II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan ...digilib.unila.ac.id/16119/15/BAB...

26
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar 1. Layanan Bimbingan Belajar Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri. Menurut Crow dan Crow tersebut layanan bimbingan yang diberikan pada individu atau sekumpulan individu berguna untuk menghindari dan mengatasi masalah dalam kehidupannya secara mandiri. Sementara menurut Walgito (2004) bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah salah satu bentuk proses pemberian bantuan kepada individu atau sekumpulan individu dalam memecahkan masalahnya, sehingga masing-masing individu akan mampu untuk mengoptimalkan potensi dan keterampilan dalam

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan ...digilib.unila.ac.id/16119/15/BAB...

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar

1. Layanan Bimbingan Belajar

Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian yang

memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk

membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan

pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung

bebannya sendiri. Menurut Crow dan Crow tersebut layanan bimbingan yang

diberikan pada individu atau sekumpulan individu berguna untuk

menghindari dan mengatasi masalah dalam kehidupannya secara mandiri.

Sementara menurut Walgito (2004) bimbingan adalah bantuan atau

pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam

menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya, agar

individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan

hidupnya.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah

salah satu bentuk proses pemberian bantuan kepada individu atau sekumpulan

individu dalam memecahkan masalahnya, sehingga masing-masing individu

akan mampu untuk mengoptimalkan potensi dan keterampilan dalam

14

mengatasi setiap permasalahannya, serta mencapai penyesuaian diri dalam

kehidupannya.

Setelah memahami pengertian bimbingan, selanjutnya yang dipaparkan

adalah salah satu bidang dari bimbingan yaitu bimbingan belajar. Bimbingan

belajar menurut Hamalik (2004) adalah bimbingan yang ditunjukkan kepada

siswa untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat,

minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara

yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh

siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

bimbingan belajar adalah salah satu proses pemberian bantuan kepada siswa

dalam menyelesaikan masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa sehingga

tercapai tujuan belajar yang diinginkan.

Tujuan Bimbingan Belajar

Menurut Ahmadi (2004) tujuan layanan bimbingan belajar secara umum

adalah membantu siswa-siswa agar mendapatkan penyesuaian yang baik

didalam situasi belajar sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efisien

sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, mencapai perkembangan yang

optimal.

Menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) tujuan bimbingan belajar adalah

a. Mempunyai sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan

membaca buku, disiplin dalam belajar, dan perhatian terhadap semua

15

pelajaran, serta aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang

diprogramkan.

b. Mempunyai motif yang tinggi untuk belajar.

c. Mempunyai keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti

keterampilan membaca buku, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri

mengahadapi ujian.

d. Mempunyai keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan

pendidikan.

e. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan belajar

secara umum yaitu membantu siswa-siwa agar mendapatkan penyesuaian

yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa dapat belajar dengan

efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai

perkembangan yang optimal.

Fungsi Bimbingan Belajar

Fungsi bimbingan belajar bagi siswa menurut Hamalik (2004) antara lain:

a. Membantu siswa agar memperoleh pandangan yang objektif dan jelas

tentang potensi, watak, minat, sikap, dan kebiasaan yang dimiliki dirinya

sendiri agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

b. Membantu siswa dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan

kebutuhan, bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki dan membantu

siswa dalam menentukan cara yang efektif dan efisien dalam

16

menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipilih agar tercapai hasil

yang diharapkan.

c. Membantu siswa dalam memperoleh gambaran dan pandangan yang jelas

tentang kemungkinan-kemungkinan dan kecenderungan-kecenderungan

dalam lapangan pekerjaan agar ia dapat menentukan pilihan yang tepat.

Sementara fungsi bimbingan menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) adalah:

a. Pemahaman, yaitu membantu siswa agar memiliki pemahaman terhadap

dirinya (potensinya) dan lingkungannya.

b. Preventif, yaitu membantu siswa untuk senantiasa mengantisipasi berbagai

masalah yang terjadi dan berupaya mencegahnya.

c. Pengembangan, yaitu berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar

yang kondusif.

d. Perbaikan, yaitu berupaya memberikan bantuan kepada siswa yang telah

mengalami masalah.

e. Penyaluran, yaitu membantu siswa dalam memilih kegiatan

ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan

karir yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian

lainnya.

f. Adaptasi, yaitu membantu pelaksanaan pendidikan untuk mengadaptasikan

program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,

kemampuan, dan kebutuhan siswa.

g. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat

menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program

pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.

17

Berdasarkan pendapat ahli diatas mengenai fungsi bimbingan dapat

disimpulkan bahwa bimbingan belajar berfungsi untuk membantu siswa

dalam pemahaman diri sesuai dengan kecakapan bakat dan minat,

bimbingan balajar bermanfaat untuk memperoleh gambaran tentang

bagaimana menentukan cara yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan

pendidikan agar sesuai dengan apa yang diharapkan, serta membantu siswa

untuk menentukan pilihan yang tepat dalam lapangan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan siswa setelah menyelesaikan bidang pendidikan

yang telah dipelajari.

2. Pengertian Prestasi Akademik

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,

baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan

tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan.

Preestasi menyatakan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan

sebagainya, dengan hasil yang menyenangkan hati dan diperoleh dengan

jalan keuletan kerja (Nasrun, 2000).

Chaplin (2001) mengatakan bahwa prestasi dalam bidang pendidikan

akademik, merupakan suatu tingkatan khusus perolehan atau hasil keahlian

karya akademik yang dinilai oleh gur-guru, lewat tes yang dibakukan.

Menurut Winkel (1996) prestasi akademik adalah proses belajar yang dialami

siswa untuk menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan,

pemahaman, penerapan, daya analisis, dan evaluasi.

18

Djamarah (2002) mendefinisikan prestasi akademik adalah hasil yang

diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatka perubahan dalam diri

individu sebagai hasil akhir dari aktivitas belajar. Sedangkan, menurut Azwar

(2002) prestasi akademik adalah bukti peningkatan atau pencapaian yang

diperoleh seorang siswa sebagai pernyataan ada tidaknya kemajuan atau

keberhasilan dalam program pendidikannya.

Soeryabrata (2001) menjelaskan bahwa prestasi akademik adalah hasil

belajar evaluasi dari suatu proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk

kuantitatif (angka) yang khusus dipersiapkan untuk proses evaluasi, misalnya

nilai pelajaran, mata pelajaran, nilai ujian dan lain sebagainya. Prestasi

akademik dikatakan sebagai hasil perbuatan belajar yang melukiskan taraf

kemampuan seseorang. Dalam pendidikan formal, prestasi akademik

menunjukkan adanya perubahan positif, sehingga pada taraf akhir akan

didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru.

Prestasi akademik dapat dianggap sebagai menguasai mata pelajaran yang

telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi akademik diartikan sebagai

kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun sekolah yang sesuai

dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga peserta didik mampu

melakukannya dengan baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik adalah perubahan dalam hal

kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama

19

beberapa waktu dan tidak disebabkan karana proses pertumbuhan tetapi

adanya proses belajar.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

Keberhasilan dalam proses belajar yang terjadi, dilatarbelakangi oleh adanya

sumber atau penyebab yang mempengaruhi berlangsungnya proses belajar

mengajar itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa penghambat maupun

pendorong pencapaian prestasi.

Soeryabrata (2001) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi akademik menjadi dua faktor, yaitu:

1. Faktor internal

Faktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi

prestasi akademik yang dimiliki. Faktor ini digolongkan ke dalam dua

kelompok, yaitu:

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem

penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut

dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat diantara kelima

indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran

dengan baik sesorang perlu memperhatikan dan memelihara

kesehatan tubuhnya.

20

b. Faktor psikologis

Faktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti: motivasi dan

minat, intelegensi, perilaku dan sikap mental.

1. Motivasi dan minat

Motivasi sangat menentukan prestasi seseorang menurut Djamarah

(2002) motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan

yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk

melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa

juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan

seseorang tergerak melakukan suatu karena ingin mencapai tujuan

yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan

perbuatannya. Jadi semakin besar motivasi yang dimiliki oleh

seseorang maka dorongan yang timbul untuk berprestasi akan

semakin besar juga, sebaliknya semakin rendah motivasi seseorang

semakin rendah juga prestasi yang bisa diraih. Minat adalah

sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat

dapat menyebabkan seseorang giat melakuakn tujuan yang menarik

bagi dirinya. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong

orang melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas

memilih (Hurlock, 1995).

2. Intelegensi

Intelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual.

Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang

untuk memehami suatu permasalahan. Orang yang memiliki

21

kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan

kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi akademik yang

lebih baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecardasan

intelektual biasa-biasa saja. Apalagi bila disbanding dengan

mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah.

2. Faktor eksternal

Selain faktor-faktor dalam diri individu, masih ada hal-hal lain di luar diri

yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih. Yang termasuk kategori

faktor eksternal adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

a. Faktor lingkungan keluarga

Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi siswa.

Berikut ini dijelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga:

1. Sosial ekonomi keluarga

Dengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih

berkesempatan mendapat fasilitas belajar yang lebih baik, mulai

dari buku, alat tulis sampai pemilihan sekolah.

2. Pendidikan orang tua

Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi

cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya

pendidikan bagi anak-anaknya dibanding dengan orang tua yang

menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih rendah.

3. Perhatian orang tua dan suasana hubungann antara anggota

keluarga

22

Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat

berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara

langsung maupun secara tidak langsung.

b. Faktor lingkungan sekolah

1. Sarana dan prasana sekolah

Kelengkapan fasilitas sekolah seperti LCD, proyektor, dan alat

bantu proses belajar mengajar lainnya. Selain itu bentuk ruangan,

sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga turut

mempengaruhi proses belajar mengajar.

2. Kompetensi guru dan siswa.

Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi.

Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik

dari para penggunanya akan sia-sia belaka.

3. Kurikulum dan metode mengajar.

Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi

tersebut kepada siswa. Metode pengajaran yang lebih interaktif

sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta

siswa dalam kegiatan pembelajaran.

c. Faktor lingkungan masyarakat

1. Sosial budaya

Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan

mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik.

Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan enggan

23

mengirim anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah

guru atau pengajar.

2. Partisipasi terhadap pendidikan

Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan

pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan

anggaran) sampai pada masyarakat bawah (kesadaran akan

pentingnya pendidikan), setiap orang akan lebih menghargai dan

berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini

akan memunculkan pendidik dan peserta didik yang lebih

berkualitas.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi akademik dapat bersifat individual dan kompleks. Faktor-faktor

tersebut secara langsung maupun tidak langsung saling berhubungan

mempengaruhi individu dalam mencapai prestasi akademik.

4. Karakteristik Individu Berprestasi

McClelland (Hamdan, 2010) mengungkapkan karakteristik individu yang

memiliki motivasi berprestasi, yaitu:

a. Resiko pemilihan tugas

Cenderung memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang

memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah

karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka yang

menghindari tugas yang terlalu sulit kemungkinan untuk berhasil sangat

kecil.

b. Membutuhkan umpan balik

Lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka dapat memperoleh

umpan balik yang konkret tentang apa yang mereka lakukan karena jika

tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan

24

sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain. Umpan balik ini

selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya.

c. Tanggung jawab

Lebih bertanggung jawab secara pribadi pada awal kinerjanya, karena

dengan begitu mereka dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan

sesuatu tugas dengan baik.

d. Ketekunan

Lebih bertahan atau lebih tekun dalam mengerjakan tugas, bahkan saat

tugas tersebut menjadi sulit.

e. Kesempatan untuk unggul

Lebih tertarik dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan

untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba

untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada

individu dengan motivasi berprestasi rendah.

5. Pengukuran Prestasi Akademik

Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak

dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan

mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi akademik di sekolah-

sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut raport. Dalam raport

dapat diketahui sejauh mana prestasi akademik seorang siswa, apakah siswa

tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh

pendapat Soeryabrata (2001) bahwa raport merupakan perumusan terakhir

yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-

muridnya selama masa tertentu.

Syah (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam

pendidikan, yaitu pre-test Dan post-test, penilaian prasyarat, penilaian

diagnostik, penilaian formatif, penilaian sumatif, ujian akhir nasional.

25

a. Pre-Test Dan Post-Test

Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan

memulai penyajian materi baru. Tujuanya untuk mengidentifikasi taraf

pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Sedangkan

kegiatan post-test dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi.

Tujuanya untuk mengetahui taraf penguasaan siwa atas materi yang

disajikan.

b. Penilaian Prasyarat

Penilaian ini sangat mirip dengan pre-test. Tujuanya untuk

mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari

materi baru yang akan diajarkan.

c. Penilaian Diagnostik

Penilaian ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran

dengan tujuan mengidentifikasi bagian tertentu yang belum dikuasai

siswa.

d. Penilaian Formatif

Penilaian ini dapat dipandang sebagai “ulangan” yang dilakukan pada

setiap akhir penyajian satuan pelajaran. Tujuanya untuk memperoleh

umpan baik yang mirip evaluasi diagnostik yaitu mendiagnosis

kesulitan belajar siswa.

e. Penilaian Sumatif

Penilaian ini di anggap sebagai “ulangan umun”yang dilakukan untuk

mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir

26

periode pelaksanaan program pengajaran dengan UAS. Tujuanya

sebagai penentu kenaikan kelas siswa.

f. Ujian akhir nasional

Penilaian ini dilakukan pada tahap akhir atau yang sering disebut UN.

Uraian yang di jabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa menilai merupakan

salah satu proses belajar dan mengajar. kegiatan menilai prestasi akademik di

sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku raport. Yang bertujuan agar dapat

melihat hasil belajar yang diperoleh peserta didik dan untuk mengukur

seberapa besar keberhasilan yang telah dicapainya.

B. Strategi Coping

1. Pengertian Coping

Taylor (Smet, 1994) mengungkapkan coping sebagai suatu proses individu

untuk mengelola jarak antara tuntutan-tuntutan (baik internal maupun

eksternal) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi

stres.

Sedangkan Lazarus (1978) mendefinisikan coping adalah usaha seseorang,

baik secara fisik maupun kognitif untuk mengelola tuntutan lingkungan dan

konflik pada dirinya. Kemudian Lazarus dan Folkman (1986) coping

merupakan upaya-upaya untuk mengubah pikiran dan sikap dalam

mengelola (mengurangi, menguasai, meminimalkan, atau mentolerir)

27

tuntutan-tuntutan lingkungan individu baik eksternal maupun internal yang

dinilai sebagai beban atau yang melampaui sumber daya manusia.

Lebih lanjut lagi, Lazarus (1984) mendefinisikan coping merupakan strategi

untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling

sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang

nyata maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara

kognitif dan prilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap

tuntutan-tuntutan (distres demands).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa coping merupakan usaha-usaha

seseorang dalam menghadapi stres yang ditimbulkan dari permasalahan-

permasalahan sehari-hari baik secara pikiran maupun tingkah laku.

Penyesuaian yang tepat terhadap stresor yang timbul untuk membantu

individu dalam menyelesaikan masalah.

2. Proses Terjadinya Strategi Coping stress

Lazarus (Safaria dan Nofrans, 2009) mengatakan bahwa ketika individu

menghadapi situasi yang memberikan tekanan maka ia akan melakukan

penialaian awal (primary appraisal) untuk mengartikan kejadian tersebut.

Kejadian tersebut dapat berupa hal yang positif, netral atau negatif. Jika pada

penilaian awal dirasakan kejadian tersebut berpotensi akan terjadinya tekanan

maka penilaian sekunder (secondary appraisal) akan muncul untuk mengukur

kemamapuan individu dalam mengatasi tekanan yang ada.

28

Keputusan pemilihan strategi coping dan respon yang dipakai yang dipakai

individu tergantung dari dua faktor. Pertama faktor eksternal yang di

dalamnya adalah ingatan pengalaman dari berbagai situasi dan dukungan

sosial, serta seluruh tekanan dari berbagai situasi yang penting dalam

kehidupannya. Kedua adalah faktor termasuk di dalamnya adalah gaya coping

yang biasa dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari serta

kepribadian seseorang tersebut.

Setelah semua proses selesai maka keputusan akan dibuat untuk menentukan

strategi coping yang akan digunakan oleh individu tersebut dalam

menyelesaikan masalahnya. Ada dua strategi coping yang dapat digunakan

yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Kedua strategi

coping tersebut dapat bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan

oleh situasi tekanan dari lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif,

sehingga hasil dari proses coping tersebut dapat berfungsinya kembali

aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu.

3. Bentuk-Bentuk Strategi Coping

Lazarus dan Folkman (1986) membagi coping ke dalam dua fungsi utama

yakni problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused

coping digunakan untuk mengurangi stressor atau mengatasi stress dengan

cara mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru. Strategi

ini membawa pengaruh pada individu, yaitu perubahan atau pertambahan

pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya berikut dampak-

29

dampak dari masalah tersebut, sehingga individu mengetahui masalah dan

konsekuensi yang dihadapinya. Sedangkan emotion-focused coping

digunakan untuk mengatur respon emosi terhadap stress. Emotion focus

coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan

memperkecil tekanan yang dirasakan, yang diarahkan untuk mengubah faktor

dalam diri sendiri dalam cara memandang atau mengartikan situasi

lingkungan yang memerlukan adaptasi yang disebut pula perubahan internal.

Kemudian Lazarus dan Folkman (1988) mengklasifikasikan bentuk coping

sebagai berikut:

a. Problem-focused coping (PFC)

Menurut Lazarus (Santrock, 2003) mengatakan bahwa PFC adalah strategi

kognitif untuk penanganan stres yang digunakan individu yang

menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.

Aspek-aspek dalam problem-focused coping menurut Lazarus dan

Folkman (1988) meliputi:

1. Planfull problem solving

Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa

alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta

pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang

dihadapi, berhati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi

strategi yang pernah digunakan.

30

2. Confrontive coping

Individu berpegang teguh pada pendiriannya dan mempertahankan

apa yang diinginkan. Mengubah situasi secara agresif dan berani

mengambil resiko.

3. Seeking social support

Individu berusaha mencari dukungan sosial dan mencari nasihat dari

orang lain mengenai masalahnya.

Selanjutnya menurut Lazarus (Aldwin dan Revenson, 1987) indikator yang

menunjukkan strategi problem-focused coping adalah:

a. Instrumental action (tindakan langsung)

Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang

mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun

rencana untuk bertindak dan melaksanakannya.

b. Cauntiousness (kehati-hatian)

Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa

alternatif pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan

masalah, meminta pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang

pernah diterapkan sebelumnya.

c. Negotiation (negosiasi)

Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta

mencari cara penyelesaian dengan orang lain yang terlibat di

dalamnya dengan harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang

dapat dilakukan untuk mengubah pikiran dan pendapat seseorang

31

melakukan perundingan atau kompromi untuk mendapatkan sesuatu

yang positif dari situasi tersebut.

b. Emotion-focused coping (EFC)

Lazarus mengungkapkan bahwa EFC adalah strategi penenganan stres

yang bertujuan untuk mengontrol respon emosional melalui pendekatan

tingkah laku dan kognitif (Santrock, 2003).

Aspek-aspek pada emotion-focused coping menurut Lazarus dan Folman

(1988) adalah:

1. Distancing

Individu menghindari orang-orang dan lingkungan sekitarnya saat

menemui masalah.

2. Self-controling

Menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya.

3. Accepting responsibility

Individu menerima konsekuensi apapun saat menghadapi masalah dan

bertanggung jawab atas segala sesuatunya.

4. Escape-avoidance

Individu menghindari masalah dengan cara berkhayal atau

membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang

menyenangkan.

32

5. Positive reappraisal

Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam

kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman

tersebut.

Sedangkan indikator yang menunjukkan emotion-focused coping menurut

Lazarus (Aldwin dan Revensor, 1987) yakni:

a. Escapism (Pelarian dari masalah)

Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara

berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi atau menghayalkan

seandainya ia berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi yang

dialaminya saat itu. Cara yang digunakan untuk menghindari masalah

dengan tidur lebih banyak, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang,

dan menolak kehadiran orang lain.

b. Minimalization (meringankan beban masalah)

Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara

menolak memikirkan masalah dan menganggap seakan-akan masalah

tersebut tidak ada dan menekan masalah menjadi sesering mungkin.

c. Self blame (menyalahkan diri sendiri)

Perasaan menyesal, menghukum, dan menyalahkan diri sendiri atas

tekanan masalah yang terjadi atau strategi lainnya yang bersifat pasif dan

intropunitif yang ditunjukkan ke dalam diri sendiri.

33

d. Seeking meaning (mencari makna)

Usaha individu untuk mencari makna atau hikmah dari kegagalan yang

dialami dan melihat hal-hal lain yang penting dalam kehidupan.

4. Kelebihan dan Kekurangan PFC dan EFC

Dalam PFC, individu mengurangi ketegangan dengan cara melakukan sesuatu

seperti memodifikasi atau meminimalisir situasi yang sedang dihadapi.

Tujuan dari PFC adalah untuk mengurangi tuntutan situasi stress dengan

memperluas sumber daya yang dimiliki untuk menghadapinya (Pasudewi,

2012).

PFC juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Lazarus (Pasudewi, 2012)

mengatakan bahwa individu cenderung akan menggunakan PFC ketika

percaya bahwa tuntutan atau sumber daya yang dimiliki akan berubah.

Individu yang cenderung menggunakan problem focused coping dalam

mengatasi situasi stres tertentu, menunjukkan tingkat depresi yang lebih

rendah baik selama dan setelah situasi stres.

Menurut Reivich dan Shatte (Pasudewi, 2012) EFC adalah strategi dimana

individu secara kognitif diarahkan untuk menghindar, menjaga jarak dan

mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif. Kelebihan dari strategi ini

ada pada penilaian positif dari suatu peristiwa dengan usaha yang berfokus

pada religi. Sedangkan EFC yang berupa menghindar atau menjaga jarak

akan memunculkan rasa cemas, khawatir, dan gelisah, serta tidak mampu

34

mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara

tepat, dan akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama.

Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping tersebut

dalam menghadapi tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya

menyelesaikan sumber masalah namun dengan mengorbankan perasaan,

tidak dikatakan efektif dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila

individu berhasil meredakan ketegangan emosinya namun tidak

menyelesaikan sumber masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang

efektif diperlukan penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres

tersebut.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping

Menurut Mutadin (Sa’adah, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengunaan strategi coping individu adalah sebagai berikut:

a. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena dalam usaha mengatasi

stress individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang

memepengaruhi kemampuan strategi coping individu.

c. Ketrampilan memecahkan masalah

Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan

menghasilkan alternatif tindakan. Kemudian mempertimbangkan

35

alternatif tersebut untuk memperoleh hasil yang akan dicapai dan

melaksanakan rencana tersebut dengan tepat.

d. Ketrampilan sosial

Meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan berperilaku dengan cara-

cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

e. Dukungan sosial

Meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosi pada diri

individu yang diberikan oleh lingkungan sosialnya.

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau

layanan yang biasanya dapat dibeli.

C. Keterkaitan Penggunaan Strategi Coping Dengan Prestasi Akademik

Individu dihadapkan oleh berbagai masalah mulai dari masalah dengan

dirinya sendiri hingga masalah penyesuaian dengan lingkungan sosialnya.

Konflik-konflik tersebut sering kali menimbulkan tekanan atau stres pada diri

individu itu sendiri. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau

kejadian yang memicu tekanan, mengamcam serta mengganggu kemampuan

seseorang untuk menanganinya (Santrock, 2003). Pada remaja stres

merupakan susatu ancaman dan tantangan bagi dirinya serta sebagai respon

terhadap kejadian tersebut.

Saat ini, dapat dikatakan bahwa seorang pelajar akan menghabiskan banyak

waktu di sekolah. Kegiatan sekolah dapat menghabiskan waktu remaja yang

36

cukup besar dan merupakan sumber stres bagi kebanyakan siswa. Ketika

siswa merasa stres di sekolah dan tidak mampu mengelolanya dengan baik

maka hal ini akan mempengaruhi prestasinya di sekolah.

Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan

pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa

keterampilan. Sedangkan prestasi akademik dapat dianggap sebagai

menguasai mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi

akademik diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun

sekolah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga

peserta didik mampu melakukannya dengan baik.

Namun, saat siswa dihadapkan dengan situasi permasalahan yang semakin

kompleks. Tuntutan-tuntutan dari lingkungan sekitar mereka seringkali

membuat mereka merasa tertekan. Kadang kala mereka merasa situasi

tersebut sangan berat dan sulit untuk tangani yang menyebabkan mereka

depresi. Tidak sedikit dari mereka menggunaan alkohol dan obat-obat

terlarang secara berlebih sebagai bentuk pelarian dari masalah yang mereka

hadapi.

Dalam menghadapi tekanan, siswa membutuhkan strategi coping yang baik

agar gangguan psikofisiologis tidak terjadi dan dengan demikian tidak

mengganggu psrestasi akademik di sekolah. Coping yang sesuai

mengarahkan siswa untuk berhasil menghadapi stress. Ada dua macam

37

bentuk strategi coping, yakni emotion-focused coping dan problem-focused

coping.

Bentuk coping stress yang digunakan menentukan keberhasilan individu

dalam menghadapi stres. Emotion focus coping digunakan untuk mengatur

respon emosional terhadap stres. Pengaturan emotion focus coping dilakukan

melalui perilaku individu untuk meniadakan fakta-fakta yang tidak

menyenangkan, melalui strategi kognitif. Menurut Lazarus (1989) emotion-

focused coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman

dan memperkecil tekanan yang dirasakan. Sementara itu problem- focused

coping digunakan untuk mengurangi stres dengan cara mempelajari cara-

cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Problem focus coping

dipakai saat individu yakin akan dapat mengubah situasi.

Siswa yang cenderung memiliki strategi coping rendah, mereka sering kali

merasa cemas, khawatir, dan selalu dihadapkan dengan masalah yang sama

dilain waktu. Sebaliknya, siswa yang memiliki strategi coping yang baik

mereka cenderung merasa lebih baik dan memiliki tingkat depresi yang

rendah pula (Pasudewi, 2012).

Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping (problem

focused coping dan emotion focused coping) tersebut dalam menghadapi

tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya menyelesaikan sumber

masalah namun dengan mengorbankan perasaan, tidak dikatakan efektif

dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila individu berhasil

38

meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber

masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang efektif diperlukan

penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres tersebut.

Masalah tersebut harus mendapat perhatian dari guru khususnya guru BK.

Sesuai dengan perannya dalam memahami kebutuhan siswa, guru BK

memberikan bimbingan pribadi terkait dengan pemilihan strategi coping yang

tepat sesuai permasalahan yang mereka hadapi. Selanjutnya memberikan

bimbingan belajar agar siswa dapat mempertahankan prestasinya meski

masalah yang dihadapi begitu kompleks.