iii - Web FH Unram · Dalam proses penerbitan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan...
Transcript of iii - Web FH Unram · Dalam proses penerbitan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan...
i
ii
iii
TANGGUNG JAWAB YURIDIS KEPALA KANTOR AGRARIA DAN TATA
RUANG ATAU BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) TERHADAP
MUNCULNYA SERTIFIKAT GANDA TERHADAP HAK ATAS TANAH
DINARUL KHALISHAH
D1A 115 070
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menjelaskan tanggung jawab Kepala Kantor Agraria dan Tata
Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap munculnya Sertifikat Ganda
terhadap Hak Atas Tanah dan peran Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau
Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap munculnya Sertifikat Ganda terhadap
Hak Atas Tanah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
Normatif. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan, konseptual dan sosiologis. Hasil penelitian ini yaitu setiap penggunaan
wewenang oleh pejabat selalu disertai dengan tanggung jawab. Tanggung jawab
tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2016 tentang
Penyelesaian Kasus Pertanahan. Penyelesaian sengketa tanah ini melalui mediasi oleh
BPN,dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan
Perundang-undangan.
Kata kunci : Tanggung Jawab, Peran BPN, Sertifikat Ganda
THE JURIDICAL RESPONSIBILITY OF HEAD OF OFFICE OF AGRARIAN
AND SPATIAL PLANNING OR NATIONAL LAND AGENCY (BPN) AGAINST
THE EMERGENCE OF DOUBLE CERTIFICATES OF LAND RIGHTS
ABSTRACT
This research purpose to examine the juridical responsibility of head of office of
agrarian and spatial planning or national land agency (BPN) against the emergence
of double certificates of land rights and the role of of head of office of agrarian and
spatial planning or national land agency (BPN) against the emergence of double
certificates of land rights. Method of this research is normative legal research. The
approach used are legislative, conceptual and sociological approach. The results of
this study are that every use of authority by officials is always accompanied by
responsibility. This responsibility as stated in Ministry Regulation No. 11 year 2016
of Land Settlement Cases. The dispute land settlement through mediation by the BPN,
is based on legitimate authorities based on legislation.
Keywords: Double Certificates; Responsibility; Role of BPN;
i
I. PENDAHULUAN
Tanah merupakan sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup
umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,
tetapi lebih dari itu tanah merupakan tempat dimana manusia hidup dan berkembang,
tanah menjadi sumber bagi segala kepentingan hidup manusia.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional dibentuk Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya disingkat
BPN sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Seiring dengan perkembangan di bidang pertanahan, peraturan tersebut
mengalami berbagai perubahan yang terakhir adalah Peraturan Presiden Nomor
: 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,
disingkat BPN RI, selanjutnya disebut Perpres 20 Tahun 2015.
Diadakannya pendaftaran tanah akan membawa akibat hukum yaitu diberikan
surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim. Sebagai sertifikat tanah kepada
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat pembukti yang
kuat. Sertifikat merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembukti yang
kuat mengenai data fisik dan data yuridis.
Penerbitan sertifikat diperlukan suatu proses yang melibatkan pihak
pemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa maupun pihak
instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas
hak berhubungan dengan pemohon sertifikat tersebut.
ii
Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak terkait memiliki peluang
untuk terjadinya pemalsuan, daluarsa bahkan adakalanya tidak benar atau fiktif
sehingga timbul sertifikat cacat hukum.1
Sekarang dalam praktik tidak jarang terjadi beredarnya sertifikat palsu,
sertifikat asli tetapi palsu atau sertifikat ganda di masyarakat sehingga pemegang hak
atas tanah perlu mencari infomasi tentang kebenaran data fisik dan data yuridis yang
tertera dalam sertifikat tersebut di Kantor Pertanahan setempat.
Pada umumnya masalah baru muncul dan diketahui terjadi penerbitan
sertifikat ganda yaitu untuk sebidang tanah diterbitkan lebih dari satu sertifikat yang
letak tanahnya saling tumpang tindih, ketika pemegang sertifikat yang bersangkutan
akan melakukan satu perbuatan hukum atas bidang tanah yang dimaksud.
Disinilah peran Kantor Pertanahan lebih optimal dalam mengatasi munculnya
penyelesaian sengketa pendaftaran hak atas tanah, sehingga kepemilikan atas tanah
tetap dipegang oleh pihak yang bersangkutan. Dengan melihat betapa pentingnya
peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam mengatasi munculnya sertifikat
ganda.
Berdasarkan uraian diatas maka penyusun tertarik untuk melakukan penelitian
yang ditulis dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul : Tanggung Jawab
Yuridis Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan
1 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan, Cet.3, Penyelesaian
Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan, Cet.4, Pengadaan Tanah Instanti
Pemerintah, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2003, hlm.25.
iii
Nasional (BPN) Terhadap Munculnya Sertifikat Ganda Terhadap Hak Atas
Tanah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana tanggung jawab Kepala Kantor Agraria
dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) bila terbit sertifikat ganda ?
2. Bagaimana peran Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dalam penyelesaian sengketa munculnya sertifikat ganda ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab Kepala Kantor
Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) bila terbit sertifikat
ganda serta peran Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dalam penyelesaian sengketa munculnya sertifikat ganda.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan
pendekatan perundang-undangan (statue approach), konseptual (conceptual
approach), kasus (case approach). Jenis dan sumber bahan hukum yaitu bahan
hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui studi dokumen baik
melalui studi kepustakaan maupun melalui media elektornik (internet). Bahan-bahan
hukum tersebut dianalisis dengan cara menguraikan berbagai fakta hukum
selanjutnya dilakukan interprestasi atau penafsiran.
iv
II. PEMBAHASAN
Tanggung Jawab Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Bila Terbit Sertifikat Ganda
Pemberian atau penetapan hak atas tanah hanya dapat dilakukan oleh Negara
melalui pemerintah untuk itu pemberian jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya merupakan salah satu tujuan pokok UUPA yang
sudah tidak bisa ditawar lagi, sehingga undang-undang menginstruksikan kepada
pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia yang
bersifat rechtskadaster yang bertujuan menjamin kepastian hukum dan kepastian
haknya. Dengan demikian diberikan kewenangan kepada pemegang hak atas tanah
untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai peruntukannya. Namun pada kenyataan
hingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat diwujudkan sepenuhnya,
bahkan disebutkan jumlah bidang tanah yang sudah didaftarkan bar 31% dari 85%
juta bidang tanah di Indonesia. 2 Di Indonesia Sertifikat hak-hak atas tanah beraku
sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 ayat 2 huruf c
UUPA dan pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.3
Dalam proses penerbitan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN) tidak menutup kemungkinan akan terjadinya sertifikat ganda
sehingga dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional tentunya harus melaksanakan
2 Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Cet.2, CV. Mandar
Maju, Bandung, Hlm.5 3 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, No. 24 Tahun 1997, LN Tahun 1997,
TLN No. 3696
v
tugas dan kewenangannya secara cermat dan teliti. Apabila terjadinya munculnya
sertifikat ganda Badan Pertanahan Nasional (BPN) mempunyai tanggung jawab
untuk menyelesaikannya sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Presiden
Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional dalam Pasal 1 bahwa
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan
BPN RI adalah lembaga pemerintah non kementrian yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada presiden, sedangkan dalam Pasal 2 disebutkan bahwa
BPN RI mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan
sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan memperhatikan ketentuan 2 pasal diatas, maka bisa dikatakan bahwa
kantor pertanahan merupakan Pejabat TUN, hal ini dikarenakan diatur di dalam
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada pasal
1 Nomor 2 yang menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah
Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sehingga apabila terbit sertifikat ganda maka
Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyelesaiakannya melalu Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
Apabila sudah ada keputusan dari PTUN tentang sengketa sertifikat ganda
tersebut maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) memutuskan pihak mana yang
mempunyai hak atas sertifikat tersebut dengan melakukan pembatalan sertifikat yang
tidak kuat alat buktinya.
vi
Selain dari tanggung jawab Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau Badan
Pertanahan Nasional (BPN), keberadaan sertifikat hak atas tanah sebagai surat tanda
bukti hak memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Hal ini berarti bahwa selama
tidak dapat dibuktikan sebaliknya terhadap data fisik dan data yuridis yang tercantum
didalamnya harus di terima sebagai data yang benar.
Bahwa untuk menjamin hak atas tanah yang telah didaftarkan maka akan
diterbitkan sertifikat yang merupakan tanda bukti hak atas tanah yang dikeluarkan
oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan
peraturan dan perundang-undangan.
Menurut pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah yang mana dalamnya mengurus sertifikat harus melewati 3 (tiga) tahap yang
garis besarnya sebagai berikut : a. Permohonan Hak, permohonan sertifikat hak atas
tanah dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu : penerimaan hak, para ahli waris, para
pemilik tanah, pemilik sertifikat. b. Pengukuran dan pendaftaran, untuk keperluan
penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah dipergunakan 4 (empat) macam
daftar yaitu : daftar tanah, daftar buku tanah, daftar surat ukur, daftar nama. c.
Penerbitan sertifikat, tahap terakhir yang dilakukan adalah membuat salinan dari buku
tanah dari hak-hak atas tanah yang telah di bukukan.
Tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional (BPN) ini bersifat pasif yang mana
telah di atur dalam Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan artinya ketika ada sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak
menyelesaikan sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah
vii
11 Tahun 2016, Badan Pertanahan Nasional (BPN) bertanggung jawab dalam hal
administrasi, ketika ada sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN)
menyelesaikannya melalui PTUN seperti membatalkan sertifikat yang tidak kuat alat
buktinya setelah adanya keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak melaksanakan
penyelesaian sengketa secara mediasi antara para pihak sebagaimana telah di
amanatkan oleh Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan.
Adapun yang menyebabkan terjadinya sertifikat ganda yaitu :4 a. faktor intern, 1.
Tidak dilaksanakannya Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaanya
secara konsekuen dan bertanggung jawab disamping masih adanya orang yang
berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi. 2. Kurang berfungsinya aparat
pengawas sehingga memberikan peluang kepada aparat bawahannya untuk bertindak
menyeleweng dalam arti tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai sumpah
jabatannya. 3. Ketidaktelitian pejabat Kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertifikat
tanah yaitu dokumen-dokumen yang menjadi dasar bagi penerbitan sertifikat tidak
teliti dengan seksama yang memungkinkan saja dokumen-dokumen tersebut belum
memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. b. faktor ektern, 1. Masyarakat masih kurang mengetahui undang-
4 Utoyo Sutopo, Masalah Penyalahgunaan Sertifikat Dalam Masyarakat Dan Upaya
Penyalahgunaannya, Makalah pada Seminar Nasional Kegunaan Sertifikat Dan Permasalahannya,
Yogyakarta, 1992, hlm, 5-6
viii
undang dan peraturan tentang pertanahan khususnya tentang prosedur pembuatan
sertifikat tanah. 2. Persediaan tanah tidak seimbang dengan jumlah peminat yang
memerlukan tanah. 3. Pembangunan mengakibatkan kebutuhan akan tanah semakin
meningkat sedangkan persediaan tanah sangat terbatas sehingga mendorong peralihan
fungsi tanah dari tanah pertanian ke non pertanian, mengakibatkan harga tanah
melonjak.
Penyebab lainnya dari sengketa pertanahan adalah nilai ekonomis tanah yang
sangat tinggi dan tanah merupakan simbol eksistensi dan status sosial ditengah
masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya konflik pertanahan. Makna dan nilai
tanah yang begitu strategis dan istimewa mendorong setiap orang untuk memiliki,
menjaga dan merawat tanahnya dengan baik, bilaperlu mempertanhannya sekuat
tenaga sampai titik darah penghabisan.
Peran Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Dalam Penyelesaian Sengketa Munculnya Sertifikat Ganda
Sengketa tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan
pertanahan antara orang perseorang, badan hukum, atau lembaga yang tidak
berdampak luas merupakan kelanjutan dari konflik tanah yang selanjutnya disebut
konflik adalah perselisihan antara dua pihak tetapi perselisihan itu hanya di pendam
dan tidak di perlihatkan dan apabila perselisihan iu di beritahukan kepada pihak lain
maka akan menjadi sengketa adapun perkara tanah sendiri adalah perselisihan
pertanahan yang penanganan perkara dan penyelesainnya melalui lembaga peradilan.
ix
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 2016 membedakan
dua jenis yakni pada pasal 4 menyatakan penyelesaian sengketa dan konflik
dilakukan berdasarkan : a. Inisiatif dari Kementerian ; atau b. Pengaduan Masyarakat.
Dimana terdapat dua jenis ini dibedakan masing-masing proses administrasi
dan pencatatan penanganan aduan yang masuk. Terhadap temuan dan aduan tersebut
dilakukan analisa secara mendalam untuk mengukur dan mengetahui apakah kasus
pertanahan itu menjadi Kewenangan Kementrian. Pasal 11 ayat 3 peraturan Menteri
Agraria Nomor 11 Tahun 2016 menyebutkan sengketa atau konflik yang menjadi
Kewenangan Kementrian Agraria dan Tata Ruang.
Sengketa atau konflik itu antara lain, kesalahan prosedur dalam proses
pengukuran, pemetaan, dan/atau perhitungan luas, kesalahan prosedur dalam proses
pendaftaran dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat, kesalahan prosedur
dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah, kesalahan prosedur dalam
proses penetapan tanah terlantar, tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah
yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan. Kesalahan prosedur dalam
proses pemeliharaan data pendaftaran tanah, kesalahan prosedur dalam proses
penerbitan sertifikat pengganti, kesalahan dalam memberikan informasi data
pertanahan, kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin,
Penyalahgunaan pemanfaatan ruang, serta kesalahan lain dalam penerapan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Penyelesaian Kasus Pertanahan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Tidak
x
berwenang menangani kasus pertanahan. Namun Kementerian Agraria dan Tata
Ruang dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa atau
konflik melalui jalur mediasi. Jalur mediasi dalam aturan ini ditempuh juga untuk
jenis sengketa atau konflik baik yang menjadi kewenangan kementerian atau yang
bukan menjadi kewenangan menteri.
Penyelesaian melalui jalur mediasi dapat ditempuh apabila para pihak sepakat
melakukan perundingan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat bagi kebaikan
semua pihak. Jika salah satu piha saja menolak, maka penyelesainnya diselesaikan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mediasi dilakukan paling lama 30 hari
dimana untuk mediatornya berasal dari Kementerian Kantor Wilayah BPN atau
Kantor Pertanahan.
Dalam hal mediasi ditemukan kesepakatan, maka selanjutnya dibuat
perjanjian perdamaian berdasarkan berita acara mediasi yang mengikat para pihak.
Perjanjian perdamaian itu didaftarkan pada Kepanitraan Pengadilan Negeri setempat
untuk memperoleh kekuatan hukum mengikat. Mediasi dianggap batal apabila setelah
di undang tiga kali secara patut, para pihak di persilahkan menyelesaikan sengketa
atau konflik dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan penyelesaian sengketa atau konflik dilaksanakan oleh Kepala
Kantor Pertanahan. Keputusan itu wajib dilaksanakan kecuali terdapat alasan yang
sah untuk menunda pelaksanaannya. Pasal 33 ayat 2 Peraturan Menteri Agraria
Nomor 11 Tahun 2016 menyebutkan ada tiga alasan yang sah untuk menunda
pelaksanaan. Sertifikat yang akan disita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau
xi
lembaga penegak hukum lainnya, tanah yang terjadi objek pembatalan menjadi objek
hak tanggungan serta tanah telah dialihkan kepada pihak lain.
Penanganan perkara yang dilaksanakan dalam perkara di Pengadilan perdata
atau Tata Usaha Negara (TUN) dimana kementerian Agraria dan Tata Ruang menjadi
pihak. Kementerian dapat melakukan upaya hukum meliputi perlawanan (verzet),
banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Pihak yang berpekara dapat meminta keterangan ahli saksi atau saksi ahli dari
Kementerian melalui Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN, atau
Menteri. Sementara dalam hal perkara di pengadilan tidak melibatkan Kementerian
sebagai pihak namun perkaranya menyangkut kepentingan Kementerian maka
Kementerian dapat melakukan intervensi.
Penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandas dengan
kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan Perundang-undangan. Hal
ini penting sebagai landasan BPN untuk mediator di dalam penyelesaian sengketa
pertanahan karena pertanahan dikuasai oleh aspek hukum publik dan hukum privat
maka tidak semua sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari
pemegang hak saja yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu
kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan
pembatasan-pembatasan, hal ini dimaksudkan agar putsan mediasi tersebut tidak
melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif di lapangan.
Untuk meminimalkan sengketa pertanahan dalam hal ini sertifikat ganda maka
peran yang dilakukan oleh BPN sebagai pelayanan masyarakat antara lain yaitu : a.
xii
Menelaah dan mengelola data untuk menyelesaikan perkara dibidang pertanahan. b.
Menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori jawaban, menyiapkan
memori banding, memori kasasi, memori peninjauan kembali atas perkra yang
diajukan melalui peradilan terhadap perorangan dan badan hukum yang merugikan
Negara. c. Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan. d. Menelaah dan
menyiapkan konsep keputusan mengenai penyelesaian sengketa atas tanah. e.
Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan hak atas tanah yang cacat
administrasi dan berdasarkan kekuatan keputusan pengadilan. f. Mendokumentasi.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga memiliki mekanisme tertentu dalam
menangani dan menyelesaikan perkara atau sengketa pertanahan dalam hal ini
termasuk sertifikat ganda yaitu : a. Sengketa tanah biasanya diketahui oleh Badan
Pertanahan Nasional melalui pengaduan. b. Pengaduan ditindak lanjuti dengan
mengidentifikasikan masalah, di pastikan unsure masalah merupakan kewenangan
BPN atau tidak. c. Jika memamng kewenangannya, maka BPN meneliti masalah
untuk membuktikan kebenaran pengaduan serta menentukan apakah pengaduan
beralasan untuk di peruses lebih lanjut. d. Jika hasil penelitian perlu ditindak lanjuti
dengan pemeriksaan data fisik administrasi serta yuridis, maka kepala kantor dapat
mengambil langkah berupa pencegahan mutasi. e. Jika permasalahan bersifat
strategis, maka diperlukan pembentukan beberapa unit kerja. Jika bersifat politis,
social dan ekonomis maka tim melibatkan institusi berupa DPR atau DPRD,
departemen dalam negeri, pemerintah daerah terkait. f. Tim akan menyusun laporan
hasil penelitian untuk menjadi bahan rekomendasi penyelesaian masalah.
xiii
III. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: 1. Tanggung jawab kepala kantor Agraria dan Tata Ruang atau
Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika terjadi terbitnya sertifikat ganda yakni
tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersifat pasif karena Badan
Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang berada
dibawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, BPN dalam
menyelesaikan sertifikat ganda ini mengajukan gugatan untuk menyelesaikan melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seharusnya BPN bisa lebih aktif lagi dalam
menyelesaiakan sengketa dengan melakukan mediasi antara para pihak sebagaimana
di amanatkan Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2016 untuk bisa diatasi secara internal
tetapi hak ini tidak dilaksanakan. 2. Peran Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang
atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penyelesaian sengketa munculnya
sertifikat ganda yakni Badan Pertanahan Nasional selalu mengupayakan solusi
penyelesaian sengketa pertanahan dengan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku dengan meperhatikan rasa keadilan dan menghormati hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Selain itu BPN dalam penyelesaian sengketa sertifikat ganda
slalu mengupayakan adanya musyawarah dan BPN juga berwenang melakukan
negoisasi, mediasi dan fasilitasi terhadap pihal-pihak yang bersengketa dan mengagas
suatu kesepakatan diantara para pihak.
xiv
Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penyusun menyarankan sebagai
berikut: 1. Bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memiliki tugas dan
wewenang yang telah diatur dalam perundang-undangan dalam hal ini untuk
menerbitkan sertifikat (bukti kepemilikan) terhadap bidang tanah, tentunya harus
menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan berdasarkan aturan yang berlaku dan
terus memperbaharui system dan program-program baik untuk internal kantor Badan
Pertanahan Nasional maupun untuk eksternal (subyek hukum pemohon sertifikat)
dalam rangka penerbitan sertifikat sehingga mampu mecegah terjadinya sertifikat
ganda yang dapat merugikan masyarakat pemohon sertifikat dan BPN sendiri. Selain
itu perlu adanya pembentukan peraturan atau regulasi yang lebih jelas agar
permasalahan sengketa pertanahan sertifikat ganda dapat diselesaikan lebih cepat
maksimal. 2. Masyarakat sebaiknya harus lebih hati-hati dan teliti pada saat membeli
tanah. Setelah membeli tanah sebaiknya langsung melakukan balik nama dan
mendaftarkan ke kantor pertanahan setempat, karena akibat kelalaian tersebut akan
memperbesar peluang pengklaiman surat atau sertifikat di kemudian hari oleh orang
lain.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali Achmad Chomzah. 2003. Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan,
Cet.3, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum
Pertanahan, Cet.4, Pengadaan Tanah Instanti Pemerintah, Jakarta.
Utoyo Sutopo. 1992. Masalah Penyalahgunaan Sertifikat Dalam Masyarakat Dan
Upaya Penyalahgunaannya, Yogyakarta.
Yamin Lubis & Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi,
Cet.2, CV. Mandar Maju, Bandung.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.