ii - geografi.ums.ac.idgeografi.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/55/... · dan kehutanan di...
Transcript of ii - geografi.ums.ac.idgeografi.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/55/... · dan kehutanan di...
ii
KATA PENGANTAR
Pembangunan bagaikan dua sisi: berdampak positif, juga bisa berdampak
negatif. Dampak negatif misalnya kerusakan lingkungan karena tindakan
eksploitasi sumberdaya wilayah secara besar-besaran. Karena itu, dalam
pelaksanaan pengelolaan sumberdaya wilayah harus berkelanjutan dengan
mempertimbangkan kondisi lingkungan dan menjaga kelestarian ekosistem.
Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan/Millenium
Development Goals (MDGs) dalam pengelolaan sumberdaya wilayah menjadi
sebuah keniscayaan agar teraih pemerataan pembangunan, penghematan energi,
pelestarian lingkungan, pembangunan ekonomi, dan pengembangan sumberdaya
manusia serta menyerap peran serta masyarakat dalam proses pembangunan
secara maksimal. Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan tidak
merugikan masyarakat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun global
Dilatarbelakangi oleh pemikiran tersebut Fakultas Geografi UMS
menyelenggarakan Seminar Nasional ini dengan tema “Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Berkelanjutan”. Kegiatan ini merupakan ajang komunikasi antar
penggiat geografi di Indonesia, sehingga didapatkan hasil penelitian dan
pengabdian pada masyarakat yang berkualitas dan memiliki daya guna untuk
menunjang pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Sukoharjo, Mei 2017
Tim
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................... i
Kata Pengantar ......................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................. iii
KEYNOTE SPEAKER
1 AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI ERA
DIGITAL DAN GLOBAL
(M. Baiquni)....................................................
1
2 PRAKTEK SEDERHANA: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DAN MEMBANGUN KESEJAHTERAAN BERBASIS EKONOMI
KERAKYATAN, EKONOMI KREATIF
(dr. Hasto Wardoyo, SPOG, K)...................................
13
KOMISI A
Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penyediaan informasi geospasial
sumberdaya wilayah
1 APLIKASI FOTO TEGAK FORMAT KECIL PADA
INVENTARISASI EKOSISTEM MANGROVE PANTAI KAHONA
PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA
(Farid Ibrahim, dkk)...............................................................................
32
2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN
LOKASI RITEL MODERN DI KOTA KENDARI
(Fitriani, Jul Hasan, Muhamad Azharuddin).........................................
33
3 PEMETAAN RISIKO BENCANA BANJIR DI KABUPATEN HULU
SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN
(Dr. Kumalawati S.Si., M.Si, Farida Angriani S.Pd., M.Pd).................
34
4 PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI
SEMI-AUTOMATIK
(Iswari Nur Hidayati, Suharyadi, dan Projo Danoedoro)......................
35
5 ZONASI WILAYAH PINGGIRAN KOATA METROPOLITAN
BANDUNG RAYA
(Jupri, Asep Mulyadi)............................................................................
36
6 GEOMETRIC NETWORK ANALYSIS PADA SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGETAHUI POLA DISTRIBUSI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI SEBAGIAN
KECAMATAN WONOGIRI
Kwawa Qoirum M, Ana Nur Hanifah, Kiky Rizki A.K, Faqieh Zulfikar
A.K, Muhammad Reiza Y)....................................................................
37
7 MODIFIKASI MODEL EKSTRAKSI DATA DEM UNTUK
PEMETAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
(Nugroho Purwono , Fahrul Hidayat , Ivan Aryant Putra).....................
38
8 DINAMIKA TEMPORAL TUTUPAN LAHAN DAN
iv
PENGARUHNYA TERHADAP INDEKS FUNGSI LINDUNG
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) JLANTAH HULU
KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2010 – 2016
(Rahning Utomowati)..............................................................................
39
9
ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KELURAHAN WONOBOYO MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS
(Andi Jafrianto, Ayu Sekartaji, Isfi Natunazah, dan Fajar Anisa)...........
40
10 PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN
CITRA LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN
TIMUR
(Ratri Ma’rifatun Nisaa’ dan Nurul Khakhim)........................................
41
11 PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN DAN KEBUTUHAN
PERTANIAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2029
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
(Muhammad Farouq Ghazali Matondang)...........................................
42
12 GEO-STAGED EVACUATION: AN AGENT-BASED EXPERIMENT
OF THE IMPROVEMENT OF THE EVACUATION
MANAGEMENT IN MERAPI
(Jumadi, Nick Malleson, Steve Carver and Duncan Quincey)................
43
13 PENDUGAAN UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN PULAU
JAWA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS
PEREKAMAN TAHUN 2014-2016
(Taufik Ali Yusuf Sutowo Haryo Anom, Munawar Cholil)...................
44
KOMISI B
Aspek Kebencanaan dalam Pengelolaan Sumberdaya wilayah berkelanjutan
1 TRADISI MENYALUKUT SEBAGAI UPAYA MITIGASI
BENCANA KEBAKARAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT
(Adnan Ardhana dan Pranatasari Dyah Susanti).....................................
46
2 MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT OF KULON PROGO
REGENCY
(Azmiyatul 'Arifati, Ratri Ma'rifatun Nisaa, Azzuhfi Ilan Tinasar)........
47
3 KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM
MENGHADAPI BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI
KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA
(Ruli As’ari)....................................................................................
48
4 HIDUP SELARAS BERSAMA GUNUNG API: KAJIAN DAMPAK
POSITIF DARI LETUSAN GUNUNG API KELUD TAHUN 2014
SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(Syamsul Bachri, dkk)......................................................................
49
5 KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RESIKO
BENCANA TANAH LONGSOR: KASUS DI BEBERAPA DESA DI
KABUPATEN TASIKMALAYA
(Syahrul Donie, Nur Ainun)....................................................................
50
6 KAJIAN PEMNFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI
v
KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN
BANJARNEGARA BERDASARKAN PERMEN PU
NO.22/PRT/M/2007
(Thema Arrisaldi, Rokhmat Hidayat).................................................
51
7 EVALUASI RENCANA PENGEMBANGAN AEROTROPOLIS DI PESISIR KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO,
YOGYAKARTA
(Randy Alihusni Wardana, Reosa Andika Firmansyah, Indra Laksana)...
52
8 KARAKTERISTIK DEBIT BANJIR PADA DAS KECIL KASUS DI
DAS SEMPOR, SLEMAN
(Baina Afkril , M. Pramono Hadi dan Slamet Suprayogi)......................
53
9 DAMPAK PENYEDOTAN AIR TELAGA DALAM USAHATANI
KENTANG DI TELAGA PENGILON-DIENG, WONOSOBO
(C. Yudi Lastiantoro , S. Andy Cahyono dan Pamungkas B Putra)........
54
10 IDENTIFICATION OF URBAN CLIMATE CHANGE (Study Case
Jakarta City)
(Dadang Subarna)....................................................................................
55
11 DINAMIKA URBAN SPRAWL TERHADAP KERENTANAN
BENCANA BANJIR PADA WILAYAH KECAMATAN
KARTASURA
(Dahroni, Suharjo, Miftahul Arozaq, Baharudins Syaiful A)................
56
12 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN
PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA
(Esa Bagus Nugrahanto).........................................................................
57
13 AKUISISI POTENSI WILAYAH BATUANGUS SEBAGAI
GEOPARK VULKANO MARINE PULAU LEMBEH SULAWESI
TENGGARA PADA PEREKAMAN FOTO CONDONG
(Farid Ibrahim, dkk).......................................................................
58
14 DROUGHT RISK ASSESSMENT FOR RESOURCE
MANAGEMENT TOWARDS RESILIENT-DEVELOPMENT IN
EROMOKO DISTRICT, WONOGIRI REGENCY, CENTRAL JAVA
(Fatah Yogo Yudhanti)..........................................................................
59
15 KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM PERINGATAN DINI
INDIVIDU DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI
(Febriyana Niken Yuliartika, Dheya Amalia Larasati, Septia Mahadeka
Putri Sehan, Angel Okctaviana , dan Septian Briantama Alfredo)..........
60
KOMISI C
Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah
1 MPLEMENTASI SIG DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN
ADOBE FLASH BERBASIS EARTHCOMM TERHADAP
KEMAMPUAN SPASIAL DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA
DIDIK MATA PELAJARAN GEOGRAFI (Pokok Bahasan:
Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosfer Kelas
X SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017)
(Achmad Nur, Hidayaht, Sarwono, Yasin Yusup...............................
62
vi
2 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT
TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI
KELURAHAN GIRITIRTO KECAMATAN WONOGIRI
(Setty Maryanti, Endang Lestari, Wahyu Putri, Astria Risa Wardani,
Faza Harits).....................................................................................
63 3 KONSEP HIDUP CATUR GURU BAGI SUKU TENGGER DALAM
PENUNDAAN USIA PERNIKAHAN DI DESA NGADISARI
PROBOLINGGO
(Alfyananda Kunia Putra, Singgih Susilo, Sumarmi)..........................
64
4 TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI
SUMBERDAYA TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH
LONGSOR DAN GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI
(Latifah Widya Asri, Muhammad Farid Prakosa, Eva Yunita
Damastuti, Al Verdad Cadhika Agustino)...................................
65
5 TINGKAT PENGETAHUAN KEBENCANAAN MASYARAKAT
TERHADAP BENCANA BANJIR DI DESA KARANG TENGAH
(Siti Azizah Susilawati, Hasna Nisrina, Arif Fauzan, Gufron, Novi Yuli
Lestari)............................................
6 GEOPOLITIK SAWIT
(Juniawan Priyono, Purnomo Yusgiantoro).......................
67
7 ANALISA KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENDEKATAN
MULTIDISPLINER PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN
WILAYAH BERKELANJUTAN DI KABUPATEN WONOGIRI
(Marhaendra Des’a Arba’a, Indri Yuniarsih, Herdana Nurfitriani,
Aprilia Euis Fathimah, Evana Agustin).............................................
68
8 KOMPETISI COVERAGE AREA SMA SWASTA DALAM
PERSPEKTIF LEFEBVRE DAN DE CERTEAU
(Nasrudin)..........................................................................
69
9 ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA
PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN
WONOGIRI
(Rahmat Riandi Suparno, Ayuk Onita Sari, Alwi Mubarok, Listi
Vianita, Ayun Trilas).................................
70
10 TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP
BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI
KECAMATAN WONOGIR
(Yunita Larasati, Mayantika Humairoh Utami, Rosa Dwi Pramita, Roisyah, dan Dicky Surya Putra Utama).......................................
71
11 PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN DI
KALIMANTAN SELATAN (Analisis Data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia Tahun 2012)
(Norma Yuni Kartika)............................................................
72
12 PARTISIPASI PENDIDIKAN SISWA TINGKAT SD, SMP, SMA (Dea Astriana, Wiwin Daryanti, Novita Sari Putri, Eldiana Eisha Putri,
Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas)......................................
73
13 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BENCANA DAN
KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOGIRI
vii
DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI
(Riski Fauzi, Arini Hidayati, Dea Octarisma Subagyo, Sukini, dan
Nizar latif)..................................................................
74
KOMISI D Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah
1 ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN
PADA KAWASAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI
KABUPATEN TANAH LAUT
(Adnan Ardhana, Pranatasari Dyah Susanti)...........................................
76
2 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN
PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN 2032
(Rama Dwi Setiyo Kuncoro)......................
77
3 PENATAAN DAN PENGELOLAAN TERPADU POTENSI
SUMBERDAYA TAMBANG KAWASAN KARST KABUPATEN
PACITAN (Hendrik Boby Hertanto, Windi Hartono)....................
78
4 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN
PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035
(Imam Arifa’illah Syaiful Huda)...........
80 5 EVALUASI TATA AIR DAS PALUNG, PULAU LOMBOK,
NUSATENGGARA BARAT
(Irfan Budi Pramono, Endang Savitri).......................
81
6 PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI
KABUPATEN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH
(Jaka Suryanta, Irmadi Nahib)...........
82
7 PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA SITU SANGHYANG
DI KECAMATAN TANJUNGJAYA KABUPATEN
TASIKMALAYA (Nandang Hendriawan)...........
83
8 KAJIAN KINERJA DAS DI KHDTK CEMORO MODANG DALAM
MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS
(Nur Ainun Jariyah)..................................................
84
9 MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENGAMATAN KUALITAS AIR
(Pranatasari Dyah Susanti dan Rahardyan Nugroho Adi)..........
85
10 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI
KRITERIA TATA AIR
(Rahardyan Nugroho Adi, Endang Savitri).....................
86
11 ORIENTASI PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN
NEGARA SECARA BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN
PRESPEKTIF ILMU GEOGRAFI
(Agung Satriyo Nugroho)........................................
87
12 TINJAUAN KINERJA DAS ASPEK TATA AIR DI SUB DAS
LOWOKAWUK, KABUPATEN KEBUMEN
(Rahardyan Nugroho Adi, Pamungkas Buana Putra)..............
88
13 BASIS DATA POTENSI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PERKOTAAN TEPIAN
SUNGAI (Kasus: Tipologi Permukiman Kumuh Kota Banjamasin)
viii
(Arif Rahman Nugroho, Su Rito Handoyo, Luthfi Muta’ali)........ 89
14 PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH BERBASIS LINGKUNGAN
DI KECAMATAN BUNGURSARI KOTA TASIKMALAYA
(Siti Fadjarajani, Ruli As’ari).................
90
15 KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGELOLAAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BONE
BOLANGO PROVINSI GORONTALO
(Sri Maryati, Sunarty Eraku, Muh. Kasim).......................................
91
16 IMPLIKASI KEBUTUHAN RUANG FASILITAS PELAYANAN
MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI DI KECAMATAN
PURBALINGGA (Sakinah Fathrunnadi
Shalihati dan Anang Widhi Nirwansyah)..........................................
92
KOMISI E
Pengelolaan Sumberdaya Fisik #2
1 PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN
KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT (KHG)
(Turmud) ..............................................................................................
93
2 KUANTITAS DAN KUALITAS AIR DARI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BERHUTAN PINUS YANG BERBEDA
LUASNYA
(Tyas Mutiara Basuk)....................
94
3 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN
HUTAN RAKYAT DI TANGKAPAN AIR WADUK
RAWAPENING, KABUPATEN SEMARANG
(Ugro Hari Murtiono and Agus Wuryanta).........................
95
4 KAPAN DANAU LAUT DI MISOOL, PAPUA BARAT
TERBENTUK?
(Gandi Y.S. Purba, Eko Haryono, Sunarto)....................................
96
5 PENGELOLAAN EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN
MEMPERTAHANKAN BIODIVERSITAS VEGETASI DI HILIR
DAS KAMPAR RIAU SUMATERA
(Wirdati Irma, Totok Gunawan, Suratman)
97
6 ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI
EKSTRAKSI PETA GEOLOGI
(Yatin Suwarno)
98
7 SIMPANAN KARBON DALAM BIOMASSA POHON DI HUTAN
KOTA KEBUN BINATANG BANDUNG
(Yonky Indrajaya, Soleh Mulyana)
99
8 PENGEMBANGAN MASYARAKAT KARST UNTUK
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DESA PUCUNG
KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI
(Agus Mardiko Saputro, Iin Sulistiyowati)
100
9 Evaluasi ODTW Pantai Kolbano UNTUK Pengingkatan Ekonomi
Lokal Masyarakat di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Kabupaten
Timor Tengah Selatan
ix
(Edwin Maulana, Theresia Retno Wulan, dkk) 101
10 KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DAERAH
TANGKAPAN AIR (DTA) RAWA PENING
(Alvian Febry Anggana, Ugro Hari Murtiono)
102
11 AGIHAN SALINITAS AIR TANAH DANGKAL PADA KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN PURING KABUPATEN
KEBUMEN
(Muhamad Fatoni, Setya Nugraha, Ch. Muryani)
103
12 PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria)
DAN SUMBANGANYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH
(Aris Sudomo dan Ary Widiyanto)
104
13 KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI
KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2008-2012
(Ary Widiyanto dan Aris Sudomo)
105
14 IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN
DAN KEHUTANAN DI KABUPATEN SIGI PROVINSI
SULAWESI TENGAH
(bambang Riadi)
106
15 SEBARAN DAN POTENSI WISATA AIR TERJUN
DI KABUPATEN TASIKMALAYA
(Erni Mulyanie)
107
KOMISI F
Pengelolaan Sumberdaya Manusia
1 EVALUASI KONDISI KOMUNITAS KONSERVASI
MANGROVE: STUDI KASUS LEMBAGA KONSERVASI
MANGROVE WANA TIRTA KULON PROGO DIY
(Arie Budiyarto)
109
2. MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN
MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWA PENING UNTUK
MENJAMIN KELESTARIANNYA
(Nana Haryanti )
110
3 KARAKTERISTIK SUMBERDAYA MANUSIA DI KOTA
SALATIGA (Studi Kasus pada Sumberdaya Manusia Jasa
Transportasi)
(Nurul Hidayah, Iin Sulistiyowati)
111
4 IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI
KELEMBAGAAN UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN
DAS DURIANGKANG, BATAM
(S. Andy Cahyono)
112
5 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA TRANSPORTASI
TRADISIONAL (Studi Kasus Pemanfaatan Andong sebagai Wisata
Kreatif di Kota Salatiga)
(Setyo Ari Wibowo, Ilyas Ayub Ariseno, dan Heri Widodo Saputro)
113
6 PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA
SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI
(Yetti Anita Sari)
114
x
7 PEMBERDAYAAN IBU HAMIL MELALUI PERAWATAN DIRI
SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO KEMATIAN
MATERNAL DI KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN
TEMANGGUNG
(Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah)
115 8 BENARKAH HUTAN AKAN LESTARI APABILA
MASYARAKAT SEJAHTERA?
(Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani pada Beberapa Kawasan
Hutan Negara di Kalimantan Timur)
(Faiqotul Falah)
116
9 URGENSI LITERASI PERTANIAN BAGI ANAK USIA DINI
MENDUKUNG PENANAMAN PARADIGMA PENDIDIKAN
AGRARIA
(Farid Ibrahim, Iin Muthmainnah, Megha Dharma Putra)
117
10 PERSEPSI MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI
PADA GEOPARK GUNUNG SEWU SEBAGAI ASET
GEOWISATA DI KABUPATEN PACITAN
(Hana Widawati, Moh. Gamal Rindarjono, H. Soegiyanto, dkk)
118
11 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI
TRADISI LOMBE DI PULAU KANGEAN KABUPATEN
SUMENEP
(Misbahul Ulum, Kartika Hardiyati, Irfan)
119
12 PEMANFAATAN POTENSI DAERAH BERBASIS GEOPARK
SEBAGAI PENINGKATAN MASYARAKAT LOKAL YANG
BERKELANJUTAN DI DESA CIBUNIAH KECAMATAN
PANCATENGAH KABUTEN TASIKMALAYA
(Erwin Hilman Hakim)
120
13 HUBUNGAN PEMILIHAN POLA PEMANFAATAN LAHAN
DENGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI WILAYAH
HULU DAS: Kasus di SubDAS Naruan, DAS Keduang, Kabupaten
Wonogiri
(Syahrul Donie)
121
14 MODEL KONSERVASI AIRTANAH DAERAH LERENG
GUNUNG MERAPI BERBASIS BUDAYA LOKAL DI
KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH
(Siti Taurat Aly, Aridiniyati, Suharjo, Miftahul Arozaq )
122
15
ANALISIS KERENTANAN SOSIAL GEMPABUMI DI KECAMATAN GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN
(Dwi puji hastuti, Kuswaji Dwi Priyono)
123
16 ANALISIS SPASIAL PELAYANAN FASILITAS SOSIAL
EKONOMI DI KELURAHAN GIRIPURWO
(Amiriyah Umi Marfu’ah, Ardian Siswono, Iffan Hanif Syaifullah,
M. Abdul Habib, Rustam Afandi)
124
1
AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH
DI ERA DIGITAL DAN GLOBAL
M. Baiquni
Keynote Speak Seminar Nasional Geografi UMS 22 Mei 2017
“Di era digital ini dunia seolah digenggaman tangan”
Pendahuluan
Globalisasi yang sedang kita hadapi berubah semakin cepat dengan
perkembangan teknologi digital. Perkembangan yang terjadi saat ini sesungguhnya
merupakan evolusi dari berbagai era globalisasi masa lampau sesuai zamannya. Sejarah
menunjukkan bahwa secara berkala, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mendorong transformasi sosial dan perubahan lingkungan hidup. Wilayah yang satu
berkembang dan mengalami kejayaan, sedang wilayah lainnya masih mengalami
kegelapan. Kejayaan suatu bangsa di suatu wilayah juga mengalami pasang surut dan
silih berganti. Gelombang globalisasi kali ini mengalami lompatan yang spektakuler
yang mempengaruhi kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Posisi geografi wilayah Indonesia sebagai jalur silang dunia, sesungguhnya
berkali-kali telah mengalami arus globalisasi masa lampau. Berbagai kerajaan dan pusat
permukiman tumbuh dan berkembang, kemudian mengalami surut dan bahkan ada yang
punah. Beberapa peninggalan sejarah kejayaan bangsa kita berabad-abad lalu dapat kita
saksikan melalui peninggalan Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Kejatuhan
Majapahit dan kemunculan Demak menunjukkan bahwa dinamika wilayah mengalami
silih berganti. Wilayah yang semula dianggap pinggiran dan wilayah pesisiran mencul
menjadi pusat baru. Meredupnya Demak dan munculnya Kerajaan Mataram Baru di
pedalaman, sekali lagi menunjukkan dinamika yang silih berganti. Wilayah yang
semula pedalaman yang sulit diakses, pada periode berikutnya menunjukkan kemakmurannya. Analisis spasio-temporal dapat dikembangkan oleh para geograf
untuk mengkaji fenomena tersebut, dapat memperkaya studi sejarah bangsa Indonesia.
Perilaku global selama beberapa dekade terakhir telah menunjukkan
pengaruhnya pada dinamika wilayah. Industri tekstil sebagai contoh, telah bergeser dari
Jepang ke Korea, kemudian ke Taiwan menuju Indonesia, kini bergeser ke Vietnam dan
Banglades. Industri elektronika juga bergeser dari Jepang ke Taiwan dan kini
membangkitkan ekonomi Malaysia. Singapura secara drastis selama dekade 70an dan
80an dengan kesadaran lingkungan yang meningkat dan dorongan memilih industri cerdas dan jasa padat modal berteknologi tinggi (high-tech), telah memindahkan
industri berat dan kotor ke Pulau Batam atau Johor. Singapura yang sering disebut
"negara kota" kemudian memilih industri bersih dan jasa keuangan dan perbankan
sebagai engine of growth, sehingga ekonominya melesat kedepan bagai "angsa putih
terdepan dalam formasi angsa terbang".
Ada empat cara kekuasaan mengendalikan wilayah: Pertama, ketika cara
mengendalikan kekuasaan masih mengandalkan kekuatan fisik, maka segenap kekuatan
militer menjadi simbul kekuatan suatu kerajaan atau negara. Kedua, pengaruh
kekuasaan dilakukan dengan cara perdagangan dimana kaum pedagang dan perusahaan
menjadi kepanjangan dari sebuah kerajaan atau negara. Ketiga, kekuasaan dilakukan
dengan mengembangkan teknologi dan modernisasi, ketika kaum teknokrat dan birokrat
2
menjadi perangkat dari kekuasaan kepemerintahan. Keempat, kekuasaan dengan cara
menguasai informasi dan kesadaran publik, ketika setiap insan memiliki akses dan
“dunia menjadi rata”, sehingga masyarakat hiererki maupun masyarakat kelas semakin luntur yang memungkinkan masyarakat semakin lentur (Baiquni, M. 2010).
Perkembangan global semakin cepat dengan teknologi digital yang semakin
mudah diakses melalui komputer dan handphone, seolah dunia telah berada
digenggaman tangan. Tulisan singkat ini menyampaikan gagasan bagaimana wilayah
pinggiran dapat menjadi pusat-pusat pertumbuhan dengan memanfaatkan
keterhubungan lokal dan global di era digital. Ada lima pembahasan berikut ini yang
saling bertautan; yaitu (1) Pembangunan vs Keterbelakangan, (2) Pembangunan Yang
Tidak Berkelanjutan, (3) Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran, (4) Agenda
Pembangunan Berkelanjutan, (5) Inovasi Kepemimpinan Pembangunan Berkelanjutan.
Pembangunan Vs Keterbelakangan
Pembangunan muncul setelah periode dekolonialisasi, yang merupakan bentuk
pengaruh baru negara pemenang perang Amerika dan sekutunya mulai berubah dengan
gagasan pembangunan. Pembangunan (Development) sebagai gagasan yang berangkat
dari Barat dan mulai disebarkan ke negara yang baru saja merdeka. Istilah
pembangunan mulai populer ketika Presiden Amerika Harry S. Truman melontarkannya
sebagai resep baru untuk mengatasi keterbelakangan negara-negara Selatan:
"We must embark on a bold new paradigm for making the benefits of our
scientific advances and industrial progress available for the
improvement and growth of underdeveloped areas" (Esteva, G. 1992).
Secara sistematis, ide pembangunan disebarkan ke seluruh dunia melalui
berbagai program pembangunan. Pada akhir tahun 1950an banyak pemuda Indonesia
memperoleh beasiswa untuk belajar di Amerika dan setelah kembali ke tanah air
membawa gagasan pembangunan untuk dikembangkan di Indonesia. Para intelektual
muda yang telah mengenyam pemikiran Amerika (Barat) ini di kemudian hari menjadi pemimpin, menjadi agen melalui program-program pembangunan di Indonesia.
Penyebar gagasan pembangunan melalui pendidikan tersebut hanya salah satu strategi,
di antara strategi lain seperti bantuan dan hutang luar negeri, transfer teknologi, relokasi
industri, investasi modal asing, penguasaan jaringan keuangan dan perbankan, serta
pengaruh budaya dan arus informasi (Baiquni dan Susilawardani, 2002).
Pembangunan semakin mengglobal dan menguat digerakkan oleh lembaga
internasional seperti United Nations, The World Bank, International Monotary Fund.
Berbagai kebijakan ekspansi kapital negara maju, dengan dalih bantuan luar negeri, menyebarkan gagasan dan program pembangunan bagi negara sedang berkembang.
Program-program pembangunan diadopsi negara berkembang untuk melakukan
modernisasi dan industrialisasi di berbagai sektor kehidupan.
Ekspansi modernisasi ini oleh Ian Roxborough (1986) dalam bukunya ”Teori-teori Keterbelakangan” terjemahan dari buku asli Theories of Undedevelopment (1979),
dibahas secara kritis yang dalam pandangannya pembangunan justru menghasilkan
sejumlah keterbelakangan. Ada banyak masalah dalam pembangunan yaitu: (1)
generalisasi yang berlebihan terhadap realitas di negera sedang berkembang yang amat
beragam; (2) penerapan program pembangunan yang ahistoris yang sering bertentangan
dengan dinamika masyarakat yang berakibat pada kegagalan bahkan menyebabkan
ketergantungan.
3
Dean K. Forbes (1986) pun menganalisis keterbelakangan dari perspektif
geografi, mengenai perbedaan tingkat pendapatan ekonomis antar wilayah timbul akibat
cara pandang ekonomi politik atau teori ketergantungan. Ia juga mengingatkan bahwa
teori besar itu memiliki kelemahan dan tidak mampu menjelaskan masalah secara
lengkap dan proporsional. Teori-teori besar melupakan situasi yang khas dan keragaman
suatu wilayah yang tidak secara mudah diasumsikan secara general dan generik.
Ketergantungan negara-negara sedang berkembang terhadap negara-negara maju
dicirikan oleh ketergantungan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
permodalan, tenaga ahli, informasi, pasar dan keuangan (modal). Pada periode 1960-
1980 ketergantungan ini ditandai dengan kekuatan negara-negara maju yang
mendominasi pembangunan di negara berkembang. Kemudian pada decade 1980-2000
terjadi perubahan dengan munculnya berbagai negara baru yang tumbuh semakin kuat.
Pada decade 1990an terjadi peristiwa besar, yaitu adanya keruntuhan Uni Soviet
menjadi negara-negara baru di Eropa Timur dan adanya krisis Asia pada 1997 yang
menandai peristiwa penting menjelang pergatian millennium.
Duddley Seers (1979) mengungkapkan suatu negera dikatakan gagal apabila
kemiskinan semakin banyak, pengangguran semakin luas dan kesenjangan
pembangunan antar wilayah dan antar komunitas semakin lebar. Tiga aspek penting
yang dikemukakan seorang pemikir pembangunan itu, kiranya relevan untuk ditambahi
dengan dua aspek yang penting yaitu “pembangunan dikatakan gagal apabila kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana dan kemaksiatan merajalela”. Penulis menganggap
penting dua aspek ini, mengingat banyaknya bencana alam akibat kerakusan manusia
yang menimbulkan kerusakan pembangunan. Inti persoalannya terletak pada meluasnya
dekadensi moral akibat ambisi yang tidak terkendali, kesemuanya itu dapat
menghancurkan kehidupan bangsa.
Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan
Secara singkat peradaban manusia mengalami berbagai perubahan yang ditandai
dengan mata pencaharian, pola permukiman, penemuan dan pengembangan teknologi, struktur sosial dan tata kekuasaan. Pertama, peradaban masyarakat zaman batu ditandai
dengan mata pencaharian berburu dan meramu, mereka masih tinggal di gua-gua dan
berpindah-pindah, teknologi sederhana berupa kapak batu dan perlengkapan dari kulit
hewan dan kayu, masyarakat hidup berkelompok dalam tatanan yang sederhana. Kedua,
peradaban berkembang menjadi masyarakat pertanian yang mengolah lahan dan
memelihara tanaman dan ternak, mereka mulai membentuk satuan permukiman dan
mulai menetap tinggal di rumah kayu, teknologi mulai memanfaatkan tenaga hewan
sebagai alat angkut dan alat pengolah makanan, masyarakat mulai memiliki struktur dan berbagai fungsi, serta tata kekuasaan yang hierarkis. Ketiga, masyarakat industri yang
dicirikan mata pencaharian yang semakin kompleks (esploitasi, manufaktur, dan jasa)
dengan peradaban kota, urbanisasi meningkat pesat dan mereka tinggal di gedung
bertingkat pencakar langit, teknologi modern skala besar memudahkan manusia
semakin menguasai alam, jumlah penduduk meledak dari 1 miliar di era Revolusi
Industri menjadi lebih dari 7 miliar saat ini, tata sosial semakin rumit dan kekuasaan
semakin tidak teratur dalam arti mudah mengalami konflik, konfik yang paling dahsyat
adalah benturan peradaban manusia dengan tata alam. Keempat, masyarakat informasi
yang mengembangkan beragam pilihan mata pencaharian, dunia semakin kecil „dalam genggaman tangan‟ dan setiap orang merasa menguasai dunianya sendiri, teknologi
4
semakin canggih, tata sosial tidak berhierarki secara formal atau tata dunia menjadi
datar (the world is flat) (Baiquni, M. 2014).
Dalam konteks Indonesia, keempat peradaban tersebut hidup dalam satu zaman
saat ini. Kita masih dapat menemukan masyarakat yang berburu dan meramu di hutan
belantara, pegunungan tinggi dan pelosok pedalaman serta kepulauan kecil yang
terpencil. Sekaligus kita menyaksikan masyarakat modern berbasis informasi yang
tinggal di kota atau mereka sedang berlibur di wilayah terpencil namun selalu
terhubungkan dengan dunia dalam genggaman tangannya. Kebijakan dan strategi
pembangunan yang dirumuskan untuk melayani masyarakat yang begitu komplek ini
tentu memiliki tantangan tersendiri.
Monokulturisasi pembangunan di negara kepulauan yang beragam alam dan
budayanya ini, menyebabkan persoalan-persoalan pembangunan yang tidak
berkelanjutan. Krisis Asia pada 1997 dimulai dengan krisis moneter, berlanjut krisis
ekonomi bertambah dengan krisis ekologi ditandai kemarau panjang, mengakibatkan
krisis multidimensi hingga perubahan politik dengan berhentinya Presiden Soeharto
pada 20 Mei 1998. Berbagai tanda-tanda krisis dapat dikaji pada buku berikut ini.
Membangun Pusat-Pusat Di Pinggiran
Kenichi Ohmae (1995) dalam bukunya "The End of the Nation State: The Rise
of Regional Economies" mengemukakan adanya kekuatan 4 (empat) I yang bergerak
bebas tanpa batas-batas negara, yaitu industri, investasi, individu dan informasi. Sinergi
dari keempat I tersebut membuka batas-batas administrasi suatu negara dan mebuat
transformasi suatu wilayah lebih makmur dari wilayah lainnya. Sinergi tersebut
membuat wilayah pinggiran dan desa-desa dapat berinteraksi satu dengan yang lain
secara global dalam meraih perkembangan yang paling maju. Kota tidak lagi merupakan
pusat dari hinterland disekitarnya, desa-desa punk ini di era digital dapat menjadi simpul-simpul dari jaringan perkembangan dunia.
Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran menyajikan tulisan reflektif evaluatif yang
bersifat dekonstruksi wacana dan praktek pembangunan yang selama ini terlalu terpusat
dan selalu dari atas. Pusat seringkali hanya satu dan terletak di tengah serta berperan
sangat dominan, namun kali ini penulis ingin mengajukan gagasan membangun pusat-
5
pusat di pinggiran. Paradigma pembangunan Indonesia yang dianut selama ini tidak saja
kebarat-baratan, tetapi juga ke darat-daratan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia
memiliki keragaman ekosistem dan kemajemukan masyarakat serta tingkat
perkembangan yang berbeda-beda. Keragaman itu dirangkai dalam bentuk NKRI
sebagaimana yang tercermin dalam Bhinneka Tunggal Ika. Otonomi memberikan
peluang berseminya berbagai keunikan dan keunggulan masing-masing daerah,
sementara itu globalisasi dapat membuka prospek bagi wilayah pinggiran. Guna
mewujudkan perubahan masa depan yang lebih baik, maka diperlukan upaya
merumuskan paradigma pembangunan yang sesuai dengan karakter wilayah kepulauan
dan dinamika masyarakat majemuk.
Upaya membangun wilayah pinggiran atau membangun dari pingiran ini
menjadi kebijakan penting Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Nawacita
nomor 3 menyebutkan “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Wilayah pinggiran umumnya terbelakang dan kurang diperhatikan oleh pusatnya. Dengan adanya otonomi,
maka pemerintah daerah dan segenap pelaku pembangunan dapat bahu-membahu
merubah dirinya membangun pusat-pusat baru. Tentu saja dibutuhkan kemampuan
merumuskan gagasan baru dan pembaharuan kebijakan hingga terwujud dalam
perubahan nyata di tengah-tengah masyarakatnya.
Suatu gagasan besar yang dikemukakan dalam buku ini adalah upaya
memindahkan ibukota. Jakarta 100 tahun ke depan apakah masih dapat dipertahankan
sebagai ibukota Indonesia? Kini Jakarta telah sarat dengan beban berat yang harus
ditanggungnya. Berbagai fungsi kota sebagai pusat politik dan pemerintahan, pusat
perdagangan dan industri, pusat kebudayaan dan seni, segala pusat bertumpuk di
Jakarta.
“Ibunya kota itu desa” kata filusof Damardjati Supadjar, maka memindahkan ibukota itu membuat orientasi baru pembangunan yang semula sangat berbasis kota
menjadi berpusat di desa-desa. Berbagai masalah menumpuk di pusat kota, sehingga
harus didistribusikan ke desa-desa. Otonomi membawa peluang untuk mengurangi beban pusat. Pemindahan ibukota bukanlah mimpi dalam jangka panjang. Kita dapat
belajar dari sejarah bahwa pusat-pusat kerajaan pernah mengalami pasang surut dan
tidak mungkin langgeng sepanjang zaman.
Gagasan “Membangun pusat-pusat di pinggiran” memang perlu dikaji lebih mendalam dengan memfokuskan pada beberapa daerah kabupaten dan kota yang
memungkinkan untuk dikembangkan sebagai pusat baru. Peluang otonomi dan prospek
globalisasi membawa angin perubahan, tinggal bagaimana kita mensikapi dan
mewujudkannya (Baiquni, 2004).
6
Di era digital dan global ini menjadi kesempatan bagi wilayah pinggiran untuk
bengkit menjadi pusat-pusat pembangunan. Pembangunan tidak hanya terpusat di satu
pulau Jawad an ibukota Jakarta, tetapi memungkinkan untuk dikembangkan jejaring
pusat-pusat pertumbuhan baru melalui daerah otonom kota dan kabupaten. Berbagai
upaya dapat dilakukan, baik mengembangkan inisiatif masyarakat dari dalam
(Development from Within), kerjasama lintas sektor dan aktor hingga agenda global
SDGs yang diterapkan dalam pembangunan wilayah. Berikut beberapa contoh agenda
kebijakan pengembangan wilayah pinggiran (Baiquni, 2004).
a. Kerjasama Ekonomi Regional
Pada tingkat regional nampak adanya kerjasama untuk mengembangkan wilayah
pinggiran menjadi pusat-pusat baru, terutama diantara negara-negara ASEAN. Trend
kerjasama ekonomi regional mulai menjadi kenyataan kekuatan ekonomi baru
menjelang pergantian millenium baru. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan
dalam kajian kerjasama regional ini, yaitu aspek pertumbuhan ekonomi, aspek integrasi
kelembagaan, aspek sinergi sosial dan sustainabiliti. Kompetisi ekonomi dengan negara
tetangga seringkali merupakan potensi konflik, sehingga perlu wadah regional atau
forum dialog untuk mengubah potensi konflik menjadi kerjasama ekonomi. Di kawasan ASEAN telah nampak adanya kerjasama ini dalam bentuk kegiatan ekonomi regional
seperti Sijori (Singapura, Johor dan Riau), IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand -
Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina - East ASEAN
Growth Area).
Proses kerjasama ekonomi regional merupakan upaya untuk menjalin
keunggulan komparatif wilayah tersebut dan membangun keunggulan kompetitif dalam
menghadapi blok ekonomi lain. Ekonomi Jepang, Kaname Akamatsu, melukiskan
proses semacam itu menggunakan paradigma "Formasi angsa terbang" (Soesastro,
1990). "Angsa" paling depan memimpin kemana arah dan manauver terbang yang
7
diikuti oleh anggota kelompok lainnya. Singapura merupakan "angsa terdepan" bagi
Sijori.
b. Mengembangkan Otonomi Seluas-luasnya
Kerjasama ekonomi regional semacam ini diharapkan sejalan dengan proses
desentralisasi dan otonomi daerah, dinamana masyarakat dapat lebih berperan dalam
menentukan arah pembangunan di daerahnya dan memperoleh manfaat pembangunan
secara adil. Tentu saja harapan ini memerlukan serangkaian upaya seperti peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, pengembangan teknologi tepat guna, kemitraan usaha,
dan kerjasama pengembangan ekonomi secara regional dengan negara tetangga.
Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan tersebut diharapkan dapat terwujud secara
adil dan juga memperhatikan kelestarian sumberdaya bagi generasi mendatang; dengan
kata lain proses pembangunan diarahkan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan.
c. Pengembangan Predesaan Agropolitan
Agropolitan yang kemukakan oleh Friedmann mencoba mengembangkan kota-
kota kecil (kecamatan dan kabupaten) sebagai pusat pengembangan agribisnis yang
melayani perkembangan perdesaan yang berbasis pertanian. Kota-kota Agropolitan
dapat berperan mensuplai input pertanian dan mengolah hasil pertanian menjadi bahan
yang memiliki nilai tambah sebelum diperdagangkan pada pasar regional dan global.
Gagasan ini kurang mendapat tanggapan maupun jauh dari angan-angan. Kebujakan
pembangunan Orde Baru yang sentralistis dan otoriter telah membuat kota-kota besar
semakin berkembang tak terkendali dan tidak ramah lingkungan.
d. Pengembangan Pinggiran Kota Dalam Konstelasi Kerjasama Antar Kota
Kecenderungan yang sedang berkembang pada era 1990an muncul dengan
aglomerasi kota kerjasama antar kota bahkan antar propinsi Wilayah Jabotabek (Jakarta,
Bogor, Tangerang, Bekasi) berkembang kemudian muncul model-model lain seperti
Gerbangkertasusila (Surabaya dan sekitarnya), Joglosemar (Jogya, Solo, Semarang),
BandungRaya, Medan Belawan, dll. Kecenderungan ini memerlukan perencanaan yang
lebih luas, tidak hanya melihat wilayah secara sendiri tetapi melihat konstelasi wilayah terhadap kota-kota global lainnya Pengembangan wilayah semacam ini memerlukan
koordinasi dan peningkatan kemampuan institusi (institutional building) agar masing-
masing instansi di daerah lebih berperan menuju otonomi daerah.
e. Memberikan Perhatian Pada Masyarakat Wilayah Pinggiran
Wilayah yang selama ini dianggap pinggiran (frontier region) perlu
dikembangkan dengan melibatkan pengembangan masyarakat luas, terutama penduduk
asli memperoleh manfaat dan kesejahteraannya meningkat. Belajar dari pengalaman
Sijori, keuntungan dari kerjasama ekonomi tersebut adalah mereka yang kuat baik dalam modal, teknologi maupun lobi. Bagi masyarakat lokal masih banyak yang belum
memperoleh manfaat secara adil dari proses pembangunan di wilayahnya (Sasono,
1993). Oleh karena itu pengembangan kerjasama ekonomi regional selanjutnya perlu
diikuti kemitraan diantara para pelaku pembangunan (stakeholders) dan melakukan
penguatan (empowerment) kelompok masyarakat secara luas.
f. Kemitraan Pelaku Pembangunan
Kerjasama segitiga antara pemerintah, masyarakat dan dunia bisnis merupakan
kuni bagi transformasi wilayah yang adil dan berkelanjutan. Dasar bagi kerjasama ini
adalah adanya saling peraya (trust) antar pelaku pembangunan, meskipun masing-
masing memiliki visi dan kepentingan yang kadangkala berbeda. Rasa saling peraya ini
8
menjadi pondasi bagi dinamika sosial, ekonomi dan politik dalam rangka kehidupan
bersama membangun bangsa.
Franis Fukuyama dalam bukunya Trust: The Soial Virtues and The reation of
Prosperity (1995) menyoroti aspek-aspek budaya yang mendasari pertumbuhan
ekonomi di Asia Timur. Menurutnya keperayaan masyarakat merupakan dasar yang
penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia. Kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sosial dan politik masyarakat luas. Dengan preposisi seperti itu, maka
reformasi ekonomi dengan sendirinya memerlukan reformasi politik dan sosial.
Transformasi wilayah, maka sesungguhnya atau intinya adalah transformasi sosial yang
ditentukan oleh kerjasama yang erat berdasarkan nilai keadilan dan keperayaan diantara
pemerintah,masyarakat dan dunia usaha.
Agenda SDGs: Sinergi Lintas Sektor Dalam Pembangunan Wilayah
Sejarah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dapat dilacak dari tahun 1972
ketika sejumlah negara bertemu dalam konferensi United Nations Human and
Environment di Stockholm. Pada 1992 diselenggarakan konferensi UN Environment
and Development di Rio de Janairo. Pada konferensi tersebut Pembangunan dan
Lingkungan diintegrasikan sebagai agenda penting yang dikenal dengan Agenda 21.
Dari rangkaian konferensi tersebut dan ratusan konferensi lainnya mendorong untuk
dikembangkanlah kesepakatan untuk mencapai Millennium Development Goals
(MDGs) disepakati pada Millennium Summit tahun 2000.
Paragraph 246 of the Future We Want outcome document forms the link
between The Rio +20 agreement and the Millennium Development Goals: "We
recognize that the development of goals could also be useful for pursuing
focused and coherent action on sustainable development." The goals should
address and incorporate in a balanced way all three dimensions of sustainable
development (environment, economics, and society) and their interlinkages. The
development of these goals should not divert focus or effort from the
achievement of the Millennium Development Goals" Paragraph 249 states that,
"the process needs to be coordinated and coherent with the processes to
consider the post-2015 development agenda." Taken together, these two
paragraphs paved the way to bring together the development agenda centered
on the Millennium Development Goals (MDGs).
Masalah pembangunan sangat kompleks sebagaimana telah dijelaskan diatas,
dari masalah kemiskinan hingga daya dukung lingkungan, mesti difahami secara
komprehensif dan diatasi melalui perencanaan yang terpadu dan pelaksanaan secara bertahap. Mahbubul Haq (1983) mengingatkan bahwa pembangunan dunia masih
meninggalkan masalah kemiskinan di berbagai belahan dunia. Masalah pembangunan
yang tidak berkelanjutan juga disebabkan oleh kerakusan manusia yang meneksploitasi
sumberdaya alam dan membuang polusi ke habitat hidup manusia (Baiquni dan
Susilawardani, 2002).
9
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)
merupakan seperangkat target yang berhubungan dengan pengembangan internasional
di masa mendatang. Target-target ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
dipromosikan sebagai Tujuan Global untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. SDGs
ini melanjutkan pencapaian MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) yang selesai
terhitung mulai akhir 2015. SDGs mulai dikembangkan awal tahun 2016 hingga 2030.
Ada 17 tujuan dan 169 target spesifik untuk tujuan-tujuan tersebut.
1. Menghapuskan kemiskinan: berupaya mengakhiri kemiskinan dalam segala
bentuknya di semua tempat.
2. Menghapuskan kelaparan: mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan
dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.
3. Hidup sehat: memastikan hidup yang sehat dan menggalakkan kesejahteraan
untuk semua usia.
4. Pendidikan berkualitas: memastikan pendidikan berkualitas yang terbuka dan
setara serta menggalakkan kesempatan untuk belajar sepanjang umur hidup pada
semua orang.
5. Kesetaraan gender: mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan.
6. Air bersih dan sanitasi: memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang
berkesinambungan atas air dan sanitasi untuk semua orang.
7. Energi yang bisa diperbarui dan terjangkau: memastikan akses pada energi yang
terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua orang.
8. Ekonomi dan pekerjaan yang baik: menggalakkan perkembangan ekonomi yang
berkesinambungan, terbuka, dan berkelanjutan, lapangan kerja yang utuh dan
produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua orang.
9. Inovasi dan infrastruktur yang baik: membangun infrastruktur yang tahan lama,
menggalakkan industrialisasi yang berkesinambungan dan terbuka, serta
mendorong inovasi.
10
10. Mengurangi kesenjangan: mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara
negara.
11. Kota dan komunitas yang berkesinambungan: membuat kota dan pemukiman
manusia terbuka, aman, tahan lama, serta berkesinambungan.
12. Penggunaan sumber-sumber daya yang bertanggung jawab: memastikan pola-
pola konsumsi dan produksi yang berkesinambungan.
13. Tindakan iklim: mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan
iklim dan pengaruhpengaruhnya.
14. Lautan yang berkesinambungan: melestarikan dan menggunakan samudra, laut,
dan sumber-sumber daya maritim secara berkesinambungan untuk
pengembangan yang lestari.
15. Penggunaan tanah yang berkesinambungan: melindungi, mengembalikan, dan
menggalakkan penggunaan yang lestari atas ekosistem daratan, mengelola hutan
secara berkesinambungan, memerangi penggundulan hutan, dan memperlambat
serta membalikkan degradasi tanah serta memperlambat hilangnya keragaman
hayati.
16. Kedamaian dan keadilan: menggalakkan masyarakat yang damai dan terbuka
untuk pengembangan yang lestari, memberikan akses pada keadilan untuk
semua orang dan membangun institusi yang efektif, bertanggung jawab, serta
terbuka di semua tingkatan.
17. Kemitraan untuk pengembangan yang lestari. Memperkuat cara-cara penerapan
dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pengembangan yang
berkesinambungan.
Dalam konteks pembangunan wilayah di Indonesia, 17 tujuan tersebut
dikerjakan oleh berbagai sektor dengan kelembagaan yang amat kompleks. Di tingkat
pusat ada kementrian, lembaga, badan, komisi dan dewan (ini dan itu) yang jumlahnya
sangat banyak dan kewenangannya juga beragam. Kompleksitas kelembagaan tersebut
juga diperinci menjadi kewenangan provinsi, daerah otonom (kota dan kabupaten),
hingga kecamatan dan desa. Pada tingkat pemerintahan desa, berbagai sektor terlibat dalam pembangunan pada lapis bawah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelaksanaan
pembangunan wilayah kadang mengalami tumpang tindih antar sektor dan kesenjangan
antar aktor yang memerlukan inovasi kepemimpinan untuk melakukan integrasi dan
sinergi antar sektor maupun aktor.
Inovasi Kepemimpinan dan Kelembagaan
Kepemimpinan terkait dengan tiga hal, yaitu karakter dan perilaku yang
memimpin, karakter dan perilaku yang dipimpin, serta sistem dan struktur organisasi kepemimpinan yang berlaku. Menurut Tim Hindle (2008) telah banyak tulisan
membahas mengenai karakter dan perilaku para pemimpin, tetapi kurang banyak
pembahasan mengenai mereka yang dipimpin dan system serta struktur organisasi
kepemimpinan. Sehingga seringkali muncul pertanyaan apakah para pemimpin itu
dibentuk atau terlahir dengan sendirinya? Beragam pendapat akan bermunculan
merespon pertanyaan ini.
Di masa kerajaan dan kehidupan kelompok masyarakat yang sederhana,
pemimpin seringkali dilahirkan dan terkait dengan garis keturunan atau titisan orangtua
leluhurnya. Mereka yang mewarisi tahta kerajaan biasanya juga anak turun raja atau
pemimpin dalam suatu komunitas atau kelompok suku. Penjelasannya bisa jadi terkait
dengan kualitas hidup raja atau pimpinan suku yang memungkinkan kaluarganya dan
11
anak turunnya mendapatkan asupan gizi makanan yang unggul, fasilitas yang serba
tersedia, dan pelayanan yang prima.
Kini zaman telah berubah lebih terbuka dan memungkinkan setiap orang bisa
mengembangkan diri dan mengoptimalkan potensinya. Seorang anak petani dari desa
bisa menuntut ilmu belajar hingga perguruan tinggi, meniti karir dari bawah sampai
presiden, membuat karya dari hasta karya hingga kaya raya. Banyak contoh disekitar
kita yang membuktikan bahwa kepemimpinan tidak saja terlahir begitu saja, tetapi juga
dibentuk oleh lingkungan keluarganya, sistem dan struktur masyarakatnya, serta
tantangan kehidupan dan kodrat hidupnya.
Pemimpin itu memang orang yang berbeda dari kebanyakan. Ia memang harus
menjadi pemberani disaat yang lain takut, ia seorang yang optimis ketika lainnya
pesimis, ia harus percaya diri ketika yang lain mulai goyah, ia seorang yang tegar ketika
yang lainnya telah layu lunglai, ia seorang yang tekun ketika yang lain lalai, ia seorang
yang bisa menginspirasi dan menjadi contoh teladan bagi para pengikutnya.
Pemimpin tidak muncul begitu saja, ia seringkali ditempa ujian dan cobaan yang
berat dalam kehidupannya. Orang yang sedang diuji bisa terkait dengan ujian berupa
kesulitan hidup berupa kesengsaraan dan kegagalan, tapi yang lebih sulit adalah ujian
disaat kesenangan dan kemenangan sedang melingkupinya. Kunci agar lulus ujian
adalah mensikapi dengan sabar ketika diuji dengan kesulitan hidup dan mensikapi
dengan syukur ketika diuji dengan kesenangan. Mereka yang teruji akan mendapatkan
tempat yang lebih tinggi, dan semakin tinggi posisinya akan semakin banyak dan besar
ujiannya.
Pemimpin tidak berjalan sendirian, ia berada dan bersama mereka yang
dipimpinnya. Pemimpin memberikan inspirasi, memberi arah instruksi,
mengembangkan inovasi, memperluasi informasi, menggerakkan implementasi,
mengendalikan intervensi, dan mengembangkan institusi. Sepertinya tugas ini sangat
berat, namun intinya pemimpin itu mengajak mereka yang dipimpinnya bergerak
menuju atau berkarya mewujudkan mimpi menjadi kenyataan, yaitu suatu kondisi dan
keadaan yang lebih baik (Baiquni, 2014). Pemimpin dalam kaitannya dengan pelaksanaan SDGs Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan memerlukan kemampuan inovasi terkait dengan mengkoordinasikan
beragam sektor dan mensinergikan beragam aktor pembangunan. Pemimpin yang
memiliki inovasi memang memiliki karakter berani, cerdas, berwawasan luas, dan
mampu mewujudkan tindakan nyata. Pemimpin daerah dituntut mampu untuk
berkomunikasi dengan rakyat, membangun kesefahaman, menggerakkan gotongroyong
mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, bergerak dan melangkah menuju arah
tujuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan (Bintarto, 1983 dan Baiquni, 2009).
Upaya untuk mewujudkan inovasi terkait dengan wawasan pengetahuan yang
diperoleh melalui pendidikan dan riset aksi. Platfom daya sing bangsa terletak pada
kualitas sumberdaya manusia yang terdidik dan menguasai pengetahuan (knowledge
base society) yang tercermin dari perilaku dan produktivitas yang berguna bagi semesta
(Zuhal, 2010). Kepemimpinan inovatif perlu dikaji, apa yang menjadi tantangan dan
hambatan di lapangan. Inovasi peru bukti, dan bukti dapat dikaji dari perubahanyang
nyata dan dirasakan oleh masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan kajian melalui
wawancara mendalam terhadap narasumber para pemimpin juga mereka warga
masyarakat yang dipimpin.
12
Referensi
Baiquni dan Susilawardani.2002. Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan: Refleksi
Kritis Pembangunan Indonesia. ideAs dan TransMedia. Yogyakarta.
Baiquni, 2014. Kepemimpinan Berkarakter Pancasila. Makalah disampaikan pada
kuliah umum di BATAN Yogyakarta.
Baiquni,M. 2012. Keynote Speak Seminar Pengembangan Model Pengelolaan Lintas
Perbatasan Indonesia Malaysia (BNPP, JPP UGM dan COLGIS UUM)
Yogyakarta
Bintarto, 1983. Gotongroyong Sebagai Suatu Karakter Bangsa Indonesia.
Forbes, Dean K. 1986. Geografi Keterbelakangan. LP3ES Jakarta
Fukuyama, Franis. 1995. Trust: The Soial Virtues and The Creation of Prosperity.
Hamish Hamilton. London.
Giddens, Anthony. 2001. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak
Kehidupan Kita. Gramedia. Jakarta
Haq, Mahbub ul. 1983. Tirai Kemiskinan: Tantangan-Tantangan untuk Dunia Ketiga.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hindle, Tim. 2008. Guide to Management Ideas and Gurus. The Economist and Profile
Book. London
Ohmae, Kenichi. 1995. The End of the Nation State: The Rise of Regional Economies.
HarperCollins Publishers. London.
Roxborough, Ian. 1986. Teori-Teori Ketergantungan. Terjemahan dari Theories of
Underdevelopment 1979. LP3ES. Jakarta
Sasono, Adi dkk (ed.). 1993. Pembangunan Regional dan Segitiga Pertumbuhan.
CIDES-Center for Information and Development Studies. Jakarta
Seers, Dudley. 1979. The Meaning of Development, with a Postscript. In Seers,
Nafziger, Cruise O‟Brien, & Bernstein, pp. 9-30.
Soesastro, Hadi. 1992. "Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Pasifik Barat
Hingga Tahun 2010 dan Implikasinya Bagi Permintaan Energi" Analisis CSIS
Tahun XXI No. 6/1992. Zuhal. 2010. Knowledge and Innovation: Platform Kekuatan Daya Saing. Gramedia.
Jakarta.
13
PRAKTEK SEDERHANA
“Pemberdayaan Masyarakat dan Membangun Kesejahteraan Berbasis Ekonomi
Kerakyatan, Ekonomi Kreatif”
dr. H. HASTO WARDOYO, SPOG (K)
BUPATI KULON PROGO
31
KOMISI A
Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk
penyediaan informasi geospasial sumberdaya
wilayah
32
APLIKASI FOTO TEGAK FORMAT KECIL PADA INVENTARISASI
EKOSISTEM MANGROVE PANTAI KAHONA PULAU LEMBEH
SULAWESI TENGGARA
Farid Ibrahim,1,3
, Megha Dharma Putra4, Fiqih Astriani
3, Theresia Retno Wulan
2,
Nicky Setyawan2, Dwi Sri Wahyuningsih
4, Gianova Andika Putri
,8, Edwin Maulana
1,5, ,
Fajrun Wahidil Muharram6, Bernike Hendrastuti
1,7,
, Wico Nandiyanta Mulia
1 , Tri
Raharjo1
1Parangtritis Geomaritime Science Park
2Badan Informasi Geospasial
3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
4Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM
5Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM
6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 7Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada
8Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kawasan Mangrove Kahona merupakan ekosistem yang hidup di bentuklahan spit dan
rawa belakang dengan tekstur kasar yangterdidir dari pecahan trumbu karang dan
kerang. Kawasan mangrove Kahona diapit oleh perbukitan denudasioanal dengan
tingkat erosi yang cukup tinggi, diindikasikan dengan profil singkapan batuan di sekitar
pantai. Metode yang digunakan dalam kajian ini ialah data primer penginderaan jauh
dan survei lapangan. Data penginderaan jauh sebagai data primer digunakan untuk
memetakan kondisi eksisting kawasan mangrove melalui foto udara tegak format kecil.
Akuisisi data dilakukan pada pukul 10:50 WITA dengan ketinggian terbang 50 meter
diatas permukaan tanah. Data yang diperoleh memiliki resolusi spasial mencapai 5 cm.
Identifikasi kawasan berdasarkan foto udara menunjukkan mangrove tumbuh pada
tombolo secara bergerombol. Luas kawasan mangrove yang ditumbuhi oleh mangrove
primer sekitar 4,11 Ha. Jenis mangrove yang mendominasi dan dapat diidentifikasi ialah
Rhizophora apiculata dan Aegiceras floridum. Kedua tanaman ini merupakan tanaman
dominan di kawasan ini, baik yang tumbuh di rawa belakang maupun tumbuh di daerah
pasang surut.
Kata Kunci: Mangrove, Pantai Kahona, Pulau Lembeh, Rhizophora apiculata,
Aegiceras floridum
33
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI RITEL
MODERN DI KOTA KENDARI
Fitriani1)
, Jul Hasan2)
, Muhamad Azharuddin3)
1)
Dosen Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO,
email: [email protected] 2)
Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO,
email: [email protected] 3)
Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO,
email: [email protected]
ABSTRAK
Kota Kendari rmengalami perkembangan pembangunan ritel modern yang lokasinya
mengelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan pemilihan lokasi ritel modern di Kota Kendari. Metode
analisis yang digunakan yaitu analisis faktor. Hasil analisis ini ditemukan dari 9 faktor
yaitu demografi, sosioekonomi konsumen, psikografis, lokasi fisik, harga tanah, sewa
lahan, aksesibilitas, persaingan dan kebijakan perencanaan, terseleksi 3 variabel yang
mempengaruhi pemilihan lokasi ritel modern di Kota Kendari yaitu demografi,
sosioekonomi dan psikografis. Ritel modern di Kota Kendari tersebar di area padat
penduduk.
34
PEMETAAN RISIKO BENCANA BANJIR
DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN
Dr. Rosalina Kumalawati S.Si., M.Si1, Farida Angriani S.Pd., M.Pd
2
Prodi Geografi, Jurusan IPS, FKIP UNLAM1,2
; Pusat Studi Kebencanaan UNLAM1
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Banjir adalah terjadi pada setiap tahun dan pada musim hujan termasuk di
Kalimantan Selatan, Indonesia. Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan
Selatan frekuensinya semakin meningkat setiap tahunnya. Sehingga perlu dilakukan
“Pemetaan Risiko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan”. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk "melakukan Pemetaan Risiko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan”.
Metode penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini memerlukan data primer
dan data sekunder. Alat dan bahan yang di gunakan dalam pelatihan adalah seperangkat
komputer dan software Arc View 3.2. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
spasial dan komplek wilayah. Teknik analisis yang digunakan adalah pemetaan dan
overlay menggunakan software Arc View 3.2.
Hasil dari penelitian ini adalah Pemetaan Risko Bencana Banjir di Kabupaten
Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan menggunakan Software Arc View 3.2.
Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah mempunyai risko
terhadap bencana banjir. Daerah yang tidak mempunyai risiko terhadap bencana banjir
dapat dijadikan untuk pembangunan tempat pengungsian apabila terjadi bencana banjir.
Kata kunci: pemetaan, risiko, bencana, banjir
35
PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK
Iswari Nur Hidayati1, Suharyadi
2, dan Projo Danoedoro
3
1Program Doktor pada Program Studi Geografi UGM, email:[email protected]
2Fakultas Geografi UGM, email:[email protected]
3 Fakultas Geografi UGM, email:[email protected]
ABSTRAK
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk studi perkotaan semakin beragam.
Perkembangan metode ekstraksi citra juga mengalami perkembangan yang sangat
pesat, mulai dari ekstraksi data secara visual, digital, sampai dengan ektraksi indeks
yang bisa mewakili untuk mengukur kenampakaan tertentu di daerah perkotaan. Salah
satunya adalah Normalized Difference built-up index (NDBI). Walaupun NDBI sudah
banyak digunakan untuk ektraksi kawasan terbangun di perkotaan, akan tetapi masih
memiliki keterbatasan, sehingga perlu pengembangan metode yang baru untuk ekstraksi
data lahan terbangun secara semi-otomatis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode baru untuk ektraksi lahan terbangun di perkotaan dengan
memperhatikan peranan indeks yang lainnya. Data yang digunakan adalah citra Landsat
8 OLI, path/row 120/65. Penelitian ini mencoba menggabungkan analisis NDBI dengan
beberapa indeks terkait di perkotaan seperti Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) untuk melihat secara komprehensif kenampakan lahan terbangun perkotaan.
Hasil penelitian ini melakukan proses segmentasi semi otomatis dengan harapan
ketelitian pemetaan lebih dari 20% daripada metode aslinya. penelitian ini akan sangat
bermanfaat untuk memisahkan lahan kering dan lahan kosong di perkotaan sampai
batasan tertentu.
Kata kunci: penginderaan jauh, NDBI, NDVI
36
ZONASI WILAYAH PINGGIRAN KOATA METROPOLITAN
BANDUNG RAYA
Jupri1, Asep Mulyadi
2
1Universitas Pendidikan Indonesia,[email protected]
2Universitas Pendidikan Indonesia, [email protected]
ABSTRAK
Kawasan metropolitan Bandung Raya merupakan Pusat Kegiatan Nasional.
Kawasan ini berkembang berbasis dari pertumbuhan Kota Banduung. Terutama dari
jumlah dan kepadatan penduduknya yang mengalami peningkatan cukup pesat,
sehingga memperngaruhi kebutuhan ruang terutama untuk keperluan pemukiman.
Wilayah pinggiran kota (urbanfringe atau peri urban) mempunyai peran penting dalam
mendukung dinamika kota baik dari aspek fisik maupun sosial ekonomi, sehingga
tatanan ke kotaan pada masa yang aka datang sangat ditentukan oleh bentuk proses dan
dampak perkembangan yang terjadi pada wilayah pinggiran Kota ini. Transformasi
yang bersifat fisik dan sosial akan tersu mengiringi wilayah ini akibat dari pergeseran
pemanfaatan lahan dari karaktersitik pedesaan (agraris) ke karateristik ke kotaan
(pemukiman). Untuk itu dibutuhkan zonasi wilayah pinggiran kota dari serangkaian
proses transformasi yang terjadi dalam bentuk Struktur Zona Bingkai Kota, Zona
Bingkai Kota Desa, Zona Bingkai Desa Kota, dan Zona Bingkai Desa. Metode
penelitian dan sumber data menggunakan citra landsat 8 tahun 2015 yang kemudian
dilakukan evaluasi dan analisis secara sekasama terhadap zonasi yang terjadi di wilayah
pinggiran Kota Metropolitan Bandung Raya berbasis proporsi penggunaan lahan yang
bersifat agraris dengan penggunaan lahan kekotaan (Pemukiman). Pada pemetaan skala
1:300.000 kecamatan-kecamatan yang berada diwilayah pinggiran Kota Metropolitan
Bandung Raya diperoleh data Zona Bingkai Kota Desa, Zona Bingkai Desa Kota, dan Zona Bingkai Desa dari zonasi tersebut selanjutnya dapat dijadikan rujukan dalam
penataan dan pengendalian kebijakan pembangunan di Wilayah Metropolitan Bandung
Raya.
Kata Kuci : Zonasi, Wilayah Pinggiran Kota, Metroplitan Bandung Raya
37
GEOMETRIC NETWORK ANALYSIS PADA SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGETAHUI POLA DISTRIBUSI SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA (SMP) DI SEBAGIAN KECAMATAN WONOGIRI
Kwawa Qoirum M1)
, Ana Nur Hanifah2)
, Kiky Rizki A.K3)
, Faqieh Zulfikar A.K4)
,
Muhammad Reiza Y5)
1Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]: 2Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:
3Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:
4Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:
5Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:
ABSTRAK
Distribusi Sekolah Menengah Pertama (SMP) disebagian Kecamatan Wonogiri
belum merata pada setiap kelurahannya. Daerah yang dianalisis meliputi: (1) Kelurahan
Wonokarto, (2) Kelurahan Giriwono, (3) Kelurahan Giripurwo, (4) Kelurahan
Wonoboyo, (5) Kelurahan Giritirto. Kecamatan Wonogiri secara administratif berada
pada Kabupaten Wonogiri. Kecamatan Wonogiri berada dipusat pemerintahan
Kabupaten Wonogiri, yang memiliki karakter masyarakat dinamis. Tujuan penelitian ini
adalah (1) mengkaji pola distribusi SMP disebagian Kecamatan Wonogiri, (2)
menganalisis faktor jumlah sekolah yang mempengaruhi distribusi SMP di Sebagian
Kecamatan Wonogiri (3) daya dukung SMP di sebagian Kecamatan Wonogiri. Metode
yang digunakan dalam penelitian Geometric Network Analysis Pada Sistem Informasi
Geografis (SIG) Untuk Mengetahui Pola Distribusi Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di Sebagian Kecamatan Wonogiri adalah geometric network analysis. Tahap pertama
yaitu data sekunder diperoleh dari Citra Google Earth kemudian diolah menggunakan
software ArcGIS 10.2. Data primer dikumpulkan dengan melakukan survei lapangan dan interpretasi citra terhadap bangunan SMP guna menentukan jumlah sekolah yang
ada dilapangan, serta permukiman untuk menentukan populasi yang ada di Sebagian
Kecamatan Wonogiri. Dengan demikan memperoleh hasil yaitu (1) distribusi
pendidikan SMP disebagian Kecamatan Wonogiri mempunyai pola dispersed
(menyebar), (2) faktor yang berpengaruh terhadap distribusi SMP adalah jumlah siswa,
(3) analisis yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa harus ada penambahan SMP yang
terletak di Kelurahan Wonokarto yang mendekati perbatasan Kelurahan Giriwono,
selain itu perlu adanya pemindahan sekolah dari Kelurahan Giripurwo ke Kelurahan Wonoboyo. Kesimpulan yang dapat diambil peneliti yaitu pola dispersed (menyebar),
selain itu juga terjadi penambahan dan pemindahan fasilitas pendidikan SMP yang ada
disebagian Kecamatan Wonogiri.
Kata Kunci: Geometric Network Analysis, Pola Distribusi, SMP
38
MODIFIKASI MODEL EKSTRAKSI DATA DEM UNTUK PEMETAAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI
Nugroho Purwono1 , Fahrul Hidayat
2 , Ivan Aryant Putra
3
1, 2 Bidang Penelitian, PPKS, Badan Informasi Geospasial
email: [email protected] ; [email protected] 3 Environmental System Research Institute (ESRI) Indonesia
email: [email protected]
ABSTRAK
Peta daerah aliran sungai (DAS) umumnya dibuat dengan teknik ekstraksi otomatis dari
data elevasi digital (DEM) tanpa memperhatikan lebih lanjut karakteristik hidrologi.
Hal tersebut menimbulkan masalah terkait relevansi dan akurasi data yang dihasilkan.
Sebagai contoh yaitu konfigurasi aliran (drainase) yang dihasilkan dari teknik ekstraksi
otomatis cenderung kurang akurat. Hal tersebut berimplikasi terhadap data DAS yang
dihasilkan secara keseluruhan. Penelitian ini mencoba membuat modifikasi model
ekstraksi data DEM yang lebih akurat untuk pembuatan peta DAS. Daerah sampel
dalam penelitian ini yaitu wilayah Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Data DEM yang
digunakan dalam penelitian adalah data If-SAR, dengan perangkat pengolah data yaitu
ArcGIS. Sementara modifikasi model ekstraksi disusun dengan kombinasi analisis
geoprosesing melalui kerangka Model Builder. Model ekstraksi dimodifikasi dengan
mengintegrasikan analisis hidrologi berdasarkan variabel morfometri permukaan
(terrain). Analisis tersebut meliputi pertimbangan orde aliran (stream order), nilai
ambang optimal (threshold) jaringan aliran, serta penentuan titik luaran (pour points)
aliran. Sebagai referensi pembanding terhadap hasil penelitian ini, digunakan data DAS
dari hasil teknik ekstraksi otomatis. Secara statistik hasil modifikasi model lebih
relevan terhadap konfigurasi aliran dibanding data referensi. Modifikasi model tersebut
mampu menghasilkan orde jaringan aliran secara spesifik dan lebih akurat dibanding
teknik ekstraksi otomatis dari data DEM.
Kata kunci: DAS, DEM, Ekstraksi, Model Builder, Hidrologi
39
DINAMIKA TEMPORAL TUTUPAN LAHAN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP INDEKS FUNGSI LINDUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR
TAHUN 2010 - 2016
Rahning Utomowati
Prodi P. Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret, Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup (PPLH) LPPM Universitas Sebelas Maret , Jl. Ir. Sutami 36-A Surakarta
email : [email protected].
ABSTRAK
Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu yang secara administratif terletak di
Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari DAS Bengawan Solo yang mempunyai
fungsi penting sebagai daerah resapan air. Aktivitas dalam DAS akan menyebabkan
perubahan ekosistem dan dapat memberikan dampak pada daerah hilir antara lain
berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material lainnya.
Dinamika perubahan tutupan lahan di DAS Jlantah Hulu perlu dipantau dan
dikendalikan agar indeks fungsi lindungnya dapat terjaga, yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap kualitas DAS Jlantah Hulu sebagai suatu ekosistem yang
mempunyai fungsi utama sebagai daerah resapan air dan fungsi perlindungan seluruh
bagian DAS Jlantah Hulu. Oleh karea itu kajian temporal perubahan tutupan lahan dan
pengaruhnya terhadap indeks fungsi lindung penting untuk dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) dinamika temporal tutupan
lahan DAS Jlantah Hulu tahun 2010 – 2016 dan (2) pengaruh perubahan tutupan lahan
terhadap indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu Tahun 2010-2016. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode survey. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan observasi lapangan, wawancara, telaah dokumentasi, serta interpretasi
citra dan peta. Analisis yang digunakan adalah diskriptif spasial dengan luaran berupa
peta tematik perubahan tutupan lahan dan pengaruh tutupan lahan terhadap indeks
fungsi lindung.
Hasil penelitian adalah : (1). Pada periode tahun 2010 - 2016 terjadi dinamika
perubahan tutupan lahan di DAS Jlantah Hulu. Tutupan lahan yang paling besar
mengalami perubahan adalah tanaman sayur yang berubah 21,03%, kemudian hutan
yang berubah 7,37% dan tanaman campuran 7,02%. (2). indeks fungsi lindung DAS
Jlantah Hulu Tahun 2010 adalah 0,41 dan pada tahun 2016 adalah 0,42. Dengan nilai indeks fungsi lindung (IFLDAS) kurang dari 1 tersebut mengindikasikan bahwa bahwa
kualitas lingkungan DAS Jlantah baik pada tahun 2010 maupun 2016 kurang mampu
untuk dapat menjaga fungsi keseimbangan tata air dan gangguan persoalan banjir, erosi,
sedimentasi, dan kekurangan air. Perubahan (penambahan) tutupan lahan hutan ini
berpengaruh terhadap indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu sebesar 0,0155.
Semakin bertambahnya tutupan lahan yang berupa hutan, semakin baik juga indeks
fungsi lindung DAS Jlantah Hulu. Hasil temuan penelitian ini selanjutnya dijadikan
dasar sebagai rekomendasi arahan tutupan lahan DAS Jlantah Hulu.
Kata kunci: dinamika temporal, tutupan lahan, DAS Jlantah Hulu
40
ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KELURAHAN WONOBOYO
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Andi Jafrianto1, Ayu Sekartaji
2, Isfi Natunazah
3, dan Fajar Anisa
4
1,2,3,4,
Mahasiswa Pendidikan Geografi Fak. Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta,
Pabelan-57169 Tel.:0271-717417;
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kabupaten Wonogiri memiliki tingkat kerawanan terhadap banjir. Menurut Kepala
Markas Palang Merah Indonesia (PMI) bahwa wilayah yang terkena banjir adalah
Tirtomoyo, Ngadirojo, Girimarto, Jatiroto, Kismantoro, Selogiri, Wuryantoro,
Manyaran, Pracimantoro, Eromoko, Giritontro dan Wonogiri yang dirilis oleh
detik.com. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan
bencana banjir, serta mengetahui seberapa besar permukiman yang terdampak akibat
banjir di Kelurahan Wonoboyo. Penelitian ini menggunakan metode skoring dan
pembobotan terhadap parameter yang memiliki pengaruh terhadap banjir, serta analisis
spasial SIG (Sistem Informasi Geografis) berupa kombinasi data hasil interpretasi
penginderaan jauh dengan data sekunder. Parameter yang digunakan berupa curah
hujan, ketinggian tanah, dan panjang sungai. Parameter-parameter tersebut kemudian
di-overlay sehingga menghasilkan peta tingkat kerawanan banjir dan peta persil
permukiman terdampak banjir. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerawanan
banjir di Kelurahan Wonoboyo masuk klasifikasi rawan dengan skor 3,3 dengan
permukiman terdampak sebesar 2867 bangunan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini
adalah Kelurahan Wonoboyo memiliki tingkat kerawanan banjir dengan kategori rawan.
Kata kunci : Kelurahan Wonoboyo, banjir, tingkat kerawanan
41
PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN TIMUR
Ratri Ma’rifatun Nisaa’ dan Nurul Khakhim
Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM, Sekip Utara,
Sleman, Yogyakarta
Email: [email protected] , [email protected]
ABSTRAK
Garis pantai Indonesia mengandung potensi sumberdaya alam wilayah pesisir yang
jumlahnya cukup besar, salah satunya ekosistem hutan mangrove. Mengingat hutan
mangrove memiliki fungsi yang sangat penting, maka diperlukan pengelolaan hutan
mangrove yang optimal agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat
diminimalisir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kerusakan
mangrove di Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan citra
Landsat OLI yang kemudian dilakukan transformasi indeks vegetasi Normalized
Different Vegetation Index (NDVI). Nilai dari transformasi NDVI dikorelasikan dengan
hasil pengukuran kerapatan di lapangan untuk mendapatkan nilai kerapatan pada citra.
Klasifikasi kerusakan mangrove didasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 201 Tahun 2004. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa mangrove
yang kondisinya rusak memiliki luas sebesar 60.220 ha atau 54,97% dari luas Delta
Mahakam, sedangkan untuk mangrove yang kondisinya baik memiliki luas sebesar
49.327 ha atau 45,03%. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa banyak mangrove
yang mengalami kerusakan, lebih dari setengah luas Delta Mahakam.
Kata kunci: kerusakan, mangrove, Delta Mahakam, Landsat OLI
42
PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN DAN KEBUTUHAN PERTANIAN
KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2029 BERBASIS SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS
Muhammad Farouq Ghazali Matondang
Muhammad Farouq Ghazali Matondang, Universitas Gadjah Mada,
ABSTRAK
Penelitian ini yang berjudul proyeksi daya dukung lahan dan kebutuhan pertanian
kabupaten deli serdang tahun 2029. Bertujuan : (1) mengetahui proyeksi penduduk di
Kabupaten Deli Serdang (2) mengetahui kebutuhan daya dukung lahan pertanian (3)
memberikan arahan kebijakan dalam memenuhi kebutuhan lahan pertanian di
Kabupaten Deli Serdang sampai tahun 2029. Metode yang digunakan berupa metode
deskriptif kuantitatif, menggunakan teknik analisis data sekunder dan analisis peta
dengan software ArcGIS 10.1 dan diagram. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah : (1) Terdapat sembilan kecamatan yang nilai daya dukungnya <1, yaitu
kecamatan Pancur Batu, Namo Rambe, Bangun Purba, Tanjung Morawa, Patumbak,
Deli Tua, Sunggal, Percut Sei Tuan, Batang Kuis. Artinya sembilan kecamatan tersebut
termasuk dalam wilayah yang belum mampu swasembada pangan (2) peningkatan
produksi tanaman pangan melalui usaha intensifikasi untuk mendukung penduduk (3)
memberikan insentif bagi petani yang tetap dan bahkan didorong untuk meningkatkan
produksi padi-sawah serta pemberian Disinsentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi
luas kawasan pertanian. Insentif dapat berupa pembangunan irigasi teknis/desa yang
dibutuhkan, pembangunan jalan produksi/jalan usaha tani, normalisasi saluran,
pemberian kredit, dan lain-lain.
Kata Kunci: daya dukung, kebutuhan lahan pertanian
43
GEO-STAGED EVACUATION: AN AGENT-BASED EXPERIMENT OF THE
IMPROVEMENT OF THE EVACUATION MANAGEMENT IN MERAPI
Jumadi, Nick Malleson, Steve Carver and Duncan Quincey
School of Geografi
University of Leeds, United Kingdom
ABSTRACT
Massive evacuation should be conducted when volcanic crises happen in Merapi. It is reported that 400,000 people should be evacuated in the last eruption of 2010. Such
large evacuation can lead to chaotic condition or congestion if not well managed. Staged
evacuation has been investigated to be solution to reduce chaotic condition during
evacuation processes. However, there are limited concept of how the stage is ordered to
manage which one can go earlier and which one is the latter. This paper purposed to
develop evacuation stage ordering based on geographic character of people at risk and
examine the ordering scenarios in agent-based model of evacuation. Because of the
stage ordering is mainly developed based on several geographic characteristics,
therefore, we call the concept as geo-staged evacuation. We use several geographic
character such as proximity to hazard, road network condition (accessibility), number of
population, and demographic as parameters to rank the order of each population unit in
GIS using Ordered Weighted Averaging (OWA) method. From this concept, we
produced several scenarios of evacuation order based on different weight of the
parameters. We use the scenarios in agent-based model of volcanic evacuation
experiment. The results will be evaluated based on the clearance time of each scenario.
Keywords: Agent-based Model, GIS, Merapi, geo-staged evacuation, evacuation
management.
44
PENDUGAAN UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS PEREKAMAN TAHUN
2014-2016
Taufik Ali Yusuf Sutowo Haryo Anom1, Munawar Cholil
2
1Mahasiswa, Fakultas Geografi Universitas, Muhammadiyah Surakarta
2Dosen, Faklutas Geografi Universitas, Muhammadiyah Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Keadaan oceanografi perairan Selatan Jawa sangat dipengaruhi oleh keadaan
sistem angin muson. Saat muson barat (Desember-Februari) berlangsung biasanya
terjadi downwelling di perairan Selatan Jawa, sedangkan saat musim timur (Juni-
Agustus) berlangsung terjadi upwelling di perairan Selatan Jawa. Sedangkan pada
musim peralihan terjadi masa perubahan atau transisi arah angin dan arus yang
menyebabkan berubahnya pola suhu permukaan laut dan klorofil-a . Pola dinamika
oceanografi permukaan seperti suhu permukaan laut, klorofil-a, arus geostropik, angin
dan tinggi permukaan air laut perlu dikaji lebih lanjut untuk efektivitas sumberdaya
perikanan. Pola kejadian upwelling di perairan Selatan Jawa sudah banyak diketahui,
namun dalam keadaan normal (tanpa terjadinya El-Nino). Adanya kejadian El-Nino
pada tahun 2015 menyebakan pola parameter kelautan berubah cukup drastis. Adanya
kejadian El-Nino pada tahun 2015 mendasari penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian
ini sebagai berikut; 1) Menentukan hubungan variabiltas suhu permukaan laut dengan
kejadian upwelling, 2) Menentuka hubungan variablitas klorofil-a dengan kejadian
upwelling., dan 3) Mendeteksi pola distibusi fenomena upwelling di sepanjang Perairan
Selatan Jawa selama Januari 2014- November 2016. Penelitian ini menggunakan data
satelit multi sensor seperti suhu permukaan laut (MODIS), klorofil-a (MODIS), angin
(WindSat), Arus Geostorpik (ASCAT), dan tinggi muka air laut (Pemodelan BPOL).
Data satelit tersebut diolah dengan menggunakan multi software GIS agar dapat
dikonversi menjadi data berformat tiff dan shp. Hasil penelitian menunjukkan zona
upwelling dan downwelling di perairan Selatan Jawa. Kejadian upwelling yang terjadi
pada saat musim timur terdapat di Selatan Bali dan Jawa Timur kemudian meluas
sampai pesisir perairan Selatan Jawa Barat. Fenomena downwelling saat musim barat
berlangsung hanya terdapat di Selat Bali dan Selatan Jawa Timur. Adanya kejadian El-
Nino pada tahun 2015 menyebakan durasi upwelling yang cukup lama daripada tahun 2014 dan 2016. Pola kejadian upwelling yang terjadi saat El-Nino (2015) dimulai dari
bulan Mei - November. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses
upwelling tidak hanya dibangkitkan oleh angin, tetapi diduga akibat Arus Katulistiwa
Selatan yang mendekat ke perairan selatan Jawa sedangkan proses downwelling
dibangkitkan oleh angin, variasi iklim El Nino sangat mempengaruhi kejadian upwelling
dan downwelling khusunya di perairan Selatan Jawa.
Kata Kunci: Upwelling, Downwelling, El Nino, La Nina, Aqua MODIS
46
TRADISI MENYALUKUT SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA
KEBAKARAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT
Adnan Ardhana1 dan Pranatasari Dyah Susanti
2
1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru
Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan
E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo
Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kebakaran lahan gambut, merupakan kejadian yang hampir terjadi pada setiap musim
kemarau. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana kebakaran ini sangat tinggi. Bukan
hanya asap yang sangat menganggu, tetapi juga rusaknya ekologi di lahan gambut yang
tidak ternilai harganya. Selama ini, persiapan lahan baik untuk pertanian maupun
perkebunan menggunakan tindakan pembakaran, yang dianggap lebih efektif. Untuk
mengurangi risiko terjadinya bencana kebarakan lahan, maka diperlukan upaya mitigasi
yang tepat, salah satunya adalah dengan tradisi api terkendali. Tradisi penggunaan api
terkendali untuk persiapan lahan pertanian dan perkebunan dengan menerapkan
manajemen penggunaan api pada masyarakat Dayak, dikenal dengan istilah
“menyalukut”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi-fungsi manajemen
dalam tradisi “menyalukut” di Desa Lumpangi, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan yang merupakan daerah tangkapan sungai
Ahan Sub DAS Amandit. Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Dayak yang dipilih secara purpossive sampling. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara
diskriptif kualitatif sesuai dengan keluaran yang diharapkan. Hasil penelitian
menunjukkan, terdapat 4 fungsi manajemen yang dilakukan dalam tradisi “menyakulut”, diantaranya: (1) fungsi perencanaan (koordinasi, penentuan lokasi dan tebas semak); (2)
pengorganisasian (pembagian kelompok); (3) pergerakan (proses pembakaran dengan
sistem bakar balas) dan (4) pengendalian (pengontrolan api dan sanksi). Meskipun
tradisi ini terbukti efektif menjaga kebakaran lahan pada wilayah tersebut, namun
kebijakan zero burning yang saat ini gencar disosialisasikan pemerintah juga harus dilaksanakan, sehingga inovasi teknologi persiapan lahan tanpa bakar yang murah dan
efisien mutlak diperlukan untuk mencegah kemungkinan pembakaran hutan dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan dapat mengakibatkan kebakaran hutan dalam skala luas.
Kata Kunci: pengelolaan lahan, menyalukut, fungsi manajemen.
47
MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT OF KULON PROGO REGENCY
Azmiyatul 'Arifati, Ratri Ma'rifatun Nisaa, Azzuhfi Ilan Tinasar
Universitas Gadjah Mada
Email: [email protected]
ABSTRACT
Kulonprogo is one of the regency in Yogyakarta Special Region which hazardous and
vulnerable. This research aims to map multi-hazard risk in Kulonprogo Regency. Perka
BNPB 2/2012 is used as guideline for multi-hazard risk assessment. Hazard and
vulnerability analysis are needed in risk mapping through a semi-quantitative approach,
which uses weighting factors and index values. Hazards considered in Kulonprogo
Regency are flood, landslide, and tsunami. Parameters to determine landslide and flood
hazard potential are slope, rainfall, soil, and land use. While, tsunami hazard potential
uses inundation height as its parameter. Multi-hazard map is obtained from overlying
hazard maps using GIS tool. Vulnerability index is gained from social, economic,
physical, and environmental components which are classified into three classes then
deliver it through index 0 - 1. The result is risk index in range of 0.4 to 0.79, which
indicates Wates, Kalibawang, and Kokap Sub-District as the highest on multi-hazard
risk. Whereas, low risk stands to Lendah and Nanggulan Sub-District.
Keywords: Multi-hazard, Risk Assessment, Kulonprogo, Geographic Information
System.
48
KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI KECAMATAN CIPATUJAH
KABUPATEN TASIKMALAYA
Ruli As’ari
Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
[email protected]/ [email protected]
ABSTRAK
Letak geologis Indonesia yang dilalui oleh tiga lempeng besar dunia menyebabkan
Indonesia rawan terkena bencana gempabumi dan tsunami. Tercatat dua kali gempa
Tasikmalaya (Tahun 2006 dan 2009) yang salah satunya menimbulkan berbagai
kerusakan dan merenggut korban jiwa. Kesiapsiagaan merupakan upaya yang dapat
dilakukan sebagai bagian dari proses mitigasi pada tahap pra-bencana untuk
meminimalisir serta meniadakan korban akibat bencana. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana
gempabumi dan tsunami dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Metode
yang digunakan deskriptif. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah analisis nilai
indeks dilihat dari empat parameter kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan dan sikap/
Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP),
sistem peringatan/ Warning System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/ Resource
Mobilization Capacity (RMC). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir
pantai yang berada di lima desa di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu
Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dengan
jumlah sampel 70 responden. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir di Kecamatan Cipatujah termasuk pada
kategori hampir siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Penentuan
tingkat kesiapsiagaan memperhatikan empat parameter diantaranya pengetahuan dan
sikap dengan indeks nilai 75,04 (kategori siap), perencanaan kedaruratan dengan indeks
nilai 42,86 (kategori kurang siap), sistem peringatan degan indeks nilai 65,28 (kategori
siap) serta mobilisasi sumberdaya dengan indeks nilai 26,43 (kategori belum siap).
Keempat parameter yang dimiliki masyarakat tergolong cukup baik. Adapun indeks
nilai yang didapat secara umum adalah sebesar 57,32. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan upaya yang dapat dilakukan diantaranya menanamkan pengetahuan sejak
dini terhadap anggota keluarga, sosialisasi secara berkala dan simulasi kebencanaan.
Kata kunci: Kesiapsiagaan Masyarakat, Gempa bumi, Tsunami
49
HIDUP SELARAS BERSAMA GUNUNG API: KAJIAN DAMPAK POSITIF
DARI LETUSAN GUNUNG API KELUD TAHUN 2014 SEBAGAI MODAL
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Syamsul Bachri, Sugeng Utaya, Farizky Dwitri Nurdiansyah, Alif Erfika Nurjanah, Lela
Wahyu Ning Tyas, Denny Setia Purnama, Akhmad Amri Adillah
Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang ([email protected])
ABSTRAK
Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan gunung berapi, hidup berdampingan dengan
bahaya merupakan hal yang tidak bisa terelakan. Meskipun dampak vulkanisme gunung
api terhadap masyarakat telah didokumentasikan dengan baik, namun banyak
kemungkinan manfaat dari gunung berapi tersebut tidak dikaji secara lengkap. Makalah
ini memberikan kajian secara komprehensif mengenai dampak erupsi gunung berapi
dengan studi kasus di gunung api Kelud. Metode yang digunakan dalam mencapai
tujuan penelitian berupa survei lapangan yang meliputi aspek fisik dan sosial. Data yang
didapatkan selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan secara kualititatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa erupsi gunung api kelud pada tahun 2014 memberikan dampak yang
bervariasi baik negatif maupun positif; secara langsung maupun tidak langsung pada sisi
manusia maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan di sektor pertambangan dan
pariwisata merupakan kegiatan yang banyak dikerjakan dan dikembangkan pasca erupsi
bahkan dijadikan program dari pemerintah daerah sebagai modal pembangunan yang
menekankan pada kekayaan sumber daya lokal. Melalui penelitian ini, diharapkan
kajian yang dapat menggambarkan dampak dan proses pada saat bencana erupsi
maupun kondisi non-aktif gunung api melalui tiga dikotomi: positive/negative,
direct/inderect, dan natural/society mampu dilaksanakan untuk merumuskan dan
menilai bencana gunung api dari perspektif positif yang harganya dapat melebihi dampak negatif yang ditimbulkannya.
Kata kunci: Gunung api Kelud, Dampak positif, Pembangunan Berkelanjutan,
Pariwisata dan Pertambangan
50
KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA
TANAH LONGSOR: Kasus di beberapa Desa di Kabupaten Tasikmalaya
Syahrul Donie1, Nur Ainun
BPPTP DAS Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bersifat deskriptif kualitatif ini dilaksanakan pada tahun 2015 di Desa
Jayapura Kecamatan Cigalontang dan Desa Pusparahayu Kecamatan Puspahiyang,
Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian menggunakan metoda survey dengan
mewawancarai 30 orang responden yang tinggal di areal berpotensi longsor, kemudian
hasil wawancara diklarifikasi dengan observasi lapangan. Kapasitas masyarakat
dibedakan menjadi dua yaitu kapasitas individu dan kapasitas lembaga. Kapasitas
individu diukur dari aspek pengetahuan kearifan local dan rencana aksi. Sedangkan
kapasitas lembaga diukur dari aspek kepemimpinan fasilitasi dan kearifan local.
Penilaian kapasitas menggunakan pendekatan scoring dari parameter yang
dikembangkan, sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Tahun 2008 Kemudian nilai rata-rata diklasifikasikan menjadi lima klas, yaitu
sangat buruk (nilai <20), buruk (nilai 20-39), cukup (nilai 40-59), baik (60-79) dan
sangat baik (nilai >80). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas individu dalam
menghadapi bencana tanah longsor mencapai nilai 63,0%, yang mengindikasikan bahwa
kapasitas individu sudah berada dalam kategori baik. Demikian pula kapasitas lembaga
mencapai nilai 42,95%, atau masih dalam kategori cukup. Dari sisi individu, aspek
pengetahuan dinilai sangat baik (>80%), namun dari aspek kearifan local dan aspek
rencana aksi masih perlu ditingkatkan, terutama kemampuan deteksi dini dan penentuan
jalur evakuasi. Kapasitas lembaga, walaupun sudah dalam kategori cukup, namun beberapa parameter masih perlu ditingkatkan, antara lain dalam penyediaan informasi
wilayah berpotensi longsor dan pemasangan tanda-tanda larangan, pembuatan dan
sosialisasi jalur evakuasi, sistem peringatan dini, dan peningkatan kapasitas lembaga
local melalui pembentukan Tim Tangguh Bencana. Semakin meningkatnya kapasitas
individu dan kapasitas lembaga, diharapkan indeks resiko bencana tanah longsor di
wilayah penelitian dapat dikurangi.
Kata Kunci: Bencana Tanah Longsor, kapasitas masyarakat, Kabupaten Tasikmalaya
51
KAJIAN PEMNFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN
KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN
PERMEN PU NO.22/PRT/M/2007
Thema Arrisaldi(1)
, Rokhmat Hidayat(1)
,
1) Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Jl. Sopalan Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta 55282,
Indonesia. Email: [email protected]
ABSTRAK
Karangkobar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara dengan
potensi gerakan tanah yang tinggi. Dalam mengurangi risiko bencana gerakan tanah
Kementerian Pekerjaan Umum memiliki metode pemetaan potensi gerakan tanah
menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 tentang
penataan ruang kawasan rawan bencana longsor. Peraturan tersebut memiliki 7
parameter dengan memiliki bobot pada subparameternya, yaitu kelerengan (30%), curah
hujan (15%), tataair lereng (7%), batuan penyusun lereng (20%), kegempaan (3%),
vegetasi (10%), dan kondisi tanah (15%). Ke tujuh parameter tersebut dilakukan overlay
menggunakan software ArcMap. Berdasarkan hasil overlay didapatkan bahwa dengan
Metode pemetaan tanpa modifikasi didapatkan 95,8% luasan terletak pada zona
ancaman gerakan tanah tinggi, 4,19% terletak di zona ancaman gerakan tanah sedang,
0,01% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah rendah. Hasil overlay pada
metode pemetaan yang sudah dimodifikasi didapatkan 0,48 % luasan terletak pada zona
ancaman gerakan tanah rendah, 77,07 % luasan terletak pada zona ancaman gerakan
tanah sedang, dan 22,45% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah tinggi.
Wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi mutlak difungsikan untuk kawasan lindung
sehingga tidak layak untuk dibangun. Untuk zona dengan tingkat kerawanan sedang
dan rendah masih dapat difungsikan sebagai kawasan budi daya secara terbatas atau
kawasan budi daya yang dikendalikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu.
Kata kunci : gerakan tanah, Karangkobar, Potensi, Metode pemetaan gerakan tanah,
longsor
52
EVALUASI RENCANA PENGEMBANGAN AEROTROPOLIS DI PESISIR
KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA
Randy Alihusni Wardana, Reosa Andika Firmansyah, Indra Laksana
Mahasiswa Magister Geoinformation for Spatial Planning and Disaster Risk
Management, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta – 55281,
email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Seperti konsep kota metropolitan, bandara Temon akan terbangun sebagai pusat
aerotropolis juga memiliki kawasan pinggir kota yang akan ikut berkembang. Bandara Temon dibangun diatas lahan yang rawan akan bencana tsunami. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengembangan Aerotropolis di
Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, terhadap dampak bencana
Tsunami yang ada di kawasan Bandara New Yogyakarta International Airport. Risiko
bencana berkelanjutan dianalisis dengan menggunakan metode skoring terhadap
parameter risiko Tsunami seperti kondisi penggunaan lahan, jaringan jalan, drainase,
kepadatan penduduk, luas area pantai, kemiringan lereng, kondisi geologi, dan potensi
bencan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan yang rencananya akan dijadikan
kawasan Aerotropolis memiliki potensi bencana Tsunami dikarenakan letaknya yang
berada di pesisir pantai selatan Yogyakarta dan berhadapan langsung dengan Samudra
Hindia. Kesiapan kawasan Aerotropolis dalam menghadapi potensi bencana Tsunami
dapat dilakukan dengan meminimalisir potensi kerusakan yang disebabkan oleh
tsunami. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat suatu
kawasan terbangun yang tahan Tsunami, seperti membuat lantai evakuasi pada bagian
atas bangunan yang cukup luas, pembuataan rute jalur evakuasi yang cepat, penataan
ruang aerotropolis, dll. Dengan memasukan pertimbangan bahaya dalam penyesuaian
rencana pembangunan maka tingkat kerentanan pada kawasan Aerotropolis terhadap
Tsunami dapat di minimalisir.
Kata Kunci: Risiko, Tsunami, Aerotropolis, Bandara
53
KARAKTERISTIK DEBIT BANJIR PADA DAS KECIL
KASUS DI DAS SEMPOR, SLEMAN
Baina Afkril1 , M. Pramono Hadi
2 dan Slamet Suprayogi
3
1Universitas Papua, email:[email protected]
2Universitas Gadjah Mada, email: [email protected]
3Universitas Gadjah Mada, email: [email protected]
ABSTRAK
Karakteristik banjir suatu sistem sungai dapat digunakan untuk mengetahui risiko
terjadinya banjir bandang. Karakteristik banjir tegantung beberapa faktor internal dan
eksternal. Internal meliputi kahateristik DAS, Sistem bangunan air, penggunaan lahan.
Sedangkan faktor eksternal adalah karakteristik hujan, yang mana data ini mempunyai
ketidakpastian yang tinggi. Karakteristik debit banjir dapat diidentifikasi melalui
hidrograf aliran pada keluaran DAS. Tujuan tulisan ini adalah (1) membangun sangkutan hubungan debit-kedalaman berdasarkan pengukuran kedalaman aliran
kontinyu untuk simulasi hidrograf aliran pada tiap kejadian banjir; (2) mengkaji
karakteristik banjir melalui hidrograf aliran yang dibangun. Kajian dilakukan pada
sebuah alur aliran di hulu DAS Sempor, D.I. Yogyakarta, dengan luas wilayah kajian ±
1.5 km2. Kedalaman aliran runtun waktu (interval 5 menitan) diperoleh dari rekaman
dua alat pencacah level air otomatis (hulu dan hilir) berjarak ± 7 m. Debit alir dihitung
menggunakan metode kemiringan-luasan kontinyu. Sangkutan logaritmik diterapkan
untuk memperoleh hubungan debit-kedalaman. Karakteristik banjir dikaji berdasarkan
pola hidrograf aliran dan pola histogram curah hujan. Hubungan debit-kedalaman pada
alur kajian berdasarkan 6 kejadian banjir terukur adalah 5.086xH1.436
dan 5.88xH1.86
untuk sekmen hilir dan hulu secara berurut. Pola hidrograf aliran cenderung mengikuti
pola histogram curah hujan, di mana perubahan-perubahan intensitas curah hujan dalam
sebuah kejadian memberikan beberapa debit puncak dengan waktu menuju puncak
yang bervariasi. Diperoleh pula bahwa dengan intensitas curah hujan yang hampir
sama, puncak banjir tercapai lebih cepat pada durasi hujan sinkgat, namun debit
puncaknya lebih kecil serta kurva pemulihan pun lebih cepat. Disimpulkan bahwa, (1)
sangkutan debit-kedalaman yang dihasilkan dapat diterapkan untuk menyimulasikan hidrograf aliran untuk pengukuran kontinyu tunggal baik di hilir maupun hulu pada
lokasi yang sama dengan asumsi geometri sekmen alur tidak berubah secara signifikan,
(2) karakteristik debit banjir pada wilayah kajian mengikuti pola curah hujan dengan
tanggapan yang berbeda terkait intensitas curah dan durasi hujan.
Kata kunci: debit-kedalaman, kemiringan-luasan, banjir, kontinyu, hidrograf,
curah hujan
54
DAMPAK PENYEDOTAN AIR TELAGA DALAM USAHATANI KENTANG DI
TELAGA PENGILON-DIENG, WONOSOBO
C. Yudi Lastiantoro1 , S. Andy Cahyono
2 dan Pamungkas B Putra
3
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Email: [email protected]
ABSTRAK
Telaga Pengilon merupakan salah satu telaga dari dua telaga yang berdampingan; yaitu
Telaga Warna danTelaga Pengilon. Kedua telaga merupakan tempat wisata alam yang
berada di Daerah Pegunungan Dieng Jawa Tengah (ketinggian diatas 2.000 meter dpl).
Namun saat ini, air telaga Pengilon banyak disedot untuk pertanian tanaman kentang
sehingga mengancam keberlanjutan Telaga Pengilon. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui dampak penyedotan air Telaga Pengilon yang digunakan untuk usahatani
kentang oleh penduduk di Desa Jojogan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo,
Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam
dengan petani kentang. Lokasi penelitian di Desa Jojohan, Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyedotan air telaga berdampak positif dan negatif terhadap
Telaga Pengilon. Dampak positif antara lain peningkatan pendapatan petani kentang
terutama pada musim kemarau, dengan keuntungan rerata sebesar Rp 17.602.100 per
0,45 ha per 4 bulan, menurunkan pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan pelaku
pertanian kentang. Dampak negatif penyedotan air telaga antara lain air telaga Pengilon
menyusut sehingga tidak ada pasokan air untuk telaga Warna sehingga wisatawan
kecewa berkunjung ke Telaga Warna karena airnya sedikit dan berbau belerang,
pencemaran oli dari mesin pompa air, pencemaran pupuk kimia (12 kw/ha) dan
pestisida (300 l/ha) karena overdosis pemupukan dan pestisida usahatani kentang.
Kata kunci: penyedotan air, telaga, kentang, pupuk anorganik, pestisida
55
IDENTIFICATION OF URBAN CLIMATE CHANGE
(STUDY CASE JAKARTA CITY)
Dadang Subarna
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional,
email: [email protected]
ABSTRACT
Temperature plays a major role in detecting climatic change brought about by
urbanization and industrialization. Most climatic impact studies rely on changes in
means of meteorological variables such as temperature and rainfall. This paper attempts
to study the temporal and spatial changes in average of surface air temperature and
rainfall over Jakarta City during the last century in the period 1901–2007. The data used
in this study were taken from the Jakarta Climatolgy Station with the reasons are good
quality, long records and a little missing or blank data and the worldclim. The methods
employed are statistic descriptics including a description of the type of probabilistic
model chosen to represent the monthly mean surface air temperature and rainfall time
series. The long-term change in temperature and rainfall has been evaluated by Mann-
Kendall trend test method and linear trend statistic. The evaluated spatial rainfall came
from 1 km resolution of GCM to get the average 1950-2000, 2041-2060 and 2061-
2080 periods. The results of the Mann-Kendall trend test agreed with the statistical
linear trend test for temperature but it‟s not agreed for the rainfall. During the last 100
years, data observations from the station indicate that the monthly mean of surface air
temperature in the Jakarta City increased about the rate of 0.152°C decade–1
and show a
continuous increase of the average. The monthly mean rainfall in wet season (December, January, February) show a change in the pattern, average and variation. The
probability density function of rainfall is changed to Logistic Distribution by mean and
standard deviation of 285 mm and 67 mm respectively in the last 30 years period, from
Gamma (2) Distribution by mean and standard deviation of 264 mm and 79 mm
respectively in the first 30 years period also slightly increase as linear trend. Based on a
linear regression model, the mean of surface air temperature over Jakarta City is
estimated around 28.5oC in 2050 and 29.23
oC in 2100 also based on RCP Scenarios is
shown the monthly spatial rainfall change in wet season over Jakarta by anomaly ranges of 2.7 mm to 32.3 mm.
Keywords: Variability, Surface Air Temperature, Rainfall, Trend, Mann-Kendall,
Climate Change
56
DINAMIKA URBAN SPRAWL TERHADAP KERENTANAN BENCANA
BANJIR PADA WILAYAH KECAMATAN KARTASURA
Dahroni1, Suharjo
2, Miftahul Arozaq
3, Baharudins Syaiful A.
4
1 Dahroni, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email:[email protected]
2 Suharjo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
3 Miftahul Arozaq, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:[email protected]
4 Baharudin Syaiful Anwar, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:
ABSTRAK
Perubahan morfologi perkotaan yang meluas secara acak dan tidak terkendali (urban
Sprawl) pada wilayah kecamatan Kartasura mengakibatkan transformasi fisik dan
sosial, Perubahan jumlah rasio area terbangun pada wilayah tersebut sebesar 19%
sebagai akibat perubahan penggunaan lahannya, memberikan dampak kemacetan,
degradasi lahan, ancaman, kerentanan bahkan risiko bencana yang mengarah
ketidakberlanjutnya suatu tatanan fisik permukiman dan sosial pada wilayah tersebut.
Tujuan penelitian mengetahui sejauhmana perkembangan keruangan, karakeristik sosial
ekonomi dan ekologi di daerah urban Sprawl kaitanya dengan kerentanan bencana
banjir. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode survei dan
pengolahan data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis, memanfaatkan data
citra satelit dan data sekunder. Hasil penelitian mengambarkan peta pengunaan lahan
wilayah kartasura dengan peningkatan lahan tertutup adalah 4,8% per tahun yang mengakibatkan penurunan kapasitas resapan, pusat pertumbuhan ekonomi yang
mengalami peningkatan, penataan wilayah zonasi permukiman dan penataan fasilitas
yang menyebar seperti rumah sakit, terminal dan pusat perbelanjaan, serta penataan
trasportasi umum yang terintegrasi dengan kota Surakarta dengan adanya BST (batik
solo trans). Kesimpulan kecamatan Kartasura mengalami alih fungsi lahan yaitu
pergesaran lahan pertanian menjadi permukiman yang berdampak banjir karena
kurangnya resapan dan terjadi perubahan aktivitas sosial ekonomi, dan laju
transformasinya tidak merata.
Kata kunci: UrbanSprawl, perubahan lahan, penataan ruang.
57
PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN
PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA
Esa Bagus Nugrahanto
1Balai Penelitian dan Pengambangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPPTPDAS) Surakarta, email: [email protected]
ABSTRAK
Persentase luas penutupan hutan dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) akan
mempengaruhi fungsi dari hutan dalam mengatur tata air dalam DAS. Keberadaan
hutan sangatlah penting di suatu DAS karena hutan berperan dalam mengurangi erosi
yang berbanding lurus dengan tingkat sedimen yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat sedimen yang terjadi di Sub DAS Cemoro dan Sub DAS
Gagakan yang memiliki persentase penutupan hutan yang berbeda. Penelitian dilakukan
dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dengan cara mengukur dan mengamati
tinggi muka air (TMA) harian dan mengambil contoh air di Sub DAS Cemoro dan Sub
DAS Gagakan. Hasil penelitian menunjukan Sub DAS Cemoro yang memiliki
persentase penutupan hutan 99,70% memiliki rata-rata sedimen tiap bulan sebesar 0,91
ton/ha. Sub DAS Gagakan dengan persentase penutupan hutan 81,97% menghasilkan
sedimen tiap bulan sebesar 1,09 ton/ha. Meskipun hasilnya tidak terlalu berbeda jauh,
namun luasan dari kedua sub DAS yang diteliti sangat berbeda jauh. Sub DAS Cemoro
hanya memiliki luas 1347,1 ha, sedangkan Sub DAS Gagakan memiliki luas 5966,9 ha.
Hal ini menunjukan bahwa persentase luas penutupan hutan suatu DAS berpengaruh
terhadap sedimen yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan di dua sub DAS
tersebut, menunjukan bahwa semakin besar persentase luas penutupan hutan maka tingkat sedimen yang dihasilkan akan semakin rendah.
Kata kunci: sedimen, DAS, penutupan hutan
58
AKUISISI POTENSI WILAYAH BATUANGUS SEBAGAI GEOPARK
VULKANO MARINE PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA PADA
PEREKAMAN FOTO CONDONG
Farid Ibrahim,1,3
, Megha Dharma Putra4, Fiqih Astriani
3, Theresia Retno Wulan
2,
Nicky Setyawan2, Dwi Sri Wahyuningsih
4, Gianova Andika Putri
,8, Edwin Maulana
1,5, ,
Fajrun Wahidil Muharram6, Bernike Hendrastuti
1,7,
, Wico Nandiyanta Mulia
1 , Tri
Raharjo1
1Parangtritis Geomaritime Science Park
2Badan Informasi Geospasial
3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS
4Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM
5Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM
6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM
7Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, UGM
8Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro
Surel : [email protected]
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan keragaman bentuk lahan yang kompleks.
Keragaman bentuk lahan yang dimiliki indonesia ini dapat menjadi destinasi
geodeversity yang mampu berperan sebagai laboraturium alam. Di Indonesia, masih
banyak daerah yang memiliki geodeversity eksotis namun tidak populer oleh wisatawan
baik dalam negeri apalagi mancanegara. Wilayah Batuangus yang berada di lereng
Gunung Tangkoko merupakan salah satu kekayaan alam morfologi yang mahal. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 1049/Kpts/UM/12/81 menetapkan kawasan Cagar
Alam Gunung Tangkoko Batuangus sebagai Taman Wisata Batuangus serta pantai
kastuarinyanya sebagai Taman Wisata Batuputih. Bentukan lahan vulkanik marine yang
berada di pesisir Selat Lembeh menjadi dinamika yang menarik untuk dikaji guna
menilai potensi dan nilai jual objek wisata. Metode yang digunakan dalam kajian ini
adalah penginderaan jauh dan survei lapangan. Pemotretan condong menunjukkan
kawasan ini merupakan medan lava yang ditandai dengan Bentukan dan lereng yang
curam hingga landau dan penutup lahan berupa savana. Keasrian kawasan ini dari sisi geologi dan hayati menjadi potensi unggulan sebagai objek geodiversity. Perlu adanya
publikasi lebih intensif guna mengembangkan kawasan ini sebagai geoheritage vulkano
marine sehingga dapat menjadi entitas konservasi cagar alam geodiversity. Masyarakat
dan peneliti tidak hanya mengkaji dengan literature saja, akan tetapi masyarakat
Indonesia masih memiliki laboraturium alamnya, selain juga mampu menjadi asset
pariwisata berbasis ekowisata.
Kata Kunci: Gunung Tangkopo, Cagar Alam Batuangus, Geodeversity, Geopark
59
DROUGHT RISK ASSESSMENT FOR RESOURCE MANAGEMENT
TOWARDS RESILIENT-DEVELOPMENT IN EROMOKO DISTRICT,
WONOGIRI REGENCY, CENTRAL JAVA
Fatah Yogo Yudhanti
1M. Sc. Programme Geo-information for Spatial Planning and Risk Management,
Faculty of Geography, Universitas Gadjah Mada, email:
ABSTRACT
Eromoko is a drought-prone district in Wonogiri Regency, Central Java, thanks to the
karst landform and steep topography that dominate almost half of district‟s area. Drought usually hits the district during the dry season and harm many sectors,
especially agriculture, household, and health. However, the level of drought risk is
different in each part of the district. It depends on the hazard, vulnerability, and
adaptive capacity aspects of each region. This research aims to generate drought risk
map based on those aspects then identify the high-risk zone where resources urgently
need to be managed towards resilient-development. All information analyzed in this
research were obtained from secondary data. Combination between qualitative and
quantitative analyses, as well as rank method were then applied to it. Drought hazard
map was generated from geological, soil, and elevation maps. Social vulnerability map
was generated from population density, disability ratio, and sex ratio maps. Economic
vulnerability map generated from paddy field ratio and dry field ratio maps. Adaptive
capacity map was generated from educated people ratio. Social vulnerability, economic
vulnerability, and adaptive capacity maps were then overlayed and resulting a drought
vulnerability map. Drought risk map was obtained by integrating hazard and vulnerability maps using rank method. Suitable resource management for high-risk area
was then analyzed by considering the entire risk aspects. The drought risk assessment
result successfully identified Basuhan, Pucung, Ngandong, Tempur Harjo, Panekan,
and the northwest part of Pasekan as the high-drought risk zone. The risk in Basuhan
and Pucung is mainly controlled by geological, soil, and topographical conditions; low
educational level; as well as the high dependency on agricultural sector. Topographical
conditions and high dependency on agricultural sector are the main risk factors in
Ngandong and Tempur Harjo Villages. Risk level in Panekan is mainly controlled by high dependency on agricultural sector, as well as high ratio of disability and sex ratio.
As for the case of Pasekan, geological and soil conditions are the main factors. Finally,
different resource management based on critical risk factors in each area is
recommended by this reasearch in order to achieve resilient-development in Eromoko
District.
Keywords: drought, risk assessment, resource management, resilient-
development, Eromoko
60
KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM PERINGATAN DINI INDIVIDU
DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI
DI KECAMATAN WONOGIRI
Febriyana Niken Yuliartika1, Dheya Amalia Larasati
2, Septia Mahadeka Putri
Sehan3, Angel Okctaviana
4 , dan Septian Briantama Alfredo
5
1,2,3,4,5
Mahasiswa Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. YaniTromolPos 1 Pabelan
Surakarta, Pabelan-57169 Telp:0271-717417, email:
ABSTRAK
Kecamatan Wonogiri merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten
Wonogiri yang berada di selatan Pulau Jawa, aktivitas lempeng tektonik di selatan
Pulau Jawa serta kondisi geografisnya yang dilalui jajaran formasi gunung api menjadi
faktor penyebab wilayahnya rawan gempa bumi. Salah satu wilayah yang berpotensi
terjadinya gempa bumi adalah Kecamatan Wonogiri yang terletak di Kabupaten
Wonogiri. Kabupaten Wonogiri mempunyai skor indeks risiko bencana gempa bumi
sebesar 146 dengan kelas risiko “tinggi”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wonogiri dengan jumlah sampel 286 keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui tingkat pengetahuan sistem peringatan dini individu dan rumah tangga
dalam menghadapi bencana gempa bumi di Kecamatan Wonogiri. Metode penelitian
menggunakan random sampling method dan pengumpulan data menggunakan
kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan sistem peringatan dini terhadap bencana
gempa bumi masyarakat di Kecamatan Wonogiri termasuk kategori “rendah” dengan indeks rata-rata 56.
Kata Kunci: pengetahuan sistem peringatan dini, gempa bumi, masyarakat.
62
IMPLEMENTASI SIG DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN ADOBE
FLASH BERBASIS EARTHCOMM TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL
DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MATA PELAJARAN
GEOGRAFI (Pokok Bahasan: Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat
Dinamika Hidrosfer Kelas X SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017)
Achmad Nur Hidayaht1, Sarwono, Yasin Yusup
2
1Universitas Sebelas Maret, email: [email protected] 2 Universitas Sebelas Maret, email: [email protected]
ABSTRAK
Integrasi sistem informasi geografi (SIG) kedalam dunia pendidikan menciptakan
pengaruh besar dalam kegiatan pembelajaran, salah satu peningkatan mutu
pembelajaran seperti multimedia pembelajaran yang mampu mewadahi materi
kontekstual dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi sistem informasi geografi
(SIG) yang lebih efisien. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui efektivitas SIG dalam
multimedia pembelajaran adobe flash berbasis EarthComm terhadap kemampuan
spasial peserta didik, 2) Mengetahui efektivitas SIG dalam multimedia pembelajaran
adobe flash berbasis EarthComm terhadap motivasi belajar peserta didik
Penelitian ini termasuk jenis quasi eksperimen. Populasinya adalah seluruh kelas
X SMA MTA Surakarta tahun ajaran 2016/2017. Sampel menggunakan Cluster
Sampling, sampel terpilih adalah kelas X IPS 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas X
BB 1 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data kemampuan spasial peserta didik
menggunakan teknik tes, dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda, untuk data motivasi
belajar peserta didik menggunakan angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Analisis data yang digunakan adalah statistik parametrik dengan bantuan SPSS 19.0 for
windows yaitu uji ANAVA satu arah pada taraf signifikasi 5%.
Hasil analisi data pada uji statistik parametrik menggunakan SPSS 19 diperoleh
nilai sig 0.00 dengan F 19.12 menujukan perbedaan yang signifikan, nilai rata-rata
kemampuan spasial kelas eksperimen (X IPS 4) yaitu 84,38 lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol (X IBB 4) yaitu 76,88. Sedangkan data motivasi belajar diperoleh nilai sig
0.00 dengan F 15.888 menujukan perbedaan yang signifikan, nilai rata-rata kelas eksperimen (X IPS 4) yaitu 123,85 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (X IBB 4)
108,91. Nilai rata-rata motivasi belajar kelas eksperimen masuk dalam kategori tinggi,
sedangkan kelas kontrol masuk dalam kategori sedang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) efektivitas SIG
dalam multimedia interaktif adobe flash berbasis EarthComm mampu memberikan hasil
positif terhadap kemampuan spasial peserta didik, 2) efektivitas SIG dalam multimedia
interaktif berbasis EarthComm mampu memberikan hasil positif terhadap motivasi
peserta didik.
Kata kunci: SIG, Adobe Flash, Multimedia, EarthComm, Kemampuan Spasial
63
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP
KESIAPSIAGAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KELURAHAN
GIRITIRTO KECAMATAN WONOGIRI
Setty Maryanti
1, Endang Lestari
2, Wahyu Putri
3,Astria Risa Wardani
4, dan Faza
Harits5
1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 5Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana tanah longsor ditinjau dari pendidikan dan kesiapan masyarakat secara
keseluruhan. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba. Salah satu jenis bencana alam seperti tanah longsor, hampir tidak dapat diperkirakan secara akurat. penelitian ini untuk
menentukan hubungan pendidikan dengan tingkat kesiapsiagaan bencana tanah longsor
di Kelurahan Giritirto Kecamatan Wonogiri. Teknik penelitian yang digunakan yaitu
survei dengan menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang didapat dalam penelitian
ini sebanyak 190 KK dengan teknik simpel random sampling. Teknis analisis data
tingkat kesiapsiagaan bencana masyarakat atau individu menggunakan perhitungan
indeks rata-rata kesiapsiagaan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kesiapsiagaan bencana tanah longsor menggunakan metode analisis
korelasi. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kesiapsiagaan bencana termasuk
kategori “rendah” dengan persentase 72%.Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana tanah longsor di Kelurahan Giritirto Kecamatan
Wonogiri mendapatkan nilai korelasi product moment r=1,0 termasuk kategori sangat
tinggi.
Kata kunci : tingkat pendidikan, kesiapsiagaan, tanah longsor
64
KONSEP HIDUP CATUR GURU BAGI SUKU TENGGER DALAM
PENUNDAAN USIA PERNIKAHAN DI DESA NGADISARI PROBOLINGGO
Alfyananda Kunia Putra1, Singgih Susilo
2, Sumarmi
3
1 Universitas Negeri Malang, email: [email protected] 2Universitas Negeri Malang, email:[email protected]
3Universitas Negeri Malang, email:[email protected]
ABSTRAK
Pernikahan dini merupakan akibat dari rendahnya angka partisipasi murni anak di
usia 16-18 tahun yang merupakan usia anak di jenjang Sekolah Menengah Atas atau
sederajat. Angka pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo bulan Januari hingga Mei
2016 sejumlah 1.811 pernikahan dini atau rata-rata perbulan terjadi 362 pasangan.
Penundaan usia pernikahan akan memberi kesempatan kepada remaja untuk lebih
matang secara psikologis dan kesehatan. Suku Tengger memiliki nilai-nilai kearifan
lokal dalam penundaan pernikahan dini di Desa Ngadisari Probolinggo. Masyarakat
suku tengger yang mayoritas beragama Hindu dan sangat berpegang pada adat istiadat dan sistem kepercayaan (beliefs systems). Salah satu konsep hidup yang diyakini oleh
masyarakat Suku Tengger yakni konsep Catur Guru sebagai kunci pengurangan kasus
pernikahan dini. Catur Guru mempunyai empat bagian. Empat konsep hidup ini harus
dihormati dan dihargai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep catur guru bagi
suku tengger di Desa Ngadisari dalam penundaan usia perkawinan. Metode dalam
penelitian ini yakni kualitatif dengan perspektif fenomenologi. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa masyarakat Suku Tengger memiliki cara dalam menunda usia
pernikahan melalui konsep Catur Guru atau empat guru kehidupan. (1) Guru Swadyaya
atau Tuhan, sebagai suku yang memegang ajaran tuhan dan adat dari para leluhur.
Secara adat, dalam pernikahan suku tengger banyak proses adat yang harus dilewati,
mulai dari penentuan garis keturuan, penentuan hari baik oleh keluarga, kepala desa
dan dukun adat. Semua pernikahan tercatat dalam kalender Suku Tengger, dimana
dalam satu bulan hanya boleh melakukan 4 resepsi pernikahan. Adanya peraturan adat
dapat menunda usia pernikahan sampai 2 tahun karena masyarakat harus menunggu
antrian pernikahan (2) Guru Wisesa atau pemerintah, suku tengger sangat menghargai,
menghomati dan menurut kepada pemerintah. Kepala Desa Ngadisari membuat aturan
tidak boleh menikah sebelum lulus SMA atau mempunyai ijasah SMA. (3) Guru
Rupaka atau orang tua, memiliki peran penting sebagai media pembelajaran utama
untuk anaknya agar tidak menikah di usia muda di dalam masyarakat Suku Tengger,
dan (4) Guru Pengajian atau guru di sekolah, memiliki peran sebagai pembuka
wawasan bagi anak-anak suku tengger tentang dampak pernikahan dini yang selelu
bekerja sama dengan pemerintah desa. Hingga saat ini pernikahan dini di Suku Tengger Ngadisari sudah tidak ada.
Kata kunci: Pernikahan dini, Catur Guru, Penundaan usia perkawinan.
65
TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI SUMBERDAYA
TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH LONGSOR DAN GEMPA BUMI DI
KECAMATAN WONOGIRI
Latifah Widya Asri[1]
, Muhammad Farid Prakosa[2],
Eva Yunita Damastuti[3]
, dan
Al Verdad Cadhika Agustino[4]
1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
ABSTRAK
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung
secara perlahan. Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Hal ini
terbukti dari berbagai hasil penelitian tentang risiko bencana. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui tingkat pengetahuan parameter mobilisasi sumberdaya terhadap
bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Wonogiri. Metode
penelitian yang digunakan adalah random sampling method dan pengumpulan data
kuisioner. Populasi penelitian adalah 5 Kelurahan di Kecamatan Wonogiri dengan
sebanyak 756 sampel. Hasil Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Wonogiri pada
indikator Mobilisasi Sumberdaya (RMC) terlihat bahwa tingkat partisipasi mobilisasi
sumberdaya terkait bencana tanah longsor lebih tinggi dengan nilai rata-rata 36,35 ,
disusul dengan bencana banjir dengan nilai rata-rata 36,33 dan terendah pada bencana
gempa bumi dengan nilai rata-rata 36,30. Keseluruhan tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap parameter mobilisasi sumberdaya pada ketiga bencana termasuk dalam
katagori “RENDAH”.
Kata kunci: mobilisasi sumberdaya, banjir, tanah longsor, gempa bumi
66
TINGKAT PENGETAHUAN KEBENCANAAN MASYARAKAT TERHADAP
BENCANA BANJIR DI DESA KARANG TENGAH
Siti Azizah Susilawati1)
, Hasna Nisrina2)
, Arif Fauzan3)
, Gufron4)
, Novi Yuli
Lestari5)*
Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
*Email korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan
Karang Tengah, Kabupaten Sragen mengenai bencana banjir. Metode penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif presentase. Obyek penelitian ini adalah
Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen, sampel yang di ambil sebanyak 157
orang dengan menggunakan proposional random sampling. Teknik pengumpulan data
ini menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan kuesioner/angket yang diberikan
kepada responden dengan menjawab beberapa pertanyaan. Validitas menggunakan uji
korelasi internal dengan menggunakan Product Moment. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Karang Tengah,
Kabupaten Sragen tentang bencana banjir termasuk dalam tingkat tidak baik karena
memiliki nilai sebesar 1,81%.
Kata Kunci: Bencana, Banjir, Pengetahuan, Masyarakat, Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen
67
GEOPOLITIK SAWIT
Juniawan Priyono dan Purnomo Yusgiantoro
Universitas Pertahanan,
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kebijakan Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi terhadap produk minyak
kelapa sawit dan melarang impor biodiesel berbahan dasar sawit direspon keras oleh
Pemerintah Indonesia. Parlemen Uni Eropa berpendapat bahwa agroindustri sawit
menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, isu pekerja anak, hingga
pelanggaran HAM. Kebijakan pelarangan dianggap Pemerintah Indonesia merupakan
bagian dari kampanye negatif karena produk sawit yang murah menjadi penghambat
kemajuan agroindustri minyak nabati asli Eropa seperti minyak kanola, biji bunga
matahari, dan kedelai. Apakah sebenarnya persoalan besar di belakang “perang sawit”? Untuk melakukan kajian digunakan metode penelitian deskriptif analitik perspektif
geopolitik dengan menganalisis data sekunder terkait. Geopolitik sebagai metode
analisa hubungan internasional merupakan alat bagi penentuan kebijakan realis sebuah
negara. Menurut data dari Dewan Minyak Sawit Indonesia, pada tahun 2013, kebutuhan
dunia akan minyak nabati mencapai 162,8 juta ton; dan diperkirakan meningkat hingga
315,2 juta ton (2030) disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dunia dan peralihan
sumber energi dari fosil ke biofuel. Saat ini, pemenuhan kebutuhan minyak nabati dunia
berasal dari minyak sawit (36,1%) dan minyak kedelai (27,4%). Kontribusi minyak
sawit yang cukup besar disebabkan oleh produktivitas tanaman sawit yang lebih tinggi
dan masih tersedianya lahan di daerah tropis untuk perkebunan kelapa sawit. Pada tahun
2050 diperkirakan jumlah penduduk dunia mencapai sepuluh miliar sehingga memerlukan tambahan pangan sebesar 70 persen dibandingkan sekarang. Krisis pangan,
air, dan energi berpotensi menjadi pemicu terjadinya konflik, terutama jika dunia gagal
mengolah sumber-sumber yang ada sehingga menyulut peperangan. Setiap bangsa
memandang perang dengan interpretasi yang berlainan. Bagi bangsa yang memandang
perang sebagai alat yang baik, tinjauan tersebut dimaksudkan untuk mencari cara
bagaimana menjalankan perang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan politik.
Keinginan Indonesia menjadikan agroindustri sawit sebagai industri unggulan yang
memiliki posisi tawar membutuhkan perjuangan keras. Beberapa isu mesti diperjuangkan: regulasi perdagangan yang bersifat diskriminatif terhadap produk CPO
dan turunannya serta bagaimana meyakinkan negara lain bahwa agroindustri sawit
merupakan produk ramah lingkungan. Inilah sebenarnya salah satu perang bangsa
Indonesia melalui diplomasi multilateral.
Kata kunci: geopolitik, perang sumber daya, sawit
68
ANALISA KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENDEKATAN MULTIDISPLINER
PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN DI
KABUPATEN WONOGIRI
Marhaendra Des’a Arba’a 1)
, Indri Yuniarsih2)
, Herdana Nurfitriani3)
, Aprilia
Euis Fathimah4)
, Evana Agustin5)
1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
5Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Kabupaten Wonogiri yang mempunyai IPM menurut
Bappeda Litbang pada tahun 2014 terendah se-Eks Karisidenan Surakarta. Salah satu
Parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pendidikan, pendidikan
mempunyai peran penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan, pendidikan memberikan kontribusi
untuk mentransformasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan wilayah yang
berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pendidikan di
Kabupaten Wonogiri dan sebaran indikator pendidikan melalui pendekatan
multidispliner untuk pembangunan berkelanjutan. Metode penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif deskriptif dengan mendeskripsikan dan menggambarkan
indikator-indikator pendidikan dan non pendidikan ke dalam suatu kesinambungan yang
menghasilkan sebuah hasil kajian dalam penelitian ini. Hasil analisa kualitas pendidikan
di Kabupaten Wonogiri dengan pendekatan multidispiliner pada tahun 2014-2016,
ditunjukkan pada indikator angka partisipasi kasar mengalami peningkatan pada tahun
2014-2015 sebesar 27,26 %. Namun, terjadi adanya penurunan dari tahun 2015-2016
sebesar 0,3%. Angka partisipasi murni terdapat peningkatan pada tahun 2014-2015
sebesar 1 %, serta terjadi penurunan dari tahun 2015-2016 sebesar 0,60%. Kemampuan
membaca dan menulis huruf latin tahun 2014 sebesar 46,41%, dan pada tahun 2015
sebesar 47,55%. Jumlah angkatan kerja yang pada tahun 2014 dan tahun 2015
mengalami peningkatan, jumlah angkatan yang bekerja tahun 2014 dan 2015 sebesar
516.294 jiwa dan 505.043 jiwa. Jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan pada
tahun 2014 sampai tahun 2015 pun mengalami penurunan, pada tahun 2014
menunjukkan angka 18.431 jiwa dan tahun 2015 menunjukkan angka 16.015 jiwa.
Simpulan penelitian mengungkapkan bahwa mutu atau kualitas pendidikan yang
terdapat di Kabupaten Wonogiri mempengaruhi besarnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di wilayah tersebut. Nilai IPM Kabupaten Wonogiri pada tahun 2014-
2016 mengalami peningkatan.
Kata Kunci: pendidikan, kualitas pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
69
KOMPETISI COVERAGE AREA SMA SWASTA DALAM PERSPEKTIF
LEFEBVRE DAN DE CERTEAU
Nasrudin
1Nasrudin, Mahasiswa S2 PKLH-Pendidikan Geografi UNS,
email: [email protected]
ABSTRAK
Sekolah merupakan tempat pelayanan pendidikan bagi penduduk. Penyediaan sekolah
seharusnya disesuikan dengan kondisi kebutuhan penduduk. Saat laju pertumbuhan
penduduk tinggi diimbangi dengan peningkatan laju pertumbuhan sekolah baru, begitu
pun saat laju pertumbuhan penduduk menurun seharusnya dikuti pengendalian
pendirian sekolah baru. Saat ini laju pertumbuhan penduduk terus menurun tetapi laju
pertumbuhan sekolah baru tidak segera turun. Di jenjang pendidikan atas pemerintah
membuat perencanaan dan kebijakan memperluas dan mendirikan SMK baru. Di sisi
lain masyarakat merintis banyak sekolah baru bernuansa Islam Terpadu (IT) dan
sejenisnya mulai dari jenjang SD sampai SMA.
Situasi tersebut menyebabkan timbulnya kompetisi antar sekolah semakin meningkat.
Secara keruangan sekolah merupakan pusat pelayanan pendidikan untuk melayani
sebuah coverage area tertentu. Kompetisi antar sekolah dalam perspektif keruangan
adalah persaingan memperebutkan coverage area. Makalah ini bertujuan untuk
mengungkap pola persaingan ruang pada jenjang sekolah menengah atas dalam
perspektif teori produksi ruang-Lefebvre dan taktik mencapai keseimbangan menurut
De Certeau.
Pola hubungan sekolah-sekolah dan pemerintah masih dipengaruhi oleh kapitalisme. Kapitalisme mengambil ruang untuk dikapitalisasi, tidak hanya ruang fisik tetapi juga
ruang “pengaruh” atau coverage area dari sekolah. Coverage area dikendalikan
melalui regulasi pemerintah terkait kebijakan pengendalian SMA dan perluasan SMK.
Perluasan SMK terkait erat dengan kepentingan kapitalisme di bidang penyediaan
tenaga kerja industri. Titik tekan kebijakan tersebut sebenarnya mengarah ke arah
keberadaan SMA, terutama SMA swasta . Terdapat tiga tipe SMA swasta dengan nasib
berbeda. Pertama, SMA dengan coverage area sempit akan digiring untuk tutup atau
berubah menjadi SMK. Kedua, SMA swasta dengan coverage area luas dikondisikan untuk mempersempit pengaruhnya sampai ambang batas yang diperbolehkan. Ketiga,
SMA swasta dengan coverage area khusus bernuansa Islam Terpadu (IT) meloloskan
diri dengan taktik keislaman dan fullday. Penelitian ini memberikan ilustrasi bahwa
coverage area sekolah yang ruang hidup sekolah sudah dikapitalisasi. Alternatif untuk
tetap menghidupkan sekolah adalah berubah jadi SMK, bertahan dengan tetap
mengikuti aturan atau meloloskan dari tekanan kebijakan dengan taktik tertentu.
Kata kunci: Kompetisi, coverage area dan SMA swasta
70
ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN
PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA
KABUPATEN WONOGIRI
Rahmat Riandi Suparno1, Ayuk Onita Sari
2, Alwi Mubarok
3,
Listi Vianita4, Ayun Trilas I
5
1Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]
2Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]
3Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]
4Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]
5Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]
ABSTRAK
Pendidikan merupakan salah satu sektor penting yang memberikan kontribusi
terbesar dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi
pendidikan pada suatu daerah menentukan program pembangunan pendidikan dalam
meningkatkan taraf pendidikan masyarakat yang diukur melalui perubahan dan
perkembangan dari pencapaian pendidikan yaitu angka partisipasi sekolah, angka buta
huruf, dan rata-rata lama sekolah yang termasuk didalam pendekatan sistem pendidikan.
Indikator pendekatan sistem pendidikan dibagi menjadi tiga kelompok: indikator input,
proses, dan output/dampak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pencapaiaan dan
perkembangan pendekatan sistem pendidikan di kabupaten Wonogiri. Metode penelitian
secara deskriptif kuantitatif untuk menggambarkan indikator input, proses dan output.
Indikator input berupa usia sekolah, rasio murid guru, dan sarana prasarana dan secara
jelas digambarkan pula indikator proses berupa persentase Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) serta indikator output yaitu melek huruf dan
angka putus sekolah. Sumber data diperoleh dari data sekunder dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian menunjukan indikator input berupa usia sekolah
untuk SD usia 7-12 tahun dengan rata-rata sebesar 69328 orang, jenjang SMP usia 13-
15 tahun rata rata-sejumlah 30339 orang, dan jenjang SMA dengan usia 16-18 tahun
sejumlah 20610 orang. Sedangkan rasio guru-murid selama tahun 2014-2017 pada
jenjang SD rata-ratanya 14 orang, untuk SMP sebesar 12 orang dan untuk SMA
sebanyak 12 orang . Adapun hasil analisa indikator proses diketahui bahwa persentase
Angka Partisipasi Kasar (APK) di SD rata-ratanya adalah 79%, SMP sebesar 78% dan
SMA sebesar 56% dan APM di sekolah SD sebesar 90%, SMP 77% dan SMA 47%
pada indikator output terlihat ada penurunan untuk angka melek huruf yaitu sebesar
25% dan angka putus sekolah sebesar 0,24 %. Simpulan analisa indikator input, proses
dan output pada wilayah Kabupaten Wonogiri telah tercapai dan perkembangannya
baik, berarti masyarakat di Kabupaten Wonogiri tingkat IPMnya sangat baik.
Kata kunci: pendidikan, rasio murid guru, angka partisipasi kasar (APK), angka
partisipasi murni (APM), Melek Huruf.
71
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA
BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN
WONOGIRI
Yunita Larasati1, Mayantika Humairoh Utami
2, Rosa Dwi Pramita
3, Roisyah
4, dan
Dicky Surya Putra Utama5
1Yunita Larasati, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
2Mayantika Humairoh Utami, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
3Rosa Dwi Pramita, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
4Roisyah, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
5Dicky Surya Putra Utama, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
ABSTRAK
Pendidikan kebencanaan merupakan suatu pendidikan yang penting bagi kehidupan
masyarakat, karena bencana merupakan suatu kejadian yang banyak memberikan
dampak negatif bagi kehidupan manusia. Meskipun pada suatu daerah tertentu sama
sekali tidak berpotensi terhadap bencana, namun pendidikan kebencanaan tetap harus
diterapkan, karena tidak menutup kemungkinan bencana akan datang kapan saja dan di
mana saja. Masyarakat harus memahami tentang apa itu bencana, baik banjir, gempa
bumi, dan tanah longsor. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten
Wonogiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap bencana banjir, gempa bumi, dan tanah longsor. Penelitian ini
menggunakan random sampling method dan pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai
bencana banjir di Kecamatan Wonogiri termasuk dalam kategori “tinggi” mencapai nilai indeks 77. Pengetahuan masyarakat tentang bencana gempa bumi termasuk kategori
“rendah” dengan nilai indeks 69 sedangkan, pengetahuan masyarakat tentang bencana tanah longsor termasuk dalam kategori “sedang” dengan nilai indeks 71. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan masyarakat lebih mengetahui bencana banjir, karena
bencana banjir merupakan bencana yang umum bagi masyarakat setempat. Masyarakat
juga sudah mengetahui cara mencegah dan mengurangi dampak bencana banjir disetiap
kelurahan. Sementara bencana gempa bumi dan tanah longsor kurang diketahui
masyarakat, karena kedua bencana tersebut terjadi dalam intensitas yang cukup rendah
dan bencana tersebut lebih susah diprediksi.
Kata kunci: banjir, gempa bumi, tanah longsor.
72
PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN
DI KALIMANTAN SELATAN
(Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)
Norma Yuni Kartika
Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat noerma. unlam@yahoo. com
ABSTRAK
Pendidikan yang dimiliki perempuan merupakan satu dari sekian indikator kemiskinan. Seperti diketahui bersama pendidikan memiliki banyak manfaat dan
ketiadaan pendidikan membuat banyak kerentanan. Ketiadaan pendidikan perempuan
menjadi tolok ukur kualitas sumberdaya manusia di suatu daerah. Tujuan tulisan ini
adalah untuk mengetahui hubungan (1) pendidikan dengan usia perkawinan pertama
perempuan; (2) pendidikan dengan status pekerjaan perempuan; (3) pendidikan, usia
perkawinan pertama dan status pekerjaan perempuan dengan kemiskinan yang dialami
perempuan di Kalimantan Selatan?
Analisis data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
Tahun 2012 merupakan metode tulisan ini. Kemiskinan sebagai variabel dependent dan
pendidikan formal, usia perkawinan pertama dan status pekerjaan perempuan sebagai
variabel independent. Perempuan yang dianalisis adalah perempuan usia subur 15-49
tahun di provinsi Kalimantan Selatan.
Hasil dari uji regresi logistik linier adalah (1) perempuan yang tidak mengeyam
pendidikan formal menyebabkan 14,3 persen usia perkawinan pertamanya di bawah 16
tahun; (2) perempuan yang tidak mengeyam pendidikan formal menyebabkan 1,4
persen perempuan tidak bekerja; (3) kemiskinan disebabkan oleh 4,5 persen ketiadaan
pendidikan formal, usia perkawinan pertama di bawah 16 tahun 2 persen dan 0,9 persen
karena tidak bekerja. Agar sumber daya manusia khususnya perempuan di Kalimantan
Selatan memiliki kualitas yang baik perempuan wajib mengenyam pendidikan formal
minimal setara SMP/sederajat sesuai dengan program wajib pendidikan dasar 9 tahun,
mendewasakan usia perkawinan pertamanya agar memiliki daya saing dan kesempatan
bekerja sehingga mampu keluar dari kemiskinan.
Kata kunci: perempuan, pengelolaan, sumberdaya manusia
73
PARTISIPASI PENDIDIKAN
SISWA TINGKAT SD, SMP, SMA
DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014 – 2016
Dea Astriana1, Wiwin Daryanti
2, Novita Sari Putri
3, Eldiana Eisha Putri
4,
Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas5
1Dea Astriana, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
2Winin Daryanti, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
3Novita Sari Putri, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 4Eldiana Eisha Putri, Pendidikan Geografi, email: [email protected]
5Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas, Pendidikan Geografi, email:
ABSTRAK
Pendidikan merupakan indikator pembangunan dan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) suatu negara. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan disuatu negara
adalah tersedianya cukup sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu parameter
keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan
Angka Partisipasi Murni (APM) dalam mutu pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penduduk terhadap pendidikan
yang mendorong kemajuan bangsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Sumber data adalah data sekunder berupa data
yang diambil dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri Tahun 2014–2016. Angka
Partisipasi Kasar tahun 2014-2016 Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah
Menengah Atas mengalami penurunan dan kenaikan. Hasil analisis Angka Partisipasi
Kasar dan Angka Partisipasi Murni Tahun 2014-2016 menunjukkan, 1) Angka
Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Dasar mengalami
penurunan sebesar 20% dan 23%; 2) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Menengah Pertama mengalami kenaikan sebesar 20% dan 3%;
3) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Menengah
Atas mengalami kenaikan sebesar 7% dan 8%.
Kata kunci: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM)
74
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BENCANA DAN KESIAPSIAGAAN
MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOGIRI DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPA BUMI
Aris Riski Fauzi1, Arini Hidayati
2, Dea Octarisma Subagyo
3, Sukini
4, dan Nizar
latif5
1Aris Riski Fauzi, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
2Arini Hidayati,Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
3Dea Octarisma Subagyo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email:
[email protected] 4Sukini, Pendidikan Geografi FKIP UMS , email: [email protected]
5Nizar Latif, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
ABSTRAK
Masyarakat dituntut paham akan pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan terhadap
bencana yang akan terjadi diwilayahnya. Banyak masyarakat yang tidak megetahui
tingkat resiko dan ancaman bencana terutama gempa bumi didaerahnya. Pengetahuan
mengenai gejala bencana sekitar merupakan hal penting dalam kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang menunjukan
tingkat efektivitas respon terhadap bencana secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan
pada masyarakat kota di Kecamatan Wonogiri dengan jumlah sampel sebanyak 377 KK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan bencana
daerahnya dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempa bumi didaerahnya.
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka analisis data penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penentuan responden menggunakan
random sampling method. Perolehan data ini menggunakan kuesioner yang harus diisi
dan diberikan langsung kepada responden. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan masyarakat termasuk kategori “sedang” dengan nilai indeks rata-rata 70,74
dan tingkat kesiapsiagaan masyarakat termasuk kategori “rendah” dengan nilai indeks rata-rata 53,56. Hubungan tingkat pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan masyarakat
terhadap bencana gempa bumi mendapatkan angka korelasi product moment sebesar
r=0,589 termasuk kategori “sedang”.
Kata kunci: pengetahuan kebencanaan, kesiapsiagaan, bencana gempa bumi
76
ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN PADA
KAWASAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN TANAH
LAUT
Adnan Ardhana1, Pranatasari Dyah Susanti
2
1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru
Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan
E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo
Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102
Email: [email protected]
ABSTRAK
Komoditas unggulan yang akan dikembangkan pada suatu kawasan hutan sebaiknya
disesuaikan dengan sumberdaya pada suatu wilayah. Hal ini diperlukan agar
pengembangan komoditas tersebut memiliki nilai komparatif dan kompetitif sehingga
mampu meningkatkan perekonomian wilayah dengan mewujudkan hutan sebagai salah
satu sumber pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menetapkan
komoditas unggulan tanaman pangan pada setiap wilayah kecamatan yang berada dalam
kawasan KPH (Kawasan Pengelolaan Hutan) di Kabupaten Tanah Laut. Penelitian ini
merupakan penelitian diskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa jumlah
produksi pada komoditas tanaman pangan di 7 kecamatan dalam kawasan KPH Tanah
Laut, tahun 2010 dan 2016 yang berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah
Laut. Analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis
(SSA). Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa komoditas dengan nilai LQ >1 berdasarkan produksi pada tahun 2015 adalah: (1) padi ladang di Kecamatan Bajuin,
Jorong, Kintap dan Panyipatan, jagung di Kecamatan Bajuin, Batu Ampar, Jorong,
Pelaihari, Tambang Ulang dan Panyipatan; (2) ubi kayu di Kecamatan Pelaihari; (3) ubi
jalar di Kecamatan Bajuin, Jorong, dan Pelaihari; (4) kacang tanah di kecamatan Bajuin,
Jorong, dan Kintap, kedelai di kecamatan Bajuin, Batu Ampar, Jorong dan Panyipatan,
serta (5) kacang hijau di Kecamatan Kintap. Selain itu, dapat diketahui pula komoditas
dengan SSA bernilai positif (+) berdasarkan luas panen adalah: (1) padi sawah di
Kecamatan Batu Ampar, Joron dan Kintap; (2) padi ladang di Kecamatan Jorong, Kintap dan Panyipatan, Jagung di Kecamatan Batu Ampar, Jorong, Kintap dan
Tambang Ulang; (3) ubi kayu di Kecamatan Batu Ampar, Kintap dan Pelaihari; (4) ubi
jalar di Kecamatan Jorong, Kintap dan Pelaihari; (5) kacang tanah di Kecamatan Jorong,
Kintap dan Pelaihari; (6) komoditas kedelai di Kecamatan Batu Ampar dan (7) kacang
hijau di Kecamatan Jorong dan Kintap. Berdasarkan analisis (LQ >1 dan Shift Share
positif), maka komoditas unggulan terpilih adalah padi ladang dan jagung untuk
Kecamatan Jorong; ubi kayu dan ubi jalar untuk Kecamatan Pelaihari, serta kacang
tanah dan kacang hijau untuk Kecamatan Kintap.
Kata kunci: komoditas unggulan, tanaman pangan, Location Quotient, Shift Share
77
ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2032
Rama Dwi Setiyo Kuncoro
Rama Dwi Setiyo Kuncoro, Universitas Gadjah Mada,
ABSTRAK
Indonesia yang merupakan negara agraris, dengan sebagian besar penduduknya bekerja
di sektor pertanian tentunya menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian. Indonesia
yang memiliki luas lahan pertanian yang tetap dengan pertumbuhan penduduknya yang
semakin besar akan menyebabkan ketersediaan lahan pertanian menjadi semakin kecil.
Tujuan praktis pada jurnal ini adalah untuk mengetahui seberapa besar daya dukung
lahan pertanian, jumlah penduduk optimal, dan kebutuhan lahan pertanian yang ada
pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Madiun. Metode yang digunakan dalam
penulisan jurnal ini yaitu metode deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi kepustakaan dari BPS Kabupaten Madiun, artikel ilmiah, jurnal, dan buku.
Hasil perhitungan daya dukung lahan pertanian di Kabupaten Madiun tahun 2032 secara
umum masuk dalam kategori positif atau memiliki kemampuan swasembada pangan
dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Kebutuhan lahan
pertanian di Kabupaten Madiun pada tahun 2032 sudah sangat terpenuhi dari luas lahan
produksi ataupun luas wilayah Kabupaten Madiun. Hal ini disebabkan karena lahan
persawahan yang ada di Kabupaten Madiun masih sangat luas dan masih minim alih
fungsi lahan. Pemerintah Kabupaten Madiun seharusnya dalam hal kebijakan alih fungsi
lahan pertanian lebih memproteksi.
Kata Kunci: lahan, pertanian, daya dukung
78
PENATAAN DAN PENGELOLAAN TERPADU POTENSI SUMBERDAYA
TAMBANG KAWASAN KARST KABUPATEN PACITAN
Hendrik Boby Hertanto1, Windi Hartono
2
1SMA MTA Surakarta, email:[email protected]
2SMA MTA Surakarta, email: [email protected]
ABSTRAK
Kawasan Karst merupakan kawasan yang tersusun oleh batuan gamping yang
kaya akan keanekaragaman hayati dan sumberdaya bahan galian. Kawasan Karst di
Kabupaten Pacitan merupakan gugusan Kawasan Karst Pegunungan Sewu yang dicanangkan menjadi Kawasan Karst Dunia atau World Herritage tahun 2004 oleh
Presiden RI (Kompas, 2004), sehingga dalam pengelolaannya memerlukan perhatian
khusus. Sumberdaya wilayah berkawasan karst di Indonesia sangat besar untuk
dikembangkan, salah satunya adalah sumberdaya mineral dan bahan tambang.
Aktivitas penambangan akan menyebabkan adanya aktivitas perubahan pemanfaatan
lahan pada kawasan karst. Perubahan pemanfaatan lahan pada kawasan karst dewasa ini
yang cenderung seporadis tanpa memperhitungkan daya dukung sumberdaya lahan
karst yang ada yang akan menyebabkan degradasi lingkungan karst itu sendiri.
Penelitian ini akan bertujuan untuk mengkaji bagaimana pengembangan kawasan
pertambangan pada kawasan karst di Kabupaten Pacitan. Sasaran dalam penelitian ini
antara lain untuk mengetahui karakteristik wilayah Kabupaten Pacitan, karakteristik
fisik lahan dan sosial ekonomi kawasan potensial pertambangan pada kawasan karst
Kabupaten Pacitan, kelas kawasan karst Kabupaten Pacitan, kegiatan pertambangan
pada kawasan Karst Kabupaten Pacitan, kesesuian pengembangan kawasan
pertambangan dan zonasi klas lahan kawasan karst Kabupaten Pacitan, dan kebijakan
pengelolaan kawasan karst untuk kawasan pertambangan. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Pendekatan yang dalam studi secara kuantitatif dan
kualitatif. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara
kuantitatif dan kualitatif, Skoring dan Overlay (Superimpose). Analisis yang digunakan
meliputi; analisis karakteristik wilayah Kabupaten Pacitan, analisis fisik lahan dan
sosial ekonomi kawasan potensial pertambangan pada kawasan karst Kabupaten
Pacitan, analisis kelas kawasan karst Kabupaten Pacitan, identifikasi kegiatan pertambangan pada kawasan Karst Kabupaten Pacitan, analisis kesesuian
pengembangan kawasan pertambangan dan zonasi klas lahan kawasan karst Kabupaten
Pacitan, analisis kebijakan pengelolaan kawasan karst untuk kawasan pertambangan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain; kondisi
fisiografis Kabupaten Pacitan yang bervariasi menyebabkan adanya variabilitas struktur
geologi sehingga menyebabkan terdapatnya potensi bahan galian yang sangat besar.
Fisik lahan kawasan secara umum berupa lahan marginal dengan morfologi bukit
kerucut (dome) dan lembah (shinkole). Kondisi sosial ekonomi kawasan karst terutama
pada kawasan yang berpotensi pertambangan mempunyai karakteristik pendidikan
rendah, tingkat pendapatan rendah dengan jumlah tanggungan keluarga yang besar dan penduduk usia produktif besar yang menyebabkan masyarakat yang rata-rata
pencahariannya sebagai petani dan mengembangkan usaha pertambangan. Klasifikasi
kawasan karst didapatkan 3 kelas, yaitu Kawasan Karst Kelas I menempati luasan:
79
1457,05 ha, Kawasan Karst Kelas II : menempati luasan : 10578,81 ha. Kawasan Karst
Kelas III : menempati luasan : 18040,09 ha. Bahan tambang potensial dan diusahakan
di Kawasan Karst Kabupaten Pacitan berjumlah 6 jenis, yaitu : kalsit, batumulia,
bentonite, feldspar, batugamping dan marmer. Terdapat 3 klas kesesuaian yaitu sesuai
pada kawasan karst kelas III sebanyak 7 lokasi yaitu untuk batu mulia, bentonite,
feldspar dan marmer. Sesuai terbatas pada kawasan karst kelas II sebanyak 10 lokasi
untuk kalsit, dan batugamping dan tidak sesuai pada kawasan karst kelas I sebanyak 1
lokasi untuk bahan tambang jenis kalsit. Pemerintah Kabupaten Pacitan belum
mempunyai dasar hukum yang jelas dalam penataan kawasan pertambangan pada
kawasan karst. Saran yang dapat diberikan adalah perlu upaya peningkatan pemahaman
kepada masyarakat tentang pertambangan berbasis kelestarian lingkungan karst,
diperlukan identifikasi potensi pertambangan khususnya pada kawasan karst, perlu
upaya penataan lokasi kawasan pertambangan pada kawasan karst baik yang belum
ada dan yang sudah ada terkait dengan kondisi lingkungan yang ada berupa
peningkatan kondisi infrastruktur dan perangkat pengendalian dampak lingkungan dari
kawasan pertambangan tersebut, perlu adanya perangkat hukum sebagai dasar
pengelolaan pertambangan dan dan kelestarian lingkungan kawasan karst.
Kata kunci: karst, zonasi, GIS, pertambangan
80
ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI
KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035
Imam Arifa’illah Syaiful Huda1 Universitas Gadjah Mada, [email protected]
Melly Heidy Suwargany2
Universitas Gadjah Mada, [email protected]
Diyah Sari Anjarika3 Universitas Gadjah Mada, [email protected]
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk yang cepat akan menimbulkan berbagai masalah, khususnya
peningkatan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Di sisi lain, perkembangan di
sektor industri juga mengalami pertumbuhan yang cepat. Hal ini berimplikasi pada alih
fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian. Permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi
lahan (BAPPENAS, 2015). Tingginya alih fungsi lahan pertanian akan memberi
ancaman terhadap ketahanan pangan suatu wilayah. Kondisi seperti ini menjadi salah
satu tugas penting pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan untuk pembangunan
berkelanjutan. Tujuan penelitian ini yakni menganalisis daya dukung dan kebutuhan
lahan pertanian di Kabupaten Lamongan tahun 2035. Metode yang digunakan dalam
penulisan jurnal ini yakni metode kuantitatif. Proses pencarian, pengumpulan, dan
analisis data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dari berbagai sumber
terpercaya, seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa Kabupaten Lamongan memiliki tingat daya dukung lahan pertanian
yang sangat baik atau tergolong dalam kelas satu. Hal ini menunjukan bahwa
Kabupaten Lamongan mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan
yang layak bagi penduduknya. Sedangkan dari hasil perhitungan jumlah penduduk
optimal bahwa tidak diperlukan tambahan luas panen. Selain itu, kebutuhan lahan pertanian pada tahun 2035 dapat dipenuhi dari luas lahan produksi yang ada. Oleh
karena itu, perlu diterapkan kebijkan yang mendukung sektor pertanian agar daya
dukung lahan pertanian dan kebutuhan lahan pertanian tetap terjaga dengan baik.
Seperti halnya, pengetatan aturan alih fungsi lahan pertanian untuk Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kebijakan ini diharapkan mampu berpengaruh pada
pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Kata Kunci: Daya Dukung, Kebutuhan Lahan, Pertanian
81
EVALUASI TATA AIR DAS PALUNG, PULAU LOMBOK,
NUSATENGGARA BARAT
Irfan Budi Pramono, Endang Savitri
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta
email: [email protected]
ABSTRAK
Evaluasi tata air suatu DAS sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan
pengelolaan DAS telah tercapai melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah
dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai umpan balik perbaikan
perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi tata air DAS
memberikan gambaran kondisi daya dukung DAS dalam aspek tata air.DAS
Palung merupakan salah satu DAS di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
DAS Palung mempunyai luas 12.712 ha yang secara administratif terletak di
Kabupaten lombok Timur. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi tata air
di DAS adalah Permenhut No.61 tahun 2014. Metode tersebut mengevaluasi
aspek tata air dari segi 1) Koefisien Regim Aliran (KRA), 2) Koefisien Aliran
Tahunan (KAT), 3) Muatan sedimen, 4) Kejadian banjir, dan 5) Indeks
Penggunaan Air (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KRA
mencapai 4027, KAT mencapai 0.84, muatan sedimen mencapai 12
ton/ha/tahun, di DAS Palung tidak pernah terjadi banjir, sedangkan nilai IPA
menunjukkan angka 968. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
kondisi tata air DAS Palung dalam kondisi kritis karena perbedaan antara debit
maksimum dan minimum sangat besar (4027), jumlah air yang langsung
menjadi aliran permukaan sangat besar (84%), dan potensi air yang tidak
mencukupi kebutuhannya. Faktor sedimen dan kejadian banjir yang mempunyai kondisi sedang dan sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh solum tanah yang
tipis dan palung sungai yang dalam. Indikator yang buruk dari tata air dapat
diperbaiki dengan penanaman tanaman permanen pada daerah terbuka dan
pembuatan sumur resapan di daerah pemukiman, pembuatan embung di daerah
pertanian, dan pembuatan rorak atau jebakan air di kawasan hutan atau
perkebunan.
Kata Kunci: Evaluasi, tata air, DAS Palung
82
PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN
SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH
1)
Jaka Suryanta, 2)
Irmadi Nahib
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Jl Raya Jakarta Bogor KM 46 Cibinong, Jawa Barat, 16911, Indonesia
Corresponding author: [email protected], [email protected],
ABSTRAK
Rata-rata pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2009 sampai 2015 sebesar 0,6 % tiap tahun bahkan di empat kecamatan mencapai 0,8 %, hal ini
berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk kawasan permukiman di sisi lain
lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman semakin terbatas. Tujuan
penelitian ini menentukan prioritas pengembangan kawasan permukiman pada zona
budidaya dan penyangga, dengan syarat aman dari bencana alam serta menyesuaikan
lahan yang masih tersedia. Metode yang dipakai dalam memilih prioritas adalah overlay
antara peta kesesuaian lahan untuk permukiman,pola ruang dan peta rawan bencana,
dengan bantuan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil analisis kesesuaian
lahan untuk permukiman menunjukkan terdapat 27% kawasan sangat sesuai (S1), 58%
lahan sesuai (S2), 12% lahan sesuai marjinal (S3), dan 3% lahan tidak seuai (N) untuk
permukiman. Selanjutnya, berdasarkan zona kerawanan bencana diperoleh 10.2% rawan
banjir, 4 % rawan angin rebut dan 5 % rawan longsor. Pengembangan kawasan
permukiman diarahkan pada lahan yang belum digunakan secara optimal dan terhindar
bencana. Berdasarkan prioritas pengembangan permukiman diharapkan masyarakat
lebih membangun pada kawasan yang aman dari bencana banjir dan longsor dengan
potensi permukiman sesuai S2, sedangkan potensi S1 kurang direkomendasikan karena
berupa sawah sangat produktif.
Kata kunci: kawasan prioritas, permukiman, lahan tersedia
83
PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA SITU SANGHYANG DI
KECAMATAN TANJUNGJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA
Nandang Hendriawan
1Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
ABSTRAK
Kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya memiliki peranan yang penting dalam kepariwisataan Jawa Barat maupun dalam pembangunan wilayah Kabupaten
Tasikmalaya. Melalui perencanaan dan perancangan yang baik, Kawasan Situ
Sanghyang diharapkan dapat menjadi salah satu daya tarik wisata andalan bagi
Kabupaten Tasikmalaya untuk mewujudkan diversifikasi produk pariwisata di
Kabupaten Tasikmalaya, sekaligus mendukung pengembangan Kawasan Wisata
Unggulan Kria dan Budaya Priangan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk
mengetahui potensi yang dimiliki kawasan Situ Gede untuk Potensi Pariwisata di
Kecamatan Tanjung Jaya Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif survey dengan teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah: Survey Lapangan, Wawancara, Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Pengembangan SDM pariwisata pada Kawasan Situ Sanghyang harus diarahkan untuk
mendukung terlaksananya kebijakan dan strategi pengembangan SDM pariwisata
Kabupaten Tasikmlaya melalui Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya
manusia, Pemberdayaan dan mengikutsertakan masyarakat lokal dalam kegiatan
kepariwisataan di daerah, Peningkatan pemahaman, pengetahuan, kesadaran seluruh
pelaku pariwisata, termasuk masyarakat terhadap pariwisata. Hasil kajian menunjukkan
bahwa pengembangan pariwisata di Kawasan Situ Sanghyang dititikberatkan pada
pengembangan daya tarik wisata berbasis pertanian yang mengutamakan upaya
konservasi lingkungan alam dan budaya, dengan mengoptimalkan pemberdayaan
masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan
pariwisata dan budaya.
Kata kunci: Pengembangan, Potensi Pariwisata, Situ Sanghyang
84
KAJIAN KINERJA DAS DI KHDTK CEMORO MODANG DALAM
MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS
Nur Ainun Jariyah
1 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Surakarta, Email: [email protected]
ABSTRAK
Pengelolaan DAS sangat perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian DAS. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui kinerja DAS. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui kinerja DAS di KHDTK Cemoro-Modang. Lokasi penelitian di KHDTK
Cemoro-Modang di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Kabupaten Blora.
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cemoro-Modang secara fisik masuk
dalam kategori zona ekologi hutan dataran rendah dengan kelas perusahaan jati.
Beberapa kecamatan masuk dalam KHDTK Cemoro Modang yaitu Kecamatan
Sambong dan Kec. Cepu. Metode yang digunakan adalah menggunakan Sidik Cepat
Degradasi Daerah Aliran Sungai (Paimin, Sukresno, & Purwanto, 2010). Parameter
yang digunakan adalah parameter sosial ekonomi kelembagaan. Parameter sosial adalah
kepadatan penduduk geografi, kepadatan penduduk agraris, perilaku/tingkah laku
konservasi, hukum adat dan nilai tradisional. Parameter aspek ekonomi adalah
ketergantungan terhadap lahan, tingkat pendapatan dan kegiatan dasar wilayah (LQ
pertanian). Parameter kelembagaan adalah keberdayaan kelembagaan informal
konservasi dan keberdayaan lembaga formal pada konservasi. Analisis data dilakukan
dengan menskoring parameter yang digunakan dengan skala 1 sampai 5 (sangat rendah
sampai sangat tinggi). Dari hasil skoring dan pembobotan akan menghasilkan skala
kerentanan yaitu >4,3 (sangat rentan/sangat terdegradasi), 3,5-4,3
(rentan/terdegradasi), 2,6-3,4 (sedang), 1,7-2,5 (agak rentan/agak terdegradasi), <1,7 (tidak rentan/tidak terdegradasi). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa
KHDTK Cemoro Modang dilihat dari aspek sosial ekonomi kelembagaan masuk dalam
kategori rentan/terdegradasi. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian khusus.
Kondisi yang menjadi perhatian adalah dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu
kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk geografis, budaya, nilai tradisional,
ketergantungan penduduk terhadap lahan, dan keberdayaan lembaga formal pada
konservasi. Parameter-parameter tersebut menunjukkan skala 5 yang berarti parameter
tersebut dalam kondisi sangat rentan, sehingga diperlukan solusi untuk memperbaiki
kondisi DAS. Solusi tersebut dapat berupa kebijakan seperti adanya pengaturan
kelahiran, alternatif pekerjaan lain selain pertanian agar masyarakat tidak tergantung
dengan lahan, peningkatan penyuluhan untuk menggalakkan konservasi tanah dan air.
Berdasarkan kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemegang
kebijakan untuk melakukan pengelolaan DAS yang lebih baik.
Kata kunci: Kerentanan, degradasi DAS, sosial ekonomi kelembagaan,
KHDTK Cemoro Modang
85
MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN
KUALITAS AIR
Pranatasari Dyah Susanti, Rahardyan Nugroho Adi
1Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo
Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pengelolaan sumberdaya wilayah yang berkelanjutan tidak dapat dilepaskan dari
pengelolaan sumberdaya air, khususnya kualitas air. Kualitas air sangat ditentukan oleh tingkat pencemaran pada badan air, sehingga monitoring dan pengamatan terhadap
kualitas dan tingkat pencemaran air sangat diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui peran makroinvertebrata sebagai bioindikator kualitas air. Penelitian
dilakukan di kawasan Arboretum Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu yang merupakan bagian hulu dari DAS Brantas. Metode penelitian
yang dilakukan adalah metode survey dengan pengambilan sampel makroinvertebrata.
Parameter yang diamati adalah jenis makroinvertebrata serta kondisi lingkungan dan
habitatnya. Analisis data menggunakan Modified Family Biotic Index untuk mengetahui
kualitas air dan tingkat pencemaran air, sedangkan pengamatan habitat digunakan untuk
mengetahui kondisi kesehatan dan gangguan bagi habitat biota air. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi makroinvertebrata, pada lokasi
penelitian memiliki nilai Famili Biotik Indeks sebesar 3,05 dengan kualitas air sangat
baik (tidak tercemar). Pada lokasi tersebut ditemukan 6 ordo makroinvertebrata yaitu:
Hygrophila, Plecoptera, Trichoptera, Diptera, Hemiptera dan Ephemeroptera dengan 8 famili yaitu Planorbidae, Turbelaria, Hydropsychidae, Tipulidae, Mesovellidae,
Perlidae, Leptophlebiidae dan Vellidae. Berdasarkan pengamatan habitat dan bantaran
sungai, dapat diketahui bahwa pada lokasi ini, memiliki skor 2,6 atau sehat, dengan
karakteristik substrat dasar sungai B (cukup) dan gangguan terhadap kesehatan sungai
A (baik). Diharapkan dengan adanya pemanfaatan makroinvertebrata sebagai
bioindikator tingkat pencemaran dan kualitas air maka, monitoring terhadap kualitas air
dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah.
Kata kunci: bioindikator, makroinvertebrata, kualitas air.
86
DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN
EVALUASI KRITERIA TATA AIR
Rahardyan Nugroho Adi1, Endang Savitri
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
Jl. A.Yani Pabelan P.O.Box 295 Surakarta
e-mail : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dapat
mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan vegetasi, dan
percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata
secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis, penurunan kuantitas, kualitas dan
kontinuitas aliran, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi
semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha dilahannya dan penurunan
kesejahteraan masyarakat. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012
tentang Pengelolaan DAS menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan
DAS untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan dan
mensinergikan pengelolaan DAS dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS.
Pengelolaan DAS diselenggarakan melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi. Monitoring berbagai indikator kinerja DAS yang meliputi komponen biofisik,
hidrologis, sosial ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS
merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan
untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Monitoring dan evaluasi kinerja DAS
ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai
melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat
digunakan sebagai umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung
DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya dukung DAS Brantas
berdasarkan evaluasi kriteria tata air. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial Nomor P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi
Daerah Aliran Sungai dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P. 61/Menhut-II/2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kondisi daya
dukung DAS dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan berbagai parameter pada P.
04/V-SET/2009 dan P. 61/Menhut-II/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kinerja DAS Brantas berdasarkan P 04/V-SET/2009 termasuk dalam kategori agak baik
dengan skor 2,15. Sementara itu untuk kondisi daya dukung DAS Brantas berdasarkan
P 61/Menhut-II/204 termasuk dalam kategori buruk dengan skor/ nilai sebesar 112,25
sehingga harus dipulihkan
Kata Kunci: Daya dukung DAS, Kinerja DAS, Kriteria Tata Air, DAS Brantas
87
ORIENTASI PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA SECARA
BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN PRESPEKTIF ILMU GEOGRAFI
Agung Satriyo Nugroho
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Studi perbatasan Negara saat ini telah menjadi salah satu fokus pembangunan di
Indonesia maupun di beberapa Negara. Hal ini dipegaruhi oleh nilai strategis wilayah
perbatasan dalam mempengaruhi kedaulatan serta kemananan Negara. Disisi lain, di
Negara berkembang, wilayah perbatasan masih identik dengan kemiskinan dan
ketertinggalan. Kedua tantangan diatas yang selama ini seakan berbenturan antara
prespektif security dan prosperity dalam mengelola wilayah perbatasan. Dalam upaya
menjawab kedua tantangan tersebut, banyak disiplin ilmu yang telah mengkaji wilayah
perbatasan ini, sehingga studi perbatasan sering dikenal sebagai studi multidisiplin.
Ilmu geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang telah mengambil peran penting
dalam studi perbatasan Negara. Kajian perbatasan Negara dalam Ilmu Geografi diawali
dengan proses mengenali karakteristik perbatasan di masing-masing wilayah.
Karakteristik ruang, ekologis, dan kompleksitas wilayah menjadi acuan utama, sehingga
dalam upaya melakukan pengelolaan wilayah perbatasan Negara dapat bergantung pada
karakteristik masing-masing lokasi. Jika melihat tujuan dari pembangunan suatu
wilayah, maka terdapat 4 aspek utama yaitu bagaimana pembangunan menghasilkan
pertumbuhan, kesejahteraan, pemerataan, serta keberlanjutan. Oleh sebab itu, dalam
konteks mengkaji wilayah perbatasan ini, ilmu geografi akan memahami dimana
wilayah yang harus diterapkan security approach secara massif, dan dimana yang harus
berorientasi pada prosperity. Paper ini akan menunjukkan: (1) cara memetakan kondisi wilayah perbatasan, (2) cara dalam membuat kesimpulan terkait karakteristik wilayah
perbatasan, (3) serta cara dalam memilih strategi yang tepat dalam menentukan orientasi
pengelolaan perbatasan Negara di suatu wilayah. Harapannya dengan adanya paper ini,
akan memberikan pemahaman bagi komunitas studi perbatasan, bagaimana cara ilmu
geografi dalam melakukan pengelolaan wilayah perbatasan Negara, serta nilai tambah
bagi para geograf bahwa ilmu geografi dapat berperan dalam melakukan kajian
perbatasan Negara.
88
TINJAUAN KINERJA DAS ASPEK TATA AIR
DI SUB DAS LOWOKAWUK, KABUPATEN KEBUMEN
Rahardyan Nugroho Adi1, Pamungkas Buana Putra
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
Jl. A.Yani Pabelan P.O.Box 295 Surakarta
e-mail : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Bencana alam tanah longsor dan banjir bandang dewasa ini semakin sering
terjadi di Indonesia. Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan
lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan
air mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan vegetasi,
dan percepatan degradasi lahan. Pengelolaan DAS bertujuan salah satunya adalah
mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS diselenggarakan
melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Monitoring berbagai
indikator kinerja DAS merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan
informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Monitoring
dan evaluasi kinerja DAS ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan
pengelolaan DAS telah tercapai atau belum karena hasil evaluasi kinerja pengelolaan
DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung DAS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sub DAS Lowokawuk
yang ditinjau dari aspek tata airnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial Nomor P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Kondisi daya dukung DAS dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan
berbagai parameter pada P. 04/V-SET/2009.
Berdasarkan hasil analisis kinerja sub DAS Lowokawuk dari aspek tata air
diperoleh hasil bahwa pada parameter banjir dan kekeringan, sub DAS Lowokawuk
termasuk dalam kategori agak buruk, hal ini disebabkan karena koefisien limpasannya
jelek. Kemudian pada parameter sedimentasi (laju sedimentasi) sub DAS Lowokawuk
masuk dalam kategori sedang. Selanjutnya pada parameter tingkat pencemaran air, di
sub DAS Lowokawuk termasuk dalam kategori baik. Dari hasil analisis masing-masing parameter pada P.04/V-SET/2009 aspek tata air dapat disimpulkan bahwa sub DAS
Lowokawuk masuk dalam kategori sedang.
Kata Kunci: Kinerja DAS, Aspek Tata Air, sub DAS Lowokawuk
89
BASIS DATA POTENSI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT UNTUK
PENGELOLAAN WILAYAH PERKOTAAN TEPIAN SUNGAI
(Kasus: Tipologi Permukiman Kumuh Kota Banjamasin)
Arif Rahman Nugroho, Su Rito Handoyo, Luthfi Muta’ali
Program Doktor Ilmu Geografi, UGM,Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kota Banjarmasin memiliki fungsi strategis sebagai pusat perdagangan dan
pelayanan sosial.Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan,
masyarakat cenderung menggunakan sisa ruang yang ada sebagai tempat tinggal.Hal ini
tentunya mendorong pertumbuhan permukiman kumuh.Permukiman kumuh di Kota
Banjarmasin tersebar pada 33 kelurahan yang mewakili tipologi permukiman kumuh
perkotaan (squatter settlements, inner-city slums, illegal housing
subdivision).Penanganan permukiman kumuh yang dinilai efektif dilakukan oleh
stakeholder adalah peningkatan nilai permukiman kumuh melalui peremajaan
permukiman kumuh perkotaan (urban renewal).Melalui urban renewal diharapkan
potensi yang berada di permukiman tersebut dapat digali sesuai dengan nilai
pemanfaatan optimalnya.Selain itu degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh
keberadaan pemukiman kumuh tersebut dapat dihambat. Atas dasar tersebut,peneliti
ingin mengetahui kondisi aset penghidupan (kepemilikan aset,kemudahan akses,dan
ragam aktivitas) eksisting sebagai upaya penyediaan informasi sosial ekonomi untuk
mendukung urban renewal di Kota Banjarmasin menggunakan spatial approach
(spatial pattern analysis, spatial comparasion analysis,dan spatial association
analysis).Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga pemukim.Teknik
pengambilan sampel adalah purposive.Analisis data yang digunakan, yaitu deskriptif
kualitatif,dimana skoring atau weighted linear combination digunakan untuk
merepresentasikan kepemilikan aset.Penjumlahan skor seluruh variabel dilakukan untuk
menghasilkan indeks keberlanjutan tingkat penghidupan.Hasil perhitungan indeks
tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan penghidupan pada ragam tipologi
kumuh dengan analisa uji beda (uji Friedman dan uji Kendal) menggunakan SPSS for
Windows ver. 21. Dari hasil penelitian pada 209 informan,disimpulkan ada variasi
perbedaan signifian kondisi penghidupan eksisting pemukim pada ragam tipologi (nilai
signifikan uji beda 0,000 dimana angka ini 0,05).Kondisi keberlanjutan penghidupan pemukim dominan cukup berlanjut (nilai indeks keberlanjutan tingkat
penghidupan pada skor 119, angka ini masuk dalam rentang 90 - < 126 termasuk
kategori cukup berlanjut).Peningkatan usaha berbasis potensi lokal,rehabilitasi
infrastruktur,peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan perlu dilakukan untuk
meningkatkan penghidupan berkelanjutan.
Kata kunci: Permukiman kumuh, Urban renewal, Informasi sosial ekonomi, Spatial
approach, Perkotaan tepian sungai
90
PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH BERBASIS LINGKUNGAN
DI KECAMATAN BUNGURSARI KOTA TASIKMALAYA
Siti Fadjarajani1, Ruli As’ari2
1Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
[email protected] 2Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
ABSTRAK
Kawasan Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan
program-program pembangunan perkotaan. Sesuai dengan arahan RTRW Kota
Tasikmalaya untuk penataan Kecamatan Bungursari, memiliki peranan sebagai wilayah
pertumbuhan dalam fungsi pusat pelayanan Kecamatan Bungursari. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji penataan pemukiman kumuh berbasis lingkungan
di Kecamatan Bungursari KotaTasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif survey dengan teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah: Survey Lapangan, Wawancara, Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Teknik
Analisis data yang digunakan yaitu: Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan,
Prinsip-prinsip Analisis, Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Peran
Masyarakat, dan Proses Partisipasi Masyarakat. Isu strategis utama di Kecamatan
Bungursari yang perlu segera diselesaikan adalah berkembangnya kawasan pemukiman
kumuh, adanya kegiatan penambangan bahan galian C, dan kepadatan penduduk yang
tinggi. Penyelesaian permasalahan pemukiman kumuh melalui konsep lingkungan
permukiman yang berwawasan lingkungan, penyelesaian permasalahan kegiatan
penambangan bahan galian C melalui upaya reklamasi lahan, dan penyelesaian
permasalahan kepadatan penduduk yang tinggi melalui upaya keseimbangan penduduk
dan daya dukung lingkungan setempat. Konsep penataan permukiman kumuh
digunakan Model Land Sharing, yaitu penataan ulang di atas lahan dengan tingkat
kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Konsep Pengembangan Kawasan Kecamatan
Bungursari sebagai Pusat Lingkungan adalah peningkatan potensi perdagangan kecil
dan menengah melalui UMKM dan jasa penunjang kegiatan perdagangan.
Kata kunci: Penataan, Pemukiman Kumuh, Lingkungan
91
KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGELOLAAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BONE BOLANGO, PROVINSI
GORONTALO
Sri Maryati1, Sunarty Eraku
2, Muh. Kasim
3
1Prodi Pendidikan Geografi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo, email:
[email protected] 2ProdiPendidikan Geografi, Fakultas MIPA UNG, email: [email protected]
3Prodi Teknik Geologi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo, email:
ABSTRAK
Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo merupakan kabupaten yang memiliki
potensi sumberdaya alam yang sangat beragam. Namun luasan lahan pertanian dan
perkebunan di Kabupaten Bone Bolango sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi
topografi Kabupaten Bone Bolango didominasi oleh perbukitan dan pegunungan.
Lahan pertanian terbatas sebarannya di daerah dataran aluvial dan sepanjang Sungai
Bone. Mengingat banyaknya warga masyarakat yang menggantungkan hidupnya di
sektor pertanian maka lahan pertanian harus dikelola menggunakan prinsip
pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan
lahan pertanian eksisting dengan teknik analisis kemampuan lahan. Penelitian ini sangat
penting dilakukan di Kabupaten Bone Bolango karena keterbatasan lahan pertanian
dikarenakan kondisi topografi yang didominasi oleh perbukitan dan pegunungan
berlereng terjal juga keberadaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penelitian
ini mengunakan pendekatan satuan lahan memanfaatkan sistem informasi geografis,
pengamatan kondisi fisik lahan di lapangan, analisis kemampuan lahan, dan evaluasi
penggunaan lahan eksisting berdasar kelas kemampuan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kelas kemampuan lahan III dan IV.
Lahan dengan kelas kemampuan lahan III dapat digunakan untuk pertanian sedangkan
lahan dengan kelas kemampuan lahan IV dapat digunakan untuk pemanfaatan
perkebunan.
Kata kunci: pengelolaan lahan, kemampuan lahan, pertanian berkelanjutan
93
PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN KESATUAN
HIDROLOGI GAMBUT (KHG)
Turmudi 1)
1)
Pusat Penelitian Promosi dan Kerjasama, Badan Informasi Geospasial
Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong.
Email: [email protected]
ABSTRAK
Indonesia memiliki luas lahan gambut 20,6 juta ha dan 6,44 juta ha (43 %) terdapat di
Sumatera. Problem utama pada lahan gambut adalah hancurnya gambut yang
diakibatkan oleh terganggunya hidrologi gambut dalam bentuk kegiatan pengeringan
untuk berbagai kepentingan. Akibatnya lahan gambut mengalami penurunan (subsiden)
dan mudah terbakar. Subsiden mengakibatkan kerugian baik pada sektor pertanian,
perkebunan maupun pada sektor non pertanian seperti pada infrastruktur saluran air,
jalan. Kesatuan hidrologi gambut sebagai satuan hidrologi memberikan informasi tinggi
muka air tanah. Semakin basah lahan gambut, maka kondisi gambut akan terjaga dari
kerusakan. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya KHG sebagai pendekatan
dalam mengelola lahan gambut. Metoda yang digunakan adalah analisis land unit pada
KHG. Kajian ini menggunakan data ketebalan gambut, peta land unit, data hidrologi,
penutup lahan, dan peta RBI 50 K.Lokus kajian adalah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kajian ini menghasilkan 1. klasifikasi KHG berdasarkan prosentase luas area ketebalan
gambut yaitu KHG kelas 1 dengan cakupan area ketebalan gambut dalam > 50%; kelas 2
: 50 %- 20 %; dan , kelas 3: < 20 %.;2. Semakin luas area KHG kelas 1, potensi
hidrologi untuk menopang lestarinya lahan gambut semakin tinggi dan semakin
terhindar dari bencana subsiden dan kebakaran.
Kata kunci: pengelolaan, gambut, kesatuan hidrologi gambut, land unit
94
KUANTITAS DAN KUALITAS AIR DARI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI
BERHUTAN PINUS YANG BERBEDA LUASNYA
Tyas Mutiara Basuki1
1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,
email: [email protected]
ABSTRAK
Hutan mempunyai peran penting dalam menentukan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas hasil air. Peran hutan dalam penentuan hasil air tidak hanya ditentukan
oleh jenis tegakan, tetapi juga oleh persentase luasannya dalam suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS). Oleh karena itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hasil air dan kualitas air pada tiga sub DAS berhutan pinus dengan luas
berbeda. Lokasi penelitian di Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen. Penelitian
dilakukan pada tahun 2015 dengan pendekatan sub DAS. Penentuan lokasi berdasarkan
perbedaan luas hutan pinus yang terdapat dalam sub DAS. Terpilih tiga sub DAS yang
masing-masing mempunyai luas hutan pinus 95, 47 dan 7 %. Pada masing-masing
outlet sub DAS dipasang logger untuk mengamati tinggi muka air (TMA) sungai.
Untuk mendapatkan jumlah air yang dihasilkan oleh masing-masing sub DAS, data
TMA dikonversi menjadi debit aliran sungai. Kualitas air diperoleh dari hasil analisis
contoh-contoh air yang diambil dari outlet masing-masing sub DAS yang selanjutnya
dianalisis di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil air selama tahun
2015 masing-masing sub DAS sebesar 1214, 2725, dan 1745 mm untuk Sub DAS
Kalipoh, Kedungbulus, dan Tapakgajah secara berurutan. Tingkat kekeruhan tertinggi
terjadi pada sub DAS Kedungbulus sebesar 56 NTU, diikuti oleh Sub DAS Tapakgajah
dan Kalipoh, masing-masing sebesar 11 dan 8 NTU. Tingkat warna tertinggi terjadi
pada Sub DAS Kedungbulus diikuti oleh Sub DAS Tapakgajah dan terendah pada Sub
DAS Kalipoh. Kandungan detergen tertinggi dijumpai dalam sampel air dari
Tapakgajah, diikuti oleh sampel air dari Kedungbulus dan terendah Kalipoh masing-
masing sebesar 0,16; 0,14; dan 0,12 mg/l. Do tertinggi pada sampel air dari Sub DAS
Kalipoh diikuti oleh contoh air dari Sub DAS Kedungbulus dan Tapakgajah, namun sebalikknya dengan nilai BOD.
Kata kunci: hutan pinus, kuantias air, kualitas air
95
KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN
RAKYAT DI TANGKAPAN AIR WADUK RAWAPENING,
KABUPATEN SEMARANG
Ugro Hari Murtiono1 and Agus Wuryanta
2
1,2 Research institute for watershed management technology
Jln. Jend. A. Yani Pabelan, Kartasura, Kotak Pos 295, Surakarta, Central Jawa, 57012
Telp.(0271)716709, Fax. (0271)716959
E-mail: [email protected] and [email protected]
ABSTRAK
Aktivitas antropogenik seperti eksploitasi sumber daya alam (hutan, tanah dan air),
aktivitas industri, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan pada lahan pertanian dan
tataruang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungan, dapat berdampak negative terhadap kuantitas dan kualitas air tanah. Hutan
alam dan hutan tanaman memiliki pengaruh terhadap kualitas dan keberadaan air tanah.
Tujuan penelitian adalah untuk identifikasi kualitas air tanah pada aeral hutan alam dan
hutan rakyat. Kajian dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk
Rawapening, Kabupaten Semarang. DTA Waduk Rawapening dibagi menjadi 9 sub
DAS yaitu Galeh, Kedung Ringin, Legi, Panjang, Parat, Rengas, Ringin, Sraten dan
Torong. Informasi hutan alam dan hutan rakyat baik luas dan distribusinya diperoleh
dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 tahun 2001 dan diperbaharui
dengan citra SPOT-4 perekaman tanggal 4 Mei 2007. Lokasi sample ditentukan dengan
bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Sampel air tanah pada
hutan alam sebanyak 3 sampel (HA1, HA2 dan HA3), sedangkan pada hutan rakyat
sebanyak 3 sampel (HR1, HR2 dan HR3) yang diambil pada musim kemarau dan
musim hujan sehingga terkumpul 12 sampel. Sampel dianalisa di laboratorium
hidrologi. Kualitas air tanah ditentukan berdasarkan Permenkes No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Hasil kajian
menunjukkan sampel pada HR1 tidak sesuai untuk air minum karena memiliki
kandungan NO3 sebesar 0,3 dan kekeruhan 5, dan kandungan zat besi (Fe) pada sampel
HA1 dan HA3 tidak sesuai dengan persyaratan kualitas air minum yaitu sebesar 0,266
dan 0,016. Seluruh sample menunjukkan kandungan bakteri koli (E.Coli) yang rendah
sehingga memenuhi persyaratan untuk air minum.
Kata Kunci: Kualitas air tanah, Hutan Alam, Hutan Rakyat, DTA Rawapening dan
SIG.
96
KAPAN DANAU LAUT DI MISOOL, PAPUA BARAT TERBENTUK?
Gandi Y.S. Purba1,2
, Eko Haryono1, Sunarto
1
1 Universitas Gadjah Mada. Bulaksumur Yogyakarta 55281. Tel./Fax. (+62-274)
6492348, 545965, email: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected] 2Department of Marine Science, Universitas Papua. Jl. Gunung Salju Amban
Manokwari, Papua Barat 98314, Indonesia. Telp/Fax. (+62-986) 211980, 212156
ABSTRAK
Danau laut adalah ekosistem unik yang permukaannya terisolasi dari laut (landlock).
Walaupun dipermukaan terlihat tidak ada hubungannya dengan laut, namun danau ini
terhubung melalui gua, terowongan, lubang, rekahan, atau sistem perairan dasar
danau.Terdapat lebih dari 200 danau laut yang terkosentrasi besar di empat lokasi di
seluruh dunia. Lokasi-lokasi ini memiliki karakteristik karst semi-submerged terhadap
laut, yakni Bahamas, Palau, Vietnam dan Indonesia (Papua Barat, Kalimantan Timur).
Di Raja Ampat Papua Barat baru diketahui sekitar 55 danau laut. Lima belas terdapat di
Wayag dan Gam, dan 40 lainnya di Pulau Misool. Hal ini sinkron dengan kedalaman
danau-danau di Misool. Penelitian ini ingin mengetahui kapan Danau Laut di Misool
terbentuk. Metode yang dilakukan adalah dengan mengetahui kedalaman maksimal
setiap danau yang diukur melalui tampilan batimetrinya. Ada 7 buah danau yang
diukur, yakni Lenamkana, Balbullol, Lenkafal, Keramat, Keramat 2, Keramat 3, dan
Kawarapop. Di sebelah laut dari danau ini, diukur sebanyak 24 profil teras marin untuk
mengetahui akumulasi panjang teras terbentuk. Hasil yang didapatkan teras terpanjang
adalah -3m (450 m) dan -30 m (200 m).Formasi danau erat hubungannya dengan
kenaikan muka laut. Danau di Misool terbentuk pada Holosen dan berumur lebih muda
daripada di Palau. Danau laut di Misool yang paling dalam, yakni Danau Balbullol
berumur paling tidak dimulai tenggelam 9250 BP. Selanjutnya setelah 9250 BP muka
air terus naik mengisi bagian-bagian yang cekung lainnya. Danau laut yang terakhir
terbentuk adalah Danau Karawapop, karena danau ini yang paling dangkal.
Kata kunci: Danau laut, misool, Raja Ampat, muk air laut.
97
PENGELOLAAN EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN
MEMPERTAHANKAN BIODIVERSITAS VEGETASI DI HILIR DAS
KAMPAR RIAU SUMATERA
Wirdati Irma1.2*
, Totok Gunawan
3 dan Suratman
4
1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Riau,
Kampus 2 Jl. Tuanku Tambusai ujung, SKA, Kecamatan Tampan, Kelurahan Delima,
Kota Pekanbaru, Riau, 28291
2Program Doktor pada Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana,
Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281 3Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Email:
[email protected] 4Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Email:
*Penulis Korespondensi, Hp. 081365470065, Email : [email protected]
ABSTRAK
Tutupan lahan gambut di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar Riau Sumatera telah
mengalami perubahan. Maraknya keberadaan perkebunan kelapa sawit dan Hutan
Tanaman Industri (HTI) menyebabkan hilangnya vegetasi alami gambut. Akibatnya
fungsi lahan gambut mengalami penuruan bahkan sudah mengalami kerusakan. Tutupan
lahan berupa vegetasi merupakan kunci utama dalam menjaga keseimbangan ekosistem
lahan gambut. Tujuan penelitian untuk menghitung biodiversitas vegetasi di Hilir DAS
Kampar Riau Sumatera dan mengetahui pengelolaan lingkungan ekosistem lahan
gambut dalam mempertahankan biodiversitas vegetasi pada Hilir DAS Kampar Riau
Sumatera. Metode yang digunakan adalah metode survey, transek plot dan wawancara
mendalam. Hasil penelitian berupa Nilai biodiversitas/indeks keanekaragaman vegetasi
dari masing-masing stasiun yaitu, stasiun I. H‟=2.54, stasiun II. H‟=1.19, stasiun III. H‟=2.83 dan stasiun IV. H‟=0. Masyarakat dan perusahaan mempertahankan keberadaan biodiversitas vegetasi di hutan primer. Masyarakat memanfaatkan hasil
hutan dengan menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pasca penebangan
dilakukan penanaman kembali mengganti kayu yang sudah digunakan. Kesimpulannya
adalah Indeks biodiversitas atau keanekaragaman vegetasi lahan gambut di Hilir DAS
Kampar Riau Sumatera mempunyai kategori rendah dan sedang. Kearifan lokal
masyarakat dan restorasi yang dilakukan oleh perusahaan mampu mempertahankan
keberadaan biodiversitas jenis vegetasi pada lahan gambut yang tersisa.
Kata Kunci: Pengelolaan, lahan gambut, biodiversitas vegetasi
98
ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI
Yatin Suwarno
Badan Informasi Geospasial
Jln. Raya Jakarta - Bogor Km 46 Cibinong – Jawa Barat, Tlp. 081290367961
Email: [email protected]
ABSTRAK
Wilayah Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi dari dataran rendah hingga perbukitan, dengan ketinggian maksimum 859 meter (G. Gepak). Kondisi demikian
mencerminkan variasi geologinya, baik batuan penyusunnya maupun struktur
geologinyanya. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan
perbukitan, yang dikenal sebagai “Menoreh Dome”, berbentuk bulat lonjong dengan arah barat daya – timur laut. Apa saja potensi yang tedapat pada setiap Satuan/Formasi
Batuan di wilayah Kabupaten Kulon Progo? Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui potensi, baik yang berhubungan dengan geologi seperti potensi mineral
maupun potensi lainnya seperti obyek wisata.dari setiap satuan/formasi batuan yang
ada. Metode yang digunakan dengan cara mengekstrak setiap satuan/formasi batuan,
dalam Sistem Informasi Geografis disebut quary, kemudian menganalisis potensinya.
Hasil kajian menunjukkan bahwa, wilayah Kabupaten Kulon Proogo memiliki potensi
bahan baku utama semen, yaitu batugamping seluas 10.793,165 Ha pada Formasi
Sentolo dan Batulempung seluas 423,365 Ha pada Formasi Nanggulan. Formasi
Jonggrangan dengan luas 1.484,12 Ha potensial dikembangkan untuk Geowisata Gua.
Formasi Kebo Butak seluas 15.989,113 Ha, yang didominasi oleh breksi andesit dan
sisipan lava andesit potensi ditambang untuk batu belah. Emas primer dan mineral barit
ada pada satuan intrusi batuan beku andesit, yang tersebar luas di bagian barat
daya.yaitu 4.199,866 Ha. Adapun pada Satuan Aluvium di daerah peisir selatan
terdapat pasir besi plaser. Kesimpulan dari analisis ini adalah, setiap Satuan/Formasi
Batuan memiliki potensi, baik potensi yang berkaitan dengan geologi maupun potensi
non geologi.
Kata Kunci: analisis, potensi wilayah, ekstraksi, peta geologi
99
SIMPANAN KARBON DALAM BIOMASSA POHON DI HUTAN KOTA
KEBUN BINATANG BANDUNG
Yonky Indrajaya1 dan Soleh Mulyana
2
1,2
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Jl. Raya Ciamis-Banjar
km 4, Ciamis 46201, email: [email protected]
ABSTRAK
Hutan kota dapat berperan dalam mitigasi perubahan iklim global melalui proses
fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan menyimpannya dalam
biomassanya. Salah satu hutan kota di Kota Bandung berdasarkan Perda Kota Bandung
No. 25 tahun 2009 adalah hutan kota di kompleks kebun binatang Kota Bandung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi jumlah karbon tersimpan dalam biomassa
pohon di hutan kota kompleks kebun binatang Kota Bandung. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sensus pohon yang meliputi identifikasi jenis dan
pengukuran dimensi pohon. Perhitungan estimasi jumlah biomassa pohon dilakukan
dengan persamaan alometrik yang ada (i.e. Chave). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa jumlah karbon tersimpan dalam biomassa hutan kota Kebun Binatang Kota Bandung adalah sebesar 76 ton/ha atau setara dengan 278 CO2
equivalent per ha. Kontribusi serapan karbon tertinggi adalah jenis beringin kebo,
trembesi, dan mahoni afrika yaitu masing-masing sebesar 32, 31, dan 27 ton CO2
equivalent per ha.
Kata kunci: karbon, hutan kota, Kebun Binatang Tamansari, Bandung
100
PENGEMBANGAN MASYARAKAT KARST UNTUK PENGELOLAAN
SUMBER DAYA AIR DESA PUCUNG KECAMATAN EROMOKO
KABUPATEN WONOGIRI
Agus Mardiko Saputro1 dan Iin Sulistiyowati
2
1 Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]
2Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]
ABSTRAK
Bagian permukaan Desa Pucung sama dengan daerah karst lainnya yang identik dengan
kekeringan dan gersang. Kekeringan akan semakin bertambah ketika musim kemarau
melanda. Hal tersebut tidak berarti bahwa daerah karst merupakan daerah yang tidak
produktif. Daerah karst merupakan daerah yang kaya dengan air, namun letaknya tidak
berada dipermukaan tanah. Desa Pucung memilki 15 dusun, 7 diantaranya merupakan
daerah yang kekeringan. Tahun 2000 KMPA Giri Bahama UMS mengadakan
penelusuran goa di Desa Pucung dan menemukan sungai bawah tanah dengan koridor
Goa Suruh. Sungai bawah tanah Goa Suruh memiliki debit minimal 2 liter/detik dengan
aliran cenderung konstan sepanjang tahun. Selanjutnya, pada tahun 2002-2009
dilakukan monitoring data dan pendekatan pada masyarakat tentang pentingnya
pengangkatan air sungai bawah tanah Goa Suruh. Pada tahun 2009 dilakukan kerjasama
desa mitra dengan Pemerintah Desa Pucung yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten
Wonogiri dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Wilayah Jawa Tengah untuk
melakukan penyediaan air bersih dan pengembangan potensi kawasan karst.
Pengangkatan air sungai bawah tanah di Goa Suruh selesai dilaksanakan tanggal 9
Maret 2013. Proses pengangkatan air Goa Suruh dilakukan oleh warga Desa Pucung
yang didampingi oleh anggota KMPA Giri Bahama. Metode pendekatan yang
digunakan dalam upaya pengembangan warga Pucung adalah dengan memfasilitasi
masyarakat dan membentuk organisasi pengelola distribusi air bersih serta melakukan
kegiatan dengan partisipatif warga Pucung. Setelah sukses melakukan kegiatan tersebut,
KMPA Giri Bahama melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap warga Desa Pucung
agar dapat melakukan pemeliharaan sumber air yang berada di dalam Gua Suruh,
sehingga menjadi mandiri dalam pengelolaan sumber air. Pelatihan tersebut berupa
pelatihan penelusuran goa dan manajemen organisasi. Sekarang ini warga Desa Pucung
telah mampu mengelola dan melakukan pemeliharaan air bersih Goa Suruh. Sehingga
mereka tidak bergantung dengan pihak lain dalam pengelolaannya serta dapat menjadi
pemicu masyarakat daerah karst lain untuk dapat melakukan pencarian air bersih pada
daerah mereka.
Kata kunci: Karst, kekeringan, air, pengelolaan
101
EVALUASI ODTW PANTAI KOLBANO UNTUK PENGINGKATAN
EKONOMI LOKAL MASYARAKAT DI DESA KOLBANO, KECAMATAN
KOLBANO, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
Edwin Maulana1,3
, Theresia Retno Wulan2, Nicky Setiawan
1,2, Fajrun Wahidil
Muharram1,6
, Wico Nandianta Mulia1, Bernike Hendrastuti
1, Farid Ibrahim
1,4,
Mega Dharma Putra1,5
, Dwi Sri Wahyuningsih1,5
, Gianova Anfika Putri17
1Parangtritis Geomaritime Science Park, DIY
2Badan Informasi Geospasial, Bogor
3Program Studi Magister Manajemen Bencana,Sekolah Pascasarjana, UGM
4Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS
5Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, DIY 6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM
7Program Studi Pemanfaatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan, UNDIP
ABSTRAK
Pantai Kolbano merupakan salah satu pantai di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano,
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timor. Pantai Kolbano
memiliki landkap yang indah, namun belum dapat dimaksimalkan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis Objek Destinasi Tujuan Wisata (ODTW) Pantai Kolbano sehingga dapat memaksimalkan nilai ekonomi yang dihasilkan.
Pengambilan data dilakukan dengan metode survei terestris dan pemotretan udara
dengan menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Data hasil survei lapangan
dianalisis dengan metode deskriptif eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pantai Kolbano memiliki potensi landskap berupa material pantai, bentuklahan marin,
perbukitan karst serta bukit sisa yang menyerupai kepala singa. Aksesibilitas menuju
Pantai Kolbano sudah bagus namun amenitas yang ada masih sangat terbatas.
Pembenahan terhadap amenitas mutlak harus dilakukan masyarakat bersama dengan
pemerintah setempat sehingga pengunjung merasa nyaman saat berwisata ke Pantai
Kolbano. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah dengan membuat symbol ikonik
maupun landmark yang menjadi symbol dari Pantai Kolbano.
Kata kunci: Kolbano, Timor Tengah Selatan, Pariwisata
102
KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DAERAH TANGKAPAN AIR
(DTA) RAWA PENING
Alvian Febry Anggana1 dan Ugro Hari Murtiono
2
1Peneliti Pertama pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email:
[email protected] 2Peneliti Madya pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
email:[email protected]
ABSTRAK
Air tanah memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Salah satu
pemanfaatannya sebagai air irigasi. Air irigasi sangatlah penting dalam pembangunan
dan pengembangan terutama pada sektor pangan. Selain membutuhkan ketersediaan air
yang cukup, kualitas air menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan agar air dapat dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan yang dipenuhi untuk tanaman. Analasis
kualitas air tanah perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas air yang sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret (musim hujan)
dan bulan September (musim kemarau) tahun 2016 di DTA Rawa Pening, Kabupaten
Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian kualitas air tanah
yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian di DTA Rawa Pening. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan analisis kimia terhadap parameter total
dissolve solid (TDS), daya hantar listrik (DHL), Na, Ca, Mg dari 3 sampel air tanah
pada penggunaan lahan sawah irigasi yang dianalisis di laboratorium. Analisis
menggunakkan parameter sodium adsorption ratio (SAR) hasil menunjukkan kelas Baik
(Good), Sedang (Fair), dan Jelek (Poor). Hasil klasifikasi USSL (salinity) menunjukkan
kelas C1-S2,C2-S2,C2-S3, dan C2-S4. Hasil menunjukkan bahwa beberapa air tanah
memiliki kualitas baik dan buruk untuk irigasi sehingga perlu dilakukan pengelolaan air
dan tanah.
.
Kata kunci: Kualitas Air, Air Tanah, Irigasi, DTA Rawa Pening
103
AGIHAN SALINITAS AIR TANAH DANGKAL PADA KAWASAN PESISIR
DI KECAMATAN PURING KABUPATEN KEBUMEN
Muhamad Fatoni, Setya Nugraha, Ch. Muryani
Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Hp. 08122609297/ e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kecamatan Puring merupakan salah satu kecamatan di pesisir Kabupaten Kebumen
yang memiliki potensi terjadi intrusi air laut. Penggunaan air tanah yang berlebihan
terutama untuk sektor pertanian menjadi salah satu faktor utama adanya potensi intrusi
air laut. Pada musim kemarau warga mengambil air tanah dengan cara membuat sumur
di area persawahan kemudian diambil menggunakan pompa air untuk mengairi
tanaman. Penggunaan airtanah yang berlebihan di kawasan pesisir akan membuat
persedian airtanah berkurang, sehingga terjadi intrusi air laut. Tujuan penelitian ini
adalah (1) mengetahui agihan spasial salinitas airtanah dangkal di Kecamatan Puring,
Kabupaten Kebumen Tahun 2016, dan (2) mengetahui persepsi masyarakat terhadap
kondisi airtanah di Kecamatan Puring Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan keruangan. Teknik pengambilan subyek penelitian dalam
penelitian ini menggunakan metode Line Plots Transect. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi dan analisis data sekunder. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis pencocokan (matching), dan skoring. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Agihan spasial salinitas airtanah dangkal di
Kecamatan Puring terkonsentrasi di bagian selatan atau di dekat pantai, artinya semakin
dekat dengan laut maka nilai salinitasnya semakin tinggi dan (2) Persepsi masyarakat
terhadap kondisi airtanah di Kecamatan Puring, termasuk dalam klasifikasi sedang, yang berarti masyarakat sudah mulai mengetahui jika wilayah mereka terdapat potensi
airtanah di sumur mereka tercemar dan memiliki nilai salinitas yang cukup tinggi.
Kata Kunci: salinitas, persepsi masyarakat, airtanah
104
PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN
SUMBANGANYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH
Aris Sudomo dan Ary Widiyanto
Balai Penelitian Teknologi Agroforestri,
Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4, Ciamis 46201
email: [email protected]
ABSTRAK
Serasah merupakan salah satu sumber bahan organik tanah yang didapatkan
melalui proses dekomposisi, yaitu proses perombakan dan penghancuran bahan
organik menjadi partikel yang lebih kecil sehingga menjadi unsur hara terlarut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktifitas serasah dari tanaman sengon
(Paraserianthes falcataria) dan menghitung berapa masukan unsur kimia makro tanah
yang disumbangkan oleh jatuhan serasah tersebut. Metode yang digunakan adalah
dengan menampung jatuhan seresah sengon dengan menggunakan littertrap dan
kemudian menimbangnya setiap minggu selama empat bulan (September-Desember
2013). Serasah dianalisa kandungan C, N, dan P untuk menghitung perkiraan unsur
kimia makro tanah yang disumbangkan oleh jatuhan serasah. Hasil penelitian
menunjukan bahwa produktiftas serasah sengon adalah sekitar 0.08 kg m-2
bulan-1
atau
800 kg ha-1
bulan-1
. Produktifitas serasah sengon terbesar pada bulan September yaitu
sekitar 0.13 kg m-2
bulan -1
, dimana jumlah hujan lebih sedikit dibanding bulan lain
pengamatan. Adanya serasah jatuh diperkirakan memberikan masukan hara per tahun
berupa C, N dan P berturut-turut sebesar 4.291 kg ha-1
, 973 kg ha-1
, dan 1.794 kg ha-1
.
Kata kunci: Serasah, sengon, bahan organik, kimia makro tanah
105
KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI KABUPATEN
PURWOREJO TAHUN 2008-2012
Ary Widiyanto dan Aris Sudomo
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry,
Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis
Telp, (0265) 771352 Fax (0265) 775866
Email: [email protected]
ABSTRAK
Studi ini dilaksanakan untuk mengetahui peran sektor kehutanan bagi ekonomi
Kabupaten Purworejo. Metode yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) analysis
dan Klassen Typology analysis. Data yang dikumpulkan adalah pendapatan daerah
Kabupaten Purworejo dan Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012. Hasil
Penelitian menunjukan bahwa sektor kehutanan adalah sektor yang penting dalam
pembangunan ekonomi di Kabupaten Purworejo. Kontribusi sektor kehutanan terhadap
PDRB Kabupaten Purworejo rata-rata adalah 1,6%. LQ analysis mengindikasikan
bahwa sektor kehutanan menjadi sektor basis pada periode tersebut, dengan nilai LQ
diatas 1 (satu). Hasil analisis Klassen Typology menunjukan sektor kehutanan masuk
dalam kuadran 1, atau sektor maju. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan dan kontribusi
sektor kehutanan terhadap PDRB di Kabupaten Purworejo lebih besar dari
pertumbuhan dan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB di Propinsi Jawa
Tengah.
Kata kunci: Sektor kehutanan, LQ analysis, Klassen typology, ekonomi regional
106
IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN DAN
KEHUTANAN DI KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH
Bambang Riadi
Badan Informasi Geospasial, email: [email protected];
ABSTRAK
Sumberdaya wilayah sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara ruang,
lingkungan maupun wilayah. Wilayah Sulawesi Tengah pada umumnya merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia, karena terletak dekat dengan
sumber gempa bumi yang berada di darat dan di laut. Kondisi ini mempengaruhi
kondisi geografis wilayah penelitian baik pada aspek fisik wilayah maupun perencanaan
pengembangan wilayah. Kekayaan dan potensi sumber daya alam dan lingkungan dapat
dilihat dari potensi lahan pertanian, hutan yang mencakup potensi fisik material dan
potensi hayati. Untuk menggali potensi sumber daya alam diperlukan kajian terhadap
inventarisasi potensi jenis sumber daya alam yang ada, dan tingkat pemanfaatannya,
selanjutnya disusun dalam bentuk data kuantitatif dan dalam bentuk peta potensi sumber
daya alam. Dengan tersedianya informasi data potensi maka pengelolaan kawasan dapat
dilakukan dengan baik, sehingga dapat terhindar terjadinya kerusakan lingkungan. Identifikasi potensi sumber daya alam dilakukan dengan memanfaatkan peta rupabumi
dan data citra satelit. Untuk selanjutnya dilakukan integrasi data sekunder dengan data
peta hasil prosesing. Potensi yang dimiliki adalah potensi sumber daya alam di sektor
pertanian dengan luasan kebun 26,2% dan sawah 4,1% wilayah dan kawasan hutan
dengan luasan 65,1 % wilayah, potensi inilah yang dapat dikembangkan sebagai
kekuatan ekonomi masyarakat.
Kata kunci: potensi lahan, identifikasi, sumber daya alam, integrasi, kehutanan
107
SEBARAN DAN POTENSI WISATA AIR TERJUN
DI KABUPATEN TASIKMALAYA
Erni Mulyanie
1Erni Mulyanie, Universitas Siliwangi, [email protected]
ABSTRAK
Kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya memiliki peranan yang penting dalam
kepariwisataan Jawa Barat maupun dalam pembangunan wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya mempunyai banyak wisata air terjun yang dapat
dijadikan potensi khusus bagi Kabupaten Tasikmalaya dengan lokasi wisata air terjun di
Kabupaten Tasikmalaya tersebar luas di setiap penjuru daerah. Ini merupakan potensi
alami yang dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya dengan dijuluki sebagai jantungnya
Priangan Timur. Mengingat suatu potensi wisata air terjun merupakan sektor unggulan
di Kabupaten Tasikmalaya maka penting untuk terus memberikan identitas khas
wilayah ini yang membedakan dengan wilayah yang lainnya. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk mendukung kebijakan pengembangan pariwisata Kabupaten
Tasikmalaya tersebut adalah melakukan penataan terhadap daya tarik wisata yang
potensial untuk dikembangkan melalui perencanaan dan perancangan yang baik. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengkaji sebaran dan potensi objek wisata air terjun yang
nantinya dapat mengembangkan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dan dapat
memberikan peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga lokal, baik langsung
maupun tidak langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif Kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Survey
Lapangan (Field Study), Wawancara (Interview), Studi Dokumentasi, Studi Literatur.
Sebaran air terjun di Kabupaten Tasikmalaya terlihat bergerombol yang menumpuk di
wilayah bagian utara dan selatan dianalisis menggunakan analisis persebaran tetangga terdekat. Wisata Air Terjun berada dibeberapa kecamatan yang memiliki aksesibilitas
yang didalamnya kondisi jalan, rute jalan, jarak tempuh, dan kondisi jalan yang
berbeda, khususnya akses jalan pedesaan yang masih kurang memadai, sehingga potensi
yang ada belum berkembang secara optimal.
Kata Kunci: Sebaran, Potensi Wisata, Air terjun.
109
EVALUASI KONDISI KOMUNITAS KONSERVASI MANGROVE: STUDI
KASUS LEMBAGA KONSERVASI MANGROVE WANA TIRTA KULON
PROGO DIY
Arie Budiyarto
Arie Budiyarto, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Kulon Progo DIY, [email protected]:
ABSTRAK
Mangrove adalah salah satu sumberdaya alam dan salah satu “Common Pool Resources/CPR” yang sangat penting karena menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan mangrove
yang telah terbukti sukses di berbagai wilayah baik di dalam negeri maupun
mancanegara menunjukkan bahwa komunitas masyarakat lokal di sekitar ekosistem
mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan
pengelolaan ekosistem tersebut. Salah satu komunitas konservasi mangrove yang cukup
terkenal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan telah menerima berbagai
penghargaan dan pengakuan baik dari institusi pemerintah maupun non pemerintah
adalah Lembaga Konservasi Mangrove Wana Tirta (Wana Tirta) di Pedukuhan Pasir
Mendit Kabupaten Kulon Progo. Namun demikian, selama ini belum banyak studi
mengenai evaluasi terhadap kondisi Wana Tirta sebagai komunitas kunci dalam
konservasi mangrove di DIY khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi Wana Tirta dalam rangka
meningkatkan kinerja pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Kulon Progo
DIY. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2016 dengan
menggunakan semi-structured, in-depth interviews sebagai metode pengambilan data.
Transkrip wawancara kemudian dianalisa menggunakan Thematic Content Analysis
(TCA) yang sudah dimodifikasi berdasarkan Burnard (1991) dan Nilsson, Skär and Söderberg (2015). Hasil TCA kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan 8 design
prinsip Ostrom (Ostrom 1990: 90) untuk mengevaluasi kondisi Wana Tirta.
Narasumber penelitian berjumlah 17 orang, dipilih secara purposive dari berbagai
institusi terkait pengelolaan mangrove di Kabupaten Kulon Progo yang pernah
berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan Wana Tirta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor penunjang dan penghambat
perkembangan Wana Tirta sebagai aktor penting dalam pengelolaan mangrove di
Kulon Progo. Faktor-faktor tersebut berasal dari dalam Wana Tirta sendiri (internal faktor) dan dari luar Wana Tirta (eksternal faktor). Untuk dapat mengembangkan
dirinya, Wana Tirta harus dapat mengatasi faktor penghambat dan secara bersamaan
meningkatkan kualitas faktor pendukung yang dimilikinya. Dukungan berkelanjutan
dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam pengembangan Wana Tirta terutama oleh
“bridging institutions” yang telah terbukti sebagai salah satu aktor kunci dalam menunjang perkembangan Wana Tirta hingga saat ini.
Kata kunci: Evaluasi Komunitas, Konservasi Mangrove, Wana Tirta
110
MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT:
REMEDIASI DANAU RAWA PENING UNTUK MENJAMIN
KELESTARIANNYA
Nana Haryanti
1Nana Haryanti, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS,
email:[email protected]
ABSTRAK
Pengelolaan danau Rawapening berkelanjutan, yang merupakan salah satu danau
prioritas yang memiliki fungsi strategis untuk kepentingan nasional, sebagai upaya
mengantisipasi perubahan iklim global dilakukan melalui beberapa strategi kemitraan
antara lain dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan peran serta
masyarakat. Danau Rawapening merupakan danau prioritas yang perlu segera ditangani,
pada saat ini penutupan lahan di daerah tangkapan airnya terdiri dari tegal atau sawah
(55%), lahan kritis (24%), pemukiman (14%), tubuh air (3%) sedangkan hutan hanya
sekitar (4%). Dengan kondisi seperti itu danau Rawapening harus menjalankan fungsi-
fungsi lindung dan sosial seperti sebagai sumber air tawar untuk minum, sumber irigasi, dan pengendali banjir. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan berbagai upaya yang
dilakukan untuk tetap menjaga kualitas dan kuantitas air danau. Metode penelitian
adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara antara lain:
wawancara mendalam dengan instansi pemerintah dan masyarakat sekitar danau, focus
group discussion, dan studi pustaka untuk kebijakan. Analisa data dilakukan dengan
fenomenologi, yaitu dengan memahami fenomena yang berkembang berdasarkan bukti-
bukti yang muncul di lapangan. Hasil menunjukkan bahwa terdapat tiga program
prioritas yang dikembangkan untuk remediasi Danau Rawapening yaitu (1) aplikasi
sains dan teknologi, (2) pengembangan kelembagaan untuk peningkatan pengelolaan
danau, (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam konservasi danau. Cakupan
makalah ini hanya akan membahas point kedua dan ketiga. Kedua program tersebut
kemudian dijabarkan lagi menjadi program-program berbentuk kemitraan yang
melibatkan partisipasi aktif masyarakat seperti program prioritas yaitu pengendalian
eceng gondok, implementasi pertanian ramah lingkungan dan peningkatan peran aktif
masyarakat dalam kegiatan konservasi Danau Rawapening. Sedang program penunjang
meliputi pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan dan pengembangan
program pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaikan permasalahan over blooming
yang dapat meningkatkan pendapatan warga sekitar, serta pengembangan ecotourism.
Kata kunci: kemitraan, remediasi danau, kelestarian
111
KARAKTERISTIK SUMBERDAYA MANUSIA DI KOTA SALATIGA
(Studi Kasus pada Sumberdaya Manusia Jasa Transportasi)
Nurul Hidayah1 dan Iin Sulistiyowati
2
1Nurul Hidayah, Mahasiswa Fakultas Geografi, email: [email protected] 2Iin Sulistiyowati, Mahasiswa Fakultas Geografi, email: [email protected]
ABSTRAK
Sumberdaya Manusia dipengaruhi oleh kemampuan, pengetahuan serta
ketarmpilan yang didukung melalui jenjang pendidikan yang ditempuh. Kota Salatiga
memilki IPM menapai 80,96 % (BPS, 2015). Hal tersebut menjadikan tantangan unuk masyarakat Kota Salatiga untuk terus berkompetisi dalam bidang ekonomi demi
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kota Salatiga merupakan salah satu Kota
kecil yang ada di Jawa Tengah dengan letak yang strategis karena berada di jalur
provinsi antara Jogjakarta dan Semarang sehingga keberadaan ini sangat berpengaruh
dengan karakteristik yang ada di kota kecil ini. Hal tersebut membuat Kota Salatiga
ramai dengan aktivitas masyarakat sehingga menyebabkan pengembangan sumberdaya
manusia dibidang profesi yang berkaitan dengan transportasi merupakan salah satu
pilihan penting pemerintah dan masyarakat Kota Salatiga agar dapat terus berkembang.
Pengetahuan tentang karakteristik SDM dalam profesi ini sangat diperlukan agar
penegmbangan SDM dan profesi dibidang ini dapat terarah dan tepat sasaran. Metode
yang digunakan dalam penelitaian ini adalah metode survey yang memfokuskan pada
jasa transportasi yaitu sopir angkot, tukang ojek, kusir andong dan tukang becak.
Sampel diambil dengan teknik accidentally sampling pada 128 responden yang berada
di sekitar Pasar Blauran, Pasar Raya dan Tamansari Kota Salatiga pada 26 – 28
Desember 2016. Tekink pengambilan data dilakukan dengan wawancara untuk
mengetahui informasi mengenai jenis kelamin, usia, domisili, tingkat pendidikan, status
perkawinan, status kepemilikan jasa transportasi, jam kerja, jumlah tanggngan dan
pengalaman kerja. Hasil dari penelitian karakteristik SDM pada profesi yang berkaitan
dengan transportasi menunjukkan bahwa Jenis kelamin di dominasi oleh laki-laki, usia
diatas 50 tahun, tingkat pendidakan rata-rata tidak sekolah-SMA, perkawinan
kebanyakan mereka telah kawin, kepemilikan kendaraan milik sendiri. Data-data yang
ada menunjukkan bahwa SDM Kota Salatiga dibidang profesi transportasi sebenarnya merupakan SDM yang memiliki pendidikan yang rendah dan tidak memiliki pilihan
pekerjaan lagi selain pekerjaan tersebut.
Kata kunci: Karakteristik, Sumberdaya Manusia, Jasa Transportasi.
112
IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI
KELEMBAGAAN UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS
DURIANGKANG, BATAM
S. Andy Cahyono
ABSTRAK
Pulau Batam merupakan salah satu pulau kecil (luas pulau <2000 km2) yang strategis
dengan potensi pengembangan ekonomi tinggi yang diharapkan dapat menarik
kemajuan daerah sekitarnya. Perkembangan ekonomi tersebut memicu penurunan daya
dukung DAS, kekurangan air bersih dan masalah sosial ekonomi kelembagaan. Salah
satu DAS pemasok air bersih di Batam yang mengalami permasalahan tersebut adalah DAS Duriangkang sehingga DAS ini masuk dalam kategori DAS Prioritas yang harus
dipulihkan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kerentanan sosial,
ekonomi, kelembagaan untuk perencanaan pengelolaan DAS Duriangkang, Batam.
Analisis kerentanan menggunakan Sistem Monitoring Evaluasi Daerah Aliran Sungai
aspek sosial ekonomi dan kelembagaan. Data yang dipergunakan merupakan data
primer dan data sekunder pada DAS Duriangkang. Hasil analisis terhadap DAS
Duriangkang Batam menunjukkan bahwa secara sosial tergolong agak rentan (3,4),
secara ekonomi tidak rentan (1,4), dan secara kelembagaan rentan (4,2). Secara
keseluruhan DAS Duriangkang tingkat kerentanan sosial ekonomi kelembagaan
tergolong agak rentan (3). Penyelesaian masalah penurunan daya dukung dan
kelangkaan air terutama pada aspek yang memiliki kerentanan relatif tinggi terlebih
dahulu: kelembagaan, sosial kemudian ekonomi. Perencanaan pengelolaan DAS
Duriangkang Batam seyogyanya memperhatikan kerentanan sosial ekonomi
kelembagaan yang ada.
Kata kunci: kerentanan, daerah aliran sungai, Batam
113
ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA TRANSPORTASI TRADISIONAL
(Studi Kasus Pemanfaatan Andong sebagai Wisata Kreatif di Kota Salatiga)
Setyo Ari Wibowo1, Ilyas Ayub Ariseno
2, dan Heri Widodo Saputro
3
1Setyo Ari Wibowo, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]
2Ilyas Ayub Ariseno, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected] 3Heri Widodo Saputro, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]
ABSTRAK
Andong merupakan salah satu alat transportasi darat tradisional yang bersaing
dengan transportasi darat lainnya, baik berupa transportasi modern maupun yang masih tradisional. Sebagai salah satu icon dalam hal transportasi, maka andong dapat menjadi
salah satu attraction force untuk bidang pariwisata di Kota Salatiga. Namun,
kenyataannya berbeda bahwa moda transportasi ini bersaing dengan moda transportasi
skala modern yang secara realita lebih efektif dan efisien, sehingga memunculkan
aspirasi yang menjadi promosi pariwisata agar dapat meningkatkan jumlah minat
terhadap penggunaan andong sebagai wisata kreatif. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk: (1) menganalisis karakteristik moda transportasi andong sebagai wisata kreatif
tradisional di Kota Salatiga, (2) mengetahui potensi andong sebagai wisata kreatif di
Kota Salatiga. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, melalui pendekatan
survey. Teknik Sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling, dengan populasi
penelitiannya kusir andong yang ada di Kota Salatiga, jumlah sampelnya sebanyak 60
kusir andong, sementara metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
komparatif dengan membandingkan antar variabel. Hasil survey menunjukkan bahwa
setiap harinya kusir andong rata-rata hanya mendapatkan 0-5 penumpang dengan
pendapatan rata-rata Rp., 25.000 per hari dari penghasilan terendah, bahkan ada juga
kusir andong yang mengeluh bahwa kadang tidak dapat hasil sama sekali artinya 0
rupiah. Sementara para kusir andong ini memiliki jumlah tanggungan yang tidak sedikit
ada dari mereka yang menanggung 3-4 orang dalam satu keluarga, bahkan terdapat pula
dari mereka yang menanggung 5-6 tanggungan. Hal tersebut akan berdampak pada
kesejahteraan para kusir andong yang ada di Kota Salatiga sehingga dapat berimbas
pada meningkatnya jumlah pengangguran, bertambahnya kemiskinan, para kusir
andongpun jauh dari kata sejahtera. Potensi yang dapat dikembangkan para kusir andong yaitu dengan meningkatkan pelayanan dan tampilan andong itu sendiri. Selain
itu andong dapat dilengkapi dengan fasilitas full music, lampu hias, maupun tampilan
lainnya yang menarik, yang lebih menarik lagi apabila penumpang andong tidak hanya
naik andong saja namun dapat juga mencoba mengendalikan andongnya, sehingga
menarik orang akan mencoba. Hasilnya kalo hanya “numpak” itu biasa tetapi kalo “nyetir” sendiri itu baru beda.
Kata kunci: Sumberdaya Transportasi Tradisional, Andong, Wisata Kreatif.
114
PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR
PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI
Yetti Anita Sari
Fakultas Geografi, UGM
Email: [email protected]
ABSTRAK
Sektorpertanianmerupakansektor yang menyerapjumlahtenagakerjaterbesar di
KabupatenBoyolali. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis produktivitas
tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali; (2) Mengetahui lokasi wilayah
kecamatan yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja tinggi; (3) Menganalisis
kontribusi tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali. Metode penelitian yang
adalah kuantitatif dengan perhitungan menggunakan data skunder dari instansi
pemerintahan. Data yang digunakan meliputi (1) Data tenagakerjasektorpertanian; (2)
Data PDRB KabupatenBoyolaliperkecamatantahun 2010. Hasil dari penelitian ini
adalah (1) Produktivitas tenaga kerja sektor pertanian mayoritas bernilai sedang ke
rendah; (2) Kecamatan yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang paling tinggi
adalah kecamatan Musuk; (3) Kontribusi tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten
Boyolali belum merata.
Kata kunci: Kontribusi, Produktivitas, Tenaga Kerja, Sektor Pertanian.
115
PEMBERDAYAAN IBU HAMIL MELALUI PERAWATAN DIRI
SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO KEMATIAN MATERNAL
DI KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN TEMANGGUNG
Oleh: Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah
Email: [email protected]*
*pengajar pada Jurusan Geografi, FIS UNNES,
(Gd. C1 Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang,
08122554016)
ABSTRAK
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Tengah mencerminkan resiko
yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan sampai dengan paska persalinan. Pernikahan
usia anak pada perempuan berkorelasi dengan kehamilan usia dini yang merupakan
kehamilan beresiko tinggi dan menimbulkan resiko kematian maternal akibat
komplikasi pada saat kehamilan, persalinan, maupun pada masa nifas. Pendidikan
reproduksi sehat merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan
perilaku perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan. Namun penelitian mengenai
pendidikan reproduksi sehat dan perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan, masih
sangat sedikit. Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang memiliki kecamatan dengan
persentaseperkawinanusiaanakmelebihi rata-rata nasionaladalahKecamatanTretep,
KabupatenTemanggung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pendidikan reproduksi sehat dan perilaku perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adalah mengetahui apakah pendidikan
reproduksi sehat memberikan perbedaan yang nyata terhadap tingkat pengetahuan dan
perilaku perawatan diri selama hamil sampai pasca melahirkan. Eksperimen dilakukan
pada kelompok ibu yang menikah pada usia anak yang dibedakan menjadi
padakelompokintervensidankelompokkontrol. Lokasipenelitiandi Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. MetodePenelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif,
dengan melakukan pra-eksperimen dengan membandingkan mengenai pengetahuan dan
perilaku kelompok sebelum san sesudah intervensi.Metodepembelajaran yang dilakukan
adalah pembelajaran partisipatoris, di mana kelompok remaja dilibatkan sebagai focus
dalam pembelajaran.Teknik analisis dilakukan dengan review data sekunder, observasi
kelompok, wawancara semi terstruktur dan diskusi kelompok terfokus. Masyarakat
tersasar (kelompok remaja) difasilitasi untuk menemukenali permasalahan yang terjadi
diwilayahnya, yaitu tingginya pernikahan usia anak di wilayahnya, yang diikuti pula dengan tingginya angka kematian ibu (kematian maternal) di usia muda. Kemudian
kelompok sasaran didorong menemukan potensinya sebagai kaum muda yang sanggup
memperoleh pembelajaran tentang pendidikan reproduksi sehat dan perawatan diri pada
ibu selama proses kehamilan sampai pasca kelahiran. Dengan demikian hasil penelitian
akan memberikan kontribusi pada ditemukannya cara yang efektif untuk menurunkan
angka kematian ibu.
116
BENARKAH HUTAN AKAN LESTARI APABILA MASYARAKAT
SEJAHTERA?
(Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani pada Beberapa Kawasan Hutan
Negara di Kalimantan Timur)
Faiqotul Falah1
1Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan
DAS ([email protected])
ABSTRAK
Slogan “Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari” menjadi asumsi dasar bagi kegiatan
pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan. Diasumsikan bahwa apabila pendapatan
masyarakat sekitar hutan meningkat, gangguan pada hutan akan berkurang sehingga
hutan akan lestari. Naskah ini bertujuan mengkaji kegiatan pendampingan masyarakat
sekitar hutan di beberapa kawasan hutan, dan pengaruhnya pada kelestarian hutan. Studi
kasus pada pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW), Taman Nasional Kutai
(TNK), Hutan Adat Wehea, dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK)
Hutan Penelitian Samboja di propinsi Kalimantan Timur. Dalam penelitian ini kriteria
keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam melestarikan hutan meliputi peningkatan
pendapatan melalui kegiatan pendampingan, persentase penutupan kawasan hutan,
angka penebangan liar yang masih terjadi, serta keberlanjutan kegiatan hasil
pemberdayaan masyarakat. Data penelitian berupa data sekunder dari laporan hasil-hasil
penelitian terdahulu, berupa data kualitatif bentuk pemberdayaan masyarakat di
beberapa kawasan hutan tersebut, intensitas pendampingan, hasil kegiatan
pemberdayaan, struktur dan kegiatan pengelolaan kawasan hutan, kolaborasi dan
dukungan parapihak dalam upaya pelestarian kawasan. Analisis data dilakukan secara
kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan di HLSW dan Wehea berhasil menurunkan tingkat perusakan hutan (dalam bentuk perambahan, penebangan dan
perburuan liar), sementara kegiatan pendampingan masyarakat di TNK dan KHDTK
Samboja belum berhasil menurunkan tingkat gangguan terhadap hutan. Kegiatan
pendampingan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanya
efektif apabila : 1) pengelola kawasan tersebut harus memiliki rencana pengelolaan
jangka menengah dan panjang yang terinci, agar kegiatan pendampingan dapat
dilaksanakan setelah kegiatan penataan kawasan, dan dilaksanakan seiring dengan
pengamanan kawasan, dan penyuluhan konservasi, 2) ada produk yang bisa dipanen dalam jangka pendek, 3)dilakukan secara serentak dalam skala yang cukup besar (bukan
hanya demplot), 4) pendampingan dilaksanakan dalam bentuk kelompok, bersifat
teknis, intensif, dan berkelanjutan, 6) didukung oleh pemerintah daerah (berhubungan
dengan perambahan dan penataan kawasan), dan 7) dilaksanakan dengan
kolaborasi/kemitraan dengan pemangku kepentingan lain, agar pendanaan tidak
tergantung kepada APBN. Kepastian penataan kawasan dan perencanaan pengelolaan
kawasan menjadi prasyarat keberhasilan kegiatan pendampingan masyarakat. Sementara
intensitas pendampingan kelompok menjadi syarat keberlanjutan program peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Kata kunci: hutan lestari, pendampingan masyarakat, kemitraan
117
URGENSI LITERASI PERTANIAN BAGI ANAK USIA DINI MENDUKUNG
PENANAMAN PARADIGMA PENDIDIKAN AGRARIA
Farid Ibrahim,1,3
, Iin Muthmainnah4,5
, Megha Dharma Putra6, Theresia Retno Wulan
2,
Nicky Setyawan2,Dwi Sri Wahyuningsih
6,Gianova Andika Putri
,10, Edwin Maulana
1,7,
Fajrun Wahidil Muharram8, Bernike Hendrastuti
1,9,
, Wico Nandiyanta Mulia
1 ,Tri
Raharjo1
1Parangtritis Geomaritime Science Park
2Badan Informasi Geospasial
3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS
4Progam Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Wiralodra
5Lembaga KemanusiaanKilau, Indramayu
6Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM
7Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM
8Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 9Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada
10Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro
Surel : [email protected]
ABSTRAK
Indonesia telah tidak lagi dipungkiri secara geografis sebagai negara agraris. Potensi
dan sumber daya fisik pendukungnya menempatkan indonesia layak sebagai negara
agraris. Sumber daya fisik seperti air, tanah, iklim dan cahaya sebagai syarat tumbuh
berbagai jenis tanaman melimpah ruah di negeri Indonesia. Permasalah muncul disaat
adanya dikotomi pandangan akan pertanian. Masyarakat menilai petani merupakan strata sosial kelas bawah. Bercocok tanam telah banyak ditinggalkan karena dipandang
terbelakang. Perubahan paradigma ini akan kontradiktif dengan semangat negara agraris
yang swasembada pangan. Peletakan kembali nilai-nilai agraris yang fundamental bagi
masyarakat Indonesia perlu digiatkan kembali. Pendidikan literasi pertanian dipandang
urgen untuk mendidik pola pikir bertcocok tanam. Kendati era kini, moderndisasi tidak
berarti melemahkan konsep agraria. Hal ini menjadikan pembelajaran literasi pertanian
bagi anak-anak usia dini menjadi asyik. Pengenalan ragam cara bercocok tanam
dipaparkan bagi anak usia dini. Memperkaya pandangan bertani, tidak selalu pertanian melulu hanya di ladang dan sawah. Namun pertanian polybagdan pertanian hidroponik
menjadi solusi semangat agraria. Anak usia dini akan melihat pertanian bukan sebagai
kegiatan yang berlumpur lagi, namun telah berkembang sebagai kegiatan merawat dan
melestarikan lingkungan. Beranjak dari ini, sumber daya tidak hanya melulu pada aspek
fisik, namun semangat, konsep dan paradigma agraria yang ditumbuhkan pada anak usia
dini pun merupakan sumberdaya terbaharukan menuju negeri agraria.
Kata Kunci: Literasi Pertanian, Agraria, Anak Usia Dini
118
PERSEPSI MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI
PADA GEOPARK GUNUNG SEWU SEBAGAI ASET GEOWISATA DI
KABUPATEN PACITAN
Hana Widawati1, Moh. Gamal Rindarjono
2, H. Soegiyanto
3
1Hana Widawati, UNS, [email protected]
2Moh. Gamal Rindarjono, UNS, [email protected]
3H. Soegiyanto, UNS, [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat dalam upaya
konservasi pada Geopark Gunung Sewu dan pengelolaannya oleh pemerintah daerah
sebagai bentuk pengembangan geowisata di Kabupaten PacitanPenelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan metode
pelaksanaannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Sampel lokasi dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sasaran
penelitian ini akan diambil di tiga situs berbeda, yaitu Teluk Pacitan, Telaga Guyang
Warak, dan Gua Tabuhan.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1)
Persepsi masyarakat belum sepenuhnya paham dan mengerti dengan baik mengenai
Geopark Gunung Sewu sebagai kawasan yang dilindungi; (2) Struktur organisasi
pengelolaan Geopark Gunung Sewu oleh PemerintahKabupaten Pacitanmasih belum
berfokus pada pemberdayaan masyarakat.
Kata kunci: Persepsi Masyarakat, Geopark Gunung Sewu
119
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI TRADISI LOMBE
DI PULAU KANGEAN KABUPATEN SUMENEP
Misbahul Ulum1, Kartika Hardiyati
2, Irfan
3
1Misbahul ulum, Universitas Negeri Malang, [email protected]
2Kartika hardiyati, Universitas Negeri malang, [email protected]
3Irfan , Universitas Negeri Malang, [email protected]
ABSTRAK
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam usaha
mencapai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Wisata budaya yang
merupakan kegiatan wisata yang didukung oleh adanya objek wisata yang berwujud
hasil seni budaya lokal; adat istiadat, upacara agama, tata hidup masyarakat,
peninggalan sejarah, dan hasil seni, berbagai macam wisata budaya di Indonesia salah
satunya yaitu wisata budaya yang dikembangkan di Pulau Kangean Kabupaten
Sumenep yakni “Tradisi Lombe”. Pengembangan sumber daya manusia di Pulau Kangean dilakukan melalui Tradisi Lombe yang juga merupakan asset “wisata budaya”. Strategi ini merupakan salah satu cara yang efektif dan tepat karena selain mengembangkan sumber daya masyarakat juga berdampak terhadap eksistensi Tradisi
Lombe sebagai wisata budaya di Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif yang menggunakan metode observasi dan wawancara.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pengembangan SDM melalui
pelaksanaan dan pelestarian Lombe. Pengembangan SDM dilakukan melalui sosialisasi
secara tidak sengaja (non formal) dan pelatihan sehingga masyarakat mempunyai
keahlian di bidang yang berkaitan dengan tradisi, seperti sosialisasi non formal penunggangan kuda (joki), melatih memainkan alat musik tradisional khas Kangean
“gendang dumik”, sosialisai non formal dan malatih membuat peralatan kerbau, serta
masyarakat kangean mampu melakukan konservasi kerbau. Lombe sebagai warisan
budaya dilakukan juga untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya,
memajukan kebudayaan, mengangkat citra Masyarakat Kangean. Wisata budaya Tradisi
Lombe ini memberikan manfaat sebagai usaha segi konservasi, eksistensi daerah hingga
keuntungan dari segi ekonomi. Kerbau yang ikut Lombe memberikan dampak pada
nilai jual yang lebih tinggi dan status sosial yang meningkat. Pengembangan SDM melalui tradisi lombe dapat membawa kesejahteraan kepada masyarakat Kangean.
Kata kunci: Pengembangan SDM, Tradisi Lombe
120
PEMANFAATAN POTENSI DAERAH BERBASIS GEOPARK SEBAGAI
PENINGKATAN MASYARAKAT LOKAL YANG BERKELANJUTAN
DI DESA CIBUNIAH KECAMATAN PANCATENGAH KABUTEN
TASIKMALAYA
Erwin Hilman Hakim, Universitas Siliwangi,
ABSTRAK
Pontensi sumberdaya alam yang sangat besar belum tentu memberikan pengaruh
kepada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Desa Cibuniasih Kecamatan
Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi sumberdaya daerahnya yang
besar untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakatnya yang dapat dikelola berbasis
Geopark. Hal ini dikarenakan daerahnya memiliki tiga keragaman yaitu geodiversity,
biodiversity, dan cultural diversity. Potensi ini belum dikelola dan disinergiskan oleh
masayaratnya menjadi daya tarik yang memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakatnya secara berkelanjutan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu deskriptif survey setelah data diperoleh analisis selanjutnya menggunakan
Analisis SWOT. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik kuesioner, wawancara
dan observasi lapangan. Populasi penelitian ini masyarakat, dan pemerintah setempat
dengan menggunakan metode random sampling dan judgement sampling. Desa
Cibuniasih Kecamatan Pancatengah memiliki potensi daerah yang sangat besar untuk dikelola oleh masyarakatnya hasil analisis dari data dilapangan potensi utama dan
menjadi ciri/icon daya tarik daerahnya yaitu Taman Batu Jasper sebagai warisan geologi
Tasikmalaya dan Indonesia yang perlu dikonservasi. Potensi biodiversity berupa hasil
pertanian masyarat yaitu Manggis (Garcinia mangostana L.), Durian (Durio
zibethinus), Kokosan (L. domesticum var. aquaeum), Sawo (Manilkara zapota) dan
Kelapa (Cocos nucifera) dijadikan daya tarik agrowisata. Potensi kebudayaan
masyaraktnya cultural diversity yaitu Kuda Lumping, Upacara Saparan, Reog, dan
Kacapi Suling. Kesenian dan kebudayaan ini dapat dijadikan suatu atraksi bagi pengujung. Potensi sumberdaya yang dimiliki Desa Cibuniasih belum dimanfaatkan dan
dikelola oleh masyarakatnya dengan optimal maka perlunya peningkatan pengetahuan
dan keahlian masyarakatnya dalam memanfaatkan sumberdaya daerahnya dengan
berbasis geopark yang nantinya secara tidak langsung akan memanfaatkan sumberdaya
daerahnya secara lestari dan berkelanjutan.
Kata Kunci: Potensi Daerah, Geopark, Peningkatan Masyarakat
121
HUBUNGAN PEMILIHAN POLA PEMANFAATAN LAHAN DENGAN
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI WILAYAH HULU DAS: Kasus di
SubDAS Naruan, DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri
Syahrul Donie
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS.
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk yang pesat telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan di
wilayah hulu DAS untuk tanaman semusim. Akibatnya terjadi dampak negative
terhadap lingkungan DAS, seperti erosi, sedimentasi, penggundulan hutan, lebih jauh
terjadi banjir, kekeringan dan bencana tanah longsor. Salah satu solusi yang ditawarkan
adalah menghadirkan teknologi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang sampai saat ini
masih berbasis menggunakan pohon. Namun solusi ini masih sulit dilaksanakan oleh
sebagian masyarakat sehingga secara diam-diam maupun secara terang-terangan
masyarakat berusaha menyingkirkan atau mematikan tanaman pohonnya sehingga lahan
kembali seperti semula. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan
pemilihan pola pemanfaatan lahan dengan kondisi social ekonomi masyarakat dan
mencari alternative pola pemanfaatan yang sesuai untuk lahan di hulu DAS. Penelitian
dirancang sebagai penelitian survey dan diperdalam melalui observasi lapangan.
Responden sebanyak 90 orang diambil purposive dari peserta proyek rehabilitasi
SubDAS Naruan (957,12 ha), meliputi tiga desa, yaitu Desa Bubakan, Desa
Wonokeling dan Desa Wonoharjo. Pemilihan responden didasarkan pada pola-pola
pemanfaatan lahan tegalan. Pengolahan data dilakukan dengan tabulasi frekwensi dan
regresi liner berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola
pemanfaatan lahan oleh petani, pertama pola tanaman semusim yang dicampur dengan
tanaman keras dan rumput sebagai teknik konservasi; kedua pola tanaman keras dicampur dengan semusim; dan ketiga pola tanaman semusim tanpa tanaman keras.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemilihan pola sangat terkait dengan pekerjaan
pokok masyarakat (koefisien korelasi - 0,41), kebiasaan merantau (koefisien korelasi -
0,378), status kepemilikan lahan (koefisien korelasi 0,345), serta jumlah tanggungan
keluarga (koefisien korelasi - 0,221). Semakin pekerjaan utamanya petani maka
responden semakin memilih pola tanaman semusim dan menolak pola full tanaman
keras, namun sebaliknya apabila pekerjaan utamanya pedagang atau yang lain diluar
petani, termasuk merantau maka responden akan memilih pola full kayu-kayuan. Kemudian setelah diadakan sosialisasi program, petani yang tadinya memiliki pola
tanaman semusim lebih memilih pola surjan atau pola selang seling antara larikan
tanaman semusim dengan larikan tanaman kayu-kayuan, sedang yang lainnya memilih
pola full tanaman kayu-kayuan yang dikombinasikan dengan tanaman bawah seperti
rumput dan mpon-mpon. Implikasi hasil penelitian: 1) untuk mencapai keberhasilan
proyek RHL maka pola-pola pemanfaatan lahan harus mempertimbangkan unsur social
ekonomi, terutama pekerjaan utama petani, 2) untuk pekerjaan utamanya petani maka
pola kombinasi (surjan) dapat direkomendasikan.
Kata Kunci: pola pemanfaatan lahan, social ekonomi, wilayah hulu DAS Keduang,
Kabupaten Wonogiri
122
MODEL KONSERVASI AIRTANAH DAERAH LERENG GUNUNG
MERAPI BERBASIS BUDAYA LOKAL DI KABUPATEN KLATEN JAWA
TENGAH
Siti Taurat Aly1, Aridiniyati
2, Suharjo
3, Miftahul Arozaq
4
1Siti Taurat Aly, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Aridiniyati, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
3Suharjo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]
4Miftahul Arozaq, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:[email protected]
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, keterbatasan ruang, kebutuhan
akan bahan pangan, energi dan air yang menyebabkan kondisi wilayah saat ini menjadi
tidak berkelanjutan Manusia bertugas untuk menjaga alam dan potensi sumberdaya air
yang diciptakan oleh Allah SWT agar tetap lestari dan memberikan maslahah bagi
kehidupan Pada tahun 2015, PBB memilih SDGs (Sustainable Development Goals)
untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan mengetahui
model pengelolaan airtanah daerah lereng gunung Merapi berbasis budaya lokal
Kabupaten Klaten. Metode Penelitian ini dilakukan dipilih metode survei dan untuk
mencapai hasil dilakukan dengan analisis diskriptif kualitatif. Hasil penelitian yaitu
model Pengelolaan air di bentuklahan puncak dan lereng Merapi atau wilayah
kecamatan Kemalang berbasis mitra desa dan gotong–royong, Model Pengelolaan mata
air di bentuklahan kaki Merapi; 1) wilayah kecamatan Manisrenggo berbasis Desa
mitra, 2) wilayah kecamatan jatinon dan Karangnongko berbasis pertanian
berkelanjutan 3) wilayah kecamatan Tulung berbasis ekonomi produktif. dan Model
pengelolaan air tanah bentuklahan dataran fluvial Merapi berbasis individu.
Kata Kunci: Model Pengelolaan, air tanah, budaya lokal
123
ANALISIS KERENTANAN SOSIAL GEMPABUMI DI KECAMATAN
GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN
Dwi puji hastuti, Kuswaji Dwi Priyono
Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kerentanan social sering kali terlupakan dalam proses pengelolaan bencana
gempabumi, beberapa kegiatan yang lebih sering difokuskan sebatas pada upaya
pengetahuan struktur bangunan dan permasalahan yang bersifat fisik (Flanagan et al.,
2011). Analisis kerentanan social adalah keadaan suatu wilayah yang dipengaruhi oleh
fisik, sosial, budaya, lingkungan untuk mencegah, meredam dalam menanggapi
bencana. Penetapan indicator kerentanan social menggunakan tiga variabel yaitu
kepadatan penduduk, penduduk lansia dan balita, penduduk wanita. Hasil penelitian
menunjukan tingkat kelas kerenentanan social gempabumi sedang, rendah, tinggi dan
keterkaitan kerentanan social dengan kerawanan gempabumi di Kecamatan Gantiwarno
Kabupaten Klaten. Hasil pengujian terhadap tiga variable diketahui bahwa, Pertama,
berdasarkan data tabular hasil pengolahan dengan menggunakan software ArcGIS,
kerentanan sosial paling tinggi terdapat di enam desa yaitu desa Baturan dengan
kepadatan penduduk 1464 Jiwa/Km2, Ngandong 1420 Jiwa/Km
2, Kragilan 1158
Jiwa/Km2, Karangturi 1563 Jiwa/Km
2, Ceporan 1550 Jiwa/Km
2, Mutihan 1509
Jiwa/Km2, Muruh 1747 Jiwa/Km
2. Sedangkan untuk kerentanan Rendah ada di lima
desa antara lain desa Gentan dengan kepadatan penduduk 829 Jiwa/Km2, Sawit 1080
Jiwa/Km2, Jogoprayan 1076 Jiwa/Km
2, Kerten 1088 Jiwa/Km
2, Jabung 1093 Jiwa/Km
2.
Kedua, berdasarkan pada penduduk lansia dan balita diketahui bahwa daerah dengan
tingkat kerentanan paling tinggi adalah Desa Mutihan dengan jumlah lansia dan balita adalah 748 jiwa (8,72%); adapun daerah dengan tingkat kerentanan social berdasarkan
penduduk lansia dan balita paling rendah adalah Desa Gentan dengan jumlah penduduk
lansia dan balita sebesar 298 jiwa (3,47%). Ketiga, Tingkat kerentanan social terhadap
bencana gempabumi di Kecamatan Gantiwarno berdasarkan pada populasi penduduk
wanita diketahui bahwa Desa Kragilan merupakan daerah dengan tingkat kerentanan
social terhadap bencana gempabumi berdasarkan pada populasi penduduk wanita yang
paling rendah, hal ini diketahui bahwa jumlah populasi wanita di Desa Kragilan lebih
sedikit jika dibandingkan penduduk laki-laki yaitu 885 jiwa, adapun untuk daerah dengan tingkat kerentanan sosial paling tinggi dengan jumlah wanita yang lebih besar
dari laki-laki adalah Desa Kerten, hal ini disebabkan perbandingan jumlah perempuan
dengan laki-laki adalah 90,21%. Dengan medan yang relative sulit, apabila terjadi
bencana maka penduduk perempuan biasanya relative lebih rentan daripada penduduk
laki-laki.
Kata kunci :Kerentanan sosial, fisik, kerawanan dan gempabumi.
124
ANALISIS SPASIAL PELAYANAN FASILITAS SOSIAL EKONOMI
DI KELURAHAN GIRIPURWO
Amiriyah Umi Marfu’ah1Ardian Siswono
2Iffan Hanif Syaifullah
3M. Abdul Habib
4
Rustam Afandi5
1Pendidikan Geografi, [email protected]
2Pendidikan Geografi, [email protected]
3Pendidikan Geografi, [email protected]
4Pendidikan Geografi, [email protected]
5Pendidikan Geografi, [email protected]
ABSTRAK
Analisis data spasial cenderung lebih mudah untuk dipahami dan dikembangkan terkait
dengan struktur keruangan wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat
pelayanan dan mengetahui aksesibilitas pelayanan fasilitas sosial dan ekonomi di
Kelurahan Giripurwo Kecamatan Wonogiri. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
Giripurwo yang merupakan pusat administrasi di Kabupaten Wonogiri. Kelurahan
Giripurwo memiliki fasilitas sosial dan ekonomi yang cukup beragam sehingga menarik
peneliti untuk menjadikannya obyek penelitian. Pengumpulan data menggunakan teknik
simple random sampling dengan tingkat signifikansi 10%. Penelitian ini menggunakan
metode interpretasi citra satelit, pengolahan data spasial dan analisa dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG). Pengukuran tingkat layanan fasilitas sosial ekonomi
berdasarkan aksesibilitas diolah dengan parameter jarak menggunakan euclidean
distance tool yang terdapat pada SIG. Pengukuran tingkat pelayanan diukur dengan
rumus tingkat pelayanan fasilitas umum. Hasil dari penelitian menunjukkan jarak
fasilitas sosial ekonomi dengan pemukiman dalam bentuk interpretasi warna dengan 7
tingkatan berdasarkan jarak. Tingkat pelayanan fasilitas sosial ekonomi di Giripurwo
memiliki kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya dengan
kisaran keberhasilan 90-100%. Fasilitas sosial ekonomi yang terdapat di Kelurahan
Giripurwo sudah memiliki kemampuan pelayanan yang sesuai dengan SNI 03-1733-
2004. Jumlah dan persebaran fasilitas sosial ekonomi mempengaruhi perolehan nilai
aksesibilitas.
Kata kunci: Fasilitas, Ekonomi, Sosial