II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susueprints.umm.ac.id/54754/3/BAB II.pdf · air, lemak, laktosa, kasein,...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susueprints.umm.ac.id/54754/3/BAB II.pdf · air, lemak, laktosa, kasein,...
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Susu
Susu merupakan sumber protein hewani, dapat disebut juga sumber zat
pembangun karena mengandung juga banyak protein dan mineral serta berbagai
bahan-bahan pembantu dalam proses metabolisme seperti mineral dan vitamin.
Secara kimiawi susu normal mempunyai komposisi air (87,20%), lemak (3,70%),
protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan mineral (0,07%) (Sanam et al., 2014)
Berdasarkan data SNI 01-3141-2011, susu didefinisikan sebagai cairan yang
berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, dengan cara perolehannya berupa
diperah dengan benar dan kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah atau
diproses terlebih dahulu kecuali proses pendinginan. Ditinjau dari segi kimia, susu
merupakan cairan kompleks yang mengandung lebih dari 100 senyawa terpisah
(Chandan, 2002). Jumlah komponen yang beragam pada setiap hewan terdiri dari
air, lemak, laktosa, kasein, protein, whey, dan mineral. Ditinjau dari segi
psikologis, susu adalah cairan yang dihasilkan dari kelenjar mamalia betina yang
digunakan untuk nutrisi awal bagi anaknya. Ditinjau dari segi fisikokimia, susu
dikategorikan sebagai cairan putih dari segi multidispersi. Dipandang dari segi
gizi, susu termasuk makanan yang hampir sempurna dan makanan alamiah untuk
binatang yang baru lahir (Buckle et. al., 2009).
Menurut Winarno (2006), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi
oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan
makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi
manusia berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsur darah pada kelenjar
susu sapi. Sedangkan menurut Almatsier (2002), susu merupakan makanan alami
yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu,
6
diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1).
Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena disamping kadar kalsium
yang tinggi, laktosa di dalam sisi membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna.
Tabel 1. Syarat Mutu Susu Segar
No. Karakteristik Satuan Syarat
1. Berat jenis (pada suhu 27,5ºC)
minimum
g/ml 1,0270
2. Kadar lemak minimum % 3,0
3. Kadar bahan kering tanpa lemak
minimum
% 7,8
4. Kadar protein minimum % 2,8
5. Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
6. Derajat asam °SH 6,0 – 7,5
7. pH - 6,3 – 6,8
8. Uji alkohol (70%) v/v - Negatif
9. Cemaran mikroba maksimum :
a. Total Plate Count
b. Staphylococcus aureus
c. Enterobacteriaceae
CFU/ml
CFU/ml
CFU/ml
1 x 106
1 x 106
1 x 106
10. Jumlah sel somatic maksimum Sel/ml 4 x 106
11. Residu antibiotika (golongan pensilin,
tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida)
- Negatif
12. Uji pemalsuan - Negatif
13. Titik beku ºC 0,52 – 0,56
14. Uji peroxidase - Positif
15. Cemaran logam berat maksimum :
a. Timbal (Pb)
b. Merkuri (Hg)
c. Arsen (As)
ug/ml
ug/ml
ug/ml
0,02
0,03
0,1
Sumber : SNI 01-3141-2011
Walaupun nilai gizi susu begitu sempurna, tidak semua orang dapat
menikmati susu dengan tanpa masalah. Bagi beberapa orang, susu dapat
menyebabkan terjadinya intolerance, baik berupa lactose intolerance maupun
protein intolerance. Lactose intolerance adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tidak cukupnya jumlah enzim laktase di dalam tubuh seseorang. Enzim laktase
7
adalah enzim yang bertugas untuk menguraikan gula laktosa menjadi gula-gula
yang lebih sederhana, yaitu glukosa dan galaktosa. Dibandingkan laktosa yang
bersifat sebagai disakarida, maka glukosa dan galaktosa merupakan monosakarida
yang dapat dicerna dan diserap oleh usus untuk proses metabolisme. Ketiadaan
enzim laktase inilah yang menyebabkan terjadinya gejala diare, murus-murus,
atau mual beberapa saat setelah minum susu (Widodo, 2002).
2.1.1. Sifat Kimia Susu
Lemak terdapat di dalam susu berbentuk jutaan bola kecil yang bergaris
tengah antara 1 – 20 mikron dengan rata-rata garis tengah 3 mikron (Buckle et al.,
2009). Biasanya terdapat sekitar 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap ml susu.
Butiran inilah yang menyebabkan susu mudah menyerap flavor asing. Menurut
Buckle et al., (2009), kerusakan yang dapat terjadi pada lemak susu merupakan
sebab dari berbagai perkembangan flavor yang menyimpang dalam produk-
produk susu, seperti ketengikan, tallowiness, flavor teroksidasi, dan amis/ bau.
Lemak susu mengandung sekitar 66% lemak jenuh, 30% lemak tak jenuh rantai
tunggal, serta 4% lemak tak jenuh rantai ganda (Chandan, 2002).
Protein merupakan komponen susu yang terdiri atas tiga macam protein
utama, yaitu casein, lactalbumin, dan lactoglobulin. Ketiga macam protein
tersebut terdapat dalam bentuk koloid, tidak membentuk lapisan, dan secara
seragam berdispersi di dalam susu. Berbeda dengan lemak, protein hanya dapat
memberikan energi sebesar ± 4,1 kalori dalam setiap gramnya (mukhtar, 2006).
Kasein merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai 80% dari total
protein susu sapi. Kasein dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin.
Homogenisasi yang biasa dilakukan dalam pengolahan susu menyebabkan
sebagian dari partikel-partikel kasein menyatu dengan butiran lemak. Jika ditinjau
8
dari definisinya, sumber susu dapat berasal dari hewan yang beragam. Namun
untuk keperluan komersial, susu yang biasa digunakan adalah susu sapi. Susu
memiliki kandungan gula sebesar 5%. Kadar gula yang cukup tinggi ini tidak
menjadikan susu terlalu manis. Hal ini dikarenakan daya manis susu berasal dari
laktosa yang tingkat manisnya seperlima dari sukrosa (gula Kristal) (Winarno,
2006).
Tabel 2. Kandungan Kimia Susu Sapi per 100 g
Kandungan zat gizi Komposisi
Energy (kkal) 61,00
Protein (g) 3,20
Lemak (g) 3,50
Karbohidrat (g) 4,30
Kalsium (mg) 143,00
Fosfor (mg) 60,00
Besi (mg) 2,00
Vit A (IU) 130,00
Vit 𝐵1 (mg) 0,03
Vit C (mg) 1,00
Air (g) 88,30
Sumber : Depkes RI, 2012
Keasaman dan pH susu, susu segar mempunyai sifat ampoter artinya dapat
bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya
akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan
berubah menjadi biru. Potensial ion hidrogen (pH) susu segar terletak antara 6,5 –
6,7. Jika dititrasi dengan alkali dan kataliasator penolptalin, total asam dalam susu
diketahui hanya 0,10 – 0,26 % saja. Sebagian besar asam yang ada dalam susu
adalah asam laktat. Meskipun demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh
berbagai senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa pospat komplek,
asam sitrat, asam-asam amino dan karbondioksida yang larut dalam susu. Bila
nilai pH Susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH
9
dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun pemburukan bakteri.
Kandungan kimia susu sapi dapat dilihat pada tabel 2.
2.1.2. Sifat Fisika Susu
Dua faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik susu segar adalah
komposisinya dan perubahan-perubahan yang terjadi pada komponen-komponen
yang dikandungnya, yang disebabkan karena kerusakan maupun karena akibat
proses pengolahan (Scetzer, 2006).
1. Warna, Bau, dan Rasa Susu Segar
Menurut Scetzer (2006), warna putih dari susu segar disebabkan oleh warna
dari kasein. Warna dari kasein yang murni adalah putih seperti salju. Di dalam
susu, kasein merupakan dispersi koloid, sehingga tidak tembus cahaya. Warna
susu yang agak kekuning-kuningan disebabkan oleh warna lemak yang terdapat di
dalam susu. Warna lemak dipengaruhi oleh zat-zat yang terlarut di dalamnya,
seperti karoten yang menyebabkan warna lemak menjadi kekuning-kuningan. Bila
lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan.
Bau susu adalah spesifik. Kelainan-kelainan bau susu dapat diperiksa
apakah ada bau susu yang menyimpang seperti bau obat-obatan, bau asam, bau
alkohol maupun penyimpangan bau yang lain. Susu yang berbau obat-obatan ada
kemungkinan disebabkan adanya jenis bahan pengawet tertentu yang ditambahkan
ke dalam susu dengan tujuan untuk mengawetkan susu yang bersangkutan.
Sedangkan bau asam dan bau alkohol yang timbul di dalam susu dapat disebabkan
oleh adanya fermentasi susu yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri.
Susu mempunyai rasa yang agak manis, karena susu mengandung gula susu
dalam bentuk laktosa sekitar 4,8 %. Laktosa merupakan disakarida yang
mempunyai derajat kemanisan relatif sebesar 16 % bila dibandingkan dengan
10
sukrosa yang mempunyai derajat kemanisan sebesar 100 %. Cita rasa yang kurang
normal mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini mungkin merupakan
akibat dari:
a. Sebab-sebab fisiologis seperti cita rasa pakan sapi misalnya alfalfa, bawang
merah, bawang putih, dan cita rasa algae yang akan masuk ke dalam susu
jika bahan-bahan itu mencemari pakan dan air minum sapi.
b. Sebab-sebab dari enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan
lipase pada lemak susu.
c. Sebab-sebab kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
d. Sebab-sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan
pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam
laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.
e. Sebab-sebab mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang ada
disekitarnya, sabun dan dari larutan chlor.
Bau susu mudah berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang tidak sedap.
Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak susu yang mudah menyerap bau disekitarnya.
Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau susu.
2. Berat Jenis Susu Segar
Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar lemak, protein, laktosa, dan
mineral-mineral yang terlarut di dalam susu tersebut. Umumnya di dalam suatu
larutan, makin besar atau makin banyak senyawa-senyawa yang terlarut di
dalamnya, maka makin besar pula berat jenisnya. Susu mempunyai berat jenis
yang lebih besar daripada air. BJ susu = 1,027-1,035 dengan rata-rata 1,031. Akan
tetapi menurut codex susu, BJ susu adalah 1,028. Codex susu adalah suatu daftar
satuan yang harus dipenuhi susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah
11
disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau
daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3
jam setelah susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang
lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh :
a. ¾ perubahan kondisi lemak.
b. Adanya gas yang timbul didalam susu.
3. Viskositas (kekentalan)
Viskositas susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas
whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan
lemak susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan
viskositas susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega.
4. Titik Beku Susu Segar
Perbedaan titik beku air murni dan susu hanya sekitar 0,5 ºC, oleh karena itu
penentuan titik beku susu harus benar-benar akurat bila ingin mengetahui adanya
pengenceran susu dengan air. Titik beku air adalah 0ºC sedangkan titik beku susu
adalah -0,50ºC. Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi -0,52ºC.
5. Titik Didih Susu Segar
Titik didih susu segar sangat berkaitan dengan berat jenisnya. Semakin
tinggi berat jenis susu, maka semakin tinggi pula titik didihnya. Titik didih susu
lebih tinggi daripada titik didih air. Titik didih air murni 100ºC pada permukaan
laut, sedangkan titik didih susu segar adalah sedikit lebih tinggi daripada titik
didih air murni, yaitu 100,17ºC. Apabila terdapat pemalsuan susu dengan
penambahan air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji
penentuan titik beku. Karena campuran susu dengan air akan memperlihatkan titik
beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari susu.
12
2.2. Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)
Clitoria ternatea adalah leguminosa yang berkualitas tinggi dan merupakan
jenis kacang-kacangan yang kaya akan protein, dijuluki alfalfa tropis, sering
disebut pula sebagai bank protein yang dapat tumbuh dengan biaya produksi yang
rendah (Cook et al., 2005). Ternak cenderung lebih menyukai tanaman kacang-
kacangan dibandingkan dengan rumput, namun biomasa Clitoria ternatea lebih
rendah dibandingkan dengan rumput rumputan. Pada kondisi yang optimal
produksi hijauan Clitoria ternatea dilaporkan oleh Gomez dan Kalamani (2003)
mencapai 30 ton sedangkan oleh Nulik (2009) mencapai 35 ton bahan kering per
ha/tahun. Tanaman Clitoria ternatea berasal dari Amerika Selatan bagian tengah
yang menyebar ke daerah tropik sejak abad 19, terutama ke Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Tanaman ini tumbuh subur di bawah sinar matahari penuh,
tetapi dapat tumbuh di bawah naungan seperti di perkebunan karet dan kelapa.
Potensi Clitoria ternatea sebagai pakan yang baik karena memiliki nilai nutrisi
yang tinggi dan juga sangat disukai ternak (Suarna, 2005). Daun Clitoria ternatea
mengandung protein berkisar antara 18 - 25%, sedangkan campuran batang dan
daun (tanaman) Clitoria ternatea mengandung protein 9 - 15%, dengan nilai
kecernaan bahan kering mencapai 70 %.
Gambar 1. Bunga Telang (Giusti dan Wroslstad, 2003)
13
Menurut Kazuma (2003), kadar senyawa kimia aktif yang terdapat pada
mahkota bunga telang :
Tabel 3. Kadar Senyawa Aktif Mahkota Bunga Telang
Senyawa Konsentrasi (nmol/mg bunga)
Flavonoid 20,07 ± 0,55
Antosianin 5,40 ± 0,23
Flavonol Glikosida 14,66 ± 0,33
Kaemprefol Glikosida 12,71 ± 0,46
Quersetin Glikosida 1,92 ± 0,12
Mirisetin Glikosida 0,04 ± 0,01
Sumber : Kazuma (2003)
Menurut Suebkhampet dan Sotthibandhu (2011), warna biru dari bunga
telang menunjukkan keberadaan dari antosianin. Pigmen antosianin lebih stabil
pada larutan yang bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa
karena pada suasana asam antosianin akan berada dalam bentuk kation flavilium
hingga basa kuinodal sehingga tidak terjadi degradasi warna. Antosianin dari
bunga dapat diekstraksi dengan cara maserasi.
2.3. Antosianin
Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena merupakan zat
berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat pada bunga dan
buah-buahan (Hidayat dan Saati, 2006). Antosianin merupakan senyawa flavonoid
yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Antosianin dalam bentuk aglikon
lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006). Zat pewarna alami
antosianin tergolong kedalam turunan benzopiran. Struktur utama turunan
benzopiran ditandai dengan adanya cincin aromatik benzena (C6H6) yang
dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Moss, 2002).
Menurut Rein (2005) beberapa enzim dapat berperan dalam proses
degradasi antosianin misalnya glukosidase dan PPO (Polipenol Oksidase). Enzim
14
glukosidase mampu menstimulasi terjadinya hidrolisis pada ikatan gula antara
gugus aglikon dengan gugus glikon. Hidrolisis tersebut menyebabkan
terbentuknya cincin aromatik yang membentuk senyawa kalkon.
Jumlah antosianin di alam yang berhasil diisolasi sebanyak 539 jenis tetapi
hanya 6 yang ada di bahan pangan seperti pelargonidin, cyanidin, peonidin,
delphinidin, petunidin, dan malvidin (Mateus dan Freitas, 2009). Pigmen
antosianin adalah pigmen yang bersifat larut air, terdapat dalam bentuk aglikon
sebagai antosianidin dan glikon sebagai gula yang diikat secara glikosidik.
Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar 1-4, dan menampakkan warna oranye,
merah muda, merah, ungu hingga biru (Li, 2009). Antosianin adalah zat warna
yang bersifat polar dan akan larut pada pelarut polar (Samsudin dan Khoirudin,
2011). Antosianin lebih larut dalam air daripada dalam pelarut non polar dan
karakteristik ini membantu proses ekstraksi dan pemisahan (Xavier et al., 2008).
Antosianin adalah senyawa satu kelas dari senyawa flavonoid yang secara luas
terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonoid-3-ol, flavon, flavanon, dan
flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid ang berbeda dalam oksidasi dari
antosianin.
Gambar 2. Struktur Kimia Antosianidin (Giusti dan Wroslstad, 2003)
Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan
makanan, dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
15
antosianin tersebut yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin
(glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik) pH, temperatur, cahaya,
keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim dan pengaruh sulfur oksida
(Misra, 2008).
Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam apabila dibandingkan
dengan larutan netral atau alkali. Antosianin memiliki struktur kimia yang
berbeda tergantung dari pH larutan. Pada pH 1 antosianin berbentuk kation
flavinium yang memberikan warna merah. Pada pH 2-4 antosianin berbentuk
campuran kation flavinium dan quinoidal. Pada pH yang lebih tinggi yaitu 5-6
terdapat dua senyawa yang tidak berwarna yaitu karbinol pseudobasa dan kalkon
(Ovando et al., 2009).
Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan
(degradasi) antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang
diiringi dengan kenaikan suhu. Degradasi termal menyebabkan hilangnya warna
pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan. Kenaikan suhu bersamaan
dengan pH menyebabkan degradasi antosianin pada buah cherri (Rein, 2005).
Rahmawati (2011), mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk
mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka
waktu pendek (High Temperature Short Time). Paparan cahaya juga dapat
memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama kehilangan
pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin.
Antosianin berpotensi sebagai pewarna makanan alami karena
keanekaragaman warna yang dimilikinya. Namun, mempunyai kelemahan dalam
stabilitas warnanya. Intensitas suatu stabilitas pigmen antosianin tergantung pada
16
berbagai faktor termasuk struktur dan konsentrasi dari pigmen, pH, suhu,
intensitas cahaya, kualitas dan kehadiran pigmen lain bersama-sama, ion logam,
enzim, oksigen, asam askorbat, gula dan gula metabolit, belerang oksida dan
laimlain (Tanaka et al., 2008).
2.4. Es Krim
Es krim adalah makanan yang mengandung lemak, protein, karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Menurut SNI es krim adalah sejenis makanan semi padat
yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak
hewani maupun nabati, gula dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang
diizinkan. Es krim terdiri dari 62 – 68% air, 32 – 38% bahan padat dan udara.
Menurut (Soeparno, 1998 dalam Malaka, 2007) menjelaskan bahwa es krim
adalah sejenis produk makanan beku yang terbuat dari krim susu, gula dengan
atau tanpa penambahan zat pembentuk aroma dan mengandung antara 8-14%
lemak susu.. Bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya biasanya adalah
kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan tambahan lain seperti gula dan madu
dengan atau tanpa stabilizer. Campuran tersebut akan membentuk sistem emulsi
beku. Oleh karena itu, mutu es krim yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh cara
pengolahan dan bahan baku termasuk stabilizer yang digunakan (Sinurat et al.,
2006). Jumlah protein di dalam es krim cukup tinggi. Protein tersebut sebagian
besar berasal dari susu yang mengandung protein hewani yang sangat baik dan
sisanya berasal dari bahan penstabil.
Beberapa jenis es krim komersial diklasifikasikan menjadi nonfat ice cream,
lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat ice cream, soft serve ice cream,
economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet, dan ice (Marshall dan Arbuckle,
2000). Komposisi dari beberapa jenis es krim tersebut sangat bervariasi, menurut
17
Mc Sweeney & Fox (2009), komposisi es krim paling baik adalah 12% lemak,
padatan susu tanpa lemak 11%, gula 15%, bahan penstabil dan pengemulsi 0,3%
dan total padatan 38,3%.
Prinsip pembuatan es krim adalah membentuk rongga udara pada campuran
bahan es krim atau ICM (Ice Cream Mix) sehingga diperoleh penambahan volume
yang membuat es krim menjadi lebih ringan, tidak terlalu padat, dan mempunyai
tekstur yang lembut. Komposisi adonan akan sangat menentukan kualitas es krim.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut, mulai dari bahan baku,
proses pengolahan, proses pembekuan, pengemasan, dan sebagainya (Padaga dan
Sawitri, 2005). Menurut SNI 01-3713-1995, syarat mutu es krim dapat dilihat
pada tabel 3.
Bahan utama es krim antara lain lemak, bahan kering tanpa lemak (BKTL),
bahan pemanis, dan bahan penstabil. BKTL berfungsi untuk meningkatkan
kepadatan es krim dan sebagai sumber protein (Susilorini, 2006). Susu skim
sebagai BKTL, susu skim merupakan susu tanpa lemak atau susu bebas lemak.
Bahan dasar es krim yaitu susu full cream, susu skim, dan bahan penstabil yaitu
CMC (Carboxymethyl Celulose) berperan untuk memperpanjang masa simpan es
krim, dan meningkatkan kekentalan ICM (Ice Cream Mix) yang berpengaruh
terhadap tekstur es krim.
Bahan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah
gula pasir (sukrosa). Bahan pemanis selain berfungsi memberikan rasa manis,
juga dapat meningkatkan citarasa, menurunkan titik beku yang dapat membentuk
kristal-kristal es krim yang halus sehingga meningkatkan penerimaan dan
kesukaan konsumen. Penambahan bahan pemanis sekitar 12 sampai 16 gram per
18
100 gram campuran es krim akan menghasilkan es krim dengan tekstur yang
halus. Laktosa (gula dari susu) juga merupakan sumber pemanis selain gula yang
ditambahkan dari luar. Laktosa berfungsi untuk menahan titik beku sehingga es
krim masih mengandung air yang tidak membeku jika disimpan pada temperatur
yang sangat rendah (-15 sampai -18°C). Jika seluruh air di dalam es krim
membeku selama penyimpanan, tekstur es krim akan menjadi keras dan sulit
disendok (Padaga, M, dkk, 2005).
Tabel 4. Syarat Mutu Es Krim
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
- Penampakan
- Bau
- Rasa
-
-
-
Normal
Normal/khas
Normal/khas
2. Lemak % b/b Min. 5,0
3. Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b Min. 8,0
4. Protein % b/b Min. 2,7
5. Jumlah padatan % b/b Min. 3,4
6. Bahan tambahan
- Pewarna tambahan
- Pemanis buatan
- Pemantap dan
pengemulsi
-
-
-
Sesuai SNI 01-0222-
1995
Negative
Sesuai SNI 01-0222-
1995
7. Cemaran logam
- Timbal (Pb)
- Tembaga (Cu)
mg/kg
mg/kg
Maks. 1,0
Maks. 20,0
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
9. Cemaran mikroba
- Angka lempeng total
- MPN Coliform
- Salmonella
- Kapang
Koloni/g
APM/g
Koloni/25g
Koloni/25g
Maks. 2,1 x 105
< 3
Negatif
Negatife
Sumber : BSN (1995)
Bahan penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah
CMC (carboxy methyl celulose), gum arab, sodium alginat, karagenan, dan agar.
19
Bahan penstabil berperan untuk meningkatkan kekentalan ICM terutama pada saat
sebelum dibekukan dan memperpanjang masa simpan es krim karena dapat
mencegah kristalisasi es selama penyimpanan. Bahan pengemulsi utama yang
digunakan dalam pembuatan es krim adalah kuning telur, juga minyak hewan atau
nabati. Bahan pengemulsi bertujuan untuk memperbaiki struktur lemak dan
distribusi udara dalam ICM, meningkatkan kekompakan bahan-bahan dalam ICM
sehingga diperoleh es krim yang lembut, dan meningkatkan ketahanan es krim
terhadap pelelehan bahan. Campuran bahan pengemulsi dan penstabil akan
menghasilkan es krim dengan tekstur yang lembut (Padaga, M, dkk, 2005).
2.5. Mutu Es Krim
2.5.1. Daya Leleh
Daya simpan (kelelehan) adalah waktu yang dibutuhkan es krim untuk
meleleh seluruhnya pada suhu ruang. Pengukuran daya leleh dilakukan pada suhu
ruang. Kecepatan pelelehan ini sebagai salah satu parameter untuk mengetahui
kualitas es krim (Syafarini, 2009). Es krim yang berkualitas tinggi agak tahan
terhadap pelelehan pada saat dihidangkan pada suhu kamar (Nelson and Trout,
2011). Kecepatan meleleh es krim secara umum dipengaruhi oleh stabilizer,
emulsifier, keseimbangan gula dan bahan-bahan susu serta kondisi pembuatan dan
penyimpanan yang dapat menyebabkan kerusakan protein (Campbell and
Marshall, 2002).
2.5.2. Tekstur
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur es krim adalah ukuran, bentuk
dan distribusi dari kristal es dan partikel lainnya yang membentuk body es krim
(Barraquia, 2013). Tekstur es krim yang disukai adalah halus, ditunjukkan oleh
kelembutan seperti beludru dan terasa lembut di mulut (Webb et al., 2007).
20
Tekstur yang lembut pada es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran,
pengolahan dan penyimpanan (Campbell and Marshall, 2002).
2.5.3. Rasa
Rasa sebagian besar bahan pangan biasanya tidak stabil yaitu dapat
mengalami perubahan selama penanganan dan pengolahan, selain itu perubahan
tekstur dan viskositas bahan pangan dapat memberikan rasa (Winarno, 2004).
Rasa sangtat dipengaruhi oleh bahan-bahan dalam ICM. Cacat pada rasa dapat
disebabkan oleh adanya penyimpanan susu dan produk susu yang digunakan, juga
akibat kekurangan atau kelebihan penambahan bahan dalam ICM, termasuk
penambahan rasa (Eckles et al., 2009).
2.6. Bahan Penstabil
Bahan penstabil akan meningkatkan viskositas, konsistensi fisik dan
stabilitas yogurt (Buckle dkk, 2003). Bahan penstabil biasanya berasal dari
hidrokoloid. Hidrokoloid atau koloid hidrofilik adalah komponen aditif penting
dalam industri pangan yang diinginkan seperti kekentalan, emulsi, gel dan
kestabilan dispersi. Bahan penstabil yang dapat digunakan dalam pembuatan es
krim adalah CMC (Carboxy Methyl Celulose), gum arab, sodium alginat,
karagenan dan agar (Padaga, 2005).
Bahan penstabil dapat menstabilkan tekstur dan viskositas produk pangan
dengan pembentukan gel. pembentukan gel dapat terjadi karena kemampuan
bahan penstabil dalam berikatan dengan air. Bahan penstabil memiliki sifat
sebagai pengemulsi yang ditandai dengan adanya gugus yang bersifat polar
(hidofilik) dan non polar (hidrofobik). Ketika dicampurkan dalam bahan pangan
cair maka gugus polar akan berikatan dengan air dan tekstur bahan pangan
menjadi kokoh (deMann. 2007).
21
Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya
pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang
pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di
dalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer yang terdiri dari molekul
rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga
dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya,
terjadi imobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar
yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu. Gelasi merupakan fenomena
yang melibatkan penggabungan, atau terjadinya ikatan silang antara rantai-rantai
polimer (Prayogo, 2011).
Bahan penstabil digunakan untuk mencegah pembentukan kristal es kasar,
membentuk struktur yang lembut, menghasilkan produk yang seragam dan
memberikan daya tahan yang lebih baik terhadap proses pencairan, tidak
berpengaruh terhadap titik beku namun cenderung membatasi pengembangan
adonan (Arbuckle, 1986 dalam Marlindawati 2016).
2.6.1. CMC (Carboxy Methyl Celulose)
CMC (Carboxy Methyl Celulose) merupakan polielektrolit anionik turunan
dari selulosa, yang digunakan luas dalam industri pangan. CMC memilik rumus
molekul 𝐶8𝐻16𝑁𝑎𝑂8 bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
beracun, berbentuk butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut
dalam larutan organik, stabil pada rentang pH 2-10 dan mengendap pada pH
kurang dari 3, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Contoh aplikasi CMC
adalah pada pemrosesan selai, es krim, minuman, saus, jelly, passta, keju dan
sirup. Karena pemanfaaatannya yang sangat luas, mudah digunakan, serta
22
harganya yang tidak mahal, CMC menjadi salah satu zat yang diminati (Inchem,
2002).
CMC digunakan dalam bentuk garam natrium carboxy methyl cellulose
sebagai pemberi bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC juga berperan sebagai
pengikat air, pengental, stabilisator emulsi, dan tekstur gum. CMC digunakan
dalam ilmu pangan sebagai viscosity modifier atau bahan pengental, dan untuk
menstabilkan emulsi. CMC mampu menggantikan produk-produk seperti
gelatin, gum arab, agar-agar, karagenan, tragacanth, dan lain-lain (Alam et al.,
2009). Struktur kimia carboxyl methyl celulose dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 3. Struktur Kimia Carboxymethylcellulose (Alam et al., 2009)
2.6.2. Agar-agar
Agar-agar adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi
dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu
polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar yang terbuat dari
rumput laut dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan. Gel terbentuk
karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas.
Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat
dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga
terbentuk sistem koloid padat-cair (Poncomulyo, 2006).
23
Sifat gel agar-agar dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi, pH, kandungan gula
dan ester sulfat (Selby dan Wynne, 2013). Penurunan pH akan menyebabkan
kekuatan gel semakin berkurang. Semakin tinggi kandungan gula akan
menyebabkan gel menjadi keras dengan kohesifitas tekstur yang lebih rendah
(Glicksman, 2011). Peningkatan kandungan sulfat dalam agar-agar akan
mengurangi kekuatan gelnya (Chapman, 2006).
Menurut Glicksman (2011), peningkatan kekuatan gel dapat dihubungkan
dengan peningkatan kadar agarosa atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan
kadar 3,6-anhydro-L-galaktosa. Gel agar-agar bersifat reversibel terhadap suhu,
dimana pada suhu diatas titik leleh fase gel akan berubah menjadi fasa sol dan
sebaliknya. Tetapi fasa transisi dari gel ke sol atau dari sol ke gel tidak berada
pada suhu yang sama. Suhu pembentukan gel (gelling point) berada jauh dibawah
suhu saat gel meleleh (melting point). Perbedaan yang jauh antara suhu leleh dan
suhu pembentukan gel disebut dengan segala histeresis (Glicksman, 2011). Daya
gelasi agar-agar juga tergantung pada cara produksi, jenis algae, kandungan sulfat
dan perbandingan agarosa terhadap agaropektin. Agar-agar yang berasal dari
rumput laut Gracilaria mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah dari Gelidium
(Chapman, 2006).
Agar-agar tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Pada
suhu 32-39oC terbentuk gel dan tidak meleleh dibawah suhu 35oC (Soegiarto et
al., 2012). Agar-agar dengan kemurnian tinggi tidak larut pada suhu 25oC, larut
dalam air panas, etanol amida dan formalin. Gel agar-agar dapat dibentuk dalam
larutan yang sangat encer yang mengandung fraksi 1% agar-agar. Karakteristik
gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh
24
tertentu. Kekuatan gel agar-agar sangat tergantung pada perbandingan kandungan
agarosa terhadap agaropektin, gel yang terbentuk akan semakin kuat (Winarno,
2004).
Gel agar-agar bersifat thermoreversible, yaitu pada suhu diatas titik leleh
fase gel akan berubah manjadi fase sol dan sebaliknya, tetapi fase transisi tidak
terjadi pada suhu yang sama. Gel agar-agar bersifat cukup stabil. Gel yang dibuat
dari agar-agar dengan kekuatan gel yang tinggi dapat memiliki kestabilan yang
sama dengan agar-agar kering jika disterilisasi dan disimpan secara hermatis. Gel
agar-agar lebih stabil dibandingkan gel dari koloid alami lain karena hanya ada
sedikit mikroorganisme dan enzim yang dapat mendegradasinya (Selby dan
Wynne, 2013).
2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu es krim
Menurut Pandaga, M (2005) yang dapat mempengaruhi dalam pembuatan es
krim adalah :
2.7.1. Lemak Susu
Lemak bisa dikatakan sebagai bahan baku es krim, lemak yang terdapat
pada es krim berasl dari susu segar yang disebut krim. Lemak susu berfungsi
untuk meningkatkan nilai gizi es krim, menambah citarasa, menghasilkan
karakteristik tekstur yang lembut, membantu memberikan bentuk dan
kepadatan, serta memberikan sifat meleleh yang baik. kadar lemak dalam es
krim yaitu antara 8% sampai 16%.
2.7.2. Bahan Kering Tanpa Lemak
Bahan kering tanpa lemak (BKTL) berfungsi untuk meningkatkan
kandungan padatan didalam es krim sehingga lebih kental. BKTL juga penting
sebagai sumber protein sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi es krim. Unsur
25
protein dalam pembuatan es krim berfungsi untuk menstabilkan emulsi lemak
setelah proses homogenisasi, menambah citarasa, membantu pembuihan,
meningkatkan dan menstabilkan daya ikat air yang berpengaruh pada kekentalan
dan tekstur es krim yang lembut. Sumber BKTL antara lain susu skim, susu kental
manis, dan bubuk whey. Kadar skim dalam es krim yaitu antara 9% sampai 12%.
2.7.3. Bahan Pemanis
Bahan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah
gula pasir (sukrosa) dan gula bit. Bahan pemanis selain berfungsi memberikan
rasa manis, juga dapat meningkatkan citarasa, menurunkan titik beku yang dapat
membentuk kristal-kristal es krim yang halus sehingga meningkatkan penerimaan
dan kesukaan konsumen. Penambahan bahan pemanis sekitar 12% sampai 16%.
2.7.4. Bahan Penstabil
Bahan penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah
CMC (carboxy methyl cellulose), gum arab, sodium alginat, karagenan, dan agar.
Bahan penstabil berperan untuk meningkatkan kekentalan ICM terutamapada saat
sebelum dibekukan dan memperpanjang masa simpan es krim karena dapat
mencegah kristalisasi es selama penyimpanan. Kadar penstabil es krim yaitu 0%
sampai 0,5%.
2.7.5. Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi utama yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah
garam halus. Bahan pengemulsi bertujuan untuk memperbaiki struktur lemak dan
distribusi udara dalam ICM, meningkatkan kekompakan bahan-bahan dalam ICM
sehingga diperoleh es krim yang lembut, dan meningkatkan ketahanan es krim
terhadap pelelehan bahan. Campuran bahan pengemulsi dan penstabil akan
26
menghasilkan es krim dengan tekstur yang lembut. Kadar pengemulsi dalam es
krim yaitu 0% sampai 0,25%.
2.7.6. Aging
Aging merupakan suatu proses pendinginan campuran yang telah
dihomogenisasi pada suhu dibawah 5ºC selama antara 4 sampai 24 jam. Waktu
aging selama 24 jam memberikan hasil yang terbaik pada industri skala kecil. Hal
ini menyediakan waktu bagi lemak untuk menjadi dingin dan mengkristal serta
menghidrasi protein dan polisakarida sepenuhnya. Selain itu kristalisasi lemak,
adsorpsi protein, stabilizer dan emulsifier dalam globula lemak membutuhkan
waktu beberapa jam terutama jika gelatin ditambahkan sebagai stabilizer.
2.7.7. Homogenisasi
Homogenisasi pada pembuatan es krim bertujuan untuk menyebarkan
globula lemak secara merata keseluruh produk, mencegah pemisahan globula
lemak kepermukaan selama pembekuan dan untuk memperoleh tekstur yang halus
karena ukuran globula lemak kecil, merata dan protein dapat mengikat air bebas.
Homogenisasi susu dilakukan pada suhu 70ºC setelah pasteurisasi sebelum mix
menjadi dingin dengan suhu minimum 35ºC. Manfaat homogenisasi yaitu bahan
campuran menjadi ssempurna, mencegah penumpukan disperse globula lemak
selama pembekuan, memperbaiki tekstur dan kelezatan, mempercepat aging dan
produk yang dihasilkan lebih seragam.
2.8. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu zat yang mampu menetralisir atau meredam
dampak negatif dari adanya radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan suatu
molekul yang mempunyai kumpulan elektron yang tidak berpasangan pada suatu
lingkaran luarnya.Manfaat dari antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini
27
yang menjadikan antioksidan sangat banyak diteliti oleh para peneliti. Berbagai
hasil penelitian, antioksidan dilaporkan dapat memperlambat proses yang dapat
diakibatkan oleh radikal bebas seperti adanya tokoferol, askorbat, flavonoid, dan
adanya likopen (Andriani, 2007).
Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi
radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan dalam
tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki
sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan
radikal berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (berasal dari
luar) (Muchtadi, 2013).
Terdapat banyak bahan pangan yang dapat dijadikan sumber antioksidan
yang alami misalnya yaitu rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji
serealia, sayuran, sumber bahan pangan yang kaya akan enzim dan protein.
Tumbuhan pada umumya merupakan sumber senyawa antioksidan alami yang
berupa senyawa fenolik yang terletak pada hampir seluruh bagian tumbuhan yaitu
pada kayu, biji, daun, buah, akar, bunga ataupun serbuk sari (Sarastani, dkk.,
2002). Antioksidan mengandung senyawa fenolik atau polifenolik yang
merupakan golongan flavonoid. Senyawa flavonoid sebagai antioksidan pada
masa sekarang ini sangat banyak diteliti, karena senyawa flavonoid yang terdapat
pada antioksidan memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi resiko
yang dapat ditimbulkan oleh radikal bebas dan juga dapat dimanfaatkan sebagai
anti-radikal bebas (Munisa, dkk., 2012).
Radikal bebas adalah senyawa oksigen yang reaktif dan tidak memiliki
elektron yang tidak berpasangan. Jika tubuh memiliki kadar radikal bebas yang
28
tinggi memicu munculnya berbagai macam penyakit degeneratif. Adanya
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari radikal bebas dan dapat
mengurangi atau meredam dampak negatif dari radikal bebas tersebut, antioksidan
menjadi suatu komponen yang sangat penting.Antioksidan sendiri merupakan
suatu molekul yang sangat reaktif yang dapat menghambat adanya reaksi oksidasi
pada tubuh dengan mengikat radikal bebas (Winarsih, 2007). ). Radikal bebas dan
ROS menyebabkan kerusakan pada komponen biologi seperti protein, DNA, dan
lipid. Kerusakan makromolekul bisa menimbulkan katarak, kanker, dan penyakit
pembuluh darah (Langsethm, 1995 dalam Suryanto dan Wehantouw, 2009).
Komponen antioksidan dapat dihasilkan tanaman berupa senyawa
fenolik(flavonoid, asam, fenolik, tannin, dan lignan).
Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat menghentikan
reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen.
Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau sintetis. Contoh antioksidan
primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT) (Winarsih, 2007). Reaksi
antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang sangat reaktif,
kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini dapat
berperan sebagai donor hidrogen atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat
berperan sebagai akseptor elektron atau CB-A (Chain breaking acceptor)
(Triyem, 2010).
Antioksidan sekunder berperan mengikat radikal bebas dan mencegah
amplifikasi senyawa radikal. Beberapa contohnya adalah vitamin A (betakaroten),
vitamin C, vitamin E, dan senyawa fitokimia (Kartikawati, 2013). Prinsip kerja
sistem antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi
29
berantai dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga
radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.9 Antioksidan
sekunder di antaranya adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam
lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin dan sebagainya (Muchtadi, 2013).
Antioksidan tersier berperan dalam mekanisme biomolekuler, seperti
memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Enzim-
enzim ini berperan dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas
radikal bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan
oleh rusaknya Single dan Double strand (Winarsih, 2007).