BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH RANCANGAN … file1 bupati sigi provinsi sulawesi tengah...

25
BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2015

Transcript of BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH RANCANGAN … file1 bupati sigi provinsi sulawesi tengah...

0

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI

NOMOR 9 TAHUN 2015

TENTANG

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2015

1

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI

NOMOR 9 TAHUN 2015

TENTANG

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIGI,

Menimbang : a. bahwa cagar budaya sebagai aset budaya bangsa memiliki arti dan nilai dalam rangka memahami perilaku dan berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia pada masa lalu serta bermanfaat bagi pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kepariwisataan yang perlu dilestarikan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;

b. bahwa keberadaan cagar budaya yang ada di Kabupaten Sigi, merupakan kekayaan kultural yang mengandung nilai-nilai kearifan budaya lokal yang penting sebagai dasar pembangunan kepribadian pembentukan jati diri, dan ketahanan sosial budaya masyarakat di Kabupaten Sigi, sehingga pelestariannya menjadi tanggungjawab bersama semua pihak;

c. bahwa perkembangan Kabupaten Sigi ke depan akan memberikan dampak terhadap keberadaan cagar budaya sehingga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlu dilakukan pengaturan melalui instrumen hukum berupa Peraturan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pelestarian Cagar Budaya Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Kabupaten Sigi di Provinsi Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4873);

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

2

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3599);

6. Peraturan Daerah Kabupaten Sigi Nomor 3 Tahun 2010 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Sigi (Lembaran Daerah Kabupaten Sigi Tahun 2010 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sigi Nomor 3);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIGI

dan BUPATI SIGI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR

BUDAYA DAERAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Sigi. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur

penyelengara Pemerintahan Daerah Kabupaten Sigi. 3. Bupati adalah Bupati Sigi. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan SKPD

Kabupaten Sigi yang menyelenggarakan urusan di bidang kebudayaan dan pariwisata.

5. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

6. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat

3

dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. 7. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda

alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

8. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

9. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

10. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

11. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap cagar budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

12. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah Daerah atau setiap orang untuk mengelola cagar budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

13. Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan cagar budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada Pemerintah Daerah.

14. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah Daerah.

15. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong pelestarian cagar budaya dari Pemerintah Daerah.

16. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai cagar budaya kepada Pemerintah Daerah.

17. Penetapan adalah pemberian status cagar budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.

18. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

19. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

20. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.

21. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggungjawab dalam pengelolaan koleksi museum.

22. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi cagar budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

23. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah cagar budaya dari ancaman dan/atau gangguan.

24. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari.

25. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai

4

dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

26. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.

27. Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

28. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

29. Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum.

30. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda,bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.

Pasal 2

Pelestarian Cagar Budaya berasaskan : a. Pancasila; b. Bhineka tunggal ika; c. kenusantaraan; d. keadilan; e. ketertiban dan kepastian hukum; f. kemanfaatan; g. keberlanjutan; h. partisipasi;dan i. transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3

Pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk : a. melestarikan warisan budaya Daerah dan warisan umat manusia; b. memelihara dan mengembangkan nilai-nilai tradisional yang merupakan jati

diri dan sebagai perlambang kebanggaan Daerah dan masyarakat; c. meningkatkan kepedulian, kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap

Cagar Budaya; d. meningkatkan kesejahteraan rakyat;dan e. mempromosikan warisan budaya Daerah kepada masyarakat luas.

Pasal 4 Ruang lingkup pelestarian Cagar Budaya meliputi : a. pelaksanaan registrasi Cagar Budaya yang meliputi kegiatan pendaftaran,

pengkajian, penetapan dan pencatatan Cagar Budaya; b. pelestarian Cagar Budaya yang meliputi penyelamatan, pengamanan,

zonasi, pemeliharaan, pemugaran, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya;

c. penyimpanan dan perawatan Cagar Budaya di Museum; d. pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pelestarian Cagar Budaya; e. pembinaan dan pengawasan dalam pelestarian Cagar Budaya.

5

BAB II KRITERIA CAGAR BUDAYA

Bagian Kesatu Benda, Bangunan, dan Struktur

Pasal 5 Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria : a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,

dan/atau kebudayaan;dan d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Pasal 6 Benda Cagar Budaya dapat : a. berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan

oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia;

b. bersifat bergerak atau tidak bergerak;dan c. merupakan kesatuan atau kelompok.

Pasal 7 Bangunan Cagar Budaya dapat : a. berunsur tunggal atau banyak;dan/atau b. berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.

Pasal 8 Struktur Cagar Budaya dapat : a. berunsur tunggal atau banyak;dan/atau b. sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam.

Bagian Kedua Situs dan Kawasan

Pasal 9 Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila: a. mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau

Struktur Cagar Budaya; dan b. menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.

Pasal 10 Satuan ruang geografis dapat ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila : a. mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya

berdekatan; b. berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50

(lima puluh) tahun; c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia

paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; d. memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses

pemanfaatan ruang berskala luas; e. memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya;dan

6

f. memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil.

Pasal 11

Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat, tetapi tidak memenuhi kriteria Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya.

BAB III TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu Tugas

Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan pelestarian Cagar Budaya. (2) Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pelestarian Cagar Budaya;

b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya;

c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Cagar Budaya; d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat; e. menyelenggarakan promosi Cagar Budaya; f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan pemanfaatan dan

promosi Cagar Budaya; g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat

untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap Daerah yang mengalami bencana;

h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya;dan

i. mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya.

Bagian kedua Wewenang Pasal 13

(1) Pemerintah Daerah mempunyai wewenang : b. membentuk tim ahli Cagar Budaya; c. menerima dan mendaftarkan situs Cagar Budaya; d. menetapkan etika pelestarian Cagar Budaya; e. mengkoordinasikan pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor dan

wilayah; f. menghimpun data Cagar Budaya; g. menetapkan peringkat Cagar Budaya; h. menetapkan dan mencabut status Cagar Budaya; i. membuat peraturan pengelolaan Cagar Budaya; j. menyelenggarakan kerjasama pelestarian Cagar Budaya; k. melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum; l. mengelola kawasan Cagar Budaya; m. mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang pelestarian,

penelitian, dan museum;

7

n. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan;

o. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan pelestarian Cagar Budaya;

p. memindahkan dan/atau menyimpan Cagar Budaya untuk kepentingan pengamanan;

q. melakukan pengelompokan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat kabupaten;

r. menetapkan batas situs dan kawasan;dan s. menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses pembangunan

yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan tim ahli dan unit pelaksana teknis dan museum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dan huruf l diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 14

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengelolaan kawasan Cagar Budaya.

(2) Pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap Cagar Budaya dan kehidupan sosial.

(3) Pengelolaan kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat hukum adat.

(4) Badan pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IV PEMILIKAN DAN PENGUASAAN

Pasal 15 (1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya,

Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Setiap orang dapat memiliki cagar budaya apabila jumlah dan jenis benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/ atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan Daerah.

(3) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Daerah.

(4) Pemilik Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkan kepada orang lain berdasarkan wasiat, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8

Pasal 16 Cagar Budaya di wilayah Daerah yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 17 (1) Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat dialihkan kepemilikannya

kepada Pemerintah Daerah atau setiap orang lain (2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan atas

pengalihan kepemilikan Cagar Budaya (3) Pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual, diganti rugi, dan/atau penetapan putusan pengadilan.

(4) Cagar Budaya yang telah dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan kepemilikannya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 18

(1) Setiap orang dilarang mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya baik seluruhnya maupun sebahagian, kecuali dengan izin Bupati.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 19

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah wajib melaporkannya kepada Pemerintah Daerah melalui SKPD yang menyelenggarakan urusan di bidang kebudayaan dan pariwisata dan/atau kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya kepada Pemerintah Daerah melalui SKPD yang menyelenggarakan urusan di bidang kebudayaan dan pariwisata dan/atau kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 20

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh kompensasi dan/atau insentif apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB V

PENEMUAN DAN PENCARIAN

Pasal 21 (1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya,

bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada SKPD yang

9

menyelenggarakan urusan di bidang kebudayaan dan pariwisata paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya.

(2) Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan oleh penemunya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD melakukan pengkajian terhadap temuan.

Pasal 22

(1) Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air.

(2) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan lokasi.

(3) Setiap orang dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali dengan izin Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(4) Ketentuan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB VI

REGISTRASI CAGAR BUDAYA Bagian Kesatu Pendaftaran

Pasal 23 (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya wajib

mendaftarkannya kepada Pemerintah Daerah tanpa dipungut biaya. (2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap

benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.

(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tim pendaftaran yang diangkat oleh Bupati.

(4) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya.

(5) Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

Bagian Kedua Pengkajian Pasal 24

(1) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(3) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli Cagar Budaya dapat bekerjasama dengan SKPD yang menyelenggarakan urusan di bidang kebudayaan dan pariwisata.

10

(4) Selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diberlakukan sebagai Cagar Budaya.

Bagian Ketiga

Penetapan Pasal 25

(1) Bupati mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(2) Setelah tercatat dalam register Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa : a. surat keterangan status Cagar Budaya;dan b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah.

(3) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya berhak mendapat kompensasi.

(4) Tata cara pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat

Pencatatan Pasal 26

(1) Cagar Budaya yang telah ditetapkan dicatat dalam register Cagar Budaya. (2) Registrasi Cagar Budaya dilaksanakan oleh SKPD yang menyelenggarakan

urusan di bidang kebudayaan dan pariwisata.

BAB VII PELESTARIAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 27

(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.

(2) Kegiatan pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh tenaga ahli pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.

(3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian pada kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.

(4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 28

Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya pelestarian Cagar Budaya.

11

Bagian Kedua Perlindungan

Pasal 29 Setiap orang dapat berperan serta melakukan perlindungan Cagar Budaya.

Bagian Ketiga Penyelamatan

Pasal 30 (1) Setiap orang berhak melakukan penyelamatan Cagar Budaya yang dimiliki

atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan.

(2) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk : a. mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang

mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan

b. mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga Pengamanan

Pasal 31 (1) Pengamanan Cagar Budaya dilakukan untuk menjaga dan mencegah agar

Cagar Budaya tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah. (2) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan kewajiban pemilik dan/atau yang menguasainya.

Pasal 32 Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata.

Pasal 33 (1) Setiap orang dilarang memindahkan dan/atau memisahkan Cagar Budaya,

baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Bupati. (1) Ketentuan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 34 (1) Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, hanya dapat

dibawa keluar Daerah untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.

(2) Setiap orang dilarang membawa Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali dengan izin Bupati.

(2) Ketentuan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

12

Bagian Kelima Zonasi

Pasal 35 (1) Perlindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas

keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian.

(2) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(3) Pemanfaatan zona pada Cagar Budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religi.

Bagian Keenam Pemeliharaan

Pasal 36 (1) Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau

dikuasainya. (2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara

merawat Cagar Budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia.

(3) Pemerintah Daerah dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya.

(4) Ketentuan mengenai Pemeliharaan Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh

Pemugaran Pasal 37

(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan re konstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan : a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan; b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin; c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak;dan d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.

(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.

(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Bupati.

(6) Ketentuan mengenai Pemugaran Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Bupati.

13

Bagian Kedelapan Pengembangan

Paragraf 1 Umum

Pasal 38 (1) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip

kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya.

(2) Setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh : a. izin Bupati;dan b. izin pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya.

(3) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(4) Setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya harus disertai dengan pendokumentasian.

Paragraf 2 Penelitian Pasal 39

(1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi serta mengungkap, memperdalam dan menjelaskan nilai-nilai budaya.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui : a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan;dan b. penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis

yang bersifat aplikatif. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai

bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri. (4) Proses dan hasil penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dilakukann untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya.

(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah, atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat.

Paragraf 3

Revitalisasi Pasal 40

(1) Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian.

(2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya.

14

Pasal 41 Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya kecuali dengan izin Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan tingkatannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

Revitalisasi Cagar Budaya harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal.

Paragraf 4 Adaptasi Pasal 43

(1) Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan : a. ciri asli dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar

Budaya;dan/atau b. ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs cagar Budaya

atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi. (2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan :

a. mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya; b. menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan; c. mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau d. mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan

estetika lingkungan di sekitarnya.

Bagian Kesembilan Pemanfaatan

Pasal 44 (1) Pemerintah Daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya

untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

(2) Setiap orang yang akan memanfaatkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

BAB VIII PENYIMPANAN DAN PERAWATAN CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

Pasal 45 (1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar

Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di museum.

(2) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mensosialisasikannya kepada masyarakat.

15

(3) Perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah tanggungjawab pengelola museum.

(4) Dalam pelaksanaan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengelola museum mengangkat Kurator.

Pasal 46 (1) Cagar Budaya yang menjadi koleksi museum sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 40 ayat (1), harus didokumentasikan secara verbal dan visual sesuai dengan ketentuan teknis permuseuman melalui kegiatan pengkajian dan penyajian pameran.

(2) Koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperjualbelikan dan/atau dipindahtangankan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak meliputi tindakan bagi museum untuk melakukan tukar menukar sebagai upaya menambah koleksi sepanjang tidak berakibat berkurangnya koleksi.

(4) Untuk kepentingan pelayanan kepada masyarakat, setiap museum dapat saling meminjamkan koleksi.

(5) Penyelenggaraan museum dapat bekerjasama dengan instansi dan lembaga lain baik pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 47 (1) Perawatan Cagar Budaya di museum dilakukan untuk mencegah dan

menanggulangi kerusakan koleksi yang disebabkan faktor alam dan/atau ulah manusia.

(2) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di dalam ruang perawatan dengan cara dan teknik tertentu sesuai kaidah permuseuman.

Pasal 48 (1) Pemanfaatan koleksi museum dapat dilakukan untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, dan pariwisata sepanjang tidak menimbulkan kerusakan, hilang atau pemindahan benda koleksi museum.

(2) Pengelola museum berwenang menetapkan kebijakan pemanfaatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Khusus untuk pemanfaatan kepentingan pendidikan, pihak penyelenggara sekolah dianjurkan untuk membawa para siswanya guna melakukan kunjungan ke museum.

Pasal 49 (1) Dalam rangka pemanfaatan koleksi museum sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 43 ayat (1), pengelola museum wajib menginformasikan melalui pameran tetap dan atau pameran temporer, penyuluhan, ceramah, seminar, diskusi, penyusunan buku hasil penelitian serta cara dan bentuk lainnya yang berfungsi sebagai sumber informasi koleksi museum.

(2) Pihak pengelola museum dapat melakukan renovasi tata pameran, tata letak koleksi, penggantian dan atau penambahan koleksi paling singkat tiap 5 (lima) tahun sekali.

16

BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 50 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pelestarian Cagar Budaya. (2) Peran serta masyarakat dalam pelestarian Cagar Budaya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara : a. menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pelestarian Cagar

Budaya; b. menjaga kelestarianCagar Budaya; c. mencegah dan menanggulangi kerusakan Cagar Budaya.

(2) Tata cara peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X

PENDANAAN

Pasal 51 (1) Pendanaan pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggungjawab bersama

antara Pemerintah Daerah dan masyarakat. (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. hasil pemanfaatan Cagar Budaya;dan/atau c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 52 (1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan

pelestarian Cagar Budaya. (2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Bupati dapat membentuk Tim Pembina dan Pengawas Cagar Budaya.

BAB XII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 53

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (5), dan Pasal 44 ayat (2) dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. teguran tertulis; b. denda administrasi; c. pencabutan izin.

(3) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dikenakan secara : a. bertahap; b. bebas;atau c. kumulatif.

(4) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

17

BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 54 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah

diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang pelestarian Cagar Budaya.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak

pidana Cagar Budaya; b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka; d. melakukan penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak

pidana Cagar Budaya; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi; h. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara; i. membuat dan menandatangani berita acara;dan j. mengadakan penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti

tentang adanya tindak pidana di bidang Cagar Budaya. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 55 (1) Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

18 ayat (1), Pasal 22 ayat (3), Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 38 ayat (5), dan Pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Penjatuhan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

18

BAB XV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 56 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sigi Desember

Ditetapkan di Sigi Biromaru pada tanggal 31 Desember 2015

Pj. BUPATI SIGI

ttd

ARIES SINGI

Diundangkan di Sigi Biromaru pada tanggal 31 Desember 2016 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SIGI, ttd R. NOLLY MUA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2016 NOMOR 1 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH : (11, 01/2016)

Salinan sesuai dengan aslinya: KEPALA BAGIAN HUKUM & ORGANISASI

SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SIGI

DIDI BAKRAN, SH.,M.Si Pembina

Nip. 197005022000121004 NOREG 125 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH : (13/2015)

19

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 9 TAHUN 2015

TENTANG

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH I. UMUM

Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pelestarian Cagar Budaya tersebut. Pelestarian Cagar Budaya melalui upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan kepariwisataan.

Kepariwisataan merupakan salah satu sektor unggulan Kabupaten Sigi,

disamping sektor pertanian dan usaha kecil dan menengah (UKM). Olehnya cagar budaya perlu dilestarikan, sebagai upaya untuk mendukung cagar budaya sebagai destinasi pariwisata, khususnya ekowisata.

Peraturan Daerah ini tidak hanya mengatur pelestarian Cagar Budaya, tetapi juga berbagai aspek lain yang berhubungan dengan peninggalan budaya masa lalu, beserta segala entitasnya. Disamping itu, nama Cagar Budaya juga mengandung pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil budaya masa lalu yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai identitas daerah. II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2 Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas Pancasila” adalah Pelestarian Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Huruf b Yang dimaksud dengan “asas Bhineka Tunggal Ika” adalah Pelestarian Cagar Budaya senantiasa memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

20

Huruf c Yang dimaksud dengan “asas Kenusantaraan” adalah bahwa setiap upaya Pelestarian Cagar Budaya harus memperhatikan kepentingan seluruh wilayah negara Indonesia.

Huruf d Yang dimaksud dengan “asas Keadilan” adalah Pelestarian Cagar Budaya mencerminkan rasa keadilan dan kesetaraan secara proporsional bagi setiap warga negara Indonesia.

Huruf e Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap pengelolaan Pelestarian Cagar Budaya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Huruf f Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah Pelestarian Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dalam aspek agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dilakukan secara terus-menerus dengan memperhatikan keseimbangan aspekekologis.

Huruf h Yang dimaksud dengan “asas partisipasi” adalah setiap anggota masyarakat di dorong untukberperan aktif dalam Pelestarian Cagar Budaya.

Huruf i Yang dimaksud dengan “asas transparansi dan akuntabilitas” adalah Pelestarian Cagar Budaya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara transparan dan terbuka dengan memberikan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.

Pasal 3 Cukup jelas

Pasal 4 Cukup jelas

Pasal 5 Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “masa gaya” adalah ciri yang mewakili masa gaya tertentu yang berlangsung sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, antara lain tulisan, karangan, pemakaian bahasa, dan bangunan rumah, misalnya gedung Bank Indonesia yangmemiliki gaya arsitektur tropis modern Indonesia pertama.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Pasal 6 Huruf a

Yang dimaksud dengan “sisa-sisa biota” adalah bagian yang tertinggal dari flora dan fauna yang terkait dengan suatu daerah.

Huruf b Yang dimaksud dengan “bersifat bergerak” adalah Benda Cagar Budaya yang karena sifatnya mudah dipindahkan, misalnya

21

keramik, arca, keris, dan kain batik. Huruf c

Cukup jelas. Pasal 7

Huruf a Yang dimaksud dengan “berunsur tunggal” adalah bangunan yang dibuat dari satu jenis bahan dan tidak mungkin dipisahkan dari kesatuannya. Yang dimaksud dengan “berunsur banyak” adalah bangunan yang dibuat lebih dari satu jenis bahan dan dapat dipisahkan dari kesatuannya.

Huruf b Yang dimaksud dengan “berdiri bebas” adalah bangunan yang tidak terikat dengan formasi alam, kecuali yang menjadi tempat kedudukannya. Yang dimaksud dengan “menyatu dengan formasi alam” adalah struktur yang dibuat diatas tanah atau pada formasi alam lain, baik seluruh maupun bagian- bagian strukturnya.

Pasal 8 Huruf a

Yang dimaksud dengan “berunsur tunggal” adalah struktur yang dibuat dari satu jenis bahan dan tidak mungkin dipisahkan dari kesatuannya. Yang dimaksud dengan“berunsur banyak” adalah struktur yang dibuat lebih dari satu jenis bahan dan dapat dipisahkan dari kesatuannya.

Huruf b Cukup jelas.

Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10 Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “lanskap budaya” adalah bentang alam hasil bentukan manusia yang mencerminkan pemanfaatan situs atau kawasan pada masa lalu.

` Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Pasal 11 Cukup jelas

Pasal 12 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 13

Cukup jelas.

22

Pasal 14 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas. Pasal 15

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “fungsi sosialnya” adalah pada prinsipnya Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang dimiliki oleh seseorang pemanfaatannya tidak hanya berfungsi untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan umum, misalnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 16 Cukup jelas

Pasal 17 Cukup jelas

Pasal 18 Cukup jelas

Pasal 19 Cukup jelas

Pasal 20 Cukup jelas

Pasal 21 Cukup jelas

Pasal 22 Cukup jelas

Pasal 23 Cukup jelas

Pasal 24 Cukup jelas

Pasal 25 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Contoh “bukti yang sah” antara lain, adalah sertifikat hak milik atas tanah, kwitansi pembelian, dan surat wasiat yang disahkan oleh notaris.

23

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 26 Cukup jelas

Pasal 27 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “kegiatan pendokumentasian” adalah pendataan, antara lain uraian teks, grafis, audio, video, foto, film, dan gambar.

Pasal 28 Cukup jelas

Pasal 29 Cukup jelas

Pasal 30 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah kondisi yang mengancam kelestarian Cagar Budaya, seperti terjadinya kebakaran, banjir, gempa bumi, dan perang.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas

Pasal 32 Cukup jelas

Pasal 33 Cukup jelas

Pasal 34 Cukup jelas

Pasal 35 Cukup jelas

Pasal 36 Cukup jelas

Pasal 37 Cukup jelas

Pasal 38 Cukup jelas

Pasal 39 Cukup jelas

Pasal 40 Cukup jelas

Pasal 41 Cukup jelas

Pasal 42 Cukup jelas

Pasal 43 Cukup jelas

24

Pasal 44 Cukup jelas

Pasal 45 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “koleksi” adalah benda-benda bukti material hasil budaya, termasuk naskah kuno, serta material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 46 Cukup jelas.

Pasal 47 Cukup jelas.

Pasal 48 Cukup jelas.

Pasal 49 Cukup jelas.

Pasal 50 Cukup jelas.

Pasal 51 Cukup jelas.

Pasal 52 Cukup jelas.

Pasal 53 Cukup jelas.

Pasal 54 Cukup jelas.

Pasal 55 Cukup jelas.

Pasal 56 Cukup jelas.

Pasal 57 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 92