II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu...

30
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma spp Curcuma banyak dimanfaatkan sebagai antimikroba karena kandungan senyawa aktifnya mampu mencegah pertumbuhan mikroba. Tanaman ini terdiri dari beberapa spesies diantaranya Curcuma xanthorizza (temulawak), C. domestica (kunyit), C. mangga (temu mangga), C. zedoaria (kunyit putih), C. heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1. Curcuma zedoaria (Kunyit Putih) Curcuma zedoaria Rosc. (kunyit putih) adalah salah satu jenis dari keluarga Zingiberaceae yang sangat penting dalam pengobatan tradisional dan industri obat. Aktivitas farmakologik menunjukkan adanya efek antimikroba, antiradang, antikanker, hepatoprotektif, dan insektisida (Windono, dkk., 2002 dalam Saefudin, 2014). Kunyit putih merupakan tanaman semusim dengan karakteristik daun berbentuk bundar berwarna hijau muda, bunga tumbuh bergerombol di atas batang semu setinggi 30–70 cm, akarnya berdaging membentuk umbi seukuran telur puyuh, rimpang kunyit putih tumbuh pendek, berwarna pucat, banyak serat, berbau khas, dan memiliki rasa pahit (Hutapea, 1993 dalam Putri, 2014). Gambar 1. Curcuma zedoaria (Hutapea, 1993 dalam Putri, 2014)

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Curcuma spp

Curcuma banyak dimanfaatkan sebagai antimikroba karena kandungan

senyawa aktifnya mampu mencegah pertumbuhan mikroba. Tanaman ini terdiri

dari beberapa spesies diantaranya Curcuma xanthorizza (temulawak), C.

domestica (kunyit), C. mangga (temu mangga), C. zedoaria (kunyit putih), C.

heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994

dalam Adila dkk., 2013).

2.1.1. Curcuma zedoaria (Kunyit Putih)

Curcuma zedoaria Rosc. (kunyit putih) adalah salah satu jenis dari

keluarga Zingiberaceae yang sangat penting dalam pengobatan tradisional dan

industri obat. Aktivitas farmakologik menunjukkan adanya efek antimikroba,

antiradang, antikanker, hepatoprotektif, dan insektisida (Windono, dkk., 2002

dalam Saefudin, 2014).

Kunyit putih merupakan tanaman semusim dengan karakteristik daun

berbentuk bundar berwarna hijau muda, bunga tumbuh bergerombol di atas

batang semu setinggi 30–70 cm, akarnya berdaging membentuk umbi seukuran

telur puyuh, rimpang kunyit putih tumbuh pendek, berwarna pucat, banyak serat,

berbau khas, dan memiliki rasa pahit (Hutapea, 1993 dalam Putri, 2014).

Gambar 1. Curcuma zedoaria (Hutapea, 1993 dalam Putri, 2014)

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

5

Menurut Backer dan Van den Brink (1968) dalam Setyawan (2003), dalam

taksonomi tanaman kunyit putih dikelompokkan sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc.

Kunyit putih (Curcuma zedoaria) mengandung senyawa kimia seperti

kurkuminoid, minyak atsiri, astringensia, flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung,

sedikit lemak (Lobo, dkk., 2009 dalam Putri, 2014). Curcuma zedoaria Rosc.,

mempunyai kandungan utama senyawa-senyawa arilheptanoid (kurkuminoid),

minyak atsiri dengan bermacam-macam monoterpen dan seskuiterpen, dan

polisakarida (Windono, dkk., dalam Saefudin, 2002).

2.1.2. Curcuma domestica (Kunyit Kuning)

Curcuma domestica (kunyit kuning) adalah salah satu jenis rempah-

rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan.

Kunyit memiliki nama latin Curcuma domestica Val. Kunyit termasuk salah satu

suku tanaman temu-temuan (Zingiberaceae). Khasiat kunyit diantaranya sebagai

antioksidan, anti karsinogen, anti alzeimer dan juga anti kanker. (Depkes RI,

1995). Kunyit dikenal sebagai penyedap, penetral bau anyir pada masakan, seperti

gulai opor dan soto, serta pewarna pada nasi kuning. Kunyit dimanfaatkan secara

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

6

luas oleh industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan tekstil

(Winarno, 2003 dalam Puspa, 2017).

Tanaman kunyit (Curcuma domestica) tumbuh bercabang dengan tinggi

40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang

dengan warna kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun

tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm

dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat (Winarno, 2003 dan Puspa,

2017).

Gambar 2. Curcuma domestica (Yuslianti, 2018)

Menurut Winarto (2004) dalam Kusbiantoro dan Purwaningrum (2018),

taksonomi tanaman kunyit dikelompokkan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma domestica Val

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

7

Kandungan utama dalam rimpang kunyit (Curcuma domestica)

diantaranya adalah minyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin,

desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, lemak, protein, kalsium, fosfor dan

besi (Shan dan Iskandar, 2018). Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12%

fruktosa, 8% protein, dan kandungan kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi,

1,3-5,5% minyak atsiri yang terdiri 60% keton seskuiterpen, 25% zingiberina dan

25% kurkumin berserta turunannya (Yuslianti, 2018).

2.1.3. Curcuma aeruginosa (Temu Hitam)

Curcuma aeruginosa atau temu hitam tersebar luas di Asia Tenggara

memiliki nama lokal temu rang (Sumatra), temu ireng (Jawa Tengah dan Jawa

Timur), temu ereng (Madura), koneng hideung (Jawa Barat), temu lotong

(Sulawesi dan Nusa Tenggara), merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh

di Indonesia (Djauharia dan Sufiani, 2007 dalam Setiadi dkk., 2017). Tanaman ini

sudah dikenal dan dibudidayakan secara massal di negara Asia lainnya seperti

Malaysia, Kamboja, dan Myanmar (Pribadi, 2009 dalam Setiadi dkk., 2017).

Temu hitam merupakan tanaman asli dari kawasan Asia Tenggara

berbatang semu dengan ketinggian mencapai 1,5 m. Tanaman ini mempunyai

rimpang berwarna gelap memiliki aroma khas. Daun tunggalnya berbentuk bulat

telur dengan helaian daun berwarna hijau, bertulang daun menyirip, dan

permukaan bagian atas terlihat garis-garis cokelat membujur. Pelepahnya melekat

satu dengan yang lain hingga membentuk batang. Sementara bunga majemuk

berwarna ungu merah dengan tangkai yang panjang mencapai 35 cm terutama di

Pulau Jawa dari ketinggian 400 - 1.750 meter di atas permukaan laut dan

tumbuhan ini menyukai tanah subur. Daunnya berbentuk lanset lebar dengan

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

8

helaian daun yang tipis, warna daun hijau sampai coklat keunguan agak gelap

(Mursito, 2003).

Gambar 3. Curcuma aeruginosa (Mursito, 2003)

Klasifikasi tanaman temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) menurut

Yuniarti (2008) dalam Putri (2016) adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledona

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma aeruginosa Roxb.

Rimpang temu hitam digunakan sebagai obat tradisional karena

mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti saponin, flavonoid, polifenol,

triterpenoid, dan glukan (Sweetymol dan Thomas, 2014; Kitamura et al., 2007

dalam Setiadi dkk., 2017). Rimpang temu hitam digunakan untuk ramuan galian

dan anti rematik atau inflamasi (Reanmongkol et al., 2006 dalam Setiadi dkk.,

2017), penyakit kulit (Djauharia dan Sufiani, 2007 dalam Setiadi dkk. 2017),

batuk dan asma (Nasrullah et al., 2010 dalam Setiadi dkk., 2017), anti mikroba

(Angel et al., 2012 dalam Setiadi dkk., 2017), anti cendawan (Srivastava et al.,

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

9

2006 dalam Setiadi dkk., 2017), dan anti oksidan (Nurcholis et al., 2015 dalam

Setiadi dkk., 2017).

2.2. Oleoresin

Menurut Susanto (1989) dan Sumangat et al.(1994) dalam Fajriyani

(2008), oleoresin adalah suatu produk dari rempah-rempah yang berbentuk

padatan, yang umumnya mengandung minyak atsiri, resin, dan komponen aktif

yang terdapat di dalam rempah. Oleoresin akan memberikan rasa dan aroma yang

khas dari bahan asalnya. Dalam oleoresin terdapat minyak atsiri dan bahan yang

tidak mudah menguap (resin). Oleoresin kunyit mengandung campuran minyak

atsiri, resin dan kurkumin. Minyak atsiri dan kurkumin terbukti memiliki sifat

antimikroba.

Menurut Uhl (2000) oleoresin merupakan bentuk ekstraktif rempah yang

didalamnya terkandung komponen-komponen utama pembentuk perisa yang

berupa zat-zat volatil (minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan gum) yang

masing-masing berperan dalam menentukan aroma dan rasa.

Ekstraksi dengan pelarut guna menghasilkan oleoresin dipengaruhi oleh

jenis dan polaritas pelarut yang digunakan. Polaritas dan titik didih pelarut

merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut untuk

mengekstrak oleoresin. Menurut Moyler (1991) dalam Assagaf dkk. (2012)

pelarut nonpolar dapat mengekstrak beberapa komponen volatil dan pelarut polar

adalah pelarut yang baik dalam proses ekstraksi oleoresin. Metode ekstraksi

maserasi menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan

perendaman simplisia tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran

yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

10

senyawa akan berlangsung dengan sempurna karena waktu perendaman dapat

diatur (Assagaf dkk., 2012).

Sensitivitas khamir terhadap ekstrak rempah (oleoresin) telah diteliti oleh

Arora dan Khaur (1999) dalam Dhanya dan Saleena (2014). Mereka menemukan

bahwa ekstrak bawang putih dan cengkeh dapat menghambat pertumbuhan

Candida acutus, C. albicans, C. apicola, C. catenulata, C. inconspicua, C.

tropicalis, Rhodotorula rubra, Saccharomyces cerevisae dan Trignopsis

variabilis. Grohs dan Kunz (2000) dalam Dhanya dan Saleena (2014)

mengobservasi bahwa campuran bubuk rempah (2% dan 5 % b/v) dapat

menghambat pertumbuhan Candida lipolytica secara efektif.

2.3. Khamir (Yeast)

2.3.1. Definisi Khamir (Yeast)

Khamir atau disebut yeast, merupakan jamur bersel satu yang

mikroskopik, tidak berflagela. Beberapa genera membentuk filamen

(pseudomiselium). Cara hidupnya sebagai saprofit dan parasit. Hidup di dalam

tanah atau debu di udara, tanah, daun-daun, nektar bunga, permukaan buah-

buahan, di tubuh serangga, dan cairan yang mengandung gula seperti sirup, madu

dan lain-lain. Khamir berbentuk bulat (speroid), elips, batang atau silindris,

seperti buah jeruk, sosis, dan lain-lain. Bentuknya yang tetap dapat digunakan

untuk identifikasi. Khamir dapat dimasukkan ke dalam klas Ascomycetes,

Basidiomycetes dan Deuteromycetes (Sumarsih, 2003).

2.3.2. Reproduksi Khamir

Khamir atau yeast adalah kategori non-takson yang mencakup semua

fungsi uniseluler yang berasal dari kingdom Zygomycota, Ascomycota dan

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

11

Basidiomycota. Khamir umumnya berkembang biak secara aseksual maupun

seksual (Waluyo, 2007). Menurut Syamsuri (2004) Khamir dapat melakukan

reproduksi atau perkembangbiakan dengan beberapa cara yaitu :

a. Pertunasan

b. Pembelahan

c. Pembelan tunas, yaitu kombinasi antara pertunasan dan pembelahan

d. Sporulasi atau pembetukan spora yang dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

- spora aseksual

- spora seksual

Perkembang biakan sel khamir dapat terjadi secara vegetatif maupun

secara generatif (seksual). Secara vegetatif (aseksual), (a) dengan cara bertunas

(Candida sp., dan khamir pada umumnya), (b) pembelahan sel

(Schizosaccharomyces sp.), dan (c) membentuk spora aseksual (klas

Ascomycetes). Secara generatif dengan cara konyugasi (reproduksi seksual).

Konyugasi khamir ada 3 macam, yaitu (a) konyugasi isogami

(Schizosaccharomyces octosporus), (b) konyugasi heterogami

(Zygosaccharomyces priorianus), dan konyugasi askospora pada

Zygosaccharomyces sp. dan Schizosaccharomyces sp. (sel vegetatif haploid), serta

pada Saccharomyces sp., dan Saccharomycodes sp. (sel vegetatif diploid)

(Sumarsih, 2003).

2.3.3. Morfologi Khamir

Khamir mempunyai ukuran yang bervariasi dengan panjang 1-5 µm

sampai 20-50 µm, dan lebar 1-10 µm. Sel khamir mempunyai bentuk yang

bermacam-macam seperti bulat, oval, silinder, ogival yaitu bulat. Bentuk-bentuk

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

12

dari sel khamir tersebut dapat membantu dalam indentifikasi dari khamir. Ada

beberapa khamir dalam keadaan tertentu dapat mengalami dimorfisme yaitu fase

khamir, bentuk sel tunggal dan filamen, bentuk benang (Pelczar, 2007).

Ukuran sel khamir berkisar antara 1-9 mikron kali 2-20 mikron,

tergantung spesiesnya. Khamir tidak mempunyai flagella sehingga tidak dapat

melakukan gerakan aktif (Natsir, 2008).

Gambar 4. Bentuk-bentuk yeast (Frazier dan Westhoff, 1988): (A) Saccharomyces

cerevisae dengan sel budding dan satu askus dengan empat askospora;

(B) Candida yeast dengan perpanjangan sel; (C) Candida yeast

dengan pseudomiselium; (D) Yeast berbentuk lemon; (E)

Schizosaccharomyces yeast dengan pembelahan tipe fission; (F)

Hansenula yeast dengan askospora berbentuk topi derby; (G)

Zygosaccharomyces yeast yang terkonjugasi dan askus dengan empat

askospora; (H) Yeast berbentuk botol.

Dinding sel khamir terdiri atas kitin. Sel yang masih muda dinding selnya

tipis dan lentur, sedangkan yang tua dinding selnya tebal dan kaku. Dibawah

dinding sel terdapat membran bersifat permiabel selektif. Tipe sel khamir adalah

eukariotik. Untuk identifikasi dan determinasi khamir, perlu dipelajari sifat-sifat

morfologi dan fisiologisnya. Sifat-sifat morfologi yang perlu dipelajari meliputi

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

13

bentuk, struktur sel dan jumlah spora, cara-cara perkembangbiakan,

pembentukkan pseudemycellium, ordian, giant colony, klamidospora, blastospora,

dan sebagainya. Sifat-sifat fisiologis meliputi pengujian amilasi C dan N,

fermentasi karbohidrat, kemampuan mencairkan gelatin, reduksi netral dan

sebagainya (Dwijoseputro, 2010).

Pengamatan sel khamir dapat dilakukan dengan cara pengecatan

sederhana, yaitu pemberian warna pada khamir dengan menggunakan larutan

tunggal suatu warna suatu warna pada lapisan tipis atau olesan yang sudah

difiksasi. Pewarnaan sederhana, yaitu pewarnaan menggunakan satu macam zat

warna dengan tujuan hanya untuk melihat bentuk sel khamir dan untuk

mengetahui morfologi dan susunan selnya serta membedakan sel yang mati dan

sel yang hidup (Balley, 2007).

2.3.4. Identifikasi Khamir

Menurut Sumarsih (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

mengidentifikasi khamir adalah:

1. Ada tidaknya askospora, kalau ada bagaimana pembentukannya (konyugasi

isogami, heterogami, atau konyugasi askospora), bentuk, warna, ukuran, dan

jumlah spora.

2. Bentuk, warna, dan ukuran sel vegetatifnya.

3. Cara reproduksi aseksual (bertunas, membelah, dsb)

4. Ada tidaknya filamen atau pseudomiselium.

5. Pertumbuhan dalam medium dan warna koloninya.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

14

6. Sifat-sifat fisiologi, misalnya sumber karbon (C) dan nitrogen (N), kebutuhan

vitamin, bersifat oksidatif atau fermentatif, atau keduanya, lipolitik, uji

pembentukan asam, penggunaan pati, dan lain-lain.

2.3.5. Macam-macam Khamir

Macam – macam khamir menurut Coyne (1999) yakni :

a. Khamir Murni

Khamir yang dapat berkembang biak dengan cara seksual dengan

pembentukan askospora khamir ini diklasifikasikan sebagai Ascomycetes

(Saccharomyces cerevisae, Saccharomyces carlbergesis, Hansenula anomala,

Nadsonia sp).

b. Khamir Liar

Khamir murni yang biasanya terdapat pada kulit anggur. Khamir ini

mungkin digunakan dalam proses fermentasi, meskipun galur yang diperbaiki

telah dikembangkan yang menghasilkan anggur dengan rasa yang lebih enak

dengan bau yang lebih menyenangkan. Khamir liar yang ada dikulit anggur

dimatikan dengan penambahan dioksida belerang pada buah anggur yang telah

dihancurkan. Inokulum galur khamir yang dikehendaki ditambahkan kemudian

untuk memfermentasi air perasan anggur.

c. Khamir Atas

Khamir murni yang cenderung memproduksi gas sangat cepat sewaktu

fermentasi,sehingga khamir itu dibawa kepermukaan. Khamir atas mencakup

khamir yang digunakan dalam pembuatan roti,untuk kebanyakan anggur minuman

dan bir inggris (Saccharomyces cereviceae).

d. Khamir Dasar

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

15

Khamir murni yang memproduksi gas secara lebih lamban pada bagian

awal fermentasi. Jadi sel khamir cenderung untuk menetap pada dasar. Galur

terpilih digunakan dalam industri bir lager (Saccharomyces carlsbergensis).

e. Khamir Palsu atau Torulae

Khamir yang didalamnya tidak terdapat atau dikenal tahap pembentukan

spora seksual. Banyak diantaranya yang penting dari segi medis (Cryptococcus

neoformans, Pityrosporum ovale, Candida albicans).

2.4. Daging Sapi

2.4.1. Definisi Daging Sapi

Daging sapi merupakan bagian dari hewan potong yang digunakan

manusia untuk bahan makanan (Saptarini, 2009). Daging sapi merupakan produk

ternak yang merupakan sumber protein hewani. Daging sapi merupakan bahan

pangan yang mengandung gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk

pertumbuhan dan kesehatan (Arifin et al., 2008 dalam Ilmi, 2016). Daging sapi

didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan

jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2009).

Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang

mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral, dan sedikit karbohidrat

sehingga dengan kandungan tersebut menjadikan medium yang baik untuk

pertumbuhan bakteri dan menjadikan mudah mengalami kerusakan (Nurwantoro

et al., 2012 dalam Ilmi, 2016). Bahan pangan asal ternak menjadi berbahaya dan

tidak berguna apabila tidak aman, oleh karena itu, perlu penjagaan yang mutlak

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

16

dalam keamanan pangan supaya menjadikan berguna bagi tubuh (Bahri, 2008

dalam Ilmi, 2016).

Selain bakteri, khamir dan kapang juga dapat tumbuh pada daging. Salah

satu jenis mikroorganisme yang tidak diharapkan tumbuh pada daging segar

adalah khamir (yeast) karena selain dapat menjadi agen pembusuk, yeast juga

dapat bersifat patogen. Menurut Balia dkk. (2005) banyak juga yeast yang

berhubungan dengan penyakit pada manusia terutama yeast yang termasuk yeast

yang patogen misalnya: Candida albicans, C. glabrata, Cryptococcus

neoformans, Rhodotorula rubra, Trichosporon beigelii, dan Candida spp.

Menurut Pratama, dkk. (2017), keberadaan khamir (yeast) pada daging segar

sangat berbeda dalam daging olahan. Pada daging segar pertumbuhan khamir

tidak diharapkan karena bila pertumbuhannya melebihi 105 - 106 CFU/gram itu

akan cepat rusak. Sedangkan pada produk daging olahan, kehadiran khamir ini

dapat menambah rasa dan aroma pada produk tersebut seperti misalnya:

Debaryomyces hansenii pada italian salami yang memberikan kualitas pada

citarasa produk tersebut.

2.4.2. Kandungan Gizi Daging Sapi

Komposisi daging sapi terdiri dari 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5%

zat-zat non protein, dan 2,5% mineral (Forrest et al., 1992). Sumber lain

menyatakan bahwa daging sapi terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5% substansi

non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003).

Perbandingan komposisi daging dari sapi, kambing, ayam dan babi dapat

dilihat pada Tabel 1. Selain itu bila ditinjau dari asam aminonya, daging memiliki

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

17

komposisi asam amino yang lengkap dan seimbang hal ini dapat dilihat pada

Tabel 2 (Anjasari, 2010 dalam Ilmi, 2016).

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Ayam, Sapi, Kambing, dan Babi

Jenis

Daging

Komposisi (g)

Protein Air Lemak

Ayam 18,2 55,9 25,0

Domba 17,1 66,3 14,8

Sapi 18,8 66,0 14,0

Kambing 16,6 70,3 9,2

Babi 11,9 42,0 45,0

Sumber: Departemen Kesehatan RI (1995)

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Essensial Daging Sapi

Jenis Asam Amino

Essensial

Kadar Protein (%) Berat Molekul (g/mol)

Arginin 6,9 174,2

Histidin 2,9 155,2

Isoleusin 5,1 131,2

Leusin 8,4 131,2

Lisin 8,4 146,2

Metionin 2,3 149,2

Phenilalanin 4,0 165,2

Threonin 4,0 119,1

Triptofan 1,1 204,2

Valin 5,7 117,1

Sumber: Anjasari (2010) dalam Ilmi (2016)

2.4.3. Khamir pada Daging Sapi

Menurut Deak dan Beuchat (1996), yeast atau khamir komponen

mikroflora asli yang terasosiasi dengan daging dan produk olahan daging.

Terdapat sekitar 30 spesies yeast yang ditemukan pada daging dapat dilihat pada

Tabel 3.

Yeast flora yang mendominasi dan ditemukan pada daging sapi terdiri dari

Cryptococcus laurentii, Candida sake, C. zeylanoides, dan C.parapsilosis, dan

terdapat sedikit jumlah Cry. albidus, Debaryomyces hansenii, dan Ya. lipolytica

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

18

(Johannsen et al., 1984 dalam Deak dan Beuchat, 1996). Setelah penyimpanan 14

hari pada suhu 4°C, tiga spesies pertama yang disebutkan muncul akan tetapi yang

paling mendominasi adalah spesies Debaryomyces hansenii. Baxter dan Illston

(1990) dalam Deak dan Beuchat (1996) mengidentifikasi bahwa Cry. laurentii,

Deb. hansenii, dan P. membranaefaciens merupakan yeast psikrotropik pada

daging, sedangkan Barnes et al. (1980) dalam Deak dan Beuchat (1996)

mendeskripsikan mikroflora yang sama pada karkas turkey; populasi psikrotropik

yeast (Cry. laurentii, C.zeylanoides, dan Trp. pullulans) meningkat selama masa

penyimpanan suhu rendah.

Peningkatan populasi yeast selama penyimpanan suhu rendah

mengindikasikan bahwa yeast berkontribusi terhadap perubahan komposisi

substrat yang dapat menyebabkan pembusukan, walaupun yeast jarang menjadi

penyebab utama atau faktor penentu dalam pembusukan daging dan produk

olahan daging (Deak dan Beuchat, 1996). Karakteristik yeast yang ditemukan

pada daging segar dan daging giling busuk adalah mirip (Hsieh dan Jay,1990

dalam Deak dan Beuchat, 1996). Daging giling busuk telah diketahui

mengandung spektrum luas yeast, tetapi spesies asli seperti Candida zeylanoides,

P. fermentans, dan Ya. lipolytica adalah dominan. Menurut Hocking (1999) yeast

jenis Rhodotorula glutinis juga dapat berkembang secara cepat pada daging yang

disimpan pada suhu rendah.

Menurut Balia (2005), yeast secara normal hidup di alam, juga berada

pada permukaan dan di dalam tubuh manusia. Seperti pada mikroorganisme yang

lain bakteri dan yeast dapat hidup pada rongga mulut yang sehat, usus dan kulit

baik manusia maupun hewan. Akan tetapi banyak juga yang berhubungan dengan

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

19

penyakit pada manusia terutama yeast yang termasuk yeast yang patogen

misalnya: Candida albicans, C. glabrata dan Cryptococcus neoformans.

Sedangkan yeast yang muncul sebagai patogen baru adalah Rhodotorula rubra,

Trichosporon beigelii, dan Candida spp.

Tabel 3. Spesies Yeast yang Paling Banyak Terisolasi dari Daging dan Olahan

Daging

Yeast Sumber Yeast

Candida albicans Daging sapi, kerang-kerangan

C. catenulata Daging sapi, sosis, unggas, kerang-kerangan

C. diddensiae Daging sapi, ikan, kerang-kerangan

C. glabrata Unggas, ikan, kerang-kerangan

C. incospicua Daging sapi, ikan

C. intermedia Daging sapi, sosis, unggas, ikan, kerang-kerangan

C. norvegica Daging sapi, kerang-kerangan

C. parapsilosis Daging sapi, sosis, unggas, ikan, kerang-kerangan

C. rugosa Daging sapi, sosis, unggas

C. sake Daging sapi

C. tropicalis Daging sapi, sosis, daging kambing, ikan

C. versatilis Daging sapi, sosis, seafoods

C. zeylanoides Daging sapi, seafoods

Cryptococcus albidus Daging sapi, daging kambing, daging babi, ikan,

kerang-kerangan

Cry. humicolus Daging sapi, seafoods

Cry. laurentii Daging sapi, daging kambing, daging babi,

seafoods

Cys. Informiniaum Daging sapi, daging kambing, seafoods

Debaryomyces hansenii Daging sapi, sosis, daging babi, ikan, kerang-

kerangan

Galactomyces geotrichum Sosis, daging babi

Pichia anomala Sosis, daging babi, ikan, kerang-kerangan

P. burtonii Daging sapi, daging babi, seafoods

P. guilliermondii Sosis, seafoods, kerang-kerangan

P. membranaefaciens Daging sapi, ikan

Rhodotorula glutinis Daging sapi, unggas, ikan, kerang-kerangan,

seafoods

Rho. Minuta Daging sapi, sosis, unggas, ikan

Rho. Mucilaginosa Daging sapi, sosis, daging babi, ikan, kerang-

kerangan

Saccharomyces exiguus Daging sapi, unggas, kerang-kerangan

Trichosporon monoliforme Daging sapi, sosis, unggas, ikan

Trp. pullulans Daging sapi, sosis, daging kambing, unggas, ikan

Yarrowia lipolytica Daging sapi, sosis, daging kambing, seafoods

Sumber: Deak dan Beuchat (1996)

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

20

Menurut Simanjuntak dan Rivai (2009), keberadaan khamir pada daging

menyebabkan permukaan daging menjadi berlendir dan berbau masam. Jay (1996)

dalam Putranto, dkk., (2010) menyatakan bahwa khamir genus Rhodotorula,

beberapa spesiesnya sering tumbuh dan menimbulkan bintik-bintik merah atau

merah muda pada acar (sauerkraut), daging dan juga pada daging olahan.

2.5. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,

atau volatile oils adalah zat yang mudah menguap dan memiliki aroma yang khas,

tidak larut dalam air, terdiri dari senyawa-senyawa organik, merupakan ekstrak

alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan

putik bunga (Gunawan, 2009 dalam Sulaiman, 2012). Minyak atsiri merupakan

cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak

ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-

tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa semak, belukar, atau pohon. Minyak

atsiri merupakan formula obat dan kosmetik tertua yang diketahui manusia dan

diklaim lebih berharga daripada emas (Agusta, 2000).

Minyak atsiri awalnya dikenal sebagai minyak esensial. Minyak ini sudah

dikenal sejak tahun 3.000 SM oleh penduduk Mesir kuno dan digunakan untuk

tujuan keagamaan, pengobatan, atau sebagai balsam untuk mengawetkan jenazah.

Sejak zaman dahulu, penggunaan minyak esensial di Indonesia masih sangat

terbatas dan masih bersifat tradisional. Pemakaian minyak sari tumbuhan secara

tradisional dilakukan dengan cara merendam tanaman aromatik dengan air atau

dalam minyak kelapa (Yuliani dan Satuhu, 2012).

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

21

Untuk memperoleh minyak atsiri dari suatu bahan dapat dilakukan dengan

berbagai cara diantaranya penyulingan, pengepresan, ekstraksi pelarut mudah

menguap dan ekstraksi dengan lemak padat. Untuk bahan-bahan minyak atsiri

yang tidak tahan terhadap panas ataupun tekanan, proses ekstraksi dilakukan

dengan ekstraksi pelarut mudah menguap atau dengan ekstraksi lemak padat.

Ekstraksi dengan pelarut mudah menguap menggunakan prinsip kelarutan

senyawa-senyawa minyak atsiri terhadap beberapa jenis pelarut. Terdapat

beberapa jenis pelarut yang dapat melarutkan minyak atsiri, sebagian besar pelarut

tersebut bersifat semi polar atau non polar. Sedangkan ekstraksi dengan lemak

padat menggunakan prinsip penyerapan senyawa minyak atsiri dengan lemak

(Ketaren, 1985).

Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu

kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang

menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan

Rahmayati, 2002).

Kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik. Hal ini tidak

lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda.

Komponen atau kandungan masing-masing komponen kimia tersebut adalah hal

yang paling mendasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya. Jadi,

penentuan komponen penyusun dan komposisi masing-masing komponen tersebut

di dalam minyak atsiri merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan

kegunaan, kualitas ataupun mutu dari suatu minyak atsiri (Agusta, 2000).

Minyak atsiri memiliki kandungan komponen aktif yang disebut terpenoid

atau terpena. Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini, berarti tanaman

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

22

tersebut memiliki potensi untuk dijadikan minyak atsiri. Zat inilah yang

mengeluarkan aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman, misalnya

pada rempah-rempah atau yang dapat memberikan cita rasa di dalam industri

makanan dan minuman (Yuliani dan Satuhu, 2012).

Satu jenis minyak atsiri, pada umumnya memiliki beberapa khasiat yang

berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri. Penelitian klinik

memperlihatkan bahwa minyak atsiri sering membantu menciptakan lingkungan

sedemikian rupa sehingga penyakit, bakteri, virus, dan jamur tidak dapat hidup

(Agusta, 2000).

2.5.1. Komponen Minyak Atsiri Curcuma zedoaria (Kunyit Putih)

Minyak atsiri Curcuma zedoaria mengandung bermacam-macam

monoterpen dan seskuiterpen, dan polisakarida (Windono, dkk., 2002 dalam

Saefudin, 2014). Selanjutnya detail komponen senyawa penyusun minyak atsiri

Curcuma zedoaria dapat dilihat pada Tabel 4.

Data Tabel 4 diperoleh dari hasil penelitian Purkayastha dan Nath (2006)

tentang ekstraksi minyak atsiri dari Curcuma zedoaria. Analisa komponen

senyawa minyak atsiri pada penelitian tersebut menggunakan metode GC dan

GC/MS.

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

23

Tabel 4. Komponen Minyak Atsiri Curcuma zedoaria

Komponen RI Persentase

2-heptanol 883 0,2

α-pinene 928 3,7

Camphene 940 1,9

Sabinene 962 0,2

β-pinene 967 5,9

Myrcene 982 0,4

2-octanol 986 0,1

1,8- cineole 1016 15,9

Limonene 1019 1,2

(Z)-β-ocimene 1027 0,4

(E)-β-ocimene 1038 0,2

2-nonanone 1070 0,4

2-nonanol 1087 1

Camphor 1114 7,8

Camphene hydrate 1127 T

Isoborneol 1135 2,1

Borneol 1144 0,6

Terpinen-4-ol 1158 0,6

α-terpineol 1169 0,9

2-undecanone 1273 T

δ-elemene 1330 0,3

β-elemene 1384 1,5

β-caryophyllene 1411 0,4

γ-elemene 1425 0,3

α-humulene 1444 0,2

Germacrene D 1470 0,8

β-selinene 1476 T

Curzerene 1477 5

Zingiberene 1485 T

Germacrene B 1543 1,2

Curzerenone 1572 22,3

cis-β-elemenone 1577 1,5

epi-curzerenone 1584 0,3

γ-eudesmol 1612 0,6

T-cadinol and/or T-muurolol 1621 T

β-eudesmol 1628 0,8

Germacrone 1666 9

Sumber: Purkayastha dan Nath (2006)

Keterangan: RI: Retention Index (Indeks Retensi)

T : Trace element

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

24

2.5.2. Komponen Minyak Atsiri Curcuma domestica (Kunyit Kuning)

Kandungan minyak atsiri pada Curcuma domestica terdiri 60% keton

seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berserta turunannya (Winarti

dan Nurdjanah, 2005). Selanjutnya detail komponen senyawa penyusun minyak

atsiri Curcuma domestica dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komponen Minyak Atsiri Curcuma domestica

Senyawa Indeks

retensi

Komposisi

(wt %)

α-pinene 937 0,1

Miercene 989 0,2

α-felandrene 1005 4,1

α-terpinene 1017 0,1

p-cimene 1024 1,5

Limonene 1029 0,4

1,8-cineole 1032 4,0

γ-terpinene 1060 0,2

Terpinolene 1087 1,3

p-cimonene 1088 0,04

4-terpineol 1180 0,2

8-p-cimenol 1184 0,2

α-terpineol 1191 0,4

Timol 1292 0,2

Carvacrol 1300 0,03

α-cis-bergatomene 1413 0,1

Cariofilene 1420 0,9

α-humulene 1457 0,6

γ-curcumene 1481 0,2

ar-curcumene 1485 3,6

α-zingiberene 1497 6,4

β-bisabolene 1510 1,7

β-sesquifelandrene 1523 7,7

β-germacene 1556 0,2

ar-turmerol 1581 1,5

ar-turmerone 1670 15,5

(Z)-γ-atlantona 1688 20,3

(E)-γ-atlantona 1706 15,6

(6S, 7 R)-bisabolene 1743 0,3

(E)-α-atlantona 1778 0,6

Sumber: Winarti dan Nurdjanah (2005)

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

25

Data Tabel 5 diperoleh dari hasil penelitian Winarti dan Nurdjanah (2005)

tentang ekstraksi minyak atsiri dari berbagai tanaman obat termasuk kunyit

(Curcuma domestica). Analisa komponen senyawa minyak atsiri pada penelitian

tersebut menggunakan metode GC dan GC/MS.

2.5.3. Komponen Minyak Atsiri Curcuma aeruginosa (Temu Hitam)

Curcuma aeruginosa mengandung sesquiterpenes dalam jumlah yang

banyak dengan curzerenone sebagai konstituen utama. Selanjutnya detail

komponen senyawa penyusun minyak atsiri Curcuma aeruginosa dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Komponen Minyak Atsiri Curcuma aeruginosa

Komponen Senyawa Kadar (%)

α-pinene 0,1

Terpinen-4-ol 0,8

Furanodienone 2,3

Camphene 0,2

α-terpineol 2,2

Germacrone 2,7

β-pinene 0,4

Carvone 0,3

Curcumenol 5,6

Myrcene 0,1

β-elemene 2,2

Isocurcumenol 5,8

1,8-cineole 11,2

β-caryophyllene 0,6

Zedoarol 6,4

2-nonanone 0,2

(Z)-β-farnesene 1,0

Furanogennenone 5,5

Camphor 10,5

α-selinene 0,8

Isoborneol 3,2

β-selinene 0,6

Borneol 1,3

Curzerenone 24,6

Other compounds 10,4

Sumber: Sirat dan Jamil (1998)

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

26

Data Tabel 5 diperoleh dari hasil penelitian Sirat dan Jamil (1998) tentang

ekstraksi minyak atsiri dari Curcuma aeruginosa. Analisa komponen senyawa

minyak atsiri pada penelitian tersebut menggunakan metode GC dan GC/MS.

2.6. Kurkumin

Kurkumin adalah salah satu senyawa alam yang telah ditemukan dan

dilakukan pengembangan dengan modifikasi struktur melalui sintesis. Kurkumin

{1,7-bis-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion} yang mempunyai

berat molekul 368,126 gram/mol, telah dikembangkan sintesisnya oleh Pabon

pada tahun 1964 dan merupakan senyawa yang diisolasi dari tanaman Curcuma sp

(Masuda et al., 1992 ; Van der Goot, 1997 dalam Lustiani 2009). Lampe dan

Milobedzka melakukan elusidasi struktur kimia kurkumin pada tahun 1910 dan

Daube melakukan pemurnian kurkumin dengan cara mengkristalkannya pada

tahun 1870 (Lustiani, 2009).

Kurkumin merupakan pigmen utama yang terdapat pada tanaman kunyit

Curcuma longa. Umumnya digunakan sebagai zat aditif (pewama) pada makanan,

Selain itu, kurkumin juga banyak digunakan secara tradisional untuk pengobatan

penyakit kulit, penyakit yang berhubungan dengan pernafasan seperti sinusitis,

asma, peluruh dahak, pengobatan yang berhubungan dengan saluran pencemaan,

nyeri perut, sembelit, infeksi saluran kencing, bengkak, rematik, hepatitis, sakit

mata dan pengobatan wanita setelah melahirkan (Achmad et al., 2007 dalam

Eryanti dkk., 2011). Selain itu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

Sharma et al. (2010) dan Neelofar et al. (2011), kurkumin juga dapat menjadi

antifungal terutama fungi jenis genus Candida spp. yang mana bersifat patogen.

Aktivitas antifungal dari kurkumin disebabkan oleh kurkumin yang dapat memicu

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

27

pengubahan membrane-assosiated properties dari aktivitas ATP-ase, biosintesis

ergosterol, dan sekresi proteinase pada fungi.

Kurkumin terdapat pada berbagai jenis genus Curcuma dalam jumlah yang

relatif kecil yaitu sekitar 3-5% (Stankovic, 2004). Senyawa ini termasuk golongan

fenolik. Kelarutan kurkumin sangat rendah dalam air dan eter, namun larut dalam

pelarut organik seperti etanol dan asam asetat glasial. Kurkumin stabil pada

suasana asam, tidak stabil pada kondisi basa dan adanya cahaya. Pada kondisi

basa dengan pH diatas 7,45, 90% kurkumin terdegradasi membentuk produk

samping berupa trans-6- (4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksifenil) -2,4-diokso-5-heksenal

(mayoritas), vanilin, asam ferulat dan feruloil metan. Sementara dengan adanya

cahaya, kurkumin terdegradasi menjadi vanilin, asam vanilat, aldehid ferulat,

asam ferulat dan 4-vinilguaiakol (Brat et al., 2008 dalam Muffidah, 2015).

Struktur kimia kurkuminoid yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin dan

bis-demetoksikurkumin ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-

demetoksikurkumin (Brat et al., 2008 dalam Muffidah, 2015)

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

28

Beberapa metode yang biasa diterapkan untuk analisis kuantitatif

kurkuminoid dalam temulawak dan kunyit antara lain metode spektrofotometri

uv-vis (Jayaprakasha dkk., 2005; Pothitirat & Gritsanapan, 2006 dalam Muffidah,

2015). Panjang gelombang maksimal kurkumin adalah pada 420-430 nm dalam

pelarut organik seperti metanol dan etanol, namun senyawa lain dalam ekstrak

rimpang temulawak dan kunyit yang memiliki gugus kromofor dapat menyerap

pada panjang gelombang tersebut, sehingga mengganggu analisis (Jayaprakasha

dkk, 2005 dalam Muffidah, 2015).

2.7. Total Fenol

Fenol (𝐶6𝐻6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus

hidroksil yang terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki beberapa

nama lain seperti asam karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam

fenilat, fenil hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil hidrat, fenilat

alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al., 2008). Fenol memiliki rumus struktur

sebagai berikut.

Gambar 6. Rumus Struktur Gugus Fenol (Fessenden dan Fessenden, 1992 dalam

Kristiani dan Halim, 2014)

Fenol adalah zat kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau yang khas.

Senyawa fenol dapat mengalami oksidasi sehingga dapat berperan sebagai

reduktor (Hoffman et al., 1997). Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

29

dengan alkohol, tetapi lebih basa daripada asam karbonat karena fenol dapat

melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+ menjadikan anion

fenoksida C6 H5 O- dapat melarut dalam air. Fenol mempunyai titik leleh 41°C

dan titik didih 181°C. Fenol memiliki kelarutan yang terbatas dalam air yaitu 8,3

gram/100 mL (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Fenol merupakan senyawa yang bersifat toksik dan korosif terhadap kulit

(iritasi) dan pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan

manusia hingga kematian pada organisme. Tingkat toksisitas fenol beragam

tergantung dari jumlah atom atau molekul yang melekat pada rantai benzenanya

(Qadeer and Rehan, 2002).

Senyawa fenolik terdiri atas molekul-molekul besar dengan beragam

struktur dimana karakteristik utamanya berupa cincin aromatik yang memiliki

gugus hidroksil. Kelompok utama polifenol (fenolik) meliputi flavonoid, asam

fenolik, tanin (hidrolisis dan kondensasi), stilbena dan lignan (Soto-Vaca, et al.,

2012 dalam Kristiani dan Halim, 2014). Senyawa fenolik yang banyak ditemukan

adalah golongan flavonoid (Pratt, 1992 dalam Kristiani dan Halim, 2014).

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak

terdapat pada jaringan tanaman. Senyawa tersebut dapat berperan sebagai

antioksidan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan Redha (2010)

dalam Kristiani dan Halim (2014), diyakini bahwa flavonoid memiliki sifat

antioksidatif serta mampu mencegah kerusakan sel dan komponen selularnya oleh

radikal bebas reaktif. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu

cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung

oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan sebagai dasar pembagian

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

30

flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Pembagian senyawa yang termasuk

flavonoid adalah antosianin, flavon, isoflavon, flavanon, flavonol dan flavanol

(Ferreira dan Pinho, 2012 dalam Kristiani dan Halim, 2014). Sedangkan yang

termasuk non flavonoid adalah kumarin, kuinin, morfin dan masih banyak lagi

(Lenny, 2006 dalam Kristiani dan Halim, 2014).

Fenol memiliki potensi antijamur karena dapat mendenaturasi ikatan

protein pada membran sel sehingga membran sel menjadi lisis dan dapat

menembus ke dalam inti sel (Sulistyawati dan Mulyati, 2009 dalam Kurniawan,

2015). Flavonoid dapat membentuk senyawa kompleks terhadap protein

ekstraseluleryang mengganggu integritas membran dan dinding sel serta dapat

mengganggu metabolisme sel dengan cara menghambat transport nutrisi

(Nurfahani, 2012 dalam Kurniawan, 2015).

2.8. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram adalah tekhnik pewarnaan diferensial yang paling banyak

digunakan dalam bakteriologi, pewarnaan ini memisahkan bakteri menjadi 2

kelompok yaitu gram positif dan gram negatif. Larutan yang digunakan dalam

pewarnaan ini ada 4 yaitu gram A, B, C dan D (Harley dan Presscot, 2002).

Proses pewarnaan gram pada fungi dapat digunakan untuk mendeteksi

komposisi penyusun fungi berdasarkan reaksi gram yang terjadi dalam bentuk

perbedaan warna. Menurut pewarnaan gram, fungi yang termasuk dalam yeast

termasuk dalam gram positif, sementara fungi yang memiliki hifa atau mold

termasuk dalam gram negatif. Hal tersebut dapat terjadi akibat perbedaan

ketebalan dinding sel kedua jenis fungi. Dinding sel yeast yang tebal mengikat

erat pewarna crystal violet - iodine dan menahannya agar tidak dapat keluar pada

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

31

saat proses decolorization karena waktu yang digunakan decolorization tidak

cukup lama untuk memberikan crystal violet - iodine kesempatan keluar dari

dinding sel yang tebal. Hal tersebut menyebabkan yeast akan terwarnai menjadi

ungu setelah pewarnaan gram dan dapat dikatakan sebagai gram positif. Namun,

hal tersebut belum bisa dipastikan karena tidak ada peran reaksi kimiawi yang

terjadi di dalam sel yeast (Mohan, 2009).

Hifa pada mold memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan

dengan yeast, namun dalam pewarnaan gram, mold disebut sebagai gram negative

karena terwarnai oleh safranin. Hal tersebut disebabkan karena pewarna utama

gram yaitu crystal violet tidak dapat menembus dinding sel mold sehingga

pewarna yang masuk hanya iodine. Padahal, iodine tidak cukup kuat tanpa

pewarna crystal violet. Pada proses decolorization, larutan decolorization dapat

merusak dinding sel yang tebal pada mold sehingga safranin dapat masuk dan

hasilnya hifa akan berwarna merah muda dan disebut sebagai gram negatif

(Mohan, 2009).

2.9. Pewarnaan Sederhana

Pengamatan sel khamir dapat dilakukan dengan cara pengecatan

sederhana, yaitu pemberian warna pada khamir dengan menggunakan larutan

tunggal suatu warna suatu warna pada lapisan tipis atau olesan yang sudah

difiksasi. Pewarnaan sederhana, yaitu pewarnaan menggunakan satu macam zat

warna dengan tujuan hanya untuk melihat bentuk sel khamir dan untuk

mengetahui morfologi dan susunan selnya serta membedakan sel yang mati dan

sel yang hidup (Balley, 2007).

Pemberian pewarna methylene blue dilakukan untuk membedakan antara

sel khamir yang hidup dan yang mati. Methylene blue akan masuk melalui

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

32

membran sel khamir. Menurut Fugelsang & Edwards (2007) methylene blue akan

menghasilkan warna ketika terjadi reaksi reduksi oksidasi. Reduksi menyebabkan

warna memudar dan oksidasi menyebabkan munculnya warna biru. Sel khamir

yang hidup memiliki kemampuan untuk mereduksi pewarna methylene blue

sehingga warna memudar. Sel khamir yang mati tidak mampu mereduksi

methylene blue, sehingga methylene blue teroksidasi dan muncul warna biru

sampai hitam.

2.10. Uji Aktivitas Antifungi

Pengujian aktivitas bahan antifungi secara in vitro dapat dilakukan melalui

dua cara. Cara pertama yaitu metode dilusi, cara ini digunakan untuk menentukan

kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum dari bahan anti mikroba/

antifungi. Prinsip dari metode dilusi menggunakan satu seri tabung reaksi yang

diisi medium cair dan sejumlah tertentu sel mikroba (jamur) yang diuji.

Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan bahan antifungi yang telah

diencerkan secara serial, kemudia seri tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama

18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan konsentrasi terendah bahan

antimikroba padatabung ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak

jernih (tidak ada pertumbuhan jamur merupakan konsentrasi hambat minimum).

Biakan dari semua tabung yang jernih ditumbuhkan pada medium agar padat

diinkubasi selama 24 jam dan diamati ada tidakya koloni jamur yang tumbuh

(Tortora et al., 2001).

Cara kedua yaitu metode difusi cakram (Uji Kirby-Baner). Prinsip dari

metode difusi cakram adalah menempatkan kertas cakram yang sudah

mengandung bahan antimikroba tertentu pada medium lempeng padat yang telah

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Curcuma sppeprints.umm.ac.id/58564/3/BAB II.pdf · heyneana (temu giring), dan C. aeruginosa (temu hitam) (Tjitrosoepomo, 1994 dalam Adila dkk., 2013). 2.1.1.

33

dicampur dengan jamur yang akan diuji. Medium ini kemudian diinkubasi pads

suhu 37°C selama 18-24 jam, selanjutnya diamati adanya zona jernih disekitar

kertas cakram. Daerah jernih yang tampak di sekeliling kertas cakram

menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Jamur yang sensitif terhadap

bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah hambatan disekitar

cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas

cakram (Tortora et al., 2001).

Penentuan daya antimikroba (anti jamur) didasarkan pada besarnya zona

hambat yang terbentuk, dinyatakan dalam tiga kategori (Lorian, 1980 dalam

Rosihan, 2015), yaitu:

1. Zona hambat total yaitu bila zona hambat yang terbentuk di sekitar silinder

terbentuk jernih.

2. Zona hambat parsial yaitu bila di dalam zona hambat yang terbentuk

masih terdapat adanya pertumbuhan beberapa koloni jamur.

3. Zona hambat nol yaitu bila tidak ada zona hambat yang terbentuk

disekeliling silinder.