ii - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16904/2/T1_712012027_Full... ·...
Transcript of ii - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16904/2/T1_712012027_Full... ·...
i
ii
iii
iv
v
vi
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur yang penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
dan anugerah yang berlimpah dalam kehidupan ini sehingga penulis dapat mengerjakan dan
menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Kajian Faktor-faktor Penghambat Kegiatan Ibadah di
GPIB Jemaat “Maranatha” Tanjung Selor, Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean-Kalimantan Utara
dari Perspektif Pembinaan Warga Gereja. Tugas Akhir ini disusun sebagai pemenuhan salah satu
syarat untuk menyelesaikan Program Study Sarjana Fakultas Teologi di Universitas Kristen
Satya Wacana. Selama penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menerima banyak saran, kritik,dan
bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berjasa bagi penulis. Penulis sadar bahwa
penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan berjalan lancar dan selesai jika tidak ada pihak-pihak
tersebut. Oleh sebab itu, dengan rendah hati penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Pdt. Prof. Drs. John A. Titaley, Th.D yang sempat menjadi dosen pembimbing I yang
telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberi saran kepada
penulis dalam menyusun Tugas Akhir. Juga membantu selama proses Praktek Pendidikan
Langan X di Tanjung Selor Kalimantan Utara.
2. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel selaku dosen pembimbing 2 yang akhirnya menjadi
pembimbing tunggal penulis karena satu dan lain hal, yang telah memberi waktu dan
tenaga untuk merevisi tulisan dan pemikiran dalam Tugas Akhir ini dan memberi
motivasi agar penulis dapat terus semangat dan cepat menyelesaikan Tugas Akhir.
3. Seluruh dosen dan pegawai Tata Usaha Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana, Pak Izak Lattu, Pak Rama, Ibu Rertno, Ibu Budi, dll yang telah banyak berjasa
memberikan pengetahuan dan menambah wawasan baru bagi penulis, bahkan membantu
penulis dalam pengurusan berbagai administrasi perkuliahan dari awal perkuliahan
hingga akhir proses penyusunan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
4. kepada GPIB jemaat “Maranatha” Tanjung Selor, Pos Pelkes Hosiana Muaran Pangean,
Pos Pelkes Long Buang, Long Tungu, Pejalin yang telah banyak membantu penulis
selama masa PPL X-XI. Para narasumber jemaat di GPIB jemaat “Maranatha” Tanjung
vii
Selor, Pos Pelkes Hosiana Muaran Pangean, yang telah meluangkan waktu untuk
diwawancarai oleh penulis guna kepentingan penyusunan Tugas Akhir ini.
5. tiga orang terbaik dalam hidup penulis, yaitu, Papa, Mama, dan Gies, yang senantiasa
mendoakan, memberi semangat selama masa perkuliahan, praktek lapangan, dan
penulisan Tugas Akhir ini, memberi motivasi dan selalu menudukung dalam doa, tenanga
dan dana. Akhirnya anak mu lulus ma, pa.
6. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada dalam suka dan duka yang jauh di Bali dan
Australia: Theo, Hosana, Putu Edith, yang juga sering menyemangati dan mengingatkan
untuk tidak terlalu banyak main, agar cepat lulus. Walaupun dengan sindiran-sindiran
halus.
7. Teman-teman angkatan 2012, Ribka Jeje, Lawrence, Letare, Samuel, Vanna, Kristo,
semuanya yang lainnya, yang sama-sama boleh berjuag dari awal masuk sampai pada
akhirnya biarlah nama Tuhan di Puji.
8. Burjoers Agus/12calon pendeta, yang isinya masih belum tau mau jadi pendeta atau
tidak. Selalu menghibur dengan chat-chat lawakan yang menghibur terlebih pada masa-
masa penyususnan Tugas Akhir.
9. Pdt. Erika Mataheru-Tataung, yang sangat mendukung dengan bersedia meminjamkan
buku-buku yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini. Gwenda dan Chaca yang menjadi
penghibur dengan tingkah laku lucunya selama main ke pastori.
10. Pdt. Chlaudya I. Yosep Sahertian, Bpk. Yosep Ugol, Nona Joy, Dede Jorel, Bung
Andrew Sahertian, Bang Ferri, Pdt. Franky Lattuihamalo dan keluarga, yang sangan baik
dan sangat menunjukan rasa kekeluargaan selama praktek X-XI dan selalu membantu
dalam proses tersebut dan mendukung selama proses pembuatan Tugas Akhir.
11. Kak Christa, Tante Olly, Om Wem, kak Engklin, Novrina yang sudah menjadi keluarga
selama di salatiga dan selalu saling memperatikan dan saling mengingatkan satu dengan
yang lainnya.
12. Seseorang (DFW) yang selama dua tahun lebih membantu dan menemani dalam
berproses sehingga kuliah saya dapat berjalan dengan baik dengan membuatkan jadwal
viii
dengan dihias dan ditempel di kamar kos agar selalu ingat jadwal, membantu
mengerjakan tugas sehingga nilai-nilai bisa menjadi lebih baik.
13. Teman-teman GP: Bobi, Ity, Kak Icha, Kak Une, Putry, Fery, Marsel, Ampi, Nando,
Robert, Yessika, Doni, James dan teman-teman lain yang tidak dapat disebut satu per satu
namanya. Terima kasih banyak untuk kebersamaan, canda tawa, suka, duka, dalam
proeses hidup selama ini. Semoga sukses semua dalam apapun yang di lakukan.
14. Rumah Nenek Nando, karena boleh menjadi tempat nongkrong dikala penulis merasa
jenuh dan merasa bosan dan selalu meberikan susu coklat hangat ketika banyak datang
berkunjung
Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir. Akhir kata,
semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi gereja terkhusunya GPIB, masyarakat, Pelkat PKB dan
Pos Pelkes yang terlibat dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Salatiga, 07 Februari 2017
Silvio Maulany
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .................................................................... iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ............................................. v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
ABSTRAK .................................................................................................................... xi
1. Pendahuluan................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat .................................................... 5
1.3 Metode Penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 6
2. Kajian Teori ............................................................................................................. 6
2.1 Pembinaan Warga Gereja (PWG) ................................................................ 6
2.2 Pembinaan Warga Gereja di GPIB .............................................................. 11
3. Hasil Penelitian ............................................................................................... 16
3.1 Profil dan sejarah singkat GPIB Jemaat Maranatha Tanjung Selor Pos PelKes
Hosiana Muara Pangean ................................................................... 16
3.2 Gambaran umum Pelkat di Pos PelKes Hosiana Muara Pangean ........... 17
3.3 Pemahaman kaum bapak Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean
terhadap ibadah Pelkat PKB ......................................................................... 17
3.4 Kendala dalam mejalan ibadah Pelkat PKB ......................................... 18
x
4. Analisa Data ................................................................................................................. 21
5. Penutup
5.1 Kesimpulan dan Saran ................................................................................... 23
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 28
xi
n Faktor-faktor Penghambat Kegiatan Ibadah Pelkat PKB di GPIB Jemaat “Marantha”
Tanjung Selor Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean dari Perspektif Pembinaan Warga
Gereja
Dosen Pembimbing
Pdt. Dr. Jacob Daan Engel
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji Faktor-faktor penghambat kegiatan ibadah Pelkat
PKB di GPIB Jemaat “Maranatha” Tanjug Selor, Pos PelKes Hosiana Muara Pangean –
Kalimantan Utara dari Perspektif Pembinaan Warga Gereja (PWG). Penelitian ini menunjukan
adanya faktor-faktor yang menghambat kaum bapak untuk datang beribadah, seperti faktor
Pendidikan, ekonomi, dan jarak yang jauh. Dengan menggunakan metode deskriptif, pendekatan
Wawancara dan interview dilaksanakan untuk memperkaya penelitian ini. Pada akhirnya Gereja
dalam hal ini harus benar-benar memperhatikan pendidikan jemaat, karena faktor pendidikan
berdampak pada banyak dalam kehidupan jemaat. Jelas terlihat bahwa dengan mampu untuk
mengatasi masalah pendidikan, masalah ekonomi maka dengan sendirinya jemaat akan kembali
dengan sukacita mengikuti ibadah karena merasa bahwa beban hidupnya jauh lebih berkurang.
Faktor-faktor penghambat kegiatan ibadah Pelkat PKB semuanya bermula dari faktor
pendidikan, untuk itu segi pendidikan harus di benahi dan perlahan faktor-faktor penghambat
kegiatan ibadah Pelkat PKB akan menurun dan perlahan menghilang.
Kata kunci, Pembinaan Warga Gereja, GPIB Jemaat “Marantha” Tanjung Selor, Faktor
Penghambat ibadah, Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean, Kalimantan Utara.
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Gereja adalah persekutuan orang percaya, yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah
Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus yang adalah terang dunia (1
Petrus 2:9-10 dan Yohanes 8:12). Sesuai dengan hakikatnya, Gereja terpanggil untuk
memberitakan dan menghadirkan Injil kerajaan Allah, yaitu keselamatan melalui Yesus
Kristus kepada segala makhluk (Matius 28:20; Markus 13:10-13; 1 Petrus 2:29; Lukas
19:19), tugas panggilan ini adalah pengutusan yang tidak akan berubah dari masa ke masa
sampai Ia datang kembali.1
Gereja terpanggil untuk memberitakan dan menghadirkan injil Kerajaan Allah adalah
salan satu bentuk pengajaran Gereja bagi jemaat mengenai Allah dan membuat jemaat
semakin mengenal Allah, seperti yang tertulis dalam Matius 28 : 18-20. Dalam proses
memberikan pembelajaran ini GPIB sebagai Gereja yang mengemban tugas memberitakan
dan menghadirkan Injil Kerajaan Allah Ini menunjukan GPIB mengemban Tugas untuk
memberikan pengajaran terhadap apa yang Yesus sampaikan kepada setiap orang. Dalam
tugas pengajaran ini, gereja memiliki fungsi persektuan yang organis, fungsi persekutuan
yang organis mencakup penyusunan didache (pengajaran), pengajaran ini berasal dari
kyregma (pemberitaan) yang dasariah. Persekutuan yang hidup dari umat Allah
dipersatukan, dan diproyeksikan untuk massa depan. Ini adalah bentuk kesadaran gereja
akan pentingnya pengajaran yang berpusat pada pemberitaan tentang Allah itu sendiri.
Didache yang bersumber dari kyregma tak dapat dipisahkan karena kyregma adalah
pemberitaan kabar sukacita, tentang perbuatan-perbuatan Allah yang melawat seluruh umat
manusia.
Melakukan pengajaran berarti melakukan proses pembinaan, dalam kaitannya dengan
gereja berarti berhubungan dengan PWG (Pembinaan warga gereja). Dalam pengertiannya
sendiri menurut Poerwadarmita Pembinaan adalah “suatu usaha, tindakan, dan kegiatan yang
di lakukan secara berdaya guna berhasil, untuk memperoleh hasil yang baik. Sedangkan
1 Majelis Sinode GPIB, BUKU III PKUPPG dan Grand Design PPSDI (Majelis Sinode, 2015), 03.
2
warga gereja memliki pengertian semua anggota dalam Kristus yaitu yang telah menerima
Kritus sebagai Juruselamat dan terdaftar sebagai jemaat dalam sebuah gereja.
Maka dari itu dapat di simpulkan PWG (Pembinaan Warga gereja) adalah suatu
tindakan dan kegiatan yang di lakukan dengan berpusat pada Kristus dan berdasarkan
Firman Allah, dan merupakan proses untuk menghubungkan kehidupan warga jemaat
dengan Firman Tuhan melalui membimbing dan mendewasakan dalam Kristus melalui
tuntunan Roh Kudus. Pembinaan warga gereja mesti dilihat dalam rangka pembebasan yang
Allah lakukan melalui dan di dalam Yesus Kristus. Dalan terang pembebasan ini gereja pun
harus dibebaskan dari pengertian yang keliru tentang pembinaan. Apa bila gereja fungsinya
untuk mewartakan segala kebaikan Allah, maka pandangan pandangan gereja tidak lagi akan
mengarah dan berpusat pada kepadaa dirinya sendiri, melaikan pada tugas-tugas
pembinaannya yang tertuju kepada dunia ini.2
Dalam kaitannya dengan persekutuan umat percaya yang terhimpun dalam
persekutuan gereja, GPIB (Gereja Protestan di Bagian Barat) sudah menerapkan Pembinaan
Warga Gereja melaluin ibadah-ibadah yang biasanya komisi Pelayanan Kategorial
(PELKAT). Pelayanan Kategorial inilah yang menjadi wadah tersalurnya Pembinaan kepada
warga gereja. Pelayanan Kategorial Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (PelKat
GPIB) adalah unit Misioner GPIB yang berguna sebagai wadah pembinaan dan
pemberdayaan warga gereja dalam keluarga dan masyarakat sesuai kategori agar para
anggotanya, berperan aktif dalam pengembangan panggilan dan pengutusan gereja secara
utuh dan berkesinambungan.3 Pelayanan Kategorial adalah pelaksaan misi gereja, kepada:
1. Anak-anak disebut Pelayanan Anak disingkat PA.
2. Teruna disebut Persekutuan Terunan disingkat PT;
3. Pemuda disebut Gerakan Pemuda disingkat GP;
4. Kaum Perempuan disebut Persekutuan Kaum Perempuan disingkat PKP;
5. Kaum Bapak disebut Persekutuan Kaum Bapak disingkat PKB;
2 Institut Oikumene Indonesia, Pembinaan Warga Gereja Memasuki Masa Depan (Jakarta : BPK Gunung
mulia,1980), 16. 3 Majelis Sinode GPIB, Buku IV Tata Gereja (Majelis Sinode GPIB, 2015), 265.
3
6. Kaum lanjut usia disebut Persekutuan Kaum Lanjut Usia disingkat PKLU.
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat atau mengenal lebih dalam
mengenai PELKAT PKB. PKB adalah Persekutuan Kaum Bapak yang terdiri dari pria
warga jemaat GPIB, dengan usia 35 tahun ke atas, pria warga jemaat GPIB namun belum
berusia 35 tahun tetapi sudah menikah, dan atau pria yang belum berusia 35 tahun, belum
terdaftar sebagai warga jemaat GPIB, dan belum menikah tetapi atas kemauan sendiri ingin
tergabung dalam PELKAT PKB.
PELKAT PKB terdiri dari, kaum bapak yang masih aktif bekerja dan juga yang sudah
pensiun. Yang masih bekerja memiliki jam kerja beragam, sehingga sulit untuk hadir dalam
ibadah Pelkat PKB, sedangkan bagi kaum bapak yang telah memasuki/sudah pensiun lebih
banyak merasa bahwa, lebih pantas untuk mengikuti ibadah PELKAT PKLU sehingga
kurang berpartisipasi dalam ibadah PELKAT PKB. Padahal jika mengacu pada buku Tata
Gereja GPIB, Buku III Peraturan Nomor 15 Tentang Pelayanan Kategorial GPIB Pasal 2
pada point ke-5 butir a, b, dan c tidak di katakan batas maksimal mengikuti Ibadah Pelkat
PKB. Hanya di katakan pada butir a, b, dan c bahwa ke anggota Pelkat PKB haruslah
berusia 35 tahun ke atas, jadi walau pun memasuki usia/sudah pensiun masih merupakan
anggota Pelkat PKB.4
Hal ini menyebabkan minimnya jumlah partisipan yang terlibat dalam PELKAT PKB.
Minimnya jumlah pertisipan ini sangat berbanding terbalik dengan jumlah kaum bapak yang
ada dalam jemaat dan membuat tujuan dari pembentukan ibadah sesuai kategorial ini
terkhususnya PKB menjadi kurang maksimal. Berdasarkan permasalah di atas maka peneliti
memilih untuk mengangkat masalah tersebut untuk di teliti, hal ini di dasari kurangnya
partisipasi dari kaum bapak dalam ibadah Pelkat PKB menunjukan bahwa, pembinaan bagi
warga gereja sesuai kategori terkhususnya kaum bapak tidak behasil membuat kaum bapak
berperan aktif dalam pengembangan panggilan dan pengutusan gereja. Masalah ini terjadi di
banyak jemaat, salah satunya yang menjadi pengamatan peneliti adalah GPIB Jemaat
“Syalom” Denpasar, Bali dan GPIB Jemaat “Taman Sari” Salatiga. Di Denpasar bali, kaum
4 Majelis Sinode GPIB, Buku IV Tata Gereja (Majelis Sinode GPIB, 2015), 267.
4
bapak terdiri dari berbagai macam usia, dan tentunya masih masuk dalam kategori produktif
dan juga ada yang sudah pensiun. Hal yang membuat Pelkat PKB GPIB Jemaat “syalom:
Denpasar, Bali sangat minim partisipan adalah sibuk bekerja dan para pensiunan yang tidak
begitu aktif, Jika di bandingkan dengan GPIB Jemaat “Taman Sari” Salatiga, partisipasi
kaum bapak di salatiga masih lebih banyak, dan kebanyakan kaum bapak yang mengikuti
ibadah PKB adalah yang sudah pensiun, yang masih bekerja sangat jarang datang mengikuti
ibadah PKB.
Jika berkaca pada pengertian Pelayanan Ketegorial, seharusnya PELKAT PKB adalah
tempat bagi kaum bapak untuk dapat mengembangkan panggilan Tuhan, dan juga untuk
menjadi tempat pembinaan bagi kaum bapak untuk dapat lebih mengenal Kristus, hal ini di
karenakan kaum bapak lah yang di harapkan menjadi sosok yang dapat menjadi panutan
lebih bagi keluarga dan dapat mengajarkan bagi keluarga mengenai Kristus, Hal juga yang
menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian kepada GPIB Jemaat “Maranatha”
Tanjung Selor, Pospelkes Hosiana Muara Pangean, di karenakan persipasi yang sangat
rendah. Dari total seluruh anggota Pelkat PKB yang berjumlah 20 orang, pada saat ibadah
hanya datang tiga sampai lima kaum bapak saja itu pun sudah termasuk pelayan firman dan
pelayan liturgi. Hal ini sangat jelas terlihat dalam kurun waktu delapan bulan terakhir ketika
saya berpraktek lapangan di GPIB Jemaat “Maranatha” Tanjung Selor, Pospelkes Hosiana
Muara Pangean.
Partisiasi yang rendah dari kaum bapak GPIB Jemaat “Maranatha” Tanjung Selor,
Pospelkes Hosiana Muara Pangean ini tidak didasari factor masih bekerja atau pensiunan
seperti halnya GPIB Jemaat “Syalom” Bali dan GPIB Jemaat “Taman Sari” Salatiga. Hal
mendasar yang menyebabkan hanya tiga sampai lima partisipan dalam ibadah Pelkat PKB
adalah faktor berkebun/berladang, Masih bekerja atau pun pensiunan lebih memilih untuk
menggarap ladang/kebun mereka ketimbang mengikuti ibadah Pelkat PKB. Dari minimnya
partisipasi dalam ibadah Pelkat PKB inilah menunjukan bahwa, pemahaman dari Ibadah
kategorial ini sendiri tidak berhasil mewujudkan wadah pembinaan warga gereja dalam
keluagara dan masyarakat sesuai kategori. Agar dapat berperan aktif dalam pengembangan
panggilan dan pengutusan gereja secara utuh dan berkesinambungan.
5
1.2. Rumusan Masalah
Apa faktor-faktor penghambat kegiatan PelKat PKB di GPIB Jemaat “Maranatha”
Tanjug Selor, Pos PelKes Hosiana Muara Pangean – Kalimantan Utara dalam
Perspektif Pembinaan Warga Gereja (PWG)?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengkaji Faktor-faktor penghambat kegiatan PelKat PKB di GPIB Jemaat
“Maranatha” Tanjug Selor, Pos PelKes Hosiana Muara Pangean – Kalimantan
Utara dalam Perspektif Pembinaan Warga Gereja (PWG)
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Gereja dalam mengembangkan
Pelayanan Kategorilal PKB lewat ibadah dan program-program yang dijalankan
serta mampu membangun pemahaman, bahwa penting untuk berpartisipasi secara
lansung dalam ibadah ketegorial terkhusuhnya kaum bapak di GPIB jemaat
“Maranatha” Tanjung Selor, Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean.
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif. Metode deskriptif adalah metode
yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu keadaan, suatu pemikiran atau
kelas peristiwa pada masa sekarang.5 Peneliti memilih metode deskriptif karena sesuai
dengan titik fokus dari pembahasan makalah ini yaitu meneliti pemahaman Kaum Bapak di
GPIB jemaat “Maranatha” Tanjung Selor, Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean. Jenis
pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif. Meleong, mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu
fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.6 Melihat
pengertian di atas, peneliti memilih pendekatan kualitatif yang memiliki tujuan yang sama
5 Mohamad Nazir, Metode penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63.
6 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), 9.
6
dengan makalah ini yaitu bertujuan untuk menggali pemahaman Kaum Bapak mengenai
Pelayanan Kategorial PKB lewat interaksi dan komunikasi secara mendalam kepada Kaum
Bapak di GPIB jemaat “Maranatha” Tanjung Selor, Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah wawancara.
Informan terdiri dari Pendeta Jemaat selaku penanggung jawab dari seluruh Pelayanan
Kategorial, Pengurus Pelayanan Kategorial PKB, Kaum Bapak yang termasuk dalam
anggota Pelayanan Kategorial PKB. Adapun alasan dari pemilihan para informan ialah
karena peneliti menganggap para informan ini termasuk sebagai orang-orang yang terlibat
langsung dalam berjalannya Pelayanan Kategorial PKB.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulis membagi tulisan ini ke dalam lima bagian. Bagian Pertama membahas
Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan. Kemudian pada Bagian Kedua akan membahas
Landasan teoritis, berisi teori dari Pembinaan Warga Gereja, dan Pelkat PKB. Pada Bagian
Ketiga membahas hasil Penelitian, berisi data hasil penelitian yang ditemukan selama
penelitian di lapangan juga membahas pada Bagian Keempat Analisa Hasil Penelitian dan
bagian Keliam berisi Penutup, berisi kesimpulan dan saran yang berupa kontirbusi dan
rekomendasi.
2. Kajian Teori
2.1 Pembinaan Warga Gereja (PWG)
2.1.1 Pengertian Pembinaan Warga Gereja (PWG)
Menurut KBBI Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara
efisien untuk memperoleh hasil yang baik.7 Maka dapat di simpulkan PWG (Pembinaan
Warga gereja) adalah suatu tindakan dan kegiatan yang di lakukan dengan berpusat pada
Kristus dan berdasarkan Firman Allah, dan merupakan proses untuk menghubungkan
kehidupan warga jemaat dengan Firman Tuhan melalui membimbing dan mendewasakan
dalam Kristus melalui tuntunan Roh Kudus untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
7 https://kbbi.web.id/bina, diakses pada hari rabu, 20 Desembar 2017 pada pukul 19.00
7
Pembinaan Warga Gereja adalah suatu tugas hakiki gereja yang harus berlangsung terus
menerus selama gereja itu ada. Keberlangsungan pembinaan warga gereja harus di
pertaruhkan dalam pemahaman mengenai manusia sebagai makhluk yang diberi kesempatan
oleh Tuhan untuk bertumbuh sampai mencapai wujud yang sepenuhnya dalam Kristus. Yang
di maksud disini adalah memperlengkapi anggota-anggota gereja sehingga mereka menjadi
dewasa untuk sanggupp menunaikan tugas mereka sebagai garam dan terang bukan hanya
untuk melayani dalam gereja, tetapi juga di luar gereja.8
Berbicara mengenai PWG kita berbicara mengenai warag gereja, warga gereja adalah
orang-orang Kristen yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah untuk melayani di dalam dunia
dan bukan hanya di dalam Gereja.9 Oleh karena pelayanan Gereja adalah berpusat pada
dunia, maka warga gereja bekerja seutuhnya untuk melaksanakan tugas dan panggilan Allah
di dalam dunia sebab warga Gereja merupakan bagian terdepan Gereja untuk menjalankan
kesaksian akan Kristus kepada dunia secara konkret dalam kehidupan mereka. Berdasarkan
pengertian istilah-istilah tersebut, Pembinaan Warga Gereja dapat diartikan sebagai suatu
usaha atau tindakan pengorganisasian warga gereja, untuk melengkapi dan melatih mereka
agar mampu menghubungkan iman Kristiani dengan pelayanan di dalam dunia beserta
masalah dan tantangannya.10
Pembinaan Warga Gereja adalah salah satu hakikat tugas gereja yang sangat penting
untuk melengkapi warga gereja dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap missioner
dalam melaksanakan Tritugas Panggilan Gereja11
. Hal dan tujuan utama dari PWG menurut
Alfred Schmidt adalah bahwa warga gereja diberikan kesempatan untuk bertumbuh menjadi
dewasa dalam pengakuan imannya12
.
8 Pembinaan Warga Gereja Memasuki Masa Depan, 16.
9 Dorothea Febe Winman “Penggunanaan Sabda Bina Umat (SBU) dalam Kehidupan Beriman dan
Beribadah Warga Jemaat di GPIB Immanuel Samarinda Pos PelKes Teluk dalam – Kalimantan Timur (Tugas
Akhir, Universitas Kristen Satya Wacana, 2017), 6. 10
D. R. Maitimoe, Membina Jemaat Misioner (Jakarta: BPK - Gunung Mulia, 1983), 57. 11
S W. Lontoh dan Hallie Jonathans, Bahtera Guna Dharma GPIB, (Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 2014),
280. 12
Alfred Schmidt, Kawan Sekerja Allah (Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 1983), 9.
8
2.1.2 Bentuk-bentuk Pembinaan Warga gereja
Pembinaan Warga gereja juga harus berinovasi pada situasi dan kehidupan jemaat
gereja setempat dengan senantiasa memperhatikan hubungan-hubungannya dengan masalah-
masalah yang di hadapai dalam gereja dan masyrakat baik pada tingakat lokal, regional dan
nasional. Untuk lebih memahami dan menghayati akan fungsi peranan PWG dalam seluruh
tugas dan panggilan gereja maka tujuan serta pembinaan perlu di tuangakan dalam suatu
sistematika pola kerja yang jelas, dengan menentukan beberapa prioritas untuk periode-
periode tertentu yang berporoskan pokok-pokok permasalahan dalam jangkauan nasional
serta kegaitan-kegiatan yang memadai bagi kebutuhan warga gereja sendiri pada tingkat
lokal dan regional agar penanggulangannya terjadi serentak dan menyeluruh.
Pembentukan wadah-wadah PWG pada setiap gereja harus disesuaikan dengan stuasi
dan struktur gereja setempat, dan wadah-wadah PWG tersebut merupakan satu komponen
yang saling memahami, menunjang dan melengakapi demi tersalurnya pembinaan itu
kepada seluruh jemaat secara merata. Pembentukan wadah-wadah ini pun memerlukan
tenaga terampil yang mampu untuk mengembangkan wadah-wadah pembinaan itu sendiri.
PWG sendiri sebenarnya ada untuk melengkapi warga gereja agar dalam rangka
menjalankan tugas dan panggilan gereja mereka mampu memberi jawaban kepada pelbagai
masalah dan tantangan dalam pembangunan jemaat, bahkan bangsa dan negara.
Pembinaan Warga Gereja ini sama halnya dengan PAK maka dari itu, PWG dapat di
golongkan menjadi beberapa golongan agar pembinaan itu sendiri dapat berjalan dengan
baik. Pembinaan dapat di golongkan kepada orang tua (pria dan wanita), kepada anak-anak,
kepada remaja dan juga kepada pemuda-pemudi. dalam buku yang di tulis oleh Pdt. Dr.
Daniel Nuhamara. M.th. pendidikan bagi orang tua atau orang dewasa meupakan bidang
pelayanan yang sangat strategis oleh karena bagaimanapun orang dewasa adalah orang
kristes garis depan yang menhadapi dunia ini dengan segala tantangannya, terutamma dalam
pekerjaan masing-masing. Orang dewasa masih mebutuhkan pembinaan dala ereja agar
mereka dapat hidup sebagai orang kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya.
Dan bagaimana pun oang dewasa adalah agen dalam tugas panggilan gereja. Oleh karena itu
9
orang dewasa perlu terus di bina agar semakin mampu dan terdorong, untk mengemban
misi atau tugas gereja agar terlibat dalam pelayanan, kesaksian, dan persekutuan.13
Dunia dimana orang kristen dan gereja hadir adalah dunia yang ppenuh dengan
masalah. Maka dari itu orang dewasa perlu dilengkapi dengan pemahaman terhadap
permasalahan-permasalahan tersebut. Jika orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik
anak, maka adalah tugas gereja untuk mendidik, membina dan mempersiapkan orang
dewasa.14
Menurut alfred schmidt Pembinaan Warga Gereja dapat menggunakan metode-metode
yang baik dan interaktif (komunikasi dalam pembinaan terjadi dua arah antara Pembina
dengan warga gereja) dan dilakukan dalam berbagai bentuk bagi warga gereja, contohnya,
melalui Penelahaan Alkitab, dan sebagainya. Ada pula pelaksanaan PWG berupa program
pembinaan khusus yang berhubungan erat dengan kehidupan nyata warga gereja, seperti
seminar dan ceramah dengan tema teologis yang berkaitan dengan kehidupan
bermasyarakat, dan lain-lain. Di dalamnya dapat dilakukan diskusi panel, forum,
pemeragaan dan main peran, pengantar kepada diskusi, bekerjasama dengan menggunakan
alat peraga, brainstorming, dan pemecahan masalah.15
PWG tidak dapat terlepas dari pedoman yang bersifat terus menerus dari Firman Allah
yang terdapat dalam Alkitab, sebab dasar dan tujuan dari seluruh pelaksanaan PWG adalah
untuk memberlakukan Firman Allah dalam Alkitab. Penggunaan Alkitab dalam rangka
PWG biasanya dilakukan dalam bentuk Penelahaan Alkitab (PA), bentuk Persekutuan
Pembaca Alkitab (PPA) dan bentuk lain bagi renungan rohani dalam suatu program
pembinaan yang dipakai jika peserta pembinaan tidak hanya terdiri dari warga jemaat,
melainkan dari penganut agama yang berlainan.16
Bentuk-bentuk PWG ini terbentuk dari tema-tema pokok yang timbul dari kehidupan-
kehidupan nyata jemaat sehari-hari dan merupakan inti materi-materi PWG. Menjadi tema
13
Nuhamara, Daniel PAK DEWASA (Bandung, Jurnal Info Media 2008), 09-10. 14
Nuhamara, Daniel PAK DEWASA, 10-11. 15
Alfred Schmidt, Kawan Sekerja Allah (Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 1983), 9. 16
Alfred Schmidt, 9.
10
pedoaman dasar, dan menghasilkan tema-tema yang berhubungan dengan masalah-masalah
pokok seperti pergumulan iman, dan kehadiran jemaat di tengah-tengah negara yang sedang
membangun.17
2.1.3 Fungsi dan Peran PWG
PWG sendiri muncul karena kebutuhan mendesak gereja-gereja untuk menciptakan
“Masyarakat yang bertanggungjawab” ini sudah lama menjadi kebutuhan gereja bahkan
seharusnya sebelum pendudukan Jepang di Indonesia, kemandirian gereja ini sendiri
berkembang selama masa perang kemerdekaan dan masa-masa pemabangunan. Yang
menjadi latarbelakang PWG ini adalah:
1. Pergantian kekuasan atas wilayah Indonesia
Pergantian kekuasan yang terjaadi di indonesia di pandang menjadi akibat besar
dalam kehidupan gereja-gereja di indonesia, baik dilihat dari segi kepemimpinan
maupun segi persekutuan sebagai Tubuh Kristus. Hal ini secara drastis
mengakibatkan gereja-gereja di Indoneisa harus dipimpin dan di urus oleh warga
geraja Indonesia yang sebenarnya belum cukup memperisiapkan diri untuk hal-hal
tersebut.
2. Perubahan Nilai-nilai dalam mengisi Kemerdekaan
Hal ini terjadi di masyarakat maupun di gereja, terutama nilai mengenai
kertergantungan berubah radikal. Perubahan ini merupakan salah satu daya doron
yang kuat untuk menentukan masa depan sendiri dalam waktu peralihan kekuasan
politik maupun kepengurusan gerejawi.
3. Ketidak stabilan sosial ekonomi
Keadaan ekonomi nasional yang dilanda ketakutan akibat perang dunia ke II juga
menyumbang rasa resah bagi gereja gereja. Hal ini karena di kalangann gereja
17
Penatua Dr. S. W. Lontoh – Pdt Hallie J. S. Th, Bahtera Guna Dharma GPIB (BPK Gunung Mulia, 2014),
280
11
kurang muncul teologi dan praktek penatalayanan kristen serta usaha-usaha
kemandirian di bidang keuangan.18
Tiga hal itulah yang kemudian menimbulkan kebutuhan-kebuthan baru seperti :
kebutuhan akan pemimpin, kebutuhan akan pemahaman dan sikapp teologis yang tepat, dan
kebutuhan akan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru, dan ini semua yang
melatarbelakangi munculnya PWG. Kegiatan di bidang PWG merupakan salah satu jawaban
dari kebutuhan-kebutuhan diatas.19
2.2. Pembinaan Warga Gereja di GPIB
2.2.1. Perkembangan Pembinaan dan Pengembangan Sumber daya insani GPIB
Dalam rangka untuk memperlengkapi Warga Jemaat GPIB dengan segala usahanya
menyusun kurikulum pembinaan warga gereja, yang masi belum sepenuhnya rampung maka
di bentuklah panitia materi (PANTER) GPIB sub bidang Akta dan Perangkat Teologi.
Panitia ini di harapkan dapat merampungkan seluruh pekerjaan rumah mengenai kurikulum
pembinaan yang masih di wujudkan.20
Pada masa mempersiapkan pembuatan dan penyusunan kurikulum-lkurikullum
tersebut, hasil Persidngan Sinode Tahunan GPIB tahun 2013 bidang PPSDI-PPK di Ujung
Pandang Mentapkan Program Kerja dan Anggaran (PKA) Majelis sinode GPIB untuk
merangcang Master piece Grand Design Curriculum (GDC) GPIB secara konsisten,
berkesinambungan dan utuh. Oleh karena itu pengurus unit-unit misioner di tingkat sinodal
sepakat untuk menundan materi-mteri bina yang baru dambi menunggu lahirnya Grand
Design Curriculum PWG GPIB. Penundaan ini dimaksudkan agar tidak terjadi pekerjaan
yang tumpang tindih, proses pembahasan model GDC PWG GPIB tahun 2013 masih
berlangsung hingga 2014.21
Berdasarkan situasi dan kondisi di atas maka, pembuatan dan penyusunan kurikulum
yang sejatinya adalah tugas dari PANTER sebagai bahan yang akan ditetapkan pada PS XX
18
Dewan Greja-greja di Indoneisa, Menempuh Arah Baru (Jakarta, Gunung Mulia, 1981), 19-21 19
Menempuh arah baru, 21-22 20
Majelis Sinode GPIB, BUKU III PKUPPG dan Grand Design PPSDI (Majelis Sinode,2015), 78. 21
Majelis Sinode GPIB, BUKU III PKUPPG dan Grand Design PPSDI, 78.
12
tahun 2015 disatukan dengan proses yang sedang berlangsung pengerjaannya oleh
Departemen PPSDI-PPK.
Secara singkat penulis menjelaskan pendekatan Pembinaan menurut GPIB yang sudah
di susun sebelumnya pada sidang sinode GPIB ke-XIV tahun 1986 telah di tetapkan naskah
Pedoman Kurikulum Pembinaan Warga Gereja (PKPPWG) yang meliputi, Pembinaan
terhadap seluruh pejabat, Pengurus Badan-badan Pembantu dan Badan-badan pelaksana
serat Waraga Gereja GPIB. Tujuannya supaya warga jemaat dan para pejabat gereja mampu
meningkatakan pewartaan, pelayanan, persekutuan, dan peribadahan dalam pengembangan
panggilan dan pengutusan gereja melalui partisipasi. Langkah-langkah pendektan
pembinaan berdasarkan PKPPWG adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Sinodal yang terbatas pada pokok-pokok yang bersifat luas untuk
memberikan masukan tentang masalah, internasional, wawasan nusantara, keesaan
gereja, kesatuan bangsa, antisipasi masa depan dan kebersamaan GPIB dalam terang
keputusan Persidanga-persidangan Sinode GPIB
2. Pendekatan regional meliputi perhatian terhadap program pemerintah yang tetap relevan
untuk masa mendatang misalnya transmigrasi, industri, suku terasing dan kerukunan di
beberapa provinsi indonesia.
3. Pendekatan lokal yang khusus memotivasi warga dan peajbat gereja untuk
menanggulangi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat seperti tunasusila,
tunawisma, tunakarya, tunanetra, anak yatim piatu, orang jompo, mereka yang dipenjara
dan dalam tahanan.
4. Pendekatan Fungsional diadakan pada kelompok-kelompok fungsional
5. Pendektan profesional22
Struktur yang di rancang ini di tujukan kepada para peserta PWG yang terdiri dari:
1. Warga Jemaat
2. Pendeta
3. Penatua
22
BUKU III PKUPPG dan Grand Design PPSDI, 79-80
13
4. Diaken
5. Pelayan maupun Pengurus Pelayanan Kategorial (PA, PT, GP, PKP, PKB, PKLU)
6. Golongan fungsional
7. Yayasan serta Karyawan23
Menurut GPIB sendiri naskah PKPPWG dan mode pendekatan ini belum dapat
direalisasikan secara konkret operasional pada perjalanan GPIB dalam memperlengkapi
warga jemaat maupun para pelaku pelayanan itu sendiri, dengan alasan satu dan lain hal.24
2.2.2. Pemahaman dan Bentuk PWG di GPIB
GPIB dalam pemahamannya terhadap PWG memahami bahwa Pembinaan Warga
Gereja adalah salah satu hakikat tugas gereja yang sangat penting untuk melengkapi warga
gereja dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap missioner dalam melaksanakan Tritugas
Panggilan Gereja.25
Dalam hal bentuk-bentuk pembinaan GPIB secara khusus memiliki beberapa wadah
untuk melakukan pembinaan itu sendiri, atara lain.:
1. Kebaktian Anak-anak Kebaktian Remaja GPIB atau di singkat KAKR atau yang
sekarang di sebut dengan PelKat PA dan PelKat PT untuk anak-anak kecil dan remaja
2. Gerakan Pemuda (GP GPIB) untuk pemuda dan pemudi
3. BPK PW atau yang sekarang di sebut PelKat PKP untuk kaum perempuan.26
Pada awalnya hanya ada tiga bentuk pembinaan yang GPIB berikan. Kemudian seiring
berjalannya waktu maka di tambahkan juga PelKat PKB dan PelKat PKLU sehingga GPIB
memiliki bentuk-bentuk Pembinaan, atara lain:
1. PelKat PA
2. PelKat PT
3. PelKat GP
23
BUKU III PKUPPG dan Grand Design PPSDI, 79-80. 24
BUKU III PKUPPG dan Grand Design PPSDI, 8. 25
Penatua Dr. S. W. Lontoh – Pdt Hallie J. S. Th, Bahtera Guna Dharma GPIB (BPK Gunung Mulia, 2014),
193. 26
Penatua Dr. S. W. Lontoh – Pdt Hallie J. S. Th, 280.
14
4. PelKat PKP
5. PelKat PKB, dan
6. PelKat PKLU27
Bentuk-bentuk Pembinaan ini di kemas melalui ibadah-ibadah yang di selenggarakan
sesuai dengan kategorial atau pun sesuai kebutuhan, atau juga dengan menyusun program-
program setiap Pelkat yang sesuai dengan kebutuhan Pelkat. Tujuan Pembinaan warga
jemaat di maksudkan untuk melengkapi anggota-anggota jemaat dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap misioner dalam melaksanakan tiga tugas panggilan gereja yaitu:
Persekutuan, Kesaksian, Pelayanan. Pembinaan ini adalah tanggung jawab bersama yaitu
majelis jemaat dan semua anggota-anggota atau warga jemaat.28
Dalam GPIB sendiri sudah
pernah di susun pola pembinaan, strategi pembinaan, dan materi dasar pembinaan atara lain:
1. Pola pembinaan pola ini dianut dalam penglolaan pembinaan yang disebut dengan
“ink blat system”. Tiap jemaat mengembangkan kegiatan pembinaan dengan
kemapuan daya sebarnya sampai pada batasnya. Dengan pola ini dapat di ketahui
pada akhir tahun tingkat kemampuan yang berkembang pada komisis pebinaan
gereja29
2. Strategi Pembinaan terdapat empat gagasan yang di pilih yakni:
a. Go Structure, strategi memberi kesempatan kepada fasilitator pergi ke suatu
tempat atau jemaat untuk memberikan pembinaan.
b. Come Structure, Strategi menghimpun jemaat ke suatu tempat secara terpusat,
dan sekembalinya mereka di harapkan dapat meneruskan pembinaan itu
kepada warga jemaat yang lain.
c. Mobile Structure, strategi ini menggunakan tenaga ahli yang telah terlatih
untuk di sebar ke berbagai daerah pemibinaan sehingga seluruh daerah
pembinaan dapat terjangkau secara menyeluruh dalam waktu singkat.
27
Majelis Sinode GPIB, Buku IV Tata Gereja (Majelis Sinode GPIB, 2015), 265-268. 28
Penatua Dr. S. W. Lontoh – Pdt Hallie J. S. Th, Bahtera Guna Dharma GPIB (BPK Gunung Mulia, 2014),
280. 29
Penatua Dr. S. W. Lontoh – Pdt Hallie J. S. Th, 281-282.
15
d. Multiplication, strategi ini menggunakan prinsip kerja. Sejumlah tenaga ahli
di latih, kemudia para tenaga ahli ini berusaha melipatgandakan ke ahlian dari
yang dilatihakan kepada mereka untuk warga jemaat.30
2.2.3. Pemahaman dan Tujuan PelKat
Pelkat adalah wadah-wadah atau bentuk dari PWG yang ada dalam GPIB untuk itu
perlu dipahami bahwa Pelkat merupakan unit misioner sebagai wadah pembinaan warga
gereja dalam keluarga dan masyarakat sesuai kaetogori dalam hal ini agar para Warga
Jemaat berperan aktif dalam pengembangan penggilan dan penutusan gereja secara utuh dan
berkesinambungan.31
Dalam hal ini yang membahas mengenai Pelkat PKB dalam
pemahamnnya merupakan unit misioner sebagai wadah pembinaan warga gereja dalam
keluarga dan masyarakat sesuai kaetogori dalam hal ini adalah kaum bapak agar para kaum
bapak berperan aktif dalam pengembangan penggilan dan penutusan gereja secara utuh dan
berkesinambungan. Dikatakan pada butir a, b, dan c bahwa ke anggota Pelkat PKB haruslah
berusia 35 tahun ke atas, jadi walau pun memasuki usia/sudah pensiun masih merupakan
anggota Pelkat PKB.32
Melalui pergumulan yang berdasar paham teologi dan pertimbangan
atas nilai dan tanda zaman diusulkan rumusan Visi dan Misi berdasarkan kajian Firman dari
Injil Yohanes 14:27 “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku
Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia
kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Dalam sejarah GPIB, Lukas 13:29 telah
dijadikan motto/semboyan yang diterakan pada logo GPIB yang berbunyi “Dan orang akan
datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di
dalam Kerajaan Allah.”
Mengalami damai sejahtera Yesus Kristus harus dicapai dengan citra diri sebagai
pembawa damai sejahtera Yesus Kristus. Karena itu, dalam kehadirannya ia harus selalu
melakukan tindakan damai sejahtera agar selalu menjadi berkat di tengah bangsa, Negara dan
masyarakat serta dunia. Dalam pergumulannya, gereja dan umatnya masih terbelenggu
30
Penatua Dr. S. W. Lontoh – Pdt Hallie J. S. Th, 282. 31
https://gpibblendoeg.wordpress.com/pelayanan-kategorial/ diakses pada hari selasa, 19 desember 2017
pada pukul 15.00. 32
Majelis Sinode GPIB, Buku IV Tata Gereja (Majelis Sinode GPIB, 2015), 267.
16
dengan rasa gelisah dan kuatir akan tantangan dan ancaman dunia, sehingga ia merasa jauh
dan belum penuh mengalami damai sejahtera Tuhan Yesus Kristus.
3. Hasil Penelitian
3.1. Profil dan sejarah singkat GPIB Jemaat Maranatha Tanjung Selor Pos PelKes
Hosiana Muara Pangean
Lokasi Pos Pelkes HOSIANA – Muara Pangean, berada di Kecamatan Peso,
Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. dan merupakan salah satu Sektor
Pelayanan di bawah koordinasi Pelayanan GPIB “MARANATHA” Tanjung Selor. Jarak
tempuh dari Tanjung Selor (Jemaat Induk), menuju ke Pos Pelkes “HOSIANA” – Muara
Pangean adalah tiga sampai tujuh jam perjalanan sungai. Pos Pelkes HOSIANA Muara
Pangean terletak di Kecamatan Peso. Kecamatan Peso sendiri terdiri dari 10 desa dengan Ibu
Kota Kecamatan adalah Desa Long Bia. Sebagian besar penduduk Kecamatan Peso bersuku
bangsa Dayak Kenyah. Dan yang lain seperti Bulungan, Bugis, Toraja, Jawa dan juga
keturuan Tionghwa.Sebagian besar bermata pencaharian Petani Ladang, hanya sebagian
kecil yang menjadi Pegawai Negeri yaitu, Guru, Pegawai Puskesmas, Pegawai Kecamatan,
dan TNI/POLRI, sisanya adalah Pedagang.33
Pemberitaan Firman dari Mimbar GPIB di Kecamatan Peso telah terjadi sejak tahun
1977. Pada masa itu, peribadahan dilaksanakan di sebuah rumah Warga Jemaat karena
ketiaadaan Gedung Gereja. Pada tahun 1984, didirikanlah sebuah Gedung Gereja dan jumlah
Warga Jemaat secara perlahan bertambah seiring dengan mulai masuknya pendatang yang
mencari pekerjaan di tnh Kalimantan Timur. Kini, tahun 2011 Warga Jemaat Pos Pelkes
GPIB “HOSIANA” Muara Pangean, berjumlah 34 Keluarga (25 Keluarga menetap dan 9
Warga Jemaat Partisipan: 2 di antaranya telah berkeluarga) dan bila dihitung berdasarkan
jumlah jiwa, sejumlah 111 jiwa namun hanya setengah dari jumlah tersebut yang aktif. 34
Lokasi tempat tinggal Warga Jemaat terbagi dalam tiga desa, yaitu Desa Long Bia,
Desa Long Peso dan Desa Muara Pangean, yang kesemuanya dapat ditempuh dengan
33
Data Jemaat GPIB Jemaat “Maranatha” Tanjung Selor Pos PelKes Hosiana Muara Pangean. 34
Data Jemaat GPIB Jemaat “Maranatha” Tanjung Selor Pos PelKes Hosiana Muara Pangean.
17
berjalan kaki atau pun menggunakan kendaraan bermotor. Dulu desa ini bernama desa Long
Peso, dikarenakan adanya pemekaran wilayah perdesaan, maka sejak tahun 2006, bagian
hulu kampung desa Long Peso dimekarkan dan diberi nama Desa Muara Pangean. Pos
PelKes Hosiana Muara Pangean sendiri di buka oleh salah seorang Pendeta GPIB yang
berhasil menembus pedalaman kalimantan untuk mengabarkan injil. Hingga sekarang
jumlah keluarga kurang tidak berubah, dan pada Februari 2017 gedung gereja yang
permanen sudah boleh di dirikan dan di resmikan untuk dapat di gunakan dalam setiap
kegiatan beribadah.
3.2. Gambaran umum Pelkat di Pos PelKes Hosiana Muara Pangean
Seperti pada GPIB umumnya Pos PelKes Hosiana Muara pangean juga menjalankan
ibadah PelKat. Mulai dari ibadah minggu Pelayanan Anak (PA) ibadah Persekutan Taruna,
Ibadah Gerakan Pemuda, ibadah Persekutuan Kaum Perempuan, dan ibadah Persekutan
Kaum Bapak. Hanya ibadah Persekutuan Kaum Lanjut Usia yang tidak berjalan sama sekali.
Semua ibadah Pelayanan Kategorial seperti biasa, namun hampir semua ibadah PelKat ini
belangsung pada hari minggu setelah ibadah minggu selesai dan berlangsung dirumah-
rumah jemaat selalu di usahakan berlangsung setelah ibadah pukul 11.00 karena pada sore
hari pukul 17.00 .
Dapat di katakan hanya ibadah Kaum Perampuan yang dapat dikatakan berlangsung
dengan baik dan di hadiri oleh para kaum perempuan dengan jumlah hampir 30% dari
jemaat itu sendiri kalau di lihat dari jumlah 15-20 orang. Dan ini berbanding terbalik dengan
kaum bapak dari total seluruh anggota aktif yang ada adalah 20 orang (di luar jemaat
simpatisan), yang datang untuk mengikuti ibadah PelKat PKB hanyalah tiga sampai lima
orang saja.
3.3. Pemahaman kaum bapak Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean terhadap ibadah
Pelkat PKB
Penelitian yang penulis lakukan ini untuk melihat pemahaman para kaum bapak
mengenai PelKat itu sendiri terkhususnya PelKat PKB. Karena PelKat adalah unit Misioner
18
GPIB yang berguna sebagai wadah pembinaan dan perberdayaan warga jemaat dalam
keluarga dan masyarakat sesuai denga para anggotanya, agar dapat berperan aktif dalam
pengembangan panggilan dan pengutusan gereja secara utuh dan bekesinambungan. Oleh
karena itu seharusnya anggota PelKat terlebih pengurus PelkKat terkhususnya disni adalah
PelKat PKB harus paham mengenai PelKat tersebut.
Bapak Melias Unyang selaku ketua PelKat PKB di Pos PelKes Hosiana Muara
Pangean berkata PelKat PKB adalah tempat dimana kaum bapak bersekutu menyembah
Tuhan dan menumbuhkan iman yang lebih lagi. Dan PelKat PKB adalah tempat dimana
bapak-bapak dapat juga mengembangkan atau menyalurkan aspirasi-aspirasi untuk gereja.35
PelKat PKB sendiri sangat penting dan sangat berguna bagi kaum bapak dari pada kaum
bapak hanya duduk-duduk di rumah dan tidak melakukan kegiatan apa-apa di kala tidak
pergi berladang atau pun bekerja menurut bapak Nohmisa Ntam.36
Dalam hal ini penulis
melihat bahwa masih kurangnya pemahaman kaum bapak terhadap ibadah PelKat itu
sendiri. Dari hal ini menyebabkan PWG tidak dapat berjalan dengan baik dan fungsi utama
PelKat sebagai unit misioner untuk wadah pembinaan masih kurang menunjukan hasil yang
baik.
3.4. Kendala dalam mejalan ibadah Pelkat PKB
Menurut Bapak Pdt. Frenky Latuihamallo kendala terbersar dalam menjalankan ibadah
PelKat PKB adalah tingkat kehadiran yang sangat sedikit. Sudah di lakukan upaya berupa
mengganti hari agar tidak terlalu banyak ibadah di hari minggu pun sama saja, ibadah
berhasil di ganti pada hari rabu tapi hanya bertahan beberapa kali ibadah saja dan seterusnya
orang yang datang sama juga tetap tidak hanya tiga sampai lima orang. Tidak datang
kebanyakan karena alasan lelah baru pulang dari ladang. Jemaat harus pergi keladang atau
pun berburu di karenakan sebagian besar jemaat bermata pencarian sebagai petani dan
berburu hal ini di sebabkan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga menyebabkan mereka
35
Wawancara dengan bapak Melias Unyang Ketua PelKat PKB Pos PelKes Hosiana muara pangean, Muara
pangean, Selasa 04 April 2017 Pukul 15.00. 36
Wawancara dengan bapak Nohmisa Ntam Majelis Jemaat Pos PelKes Hosiana muara pangean, Muara
pangean, rabu 08 April 2017 Pukul 20.00.
19
sulit untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Mungkin anak-anak dari jemaat banyak
yang sudah SMA atau ada yang sudah berkuliah, namun rata-rata orang dewasa hanyalah
lulusan SD. Menurut Pdt. Frenky Latuihamallo ini berdampak pada menurunya kualitas
ibadah PelKat PKB.37
Lain hal dengan bapak Melias Unyang, menurut beliau secara
pengalaman pribadi kendala dalam menjalankan ibadah PelKat PKB ini karena ada jemaat
tekhususnya disini kaum bapak menganggap bahwa jika bukan Pendeta yang memimpin
ibadah maka penyampaian Firman Tuhan tidak lah tepat. Karena menganggap bahwa
Pendeta yang lebih paham untuk masalah Firman Tuhan, sedangkan jika yang mempin
ibadah adalah majelis maka dianggap biasa-biasa saja dan mengakibatkan jemaat menjadi
tidak senang untuk hadir beribadah.38
Bapak Tihang Alung menjelaskan bahwa bahwa kendala lainnya adalah jemaat
menolak ketika rumahnya di jadikan tempat beribadah dengan alasan tidak ada persiapan
untuk ibadah, tidak ada orang di rumah, bahkan ada yang mengatakan karena belum dapat
menyediakan makanan untuk ibadah. Padahal sangat di sayangkan jika hanya karena
makanan saja sehingga menyebabkan persekutuan terhenti.39
Dan yang menjadi faktor
utama adalah faktor pergi berladang, ini yang menjadi faktor utama selain karena jarak
ladang yang jauh, faktor pergi berladang ini menjadi yang utama karena jemaat merasa lebih
baik pergi berladang agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, agar dapat menghasilkan
hasil yang baik karena itu adalah mata pencaharian mereka. Selain berladang beburu juga
menjadi alasan utama kaum bapak tidak hadir dalam ibadah PelKat PKB, jika sudah musim
babi berenang maka tidak akan terlihat satu orang bapak pun yang ada di ibadah minggu
kecuali majelis bertugas, begitu pula dengan ibadah PelKat PKB bisa jadi akan di batalkan
atau ibadah tetap berlangsung tetapi akhirnya Pelkat PKB hanya diisi tiga sampai lima kaum
bapak saja hal ini disampaikan oleh bapak Laing Lian yang adalah anggota PelKat PKB.
37
Wawancara dengan Pdt Frenky Latuihamallo Pendeta jemaat Pos PelKes Hosiana muara pangean, Muara
pangean, kamis 06 April 2017 Pukul 15.00. 38
Wawancara dengan Bapak Melias Unyang. 39
Wawancara dengan bapak Tihang Alung anggota PelKat PKB Pos PelKes Hosiana muara pangean, Muara
pangean, kamis 06 April 2017 Pukul 19.00.
20
Hasil perbincangan dengan Pdt. Frenky Latuihamallo juga, beliau berkata bahwa tidak
ada pembinaan khusus yang di rancangkan selain ibadah-ibadah Pelkat. Yang beliau sering
lakukan adalah melakukan perkunjungan-perkungjungan nonformal yang di maksud
perkunjungan nonformal adalah seperti datang ke ladang melihat pekerjaan jemaat, datang
ke rumah jemaat untuk sekedar bercerita. Menurut Pdt. Frenky Latuihamallo hal ini lebih
menjadikan jemaat mau terbuka dan mau bercerita banyak mengenai masalah-masalah yang
di alami. Pada saat itulah menurut Pdt. Frenky Latuihamallo pembinaan dapat di laksaankan
dengan lebih baik. Karena menurut beliau jika melakukan pembinaan secara formal seperti
ibadah dan melakukan kegiatan-kegitan akan sedikit yang datang, mungkin yang datang
hanya majelis jemaat saja.40
Wawancara-wawancara dengan jemaat menunjukan jemaat lebih memilih untuk pergi
berladang, pergi berburu, atau tidak bersedia rumahnya di jadikan tempat beribadah karena
tidk memberi makan dapat di rangkum menjadi beberapa faktor yaitu Faktor pendidikan,
faktor ekonomi, faktor jarak yang jauh. Tiga faktor yang memiliki hubungan kuat dan
berkesinambungan dalam memperngaruhi berlangsung atau tidaknya kegiatan-kegitan
ibadah dalam Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean terkhususya pada Pelkat PKB. Faktor
ekonomi, faktor Pendidikan, Faktor daerah yang jauh menentukan setiap keputusan-
keputusan yang akan diambil guna menentukan program-program kegiatan untuk
menunjang pembinaan bagi warga jemaat terkhususnya Pelkat PKB. Masih ada beberapa
faktor-faktor kecil yang menjadi penghambat berjalannya kegiatan pembinaan, seperti dalam
ibadah ada beberapa jemaat yang merasa tidak suka untuk datang karena yang memimpin
ibadah adalah majelis dan bukan Pendeta, atau ada yang merasa karena ibadah Pelayanan
Ketegorial berlangsung hari minggu setelah ibadah minggu maka cukup hanya mengikuti
ibadah minggu saja tidak perlu ibadah yang lain. Namun faktor seperti ini tidaklah menjadi
yang utama di banding kan dengan tiga faktor utama diatas yang menjadi permasalahan
semua jemaat Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean atau bahkan masalah utama warga desa.
Dapat di katakan bahwa untuk beribadah saja mereka tidak mau untuk datang, apa lagi untuk
kegiatan-kegiatan yang mungkin menurut kaum bapak tidaklah penting.
40
Wawancara dengan Pdt Frenky Latuihamallo.
21
4. Analisa Kajian Faktor-faktor Penghambat Kegaiatan Ibadah Pelkat PKB di GPIB
jemaat “Maranatha” Tanjung Selor, Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean – Kalimantan
Utara dari Perspektif Pembinaan Warga Gereja.
Hasil analisa dari penelitian (observasi dan wawancara) yang sudah penulis lakukan
menunjukan beberapa faktor penghambat dalam menjalankan kegitan pembinaan Pelkat
PKB di GPIB Jemaat Maranatha Tanjung Selor Pos Pelkes. Faktor-faktor yang penulis
temukan diantaranya adalah:
1. Faktor Pendidikan
Faktor ke dua yang sangat menentukan adalah pendidikan. Dalam kehidupan dewasa
ini pendidikan adalah hal yang sangat penting dan utama. Pendidikan menjadi utama dan
penting karena dengan pendidikan, manusia akan menjadi lebih berkualitas dan lebih matang
untuk mengarungi lautan kehidupan yang bergejolak. pendidikan juga berperan untuk
mengembangkan kehidupan manusia untuk dapat menjalankan kehidupan. semakin tinggi
pendidikan yang di emban maka semakin berkembang pula kehidupan seseorang, semakin
berkembang seseorang semakin kuat orang itu menjalani kehidupan mereka. Hasil penelitian
ini di dukung oleh pemikiran Nuhamara mengenai, orang dewasa harus dididik agar semakin
mampu mengemban tugas dan tanggung jawab dalam gereja mau pun luar greaja (dunia
pekerjaan)41
karena dunia dimana orang dewasa itu di tempatkan adalah dunia yang penuh
dengan masalah. Menurut Penulis pun orang dewasa harus menadapatkan pembinaan yang
baik dari gereja karena salah satu faktor utama untuk mengasilkan anak-anak yang lebih
cerdas dan lebih baik adalah dari orang tua dan orang-orang dewasa yang ada di sekitar
anak-anak.
Penulis pun memahami bahwa memenuhi kebutuhan hidup adalah hal yang utama,
akan tetapi jika tidak dididik atau dibina dengan benar maka masalah-masalah yang memang
sudah ada di dunia ini tidak akan dapat di lewati. Faktor inilah yang menyebabkan
kebanyakan jemaat-jemaat Pos Pelkes GPIB terkhususnya Pos Pelkes Hosiapa Muara
Pangean masih belum banyak berkembang, pendidikan yang rendah menyebabkan banyak
41
PAK Dewasa, 9-10.
22
jemaat terkhususnya kaum bapak yang hanya terpaku atau hanya tergantung terhadap ladang
mereka dan hasil berburu mereka yang melangsungkan kehidupan. mereka tidak mendapat
kesempatan lebih untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Maka dari itu faktor
pendidikan ini penting untuk menopang kehidupan manusia guna mendapat pekerjaan yang
lebih baik, atau membuat pekerjaan yang lebih baik. faktor pendidikan disini lah yang
menyebabkan bapak-bapak tidak datang keibadah karena harus bersusah payah memenuhi
kebutuhab ekonomi. Sisi lain faktor pendidikan juga menimbulkan pikiran bahwa “anak-
anak saya harus mendapat pendidikan yang tinggi agar tidak seperti saya” hal ini mendorong
orang tua untuk terus bekerja demi kebutuhan pendidikan anak, hasilnya tidak ada waktu
untuk datang beribadah.
2. Faktor Ekonomi
Pengaruh faktor ekonomi ini sangat besar perannya karena berpengaruh terhadap
kehidupan sosial jemaat yang sebagain besar adalah masyarakat ekonimi menengah
kebawah . seperti ada jemaat yang tidak bersedia memberikan rumahnya untuk menjadi
tempat ibadah karena tidak ada makanan untuk menjamu jemaat yang hadir. Hal-hal kecil
seperti ini adalah akibat dari ekonomi yang rendah. contoh lainnya adalah seperti para kaum
bapak lebih memilih untuk sibuk menggarap ladang atau pergi memasang jerat (perangkap)
untuk berburu binatang-binatang, dan belum tentu bibit-bibit yang di tanaman adalah bibit
unggul karena mereka pastinya susah untuk membeli bibti unggul karena harga dan belum
tentu hasil berburu menghasilkan hewan buruan yang besar tapi hal ini harus terus
berlangsung terus menerus untuk dapat melangsungkan kehidupan dengan cara diolah
menjadi makan sehar-hari atau di jual kembali. Hasil penelitian ini di dukung oleh pemikiran
Maitimoe sebagai suatu usaha atau tindakan pengorganisasian warga gereja, untuk
melengkapi dan melatih mereka agar mampu menghubungkan iman Kristiani dengan
pelayanan di dalam dunia beserta masalah dan tantangannya.42
Seharusnya jemaat tidak
meninggalkan ibadah hanya karena faktor ekonomi. Karena ibadah seharasnya tidak
terpengaruh karena ibadah hanya untuk menigkatkan iman dan mendekatkan diri kepada
Tuhan tidak ada urusannya dengan ekonomi.
42
D. R. Maitimoe, 57
23
3. Faktor Jarak yang jauh
Faktor jarak yang jauh, jarak ladang yang jauh, jarak desa ke kota jauh
mengakibatkan daerah yang jauh seperti di Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean segala
kegiatan terhambat. Ekonomi melemah juga di sebabkan letak Pos Pelkes yang jauh dari
keramaian kota sehingga proses jual beli menjadi tidak terlalu efisien. Faktor tempat yang
jauh juga menyebabkan pendidikan yang kurang maksimal dengan terbatasnya akses-akses
internet untuk menunjang pembelajaran, terbatasnya sarana untuk mempraktekan pelajaran-
pelajaran yang di butuhkan. Faktor daerah yang jauh juga berpengaruh terhadap setiap
kegiatan gereja, hal ini di karenakan terbatasnya rancangan program-program yang dapat
disiapkan dan dapat dijalankan untuk menunjang PWG. Hal ini bertolak belakang dengan
pengertian PWG. Menurut Lontoh dan Hallie Jonathans Pembinaan Warga Gereja adalah salah
satu hakikat tugas gereja yang sangat penting untuk melengkapi warga gereja dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap missioner dalam melaksanakan Tritugas Panggilan
Gereja.43
Berdasarkan faktor penghambat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa
gereja kesulitan menjalankan Tritugas Panggilan Gereja dengan maksimal.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan dan saran
1. Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan ini penting untuk kehidupan manusia guna mendapat pekerjaan
yang lebih baik, atau membuat pekerjaan yang lebih baik. faktor pendidikan yang
kebanyakan hanya lulusan SD sampai SMA mengakibatkan kebanyakan kaum bapak hanya
bekerja di lading dan berburu, dan hasil berladang dan berburu kemudian dengan hasil yang
tidak sepadan. Maka dari itu mereka harus bekerja ekstra untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup, dan tambah pemikiran “anak-anak saya harus mendapat pendidikan yang tinggi agar
tidak seperti saya” hal ini mendorong orang tua untuk terus bekerja demi kebutuhan
pendidikan anak, hasilnya tidak ada waktu untuk datang beribadah. Maka dari itu penulis
43
S W. Lontoh dan Hallie Jonathans, Bahtera Guna Dharma GPIB, (Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 2014),
280.
24
memberikan saran kepada jemaat Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean, agar lebih
mengijinkan anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Agar pengetahuan yang mereka dapatkan nanti juga berguna bagi memajukan desa dan
gereja. Jangan takut anak-anak pergi merantau demi kebaikan mereka.
Saran untuk gereja, majelis dan pendeta harus terus mengingatkan bahwa pendidikan
itu penting kepada jemaat, melalui khotbah-khotbah dalam ibadah, atau karena jemaat jarang
datang ibadah terkhususnya Pelkat PKB maka lakukan pendekatan-pendekatan seperti
datang kerumah jemaat atau ke ladang (untuk ladang jika jarak memungkinkan) dengan
begitu biasanya jemaat akan lebih terbuka. Maka majelis dan pendeta dapat melakukan
pembinaan dengan menanamkan pentingnya pendidikan. Mengadakan belajar bersama bagi
anak-anak sekolah minggu dan PT (teruna) efektif untuk membantu meeningkatkan kualitas
pendidikan pendidikan anak-anak terbantu, orang tua akan berkurang beban hidup dan akan
lebih nyaman dalam beribadah.
Saran untuk sinode, GPIB melalui majelis sinode seharusnya lebih giat mengadakan
beasiswa rutin untuk Pos Pelkes guna meringankan beban orang tua untuk menyekolahkan
anak-anak mereka. Dengan beasiswa penuh dari sinode faktor pendidikan akan semakin hari
semakin berkurang karena penerus-penerus gereja sudah mendapat pendidikan yang bagus
dan dapat memajukan gereja dan tempat tinggalnya. Hal ini dapat di lakukan dengan bekerja
sama dengan universitas-universitas yang GPIB percayain atau dengan donatur-donatur
yang ada pada jemaat-jemaat kota besar.
2. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang dapat di katakan masih menengah kebawah, di tambah dengan
pendidikan yang rendah menyuulitkan hidup jemaat. Jemaat terkhususnya kaum bapak
akhirnya lebih memilih untuk meninggalkan ibadah untuk bekerja, maka dengan ini kegiatan
ibadah akan sulit untuk dapat berlangsung. Faktor ekonomi juga menyebabkan ada jemaat
yang menolak rumahnya di jadikan tempat beribadah karena tidak bisa menyediakan
makanan dan minuman.
Maka dari itu penulis meberikan saran untuk jemaat, haruslah mau mengikuti
kegiatan-kegiatan ibadah atau kegiatan-kegiatan dalam program-program yang dijalankan
25
oleh majelis jemaat dan Pendeta. Karena dalam setiap kegiatan tersebut akan terjadi
pembinaan-pembinaan bagi jemaat dan itu adalah pendidikan bagi jemaat untuk dapat
meningkatkan pengetahuan jemaat, sehingga mampu untuk terus berkembang dalam
mejalani kehidupan. Jemaat juga harus mengubah pola pikir bahwa ibadah harus
menyediakan makanan dan minuman. Karena inti dari ibadah ini bukanlah makanan dan
minuman melainkan bersekutu dan beribadah kepada Tuhan dan dalam ibadah itu jemaat
mendapatkan pembinaan-pembinaan yang baik bagi iman dan keberlangsungan hidup hari
lepas hari.
Saran untuk gereja, harus berusaha untuk mengadakan kegiatan-kegiatan pelatihan
atau penyuluhan untuk membantu jemaat keluar dari masalah-masalah ekonomi. Mengingat
hampir seluruh jemaat bertani atau berladang maka dapat diadakan kegiatan Seperti
pelatihan dan penyuluhan untuk menghasilkan hasil ladang kualitas terbaik, agar kemudia
dapat di jual kembali oleh jemaat dan menghasilkan hasil kerja yang memuaskan. Dalam hal
ini sebaiknya Pos Pelkes bekerja sama dengan jemaat induk demi mendapatkan orang-orang
ahli untuk malakukan pelatihan dan penyuluhan. Karena pastinya akan lebih menbantu dari
segi akomodasi dan dana, dan gereja induk pun harus mau untuk membantu. Gereja bersama
majelis jemaat dan pendeta harus berani menghentika kebiasaan makan dan minum setelah
beribadah agar tidak menjadi beban bagi jemaat yang merasa tidak mampu.
Kemudian saran untuk sinode, GPIB melalui majelis sinode seharusnya lebih giat
mengadakan kegiatan-kegitan untuk meperhatikan Pos Pelkes pos Pelkes yang ada seperti
safari pelkes. Safari pelkes ini berguna untuk menunjang pembinaan bagi jemat-jemaat Pos
Pelkes, karena dengan begitu sinode akan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan jemaat-
jemaat yang berada di pelosok-pelosok dan membantu merancangkan dan mengadakan
kegitan-kegitan seperti pelatihan atau penyuluhan untuk peningkatan ekonomi-ekonomi.
pelatihan atau penyuluhan untuk hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan ekonomi
seperti pelatihan dan penyuluhan mengenai cara berladang yang lebih baik untuk
menghasilkan hasil yang lebih berkualitas, sangat di butuhkan untuk membantu jemaat agar
dapat meningkatkan daya kerja juga meningkatkan pengetahuan jemaat agar dapat bertahan
dan berkembang dalam menjalankan kehidupan.
26
3. Faktor jarak yang jauh
Faktor jarak daerah yang jauh juga mempengaruhi tingkat keberlangsungan hidup,
karena dengan faktor daerah yang jauh seperti di Pos Pelkes Hosiana Muara Pangean segala
kegiatan terhambat. Ekonomi melemah juga di sebabkan letak Pos Pelkes yang jauh dari
keramaian kota sehiga proses jual beli menjadi tidak terlalu efisien. Faktor tempat yang juah
juga menyebabkan pendidikan yang kurang maksimal dengan terbatasnya akses-akses
internet untuk menunjang pembelajaran, terbatasnya sarana untuk mempraktekan pelajaran-
pelajaran yang di butuhkan. Faktor letak daerah yang jauh menyebabkan para kaum bapak
memiliki ladan yang jauh, hal ini menyebabkan sulit datang ke ibadah karena terkadang ada
yang bermalam di ladang, ada yang sudah lelah datang ibadah ketika pulang.
Karena faktor daerah yang jauh ini akan sulit untuk mendatangkan oleh orang-orang
ahli untuk melakukan pelatihan dan penyuluhan, maka dari itu ada baiknya warga jemaat
beserta majelis dan Pendeta berusaha untuk mengutus dua atau tiga orang jemaat untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai berladang atau sesuai dengan kebutuhan jemaat.
Agar ketika mereka kembali mereka dapat menjadi tenaga ahli dan dapat memberikan
pelatihan juga kepada jemaat. Jemaat juga perlu sadar bahwa dengan mau menyekolahkan
anak-anak mereka keluar dari desa akan sangat membantu karena ketika mereka kembali
dengan pengetahuan-pengetahuan mereka yang baru, maka dapat di praktekan dan dapat di
latihkan kepada jemaat-jemaat lainnya.GPIB melalui sinode juga haruslah berani untuk
mengirim tenaga-tenaga ahli untuk masuk kedalam pelosok-pelosok Pos Pelkes guna
membantu jemaat-jemaat. Karena sarana, dana, dan SDM (Sumber Daya Manusia) yang di
miliki GPIB (terkhususnya di perkotaan) sangat memadai untuk dapat memenuhi kebutuhan
Pos Pelkes.
Gereja pada intinya dalam hal ini harus benar-benar memperhatikan pendidikan
jemaat, karena faktor pendidikan berdampak pada banyak dalam kehidupan jemaat. Jelas
terlihat bahwa dengan mampu untuk mengatasi masalah pendidikan, masalah ekonomi maka
dengan sendirinya jemaat akan kembali dengan sukacita mengikuti ibadah karena merasa
bahwa beban hidupnya jauh lebih berkurang. Faktor-faktor penghambat kegiatan ibadah
27
Pelkat PKB semuanya bermula dari faktor pendidikan, untuk itu segi pendidikan harus di
benahi dan perlahan faktor-faktor penghambat kegiatan ibadah Pelkat PKB akan menurun
dan perlahan menghilang.
28
Daftar Pustaka
Buku:
Majelis Sinode GPIB. Buku III PKUPPG dan Grand Design PPSDI. Balikpapan: Majelis Sinode
GPIB, 2015.
Majelis Sinode GPIB, BUKU IV Tata Gereja. Balikpapan: Majelis Sinode GPIB, 2015.
Institut Oikumene Indondesia, Pembinaan Warga Gereja Memasuki Masa Depan, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1980.
Nazir, Mohamad, Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Herdiansyah, Haris. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba
Humanik, 2010.
Sitompul, A. A. DI Pintu Gerbang Pembinaan Warga Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1979.
Yang, Liem Khiem. Bertumbuh Bersama Dalam Iman. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Dewan Gereja-gereja di Indonesia. Menempuh Arah Baru : Laporan Evaluasi Pembinaan Warga
Gereja 1971-1979. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
Nuhamara, Daniel. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa. Bandung: Jurnal Info Media,
2008.
Lontoh, S. W. – Pdt Hallie J. S. Th. Bahtera Guna Dharma GPIB. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2014.
Schmidt, Alfred. Kawan Sekerja Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Maitimoe, D. R. Membina Jemaat Misioner.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan. Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama
Kristen. Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 2003.
Tugas Akhir:
Dorothea Febe Winman “Penggunanaan Sabda Bina Umat (SBU) dalam Kehidupan Beriman
dan Beribadah Warga Jemaat di GPIB Immanuel Samarinda Pos PelKes Teluk dalam –
Kalimantan Timur (Tugas Akhir, Universitas Kristen Satya Wacana, 2017)
29
Jurnal online:
Riniwati. ”Bentuk dan Strategi Pembinaan Warga Jemaat Dewasa”. (2016): 1.
Kayang, Julianti. “Pengaruh Pembinaan Warga Jemaat Terhadap Pertumbuhan Kerohanian
Jemaat GKII Long Pua”. (2016) : 2-3.
Sagala, Lenda D. “Peran Pendidikan Agama Kristen Dalam Menghadapi Perubahan Sosial”.
(2016): 48-49.
Hastuti, Ruwi. “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sebagai Pusat Bermisi”. (2013):
2-3.
Sumbung, Grace., Agus Suman, Kliwon Hidayat, Paulus Kindangen. “Peran Gereja Dalam
Peningkatkan Ekonomi Masyarakat di Tomohon Sulawesi Utara”. Wacana Vol. 15, No. 4.
(2012): 8-10.
Nababan, Sihol T. “Gereja dan Kesejahteraan Warga Dalam Perspektif Ekonomi Kerakyatan”.
Paper No. 49096, (Agustus 2013): 2-3