jaz fi al-Quran, hlm. 19-2022 Manna’ al-Qathan, Opcit, Hal. 272
12
disinggung Alquran, di kemukakannya dalam redaksi yang singkat, dan
sarat makna23, dan tidak lepas dari sabtansi Alquran sebagai petunjuk.
Ilmu pengetahuan selalu berkaitan dengan teori-teori ilmiah yang
mana teori ilmiah itu sendiri harus dimulai dengan asumsi dan hipotesis
serta tunduk pada eksperimen samapai terbukti kebenaran atau malah
sebaliknya. Dengan demikian maka ilmu pengetahuan itu mengalami
perubahan sesuai dengan hukum kemajuan dan selalu berada dalam
kekurangan. Berkaitan dengan kemukjizatan ilmiah Qur’an bukanlah
pada ayat-ayat Qur’an yang selalu mengandung segala teori ilmiah yang
diinginkan, namun Qur’an adalah kitab akidah dan hidayah yang
menyeruh hati nurani untuk menghidupkan di dalamnya faktor-faktor
perekembangan dan kemajuan serata dorongan kemajuan dan
keutamaan24.
Segi lain dari kemu’jizatan Al-Qur’an adalah isyarat-isyarat yang
rumit terhadap sebagian ilmu pengetahuan alam telah disinggung oleh
Al-Qur’an sebelum ilmu pengetahuan itu sendiri sanggup
menemukannya. Juga kemudian terbukti bahwa Al-Qur’an sama sekali
tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan baru yang didasarkan
penelitian ilmiah25. Hal ini telah diisyaratkan dalam QS.Fushshilat :53,
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup
bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Ilmu-ilmu yang terdapat dalam Al-Qur’an ada yang
tersurat langsung melalui ayat-ayatnya dan ada pula yang hanya tersirat
dalam ayat-ayatnya. Untuk ilmu yang tersurat secara langsung, akan
mudah untuk kita pahami. Namun untuk ilmu yang hanya tersirat dalam
23 M. Quraish Shihab, Mukjizat Alquran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan 2003 (Cet. Ke-13). Hal 166
24 Manna’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hlm. 38625 Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Terjemah At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an (Ikhtisar
Ulumul Qur’an Praktis),(Jakarta: Pustaka Amani,2001)hlm.198
13
ayat-ayatnya, memerlukan penafsiran yang mendalam disertai
pemahaman berbagai disiplin ilmu yang mendukung ayat-ayat
tersebut26.
Al-Qur’an memuat isyarat-isyarat yang cukup mendalam tentang
ilmu pengetahuan, tergantung bagaimana kita dapat menguak rahasia-
rahasia yang tersimpan pada ayat-ayatnya. Hal tersebut merupakan satu
diantara beberapa bukti yang menunjukkan kemu’jizatan yang
dikandung Al-Qur’an. Membahas Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan
bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
tersimpul di dalamnya, tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada
proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-
Qur’an serta sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan. Dengan kata
lain, meletakkannya pada sisi “Social Psychology”(psikologi sosial),
bukan pada sisi “History of Scientific Progress” (sejarah
perkembangan ilmu Pengetahuan)27.
Walaupun pada hakikatnya Al-Qur’an mencakup segala aspek dari
ilmu pengetahuan, namun Al-Qur’an bukanlah kitab ilmu pengetahuan,
karena terdapat beberapa hal yang membedakan keduanya, :
1) Dari sisi metode penyusunan
Penyusunan Al-Qur’an (tartibul ayat wa assuwar) adalah tauqify
(berdasarkan petunjuk langsung dari Allah). sehinggga dalam
beberapa ayat kita akan menemukan ayat yang membahas tentang
persoalan akidah bergandengan dengan persoalan hukum dan
kritis dan sebagainya. Sepintas kita lihat hal tersebut merupakan
suatu korelasi yang kurang pas. Namun sekali lagi Al-Qur’an
adalah kitab Allah yang yang tidak ada keraguan dan
pertentangan.
26 Wisnu Arya Wardhana, melacak Teori Einstein dalam Al-Qur’an : Penjelasan Ilmiah tentang Teori Einstein dalam Al-Qur’an,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005)hlm.24
27 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an : Fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan,1999) hlm.41
14
Penyusunan pada buku-buku ilmu pengetahuan, biasanya dalam
satu buku hanya membahas satu masalah tertentu, selalu
menggunakan metode tertentu pula dan dibagi dalam beberapa
bab dan pasal.
2) Dari sisi kebenaran yang dikandung
Kebenaran yang dikandung Al-Qur’an bersifat kekal dan tak
terbantahkan. Jika mungkin ditemukan suatu peristiwa yang
bertentangan dengan Al-Qur’an, hal tersebut bukan berarti Al-
Qur’an perlu direvisi tapi lebih kepada akal manusia yang belum
mampu menjangkaunya atau belum disingkap tabir yang
melingkupi kebenaran itu oleh Allah. Sebagaimana dalam
QS.Shod :87-88
“ Al Quran Ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta
alam.(87) Dan Sesungguhnya kamu akan mengetahui
(kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi (88)”
Kebenaran suatu teori ilmiah pada suatu masa bisa jadi pada masa
atau generasi selanjutnya akan di kritik habis-habisan atau bahkan
akan memunculkan teori ilmiah baru yang bertentangan dari
penemuan sebelumnya. Hal ini dapat dimaknai bahwa ilmu
pengetahuan (science) bersifat tidak kekal28.
c. Segi Pembentukan Syariat
Manusia sebagai mahluk sosial butuh interaksi antara sesama,
dalam artian antara satu orang dengan orang lain saling membutuhkan
dalam menjalankan roda kehidupan masing-masing. Oleh karena itu
perlu adanya undang-undang atau aturan yang berfungsi sebagai sistem
pengatur dalam perinteraksian sosial, agar tatanan kekidupan stabil,dan
28 Ibid. Hal. 41
15
keadilan antara individu terwujud, sehingga tidak ada tumpang tindih
dan ketidak selarasan dalam tatanan kemasyarakatan.sebab itulah Allah
menurunkan Alquran sebagai syariat bagi manusia.
Syariat dalam Alquran tidak hanya mengacu pada pembentukan
hukum saja, tetapitasyri' yang dimaksud disini juga meliputi aqidah dan
norma (akhlak). Dalam hal ini29, mengemukakan prinsip-prinsip syariat
dalam Alquran sebagai petunjuk (hidayah) yang integral dan
konprehensip,
1) Memperbaiki aqidah manusia, dengan memberi petunjuk tentang
keimanan yang benar.
2) Memperbaiki ibadah manisia, agar dapat mensucikan diri dan
jiwanya.
3) Memperbaiki akhalak manusia menjadi lebih terpuji.
4) Memperbaiki norma-norma hubungan kemasyarakatan demi
kesejahteraan manusia.
5) Memperbaiki prinsip-prinsip politik dan tata negara, demi tegaknya
keadilan dan hak asasi manusia.
6) Menyerukan pendistribusian keuangan dan harta kekayaan dijalan
yang baik dan benar, hidup hemat dan tidak boros.
7) Memperbaiki dan mengangkat citra wanita.
8) Memperbaiki dan memberi petunjuk tentang etika perang.
9) Memberantas perbudakan secara bertahap.
10) Membuka kebebasan berpikir, dan melarang pemaksaan
dalam beragama.
Tak kalah menakjubkan lagi ketika al-Qur`an berbicara tentang
hukum (tasyri’) baik yang bersifat individu, sosial (pidana, perdata,
ekonomi serta politik) dan ibadah. Sepanjang sejarah peradaban umat,
manusia selalu berusaha membuat hukum-hukum yang mengatur
29 Muhammad Abdul Aziz Az-Zarqoni. Manahililul Irfan fi Ulumil Qur'an.Bairut: Darul-Fikr. 1988. Hal 351-352
16
sekaligus sebagai landasan hidup mereka dalam kehidupan mereka.
Namun demikian hukum-hukum tersebut selalu direkonstruksi
diamandement bahkan dihapuskan sesuai dengan tingkat kemajuan
intelekstualitas dan kebutuhan dalam kehidupan sosial yang semakin
kompleks. Perkara ini tak berlaku pada al-Qur`an. Hukum-hukum al-
Qur`an selalu kontekstual berlaku sepanjang hayat, dimanapun dan
kapanpun karena al-Qur`an datang dari Zat yang Maha Adil lagi
Bijaksana. Dalam menetapkan hukum al-Qur`an menggunakan cara-
cara sebagai berikut;
1) Secara mujmal. Cara ini digunakan dalam banyak urusan ibadah
yaitu dengan menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian
pula tentang mu’amalat badaniyah al-Qur`an hanya
mengungkapkan kaidah-kaidah secara kuliyah. sedangkang
perinciannya diserahkan pada as-Sunah dan ijtihadpara mujtahid.
2) Hukum yang agak jelas dan terperinci. Misalnya hukum jihad,
undang-undang peranghubungan umat Islam dengan umat lain,
hukum tawanan dan rampasan perang. Seperti (QS. al-Taubah:41)
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”
3) jelas dan terpeinci. Diantara hukum-hukum ini adalah masalah
hutang-piutang QS. Al-Baqarah : 282. Tentang makanan yang halal
dan haram, QS. An-Nis` :29. Tentang sumpah, QS. An-Nahl :94.
Tentang perintah memelihara kehormatan wanita, diantara QS. Al-
Ahzab 33:59. dan perkawinan QS. An-Nisa` 4:22.
d. Pemberitahuan Masalah Gaib
Salah satu segi kemukjizatan Alquran adalah pemberitahuan
masalah gaib, yang dimaksud gaib adalah sesuatu yang tidak di ketahui.
17
tidak nyata atau tersembunyi30, adapun manusia tidak mampu membuka
tabir-tabir gaib, karena pengetahuan manusia terbatas pada
panca indera, sedangkan akal sebagai penyaring dari apa yang
ditangkap oleh panca indera. Pengungkapan masalah gaib dalam
Alquran merupakan bukti bahwa ia adalah kalam Allah bukan buatan
nabi Muhammad, seperti apa yang di tuduhkan oleh orang-orang
orentalis.
yang di ungkapkan Alquran mengenai masalah gaib adalah ,
peristiwa yang lampau yang tidak di ketahui oleh manusia kecuali
dengan wahyu, peristiwa yang akan datang ,dan peristiwa masa
sekarang yang belum di ketahui oleh manusia31.
Masalah gaib ini, ada yang sudah terbukti kebenarannya dan ada
yang belum terungkap, sekarang yang menjadi permasalahan yaitu cara
menyikapi berita gaib dalam Alquran yang belum terungkap, sikap
yang seharusnya dilakukan oleh orang Islam adalah tetap mempercayai
berita tersebut, karena bagaimanapun juga berita itu datang dari Allah
dan segala sesuatu yang bersumber dari Allah pasti benar, adapun tidak
terungkapnya berita gaib tersebut dikarenakan dua faktor, 1)
pengetahuan manusia yang terbatas, 2) belum waktunya untuk diketahui
atau terungkap.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Al-qur’an adalah ketib suci umat islam yang merupakan hidayah baginya, dan
sebagai pedoaman hidup umat islam. Alquran mempunyai keistimewaan dan
30 M. Quraish Shihab, Mukjizat Alquran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan 2003 (Cet. Ke-13). Hal 193
31 Ibid, Hal. 194
18
keajaiban, ia akan selalu eksis bersama perkembangan sejarah manusia tidak
terkecuali sejalan dengan perkembangan sains. Alquran adalah hidayah yang
memberikan petunjuk kepada manusia dalam persoalan akidah, tasyri' dan akhlak
agar berbahagia dunia dan akhirat, yang didalamnya menyisaratkan segala ilmu
pengetahuan ini menunjukakan Alquran tidak ada pertentagan dengan ilmu
pengetahuan dan menbuat takjub pembacanya dengan sajian bahasa yang
menawan. Alquran adalah kitab yang tidak bisa ditandingi oleh manusia, ia akan
tetap eksis sepanjang masa, dan selalu aktual untuk dikaji dan dipelajari. Ini
merupakan bukti kebesaran dan kekuasaan Allah, maka masih adakah yang
merangukanNya?.
B. Saran
Demikian seklumit pemaparan penulis tentang I’jazal-Qur’an. Tentunya
penulis hanyalah manusia biasa yang masih memiliki kekurangan sehingga dalam
peyajian makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi sistematis penulisan
maupun isi. Maka penulis berharap saran dan masukan dari pembaca sekalian.
Daftar Pustaka
As-Shobuni, Muhammad Ali. Attibyan fi Ulumil Qur'an. Bairut: 1981
_______________, Terjemah At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an (Ikhtisar Ulumul
Qur’an Praktis). Jakarta : Pustaka Amani. 2001
19
Al Munawar, Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehn Hakiki.
Cet. III; Jakarta: Ciputat Press, 2003
Al-Qardhawi, Yusuf, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an. Cet. I; Jakarta: Gema
Insani Press, 1999.
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an: Disusun Berdasarkan Kurikulum
Terbaru Nasional Perguruan tinggi Agama Islam. Cet. II; Bandung: Pustaka
setia, 2010.
Az-Zarqoni, Muhammad Abdul Aziz. 1988. Manahililul Irfan fi Ulumil
Qur'an. Bairut: Darul-Fikr
Boullata, Issa J, Al-Qur’an Yang Menakjubkan; Bacaan Terpilih dalam Tafsir
Klasik Hingga Modern dari Seorang Ilmuan Katolik. Cet. I; Ciputat: Lentera
Hati, 2008.
Deedat, Ahmed. 1999,The Choise, Dialog Islam-Kristen, Jakarta, Pustaka
Alkautsar
Federspiiel, Howard, Kajian Al-Qu’an di Indonesia; Dari Mahmud Yunus
hingga Quraish Shihab. Cet. Bandung: Mizan, 1996.
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon fi ulumi al-Quran, juz II, Muassasah al-kutub as-
Saqofiyah, Mesir
Mansur Hasbunabi, al-Kaun wa al-I’jaz fi al-Quran, Dar el-Fikr al-Araby,
Libanon
Mardan, Al-Qur’an Sebagai Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh. Cet.
I; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009.
Qattan, Manna khalil. terjemahan Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, Bogor: Litera
Antarnusa, 2009.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an : Fungsi dan Peran wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan. 1999
_______________, Mukjizat Al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat
Ilmiah danPemberitaan Gaib. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998.
20
Shihab, Umar, Kontekstual Al-Qur’an; Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum
dalam Al-Qur’an. Cet. III; Jakarta: Penamadani, 2005.
Wardhana, Wisnu Arya, Melacak Teori Einstein Dalam Al-Qur’an : Penjelasan
Ilmiah Tentang Teori Einstein Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. 2005
21