II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tembakau 1. Pengertian Tanaman ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2695/3/BAB...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tembakau 1. Pengertian Tanaman ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2695/3/BAB...
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tembakau
1. Pengertian Tanaman Tembakau
Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman
perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu
untuk pembuatan rokok. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut :
Famili : Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus : Nicotianae
Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica
(Cahyono, 1998).
Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica mempunyai perbedaan yang
jelas. Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki warna
merah muda sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang,
daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang
tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm.
Adapun Nicotiana rustica, daun mahkota bunganya berwarna kuning,
bentuk mahkota bunga seperti terompet berukuran pendek dan sedikit
gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan kedudukan
daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas
induk untuk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Cahyono,
1998).
Dalam spesies Nicotiana tabacum terdapat varietas yang amat
banyak jumlahnya, dan untuk tiap daerah terdapat perbedaan jumlah kadar
nikotin, bentuk daun, dan jumlah daun yang dihasilkan. Proporsi kadar nikotin
banyak bergantung kepada varietas, tanah tempat tumbuh tanaman, dan
kultur teknis serta proses pengolahan daunnya (Abdullah, 1982).
Kandungan nikotin yang ada dalam tembakau merupakan golongan
alkaloid yang terdapat dalam famili Solanaceae. Kadar nikotin berkisar antara 0,6
– 3,0% dari berat kering tembakau, dimana proses biosintesisnya terjadi di akar
dan terakumulasi pada daun tembakau. Nikotin terjadi dari biosintesis unsur N
pada akar dan terakumulasi pada daun. Nikotin yang berfungsi sebagai bahan
kimia antiherbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif bagi
serangga menyebabkan nikotin dapat digunakan sebagai pestisida. (by dianalfa @
“Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Kompos dan Pestisida Organik Bagi
Industri Rokok dan Petani Tembakau di Kabupaten Lamongan”)
Nikotin merupakan alkaloid yang dapat digunakan sebagai insektisida,
Insektisida adalah obat pemberantas serangga. Menurut bahannya
digolongkan menjadi insektisida organik dan insektisida anorganik. Contoh
insektisida organik adalah rotenon yang didapati dalam derris, sedangkan
insektisida anorganik misalnya arsenat. Berdasarkan efektivitasnya
mekanisme pembunuhan serangga digolongkan atas insektisida yang meracuni
perut, kontak dengan badan serangga, dan residunya kontak dengan badan
serangga atau merusak pernafasannya. Berdasarkan bentuknya, insektisida
digolongkan menjadi insektisida cairan dan insektisida tepung (powder).
Insektisida sistemik adalah insektisida yang masuk ke dalam seluruh bagian
tanaman melalui jaringan dalam tanaman (Sadjad, 1993).
2. Bagian–bagianTanaman Tembakau
Tanaman tembakau mempunyai bagian–bagian sebagai berikut:
a. Akar
Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah
sampai kedalaman 50–75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke
samping Tanaman tembakau juga memiliki bulu akar. Perakaran
tanaman tembakau dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah
yang gembur, mudah menyerap air dan subur.
b. Batang
Batang tanaman tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin
ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi
daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada
setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak
daun, dengan diameter batang 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat
tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara
dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke
seluruh bagian tanaman.
c. Daun
Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing,
tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang
dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun
mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan daun tergantung
varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas
lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy
parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman
berkisar 28–32 helai, tumbuh berselang–seling mengelilingi batang
tanaman.
d. Bunga
Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang
terdiri dari beberapa tandan dan setiap tandan berisi sampai 15 bunga.
Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu
sampai merah tua pada bagian atasnya, sedang bagian lain berwarna
putih. Kelopak memiliki lima pancung, benang sari berjumlah lima
tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga.
Kepala putik atau tangkai putik terletak di atas bakal buah didalam
tabung bunga. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan
kedudukan sama tinggi.
e. Buah
Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan.
Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang
sangat ringan. Biji dapat digunakan untuk perkembangbiakan tanaman
(Susilowati,2006).
B. Jagung
Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang bisa dijadikan bahan
pangan pokok, Klasifikasi tanaman jagung adalah :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliopyta (tumbuhan berbunga )
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
sub kelas : Commelinidae
ordo : Poales
famili : Poaceae (suku rumput rumputan )
genus : Zea
spesies : Zea mays L
(Arief, 2006)
Jagung sebagai bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu
pengolahan seperti jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai
bahan pakan ternak, biji pipilan kering digunakan untuk pakan ternak seperti
ayam, itik, puyuh, dan babi, sedangkan seluruh bagian tanaman (brangkasan)
jagung atau limbah jagung, baik yang berupa tanaman jagung muda maupun
jeraminya dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti sapi. Selain itu, jagung juga
berpotensi sebagai bahan baku industri makanan, kimia farmasi dan industri
lainnya yang mempunyai nilai tinggi, seperti tepung jagung, gritz jagung, minyak
jagung, dextrin, gula, etanol, asam organik, dan bahan kimia lain. Disamping itu,
bahan tanaman jagung yang umum disebut benih yang merupakan bagian
terpenting dalam suatu proses produksi jagung itu sendiri (Anonim, 2010).
1. Biji jagung
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu
dengan kulit biji atau testa membentuk dinding buah. Biji jagung
berbentuk bulat dan melekat pada tongkol jagung. Susunan biji jagung
pada tongkolnya berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat berpasangan,
sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap. Biji jagung terdiri atas
tiga bagian utama yaitu:
a. Pericarp
Pericarp merupakan lapisan pembungkus biji jagung yang
tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan pericarp bervariasi
tergantung dari genotipnya. Pericarp terdiri atas beberapa bagian,
yaitu epidermis (lapisan paling luar), mesokarp (lapisan paling
tebal), cross cell, tube cells dan tegmen (seed coat). Pericarp
berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan
mencegah biji dari kehilangan air (Subekti dkk., 2008).
b. Endosperm
Endosperm berperan sebagai cadangan makanan yang
mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak dan
lainnya. Endosperm mencapai 75% dari bobot biji secara
keseluruhan. Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa
yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan
amilopektin.
Protein endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi,
yang berdasarkan kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin
(larut dalam air), globumin (larut dalam larutan salin), zein atau
prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan glutein (larut
dalam alkali). Pada sebagian besar jagung, proporsi masing-masing
fraksi protein adalah albumin 3%, globulin 3%, prolamin 60%, dan
glutein 34% (Subekti dkk., 2008).
c. Embrio (lembaga)
Embrio atau lembaga dalam benih jagung merupakan bakal
tanaman yang terdiri atas plumule, radikel, skutelum dan koleoptil
(Subekti dkk., 2008).
Benih jagung termasuk dalam kelompok benih ortodoks.
Kelompok benih ortodoks adalah kelompok benih tanaman yang dapat
disimpan pada kadar air rendah dan suhu rendah. Benih jagung dapat
dikeringkan sampai kadar air rendah (5%) dan disimpan pada suhu dan
kelembaban penyimpanan yang rendah tanpa menurunkan viabilitas
(kemampuan berkecambah) benih secara nyata. Benih jagung dalam
kondisi penyimpanan optimal dapat bertahan selama beberapa tahun
(Budi, 2006).
2. Penyimpanan Benih
Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi
lingkungan, dan perlakuan manusia. Jangka waktu benih dapat
disimpan sangat bergantung pada kondisi benih dan lingkungan tempat
benih disimpan. Faktor yang mempengaruhi kualitas benih selama
dalam penyimpanan adalah.
a. Umur benih
Menurut Kamil (1979), secara umum diketahui bahwa umur benih
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan serta produksi tanaman. Benih
baru pada umumnya memiliki pertumbuhan yang lebih pesat
dibandingkan dengan benih lama.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tatag dkk. (2012),
menunjukkan bahwa daya berkecambah benih jagung berumur 2
minggu memiliki persentase daya berkecambah sebesar 100%
sedangkan pada benih jagung yang berumur 10 bulan hanya memiliki
persentase daya berkecambah sebesar 1%. Pada pengamatan kecepatan
tumbuh atau indeks vigor juga menunjukkan bahwa benih jagung baru
(benih berumur 2 minggu) memiliki kecepatan tumbuh yang jauh lebih
cepat daripada benih jagung lama (benih berumur 10 bulan).
Tingkat vigor awal tidak dapat dipertahankan karena benih akan
mengalami proses kemunduran secara kronologis. Sifat kemunduran
ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara
sempurna. Laju kemunduran mutu benih dapat diperkecil dengan
melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, dan
pendistribusian benih secara baik. Pada umumnya semakin lama benih
disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya
viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan
kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih (Widodo,
1991).
b. Kadar air
Kadar air merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
penyimpanan benih, khususnya yang termasuk dalam benih ortodoks
seperti benih jagung. Rahmawati (2009), dalam penelitiannya
menyatakan bahwa benih jagung yang mempunyai kadar air di bawah
10% dan kemasan yang digunakan efektif dalam menekan terjadinya
kenaikan kadar air, dapat mempertahankan mutu benih walaupun
disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Semakin tinggi kadar air biji, semakin cepat respirasi dan makin
banyak C02, air, dan panas yang dihasilkan selama penyimpanan.
Panas, kadar air, dan kelembaban tinggi merupakan faktor-faktor yang
dapat mempercepat kerusakan. Kadar air benih merupakan faktor
penentu utama terhadap kemunduran, kemudian suhu akan memacu
laju kemunduran apabila kadar air benih memungkinkan proses
biokimia berlangsung.
Menurut Saenong dkk. (2009), untuk penyimpanan selama satu
tahun, kadar air benih sebaiknya tidak lebih dari 11% dan disimpan
dalam wadah kedap udara. Penyimpanan dalam wadah kedap udara
diperlukan karena hanya dalam waktu satu bulan kadar air benih sudah
meningkat dari 10,5-11% menjadi 12-13,5%, bergantung pada
kelembaban udara di lingkungan penyimpanan.
Harington dalam Saenong dkk. (2009) mengemukakan kaidah (rule
of thumbs) sebagai berikut: (1) setiap penurunan 1% kadar air benih,
jangkauan hidup benih menjadi dua kali lipat, dan (2) setiap penurunan
C suhu ruang simpan benih maka masa hidup benih menjadi dua
kali lipat. Kaidah pertama berlaku untuk kadar air benih antara 5-14%
sedangkan kaidah kedua berlaku untuk suhu penyimpanan antara 0-
C.
Benih jagung yang disimpan pada kadar air lebih besar dari 14%
akan meningkatkan respirasi, pemanasan dan serangan jamur. Benih
jagung yang disimpan pada suhu kurang dari C akan merusak
struktur membran sehingga mempercepat kemunduran benih
(Saenong, 2009).
c. Bobot biji
Menurut Rahmawati (2009), benih jagung dengan bobot biji yang
lebih besar mempunyai daya berkecambah yang lebih stabil selama
periode simpan sedangkan pada benih jagung yang berbobot biji lebih
rendah daya berkecambahnya kurang stabil.
Hussaini dkk. dalam Rahmawati (2009), mengemukakan bahwa
ukuran benih jagung yang lebih besar setelah mengalami penderaan
masih mempunyai kemampuan berkecambah dan vigor yang lebih
tinggi dibandingkan dengan benih jagung yang lebih kecil. Ukuran biji
berkaitan dengan ukuran kandungan cadangan makanan dan ukuran
embrio.
d. Faktor biotik
Faktor biotik merupakan salah satu faktor penyebab penurunan
mutu benih jagung dalam penyimpanan. Faktor biotik mencakup
organisme hidup seperti serangga, tungau, rodensia (hewan pengerat,
contohnya tikus), burung, dan jamur. Faktor biotik terbagi menjadi dua
kelompok. Serangga dan tungau termasuk dalam kelompok
invertebrata (tak bertulang belakang), sedangkan burung dan rodensia
masuk kedalam kelompok vertebrata (bertulang belakang). Kelompok
invertebrata dapat merusak biji-bijian secara langsung, meninggalkan
kotorannya yang disebut dengan frass dan merusak kernel (bagian inti)
biji-bijian. Begitu pula dengan kelompok vertebrata, bedanya
kelompok vertebrata merupakan organisme pembawa penyakit (Dessy,
2013).
C. Sitophilus sp.
Salah satu hama yang menyerang benih jagung selama penyimpanan
adalah Sitophilus Sp. Hama ini dikenal sebagai maize weevil atau kumbang
bubuk, mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan serangga yang bersifat
polifag, selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang
kapri, kedelai, kelapa, dan jambu mete. Sitophilus Sp lebih menyukai jagung dan
beras (Tandiabang et al., 2002).
Hama Sitophilus Sp memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Fase imago
Saat dalam fase imago muda memiliki warna tubuh dominan
merah muda atau coklat muda namun setelah usianya semakin tua maka
warna tubuhnya menjadi hitam. Pada kedua belah sayapnya terutama pada
bagian depan terdapat 4 bercak berwarna kuning agak kemerahan, 2
bercak pada sayap sebelah kiri dan 2 bercak sebelah kanan. Panjang tubuh
dalam fase imago berkisar antara 3,5 mm - 5 mm. Antenanya terdiri dari 8
segmen. Ukuran panjang tubuh dipengaruhi oleh tempat hidup larvanya,
semakin besar ukuran tempat hidup larvanya maka ukuran tubuhnya akan
semakin panjang. Serangga dewasa dapat terbang sehingga dapat
berpindah tempat menyesuaikan dengan kondisi bahan makanan
(Kartasapoetra, 1987).
2. Fase larva
Larva Sitophilus Sp. berwarna putih atau bening. Tidak berkaki
dan ketika bergerak akan mengkerutkan tubuhnya. Ukuran panjang tubuh
larva berkisar 1 mm hingga 2 mm. Selama hidupnya larva berada di dalam
biji. Larva akan mengalami pergantian kulit sebanyak 4-6 kali. Larva akan
menjadi pupa setelah 6-8 minggu. Pada fase pupa bentuk tubuhnya
menyerupai fase imago namun berwarna putih pucat (Kartasapoetra,
1987).
3. Siklus hidup
Siklus hidup hama ini sekitar 28 hingga 90 hari dan dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti temperatur ruang penyimpanan, kelembaban
relatif udara, kadar air media dan jenis media tempat hidupnya. Sitophilus
Sp merupakan serangga yang dapat berkembang biak dengan cepat, yaitu
selama satu tahun dapat menghasilkan 5-7 generasi. Sitophilus Sp dapat
hidup dengan baik pada kondisi suhu optimum 290 C, kadar air biji 14%
dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila
bahan simpanan kadar airnya di atas 15% (Nonci, 2008).
Sitophilus Sp merusak biji dengan cara menggerek biji jagung
hingga berlubang, baik untuk dimakan maupun tempat meletakkan telur.
Ukuran lubang yang dibuat pada biji jagung biasanya sedalam 1 mm, telur
yang dimasukkan ke dalam biji jagung dengan bantuan moncongnya
adalah telur yang berbentuk lonjong. Telur yang dapat dihasilkan oleh
seekor imago betina berkisar antara 300-400 butir. Telur menetas menjadi
larva di dalam biji, kemudian makan bagian dalam dari biji. Setelah stadia
pupa berakhir, imago muncul dengan cara melubangi biji dari dalam.
Posisi Sitophilus Sp yang berada di dalam biji, maka hama ini relatif sulit
dikendalikan (Nonci, 2008).
Sebagai hama gudang Sitophilus Sp dapat dikendalikan dengan
beberapa cara. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat diupayakan
dalam pengendalian hama Sitophilus Sp dalam penyimpanan:
a. Kebersihan dan pengelolaan gudang
Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan
hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di
dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang.
Kebersihan gudang adalah aspek penting dalam strategi
pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi
serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik yang
digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan membakar
semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang. Karung-
karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang.
Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang
retak-retak di mana serangga dapat bersembunyi dan memberi perlakuan
insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus
diselesaikan dua minggu sebelum penyimpanan jagung (Tandiabang et.al,
2002).
b. Persiapan biji jagung yang disimpan
Faktor penting dari benih yang dapat mempengaruhi kualitas biji
selama penyimpanan adalah kadar air biji. Kadar air biji kurang dari 12%
dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada kadar air 8%,
kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson dalam Tandiabang
dkk., 2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15%
atau lebih.
c. Pengendalian secara fisik dan mekanis
Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi
pertambahan populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari C dan di
atas C, perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat
menghambat perkembangan kumbang bubuk (Paul dan Muir dalam
Tandiabang dkk., 2002). Sortasi dengan memisahkan biji rusak yang
terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh) termasuk cara untuk
menekan perkembangan serangga.
d. Bahan nabati
Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji pada proses
penyimpanan bervariasi, bergantung pada ketersediaan tanaman pada
suatu wilayah dan keterampilan masyarakatnya. Bahan nabati yang dapat
digunakan seperti penggunaan serbuk limbah tembakau sebagai bahan
pestisida nabati.
e. Pengendalian hayati
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dimaksudkan
untuk menurunkan atau menekan populasi hama. Penggunaan agensi
patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk. Aplikasi Beauveria
bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml dengan takaran 20 ml/kg biji
dapat membunuh 50% kumbang bubuk (Hidalgo dkk. dalam Tandiabang
dkk., 2002).
f. Fumigasi
Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan
tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem
pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas,
kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula
dilakukan pada penyimpanan sistem kedap udara, seperti penyimpanan
dalam silo dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau
pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai
penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk
penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan
adalah phospine (PH3) dan methyl bromida (CH3Br) (Tandiabang dkk.,
2002).
D. Pestisida Organik
Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifnya barasal dari
tanaman atau tumbuhan, hewan dan bahan organik lainnya yang berkhasiat
mengendalikan serangan hama pada tanaman. Pestisida organik tidak
meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta
dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang
sederhana (Kardiman, 1999).
Hasil penelitian yang dilakuka Susilowati (2006), dengan menggunakan
25 g tembakau yang diekstrak dengan metanol sebanyak 300 ml selama 7 jam,
pengujian mengunakan 1 ml, 2 ml, 3 ml, dan 4 ml menyimpulkan bahwa pada
ektrasi 4 ml memberikan pengaruh yang lebih efektif. Penenitian Hartati dkk
17
(2009), dari ektrasi 2 kg daun tembakau yang dihaluskan dibungkus kain halus dan direndam
pada larutan etanol 50% sebanyak 1000 ml selama 3 hari kemudian penggunaan ektrasi
tersebut sebanyak 10 ml, 20 ml, dan 30 ml, pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pemberian ekstrasi sebanyak 30 ml memberikan pengaruh lebih efektif pada jumlah larva,
pupa dan imago.
Penelitian Sujak (2012) semakin tinggi konsentrasi ekstrak nikotin menyebabkan
persentase mortalitas semakin tinggi, konsentrasi terendah 3,125 % menyebabkan mortalitas
sebesar 66,67 %, sedangkan konsentrasi 25 % menyebabkan mortalitas nimfa A.gossypii
93,33 % pada 5 hari setelah aplikasi. Dengan demikian ekstrak nikotin formula 1 (kadar
nikotin 590 ppm atau 0,059 %) dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan A.gossypii, tetapi karena data hasil uji belum konsisten dan konsentrasi 25 %
masih terlalu tinggi sehingga masih perlu penyempurnaan ekstraksi agar diperoleh insektisida
nabati yang efektif dan efisien. penelitian Fauzi (2014) dari 2 ekstraksi yang dilakukan
dengan akar tuba dan daun tembakau sebanyak 700 g yang di haluskan, ditambah air 1 liter
dan disaring kemudian diamkan selama 24 jam stelah itu endapannya digunakan untuk
pengendalian walang sangit dengan cara disemprotkan, masing – masing larutan dengan
takaran 25 ml/ liter, 50 ml/liter, dan 75ml/ liter. Dari hasil yang di lakukan larutan tembakau
lebih evektif di banding akar tuba .
Metode penelitian yang digunakan Ardian (2015) adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah macam varietas tembakau yang terdiri dari
3 aras yaitu varietas Bligon, varietas Virginia, dan varietas Vorstenland. Faktor kedua adalah
dosis serbuk tembakau yang terdiri dari 3 aras yaitu dosis 0,4 g/25 g benih, dosis 0,6 g/25 g
benih, dan dosis 0,9 g/25 g benih. Pada pengamatan 96 jam kombinasi perlakuan varietas
Bligon dengan dosis 0,4 g/25 g benih menunjukkan bahwa sudah dapat menekan
perkembangan Callosobruchus sp.
18
E. Hipotesis
Serbuk limbah tembakau memiliki senyawa aktif yang dapat menekan perkembangan hama
Sitophilus sp. Konsentrasi serbuk limbah tembakau sebanyak 25% dari berat benih yang
disimpan diketahui mampu mengendalikan hama Sitophilus sp dan pengaruh pemberian
serbuk limbah tembakau terhadap mutu biologis benih setelah penyimpanan selama 5
minggu.