II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …digilib.unila.ac.id/16128/11/BAB II.pdf · kopi...

24
14 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Usahatani Kopi Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Tanaman kopi mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1969. Menurut Karo (2009) produsen kopi umumnya berasal dari negara negara tropis yang terletak di antara 20 o LU dan 20 o LS yang merupakan zona optimal pertumbuhan kopi. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk pengembangan tanaman kopi karena didukung oleh letak geografis Indonesia yang berada di antara 5 o LU dan 10 o LS. Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak menyukai sinar matahari secara langsung namun tanaman ini menghendaki sinar matahari secara teratur. Pengaturan penyinaran tanaman kopi biasanya dilakukan dengan penanaman tanaman penaung sebagai pelindung tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi umumnya dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman semusim seperti sayuran dan buah-buahan. Tujuan penanaman tanaman tumpang sari dan tanaman penaung ini adalah untuk menambah pendapatan bagi petani kopi sementara menunggu tanaman kopi menghasilkan.

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …digilib.unila.ac.id/16128/11/BAB II.pdf · kopi...

14

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Kopi

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak

dibudidayakan di Indonesia baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Tanaman

kopi mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1969. Menurut Karo (2009) produsen

kopi umumnya berasal dari negara –negara tropis yang terletak di antara 20o LU

dan 20o

LS yang merupakan zona optimal pertumbuhan kopi. Wilayah Indonesia

memiliki potensi yang sangat baik untuk pengembangan tanaman kopi karena

didukung oleh letak geografis Indonesia yang berada di antara 5o LU dan 10

o LS.

Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak menyukai sinar matahari

secara langsung namun tanaman ini menghendaki sinar matahari secara teratur.

Pengaturan penyinaran tanaman kopi biasanya dilakukan dengan penanaman

tanaman penaung sebagai pelindung tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi

umumnya dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman semusim

seperti sayuran dan buah-buahan. Tujuan penanaman tanaman tumpang sari dan

tanaman penaung ini adalah untuk menambah pendapatan bagi petani kopi

sementara menunggu tanaman kopi menghasilkan.

15

Menurut Najiyati dan Danarti (2004) tanaman kopi yang dirawat dengan baik

biasanya mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Kopi robusta sudah mulai

berproduksi pada umur 2,5 tahun dengan umur ekonomis dapat mencapai 15

tahun, sedangkan kopi arabika mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Tingkat

produksi kopi sangat dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan, seperti pemupukan,

pemberantasan hama penyakit dan pemilihan bibit.

Biaya dalam usahatani kopi terdiri dari biaya investasi dan operasional. Biaya

investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani sebelum tanaman kopi

menghasilkan. Biaya investasi meliputi biaya untuk mendapatkan lahan dan

pembukaan lahan, biaya memperoleh peralatan dan input produksi (bibit tanaman

kopi, naungan, dan pencampur, pupuk, pestisida dan tenaga kerja). Biaya

operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman kopi

setelah menghasilkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010)

menunjukkan bahwa petani mengeluarkan biaya usahatani kopi paling tinggi pada

tahun pertama untuk biaya lahan dan peralatan. Pada tahun kedua biaya yang

dikeluarkan petani merupakan yang terendah kemudian biaya yang dikeluarkan

petani meningkat kembali pada tahun ketiga dan keempat. Pada tahun pertama

dan kedua tanaman kopi belum memberikan manfaat karena belum berproduksi.

Manfaat tanaman kopi mulai terasa pada tahun ke-3 saat tanaman kopi sudah

menghasilkan. Besar kecilnya manfaat yang diperoleh petani dipengaruhi oleh

produksi kopi yang dihasilkan. Tingkat produktivitas kopi bergantung pada

pemeliharaan yang dilakukan petani dan perubahan cuaca.

16

2. Pertanian Organik

Perkembangan pertanian organik beberapa tahun terakhir menunjukkan

peningkatan yang positif, hal ini terlihat dari peningkatan pelaku pertanian

organik dan permintaan pangan organik. Pertanian organik adalah sistem

pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus

biologi dan aktivitas biologi tanah (IFOAM, 2008). Menurut Sutanto (2002)

pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan

daur ulang hara secara hayati. Pertanian organik mengajak manusia untuk

kembali ke alam namun tetap memperhatikan keberlanjutan produktivitas

usahatani yang dilakukan melalui perbaikan kualitas tanah dengan bahan-bahan

organik.

Pertanian organik merupakan bagian dari sistem pertanian berkelanjutan yang

menekankan pada konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture).

LEISA merupakan konsep pengembangan pertanian yang berusaha

meminimalkan input dari luar dalam kegiatan usahatani. Konsep LEISA berusaha

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan

mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usahatani yaitu tanaman,

ternak/hewan, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan

memberikan efek sinergi. Tujuan utama dari konsep LEISA merupakan

keberlanjutan usahatani dan lingkungan.

17

a. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik

Berdasarkan IFOAM (2005) pertanian organik memiliki empat prinsip utama

yaitu prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip

perlindungan. Prinsip pertanian organik ini menjadi acuan, standar dan norma

dalam pelaksanaan pertanian organik.

1) Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah, tanaman,

hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan

konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem

dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia.

Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan

bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan

kesejahteraan.

2) Prinsip Ekologi

Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang

ekologis. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya

dan skala lokal. Penggunaan bahan asupan dan input produksi dari luar dalam

pertanian organik diusahakan seminimal mungkin dan penerapan prinsip daur

ulang, serta penggunaan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan

kualitas dan melindungi sumber daya alam.

18

3) Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan

terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini

menekankan bahwa semua yang terlibat dalam pertanian organik harus

membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi

semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur,

pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup

yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan

dan pengurangan kemiskinan.

4) Prinsip Perlindungan

Penggunaan teknologi dan metode-metode dalam pertanian organik harus

dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab guna melindungi keberlanjutan

lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan

datang.

b. Pertanian Organik Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan

Pertanian organik tidak dapat dipisahkan dari pertanian berkelanjutan. Pertanian

organik merupakan bagian integral dari pertanian berkelanjutan yang

berlandaskan pada keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. Pertanian

organik dikatakan berkelanjutan karena dilihat dari dimensi ekonomi, pertanian

organik mampu memberikan hasil yang optimal, mencukupi kebutuhan dan

memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Pertanian organik mampu

menjamin keberlanjutan lingkungan melalui praktik budidaya yang menghindari

bahan-bahan kimia dan rendah input dari luar. Selain itu dari dimensi sosial,

19

pertanian organik dilakukan dengan memperhatikan kearifan dan budaya lokal

serta kehidupan sosial petani dalam mengembangkan usahatani. Peran pertanian

organik dalam mendukung dan meningkatkan keberlanjutan sumber daya baik

secara ekonomi, sosial maupun lingkungan sangat besar, sehingga pertanian

organik disebut sebagai sistem pertanian berkelanjutan.

1) Aspek Ekonomi

Pertanian organik menitikberatkan pada sumber daya alam yang bernilai

ekonomis sebagai modal dan aset dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan

secara bijaksana guna memperoleh hasil yang optimal. Keberlanjutan ekonomi

dalam pertanian organik mengacu pada kemampuan pertanian organik dalam

menjamin bahwa produksi pertanian organik dapat memberikan keuntungan yang

layak bagi petani dalam jangka panjang. Proses budidaya dalam sistem pertanian

organik selalu mempertimbangkan efisiensi terhadap penggunaan sumberdaya,

efisiensi terhadap penggunaan bahan input eksternal, meminimalkan biaya

pengobatan dan meningkatkan pendapatan serta nilai tambah (Dinas Pertanian

Provinsi Bali, 2014). Aspek ekonomi di bidang pertanian dapat dikatakan

berlanjut bila produksi pertanian mampu mencukupi kebutuhan pangan dan

memberikan pendapatan yang layak serta menjamin kelangsungan hidup petani

(Widiarta, 2011).

2) Aspek Lingkungan

Praktik pertanian organik memiliki kontribusi positif terhadap keberlanjutan

ekologi. Manfaat pertanian organik terhadap keberlanjutan ekologi tidak perlu

diragukan lagi. Pertanian organik terbukti mampu meningkatan kesuburan tanah,

20

menjaga keanekaragaman hayati, menghindari penggunaan bahan-bahan kimia,

menjaga kebersihan dan kesehatan air. Hal ini menandakan pertanian organik

mampu meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan. Melalui Pertanian

organik keseimbangan dan keberlanjutan ekologi dapat terjadi secara alami.

3) Aspek Sosial

Cara budidaya petani sangat berhubungan dengan kehidupan sosial petani. Aspek

keberlanjutan secara sosial dalam pertanian organik merupakan pengembangan

pertanian organik yang memperhatikan budaya lokal dan kehidupan sosial petani

berupa kebebasan berkumpul, kesetaraan gender serta memperhatikan hak-hak

tenaga kerja. Pertanian organik mengedepankan nilai-nilai sosial dan

kelembagaan dalam menjaga hubungan sosial dan keharmonisan antar petani di

desa. Aspek sosial dapat dikatakatakan berkelanjutan bila mampu

mempertahankan nilai-nilai sosial, budaya dan kehidupan sosial petani dalam

pengembangan pertanian organik.

3. Sertifikasi Organik

Sertifikasi kopi berkembang karena adanya tuntutan konsumen kopi dunia akan

produk kopi khusus (specialty coffee) seperti kopi organik atau kopi lestari.

Berkembangnya permintaan akan kopi spesialti dikarenakan adanya perubahan

pola hidup konsumen kopi yang lebih memperhatikan keamanan, kesehatan dan

isu lingkungan dalam budidaya kopi. Sertifikasi organik merupakan bentuk

penjaminan suatu produk bahwa produk tersebut dibudidayakan dan diolah

mengacu pada standar organik yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi.

Sertifikasi organik menekankan pada tiga elemen pokok yaitu lingkungan,

21

produktivitas dan standar proses. Keorganikan suatu produk sangat ditentukan

oleh bagaimana produk tersebut diproses atau dihasilkan.

Pelaksanaan cara budidaya kopi harus mengacu pada standar yang digunakan

lembaga sertifikasi. Proses budidaya kopi yang mengacu pada standar sertifikasi

organik mengajarkan petani berbudidaya kopi secara organik dengan

memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Praktik usahatani kopi secara

organik diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani berupa peningkatan

kualitas kopi dan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan

yang diterima petani kopi. Selain memberikan manfaat dari segi ekonomi

sertifikasi organik juga akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan sosial

petani. Proses budidaya organik yang ramah lingkungan dapat menjaga kesehatan

lingkungan dalam jangka panjang serta menjaga keseimbangan ekologi. Manfaat

dari dimensi sosial yang dapat diperoleh petani salah satunya adalah petani

memiliki suatu wadah untuk berkumpul dan saling berbagi pengalaman dan

informasi melalui kelompok tani, karena untuk memperoleh sertifikasi petani

harus membentuk kelompok tani untuk mempermudah proses sertifikasi.

INOFICE (Indonesian organic farm certification) merupakan salah satu lembaga

sertifikasi organik di Indonesia yang berada dalam naungan yayasan Peduli

Organik Madani. Standar sertifikasi yang digunakan INOFICE mengacu pada

SNI 6729-2013 tentang sistem pertanian organik. SNI Sistem Pangan Organik

(SNI 6729-2013) ini merupakan standar yang digunakan untuk menetapkan

persyaratan sistem produksi pangan organik yang meliputi persiapan lahan

pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan, pemasaran,

22

sarana produksi, bahan tambahan pangan yang diperbolehkan serta keadilan sosial

dalam pertanian organik. SNI 6729-2013 juga memuat prinsip-prinsip produksi

pertanian organik yang meliputi proses budidaya, pengaturan input produksi,

penanganan pasca panen/pengolahan produk sampai penyimpanan dan

pengangkutan. Petani kopi yang mendapat sertifikasi organik dari INOFICE

harus memenuhi standar sistem produksi organik menurut SNI 6729 2013. Proses

budidaya kopi harus mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI.

4. Standar Organik Menurut INOFICE

Standar organik yang digunakan INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang

sistem pertanian organik. SNI 6729 2013 tentang sistem pertanian organik

merupakan standar yang berisi persyaratan dalam sistem produksi pertanian

organik di Indonesia. Persyaratan dalam pelaksanaan sistem pertanian organik

meliputi penyiapan lahan pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan,

pelabelan, sarana produksi dan bahan tambahan (input) serta bahan tambahan

pangan yang diperbolehkan. Selain itu SNI ini memuat ketentuan mengenai

sistem inspeksi dan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi.

Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang ketat

dengan tujuan menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan

baik secara sosial, lingkungan serta ekonomi dan etika. Persyaratan untuk produk

yang diproduksi secara organik berbeda dengan pertanian lain, prosedur produksi

merupakan bagian yang paling penting dan tidak terpisahkan dari identifikasi,

pelabelan dan pengakuan dari produk organik tersebut. Sistem pertanian organik

adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan

23

mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus

biologi dan aktivitas biologi tanah. Praktik-praktik pertanian organik

mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya lahan yang

disesuaikan dengan kondisi setempat serta pengelolaan budidaya dengan metode

biologi, mekanik dan penggunaan budaya setempat dalam pelaksanaanya (Badan

Standarisasi Nasional, 2013).

Tata cara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan dan pelabelan

produk organik harus dilakukan sesuai prinsip-prinsip pertanian organik yang

terdapat dalam SNI 6729 2013. Adapun prinsip-prinsip pertanian organik

menurut SNI adalah sebagai berikut :

a) Tata cara Produksi (Tanaman dan Produk Tanaman)

Produk organik sangat ditentukan berdasarkan standar proses atau bagaimana

produk tersebut dihasilkan. Tata cara produksi tanaman organik untuk tanaman

tahunan harus melalui masa konversi selama 3 (tiga) tahun. Penyiapan lahan

dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan tanpa pembakaran. Dalam

standar produksi SNI kesuburan tanah harus dipelihara dan ditingkatkan dengan

penggunaan bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuhan/hewan. Sistem

pengendalian hama, penyakit dan gulma dengan cara mekanis/fisik dan biologi

misalnya dengan pembabatan dan penggunaan herbisida alami yang berasal dari

tumbuhan.

b) Penggunaan dan Pembuatan Input Produksi Pertanian Organik

Input dalam produksi pertanian organik berupa benih, pupuk, pestisida, bahan

pembenah tanah dan bahan tambahan pangan yang dibutuhkan dalam produksi

24

pertanian organik. Benih atau bibit yang digunakan dalam pertanian organik

adalah benih/bibit yang dibudidayakan dengan prinsip-prinsip pertanian organik.

Persyaratan untuk input produksi dalam pertanian organik adalah input yang

berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba atau mineral yang diproses secara

fisik/mekanis dan enzimatis atau biologi. Penggunaan input produksi tidak boleh

merusak keseimbangan ekosistem tanah, mutu air dan udara.

c) Penanganan, Pengangkutan, Penyimpanan, Pengolahan dan Pengemasan.

Integritas produk organik harus tetap dijaga selama tahapan dipanen sampai

pengemasan. Penanganan produk organik harus dilakukan bersih dan terpisah

dari produk anorganik untuk mencegah kontaminasi. Dalam penyimpanan dan

pengangkutan produk organik tidak boleh tercampur dengan produk anorganik

atau bahan yang tidak diizinkan dalam sistem produksi. Pengolahan produk

organik dilakukan secara mekanik, fisik atau biologis, pengolahan secara kimia

tidak diperbolehkan. Dalam proses pengolahan penggunaan bahan tambahan

pangan (BTP) dan bahan penolong digunakan seminimum mungkin. Sistem

pengendalian hama, penyakit dan gulma selama proses pengangkutan dan

penyimpanan dilakukan dengan tindakan pencegahan atau tindakan secara

mekanis, fisik dan biologi. Proses pengemasan produk organik menggunakan

bahan daur ulang atau bahan yang dapat didaur ulang.

d) Produk organik dihasilkan dari sistem produksi pertanian yang menggunakan

media tanah (soil-based system).Produk pertanian yang dapat dikatakan organik

adalah produk yang dihasilkan pada budidaya media tanah.

25

e) Kepedulian Sosial

Produksi produk organik dilaksanakan dengan memperhatikan antara lain

kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan gender dan menghargai

kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dinyatakan dalam

panduan mutu.

Setiap prinsip diatas mengandung standar persyaratan untuk pelaksanaan

pertanian organik. Dalam proses produksi pertanian organik terdapat tiga jenis

bahan yaitu bahan yang diperbolehkan, bahan yang dibatasi dan bahan yang

dilarang. Bahan yang diperbolehkan dalam proses produksi merupakan bahan

atau input yang berasal dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara

organik. Bahan yang dibatasi sebagai input produksi adalah bahan yang berasal

dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara anorganik, serta unsur-

unsur mineral (mikro dan makro) yang berasal dari bebatuan. Bahan yang

dilarang sebagai input produksi adalah bahan kimia sintetis seperti pupuk kimia

dan pestisida.

Sertifikasi organik diberikan jika petani telah menjalankan proses produksi sesuai

dengan ketentuan SNI. Petani yang mendapat sertifikasi dari INOFICE harus

memenuhi seluruh (100 %) prinsip-prinsip pertanian organik yang ada dalam

standar SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE berlaku selama 3 (tiga) tahun

sejak tanggal ditetapkannya. Untuk menjamin pelaku organik tetap menjalankan

produksi sesuai standar SNI, maka dilakukan survailen terjadwal terhadap petani

yang sudah tersertifikasi minimum 1 (satu) tahun sekali.

26

5. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan

biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Menurut Soekartawi (1990) penerimaan

usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu

baik yang dijual maupun yang dikonsumsi. Biaya usahatani adalah biaya yang

dikeluarkan dalam kegiatan usahatani.

Analisis pendapatan bermanfaat untuk menggambarkan keadaan petani dimasa

sekarang dan sebagai bahan perencanaan untuk usahatani yang akan datang.

Analisis pendapatan juga berguna untuk melihat apakah suatu usahatani

menguntungkan atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Penilaian untung

tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari nilai R/C (return cost ratio), yang

merupakan perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani.

Usahatani dikatakan layak dan menguntungkan jika nilai R/C >1, namun jika nilai

R/C < 1 maka usahatani tidak menguntungkan. Usahatani berada pada situasi

impas atau tidak menguntugkan dan tidak merugikan jika nilai R/C = 1 atau biasa

disebut Break event point.

6. Efisiensi Biaya

Efisiensi biaya merupakan perbandingan antara total biaya produksi terhadap

output yang dihasilkan. Efisiensi digambarkan sebagai suatu kondisi penggunaan

input terbaik untuk menghasilkan output. Efisien tidaknya biaya dalam usahatani

dilihat dari besarnya biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan

output. Menurut Supriyono (2001) suatu usaha dikatan efisien jika :

27

a. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan lebih kecil untuk

menghasilkan keluaran dalam jumlah yang sama.

b. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan adalah sama untuk

menghasilkan keluaran dalam jumlah lebih besar.

Besar kecilnya efisiensi biaya dalam usahatani sangat berhubungan dengan skala

usaha lahan dan produktivitas. Usahatani pada lahan yang luas cenderung lebih

efisien dari usahatani yang dilakukan pada lahan yang sempit. Hal ini berkaitan

dengan pengeluaran biaya tetap, semakin besar skala usaha maka biaya tetap

cenderung akan menurun. Skala lahan yang lebih luas dalam usahatani akan

meningkatkan produktivitas usahatani tersebut. Produktivitas usahatani

merupakan gambaran dari kemampuan lahan dalam memberikan manfaat dari

aktivitas usahatani yang dilakukan di lahan tersebut. Peningkatan produktivitas

memiliki pengaruh positif terhadap efisiensi biaya, dimana semakin tinggi

produksi maka efisiensi biaya yang dihasilkan semakin besar. Suatu usahatani

dikatakan efisien jika mampu menghasilkan output dengan biaya rendah.

Peningkatan efisiensi biaya dapat dilakukan dengan pengendalian biaya input

produksi dalam usahatani. Menurut Bambang dan Kartasapoetra (1998) tujuan

dari pengendalian biaya (cost control) adalah pengendalian pengeluaran-

pengeluaran, yang menjurus ke efisiensi pendayagunaan bahan baku (input),

tenaga kerja dan alat-alat produksi (mesin-mesin). Peran efisiensi biaya sangat

penting dalam menghasilkan produk (kuantitas dan kualitas) secara hemat

sehingga mampu meningkatkan keuntungan bagi petani.

28

7. Nilai Tambah (Value Added)

Salah satu upaya petani dalam meningkatkan penerimaannya adalah mengolah

produk pertanian yang dihasilkan. Pengolahan produk pertanian ini akan

memberikan manfaat yang lebih besar bagi petani karena adanya nilai tambah dari

produk yang diolah. Selama proses penyaluran barang dari produsen ke

konsumen, produk pertanian sering mendapat perlakuan seperti pengemasan,

pengolahan, pengawetan dan pemindahan tempat untuk memberikan nilai tambah.

Perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan nilai tambah tersebut bertujuan untuk

meningkatkan manfaat dan keuntungan dari suatu produk.

Menurut Hayami dalam Maharani (2013) nilai tambah (value added) merupakan

penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang

diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa

proses pengubahan bentuk ( form utility ), pemindahan tempat ( place utility ),

maupun penyimpanan ( time utility ). Penentuan nilai tambah menurut metode

Hayami dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah

selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran.

Metode nilai tambah Hayami merupakan metode yang memperkirakan besarnya

perubahan nilai bahan setelah mendapat perlakuan.

Analisis nilai tambah bertujuan untuk mengukur besarnya balas jasa fakor

produksi dalam proses pengolahan. Analisis nilai tambah ditentukan oleh tiga

faktor pendukung yaitu faktor konversi, koefisien tenaga kerja dan nilai output.

Faktor konversi merupakan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari satu

satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja

29

yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai output merupakan nilai

output yang dihasilkan dari satu satuan input.

8. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu berguna sebagai sumber referensi dan informasi dalam

penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu dapat menjadi acuan dan

informasi mengenai metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian.

Informasi penting yang peroleh dari penelitian terdahulu dapat dijadikan

pembanding apakah penelitian yang akan dilakukan memberikan hasil yang

sejalan atau sesuai dengan hasil peneltitian terdahulu.

Penelitian Saragih (2013) mengenai dimensi sosial ekonomi dan lingkungan

dalam produksi kopi arabika di Sumatera Utara menunjukkan bahwa produktivitas

kopi arabika sertifikasi 8 % lebih rendah dibandingkan kopi konvensional. Selain

itu harga kopi bersertifikasi yang diterima petani sedikit lebih tinggi (3,57 %) dari

harga kopi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor

ekologi memiliki peranan penting dalam pengembangan usahatani kopi arabika di

daerah Simalungun, variabel ekologi (pemangkasan kopi, pengendalian HPT dan

konservasi lahan) memberikan pengaruh positif dan dampak yang signifikan

terhadap produksi kopi arabika di daerah tersebut.

Sutisari, Hermawan dan Riyanto (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk

mengetahui kerja sama antar sektor dalam program pertanian padi organik,

mendapatkan hasil bahwa hasil kerja sama antar sektor dalam program pertanian

padi organik berhasil memberikan pengaruh bagi kelestarian lahan pertanian,

30

peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat petani yang terlihat dari

pemenuhan indikator-indikator pilar lingkungan, pilar ekonomi, dan pilar sosial,

sehingga dikatakan telah berhasil dalam mendukung terwujudnya pembangunan

berkelanjutan (sustainable development). Hal tersebut tercermin dengan adanya

manfaat yang dirasakan petani berupa peningkatan perekonomian dan kesempatan

kerja bagi keluarga petani.

Hasil penelitian Barham dan Weber (2012) yang bertujuan menganalisis

keberlanjutan ekonomi sertifikasi kopi di Meksiko dan Peru menunjukkan bahwa

pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi organik di Mexico (Oaxaca dan

Chiapas) (US$ 480.8) lebih rendah dibandingkan pendapatan petani sertifikasi RA

(US$ 601) di Peru (Junin). Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi kopi, luas

lahan, usia tanaman, pendidikan petani memiliki pengaruh positif terhadap

pendapatan petani kopi sertifikasi RA di Peru.

Menurut Chairawaty (2012) yang meneliti tentang dampak sertifikasi Fair Trade

terhadap perlindungan lingkungan, sertifikasi Fair Trade memberikan dampak

ekonomi berupa berkurangnya biaya pembelian input kimia dan penambahan

penghasilan dari tanaman sampingan. Dampak dari berkurangnya biaya

pembelian input kimia sangat tinggi, hal ini terlihat dari sekitar 90% petani KPG

sudah tidak menggunakan herbisida lagi. Selain itu petani memperoleh bantuan

berupa mesin babat yang berasal dari alokasi premium fee untuk menggantikan

peran herbisida. Tanaman sampingan pada lahan kopi dapat memberikan

penghasilan tambahan di luar penghasilan dari tanaman kopi sehingga dapat

membantu perekonomian petani saat mereka berada di luar musim panen kopi.

31

Dampak sosial yang dirasakan petani adalah kuatnya organisasi petani dalam

produksi dan pemasaran. Petani mendapatkan bantuan dari jaringan yang ada

dalam Fair Trade dan petani juga merasakan manfaat berupa kemudahan dalam

pemasaran karena adanya kepastian harga dan kontrak. Sedangakan dampak

lingkungan yang dirasakan adalah peningkatan kesuburan tanah yang terlihat dari

kebun petani yang lebih hijau, teratur dan kondisinya jauh lebih baik. Selain itu

bertambahnya keanekaragaman hayati yang terlihat dari macam-macam tanaman

peneduh dan tanaman lainnya di perkebunan yang berfungsi menjaga

keseimbangan ekosistem.

Hasil penelitian Widiarta, Adiwibowo dan Widodo (2011) mengenai

keberlanjutan pertanian organik menunjukkan bahwa usahatani padi organik

layak secara ekonomi dengan B/C rasio 1,7, sedangkan usahatani konvensional

tidak layak secara ekonomi karena nilai B/C Rasionya kurang dari 1, yaitu 0,9.

Hal ini menunjukkan bahwa paktik pertanian organik berpengaruh positif dan

signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani

masih rendah karena masih banyak petani yang belum mengadopsi praktik

pertanian organik. Petani cenderung bertahan dengan pertanian konvensional

karena praktik pertanian organik memiliki tingkat kompleksitas lebih tinggi

dibanding praktik pertanian konvensional atau dengan kata lain sangat rumit

untuk diterapkan oleh petani.

Penelitian Mujiburrahman (2011) yang bertujuan untuk menganalisis sistem rantai

pasok dan nilai tambah kopi organik mendapatkan hasil bahwa jaringan pasok

32

bahan baku Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan berasal dari kolektor yang dibina

dengan prinsip kemitraan oleh koperasi. Kolektor yang dibina pada masing-

masing kluster berperan sebagai pembeli kopi dari petani. Nilai tambah

pengolahan kopi pada Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan sebesar 59,50 %

sedangkan untuk kolektor sebesar 5,95%. Perbedaan besarnya nilai tambah ini

dikarenakan peran dan tindakan yang dilaksanakan oleh KBQ Baburrayyan lebih

kompleks dari yang lainnya, sehingga nilai tambah yang diperoleh juga lebih

besar

Hasil penelitian Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010) mengenai

keberlanjutan usahatani kopi di kawasah hutan Kabupaten Lampung Barat

menunjukkan bahwa usahatani kopi di kawasan hutan di Lampung Barat layak

dan memberikan manfaat, NPV usahatani kopi di kawasan hutan sebesar Rp

17.719.505/ha, BCR 1,86 dan IRR 24,96%. Penelitian ini juga menunjukkan

bahwa usahatani kopi yang paling menguntungkan adalah usahatani naungan

kompleks multiguna (MPTS, multipurpose tree species) karena memberikan nilai

NVP tertinggi dibanding usahatani lainnya. Keberlanjutan usahatani kopi di

kawasan hutan bergantung pada nilai eksternalitas (biaya lingkungan dan biaya

sosial), bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih besar dari

US$536/ha, maka usahatani kopi di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak

berkelanjutan (NPV negatif), sedangakn bila biaya eksternalitas US$458 maka

besarnya NPV adalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR 26,88%. Penelitian ini

juga menghitung besarnya kesediaan petani dalam membayar biaya eksternal

untuk perbaikan lingkungan hutan sebesar rata-rata Rp 475.660/tahun untuk

33

perbaikan konservasi tanah, menambah tanaman naungan, membayar pajak

lingkungan, dan kegiatan reboisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Donaghue (2008) mengenai peran informasi dalam

sertifikasi organik menunjukkan bahwa sertifikasi kopi organik dapat memberikan

keuntungan baik langsung maupun tak langsung bagi petani kecil. Keuntungan

sosial-ekonomis langsung yang diterima petani adalah adanya price premium dan

penurunan baiya produksi karena ketiadaan bahan kimia, yang biasanya sangat

mahal dan memberatkan bagi petani kecil. Keuntungan tak langsung yang

didapatkan oleh petani kecil yang terlibat dalam proses sertifikasi kopi organik

adalah adanya proses kemitraan di tingkat lokal maupun internasional, sehingga

memberikan keuntungan karena petani dapat meningkatkan nilai tambah

produknya, meningkatkan akses petani kepada pasar yang baru, serta informasi

dari mitra-mitra mengenai standar kualitas yang dikehendaki konsumen.

B. Kerangka Pemikiran

Perdagangan kopi dunia perlahan-lahan telah bergeser ke arah perdagangan kopi

spesialti, yaitu kopi yang memiliki kekhasan khusus seperti kopi lestari, kopi

organik dan kopi yang memiliki indikasi geografis. Negara konsumen kopi dunia

sangat memperhatikan isu-isu lingkungan dan sosial dalam proses produksi kopi.

Pemenuhan standar negara konsumen kopi diwujudkan dalam bentuk sertifikasi

kopi. Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang

berkontribusi cukup besar dalam ekspor kopi nasional. Pelaku usahatani kopi di

Lampung memenuhi standar permintaan negara konsumen kopi dalam bentuk

sertifikasi, salah satunya sertifikasi organik. Sertifikasi organik ditujukan untuk

34

membantu petani dalam proses budidaya sehingga petani dapat meningkatkan

produksi dan kualitas kopi dengan tetap memperhatikan aspek sosial dan

lingkungan.

Sertifikasi organik dilakukan sesuai standar dan prinsip-prinsip pertanian organik.

Sertifikasi organik INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang sistem

pertanian organik. Standar SNI dalam pertanian organik meliputi persyaratan

tatacara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan sampai

pengemasan produk organik. Usahatani kopi yang mendapat sertifikasi dari

INOFICE adalah usahatani kopi yang telah memenuhi standar prinsip-prinsip

pertanian organik dalam SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE yang diterima

petani mencakup proses budidaya sampai pengolahan pascapanen.

Praktik budidaya kopi secara organik dilakukan melalui konsep LEISA yang

meminimumkan input dari luar dan bahan-bahan kimia sehingga biaya produksi

lebih rendah. Penurunan biaya produksi ini dapat meningkatkan efisiensi biaya

dalam usahatani kopi. Praktik budidaya secara organik juga dapat meningkatkan

produktivitas kopi, peningkatan produktivitas ini pada akhirnya akan

mempengaruhi efisiensi biaya dan pendapatan petani kopi. Kopi yang dihasilkan

petani sertifikasi sebagian diolah dan sisanya dijual. Pengolahan biji kopi organik

ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk organik. Peningkatan

produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan usahatani kopi serta nilai tambah

merupakan manfaat dalam aspek ekonomi yang diterima petani dari penerapan

budidaya kopi secara organik sesuai standar sertifikasi.

35

Manfaat sertifikasi dalam aspek sosial dan lingkungan dapat dilihat dari praktik

usahatani kopi secara organik. Penilaian manfaat sosial dan lingkungan diukur

melalui indikator-indikator prinsip-prinsip pertanian organik pada standar SNI

6729 2013. Penelitian mengenai manfaat sertifikasi organik dilakukan dengan

membandingkan manfaat yang diperoleh petani sertifikasi dan nonsertifikasi agar

besarnya manfaat lebih terlihat. Alur kerangka berpikir manfaat sertifikasi

INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik di Kabupaten Lampung

Barat dapat dilihat pada Gambar 2.

C. Hipotesis

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, telah disusun hipotesis, yaitu:

1. a. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam aspek ekonomi

ditinjau dari produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan.

Produtivitas usahatani kopi petani sertifikasi lebih tinggi dari petani

nonsertifikasi,

Efisiensi biaya petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi,

Pendapatan usahatani petani sertifikasi lebih tinggi dari petani

nonsertifikasi,

b. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan

praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi.

2. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan

praktik budidaya kopi yang memperhatikan lingkungan.

3. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan

praktik budidaya kopi yang dapat diterima secara sosial.

36

4. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat terhadap keberlanjutan

usahatani kopi organik.

37

Gambar 2. Kerangka berpikir manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan

usahatani kopi organik.

Praktik usahatani kopi yang

berkelanjutan secara ekonomi

Efisiensi Biaya

Proses produksi

Petani Non-sertifikasi

Usahatani Kopi

Organik

Usahatani Kopi

Anorganik

Usahatani Kopi

Pengolahan

Penyimpanan dan

pengangkutan

Manfaat Sertifikasi

Nilai Tambah

Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi

SNI 6729 2013

Pertanian Organik

Praktik Budidaya Kopi

Secara Organik

Produktivitas

Pendapatan

Aspek Sosial

Petani Sertifikasi

Praktik usahatani

kopi yang

memperhatikan

lingkungan

Sertifikasi Organik

Kopi

Praktik usahatani

kopi yang dapat

diterima secara

sosial.