II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tembakau 1. Pengertian Tanaman ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2695/3/BAB...

18
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tembakau 1. Pengertian Tanaman Tembakau Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu untuk pembuatan rokok. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut : Famili : Solanaceae Sub Famili : Nicotianae Genus : Nicotianae Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica (Cahyono, 1998). Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica mempunyai perbedaan yang jelas. Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki warna merah muda sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang, daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm. Adapun Nicotiana rustica, daun mahkota bunganya berwarna kuning, bentuk mahkota bunga seperti terompet berukuran pendek dan sedikit gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas induk untuk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Cahyono, 1998).

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tembakau 1. Pengertian Tanaman ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2695/3/BAB...

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tembakau

1. Pengertian Tanaman Tembakau

Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman

perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu

untuk pembuatan rokok. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut :

Famili : Solanaceae

Sub Famili : Nicotianae

Genus : Nicotianae

Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica

(Cahyono, 1998).

Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica mempunyai perbedaan yang

jelas. Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki warna

merah muda sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang,

daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang

tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm.

Adapun Nicotiana rustica, daun mahkota bunganya berwarna kuning,

bentuk mahkota bunga seperti terompet berukuran pendek dan sedikit

gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan kedudukan

daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas

induk untuk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Cahyono,

1998).

Dalam spesies Nicotiana tabacum terdapat varietas yang amat

banyak jumlahnya, dan untuk tiap daerah terdapat perbedaan jumlah kadar

nikotin, bentuk daun, dan jumlah daun yang dihasilkan. Proporsi kadar nikotin

banyak bergantung kepada varietas, tanah tempat tumbuh tanaman, dan

kultur teknis serta proses pengolahan daunnya (Abdullah, 1982).

Kandungan nikotin yang ada dalam tembakau merupakan golongan

alkaloid yang terdapat dalam famili Solanaceae. Kadar nikotin berkisar antara 0,6

– 3,0% dari berat kering tembakau, dimana proses biosintesisnya terjadi di akar

dan terakumulasi pada daun tembakau. Nikotin terjadi dari biosintesis unsur N

pada akar dan terakumulasi pada daun. Nikotin yang berfungsi sebagai bahan

kimia antiherbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif bagi

serangga menyebabkan nikotin dapat digunakan sebagai pestisida. (by dianalfa @

“Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Kompos dan Pestisida Organik Bagi

Industri Rokok dan Petani Tembakau di Kabupaten Lamongan”)

Nikotin merupakan alkaloid yang dapat digunakan sebagai insektisida,

Insektisida adalah obat pemberantas serangga. Menurut bahannya

digolongkan menjadi insektisida organik dan insektisida anorganik. Contoh

insektisida organik adalah rotenon yang didapati dalam derris, sedangkan

insektisida anorganik misalnya arsenat. Berdasarkan efektivitasnya

mekanisme pembunuhan serangga digolongkan atas insektisida yang meracuni

perut, kontak dengan badan serangga, dan residunya kontak dengan badan

serangga atau merusak pernafasannya. Berdasarkan bentuknya, insektisida

digolongkan menjadi insektisida cairan dan insektisida tepung (powder).

Insektisida sistemik adalah insektisida yang masuk ke dalam seluruh bagian

tanaman melalui jaringan dalam tanaman (Sadjad, 1993).

2. Bagian–bagianTanaman Tembakau

Tanaman tembakau mempunyai bagian–bagian sebagai berikut:

a. Akar

Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah

sampai kedalaman 50–75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke

samping Tanaman tembakau juga memiliki bulu akar. Perakaran

tanaman tembakau dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah

yang gembur, mudah menyerap air dan subur.

b. Batang

Batang tanaman tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin

ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi

daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada

setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak

daun, dengan diameter batang 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat

tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara

dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke

seluruh bagian tanaman.

c. Daun

Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing,

tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang

dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun

mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan daun tergantung

varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas

lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy

parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman

berkisar 28–32 helai, tumbuh berselang–seling mengelilingi batang

tanaman.

d. Bunga

Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang

terdiri dari beberapa tandan dan setiap tandan berisi sampai 15 bunga.

Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu

sampai merah tua pada bagian atasnya, sedang bagian lain berwarna

putih. Kelopak memiliki lima pancung, benang sari berjumlah lima

tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga.

Kepala putik atau tangkai putik terletak di atas bakal buah didalam

tabung bunga. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan

kedudukan sama tinggi.

e. Buah

Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan.

Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang

sangat ringan. Biji dapat digunakan untuk perkembangbiakan tanaman

(Susilowati,2006).

B. Jagung

Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang bisa dijadikan bahan

pangan pokok, Klasifikasi tanaman jagung adalah :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Magnoliopyta (tumbuhan berbunga )

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

sub kelas : Commelinidae

ordo : Poales

famili : Poaceae (suku rumput rumputan )

genus : Zea

spesies : Zea mays L

(Arief, 2006)

Jagung sebagai bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu

pengolahan seperti jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai

bahan pakan ternak, biji pipilan kering digunakan untuk pakan ternak seperti

ayam, itik, puyuh, dan babi, sedangkan seluruh bagian tanaman (brangkasan)

jagung atau limbah jagung, baik yang berupa tanaman jagung muda maupun

jeraminya dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti sapi. Selain itu, jagung juga

berpotensi sebagai bahan baku industri makanan, kimia farmasi dan industri

lainnya yang mempunyai nilai tinggi, seperti tepung jagung, gritz jagung, minyak

jagung, dextrin, gula, etanol, asam organik, dan bahan kimia lain. Disamping itu,

bahan tanaman jagung yang umum disebut benih yang merupakan bagian

terpenting dalam suatu proses produksi jagung itu sendiri (Anonim, 2010).

1. Biji jagung

Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu

dengan kulit biji atau testa membentuk dinding buah. Biji jagung

berbentuk bulat dan melekat pada tongkol jagung. Susunan biji jagung

pada tongkolnya berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat berpasangan,

sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap. Biji jagung terdiri atas

tiga bagian utama yaitu:

a. Pericarp

Pericarp merupakan lapisan pembungkus biji jagung yang

tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan pericarp bervariasi

tergantung dari genotipnya. Pericarp terdiri atas beberapa bagian,

yaitu epidermis (lapisan paling luar), mesokarp (lapisan paling

tebal), cross cell, tube cells dan tegmen (seed coat). Pericarp

berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan

mencegah biji dari kehilangan air (Subekti dkk., 2008).

b. Endosperm

Endosperm berperan sebagai cadangan makanan yang

mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak dan

lainnya. Endosperm mencapai 75% dari bobot biji secara

keseluruhan. Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa

yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan

amilopektin.

Protein endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi,

yang berdasarkan kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin

(larut dalam air), globumin (larut dalam larutan salin), zein atau

prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan glutein (larut

dalam alkali). Pada sebagian besar jagung, proporsi masing-masing

fraksi protein adalah albumin 3%, globulin 3%, prolamin 60%, dan

glutein 34% (Subekti dkk., 2008).

c. Embrio (lembaga)

Embrio atau lembaga dalam benih jagung merupakan bakal

tanaman yang terdiri atas plumule, radikel, skutelum dan koleoptil

(Subekti dkk., 2008).

Benih jagung termasuk dalam kelompok benih ortodoks.

Kelompok benih ortodoks adalah kelompok benih tanaman yang dapat

disimpan pada kadar air rendah dan suhu rendah. Benih jagung dapat

dikeringkan sampai kadar air rendah (5%) dan disimpan pada suhu dan

kelembaban penyimpanan yang rendah tanpa menurunkan viabilitas

(kemampuan berkecambah) benih secara nyata. Benih jagung dalam

kondisi penyimpanan optimal dapat bertahan selama beberapa tahun

(Budi, 2006).

2. Penyimpanan Benih

Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi

lingkungan, dan perlakuan manusia. Jangka waktu benih dapat

disimpan sangat bergantung pada kondisi benih dan lingkungan tempat

benih disimpan. Faktor yang mempengaruhi kualitas benih selama

dalam penyimpanan adalah.

a. Umur benih

Menurut Kamil (1979), secara umum diketahui bahwa umur benih

mempengaruhi kecepatan pertumbuhan serta produksi tanaman. Benih

baru pada umumnya memiliki pertumbuhan yang lebih pesat

dibandingkan dengan benih lama.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tatag dkk. (2012),

menunjukkan bahwa daya berkecambah benih jagung berumur 2

minggu memiliki persentase daya berkecambah sebesar 100%

sedangkan pada benih jagung yang berumur 10 bulan hanya memiliki

persentase daya berkecambah sebesar 1%. Pada pengamatan kecepatan

tumbuh atau indeks vigor juga menunjukkan bahwa benih jagung baru

(benih berumur 2 minggu) memiliki kecepatan tumbuh yang jauh lebih

cepat daripada benih jagung lama (benih berumur 10 bulan).

Tingkat vigor awal tidak dapat dipertahankan karena benih akan

mengalami proses kemunduran secara kronologis. Sifat kemunduran

ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara

sempurna. Laju kemunduran mutu benih dapat diperkecil dengan

melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, dan

pendistribusian benih secara baik. Pada umumnya semakin lama benih

disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya

viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan

kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih (Widodo,

1991).

b. Kadar air

Kadar air merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

penyimpanan benih, khususnya yang termasuk dalam benih ortodoks

seperti benih jagung. Rahmawati (2009), dalam penelitiannya

menyatakan bahwa benih jagung yang mempunyai kadar air di bawah

10% dan kemasan yang digunakan efektif dalam menekan terjadinya

kenaikan kadar air, dapat mempertahankan mutu benih walaupun

disimpan dalam jangka waktu yang lama.

Semakin tinggi kadar air biji, semakin cepat respirasi dan makin

banyak C02, air, dan panas yang dihasilkan selama penyimpanan.

Panas, kadar air, dan kelembaban tinggi merupakan faktor-faktor yang

dapat mempercepat kerusakan. Kadar air benih merupakan faktor

penentu utama terhadap kemunduran, kemudian suhu akan memacu

laju kemunduran apabila kadar air benih memungkinkan proses

biokimia berlangsung.

Menurut Saenong dkk. (2009), untuk penyimpanan selama satu

tahun, kadar air benih sebaiknya tidak lebih dari 11% dan disimpan

dalam wadah kedap udara. Penyimpanan dalam wadah kedap udara

diperlukan karena hanya dalam waktu satu bulan kadar air benih sudah

meningkat dari 10,5-11% menjadi 12-13,5%, bergantung pada

kelembaban udara di lingkungan penyimpanan.

Harington dalam Saenong dkk. (2009) mengemukakan kaidah (rule

of thumbs) sebagai berikut: (1) setiap penurunan 1% kadar air benih,

jangkauan hidup benih menjadi dua kali lipat, dan (2) setiap penurunan

C suhu ruang simpan benih maka masa hidup benih menjadi dua

kali lipat. Kaidah pertama berlaku untuk kadar air benih antara 5-14%

sedangkan kaidah kedua berlaku untuk suhu penyimpanan antara 0-

C.

Benih jagung yang disimpan pada kadar air lebih besar dari 14%

akan meningkatkan respirasi, pemanasan dan serangan jamur. Benih

jagung yang disimpan pada suhu kurang dari C akan merusak

struktur membran sehingga mempercepat kemunduran benih

(Saenong, 2009).

c. Bobot biji

Menurut Rahmawati (2009), benih jagung dengan bobot biji yang

lebih besar mempunyai daya berkecambah yang lebih stabil selama

periode simpan sedangkan pada benih jagung yang berbobot biji lebih

rendah daya berkecambahnya kurang stabil.

Hussaini dkk. dalam Rahmawati (2009), mengemukakan bahwa

ukuran benih jagung yang lebih besar setelah mengalami penderaan

masih mempunyai kemampuan berkecambah dan vigor yang lebih

tinggi dibandingkan dengan benih jagung yang lebih kecil. Ukuran biji

berkaitan dengan ukuran kandungan cadangan makanan dan ukuran

embrio.

d. Faktor biotik

Faktor biotik merupakan salah satu faktor penyebab penurunan

mutu benih jagung dalam penyimpanan. Faktor biotik mencakup

organisme hidup seperti serangga, tungau, rodensia (hewan pengerat,

contohnya tikus), burung, dan jamur. Faktor biotik terbagi menjadi dua

kelompok. Serangga dan tungau termasuk dalam kelompok

invertebrata (tak bertulang belakang), sedangkan burung dan rodensia

masuk kedalam kelompok vertebrata (bertulang belakang). Kelompok

invertebrata dapat merusak biji-bijian secara langsung, meninggalkan

kotorannya yang disebut dengan frass dan merusak kernel (bagian inti)

biji-bijian. Begitu pula dengan kelompok vertebrata, bedanya

kelompok vertebrata merupakan organisme pembawa penyakit (Dessy,

2013).

C. Sitophilus sp.

Salah satu hama yang menyerang benih jagung selama penyimpanan

adalah Sitophilus Sp. Hama ini dikenal sebagai maize weevil atau kumbang

bubuk, mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan serangga yang bersifat

polifag, selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang

kapri, kedelai, kelapa, dan jambu mete. Sitophilus Sp lebih menyukai jagung dan

beras (Tandiabang et al., 2002).

Hama Sitophilus Sp memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Fase imago

Saat dalam fase imago muda memiliki warna tubuh dominan

merah muda atau coklat muda namun setelah usianya semakin tua maka

warna tubuhnya menjadi hitam. Pada kedua belah sayapnya terutama pada

bagian depan terdapat 4 bercak berwarna kuning agak kemerahan, 2

bercak pada sayap sebelah kiri dan 2 bercak sebelah kanan. Panjang tubuh

dalam fase imago berkisar antara 3,5 mm - 5 mm. Antenanya terdiri dari 8

segmen. Ukuran panjang tubuh dipengaruhi oleh tempat hidup larvanya,

semakin besar ukuran tempat hidup larvanya maka ukuran tubuhnya akan

semakin panjang. Serangga dewasa dapat terbang sehingga dapat

berpindah tempat menyesuaikan dengan kondisi bahan makanan

(Kartasapoetra, 1987).

2. Fase larva

Larva Sitophilus Sp. berwarna putih atau bening. Tidak berkaki

dan ketika bergerak akan mengkerutkan tubuhnya. Ukuran panjang tubuh

larva berkisar 1 mm hingga 2 mm. Selama hidupnya larva berada di dalam

biji. Larva akan mengalami pergantian kulit sebanyak 4-6 kali. Larva akan

menjadi pupa setelah 6-8 minggu. Pada fase pupa bentuk tubuhnya

menyerupai fase imago namun berwarna putih pucat (Kartasapoetra,

1987).

3. Siklus hidup

Siklus hidup hama ini sekitar 28 hingga 90 hari dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti temperatur ruang penyimpanan, kelembaban

relatif udara, kadar air media dan jenis media tempat hidupnya. Sitophilus

Sp merupakan serangga yang dapat berkembang biak dengan cepat, yaitu

selama satu tahun dapat menghasilkan 5-7 generasi. Sitophilus Sp dapat

hidup dengan baik pada kondisi suhu optimum 290 C, kadar air biji 14%

dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila

bahan simpanan kadar airnya di atas 15% (Nonci, 2008).

Sitophilus Sp merusak biji dengan cara menggerek biji jagung

hingga berlubang, baik untuk dimakan maupun tempat meletakkan telur.

Ukuran lubang yang dibuat pada biji jagung biasanya sedalam 1 mm, telur

yang dimasukkan ke dalam biji jagung dengan bantuan moncongnya

adalah telur yang berbentuk lonjong. Telur yang dapat dihasilkan oleh

seekor imago betina berkisar antara 300-400 butir. Telur menetas menjadi

larva di dalam biji, kemudian makan bagian dalam dari biji. Setelah stadia

pupa berakhir, imago muncul dengan cara melubangi biji dari dalam.

Posisi Sitophilus Sp yang berada di dalam biji, maka hama ini relatif sulit

dikendalikan (Nonci, 2008).

Sebagai hama gudang Sitophilus Sp dapat dikendalikan dengan

beberapa cara. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat diupayakan

dalam pengendalian hama Sitophilus Sp dalam penyimpanan:

a. Kebersihan dan pengelolaan gudang

Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan

hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di

dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang.

Kebersihan gudang adalah aspek penting dalam strategi

pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi

serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik yang

digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan membakar

semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang. Karung-

karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang.

Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang

retak-retak di mana serangga dapat bersembunyi dan memberi perlakuan

insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus

diselesaikan dua minggu sebelum penyimpanan jagung (Tandiabang et.al,

2002).

b. Persiapan biji jagung yang disimpan

Faktor penting dari benih yang dapat mempengaruhi kualitas biji

selama penyimpanan adalah kadar air biji. Kadar air biji kurang dari 12%

dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada kadar air 8%,

kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson dalam Tandiabang

dkk., 2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15%

atau lebih.

c. Pengendalian secara fisik dan mekanis

Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi

pertambahan populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari C dan di

atas C, perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat

menghambat perkembangan kumbang bubuk (Paul dan Muir dalam

Tandiabang dkk., 2002). Sortasi dengan memisahkan biji rusak yang

terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh) termasuk cara untuk

menekan perkembangan serangga.

d. Bahan nabati

Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji pada proses

penyimpanan bervariasi, bergantung pada ketersediaan tanaman pada

suatu wilayah dan keterampilan masyarakatnya. Bahan nabati yang dapat

digunakan seperti penggunaan serbuk limbah tembakau sebagai bahan

pestisida nabati.

e. Pengendalian hayati

Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dimaksudkan

untuk menurunkan atau menekan populasi hama. Penggunaan agensi

patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk. Aplikasi Beauveria

bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml dengan takaran 20 ml/kg biji

dapat membunuh 50% kumbang bubuk (Hidalgo dkk. dalam Tandiabang

dkk., 2002).

f. Fumigasi

Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan

tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem

pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas,

kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula

dilakukan pada penyimpanan sistem kedap udara, seperti penyimpanan

dalam silo dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau

pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai

penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk

penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan

adalah phospine (PH3) dan methyl bromida (CH3Br) (Tandiabang dkk.,

2002).

D. Pestisida Organik

Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifnya barasal dari

tanaman atau tumbuhan, hewan dan bahan organik lainnya yang berkhasiat

mengendalikan serangan hama pada tanaman. Pestisida organik tidak

meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta

dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang

sederhana (Kardiman, 1999).

Hasil penelitian yang dilakuka Susilowati (2006), dengan menggunakan

25 g tembakau yang diekstrak dengan metanol sebanyak 300 ml selama 7 jam,

pengujian mengunakan 1 ml, 2 ml, 3 ml, dan 4 ml menyimpulkan bahwa pada

ektrasi 4 ml memberikan pengaruh yang lebih efektif. Penenitian Hartati dkk

17

(2009), dari ektrasi 2 kg daun tembakau yang dihaluskan dibungkus kain halus dan direndam

pada larutan etanol 50% sebanyak 1000 ml selama 3 hari kemudian penggunaan ektrasi

tersebut sebanyak 10 ml, 20 ml, dan 30 ml, pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

pemberian ekstrasi sebanyak 30 ml memberikan pengaruh lebih efektif pada jumlah larva,

pupa dan imago.

Penelitian Sujak (2012) semakin tinggi konsentrasi ekstrak nikotin menyebabkan

persentase mortalitas semakin tinggi, konsentrasi terendah 3,125 % menyebabkan mortalitas

sebesar 66,67 %, sedangkan konsentrasi 25 % menyebabkan mortalitas nimfa A.gossypii

93,33 % pada 5 hari setelah aplikasi. Dengan demikian ekstrak nikotin formula 1 (kadar

nikotin 590 ppm atau 0,059 %) dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk

mengendalikan A.gossypii, tetapi karena data hasil uji belum konsisten dan konsentrasi 25 %

masih terlalu tinggi sehingga masih perlu penyempurnaan ekstraksi agar diperoleh insektisida

nabati yang efektif dan efisien. penelitian Fauzi (2014) dari 2 ekstraksi yang dilakukan

dengan akar tuba dan daun tembakau sebanyak 700 g yang di haluskan, ditambah air 1 liter

dan disaring kemudian diamkan selama 24 jam stelah itu endapannya digunakan untuk

pengendalian walang sangit dengan cara disemprotkan, masing – masing larutan dengan

takaran 25 ml/ liter, 50 ml/liter, dan 75ml/ liter. Dari hasil yang di lakukan larutan tembakau

lebih evektif di banding akar tuba .

Metode penelitian yang digunakan Ardian (2015) adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah macam varietas tembakau yang terdiri dari

3 aras yaitu varietas Bligon, varietas Virginia, dan varietas Vorstenland. Faktor kedua adalah

dosis serbuk tembakau yang terdiri dari 3 aras yaitu dosis 0,4 g/25 g benih, dosis 0,6 g/25 g

benih, dan dosis 0,9 g/25 g benih. Pada pengamatan 96 jam kombinasi perlakuan varietas

Bligon dengan dosis 0,4 g/25 g benih menunjukkan bahwa sudah dapat menekan

perkembangan Callosobruchus sp.

18

E. Hipotesis

Serbuk limbah tembakau memiliki senyawa aktif yang dapat menekan perkembangan hama

Sitophilus sp. Konsentrasi serbuk limbah tembakau sebanyak 25% dari berat benih yang

disimpan diketahui mampu mengendalikan hama Sitophilus sp dan pengaruh pemberian

serbuk limbah tembakau terhadap mutu biologis benih setelah penyimpanan selama 5

minggu.