II. TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 02.pdfmerunduk pada bagian ujungnya.Cabang yang masih muda...

16
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Jeruk Besar Tanaman jeruk besar merupakan jenis jeruk yang memiliki tinggi tanaman sampai lebih dari 5 meter dengan cabang-cabangnya banyak dan letak daun tersebar (folia sparsa). Daunnya merupakan daun tunggal, dengan tangkai daun bersayap sempit. Letak bunga terdapat pada ketiak daun, memiliki bau yang harum,jumlah bunga untuk setiap tandannya antara 5-15 buah, serta tajuk bunga 5 sampai 7 lembar berwarna putih. Jenis buah buni, berbentuk bulat, dengan diameter 10-20 cm, berkulit tipis, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika matang, rasanya manis sedikit asam dan kelat. Bentuk bijinya agak pipih, bulat telur sungsang ( Niyomdham, 1992 ). 2.2. Klasifikasi Jeruk Bali Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Familia : Rutaceae Genus : Citrus Spesies : C. grandis( Ahsofyan, 2013 )

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 02.pdfmerunduk pada bagian ujungnya.Cabang yang masih muda...

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Jeruk Besar

Tanaman jeruk besar merupakan jenis jeruk yang memiliki tinggi tanaman

sampai lebih dari 5 meter dengan cabang-cabangnya banyak dan letak daun

tersebar (folia sparsa). Daunnya merupakan daun tunggal, dengan tangkai daun

bersayap sempit. Letak bunga terdapat pada ketiak daun, memiliki bau yang

harum,jumlah bunga untuk setiap tandannya antara 5-15 buah, serta tajuk bunga 5

sampai 7 lembar berwarna putih. Jenis buah buni, berbentuk bulat, dengan

diameter 10-20 cm, berkulit tipis, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika

matang, rasanya manis sedikit asam dan kelat. Bentuk bijinya agak pipih, bulat

telur sungsang ( Niyomdham, 1992 ).

2.2. Klasifikasi Jeruk Bali

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Familia : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : C. grandis( Ahsofyan, 2013 )

6

2.3. Morfologi Tanaman Jeruk Besar ( Citrus grandis)

2.3.1. Daun

Daun tanaman berbentuk bulat telur dan berukuran besar, dengan bagian

puncak atau ujung tumpul dan bagian tepi hampir rata, serta bagian dekat ujung

agak berombak. Letak daun terpencar dengan tangkai daun bersayap lebar, warna

kekuningan, dan berbulu ( Ahsofyan, 2013 ).

2.3.2. Batang dan Akar

Batang tanaman agak kuat, garis tengah 10-30 cm, berkulit agak tebal,

kulit bagian luar berwarna coklat kekuningan, bagian dalam berwarna

kuning.Pohon jeruk mempunyai banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan

merunduk pada bagian ujungnya.Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna

hijau, namun lama-lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua.Tanaman

citrus memiliki batang yang tergolong dalam batang berkayu, yaitu batang yang

biasanya keras dan kuat, karena sebagian besar terdiri dari kayu.Batangnya

berbentuk bulat, berduri (spinosus) pendek, kaku dan juga tajam. Selain itu arah

tumbuh batangnya mengangguk (nutans), dimana batangnya tumbuh tegak lurus

ke atas tetapi ujungnya lalu membengkok kembali ke bawah.(Ahsofyan, 2013).

Akar tanaman jeruk merupakan akar tunggang.( Ahsofyan, 2013 ).

7

2.3.3. Buah

Buah berukuran besar dan berkulit tebal, Buahnya berbentuk bulat atau

bola yang tampak tertekan.Warna daging buah merah muda atau merah jambu.

Daging buah memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai sedikit

asam, dan berbiji sedikit.( Ahsofyan, 2013 ).

2.3.4. Bunga

Bunga jeruk besar adalah bunga majemuk (inflorescentia), tersusun dalam

malai yang keluar dari ketiak daun, bunga berbentuk bintang, diameter 1.5 – 2.5

cm, bunga berwarna putih, dan baunya harum.( Ahsofyan, 2013 ).

2.4. Varietas jeruk besar (Citrus. grandis)

Indonesia terdapat beberapa jenis / varietas tanaman jeruk besar atau

varietas yang terdapat didaerah Indonesia yang banyak dikembang biakan

dibeberapa daerah di Indonesia.

1. Jeruk Bali. Tanaman jeruk Bali mempunyai karakteristik sebagai berikut:

daun dan bentuk buahnya berbulu banyak, buah berukuran sedang, dan

tanaman tidak berbuah lebat. Bentuk buah bulat agak cekung dengan kulit

tipis dan licin, daging buah jeruk bali berwarna merah muda, banyak

mengandung air, dan berwarna merah.

2. Jeruk pandanwangi. Varietas ini mempunyai pohon yang kuat tidak

mudah terserang penyakit. Bentuk buah bulat ,tetapi bagian pangkal dan

ujungnya datar. Kulit buah tebal dan warna daging buahnya merah

bertekstur kasar dan keras, kurang berair.

3. Jeruk delima. Jeruk dibedakan menjadi dua yaitu: delima warna putih

sama delima warna merah. Tanaman jeruk delima sangat peka terhadap

8

penyakit getah (diploida). Buah berbentuk bundar dan cekung sedikit

runcing pada tangkainya. kulit jeruk delima putih lebih tipis dan lebih

licin dari pada delima warna merah.

4. Jeruk pangkep. Jeruk ini disebut jeruk pangkep karena berasal dari

(Sulawesi Selatan). Buah jeruk pangkep berbentuk bulat atau bundar

dengan bobot buah rata-rata 2,8 kg diameter buah adalah 23cm-25 cm .

Warna kulit buah berwarna kuning kurang menarik daging buah berwarna

putih bertekstur halus, berair, berbiji sedikit.

2.5. Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

Penyakit CVPD adalah salah satu dari penyakit penting yang menyerang

berbagai tanaman jeruk didunia. Nama lain dari penyakit CVPD adalah "Citrus

Greening" atau Yellow Shoot (Huanglongbing) dan nama interasionalnya sering

juga disebut " Huanglongbing" karena asal mula penyakit CVPD berasal dari

negeri China (Dwiastuti,2001; Su,2001). Penyebaran penyakit CVPD dilapaorkan

ada dibeberapa di negara dengan berbeda penyebutan nama penyakit CVPD,

Taiwan (likubin atau decline), India (Citrus dieback), Filipina (leaf mottling),

Afrika (blochy-mottle atau sering juga disebut mottling-desease untuk penyebutan

penyakit di Indonesia adalah CVPD .Nama yang paling sering disebutkan didunia

adalah penyakit "Greening". Penyakit CVPD atau Greening meyerang tanaman

jeruk hampir semua negara didunia,yang menunjukkan serangan terbesar adalah

Asia dan Afrika (Jagoueix,et. al.1997). Penyakit CVPD hampir menyerang semua

kultivar jeruk dan menyebabkan produksi tanaman jeruk menurun serta kualitas

vitamin yang juga menurun.

9

2.6. Gejala Serangan Penyakit CVPD

Gejala yang ditimbulkan oleh serang penyakit CVPD pada tanaman jeruk

besar yang terinfeksi penyakit dapat digolongkan menjadi 2 yaitu ada gejala luar

dan gejala dalam. Untuk mengetahui seerangan penyakit CVPD pada tanaman

jeruk besar yang terinfeksi penyakit CVPD maka perlu dilakukan indentifikasi

yang mengalami infeksi atau yang menunjukan gejala CVPD pada bagian - bagian

tanaman jeruk.Pengamatan secara visual di temukan gejala yang ditimbulkan oleh

penyakit CVPD adalah daun tanaman jeruk menguning pada sebagian atau

seluruh daun tajuk yang ditandai dengan tulang-tulang daun yang berwarna lebih

gelap sehingga kontras dengan daging daun yang berwarna kuning (Semangun,

1994).

Tanaman muda ,terinfeksi penyakit "Greening"atau CVPD mengakibatkan

munculnya daun muda menjadi terhambat, pertumbuhan daun akan mengalami

mencuat ke atas seperti sikat, lebih kecil dan berbecak seperti yang di sajikan pada

Gambar 2.1.(A). Pada tanaman yang dewasa, gejala yang ditimbulkan sering

berbeda, Blotching mulai berkembang pada ujung tanaman yang dewasa.

Blotching berkembang pada bagan ujung daun tanaman dewasa (yelow shoot),

hampir menyerupai gejala defisiensi mineral (Bove,1995), busuk akar atau

cekaman lain (Korsten,et. al., 1996). Pada daun tanaman yang menunjukan gejala

berat ,daun akan menjadi lebih kaku,kecil, menebal, tulang daun primer dan

skunder mengeras (vein corking), dan menunjukan gejala menguning pada

keseluruhan kanopi, tersebar dan daun yang rontok gejala ini di sajikan pada

gambar 2.1.(B).Gejala penyakit CVPD ini mirip juga dengan gejala kekurangan

Zn atau Mn (Conrado dan Gon Zales, 1987).

10

A B

Gambar 2.1.(A)Gejala penyakit CVPD,(B) kanopi tanaman jeruk yang terserang

penyakit CVPD(Mudita dan Natonis., 2010)

Sering kali ditemukan ujung stylar tetap berwarna hijau atau keseluruhan

buah tetap berwarna hijau pucat, oleh sebab itu dikatakannya penyakit greening

(Gottwald dan Garnsey,1999). Pada sistem perakaran tanaman yang terinfeksi,

ekosistemnya akan rusak, akar-akar serabut relatif lebih sedikit karena mungkin

terjadi "kelaparan"(Aubert,1979 dalam da Graca,1991). Pertumbuhan akar baru

sering mengalami pembusukan karena tertekan ,dimulai dari akar-akar yang

kecil(rootlets) (Zhao,1981 dalam da Graca, 1991).

Su dan Huang (1990) meyatakan bahwa pada bagian kloroplas,sel-sel

parenkim xylem dan floem ditemukan akumulasi karbohidrat. Pada saat yang

bersamaan, kambium akan lebih hiperaktif dan membentuk lebih banyak lagi

elemen xylem dan floem. Sel-sel yang menjadi pengangkut akan menujukkan

terjadinya penyimpangan,yang berjejalan, plasmolisis dan nekrosis. Xylem primer

akan seingkali mengalami penonjolan ke epidrmis ,yang berkaitan dengan vein

11

corking.yang telah diamati terbentuknya membran-membran sitoplasma dan

invaginasi plasma-lemma, penyimpang tilakoid, kloroplas dan rusaknya

mitokondria (Graca, 1991).

2.7. Kerusakan Yang Disebabkan oleh Penyakit CVPD

Serangan yang di timbulkan oleh penyakit CVPD pada tanaman dapat

dilihat apabila tanaman sudah terinfeksi atau menguning dan daun tanaman sudah

mulai berguguran satu demi satu sebelum waktunya serta pola pertumbuhan

tanaman tidak teratur karena pada cabang-cabang yang terinfeksi akan muncul

tunas dan bunga-bunga diluar musimnya (Sritamin, 2007). Pada tanaman yang

terserang penyakit CVPD akan mengalami kerusakan anatomi pada jaringan

floem yang bisa menyebabkan fungsi fisiologi tanaman dapat terganggu dan

akhirnya tanamanmengalami kematian (Hewindati., 1998). Kerusakan yang

diakibatkan oleh penyakit CVPD pada tanaman jeruk di India menyebabkan

terjadinya penurunan produksi . Pada daerah Saudi Arabia, jeruk manis dan eruk

mandarin mengalami kepunahan, sedangkan pada daerah Filipina mengalami

kerugian yang lebih tinggi sebesar 65%, dan pada diThailand mengalami kerugian

lebih dari 95% dan serangan terbesar terjadi pada daerah Afrika Selatan sebesar

30-100% (Graca, 1991). Di Indonesia penyakit CVPD mulai menyerang tanaman

jeruk pada tahun 1940 (Semangun,1994) menyebutkan bahwa serangan yang

ditimbulkan oleh penyakit CVPD pada tanaman jeruk keprok yang dulu bisa

mencapai puluhan tahun untuk menghasilkan tetapi sekarang hanya bisa

memberikan hasil 2-3 kali selama pertumbuhannya.

Pertengahan tahun 80-an penyakit ganas ini telah menghancurkan

pertanaman jeruk di sebagian besar entra penghasil jeruk diseluruh Indonesia

12

(Supryanto., 2004). Penyakit CVPD juga dapat mengakibatkan berkurangnya

keragaman jeruk,seperti yang dinyatakan oleh ( Wirawan dkk., 1998 ) tanaman

jeruk keprok tejakula di Bali Utara merupakan tanaman jeruk yang rasa buahnya

manis dan aroma buahnya khas diantara jeruk yang lain serta warna orange yang

bersih sehingga pernah menjadi keunggulan komuditas holtikurtura diBali Utara

akan tetapi penyakit CVPD menyerang semua jenis tanaman jeruk di Bali maka,

tanaman jeruk asli Tejakula menjadi lebih langka lagi dan susah untuk dicari

(Sritamin., 2007). Sampai saat ini penyakit CVPD telah memusnahkan jutaan

pohon jeruk yang ada di seluruh Indonesia. Semua jenis jeruk yang terdapat di

Indonesia sebagian besar sudah terinfeksi serangan penyakit CVPD, tanaman

yang kemungkinan tidak terkena serangan penyakit CVPD adalah tanaman jeruk

kinkit (Triphasia trifolia) yang tidak bernilai ekonomis (Tjiptono., 1987).

2.7.1 Penyebab Penyakit CVPD

Penyakit CVPD dilaporkan disebabkan oleh Virus (Tirtawijaya, 1983).

Penyakit yang sering dikenal dengan nama "Citrus Greening" atau

"Huanglongbing" (China) yang berasal dari China sejak tahun 1919 disebabkan

oleh tristeza (Graca, 1991), Penyakit Huanglongbing ( HLB ) dapat ditularkan

lewat “grafting” dan serangga vektor, sehingga disimpulkan bahwa penyebab

HLB adalah virus (Tirtawidjaja, 1964; Capoor et al., 1967). Selanjutnya

dilaporkan penemuan adanya Micoplasma-like Organism (MLO) di dalam sel-sel

jaringan floem pada daun jeruk yang bergejala HLB (Lafleche & Bove, 1970).

Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa struktur dinding sel MLO tersebut

lebih tebal daripada membran sel mikoplasma pada umumnya, sehingga

diragukan sebagai Mikoplasma, dan selanjutnya disebut Bacterial-like Organism

13

(BLO) (Garnier et al., 1976). Selanjutnya diketahui pula bahwa antibiotik

Penicilin dapat menghambat timbulnya gejala HLB pada jeruk (Bove et al., 1980;

Aubert & Bove, 1980)sehingga lebih memperkuat dugaan bahwa patogen HLB

adalah bakteri. Garnier et al. (1984)membuktikan bahwa penyebab HLB adalah

bakteri gram negatif dengan melakukan pengujian keberadaan dan hilangnya

lapisan peptidoglikan (PG) sebagai lapisan di antara lapisan dinding dan membran

sel dengan perlakuan papain untuk memperjelas keberadaan PG dan perlakuan

lisozyme untuk mendegradasi PG.

Selanjutnya Jagoueix et al. (1994) mempublikasikan bahwa bakteri

tersebut termasuk anggota dari subdivisi á-Proteobacteria, dan namanya diusulkan

sebagai Candidatus Liberobacter asiaticum untuk strain Asia dan ‘Candidatus

Liberobacter africanum’ untuk strain Afrika (Jagoueix et al., 1997). Berdasarkan

peraturan Kode Internasional Tata Nama Bakteri yang baru, maka ‘Candidatus

Liberobacter asiaticum’ diubah namanya menjadi ‘Candidatus Liberibacter

asiaticus’ (LAS). Demikian juga untuk ‘Candidatus Liberobacter africanum’

diubah namanya menjadi ‘Candidatus Liberibacter africanus’ (LAF) (Garnier et

al., 2000). Pada awal tahun 2009, LAS dilaporkan sudah dapat dikulturkan pada

medium buatan (Sechler et al. 2009) sehingga karakterisasi bakteri tersebut untuk

keperluan identifikasi dan deteksi akan lebih baik perkembangannya. Pada

awalnya, deteksi penyakit HLB menggunakan metode pengirisan ibu tulang daun

jeruk untuk melihat kerusakan sel-sel jaringan floem dan pewarnaan yodium

(Tirtawidjaja, 1964).Peneliti selanjutnya menggunakan mikroskop elektron untuk

melihat organisme penyebab HLB di dalam sel-sel jaringan floem (Lafleche &

Bove, 1970; Garnier & Bove, 1983; Garnier et al. 1984; Ariovich & Garnet,

14

1989).Deteksi menggunakan metode ELISA dan imunofluoresen memakai

antibodi monoklonal dikembangkan oleh Garnier et al. (1987) dan Hsu et al.

(1991). Deteksi yang dikembangkan selanjutnya adalah hibridisasi DNA

menggunakan probe DNA spesifik organisme penyebab HLB (Villechanoux et

al., 1992; Villechanoux et al., 1993). Metode deteksi secara molekuler

menggunakan PCR untuk HLB dilakukan oleh Jagoueix et al. (1994); Planet et al.

(1995); Jagoueix et al. (1997); Subandiyah et al. (2000); Hoy et al. (2001); Hung

et al. (2004). Alat deteksi yang masih berdasarkan penggandaan fragment DNA

seperti PCR namun disederhanakan hanya menggunakan water bath dengan satu

siklus suhu tunggal saja dan teknik tersebut dikenal dengan LAMP (Loop-

mediated Isothermal Amplification) dilaporkan mampu mendeteksi LAS (Okuda

et al., 2005). Kemajuan deteksi selanjutnya, yaitu menggunakan quantitative real-

time PCR (Li et al., 2007)dalam buku ( Himawan A, Sumardiyono Y.B .,2010).

Sedangkan pada daerah Afrika Selatan diketahui bahwa penyakit tristeza

dan penyakit CVPD dapat dibedakan melalui vektornya yaitu vektor aphid

Toxoptera citricidus yang menularkan triteza sedangkan vektor Diaphorina citri

yang menularkan penyakit CVPD ( Graca., 1991).Sampai saat ini bakteri tersebut

tidak bisa ditumbulkan secara in vitro akan tetapi bakteri tersebut bisa dapat

dideteksi dengan menggunakan PCR (Polyamerase Chain Recation) pada 16 S

rDNA yang diamati dengan mikroskop elektron.

Bedasarkan pengaruh suhu, terdapat dua macam spesies bakteri

Liberobacter yaitu spesies Afrika dan spesies Asia, masing-masing spesies

menginduksi gejala serangan yang berbeda.Spesies Asia yang menunjukkan

gejala yang berat pada suhu 27-320

C atau bentuk yang toleran panas (heat

15

tolerans) (Sritamin, 2007).Pada suhu berkisar 27-300C spesies dari daerah Afrika

tidak menimbulkan gejala yang tidak berat dan tidak aktif pada suhu yang lebih

tinggi dari 300C dalam waktu yang lebih lama (Graca, 1991).

2.8. Morfologi Bakteri CVPD

Informasi yang diketahui tentang morfologi, fisiologi, biokimia dan

genetik baketri CVPD sangat terbatas karena belum bisa untuk dikultur secara in

vitro (Nakashima et al., 1996). Pengamatan yang dilakukan dengan cara

mikroskop elektron terhadap irisan ultratipis secara serial dan konfigurasi tiga

dimensi menunjukan bahwa bakteri penyakit CVPD bersifat pleomorfik, pada saat

tumbuh berbentuk memanjang yang secara fleksibel 100-250 x 500-2500 µm dan

untuk saat dewasa berbentuk batang kaku yang berukuran 350-550 x 600-1500

µm yang dikelilingi oleh dua lapisan yaitu dengan tebal µm (Wirawan dkk., 2004).

Selubung bakteri memiliki tiga lapisan yang berbeda dengan masing-masing

lapisan memiliki ketebalan lebih kurang dari 25 µm.(Wirawan, dkk., 2004).

Gambar 2.2 Morfologi bakteri Liberobacter (Aubert, 1989)

16

2.8.1 Infeksi Penyakit CVPD

Penularan penyakit CVPD melalui teknik penempelan mata tunas

(grafting),kecepatan untuk variasi perkembanganya disebabkan oleh distribusi

bakteri yang tidak beraturan pada tanaman (Sdoodee et al ., 1999). Bakteri

Liberobacter hanya terdapat pada jaringan floem tanaman yang terinfeksi oleh

penyakit CVPD (Zubaidah., 2004). Liberobacter hanya dapat di ketahui pada

tanaman yang memiliki gejala serangan penyakit CVPD yang dibawa oleh vektor

D.citri yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi penyakit CVPD

(Wirawan, 1997; Sulistyowati,2003). Penyakit CVPD bisa ditularkan oleh

serangga D.citri yang menghisap tanaman yang terinfeksi penyakit CVPD lewat

bibit yang telah terinfeksi CVPD. Pada bagian mulut vektor (stilet) terdapat

bakteri CVPD, ketika vektor yang telah membawa bakteri atau virus CVPD

menghinggap ke tanaman yang belum menimbulkan gejala penyakit CVPD ,dan

serangga vektor yang telah membawa bakteri CVPD akan menghisap cairan sel-

sel dari daun tanaman sehingga tanaman akan terinfeksi oleh bakteri CVPD

melalui stiletnya vektornya (Wirawan dkk., 2000 dan Wijaya., 2003).

Penularan yang melalui serangga vektor ,terjadi pada tanaman saat

membentuk daun muda .Serangga vektor D.citri baru bisa menginfeksi penyakit

ke tanaman yang sehat ,bila vektor telah membawa bakteri dari tanaman yang

terserang penyakit CVPD, maka bakteri akan bisa bertahan selama 48 jam, dan

kemudian vektor akan menginfeksi ke tanaman yang masih sehat ,bakteri akan

bereaksi dengan sel-sel tanaman selama 360 jam (Sritamin, 2007). Ada beberapa

tanaman yang toleran terhadap penyakit CVPD contohnya adalah tanamanjeruk

kinkit.

17

2.8.2. Cara Pengendalian CVPD

Penyakit CVPD adalah penyakit yang paling berbahaya untuk tanaman

jeruk, umunya penyakit CVPD menyerang jeruk siam ,jeruk keprok dan yang

lainnya ,tetapi untuk tanaman jeruk kinkit dan jeruk nipis tidak bisa terkena

karena memiliki Gen yang menolak penyakit CVPD. Apabila ada tanaman jeruk

yang terkena penyakit CVPD maka perlu dilakukan pengendalian penyakit

CVPD, secara umumpengendalian dilakukan untuk mengurangi vektornya.

Menurut Mahfud, 1987menyatakan cara pengendalian penyakit CVPD yaitu

dengankarantina ,eradikasi tanaman, pengendalian serangga vektor D. citri dan

pemberian tetramycin 26 SP. Selanjutnya menurut (Wigenasantana, 1994)

menyatakan cara pengendalian penyakit CVPD adalah sebagai berikut:

1. Penanaman bibit bebas penyakit CVPD pada areal yang ingin ditanamani

harus bersih dari penyakit CVPD.

2. Saat melakukan penempelan/grafting harus menggunakan mata tempel

yang bebas dari penyakit CVPD.

3. Pengendalian VektorD.citri agar tidak menyebarkan penyakit CVPD lebih

luas lagi.

Agar tanaman jeruk terbebas dari serangan penyakit CVPD maka boleh

diterapkan cara pengendalian CVPD seperti cara di atas, cara tersebut diterapkan

untuk menghindari penyebaran penyakit CVPD kesemua wilayah Indonesia dan

dapat menekanperkembangan dari L.asiacitum.

18

2.9. Teknik Polymerase Chain Reaction ( PCR )

PCR merupakan teknik yang relatif mudah, cepat, efisien, dan lebih

senstif daripada dekteksi dengan DNA probe untuk deteksi CVPD ( Hocquellet et

al., 1996 ; u dan Hung , 2001 ). Teknik PCR ini mempergunakan sepasang primer

spesifik dari sekuens DNA bakteri CVPD yang telah dikloning (Hung et al., 2000)

.PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah besar frgamen

DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah ditentukan dari sejumlah

kecil template kompleks. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai sifat

alami replikasi DNA. (Wirawan, dkk. 2004).

Proses amplifikasi DNA total tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3,

polymerase DNA menggunakan DNA utas tunggal sebagai cetakan untuk

mensintesis utas baru yang komplementer. Cetakan utas tunggal dapat diperoleh

dengan mudah melalui pemanasan dari DNA cetakan utas ganda pada temperatur

mendekati titik didih ( 92-95 oC). Polimarase DNA juga memerlukan suatu

wilayah berserat ganda pendek untuk memulai proses sintesis. Pada PCR, posisi

awal sintesi DNA dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida

sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan

yang diinginkan. ( Wirawan, dkk. 2004),dengan demikian, tempat ikatan primer

baru akan dibuat pada utas DNA yang baru disintesis. Campuran reaksi kemudian

dipanaskan lagi untuk untuk memisahkan utas awal dengan yang baru, yang

kemudian berperan sebegai cetakan untuk siklus selanjutnya meliputi penempelan

primer, sintesis DNA dan pemisahan utas. (Wirawan, dkk. 2004).

Proses amplifikasi dengan PCR diperlukan kualitas DNA template yang

baik dan program yang sesuai. Oleh karena bakteri CPVD belum bisa diukur,

19

sehingga tidak memungkinkan untuk mengisolassi DNAnya saja, maka dilakukan

pendekatan dengan isolasi DNA total tanaman yang diinginkan untuk dideteksi.

Tanaman jeruk mengandung banyak senyawa polifenol dan karbohidrat aktivitas

Taq-polymerase dalam PCR. Oleh karena kandungan senyawa-senyawa tersebut

berbeda pada setiap bagaian tanaman, maka perlu cara isolasi yang sesuai dengan

DNA yang dapat diamplifikasi dengan PCR. (Wirawan dkk., 2004).

20

( A) ( B )

Gambar 2.3. Struktur DNA (Prentis Steve, 1990) dalam buku Kusuma. (2010 )

Keterangan: a. Struktur primer DNA

b. Struktur sekunder DNA

Gambar 2.4. Proses amplifikasi DNA (Innis M., et al., 1990) dalam buku

Kusuma.(2010)