II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA...

30
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pembangunan Ekonomi Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan ekonomi sebelum tahun 1970-an, pada umumnya pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai: Suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat berketerusan dalam jangka panjang. 11 Dengan meningkatnya pertumbuhan tersebut diyakini akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain sehingga distribusi dari hasil-hasil pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih merata dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai. Itulah yang secara luas secara luas dikenal sebagai prinsip “efek menetes ke bawah”. 12 Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang lebih diutamakan dibanding dengan masalah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan. Namun, selama dekade 1970-an keberhasilan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara berkembang gagal untuk memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya. Hal tersebut menunjukkan ada yang salah dengan mendefinisikan pembangunan itu sendiri. Para ekonom dan perumus kebijakan mulai beranggapan bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi bukanlah suatu indikator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan kriteria kinerja pembangunan. Sejak itu mulai 11 Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan: Proses, masalah, dan Dasar Kebijakan (Jakarta: Kencana,2007), h. 11. 12 Efek “menetes ke bawah” merupakan salah satu topik penting dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi pada tahun 1950-an sampai 1960-an. Dikembangkan pertama kali oleh Arthur Lewis (1954), dan diperluas oleh Ranis dan Fei (1968) dan lainya. Lihat Tulus Tambunan, Perekonomian Indonesia: Beberapa masalah penting, Jakarta:Ghalia Indonesia,2001, h.82.

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

21

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pembangunan Ekonomi

Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan ekonomi sebelum

tahun 1970-an, pada umumnya pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai:

Suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara

meningkat berketerusan dalam jangka panjang.11

Dengan meningkatnya

pertumbuhan tersebut diyakini akan menciptakan lapangan pekerjaan dan

berbagai peluang ekonomi lain sehingga distribusi dari hasil-hasil pertumbuhan

ekonomi akan menjadi lebih merata dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai.

Itulah yang secara luas secara luas dikenal sebagai prinsip “efek menetes ke

bawah”.12

Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang

lebih diutamakan dibanding dengan masalah kemiskinan, pengangguran, dan

ketimpangan distribusi pendapatan.

Namun, selama dekade 1970-an keberhasilan untuk mencapai tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara berkembang gagal untuk

memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya. Hal tersebut menunjukkan

ada yang salah dengan mendefinisikan pembangunan itu sendiri. Para ekonom dan

perumus kebijakan mulai beranggapan bahwa tingkat pertumbuhan Produk

Domestik Bruto (PDB) yang tinggi bukanlah suatu indikator tunggal atas

terciptanya kemakmuran dan kriteria kinerja pembangunan. Sejak itu mulai

11

Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan: Proses, masalah, dan Dasar Kebijakan (Jakarta: Kencana,2007), h. 11. 12

Efek “menetes ke bawah” merupakan salah satu topik penting dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi pada tahun 1950-an sampai 1960-an. Dikembangkan pertama kali oleh Arthur Lewis (1954), dan diperluas oleh Ranis dan Fei (1968) dan lainya. Lihat Tulus Tambunan, Perekonomian Indonesia: Beberapa masalah penting, Jakarta:Ghalia Indonesia,2001, h.82.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

22

mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi berbagai masalah

mendesak seperti tingkat kemiskinan yang semakin parah, ketimpangan distribusi

yang semakin tinggi, dan tingkat pengangguran yang semakin besar.

Secara sederhana Sukirno mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai:

pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan13

. Artinya, suatu

pembangunan ekonomi dalam suatu negara tidak saja dilihat dari pertumbuhan

PDB, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam beberapa

aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan

teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang

tersedia, penurunan ketimpangan, peningkatan dalam pendapatan dan

kemakmuran masyarakat.

Sedangkan Todaro dalam mendefinisikan pembangunan menjelaskan

sebagai berikut:

Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional

yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-

sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar

akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,

serta pengentasan kemiskinan.14

Dengan demikian, pembangunan harus mencakup perubahan secara keseluruhan,

tanpa mengabaikan kebutuhan masyarakat yang beragam, untuk bergerak maju

untuk mecapai kondisi kehidupan yang lebih baik, secara material maupun

spiritual.

Mengacu pada definisi pembangunan diatas, maka para ekonom

memutuskan ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan, Dudleey Seer dalam

Todaro merumuskan ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan bukan lagi

13

Sadono Sukirno, op cit, h. 11. 14

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, op. cit., h. 18-25.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

23

menciptakan tingkat pertumbuhan PDB setinggi-tingginya, melainkan dalam

pembangunan harus ada penanggulangan ketimpangan pendapatan atau ada

pemerataan dalam distribusi pendapatan, penghapusan atau setidaknya terdapat

penurunan tingkat kemiskinan disuatu negara, dan yang terahir harus ada

penurunan tingkat pengangguran dalam konteks perekonomian yang terus

berkembang.15

Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data PDB maupun data

pendapatan per kapita (pendapatan rata-rata penduduk) sebagai alat untuk

mengukur tingkat kelajuan pembangunan ekonomi dan taraf kemakmuran

masyarakat, hingga saat ini data pendapatan per kapita selalu digunakan untuk

memberikan gambaran mengenai pembangunan ekonomi.

Salah satu teori pembangunan ekonomi yang populer adalah teori yang

dikemukakan oleh Walt Withman Rostow. Menurut Rostow, pembangunan

ekonomi atau proses transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi

masyarakat moderen merupakan suatu proses yang multidimensional.

Pembangunan ekonomi juga bukan hanya berarti perubahan struktur ekonomi

suatu negara yang ditunjukkan oleh menurunnya peran sektor pertanian dan

meningkatnya sektor industri saja. Dalam pembangunan ekonomi Rostow ada

lima tahapan masyarakat dalam pembangunan ekonomi.16

Pertama, masyarakat tradisional (traditional society) yaitu masyarakat yang

memiliki tingkat produksi per kapita dan produktivitas per pekerja masih sangat

terbatas. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar sumber daya masyarakat

digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Terkadang dalam tahap

15

Ibid., Hal 19 16

Didin S. Damanhuri. Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang (Bogor: IPB Press,2010), h. 31.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

24

masyarakat tradisional terdapat sentralisasi dalam pemerintahan dan kekuasaan

politik masih di daerah yaitu oleh tuan-tuan tanah. Kedua, prasyarat tinggal landas

(preconditions for take-off) atau biasa disebut masa transisi dimana masyarakat

mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan dari kemampuannya

sendiri. Rostow mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang

menyebabkan perubahan ciri-ciri penting dalam suatu masyarakat; yaitu

perubahan dalam sistem politiknya, struktur sosialnya, nilai-nilai masyarakatnya,

dan struktur kegiatan ekonominya. Proses pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan

berlaku, jika perubahan-perubahan tersebut muncul. Suatu masyarakat yang telah

mencapai taraf pertumbuhan ekonomi yang sering terjadi, sudah dapat dikatakan

berada dalam tahap prasyarat tinggal landas.17

Ketiga, tahapan tinggal landas (the take-off), dalam tahap ini ditandai oleh

terjadinya perubahan yang besar dalam masyarakat seperti revolusi politik, adanya

inovasi-inovasi yang besar dalam terciptanya kemajuan, dan pasar semakin luas.

Oleh karena itu ciri utama pada tahapan ini adalah adanya pertumbuhan ekonomi

yang selalu terjadi. Keempat, tahapan menuju kedewasaaan (drive to maturity)

ditandai adanya penggunaan teknologi moderen dalam pengelolaan sumber daya

sehingga terjadi efektifitas yang tinggi. Kelima, tahap konsumsi massa yang

tinggi (high mass-consumption) merupakan tahap terahir dalam teori

pembangunan ekonomi menurut Rostow, pada tahap ini perhatian utama bukan

lagi kepada produksi, melainkan pada masalah konsumsi dan kesejahteraan

masyarakat.18

17

Ibid, h.32-34. 18

Ibid, h.34-37.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

25

Dalam membedakan proses pembangunan ekonomi menjadi kelima tahap

seperti yang dijelaskan diatas, Rostow membuat penggolongannya berdasarkan

kepada ciri-ciri perubahan keadaan ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi.

Menurut Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat

tradisional menjadi suatu masyarakat moderen merupakan suatu proses yang

memiliki banyak dimensi. Pembangunan ekonomi bukan saja berarti perubahan

dalam struktur ekonomi suatu negara yang menyebabkan peranan sektor pertanian

menurun dan peranan kegiatan industri meningkat. Akan tetapi pembangunan

ekonomi antara lain adalah proses yang menyebabkan:

1. Perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik, dan sosial yang pada mulanya

mengarah ke dalam menjadi berorientasi ke luar.

2. Perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga, yaitu

dari menginginkan banyak anak menjadi membatasi jumlah keluarga.

3. Perubahan dalam kegiatan penanaman modal masyarakat dari melakukan

penanaman modal yang tidak produktif menjadi penanam modal yang

produktif.

4. Perubahan sikap masyarakat dalam menentukan kedudukan seseorang dalam

masyarakat dari ditentukan oleh kedudukan keluarga atau suku bangsanya

menjadi ditentukan oleh kesanggupan melaksanakan pekerjaan.

5. Perubahan dalam pandangan masyarakat yang pada mulanya berkeyakinan

bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh keadaan alam sekitaranya dan

selanjutnya berpandangan bahwa manusia harus memanipulasi keadaan alam

sekitarnya untuk menciptakan kemajuan.19

19

Sadono Sukirno, op cit., h. 168.

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

26

Menurut Rostow perubahan-perubahan ini, dan banyak lagi perubahan yang

bercorak sosial, politik, dan kebudayaan, merupakan perubahan yang selalu

mengikuti tingkat perkembangan kegiatan ekonomi suatu masyarakat. Dengan

melihat perkembangan ekonomi dan perubahan-perubahan dalam struktur

ekonomi yang terjadi di Indonesia, muncul pertanyaan pada tahapan manakah

Indonesia saat ini? Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut haruslah

ada pengkajian yang lebih dalam sehingga dapat diterima oleh berbagai kalangan.

Teori selanjutnya adalah teori perubahan struktural. Teori ini fokus terhadap

mekanisme yang membuat negara-negara berkembang dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dengan cara mentransformasikan struktur

perekonomiannya dari yang semula sektor pertanian yang bersifat tradisional

menjadi dominan ke sektor industri manufaktur yang lebih moderen dan sektor

jasa-jasa. Teori ini dirumuskan oleh W. Arthur Lewis. Menurut Lewis, proses

pembangunan di negara berkembang mengalami kelebihan penawaran tenaga

kerja yang dikenal dengan model dua-sektor Lewis (Lewis two-sector model).

Model pembangunan ini menjelaskan bahwa perekonomian yang terbelakang

terdiri dari dua sektor. Pertama yaitu sektor tradisional, yaitu sektor perdesaan

subsistem yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal

tenaga kerja sama dengan 0. Kondisi ini yang melatarbelakangi Lewis untuk

mendefinisikan suplus tenaga kerja (surplus labor).20

Kedua, sektor industri perkotaan dengan tingkat produktivitas tinggi

sehingga dapat menampung tenaga kerja dari sektor subsistem. Perhatian utama

model ini terletak pada proses pengalihan tenaga kerja, pertumbuhan output, dan

20

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, op. cit., h. 133-134.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

27

peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor moderen. Sedangkan percepatan

terjadinya pertumbuhan output ditentukan oleh tingkat investasi di industri dan

akumulasi modal di sektor moderen. Dalam teori ini, Lewis menyimpulkan bahwa

trasformasi struktural perekonomian dengan sendirinya akan terjadi dan suatu

perekonomian pada akhirnya akan beralih dari perekonomiaan pertanian

tradisional yang berpusat di daerah pedesaan menjadi sebuah perekonomian

industri moderen yang beroriantasi pada pola kehidupan perkotaan. 21

Selanjutnya Lewis menunjukkan pula pentingnya pembangunan seimbang

di sektor produksi yang menghasilkan barang-barang kebutuhan dalam negeri dan

barang-barang untuk diekspor. Peranan sektor ekspor dalam pembangunan dapat

ditunjukkan dengan merujuk pada implikasi dari timbulnya perkembangan yang

tidak seimbang antara sektor dalam negeri dan sektor luar negeri. Untuk

menjelaskan hal tersebut perekonomian perlu dibedakan menjadi tiga sektor, yaitu

sektor pertanian, sektor industri, dan sektor ekspor. Apabila sektor industri

berkembang, permintaan di sektor pertaniaan akan meningkat. Apabila kenaikan

produksi sektor industri merupakan penggantian terhadap barang-barang impor,

maka devisa yang dihemat dapat digunakan untuk mengimpor barang sektor

pertanaian.

Akan tetapi jika sektor pertanian tidak berkembang, maka akan harga pada

sektor pertanian akan naik dan impor akan naik, sehingga meninbulkan defisit

neraca pembayaran. Tetapi jika sektor ekspor berkembang, defisit neraca

pembayaran dapat diatasi. Dengan demikian perkembangan sektor industri tanpa

diikuti oleh sektor pertanian dapat terus berlangsung hanya apabila sektor ekspor

21

Ibid.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

28

juga mengalami perkembangan. Dengan pendekatan yang sama dapat ditunjukkan

bahwa perkembangan sektor pertanian tanpa diikuti perkembangan sektor

industri, akan terus berlangsung hanya jika sektor ekspor berkembang. Dari uraian

ini dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan Lewis salah satu fungsi penting

dari sektor ekspor adalah untuk menjamin kelangsungan pembangunan apabila

tidak terdapat pembangunan yang seimbang di antara sektor-sektor dalam negeri,

yaitu sektor industri dan sektor pertanian.22

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil

per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikan pendapatan

nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Jadi dalam ekonomi

pembangunan tidak hanya menggambarkan jalannya pengembangan ekonomi

saja, tetapi juga menganalisis hubungan sebab akibat dari faktor-faktor

perkembangan tersebut. Kenaikan output per kapita dalam jangka panjang juga

dapat diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi. Jadi persentase pertambahan

output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan

ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.

23

Schumpeter (1934), dalam Boediono menjelaskan makna pertumbuhan

ekonomi sebagai berikut:

22

Sadono Sukirno, Op cit, h. 280. 23

Ibid., h. 100.

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

29

Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang

disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang

digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan

“teknologi” dalam produksi itu sendiri. Sebagai contoh adalah kenaikan

Growth Domestic Product (GDP) yang disebabkan oleh pertumbuhan

penduduk atau oleh pertumbuhan stok kapital (dengan teknologi lama).24

Pertumbuhan digunakan sebagai ungkapan umum yang menggambarkan

tingkat perkembangan suatu negara yang diukur melalui persentase pertambahan

pendapatan nasional riil. Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi

yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Para ahli

ekonomi mempunyai keterkaitan terhadap masalah perkembangan pendapatan

nasional riil, juga kepada moderenisasi kegiatan ekonomi, misal: usaha merombak

sektor pertaniaan yang tradisional, masalah percepatan pertumbuhan ekonomi dan

masalah pemerataan pendapatan per kapita secara terus-menerus. Sedangkan

pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti kenaikan pendapatan per kapita.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi terjadi ketika terdapat lebih

banyak output dan dapat meliputi penggunaan input lebih banyak dan lebih

efisien. Pembangunan ekonomi terjadi saat lebih banyak output juga perubahan-

perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan

output yang lebih banyak. Pembangunan ekonomi menunjukkan perubahan-

perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor

perekonomian di samping kenaikan output. Pada umumnya pembangunan selalu

disertai dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan

pembangunan.25

24

Boediono.1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi: Seri Sinopsis pengantar Ilmu Ekonomi No.4 (Yogyakarta: Balaksumur,1982), h. 55. 25

Sadono Sukirno. Pengantar Teori Makroekonomi (Jakarta: FE-UI, 2004), h. 414.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

30

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi adalah istilah yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi lebih mengacu pada

proses peningkatan produksi barang dan jasa. Sedangkan pembangunan ekonomi

memiliki arti yang lebih luas dan mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi

masyarakat secara keseluruhan.26

Menurut Todaro ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan

ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah :

1. Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang

ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan

diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di

kemudian hari.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah

angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja

(yang terjadi beberapa tahun setelah pertumbuhan penduduk) secara

tradisional dianggap sebagai salah satu faktor yang memacu pertumbuhan

ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah

jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar

berarti meningkatkan ukuran pasar domestik.

3. Kemajuan teknologi yang terjadi karena ditemukannya cara baru atau

perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan

tradisional. Dalam hal ini dikenal ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi,

yaitu :

26

Didin S. Damanhuri, op.cit., h. 31-37.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

31

Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi apabila teknologi tersebut

memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan

menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang

sederhana, seperti pembagian tenaga kerja yang lebih spesifik yang dapat

meningkatkan output, adalah contohnya.

Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja, terjadi apabila kemajuan

teknologi dapat menghemat pemakaian modal atau tenaga kerja. Dengan

kata lain penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memperoleh

output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja atau modal yang

sama.

Terakhir adalah kemajuan teknologi yang hemat modal, merupakan

fenomena yang cukup langka di negara yang relatif maju. Hal tersebut

dikarenakan dalam penelitian di dunia pengetahuan dan teknologi di

negara-negara maju yang merupakan tujuan utama adalah menghemat

pekerja, bukan menghemat modal. Tetapi di negara berkembang kemajuan

teknologi yang hemat modal sangat diperlukan. Kemajuan yang ini akan

menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efisien.27

Salah satu teori yang memberikan perhatian khusus pada peranan kapital

yang dapat diprensentasikan dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada

suatu daerah untuk menarik kapital ke dalam daerahnya adalah teori pertumbuhan

Harrod-Domar. Hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk

tumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan menghasilkan

pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan apabila dialokasikan pada

27

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, op. cit., h. 92-98.

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

32

daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan return (pengembalian) yang

besar dalam jangka waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan

menyebabkan ketidakmerataan dimana daerah-daerah yang relatif maju akan

tumbuh semakin cepat sementara daerah yang kurang maju tingkat

pertumbuhannya relatif lambat. Jadi, dalam model ini tingkat pertumbuhan daerah

berbeda-beda, maka ketidakmerataan ini akan cenderung semakin melebar jika

tidak ada faktor yang menyeimbangkan, misalnya pembangunan infrastruktur dan

mobilitas tenaga kerja. Sehingga dalam teori ini, pertumbuhan ekonomi

memerlukan investasi baru ditambah stok kapital yang telah ada dengan asumsi

perekonomian dalam keadaan full employment.28

Untuk memperjelas pendapat Harrod-Domar bahwa dalam penanaman

modal akan mempercepat proses pertumbuhan ekonomi dapat diterangkan dengan

menggunakan pertolongan gambar. Dalam Gambar 2.1, fungsi S adalah fungsi

tabungan. Karena teori ini memisalkan tingkat tabungan masyarakat adalah

proposional dengan pendapatan nasional, maka fungsi tersebut dimulai dari titik

O. Kemudian dimisalkan pula bahwa pada permulaannya perekonomian telah

mencapai tingkat pengunaan sepenuhnya barang-barang modal yang tersedia.

Tingkat tersebut adalah pada titik Ys₀=Y₀, dimana Ys₀ adalah jumlah keseluruhan

kapasitas barang-barang modal pada tahun permulaan dan Y₀ adalah pendapatan

pada waktu tersebut. Karena pemisahan ini, maka pada tahun tersebut penanaman

modal haruslah mencapai sebesar tabungan pada tingkat kapasitas penuh dari

barang-barang modal. Maka haruslah I = S₀.29

28

Ibid., h. 129. 29

Sadono Sukirno, op cit., h. 261

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

33

Penanaman modal tersebut akan menaikkan kapasitas barang-barang modal

pada masa berikutnya. Menurut teori Harrod-Domar penanaman modal sebesar I

menyebabkan pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal sebesar

ΔYs₀=ΔI. Pada gambar kenaikan tersebut berarti kenaikan kapasitas barang-

barang modal dari Ys₀ menjadi Ys₁. Agar kapasitas barang-barang modal yang

telah menjadi Ys₁ tersebut sepenuhnya digunakan, penanaman modal dalam tahun

tersebut haruslah mencapai I + ΔI. 30

S,I

S

I+ ΔI

ΔI

I

S₀

Y

Ys₀= Y₀ Ys₁

Sumber: Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan. 2006. Hal 261.

Gambar 2.1 Teori Harrod-Domar dalam Grafik

Dalam analisis teori-teori pertumbuhan mengenai proses pembangunan

menekankan kepada peramalan akhir dari proses pembangunan ekonomi. Teori-

teori pertumbuhan sebelum Neo-Klasik memberikan pandangan yang sangat

pesimis mengenai keadaan proses pembangunan dalam jangka panjang. Menurut

pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik, kelebihan penduduk akan menyebabkan

masyarakat mengalami kemunduran kembali dalam pembangunannya. Sedangkan

30

Sadono Sukirno, op cit., h. 161.

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

34

menurut pandangan Schumpeter, pada tingkat pembangunan yang sangat tinggi

akan menyebabkan masalah stagnasi atau ketiadaan perkembangan ekonomi.

Sedangkan teori Harrod-Domar berpendapat babwa kekurangan dalam penanaman

modal akan menimbulkan proses pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan

masalah resesi yang lebih serius dari sebelum-sebelumnya.31

2.3.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit

usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Untuk menghitung angka PDRB

ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:

1. Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir

yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam

jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

2. Pendekatan pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir

seperti: (a) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, (b)

konsumsi pemerintah, (c) pembentukan modal tetap domestik bruto, (d)

perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu

(biasanya satu tahun).

3. Pendekatan pendapatan, PDRB meupakan jumlah balas jasa yang diterima

oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

PDRB Atas Dasar Harga berlaku (ADHB) digunakan untuk melihat

pergeseran dan struktur ekonomi. PDRB ADHB menunjukkan pendapatan yang

31

Sukirna, Sadono. Op cit. Hal 269

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

35

yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga

pada setiap tahun.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) digunakan untuk mengetahui

pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun, untuk menunjukkan laju pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan/setiap sektor dari tahun ke tahun. Data PDRB ADHK

lebih menggambarkan perkembangan produksi riil barang dan jasa yang

dihasilkan oleh kegiatan ekonomi daerah tersebut.

PDRB ADHB menurut sektor menunjukkan peranan sektor ekonomi dalam

suatu daerah, sektor-sektor yang mempunyai peranan besar menunjukkan basis

perekonomian suatu daerah. Dengan demikian PDRB secara agregatif

menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas

jasa terhadap faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di

daerah tesebut.

Sedangkan PDRB per kapita adalah besaran kasar yang menunjukkan

tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah pada suatu waktu tertentu.

PDRB per kapita didapat dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun di wilayah tersebut.32

Fungsi lain PDRB per kapita dalam

analisis pembangunan ekonomi adalah menggambarkan tingkat kesejahteraan di

antara wilayah. Semakin tinggi nilai pendapatan tersebut, semakin tinggi daya beli

penduduk, dan daya beli yang bertambah ini meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

32

BPS, Pendapatan Regional DKI Jakarta:Regional income of DKI Jakarta 2005-2009 (Jakarta: BPS, 2009), h.18.

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

36

Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data pendapatan

perkapita (PDRB per kapita) sebagai alat untuk mengukur tingkat kelajuan

pembangunan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat, hingga saat ini data

pendapatan per kapita selalu digunakan untuk digunakan untuk memberikan

gambaran mengenai pembangunan ekonomi.33

2.4.Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam

distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya

dengan tingkat rata-rata dari distribusi pendapatan tersebut. Para ekonom pada

umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya

digunakan untuk berbagai keperluan kajian kuantitatif dan kualitatif. Kedua

ukuran tersebut adalah distribusi ukuran dan distribusi fungsional. Distribusi

ukuran (size distribution) mengukur besar atau kecilnya bagian pendapatan yang

diterima masing-masing orang, sementara distribusi fungsional menekankan pada

kepemilikan faktor-faktor produksi.

Salah satu cara untuk mengukur ketimpangan menurut perspektif distribusi

ukuran antara lain mengunakan Kurva Lorenz. Metode ini lazim digunakan para

ekonom untuk menganalisis statistik pendapatan perorangan yang

memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerimaan

pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar diterima dalam

kurun waktu tertentu. Dalam kurva ini dapat dilihat tingkat ketimpangan atau

tidak merata distribusi pendapatan dari seberapa jauh jarak Kurva Lorenz dari

33

Sadono Sukirno. op cit., h. 10-11.

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

37

garis diagonal. Semakin jauh jarak Kurva Lorenz dengan garis diagonal yang

merupakan garis pemerataan sempurna maka semakin tinggi tingkat

ketimpangannya.34

D

Persentase

Pendapatan

B C

Persentase Populasi

Sumber: Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi di Dunia

Ketiga. 2003. Hal 226.

Gambar 2.2 Kurva Lorenz untuk Memperkirakan Koefisien Gini

Koefisien Gini digunakan untuk mengukur ketimpangan agregat yang

angkanya berkisar antara nol hingga satu, dimana semakin mendekati nol semakin

rendah tingkat ketimpangannya dan semakin mendekati satu semakin tinggi

tingkat ketimpangannya. Koefisien gini dapat dihitung dengan cara membagi

bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dengan luas setengah

segi empat pada kurva Lorenz tersebut.

Sedangkan contoh indikator distribusi fungsional misalnya bagian

pendapatan nasional yang diterima oleh pemilik faktor produksi tenaga kerja.

34

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, op. cit., h. 223.

Koefisien gini =

Garis pendapatan

A

Kurva Lorenz

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

38

Ukuran distribusi fungsional ini pada dasarnya membahas persentase penghasilan

tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai faktor produksi yang terpisah dan

membandingkanya dengan persentase pendapatan total dalam bentuk sewa,bunga,

dan laba. Dengan semakin berkembangnya konsep distribusi fungsional, konsep

ini mampu menjelaskan besar atau kecilnya pendapatan dari suatu faktor produksi

dengan memperhitungkan kontribusi faktor tersebut dalam seluruh kegiatan

produksi. Kurva permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai faktor yang

dapat menentukan harga per unit dari masing-masing faktor produksi. Jika harga

per unit produksi dikalikan dengan jumlah faktor produksi yang digunakan secara

efisien, maka dapat dihitung total pendapatan yang diterima oleh setiap faktor

produksi tersebut.35

Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap

tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan

pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap

formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah

daerah. Kebijakan pembangunan wilayah haruslah dapat mengatasi masalah

ketimpangan. Karena jika ketimpangan pendapatan tinggi akan menyebabkan

berbagai masalah dalam proses pembangunan wilayah seperti berikut:

1. Ketimpangan pendapatan yang tinggi akan menyebabkan inefisiensi

ekonomi dan mempersulit masyarakat yang berpendapatan rendah untuk

menyediakan pendidikan maupun dalam pengembangan bisnis mereka.

2. Dengan tingkat ketimpangan yang tinggi dapat melemahkan stabilitas

dan solidaritas. Lebih lagi, ketimpangan yang tinggi dapat memperkuat

35

Ibid., h. 228.

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

39

kekuatan politis golongan kaya yang digunakan untuk mengarahkan

berbagai hasil pembangunan untuk kepentingan mereka sendiri.

3. Selanjutnya tingkat ketimpangan yang tinggi dipandang tidak sesuai

dengan prinsip keadilan.36

Dalam perencanaan pembangunan, diabaikanya dimensi spasial membuat

kegiatan pembangunan daerah lebih ditentukan oleh mekanisme pasar. Akibatnya

modal dan orang cenderung memilih daerah yang menawarkan pengembalian

yang tinggi, sehingga daerah yang maju semakin maju dan daerah yang tertinggal

semakin tertinggal. Hal tersebut yang mendasari analisis disparitas regional, yaitu

indikator yang menggambarkan bagaimana pendapatan suatu wilayah

terdistribusikan ke sub-sub wilayah tersebut. Hal ini konsisten dengan pemikiran

Kuznets yang dituangkan dalam bentuk kurva U terbalik, yaitu sewaktu

pendapatan perkapita naik, ketidakmerataan mulai muncul dan mencapai

maksimum pada saat pendapatan pada tingkat menengah dan kemudian menurun

sewaktu telah dicapai tingkat pendapatan yang sama dengan karakteristik negara

industri. Peningkatan pertumbuhan dimungkinkan dengan berkembangnya sektor

pemimpin (leading sector). Kondisi ini akan memunculkan efek merembes ke

bawah bagi golongan miskin dengan meningkatnya upah buruh melalui sektor

lain.37

36

Ibid., h. 235. 37

Ibid., Hal 240

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

40

2.5 Indeks Williamson

Ukuran ketimpangan pembangunan yang mula-mula ditemukan adalah

Indeks Williamson. Secara Ilmu Statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient

of variatition yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah

Indeks Williamson muncul sebagai penghargaan kepada Jeffrey G. Williamson

yang mula-mula mengunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan

pembangunan antar wilayah dalam studinya pada tahun 1966.

Jaffrey G. Williamson dalam studinya ingin menguji kebenaran hipotesis

Neo-klasik yang berpendapat bahwa pada permulaan pembangunan suatu negara,

ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan

terjadi sampai ketimpangan mencapai titik puncak. Setelah itu, jika proses

pembangunan berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan akan

menurun. Dengan kata lain, Williamson ingin menguji kurva ketimpangan

pembangunan antar wilayah di negara berkembang adalah berbentuk U-terbalik.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis Neo-klasik yang

diformulasika secara teoritis ternyata terbukti benar secara empirik. Hal ini

menunjukkan bahwa proses pembangunan suatu negara tidak secara otomatis

dapat menurunkan ketimpangan pembangunan antar wilayah, tetapi pada tahap

permulaan justru terjadi hal yang sebaliknya.38

Berbeda dengan koefisien gini yang lazim digunakan dalam mengukur

distribusi pendapatan, Indeks Williamson mengunakan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai data dasar. Alasanya karena yang

dibandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat

38

Sjafrizal, op cit., h.104-108.

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

41

kemakmuran antar kelompok. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa

kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan

dalam perhitungan, namun demikian indeks ini cukup lazim digunakan dalam

mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.39

2.6 Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf

(h) UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah). Daerah otonom,

adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah).

Pengertian otonom secara bahasa adalah berdiri sendiri atau dengan

pemerintahan sendiri, sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau lingkungan

pemerintah. Menurut istilah otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada

suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan

wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan

perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan idiologi yang

sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

39

Ibid.

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

42

Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu seperti politik luar

negri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-

bidang tersebut menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah

berdasarkan pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.

Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah disebut desentralisasi. Semakin besar

suatu negara (dilihat dari penduduk dan luas wilayah) maka semakin kompleks

dan “heterogen” pemerintahannya, hal ini bisa dilihat dari tingakatan pemerintah

daerah. Desentralisasi dan sentralisasi adalah cara untuk melakukan penyesuaian

tata kelola pemerintahan dengan pendistribusian fungsi pengambilan keputusan

dan kontrol.

Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya

pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan dilain pihak terbukanya

peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal

untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Oleh

karena itu, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai kebijakan

pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses

perijinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang

perekonomian daerah. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa

masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.

Akan tetapi dengan adanya otonomi daerah, setiap wilayah memiliki

kewenangan sendiri untuk mengatur daerahnya masing-masing. Daerah yang

memiliki potensi yang besar dan kelembagaan yang solid dan bebas korupsi yang

akan lebih cepat berkembang dibanding daerah lainnya. Masing-masing daerah

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

43

akan bersaing untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

sosial. Pada awal pelaksanaan otonomi daerah ketimpangan antar daerah

meningkat. Hal ini karena perbedaan sumber daya daerah dan kesiapan dari

masing-masing daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Diharapkan pada

tahun-tahun selanjutnya, setiap daerah mulai dapat mengembangkan daerah

masing-masing dalam rangka mendorong proses pembangunan ekonomi di era

otonomi daerah. Selanjutnya tingkat ketimpangan pada tahun-tahun berikutnya

setelah awal pemberlakuan otonomi daerah berangsur-angsur turun.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tentu tidak lepas dari

berbagai masalah maupun kendala. Karena otonomi daerah dilandaskan atas nilai-

nilai kebebasan, kemungkinan terjadi dampak positif dan dampak negatif

mempunyai peluang yang sama besar. Kebebasan yang tidak mampu dikendalikan

oleh pihak yang menjalankan kebebasan itu sendiri dan lemahnya law

enforcement akan lebih besar kemungkinannya untuk menghasilkan dampak

negatif dibanding dampak positif.40

Perkembangan seperti ini telah menimbulkan banyak polemik di dalam

masyarakat mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Karena otonomi daerah cukup

kondusif bagi terjadinya konflik. Kebebasan yang menyertai otonomi seringkali

ditafsirkan sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri dengan mengelola

sumber daya manusia menurut kepentingan sendiri yang merupakan sumber

konflik yang amat potensial dimasa-masa saat ini. Otonomi daerah hanyalah dapat

berjalan dengan baik bila ada pemahaman yang baik terhadap kebebasan dan

40

Maswadi Rauf. Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Dearah: Desentralisasi, Demokrasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Syamsuddin Haris, editor.(LIPI Press,2005), h. 162.

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

44

kewenangan daerah, disamping adanya kemampuan mengendalikan diri dalam

menjalankan kebebasan.41

2.7. Penelitian Terdahulu

Sejak tahun 1970-an hingga saat ini sudah banyak penelitian dan pengkajian

mengenai pembangunan ekonomi regional di Indonesia yang memfokuskan pada

ketimpangan antar pulau, ketimpangan antar provinsi, maupun ketimpangan antar

kabupaten di provinsi tertentu. Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai

referensi dalam penelitian ini dapat dikategorikan berdasarkan persamaan topik

maupun metode yang digunakan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

terdahulu adalah dalam menganalisis ketimpangan antar wilayah di Indonesia

dengan metode indeks Williamson.

Tadjoeddin melakukan penelitian untuk menganalisis ketimpangan regional

dengan memakai data kabupaten/kota tahun 1996. Dalam penelitian ini

menemukan bahwa dari jumlah kabupaten/kota yang ada pada tahun itu, ada

sejumlah kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita yang sangat tinggi yang

menjadikan daerah-daerah tersebut menjadi daerah kantong (enclave regions).

Daerah-daerah ini adalah daerah yang memiliki kekhususan dalam hal

karakteristik perekonomiannya, dimana daerah tersebut berkembang dengan pesat

karena merupakan pusat perekonomian, perdagangan, industri maupun karena

penghasil tambang maupun SDA lainnya. Hasil perhitungan Tadjoeddin

41

Ibid, h. 168.

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

45

menunjukkan jika daerah kantong tersebut tidak dimasukkan ke dalam analisis,

ketimpangan PDRB per kapita antarprovinsi menjadi sangat rendah.42

Tabel 2.1. Beberapa Indeks Ketimpangan Regional Dalam PDRB Per Kapita

Menurut Kabupaten/Kota (Atas Harga Konstan 1993)

1993 1994 1995 1996 1997 1998

Gini

Tanpa Migas 0,363 0,366 0,371 0,378 0,381 0,363

Tanpa Migas dan Daerah

Kantong

0,248 0,251 0,256 0,267 0,271 0,257

Theil

Tanpa Migas 0,263 0,268 0,275 0,282 0,288 0,266

Tanpa Migas dan Daerah

Kantong

0,102 0,104 0,108 0,119 0,122 0,109

L – Indeks

Tanpa Migas 0,213 0,217 0,222 0,230 0,234 0,212

Tanpa Migas dan Daerah

Kantong

0,096 0,098 0,102 0,110 0,114 0,103

CV Williamson

Tanpa Migas 0,923 0,938 0,962 0,966 0,982 0,965

Tanpa Migas dan Daerah

Kantong

0,483 0,489 0,511 0,526 0,534 0,501

Keterangan: Daerah kantong adalah 13 daerah kaya yang merupakan pusat pembangunan

industri, perdagangan dan jasa ( Kota Batam, Jakarta Pusat, Jakarta Utara,

Jakarta Timut, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Kudus, Kota Surabaya, Kota

Kediri, Badung, Kutai, Benau, Kota Samarinda).

Sumber: Tdjoeddin. 2001. Disparitas Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia.

UNSFIR. Hal 24

Seperti yang terlihat pada Tabel 2.1, tahun 1993-1999 nilai koefisien gini

sekitar 0,36-0,38 dan tambah tinggi lagi menjadi 0,41 jika migas juga di

masukkan, tetapi jika tidak memasukkan daerah kantong dan tanpa migas, nilai

Gini dari distribusi PDB nasional per kapita turun hingga berkisar antara 0,24 dan

0,27. Selain itu, penelitian ini juga melakukan analisis dekomposisis ketimpangan

pendapatan regional ke dalam dua komponen, yakni ketimpangan pendapatan

42

Tadjoeddin et al, op cit., h. 23.

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

46

antar individu di dalam provinsi dan ketimpangan pendapatan pendapatan antar

provinsi, dengan mengunakan indeks Theil dan indeks L. Hasilnya juga

menunjukkan kecenderungan yang sama, adanya migas dan daerah kantong

memperparah ketimpangan regional di Indonesia.43

Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Williamson Antar Provinsi Di Indonesia

1995-2003

Tahun Indonesia

(Termasuk DKI Jakarta)

Indonesia

(Tanpa DKI Jakarta)

1993 0,560 0,440

1994 0,590 0,460

1995 0,630 0,480

1996 0,670 0,490

1997 0,690 0,510

1998 0,660 0,520

1999 0,670 0,530

2000 0,660 0,520

2001 0,650 0,510

2002 0,650 0,510

2003 0,640 0,500

Sumber : Sjafrizal. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. 2003, h. 114

Sjafrizal menganalisis ketimpangan pembangunan antar wilayah di

Indonesia periode 1993-2003. Disamping mengukur tingkat ketimpangan dan

tendensinya, studi ini juga mencoba melihat pengaruh DKI Jakarta terhadap

ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa pengaruh DKI Jakarta terhadap ketimpangan antar wilayah di Indonesia

cukup besar karena struktur ekonominya yang cukup berbeda dengan provinsi-

provinsi lain. namun demikian, hasil perhitungan dengan mengeluarkan DKI

43

Ibid.

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

47

Jakarta ternyata indeks ketimpangan masih cukup tinggi yaitu sekitar 0,50 pada

tahun 2003.44

Tabel 2.3. Indeks Ketimpangan Williamson Antar Pulau di Indonesia tahun

1996-2006

No. Tahun CVw

1. 1996 0,225

2. 1997 0,224

3. 1998 0,250

4. 1999 0,247

5. 2000 0,261

6. 2001 0,240

7. 2002 0,234

8. 2003 0,233

9. 2004 0,229

10. 2005 0,216

11. 2006 0,210

Sumber : Refa,2009.Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia

[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor. Hal 45.

Refa melakukan penelitian untuk menganalisis tingkat ketimpangan

pendapatan antar pulau di Indonesia dengan mengunakan formulasi Williamson.

Dalam penelitian ini menganalisis pengaruh pertumbuhan PDRB terhadap

ketimpangan pendapatan antar pulau di Indonesia. Kesimpulannya, ketimpangan

pendapatan antar pulau yang terjadi di Indonesia terbagi dalam enam pulau

tergolong rendah. Selain itu, Refa menyimpulkan bahwa hubungan pertumbuhan

PDRB dengan indeks ketimpangan pendapatan lemah dan besarnya kontribusi

pertumbuhan PDRB terhadap perubahan ketimpangan pendapatan kecil.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

sebelumnya, yaitu:

44

Sjafrizal, Op cit, h.113-114.

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

48

1. Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan kepada pembangunan di DKI

Jakarta, serta menganalisis pola pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dan

luar DKI Jakarta, pada saat pemerintah melaksanakan kebijakan

pembangunan yang lebih mengarah ke sentralistik yaitu sebelum

otonomi daerah dan setelah otonomi daerah diberlakukan.

2. Dalam penelitian ini akan menganalisis trend ketimpangan pendapatan

DKI Jakarta dan luar DKI Jakarta. Baik sebelum maupun setelah

otonomi daerah dengan mengunakan metode analisi diskriptif, Klassen

Typology, Indeks Williamson, dan Analisis Trend Ketimpangan. Data

yang akan digunakan mulai dari tahun 1993-2011.

3. Selanjutnya yang membedakan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya, pada penelitian ini akan menganalisis hubungan antara

peningkatan PDRB per kapita DKI Jakarta dengan Ketimpangan DKI

Jakarta dan luar DKI Jakarta dalam periode tahun 1993-2011.

2.8. Kerangka Pemikiran

Pembangunan ekonomi di Indonesia masih meninggalkan masalah yang

sama dihadapi oleh beberapa negara berkembang lainnya. Masalah yang timbul

adalah ketimpangan antar daerah. Hal ini disebabkan karena perbedaan

kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan. Terjadinya

ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat antar wilayah. Karena itu aspek ketimpangan pembangunan antar

wilayah ini juga mempunyai implikasi terhadap kebijakan pembangunan wilayah

yang dilakukan Pemerintah Pusat.

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

49

Analisis yang pertama dilakukan adalah analisis diskriptif. Analisis

diskriptif ini memberikan gambaran umum kondisi pembangunan wilayah DKI

Jakarta dan Luar DKI Jakarta. Analisis selanjutnya adalah dengan

mengklasifikasikan sektor-sektor ekonomi per wilayah, laju pertumbuhan

ekonomi, dan PDRB per kapita di wilayah DKI Jakarta maupun luar DKI Jakarta.

Kemudian dibagi berdasarkan empat kategori berdasarkan analisis Klassen

Typology sektoral. Langkah berikutnya adalah analisis ketimpangan/disparitas

ekonomi di wilayah DKI Jakarta dan luar DKI Jakarta yang dapat dilihat dari

berfariasinya nilai PDRB per kapita dan jumlah penduduk di setiap wilayah

tersebut.

Selanjutnya akan dianalisis dan dihitung tingkat keparahan ketimpangan di

setiap wilayah amatan dengan mengunakan rumus ketimpangan antar wilayah,

yaitu formulasi Williamson, kemudian didapatkan indeks ketimpangan

Williamson dan dilihat trend ketimpangan sebelum dan setelah diberlakukannya

kebijakan otonomi daerah dengan menggunakan grafik.

Hasil akhir dari penelitian ini adalah implikasi kebijakan bagi pemerintahan

pusat maupun daerah untuk mengatasi masalah ketimpangan di DKI Jakarta dan

luar DKI Jakarta, yaitu dengan memperhatikan sektor yang ditengarai menjadi

penyebab ketimpangan karena hanya terpusat di daerah tertentu namun memiliki

share yang lebih tinggi bagi PDRB di wilayah Jakarta dan luar DKI Jakarta.

Ketimpangan juga dihubungkan dengan sektor-sektor unggulan di masing-masing

wilayah dan dilihat posisi relatif masing-masing wilayah. Dengan melihat potensi

dari masing-masing wilayah, dapat dilihat dari besarnya kontribusi masing-

masing sektor bagi nilai PDRB wilayahnya. Dengan demikian, dapat pula sektor-

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN . 2.1. Pembangunan Ekonomi . Dalam kebanyakan literatur mengenai pembangunan

50

sektor yang ditenggarai menjadi penyebab naik atau turunya indeks ketimpangan

di DKI Jakarta dan luar DKI Jakarta.

Berikut adalalah gambar kerangka pemikiran dalam Gambar 2.4:

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

Kebijakan Pembangunan

Nasional

Pertumbuhan Ekonomi di DKI Jakarta

Sebelum Otonomi Daerah

1990-1999

Setelah Otonomi Daerah

2000-2010

Ketimpangan Wilayah Ketimpangan Wilayah

Klasifikasi Wilayah

( Klassen Typology)

Ketimpangan Antar Wilayah

(Indeks Williamson)

Pola kesenjangan Wilayah

Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah

Seiring Pertumbuhan Ekonomi Jakarta