ii - geografi.ums.ac.idgeografi.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/55/... · dan kehutanan di...

134
i

Transcript of ii - geografi.ums.ac.idgeografi.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/55/... · dan kehutanan di...

i

ii

KATA PENGANTAR

Pembangunan bagaikan dua sisi: berdampak positif, juga bisa berdampak

negatif. Dampak negatif misalnya kerusakan lingkungan karena tindakan

eksploitasi sumberdaya wilayah secara besar-besaran. Karena itu, dalam

pelaksanaan pengelolaan sumberdaya wilayah harus berkelanjutan dengan

mempertimbangkan kondisi lingkungan dan menjaga kelestarian ekosistem.

Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan/Millenium

Development Goals (MDGs) dalam pengelolaan sumberdaya wilayah menjadi

sebuah keniscayaan agar teraih pemerataan pembangunan, penghematan energi,

pelestarian lingkungan, pembangunan ekonomi, dan pengembangan sumberdaya

manusia serta menyerap peran serta masyarakat dalam proses pembangunan

secara maksimal. Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan tidak

merugikan masyarakat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun global

Dilatarbelakangi oleh pemikiran tersebut Fakultas Geografi UMS

menyelenggarakan Seminar Nasional ini dengan tema “Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Berkelanjutan”. Kegiatan ini merupakan ajang komunikasi antar

penggiat geografi di Indonesia, sehingga didapatkan hasil penelitian dan

pengabdian pada masyarakat yang berkualitas dan memiliki daya guna untuk

menunjang pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Sukoharjo, Mei 2017

Tim

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................... i

Kata Pengantar ......................................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................................. iii

KEYNOTE SPEAKER

1 AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI ERA

DIGITAL DAN GLOBAL

(M. Baiquni)....................................................

1

2 PRAKTEK SEDERHANA: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DAN MEMBANGUN KESEJAHTERAAN BERBASIS EKONOMI

KERAKYATAN, EKONOMI KREATIF

(dr. Hasto Wardoyo, SPOG, K)...................................

13

KOMISI A

Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penyediaan informasi geospasial

sumberdaya wilayah

1 APLIKASI FOTO TEGAK FORMAT KECIL PADA

INVENTARISASI EKOSISTEM MANGROVE PANTAI KAHONA

PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA

(Farid Ibrahim, dkk)...............................................................................

32

2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN

LOKASI RITEL MODERN DI KOTA KENDARI

(Fitriani, Jul Hasan, Muhamad Azharuddin).........................................

33

3 PEMETAAN RISIKO BENCANA BANJIR DI KABUPATEN HULU

SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

(Dr. Kumalawati S.Si., M.Si, Farida Angriani S.Pd., M.Pd).................

34

4 PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI

SEMI-AUTOMATIK

(Iswari Nur Hidayati, Suharyadi, dan Projo Danoedoro)......................

35

5 ZONASI WILAYAH PINGGIRAN KOATA METROPOLITAN

BANDUNG RAYA

(Jupri, Asep Mulyadi)............................................................................

36

6 GEOMETRIC NETWORK ANALYSIS PADA SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGETAHUI POLA DISTRIBUSI

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI SEBAGIAN

KECAMATAN WONOGIRI

Kwawa Qoirum M, Ana Nur Hanifah, Kiky Rizki A.K, Faqieh Zulfikar

A.K, Muhammad Reiza Y)....................................................................

37

7 MODIFIKASI MODEL EKSTRAKSI DATA DEM UNTUK

PEMETAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

(Nugroho Purwono , Fahrul Hidayat , Ivan Aryant Putra).....................

38

8 DINAMIKA TEMPORAL TUTUPAN LAHAN DAN

iv

PENGARUHNYA TERHADAP INDEKS FUNGSI LINDUNG

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) JLANTAH HULU

KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2010 – 2016

(Rahning Utomowati)..............................................................................

39

9

ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KELURAHAN WONOBOYO MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS

(Andi Jafrianto, Ayu Sekartaji, Isfi Natunazah, dan Fajar Anisa)...........

40

10 PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN

CITRA LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN

TIMUR

(Ratri Ma’rifatun Nisaa’ dan Nurul Khakhim)........................................

41

11 PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN DAN KEBUTUHAN

PERTANIAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2029

BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

(Muhammad Farouq Ghazali Matondang)...........................................

42

12 GEO-STAGED EVACUATION: AN AGENT-BASED EXPERIMENT

OF THE IMPROVEMENT OF THE EVACUATION

MANAGEMENT IN MERAPI

(Jumadi, Nick Malleson, Steve Carver and Duncan Quincey)................

43

13 PENDUGAAN UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN PULAU

JAWA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS

PEREKAMAN TAHUN 2014-2016

(Taufik Ali Yusuf Sutowo Haryo Anom, Munawar Cholil)...................

44

KOMISI B

Aspek Kebencanaan dalam Pengelolaan Sumberdaya wilayah berkelanjutan

1 TRADISI MENYALUKUT SEBAGAI UPAYA MITIGASI

BENCANA KEBAKARAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT

(Adnan Ardhana dan Pranatasari Dyah Susanti).....................................

46

2 MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT OF KULON PROGO

REGENCY

(Azmiyatul 'Arifati, Ratri Ma'rifatun Nisaa, Azzuhfi Ilan Tinasar)........

47

3 KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM

MENGHADAPI BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI

KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA

(Ruli As’ari)....................................................................................

48

4 HIDUP SELARAS BERSAMA GUNUNG API: KAJIAN DAMPAK

POSITIF DARI LETUSAN GUNUNG API KELUD TAHUN 2014

SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

(Syamsul Bachri, dkk)......................................................................

49

5 KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RESIKO

BENCANA TANAH LONGSOR: KASUS DI BEBERAPA DESA DI

KABUPATEN TASIKMALAYA

(Syahrul Donie, Nur Ainun)....................................................................

50

6 KAJIAN PEMNFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI

v

KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN

BANJARNEGARA BERDASARKAN PERMEN PU

NO.22/PRT/M/2007

(Thema Arrisaldi, Rokhmat Hidayat).................................................

51

7 EVALUASI RENCANA PENGEMBANGAN AEROTROPOLIS DI PESISIR KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO,

YOGYAKARTA

(Randy Alihusni Wardana, Reosa Andika Firmansyah, Indra Laksana)...

52

8 KARAKTERISTIK DEBIT BANJIR PADA DAS KECIL KASUS DI

DAS SEMPOR, SLEMAN

(Baina Afkril , M. Pramono Hadi dan Slamet Suprayogi)......................

53

9 DAMPAK PENYEDOTAN AIR TELAGA DALAM USAHATANI

KENTANG DI TELAGA PENGILON-DIENG, WONOSOBO

(C. Yudi Lastiantoro , S. Andy Cahyono dan Pamungkas B Putra)........

54

10 IDENTIFICATION OF URBAN CLIMATE CHANGE (Study Case

Jakarta City)

(Dadang Subarna)....................................................................................

55

11 DINAMIKA URBAN SPRAWL TERHADAP KERENTANAN

BENCANA BANJIR PADA WILAYAH KECAMATAN

KARTASURA

(Dahroni, Suharjo, Miftahul Arozaq, Baharudins Syaiful A)................

56

12 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN

PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

(Esa Bagus Nugrahanto).........................................................................

57

13 AKUISISI POTENSI WILAYAH BATUANGUS SEBAGAI

GEOPARK VULKANO MARINE PULAU LEMBEH SULAWESI

TENGGARA PADA PEREKAMAN FOTO CONDONG

(Farid Ibrahim, dkk).......................................................................

58

14 DROUGHT RISK ASSESSMENT FOR RESOURCE

MANAGEMENT TOWARDS RESILIENT-DEVELOPMENT IN

EROMOKO DISTRICT, WONOGIRI REGENCY, CENTRAL JAVA

(Fatah Yogo Yudhanti)..........................................................................

59

15 KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM PERINGATAN DINI

INDIVIDU DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI

BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI

(Febriyana Niken Yuliartika, Dheya Amalia Larasati, Septia Mahadeka

Putri Sehan, Angel Okctaviana , dan Septian Briantama Alfredo)..........

60

KOMISI C

Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah

1 MPLEMENTASI SIG DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN

ADOBE FLASH BERBASIS EARTHCOMM TERHADAP

KEMAMPUAN SPASIAL DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA

DIDIK MATA PELAJARAN GEOGRAFI (Pokok Bahasan:

Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosfer Kelas

X SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017)

(Achmad Nur, Hidayaht, Sarwono, Yasin Yusup...............................

62

vi

2 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT

TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

KELURAHAN GIRITIRTO KECAMATAN WONOGIRI

(Setty Maryanti, Endang Lestari, Wahyu Putri, Astria Risa Wardani,

Faza Harits).....................................................................................

63 3 KONSEP HIDUP CATUR GURU BAGI SUKU TENGGER DALAM

PENUNDAAN USIA PERNIKAHAN DI DESA NGADISARI

PROBOLINGGO

(Alfyananda Kunia Putra, Singgih Susilo, Sumarmi)..........................

64

4 TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI

SUMBERDAYA TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH

LONGSOR DAN GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI

(Latifah Widya Asri, Muhammad Farid Prakosa, Eva Yunita

Damastuti, Al Verdad Cadhika Agustino)...................................

65

5 TINGKAT PENGETAHUAN KEBENCANAAN MASYARAKAT

TERHADAP BENCANA BANJIR DI DESA KARANG TENGAH

(Siti Azizah Susilawati, Hasna Nisrina, Arif Fauzan, Gufron, Novi Yuli

Lestari)............................................

6 GEOPOLITIK SAWIT

(Juniawan Priyono, Purnomo Yusgiantoro).......................

67

7 ANALISA KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENDEKATAN

MULTIDISPLINER PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN

WILAYAH BERKELANJUTAN DI KABUPATEN WONOGIRI

(Marhaendra Des’a Arba’a, Indri Yuniarsih, Herdana Nurfitriani,

Aprilia Euis Fathimah, Evana Agustin).............................................

68

8 KOMPETISI COVERAGE AREA SMA SWASTA DALAM

PERSPEKTIF LEFEBVRE DAN DE CERTEAU

(Nasrudin)..........................................................................

69

9 ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA

PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN

WONOGIRI

(Rahmat Riandi Suparno, Ayuk Onita Sari, Alwi Mubarok, Listi

Vianita, Ayun Trilas).................................

70

10 TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP

BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI

KECAMATAN WONOGIR

(Yunita Larasati, Mayantika Humairoh Utami, Rosa Dwi Pramita, Roisyah, dan Dicky Surya Putra Utama).......................................

71

11 PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN DI

KALIMANTAN SELATAN (Analisis Data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia Tahun 2012)

(Norma Yuni Kartika)............................................................

72

12 PARTISIPASI PENDIDIKAN SISWA TINGKAT SD, SMP, SMA (Dea Astriana, Wiwin Daryanti, Novita Sari Putri, Eldiana Eisha Putri,

Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas)......................................

73

13 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BENCANA DAN

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOGIRI

vii

DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI

(Riski Fauzi, Arini Hidayati, Dea Octarisma Subagyo, Sukini, dan

Nizar latif)..................................................................

74

KOMISI D Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah

1 ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN

PADA KAWASAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI

KABUPATEN TANAH LAUT

(Adnan Ardhana, Pranatasari Dyah Susanti)...........................................

76

2 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN

PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN 2032

(Rama Dwi Setiyo Kuncoro)......................

77

3 PENATAAN DAN PENGELOLAAN TERPADU POTENSI

SUMBERDAYA TAMBANG KAWASAN KARST KABUPATEN

PACITAN (Hendrik Boby Hertanto, Windi Hartono)....................

78

4 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN

PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035

(Imam Arifa’illah Syaiful Huda)...........

80 5 EVALUASI TATA AIR DAS PALUNG, PULAU LOMBOK,

NUSATENGGARA BARAT

(Irfan Budi Pramono, Endang Savitri).......................

81

6 PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI

KABUPATEN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH

(Jaka Suryanta, Irmadi Nahib)...........

82

7 PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA SITU SANGHYANG

DI KECAMATAN TANJUNGJAYA KABUPATEN

TASIKMALAYA (Nandang Hendriawan)...........

83

8 KAJIAN KINERJA DAS DI KHDTK CEMORO MODANG DALAM

MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS

(Nur Ainun Jariyah)..................................................

84

9 MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENGAMATAN KUALITAS AIR

(Pranatasari Dyah Susanti dan Rahardyan Nugroho Adi)..........

85

10 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI

KRITERIA TATA AIR

(Rahardyan Nugroho Adi, Endang Savitri).....................

86

11 ORIENTASI PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN

NEGARA SECARA BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN

PRESPEKTIF ILMU GEOGRAFI

(Agung Satriyo Nugroho)........................................

87

12 TINJAUAN KINERJA DAS ASPEK TATA AIR DI SUB DAS

LOWOKAWUK, KABUPATEN KEBUMEN

(Rahardyan Nugroho Adi, Pamungkas Buana Putra)..............

88

13 BASIS DATA POTENSI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PERKOTAAN TEPIAN

SUNGAI (Kasus: Tipologi Permukiman Kumuh Kota Banjamasin)

viii

(Arif Rahman Nugroho, Su Rito Handoyo, Luthfi Muta’ali)........ 89

14 PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH BERBASIS LINGKUNGAN

DI KECAMATAN BUNGURSARI KOTA TASIKMALAYA

(Siti Fadjarajani, Ruli As’ari).................

90

15 KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGELOLAAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BONE

BOLANGO PROVINSI GORONTALO

(Sri Maryati, Sunarty Eraku, Muh. Kasim).......................................

91

16 IMPLIKASI KEBUTUHAN RUANG FASILITAS PELAYANAN

MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI DI KECAMATAN

PURBALINGGA (Sakinah Fathrunnadi

Shalihati dan Anang Widhi Nirwansyah)..........................................

92

KOMISI E

Pengelolaan Sumberdaya Fisik #2

1 PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN

KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT (KHG)

(Turmud) ..............................................................................................

93

2 KUANTITAS DAN KUALITAS AIR DARI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BERHUTAN PINUS YANG BERBEDA

LUASNYA

(Tyas Mutiara Basuk)....................

94

3 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN

HUTAN RAKYAT DI TANGKAPAN AIR WADUK

RAWAPENING, KABUPATEN SEMARANG

(Ugro Hari Murtiono and Agus Wuryanta).........................

95

4 KAPAN DANAU LAUT DI MISOOL, PAPUA BARAT

TERBENTUK?

(Gandi Y.S. Purba, Eko Haryono, Sunarto)....................................

96

5 PENGELOLAAN EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN

MEMPERTAHANKAN BIODIVERSITAS VEGETASI DI HILIR

DAS KAMPAR RIAU SUMATERA

(Wirdati Irma, Totok Gunawan, Suratman)

97

6 ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI

EKSTRAKSI PETA GEOLOGI

(Yatin Suwarno)

98

7 SIMPANAN KARBON DALAM BIOMASSA POHON DI HUTAN

KOTA KEBUN BINATANG BANDUNG

(Yonky Indrajaya, Soleh Mulyana)

99

8 PENGEMBANGAN MASYARAKAT KARST UNTUK

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DESA PUCUNG

KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI

(Agus Mardiko Saputro, Iin Sulistiyowati)

100

9 Evaluasi ODTW Pantai Kolbano UNTUK Pengingkatan Ekonomi

Lokal Masyarakat di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Kabupaten

Timor Tengah Selatan

ix

(Edwin Maulana, Theresia Retno Wulan, dkk) 101

10 KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DAERAH

TANGKAPAN AIR (DTA) RAWA PENING

(Alvian Febry Anggana, Ugro Hari Murtiono)

102

11 AGIHAN SALINITAS AIR TANAH DANGKAL PADA KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN PURING KABUPATEN

KEBUMEN

(Muhamad Fatoni, Setya Nugraha, Ch. Muryani)

103

12 PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria)

DAN SUMBANGANYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH

(Aris Sudomo dan Ary Widiyanto)

104

13 KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI

KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2008-2012

(Ary Widiyanto dan Aris Sudomo)

105

14 IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN

DAN KEHUTANAN DI KABUPATEN SIGI PROVINSI

SULAWESI TENGAH

(bambang Riadi)

106

15 SEBARAN DAN POTENSI WISATA AIR TERJUN

DI KABUPATEN TASIKMALAYA

(Erni Mulyanie)

107

KOMISI F

Pengelolaan Sumberdaya Manusia

1 EVALUASI KONDISI KOMUNITAS KONSERVASI

MANGROVE: STUDI KASUS LEMBAGA KONSERVASI

MANGROVE WANA TIRTA KULON PROGO DIY

(Arie Budiyarto)

109

2. MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN

MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWA PENING UNTUK

MENJAMIN KELESTARIANNYA

(Nana Haryanti )

110

3 KARAKTERISTIK SUMBERDAYA MANUSIA DI KOTA

SALATIGA (Studi Kasus pada Sumberdaya Manusia Jasa

Transportasi)

(Nurul Hidayah, Iin Sulistiyowati)

111

4 IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI

KELEMBAGAAN UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN

DAS DURIANGKANG, BATAM

(S. Andy Cahyono)

112

5 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA TRANSPORTASI

TRADISIONAL (Studi Kasus Pemanfaatan Andong sebagai Wisata

Kreatif di Kota Salatiga)

(Setyo Ari Wibowo, Ilyas Ayub Ariseno, dan Heri Widodo Saputro)

113

6 PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA

SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

(Yetti Anita Sari)

114

x

7 PEMBERDAYAAN IBU HAMIL MELALUI PERAWATAN DIRI

SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO KEMATIAN

MATERNAL DI KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN

TEMANGGUNG

(Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah)

115 8 BENARKAH HUTAN AKAN LESTARI APABILA

MASYARAKAT SEJAHTERA?

(Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani pada Beberapa Kawasan

Hutan Negara di Kalimantan Timur)

(Faiqotul Falah)

116

9 URGENSI LITERASI PERTANIAN BAGI ANAK USIA DINI

MENDUKUNG PENANAMAN PARADIGMA PENDIDIKAN

AGRARIA

(Farid Ibrahim, Iin Muthmainnah, Megha Dharma Putra)

117

10 PERSEPSI MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI

PADA GEOPARK GUNUNG SEWU SEBAGAI ASET

GEOWISATA DI KABUPATEN PACITAN

(Hana Widawati, Moh. Gamal Rindarjono, H. Soegiyanto, dkk)

118

11 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI

TRADISI LOMBE DI PULAU KANGEAN KABUPATEN

SUMENEP

(Misbahul Ulum, Kartika Hardiyati, Irfan)

119

12 PEMANFAATAN POTENSI DAERAH BERBASIS GEOPARK

SEBAGAI PENINGKATAN MASYARAKAT LOKAL YANG

BERKELANJUTAN DI DESA CIBUNIAH KECAMATAN

PANCATENGAH KABUTEN TASIKMALAYA

(Erwin Hilman Hakim)

120

13 HUBUNGAN PEMILIHAN POLA PEMANFAATAN LAHAN

DENGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI WILAYAH

HULU DAS: Kasus di SubDAS Naruan, DAS Keduang, Kabupaten

Wonogiri

(Syahrul Donie)

121

14 MODEL KONSERVASI AIRTANAH DAERAH LERENG

GUNUNG MERAPI BERBASIS BUDAYA LOKAL DI

KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH

(Siti Taurat Aly, Aridiniyati, Suharjo, Miftahul Arozaq )

122

15

ANALISIS KERENTANAN SOSIAL GEMPABUMI DI KECAMATAN GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN

(Dwi puji hastuti, Kuswaji Dwi Priyono)

123

16 ANALISIS SPASIAL PELAYANAN FASILITAS SOSIAL

EKONOMI DI KELURAHAN GIRIPURWO

(Amiriyah Umi Marfu’ah, Ardian Siswono, Iffan Hanif Syaifullah,

M. Abdul Habib, Rustam Afandi)

124

1

AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH

DI ERA DIGITAL DAN GLOBAL

M. Baiquni

Keynote Speak Seminar Nasional Geografi UMS 22 Mei 2017

“Di era digital ini dunia seolah digenggaman tangan”

Pendahuluan

Globalisasi yang sedang kita hadapi berubah semakin cepat dengan

perkembangan teknologi digital. Perkembangan yang terjadi saat ini sesungguhnya

merupakan evolusi dari berbagai era globalisasi masa lampau sesuai zamannya. Sejarah

menunjukkan bahwa secara berkala, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

mendorong transformasi sosial dan perubahan lingkungan hidup. Wilayah yang satu

berkembang dan mengalami kejayaan, sedang wilayah lainnya masih mengalami

kegelapan. Kejayaan suatu bangsa di suatu wilayah juga mengalami pasang surut dan

silih berganti. Gelombang globalisasi kali ini mengalami lompatan yang spektakuler

yang mempengaruhi kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa.

Posisi geografi wilayah Indonesia sebagai jalur silang dunia, sesungguhnya

berkali-kali telah mengalami arus globalisasi masa lampau. Berbagai kerajaan dan pusat

permukiman tumbuh dan berkembang, kemudian mengalami surut dan bahkan ada yang

punah. Beberapa peninggalan sejarah kejayaan bangsa kita berabad-abad lalu dapat kita

saksikan melalui peninggalan Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Kejatuhan

Majapahit dan kemunculan Demak menunjukkan bahwa dinamika wilayah mengalami

silih berganti. Wilayah yang semula dianggap pinggiran dan wilayah pesisiran mencul

menjadi pusat baru. Meredupnya Demak dan munculnya Kerajaan Mataram Baru di

pedalaman, sekali lagi menunjukkan dinamika yang silih berganti. Wilayah yang

semula pedalaman yang sulit diakses, pada periode berikutnya menunjukkan kemakmurannya. Analisis spasio-temporal dapat dikembangkan oleh para geograf

untuk mengkaji fenomena tersebut, dapat memperkaya studi sejarah bangsa Indonesia.

Perilaku global selama beberapa dekade terakhir telah menunjukkan

pengaruhnya pada dinamika wilayah. Industri tekstil sebagai contoh, telah bergeser dari

Jepang ke Korea, kemudian ke Taiwan menuju Indonesia, kini bergeser ke Vietnam dan

Banglades. Industri elektronika juga bergeser dari Jepang ke Taiwan dan kini

membangkitkan ekonomi Malaysia. Singapura secara drastis selama dekade 70an dan

80an dengan kesadaran lingkungan yang meningkat dan dorongan memilih industri cerdas dan jasa padat modal berteknologi tinggi (high-tech), telah memindahkan

industri berat dan kotor ke Pulau Batam atau Johor. Singapura yang sering disebut

"negara kota" kemudian memilih industri bersih dan jasa keuangan dan perbankan

sebagai engine of growth, sehingga ekonominya melesat kedepan bagai "angsa putih

terdepan dalam formasi angsa terbang".

Ada empat cara kekuasaan mengendalikan wilayah: Pertama, ketika cara

mengendalikan kekuasaan masih mengandalkan kekuatan fisik, maka segenap kekuatan

militer menjadi simbul kekuatan suatu kerajaan atau negara. Kedua, pengaruh

kekuasaan dilakukan dengan cara perdagangan dimana kaum pedagang dan perusahaan

menjadi kepanjangan dari sebuah kerajaan atau negara. Ketiga, kekuasaan dilakukan

dengan mengembangkan teknologi dan modernisasi, ketika kaum teknokrat dan birokrat

2

menjadi perangkat dari kekuasaan kepemerintahan. Keempat, kekuasaan dengan cara

menguasai informasi dan kesadaran publik, ketika setiap insan memiliki akses dan

“dunia menjadi rata”, sehingga masyarakat hiererki maupun masyarakat kelas semakin luntur yang memungkinkan masyarakat semakin lentur (Baiquni, M. 2010).

Perkembangan global semakin cepat dengan teknologi digital yang semakin

mudah diakses melalui komputer dan handphone, seolah dunia telah berada

digenggaman tangan. Tulisan singkat ini menyampaikan gagasan bagaimana wilayah

pinggiran dapat menjadi pusat-pusat pertumbuhan dengan memanfaatkan

keterhubungan lokal dan global di era digital. Ada lima pembahasan berikut ini yang

saling bertautan; yaitu (1) Pembangunan vs Keterbelakangan, (2) Pembangunan Yang

Tidak Berkelanjutan, (3) Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran, (4) Agenda

Pembangunan Berkelanjutan, (5) Inovasi Kepemimpinan Pembangunan Berkelanjutan.

Pembangunan Vs Keterbelakangan

Pembangunan muncul setelah periode dekolonialisasi, yang merupakan bentuk

pengaruh baru negara pemenang perang Amerika dan sekutunya mulai berubah dengan

gagasan pembangunan. Pembangunan (Development) sebagai gagasan yang berangkat

dari Barat dan mulai disebarkan ke negara yang baru saja merdeka. Istilah

pembangunan mulai populer ketika Presiden Amerika Harry S. Truman melontarkannya

sebagai resep baru untuk mengatasi keterbelakangan negara-negara Selatan:

"We must embark on a bold new paradigm for making the benefits of our

scientific advances and industrial progress available for the

improvement and growth of underdeveloped areas" (Esteva, G. 1992).

Secara sistematis, ide pembangunan disebarkan ke seluruh dunia melalui

berbagai program pembangunan. Pada akhir tahun 1950an banyak pemuda Indonesia

memperoleh beasiswa untuk belajar di Amerika dan setelah kembali ke tanah air

membawa gagasan pembangunan untuk dikembangkan di Indonesia. Para intelektual

muda yang telah mengenyam pemikiran Amerika (Barat) ini di kemudian hari menjadi pemimpin, menjadi agen melalui program-program pembangunan di Indonesia.

Penyebar gagasan pembangunan melalui pendidikan tersebut hanya salah satu strategi,

di antara strategi lain seperti bantuan dan hutang luar negeri, transfer teknologi, relokasi

industri, investasi modal asing, penguasaan jaringan keuangan dan perbankan, serta

pengaruh budaya dan arus informasi (Baiquni dan Susilawardani, 2002).

Pembangunan semakin mengglobal dan menguat digerakkan oleh lembaga

internasional seperti United Nations, The World Bank, International Monotary Fund.

Berbagai kebijakan ekspansi kapital negara maju, dengan dalih bantuan luar negeri, menyebarkan gagasan dan program pembangunan bagi negara sedang berkembang.

Program-program pembangunan diadopsi negara berkembang untuk melakukan

modernisasi dan industrialisasi di berbagai sektor kehidupan.

Ekspansi modernisasi ini oleh Ian Roxborough (1986) dalam bukunya ”Teori-teori Keterbelakangan” terjemahan dari buku asli Theories of Undedevelopment (1979),

dibahas secara kritis yang dalam pandangannya pembangunan justru menghasilkan

sejumlah keterbelakangan. Ada banyak masalah dalam pembangunan yaitu: (1)

generalisasi yang berlebihan terhadap realitas di negera sedang berkembang yang amat

beragam; (2) penerapan program pembangunan yang ahistoris yang sering bertentangan

dengan dinamika masyarakat yang berakibat pada kegagalan bahkan menyebabkan

ketergantungan.

3

Dean K. Forbes (1986) pun menganalisis keterbelakangan dari perspektif

geografi, mengenai perbedaan tingkat pendapatan ekonomis antar wilayah timbul akibat

cara pandang ekonomi politik atau teori ketergantungan. Ia juga mengingatkan bahwa

teori besar itu memiliki kelemahan dan tidak mampu menjelaskan masalah secara

lengkap dan proporsional. Teori-teori besar melupakan situasi yang khas dan keragaman

suatu wilayah yang tidak secara mudah diasumsikan secara general dan generik.

Ketergantungan negara-negara sedang berkembang terhadap negara-negara maju

dicirikan oleh ketergantungan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,

permodalan, tenaga ahli, informasi, pasar dan keuangan (modal). Pada periode 1960-

1980 ketergantungan ini ditandai dengan kekuatan negara-negara maju yang

mendominasi pembangunan di negara berkembang. Kemudian pada decade 1980-2000

terjadi perubahan dengan munculnya berbagai negara baru yang tumbuh semakin kuat.

Pada decade 1990an terjadi peristiwa besar, yaitu adanya keruntuhan Uni Soviet

menjadi negara-negara baru di Eropa Timur dan adanya krisis Asia pada 1997 yang

menandai peristiwa penting menjelang pergatian millennium.

Duddley Seers (1979) mengungkapkan suatu negera dikatakan gagal apabila

kemiskinan semakin banyak, pengangguran semakin luas dan kesenjangan

pembangunan antar wilayah dan antar komunitas semakin lebar. Tiga aspek penting

yang dikemukakan seorang pemikir pembangunan itu, kiranya relevan untuk ditambahi

dengan dua aspek yang penting yaitu “pembangunan dikatakan gagal apabila kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana dan kemaksiatan merajalela”. Penulis menganggap

penting dua aspek ini, mengingat banyaknya bencana alam akibat kerakusan manusia

yang menimbulkan kerusakan pembangunan. Inti persoalannya terletak pada meluasnya

dekadensi moral akibat ambisi yang tidak terkendali, kesemuanya itu dapat

menghancurkan kehidupan bangsa.

Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan

Secara singkat peradaban manusia mengalami berbagai perubahan yang ditandai

dengan mata pencaharian, pola permukiman, penemuan dan pengembangan teknologi, struktur sosial dan tata kekuasaan. Pertama, peradaban masyarakat zaman batu ditandai

dengan mata pencaharian berburu dan meramu, mereka masih tinggal di gua-gua dan

berpindah-pindah, teknologi sederhana berupa kapak batu dan perlengkapan dari kulit

hewan dan kayu, masyarakat hidup berkelompok dalam tatanan yang sederhana. Kedua,

peradaban berkembang menjadi masyarakat pertanian yang mengolah lahan dan

memelihara tanaman dan ternak, mereka mulai membentuk satuan permukiman dan

mulai menetap tinggal di rumah kayu, teknologi mulai memanfaatkan tenaga hewan

sebagai alat angkut dan alat pengolah makanan, masyarakat mulai memiliki struktur dan berbagai fungsi, serta tata kekuasaan yang hierarkis. Ketiga, masyarakat industri yang

dicirikan mata pencaharian yang semakin kompleks (esploitasi, manufaktur, dan jasa)

dengan peradaban kota, urbanisasi meningkat pesat dan mereka tinggal di gedung

bertingkat pencakar langit, teknologi modern skala besar memudahkan manusia

semakin menguasai alam, jumlah penduduk meledak dari 1 miliar di era Revolusi

Industri menjadi lebih dari 7 miliar saat ini, tata sosial semakin rumit dan kekuasaan

semakin tidak teratur dalam arti mudah mengalami konflik, konfik yang paling dahsyat

adalah benturan peradaban manusia dengan tata alam. Keempat, masyarakat informasi

yang mengembangkan beragam pilihan mata pencaharian, dunia semakin kecil „dalam genggaman tangan‟ dan setiap orang merasa menguasai dunianya sendiri, teknologi

4

semakin canggih, tata sosial tidak berhierarki secara formal atau tata dunia menjadi

datar (the world is flat) (Baiquni, M. 2014).

Dalam konteks Indonesia, keempat peradaban tersebut hidup dalam satu zaman

saat ini. Kita masih dapat menemukan masyarakat yang berburu dan meramu di hutan

belantara, pegunungan tinggi dan pelosok pedalaman serta kepulauan kecil yang

terpencil. Sekaligus kita menyaksikan masyarakat modern berbasis informasi yang

tinggal di kota atau mereka sedang berlibur di wilayah terpencil namun selalu

terhubungkan dengan dunia dalam genggaman tangannya. Kebijakan dan strategi

pembangunan yang dirumuskan untuk melayani masyarakat yang begitu komplek ini

tentu memiliki tantangan tersendiri.

Monokulturisasi pembangunan di negara kepulauan yang beragam alam dan

budayanya ini, menyebabkan persoalan-persoalan pembangunan yang tidak

berkelanjutan. Krisis Asia pada 1997 dimulai dengan krisis moneter, berlanjut krisis

ekonomi bertambah dengan krisis ekologi ditandai kemarau panjang, mengakibatkan

krisis multidimensi hingga perubahan politik dengan berhentinya Presiden Soeharto

pada 20 Mei 1998. Berbagai tanda-tanda krisis dapat dikaji pada buku berikut ini.

Membangun Pusat-Pusat Di Pinggiran

Kenichi Ohmae (1995) dalam bukunya "The End of the Nation State: The Rise

of Regional Economies" mengemukakan adanya kekuatan 4 (empat) I yang bergerak

bebas tanpa batas-batas negara, yaitu industri, investasi, individu dan informasi. Sinergi

dari keempat I tersebut membuka batas-batas administrasi suatu negara dan mebuat

transformasi suatu wilayah lebih makmur dari wilayah lainnya. Sinergi tersebut

membuat wilayah pinggiran dan desa-desa dapat berinteraksi satu dengan yang lain

secara global dalam meraih perkembangan yang paling maju. Kota tidak lagi merupakan

pusat dari hinterland disekitarnya, desa-desa punk ini di era digital dapat menjadi simpul-simpul dari jaringan perkembangan dunia.

Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran menyajikan tulisan reflektif evaluatif yang

bersifat dekonstruksi wacana dan praktek pembangunan yang selama ini terlalu terpusat

dan selalu dari atas. Pusat seringkali hanya satu dan terletak di tengah serta berperan

sangat dominan, namun kali ini penulis ingin mengajukan gagasan membangun pusat-

5

pusat di pinggiran. Paradigma pembangunan Indonesia yang dianut selama ini tidak saja

kebarat-baratan, tetapi juga ke darat-daratan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia

memiliki keragaman ekosistem dan kemajemukan masyarakat serta tingkat

perkembangan yang berbeda-beda. Keragaman itu dirangkai dalam bentuk NKRI

sebagaimana yang tercermin dalam Bhinneka Tunggal Ika. Otonomi memberikan

peluang berseminya berbagai keunikan dan keunggulan masing-masing daerah,

sementara itu globalisasi dapat membuka prospek bagi wilayah pinggiran. Guna

mewujudkan perubahan masa depan yang lebih baik, maka diperlukan upaya

merumuskan paradigma pembangunan yang sesuai dengan karakter wilayah kepulauan

dan dinamika masyarakat majemuk.

Upaya membangun wilayah pinggiran atau membangun dari pingiran ini

menjadi kebijakan penting Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Nawacita

nomor 3 menyebutkan “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat

daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Wilayah pinggiran umumnya terbelakang dan kurang diperhatikan oleh pusatnya. Dengan adanya otonomi,

maka pemerintah daerah dan segenap pelaku pembangunan dapat bahu-membahu

merubah dirinya membangun pusat-pusat baru. Tentu saja dibutuhkan kemampuan

merumuskan gagasan baru dan pembaharuan kebijakan hingga terwujud dalam

perubahan nyata di tengah-tengah masyarakatnya.

Suatu gagasan besar yang dikemukakan dalam buku ini adalah upaya

memindahkan ibukota. Jakarta 100 tahun ke depan apakah masih dapat dipertahankan

sebagai ibukota Indonesia? Kini Jakarta telah sarat dengan beban berat yang harus

ditanggungnya. Berbagai fungsi kota sebagai pusat politik dan pemerintahan, pusat

perdagangan dan industri, pusat kebudayaan dan seni, segala pusat bertumpuk di

Jakarta.

“Ibunya kota itu desa” kata filusof Damardjati Supadjar, maka memindahkan ibukota itu membuat orientasi baru pembangunan yang semula sangat berbasis kota

menjadi berpusat di desa-desa. Berbagai masalah menumpuk di pusat kota, sehingga

harus didistribusikan ke desa-desa. Otonomi membawa peluang untuk mengurangi beban pusat. Pemindahan ibukota bukanlah mimpi dalam jangka panjang. Kita dapat

belajar dari sejarah bahwa pusat-pusat kerajaan pernah mengalami pasang surut dan

tidak mungkin langgeng sepanjang zaman.

Gagasan “Membangun pusat-pusat di pinggiran” memang perlu dikaji lebih mendalam dengan memfokuskan pada beberapa daerah kabupaten dan kota yang

memungkinkan untuk dikembangkan sebagai pusat baru. Peluang otonomi dan prospek

globalisasi membawa angin perubahan, tinggal bagaimana kita mensikapi dan

mewujudkannya (Baiquni, 2004).

6

Di era digital dan global ini menjadi kesempatan bagi wilayah pinggiran untuk

bengkit menjadi pusat-pusat pembangunan. Pembangunan tidak hanya terpusat di satu

pulau Jawad an ibukota Jakarta, tetapi memungkinkan untuk dikembangkan jejaring

pusat-pusat pertumbuhan baru melalui daerah otonom kota dan kabupaten. Berbagai

upaya dapat dilakukan, baik mengembangkan inisiatif masyarakat dari dalam

(Development from Within), kerjasama lintas sektor dan aktor hingga agenda global

SDGs yang diterapkan dalam pembangunan wilayah. Berikut beberapa contoh agenda

kebijakan pengembangan wilayah pinggiran (Baiquni, 2004).

a. Kerjasama Ekonomi Regional

Pada tingkat regional nampak adanya kerjasama untuk mengembangkan wilayah

pinggiran menjadi pusat-pusat baru, terutama diantara negara-negara ASEAN. Trend

kerjasama ekonomi regional mulai menjadi kenyataan kekuatan ekonomi baru

menjelang pergantian millenium baru. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan

dalam kajian kerjasama regional ini, yaitu aspek pertumbuhan ekonomi, aspek integrasi

kelembagaan, aspek sinergi sosial dan sustainabiliti. Kompetisi ekonomi dengan negara

tetangga seringkali merupakan potensi konflik, sehingga perlu wadah regional atau

forum dialog untuk mengubah potensi konflik menjadi kerjasama ekonomi. Di kawasan ASEAN telah nampak adanya kerjasama ini dalam bentuk kegiatan ekonomi regional

seperti Sijori (Singapura, Johor dan Riau), IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand -

Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina - East ASEAN

Growth Area).

Proses kerjasama ekonomi regional merupakan upaya untuk menjalin

keunggulan komparatif wilayah tersebut dan membangun keunggulan kompetitif dalam

menghadapi blok ekonomi lain. Ekonomi Jepang, Kaname Akamatsu, melukiskan

proses semacam itu menggunakan paradigma "Formasi angsa terbang" (Soesastro,

1990). "Angsa" paling depan memimpin kemana arah dan manauver terbang yang

7

diikuti oleh anggota kelompok lainnya. Singapura merupakan "angsa terdepan" bagi

Sijori.

b. Mengembangkan Otonomi Seluas-luasnya

Kerjasama ekonomi regional semacam ini diharapkan sejalan dengan proses

desentralisasi dan otonomi daerah, dinamana masyarakat dapat lebih berperan dalam

menentukan arah pembangunan di daerahnya dan memperoleh manfaat pembangunan

secara adil. Tentu saja harapan ini memerlukan serangkaian upaya seperti peningkatan

kualitas sumberdaya manusia, pengembangan teknologi tepat guna, kemitraan usaha,

dan kerjasama pengembangan ekonomi secara regional dengan negara tetangga.

Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan tersebut diharapkan dapat terwujud secara

adil dan juga memperhatikan kelestarian sumberdaya bagi generasi mendatang; dengan

kata lain proses pembangunan diarahkan untuk mewujudkan pembangunan

berkelanjutan.

c. Pengembangan Predesaan Agropolitan

Agropolitan yang kemukakan oleh Friedmann mencoba mengembangkan kota-

kota kecil (kecamatan dan kabupaten) sebagai pusat pengembangan agribisnis yang

melayani perkembangan perdesaan yang berbasis pertanian. Kota-kota Agropolitan

dapat berperan mensuplai input pertanian dan mengolah hasil pertanian menjadi bahan

yang memiliki nilai tambah sebelum diperdagangkan pada pasar regional dan global.

Gagasan ini kurang mendapat tanggapan maupun jauh dari angan-angan. Kebujakan

pembangunan Orde Baru yang sentralistis dan otoriter telah membuat kota-kota besar

semakin berkembang tak terkendali dan tidak ramah lingkungan.

d. Pengembangan Pinggiran Kota Dalam Konstelasi Kerjasama Antar Kota

Kecenderungan yang sedang berkembang pada era 1990an muncul dengan

aglomerasi kota kerjasama antar kota bahkan antar propinsi Wilayah Jabotabek (Jakarta,

Bogor, Tangerang, Bekasi) berkembang kemudian muncul model-model lain seperti

Gerbangkertasusila (Surabaya dan sekitarnya), Joglosemar (Jogya, Solo, Semarang),

BandungRaya, Medan Belawan, dll. Kecenderungan ini memerlukan perencanaan yang

lebih luas, tidak hanya melihat wilayah secara sendiri tetapi melihat konstelasi wilayah terhadap kota-kota global lainnya Pengembangan wilayah semacam ini memerlukan

koordinasi dan peningkatan kemampuan institusi (institutional building) agar masing-

masing instansi di daerah lebih berperan menuju otonomi daerah.

e. Memberikan Perhatian Pada Masyarakat Wilayah Pinggiran

Wilayah yang selama ini dianggap pinggiran (frontier region) perlu

dikembangkan dengan melibatkan pengembangan masyarakat luas, terutama penduduk

asli memperoleh manfaat dan kesejahteraannya meningkat. Belajar dari pengalaman

Sijori, keuntungan dari kerjasama ekonomi tersebut adalah mereka yang kuat baik dalam modal, teknologi maupun lobi. Bagi masyarakat lokal masih banyak yang belum

memperoleh manfaat secara adil dari proses pembangunan di wilayahnya (Sasono,

1993). Oleh karena itu pengembangan kerjasama ekonomi regional selanjutnya perlu

diikuti kemitraan diantara para pelaku pembangunan (stakeholders) dan melakukan

penguatan (empowerment) kelompok masyarakat secara luas.

f. Kemitraan Pelaku Pembangunan

Kerjasama segitiga antara pemerintah, masyarakat dan dunia bisnis merupakan

kuni bagi transformasi wilayah yang adil dan berkelanjutan. Dasar bagi kerjasama ini

adalah adanya saling peraya (trust) antar pelaku pembangunan, meskipun masing-

masing memiliki visi dan kepentingan yang kadangkala berbeda. Rasa saling peraya ini

8

menjadi pondasi bagi dinamika sosial, ekonomi dan politik dalam rangka kehidupan

bersama membangun bangsa.

Franis Fukuyama dalam bukunya Trust: The Soial Virtues and The reation of

Prosperity (1995) menyoroti aspek-aspek budaya yang mendasari pertumbuhan

ekonomi di Asia Timur. Menurutnya keperayaan masyarakat merupakan dasar yang

penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia. Kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan sosial dan politik masyarakat luas. Dengan preposisi seperti itu, maka

reformasi ekonomi dengan sendirinya memerlukan reformasi politik dan sosial.

Transformasi wilayah, maka sesungguhnya atau intinya adalah transformasi sosial yang

ditentukan oleh kerjasama yang erat berdasarkan nilai keadilan dan keperayaan diantara

pemerintah,masyarakat dan dunia usaha.

Agenda SDGs: Sinergi Lintas Sektor Dalam Pembangunan Wilayah

Sejarah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dapat dilacak dari tahun 1972

ketika sejumlah negara bertemu dalam konferensi United Nations Human and

Environment di Stockholm. Pada 1992 diselenggarakan konferensi UN Environment

and Development di Rio de Janairo. Pada konferensi tersebut Pembangunan dan

Lingkungan diintegrasikan sebagai agenda penting yang dikenal dengan Agenda 21.

Dari rangkaian konferensi tersebut dan ratusan konferensi lainnya mendorong untuk

dikembangkanlah kesepakatan untuk mencapai Millennium Development Goals

(MDGs) disepakati pada Millennium Summit tahun 2000.

Paragraph 246 of the Future We Want outcome document forms the link

between The Rio +20 agreement and the Millennium Development Goals: "We

recognize that the development of goals could also be useful for pursuing

focused and coherent action on sustainable development." The goals should

address and incorporate in a balanced way all three dimensions of sustainable

development (environment, economics, and society) and their interlinkages. The

development of these goals should not divert focus or effort from the

achievement of the Millennium Development Goals" Paragraph 249 states that,

"the process needs to be coordinated and coherent with the processes to

consider the post-2015 development agenda." Taken together, these two

paragraphs paved the way to bring together the development agenda centered

on the Millennium Development Goals (MDGs).

Masalah pembangunan sangat kompleks sebagaimana telah dijelaskan diatas,

dari masalah kemiskinan hingga daya dukung lingkungan, mesti difahami secara

komprehensif dan diatasi melalui perencanaan yang terpadu dan pelaksanaan secara bertahap. Mahbubul Haq (1983) mengingatkan bahwa pembangunan dunia masih

meninggalkan masalah kemiskinan di berbagai belahan dunia. Masalah pembangunan

yang tidak berkelanjutan juga disebabkan oleh kerakusan manusia yang meneksploitasi

sumberdaya alam dan membuang polusi ke habitat hidup manusia (Baiquni dan

Susilawardani, 2002).

9

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)

merupakan seperangkat target yang berhubungan dengan pengembangan internasional

di masa mendatang. Target-target ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

dipromosikan sebagai Tujuan Global untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. SDGs

ini melanjutkan pencapaian MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) yang selesai

terhitung mulai akhir 2015. SDGs mulai dikembangkan awal tahun 2016 hingga 2030.

Ada 17 tujuan dan 169 target spesifik untuk tujuan-tujuan tersebut.

1. Menghapuskan kemiskinan: berupaya mengakhiri kemiskinan dalam segala

bentuknya di semua tempat.

2. Menghapuskan kelaparan: mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan

dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.

3. Hidup sehat: memastikan hidup yang sehat dan menggalakkan kesejahteraan

untuk semua usia.

4. Pendidikan berkualitas: memastikan pendidikan berkualitas yang terbuka dan

setara serta menggalakkan kesempatan untuk belajar sepanjang umur hidup pada

semua orang.

5. Kesetaraan gender: mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan.

6. Air bersih dan sanitasi: memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang

berkesinambungan atas air dan sanitasi untuk semua orang.

7. Energi yang bisa diperbarui dan terjangkau: memastikan akses pada energi yang

terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua orang.

8. Ekonomi dan pekerjaan yang baik: menggalakkan perkembangan ekonomi yang

berkesinambungan, terbuka, dan berkelanjutan, lapangan kerja yang utuh dan

produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua orang.

9. Inovasi dan infrastruktur yang baik: membangun infrastruktur yang tahan lama,

menggalakkan industrialisasi yang berkesinambungan dan terbuka, serta

mendorong inovasi.

10

10. Mengurangi kesenjangan: mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara

negara.

11. Kota dan komunitas yang berkesinambungan: membuat kota dan pemukiman

manusia terbuka, aman, tahan lama, serta berkesinambungan.

12. Penggunaan sumber-sumber daya yang bertanggung jawab: memastikan pola-

pola konsumsi dan produksi yang berkesinambungan.

13. Tindakan iklim: mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan

iklim dan pengaruhpengaruhnya.

14. Lautan yang berkesinambungan: melestarikan dan menggunakan samudra, laut,

dan sumber-sumber daya maritim secara berkesinambungan untuk

pengembangan yang lestari.

15. Penggunaan tanah yang berkesinambungan: melindungi, mengembalikan, dan

menggalakkan penggunaan yang lestari atas ekosistem daratan, mengelola hutan

secara berkesinambungan, memerangi penggundulan hutan, dan memperlambat

serta membalikkan degradasi tanah serta memperlambat hilangnya keragaman

hayati.

16. Kedamaian dan keadilan: menggalakkan masyarakat yang damai dan terbuka

untuk pengembangan yang lestari, memberikan akses pada keadilan untuk

semua orang dan membangun institusi yang efektif, bertanggung jawab, serta

terbuka di semua tingkatan.

17. Kemitraan untuk pengembangan yang lestari. Memperkuat cara-cara penerapan

dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pengembangan yang

berkesinambungan.

Dalam konteks pembangunan wilayah di Indonesia, 17 tujuan tersebut

dikerjakan oleh berbagai sektor dengan kelembagaan yang amat kompleks. Di tingkat

pusat ada kementrian, lembaga, badan, komisi dan dewan (ini dan itu) yang jumlahnya

sangat banyak dan kewenangannya juga beragam. Kompleksitas kelembagaan tersebut

juga diperinci menjadi kewenangan provinsi, daerah otonom (kota dan kabupaten),

hingga kecamatan dan desa. Pada tingkat pemerintahan desa, berbagai sektor terlibat dalam pembangunan pada lapis bawah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelaksanaan

pembangunan wilayah kadang mengalami tumpang tindih antar sektor dan kesenjangan

antar aktor yang memerlukan inovasi kepemimpinan untuk melakukan integrasi dan

sinergi antar sektor maupun aktor.

Inovasi Kepemimpinan dan Kelembagaan

Kepemimpinan terkait dengan tiga hal, yaitu karakter dan perilaku yang

memimpin, karakter dan perilaku yang dipimpin, serta sistem dan struktur organisasi kepemimpinan yang berlaku. Menurut Tim Hindle (2008) telah banyak tulisan

membahas mengenai karakter dan perilaku para pemimpin, tetapi kurang banyak

pembahasan mengenai mereka yang dipimpin dan system serta struktur organisasi

kepemimpinan. Sehingga seringkali muncul pertanyaan apakah para pemimpin itu

dibentuk atau terlahir dengan sendirinya? Beragam pendapat akan bermunculan

merespon pertanyaan ini.

Di masa kerajaan dan kehidupan kelompok masyarakat yang sederhana,

pemimpin seringkali dilahirkan dan terkait dengan garis keturunan atau titisan orangtua

leluhurnya. Mereka yang mewarisi tahta kerajaan biasanya juga anak turun raja atau

pemimpin dalam suatu komunitas atau kelompok suku. Penjelasannya bisa jadi terkait

dengan kualitas hidup raja atau pimpinan suku yang memungkinkan kaluarganya dan

11

anak turunnya mendapatkan asupan gizi makanan yang unggul, fasilitas yang serba

tersedia, dan pelayanan yang prima.

Kini zaman telah berubah lebih terbuka dan memungkinkan setiap orang bisa

mengembangkan diri dan mengoptimalkan potensinya. Seorang anak petani dari desa

bisa menuntut ilmu belajar hingga perguruan tinggi, meniti karir dari bawah sampai

presiden, membuat karya dari hasta karya hingga kaya raya. Banyak contoh disekitar

kita yang membuktikan bahwa kepemimpinan tidak saja terlahir begitu saja, tetapi juga

dibentuk oleh lingkungan keluarganya, sistem dan struktur masyarakatnya, serta

tantangan kehidupan dan kodrat hidupnya.

Pemimpin itu memang orang yang berbeda dari kebanyakan. Ia memang harus

menjadi pemberani disaat yang lain takut, ia seorang yang optimis ketika lainnya

pesimis, ia harus percaya diri ketika yang lain mulai goyah, ia seorang yang tegar ketika

yang lainnya telah layu lunglai, ia seorang yang tekun ketika yang lain lalai, ia seorang

yang bisa menginspirasi dan menjadi contoh teladan bagi para pengikutnya.

Pemimpin tidak muncul begitu saja, ia seringkali ditempa ujian dan cobaan yang

berat dalam kehidupannya. Orang yang sedang diuji bisa terkait dengan ujian berupa

kesulitan hidup berupa kesengsaraan dan kegagalan, tapi yang lebih sulit adalah ujian

disaat kesenangan dan kemenangan sedang melingkupinya. Kunci agar lulus ujian

adalah mensikapi dengan sabar ketika diuji dengan kesulitan hidup dan mensikapi

dengan syukur ketika diuji dengan kesenangan. Mereka yang teruji akan mendapatkan

tempat yang lebih tinggi, dan semakin tinggi posisinya akan semakin banyak dan besar

ujiannya.

Pemimpin tidak berjalan sendirian, ia berada dan bersama mereka yang

dipimpinnya. Pemimpin memberikan inspirasi, memberi arah instruksi,

mengembangkan inovasi, memperluasi informasi, menggerakkan implementasi,

mengendalikan intervensi, dan mengembangkan institusi. Sepertinya tugas ini sangat

berat, namun intinya pemimpin itu mengajak mereka yang dipimpinnya bergerak

menuju atau berkarya mewujudkan mimpi menjadi kenyataan, yaitu suatu kondisi dan

keadaan yang lebih baik (Baiquni, 2014). Pemimpin dalam kaitannya dengan pelaksanaan SDGs Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan memerlukan kemampuan inovasi terkait dengan mengkoordinasikan

beragam sektor dan mensinergikan beragam aktor pembangunan. Pemimpin yang

memiliki inovasi memang memiliki karakter berani, cerdas, berwawasan luas, dan

mampu mewujudkan tindakan nyata. Pemimpin daerah dituntut mampu untuk

berkomunikasi dengan rakyat, membangun kesefahaman, menggerakkan gotongroyong

mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, bergerak dan melangkah menuju arah

tujuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan (Bintarto, 1983 dan Baiquni, 2009).

Upaya untuk mewujudkan inovasi terkait dengan wawasan pengetahuan yang

diperoleh melalui pendidikan dan riset aksi. Platfom daya sing bangsa terletak pada

kualitas sumberdaya manusia yang terdidik dan menguasai pengetahuan (knowledge

base society) yang tercermin dari perilaku dan produktivitas yang berguna bagi semesta

(Zuhal, 2010). Kepemimpinan inovatif perlu dikaji, apa yang menjadi tantangan dan

hambatan di lapangan. Inovasi peru bukti, dan bukti dapat dikaji dari perubahanyang

nyata dan dirasakan oleh masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan kajian melalui

wawancara mendalam terhadap narasumber para pemimpin juga mereka warga

masyarakat yang dipimpin.

12

Referensi

Baiquni dan Susilawardani.2002. Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan: Refleksi

Kritis Pembangunan Indonesia. ideAs dan TransMedia. Yogyakarta.

Baiquni, 2014. Kepemimpinan Berkarakter Pancasila. Makalah disampaikan pada

kuliah umum di BATAN Yogyakarta.

Baiquni,M. 2012. Keynote Speak Seminar Pengembangan Model Pengelolaan Lintas

Perbatasan Indonesia Malaysia (BNPP, JPP UGM dan COLGIS UUM)

Yogyakarta

Bintarto, 1983. Gotongroyong Sebagai Suatu Karakter Bangsa Indonesia.

Forbes, Dean K. 1986. Geografi Keterbelakangan. LP3ES Jakarta

Fukuyama, Franis. 1995. Trust: The Soial Virtues and The Creation of Prosperity.

Hamish Hamilton. London.

Giddens, Anthony. 2001. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak

Kehidupan Kita. Gramedia. Jakarta

Haq, Mahbub ul. 1983. Tirai Kemiskinan: Tantangan-Tantangan untuk Dunia Ketiga.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Hindle, Tim. 2008. Guide to Management Ideas and Gurus. The Economist and Profile

Book. London

Ohmae, Kenichi. 1995. The End of the Nation State: The Rise of Regional Economies.

HarperCollins Publishers. London.

Roxborough, Ian. 1986. Teori-Teori Ketergantungan. Terjemahan dari Theories of

Underdevelopment 1979. LP3ES. Jakarta

Sasono, Adi dkk (ed.). 1993. Pembangunan Regional dan Segitiga Pertumbuhan.

CIDES-Center for Information and Development Studies. Jakarta

Seers, Dudley. 1979. The Meaning of Development, with a Postscript. In Seers,

Nafziger, Cruise O‟Brien, & Bernstein, pp. 9-30.

Soesastro, Hadi. 1992. "Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Pasifik Barat

Hingga Tahun 2010 dan Implikasinya Bagi Permintaan Energi" Analisis CSIS

Tahun XXI No. 6/1992. Zuhal. 2010. Knowledge and Innovation: Platform Kekuatan Daya Saing. Gramedia.

Jakarta.

13

PRAKTEK SEDERHANA

“Pemberdayaan Masyarakat dan Membangun Kesejahteraan Berbasis Ekonomi

Kerakyatan, Ekonomi Kreatif”

dr. H. HASTO WARDOYO, SPOG (K)

BUPATI KULON PROGO

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

KOMISI A

Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk

penyediaan informasi geospasial sumberdaya

wilayah

32

APLIKASI FOTO TEGAK FORMAT KECIL PADA INVENTARISASI

EKOSISTEM MANGROVE PANTAI KAHONA PULAU LEMBEH

SULAWESI TENGGARA

Farid Ibrahim,1,3

, Megha Dharma Putra4, Fiqih Astriani

3, Theresia Retno Wulan

2,

Nicky Setyawan2, Dwi Sri Wahyuningsih

4, Gianova Andika Putri

,8, Edwin Maulana

1,5, ,

Fajrun Wahidil Muharram6, Bernike Hendrastuti

1,7,

, Wico Nandiyanta Mulia

1 , Tri

Raharjo1

1Parangtritis Geomaritime Science Park

2Badan Informasi Geospasial

3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

4Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM

5Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM

6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 7Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada

8Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Diponegoro

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kawasan Mangrove Kahona merupakan ekosistem yang hidup di bentuklahan spit dan

rawa belakang dengan tekstur kasar yangterdidir dari pecahan trumbu karang dan

kerang. Kawasan mangrove Kahona diapit oleh perbukitan denudasioanal dengan

tingkat erosi yang cukup tinggi, diindikasikan dengan profil singkapan batuan di sekitar

pantai. Metode yang digunakan dalam kajian ini ialah data primer penginderaan jauh

dan survei lapangan. Data penginderaan jauh sebagai data primer digunakan untuk

memetakan kondisi eksisting kawasan mangrove melalui foto udara tegak format kecil.

Akuisisi data dilakukan pada pukul 10:50 WITA dengan ketinggian terbang 50 meter

diatas permukaan tanah. Data yang diperoleh memiliki resolusi spasial mencapai 5 cm.

Identifikasi kawasan berdasarkan foto udara menunjukkan mangrove tumbuh pada

tombolo secara bergerombol. Luas kawasan mangrove yang ditumbuhi oleh mangrove

primer sekitar 4,11 Ha. Jenis mangrove yang mendominasi dan dapat diidentifikasi ialah

Rhizophora apiculata dan Aegiceras floridum. Kedua tanaman ini merupakan tanaman

dominan di kawasan ini, baik yang tumbuh di rawa belakang maupun tumbuh di daerah

pasang surut.

Kata Kunci: Mangrove, Pantai Kahona, Pulau Lembeh, Rhizophora apiculata,

Aegiceras floridum

33

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI RITEL

MODERN DI KOTA KENDARI

Fitriani1)

, Jul Hasan2)

, Muhamad Azharuddin3)

1)

Dosen Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO,

email: [email protected] 2)

Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO,

email: [email protected] 3)

Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO,

email: [email protected]

ABSTRAK

Kota Kendari rmengalami perkembangan pembangunan ritel modern yang lokasinya

mengelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan pemilihan lokasi ritel modern di Kota Kendari. Metode

analisis yang digunakan yaitu analisis faktor. Hasil analisis ini ditemukan dari 9 faktor

yaitu demografi, sosioekonomi konsumen, psikografis, lokasi fisik, harga tanah, sewa

lahan, aksesibilitas, persaingan dan kebijakan perencanaan, terseleksi 3 variabel yang

mempengaruhi pemilihan lokasi ritel modern di Kota Kendari yaitu demografi,

sosioekonomi dan psikografis. Ritel modern di Kota Kendari tersebar di area padat

penduduk.

34

PEMETAAN RISIKO BENCANA BANJIR

DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

Dr. Rosalina Kumalawati S.Si., M.Si1, Farida Angriani S.Pd., M.Pd

2

Prodi Geografi, Jurusan IPS, FKIP UNLAM1,2

; Pusat Studi Kebencanaan UNLAM1

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Banjir adalah terjadi pada setiap tahun dan pada musim hujan termasuk di

Kalimantan Selatan, Indonesia. Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan

Selatan frekuensinya semakin meningkat setiap tahunnya. Sehingga perlu dilakukan

“Pemetaan Risiko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan”. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk "melakukan Pemetaan Risiko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan”.

Metode penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini memerlukan data primer

dan data sekunder. Alat dan bahan yang di gunakan dalam pelatihan adalah seperangkat

komputer dan software Arc View 3.2. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

spasial dan komplek wilayah. Teknik analisis yang digunakan adalah pemetaan dan

overlay menggunakan software Arc View 3.2.

Hasil dari penelitian ini adalah Pemetaan Risko Bencana Banjir di Kabupaten

Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan menggunakan Software Arc View 3.2.

Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah mempunyai risko

terhadap bencana banjir. Daerah yang tidak mempunyai risiko terhadap bencana banjir

dapat dijadikan untuk pembangunan tempat pengungsian apabila terjadi bencana banjir.

Kata kunci: pemetaan, risiko, bencana, banjir

35

PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN

PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK

Iswari Nur Hidayati1, Suharyadi

2, dan Projo Danoedoro

3

1Program Doktor pada Program Studi Geografi UGM, email:[email protected]

2Fakultas Geografi UGM, email:[email protected]

3 Fakultas Geografi UGM, email:[email protected]

ABSTRAK

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk studi perkotaan semakin beragam.

Perkembangan metode ekstraksi citra juga mengalami perkembangan yang sangat

pesat, mulai dari ekstraksi data secara visual, digital, sampai dengan ektraksi indeks

yang bisa mewakili untuk mengukur kenampakaan tertentu di daerah perkotaan. Salah

satunya adalah Normalized Difference built-up index (NDBI). Walaupun NDBI sudah

banyak digunakan untuk ektraksi kawasan terbangun di perkotaan, akan tetapi masih

memiliki keterbatasan, sehingga perlu pengembangan metode yang baru untuk ekstraksi

data lahan terbangun secara semi-otomatis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode baru untuk ektraksi lahan terbangun di perkotaan dengan

memperhatikan peranan indeks yang lainnya. Data yang digunakan adalah citra Landsat

8 OLI, path/row 120/65. Penelitian ini mencoba menggabungkan analisis NDBI dengan

beberapa indeks terkait di perkotaan seperti Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI) untuk melihat secara komprehensif kenampakan lahan terbangun perkotaan.

Hasil penelitian ini melakukan proses segmentasi semi otomatis dengan harapan

ketelitian pemetaan lebih dari 20% daripada metode aslinya. penelitian ini akan sangat

bermanfaat untuk memisahkan lahan kering dan lahan kosong di perkotaan sampai

batasan tertentu.

Kata kunci: penginderaan jauh, NDBI, NDVI

36

ZONASI WILAYAH PINGGIRAN KOATA METROPOLITAN

BANDUNG RAYA

Jupri1, Asep Mulyadi

2

1Universitas Pendidikan Indonesia,[email protected]

2Universitas Pendidikan Indonesia, [email protected]

ABSTRAK

Kawasan metropolitan Bandung Raya merupakan Pusat Kegiatan Nasional.

Kawasan ini berkembang berbasis dari pertumbuhan Kota Banduung. Terutama dari

jumlah dan kepadatan penduduknya yang mengalami peningkatan cukup pesat,

sehingga memperngaruhi kebutuhan ruang terutama untuk keperluan pemukiman.

Wilayah pinggiran kota (urbanfringe atau peri urban) mempunyai peran penting dalam

mendukung dinamika kota baik dari aspek fisik maupun sosial ekonomi, sehingga

tatanan ke kotaan pada masa yang aka datang sangat ditentukan oleh bentuk proses dan

dampak perkembangan yang terjadi pada wilayah pinggiran Kota ini. Transformasi

yang bersifat fisik dan sosial akan tersu mengiringi wilayah ini akibat dari pergeseran

pemanfaatan lahan dari karaktersitik pedesaan (agraris) ke karateristik ke kotaan

(pemukiman). Untuk itu dibutuhkan zonasi wilayah pinggiran kota dari serangkaian

proses transformasi yang terjadi dalam bentuk Struktur Zona Bingkai Kota, Zona

Bingkai Kota Desa, Zona Bingkai Desa Kota, dan Zona Bingkai Desa. Metode

penelitian dan sumber data menggunakan citra landsat 8 tahun 2015 yang kemudian

dilakukan evaluasi dan analisis secara sekasama terhadap zonasi yang terjadi di wilayah

pinggiran Kota Metropolitan Bandung Raya berbasis proporsi penggunaan lahan yang

bersifat agraris dengan penggunaan lahan kekotaan (Pemukiman). Pada pemetaan skala

1:300.000 kecamatan-kecamatan yang berada diwilayah pinggiran Kota Metropolitan

Bandung Raya diperoleh data Zona Bingkai Kota Desa, Zona Bingkai Desa Kota, dan Zona Bingkai Desa dari zonasi tersebut selanjutnya dapat dijadikan rujukan dalam

penataan dan pengendalian kebijakan pembangunan di Wilayah Metropolitan Bandung

Raya.

Kata Kuci : Zonasi, Wilayah Pinggiran Kota, Metroplitan Bandung Raya

37

GEOMETRIC NETWORK ANALYSIS PADA SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGETAHUI POLA DISTRIBUSI SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA (SMP) DI SEBAGIAN KECAMATAN WONOGIRI

Kwawa Qoirum M1)

, Ana Nur Hanifah2)

, Kiky Rizki A.K3)

, Faqieh Zulfikar A.K4)

,

Muhammad Reiza Y5)

1Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]: 2Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:

3Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:

4Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:

5Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:

ABSTRAK

Distribusi Sekolah Menengah Pertama (SMP) disebagian Kecamatan Wonogiri

belum merata pada setiap kelurahannya. Daerah yang dianalisis meliputi: (1) Kelurahan

Wonokarto, (2) Kelurahan Giriwono, (3) Kelurahan Giripurwo, (4) Kelurahan

Wonoboyo, (5) Kelurahan Giritirto. Kecamatan Wonogiri secara administratif berada

pada Kabupaten Wonogiri. Kecamatan Wonogiri berada dipusat pemerintahan

Kabupaten Wonogiri, yang memiliki karakter masyarakat dinamis. Tujuan penelitian ini

adalah (1) mengkaji pola distribusi SMP disebagian Kecamatan Wonogiri, (2)

menganalisis faktor jumlah sekolah yang mempengaruhi distribusi SMP di Sebagian

Kecamatan Wonogiri (3) daya dukung SMP di sebagian Kecamatan Wonogiri. Metode

yang digunakan dalam penelitian Geometric Network Analysis Pada Sistem Informasi

Geografis (SIG) Untuk Mengetahui Pola Distribusi Sekolah Menengah Pertama (SMP)

di Sebagian Kecamatan Wonogiri adalah geometric network analysis. Tahap pertama

yaitu data sekunder diperoleh dari Citra Google Earth kemudian diolah menggunakan

software ArcGIS 10.2. Data primer dikumpulkan dengan melakukan survei lapangan dan interpretasi citra terhadap bangunan SMP guna menentukan jumlah sekolah yang

ada dilapangan, serta permukiman untuk menentukan populasi yang ada di Sebagian

Kecamatan Wonogiri. Dengan demikan memperoleh hasil yaitu (1) distribusi

pendidikan SMP disebagian Kecamatan Wonogiri mempunyai pola dispersed

(menyebar), (2) faktor yang berpengaruh terhadap distribusi SMP adalah jumlah siswa,

(3) analisis yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa harus ada penambahan SMP yang

terletak di Kelurahan Wonokarto yang mendekati perbatasan Kelurahan Giriwono,

selain itu perlu adanya pemindahan sekolah dari Kelurahan Giripurwo ke Kelurahan Wonoboyo. Kesimpulan yang dapat diambil peneliti yaitu pola dispersed (menyebar),

selain itu juga terjadi penambahan dan pemindahan fasilitas pendidikan SMP yang ada

disebagian Kecamatan Wonogiri.

Kata Kunci: Geometric Network Analysis, Pola Distribusi, SMP

38

MODIFIKASI MODEL EKSTRAKSI DATA DEM UNTUK PEMETAAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI

Nugroho Purwono1 , Fahrul Hidayat

2 , Ivan Aryant Putra

3

1, 2 Bidang Penelitian, PPKS, Badan Informasi Geospasial

email: [email protected] ; [email protected] 3 Environmental System Research Institute (ESRI) Indonesia

email: [email protected]

ABSTRAK

Peta daerah aliran sungai (DAS) umumnya dibuat dengan teknik ekstraksi otomatis dari

data elevasi digital (DEM) tanpa memperhatikan lebih lanjut karakteristik hidrologi.

Hal tersebut menimbulkan masalah terkait relevansi dan akurasi data yang dihasilkan.

Sebagai contoh yaitu konfigurasi aliran (drainase) yang dihasilkan dari teknik ekstraksi

otomatis cenderung kurang akurat. Hal tersebut berimplikasi terhadap data DAS yang

dihasilkan secara keseluruhan. Penelitian ini mencoba membuat modifikasi model

ekstraksi data DEM yang lebih akurat untuk pembuatan peta DAS. Daerah sampel

dalam penelitian ini yaitu wilayah Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Data DEM yang

digunakan dalam penelitian adalah data If-SAR, dengan perangkat pengolah data yaitu

ArcGIS. Sementara modifikasi model ekstraksi disusun dengan kombinasi analisis

geoprosesing melalui kerangka Model Builder. Model ekstraksi dimodifikasi dengan

mengintegrasikan analisis hidrologi berdasarkan variabel morfometri permukaan

(terrain). Analisis tersebut meliputi pertimbangan orde aliran (stream order), nilai

ambang optimal (threshold) jaringan aliran, serta penentuan titik luaran (pour points)

aliran. Sebagai referensi pembanding terhadap hasil penelitian ini, digunakan data DAS

dari hasil teknik ekstraksi otomatis. Secara statistik hasil modifikasi model lebih

relevan terhadap konfigurasi aliran dibanding data referensi. Modifikasi model tersebut

mampu menghasilkan orde jaringan aliran secara spesifik dan lebih akurat dibanding

teknik ekstraksi otomatis dari data DEM.

Kata kunci: DAS, DEM, Ekstraksi, Model Builder, Hidrologi

39

DINAMIKA TEMPORAL TUTUPAN LAHAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP INDEKS FUNGSI LINDUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR

TAHUN 2010 - 2016

Rahning Utomowati

Prodi P. Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret, Pusat Penelitian Lingkungan

Hidup (PPLH) LPPM Universitas Sebelas Maret , Jl. Ir. Sutami 36-A Surakarta

email : [email protected].

ABSTRAK

Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu yang secara administratif terletak di

Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari DAS Bengawan Solo yang mempunyai

fungsi penting sebagai daerah resapan air. Aktivitas dalam DAS akan menyebabkan

perubahan ekosistem dan dapat memberikan dampak pada daerah hilir antara lain

berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material lainnya.

Dinamika perubahan tutupan lahan di DAS Jlantah Hulu perlu dipantau dan

dikendalikan agar indeks fungsi lindungnya dapat terjaga, yang pada akhirnya akan

berpengaruh terhadap kualitas DAS Jlantah Hulu sebagai suatu ekosistem yang

mempunyai fungsi utama sebagai daerah resapan air dan fungsi perlindungan seluruh

bagian DAS Jlantah Hulu. Oleh karea itu kajian temporal perubahan tutupan lahan dan

pengaruhnya terhadap indeks fungsi lindung penting untuk dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) dinamika temporal tutupan

lahan DAS Jlantah Hulu tahun 2010 – 2016 dan (2) pengaruh perubahan tutupan lahan

terhadap indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu Tahun 2010-2016. Metode penelitian

yang digunakan adalah metode survey. Metode pengumpulan data yang digunakan

adalah dengan observasi lapangan, wawancara, telaah dokumentasi, serta interpretasi

citra dan peta. Analisis yang digunakan adalah diskriptif spasial dengan luaran berupa

peta tematik perubahan tutupan lahan dan pengaruh tutupan lahan terhadap indeks

fungsi lindung.

Hasil penelitian adalah : (1). Pada periode tahun 2010 - 2016 terjadi dinamika

perubahan tutupan lahan di DAS Jlantah Hulu. Tutupan lahan yang paling besar

mengalami perubahan adalah tanaman sayur yang berubah 21,03%, kemudian hutan

yang berubah 7,37% dan tanaman campuran 7,02%. (2). indeks fungsi lindung DAS

Jlantah Hulu Tahun 2010 adalah 0,41 dan pada tahun 2016 adalah 0,42. Dengan nilai indeks fungsi lindung (IFLDAS) kurang dari 1 tersebut mengindikasikan bahwa bahwa

kualitas lingkungan DAS Jlantah baik pada tahun 2010 maupun 2016 kurang mampu

untuk dapat menjaga fungsi keseimbangan tata air dan gangguan persoalan banjir, erosi,

sedimentasi, dan kekurangan air. Perubahan (penambahan) tutupan lahan hutan ini

berpengaruh terhadap indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu sebesar 0,0155.

Semakin bertambahnya tutupan lahan yang berupa hutan, semakin baik juga indeks

fungsi lindung DAS Jlantah Hulu. Hasil temuan penelitian ini selanjutnya dijadikan

dasar sebagai rekomendasi arahan tutupan lahan DAS Jlantah Hulu.

Kata kunci: dinamika temporal, tutupan lahan, DAS Jlantah Hulu

40

ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KELURAHAN WONOBOYO

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Andi Jafrianto1, Ayu Sekartaji

2, Isfi Natunazah

3, dan Fajar Anisa

4

1,2,3,4,

Mahasiswa Pendidikan Geografi Fak. Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta,

Pabelan-57169 Tel.:0271-717417;

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Wonogiri memiliki tingkat kerawanan terhadap banjir. Menurut Kepala

Markas Palang Merah Indonesia (PMI) bahwa wilayah yang terkena banjir adalah

Tirtomoyo, Ngadirojo, Girimarto, Jatiroto, Kismantoro, Selogiri, Wuryantoro,

Manyaran, Pracimantoro, Eromoko, Giritontro dan Wonogiri yang dirilis oleh

detik.com. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan

bencana banjir, serta mengetahui seberapa besar permukiman yang terdampak akibat

banjir di Kelurahan Wonoboyo. Penelitian ini menggunakan metode skoring dan

pembobotan terhadap parameter yang memiliki pengaruh terhadap banjir, serta analisis

spasial SIG (Sistem Informasi Geografis) berupa kombinasi data hasil interpretasi

penginderaan jauh dengan data sekunder. Parameter yang digunakan berupa curah

hujan, ketinggian tanah, dan panjang sungai. Parameter-parameter tersebut kemudian

di-overlay sehingga menghasilkan peta tingkat kerawanan banjir dan peta persil

permukiman terdampak banjir. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerawanan

banjir di Kelurahan Wonoboyo masuk klasifikasi rawan dengan skor 3,3 dengan

permukiman terdampak sebesar 2867 bangunan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini

adalah Kelurahan Wonoboyo memiliki tingkat kerawanan banjir dengan kategori rawan.

Kata kunci : Kelurahan Wonoboyo, banjir, tingkat kerawanan

41

PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA

LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN TIMUR

Ratri Ma’rifatun Nisaa’ dan Nurul Khakhim

Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM, Sekip Utara,

Sleman, Yogyakarta

Email: [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Garis pantai Indonesia mengandung potensi sumberdaya alam wilayah pesisir yang

jumlahnya cukup besar, salah satunya ekosistem hutan mangrove. Mengingat hutan

mangrove memiliki fungsi yang sangat penting, maka diperlukan pengelolaan hutan

mangrove yang optimal agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat

diminimalisir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kerusakan

mangrove di Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan citra

Landsat OLI yang kemudian dilakukan transformasi indeks vegetasi Normalized

Different Vegetation Index (NDVI). Nilai dari transformasi NDVI dikorelasikan dengan

hasil pengukuran kerapatan di lapangan untuk mendapatkan nilai kerapatan pada citra.

Klasifikasi kerusakan mangrove didasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup Nomor 201 Tahun 2004. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa mangrove

yang kondisinya rusak memiliki luas sebesar 60.220 ha atau 54,97% dari luas Delta

Mahakam, sedangkan untuk mangrove yang kondisinya baik memiliki luas sebesar

49.327 ha atau 45,03%. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa banyak mangrove

yang mengalami kerusakan, lebih dari setengah luas Delta Mahakam.

Kata kunci: kerusakan, mangrove, Delta Mahakam, Landsat OLI

42

PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN DAN KEBUTUHAN PERTANIAN

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2029 BERBASIS SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS

Muhammad Farouq Ghazali Matondang

Muhammad Farouq Ghazali Matondang, Universitas Gadjah Mada,

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini yang berjudul proyeksi daya dukung lahan dan kebutuhan pertanian

kabupaten deli serdang tahun 2029. Bertujuan : (1) mengetahui proyeksi penduduk di

Kabupaten Deli Serdang (2) mengetahui kebutuhan daya dukung lahan pertanian (3)

memberikan arahan kebijakan dalam memenuhi kebutuhan lahan pertanian di

Kabupaten Deli Serdang sampai tahun 2029. Metode yang digunakan berupa metode

deskriptif kuantitatif, menggunakan teknik analisis data sekunder dan analisis peta

dengan software ArcGIS 10.1 dan diagram. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah : (1) Terdapat sembilan kecamatan yang nilai daya dukungnya <1, yaitu

kecamatan Pancur Batu, Namo Rambe, Bangun Purba, Tanjung Morawa, Patumbak,

Deli Tua, Sunggal, Percut Sei Tuan, Batang Kuis. Artinya sembilan kecamatan tersebut

termasuk dalam wilayah yang belum mampu swasembada pangan (2) peningkatan

produksi tanaman pangan melalui usaha intensifikasi untuk mendukung penduduk (3)

memberikan insentif bagi petani yang tetap dan bahkan didorong untuk meningkatkan

produksi padi-sawah serta pemberian Disinsentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi

luas kawasan pertanian. Insentif dapat berupa pembangunan irigasi teknis/desa yang

dibutuhkan, pembangunan jalan produksi/jalan usaha tani, normalisasi saluran,

pemberian kredit, dan lain-lain.

Kata Kunci: daya dukung, kebutuhan lahan pertanian

43

GEO-STAGED EVACUATION: AN AGENT-BASED EXPERIMENT OF THE

IMPROVEMENT OF THE EVACUATION MANAGEMENT IN MERAPI

Jumadi, Nick Malleson, Steve Carver and Duncan Quincey

School of Geografi

University of Leeds, United Kingdom

ABSTRACT

Massive evacuation should be conducted when volcanic crises happen in Merapi. It is reported that 400,000 people should be evacuated in the last eruption of 2010. Such

large evacuation can lead to chaotic condition or congestion if not well managed. Staged

evacuation has been investigated to be solution to reduce chaotic condition during

evacuation processes. However, there are limited concept of how the stage is ordered to

manage which one can go earlier and which one is the latter. This paper purposed to

develop evacuation stage ordering based on geographic character of people at risk and

examine the ordering scenarios in agent-based model of evacuation. Because of the

stage ordering is mainly developed based on several geographic characteristics,

therefore, we call the concept as geo-staged evacuation. We use several geographic

character such as proximity to hazard, road network condition (accessibility), number of

population, and demographic as parameters to rank the order of each population unit in

GIS using Ordered Weighted Averaging (OWA) method. From this concept, we

produced several scenarios of evacuation order based on different weight of the

parameters. We use the scenarios in agent-based model of volcanic evacuation

experiment. The results will be evaluated based on the clearance time of each scenario.

Keywords: Agent-based Model, GIS, Merapi, geo-staged evacuation, evacuation

management.

44

PENDUGAAN UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA

MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS PEREKAMAN TAHUN

2014-2016

Taufik Ali Yusuf Sutowo Haryo Anom1, Munawar Cholil

2

1Mahasiswa, Fakultas Geografi Universitas, Muhammadiyah Surakarta

2Dosen, Faklutas Geografi Universitas, Muhammadiyah Surakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Keadaan oceanografi perairan Selatan Jawa sangat dipengaruhi oleh keadaan

sistem angin muson. Saat muson barat (Desember-Februari) berlangsung biasanya

terjadi downwelling di perairan Selatan Jawa, sedangkan saat musim timur (Juni-

Agustus) berlangsung terjadi upwelling di perairan Selatan Jawa. Sedangkan pada

musim peralihan terjadi masa perubahan atau transisi arah angin dan arus yang

menyebabkan berubahnya pola suhu permukaan laut dan klorofil-a . Pola dinamika

oceanografi permukaan seperti suhu permukaan laut, klorofil-a, arus geostropik, angin

dan tinggi permukaan air laut perlu dikaji lebih lanjut untuk efektivitas sumberdaya

perikanan. Pola kejadian upwelling di perairan Selatan Jawa sudah banyak diketahui,

namun dalam keadaan normal (tanpa terjadinya El-Nino). Adanya kejadian El-Nino

pada tahun 2015 menyebakan pola parameter kelautan berubah cukup drastis. Adanya

kejadian El-Nino pada tahun 2015 mendasari penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian

ini sebagai berikut; 1) Menentukan hubungan variabiltas suhu permukaan laut dengan

kejadian upwelling, 2) Menentuka hubungan variablitas klorofil-a dengan kejadian

upwelling., dan 3) Mendeteksi pola distibusi fenomena upwelling di sepanjang Perairan

Selatan Jawa selama Januari 2014- November 2016. Penelitian ini menggunakan data

satelit multi sensor seperti suhu permukaan laut (MODIS), klorofil-a (MODIS), angin

(WindSat), Arus Geostorpik (ASCAT), dan tinggi muka air laut (Pemodelan BPOL).

Data satelit tersebut diolah dengan menggunakan multi software GIS agar dapat

dikonversi menjadi data berformat tiff dan shp. Hasil penelitian menunjukkan zona

upwelling dan downwelling di perairan Selatan Jawa. Kejadian upwelling yang terjadi

pada saat musim timur terdapat di Selatan Bali dan Jawa Timur kemudian meluas

sampai pesisir perairan Selatan Jawa Barat. Fenomena downwelling saat musim barat

berlangsung hanya terdapat di Selat Bali dan Selatan Jawa Timur. Adanya kejadian El-

Nino pada tahun 2015 menyebakan durasi upwelling yang cukup lama daripada tahun 2014 dan 2016. Pola kejadian upwelling yang terjadi saat El-Nino (2015) dimulai dari

bulan Mei - November. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses

upwelling tidak hanya dibangkitkan oleh angin, tetapi diduga akibat Arus Katulistiwa

Selatan yang mendekat ke perairan selatan Jawa sedangkan proses downwelling

dibangkitkan oleh angin, variasi iklim El Nino sangat mempengaruhi kejadian upwelling

dan downwelling khusunya di perairan Selatan Jawa.

Kata Kunci: Upwelling, Downwelling, El Nino, La Nina, Aqua MODIS

45

KOMISI B

Aspek Kebencanaan dalam Pengelolaan

Sumberdaya wilayah berkelanjutan

46

TRADISI MENYALUKUT SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA

KEBAKARAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT

Adnan Ardhana1 dan Pranatasari Dyah Susanti

2

1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan

E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo

Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebakaran lahan gambut, merupakan kejadian yang hampir terjadi pada setiap musim

kemarau. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana kebakaran ini sangat tinggi. Bukan

hanya asap yang sangat menganggu, tetapi juga rusaknya ekologi di lahan gambut yang

tidak ternilai harganya. Selama ini, persiapan lahan baik untuk pertanian maupun

perkebunan menggunakan tindakan pembakaran, yang dianggap lebih efektif. Untuk

mengurangi risiko terjadinya bencana kebarakan lahan, maka diperlukan upaya mitigasi

yang tepat, salah satunya adalah dengan tradisi api terkendali. Tradisi penggunaan api

terkendali untuk persiapan lahan pertanian dan perkebunan dengan menerapkan

manajemen penggunaan api pada masyarakat Dayak, dikenal dengan istilah

“menyalukut”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi-fungsi manajemen

dalam tradisi “menyalukut” di Desa Lumpangi, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu

Sungai Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan yang merupakan daerah tangkapan sungai

Ahan Sub DAS Amandit. Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Dayak yang dipilih secara purpossive sampling. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara

diskriptif kualitatif sesuai dengan keluaran yang diharapkan. Hasil penelitian

menunjukkan, terdapat 4 fungsi manajemen yang dilakukan dalam tradisi “menyakulut”, diantaranya: (1) fungsi perencanaan (koordinasi, penentuan lokasi dan tebas semak); (2)

pengorganisasian (pembagian kelompok); (3) pergerakan (proses pembakaran dengan

sistem bakar balas) dan (4) pengendalian (pengontrolan api dan sanksi). Meskipun

tradisi ini terbukti efektif menjaga kebakaran lahan pada wilayah tersebut, namun

kebijakan zero burning yang saat ini gencar disosialisasikan pemerintah juga harus dilaksanakan, sehingga inovasi teknologi persiapan lahan tanpa bakar yang murah dan

efisien mutlak diperlukan untuk mencegah kemungkinan pembakaran hutan dilakukan

secara sembunyi-sembunyi dan dapat mengakibatkan kebakaran hutan dalam skala luas.

Kata Kunci: pengelolaan lahan, menyalukut, fungsi manajemen.

47

MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT OF KULON PROGO REGENCY

Azmiyatul 'Arifati, Ratri Ma'rifatun Nisaa, Azzuhfi Ilan Tinasar

Universitas Gadjah Mada

Email: [email protected]

ABSTRACT

Kulonprogo is one of the regency in Yogyakarta Special Region which hazardous and

vulnerable. This research aims to map multi-hazard risk in Kulonprogo Regency. Perka

BNPB 2/2012 is used as guideline for multi-hazard risk assessment. Hazard and

vulnerability analysis are needed in risk mapping through a semi-quantitative approach,

which uses weighting factors and index values. Hazards considered in Kulonprogo

Regency are flood, landslide, and tsunami. Parameters to determine landslide and flood

hazard potential are slope, rainfall, soil, and land use. While, tsunami hazard potential

uses inundation height as its parameter. Multi-hazard map is obtained from overlying

hazard maps using GIS tool. Vulnerability index is gained from social, economic,

physical, and environmental components which are classified into three classes then

deliver it through index 0 - 1. The result is risk index in range of 0.4 to 0.79, which

indicates Wates, Kalibawang, and Kokap Sub-District as the highest on multi-hazard

risk. Whereas, low risk stands to Lendah and Nanggulan Sub-District.

Keywords: Multi-hazard, Risk Assessment, Kulonprogo, Geographic Information

System.

48

KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM MENGHADAPI

BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI KECAMATAN CIPATUJAH

KABUPATEN TASIKMALAYA

Ruli As’ari

Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,

[email protected]/ [email protected]

ABSTRAK

Letak geologis Indonesia yang dilalui oleh tiga lempeng besar dunia menyebabkan

Indonesia rawan terkena bencana gempabumi dan tsunami. Tercatat dua kali gempa

Tasikmalaya (Tahun 2006 dan 2009) yang salah satunya menimbulkan berbagai

kerusakan dan merenggut korban jiwa. Kesiapsiagaan merupakan upaya yang dapat

dilakukan sebagai bagian dari proses mitigasi pada tahap pra-bencana untuk

meminimalisir serta meniadakan korban akibat bencana. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana

gempabumi dan tsunami dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Metode

yang digunakan deskriptif. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah analisis nilai

indeks dilihat dari empat parameter kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan dan sikap/

Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP),

sistem peringatan/ Warning System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/ Resource

Mobilization Capacity (RMC). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir

pantai yang berada di lima desa di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu

Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading. Pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dengan

jumlah sampel 70 responden. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir di Kecamatan Cipatujah termasuk pada

kategori hampir siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Penentuan

tingkat kesiapsiagaan memperhatikan empat parameter diantaranya pengetahuan dan

sikap dengan indeks nilai 75,04 (kategori siap), perencanaan kedaruratan dengan indeks

nilai 42,86 (kategori kurang siap), sistem peringatan degan indeks nilai 65,28 (kategori

siap) serta mobilisasi sumberdaya dengan indeks nilai 26,43 (kategori belum siap).

Keempat parameter yang dimiliki masyarakat tergolong cukup baik. Adapun indeks

nilai yang didapat secara umum adalah sebesar 57,32. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan upaya yang dapat dilakukan diantaranya menanamkan pengetahuan sejak

dini terhadap anggota keluarga, sosialisasi secara berkala dan simulasi kebencanaan.

Kata kunci: Kesiapsiagaan Masyarakat, Gempa bumi, Tsunami

49

HIDUP SELARAS BERSAMA GUNUNG API: KAJIAN DAMPAK POSITIF

DARI LETUSAN GUNUNG API KELUD TAHUN 2014 SEBAGAI MODAL

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Syamsul Bachri, Sugeng Utaya, Farizky Dwitri Nurdiansyah, Alif Erfika Nurjanah, Lela

Wahyu Ning Tyas, Denny Setia Purnama, Akhmad Amri Adillah

Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang ([email protected])

ABSTRAK

Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan gunung berapi, hidup berdampingan dengan

bahaya merupakan hal yang tidak bisa terelakan. Meskipun dampak vulkanisme gunung

api terhadap masyarakat telah didokumentasikan dengan baik, namun banyak

kemungkinan manfaat dari gunung berapi tersebut tidak dikaji secara lengkap. Makalah

ini memberikan kajian secara komprehensif mengenai dampak erupsi gunung berapi

dengan studi kasus di gunung api Kelud. Metode yang digunakan dalam mencapai

tujuan penelitian berupa survei lapangan yang meliputi aspek fisik dan sosial. Data yang

didapatkan selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan secara kualititatif. Hasil penelitian

menunjukan bahwa erupsi gunung api kelud pada tahun 2014 memberikan dampak yang

bervariasi baik negatif maupun positif; secara langsung maupun tidak langsung pada sisi

manusia maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan di sektor pertambangan dan

pariwisata merupakan kegiatan yang banyak dikerjakan dan dikembangkan pasca erupsi

bahkan dijadikan program dari pemerintah daerah sebagai modal pembangunan yang

menekankan pada kekayaan sumber daya lokal. Melalui penelitian ini, diharapkan

kajian yang dapat menggambarkan dampak dan proses pada saat bencana erupsi

maupun kondisi non-aktif gunung api melalui tiga dikotomi: positive/negative,

direct/inderect, dan natural/society mampu dilaksanakan untuk merumuskan dan

menilai bencana gunung api dari perspektif positif yang harganya dapat melebihi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Kata kunci: Gunung api Kelud, Dampak positif, Pembangunan Berkelanjutan,

Pariwisata dan Pertambangan

50

KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA

TANAH LONGSOR: Kasus di beberapa Desa di Kabupaten Tasikmalaya

Syahrul Donie1, Nur Ainun

BPPTP DAS Surakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bersifat deskriptif kualitatif ini dilaksanakan pada tahun 2015 di Desa

Jayapura Kecamatan Cigalontang dan Desa Pusparahayu Kecamatan Puspahiyang,

Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian menggunakan metoda survey dengan

mewawancarai 30 orang responden yang tinggal di areal berpotensi longsor, kemudian

hasil wawancara diklarifikasi dengan observasi lapangan. Kapasitas masyarakat

dibedakan menjadi dua yaitu kapasitas individu dan kapasitas lembaga. Kapasitas

individu diukur dari aspek pengetahuan kearifan local dan rencana aksi. Sedangkan

kapasitas lembaga diukur dari aspek kepemimpinan fasilitasi dan kearifan local.

Penilaian kapasitas menggunakan pendekatan scoring dari parameter yang

dikembangkan, sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Bencana Tahun 2008 Kemudian nilai rata-rata diklasifikasikan menjadi lima klas, yaitu

sangat buruk (nilai <20), buruk (nilai 20-39), cukup (nilai 40-59), baik (60-79) dan

sangat baik (nilai >80). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas individu dalam

menghadapi bencana tanah longsor mencapai nilai 63,0%, yang mengindikasikan bahwa

kapasitas individu sudah berada dalam kategori baik. Demikian pula kapasitas lembaga

mencapai nilai 42,95%, atau masih dalam kategori cukup. Dari sisi individu, aspek

pengetahuan dinilai sangat baik (>80%), namun dari aspek kearifan local dan aspek

rencana aksi masih perlu ditingkatkan, terutama kemampuan deteksi dini dan penentuan

jalur evakuasi. Kapasitas lembaga, walaupun sudah dalam kategori cukup, namun beberapa parameter masih perlu ditingkatkan, antara lain dalam penyediaan informasi

wilayah berpotensi longsor dan pemasangan tanda-tanda larangan, pembuatan dan

sosialisasi jalur evakuasi, sistem peringatan dini, dan peningkatan kapasitas lembaga

local melalui pembentukan Tim Tangguh Bencana. Semakin meningkatnya kapasitas

individu dan kapasitas lembaga, diharapkan indeks resiko bencana tanah longsor di

wilayah penelitian dapat dikurangi.

Kata Kunci: Bencana Tanah Longsor, kapasitas masyarakat, Kabupaten Tasikmalaya

51

KAJIAN PEMNFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN

KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN

PERMEN PU NO.22/PRT/M/2007

Thema Arrisaldi(1)

, Rokhmat Hidayat(1)

,

1) Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat, Jl. Sopalan Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta 55282,

Indonesia. Email: [email protected]

ABSTRAK

Karangkobar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara dengan

potensi gerakan tanah yang tinggi. Dalam mengurangi risiko bencana gerakan tanah

Kementerian Pekerjaan Umum memiliki metode pemetaan potensi gerakan tanah

menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 tentang

penataan ruang kawasan rawan bencana longsor. Peraturan tersebut memiliki 7

parameter dengan memiliki bobot pada subparameternya, yaitu kelerengan (30%), curah

hujan (15%), tataair lereng (7%), batuan penyusun lereng (20%), kegempaan (3%),

vegetasi (10%), dan kondisi tanah (15%). Ke tujuh parameter tersebut dilakukan overlay

menggunakan software ArcMap. Berdasarkan hasil overlay didapatkan bahwa dengan

Metode pemetaan tanpa modifikasi didapatkan 95,8% luasan terletak pada zona

ancaman gerakan tanah tinggi, 4,19% terletak di zona ancaman gerakan tanah sedang,

0,01% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah rendah. Hasil overlay pada

metode pemetaan yang sudah dimodifikasi didapatkan 0,48 % luasan terletak pada zona

ancaman gerakan tanah rendah, 77,07 % luasan terletak pada zona ancaman gerakan

tanah sedang, dan 22,45% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah tinggi.

Wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi mutlak difungsikan untuk kawasan lindung

sehingga tidak layak untuk dibangun. Untuk zona dengan tingkat kerawanan sedang

dan rendah masih dapat difungsikan sebagai kawasan budi daya secara terbatas atau

kawasan budi daya yang dikendalikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

Kata kunci : gerakan tanah, Karangkobar, Potensi, Metode pemetaan gerakan tanah,

longsor

52

EVALUASI RENCANA PENGEMBANGAN AEROTROPOLIS DI PESISIR

KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA

Randy Alihusni Wardana, Reosa Andika Firmansyah, Indra Laksana

Mahasiswa Magister Geoinformation for Spatial Planning and Disaster Risk

Management, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta – 55281,

email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Seperti konsep kota metropolitan, bandara Temon akan terbangun sebagai pusat

aerotropolis juga memiliki kawasan pinggir kota yang akan ikut berkembang. Bandara Temon dibangun diatas lahan yang rawan akan bencana tsunami. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengembangan Aerotropolis di

Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, terhadap dampak bencana

Tsunami yang ada di kawasan Bandara New Yogyakarta International Airport. Risiko

bencana berkelanjutan dianalisis dengan menggunakan metode skoring terhadap

parameter risiko Tsunami seperti kondisi penggunaan lahan, jaringan jalan, drainase,

kepadatan penduduk, luas area pantai, kemiringan lereng, kondisi geologi, dan potensi

bencan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan yang rencananya akan dijadikan

kawasan Aerotropolis memiliki potensi bencana Tsunami dikarenakan letaknya yang

berada di pesisir pantai selatan Yogyakarta dan berhadapan langsung dengan Samudra

Hindia. Kesiapan kawasan Aerotropolis dalam menghadapi potensi bencana Tsunami

dapat dilakukan dengan meminimalisir potensi kerusakan yang disebabkan oleh

tsunami. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat suatu

kawasan terbangun yang tahan Tsunami, seperti membuat lantai evakuasi pada bagian

atas bangunan yang cukup luas, pembuataan rute jalur evakuasi yang cepat, penataan

ruang aerotropolis, dll. Dengan memasukan pertimbangan bahaya dalam penyesuaian

rencana pembangunan maka tingkat kerentanan pada kawasan Aerotropolis terhadap

Tsunami dapat di minimalisir.

Kata Kunci: Risiko, Tsunami, Aerotropolis, Bandara

53

KARAKTERISTIK DEBIT BANJIR PADA DAS KECIL

KASUS DI DAS SEMPOR, SLEMAN

Baina Afkril1 , M. Pramono Hadi

2 dan Slamet Suprayogi

3

1Universitas Papua, email:[email protected]

2Universitas Gadjah Mada, email: [email protected]

3Universitas Gadjah Mada, email: [email protected]

ABSTRAK

Karakteristik banjir suatu sistem sungai dapat digunakan untuk mengetahui risiko

terjadinya banjir bandang. Karakteristik banjir tegantung beberapa faktor internal dan

eksternal. Internal meliputi kahateristik DAS, Sistem bangunan air, penggunaan lahan.

Sedangkan faktor eksternal adalah karakteristik hujan, yang mana data ini mempunyai

ketidakpastian yang tinggi. Karakteristik debit banjir dapat diidentifikasi melalui

hidrograf aliran pada keluaran DAS. Tujuan tulisan ini adalah (1) membangun sangkutan hubungan debit-kedalaman berdasarkan pengukuran kedalaman aliran

kontinyu untuk simulasi hidrograf aliran pada tiap kejadian banjir; (2) mengkaji

karakteristik banjir melalui hidrograf aliran yang dibangun. Kajian dilakukan pada

sebuah alur aliran di hulu DAS Sempor, D.I. Yogyakarta, dengan luas wilayah kajian ±

1.5 km2. Kedalaman aliran runtun waktu (interval 5 menitan) diperoleh dari rekaman

dua alat pencacah level air otomatis (hulu dan hilir) berjarak ± 7 m. Debit alir dihitung

menggunakan metode kemiringan-luasan kontinyu. Sangkutan logaritmik diterapkan

untuk memperoleh hubungan debit-kedalaman. Karakteristik banjir dikaji berdasarkan

pola hidrograf aliran dan pola histogram curah hujan. Hubungan debit-kedalaman pada

alur kajian berdasarkan 6 kejadian banjir terukur adalah 5.086xH1.436

dan 5.88xH1.86

untuk sekmen hilir dan hulu secara berurut. Pola hidrograf aliran cenderung mengikuti

pola histogram curah hujan, di mana perubahan-perubahan intensitas curah hujan dalam

sebuah kejadian memberikan beberapa debit puncak dengan waktu menuju puncak

yang bervariasi. Diperoleh pula bahwa dengan intensitas curah hujan yang hampir

sama, puncak banjir tercapai lebih cepat pada durasi hujan sinkgat, namun debit

puncaknya lebih kecil serta kurva pemulihan pun lebih cepat. Disimpulkan bahwa, (1)

sangkutan debit-kedalaman yang dihasilkan dapat diterapkan untuk menyimulasikan hidrograf aliran untuk pengukuran kontinyu tunggal baik di hilir maupun hulu pada

lokasi yang sama dengan asumsi geometri sekmen alur tidak berubah secara signifikan,

(2) karakteristik debit banjir pada wilayah kajian mengikuti pola curah hujan dengan

tanggapan yang berbeda terkait intensitas curah dan durasi hujan.

Kata kunci: debit-kedalaman, kemiringan-luasan, banjir, kontinyu, hidrograf,

curah hujan

54

DAMPAK PENYEDOTAN AIR TELAGA DALAM USAHATANI KENTANG DI

TELAGA PENGILON-DIENG, WONOSOBO

C. Yudi Lastiantoro1 , S. Andy Cahyono

2 dan Pamungkas B Putra

3

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Email: [email protected]

ABSTRAK

Telaga Pengilon merupakan salah satu telaga dari dua telaga yang berdampingan; yaitu

Telaga Warna danTelaga Pengilon. Kedua telaga merupakan tempat wisata alam yang

berada di Daerah Pegunungan Dieng Jawa Tengah (ketinggian diatas 2.000 meter dpl).

Namun saat ini, air telaga Pengilon banyak disedot untuk pertanian tanaman kentang

sehingga mengancam keberlanjutan Telaga Pengilon. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui dampak penyedotan air Telaga Pengilon yang digunakan untuk usahatani

kentang oleh penduduk di Desa Jojogan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo,

Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam

dengan petani kentang. Lokasi penelitian di Desa Jojohan, Kecamatan Kejajar,

Kabupaten Wonosobo. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penyedotan air telaga berdampak positif dan negatif terhadap

Telaga Pengilon. Dampak positif antara lain peningkatan pendapatan petani kentang

terutama pada musim kemarau, dengan keuntungan rerata sebesar Rp 17.602.100 per

0,45 ha per 4 bulan, menurunkan pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan pelaku

pertanian kentang. Dampak negatif penyedotan air telaga antara lain air telaga Pengilon

menyusut sehingga tidak ada pasokan air untuk telaga Warna sehingga wisatawan

kecewa berkunjung ke Telaga Warna karena airnya sedikit dan berbau belerang,

pencemaran oli dari mesin pompa air, pencemaran pupuk kimia (12 kw/ha) dan

pestisida (300 l/ha) karena overdosis pemupukan dan pestisida usahatani kentang.

Kata kunci: penyedotan air, telaga, kentang, pupuk anorganik, pestisida

55

IDENTIFICATION OF URBAN CLIMATE CHANGE

(STUDY CASE JAKARTA CITY)

Dadang Subarna

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional,

email: [email protected]

ABSTRACT

Temperature plays a major role in detecting climatic change brought about by

urbanization and industrialization. Most climatic impact studies rely on changes in

means of meteorological variables such as temperature and rainfall. This paper attempts

to study the temporal and spatial changes in average of surface air temperature and

rainfall over Jakarta City during the last century in the period 1901–2007. The data used

in this study were taken from the Jakarta Climatolgy Station with the reasons are good

quality, long records and a little missing or blank data and the worldclim. The methods

employed are statistic descriptics including a description of the type of probabilistic

model chosen to represent the monthly mean surface air temperature and rainfall time

series. The long-term change in temperature and rainfall has been evaluated by Mann-

Kendall trend test method and linear trend statistic. The evaluated spatial rainfall came

from 1 km resolution of GCM to get the average 1950-2000, 2041-2060 and 2061-

2080 periods. The results of the Mann-Kendall trend test agreed with the statistical

linear trend test for temperature but it‟s not agreed for the rainfall. During the last 100

years, data observations from the station indicate that the monthly mean of surface air

temperature in the Jakarta City increased about the rate of 0.152°C decade–1

and show a

continuous increase of the average. The monthly mean rainfall in wet season (December, January, February) show a change in the pattern, average and variation. The

probability density function of rainfall is changed to Logistic Distribution by mean and

standard deviation of 285 mm and 67 mm respectively in the last 30 years period, from

Gamma (2) Distribution by mean and standard deviation of 264 mm and 79 mm

respectively in the first 30 years period also slightly increase as linear trend. Based on a

linear regression model, the mean of surface air temperature over Jakarta City is

estimated around 28.5oC in 2050 and 29.23

oC in 2100 also based on RCP Scenarios is

shown the monthly spatial rainfall change in wet season over Jakarta by anomaly ranges of 2.7 mm to 32.3 mm.

Keywords: Variability, Surface Air Temperature, Rainfall, Trend, Mann-Kendall,

Climate Change

56

DINAMIKA URBAN SPRAWL TERHADAP KERENTANAN BENCANA

BANJIR PADA WILAYAH KECAMATAN KARTASURA

Dahroni1, Suharjo

2, Miftahul Arozaq

3, Baharudins Syaiful A.

4

1 Dahroni, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email:[email protected]

2 Suharjo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

3 Miftahul Arozaq, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:[email protected]

4 Baharudin Syaiful Anwar, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:

[email protected]

ABSTRAK

Perubahan morfologi perkotaan yang meluas secara acak dan tidak terkendali (urban

Sprawl) pada wilayah kecamatan Kartasura mengakibatkan transformasi fisik dan

sosial, Perubahan jumlah rasio area terbangun pada wilayah tersebut sebesar 19%

sebagai akibat perubahan penggunaan lahannya, memberikan dampak kemacetan,

degradasi lahan, ancaman, kerentanan bahkan risiko bencana yang mengarah

ketidakberlanjutnya suatu tatanan fisik permukiman dan sosial pada wilayah tersebut.

Tujuan penelitian mengetahui sejauhmana perkembangan keruangan, karakeristik sosial

ekonomi dan ekologi di daerah urban Sprawl kaitanya dengan kerentanan bencana

banjir. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode survei dan

pengolahan data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis, memanfaatkan data

citra satelit dan data sekunder. Hasil penelitian mengambarkan peta pengunaan lahan

wilayah kartasura dengan peningkatan lahan tertutup adalah 4,8% per tahun yang mengakibatkan penurunan kapasitas resapan, pusat pertumbuhan ekonomi yang

mengalami peningkatan, penataan wilayah zonasi permukiman dan penataan fasilitas

yang menyebar seperti rumah sakit, terminal dan pusat perbelanjaan, serta penataan

trasportasi umum yang terintegrasi dengan kota Surakarta dengan adanya BST (batik

solo trans). Kesimpulan kecamatan Kartasura mengalami alih fungsi lahan yaitu

pergesaran lahan pertanian menjadi permukiman yang berdampak banjir karena

kurangnya resapan dan terjadi perubahan aktivitas sosial ekonomi, dan laju

transformasinya tidak merata.

Kata kunci: UrbanSprawl, perubahan lahan, penataan ruang.

57

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN

PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

Esa Bagus Nugrahanto

1Balai Penelitian dan Pengambangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(BPPTPDAS) Surakarta, email: [email protected]

ABSTRAK

Persentase luas penutupan hutan dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) akan

mempengaruhi fungsi dari hutan dalam mengatur tata air dalam DAS. Keberadaan

hutan sangatlah penting di suatu DAS karena hutan berperan dalam mengurangi erosi

yang berbanding lurus dengan tingkat sedimen yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui tingkat sedimen yang terjadi di Sub DAS Cemoro dan Sub DAS

Gagakan yang memiliki persentase penutupan hutan yang berbeda. Penelitian dilakukan

dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dengan cara mengukur dan mengamati

tinggi muka air (TMA) harian dan mengambil contoh air di Sub DAS Cemoro dan Sub

DAS Gagakan. Hasil penelitian menunjukan Sub DAS Cemoro yang memiliki

persentase penutupan hutan 99,70% memiliki rata-rata sedimen tiap bulan sebesar 0,91

ton/ha. Sub DAS Gagakan dengan persentase penutupan hutan 81,97% menghasilkan

sedimen tiap bulan sebesar 1,09 ton/ha. Meskipun hasilnya tidak terlalu berbeda jauh,

namun luasan dari kedua sub DAS yang diteliti sangat berbeda jauh. Sub DAS Cemoro

hanya memiliki luas 1347,1 ha, sedangkan Sub DAS Gagakan memiliki luas 5966,9 ha.

Hal ini menunjukan bahwa persentase luas penutupan hutan suatu DAS berpengaruh

terhadap sedimen yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan di dua sub DAS

tersebut, menunjukan bahwa semakin besar persentase luas penutupan hutan maka tingkat sedimen yang dihasilkan akan semakin rendah.

Kata kunci: sedimen, DAS, penutupan hutan

58

AKUISISI POTENSI WILAYAH BATUANGUS SEBAGAI GEOPARK

VULKANO MARINE PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA PADA

PEREKAMAN FOTO CONDONG

Farid Ibrahim,1,3

, Megha Dharma Putra4, Fiqih Astriani

3, Theresia Retno Wulan

2,

Nicky Setyawan2, Dwi Sri Wahyuningsih

4, Gianova Andika Putri

,8, Edwin Maulana

1,5, ,

Fajrun Wahidil Muharram6, Bernike Hendrastuti

1,7,

, Wico Nandiyanta Mulia

1 , Tri

Raharjo1

1Parangtritis Geomaritime Science Park

2Badan Informasi Geospasial

3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS

4Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM

5Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM

6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM

7Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, UGM

8Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Diponegoro

Surel : [email protected]

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara dengan keragaman bentuk lahan yang kompleks.

Keragaman bentuk lahan yang dimiliki indonesia ini dapat menjadi destinasi

geodeversity yang mampu berperan sebagai laboraturium alam. Di Indonesia, masih

banyak daerah yang memiliki geodeversity eksotis namun tidak populer oleh wisatawan

baik dalam negeri apalagi mancanegara. Wilayah Batuangus yang berada di lereng

Gunung Tangkoko merupakan salah satu kekayaan alam morfologi yang mahal. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 1049/Kpts/UM/12/81 menetapkan kawasan Cagar

Alam Gunung Tangkoko Batuangus sebagai Taman Wisata Batuangus serta pantai

kastuarinyanya sebagai Taman Wisata Batuputih. Bentukan lahan vulkanik marine yang

berada di pesisir Selat Lembeh menjadi dinamika yang menarik untuk dikaji guna

menilai potensi dan nilai jual objek wisata. Metode yang digunakan dalam kajian ini

adalah penginderaan jauh dan survei lapangan. Pemotretan condong menunjukkan

kawasan ini merupakan medan lava yang ditandai dengan Bentukan dan lereng yang

curam hingga landau dan penutup lahan berupa savana. Keasrian kawasan ini dari sisi geologi dan hayati menjadi potensi unggulan sebagai objek geodiversity. Perlu adanya

publikasi lebih intensif guna mengembangkan kawasan ini sebagai geoheritage vulkano

marine sehingga dapat menjadi entitas konservasi cagar alam geodiversity. Masyarakat

dan peneliti tidak hanya mengkaji dengan literature saja, akan tetapi masyarakat

Indonesia masih memiliki laboraturium alamnya, selain juga mampu menjadi asset

pariwisata berbasis ekowisata.

Kata Kunci: Gunung Tangkopo, Cagar Alam Batuangus, Geodeversity, Geopark

59

DROUGHT RISK ASSESSMENT FOR RESOURCE MANAGEMENT

TOWARDS RESILIENT-DEVELOPMENT IN EROMOKO DISTRICT,

WONOGIRI REGENCY, CENTRAL JAVA

Fatah Yogo Yudhanti

1M. Sc. Programme Geo-information for Spatial Planning and Risk Management,

Faculty of Geography, Universitas Gadjah Mada, email:

[email protected]

ABSTRACT

Eromoko is a drought-prone district in Wonogiri Regency, Central Java, thanks to the

karst landform and steep topography that dominate almost half of district‟s area. Drought usually hits the district during the dry season and harm many sectors,

especially agriculture, household, and health. However, the level of drought risk is

different in each part of the district. It depends on the hazard, vulnerability, and

adaptive capacity aspects of each region. This research aims to generate drought risk

map based on those aspects then identify the high-risk zone where resources urgently

need to be managed towards resilient-development. All information analyzed in this

research were obtained from secondary data. Combination between qualitative and

quantitative analyses, as well as rank method were then applied to it. Drought hazard

map was generated from geological, soil, and elevation maps. Social vulnerability map

was generated from population density, disability ratio, and sex ratio maps. Economic

vulnerability map generated from paddy field ratio and dry field ratio maps. Adaptive

capacity map was generated from educated people ratio. Social vulnerability, economic

vulnerability, and adaptive capacity maps were then overlayed and resulting a drought

vulnerability map. Drought risk map was obtained by integrating hazard and vulnerability maps using rank method. Suitable resource management for high-risk area

was then analyzed by considering the entire risk aspects. The drought risk assessment

result successfully identified Basuhan, Pucung, Ngandong, Tempur Harjo, Panekan,

and the northwest part of Pasekan as the high-drought risk zone. The risk in Basuhan

and Pucung is mainly controlled by geological, soil, and topographical conditions; low

educational level; as well as the high dependency on agricultural sector. Topographical

conditions and high dependency on agricultural sector are the main risk factors in

Ngandong and Tempur Harjo Villages. Risk level in Panekan is mainly controlled by high dependency on agricultural sector, as well as high ratio of disability and sex ratio.

As for the case of Pasekan, geological and soil conditions are the main factors. Finally,

different resource management based on critical risk factors in each area is

recommended by this reasearch in order to achieve resilient-development in Eromoko

District.

Keywords: drought, risk assessment, resource management, resilient-

development, Eromoko

60

KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM PERINGATAN DINI INDIVIDU

DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI

DI KECAMATAN WONOGIRI

Febriyana Niken Yuliartika1, Dheya Amalia Larasati

2, Septia Mahadeka Putri

Sehan3, Angel Okctaviana

4 , dan Septian Briantama Alfredo

5

1,2,3,4,5

Mahasiswa Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. YaniTromolPos 1 Pabelan

Surakarta, Pabelan-57169 Telp:0271-717417, email:

[email protected]

ABSTRAK

Kecamatan Wonogiri merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten

Wonogiri yang berada di selatan Pulau Jawa, aktivitas lempeng tektonik di selatan

Pulau Jawa serta kondisi geografisnya yang dilalui jajaran formasi gunung api menjadi

faktor penyebab wilayahnya rawan gempa bumi. Salah satu wilayah yang berpotensi

terjadinya gempa bumi adalah Kecamatan Wonogiri yang terletak di Kabupaten

Wonogiri. Kabupaten Wonogiri mempunyai skor indeks risiko bencana gempa bumi

sebesar 146 dengan kelas risiko “tinggi”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wonogiri dengan jumlah sampel 286 keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui tingkat pengetahuan sistem peringatan dini individu dan rumah tangga

dalam menghadapi bencana gempa bumi di Kecamatan Wonogiri. Metode penelitian

menggunakan random sampling method dan pengumpulan data menggunakan

kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan sistem peringatan dini terhadap bencana

gempa bumi masyarakat di Kecamatan Wonogiri termasuk kategori “rendah” dengan indeks rata-rata 56.

Kata Kunci: pengetahuan sistem peringatan dini, gempa bumi, masyarakat.

61

KOMISI C

Konstribusi bidang pendidikan untuk

pengelolaan sumberdaya wilayah

62

IMPLEMENTASI SIG DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN ADOBE

FLASH BERBASIS EARTHCOMM TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL

DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MATA PELAJARAN

GEOGRAFI (Pokok Bahasan: Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat

Dinamika Hidrosfer Kelas X SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017)

Achmad Nur Hidayaht1, Sarwono, Yasin Yusup

2

1Universitas Sebelas Maret, email: [email protected] 2 Universitas Sebelas Maret, email: [email protected]

ABSTRAK

Integrasi sistem informasi geografi (SIG) kedalam dunia pendidikan menciptakan

pengaruh besar dalam kegiatan pembelajaran, salah satu peningkatan mutu

pembelajaran seperti multimedia pembelajaran yang mampu mewadahi materi

kontekstual dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi sistem informasi geografi

(SIG) yang lebih efisien. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui efektivitas SIG dalam

multimedia pembelajaran adobe flash berbasis EarthComm terhadap kemampuan

spasial peserta didik, 2) Mengetahui efektivitas SIG dalam multimedia pembelajaran

adobe flash berbasis EarthComm terhadap motivasi belajar peserta didik

Penelitian ini termasuk jenis quasi eksperimen. Populasinya adalah seluruh kelas

X SMA MTA Surakarta tahun ajaran 2016/2017. Sampel menggunakan Cluster

Sampling, sampel terpilih adalah kelas X IPS 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas X

BB 1 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data kemampuan spasial peserta didik

menggunakan teknik tes, dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda, untuk data motivasi

belajar peserta didik menggunakan angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

Analisis data yang digunakan adalah statistik parametrik dengan bantuan SPSS 19.0 for

windows yaitu uji ANAVA satu arah pada taraf signifikasi 5%.

Hasil analisi data pada uji statistik parametrik menggunakan SPSS 19 diperoleh

nilai sig 0.00 dengan F 19.12 menujukan perbedaan yang signifikan, nilai rata-rata

kemampuan spasial kelas eksperimen (X IPS 4) yaitu 84,38 lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol (X IBB 4) yaitu 76,88. Sedangkan data motivasi belajar diperoleh nilai sig

0.00 dengan F 15.888 menujukan perbedaan yang signifikan, nilai rata-rata kelas eksperimen (X IPS 4) yaitu 123,85 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (X IBB 4)

108,91. Nilai rata-rata motivasi belajar kelas eksperimen masuk dalam kategori tinggi,

sedangkan kelas kontrol masuk dalam kategori sedang.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) efektivitas SIG

dalam multimedia interaktif adobe flash berbasis EarthComm mampu memberikan hasil

positif terhadap kemampuan spasial peserta didik, 2) efektivitas SIG dalam multimedia

interaktif berbasis EarthComm mampu memberikan hasil positif terhadap motivasi

peserta didik.

Kata kunci: SIG, Adobe Flash, Multimedia, EarthComm, Kemampuan Spasial

63

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP

KESIAPSIAGAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KELURAHAN

GIRITIRTO KECAMATAN WONOGIRI

Setty Maryanti

1, Endang Lestari

2, Wahyu Putri

3,Astria Risa Wardani

4, dan Faza

Harits5

1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 5Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

bencana tanah longsor ditinjau dari pendidikan dan kesiapan masyarakat secara

keseluruhan. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba. Salah satu jenis bencana alam seperti tanah longsor, hampir tidak dapat diperkirakan secara akurat. penelitian ini untuk

menentukan hubungan pendidikan dengan tingkat kesiapsiagaan bencana tanah longsor

di Kelurahan Giritirto Kecamatan Wonogiri. Teknik penelitian yang digunakan yaitu

survei dengan menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang didapat dalam penelitian

ini sebanyak 190 KK dengan teknik simpel random sampling. Teknis analisis data

tingkat kesiapsiagaan bencana masyarakat atau individu menggunakan perhitungan

indeks rata-rata kesiapsiagaan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kesiapsiagaan bencana tanah longsor menggunakan metode analisis

korelasi. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kesiapsiagaan bencana termasuk

kategori “rendah” dengan persentase 72%.Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana tanah longsor di Kelurahan Giritirto Kecamatan

Wonogiri mendapatkan nilai korelasi product moment r=1,0 termasuk kategori sangat

tinggi.

Kata kunci : tingkat pendidikan, kesiapsiagaan, tanah longsor

64

KONSEP HIDUP CATUR GURU BAGI SUKU TENGGER DALAM

PENUNDAAN USIA PERNIKAHAN DI DESA NGADISARI PROBOLINGGO

Alfyananda Kunia Putra1, Singgih Susilo

2, Sumarmi

3

1 Universitas Negeri Malang, email: [email protected] 2Universitas Negeri Malang, email:[email protected]

3Universitas Negeri Malang, email:[email protected]

ABSTRAK

Pernikahan dini merupakan akibat dari rendahnya angka partisipasi murni anak di

usia 16-18 tahun yang merupakan usia anak di jenjang Sekolah Menengah Atas atau

sederajat. Angka pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo bulan Januari hingga Mei

2016 sejumlah 1.811 pernikahan dini atau rata-rata perbulan terjadi 362 pasangan.

Penundaan usia pernikahan akan memberi kesempatan kepada remaja untuk lebih

matang secara psikologis dan kesehatan. Suku Tengger memiliki nilai-nilai kearifan

lokal dalam penundaan pernikahan dini di Desa Ngadisari Probolinggo. Masyarakat

suku tengger yang mayoritas beragama Hindu dan sangat berpegang pada adat istiadat dan sistem kepercayaan (beliefs systems). Salah satu konsep hidup yang diyakini oleh

masyarakat Suku Tengger yakni konsep Catur Guru sebagai kunci pengurangan kasus

pernikahan dini. Catur Guru mempunyai empat bagian. Empat konsep hidup ini harus

dihormati dan dihargai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep catur guru bagi

suku tengger di Desa Ngadisari dalam penundaan usia perkawinan. Metode dalam

penelitian ini yakni kualitatif dengan perspektif fenomenologi. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa masyarakat Suku Tengger memiliki cara dalam menunda usia

pernikahan melalui konsep Catur Guru atau empat guru kehidupan. (1) Guru Swadyaya

atau Tuhan, sebagai suku yang memegang ajaran tuhan dan adat dari para leluhur.

Secara adat, dalam pernikahan suku tengger banyak proses adat yang harus dilewati,

mulai dari penentuan garis keturuan, penentuan hari baik oleh keluarga, kepala desa

dan dukun adat. Semua pernikahan tercatat dalam kalender Suku Tengger, dimana

dalam satu bulan hanya boleh melakukan 4 resepsi pernikahan. Adanya peraturan adat

dapat menunda usia pernikahan sampai 2 tahun karena masyarakat harus menunggu

antrian pernikahan (2) Guru Wisesa atau pemerintah, suku tengger sangat menghargai,

menghomati dan menurut kepada pemerintah. Kepala Desa Ngadisari membuat aturan

tidak boleh menikah sebelum lulus SMA atau mempunyai ijasah SMA. (3) Guru

Rupaka atau orang tua, memiliki peran penting sebagai media pembelajaran utama

untuk anaknya agar tidak menikah di usia muda di dalam masyarakat Suku Tengger,

dan (4) Guru Pengajian atau guru di sekolah, memiliki peran sebagai pembuka

wawasan bagi anak-anak suku tengger tentang dampak pernikahan dini yang selelu

bekerja sama dengan pemerintah desa. Hingga saat ini pernikahan dini di Suku Tengger Ngadisari sudah tidak ada.

Kata kunci: Pernikahan dini, Catur Guru, Penundaan usia perkawinan.

65

TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI SUMBERDAYA

TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH LONGSOR DAN GEMPA BUMI DI

KECAMATAN WONOGIRI

Latifah Widya Asri[1]

, Muhammad Farid Prakosa[2],

Eva Yunita Damastuti[3]

, dan

Al Verdad Cadhika Agustino[4]

1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung

secara perlahan. Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Hal ini

terbukti dari berbagai hasil penelitian tentang risiko bencana. Tujuan penelitian ini

adalah mengetahui tingkat pengetahuan parameter mobilisasi sumberdaya terhadap

bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Wonogiri. Metode

penelitian yang digunakan adalah random sampling method dan pengumpulan data

kuisioner. Populasi penelitian adalah 5 Kelurahan di Kecamatan Wonogiri dengan

sebanyak 756 sampel. Hasil Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Wonogiri pada

indikator Mobilisasi Sumberdaya (RMC) terlihat bahwa tingkat partisipasi mobilisasi

sumberdaya terkait bencana tanah longsor lebih tinggi dengan nilai rata-rata 36,35 ,

disusul dengan bencana banjir dengan nilai rata-rata 36,33 dan terendah pada bencana

gempa bumi dengan nilai rata-rata 36,30. Keseluruhan tingkat pengetahuan masyarakat

terhadap parameter mobilisasi sumberdaya pada ketiga bencana termasuk dalam

katagori “RENDAH”.

Kata kunci: mobilisasi sumberdaya, banjir, tanah longsor, gempa bumi

66

TINGKAT PENGETAHUAN KEBENCANAAN MASYARAKAT TERHADAP

BENCANA BANJIR DI DESA KARANG TENGAH

Siti Azizah Susilawati1)

, Hasna Nisrina2)

, Arif Fauzan3)

, Gufron4)

, Novi Yuli

Lestari5)*

Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

*Email korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan

Karang Tengah, Kabupaten Sragen mengenai bencana banjir. Metode penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif presentase. Obyek penelitian ini adalah

Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen, sampel yang di ambil sebanyak 157

orang dengan menggunakan proposional random sampling. Teknik pengumpulan data

ini menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan kuesioner/angket yang diberikan

kepada responden dengan menjawab beberapa pertanyaan. Validitas menggunakan uji

korelasi internal dengan menggunakan Product Moment. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Karang Tengah,

Kabupaten Sragen tentang bencana banjir termasuk dalam tingkat tidak baik karena

memiliki nilai sebesar 1,81%.

Kata Kunci: Bencana, Banjir, Pengetahuan, Masyarakat, Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen

67

GEOPOLITIK SAWIT

Juniawan Priyono dan Purnomo Yusgiantoro

Universitas Pertahanan,

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebijakan Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi terhadap produk minyak

kelapa sawit dan melarang impor biodiesel berbahan dasar sawit direspon keras oleh

Pemerintah Indonesia. Parlemen Uni Eropa berpendapat bahwa agroindustri sawit

menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, isu pekerja anak, hingga

pelanggaran HAM. Kebijakan pelarangan dianggap Pemerintah Indonesia merupakan

bagian dari kampanye negatif karena produk sawit yang murah menjadi penghambat

kemajuan agroindustri minyak nabati asli Eropa seperti minyak kanola, biji bunga

matahari, dan kedelai. Apakah sebenarnya persoalan besar di belakang “perang sawit”? Untuk melakukan kajian digunakan metode penelitian deskriptif analitik perspektif

geopolitik dengan menganalisis data sekunder terkait. Geopolitik sebagai metode

analisa hubungan internasional merupakan alat bagi penentuan kebijakan realis sebuah

negara. Menurut data dari Dewan Minyak Sawit Indonesia, pada tahun 2013, kebutuhan

dunia akan minyak nabati mencapai 162,8 juta ton; dan diperkirakan meningkat hingga

315,2 juta ton (2030) disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dunia dan peralihan

sumber energi dari fosil ke biofuel. Saat ini, pemenuhan kebutuhan minyak nabati dunia

berasal dari minyak sawit (36,1%) dan minyak kedelai (27,4%). Kontribusi minyak

sawit yang cukup besar disebabkan oleh produktivitas tanaman sawit yang lebih tinggi

dan masih tersedianya lahan di daerah tropis untuk perkebunan kelapa sawit. Pada tahun

2050 diperkirakan jumlah penduduk dunia mencapai sepuluh miliar sehingga memerlukan tambahan pangan sebesar 70 persen dibandingkan sekarang. Krisis pangan,

air, dan energi berpotensi menjadi pemicu terjadinya konflik, terutama jika dunia gagal

mengolah sumber-sumber yang ada sehingga menyulut peperangan. Setiap bangsa

memandang perang dengan interpretasi yang berlainan. Bagi bangsa yang memandang

perang sebagai alat yang baik, tinjauan tersebut dimaksudkan untuk mencari cara

bagaimana menjalankan perang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan politik.

Keinginan Indonesia menjadikan agroindustri sawit sebagai industri unggulan yang

memiliki posisi tawar membutuhkan perjuangan keras. Beberapa isu mesti diperjuangkan: regulasi perdagangan yang bersifat diskriminatif terhadap produk CPO

dan turunannya serta bagaimana meyakinkan negara lain bahwa agroindustri sawit

merupakan produk ramah lingkungan. Inilah sebenarnya salah satu perang bangsa

Indonesia melalui diplomasi multilateral.

Kata kunci: geopolitik, perang sumber daya, sawit

68

ANALISA KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENDEKATAN MULTIDISPLINER

PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN DI

KABUPATEN WONOGIRI

Marhaendra Des’a Arba’a 1)

, Indri Yuniarsih2)

, Herdana Nurfitriani3)

, Aprilia

Euis Fathimah4)

, Evana Agustin5)

1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

5Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian dilakukan di Kabupaten Wonogiri yang mempunyai IPM menurut

Bappeda Litbang pada tahun 2014 terendah se-Eks Karisidenan Surakarta. Salah satu

Parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pendidikan, pendidikan

mempunyai peran penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan

mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan, pendidikan memberikan kontribusi

untuk mentransformasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan wilayah yang

berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pendidikan di

Kabupaten Wonogiri dan sebaran indikator pendidikan melalui pendekatan

multidispliner untuk pembangunan berkelanjutan. Metode penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif deskriptif dengan mendeskripsikan dan menggambarkan

indikator-indikator pendidikan dan non pendidikan ke dalam suatu kesinambungan yang

menghasilkan sebuah hasil kajian dalam penelitian ini. Hasil analisa kualitas pendidikan

di Kabupaten Wonogiri dengan pendekatan multidispiliner pada tahun 2014-2016,

ditunjukkan pada indikator angka partisipasi kasar mengalami peningkatan pada tahun

2014-2015 sebesar 27,26 %. Namun, terjadi adanya penurunan dari tahun 2015-2016

sebesar 0,3%. Angka partisipasi murni terdapat peningkatan pada tahun 2014-2015

sebesar 1 %, serta terjadi penurunan dari tahun 2015-2016 sebesar 0,60%. Kemampuan

membaca dan menulis huruf latin tahun 2014 sebesar 46,41%, dan pada tahun 2015

sebesar 47,55%. Jumlah angkatan kerja yang pada tahun 2014 dan tahun 2015

mengalami peningkatan, jumlah angkatan yang bekerja tahun 2014 dan 2015 sebesar

516.294 jiwa dan 505.043 jiwa. Jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan pada

tahun 2014 sampai tahun 2015 pun mengalami penurunan, pada tahun 2014

menunjukkan angka 18.431 jiwa dan tahun 2015 menunjukkan angka 16.015 jiwa.

Simpulan penelitian mengungkapkan bahwa mutu atau kualitas pendidikan yang

terdapat di Kabupaten Wonogiri mempengaruhi besarnya Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) di wilayah tersebut. Nilai IPM Kabupaten Wonogiri pada tahun 2014-

2016 mengalami peningkatan.

Kata Kunci: pendidikan, kualitas pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

69

KOMPETISI COVERAGE AREA SMA SWASTA DALAM PERSPEKTIF

LEFEBVRE DAN DE CERTEAU

Nasrudin

1Nasrudin, Mahasiswa S2 PKLH-Pendidikan Geografi UNS,

email: [email protected]

ABSTRAK

Sekolah merupakan tempat pelayanan pendidikan bagi penduduk. Penyediaan sekolah

seharusnya disesuikan dengan kondisi kebutuhan penduduk. Saat laju pertumbuhan

penduduk tinggi diimbangi dengan peningkatan laju pertumbuhan sekolah baru, begitu

pun saat laju pertumbuhan penduduk menurun seharusnya dikuti pengendalian

pendirian sekolah baru. Saat ini laju pertumbuhan penduduk terus menurun tetapi laju

pertumbuhan sekolah baru tidak segera turun. Di jenjang pendidikan atas pemerintah

membuat perencanaan dan kebijakan memperluas dan mendirikan SMK baru. Di sisi

lain masyarakat merintis banyak sekolah baru bernuansa Islam Terpadu (IT) dan

sejenisnya mulai dari jenjang SD sampai SMA.

Situasi tersebut menyebabkan timbulnya kompetisi antar sekolah semakin meningkat.

Secara keruangan sekolah merupakan pusat pelayanan pendidikan untuk melayani

sebuah coverage area tertentu. Kompetisi antar sekolah dalam perspektif keruangan

adalah persaingan memperebutkan coverage area. Makalah ini bertujuan untuk

mengungkap pola persaingan ruang pada jenjang sekolah menengah atas dalam

perspektif teori produksi ruang-Lefebvre dan taktik mencapai keseimbangan menurut

De Certeau.

Pola hubungan sekolah-sekolah dan pemerintah masih dipengaruhi oleh kapitalisme. Kapitalisme mengambil ruang untuk dikapitalisasi, tidak hanya ruang fisik tetapi juga

ruang “pengaruh” atau coverage area dari sekolah. Coverage area dikendalikan

melalui regulasi pemerintah terkait kebijakan pengendalian SMA dan perluasan SMK.

Perluasan SMK terkait erat dengan kepentingan kapitalisme di bidang penyediaan

tenaga kerja industri. Titik tekan kebijakan tersebut sebenarnya mengarah ke arah

keberadaan SMA, terutama SMA swasta . Terdapat tiga tipe SMA swasta dengan nasib

berbeda. Pertama, SMA dengan coverage area sempit akan digiring untuk tutup atau

berubah menjadi SMK. Kedua, SMA swasta dengan coverage area luas dikondisikan untuk mempersempit pengaruhnya sampai ambang batas yang diperbolehkan. Ketiga,

SMA swasta dengan coverage area khusus bernuansa Islam Terpadu (IT) meloloskan

diri dengan taktik keislaman dan fullday. Penelitian ini memberikan ilustrasi bahwa

coverage area sekolah yang ruang hidup sekolah sudah dikapitalisasi. Alternatif untuk

tetap menghidupkan sekolah adalah berubah jadi SMK, bertahan dengan tetap

mengikuti aturan atau meloloskan dari tekanan kebijakan dengan taktik tertentu.

Kata kunci: Kompetisi, coverage area dan SMA swasta

70

ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN

PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

KABUPATEN WONOGIRI

Rahmat Riandi Suparno1, Ayuk Onita Sari

2, Alwi Mubarok

3,

Listi Vianita4, Ayun Trilas I

5

1Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]

2Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]

3Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]

4Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]

5Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting yang memberikan kontribusi

terbesar dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi

pendidikan pada suatu daerah menentukan program pembangunan pendidikan dalam

meningkatkan taraf pendidikan masyarakat yang diukur melalui perubahan dan

perkembangan dari pencapaian pendidikan yaitu angka partisipasi sekolah, angka buta

huruf, dan rata-rata lama sekolah yang termasuk didalam pendekatan sistem pendidikan.

Indikator pendekatan sistem pendidikan dibagi menjadi tiga kelompok: indikator input,

proses, dan output/dampak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pencapaiaan dan

perkembangan pendekatan sistem pendidikan di kabupaten Wonogiri. Metode penelitian

secara deskriptif kuantitatif untuk menggambarkan indikator input, proses dan output.

Indikator input berupa usia sekolah, rasio murid guru, dan sarana prasarana dan secara

jelas digambarkan pula indikator proses berupa persentase Angka Partisipasi Kasar

(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) serta indikator output yaitu melek huruf dan

angka putus sekolah. Sumber data diperoleh dari data sekunder dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian menunjukan indikator input berupa usia sekolah

untuk SD usia 7-12 tahun dengan rata-rata sebesar 69328 orang, jenjang SMP usia 13-

15 tahun rata rata-sejumlah 30339 orang, dan jenjang SMA dengan usia 16-18 tahun

sejumlah 20610 orang. Sedangkan rasio guru-murid selama tahun 2014-2017 pada

jenjang SD rata-ratanya 14 orang, untuk SMP sebesar 12 orang dan untuk SMA

sebanyak 12 orang . Adapun hasil analisa indikator proses diketahui bahwa persentase

Angka Partisipasi Kasar (APK) di SD rata-ratanya adalah 79%, SMP sebesar 78% dan

SMA sebesar 56% dan APM di sekolah SD sebesar 90%, SMP 77% dan SMA 47%

pada indikator output terlihat ada penurunan untuk angka melek huruf yaitu sebesar

25% dan angka putus sekolah sebesar 0,24 %. Simpulan analisa indikator input, proses

dan output pada wilayah Kabupaten Wonogiri telah tercapai dan perkembangannya

baik, berarti masyarakat di Kabupaten Wonogiri tingkat IPMnya sangat baik.

Kata kunci: pendidikan, rasio murid guru, angka partisipasi kasar (APK), angka

partisipasi murni (APM), Melek Huruf.

71

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA

BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN

WONOGIRI

Yunita Larasati1, Mayantika Humairoh Utami

2, Rosa Dwi Pramita

3, Roisyah

4, dan

Dicky Surya Putra Utama5

1Yunita Larasati, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

2Mayantika Humairoh Utami, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

3Rosa Dwi Pramita, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

4Roisyah, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

5Dicky Surya Putra Utama, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan kebencanaan merupakan suatu pendidikan yang penting bagi kehidupan

masyarakat, karena bencana merupakan suatu kejadian yang banyak memberikan

dampak negatif bagi kehidupan manusia. Meskipun pada suatu daerah tertentu sama

sekali tidak berpotensi terhadap bencana, namun pendidikan kebencanaan tetap harus

diterapkan, karena tidak menutup kemungkinan bencana akan datang kapan saja dan di

mana saja. Masyarakat harus memahami tentang apa itu bencana, baik banjir, gempa

bumi, dan tanah longsor. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten

Wonogiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan

masyarakat terhadap bencana banjir, gempa bumi, dan tanah longsor. Penelitian ini

menggunakan random sampling method dan pengumpulan data menggunakan

kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai

bencana banjir di Kecamatan Wonogiri termasuk dalam kategori “tinggi” mencapai nilai indeks 77. Pengetahuan masyarakat tentang bencana gempa bumi termasuk kategori

“rendah” dengan nilai indeks 69 sedangkan, pengetahuan masyarakat tentang bencana tanah longsor termasuk dalam kategori “sedang” dengan nilai indeks 71. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan masyarakat lebih mengetahui bencana banjir, karena

bencana banjir merupakan bencana yang umum bagi masyarakat setempat. Masyarakat

juga sudah mengetahui cara mencegah dan mengurangi dampak bencana banjir disetiap

kelurahan. Sementara bencana gempa bumi dan tanah longsor kurang diketahui

masyarakat, karena kedua bencana tersebut terjadi dalam intensitas yang cukup rendah

dan bencana tersebut lebih susah diprediksi.

Kata kunci: banjir, gempa bumi, tanah longsor.

72

PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN

DI KALIMANTAN SELATAN

(Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)

Norma Yuni Kartika

Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat noerma. unlam@yahoo. com

ABSTRAK

Pendidikan yang dimiliki perempuan merupakan satu dari sekian indikator kemiskinan. Seperti diketahui bersama pendidikan memiliki banyak manfaat dan

ketiadaan pendidikan membuat banyak kerentanan. Ketiadaan pendidikan perempuan

menjadi tolok ukur kualitas sumberdaya manusia di suatu daerah. Tujuan tulisan ini

adalah untuk mengetahui hubungan (1) pendidikan dengan usia perkawinan pertama

perempuan; (2) pendidikan dengan status pekerjaan perempuan; (3) pendidikan, usia

perkawinan pertama dan status pekerjaan perempuan dengan kemiskinan yang dialami

perempuan di Kalimantan Selatan?

Analisis data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

Tahun 2012 merupakan metode tulisan ini. Kemiskinan sebagai variabel dependent dan

pendidikan formal, usia perkawinan pertama dan status pekerjaan perempuan sebagai

variabel independent. Perempuan yang dianalisis adalah perempuan usia subur 15-49

tahun di provinsi Kalimantan Selatan.

Hasil dari uji regresi logistik linier adalah (1) perempuan yang tidak mengeyam

pendidikan formal menyebabkan 14,3 persen usia perkawinan pertamanya di bawah 16

tahun; (2) perempuan yang tidak mengeyam pendidikan formal menyebabkan 1,4

persen perempuan tidak bekerja; (3) kemiskinan disebabkan oleh 4,5 persen ketiadaan

pendidikan formal, usia perkawinan pertama di bawah 16 tahun 2 persen dan 0,9 persen

karena tidak bekerja. Agar sumber daya manusia khususnya perempuan di Kalimantan

Selatan memiliki kualitas yang baik perempuan wajib mengenyam pendidikan formal

minimal setara SMP/sederajat sesuai dengan program wajib pendidikan dasar 9 tahun,

mendewasakan usia perkawinan pertamanya agar memiliki daya saing dan kesempatan

bekerja sehingga mampu keluar dari kemiskinan.

Kata kunci: perempuan, pengelolaan, sumberdaya manusia

73

PARTISIPASI PENDIDIKAN

SISWA TINGKAT SD, SMP, SMA

DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014 – 2016

Dea Astriana1, Wiwin Daryanti

2, Novita Sari Putri

3, Eldiana Eisha Putri

4,

Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas5

1Dea Astriana, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

2Winin Daryanti, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

3Novita Sari Putri, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 4Eldiana Eisha Putri, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

5Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas, Pendidikan Geografi, email:

[email protected]

ABSTRAK

Pendidikan merupakan indikator pembangunan dan kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) suatu negara. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan disuatu negara

adalah tersedianya cukup sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu parameter

keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan

Angka Partisipasi Murni (APM) dalam mutu pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penduduk terhadap pendidikan

yang mendorong kemajuan bangsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif. Sumber data adalah data sekunder berupa data

yang diambil dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri Tahun 2014–2016. Angka

Partisipasi Kasar tahun 2014-2016 Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah

Menengah Atas mengalami penurunan dan kenaikan. Hasil analisis Angka Partisipasi

Kasar dan Angka Partisipasi Murni Tahun 2014-2016 menunjukkan, 1) Angka

Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Dasar mengalami

penurunan sebesar 20% dan 23%; 2) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Menengah Pertama mengalami kenaikan sebesar 20% dan 3%;

3) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Menengah

Atas mengalami kenaikan sebesar 7% dan 8%.

Kata kunci: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM)

74

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BENCANA DAN KESIAPSIAGAAN

MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOGIRI DALAM MENGHADAPI

BENCANA GEMPA BUMI

Aris Riski Fauzi1, Arini Hidayati

2, Dea Octarisma Subagyo

3, Sukini

4, dan Nizar

latif5

1Aris Riski Fauzi, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

2Arini Hidayati,Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

3Dea Octarisma Subagyo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email:

[email protected] 4Sukini, Pendidikan Geografi FKIP UMS , email: [email protected]

5Nizar Latif, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Masyarakat dituntut paham akan pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan terhadap

bencana yang akan terjadi diwilayahnya. Banyak masyarakat yang tidak megetahui

tingkat resiko dan ancaman bencana terutama gempa bumi didaerahnya. Pengetahuan

mengenai gejala bencana sekitar merupakan hal penting dalam kesiapsiagaan

masyarakat terhadap bencana. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang menunjukan

tingkat efektivitas respon terhadap bencana secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan

pada masyarakat kota di Kecamatan Wonogiri dengan jumlah sampel sebanyak 377 KK.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan bencana

daerahnya dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempa bumi didaerahnya.

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka analisis data penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penentuan responden menggunakan

random sampling method. Perolehan data ini menggunakan kuesioner yang harus diisi

dan diberikan langsung kepada responden. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan masyarakat termasuk kategori “sedang” dengan nilai indeks rata-rata 70,74

dan tingkat kesiapsiagaan masyarakat termasuk kategori “rendah” dengan nilai indeks rata-rata 53,56. Hubungan tingkat pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan masyarakat

terhadap bencana gempa bumi mendapatkan angka korelasi product moment sebesar

r=0,589 termasuk kategori “sedang”.

Kata kunci: pengetahuan kebencanaan, kesiapsiagaan, bencana gempa bumi

75

KOMISI D

Pengelolaan Sumberdaya Fisik #1

76

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN PADA

KAWASAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN TANAH

LAUT

Adnan Ardhana1, Pranatasari Dyah Susanti

2

1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan

E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo

Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102

Email: [email protected]

ABSTRAK

Komoditas unggulan yang akan dikembangkan pada suatu kawasan hutan sebaiknya

disesuaikan dengan sumberdaya pada suatu wilayah. Hal ini diperlukan agar

pengembangan komoditas tersebut memiliki nilai komparatif dan kompetitif sehingga

mampu meningkatkan perekonomian wilayah dengan mewujudkan hutan sebagai salah

satu sumber pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menetapkan

komoditas unggulan tanaman pangan pada setiap wilayah kecamatan yang berada dalam

kawasan KPH (Kawasan Pengelolaan Hutan) di Kabupaten Tanah Laut. Penelitian ini

merupakan penelitian diskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa jumlah

produksi pada komoditas tanaman pangan di 7 kecamatan dalam kawasan KPH Tanah

Laut, tahun 2010 dan 2016 yang berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah

Laut. Analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis

(SSA). Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa komoditas dengan nilai LQ >1 berdasarkan produksi pada tahun 2015 adalah: (1) padi ladang di Kecamatan Bajuin,

Jorong, Kintap dan Panyipatan, jagung di Kecamatan Bajuin, Batu Ampar, Jorong,

Pelaihari, Tambang Ulang dan Panyipatan; (2) ubi kayu di Kecamatan Pelaihari; (3) ubi

jalar di Kecamatan Bajuin, Jorong, dan Pelaihari; (4) kacang tanah di kecamatan Bajuin,

Jorong, dan Kintap, kedelai di kecamatan Bajuin, Batu Ampar, Jorong dan Panyipatan,

serta (5) kacang hijau di Kecamatan Kintap. Selain itu, dapat diketahui pula komoditas

dengan SSA bernilai positif (+) berdasarkan luas panen adalah: (1) padi sawah di

Kecamatan Batu Ampar, Joron dan Kintap; (2) padi ladang di Kecamatan Jorong, Kintap dan Panyipatan, Jagung di Kecamatan Batu Ampar, Jorong, Kintap dan

Tambang Ulang; (3) ubi kayu di Kecamatan Batu Ampar, Kintap dan Pelaihari; (4) ubi

jalar di Kecamatan Jorong, Kintap dan Pelaihari; (5) kacang tanah di Kecamatan Jorong,

Kintap dan Pelaihari; (6) komoditas kedelai di Kecamatan Batu Ampar dan (7) kacang

hijau di Kecamatan Jorong dan Kintap. Berdasarkan analisis (LQ >1 dan Shift Share

positif), maka komoditas unggulan terpilih adalah padi ladang dan jagung untuk

Kecamatan Jorong; ubi kayu dan ubi jalar untuk Kecamatan Pelaihari, serta kacang

tanah dan kacang hijau untuk Kecamatan Kintap.

Kata kunci: komoditas unggulan, tanaman pangan, Location Quotient, Shift Share

77

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI

KABUPATEN MADIUN TAHUN 2032

Rama Dwi Setiyo Kuncoro

Rama Dwi Setiyo Kuncoro, Universitas Gadjah Mada,

[email protected],id

ABSTRAK

Indonesia yang merupakan negara agraris, dengan sebagian besar penduduknya bekerja

di sektor pertanian tentunya menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian. Indonesia

yang memiliki luas lahan pertanian yang tetap dengan pertumbuhan penduduknya yang

semakin besar akan menyebabkan ketersediaan lahan pertanian menjadi semakin kecil.

Tujuan praktis pada jurnal ini adalah untuk mengetahui seberapa besar daya dukung

lahan pertanian, jumlah penduduk optimal, dan kebutuhan lahan pertanian yang ada

pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Madiun. Metode yang digunakan dalam

penulisan jurnal ini yaitu metode deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan

dengan studi kepustakaan dari BPS Kabupaten Madiun, artikel ilmiah, jurnal, dan buku.

Hasil perhitungan daya dukung lahan pertanian di Kabupaten Madiun tahun 2032 secara

umum masuk dalam kategori positif atau memiliki kemampuan swasembada pangan

dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Kebutuhan lahan

pertanian di Kabupaten Madiun pada tahun 2032 sudah sangat terpenuhi dari luas lahan

produksi ataupun luas wilayah Kabupaten Madiun. Hal ini disebabkan karena lahan

persawahan yang ada di Kabupaten Madiun masih sangat luas dan masih minim alih

fungsi lahan. Pemerintah Kabupaten Madiun seharusnya dalam hal kebijakan alih fungsi

lahan pertanian lebih memproteksi.

Kata Kunci: lahan, pertanian, daya dukung

78

PENATAAN DAN PENGELOLAAN TERPADU POTENSI SUMBERDAYA

TAMBANG KAWASAN KARST KABUPATEN PACITAN

Hendrik Boby Hertanto1, Windi Hartono

2

1SMA MTA Surakarta, email:[email protected]

2SMA MTA Surakarta, email: [email protected]

ABSTRAK

Kawasan Karst merupakan kawasan yang tersusun oleh batuan gamping yang

kaya akan keanekaragaman hayati dan sumberdaya bahan galian. Kawasan Karst di

Kabupaten Pacitan merupakan gugusan Kawasan Karst Pegunungan Sewu yang dicanangkan menjadi Kawasan Karst Dunia atau World Herritage tahun 2004 oleh

Presiden RI (Kompas, 2004), sehingga dalam pengelolaannya memerlukan perhatian

khusus. Sumberdaya wilayah berkawasan karst di Indonesia sangat besar untuk

dikembangkan, salah satunya adalah sumberdaya mineral dan bahan tambang.

Aktivitas penambangan akan menyebabkan adanya aktivitas perubahan pemanfaatan

lahan pada kawasan karst. Perubahan pemanfaatan lahan pada kawasan karst dewasa ini

yang cenderung seporadis tanpa memperhitungkan daya dukung sumberdaya lahan

karst yang ada yang akan menyebabkan degradasi lingkungan karst itu sendiri.

Penelitian ini akan bertujuan untuk mengkaji bagaimana pengembangan kawasan

pertambangan pada kawasan karst di Kabupaten Pacitan. Sasaran dalam penelitian ini

antara lain untuk mengetahui karakteristik wilayah Kabupaten Pacitan, karakteristik

fisik lahan dan sosial ekonomi kawasan potensial pertambangan pada kawasan karst

Kabupaten Pacitan, kelas kawasan karst Kabupaten Pacitan, kegiatan pertambangan

pada kawasan Karst Kabupaten Pacitan, kesesuian pengembangan kawasan

pertambangan dan zonasi klas lahan kawasan karst Kabupaten Pacitan, dan kebijakan

pengelolaan kawasan karst untuk kawasan pertambangan. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Pendekatan yang dalam studi secara kuantitatif dan

kualitatif. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara

kuantitatif dan kualitatif, Skoring dan Overlay (Superimpose). Analisis yang digunakan

meliputi; analisis karakteristik wilayah Kabupaten Pacitan, analisis fisik lahan dan

sosial ekonomi kawasan potensial pertambangan pada kawasan karst Kabupaten

Pacitan, analisis kelas kawasan karst Kabupaten Pacitan, identifikasi kegiatan pertambangan pada kawasan Karst Kabupaten Pacitan, analisis kesesuian

pengembangan kawasan pertambangan dan zonasi klas lahan kawasan karst Kabupaten

Pacitan, analisis kebijakan pengelolaan kawasan karst untuk kawasan pertambangan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain; kondisi

fisiografis Kabupaten Pacitan yang bervariasi menyebabkan adanya variabilitas struktur

geologi sehingga menyebabkan terdapatnya potensi bahan galian yang sangat besar.

Fisik lahan kawasan secara umum berupa lahan marginal dengan morfologi bukit

kerucut (dome) dan lembah (shinkole). Kondisi sosial ekonomi kawasan karst terutama

pada kawasan yang berpotensi pertambangan mempunyai karakteristik pendidikan

rendah, tingkat pendapatan rendah dengan jumlah tanggungan keluarga yang besar dan penduduk usia produktif besar yang menyebabkan masyarakat yang rata-rata

pencahariannya sebagai petani dan mengembangkan usaha pertambangan. Klasifikasi

kawasan karst didapatkan 3 kelas, yaitu Kawasan Karst Kelas I menempati luasan:

79

1457,05 ha, Kawasan Karst Kelas II : menempati luasan : 10578,81 ha. Kawasan Karst

Kelas III : menempati luasan : 18040,09 ha. Bahan tambang potensial dan diusahakan

di Kawasan Karst Kabupaten Pacitan berjumlah 6 jenis, yaitu : kalsit, batumulia,

bentonite, feldspar, batugamping dan marmer. Terdapat 3 klas kesesuaian yaitu sesuai

pada kawasan karst kelas III sebanyak 7 lokasi yaitu untuk batu mulia, bentonite,

feldspar dan marmer. Sesuai terbatas pada kawasan karst kelas II sebanyak 10 lokasi

untuk kalsit, dan batugamping dan tidak sesuai pada kawasan karst kelas I sebanyak 1

lokasi untuk bahan tambang jenis kalsit. Pemerintah Kabupaten Pacitan belum

mempunyai dasar hukum yang jelas dalam penataan kawasan pertambangan pada

kawasan karst. Saran yang dapat diberikan adalah perlu upaya peningkatan pemahaman

kepada masyarakat tentang pertambangan berbasis kelestarian lingkungan karst,

diperlukan identifikasi potensi pertambangan khususnya pada kawasan karst, perlu

upaya penataan lokasi kawasan pertambangan pada kawasan karst baik yang belum

ada dan yang sudah ada terkait dengan kondisi lingkungan yang ada berupa

peningkatan kondisi infrastruktur dan perangkat pengendalian dampak lingkungan dari

kawasan pertambangan tersebut, perlu adanya perangkat hukum sebagai dasar

pengelolaan pertambangan dan dan kelestarian lingkungan kawasan karst.

Kata kunci: karst, zonasi, GIS, pertambangan

80

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI

KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035

Imam Arifa’illah Syaiful Huda1 Universitas Gadjah Mada, [email protected]

Melly Heidy Suwargany2

Universitas Gadjah Mada, [email protected]

Diyah Sari Anjarika3 Universitas Gadjah Mada, [email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan penduduk yang cepat akan menimbulkan berbagai masalah, khususnya

peningkatan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Di sisi lain, perkembangan di

sektor industri juga mengalami pertumbuhan yang cepat. Hal ini berimplikasi pada alih

fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian. Permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi

lahan (BAPPENAS, 2015). Tingginya alih fungsi lahan pertanian akan memberi

ancaman terhadap ketahanan pangan suatu wilayah. Kondisi seperti ini menjadi salah

satu tugas penting pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan untuk pembangunan

berkelanjutan. Tujuan penelitian ini yakni menganalisis daya dukung dan kebutuhan

lahan pertanian di Kabupaten Lamongan tahun 2035. Metode yang digunakan dalam

penulisan jurnal ini yakni metode kuantitatif. Proses pencarian, pengumpulan, dan

analisis data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dari berbagai sumber

terpercaya, seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa Kabupaten Lamongan memiliki tingat daya dukung lahan pertanian

yang sangat baik atau tergolong dalam kelas satu. Hal ini menunjukan bahwa

Kabupaten Lamongan mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan

yang layak bagi penduduknya. Sedangkan dari hasil perhitungan jumlah penduduk

optimal bahwa tidak diperlukan tambahan luas panen. Selain itu, kebutuhan lahan pertanian pada tahun 2035 dapat dipenuhi dari luas lahan produksi yang ada. Oleh

karena itu, perlu diterapkan kebijkan yang mendukung sektor pertanian agar daya

dukung lahan pertanian dan kebutuhan lahan pertanian tetap terjaga dengan baik.

Seperti halnya, pengetatan aturan alih fungsi lahan pertanian untuk Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kebijakan ini diharapkan mampu berpengaruh pada

pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Kata Kunci: Daya Dukung, Kebutuhan Lahan, Pertanian

81

EVALUASI TATA AIR DAS PALUNG, PULAU LOMBOK,

NUSATENGGARA BARAT

Irfan Budi Pramono, Endang Savitri

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta

email: [email protected]

ABSTRAK

Evaluasi tata air suatu DAS sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan

pengelolaan DAS telah tercapai melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah

dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai umpan balik perbaikan

perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi tata air DAS

memberikan gambaran kondisi daya dukung DAS dalam aspek tata air.DAS

Palung merupakan salah satu DAS di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

DAS Palung mempunyai luas 12.712 ha yang secara administratif terletak di

Kabupaten lombok Timur. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi tata air

di DAS adalah Permenhut No.61 tahun 2014. Metode tersebut mengevaluasi

aspek tata air dari segi 1) Koefisien Regim Aliran (KRA), 2) Koefisien Aliran

Tahunan (KAT), 3) Muatan sedimen, 4) Kejadian banjir, dan 5) Indeks

Penggunaan Air (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KRA

mencapai 4027, KAT mencapai 0.84, muatan sedimen mencapai 12

ton/ha/tahun, di DAS Palung tidak pernah terjadi banjir, sedangkan nilai IPA

menunjukkan angka 968. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa

kondisi tata air DAS Palung dalam kondisi kritis karena perbedaan antara debit

maksimum dan minimum sangat besar (4027), jumlah air yang langsung

menjadi aliran permukaan sangat besar (84%), dan potensi air yang tidak

mencukupi kebutuhannya. Faktor sedimen dan kejadian banjir yang mempunyai kondisi sedang dan sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh solum tanah yang

tipis dan palung sungai yang dalam. Indikator yang buruk dari tata air dapat

diperbaiki dengan penanaman tanaman permanen pada daerah terbuka dan

pembuatan sumur resapan di daerah pemukiman, pembuatan embung di daerah

pertanian, dan pembuatan rorak atau jebakan air di kawasan hutan atau

perkebunan.

Kata Kunci: Evaluasi, tata air, DAS Palung

82

PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN

SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH

1)

Jaka Suryanta, 2)

Irmadi Nahib

Badan Informasi Geospasial (BIG)

Jl Raya Jakarta Bogor KM 46 Cibinong, Jawa Barat, 16911, Indonesia

Corresponding author: [email protected], [email protected],

ABSTRAK

Rata-rata pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2009 sampai 2015 sebesar 0,6 % tiap tahun bahkan di empat kecamatan mencapai 0,8 %, hal ini

berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk kawasan permukiman di sisi lain

lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman semakin terbatas. Tujuan

penelitian ini menentukan prioritas pengembangan kawasan permukiman pada zona

budidaya dan penyangga, dengan syarat aman dari bencana alam serta menyesuaikan

lahan yang masih tersedia. Metode yang dipakai dalam memilih prioritas adalah overlay

antara peta kesesuaian lahan untuk permukiman,pola ruang dan peta rawan bencana,

dengan bantuan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil analisis kesesuaian

lahan untuk permukiman menunjukkan terdapat 27% kawasan sangat sesuai (S1), 58%

lahan sesuai (S2), 12% lahan sesuai marjinal (S3), dan 3% lahan tidak seuai (N) untuk

permukiman. Selanjutnya, berdasarkan zona kerawanan bencana diperoleh 10.2% rawan

banjir, 4 % rawan angin rebut dan 5 % rawan longsor. Pengembangan kawasan

permukiman diarahkan pada lahan yang belum digunakan secara optimal dan terhindar

bencana. Berdasarkan prioritas pengembangan permukiman diharapkan masyarakat

lebih membangun pada kawasan yang aman dari bencana banjir dan longsor dengan

potensi permukiman sesuai S2, sedangkan potensi S1 kurang direkomendasikan karena

berupa sawah sangat produktif.

Kata kunci: kawasan prioritas, permukiman, lahan tersedia

83

PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA SITU SANGHYANG DI

KECAMATAN TANJUNGJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA

Nandang Hendriawan

1Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,

[email protected]

ABSTRAK

Kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya memiliki peranan yang penting dalam kepariwisataan Jawa Barat maupun dalam pembangunan wilayah Kabupaten

Tasikmalaya. Melalui perencanaan dan perancangan yang baik, Kawasan Situ

Sanghyang diharapkan dapat menjadi salah satu daya tarik wisata andalan bagi

Kabupaten Tasikmalaya untuk mewujudkan diversifikasi produk pariwisata di

Kabupaten Tasikmalaya, sekaligus mendukung pengembangan Kawasan Wisata

Unggulan Kria dan Budaya Priangan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk

mengetahui potensi yang dimiliki kawasan Situ Gede untuk Potensi Pariwisata di

Kecamatan Tanjung Jaya Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif survey dengan teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah: Survey Lapangan, Wawancara, Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Pengembangan SDM pariwisata pada Kawasan Situ Sanghyang harus diarahkan untuk

mendukung terlaksananya kebijakan dan strategi pengembangan SDM pariwisata

Kabupaten Tasikmlaya melalui Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya

manusia, Pemberdayaan dan mengikutsertakan masyarakat lokal dalam kegiatan

kepariwisataan di daerah, Peningkatan pemahaman, pengetahuan, kesadaran seluruh

pelaku pariwisata, termasuk masyarakat terhadap pariwisata. Hasil kajian menunjukkan

bahwa pengembangan pariwisata di Kawasan Situ Sanghyang dititikberatkan pada

pengembangan daya tarik wisata berbasis pertanian yang mengutamakan upaya

konservasi lingkungan alam dan budaya, dengan mengoptimalkan pemberdayaan

masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan

pariwisata dan budaya.

Kata kunci: Pengembangan, Potensi Pariwisata, Situ Sanghyang

84

KAJIAN KINERJA DAS DI KHDTK CEMORO MODANG DALAM

MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS

Nur Ainun Jariyah

1 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Surakarta, Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan DAS sangat perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian DAS. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui kinerja DAS. Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui kinerja DAS di KHDTK Cemoro-Modang. Lokasi penelitian di KHDTK

Cemoro-Modang di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Kabupaten Blora.

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cemoro-Modang secara fisik masuk

dalam kategori zona ekologi hutan dataran rendah dengan kelas perusahaan jati.

Beberapa kecamatan masuk dalam KHDTK Cemoro Modang yaitu Kecamatan

Sambong dan Kec. Cepu. Metode yang digunakan adalah menggunakan Sidik Cepat

Degradasi Daerah Aliran Sungai (Paimin, Sukresno, & Purwanto, 2010). Parameter

yang digunakan adalah parameter sosial ekonomi kelembagaan. Parameter sosial adalah

kepadatan penduduk geografi, kepadatan penduduk agraris, perilaku/tingkah laku

konservasi, hukum adat dan nilai tradisional. Parameter aspek ekonomi adalah

ketergantungan terhadap lahan, tingkat pendapatan dan kegiatan dasar wilayah (LQ

pertanian). Parameter kelembagaan adalah keberdayaan kelembagaan informal

konservasi dan keberdayaan lembaga formal pada konservasi. Analisis data dilakukan

dengan menskoring parameter yang digunakan dengan skala 1 sampai 5 (sangat rendah

sampai sangat tinggi). Dari hasil skoring dan pembobotan akan menghasilkan skala

kerentanan yaitu >4,3 (sangat rentan/sangat terdegradasi), 3,5-4,3

(rentan/terdegradasi), 2,6-3,4 (sedang), 1,7-2,5 (agak rentan/agak terdegradasi), <1,7 (tidak rentan/tidak terdegradasi). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa

KHDTK Cemoro Modang dilihat dari aspek sosial ekonomi kelembagaan masuk dalam

kategori rentan/terdegradasi. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian khusus.

Kondisi yang menjadi perhatian adalah dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu

kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk geografis, budaya, nilai tradisional,

ketergantungan penduduk terhadap lahan, dan keberdayaan lembaga formal pada

konservasi. Parameter-parameter tersebut menunjukkan skala 5 yang berarti parameter

tersebut dalam kondisi sangat rentan, sehingga diperlukan solusi untuk memperbaiki

kondisi DAS. Solusi tersebut dapat berupa kebijakan seperti adanya pengaturan

kelahiran, alternatif pekerjaan lain selain pertanian agar masyarakat tidak tergantung

dengan lahan, peningkatan penyuluhan untuk menggalakkan konservasi tanah dan air.

Berdasarkan kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemegang

kebijakan untuk melakukan pengelolaan DAS yang lebih baik.

Kata kunci: Kerentanan, degradasi DAS, sosial ekonomi kelembagaan,

KHDTK Cemoro Modang

85

MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN

KUALITAS AIR

Pranatasari Dyah Susanti, Rahardyan Nugroho Adi

1Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo

Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan sumberdaya wilayah yang berkelanjutan tidak dapat dilepaskan dari

pengelolaan sumberdaya air, khususnya kualitas air. Kualitas air sangat ditentukan oleh tingkat pencemaran pada badan air, sehingga monitoring dan pengamatan terhadap

kualitas dan tingkat pencemaran air sangat diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui peran makroinvertebrata sebagai bioindikator kualitas air. Penelitian

dilakukan di kawasan Arboretum Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan

Bumiaji, Kota Batu yang merupakan bagian hulu dari DAS Brantas. Metode penelitian

yang dilakukan adalah metode survey dengan pengambilan sampel makroinvertebrata.

Parameter yang diamati adalah jenis makroinvertebrata serta kondisi lingkungan dan

habitatnya. Analisis data menggunakan Modified Family Biotic Index untuk mengetahui

kualitas air dan tingkat pencemaran air, sedangkan pengamatan habitat digunakan untuk

mengetahui kondisi kesehatan dan gangguan bagi habitat biota air. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi makroinvertebrata, pada lokasi

penelitian memiliki nilai Famili Biotik Indeks sebesar 3,05 dengan kualitas air sangat

baik (tidak tercemar). Pada lokasi tersebut ditemukan 6 ordo makroinvertebrata yaitu:

Hygrophila, Plecoptera, Trichoptera, Diptera, Hemiptera dan Ephemeroptera dengan 8 famili yaitu Planorbidae, Turbelaria, Hydropsychidae, Tipulidae, Mesovellidae,

Perlidae, Leptophlebiidae dan Vellidae. Berdasarkan pengamatan habitat dan bantaran

sungai, dapat diketahui bahwa pada lokasi ini, memiliki skor 2,6 atau sehat, dengan

karakteristik substrat dasar sungai B (cukup) dan gangguan terhadap kesehatan sungai

A (baik). Diharapkan dengan adanya pemanfaatan makroinvertebrata sebagai

bioindikator tingkat pencemaran dan kualitas air maka, monitoring terhadap kualitas air

dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah.

Kata kunci: bioindikator, makroinvertebrata, kualitas air.

86

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN

EVALUASI KRITERIA TATA AIR

Rahardyan Nugroho Adi1, Endang Savitri

1

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS

Jl. A.Yani Pabelan P.O.Box 295 Surakarta

e-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dapat

mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan vegetasi, dan

percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata

secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis, penurunan kuantitas, kualitas dan

kontinuitas aliran, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi

semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha dilahannya dan penurunan

kesejahteraan masyarakat. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012

tentang Pengelolaan DAS menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan

DAS untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan dan

mensinergikan pengelolaan DAS dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS.

Pengelolaan DAS diselenggarakan melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan

evaluasi. Monitoring berbagai indikator kinerja DAS yang meliputi komponen biofisik,

hidrologis, sosial ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS

merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan

untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Monitoring dan evaluasi kinerja DAS

ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai

melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat

digunakan sebagai umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung

DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya dukung DAS Brantas

berdasarkan evaluasi kriteria tata air. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial Nomor P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi

Daerah Aliran Sungai dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P. 61/Menhut-II/2014

tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kondisi daya

dukung DAS dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan berbagai parameter pada P.

04/V-SET/2009 dan P. 61/Menhut-II/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kinerja DAS Brantas berdasarkan P 04/V-SET/2009 termasuk dalam kategori agak baik

dengan skor 2,15. Sementara itu untuk kondisi daya dukung DAS Brantas berdasarkan

P 61/Menhut-II/204 termasuk dalam kategori buruk dengan skor/ nilai sebesar 112,25

sehingga harus dipulihkan

Kata Kunci: Daya dukung DAS, Kinerja DAS, Kriteria Tata Air, DAS Brantas

87

ORIENTASI PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA SECARA

BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN PRESPEKTIF ILMU GEOGRAFI

Agung Satriyo Nugroho

Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Studi perbatasan Negara saat ini telah menjadi salah satu fokus pembangunan di

Indonesia maupun di beberapa Negara. Hal ini dipegaruhi oleh nilai strategis wilayah

perbatasan dalam mempengaruhi kedaulatan serta kemananan Negara. Disisi lain, di

Negara berkembang, wilayah perbatasan masih identik dengan kemiskinan dan

ketertinggalan. Kedua tantangan diatas yang selama ini seakan berbenturan antara

prespektif security dan prosperity dalam mengelola wilayah perbatasan. Dalam upaya

menjawab kedua tantangan tersebut, banyak disiplin ilmu yang telah mengkaji wilayah

perbatasan ini, sehingga studi perbatasan sering dikenal sebagai studi multidisiplin.

Ilmu geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang telah mengambil peran penting

dalam studi perbatasan Negara. Kajian perbatasan Negara dalam Ilmu Geografi diawali

dengan proses mengenali karakteristik perbatasan di masing-masing wilayah.

Karakteristik ruang, ekologis, dan kompleksitas wilayah menjadi acuan utama, sehingga

dalam upaya melakukan pengelolaan wilayah perbatasan Negara dapat bergantung pada

karakteristik masing-masing lokasi. Jika melihat tujuan dari pembangunan suatu

wilayah, maka terdapat 4 aspek utama yaitu bagaimana pembangunan menghasilkan

pertumbuhan, kesejahteraan, pemerataan, serta keberlanjutan. Oleh sebab itu, dalam

konteks mengkaji wilayah perbatasan ini, ilmu geografi akan memahami dimana

wilayah yang harus diterapkan security approach secara massif, dan dimana yang harus

berorientasi pada prosperity. Paper ini akan menunjukkan: (1) cara memetakan kondisi wilayah perbatasan, (2) cara dalam membuat kesimpulan terkait karakteristik wilayah

perbatasan, (3) serta cara dalam memilih strategi yang tepat dalam menentukan orientasi

pengelolaan perbatasan Negara di suatu wilayah. Harapannya dengan adanya paper ini,

akan memberikan pemahaman bagi komunitas studi perbatasan, bagaimana cara ilmu

geografi dalam melakukan pengelolaan wilayah perbatasan Negara, serta nilai tambah

bagi para geograf bahwa ilmu geografi dapat berperan dalam melakukan kajian

perbatasan Negara.

88

TINJAUAN KINERJA DAS ASPEK TATA AIR

DI SUB DAS LOWOKAWUK, KABUPATEN KEBUMEN

Rahardyan Nugroho Adi1, Pamungkas Buana Putra

1

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS

Jl. A.Yani Pabelan P.O.Box 295 Surakarta

e-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Bencana alam tanah longsor dan banjir bandang dewasa ini semakin sering

terjadi di Indonesia. Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan

lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan

air mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan vegetasi,

dan percepatan degradasi lahan. Pengelolaan DAS bertujuan salah satunya adalah

mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya

tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS diselenggarakan

melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Monitoring berbagai

indikator kinerja DAS merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan

informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Monitoring

dan evaluasi kinerja DAS ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan

pengelolaan DAS telah tercapai atau belum karena hasil evaluasi kinerja pengelolaan

DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung DAS.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sub DAS Lowokawuk

yang ditinjau dari aspek tata airnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan

Sosial Nomor P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Kondisi daya dukung DAS dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan

berbagai parameter pada P. 04/V-SET/2009.

Berdasarkan hasil analisis kinerja sub DAS Lowokawuk dari aspek tata air

diperoleh hasil bahwa pada parameter banjir dan kekeringan, sub DAS Lowokawuk

termasuk dalam kategori agak buruk, hal ini disebabkan karena koefisien limpasannya

jelek. Kemudian pada parameter sedimentasi (laju sedimentasi) sub DAS Lowokawuk

masuk dalam kategori sedang. Selanjutnya pada parameter tingkat pencemaran air, di

sub DAS Lowokawuk termasuk dalam kategori baik. Dari hasil analisis masing-masing parameter pada P.04/V-SET/2009 aspek tata air dapat disimpulkan bahwa sub DAS

Lowokawuk masuk dalam kategori sedang.

Kata Kunci: Kinerja DAS, Aspek Tata Air, sub DAS Lowokawuk

89

BASIS DATA POTENSI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT UNTUK

PENGELOLAAN WILAYAH PERKOTAAN TEPIAN SUNGAI

(Kasus: Tipologi Permukiman Kumuh Kota Banjamasin)

Arif Rahman Nugroho, Su Rito Handoyo, Luthfi Muta’ali

Program Doktor Ilmu Geografi, UGM,Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kota Banjarmasin memiliki fungsi strategis sebagai pusat perdagangan dan

pelayanan sosial.Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan,

masyarakat cenderung menggunakan sisa ruang yang ada sebagai tempat tinggal.Hal ini

tentunya mendorong pertumbuhan permukiman kumuh.Permukiman kumuh di Kota

Banjarmasin tersebar pada 33 kelurahan yang mewakili tipologi permukiman kumuh

perkotaan (squatter settlements, inner-city slums, illegal housing

subdivision).Penanganan permukiman kumuh yang dinilai efektif dilakukan oleh

stakeholder adalah peningkatan nilai permukiman kumuh melalui peremajaan

permukiman kumuh perkotaan (urban renewal).Melalui urban renewal diharapkan

potensi yang berada di permukiman tersebut dapat digali sesuai dengan nilai

pemanfaatan optimalnya.Selain itu degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh

keberadaan pemukiman kumuh tersebut dapat dihambat. Atas dasar tersebut,peneliti

ingin mengetahui kondisi aset penghidupan (kepemilikan aset,kemudahan akses,dan

ragam aktivitas) eksisting sebagai upaya penyediaan informasi sosial ekonomi untuk

mendukung urban renewal di Kota Banjarmasin menggunakan spatial approach

(spatial pattern analysis, spatial comparasion analysis,dan spatial association

analysis).Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga pemukim.Teknik

pengambilan sampel adalah purposive.Analisis data yang digunakan, yaitu deskriptif

kualitatif,dimana skoring atau weighted linear combination digunakan untuk

merepresentasikan kepemilikan aset.Penjumlahan skor seluruh variabel dilakukan untuk

menghasilkan indeks keberlanjutan tingkat penghidupan.Hasil perhitungan indeks

tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan penghidupan pada ragam tipologi

kumuh dengan analisa uji beda (uji Friedman dan uji Kendal) menggunakan SPSS for

Windows ver. 21. Dari hasil penelitian pada 209 informan,disimpulkan ada variasi

perbedaan signifian kondisi penghidupan eksisting pemukim pada ragam tipologi (nilai

signifikan uji beda 0,000 dimana angka ini 0,05).Kondisi keberlanjutan penghidupan pemukim dominan cukup berlanjut (nilai indeks keberlanjutan tingkat

penghidupan pada skor 119, angka ini masuk dalam rentang 90 - < 126 termasuk

kategori cukup berlanjut).Peningkatan usaha berbasis potensi lokal,rehabilitasi

infrastruktur,peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan perlu dilakukan untuk

meningkatkan penghidupan berkelanjutan.

Kata kunci: Permukiman kumuh, Urban renewal, Informasi sosial ekonomi, Spatial

approach, Perkotaan tepian sungai

90

PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH BERBASIS LINGKUNGAN

DI KECAMATAN BUNGURSARI KOTA TASIKMALAYA

Siti Fadjarajani1, Ruli As’ari2

1Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,

[email protected] 2Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,

[email protected]

ABSTRAK

Kawasan Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan

program-program pembangunan perkotaan. Sesuai dengan arahan RTRW Kota

Tasikmalaya untuk penataan Kecamatan Bungursari, memiliki peranan sebagai wilayah

pertumbuhan dalam fungsi pusat pelayanan Kecamatan Bungursari. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengkaji penataan pemukiman kumuh berbasis lingkungan

di Kecamatan Bungursari KotaTasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode deskriptif survey dengan teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah: Survey Lapangan, Wawancara, Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Teknik

Analisis data yang digunakan yaitu: Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan,

Prinsip-prinsip Analisis, Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Peran

Masyarakat, dan Proses Partisipasi Masyarakat. Isu strategis utama di Kecamatan

Bungursari yang perlu segera diselesaikan adalah berkembangnya kawasan pemukiman

kumuh, adanya kegiatan penambangan bahan galian C, dan kepadatan penduduk yang

tinggi. Penyelesaian permasalahan pemukiman kumuh melalui konsep lingkungan

permukiman yang berwawasan lingkungan, penyelesaian permasalahan kegiatan

penambangan bahan galian C melalui upaya reklamasi lahan, dan penyelesaian

permasalahan kepadatan penduduk yang tinggi melalui upaya keseimbangan penduduk

dan daya dukung lingkungan setempat. Konsep penataan permukiman kumuh

digunakan Model Land Sharing, yaitu penataan ulang di atas lahan dengan tingkat

kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Konsep Pengembangan Kawasan Kecamatan

Bungursari sebagai Pusat Lingkungan adalah peningkatan potensi perdagangan kecil

dan menengah melalui UMKM dan jasa penunjang kegiatan perdagangan.

Kata kunci: Penataan, Pemukiman Kumuh, Lingkungan

91

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGELOLAAN PERTANIAN

BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BONE BOLANGO, PROVINSI

GORONTALO

Sri Maryati1, Sunarty Eraku

2, Muh. Kasim

3

1Prodi Pendidikan Geografi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo, email:

[email protected] 2ProdiPendidikan Geografi, Fakultas MIPA UNG, email: [email protected]

3Prodi Teknik Geologi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo, email:

[email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo merupakan kabupaten yang memiliki

potensi sumberdaya alam yang sangat beragam. Namun luasan lahan pertanian dan

perkebunan di Kabupaten Bone Bolango sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi

topografi Kabupaten Bone Bolango didominasi oleh perbukitan dan pegunungan.

Lahan pertanian terbatas sebarannya di daerah dataran aluvial dan sepanjang Sungai

Bone. Mengingat banyaknya warga masyarakat yang menggantungkan hidupnya di

sektor pertanian maka lahan pertanian harus dikelola menggunakan prinsip

pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan

lahan pertanian eksisting dengan teknik analisis kemampuan lahan. Penelitian ini sangat

penting dilakukan di Kabupaten Bone Bolango karena keterbatasan lahan pertanian

dikarenakan kondisi topografi yang didominasi oleh perbukitan dan pegunungan

berlereng terjal juga keberadaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penelitian

ini mengunakan pendekatan satuan lahan memanfaatkan sistem informasi geografis,

pengamatan kondisi fisik lahan di lapangan, analisis kemampuan lahan, dan evaluasi

penggunaan lahan eksisting berdasar kelas kemampuan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kelas kemampuan lahan III dan IV.

Lahan dengan kelas kemampuan lahan III dapat digunakan untuk pertanian sedangkan

lahan dengan kelas kemampuan lahan IV dapat digunakan untuk pemanfaatan

perkebunan.

Kata kunci: pengelolaan lahan, kemampuan lahan, pertanian berkelanjutan

92

KOMISI E

Pengelolaan Sumberdaya Fisik #2

93

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN KESATUAN

HIDROLOGI GAMBUT (KHG)

Turmudi 1)

1)

Pusat Penelitian Promosi dan Kerjasama, Badan Informasi Geospasial

Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong.

Email: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia memiliki luas lahan gambut 20,6 juta ha dan 6,44 juta ha (43 %) terdapat di

Sumatera. Problem utama pada lahan gambut adalah hancurnya gambut yang

diakibatkan oleh terganggunya hidrologi gambut dalam bentuk kegiatan pengeringan

untuk berbagai kepentingan. Akibatnya lahan gambut mengalami penurunan (subsiden)

dan mudah terbakar. Subsiden mengakibatkan kerugian baik pada sektor pertanian,

perkebunan maupun pada sektor non pertanian seperti pada infrastruktur saluran air,

jalan. Kesatuan hidrologi gambut sebagai satuan hidrologi memberikan informasi tinggi

muka air tanah. Semakin basah lahan gambut, maka kondisi gambut akan terjaga dari

kerusakan. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya KHG sebagai pendekatan

dalam mengelola lahan gambut. Metoda yang digunakan adalah analisis land unit pada

KHG. Kajian ini menggunakan data ketebalan gambut, peta land unit, data hidrologi,

penutup lahan, dan peta RBI 50 K.Lokus kajian adalah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Kajian ini menghasilkan 1. klasifikasi KHG berdasarkan prosentase luas area ketebalan

gambut yaitu KHG kelas 1 dengan cakupan area ketebalan gambut dalam > 50%; kelas 2

: 50 %- 20 %; dan , kelas 3: < 20 %.;2. Semakin luas area KHG kelas 1, potensi

hidrologi untuk menopang lestarinya lahan gambut semakin tinggi dan semakin

terhindar dari bencana subsiden dan kebakaran.

Kata kunci: pengelolaan, gambut, kesatuan hidrologi gambut, land unit

94

KUANTITAS DAN KUALITAS AIR DARI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI

BERHUTAN PINUS YANG BERBEDA LUASNYA

Tyas Mutiara Basuki1

1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,

email: [email protected]

ABSTRAK

Hutan mempunyai peran penting dalam menentukan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas hasil air. Peran hutan dalam penentuan hasil air tidak hanya ditentukan

oleh jenis tegakan, tetapi juga oleh persentase luasannya dalam suatu Daerah Aliran

Sungai (DAS). Oleh karena itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui hasil air dan kualitas air pada tiga sub DAS berhutan pinus dengan luas

berbeda. Lokasi penelitian di Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen. Penelitian

dilakukan pada tahun 2015 dengan pendekatan sub DAS. Penentuan lokasi berdasarkan

perbedaan luas hutan pinus yang terdapat dalam sub DAS. Terpilih tiga sub DAS yang

masing-masing mempunyai luas hutan pinus 95, 47 dan 7 %. Pada masing-masing

outlet sub DAS dipasang logger untuk mengamati tinggi muka air (TMA) sungai.

Untuk mendapatkan jumlah air yang dihasilkan oleh masing-masing sub DAS, data

TMA dikonversi menjadi debit aliran sungai. Kualitas air diperoleh dari hasil analisis

contoh-contoh air yang diambil dari outlet masing-masing sub DAS yang selanjutnya

dianalisis di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil air selama tahun

2015 masing-masing sub DAS sebesar 1214, 2725, dan 1745 mm untuk Sub DAS

Kalipoh, Kedungbulus, dan Tapakgajah secara berurutan. Tingkat kekeruhan tertinggi

terjadi pada sub DAS Kedungbulus sebesar 56 NTU, diikuti oleh Sub DAS Tapakgajah

dan Kalipoh, masing-masing sebesar 11 dan 8 NTU. Tingkat warna tertinggi terjadi

pada Sub DAS Kedungbulus diikuti oleh Sub DAS Tapakgajah dan terendah pada Sub

DAS Kalipoh. Kandungan detergen tertinggi dijumpai dalam sampel air dari

Tapakgajah, diikuti oleh sampel air dari Kedungbulus dan terendah Kalipoh masing-

masing sebesar 0,16; 0,14; dan 0,12 mg/l. Do tertinggi pada sampel air dari Sub DAS

Kalipoh diikuti oleh contoh air dari Sub DAS Kedungbulus dan Tapakgajah, namun sebalikknya dengan nilai BOD.

Kata kunci: hutan pinus, kuantias air, kualitas air

95

KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN

RAKYAT DI TANGKAPAN AIR WADUK RAWAPENING,

KABUPATEN SEMARANG

Ugro Hari Murtiono1 and Agus Wuryanta

2

1,2 Research institute for watershed management technology

Jln. Jend. A. Yani Pabelan, Kartasura, Kotak Pos 295, Surakarta, Central Jawa, 57012

Telp.(0271)716709, Fax. (0271)716959

E-mail: [email protected] and [email protected]

ABSTRAK

Aktivitas antropogenik seperti eksploitasi sumber daya alam (hutan, tanah dan air),

aktivitas industri, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan pada lahan pertanian dan

tataruang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tidak sesuai dengan daya dukung

lingkungan, dapat berdampak negative terhadap kuantitas dan kualitas air tanah. Hutan

alam dan hutan tanaman memiliki pengaruh terhadap kualitas dan keberadaan air tanah.

Tujuan penelitian adalah untuk identifikasi kualitas air tanah pada aeral hutan alam dan

hutan rakyat. Kajian dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk

Rawapening, Kabupaten Semarang. DTA Waduk Rawapening dibagi menjadi 9 sub

DAS yaitu Galeh, Kedung Ringin, Legi, Panjang, Parat, Rengas, Ringin, Sraten dan

Torong. Informasi hutan alam dan hutan rakyat baik luas dan distribusinya diperoleh

dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 tahun 2001 dan diperbaharui

dengan citra SPOT-4 perekaman tanggal 4 Mei 2007. Lokasi sample ditentukan dengan

bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Sampel air tanah pada

hutan alam sebanyak 3 sampel (HA1, HA2 dan HA3), sedangkan pada hutan rakyat

sebanyak 3 sampel (HR1, HR2 dan HR3) yang diambil pada musim kemarau dan

musim hujan sehingga terkumpul 12 sampel. Sampel dianalisa di laboratorium

hidrologi. Kualitas air tanah ditentukan berdasarkan Permenkes No.

492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Hasil kajian

menunjukkan sampel pada HR1 tidak sesuai untuk air minum karena memiliki

kandungan NO3 sebesar 0,3 dan kekeruhan 5, dan kandungan zat besi (Fe) pada sampel

HA1 dan HA3 tidak sesuai dengan persyaratan kualitas air minum yaitu sebesar 0,266

dan 0,016. Seluruh sample menunjukkan kandungan bakteri koli (E.Coli) yang rendah

sehingga memenuhi persyaratan untuk air minum.

Kata Kunci: Kualitas air tanah, Hutan Alam, Hutan Rakyat, DTA Rawapening dan

SIG.

96

KAPAN DANAU LAUT DI MISOOL, PAPUA BARAT TERBENTUK?

Gandi Y.S. Purba1,2

, Eko Haryono1, Sunarto

1

1 Universitas Gadjah Mada. Bulaksumur Yogyakarta 55281. Tel./Fax. (+62-274)

6492348, 545965, email: [email protected], [email protected],

[email protected], [email protected] 2Department of Marine Science, Universitas Papua. Jl. Gunung Salju Amban

Manokwari, Papua Barat 98314, Indonesia. Telp/Fax. (+62-986) 211980, 212156

ABSTRAK

Danau laut adalah ekosistem unik yang permukaannya terisolasi dari laut (landlock).

Walaupun dipermukaan terlihat tidak ada hubungannya dengan laut, namun danau ini

terhubung melalui gua, terowongan, lubang, rekahan, atau sistem perairan dasar

danau.Terdapat lebih dari 200 danau laut yang terkosentrasi besar di empat lokasi di

seluruh dunia. Lokasi-lokasi ini memiliki karakteristik karst semi-submerged terhadap

laut, yakni Bahamas, Palau, Vietnam dan Indonesia (Papua Barat, Kalimantan Timur).

Di Raja Ampat Papua Barat baru diketahui sekitar 55 danau laut. Lima belas terdapat di

Wayag dan Gam, dan 40 lainnya di Pulau Misool. Hal ini sinkron dengan kedalaman

danau-danau di Misool. Penelitian ini ingin mengetahui kapan Danau Laut di Misool

terbentuk. Metode yang dilakukan adalah dengan mengetahui kedalaman maksimal

setiap danau yang diukur melalui tampilan batimetrinya. Ada 7 buah danau yang

diukur, yakni Lenamkana, Balbullol, Lenkafal, Keramat, Keramat 2, Keramat 3, dan

Kawarapop. Di sebelah laut dari danau ini, diukur sebanyak 24 profil teras marin untuk

mengetahui akumulasi panjang teras terbentuk. Hasil yang didapatkan teras terpanjang

adalah -3m (450 m) dan -30 m (200 m).Formasi danau erat hubungannya dengan

kenaikan muka laut. Danau di Misool terbentuk pada Holosen dan berumur lebih muda

daripada di Palau. Danau laut di Misool yang paling dalam, yakni Danau Balbullol

berumur paling tidak dimulai tenggelam 9250 BP. Selanjutnya setelah 9250 BP muka

air terus naik mengisi bagian-bagian yang cekung lainnya. Danau laut yang terakhir

terbentuk adalah Danau Karawapop, karena danau ini yang paling dangkal.

Kata kunci: Danau laut, misool, Raja Ampat, muk air laut.

97

PENGELOLAAN EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN

MEMPERTAHANKAN BIODIVERSITAS VEGETASI DI HILIR DAS

KAMPAR RIAU SUMATERA

Wirdati Irma1.2*

, Totok Gunawan

3 dan Suratman

4

1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Riau,

Kampus 2 Jl. Tuanku Tambusai ujung, SKA, Kecamatan Tampan, Kelurahan Delima,

Kota Pekanbaru, Riau, 28291

2Program Doktor pada Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana,

Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281 3Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Email:

[email protected] 4Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Email:

[email protected]

*Penulis Korespondensi, Hp. 081365470065, Email : [email protected]

ABSTRAK

Tutupan lahan gambut di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar Riau Sumatera telah

mengalami perubahan. Maraknya keberadaan perkebunan kelapa sawit dan Hutan

Tanaman Industri (HTI) menyebabkan hilangnya vegetasi alami gambut. Akibatnya

fungsi lahan gambut mengalami penuruan bahkan sudah mengalami kerusakan. Tutupan

lahan berupa vegetasi merupakan kunci utama dalam menjaga keseimbangan ekosistem

lahan gambut. Tujuan penelitian untuk menghitung biodiversitas vegetasi di Hilir DAS

Kampar Riau Sumatera dan mengetahui pengelolaan lingkungan ekosistem lahan

gambut dalam mempertahankan biodiversitas vegetasi pada Hilir DAS Kampar Riau

Sumatera. Metode yang digunakan adalah metode survey, transek plot dan wawancara

mendalam. Hasil penelitian berupa Nilai biodiversitas/indeks keanekaragaman vegetasi

dari masing-masing stasiun yaitu, stasiun I. H‟=2.54, stasiun II. H‟=1.19, stasiun III. H‟=2.83 dan stasiun IV. H‟=0. Masyarakat dan perusahaan mempertahankan keberadaan biodiversitas vegetasi di hutan primer. Masyarakat memanfaatkan hasil

hutan dengan menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pasca penebangan

dilakukan penanaman kembali mengganti kayu yang sudah digunakan. Kesimpulannya

adalah Indeks biodiversitas atau keanekaragaman vegetasi lahan gambut di Hilir DAS

Kampar Riau Sumatera mempunyai kategori rendah dan sedang. Kearifan lokal

masyarakat dan restorasi yang dilakukan oleh perusahaan mampu mempertahankan

keberadaan biodiversitas jenis vegetasi pada lahan gambut yang tersisa.

Kata Kunci: Pengelolaan, lahan gambut, biodiversitas vegetasi

98

ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI

Yatin Suwarno

Badan Informasi Geospasial

Jln. Raya Jakarta - Bogor Km 46 Cibinong – Jawa Barat, Tlp. 081290367961

Email: [email protected]

ABSTRAK

Wilayah Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi dari dataran rendah hingga perbukitan, dengan ketinggian maksimum 859 meter (G. Gepak). Kondisi demikian

mencerminkan variasi geologinya, baik batuan penyusunnya maupun struktur

geologinyanya. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan

perbukitan, yang dikenal sebagai “Menoreh Dome”, berbentuk bulat lonjong dengan arah barat daya – timur laut. Apa saja potensi yang tedapat pada setiap Satuan/Formasi

Batuan di wilayah Kabupaten Kulon Progo? Tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui potensi, baik yang berhubungan dengan geologi seperti potensi mineral

maupun potensi lainnya seperti obyek wisata.dari setiap satuan/formasi batuan yang

ada. Metode yang digunakan dengan cara mengekstrak setiap satuan/formasi batuan,

dalam Sistem Informasi Geografis disebut quary, kemudian menganalisis potensinya.

Hasil kajian menunjukkan bahwa, wilayah Kabupaten Kulon Proogo memiliki potensi

bahan baku utama semen, yaitu batugamping seluas 10.793,165 Ha pada Formasi

Sentolo dan Batulempung seluas 423,365 Ha pada Formasi Nanggulan. Formasi

Jonggrangan dengan luas 1.484,12 Ha potensial dikembangkan untuk Geowisata Gua.

Formasi Kebo Butak seluas 15.989,113 Ha, yang didominasi oleh breksi andesit dan

sisipan lava andesit potensi ditambang untuk batu belah. Emas primer dan mineral barit

ada pada satuan intrusi batuan beku andesit, yang tersebar luas di bagian barat

daya.yaitu 4.199,866 Ha. Adapun pada Satuan Aluvium di daerah peisir selatan

terdapat pasir besi plaser. Kesimpulan dari analisis ini adalah, setiap Satuan/Formasi

Batuan memiliki potensi, baik potensi yang berkaitan dengan geologi maupun potensi

non geologi.

Kata Kunci: analisis, potensi wilayah, ekstraksi, peta geologi

99

SIMPANAN KARBON DALAM BIOMASSA POHON DI HUTAN KOTA

KEBUN BINATANG BANDUNG

Yonky Indrajaya1 dan Soleh Mulyana

2

1,2

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Jl. Raya Ciamis-Banjar

km 4, Ciamis 46201, email: [email protected]

ABSTRAK

Hutan kota dapat berperan dalam mitigasi perubahan iklim global melalui proses

fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan menyimpannya dalam

biomassanya. Salah satu hutan kota di Kota Bandung berdasarkan Perda Kota Bandung

No. 25 tahun 2009 adalah hutan kota di kompleks kebun binatang Kota Bandung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi jumlah karbon tersimpan dalam biomassa

pohon di hutan kota kompleks kebun binatang Kota Bandung. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sensus pohon yang meliputi identifikasi jenis dan

pengukuran dimensi pohon. Perhitungan estimasi jumlah biomassa pohon dilakukan

dengan persamaan alometrik yang ada (i.e. Chave). Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa jumlah karbon tersimpan dalam biomassa hutan kota Kebun Binatang Kota Bandung adalah sebesar 76 ton/ha atau setara dengan 278 CO2

equivalent per ha. Kontribusi serapan karbon tertinggi adalah jenis beringin kebo,

trembesi, dan mahoni afrika yaitu masing-masing sebesar 32, 31, dan 27 ton CO2

equivalent per ha.

Kata kunci: karbon, hutan kota, Kebun Binatang Tamansari, Bandung

100

PENGEMBANGAN MASYARAKAT KARST UNTUK PENGELOLAAN

SUMBER DAYA AIR DESA PUCUNG KECAMATAN EROMOKO

KABUPATEN WONOGIRI

Agus Mardiko Saputro1 dan Iin Sulistiyowati

2

1 Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]

2Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]

ABSTRAK

Bagian permukaan Desa Pucung sama dengan daerah karst lainnya yang identik dengan

kekeringan dan gersang. Kekeringan akan semakin bertambah ketika musim kemarau

melanda. Hal tersebut tidak berarti bahwa daerah karst merupakan daerah yang tidak

produktif. Daerah karst merupakan daerah yang kaya dengan air, namun letaknya tidak

berada dipermukaan tanah. Desa Pucung memilki 15 dusun, 7 diantaranya merupakan

daerah yang kekeringan. Tahun 2000 KMPA Giri Bahama UMS mengadakan

penelusuran goa di Desa Pucung dan menemukan sungai bawah tanah dengan koridor

Goa Suruh. Sungai bawah tanah Goa Suruh memiliki debit minimal 2 liter/detik dengan

aliran cenderung konstan sepanjang tahun. Selanjutnya, pada tahun 2002-2009

dilakukan monitoring data dan pendekatan pada masyarakat tentang pentingnya

pengangkatan air sungai bawah tanah Goa Suruh. Pada tahun 2009 dilakukan kerjasama

desa mitra dengan Pemerintah Desa Pucung yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten

Wonogiri dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Wilayah Jawa Tengah untuk

melakukan penyediaan air bersih dan pengembangan potensi kawasan karst.

Pengangkatan air sungai bawah tanah di Goa Suruh selesai dilaksanakan tanggal 9

Maret 2013. Proses pengangkatan air Goa Suruh dilakukan oleh warga Desa Pucung

yang didampingi oleh anggota KMPA Giri Bahama. Metode pendekatan yang

digunakan dalam upaya pengembangan warga Pucung adalah dengan memfasilitasi

masyarakat dan membentuk organisasi pengelola distribusi air bersih serta melakukan

kegiatan dengan partisipatif warga Pucung. Setelah sukses melakukan kegiatan tersebut,

KMPA Giri Bahama melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap warga Desa Pucung

agar dapat melakukan pemeliharaan sumber air yang berada di dalam Gua Suruh,

sehingga menjadi mandiri dalam pengelolaan sumber air. Pelatihan tersebut berupa

pelatihan penelusuran goa dan manajemen organisasi. Sekarang ini warga Desa Pucung

telah mampu mengelola dan melakukan pemeliharaan air bersih Goa Suruh. Sehingga

mereka tidak bergantung dengan pihak lain dalam pengelolaannya serta dapat menjadi

pemicu masyarakat daerah karst lain untuk dapat melakukan pencarian air bersih pada

daerah mereka.

Kata kunci: Karst, kekeringan, air, pengelolaan

101

EVALUASI ODTW PANTAI KOLBANO UNTUK PENGINGKATAN

EKONOMI LOKAL MASYARAKAT DI DESA KOLBANO, KECAMATAN

KOLBANO, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

Edwin Maulana1,3

, Theresia Retno Wulan2, Nicky Setiawan

1,2, Fajrun Wahidil

Muharram1,6

, Wico Nandianta Mulia1, Bernike Hendrastuti

1, Farid Ibrahim

1,4,

Mega Dharma Putra1,5

, Dwi Sri Wahyuningsih1,5

, Gianova Anfika Putri17

1Parangtritis Geomaritime Science Park, DIY

2Badan Informasi Geospasial, Bogor

3Program Studi Magister Manajemen Bencana,Sekolah Pascasarjana, UGM

4Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS

5Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, DIY 6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM

7Program Studi Pemanfaatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan, UNDIP

ABSTRAK

Pantai Kolbano merupakan salah satu pantai di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano,

Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timor. Pantai Kolbano

memiliki landkap yang indah, namun belum dapat dimaksimalkan. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menganalisis Objek Destinasi Tujuan Wisata (ODTW) Pantai Kolbano sehingga dapat memaksimalkan nilai ekonomi yang dihasilkan.

Pengambilan data dilakukan dengan metode survei terestris dan pemotretan udara

dengan menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Data hasil survei lapangan

dianalisis dengan metode deskriptif eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Pantai Kolbano memiliki potensi landskap berupa material pantai, bentuklahan marin,

perbukitan karst serta bukit sisa yang menyerupai kepala singa. Aksesibilitas menuju

Pantai Kolbano sudah bagus namun amenitas yang ada masih sangat terbatas.

Pembenahan terhadap amenitas mutlak harus dilakukan masyarakat bersama dengan

pemerintah setempat sehingga pengunjung merasa nyaman saat berwisata ke Pantai

Kolbano. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah dengan membuat symbol ikonik

maupun landmark yang menjadi symbol dari Pantai Kolbano.

Kata kunci: Kolbano, Timor Tengah Selatan, Pariwisata

102

KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DAERAH TANGKAPAN AIR

(DTA) RAWA PENING

Alvian Febry Anggana1 dan Ugro Hari Murtiono

2

1Peneliti Pertama pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email:

[email protected] 2Peneliti Madya pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

email:[email protected]

ABSTRAK

Air tanah memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Salah satu

pemanfaatannya sebagai air irigasi. Air irigasi sangatlah penting dalam pembangunan

dan pengembangan terutama pada sektor pangan. Selain membutuhkan ketersediaan air

yang cukup, kualitas air menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan agar air dapat dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan yang dipenuhi untuk tanaman. Analasis

kualitas air tanah perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas air yang sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret (musim hujan)

dan bulan September (musim kemarau) tahun 2016 di DTA Rawa Pening, Kabupaten

Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian kualitas air tanah

yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian di DTA Rawa Pening. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan analisis kimia terhadap parameter total

dissolve solid (TDS), daya hantar listrik (DHL), Na, Ca, Mg dari 3 sampel air tanah

pada penggunaan lahan sawah irigasi yang dianalisis di laboratorium. Analisis

menggunakkan parameter sodium adsorption ratio (SAR) hasil menunjukkan kelas Baik

(Good), Sedang (Fair), dan Jelek (Poor). Hasil klasifikasi USSL (salinity) menunjukkan

kelas C1-S2,C2-S2,C2-S3, dan C2-S4. Hasil menunjukkan bahwa beberapa air tanah

memiliki kualitas baik dan buruk untuk irigasi sehingga perlu dilakukan pengelolaan air

dan tanah.

.

Kata kunci: Kualitas Air, Air Tanah, Irigasi, DTA Rawa Pening

103

AGIHAN SALINITAS AIR TANAH DANGKAL PADA KAWASAN PESISIR

DI KECAMATAN PURING KABUPATEN KEBUMEN

Muhamad Fatoni, Setya Nugraha, Ch. Muryani

Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Hp. 08122609297/ e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kecamatan Puring merupakan salah satu kecamatan di pesisir Kabupaten Kebumen

yang memiliki potensi terjadi intrusi air laut. Penggunaan air tanah yang berlebihan

terutama untuk sektor pertanian menjadi salah satu faktor utama adanya potensi intrusi

air laut. Pada musim kemarau warga mengambil air tanah dengan cara membuat sumur

di area persawahan kemudian diambil menggunakan pompa air untuk mengairi

tanaman. Penggunaan airtanah yang berlebihan di kawasan pesisir akan membuat

persedian airtanah berkurang, sehingga terjadi intrusi air laut. Tujuan penelitian ini

adalah (1) mengetahui agihan spasial salinitas airtanah dangkal di Kecamatan Puring,

Kabupaten Kebumen Tahun 2016, dan (2) mengetahui persepsi masyarakat terhadap

kondisi airtanah di Kecamatan Puring Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dengan pendekatan keruangan. Teknik pengambilan subyek penelitian dalam

penelitian ini menggunakan metode Line Plots Transect. Teknik pengumpulan data

menggunakan wawancara, observasi dan analisis data sekunder. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisis pencocokan (matching), dan skoring. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: (1) Agihan spasial salinitas airtanah dangkal di

Kecamatan Puring terkonsentrasi di bagian selatan atau di dekat pantai, artinya semakin

dekat dengan laut maka nilai salinitasnya semakin tinggi dan (2) Persepsi masyarakat

terhadap kondisi airtanah di Kecamatan Puring, termasuk dalam klasifikasi sedang, yang berarti masyarakat sudah mulai mengetahui jika wilayah mereka terdapat potensi

airtanah di sumur mereka tercemar dan memiliki nilai salinitas yang cukup tinggi.

Kata Kunci: salinitas, persepsi masyarakat, airtanah

104

PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN

SUMBANGANYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH

Aris Sudomo dan Ary Widiyanto

Balai Penelitian Teknologi Agroforestri,

Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4, Ciamis 46201

email: [email protected]

ABSTRAK

Serasah merupakan salah satu sumber bahan organik tanah yang didapatkan

melalui proses dekomposisi, yaitu proses perombakan dan penghancuran bahan

organik menjadi partikel yang lebih kecil sehingga menjadi unsur hara terlarut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktifitas serasah dari tanaman sengon

(Paraserianthes falcataria) dan menghitung berapa masukan unsur kimia makro tanah

yang disumbangkan oleh jatuhan serasah tersebut. Metode yang digunakan adalah

dengan menampung jatuhan seresah sengon dengan menggunakan littertrap dan

kemudian menimbangnya setiap minggu selama empat bulan (September-Desember

2013). Serasah dianalisa kandungan C, N, dan P untuk menghitung perkiraan unsur

kimia makro tanah yang disumbangkan oleh jatuhan serasah. Hasil penelitian

menunjukan bahwa produktiftas serasah sengon adalah sekitar 0.08 kg m-2

bulan-1

atau

800 kg ha-1

bulan-1

. Produktifitas serasah sengon terbesar pada bulan September yaitu

sekitar 0.13 kg m-2

bulan -1

, dimana jumlah hujan lebih sedikit dibanding bulan lain

pengamatan. Adanya serasah jatuh diperkirakan memberikan masukan hara per tahun

berupa C, N dan P berturut-turut sebesar 4.291 kg ha-1

, 973 kg ha-1

, dan 1.794 kg ha-1

.

Kata kunci: Serasah, sengon, bahan organik, kimia makro tanah

105

KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI KABUPATEN

PURWOREJO TAHUN 2008-2012

Ary Widiyanto dan Aris Sudomo

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry,

Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis

Telp, (0265) 771352 Fax (0265) 775866

Email: [email protected]

ABSTRAK

Studi ini dilaksanakan untuk mengetahui peran sektor kehutanan bagi ekonomi

Kabupaten Purworejo. Metode yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) analysis

dan Klassen Typology analysis. Data yang dikumpulkan adalah pendapatan daerah

Kabupaten Purworejo dan Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012. Hasil

Penelitian menunjukan bahwa sektor kehutanan adalah sektor yang penting dalam

pembangunan ekonomi di Kabupaten Purworejo. Kontribusi sektor kehutanan terhadap

PDRB Kabupaten Purworejo rata-rata adalah 1,6%. LQ analysis mengindikasikan

bahwa sektor kehutanan menjadi sektor basis pada periode tersebut, dengan nilai LQ

diatas 1 (satu). Hasil analisis Klassen Typology menunjukan sektor kehutanan masuk

dalam kuadran 1, atau sektor maju. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan dan kontribusi

sektor kehutanan terhadap PDRB di Kabupaten Purworejo lebih besar dari

pertumbuhan dan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB di Propinsi Jawa

Tengah.

Kata kunci: Sektor kehutanan, LQ analysis, Klassen typology, ekonomi regional

106

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN DAN

KEHUTANAN DI KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Bambang Riadi

Badan Informasi Geospasial, email: [email protected];

[email protected]

ABSTRAK

Sumberdaya wilayah sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara ruang,

lingkungan maupun wilayah. Wilayah Sulawesi Tengah pada umumnya merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia, karena terletak dekat dengan

sumber gempa bumi yang berada di darat dan di laut. Kondisi ini mempengaruhi

kondisi geografis wilayah penelitian baik pada aspek fisik wilayah maupun perencanaan

pengembangan wilayah. Kekayaan dan potensi sumber daya alam dan lingkungan dapat

dilihat dari potensi lahan pertanian, hutan yang mencakup potensi fisik material dan

potensi hayati. Untuk menggali potensi sumber daya alam diperlukan kajian terhadap

inventarisasi potensi jenis sumber daya alam yang ada, dan tingkat pemanfaatannya,

selanjutnya disusun dalam bentuk data kuantitatif dan dalam bentuk peta potensi sumber

daya alam. Dengan tersedianya informasi data potensi maka pengelolaan kawasan dapat

dilakukan dengan baik, sehingga dapat terhindar terjadinya kerusakan lingkungan. Identifikasi potensi sumber daya alam dilakukan dengan memanfaatkan peta rupabumi

dan data citra satelit. Untuk selanjutnya dilakukan integrasi data sekunder dengan data

peta hasil prosesing. Potensi yang dimiliki adalah potensi sumber daya alam di sektor

pertanian dengan luasan kebun 26,2% dan sawah 4,1% wilayah dan kawasan hutan

dengan luasan 65,1 % wilayah, potensi inilah yang dapat dikembangkan sebagai

kekuatan ekonomi masyarakat.

Kata kunci: potensi lahan, identifikasi, sumber daya alam, integrasi, kehutanan

107

SEBARAN DAN POTENSI WISATA AIR TERJUN

DI KABUPATEN TASIKMALAYA

Erni Mulyanie

1Erni Mulyanie, Universitas Siliwangi, [email protected]

ABSTRAK

Kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya memiliki peranan yang penting dalam

kepariwisataan Jawa Barat maupun dalam pembangunan wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya mempunyai banyak wisata air terjun yang dapat

dijadikan potensi khusus bagi Kabupaten Tasikmalaya dengan lokasi wisata air terjun di

Kabupaten Tasikmalaya tersebar luas di setiap penjuru daerah. Ini merupakan potensi

alami yang dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya dengan dijuluki sebagai jantungnya

Priangan Timur. Mengingat suatu potensi wisata air terjun merupakan sektor unggulan

di Kabupaten Tasikmalaya maka penting untuk terus memberikan identitas khas

wilayah ini yang membedakan dengan wilayah yang lainnya. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk mendukung kebijakan pengembangan pariwisata Kabupaten

Tasikmalaya tersebut adalah melakukan penataan terhadap daya tarik wisata yang

potensial untuk dikembangkan melalui perencanaan dan perancangan yang baik. Tujuan

dari penelitian ini adalah mengkaji sebaran dan potensi objek wisata air terjun yang

nantinya dapat mengembangkan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dan dapat

memberikan peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga lokal, baik langsung

maupun tidak langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif Kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Survey

Lapangan (Field Study), Wawancara (Interview), Studi Dokumentasi, Studi Literatur.

Sebaran air terjun di Kabupaten Tasikmalaya terlihat bergerombol yang menumpuk di

wilayah bagian utara dan selatan dianalisis menggunakan analisis persebaran tetangga terdekat. Wisata Air Terjun berada dibeberapa kecamatan yang memiliki aksesibilitas

yang didalamnya kondisi jalan, rute jalan, jarak tempuh, dan kondisi jalan yang

berbeda, khususnya akses jalan pedesaan yang masih kurang memadai, sehingga potensi

yang ada belum berkembang secara optimal.

Kata Kunci: Sebaran, Potensi Wisata, Air terjun.

108

KOMISI F

Pengelolaan Sumberdaya Manusia

109

EVALUASI KONDISI KOMUNITAS KONSERVASI MANGROVE: STUDI

KASUS LEMBAGA KONSERVASI MANGROVE WANA TIRTA KULON

PROGO DIY

Arie Budiyarto

Arie Budiyarto, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Kulon Progo DIY, [email protected]:

ABSTRAK

Mangrove adalah salah satu sumberdaya alam dan salah satu “Common Pool Resources/CPR” yang sangat penting karena menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan mangrove

yang telah terbukti sukses di berbagai wilayah baik di dalam negeri maupun

mancanegara menunjukkan bahwa komunitas masyarakat lokal di sekitar ekosistem

mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan

pengelolaan ekosistem tersebut. Salah satu komunitas konservasi mangrove yang cukup

terkenal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan telah menerima berbagai

penghargaan dan pengakuan baik dari institusi pemerintah maupun non pemerintah

adalah Lembaga Konservasi Mangrove Wana Tirta (Wana Tirta) di Pedukuhan Pasir

Mendit Kabupaten Kulon Progo. Namun demikian, selama ini belum banyak studi

mengenai evaluasi terhadap kondisi Wana Tirta sebagai komunitas kunci dalam

konservasi mangrove di DIY khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi Wana Tirta dalam rangka

meningkatkan kinerja pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Kulon Progo

DIY. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2016 dengan

menggunakan semi-structured, in-depth interviews sebagai metode pengambilan data.

Transkrip wawancara kemudian dianalisa menggunakan Thematic Content Analysis

(TCA) yang sudah dimodifikasi berdasarkan Burnard (1991) dan Nilsson, Skär and Söderberg (2015). Hasil TCA kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan 8 design

prinsip Ostrom (Ostrom 1990: 90) untuk mengevaluasi kondisi Wana Tirta.

Narasumber penelitian berjumlah 17 orang, dipilih secara purposive dari berbagai

institusi terkait pengelolaan mangrove di Kabupaten Kulon Progo yang pernah

berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan Wana Tirta. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor penunjang dan penghambat

perkembangan Wana Tirta sebagai aktor penting dalam pengelolaan mangrove di

Kulon Progo. Faktor-faktor tersebut berasal dari dalam Wana Tirta sendiri (internal faktor) dan dari luar Wana Tirta (eksternal faktor). Untuk dapat mengembangkan

dirinya, Wana Tirta harus dapat mengatasi faktor penghambat dan secara bersamaan

meningkatkan kualitas faktor pendukung yang dimilikinya. Dukungan berkelanjutan

dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam pengembangan Wana Tirta terutama oleh

“bridging institutions” yang telah terbukti sebagai salah satu aktor kunci dalam menunjang perkembangan Wana Tirta hingga saat ini.

Kata kunci: Evaluasi Komunitas, Konservasi Mangrove, Wana Tirta

110

MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT:

REMEDIASI DANAU RAWA PENING UNTUK MENJAMIN

KELESTARIANNYA

Nana Haryanti

1Nana Haryanti, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS,

email:[email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan danau Rawapening berkelanjutan, yang merupakan salah satu danau

prioritas yang memiliki fungsi strategis untuk kepentingan nasional, sebagai upaya

mengantisipasi perubahan iklim global dilakukan melalui beberapa strategi kemitraan

antara lain dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan peran serta

masyarakat. Danau Rawapening merupakan danau prioritas yang perlu segera ditangani,

pada saat ini penutupan lahan di daerah tangkapan airnya terdiri dari tegal atau sawah

(55%), lahan kritis (24%), pemukiman (14%), tubuh air (3%) sedangkan hutan hanya

sekitar (4%). Dengan kondisi seperti itu danau Rawapening harus menjalankan fungsi-

fungsi lindung dan sosial seperti sebagai sumber air tawar untuk minum, sumber irigasi, dan pengendali banjir. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan berbagai upaya yang

dilakukan untuk tetap menjaga kualitas dan kuantitas air danau. Metode penelitian

adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara antara lain:

wawancara mendalam dengan instansi pemerintah dan masyarakat sekitar danau, focus

group discussion, dan studi pustaka untuk kebijakan. Analisa data dilakukan dengan

fenomenologi, yaitu dengan memahami fenomena yang berkembang berdasarkan bukti-

bukti yang muncul di lapangan. Hasil menunjukkan bahwa terdapat tiga program

prioritas yang dikembangkan untuk remediasi Danau Rawapening yaitu (1) aplikasi

sains dan teknologi, (2) pengembangan kelembagaan untuk peningkatan pengelolaan

danau, (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam konservasi danau. Cakupan

makalah ini hanya akan membahas point kedua dan ketiga. Kedua program tersebut

kemudian dijabarkan lagi menjadi program-program berbentuk kemitraan yang

melibatkan partisipasi aktif masyarakat seperti program prioritas yaitu pengendalian

eceng gondok, implementasi pertanian ramah lingkungan dan peningkatan peran aktif

masyarakat dalam kegiatan konservasi Danau Rawapening. Sedang program penunjang

meliputi pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan dan pengembangan

program pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaikan permasalahan over blooming

yang dapat meningkatkan pendapatan warga sekitar, serta pengembangan ecotourism.

Kata kunci: kemitraan, remediasi danau, kelestarian

111

KARAKTERISTIK SUMBERDAYA MANUSIA DI KOTA SALATIGA

(Studi Kasus pada Sumberdaya Manusia Jasa Transportasi)

Nurul Hidayah1 dan Iin Sulistiyowati

2

1Nurul Hidayah, Mahasiswa Fakultas Geografi, email: [email protected] 2Iin Sulistiyowati, Mahasiswa Fakultas Geografi, email: [email protected]

ABSTRAK

Sumberdaya Manusia dipengaruhi oleh kemampuan, pengetahuan serta

ketarmpilan yang didukung melalui jenjang pendidikan yang ditempuh. Kota Salatiga

memilki IPM menapai 80,96 % (BPS, 2015). Hal tersebut menjadikan tantangan unuk masyarakat Kota Salatiga untuk terus berkompetisi dalam bidang ekonomi demi

mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kota Salatiga merupakan salah satu Kota

kecil yang ada di Jawa Tengah dengan letak yang strategis karena berada di jalur

provinsi antara Jogjakarta dan Semarang sehingga keberadaan ini sangat berpengaruh

dengan karakteristik yang ada di kota kecil ini. Hal tersebut membuat Kota Salatiga

ramai dengan aktivitas masyarakat sehingga menyebabkan pengembangan sumberdaya

manusia dibidang profesi yang berkaitan dengan transportasi merupakan salah satu

pilihan penting pemerintah dan masyarakat Kota Salatiga agar dapat terus berkembang.

Pengetahuan tentang karakteristik SDM dalam profesi ini sangat diperlukan agar

penegmbangan SDM dan profesi dibidang ini dapat terarah dan tepat sasaran. Metode

yang digunakan dalam penelitaian ini adalah metode survey yang memfokuskan pada

jasa transportasi yaitu sopir angkot, tukang ojek, kusir andong dan tukang becak.

Sampel diambil dengan teknik accidentally sampling pada 128 responden yang berada

di sekitar Pasar Blauran, Pasar Raya dan Tamansari Kota Salatiga pada 26 – 28

Desember 2016. Tekink pengambilan data dilakukan dengan wawancara untuk

mengetahui informasi mengenai jenis kelamin, usia, domisili, tingkat pendidikan, status

perkawinan, status kepemilikan jasa transportasi, jam kerja, jumlah tanggngan dan

pengalaman kerja. Hasil dari penelitian karakteristik SDM pada profesi yang berkaitan

dengan transportasi menunjukkan bahwa Jenis kelamin di dominasi oleh laki-laki, usia

diatas 50 tahun, tingkat pendidakan rata-rata tidak sekolah-SMA, perkawinan

kebanyakan mereka telah kawin, kepemilikan kendaraan milik sendiri. Data-data yang

ada menunjukkan bahwa SDM Kota Salatiga dibidang profesi transportasi sebenarnya merupakan SDM yang memiliki pendidikan yang rendah dan tidak memiliki pilihan

pekerjaan lagi selain pekerjaan tersebut.

Kata kunci: Karakteristik, Sumberdaya Manusia, Jasa Transportasi.

112

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI

KELEMBAGAAN UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS

DURIANGKANG, BATAM

S. Andy Cahyono

ABSTRAK

Pulau Batam merupakan salah satu pulau kecil (luas pulau <2000 km2) yang strategis

dengan potensi pengembangan ekonomi tinggi yang diharapkan dapat menarik

kemajuan daerah sekitarnya. Perkembangan ekonomi tersebut memicu penurunan daya

dukung DAS, kekurangan air bersih dan masalah sosial ekonomi kelembagaan. Salah

satu DAS pemasok air bersih di Batam yang mengalami permasalahan tersebut adalah DAS Duriangkang sehingga DAS ini masuk dalam kategori DAS Prioritas yang harus

dipulihkan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kerentanan sosial,

ekonomi, kelembagaan untuk perencanaan pengelolaan DAS Duriangkang, Batam.

Analisis kerentanan menggunakan Sistem Monitoring Evaluasi Daerah Aliran Sungai

aspek sosial ekonomi dan kelembagaan. Data yang dipergunakan merupakan data

primer dan data sekunder pada DAS Duriangkang. Hasil analisis terhadap DAS

Duriangkang Batam menunjukkan bahwa secara sosial tergolong agak rentan (3,4),

secara ekonomi tidak rentan (1,4), dan secara kelembagaan rentan (4,2). Secara

keseluruhan DAS Duriangkang tingkat kerentanan sosial ekonomi kelembagaan

tergolong agak rentan (3). Penyelesaian masalah penurunan daya dukung dan

kelangkaan air terutama pada aspek yang memiliki kerentanan relatif tinggi terlebih

dahulu: kelembagaan, sosial kemudian ekonomi. Perencanaan pengelolaan DAS

Duriangkang Batam seyogyanya memperhatikan kerentanan sosial ekonomi

kelembagaan yang ada.

Kata kunci: kerentanan, daerah aliran sungai, Batam

113

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA TRANSPORTASI TRADISIONAL

(Studi Kasus Pemanfaatan Andong sebagai Wisata Kreatif di Kota Salatiga)

Setyo Ari Wibowo1, Ilyas Ayub Ariseno

2, dan Heri Widodo Saputro

3

1Setyo Ari Wibowo, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]

2Ilyas Ayub Ariseno, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected] 3Heri Widodo Saputro, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]

ABSTRAK

Andong merupakan salah satu alat transportasi darat tradisional yang bersaing

dengan transportasi darat lainnya, baik berupa transportasi modern maupun yang masih tradisional. Sebagai salah satu icon dalam hal transportasi, maka andong dapat menjadi

salah satu attraction force untuk bidang pariwisata di Kota Salatiga. Namun,

kenyataannya berbeda bahwa moda transportasi ini bersaing dengan moda transportasi

skala modern yang secara realita lebih efektif dan efisien, sehingga memunculkan

aspirasi yang menjadi promosi pariwisata agar dapat meningkatkan jumlah minat

terhadap penggunaan andong sebagai wisata kreatif. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk: (1) menganalisis karakteristik moda transportasi andong sebagai wisata kreatif

tradisional di Kota Salatiga, (2) mengetahui potensi andong sebagai wisata kreatif di

Kota Salatiga. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, melalui pendekatan

survey. Teknik Sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling, dengan populasi

penelitiannya kusir andong yang ada di Kota Salatiga, jumlah sampelnya sebanyak 60

kusir andong, sementara metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif

komparatif dengan membandingkan antar variabel. Hasil survey menunjukkan bahwa

setiap harinya kusir andong rata-rata hanya mendapatkan 0-5 penumpang dengan

pendapatan rata-rata Rp., 25.000 per hari dari penghasilan terendah, bahkan ada juga

kusir andong yang mengeluh bahwa kadang tidak dapat hasil sama sekali artinya 0

rupiah. Sementara para kusir andong ini memiliki jumlah tanggungan yang tidak sedikit

ada dari mereka yang menanggung 3-4 orang dalam satu keluarga, bahkan terdapat pula

dari mereka yang menanggung 5-6 tanggungan. Hal tersebut akan berdampak pada

kesejahteraan para kusir andong yang ada di Kota Salatiga sehingga dapat berimbas

pada meningkatnya jumlah pengangguran, bertambahnya kemiskinan, para kusir

andongpun jauh dari kata sejahtera. Potensi yang dapat dikembangkan para kusir andong yaitu dengan meningkatkan pelayanan dan tampilan andong itu sendiri. Selain

itu andong dapat dilengkapi dengan fasilitas full music, lampu hias, maupun tampilan

lainnya yang menarik, yang lebih menarik lagi apabila penumpang andong tidak hanya

naik andong saja namun dapat juga mencoba mengendalikan andongnya, sehingga

menarik orang akan mencoba. Hasilnya kalo hanya “numpak” itu biasa tetapi kalo “nyetir” sendiri itu baru beda.

Kata kunci: Sumberdaya Transportasi Tradisional, Andong, Wisata Kreatif.

114

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR

PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

Yetti Anita Sari

Fakultas Geografi, UGM

Email: [email protected]

ABSTRAK

Sektorpertanianmerupakansektor yang menyerapjumlahtenagakerjaterbesar di

KabupatenBoyolali. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis produktivitas

tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali; (2) Mengetahui lokasi wilayah

kecamatan yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja tinggi; (3) Menganalisis

kontribusi tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali. Metode penelitian yang

adalah kuantitatif dengan perhitungan menggunakan data skunder dari instansi

pemerintahan. Data yang digunakan meliputi (1) Data tenagakerjasektorpertanian; (2)

Data PDRB KabupatenBoyolaliperkecamatantahun 2010. Hasil dari penelitian ini

adalah (1) Produktivitas tenaga kerja sektor pertanian mayoritas bernilai sedang ke

rendah; (2) Kecamatan yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang paling tinggi

adalah kecamatan Musuk; (3) Kontribusi tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten

Boyolali belum merata.

Kata kunci: Kontribusi, Produktivitas, Tenaga Kerja, Sektor Pertanian.

115

PEMBERDAYAAN IBU HAMIL MELALUI PERAWATAN DIRI

SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO KEMATIAN MATERNAL

DI KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN TEMANGGUNG

Oleh: Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah

Email: [email protected]*

*pengajar pada Jurusan Geografi, FIS UNNES,

(Gd. C1 Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang,

08122554016)

ABSTRAK

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Tengah mencerminkan resiko

yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan sampai dengan paska persalinan. Pernikahan

usia anak pada perempuan berkorelasi dengan kehamilan usia dini yang merupakan

kehamilan beresiko tinggi dan menimbulkan resiko kematian maternal akibat

komplikasi pada saat kehamilan, persalinan, maupun pada masa nifas. Pendidikan

reproduksi sehat merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan

perilaku perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan. Namun penelitian mengenai

pendidikan reproduksi sehat dan perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan, masih

sangat sedikit. Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang memiliki kecamatan dengan

persentaseperkawinanusiaanakmelebihi rata-rata nasionaladalahKecamatanTretep,

KabupatenTemanggung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang

pendidikan reproduksi sehat dan perilaku perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan.

Tujuan yang ingin dicapai dengan adalah mengetahui apakah pendidikan

reproduksi sehat memberikan perbedaan yang nyata terhadap tingkat pengetahuan dan

perilaku perawatan diri selama hamil sampai pasca melahirkan. Eksperimen dilakukan

pada kelompok ibu yang menikah pada usia anak yang dibedakan menjadi

padakelompokintervensidankelompokkontrol. Lokasipenelitiandi Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. MetodePenelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif,

dengan melakukan pra-eksperimen dengan membandingkan mengenai pengetahuan dan

perilaku kelompok sebelum san sesudah intervensi.Metodepembelajaran yang dilakukan

adalah pembelajaran partisipatoris, di mana kelompok remaja dilibatkan sebagai focus

dalam pembelajaran.Teknik analisis dilakukan dengan review data sekunder, observasi

kelompok, wawancara semi terstruktur dan diskusi kelompok terfokus. Masyarakat

tersasar (kelompok remaja) difasilitasi untuk menemukenali permasalahan yang terjadi

diwilayahnya, yaitu tingginya pernikahan usia anak di wilayahnya, yang diikuti pula dengan tingginya angka kematian ibu (kematian maternal) di usia muda. Kemudian

kelompok sasaran didorong menemukan potensinya sebagai kaum muda yang sanggup

memperoleh pembelajaran tentang pendidikan reproduksi sehat dan perawatan diri pada

ibu selama proses kehamilan sampai pasca kelahiran. Dengan demikian hasil penelitian

akan memberikan kontribusi pada ditemukannya cara yang efektif untuk menurunkan

angka kematian ibu.

116

BENARKAH HUTAN AKAN LESTARI APABILA MASYARAKAT

SEJAHTERA?

(Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani pada Beberapa Kawasan Hutan

Negara di Kalimantan Timur)

Faiqotul Falah1

1Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan

DAS ([email protected])

ABSTRAK

Slogan “Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari” menjadi asumsi dasar bagi kegiatan

pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan. Diasumsikan bahwa apabila pendapatan

masyarakat sekitar hutan meningkat, gangguan pada hutan akan berkurang sehingga

hutan akan lestari. Naskah ini bertujuan mengkaji kegiatan pendampingan masyarakat

sekitar hutan di beberapa kawasan hutan, dan pengaruhnya pada kelestarian hutan. Studi

kasus pada pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW), Taman Nasional Kutai

(TNK), Hutan Adat Wehea, dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK)

Hutan Penelitian Samboja di propinsi Kalimantan Timur. Dalam penelitian ini kriteria

keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam melestarikan hutan meliputi peningkatan

pendapatan melalui kegiatan pendampingan, persentase penutupan kawasan hutan,

angka penebangan liar yang masih terjadi, serta keberlanjutan kegiatan hasil

pemberdayaan masyarakat. Data penelitian berupa data sekunder dari laporan hasil-hasil

penelitian terdahulu, berupa data kualitatif bentuk pemberdayaan masyarakat di

beberapa kawasan hutan tersebut, intensitas pendampingan, hasil kegiatan

pemberdayaan, struktur dan kegiatan pengelolaan kawasan hutan, kolaborasi dan

dukungan parapihak dalam upaya pelestarian kawasan. Analisis data dilakukan secara

kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan di HLSW dan Wehea berhasil menurunkan tingkat perusakan hutan (dalam bentuk perambahan, penebangan dan

perburuan liar), sementara kegiatan pendampingan masyarakat di TNK dan KHDTK

Samboja belum berhasil menurunkan tingkat gangguan terhadap hutan. Kegiatan

pendampingan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanya

efektif apabila : 1) pengelola kawasan tersebut harus memiliki rencana pengelolaan

jangka menengah dan panjang yang terinci, agar kegiatan pendampingan dapat

dilaksanakan setelah kegiatan penataan kawasan, dan dilaksanakan seiring dengan

pengamanan kawasan, dan penyuluhan konservasi, 2) ada produk yang bisa dipanen dalam jangka pendek, 3)dilakukan secara serentak dalam skala yang cukup besar (bukan

hanya demplot), 4) pendampingan dilaksanakan dalam bentuk kelompok, bersifat

teknis, intensif, dan berkelanjutan, 6) didukung oleh pemerintah daerah (berhubungan

dengan perambahan dan penataan kawasan), dan 7) dilaksanakan dengan

kolaborasi/kemitraan dengan pemangku kepentingan lain, agar pendanaan tidak

tergantung kepada APBN. Kepastian penataan kawasan dan perencanaan pengelolaan

kawasan menjadi prasyarat keberhasilan kegiatan pendampingan masyarakat. Sementara

intensitas pendampingan kelompok menjadi syarat keberlanjutan program peningkatan

kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Kata kunci: hutan lestari, pendampingan masyarakat, kemitraan

117

URGENSI LITERASI PERTANIAN BAGI ANAK USIA DINI MENDUKUNG

PENANAMAN PARADIGMA PENDIDIKAN AGRARIA

Farid Ibrahim,1,3

, Iin Muthmainnah4,5

, Megha Dharma Putra6, Theresia Retno Wulan

2,

Nicky Setyawan2,Dwi Sri Wahyuningsih

6,Gianova Andika Putri

,10, Edwin Maulana

1,7,

Fajrun Wahidil Muharram8, Bernike Hendrastuti

1,9,

, Wico Nandiyanta Mulia

1 ,Tri

Raharjo1

1Parangtritis Geomaritime Science Park

2Badan Informasi Geospasial

3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS

4Progam Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Wiralodra

5Lembaga KemanusiaanKilau, Indramayu

6Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM

7Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM

8Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 9Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada

10Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Diponegoro

Surel : [email protected]

ABSTRAK

Indonesia telah tidak lagi dipungkiri secara geografis sebagai negara agraris. Potensi

dan sumber daya fisik pendukungnya menempatkan indonesia layak sebagai negara

agraris. Sumber daya fisik seperti air, tanah, iklim dan cahaya sebagai syarat tumbuh

berbagai jenis tanaman melimpah ruah di negeri Indonesia. Permasalah muncul disaat

adanya dikotomi pandangan akan pertanian. Masyarakat menilai petani merupakan strata sosial kelas bawah. Bercocok tanam telah banyak ditinggalkan karena dipandang

terbelakang. Perubahan paradigma ini akan kontradiktif dengan semangat negara agraris

yang swasembada pangan. Peletakan kembali nilai-nilai agraris yang fundamental bagi

masyarakat Indonesia perlu digiatkan kembali. Pendidikan literasi pertanian dipandang

urgen untuk mendidik pola pikir bertcocok tanam. Kendati era kini, moderndisasi tidak

berarti melemahkan konsep agraria. Hal ini menjadikan pembelajaran literasi pertanian

bagi anak-anak usia dini menjadi asyik. Pengenalan ragam cara bercocok tanam

dipaparkan bagi anak usia dini. Memperkaya pandangan bertani, tidak selalu pertanian melulu hanya di ladang dan sawah. Namun pertanian polybagdan pertanian hidroponik

menjadi solusi semangat agraria. Anak usia dini akan melihat pertanian bukan sebagai

kegiatan yang berlumpur lagi, namun telah berkembang sebagai kegiatan merawat dan

melestarikan lingkungan. Beranjak dari ini, sumber daya tidak hanya melulu pada aspek

fisik, namun semangat, konsep dan paradigma agraria yang ditumbuhkan pada anak usia

dini pun merupakan sumberdaya terbaharukan menuju negeri agraria.

Kata Kunci: Literasi Pertanian, Agraria, Anak Usia Dini

118

PERSEPSI MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI

PADA GEOPARK GUNUNG SEWU SEBAGAI ASET GEOWISATA DI

KABUPATEN PACITAN

Hana Widawati1, Moh. Gamal Rindarjono

2, H. Soegiyanto

3

1Hana Widawati, UNS, [email protected]

2Moh. Gamal Rindarjono, UNS, [email protected]

3H. Soegiyanto, UNS, [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat dalam upaya

konservasi pada Geopark Gunung Sewu dan pengelolaannya oleh pemerintah daerah

sebagai bentuk pengembangan geowisata di Kabupaten PacitanPenelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan metode

pelaksanaannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Sampel lokasi dalam

penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sasaran

penelitian ini akan diambil di tiga situs berbeda, yaitu Teluk Pacitan, Telaga Guyang

Warak, dan Gua Tabuhan.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1)

Persepsi masyarakat belum sepenuhnya paham dan mengerti dengan baik mengenai

Geopark Gunung Sewu sebagai kawasan yang dilindungi; (2) Struktur organisasi

pengelolaan Geopark Gunung Sewu oleh PemerintahKabupaten Pacitanmasih belum

berfokus pada pemberdayaan masyarakat.

Kata kunci: Persepsi Masyarakat, Geopark Gunung Sewu

119

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI TRADISI LOMBE

DI PULAU KANGEAN KABUPATEN SUMENEP

Misbahul Ulum1, Kartika Hardiyati

2, Irfan

3

1Misbahul ulum, Universitas Negeri Malang, [email protected]

2Kartika hardiyati, Universitas Negeri malang, [email protected]

3Irfan , Universitas Negeri Malang, [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam usaha

mencapai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Wisata budaya yang

merupakan kegiatan wisata yang didukung oleh adanya objek wisata yang berwujud

hasil seni budaya lokal; adat istiadat, upacara agama, tata hidup masyarakat,

peninggalan sejarah, dan hasil seni, berbagai macam wisata budaya di Indonesia salah

satunya yaitu wisata budaya yang dikembangkan di Pulau Kangean Kabupaten

Sumenep yakni “Tradisi Lombe”. Pengembangan sumber daya manusia di Pulau Kangean dilakukan melalui Tradisi Lombe yang juga merupakan asset “wisata budaya”. Strategi ini merupakan salah satu cara yang efektif dan tepat karena selain mengembangkan sumber daya masyarakat juga berdampak terhadap eksistensi Tradisi

Lombe sebagai wisata budaya di Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif yang menggunakan metode observasi dan wawancara.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pengembangan SDM melalui

pelaksanaan dan pelestarian Lombe. Pengembangan SDM dilakukan melalui sosialisasi

secara tidak sengaja (non formal) dan pelatihan sehingga masyarakat mempunyai

keahlian di bidang yang berkaitan dengan tradisi, seperti sosialisasi non formal penunggangan kuda (joki), melatih memainkan alat musik tradisional khas Kangean

“gendang dumik”, sosialisai non formal dan malatih membuat peralatan kerbau, serta

masyarakat kangean mampu melakukan konservasi kerbau. Lombe sebagai warisan

budaya dilakukan juga untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya,

memajukan kebudayaan, mengangkat citra Masyarakat Kangean. Wisata budaya Tradisi

Lombe ini memberikan manfaat sebagai usaha segi konservasi, eksistensi daerah hingga

keuntungan dari segi ekonomi. Kerbau yang ikut Lombe memberikan dampak pada

nilai jual yang lebih tinggi dan status sosial yang meningkat. Pengembangan SDM melalui tradisi lombe dapat membawa kesejahteraan kepada masyarakat Kangean.

Kata kunci: Pengembangan SDM, Tradisi Lombe

120

PEMANFAATAN POTENSI DAERAH BERBASIS GEOPARK SEBAGAI

PENINGKATAN MASYARAKAT LOKAL YANG BERKELANJUTAN

DI DESA CIBUNIAH KECAMATAN PANCATENGAH KABUTEN

TASIKMALAYA

Erwin Hilman Hakim, Universitas Siliwangi,

[email protected]

ABSTRAK

Pontensi sumberdaya alam yang sangat besar belum tentu memberikan pengaruh

kepada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Desa Cibuniasih Kecamatan

Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi sumberdaya daerahnya yang

besar untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakatnya yang dapat dikelola berbasis

Geopark. Hal ini dikarenakan daerahnya memiliki tiga keragaman yaitu geodiversity,

biodiversity, dan cultural diversity. Potensi ini belum dikelola dan disinergiskan oleh

masayaratnya menjadi daya tarik yang memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan

masyarakatnya secara berkelanjutan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu deskriptif survey setelah data diperoleh analisis selanjutnya menggunakan

Analisis SWOT. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik kuesioner, wawancara

dan observasi lapangan. Populasi penelitian ini masyarakat, dan pemerintah setempat

dengan menggunakan metode random sampling dan judgement sampling. Desa

Cibuniasih Kecamatan Pancatengah memiliki potensi daerah yang sangat besar untuk dikelola oleh masyarakatnya hasil analisis dari data dilapangan potensi utama dan

menjadi ciri/icon daya tarik daerahnya yaitu Taman Batu Jasper sebagai warisan geologi

Tasikmalaya dan Indonesia yang perlu dikonservasi. Potensi biodiversity berupa hasil

pertanian masyarat yaitu Manggis (Garcinia mangostana L.), Durian (Durio

zibethinus), Kokosan (L. domesticum var. aquaeum), Sawo (Manilkara zapota) dan

Kelapa (Cocos nucifera) dijadikan daya tarik agrowisata. Potensi kebudayaan

masyaraktnya cultural diversity yaitu Kuda Lumping, Upacara Saparan, Reog, dan

Kacapi Suling. Kesenian dan kebudayaan ini dapat dijadikan suatu atraksi bagi pengujung. Potensi sumberdaya yang dimiliki Desa Cibuniasih belum dimanfaatkan dan

dikelola oleh masyarakatnya dengan optimal maka perlunya peningkatan pengetahuan

dan keahlian masyarakatnya dalam memanfaatkan sumberdaya daerahnya dengan

berbasis geopark yang nantinya secara tidak langsung akan memanfaatkan sumberdaya

daerahnya secara lestari dan berkelanjutan.

Kata Kunci: Potensi Daerah, Geopark, Peningkatan Masyarakat

121

HUBUNGAN PEMILIHAN POLA PEMANFAATAN LAHAN DENGAN

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI WILAYAH HULU DAS: Kasus di

SubDAS Naruan, DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri

Syahrul Donie

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS.

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan penduduk yang pesat telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan di

wilayah hulu DAS untuk tanaman semusim. Akibatnya terjadi dampak negative

terhadap lingkungan DAS, seperti erosi, sedimentasi, penggundulan hutan, lebih jauh

terjadi banjir, kekeringan dan bencana tanah longsor. Salah satu solusi yang ditawarkan

adalah menghadirkan teknologi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang sampai saat ini

masih berbasis menggunakan pohon. Namun solusi ini masih sulit dilaksanakan oleh

sebagian masyarakat sehingga secara diam-diam maupun secara terang-terangan

masyarakat berusaha menyingkirkan atau mematikan tanaman pohonnya sehingga lahan

kembali seperti semula. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan

pemilihan pola pemanfaatan lahan dengan kondisi social ekonomi masyarakat dan

mencari alternative pola pemanfaatan yang sesuai untuk lahan di hulu DAS. Penelitian

dirancang sebagai penelitian survey dan diperdalam melalui observasi lapangan.

Responden sebanyak 90 orang diambil purposive dari peserta proyek rehabilitasi

SubDAS Naruan (957,12 ha), meliputi tiga desa, yaitu Desa Bubakan, Desa

Wonokeling dan Desa Wonoharjo. Pemilihan responden didasarkan pada pola-pola

pemanfaatan lahan tegalan. Pengolahan data dilakukan dengan tabulasi frekwensi dan

regresi liner berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola

pemanfaatan lahan oleh petani, pertama pola tanaman semusim yang dicampur dengan

tanaman keras dan rumput sebagai teknik konservasi; kedua pola tanaman keras dicampur dengan semusim; dan ketiga pola tanaman semusim tanpa tanaman keras.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemilihan pola sangat terkait dengan pekerjaan

pokok masyarakat (koefisien korelasi - 0,41), kebiasaan merantau (koefisien korelasi -

0,378), status kepemilikan lahan (koefisien korelasi 0,345), serta jumlah tanggungan

keluarga (koefisien korelasi - 0,221). Semakin pekerjaan utamanya petani maka

responden semakin memilih pola tanaman semusim dan menolak pola full tanaman

keras, namun sebaliknya apabila pekerjaan utamanya pedagang atau yang lain diluar

petani, termasuk merantau maka responden akan memilih pola full kayu-kayuan. Kemudian setelah diadakan sosialisasi program, petani yang tadinya memiliki pola

tanaman semusim lebih memilih pola surjan atau pola selang seling antara larikan

tanaman semusim dengan larikan tanaman kayu-kayuan, sedang yang lainnya memilih

pola full tanaman kayu-kayuan yang dikombinasikan dengan tanaman bawah seperti

rumput dan mpon-mpon. Implikasi hasil penelitian: 1) untuk mencapai keberhasilan

proyek RHL maka pola-pola pemanfaatan lahan harus mempertimbangkan unsur social

ekonomi, terutama pekerjaan utama petani, 2) untuk pekerjaan utamanya petani maka

pola kombinasi (surjan) dapat direkomendasikan.

Kata Kunci: pola pemanfaatan lahan, social ekonomi, wilayah hulu DAS Keduang,

Kabupaten Wonogiri

122

MODEL KONSERVASI AIRTANAH DAERAH LERENG GUNUNG

MERAPI BERBASIS BUDAYA LOKAL DI KABUPATEN KLATEN JAWA

TENGAH

Siti Taurat Aly1, Aridiniyati

2, Suharjo

3, Miftahul Arozaq

4

1Siti Taurat Aly, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Aridiniyati, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

3Suharjo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

4Miftahul Arozaq, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:[email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, keterbatasan ruang, kebutuhan

akan bahan pangan, energi dan air yang menyebabkan kondisi wilayah saat ini menjadi

tidak berkelanjutan Manusia bertugas untuk menjaga alam dan potensi sumberdaya air

yang diciptakan oleh Allah SWT agar tetap lestari dan memberikan maslahah bagi

kehidupan Pada tahun 2015, PBB memilih SDGs (Sustainable Development Goals)

untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan mengetahui

model pengelolaan airtanah daerah lereng gunung Merapi berbasis budaya lokal

Kabupaten Klaten. Metode Penelitian ini dilakukan dipilih metode survei dan untuk

mencapai hasil dilakukan dengan analisis diskriptif kualitatif. Hasil penelitian yaitu

model Pengelolaan air di bentuklahan puncak dan lereng Merapi atau wilayah

kecamatan Kemalang berbasis mitra desa dan gotong–royong, Model Pengelolaan mata

air di bentuklahan kaki Merapi; 1) wilayah kecamatan Manisrenggo berbasis Desa

mitra, 2) wilayah kecamatan jatinon dan Karangnongko berbasis pertanian

berkelanjutan 3) wilayah kecamatan Tulung berbasis ekonomi produktif. dan Model

pengelolaan air tanah bentuklahan dataran fluvial Merapi berbasis individu.

Kata Kunci: Model Pengelolaan, air tanah, budaya lokal

123

ANALISIS KERENTANAN SOSIAL GEMPABUMI DI KECAMATAN

GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN

Dwi puji hastuti, Kuswaji Dwi Priyono

Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kerentanan social sering kali terlupakan dalam proses pengelolaan bencana

gempabumi, beberapa kegiatan yang lebih sering difokuskan sebatas pada upaya

pengetahuan struktur bangunan dan permasalahan yang bersifat fisik (Flanagan et al.,

2011). Analisis kerentanan social adalah keadaan suatu wilayah yang dipengaruhi oleh

fisik, sosial, budaya, lingkungan untuk mencegah, meredam dalam menanggapi

bencana. Penetapan indicator kerentanan social menggunakan tiga variabel yaitu

kepadatan penduduk, penduduk lansia dan balita, penduduk wanita. Hasil penelitian

menunjukan tingkat kelas kerenentanan social gempabumi sedang, rendah, tinggi dan

keterkaitan kerentanan social dengan kerawanan gempabumi di Kecamatan Gantiwarno

Kabupaten Klaten. Hasil pengujian terhadap tiga variable diketahui bahwa, Pertama,

berdasarkan data tabular hasil pengolahan dengan menggunakan software ArcGIS,

kerentanan sosial paling tinggi terdapat di enam desa yaitu desa Baturan dengan

kepadatan penduduk 1464 Jiwa/Km2, Ngandong 1420 Jiwa/Km

2, Kragilan 1158

Jiwa/Km2, Karangturi 1563 Jiwa/Km

2, Ceporan 1550 Jiwa/Km

2, Mutihan 1509

Jiwa/Km2, Muruh 1747 Jiwa/Km

2. Sedangkan untuk kerentanan Rendah ada di lima

desa antara lain desa Gentan dengan kepadatan penduduk 829 Jiwa/Km2, Sawit 1080

Jiwa/Km2, Jogoprayan 1076 Jiwa/Km

2, Kerten 1088 Jiwa/Km

2, Jabung 1093 Jiwa/Km

2.

Kedua, berdasarkan pada penduduk lansia dan balita diketahui bahwa daerah dengan

tingkat kerentanan paling tinggi adalah Desa Mutihan dengan jumlah lansia dan balita adalah 748 jiwa (8,72%); adapun daerah dengan tingkat kerentanan social berdasarkan

penduduk lansia dan balita paling rendah adalah Desa Gentan dengan jumlah penduduk

lansia dan balita sebesar 298 jiwa (3,47%). Ketiga, Tingkat kerentanan social terhadap

bencana gempabumi di Kecamatan Gantiwarno berdasarkan pada populasi penduduk

wanita diketahui bahwa Desa Kragilan merupakan daerah dengan tingkat kerentanan

social terhadap bencana gempabumi berdasarkan pada populasi penduduk wanita yang

paling rendah, hal ini diketahui bahwa jumlah populasi wanita di Desa Kragilan lebih

sedikit jika dibandingkan penduduk laki-laki yaitu 885 jiwa, adapun untuk daerah dengan tingkat kerentanan sosial paling tinggi dengan jumlah wanita yang lebih besar

dari laki-laki adalah Desa Kerten, hal ini disebabkan perbandingan jumlah perempuan

dengan laki-laki adalah 90,21%. Dengan medan yang relative sulit, apabila terjadi

bencana maka penduduk perempuan biasanya relative lebih rentan daripada penduduk

laki-laki.

Kata kunci :Kerentanan sosial, fisik, kerawanan dan gempabumi.

124

ANALISIS SPASIAL PELAYANAN FASILITAS SOSIAL EKONOMI

DI KELURAHAN GIRIPURWO

Amiriyah Umi Marfu’ah1Ardian Siswono

2Iffan Hanif Syaifullah

3M. Abdul Habib

4

Rustam Afandi5

1Pendidikan Geografi, [email protected]

2Pendidikan Geografi, [email protected]

3Pendidikan Geografi, [email protected]

4Pendidikan Geografi, [email protected]

5Pendidikan Geografi, [email protected]

ABSTRAK

Analisis data spasial cenderung lebih mudah untuk dipahami dan dikembangkan terkait

dengan struktur keruangan wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat

pelayanan dan mengetahui aksesibilitas pelayanan fasilitas sosial dan ekonomi di

Kelurahan Giripurwo Kecamatan Wonogiri. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan

Giripurwo yang merupakan pusat administrasi di Kabupaten Wonogiri. Kelurahan

Giripurwo memiliki fasilitas sosial dan ekonomi yang cukup beragam sehingga menarik

peneliti untuk menjadikannya obyek penelitian. Pengumpulan data menggunakan teknik

simple random sampling dengan tingkat signifikansi 10%. Penelitian ini menggunakan

metode interpretasi citra satelit, pengolahan data spasial dan analisa dengan Sistem

Informasi Geografis (SIG). Pengukuran tingkat layanan fasilitas sosial ekonomi

berdasarkan aksesibilitas diolah dengan parameter jarak menggunakan euclidean

distance tool yang terdapat pada SIG. Pengukuran tingkat pelayanan diukur dengan

rumus tingkat pelayanan fasilitas umum. Hasil dari penelitian menunjukkan jarak

fasilitas sosial ekonomi dengan pemukiman dalam bentuk interpretasi warna dengan 7

tingkatan berdasarkan jarak. Tingkat pelayanan fasilitas sosial ekonomi di Giripurwo

memiliki kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya dengan

kisaran keberhasilan 90-100%. Fasilitas sosial ekonomi yang terdapat di Kelurahan

Giripurwo sudah memiliki kemampuan pelayanan yang sesuai dengan SNI 03-1733-

2004. Jumlah dan persebaran fasilitas sosial ekonomi mempengaruhi perolehan nilai

aksesibilitas.

Kata kunci: Fasilitas, Ekonomi, Sosial