II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan · pertumbuhan kota, dan konservasi...

46
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan Bandara atau bandar udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu, namun bandar udara-bandar udara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya (Rachman, 2007). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud dengan bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Definisi bandar udara menurut PT. (Persero) Angkasa Pura adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat (Departemen Perhubungan, 2005) Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bandar udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi udara pada setiap negara, khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dimana transportasi udara sangat berperan penting bagi kelancaran aktivitas penduduknya. Bandar udara juga berperan dalam menunjang, menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah karena berfungsi sebagai pintu gerbang daerah. Bandara juga merupakan suatu lingkungan tempat manusia beraktifitas, dimana berbagai komponen lingkungan membentuk suatu sistem. Untuk itu, pembahasan mengenai konsep bandara harus berkaitan dengan konsep lingkungan. Raharjo (2007) menyatakan bahwa sejak didirikannya World Commission on Environmental and Development (WCED) oleh Komisi Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983, dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof. Dr. Emil Salim), pendekatan yang dilakukan dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan permasalahan lingkungan. Hasil kerja dari WCED yang tercatat sampai saat ini dan digunakan sebagai tonggak dalam pengelolaan lingkungan adalah Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama).

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan · pertumbuhan kota, dan konservasi...

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan

Bandara atau bandar udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat

terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana

minimal memiliki sebuah landas pacu, namun bandar udara-bandar udara besar

biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan

penerbangan maupun bagi penggunanya (Rachman, 2007). Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud dengan

bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas

landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau

pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat

perpindahan antar moda transportasi. Definisi bandar udara menurut PT. (Persero)

Angkasa Pura adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan

yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi

angkutan udara untuk masyarakat (Departemen Perhubungan, 2005)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bandar

udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi udara pada setiap

negara, khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dimana

transportasi udara sangat berperan penting bagi kelancaran aktivitas penduduknya.

Bandar udara juga berperan dalam menunjang, menggerakkan dan mendorong

pertumbuhan ekonomi daerah karena berfungsi sebagai pintu gerbang daerah.

Bandara juga merupakan suatu lingkungan tempat manusia beraktifitas, dimana

berbagai komponen lingkungan membentuk suatu sistem. Untuk itu, pembahasan

mengenai konsep bandara harus berkaitan dengan konsep lingkungan.

Raharjo (2007) menyatakan bahwa sejak didirikannya World Commission

on Environmental and Development (WCED) oleh Komisi Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983,

dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof. Dr. Emil

Salim), pendekatan yang dilakukan dalam melakukan pembangunan yang

berkelanjutan harus memperhatikan permasalahan lingkungan. Hasil kerja dari

WCED yang tercatat sampai saat ini dan digunakan sebagai tonggak dalam

pengelolaan lingkungan adalah Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama).

10 WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dengan sudut pandang

sebagai berikut (Raharjo, 2007):

1. Ketergantungan (Interdependency)

Masalah polusi, penggunaan bahan kimia, kerusakan sumber plasma nutfah,

pertumbuhan kota, dan konservasi sumberdaya alam, tidak mengenal batas

negara. Mengingat permasalahan saling ketergantungan, maka pendekatan

harus dilakukan lintas sektor antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)

Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri, perdagangan,

perikanan, dan energi, harus dipertimbangkan untuk generasi yang akan

datang.

3. Pemerataan (Equity)

Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam secara

berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk pemerataan.

4. Sekuriti dan Resiko Lingkungan

Perlombaan senjata dan pembangunan tanpa memperhitungkan dampak

negatif kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Segi ini

perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan dan Komunikasi

Pendidikan dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk

ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan masyarakat.

6. Kerjasama Internasional

Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan

sektoral. Pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan.

Beberapa poin yang dikemukakan oleh WCED di atas sangat penting

untuk diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan

pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja

berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan

berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,

pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar

Pembangunan berkelanjutan) (Raharjo, 2007).

11

Menurut Sutrisno (2008), lingkungan adalah kombinasi dari semua kondisi

yang mempengaruhi sebuah organisme, termasuk kondisi fisik dan kimiawi

(misalnya; iklim, tanah, dan lain-lain), maupun pengaruh organisme hidup lain.

Lingkungan dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang melingkupi

sebuah organisme, yakni kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan dan

pertumbuhannya. Lingkungan hidup mempunyai sumber daya yang terdiri atas

sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan

sumber daya buatan. Sumber daya alam merupakan unsur lingkungan yang terdiri

dari unsur hayati dan non hayati, yang memiliki sumber energi untuk

terbentuknya sistem. Sumber daya ekologi berupa energi terjadi karena adanya

interaksi dan interdependensi antara makluk hidup dengan lingkungan.

Agar lingkungan dapat bermanfaat bagi makhluk hidup disekitarnya,

diperlukan pengelolaan terhadap lingkungan atau dengan kata lain diperlukan

manajemen lingkungan. Menurut Sutrisno (2008), manajemen lingkungan adalah

kegiatan komprehensif, mencakup pelaksanaan kegiatan, pengamatan untuk

mencegah pencemaran air, tanah, udara dan konservasi habitat dan

keanekaragaman hayati. Manajemen lingkungan merupakan suatu konsep

pendekatan keseimbangan dengan melakukan manajemen sumber daya alam

untuk pemenuhan kepentingan politis, sosial ekonomi sesuai dengan ketersediaan

lingkungan alami dan menitik beratkan pada nilai, distribusi, hukum alam, dan

kesimbangan antar generasi (Sutrisno, 2008).

Pengelolaan banyak diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk

mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan

bandara, pengelolaan lingkungan bandara dapat diartikan sebagai upaya terpadu

untuk mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari dan

menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan bandara dan untuk

mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan

bandara yang berwawasan lingkungan.

Menurut Rachman (2007), bandar udara harus dirancang dengan baik

sehingga sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan bandar udara harus

dilakukan didalam konteks rencana regional yang menyeluruh. Lokasi, ukuran, dan

konfigurasi harus disesuaikan dengan pola pengembangan pemukiman yang sudah

12 ada dan yang direncanakan dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap

lingkungan. Pengoperasian bandar udara tidak hanya difokuskan pada pergerakan

penumpang dan barang, sistem kontrol kualitas lingkungan harus diberikan prioritas

tinggi, seperti pengelolaan limbah, manajemen pengelolaan buangan dan kegiatan

yang ramah lingkungan. Dampak pembangunan bandar udara dan fasilitas umum

terhadap lingkungan hanya mendapat sedikit perhatian. Keberatan mengenai isu

lingkungan sangat jarang, dan baru pada akhir-akhir ini masyarakat mulai peduli

dampak pengoperasian bandar udara terhadap lingkungan. Barangkali ini disebabkan

oleh makin memburuknya masalah-masalah lingkungan dan peningkatan kegiatan

penerbangan (Rachman, 2007).

Rachman (2007) menyatakan bahwa perencanaan dan pengembangan

pembangunan bandar udara ke depan harus memperhatikan lingkungan (eco-

airport), sehingga bandar udara dapat berfungsi secara efektif dan efisien, tidak

hanya ditinjau dari aspek teknis saja tapi juga dari segi sosial kemasyarakatan,

ekonomi, dan lingkungan. Konsep eco-airport adalah rancangan dimana bandar

udara direncanakan, dikembangkan, dan dioperasikan dengan tujuan menciptakan

sarana dan prasarana perhubungan yang ramah lingkungan di dalam lingkungan

bandar udara sendiri dan di daerah sekelilingnya. Konsep eco-airport diterapkan

pertama kali oleh negara Jepang (Bandar Udara Narita), dimana bandar udara

telah menerapkan konsep bandar udara yang berwawasan lingkungan dan

memperkecil rasio pencemaran lingkungan sekitar bandar udara yang dapat

mempengaruhi kegiatan operasional bandar udara. Konsep baru tersebut

kemudian diikuti oleh negara–negara lain seperti Singapura (Changi Airport) dan

Malaysia (Kuala Lumpur International Airport).

Menurut Rachman (2007), konsep eco-airport bandar udara diharapkan

bisa melakukan prevention pollution mencegah terjadinya polusi. Komponen eco-

airport terdiri dari noise (kebisingan), vibration (getaran), atmosfhere (udara),

water (air), soil (tanah), waste material (sampah), energy (energi), kawasan

keselamatan operasi penerbangan, dan kesehatan masyarakat (Community

Health). Pengelolaan lingkungan hidup di bandar udara pada suatu negara akan

mengikuti aturan-aturan pengelolaan lingkungan hidup di negara bersangkutan.

Aturan-aturan tersebut mengadopsi aturan lingkungan hidup yang berlaku di

dunia. Bandar udara sebagai suatu layanan penerbangan sipil dalam pengelolaan

13 lingkungannya juga harus mengikuti standar yang berlaku di dunia. Beberapa

produk hukum yang harus dipatuhi dalam pengelolaan bandar udara adalah

aturan-aturan ICAO (International Civil Aviation Organization) dan FAA

(Federal Aviation Administration), dan aturan-aturan lain yang berlaku di dunia.

Penerapan eco-airport di bandar udara dapat dilakukan dengan perubahan

dalam pola pikir, tingkah laku, penerapan pengetahuan, dan perbaikan teknologi

dibidang penerbangan sipil dan pengelola bandar udara yang berbasis lingkungan.

Konsep atau filosofi dasar dari eco-airport adalah sebagai berikut: (1) pengoperasian

bandar udara yang mengikuti perspektif lingkungan udara secara global; (2)

mengoperasikan bandar udara yang bisa eksis secara harmonis dengan lingkungan

global; dan (3) menyelenggarakan bandar udara yang kapabel yang dalam

perkembangannya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang berkelanjutan.

Lingkungan sekitar bandar udara diharapkan dapat mencegah dan mengurangi polusi

kebisingan, memanfaatkan penggunaan luas lahan di sekitar bandar udara,

mengembangkan hubungan secara regional terhadap bandar udara yang lain, dan

mengembangkan keharmonisan bandar udara terhadap wilayahnya (Rachman, 2007).

2.2. Teori Organisasi

Secara sederhana, organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu sistem

yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam

mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah struktur, dimana individu-individu

secara sistematik bekerjasama untuk suatu hal (American Heritage Dictionary of

the English Language dalam McLean, 2006). Sementara itu, McLean (2006)

mendefinisikan organisasi sebagai dua pihak atau lebih yang terlibat dalam tujuan

bersama. Dari definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang penting dalam

organisasi, yaitu struktur, individu, dan tujuan. Lengkapnya, organisasi dapat

dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling

berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi

dan tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai batas-

batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Organisasi sebagai suatu sistem memiliki unsur manusia yang dianggap

sebagai suatu sistem dengan beberapa perangkat sub-sistem. Ciri dari organisasi

sebagai suatu sistem secara umum adalah adanya unsur-unsur (elemen) dasar yang

14 mendukung secara garis besar yang saling terkait karena ada faktor yang saling

berhubungan, saling bergantung dari elemen-elemen tersebut dan juga saling

beradaptasi satu dengan lainnya. Sebagai unsur dari sistem sosial maka manusia

adalah unsur-unsur yang umum berlaku. Unsur tersebut saling berkaitan seperti

adanya motivasi yang berada jauh di dalam lubuk hati setiap manusia dan hanya

diketahui oleh diri sendiri sampai tindakannya mulai terbaca oleh orang lain.

Itupun hanya bisa diduga oleh sesuatu yang menjadi niatan hati (Kolasa, 1970).

Selain motivasi, sistem sosial juga memiliki nilai yang merupakan pilihan dalam

mengambil tindakan yang ingin dilakukan. Di samping motivasi ada norma

(norms) yang menjadi pilihan yang dianggap baik dan benar dan keterkaitan

antara tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan.

Menurut Zwell (2000), cara organisasi menempatkan individu-individu

pada posisi yang tepat akan menentukan efisiensi, kualitas, dan efektifitas dari

organisasi tersebut. Selanjutnya, dikatakan bahwa bagaimana individu-individu di

dalam organisasi merupakan elemen penting untuk mengoptimalkan struktur

organisasi. Menurut Gaynor dalam Gumbira-Said et al. (2001), individu atau

sumber daya manusia merupakan kegiatan administrasi yang merupakan salah

satu bagian dari kegiatan bisnis.

Keterlibatan individu ke dalam bagian dari organisasi perlu melakukan

identifikasi dirinya terhadap organisasi, atau komitmen terhadap organisasi. Kata

komitmen memiliki arti sebagai suatu bentuk loyalitas (kesetiaan terhadap sesuatu

yang telah dijanjikan) (Manser, 1995). Robbins (2005) lebih menekankan definisi

komitmen organisasi sebagai derajat identifikasi karyawan terhadap organisasi

serta tujuan organisasi, yang kemudian mengarahkan karyawan untuk menjaga

keanggotaannya dalam organisasi.

Salah satu unsur penting di dalam organisasi adalah manajemen. Seperti

disebutkan oleh Stoner et al. (1996) manajemen adalah praktik nyata yang terus

menerus yang membentuk organisasi. Semua organisasi memiliki orang-orang

yang bertanggungjawab agar tujuan organisasi tercapai. Orang-orang itu disebut

manajer. Manajemen adalah kegiatan utama yang akan menentukan seberapa

bagus organisasi itu melayani orang-orang yang memengaruhinya (Stoner et al.,

1996).

15

Selain faktor manajemen yang berperan mengendalikan organisasi,

struktur yang dibangun oleh pihak manajemen juga ikut menentukan kinerja dari

organisasi yang bersangkutan. Struktur organisasi biasanya mencerminkan

bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Struktur organisasi adalah

pola formal aktivitas dan hubungan antara berbagai sub-unit organisasi. Struktur

organisasi meliputi dua aspek yaitu desain pekerjaan dan desain organisasi.

Desain pekerjaan dihubungkan pada proses di mana manajer menspesifikasikan

isi, metode dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan

individu. Sementara itu, desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi

secara menyeluruh (Gibson et al., 2005).

Manajemen yang terdiri dari orang-orang yang mengendalikan organisasi

terikat dengan struktur yang dibangun oleh organisasi. Namun, kedua unsur

tersebut belum cukup untuk menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya,

sehingga masih diperlukan lagi banyak individu yang terlibat dalam organisasi.

Banyaknya individu yang terlibat di dalam organisasi memerlukan sistem

informasi yang dipakai sebagai acuan dalam proses komunikasi antar individu.

Menurut Gibson et al. (2005) proses komunikasi menghubungkan organisasi

dengan lingkungan, demikian juga sebagai bagiannya. Informasi mengalir ke dan

dari organisasi dan di dalam organisasi. Informasi mengintegrasikan aktivitas di

dalam organisasi. Dengan demikian, proses komunikasi yang terjadi merupakan

pengaturan informasi yang terjadi di dalam organisasi dan juga dari dalam

organisasi ke pihak di luar organisasi.

Unsur lain yang terkait dengan organisasi adalah finansial. Aspek finansial

organisasi menurut Stoner et al. (1996) adalah aspek penting yang akan

menentukan performance organisasi dan prospeknya dalam jangka panjang. Ada

tiga faktor penting dari aspek finansial organisasi yaitu likuiditas, kondisi finansial

umum dan profitabilitas. Likuiditas adalah kemampuan organisasi untuk

mengkonversi aset menjadi dalam bentuk kas untuk memenuhi kebutuhan

keuangan dan kewajiban-kewajiban organisasi dalam waktu tertentu, atau

singkatnya adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Finansial umum biasanya keseimbangan antara hutang dan ekuitas

(equity), dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua

16 kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.

Profitabilitas adalah kemampuan untuk mendapatkan atau memperoleh

keuntungan dalam waktu tertentu.

2.3. Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku

Setiap orang pasti mempunyai hasrat untuk berbuat sesuatu yang menjadi

harapannya, karena kepentingannya maupun kebutuhannya. Hasrat tersebut

dinamakan sebagai motivasi bagi dirinya. Namun, menurut kebiasaan yang

berlaku, motivasi yang dipikirkan oleh pelaku tidak pernah diketahui oleh

siapapun kecuali yang bersangkutan. Bahkan, motivasi biasanya tersembunyi

dalam hati, sehingga orang hanya bisa menduga bagaimana sebenarnya. Walaupun

tersembunyi, motivasi juga bisa terbaca melalui tindakan yang diambil sebagai

aksi atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang. Akan tetapi, sebagai suatu

kelompok manusia yang bekerja bersama, maka motivasi bisa diinterpretasikan

dari kebijakan yang ditetapkan menjadi perilaku yang akan dikerjakan orang

bersama-sama secara keseluruhan.

Motivasi pelaku tidak harus menyatakan niatnya secara terbuka. Motivasi

sesungguhnya hanya berada di hati yang terdalam dari setiap individu. Kendati

demikian, tidak berarti bahwa dengan tidak menyatakan niat seseorang, bahwa

orang lain tidak dapat menduga maupun membacanya, terutama bila motivasinya

sudah mengambil bentuk nilai yang mendasari perilakunya itu. Walaupun

motivasi tidak pernah diucapkan dan bersifat tersembunyi, perbuatan seseorang

menjadi indikasi melalui perilaku yang nampak dan dapat diinterpretasikan dari

perilaku yang juga merupakan cermin yang dapat terlihat lebih nyata dari

motivasinya.

Walaupun motivasi bersifat tersembunyi, sekelompok orang yang

melakukan sesuatu secara bersama-sama akan tercermin dalam perilaku

kelompok. Hal tersebut juga dapat diketahui dari kebijakan yang dikeluarkan yang

melahirkan motivasi kolektif melalui interaksi bersama dan pembicaraan dengan

orang lain. Motivasi juga dapat dirasakan dari hasil kerja secara kolektif terutama

dari keinginan mereka yang berada di luar organisasi.

Motivasi yang tinggi biasanya menjadikan seseorang berada dalam

keadaan kejiwaan yang resah. Motivasi yang tinggi juga ditandai oleh orang yang

17 memberikan pelayanan (yaitu cermin motivasi) yang prima (tinggi), karena

merasa tidak puas dengan keadaan yang dihadapinya. Keresahan yang demikian

jelas menguntungkan orang lain. Keresahan dapat hilang jika aktivitas motivasi

dapat tersalurkan melalui pemberian pelayanan yang lebih baik kepada orang lain.

Bentuk pelayanan yang dapat menciptakan kesenangan bagi para pekerja dapat

digambarkan sebagai suatu bentuk rasa kepuasan. Dengan tidak adanya keresahan

ataupun kegelisahan dalam diri seseorang pekerja maupun sekelompok pekerja -

terhadap keadaan yang ada, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai orang

yang mempunyai motivasi yang rendah (Viteles, 1973).

Kepemimpinan dalam situasi demikian dapat memainkan peranan penting

untuk memelihara terjaganya motivasi yang tinggi, terutama terhadap jalannya

arah organisasi dalam mencapai tujuan (pelayanan) agar dapat memenuhi

kebutuhan orang lain yang tidak puas. Kepemimpinan dapat membedakan corak

tingkah laku para pelaku antara organisasi satu dengan organisasi yang lain dan

dengan bentuk pelayanan yang diberikan.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai

suatu kebutuhan yang selalu tidak pernah terpuaskan bagi yang melayani maupun

yang dilayani. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu keadaan yang menghasilkan

keseimbangan antara kepuasan atau kesenangan secara silih berganti. Hal ini

dapat dilakukan dengan mengembalikan keadaan yang tidak seimbang menjadi

seimbang kembali. Para pekerja tetap diminta untuk selalu bergerak sesuai tujuan

untuk mengembalikan keadaan yang tidak senang dan tidak seimbang tersebut

agar kebutuhan masyarakat dapat dilayani sepenuhnya. Masyarakat juga harus

mendukung maksud baik dari pimpinan organisasi ini.

Oleh karena itu, jelas bahwa motivasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari unsur manusia dalam suatu organisasi. Dalam kegiatan organisasi

motivasi seharusnya bersifat ajeg, terutama dalam usaha-usaha yang mengarah

pada pencapaian tujuan organisasi. Adanya suatu ke-ajeg-an mencerminkan

motivasi untuk mencapai tujuan yang selalu menjadi usaha kerasnya. Keajegan

adalah cara kerja yang menjadikan kualitas dari nilai kerja itu sendiri. Ke-ajeg-an

dalam kerja menghasilkan nilai kerja yang lebih berkualitas dari suatu bentuk

18 kerja. Sementara nilai kualitas juga dapat diperoleh dari bentuk pengawasan di

dalam organisasi. Disinilah peranan kepemimpinan menjadi sangat diperlukan.

Para ahli teori perilaku biasanya meletakkan motivasi tidak hanya sebagai

awal dari perilaku, melainkan juga sebagai suatu pemikiran niat perbuatan

seseorang. Jadi, motivasi selalu mendahului nilai kerja (motivation precedes work

values) ataupun tindakan (motivation precedes action). Niat seseorang

mempunyai berbagai dasar pemikiran seperti kepentingan (interest) yang biasanya

juga bertaut dengan suatu kemauan atau kehendak yang bertingkat-tingkat dari

berbagai ragam kebutuhan (needs) yang kemudian menjelma menjadi suatu

perilaku yang nyata. Salah satu pandangan yang bertautan antara kepentingan dan

kebutuhan adalah teori yang banyak dibicarakan ilmuwan yang dikembangkan

oleh Abraham Maslow.

Maslow memulai dengan teorinya yang disederhanakan pada kebutuhan

manusia dari yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs)

seperti kebutuhan makan dan minum dan kebutuhan seks; diikuti oleh kebutuhan

keamanan (security or safety needs); kebutuhan akan bermasyarakat dan cinta

(love and social needs); dan kebutuhan akan pengakuan (esteem needs) - sampai

pada yang terakhir adalah kebutuhan menampilkan jagad-diri manusia (self

actualization needs) (Maslow, 1970).

Abraham Maslow mengembangkan teorinya lebih jauh dalam buku yang

selanjutnya menjadi kajian klasik dalam subjek ini (Maslow, 1970). Pemikiran

Maslow tersebut mendapat banyak kritikan sehingga melahirkan pemikiran

rintisan lain terutama dalam pandangan teori konten (content theories) di mana

Maslow juga menjadi salah satu perintisnya. Disini dia mengindikasikan bahwa

pada akhirnya manusia juga membutuhkan kehidupan spiritual yaitu nilai agama

yang juga memainkan peranan sangat penting bahkan meliputi keseluruhan tangga

teori motivasi.

Masih dalam pemikiran teori motivasi, ada juga pemikiran yang dirintis

oleh McGregor (1960). Dalam bukunya yang lain, pemikiran ini dikembangkan

lebih jauh dengan membagi motivasi dalam Teori X (Theory X) dan Teori Y

(Theory Y) secara lebih luas lagi. Dalam teori X, McGregor (1960) mendasarkan

pemikirannya pada suatu anggapan bahwa orang pada dasarnya tidak suka

19 bekerja. Pemikiran dari McGregor ini menganggap bahwa dalam bekerja pada

umumnya manusia malas dan hanya ingin keamanannya terjamin. Dalam bekerja,

orang lebih suka berleha-leha dan selalu membutuhkan bimbingan serta

pengawasan dan harus diberi rasa takut agar mereka bekerja dengan baik dan

benar.

Oleh karena itu, apabila pemimpin melihat keadaan seperti yang

digambarkan di atas, maka pemimpin itu sendiri cenderung menjadi orang yang

menuntut dan memaksa dengan keras pada bawahannya untuk bekerja dengan

baik. Seringkali pemimpin menjadi otoriter dalam keadaan yang demikian. Teori

ini mencerminkan gaya dari perilaku yang dilahirkan berbeda, terutama dengan

corak kepemimpinan yang lebih egaliter yang digambarkan sebagai teori Y.

Teori Y beranggapan bahwa manusia dalam bekerja cenderung seperti

ketika istirahat atau bermain. Anggapan lainnya adalah bahwa para pekerja

mempunyai komitmen pada tujuan organisasinya, mengendalikan diri untuk

mencapai tujuan organisasi dan berharap pada pengakuan dan balasan yang baik

pula. Teori Y juga berhasrat agar orang memimpin dirinya sendiri dan orang lain,

daripada rasa aman semata. Orang diharapkan agar mempunyai semangat inovatif

dan kreatif, suatu pemikiran yang melahirkan bentuk lain dari kepemimpinan

(McGregor, 1970).

Dalam teori Y, pemimpin cenderung melahirkan pemikiran yang lebih

egaliter kepada sesama para pekerjanya. Pemimpin cenderung bekerja bersama (to

work with people) orang lain dan bukan hanya melalui (and not only through and

with other people) melainkan menguasai orang lain (over-ruling other people’s

thinking) yaitu memaksa pemikirannya pada orang lain, maka pemimpin bukan

lagi memimpin (leading) akan tetapi menjadi menguasai (ruling). Apabila

pemimpin menjadi asyik dengan posisi kekuasaannya, maka seorang cenderung

menjadi penguasa yang memimpin dan bukan pemimpin yang berkewenangan.

Pemikiran tentang motivasi mempunyai ciri adanya usaha yang dikerjakan.

Usaha ini tercermin dalam nilai yang melahirkan perilaku. Jadi, perilaku manusia

sangat dipengaruhi lingkungan dalam organisasi dimana dia berada. Kata

dipengaruhi menjelaskan adanya hubungan yang erat antara pribadi orang dalam

suatu sistem sosial yang organik dengan lingkungannya.

20

Pribadi seseorang bisa saja meliputi watak maupun temperamen yang

menjadi bawaan dirinya (ingrained in the self). Kedua hal tersebut terjelma dalam

nilai yang menjadi anutan kerjanya. Pribadi seseorang juga meliputi pengetahuan,

skill, sikap dan beberapa pengaruh yang didapat dari lingkungannya. McGregor

menyebutkan hal ini sebagai fungsi I. Semua yang dijelaskan sebagai fungsi I

terjelma dalam nilai yang lebih konkrit yang tidak dijelaskan oleh McGregor

sendiri. Sementara lingkungan digambarkan sebagai fungsi E. Oleh karena itu,

dirumuskanlah aksi kerja (Work Performance) dengan rumusan sebagai berikut:

P = f( I, E)

P = f {I( a,b,c,d,) …E( m,n,o,p…)}

dimana, P adalah kinerja atau perilaku, I adalah berbagai karakteristik dari para

individu dan E adalah environment atau lingkungannya yang mempengaruhi

maupun dipengaruhi oleh P maupun I. Secara singkat seluruh performance (P)

atau perilaku seseorang, baik yang didapat dari pendidikan, keahlian atau

pengalaman, sikap dan tindakan adalah cermin atau terjemahan dari nilai kerja

seseorang dari dalam organisasi dan tertuju pada lingkungan dalam dan luar

organisasi (Gregor, 1967).

Motivasi belum menjadi perilaku yang ekspresif selama manusia belum

melakukan suatu tindakan (aksi dari dirinya) dan tidak ada aksi kecuali ada nilai

yang mendasarinya. Motivasi hanya merupakan suatu suasana batin yang tidak

kita ketahui, kecuali bagi dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri yang

menganggap bahwa ia akan berbuat seperti apa yang dituntut oleh organisasinya.

Motivasi bisa memberi warna pada tingkah laku (behaviour) sehari-hari,

sedangkan perilaku merupakan jelmaan dari nilai kerja dalam bentuk norma yang

mengatur kerjanya itu, yaitu: dari apa dan bagaimana yang harus diperbuat; serta

peran atau tugas yang diembankan pada seseorang dalam suatu struktur organisasi

yang ada. Jadi, motivasi dalam kenyataannya merupakan penjelmaan dari nilai

dasar seperti agama dan budaya yang dianutnya maupun nilai keseharian yang

didapat dari pendidikan maupun pergaulannya dan yang tertuju pada tujuan di

lingkungan dari organisasinya.

Pertama, motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi jelas akan

dipengaruhi pula oleh lingkungan luar organisasi (external organizational

21 environment) maupun lingkungan dalam organisasi (internal organizational

environment) itu sendiri. Keduanya hal tersebut akan menjelma pada suatu bentuk

persepsi dan proyeksi dalam bentuk perilaku (behaviour) dalam melaksanakan

tujuan (objective) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi

(internal organizational environment). Sementara nilai kerja mendahului dan

mendasari perilaku kerja seseorang atau sekelompok orang.

Kedua, perilaku itu sendiri ada penyebabnya (caused by). Penyebabnya

biasanya dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi yang bisa saja melahirkan

motivasi. Perilaku juga mempunyai dampak (effect) pada lingkungan luar

organisasi (Kolasa, 1970). Penelitian ini sebenarnya merupakan kajian dari

sebagian aspek budaya kerja dari mereka yang bekerja di bandara yaitu

lingkungan dalam yang berkaitan dengan lingkungan luar organisasi. Oleh karena

itu, kurangnya mutu pelayanan dapat diartikan sebagai akibat dari kurangnya

perhatian manusia yang bekerja terhadap nilai-nilai kerjanya sendiri yang

membentuk peran dan norma organisasi serta turut mempengaruhi kinerja di

lingkungan luar organisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan yang baik hanya bisa

terjadi apabila nilai kerja yang dianut mempunyai pengaruh pada lingkungan

organisasi yang ada secara signifikan.

Nilai yang berpengaruh saja tidak akan cukup. Oleh karena itu, penelitian

ini juga perlu mencari nilai apa saja yang ikut mempengaruhi atau yang

sebenarnya ikut mendukung nilai utama yang berpengaruh pada lingkungan

luarnya itu. Penelitian ini memfokuskan diri pada perilaku yang merupakan faktor

yang berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Fokusnya pada perilaku

keseluruhan karena sebagian besar kerusakan yang dihadapi masyarakat sekarang

ini berpusat pada perbuatan kolektif manusia yang secara sadar maupun tidak

sadar membantu merusak lingkungan. Sedangkan penyebabnya adalah nilai-nilai

yang terkait yang juga ikut mempengaruhi nilai utama yaitu nilai pendukung yang

menyebabkan perilaku tersebut terjadi (caused behaviour). Dengan demikian,

kerusakan harusnya dapat diperkirakan terlebih dahulu agar tidak terjadi, jika nilai

pendukung utama juga di perhitungkan sebagai nilai yang berpengaruh pada nilai

keseluruhan.

22

Dalam motivasi, lingkungan luar dapat menjadi sumber inspirasi bagi

mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi di manapun mereka berada

dan tidak terkecuali di bandara itu sendiri. Padahal perilaku manusia pada

dasarnya berbeda dengan kemauan kerjanya. Ada diantara mereka yang gigih

dibanding dengan teman kerja lainnya. Mereka itulah yang lebih berhasil dalam

menjalankan tugas dibandingkan teman lainnya sesama rekan pekerja.

Adanya nilai kerja yang lebih dan yang kurang gigih adalah cerminan dari

motivasi kerja yang sesungguhnya. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak melihat

perilaku orang per-orang melainkan melihat perilaku secara keseluruhan dari

semua yang bekerja di lingkungan bandara. Namun, hal ini tidak berkaitan dengan

suatu diskursive yaitu suatu gagasan yang banyak bergulir tanpa suatu rencana.

Akan tetapi, hal tersebut terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan

apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui oleh masing-masing pekerja.

Dengan demikian, arti nilai (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para

individu yang melakukan suatu tindakan. Jadi, ekspresi yaitu membuat informasi

tersedia bagi orang lain bukanlah tindakan akhir melainkan efek sampingan dari

tugas yang mau dijalankan dengan nilai kerja yang ada (Goffman, 1980).

Motivasi dalam pandangan ini juga merupakan esensi yang terdalam dari

manusia (inner-self wishes), sedangkan nilai adalah bentuk lahiriah (expressive

wishes) dari nilai yang terdalam itu yaitu motivasi. Adapun yang dimaksud

dengan nilai yang terdalam adalah ajaran baku yang tertanam pada diri seseorang

seperti agama, budaya dan pendidikan yang juga ikut membentuk motivasi dari

mereka yang bekerja. Ajaran yang baku ini juga menjadi alat interpretasi dari diri

(the objective interpretation of and by the self) yang menerjemahkan apa yang

dipersepsikannya secara fleksibel dari luar diri.

Motivasi dapat dibentuk melalui proses persepsi dari mereka yang bekerja

yang biasanya menangkap dari lingkungan luar dirinya (outer-self inwardly)

(Burger dan Luckmann 1969). Rajin atau malas seseorang juga dibentuk oleh

keadaan yang membentuk dirinya sendiri maupun lingkungan luar organisasi yang

berpengaruh membentuk sikap tersebut. Oleh karena itu, terdapat siklus yang

saling mempengaruhi antara motivasi yang mendasari nilai kerja, walaupun bukan

23 nilai kerja yang merupakan cermin dari lingkungan dalam yang berpengaruh

kemudian menjelma dalam nilai kerja.

Persepsi merupakan daya tangkap manusia yang dipengaruhi oleh

lingkungan luar organisasi termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan dan

lingkungan alaminya. Dengan perkataan lain, persepsi merupakan suatu proses

daya tangkap oleh diri yang sekaligus memberi interpretasi terhadap lingkungan

luar (outer phenomena is perceived as problems by the inner-self through the

interpretation of basic or acquired values). Pengaruh nilai kerja terdapat dalam

organisasi di mana mereka yang bekerja. Sedangkan proses persepsi tidak luput

dari pengaruh nilai dasar yang dianut oleh seseorang yang secara bersamaan

dengan nilai kerja dalam memberi interpretasi dari fenomena yang diamati atau

yang ditangkap oleh diri (the self) dari lingkungan luarnya (Toch dan Smith 1968).

Hal yang ingin dicari dari penelitian ini adalah nilai kerja yang

berpengaruh secara signifikan. Jadi, pembahasan yang dilakukan dalam penelitian

ini terkait dengan nilai-nilai dasar yang dapat memelihara lingkungan atau yang

sangat berpengaruh pada lingkungan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada nilai

dasar yang dipengaruhi oleh motivasi (sebagai faktor terdalam dari manusia)

maupun persepsi yang juga membantu membentuk motivasi orang untuk bekerja

dan yang kemudian melahirkan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari

mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi.

Motivasi menurut pandangan Katerberg dan Blau (1983) mempunyai

beberapa ciri yaitu adanya usaha (effort) yang menggambarkan usaha orang dalam

suatu kegiatan yang mencerminkan kekuatan sebagai pendorong motivasi menjadi

tingkah laku kerja (work related behaviour). Kerja keras dapat berarti motivasi

kerja tinggi, tetapi bisa juga merupakan hasil kerja sehingga kerja yang dilakukan

menjadikan motivasi tinggi. Orang yang bekerja di depan tungku api tidak bisa

kerja dengan lengah. Oleh karena itu, kerja harus selalu mempunyai motivasi yang

tinggi. Motivasi merupakan akibat dari bentuk kerjanya itu sendiri.

Motivasi diibaratkan sebagai jantungnya manajemen karyawan.

Mangkuprawira (2008) memberikan definisi motivasi sebagai dorongan yang

membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan

24 tertentu. Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi

pada tingkat komitmen seseorang (Stoner et al., 1996).

Menurut Mangkunegara (2000) untuk mempermudah pemahaman

motivasi kerja, maka perlu diketahui pengertian motif, motivasi dan motivasi

kerja. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu

dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,

sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu

mencapai tujuan dari motifnya.

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja

bawahan, agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan

keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja

mengharapkan karyawan yang ”mampu, cakap dan terampil”, tetapi yang

terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja

yang optimal (Hasibuan, 2003).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang permanen dan terus-menerus dan

diusahakan secara berkelanjutan (persistence), kecuali orang sudah menjadi

lumpuh. Maka motivasi dapat pula menjadi bentuk pengobatan bagi kesembuhan

bukan untuk kerja. Disini motivasi adalah usaha yang selalu mempunyai tujuan

(goal directed) (Katerburg dan Blau 1983). Motivasi juga mengenal teori proses

(process theory). Teori kebutuhan - yang dalam hal ini masuk dalam teori konten

(content theory) – yaitu berbicara mengenai apa yang menggugah motivasi, maka

teori proses yang mengemuka adalah terjadinya proses motivasi yang

sesungguhnya.

Clayton Alerter menghaluskan sekaligus memperluas pandangan dari

Maslow. Clayton mengatakan bahwa kebutuhan itu terkait dengan kebutuhan

untuk eksis (existence needs) yang mencakup safety dan physiological dalam

pandangan Maslow. Begitu juga ada kebutuhan untuk keterkaitan (relatedness)

yang mencakup social dan self esteem needs. Sementara pandangan yang lain

adalah pertumbuhan (growth) yang mencakup self esteem itu sendiri dan self

actualization needs dalam pandangan Maslow sebagaimana dikutip oleh Alerter

(1972). Masih banyak lagi teori dari kebutuhan ini seperti yang dikembangkan

oleh McClelland, Herzberg, dan lain-lain.

25

Fredrick Herzberg melihat motivasi sebagai suatu sarana untuk membuat

para pekerja lebih senang karena diberi tanggung jawab. Dengan demikian, terjadi

adanya pengakuan terhadap orang yang bekerja. Tanggung jawab menimbulkan

rasa pencapaian akan suatu hasil dan dapat mengetahui bagaimana hasil kerja dari

seseorang. Dari segi ini Fredrick Herzberg mempunyai segi yang kurang lebih

sama dengan motivasi orang Yunani dahulu, yaitu adanya tujuan yang

menyenangkan. Dari segi kesenangan (happiness) maka motivasi yang

digambarkannya memberi gambaran yang hedonistics.

Teori motivasi Frederick Herzberg dikembangkan oleh Herzberg pada

tahun 1959. Teori ini menyatakan bahwa motivasi kerja ditentukan oleh dua

faktor. Pertama, adalah faktor yang membuat karyawan merasa puas bekerja

(satisfiers), yaitu faktor-faktor yang membuat karyawan merasa senang atau puas

dan mendorong motivasi kerja (Motivation Factors). Faktor ini bersifat intrinsik

yang artinya bersumber dari dalam diri seseorang dan selalu dihubungkan dengan

isi pekerjaan seperti, pencapaian tujuan, prestasi (achievement), berhubungan

dengan keberhasilan melakukan pekerjaan, memecahkan masalah,

mempertahankan pendapat dan merasakan/melihat hasil pekerjaan, pengakuan

(recognition) mendapat perhatian dari orang/pihak lain (teman, atasan, perusahaan

atau organisasi), pekerjaan itu sendiri (work it self) cara-cara melaksanakan

pekerjaan sehari-hari atau tugas yang harus dilaksanakan untuk menyelesaikan

pekerjaan, tanggung jawab (responsibility) wewenang dan tanggung jawab

pekerjaan, status (advancement), perubahan status dari posisi seseorang di dalam

organisasi, peningkatan dan pengembangan.

Kedua, yaitu hygiene factor adalah faktor yang dapat menimbulkan rasa

tidak puas kepada pegawai (de-motivasi) atau faktor yang menghambat motivasi

kerja. Faktor-faktor ini bersifat ekstrinsik yaitu berada di luar diri dan selalu

dihubungkan dengan pekerjaan, seperti kebijakan perusahaan dan administrasi

(company policy and administration) meliputi kebijakan organisasi, jalur

komunikasi di organisasi dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan,

supervisi (supervisor) pengawasan yang diterima seseorang dalam menjalankan

tugasnya, termasuk kemampuan atasan dalam menjalankan tugasnya, termasuk

kemampuan atasan dalam melaksanakan pengawasan; teknis (technical),

26 hubungan antar pribadi (interpersonal supervisor), kondisi kerja (working

condition) meliputi kondisi fisik tempat bekerja, jumlah pekerjaan, atau fasilitas

yang tersedia untuk melaksanakan pekerjaan; upah (wage) semua imbalan

material yang diterima seseorang di dalam melaksanakan pekerjaannya, teknis,

dan rasa aman.

Selanjutnya, apabila faktor-faktor hygiene ini diperbaiki, maka tidak ada

pengaruhnya terhadap sikap kerja yang positif. Sebaliknya jika dibiarkan tidak

sehat, maka pegawai hanya akan merasa kecewa atau tidak puas. Faktor hygiene

menggambarkan hubungan kerja dengan konteks atau lingkungan ditempat

pegawai melaksanakan pekerjaannya (job contex).

Antara teori Maslow, Herzberg dan McClelland hakikatnya adalah sama.

Sebab faktor motivator dari Herzberg sama dengan kebutuhan harga diri dan

aktualisasi diri dari Maslow, serta kebutuhan berprestasi dan kebutuhan kekuasaan

dari McClelland. Begitu pula faktor hygiene dari Herzberg, pada dasarnya adalah

sama dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan kebutuhan sosial dari

Maslow, serta kebutuhan afiliasi dari McClelland (Gibson et al., 2005).

Maslow Herzberg McClelland

Gambar 2. Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland

Dari ketiga teori mengenai motivasi tersebut, model Herzberg merupakan

suatu model yang lebih relevan dibandingkan dua teori lainya. Teori Maslow,

mempunyai kelemahan, yaitu karena adanya tingkatan kebutuhan dari individu

sehingga dapat diartikan bahwa individu akan lebih berusaha untuk memenuhi

kebutuhan yang paling tinggi terlebih dahulu, baru kemudian memenuhi

kebutuhan yang kurang penting selanjutnya. Padahal setiap individu selalu

5. Aktualisasi diri 4. Penghargaan

3. Rasa sosial 2. Keselamatan dan

keamanan 1. Fisiologis

Motivator’s: 1.Prestasi 2.Pekerjaan sendiri 3.Pengakuan 4.Tanggung jawab 5.Status Hygiene’s: 1.kebijakan dan adm 2.Supervisi teknis 3.Upah 4.Hub. interpersonal 5.Kondisi kerja

1. Kebutuhan akan prestasi

2. Kebutuhan akan

kekuasaan

3. Kebutuhan akan affiliasi

27 berusaha memenuhi semua kebutuhanya secara sekaligus. Sebagai contoh

individu tidak harus makan dahulu sebelum melakukan interaksi dengan individu

lainnya.

Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), teori Maslow memiliki

kelemahan. Maslow dalam teori piramida motivasinya menempatkan aspek

aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi. Padahal, masih ada kebutuhan yang

levelnya lebih tinggi lagi yaitu self transcendence, yaitu hidup itu mempunyai

suatu tujuan yang lebih tinggi dari dirinya.

Teori McClelland membagi motivasi berdasarkan tiga bagian, yaitu

kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi.

Dalam lingkungan kerja, motivasi seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh ketiga

faktor tersebut saja, tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi motivasi

individu, seperti dalam aspek rohani dan kenyaman kerja. Selain itu motivasi tidak

hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja seperti keinginan untuk berprestasi saja,

atau lebih didominasi oleh keinginan akan kekuasaan saja, tetapi banyak faktor

lain yang lebih luas dan saling mendukung atau jika disimpulkan teori ini

menyebutkan bahwa motivasi seseorang didominasi oleh satu kepentingan

tertentu yang dianggap paling penting, padahal motivasi seseorang untuk

melakukan sesuatu sangat beragam dan komplek, atau dengan kata lain teori ini

tidak berbeda jauh dengan teori Maslow. Sementara, teori dua faktor Herzberg

menjelaskan bahwa motivasi yang dapat mempengaruhi karyawan dapat berasal

dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Teori Herzberg ini mencakup

segala hal yang mempengaruhi motivasi individu, karena mencakup sisi internal

dan eksternal tersebut, sehingga tidak hanya ditinjau dari hanya satu sisi saja.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai motivasi diatas, maka motivasi

dapat disimpulkan sebagai sebuah dorongan dan gairah kerja agar karyawan mau

bekerja keras dan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk

mewujudkan tujuan bersama yaitu tujuan karyawan dan organisasi. Sedangkan

karyawan yang tidak memiliki motivasi dicirikan antara lain sering stres, sakit

fisik, malas bekerja, kualitas kerja rendah, komunikasi personal yang kurang, dan

masa bodoh dengan tugas pekerjaannya.

28

Motivasi adalah kerja yang mempunai arah dan tujuan (goal direction),

yaitu apa yang dibuat sebagai arahan dari organisasi yang menjadi tempat

pijakannya. Bentuk motivasi ini ada misalnya dalam organisasi olah raga dalam

organisasi di PT. Angkasa Pura I. Begitu juga arahan pada kegiatan budaya dan

sosial di organisasi manapun. Motivasi adalah cermin dari niatan dalam hati dan

sesuatu yang ingin dicapai oleh orang. Segala usaha dikerahkan untuk mencapai

apa yang menjadi angan-angannya. Keteguhan dalam mengambil tindakan dari

seseorang menjadi gambaran dari motivasinya secara nyata. Namun, segala

bentuk motivasi itu hanya bergerak sejauh hati dan pikiran yang dihayati orang

sejak awalnya. Jadi ada unsur tersembunyi pada diri orang, walaupun sudah ada

arahan dari organisasi dimana tempat bekerja.

Gambar 3. Motivasi Kolektif dalam Organisasi

Bahkan apabila tindakan sudah dilakukan, motivasi bisa saja tidak

terungkap. Namun, nilai kerjalah yang mengkaitkan dengan perilaku maupun

tujuan yang ingin dicapainya. Tidak semua teori motivasi ini akan dibicarakan

disini karena segala teori mengenai motivasi ini akhirnya hanya akan menjelma

dalam nilai-nilai kerja yang aktual. Berbagai teori tersebut hanya akan

memberikan anggapan dasar yang hendak dijabarkan dalam penelitian dengan

nilai yang akan disusun dalam bentuk pertanyaan. Gambaran ringkas secara garis

Pengaruh Lingkungan Luar

Lingkungan Dalam

Persepsi Motivasi Diri (self)

Proyeksi

Nilai Kerja

Norma

Peran

P o e r r g i a l n a i k s u a s i

L i n g k u n g a n

S B A

Teknologi

Proses

Struktur

29 besar dari sistem motivasi manusia yang bergerak dalam organisasi disajikan pada

Gambar 3.

2.4. Konsep Nilai Kerja

Sebelum membahas mengenai definisi dan konsep nilai kerja, penting

untuk dibahas terlebih dahulu konsep kinerja. Mangkuprawira dan Hubeis (2007)

menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil dari proses pekerjaan tertentu secara

terencana pada waktu dan tempat dari karyawan, serta organisasi bersangkutan.

Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dari sisi jumlah dan mutu tertentu,

sesuai standar organisasi atau perusahaan. Hal itu sangat terkait dengan dengan

fungsi organisasi dan atau pelakunya. Mangkuprawira dan Hubeis menambahkan

bahwa agar diperoleh hasil sesuai standar perusahaan dan industri, maka kinerja

perlu dikelola. Untuk itu, perusahaan perlu mengelola faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan.

Robbins (2006) mendefinisikan kinerja sebagai fungsi dari interaksi antara

kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Kesempatan kerja itu sendiri merupakan

tingkat kinerja yang tinggi yang merupakan sebagian fungsi dari ada tidaknya

rintangan-rintangan pengendali perilaku pegawai tersebut. Hubungan ketiga faktor

tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Robbins (2006)

Gambar 4. Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan

Pernyataan Robbins (2006) hampir sama dengan pernyataan Hersey dan

Blanchard (1994) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari

motivasi dan kemampuan, dimana penilaian kinerja yang baik didasarkan pada

derajat kesediaan dan kemampuan tertentu yang mendukung individu tersebut

melaksanakan pekerjaan yang dihadapinya. Namun, kondisi tersebut tidak

langsung memberikan dampak peningkatan kinerja tanpa didukung oleh

Kemampuan

Motivasi Kesempatan

30 pengarahan dari atasan, pemahaman terhadap pekerjaan, dan lingkungan tempat

bekerja.

Mathis dan Jackson (2002) mengatakan bahwa kinerja dapat diartikan

sebagai sesuatu hal baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan. Mathis

dan Jackson menambahkan bahwa kinerja karyawan sangat berpengaruh terhadap

produktivitas perusahaan. Pengaruh ini dapat dilihat dari seberapa banyak

kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi, yang meliputi: kuantitas

output, kualitas output, dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan, sikap

kooperatif, dan kehadiran di tempat kerja.

Pimpinan suatu organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja

antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah

pengawasannya, walaupun pegawai-pegawai bekerja bekerja pada tempat yang

sama. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu

faktor individu dan situasi kerja (As’ad, 2000). Gibson et al., (2005) menyatakan

bahwa terdapat tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi

kerja atau kinerja, yaitu:

1. variabel individual; terdiri dari kemampuan dan keterampilan (mental dan

fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, penggajian), dan demografis

(umur, asal-usul, jenis kelamin).

2. variabel organisasional; terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur, dan desain pekerjaan.

3. variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi,

dan kepuasan.

Timple dalam Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa pencapaian

kinerja dipengaruhi oleh faktor internal (disposisional), yaitu dihubungkan dengan

sifat-sifat seseorang, dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari

lingkungannya, seperti perilaku, sikap, dan tindakan dari rekan-rekan kerja,

bawahan, atau pimpinannya, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Pernyataan

Timple berbeda dengan pernyataan Simamora dalam Mangkunegara (2005),

dimana Simamora berpendapat bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu

faktor individual, faktor psikologis, dan faktor organisasi. Faktor individual

meliputi kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi. Faktor

31 psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi.

Sementara itu, faktor organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan,

penghargaan, struktur, dan job design.

Berdasarkan kerangka teori tentang kinerja yang dikemukakan oleh para

pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan mencakup aspek

tangible dan intangible, sehingga dalam penilaian output dari kinerja harus

memperhatikan kedua aspek tersebut. Dalam berbagai kajian penelitian sumber

daya manusia, kinerja seringkali dijadikan tolak ukur atau indikator akhir

penelitian. Hal ini dikarenakan kinerja merupakan suatu tolak ukur keberhasilan

pelaksanaan suatu organisasi.

Ukuran dari kinerja dapat ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek

pemasaran, operasional, keuangan, dan sumber daya manusia, dengan berbagai

macam alat ukur yang berbeda-beda. Dalam sisi sumber daya manusia, kinerja

dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung lainnya, seperti kenyamanan kerja,

motivasi, kompensasi, budaya, nilai kerja, dan sebagainya.

Suatu nilai kerja diperoleh dari kaitan atau hubungan antara persyaratan,

seperti kebutuhan sosial (social needs) dengan kepuasan lingkungan

(environmental satisfaction) yang mempengaruhinya. Demikian pula lingkungan

sangat dipengaruhi oleh hasil dari nilai kerja yang ada.

Nilai kerja adalah suatu kesadaran dari setiap pencapaian organisasi

terhadap kepuasan yang akan terjadi di lingkungan luar organisasi. Hal ini hanya

terjadi apabila terjadi sebagai kepuasan yang dirasakan di lingkungan luar

organisasi dan yang menimbulkan pula kesadaran dengan menjadikan kepuasan

pada nilai kerja yang terpilih secara berarti (significant) di lingkungan dalam

organisasi yang ada. Oleh karena itu refleksi dari motivasi nilai kerja yang begitu

banyak di lingkungan dalam organisasi terasa kemudian di lingkungan luarnya,

begitu pula sebaliknya.

Teori nilai kerja adalah refleksi dari hubungan antara motivasi (motivation)

dan pelayanan yang ada (services). Ia juga merupakan kaitan antara (performance)

di dalam organisasi dan harapan orang lain (expectations of others) di luar

lingkungan organisasi. Teori nilai merupakan rasa kesungguhan (seriousness) dan

32 harapan dari orang lain (the importance of hope of others). Suatu perbedaan antara

seleksi nilai (value selections) dan kepuasan nilai (value satisfactions).

Kepuasan tersebut dapat dibuat sebagai suatu peringkat dari yang paling

menentukan dan yang kurang menentukan, bahkan tidak menentukan. Oleh karena

itu, perlu ada penilaian kepuasan orang di lingkungan organisasi yang ada. Begitu

juga kepuasan yang terjalin antara lingkungan dalam dan lingkungan luar

organisasi.

Dengan demikian nilai kerja adalah sesuatu yang relatif mempunyai arti

kualitas terhadap suatu objek. Kualitas yang ada dalam wujud yang baik maupun

yang buruk bergantung pula pada dampak yang akan terjadi sebagai akibatnya.

Jadi nilai adalah sesuatu yang tidak harus selalu terkait dengan lingkungannya,

bukan juga sesuatu yang menjadi bagian dari lingkungan luar yang ada. Namun,

bukan juga sesuatu yang bebas dari kaitannya dengan lingkungan luar organisasi

itu sendiri. Sekali nilai bergerak maka akan terasa di lingkungan luarnya. Dengan

perkataan lain, nilai yang dirasakan bergantung dari bagaimana totalitas perilaku

yang ada dari berbagai nilai yang dilaksanakan.

Menurut Schwartz dan Bilsky (1987), nilai kerja mencerminkan adanya

keterkaitan ciri-ciri antara berbagai definisi mengenai nilai ini, antara lain adalah

mempunyai aspek: (1) konsep (concepts) dan kepercayaan (beliefs); (2) suatu

keadaan akhir yang diinginkan (desirable end states) atau perilaku yang

melampaui situasi yang spesifik; (3) penuntun seleksi dan evaluasi (guides for

selections and evaluation) dari perilaku dan kejadian atau tindakan; (4) tersusun

atas dasar kedudukan kepentingan yang relatif. Dalam penelitian ini, nilai

digambarkan sebagai kualitas yang ditunjukkan oleh orang yang melakukannya

dan yang berdampak pada lingkungannya.

Pemikiran mengenai nilai kerja yang terkait dengan organisasi banyak

sekali. Suatu teori nilai kerja harus bergerak lebih jauh dari sekedar ciri-ciri nilai

yaitu hubungan antara kepuasan atau kebutuhan dan lingkungan yang ada. Nilai

kerja baru mempunyai arti yang penting apabila nilai tersebut mempunyai

maknanya masing-masing terhadap perubahan yang terjadi dalam waktu yang

berjalan (Schwartz dan Bilsky, 1987).

33

Ada anggapan bahwa para individu mempengaruhi lingkungan dengan

cara yang sesuai dengan tindakan atau perilakunya (Goffman, 1980). Tindakan

dan perilaku adalah refleksi dari nilai yang diketahui dalam berorganisasi. Dalam

hal ini, nilai dapat pula digambarkan sebagai adanya nilai yang relatif tinggi

(higher order of values) dan nilai yang relatif rendah (lower order of values). Nilai

yang mempunyai makna yang tinggi adalah nilai yang lebih luas dan yang bersifat

stabil serta melingkupi keseluruhan organisasi. Contoh dari nilai yang tinggi

adalah sikap respect bagi para pegawai yang bekerja pada mereka yang dilayani.

Sementara yang mempunyai arti yang lebih rendah adalah nilai yang merupakan

strategi dari manajemen yang sekarang sedang memimpin dan yang cukup adaptif

terhadap perubahan di dalam lingkungan. Dalam penelitian ini lebih banyak

perhatian yang tertuju pada nilai yang relatif lebih rendah yang mempengaruhi

pada lingkungannya. Kenyataan yang ada di dalam suatu lingkungan adalah

refleksi dari perilaku yang menghasilkan simbol dan tanda-tanda.

Nilai terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan apa yang

sebenarnya terjalin dan yang diketahui serta direncanakan - walaupun tersembunyi

- sebagai suatu tindakan. Dengan demikian, perilaku yang mempunyai arti

(meaning) sangat terkait dengan konteks dari para individu yang melakukan suatu

tindakan (behaviour). Sedangkan arti (meaning) ini juga merupakan refleksi dari

nilai kerja yang sedang dijalankannya dalam berorganisasi. Jadi, ekspresi perilaku

(behavioural expression) yaitu membuat informasi tersedia bagi orang lain bukan

sebagai tindakan akhir (end result), melainkan merupakan efek samping (side

effect) dari perilakunya (Goffman, 1980).

Interaksi nilai kerja adalah nilai-nilai yang dianut oleh para pimpinan, staf

dan karyawan secara keseluruhan dalam kerjanya, yaitu dari mereka yang berada

di lingkungan dalam organisasi yang melayani lingkungan luarnya. Sedangkan

pada lingkungan luar yaitu manusia yang bukan karyawan, tetapi terkait dengan

bandara yang berada di lingkungan luar bandara karena keperluan atau

kebutuhannya. Lingkungan luar juga meliputi lingkungan sosial yaitu mereka

yang dilayani, tetapi tidak bekerja di organisasi.

Adanya keterkaitan antara kedua hal tersebut karena adanya kebutuhan

untuk melayani organisasi dengan sebaik-baiknya yang terkait dengan mereka

34 yang membutuhkan pelayanan yang baik. Begitu juga lingkungan buatan

(fisiknya) seperti gedung-gedung, landasan pesawat terbang dan lingkungan alami

yaitu di mana bandara itu berada dengan segala sentuhan tangan manusia yang

membuat lapangan terbang itu bisa turun dan naik dengan aman dan lingkungan

terasa menarik.

Ketiga aspek lingkungan ini merupakan lingkaran yang saling bersentuhan

dan bertemu di titik tengah lingkaran. Keterkaitan ini juga dimungkinkan oleh

karena adanya unsur lain yang bergerak sekaligus, yaitu unsur manusia dalam

proses sistem sosial dan proses sistem organisasi. Keduanya bergerak sebagai

suatu sistem yang terpadu dan terkait antara berbagai elemen organisasi. Dalam

proses kedua unsure tersebut, manusia menjadi unsur sentral dalam menggerakkan

seluruh kegiatan organisasi dalam kesatuan gerak dan keseluruhan struktur

organisasinya dalam suatu tindakan yang padu.

Budaya menunjukkan bahwa pilihan nilai oleh manusia untuk berbuat

sesuai dengan nilai yang dianutnya dan diterjemahkannya dalam bentuk tindakan

keseharian yaitu suatu ritual yang menciptakan menciptakan iklim (climate).

Memilih nilai (values) adalah bentuk perilaku yang terikat dalam suatu koherensi

secara menyeluruh (coherent whole) dari sistem sosial maupun organisasi sebagai

suatu sistem yang terbuka. Pembentukan pola (pemolaan) dan integrasi (karena

berlaku sama bagi setiap orang) ini adalah esensi dari budaya (pattern of culture)

(Schein, 1997).

Sumber: Stinchcombe (1968)

Gambar 5. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Lingkungan

Motivasi Nilai Kerja

Norma

Peran

Perilaku

Organisasi

Tujuan

Organisasi

Melayani di Lingkungan

Sosial, Lingkungan buatan, dan Lingkungan

alami

35

Dikatakan sebagai budaya korporat karena adanya kesamaan pandang

(philosophy) dalam melaksanakan kerjanya sehari-hari. Begitu pula adanya simbol

yang sama yaitu pimpinannya yang dibanggakan oleh para anak-buahnya karena

kesuksesannya atas prestasi yang dicapainya dalam membawa kemajuan bagi

setiap kegiatan pelayanan yang dilakukannya itu. Selain itu ada pula doktrin

pelayanan yang sama dalam menjalankan organisasinya. Pengaruh nilai kerja

terhadap lingkungan disajikan pada Gambar 5.

Pengaruh kegiatan para karyawan, staf dan pimpinan pada lingkungan

dilakukan secara proporsional terhadap waktu yang diberikan sebagai bentuk

perhatian pada kegiatan masing-masing. Oleh karena itu aspek waktu yang perlu

diperhatikan adalah berapa banyak waktu yang diberikan untuk kegiatan yang

dapat mempengaruhi lingkungan. Hal ini tergantung pula dari waktu yang

diberikan kepada kelompok kerja. Kehadiran saja di dalam suatu lingkungan

hanya menghasilkan simbol dan tanda-tanda. Singkatnya para individu yang

bekerja akan memancarkan berbagai ekspresi yang ada dan berapa banyak jumlah

mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut (Stinchcombe, 1968).

Gambar 6. Sistem sosial dan Lingkungan

Faktor yang mendorong dan menggerakkan ketiga hal ini adalah motivasi

yang merupakan bagian terdalam dan tersembunyi. Hal ini mampu mendorong

Sistem Sosial

Motivasi kerja

Melahirkan Nilai kerja: Karyawan yang berinteraksi dan bersinergi dengan managerial skills di lingkungan dalam

organisasi

Norma

Role (peran)

Pelayanan Sosial

Perilaku sosial

Keberlanjutan Lingkungan S,B,A

Peningkatan Kualitas Pelayanan

Pelayanan Adaptif pada Lingkungan

36 manusia sebagai sistem sosial untuk menggerakkan organisasi seperti sosial,

ekonomi, budaya dan lainnya. Sub-unsur nilai dan norma melekatkan manusia

dalam berbuat menurut pikiran sehat yang melembaga. Menurut Buckley (1967):

A social system is characterized by an institutionalized value system. The social

system’s first functional imperative is to maintain the integrity of that value

system and its institutionalization. Sistem sosial dan lingkungan disajikan pada

Gambar 6.

Tidak ada sistem sosial maupun organisasi yang dapat memenuhi

kebutuhan energi sendiri atau bertahan sendiri. Faktor manusia adalah elemen

paling penting yang selalu dapat memperbaharui energinya, baik yang didapat dari

lingkungan dalam organisasi maupun dari lembaga lain atau dari luar. Oleh karena

itu, agar suatu organisasi dapat hidup terus (survive) maka harus selalu ada

pembaharuan dan penyegaran yang di dalam bahasa ilmu perilaku disebut sebagai

energi yang diperbaharui (renewable energy), bagi mereka yang berada di dalam

organisasi agar selalu terjadi keseimbangan (equilibrium). Sementara lingkungan

luar juga memberi masukan (input) bagi lingkungan dalam organisasi melalui

sesuatu yang disebut sebagai masukan kembali (feedback loop). Masukan tersebut

bisa saja datang dari luar organisasi di luar lingkungan seperti lingkungan usaha,

lingkungan budaya, lingkungan kesejahteraan dalam bentuk data dan informasi

lainnya. Semua ini untuk mereka yang berada di dalam organisasi agar dapat

memperbaiki energi yang hilang dan berjalan kembali sesuai dengan misi yang

diemban.

N or m a dan Peran

Sistem Orga nisasi

Nilai

M aintana nce S truc ture

Pe nga wasan, Stea dy S ta te dan Ke se im ba nga n

Nega tive Entropy

Sta bilitas dan F leksibilita s

Adapta bilitas dan Pr ediktabilita s

Kebe rla njuta n Lingkungan ter pelih ara

Sistem Sosia l

Gambar 7. Gerak Sistem Sosial dan Sistem Organisasi

37

Jadi, lingkungan disini tidak terlepas dari lingkungan sosial yang ada di

luar organisasi, yaitu mereka yang dilayani oleh segala perangkat yang ada di PT.

Angkasa Pura I yaitu di lingkungan sosial di dalam organisasi sebagai misi

organisasi. Gambar gabungan antara sistem sosial dan organisasi sebagai suatu

sistem dapat pula disederhanakan dalam bentuk seperti yang disajikan pada

Gambar 7.

Berdasarkan uraian mengenai konsep nilai kerja, maka pada penelitian ini,

indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur nilai kerja dirumuskan dari

berbagai teori nilai kerja dan hasil wawancara pra penelitian dengan pihak

manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16

indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif,

kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan,

penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan,

keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan,

dan kebersahajaan) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam

perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam

perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan,

rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian

terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access,

menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa

dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi

pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan

penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar

perusahaan.

2.5 Teori Kepedulian Lingkungan

Menurut Riwayadi dan Anisyah dalam Siregar (2010) kepedulian adalah

keadaan perasaan, pikiran, dan tindakan yang menghiraukan sekitarnya,

sedangkan masyarakat adalah sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang

membentuk peri kehidupan berbudaya. Kepedulian masyarakat dapat diartikan

sebagai sikap dan tindakan sekelompok orang yang berbudaya yang saling

menghiraukan atau mengindahkan sekitarnya.

38

Kepedulian merujuk kepada sikap dan perilaku menempatkan diri sendiri

dalam konteks kepentingan yang lebih luas, berusaha untuk memperhatikan

kepentingan pihak lain berdasarkan rasa memiliki dan tanggung jawab (Wirutomo

dalam Siregar, 2010). Kepedulian masyarakat bersifat sistemik, artinya secara

sadar paham bahwa tindakan seseorang/suatu kelompok akan berdampak negatif

pada kelompok lain, kesadaran tersebut mampu menimbulkan rasa senasib

sepenanggungan dan saling kerjasama. Dengan kata lain, kepedulian masyarakat

adalah suatu proses psikologis sekelompok orang berupa sikap dan perilaku yang

bertanggungjawab.

Kata kunci kepedulian terletak pada kata sikap dan perilaku di mana antara

sikap dan perilaku saling berhubungan satu sama lain. Definisi sikap cukup

beragam ditafsirkan oleh para ahli psikologi, salah satunya Azwar (2005)

berpendapat bahwa sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, perilaku, dan kognitif

terhadap suatu objek. Ketiga komponen ini secara bersama mengorganisasikan

sikap individu. Pendapat lainnya mengatakan sikap menentukan keajegan dan

kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau

kejadian-kejadian tetentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan

timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Sherif dan Sherif, 1956 dalam

Azwar, 2005).

Kepedulian seseorang terhadap lingkungannya tercermin dari perilakunya

yang dapat diamati sehari-hari. Perilaku ramah lingkungan dapat dibentuk sesuai

dengan yang diharapkan. Di mana cara pembentukan perilaku sesuai dengan yang

diharapkan ditentukan oleh tiga hal, yaitu (Walgito dalam Siregar, 2010):

• Pembentukan perilaku dengan kebiasaan (conditioning)

Dengan cara membiasakan diri, sehingga perilaku berwawasan lingkungan

yang dilakukan sehari-hari dan menjadi kebiasaan di dalam masyarakat

tersebut, seperti membuang sampah pada tempatnya, memelihara tanaman, dan

lain - lain.

• Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Dengan cara berlajar dari pengetahuan tentang berwawasan lingkungan,

sehingga dapat dipahami dan bagaimana seharusnya memperlakukan

39

lingkungan tersebut, seperti membaca dan mempelajari tentang dampak global

warming.

• Pembentukan perilaku dengan menggunakan model atau contoh (voluntary)

Dengan cara menirukan atau mencontoh perilaku pelopor atau tokoh

berwawasan lingkungan. Pembentukan perilaku dengan cara ini dianggap lebih

efektif saat ini karena masyarakat suka meniru apa yang kerjakan orang yang

dianggapnya menjadi panutan.

Kepedulian terhadap lingkungan bandara tidak mungkin bisa dilakukan

oleh orang lain, kecuali oleh mereka yang berada di lingkungan dalam dari

bandara itu sendiri dengan didukung oleh mereka yang berada di lingkungan luar

bandara (supportive motivation). Sebagaimana diketahui kepedulian yang

dilakukan melalui kebersihan, keindahan, kenyamanan, dan lainnya juga

mempunyai nilai penentu. Artinya, apabila kebersihan juga menjadi nilai yang

dependen, seperti juga lingkungan luarnya, maka seharusnya nilai dependen ini

juga mempunyai nilai penentunya yang independen, pula yang dalam hal ini

disebut juga sebagai nilai sub-penentunya. Nilai sub-penentu inilah yang

seringkali luput jadi perhatian dari para ilmuwan sosial terhadap lingkungannya.

Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sebagai suatu perwujudan

dari pembangunan yang berkelanjutan tercermin melalui praktek perilaku yang

ramah lingkungan. Perilaku ini tidak serta-merta datangnya tetapi dipengaruhi

oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah faktor nilai kerja. Kemampuan

masyarakat ini di mulai dari pengetahuan tentang manfaat, isu lingkungan, serta

pendekatan penyelesaian masalah lingkungan menjadi dasar pembentukan

motivasi seseorang. Keikutsertaan seseorang dalam kepedulian lingkungan akan

terlihat dari peran dan aktivitasnya sehari-hari dalam pengelolaan lingkungan itu

sendiri dan pada akhirnya menumbuhkan partisipasi untuk mengendalikan

kebijakan dan aturan yang diberlakukan dalam mewujudkan pembangunan yang

berkelanjutan. Seberapa besar kepedulian seseorang itu dapat diklasifikasikan

dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauh mana fungsi perannya terlibat dalam

aktivitas pengelolaan lingkungan hidup serta asal motivasinya dari mana dan

faktor yang mempengaruhinya.

40

Dari uraian di atas, dapat disintesakan bahwa perilaku manusia yang

dipengaruhi oleh faktor internal (seperti : tingkat pendidikan, mata pencaharian,

jenis kelamin, usia, dan lain-lain) dan faktor eksternal (seperti : lingkungan,

ekonomi) akan memotivasi manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya. Melalui tiga cara pembentukan perilaku yaitu; melalui kebiasaan

(conditioning), melalui pengertian (insight), dan melalui pencontohan (voluntary).

Perilaku yang terbentuk menjadi lebih berwawasan lingkungan akan

mencerminkan kepedulian masyarakat tersebut.

Oleh karena itu, maka setiap pembahasan mengenai lingkungan ada

keterkaitan antara lingkungan fisik yaitu bandara (built environment), lingkungan

alami yaitu tanah, air dan udara disekitar dimana bandara itu berdiri (natural

environment), dan lingkungan sosial atau lingkungan manusia di bandara sendiri

(social and human environment). Lingkungan sosial mencakup bagian yang

berada di dalam organisasi yang meliputi suasana atau keadaan dari mereka yang

bekerja di dalam organisasi bandara (internal climate of organizational

environment). Umumnya mereka memberi pelayanan pada mereka yang

mengunjungi bandara untuk berbagai ragam tujuannya. Lingkungan sosial

(manusia) bisa juga meliputi lingkungan dari mereka yang berada di bandara akan

tetapi tidak bekerja di dalam bandara, yakni orang-orang yang memakai fasilitas

bandara dan terutama mereka yang dilayani pekerja di dalam bandara. Reaksi dari

mereka yang berada di lingkungan luar organisasi - yaitu lingkungan sosial dan

lingkungan buatan serta lingkungan alaminya - memberikan gambaran yang nyata

sebagai hasil kerja dari mereka yang berada di lingkungan dalam organisasi.

Lingkaran luar mencerminkan harapan dari mereka yang dilayani terhadap

mereka yang melayaninya. Hal ini merupakan konsep ideal, sementara dalam

realita bisa saja berbeda, bergantung pada kesadaran dan kemampuan manusia

untuk melihat lingkungan itu sendiri serta pembagian kekuasaan administrasi

antara lingkungan dalam dan buatan dan lingkungan alaminya yang bisa saja

berbeda tanggung jawabnya masing-masing.

Lingkaran dalam adalah lingkungan di dalam perusahaan yaitu para

pimpinan, staf dan karyawannya lingkungan dalam sosialnya (internal social

environment). Lingkaran ini adalah lingkungan manusia yang hidup dan bekerja

41 di PT Angkasa Pura I dan yang bekerja di lingkungan buatan (built environment –

nya) yaitu pada bangunan yang ada di bandara yang terletak di lingkungan

alaminya (natural environment).

Kepedulian terhadap lingkungan tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang

lain, kecuali oleh mereka yang berada di lingkungan dalam dari bandara itu

sendiri dengan didukung oleh mereka yang berada di lingkungan luar bandara

(supportive motivation). Sebagaimana diketahui kepedulian yang dilakukan

melalui kebersihan, keindahan kenyamanan dan lainnya juga mempunyai nilai

penentu. Artinya, apabila kebersihan juga menjadi nilai yang dependen, seperti

juga lingkungan luarnya, maka seharusnya nilai dependen ini juga mempunyai

nilai penentunya yang independen, pula yang dalam hal ini disebut juga sebagai

nilai sub-penentunya. Nilai sub-penentu inilah yang seringkali luput jadi perhatian

dari para ilmuwan sosial terhadap lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas,

maka pada penelitian ini, kepedulian lingkungan yang diukur adalah kepedulian

terhadap lingkungan luar dan lingkungan dalam bandara. Begitu pula dengan

hubungannya dengan nilai kerja, dimana dilihat pengaruh nilai kerja terhadap

lingkungan luar dan lingkungan dalam bandara.

2.6 Kajian Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu yang terkait atau memiliki relevansi dengan

penelitian ini telah banyak dilakukan oleh para ahli dan peneliti di berbagai

belahan dunia. Berdasarkan kajian terhadap literatur dan penelitian terdahulu

dapat dilihat bahwa penelitian tentang nilai kerja dan kepedulian lingkungan telah

banyak dilakukan oleh para peneliti dengan mengambil sampel penelitian, baik

dari satu negara maupun dari beberapa negara. Variabel-variabel penelitian yang

digunakan untuk menjelaskan nilai kerja dan kepedulian lingkungan juga sangat

variatif. Studi-studi yang dilakukan oleh berbagai peneliti terdahulu juga

memisahkan nilai kerja dengan kepedulian lingkungan dan hal tersebut

merupakan hal yang sangat berbeda dengan penelitian ini, dimana dalam

penelitian ini, diuji pengaruh nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan. Untuk

lebih jelasnya, peneliti telah merangkum berbagai hasil penelitian terdahulu dalam

Tabel 1.

42 Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian

Lingkungan No. Penulis dan Judul

Penelitian Metode yang Digunakan

Hasil Penelitian

1 Johansson dan Winroth (2010): Introducing environmental concern in manufacturing strategies: Implications for the decision criteria

Studi literatur Kepedulian terhadap isu lingkungan dapat menyebabkan sejumlah implikasi potensial bagi kriteria keputusan.

2 Swarr (2007) : The Effect of Environmental Concern, Risk Perception, and Self- Regulatory Focus on Product Design Choices

Analisis deskriptif, korelasi, regresi, dan AHP

Responden tidak secara emosional berkomitmen pada status quo dan tidak menghadapi hambatan nyata untuk bertindak. Pembenaran sering didasarkan pada pertimbangan tanggung jawab dan etika.

3 Brehm et al. (2006) : Community Attachments as Predictors of Local Environmental Concern

Analisis faktor dan multivariat

Dua dimensi keterikatan berbeda dan berhubungan secara berbeda terhadap kepedulian lingkungan. Dalam kasus, dimana dimensi keterikatan sosial adalah prediktor yang secara statistik signifikan dari sikap terhadap isu lingkungan lokal, isu-isu tersebut mewakili budaya masyarakat dan identitas atau kesehatan.

4 Schneider (2010): The Environmental Concern of Youth At A Ymca Youth Adventure Camp.

Analisis varians (ANOVA) dan a paired t-test

Base camp / rock pendakian dan surfing tampaknya mendorong perubahan besar dalam kepedulian lingkungan dibandingkan dengan kegiatan yang lain. Skor pre test Base camp adalah yang terendah dari semua kegiatan dan posttest mereka tertinggi dari semua kegiatan. Jika mereka baru saja mulai mempertanyakan ide-ide mereka dan nilai-nilai lingkungan, pengalaman baru dengan Adventure Camp remaja dapat menjelaskan perubahan drastis dalam sikap.

43 Lanjutan Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan

Kepedulian Lingkungan No. Penulis dan Judul

Penelitian Metode yang Digunakan

Hasil Penelitian

5 Alibeli dan White (2011): The Structure of Environmental Concern

Analisis CFA dan SEM

Kepedulian lingkungan terdiri dari tiga orientasi nilai yang berkorelasi, termasuk (1) nilai sosial-altruistik, (2) nilai biospheric, dan (3) egoisme atau self-interest orientation.

6 Hendrawan dan Samsul (2007): Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan

Studi Literatur Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan terutama terhadap masyarakatnya biasanya diungkapkan dengan berbagai kegiatan bakti sosial, peran serta perusahaan pada perayaan hari-hari besar, pembuatan fasilitas umum seperti MCK, mushola/ mesjid dimasyarakat sekitar lingkungan perusahaan hingga penanaman pohon dalam rangka reboisasi, mendukung berbagai kampanye pengelolaan lingkungan.

7 Dewi (2009): Studi kasus: Pengetahuan, dan Kepedulian terhadap Lingkungan Hidup

Analisis multivariate Anova dan komparasi multiple dengan metode Scheffe

Prestasi belajar siswa memberi kontribusi terhadap pengetahuan lingkungan hidup. Faktor kepramukaan dan prestasi belajar memberi pengaruh yang signifikan pada kepedulian terhadap lingkungan hidup.

8. Kumurur (2008): Pengetahuan, Sikap dan Kepedulian Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan Terhadap Lingkungan Hidup Kota Jakarta

Analisis Chi Square

Kepedulian terhadap lingkungan hidup masih rendah. Umur dan pengetahuan mahasiswa berhubungan dengan kepedulian terhadap kualitas lingkungan hidup di Jakarta.

9 Suparka (1998): Dunia Usaha, industri, dan peningkatan kepedulian lingkungan

Studi literatur Tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kondisi dan tingkat ekonomi, sosial, serta budaya masyarakat di suatu wilayah.

44 Lanjutan Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan

Kepedulian Lingkungan No. Penulis dan Judul

Penelitian Metode yang Digunakan

Hasil Penelitian

10 Pherigo (1997): Gender, an Ethic of Care and Environmental Concern

Analisis deskriptif dan multivariate

Terdapat hubungan signifikan antara gender, an ethic of care dan kepedulian lingkungan. Ideologi politik, harapan terhadap karir, dan ras merupakan faktor penentu kepedulian lingkungan.

11 Ross (1992): Work Attitudes and Management Values: The Hospitality Industry

Analisis statistika deskriptif dan Kruskal Wallis.

Manajemen memerlukan beberapa faktor seperti prestasi, otonomi, afiliasi, dan dominasi sebagaimana dianggap penting oleh banyak siswa.

12 Dose (1997): Work values: An integrative framework and illustrative application to organizational socialization

Studi literatur Sekali pemimpin telah menentukan nilai yang akan dicari oleh anggotanya, klasifikasi nilai-nilai tersebut yang sesuai dengan kerangka nilai kerja akan membantu mereka menetapkan kebijakan yang tepat untuk memastikan bahwa pendatang baru, pada kenyataannya, memegang nilai-nilai penting.

13 Cheung dan Scherling (1999) : Job satisfaction, work values, and sex differences in Taiwan’s organizations

Analisis regresi dalam dua langkah.

Perbedaan jenis kelamin bukanlah penyebab perbedaan dalam nilai kerja. Menempatkan nilai tinggi pada dimensi tugas dan tim dan nilai yang lebih rendah pada dimensi reward tampaknya menyebabkan kepuasan kerja yang lebih besar.

14 Alas dan Wei (2007) : Institutional impact on work – related values in Chinese Organization.

Penelitian empiris dengan Uji t

Terdapat perbedaan pada nilai yang berhubungan dengan pekerjaan di kelompok usia yang berbeda. Perbedaan terbesar antara kelompok usia terdapat pada peringkat Leadership Ideological Values, Ethical Values, Specialty-Related Values, Social Values And Cultural Values.

45 Lanjutan Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan

Kepedulian Lingkungan No. Penulis dan Judul

Penelitian Metode yang Digunakan

Hasil Penelitian

15 Pan et al. (2010): A cross-cultural investigation of work values among young executives in China and the USA

Uji t dan analisis konten.

Responden Cina memiliki skor signifikan lebih tinggi pada dimensi hirarkis-vertikal dibandingkan responden Amerika, meskipun kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan pada dimensi kolektivisme-individualisme. Dalam studi yang melibatkan penggunaan penyelesaian dilema etika, subyek Amerika menerapkan egalitarianisme sebagai nilai yang paling sering mereka nyatakan, mencerminkan perspektif horisontal mereka. Subyek Cina, sebaliknya, sangat bergantung pada sistem nilai vertikal tradisional untuk menyelesaikan dilema etika.

16 Selmer dan Littrell (2010): Business managers’ work value changes through down economies.

Analisis Manova dan Anova

Terdapat perubahan yang signifikan secara statistik pada perbedaan penting bagi individu-individu dari nilai kerja tertentu selama kondisi kemerosotan ekonomi eksternal. Teori-teori hirarki kebutuhan memberikan sebuah kerangka kerja yang sesuai bagi pentingnya pergeseran nilai kerja akibat kondisi ekonomi lokal.

17 McGuiness (2009): Obstacle and opportunities: organizational culture and environmental practices of the Vancouver Airport Authority

Analisis regresi berganda

Meskipun usia dan konektivitas secara alami adalah prediktor yang paling signifikan dari nilai-nilai lingkungan umum dan perilaku, perilaku yang terkait dengan pekerjaan diprediksi paling baik oleh faktor sumber daya manusia seperti dukungan manajemen puncak, pelatihan, pemberdayaan, kerja tim, dan program hadiah.

46

Penelitian ini secara khusus memfokuskan perhatian pada pengaruh nilai

kerja terhadap kepedulian lingkungan di bandara. Berdasarkan penelusuran

pustaka, penelitian yang mengkaitkan nilai kerja dan kepedulian lingkungan di

bandara belum pernah dilakukan di Indonesia seperti yang dilakukan dalam studi

ini. Kumurur (2008) melakukan penelitian di Indonesia untuk melihat pengaruh

pengetahuan dan sikap terhadap tingkat kepedulian mahasiswa terhadap

lingkungan hidup di kota Jakarta, tetapi tidak memasukkan nilai kerja sebagai

variabel independen seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.

Penelitian lainnya yang terkait dengan nilai kerja diantaranya dilakukan

oleh Cheung dan Scherling (1999) tentang nilai kerja di Taiwan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin bukanlah penyebab perbedaan

dalam nilai kerja. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa

menempatkan nilai tinggi pada dimensi tugas dan tim, serta nilai yang lebih

rendah pada dimensi reward menyebabkan kepuasan kerja yang lebih besar pada

diri karyawan.

Dose (1997) juga melakukan penelitian tentang nilai kerja sebagai sebuah

kerangka kerja yang integratif terhadap sosialisasi organisasi. Hasil penelitiannya

menemukan bahwa pemimpin berperan dalam menentukan nilai yang akan dicari

oleh anggotanya. Klasifikasi nilai-nilai tersebut yang sesuai dengan kerangka nilai

kerja akan membantu pemimpin menetapkan kebijakan yang tepat untuk

memastikan bahwa pendatang baru, pada kenyataannya, memegang nilai-nilai

penting. Selanjutnya Pan et al. (2010) melakukan penelitian tentang investigasi

lintas kultural terhadap nilai kerja para eksekutif muda di China dan Amerika

Serikat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa para eksekutif muda Cina

memiliki skor signifikan yang lebih tinggi pada dimensi hirarkis-vertikal

dibandingkan responden Amerika, meskipun kedua kelompok tidak berbeda

secara signifikan pada dimensi kolektivisme-individualisme. Dalam studi yang

melibatkan penggunaan penyelesaian dilema etika, subyek Amerika menerapkan

egalitarianisme sebagai nilai yang paling sering mereka nyatakan, mencerminkan

perspektif horisontal mereka. Subyek Cina, sebaliknya, sangat bergantung pada

sistem nilai vertikal tradisional untuk menyelesaikan dilema etika. Meskipun

47 negosiator Amerika dan Cina menunjukkan kolektivis sebaik seperti orientasi

individualis, fokus mereka pada dasarnya berbeda.

Beberapa peneliti mengkaitkan kepedulian lingkungan dan variabel-

variabel demografi responden di berbagai sektor di luar bandara seperti Johansson

dan Winroth (2010), Swarr (2007), Schneider (2010), Alibeli dan White (2011),

Dewi (2009), Kumurur (2008), dan Pherigo (1997), tetapi tidak menguji

hubungannya dengan nilai kerja sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini.

Sementara McGuiness (2009) meneliti mengenai budaya perusahaan dan praktek

lingkungan di bandara Vancouver, Kanada, akan tetapi tidak memasukkan variabel

nilai kerja ke dalam model penelitiannya sebagaimana dilakukan dalam penelitian

ini. Suatu perbedaan penting lainnya dari penelitian ini dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini menilai pengaruh nilai kerja

terhadap kepedulian lingkungan di lima bandara di Indonesia dan hal ini belum

pernah dilakukan oleh para peneliti lainnya di Indonesia.

2.7 Kerangka Konseptual Penelitian

Lingkungan merupakan suatu kombinasi dari berbagai elemen dimana

terdapat jalinan hubungan yang sangat kompleks (complex interrelationships)

yang membentuk suatu keadaan atau situasi (settings) dari sekitarnya

(surroundings) dan kondisi kehidupan dari individu maupun masyarakatnya

(society) sebagaimana apa adanya atau sebagaimana apa yang dirasakan olehnya.

Lingkungan juga mencakup lingkungan yang dibangun (built environment),

lingkungan alam (natural environment) dan segala sumberdaya alam (natural

resources) termasuk udara, tanah dan air. Dalam hal ini termasuk juga tempat

manusia bekerja (workplace).

Setiap pembahasan mengenai lingkungan ada keterkaitan antara

lingkungan fisik yaitu bandara (built environment), lingkungan alami yaitu tanah,

air dan udara disekitar dimana bandara itu berdiri (natural environment), dan

lingkungan sosial atau lingkungan manusia di bandara sendiri (social and human

environment). Lingkungan sosial mencakup bagian yang berada di dalam

organisasi yang meliputi suasana atau keadaan dari mereka yang bekerja di dalam

organisasi bandara (internal climate of organizational environment). Umumnya

mereka memberi pelayanan pada mereka yang mengunjungi bandara untuk

48 berbagai ragam tujuannya. Lingkungan sosial (manusia) bisa juga meliputi

lingkungan dari mereka yang berada di bandara akan tetapi tidak bekerja di dalam

bandara, yakni orang-orang yang memakai fasilitas bandara dan terutama mereka

yang dilayani pekerja di dalam bandara. Reaksi dari mereka yang berada di

lingkungan luar organisasi - yaitu lingkungan sosial dan lingkungan buatan serta

lingkungan alaminya - memberikan gambaran yang nyata sebagai hasil kerja dari

mereka yang berada di lingkungan dalam organisasi.

Lingkungan luar mencerminkan harapan dari mereka yang dilayani

terhadap mereka yang melayaninya. Hal ini merupakan konsep ideal, sementara

dalam realita bisa saja berbeda, bergantung pada kesadaran dan kemampuan

manusia untuk melihat lingkungan itu sendiri serta pembagian kekuasaan

administrasi antara lingkungan dalam dan buatan dan lingkungan alaminya yang

bisa saja berbeda tanggung jawabnya masing-masing.

Lingkungan dalam adalah lingkungan di dalam perusahaan yaitu para

pimpinan, staf dan karyawannya lingkungan dalam sosialnya (internal social

environment). Lingkaran ini adalah lingkungan manusia yang hidup dan bekerja

di PT Angkasa Pura I dan yang bekerja di lingkungan buatan (built environment –

nya) yaitu pada bangunan yang ada di bandara yang terletak di lingkungan

alaminya (natural environment).

Dalam berbagai kenyataan lain yang dimaksud dengan lingkungan

meliputi bukan saja unsur manusia dan berbagai aspek fisik maupun sosialnya.

Lingkungan bandara mencakup pula berbagai organisasi dan sub-organiasi

maupun extra-organisasi yaitu berbagai organisasi yang lain selain organisasi

perusahaan PT Angkasa Pura I yang berada di dalam bandara. Dalam hal ini

karena banyaknya organisasi penerbangan, restoran, toko-toko juga di dalamnya

terdapat lingkungan sosial yaitu lingkungan manusia yang bekerja di sekitar

daerah bandara akan tetapi tidak termasuk mereka yang bekerja di dalam bandara

itu sendiri seperti kendaraan roda empat dengan pengemudinya, dan sebagainya.

Secara ekologis, lingkungan sosial tidak bisa dipisahkan dari lingkungan

buatan dan lingkungan alaminya. Dalam penelitian ini, lebih ditekankan pada

aspek nilai kerja yang berpengaruh pada lingkungan sosial terkait dengan

lingkungan fisiknya maupun lingkungan alaminya, langsung maupun tidak

49 langsung. Ketiga aspek lingkungan, yaitu lingkungan dalam (sosial maupun

buatan) dan lingkungan luarnya (termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan

maupun lingkungan alaminya) menjadi satu kesatuan dalam suatu sistem nilai

kerja yang membentuk ketiga unsur lingkungan itu.

Penelitian lingkungan saat ini umumnya terpusat pada berbagai kerusakan

yang terjadi dan bagaimana kerusakan diperbaiki, sedangkan perhatian terhadap

manusia baik sebagai subjek maupun objek untuk mencegah terjadinya kerusakan

pada lingkungan masih kurang memadai, bahkan dalam skala yang paling kecil

pun, misalnya dalam rakyat kecil seperti memelihara ikan, seringkali sulit untuk

mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Selain hal tersebut, “local wisdom”

pun ada indikasi sudah mulai memudar. Dalam penelitian ini yang menjadi objek

adalah nilai kerja dan pengaruhnya terhadap lingkungan bandara.

Kualitas pelayanan akan mempengaruhi dan sekaligus mencerminkan

kepedulian terhadap lingkungan di luar bandara dibawah PT Angkasa Pura I atau

dimanapun yang membutuhkan pelayanan. Oleh karena itu, perlu untuk mencari

nilai kerja apa saja yang mempengaruhi unsur pemeliharaan serta perbaikan

lingkungan. Nilai apa yang sebaiknya ditumbuhkan di dalam perusahaan agar ada,

dan diimplementasikan di lingkungan dan dapat diterima baik pula oleh yang

berada di lingkungan maupun di luar dari perusahaan tersebut.

Dengan demikian, kepedulian adalah hasil dari suatu sistem nilai kerja

yang berwujud pada perilaku. Sebagai suatu kepedulian, nilai kerja yang nanti

didapat tidak mungkin berdiri sendiri. Nilai kerja tersebut seharusnya terkait

dengan kumpulan nilai-nilai lainnya (clusters of other values) yang merupakan

nilai yang membentuk perilaku yang sebenarnya, sehingga perlu mendapat

perhatian dari setiap orang yang bekerja atau yang berada di sekitar kantor PT

Angkasa Pura I.

Lingkungan dalam tulisan ini merupakan sumber lahirnya pemikiran awal,

sebagaimana juga tujuan akhir dari proses organisasi di bandara dalam lingkup

PT. Angkasa Pura I. Pemikiran awal juga bermula dari pertanyaan bagaimana

pelayanan yang diterima oleh mereka yang berada di lingkungan luar organisasi.

Tujuan akhir kajian lingkungan disini adalah pelaksanaan pelayanan yang

diberikan dari organisasi kepada pemakai jasa bandara atau dengan kata lain yang

50 berada di lingkungan luar bandara dan sebaliknya pelayanan dari staf maupun

pekerja tersebut sebagai darma bakti untuk memenuhi kepuasan pada pengguna

bandara.

Adapun yang dimaksud dengan kepedulian terhadap lingkungan adalah

agar pengguna bandara terpenuhi kepuasannya dan alam sekitar menjadi

terpelihara (semakin asri) karena adanya kepedulian dari anggota organisasi. Nilai

kerja berada dalam seluruh alur struktur berfikir ini. Kerangka konseptual

penelitian ini disajikan dalam pada Gambar 8.

Gambar 8. Kerangka Konseptual Penelitian

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua

variabel atau lebih dan dikemukakan dalam kalimat pernyataan. Berdasarkan latar

belakang, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teoritis, dan kajian penelitian

terdahulu, serta kerangka pemikiran konseptual yang telah dirumuskan

51 sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini,

yaitu:

H01 : Faktor-faktor nilai kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan

positif dengan kepedulian lingkungan dalam bandara.

HA1 : Faktor-faktor nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif

dengan kepedulian lingkungan dalam bandara.

H02 : Faktor-faktor nilai kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan

positif dengan kepedulian lingkungan luar bandara.

HA2 : Faktor-faktor nilai kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan

positif dengan kepedulian lingkungan luar bandara.

2.9 Definisi Konseptual Penelitian

Definisi operasional penelitian adalah aspek penelitian yang memberikan

informasi tentang cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional ialah suatu

definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang

sedang didefinisikan. Dengan kata lain, konsep-konsep yang berupa konstruk

diubah dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat

diamati dan yang dapat diuji serta ditentukan kebenarannya oleh orang lain.

Dalam penelitian ini, definisi operasional dari setiap variabel yang diukur

diuraikan satu persatu, sehingga hal ini akan membantu memperjelas aspek-aspek

yang diukur dan membantu dalam penyusunan kuesioner penelitian.

Variabel pertama yang diukur adalah nilai kerja. Nilai kerja dalam

penelitian ini merupakan nilai yang memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku

kerja yang sebaiknya ditumbuhkan, diimplementasikan, dan dapat diterima baik

oleh orang-orang yang berada di lingkungan dalam dan luar bandara. Pengukuran

nilai kerja dalam penelitian ini menggunakan indikator-indikator yang berasal dari

berbagai teori nilai kerja dan hasil wawancara pra penelitian dengan pihak

manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16

indikator nilai kerja yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam

perusahaan dan 21 indikator nilai kerja yang diduga berpengaruh terhadap

lingkungan di luar perusahaan. Definisi dari indikator-indikator nilai kerja

tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

52 Tabel 2. Indikator Nilai Kerja dan Definisinya No. Indikator Nilai Kerja Definisi 1 Kepedulian lingkungan

di luar perusahaan Sikap mengindahkan untuk memelihara keadaan di lingkungan luar bandara.

2 Ksatria/Sportif Sifat pemberani dan jujur dalam pekerjaan. 3 Kepedulian adat istiadat

setempat Sikap mengindahkan terhadap kebiasaan tata krama tradisional setempat.

4 Kebersihan Suatu keadaan dimana segala sesuatu dapat dikatakan bersih dari segala kotoran dan sampah.

5 Solidaritas Sifat satu rasa atau senasib yang dirasakan dalam bekerja di perusahaan.

6 Penilaian diri secara teliti Kemampuan mengetahui kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan.

7 Keikhlasan Ketulusan hati dalam melaksanakan pekerjaan. 8 Rajin Suka, getol, sungguh-sungguh, dan berusaha

giat dalam bekerja di perusahaan. 9 Loyalitas Kesetiaan atau keteguhan hati, ketaatan, dan

kepatuhan terhadap perusahaan. 10 Kekuasaan Kemampuan mengurus, memerintah, menguasai

orang atau golongan berdasarkan kewibawaan, wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik di perusahaan.

11 Keakraban Keadaan atau hal yang menggambarkan kedekatan dalam bekerja di perusahaan.

12 Puas Bekerja Keadaan emosional yang menyenangkan dari para karyawan dalam memandang pekerjaan mereka.

13 Berorientasi pelayanan Mempunyai pandangan yang mendasari pikiran, perhatian dalam usaha membantu, menyiapkan, meladeni, mengurus secara langsung atau tidak langsung kebutuhan semua pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan serta memikirkan cara melayani kebutuhan semua pihak yang terkait tersebut agar dapat terpenuhi demi perkembangan perusahaan.

14 Mengambil resiko Keberanian untuk mengambil tindakan dalam bekerja dengan konsekuensi resiko yang diterima apabila tindakan tersebut tidak menguntungkan dirinya dan perusahaan.

15 Ketekunan Kesungguhan dalam bekerja di perusahaan. 16 Kebersahajaan Sikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-

lebihan bersikap dan berperilaku dalam bekerja di perusahaan.

17 Kepedulian lingkungan di dalam perusahaan

Sikap mengindahkan untuk memelihara keadaan di lingkungan dalam bandara.

53 Lanjutan Tabel 2. Indikator Nilai Kerja dan Definisinya No. Indikator Nilai Kerja Definisi 18 Bekerja dengan

kepemimpinan Melakukan sesuatu pekerjaan dengan sikap kepemimpinan.

19 Kerapihan Keapikan, kebersihan, keberesan, dan ketertiban bekerja di lingkungan bandara.

20 Mencapai visi perusahaan

Memiliki pandangan, wawasan ke depan untuk mengembangkan perusahaan agar mencapai harapan yang diinginkan perusahaan.

21 Rasa kebersamaan Tanggapan hati untuk bersatu melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan.

22 Sanksi/Hukuman Tanggungan untuk memaksakan orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan dalam perusahaan.

23 Kebersihan Suatu keadaan dimana segala sesuatu dapat dikatakan bersih dari segala kotoran dan sampah.

24 Menghasilkan laba Mendatangkan keuntungan, nilai tambah secara langsung atau tidak langsung dari penjualan produk atau kegiatan usaha bagi perusahaan.

25 Kepedulian adat istiadat setempat

Sikap mengindahkan terhadap kebiasaan tata krama tradisional setempat.

26 Kerja keras Kegiatan dalam bekerja yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk perusahaan.

27 Mempergunakan MS Access

Memakai, menggunakan piranti lunak untuk menyimpan, mengolah, mengkaji data atau informasi dalam pekerjaan di perusahaan.

28 Menyediakan keperluan orang lain

Menyiapkan atau mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan.

29 Bekerja dengan mutu kerja yang tinggi

Melakukan seuatu pekerjaan dengan kualitas yang baik, sesuai dengan standar perusahaan.

30 Jiwa dagang Sumber tenaga dan semangat untuk melakukan pekerjaan secara langsung atau tidak langsung yang berhubungan dengan menjual atau membeli barang untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan.

31 Kepuasan terhadap gaji Perasaan senang, lega, dan gembira karena sudah terpenuhi hasrat hatinya dalam menuntaskan segala pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan menerima imbalan uang yang diterima secara teratur.

32 Keberanian membela kebenaran

Kemantapan hati untuk melindungi dan mempertahankan sesuatu di dalam pekerjaan perusahaan sebagaimana seharusnya.

54 Lanjutan Tabel 2. Indikator Nilai Kerja dan Definisinya No. Indikator Nilai Kerja Definisi 33 Berorientasi pelayanan Mempunyai pandangan yang mendasari pikiran,

perhatian dalam usaha membantu, menyiapkan, meladeni, mengurus secara langsung atau tidak langsung kebutuhan semua pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan serta memikirkan cara melayani kebutuhan semua pihak yang terkait tersebut agar dapat terpenuhi demi perkembangan perusahaan.

34 Kenyamanan Keadaan segar, sejuk, dan mengenakkan di lingkungan kerja perusahaan.

35 Kebersahajaan Sikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-lebihan bersikap dan berperilaku dalam bekerja di perusahaan.

36 Inisiatif/Memanfaatkan kesempatan

Upaya, ikhtiar, prakarsa, atau tindakan mula-mula yang dimunculkan oleh seseorang terhadap pekerjaan untuk kepentingan perusahaan.

37 Penyesuaian diri Keluwesan atau kemampuan membawakan diri dalam menghadapi perubahan di lingkungan pekerjaan.

Variabel kedua yang diukur adalah kepedulian lingkungan. Kepedulian

lingkungan dalam penelitian ini adalah sikap dan tindakan sekelompok orang

yang berbudaya yang saling menghiraukan atau mengindahkan lingkungan sekitar

bandara, baik lingkungan dalam maupun luar bandara. Lingkungan dalam bandara

adalah lingkungan di dalam perusahaan, yaitu para pimpinan, staf dan

karyawannya, dan lingkungan dalam sosialnya (internal social environment).

Dengan kalimat lain, lingkungan dalam bandara adalah lingkungan manusia yang

hidup dan bekerja di PT Angkasa Pura I dan yang bekerja di lingkungan buatan

(built environment) yaitu pada bangunan yang ada di bandara yang terletak di

lingkungan alami (natural environment). Sementara lingkungan luar bandara

adalah lingkungan manusia yang bukan karyawan, tetapi terkait dengan bandara,

dimana mereka berada di lingkungan luar bandara karena keperluan atau

kebutuhannya. Lingkungan luar juga meliputi lingkungan sosial yaitu mereka

yang dilayani, tetapi tidak bekerja di organisasi.