II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan ...digilib.unila.ac.id/16119/15/BAB...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan ...digilib.unila.ac.id/16119/15/BAB...
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar
1. Layanan Bimbingan Belajar
Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah
bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian yang
memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk
membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan
pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung
bebannya sendiri. Menurut Crow dan Crow tersebut layanan bimbingan yang
diberikan pada individu atau sekumpulan individu berguna untuk
menghindari dan mengatasi masalah dalam kehidupannya secara mandiri.
Sementara menurut Walgito (2004) bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya, agar
individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah
salah satu bentuk proses pemberian bantuan kepada individu atau sekumpulan
individu dalam memecahkan masalahnya, sehingga masing-masing individu
akan mampu untuk mengoptimalkan potensi dan keterampilan dalam
14
mengatasi setiap permasalahannya, serta mencapai penyesuaian diri dalam
kehidupannya.
Setelah memahami pengertian bimbingan, selanjutnya yang dipaparkan
adalah salah satu bidang dari bimbingan yaitu bimbingan belajar. Bimbingan
belajar menurut Hamalik (2004) adalah bimbingan yang ditunjukkan kepada
siswa untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat,
minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara
yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh
siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
bimbingan belajar adalah salah satu proses pemberian bantuan kepada siswa
dalam menyelesaikan masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa sehingga
tercapai tujuan belajar yang diinginkan.
Tujuan Bimbingan Belajar
Menurut Ahmadi (2004) tujuan layanan bimbingan belajar secara umum
adalah membantu siswa-siswa agar mendapatkan penyesuaian yang baik
didalam situasi belajar sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efisien
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, mencapai perkembangan yang
optimal.
Menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) tujuan bimbingan belajar adalah
a. Mempunyai sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan
membaca buku, disiplin dalam belajar, dan perhatian terhadap semua
15
pelajaran, serta aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang
diprogramkan.
b. Mempunyai motif yang tinggi untuk belajar.
c. Mempunyai keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca buku, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri
mengahadapi ujian.
d. Mempunyai keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan
pendidikan.
e. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan belajar
secara umum yaitu membantu siswa-siwa agar mendapatkan penyesuaian
yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa dapat belajar dengan
efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai
perkembangan yang optimal.
Fungsi Bimbingan Belajar
Fungsi bimbingan belajar bagi siswa menurut Hamalik (2004) antara lain:
a. Membantu siswa agar memperoleh pandangan yang objektif dan jelas
tentang potensi, watak, minat, sikap, dan kebiasaan yang dimiliki dirinya
sendiri agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Membantu siswa dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan, bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki dan membantu
siswa dalam menentukan cara yang efektif dan efisien dalam
16
menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipilih agar tercapai hasil
yang diharapkan.
c. Membantu siswa dalam memperoleh gambaran dan pandangan yang jelas
tentang kemungkinan-kemungkinan dan kecenderungan-kecenderungan
dalam lapangan pekerjaan agar ia dapat menentukan pilihan yang tepat.
Sementara fungsi bimbingan menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) adalah:
a. Pemahaman, yaitu membantu siswa agar memiliki pemahaman terhadap
dirinya (potensinya) dan lingkungannya.
b. Preventif, yaitu membantu siswa untuk senantiasa mengantisipasi berbagai
masalah yang terjadi dan berupaya mencegahnya.
c. Pengembangan, yaitu berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif.
d. Perbaikan, yaitu berupaya memberikan bantuan kepada siswa yang telah
mengalami masalah.
e. Penyaluran, yaitu membantu siswa dalam memilih kegiatan
ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan
karir yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian
lainnya.
f. Adaptasi, yaitu membantu pelaksanaan pendidikan untuk mengadaptasikan
program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan kebutuhan siswa.
g. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat
menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program
pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
17
Berdasarkan pendapat ahli diatas mengenai fungsi bimbingan dapat
disimpulkan bahwa bimbingan belajar berfungsi untuk membantu siswa
dalam pemahaman diri sesuai dengan kecakapan bakat dan minat,
bimbingan balajar bermanfaat untuk memperoleh gambaran tentang
bagaimana menentukan cara yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan
pendidikan agar sesuai dengan apa yang diharapkan, serta membantu siswa
untuk menentukan pilihan yang tepat dalam lapangan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan siswa setelah menyelesaikan bidang pendidikan
yang telah dipelajari.
2. Pengertian Prestasi Akademik
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan
tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan.
Preestasi menyatakan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya, dengan hasil yang menyenangkan hati dan diperoleh dengan
jalan keuletan kerja (Nasrun, 2000).
Chaplin (2001) mengatakan bahwa prestasi dalam bidang pendidikan
akademik, merupakan suatu tingkatan khusus perolehan atau hasil keahlian
karya akademik yang dinilai oleh gur-guru, lewat tes yang dibakukan.
Menurut Winkel (1996) prestasi akademik adalah proses belajar yang dialami
siswa untuk menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan,
pemahaman, penerapan, daya analisis, dan evaluasi.
18
Djamarah (2002) mendefinisikan prestasi akademik adalah hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatka perubahan dalam diri
individu sebagai hasil akhir dari aktivitas belajar. Sedangkan, menurut Azwar
(2002) prestasi akademik adalah bukti peningkatan atau pencapaian yang
diperoleh seorang siswa sebagai pernyataan ada tidaknya kemajuan atau
keberhasilan dalam program pendidikannya.
Soeryabrata (2001) menjelaskan bahwa prestasi akademik adalah hasil
belajar evaluasi dari suatu proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif (angka) yang khusus dipersiapkan untuk proses evaluasi, misalnya
nilai pelajaran, mata pelajaran, nilai ujian dan lain sebagainya. Prestasi
akademik dikatakan sebagai hasil perbuatan belajar yang melukiskan taraf
kemampuan seseorang. Dalam pendidikan formal, prestasi akademik
menunjukkan adanya perubahan positif, sehingga pada taraf akhir akan
didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru.
Prestasi akademik dapat dianggap sebagai menguasai mata pelajaran yang
telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi akademik diartikan sebagai
kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun sekolah yang sesuai
dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga peserta didik mampu
melakukannya dengan baik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik adalah perubahan dalam hal
kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama
19
beberapa waktu dan tidak disebabkan karana proses pertumbuhan tetapi
adanya proses belajar.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Keberhasilan dalam proses belajar yang terjadi, dilatarbelakangi oleh adanya
sumber atau penyebab yang mempengaruhi berlangsungnya proses belajar
mengajar itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa penghambat maupun
pendorong pencapaian prestasi.
Soeryabrata (2001) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik menjadi dua faktor, yaitu:
1. Faktor internal
Faktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi
prestasi akademik yang dimiliki. Faktor ini digolongkan ke dalam dua
kelompok, yaitu:
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem
penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut
dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat diantara kelima
indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran
dengan baik sesorang perlu memperhatikan dan memelihara
kesehatan tubuhnya.
20
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti: motivasi dan
minat, intelegensi, perilaku dan sikap mental.
1. Motivasi dan minat
Motivasi sangat menentukan prestasi seseorang menurut Djamarah
(2002) motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan
yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa
juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan
seseorang tergerak melakukan suatu karena ingin mencapai tujuan
yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya. Jadi semakin besar motivasi yang dimiliki oleh
seseorang maka dorongan yang timbul untuk berprestasi akan
semakin besar juga, sebaliknya semakin rendah motivasi seseorang
semakin rendah juga prestasi yang bisa diraih. Minat adalah
sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat
dapat menyebabkan seseorang giat melakuakn tujuan yang menarik
bagi dirinya. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong
orang melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas
memilih (Hurlock, 1995).
2. Intelegensi
Intelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual.
Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang
untuk memehami suatu permasalahan. Orang yang memiliki
21
kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan
kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi akademik yang
lebih baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecardasan
intelektual biasa-biasa saja. Apalagi bila disbanding dengan
mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah.
2. Faktor eksternal
Selain faktor-faktor dalam diri individu, masih ada hal-hal lain di luar diri
yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih. Yang termasuk kategori
faktor eksternal adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
a. Faktor lingkungan keluarga
Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi siswa.
Berikut ini dijelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga:
1. Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih
berkesempatan mendapat fasilitas belajar yang lebih baik, mulai
dari buku, alat tulis sampai pemilihan sekolah.
2. Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi
cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya
pendidikan bagi anak-anaknya dibanding dengan orang tua yang
menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih rendah.
3. Perhatian orang tua dan suasana hubungann antara anggota
keluarga
22
Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat
berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara
langsung maupun secara tidak langsung.
b. Faktor lingkungan sekolah
1. Sarana dan prasana sekolah
Kelengkapan fasilitas sekolah seperti LCD, proyektor, dan alat
bantu proses belajar mengajar lainnya. Selain itu bentuk ruangan,
sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga turut
mempengaruhi proses belajar mengajar.
2. Kompetensi guru dan siswa.
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi.
Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik
dari para penggunanya akan sia-sia belaka.
3. Kurikulum dan metode mengajar.
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi
tersebut kepada siswa. Metode pengajaran yang lebih interaktif
sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta
siswa dalam kegiatan pembelajaran.
c. Faktor lingkungan masyarakat
1. Sosial budaya
Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan
mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik.
Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan enggan
23
mengirim anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah
guru atau pengajar.
2. Partisipasi terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan
pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan
anggaran) sampai pada masyarakat bawah (kesadaran akan
pentingnya pendidikan), setiap orang akan lebih menghargai dan
berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini
akan memunculkan pendidik dan peserta didik yang lebih
berkualitas.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik dapat bersifat individual dan kompleks. Faktor-faktor
tersebut secara langsung maupun tidak langsung saling berhubungan
mempengaruhi individu dalam mencapai prestasi akademik.
4. Karakteristik Individu Berprestasi
McClelland (Hamdan, 2010) mengungkapkan karakteristik individu yang
memiliki motivasi berprestasi, yaitu:
a. Resiko pemilihan tugas
Cenderung memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang
memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah
karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka yang
menghindari tugas yang terlalu sulit kemungkinan untuk berhasil sangat
kecil.
b. Membutuhkan umpan balik
Lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka dapat memperoleh
umpan balik yang konkret tentang apa yang mereka lakukan karena jika
tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan
24
sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain. Umpan balik ini
selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya.
c. Tanggung jawab
Lebih bertanggung jawab secara pribadi pada awal kinerjanya, karena
dengan begitu mereka dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan
sesuatu tugas dengan baik.
d. Ketekunan
Lebih bertahan atau lebih tekun dalam mengerjakan tugas, bahkan saat
tugas tersebut menjadi sulit.
e. Kesempatan untuk unggul
Lebih tertarik dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan
untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba
untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada
individu dengan motivasi berprestasi rendah.
5. Pengukuran Prestasi Akademik
Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak
dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan
mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi akademik di sekolah-
sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut raport. Dalam raport
dapat diketahui sejauh mana prestasi akademik seorang siswa, apakah siswa
tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh
pendapat Soeryabrata (2001) bahwa raport merupakan perumusan terakhir
yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-
muridnya selama masa tertentu.
Syah (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam
pendidikan, yaitu pre-test Dan post-test, penilaian prasyarat, penilaian
diagnostik, penilaian formatif, penilaian sumatif, ujian akhir nasional.
25
a. Pre-Test Dan Post-Test
Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan
memulai penyajian materi baru. Tujuanya untuk mengidentifikasi taraf
pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Sedangkan
kegiatan post-test dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi.
Tujuanya untuk mengetahui taraf penguasaan siwa atas materi yang
disajikan.
b. Penilaian Prasyarat
Penilaian ini sangat mirip dengan pre-test. Tujuanya untuk
mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari
materi baru yang akan diajarkan.
c. Penilaian Diagnostik
Penilaian ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran
dengan tujuan mengidentifikasi bagian tertentu yang belum dikuasai
siswa.
d. Penilaian Formatif
Penilaian ini dapat dipandang sebagai “ulangan” yang dilakukan pada
setiap akhir penyajian satuan pelajaran. Tujuanya untuk memperoleh
umpan baik yang mirip evaluasi diagnostik yaitu mendiagnosis
kesulitan belajar siswa.
e. Penilaian Sumatif
Penilaian ini di anggap sebagai “ulangan umun”yang dilakukan untuk
mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir
26
periode pelaksanaan program pengajaran dengan UAS. Tujuanya
sebagai penentu kenaikan kelas siswa.
f. Ujian akhir nasional
Penilaian ini dilakukan pada tahap akhir atau yang sering disebut UN.
Uraian yang di jabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa menilai merupakan
salah satu proses belajar dan mengajar. kegiatan menilai prestasi akademik di
sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku raport. Yang bertujuan agar dapat
melihat hasil belajar yang diperoleh peserta didik dan untuk mengukur
seberapa besar keberhasilan yang telah dicapainya.
B. Strategi Coping
1. Pengertian Coping
Taylor (Smet, 1994) mengungkapkan coping sebagai suatu proses individu
untuk mengelola jarak antara tuntutan-tuntutan (baik internal maupun
eksternal) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi
stres.
Sedangkan Lazarus (1978) mendefinisikan coping adalah usaha seseorang,
baik secara fisik maupun kognitif untuk mengelola tuntutan lingkungan dan
konflik pada dirinya. Kemudian Lazarus dan Folkman (1986) coping
merupakan upaya-upaya untuk mengubah pikiran dan sikap dalam
mengelola (mengurangi, menguasai, meminimalkan, atau mentolerir)
27
tuntutan-tuntutan lingkungan individu baik eksternal maupun internal yang
dinilai sebagai beban atau yang melampaui sumber daya manusia.
Lebih lanjut lagi, Lazarus (1984) mendefinisikan coping merupakan strategi
untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling
sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang
nyata maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara
kognitif dan prilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap
tuntutan-tuntutan (distres demands).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa coping merupakan usaha-usaha
seseorang dalam menghadapi stres yang ditimbulkan dari permasalahan-
permasalahan sehari-hari baik secara pikiran maupun tingkah laku.
Penyesuaian yang tepat terhadap stresor yang timbul untuk membantu
individu dalam menyelesaikan masalah.
2. Proses Terjadinya Strategi Coping stress
Lazarus (Safaria dan Nofrans, 2009) mengatakan bahwa ketika individu
menghadapi situasi yang memberikan tekanan maka ia akan melakukan
penialaian awal (primary appraisal) untuk mengartikan kejadian tersebut.
Kejadian tersebut dapat berupa hal yang positif, netral atau negatif. Jika pada
penilaian awal dirasakan kejadian tersebut berpotensi akan terjadinya tekanan
maka penilaian sekunder (secondary appraisal) akan muncul untuk mengukur
kemamapuan individu dalam mengatasi tekanan yang ada.
28
Keputusan pemilihan strategi coping dan respon yang dipakai yang dipakai
individu tergantung dari dua faktor. Pertama faktor eksternal yang di
dalamnya adalah ingatan pengalaman dari berbagai situasi dan dukungan
sosial, serta seluruh tekanan dari berbagai situasi yang penting dalam
kehidupannya. Kedua adalah faktor termasuk di dalamnya adalah gaya coping
yang biasa dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari serta
kepribadian seseorang tersebut.
Setelah semua proses selesai maka keputusan akan dibuat untuk menentukan
strategi coping yang akan digunakan oleh individu tersebut dalam
menyelesaikan masalahnya. Ada dua strategi coping yang dapat digunakan
yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Kedua strategi
coping tersebut dapat bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan
oleh situasi tekanan dari lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif,
sehingga hasil dari proses coping tersebut dapat berfungsinya kembali
aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu.
3. Bentuk-Bentuk Strategi Coping
Lazarus dan Folkman (1986) membagi coping ke dalam dua fungsi utama
yakni problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused
coping digunakan untuk mengurangi stressor atau mengatasi stress dengan
cara mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru. Strategi
ini membawa pengaruh pada individu, yaitu perubahan atau pertambahan
pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya berikut dampak-
29
dampak dari masalah tersebut, sehingga individu mengetahui masalah dan
konsekuensi yang dihadapinya. Sedangkan emotion-focused coping
digunakan untuk mengatur respon emosi terhadap stress. Emotion focus
coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan
memperkecil tekanan yang dirasakan, yang diarahkan untuk mengubah faktor
dalam diri sendiri dalam cara memandang atau mengartikan situasi
lingkungan yang memerlukan adaptasi yang disebut pula perubahan internal.
Kemudian Lazarus dan Folkman (1988) mengklasifikasikan bentuk coping
sebagai berikut:
a. Problem-focused coping (PFC)
Menurut Lazarus (Santrock, 2003) mengatakan bahwa PFC adalah strategi
kognitif untuk penanganan stres yang digunakan individu yang
menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
Aspek-aspek dalam problem-focused coping menurut Lazarus dan
Folkman (1988) meliputi:
1. Planfull problem solving
Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa
alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta
pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang
dihadapi, berhati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi
strategi yang pernah digunakan.
30
2. Confrontive coping
Individu berpegang teguh pada pendiriannya dan mempertahankan
apa yang diinginkan. Mengubah situasi secara agresif dan berani
mengambil resiko.
3. Seeking social support
Individu berusaha mencari dukungan sosial dan mencari nasihat dari
orang lain mengenai masalahnya.
Selanjutnya menurut Lazarus (Aldwin dan Revenson, 1987) indikator yang
menunjukkan strategi problem-focused coping adalah:
a. Instrumental action (tindakan langsung)
Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang
mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun
rencana untuk bertindak dan melaksanakannya.
b. Cauntiousness (kehati-hatian)
Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa
alternatif pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan
masalah, meminta pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang
pernah diterapkan sebelumnya.
c. Negotiation (negosiasi)
Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta
mencari cara penyelesaian dengan orang lain yang terlibat di
dalamnya dengan harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang
dapat dilakukan untuk mengubah pikiran dan pendapat seseorang
31
melakukan perundingan atau kompromi untuk mendapatkan sesuatu
yang positif dari situasi tersebut.
b. Emotion-focused coping (EFC)
Lazarus mengungkapkan bahwa EFC adalah strategi penenganan stres
yang bertujuan untuk mengontrol respon emosional melalui pendekatan
tingkah laku dan kognitif (Santrock, 2003).
Aspek-aspek pada emotion-focused coping menurut Lazarus dan Folman
(1988) adalah:
1. Distancing
Individu menghindari orang-orang dan lingkungan sekitarnya saat
menemui masalah.
2. Self-controling
Menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya.
3. Accepting responsibility
Individu menerima konsekuensi apapun saat menghadapi masalah dan
bertanggung jawab atas segala sesuatunya.
4. Escape-avoidance
Individu menghindari masalah dengan cara berkhayal atau
membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang
menyenangkan.
32
5. Positive reappraisal
Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam
kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman
tersebut.
Sedangkan indikator yang menunjukkan emotion-focused coping menurut
Lazarus (Aldwin dan Revensor, 1987) yakni:
a. Escapism (Pelarian dari masalah)
Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara
berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi atau menghayalkan
seandainya ia berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi yang
dialaminya saat itu. Cara yang digunakan untuk menghindari masalah
dengan tidur lebih banyak, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang,
dan menolak kehadiran orang lain.
b. Minimalization (meringankan beban masalah)
Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara
menolak memikirkan masalah dan menganggap seakan-akan masalah
tersebut tidak ada dan menekan masalah menjadi sesering mungkin.
c. Self blame (menyalahkan diri sendiri)
Perasaan menyesal, menghukum, dan menyalahkan diri sendiri atas
tekanan masalah yang terjadi atau strategi lainnya yang bersifat pasif dan
intropunitif yang ditunjukkan ke dalam diri sendiri.
33
d. Seeking meaning (mencari makna)
Usaha individu untuk mencari makna atau hikmah dari kegagalan yang
dialami dan melihat hal-hal lain yang penting dalam kehidupan.
4. Kelebihan dan Kekurangan PFC dan EFC
Dalam PFC, individu mengurangi ketegangan dengan cara melakukan sesuatu
seperti memodifikasi atau meminimalisir situasi yang sedang dihadapi.
Tujuan dari PFC adalah untuk mengurangi tuntutan situasi stress dengan
memperluas sumber daya yang dimiliki untuk menghadapinya (Pasudewi,
2012).
PFC juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Lazarus (Pasudewi, 2012)
mengatakan bahwa individu cenderung akan menggunakan PFC ketika
percaya bahwa tuntutan atau sumber daya yang dimiliki akan berubah.
Individu yang cenderung menggunakan problem focused coping dalam
mengatasi situasi stres tertentu, menunjukkan tingkat depresi yang lebih
rendah baik selama dan setelah situasi stres.
Menurut Reivich dan Shatte (Pasudewi, 2012) EFC adalah strategi dimana
individu secara kognitif diarahkan untuk menghindar, menjaga jarak dan
mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif. Kelebihan dari strategi ini
ada pada penilaian positif dari suatu peristiwa dengan usaha yang berfokus
pada religi. Sedangkan EFC yang berupa menghindar atau menjaga jarak
akan memunculkan rasa cemas, khawatir, dan gelisah, serta tidak mampu
34
mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara
tepat, dan akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama.
Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping tersebut
dalam menghadapi tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya
menyelesaikan sumber masalah namun dengan mengorbankan perasaan,
tidak dikatakan efektif dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila
individu berhasil meredakan ketegangan emosinya namun tidak
menyelesaikan sumber masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang
efektif diperlukan penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres
tersebut.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping
Menurut Mutadin (Sa’adah, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengunaan strategi coping individu adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena dalam usaha mengatasi
stress individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang
memepengaruhi kemampuan strategi coping individu.
c. Ketrampilan memecahkan masalah
Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan
menghasilkan alternatif tindakan. Kemudian mempertimbangkan
35
alternatif tersebut untuk memperoleh hasil yang akan dicapai dan
melaksanakan rencana tersebut dengan tepat.
d. Ketrampilan sosial
Meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan berperilaku dengan cara-
cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
e. Dukungan sosial
Meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosi pada diri
individu yang diberikan oleh lingkungan sosialnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
C. Keterkaitan Penggunaan Strategi Coping Dengan Prestasi Akademik
Individu dihadapkan oleh berbagai masalah mulai dari masalah dengan
dirinya sendiri hingga masalah penyesuaian dengan lingkungan sosialnya.
Konflik-konflik tersebut sering kali menimbulkan tekanan atau stres pada diri
individu itu sendiri. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau
kejadian yang memicu tekanan, mengamcam serta mengganggu kemampuan
seseorang untuk menanganinya (Santrock, 2003). Pada remaja stres
merupakan susatu ancaman dan tantangan bagi dirinya serta sebagai respon
terhadap kejadian tersebut.
Saat ini, dapat dikatakan bahwa seorang pelajar akan menghabiskan banyak
waktu di sekolah. Kegiatan sekolah dapat menghabiskan waktu remaja yang
36
cukup besar dan merupakan sumber stres bagi kebanyakan siswa. Ketika
siswa merasa stres di sekolah dan tidak mampu mengelolanya dengan baik
maka hal ini akan mempengaruhi prestasinya di sekolah.
Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa
keterampilan. Sedangkan prestasi akademik dapat dianggap sebagai
menguasai mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi
akademik diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun
sekolah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga
peserta didik mampu melakukannya dengan baik.
Namun, saat siswa dihadapkan dengan situasi permasalahan yang semakin
kompleks. Tuntutan-tuntutan dari lingkungan sekitar mereka seringkali
membuat mereka merasa tertekan. Kadang kala mereka merasa situasi
tersebut sangan berat dan sulit untuk tangani yang menyebabkan mereka
depresi. Tidak sedikit dari mereka menggunaan alkohol dan obat-obat
terlarang secara berlebih sebagai bentuk pelarian dari masalah yang mereka
hadapi.
Dalam menghadapi tekanan, siswa membutuhkan strategi coping yang baik
agar gangguan psikofisiologis tidak terjadi dan dengan demikian tidak
mengganggu psrestasi akademik di sekolah. Coping yang sesuai
mengarahkan siswa untuk berhasil menghadapi stress. Ada dua macam
37
bentuk strategi coping, yakni emotion-focused coping dan problem-focused
coping.
Bentuk coping stress yang digunakan menentukan keberhasilan individu
dalam menghadapi stres. Emotion focus coping digunakan untuk mengatur
respon emosional terhadap stres. Pengaturan emotion focus coping dilakukan
melalui perilaku individu untuk meniadakan fakta-fakta yang tidak
menyenangkan, melalui strategi kognitif. Menurut Lazarus (1989) emotion-
focused coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman
dan memperkecil tekanan yang dirasakan. Sementara itu problem- focused
coping digunakan untuk mengurangi stres dengan cara mempelajari cara-
cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Problem focus coping
dipakai saat individu yakin akan dapat mengubah situasi.
Siswa yang cenderung memiliki strategi coping rendah, mereka sering kali
merasa cemas, khawatir, dan selalu dihadapkan dengan masalah yang sama
dilain waktu. Sebaliknya, siswa yang memiliki strategi coping yang baik
mereka cenderung merasa lebih baik dan memiliki tingkat depresi yang
rendah pula (Pasudewi, 2012).
Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping (problem
focused coping dan emotion focused coping) tersebut dalam menghadapi
tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya menyelesaikan sumber
masalah namun dengan mengorbankan perasaan, tidak dikatakan efektif
dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila individu berhasil
38
meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber
masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang efektif diperlukan
penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres tersebut.
Masalah tersebut harus mendapat perhatian dari guru khususnya guru BK.
Sesuai dengan perannya dalam memahami kebutuhan siswa, guru BK
memberikan bimbingan pribadi terkait dengan pemilihan strategi coping yang
tepat sesuai permasalahan yang mereka hadapi. Selanjutnya memberikan
bimbingan belajar agar siswa dapat mempertahankan prestasinya meski
masalah yang dihadapi begitu kompleks.