II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Tanaman Kelapa … 2.pdf · Kelapa merupakan tanaman yang...
-
Upload
hoanghuong -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Tanaman Kelapa … 2.pdf · Kelapa merupakan tanaman yang...
-
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)
Kelapa merupakan tanaman yang penting bagi kehidupan manusia. Kelapa
dimanfaatkan sebagai sumber makanan, minuman, bahan bangunan, obat
obatan, kerajinan tangan bahkan juga pada beberapa industri seperti kosmetik,
sabun dan lain lain. Berdasarkan kegunaannya tanaman kelapa dijuluki sebagai
Tree of life. Dari semua bagian kelapa yang digunakan, bagian yang bernilai
ekonomi sampai saat ini adalah bagian endosperm (Tenda, 2004).
Tinggi pohon kelapa berkisar antara 20 - 22 meter pada umur 40 tahun
sedangkan pada umur 80 tahun berkisar 35 - 40 meter. Pada umumnya bunga
kelapa jantan dan betina terdapat pada satu tangkai bunga, bunga jantan terletak
diatas dan bunga betina pada bagian bawah. Biasanya kelapa berbunga pada umur
4 5 tahun setelah ditanam (Chan and Elevitch, 2006).
Klasifikasi tumbuhan kelapa (Suhardiman, 1999) adalah sebagai berikut:
Kingsom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
Family : Palmae (Arecaceae)
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
Di Indonesia terdapat dua jenis varietas kelapa yaitu kelapa Genjah (Dwarf
coconut) dan kelapa Dalam (Tall coconut). Selain kedua varietas tersebut dikenal
juga kelapa hibrida yang merupakan hasil persilangan kedua varietas tersebut
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2007). Kelapa tipe Dalam,
umumnya memiliki batang dengan tinggi sekitar 15 meter dan bagian pangkal
membengkak yang sering disebut bole. Panjang daun keseluruhan (satu pelepah)
kelapa ini berkisar antara 5 7 meter dengan mahkota daun terbuka penuh
berkisar 30 - 40 daun. Waktu berbunga kelapa ini cukup lambat berkisar 7 10
-
5
tahun setelah tanam, dan buahnya masak sekitar 12 bulan setelah proses
reproduksi yang umumnya adalah penyerbukan silang. Berdasar dari usianya,
kelapa Dalam dapat mencapai 80 - 90 tahun. Kelapa Dalam dapat tumbuh baik
pada berbagai jenis tanah dan iklim. Kualitas dari endosperm dan mesosperm
yang masih baik sehingga banyak digunakan sebagai kopra dan minyak (Harries
dkk., 2004).
Kelapa tipe Genjah pada umumnya memiliki batang yang lebih pendek
dari kelapa tipe Dalam berkisar 12 meter dan agak kecil serta tidak memiliki bole.
Panjang daun keseluruhan (satu pelepah) berkisar 3 - 4 meter. Waktu berbunga
kelapa ini cukup cepat sekitar 3 - 4 tahun setelah tanam, buah masak berkisar 11-
12 bulan setelah proses reproduksi yang umunya adalah menyerbuk sendiri.
Kelapa ini dapat mencapai 35 - 40 tahun, kualitas kopra dan minyak serta sabut
kurang baik (Harries dkk., 2004).
Berdasarkan karakteristik morfologi, anatomi dan molekuler di Bali telah
ditemukan 26 ragam kelapa dari tipe kelapa Dalam dan Genjah. Beberapa ragam
memiliki karakter unik seperti kelapa Bulan, Gadang, Gading, Udang, Ancak, Be
Julit dan Rangda dan lain sebagainya (Kriswiyanti, 2014).
Kelapa Rangda
Kelapa Rangda Desa Babung, Kabupaten Klungkung, Desa Pejeng,
Kabupaten Gianyar dan Desa Sanghyang, Kabupaten Jembrana memiliki batang
berbentuk lurus dengan bagian ujung dan ibu tangkai daun terpuntir sehingga
mahkota daun kebawah tapi seperti rambut Rangda (gambar 1). Kelapa ini
memiliki bole dengan ukuran 161 cm, lingkar batang kelapa ini 1,5 m, warna
tangkai daun coklat, dengan rachis 333,30 cm, tangkai daun panjang 110 cm,
tebal tangkai daun 2,86 cm, warna anak daun hijau kekuningan. Bunga kelapa
ini berbentuk tongkol majemuk (spadix) tidak bercabang ganda, warna tangkai
bunga hijau kekuningan dengan jumlah tangkai bunga 29,6 setiap pohon, jumlah
bunga betina/tandan 13,6, jumlah tandan 5,3 panjang tangkai tandan 38cm,
tebal tandan 30cm, lebar tandan 27cm, rangkaian bunga 17cmx16,5cm. Buah
-
6
sedikit berkisar 0 3 buah. Warna buah dan serabut kelapa ini coklat
(Kriswiyanti, 2014).
Hasil penelitian Puspawati dkk (2013) menunjukkan bahwa struktur
sklerenkim pada daerah terpuntir ibu tangkai daun induk dan anakan umumnya
banyak yang torsi, hal ini dapat dilihat dari perbandingannya 13% : 81%.
Penelitian Nirmala dkk (2013) menyatakan bahwa viabilitas dari serbuk
sari kelapa Rangda dibawah 3% sedangkan viabilitas serbuk sari tinggi bila diatas
30%. Hal tersebut yang menyebabkan kelapa Rangda menghasilkan buah sedikit.
Gambar 1. Foto Kelapa Rangda
Keterangan kelapa Rangda dari : desa Ngis Kabupaten Karangasem
(A,C,D), desa Kubu Kabupaten Bangli (B). (Dokumentasi Risa 2014)
2.2. DNA
Deoxsiribose nucleic acid (DNA) adalah polimer dari asam nukleat
tersusun dari nukleotida-nukleotida yang mengandung informasi genetik. Struktur
kimia DNA berupa makromolekul kompleks yang terdiri atas 3 macam molekul,
yaitu gula pentosa (deoksiribosa), asam fosfat, dan basa nitrogen. DNA berbentuk
D C
B A
-
7
heliks ganda (double helix) berpilin yang tersusun dari dua utas benang
polinukleotida yang saling berpilin (Susanti, 2003).
Pada tumbuhan, DNA dapat ditemukan pada bagian nukleus, mitokondria
dan kloroplas (Taberlet et al., 1991 ; Campbell, 2002 ; Knoop, 2004). Kloroplas
merupakan bagian dari sel yang terdapat pada tumbuhan hijau dan melakukan
fotosintesis. Kloroplas memiliki DNA sendiri sama halnya dengan mitokondria
yang keduanya disebut DNA ektra kromosomal. Secara struktural DNA kloropas
sama dengan DNA mitokondria yang tersusun dari untaian ganda, berpilin yang
terdiri dari nukleotida dan berasosiasi dengan protein. Ukuran DNA klorolopas
lebih besar dibandingkan DNA mitokondria pada hewan yaitu 80 kilo basa hingga
600 kilo basa (Bayu, 2005).
2.3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR (Polymerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase
merupakan suatu metode untuk memperbanyak rantai sekuen nukleotida (DNA)
secara invitro. PCR ditemukan pertama kali oleh Kary Mulis pada tahun 1985
yang merupakan suatu prosedur yang efektif untuk pelipatgandaan sekuen DNA
target dan dapat memperoleh 106 - 109 kali jumlah DNA target awal. Proses
pelipatgandaan ini dikenal dalam istilah biologi molekuler sebagai amplifikasi
DNA. Kelebihan metode ini adalah suhu yang dapat tinggi dan rendah dengan
cepat selain itu PCR juga bekerja dengan komponen yang jumlahnya sedikit
(Yuwono, 2006).
Menurut Kusuma (2010) proses amplifikasi PCR digunakan enzim
polymerase yang bersifat stabil pada suhu yang tinggi. Pada proses PCR, enzim
polimerase yang digunakan berasal dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) yang
hidup di lingkungan bersuhu lebih dari 90oC. Berikut adalah tiga tahap
pengulangan yang penting dalam proses PCR yaitu :
1. Denaturasi
Pada tahap denaturasi molekul DNA, suhu yang digunakan adalah 94 -
95C . Suhu ini digunakan untuk memacu terjadinya pemisahan untai ganda DNA
-
8
menjadi untai DNA tunggal. Untai DNA yang tunggal inilah yang akan menjadi
cetakan bagi untai DNA baru yang akan dibuat (Kusuma, 2010).
Gambar 2. Untai DNA mengalami denaturasi (Madej, 1991)
2. Penempelan (Annealing)
Penempelan menggunakan suhu sekitar 45 600C yang bersifat khusus
sesuai dengan jenis primer yang digunakan. Pada proses ini primer akan menuju
daerah yang spesifik dan komplemen dengan urutan primer. Pada proses
annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan
komplemen pada template selama 1-2 menit. Suhu yang tidak tepat menyebabkan
tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat
(Kusuma, 2010).
Gambar 3. Penempelan primer dengan untai DNA yang telah
terdenaturasi (Madej, 1991)
-
9
3. Pemanjangan (Elongation)
Setelah penempelan primer pada untai DNA terjadi maka enzim DNA
Taq polimerase akan memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang baru dari
gabungan antara primer, DNA cetakan dan nukleotida.
Gambar 4. Perpanjangan DNA secara semi-konservatif (Madej, 1991)
Ketiga tahap tersebut berulang hingga untaian DNA baru yang dibentuk
kembali akan mengalami proses denaturasi, penempelan dan pemanjangan untai
DNA menjadi untai DNA yang baru. Pengulangan proses PCR tersebut akan
menghasilkan amplifikasi DNA cetakan baru secara eksponensial (Kusuma,
2010).
Gambar 5. Proses amplifikasi DNA target (Madej, 1991)
-
10
2.4. Penanda DNA
Penanda DNA dibagi menjadi dua kelompok yaitu, pertama penanda DNA
tanpa PCR (non-PCR based techniques) seperti RFLP, ke dua penanda DNA
berbasis PCR yang meliputi RAPD, AFLP, SSR, CAPS, SCAR, SSCP dan DNA
Barkoding (Zulfahmi, 2013). Saat ini penanda DNA mikrosatelit banyak
digunakan seperti pada penelitian mengenai hubungan kekerabatan genetik jeruk
siam Indonesia (Agisimanto dkk., 2006), manggis pada empat sentra produksi di
pulau Jawa (Mantra, 2010 ), keragaman genetik beberapa kultivar tanaman
mangga (Zainudin dkk., 2010) dan analisa keragaman genetik kelapa madan di
Bali (Kriswiyanti, 2013).
Mikrosatelit merupakan pengulangan sekuen DNA, umumnya satu motif
mengandung satu sampai enam pasang basa bergandeng yang diulang dengan
jumlah ulangan yang berbeda (Navascues dan Emerson, 2005). Mikrosatelit sering
disebut sebagai simple sequence repeats (SSRs), short tandem repeat (STR),
variable number tandem repeat (VNTR) dan simple sequence length
polymorphism (SSLP). Akibat istilah yang banyak terjadi kebingungan pada saat
studi literatur, namun istilah mikrosatelit telah menjadi umum untuk
menggambarkan motif DNA pendek yang berulang (Hancock, 1999). Penggunaan
primer mikrosatelit disesuaikan dengan organisme yang diteliti
Perbedaan ukuran alel dalam satu lokus penanda mikrosatelit disebabkan
oleh mutasi yang terjadi akibat dari Slippage selama proses replikasi DNA
sehingga terbentuk alel baru yang bisa bertambah atau berkurang 1 motif
(Schltterer and Tautz, 1992).
Karakteristik mikrosatelit adalah sebagai berikut: tingkat polimorfisme
tinggi, bersifat kodominan, membutuhkan jumlah DNA sedikit dalam analisis
serta dapat melihat variasi alel melalui teknik PCR (Moeljopawiro, 2010).
Menurut Mulyadiana (2010), mikrosatelit seringkali digunakan pada berbagai
macam penelitian, contohnya identifikasi forensik, penelitian populasi genetik dan
diagnosis serta identifikasi penyakit.
-
11
2.5 Elektroforesis
Elektroforesis DNA menggunakan gel yang dibuat dari agarosa,
poliakrilamid atau campuran keduanya dengan kerangka pori pori yang
kompleks yang akan dilewati DNA menuju elektroda positif. Makin kecil molekul
DNA makin cepat migrasinya melewati gel, sehingga molekul DNA akan terpisah
berdasarkan ukurannya (Kusuma, 2010). Metode ini digunakan untuk
memisahkan serta memurnikan suatu makromolekul seperti asam nukleat dan
protein. Metode ini juga sering digunakan dalam percobaan biologi molekuler dan
biokimia (Magdeldin, 2012).
Menurut Jean and Francois (2010) elektroforesis gel agarosa ialah teknik
yang paling baik dan paling sering digunakan di laboratorium untuk menganalisis
DNA dan protein. Selain gel agarosa dapat juga digunakan gel poliakrilamida
yang digunakan untuk menganalisa hasil ekstensi primer (Davis et al., 1994). Gel
agarosa biasa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang lebih besar (lebih
dari 200 bp) sedangkan gel poliakrilamida digunakan untuk fragmen DNA yang
lebih kecil (kurang dari 200 bp) (Lee & Bahaman, 2010).
Elektroforesis gel dapat memisahkan makromolekul berdasarkan laju
perpindahan DNA melewati suatu gel yang berada dalam pengaruh medan listrik.
Sehingga gel dapat memisahkan suatu campuran molekul DNA menjadi pita-pita
yang masing-masing terdiri dari molekul DNA (Campbell et al., 2002). Prinsip
kerja elektroforesis yaitu molekul DNA yang bermuatan negatif pada gel yang
dialiri arus listrik akan bergerak kearah kutub positif yang laju migrasinya
dipengaruhi oleh ukuran molekulnya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat
diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi
fragmen molekul DNA standard (DNA ladder) yang telah diketahui ukurannya.
Visualisasi DNA dapat dilakukan dengan etidium bromide yang ditambahkan
langsung didalam gel atau di rendam dengan etidium bromide sebelum dipaparkan
diatas sinar ultraviolet (Tarigan, 2011).