ii - animalsciencelaboratory.files.wordpress.com · C. Sapi Brangus (Brahman x Angus) Ciri-cirinya:...
Transcript of ii - animalsciencelaboratory.files.wordpress.com · C. Sapi Brangus (Brahman x Angus) Ciri-cirinya:...
i
ii
TATA TERTIB
1. Praktikan WAJIB datang 15 menit sebelum praktikum dimulai.
2. Praktikan WAJIB memakai sepatu boot dan cattle pack beridentitas instansi
terkait tidak boleh instansi lain.
3. Alat praktikum yang hilang atau rusak harus diganti barang yang sama bukan
uang oleh praktikan dalam satu gelombang.
4. Praktikan wajib mengikuti seluruh serangkaian praktikum, mulai dari brefing
sampai postest. Jika tidak ikut salah satu, berakibat TIDAK LULUS Praktikum.
5. Tidak dilaksanakan pretest, praktikum dan asistensi susulan.
6. Diperkenankan absen apabila sakit yang dibuktikan dengan surat dokter, dan
delegasi yang dibuktikan dengan surat izin dari fakultas atau universitas.
7. Laporan dikerjakan pada lembar kerja yang telah disediakan.
8. Hasil ujian atau isi laporan tidak boleh sama.
9. Tidak diperkenankan menggunakan aksesoris kecuali jam tangan karet.
10. Pelanggaran yang dilakukan praktikan seperti merokok, membawa senjata tajam
selain peralatan praktikum, minuman keras, meludah secara sengaja, berkata
kasar dan kotor selama diarea praktikum dan memakai atribut praktikum maka
Nilai Praktikum E (Tidak Lulus)
TATA TERTIB INI WAJIB DITAAT DAN DILAKSANAKAN DENGAN
PENUH TANGGUNG JAWAB OLEH SELURUH PRAKTIKAN
iii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
TATA TERTIB ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
MATERI I BANGSA TERNAK POTONG DAN STATISTIK VITAL ...... 1
1.1 Bangsa Bangsa Sapi Potong ........................................................................... 1
1.2 Bangsa Bangsa Kambing dan Domba ............................................................ 5
1.3 Babi Komersil ................................................................................................. 8
1.4 Pendugaan Umur ............................................................................................ 10
1.5 Pengenalan Alat .............................................................................................. 12
1.6 Pengukuran Statistik Vital .............................................................................. 14
1.7 Penilaian Ternak ............................................................................................. 17
1.8 Handling Ternak ............................................................................................. 18
MATERI II RUMAH POTONG HEWAN ...................................................... 22
2.1 Persyaratan Lokasi RPH ................................................................................. 21
2.2 Persyaratan Sarana RPH ..................................................................................... 22
2.3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak RPH ..................................................... 22
2.4 Persyaratan Ternak yang Dipotong di RPH ..................................................... 23
2.5 Proses Pemotongan Ternak di RPH Sapi .......................................................... 23
2.6 Syarat RPH Babi ................................................................................................ 25 MATERI III PROSES PEMOTONGAN ......................................................... 28
3.1 Perhitungan Presentase Karkas dan Yield Grade ........................................... 29
3.2 Retail Cut ........................................................................................................ 31
1
MATERI I
BANGSA-BANGSA TERNAK POTONG DAN STATISTIK VITAL
1.1 Bangsa Bangsa Sapi Potong
Sapi potong yang di pelihara para peternak mempunyai berbagai jenis bangsa yang
berbeda-beda. Pada dasarnya terdapat 3 bangsa dari ternak sapi potong yang telah dikenal,
yaitu:
1. Bos taurus, sapi yang berasal dari daerah sub-tropis atau beriklim temperate.
Sapi Bos taurus umumnya sapi yang didatangkan ke Indonesia dari daerah sub-tropis
atau dikenal dengan sapi import. Kelebihan dari sapi tersebut yaitu memiliki pertambahan
bobot badan (PBB) yang tinggi, namun juga memiliki kelemahan seperti, tidak tahan terhadap
iklim tropis (membutuhkan adaptasi lama), tidak tahan terhadap mutu pakan yang jelek dan
tidak tahan terhadap ektoparasit (caplak). Contoh dari sapi Bos taurus:
A. Sapi Simmental
Ciri-cirinya:
1. Kepala putih
2. Rambut pada kepala keriting
3. Warna rambut merah
4. keempat kaki mulai dari lutut dan kipas ekor
berwarna putih.
5. Warna merahnya bervariasi dari merah gelap
sampai kuning
6. Tidak mempunyai punuk
7. Perototannya baik dan pertulangaannya besar dengan temperamen yang baik
B. Sapi Limousin
Ciri-cirinya:
1. Bentuk kepala lurus, pendek
2. Warna rambut merah (dominan), hitam (resesif)
3. Memiliki warna merah
4. Tidak berpunuk
5. Badan kompak, serta badan panjang
6. Tidak bergelambir
C. Sapi Brangus (Brahman x Angus)
Ciri-cirinya:
1. Warna rambut hitam
2
2. Berpunuk dan bergelambir
3. Bentuk tubuh lebih kompak
4. Memiliki tanduk kecil.
5. Leher dan telinga pendek
6. Punggung lurus
7. Badan kompak dan padat
8. kaki kuat dan kokoh
Catatan: spesifik dari sapi Bos Taurus yaitu tidak memiliki punuk. Contoh lain dari sapi
Bos taurus, Short Horn, Belgian Blue, Hereford, Charolis, Wagyu (Japanese Black
Cattle), dll.
2. Bos indicus, atau bangsa zebu, sapi yang berasal dari daerah tropis khususnya dari India.
Bos indicus umumnya memiliki kelebihan berupa tahan terhadap iklim suhu panas,
mampu berkembang dengan pakan yang kualitasnya jelek dan tahan terhadap ekstoparasit
(caplak). Kelemahan dari sapi dari bangsa ini yaitu pertambahan bobot badannya relatif lebih
lambat. Sapi dari bangsa ini rata-rata disilangkan dengan sapi asli Indonesia yang kemudian
menjadi sapi lokal Indonesia, karena telah tinggal di Indonesia lebih dari 5 generasi. Contoh
dari sapi Bos Indicus, sebagai berikut:
A. Sapi Brahman
Ciri-cirinya:
1. Bentuk kepala lebih panjang
2. Leher pendek dan Telinga panjang
3. Mempunyai punuk besar dan lebih rebah
4. Gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke
dada
5. Warna rambut abu-abu kehitaman
6. Kalau asli tidak bertanduk dan kalau silangan mempunyai tanduk kecil
B. Sapi Pernakan Ongole (PO)
Ciri-cirinya:
1. Fisiologi tubuhnya panjang dan kompak
2. Rambut berwarna putih keabu-abuan
3. Mempunyai punuk besar dan tegak
4. Memiliki gelambir
5. Muka lebih lonjong dari pada sumba ongole
6. Memiliki tanduk (tanduk betina lebih panjang dari pada jantan)
7. Memiliki telinga menggantung seperti daun nangka
3
C. Sapi Sumbawa Ongole (SO)
Ciri-cirinya:
1. Warna Tubuh dominan putih sampai keabu-abuan
2. Bertanduk lebih tumpul dari pada ongole
3. Bergelambir
4. Warna hidung hitam
5. Kepala lebih pendek dari pada Ongole
D. Sapi Sumbawa
Ciri-cirinya:
1. Rambut pada jantan berwarna putih keabuan,
sedangkan pada betina berwarna putih
2. Warna kepala sapi jantan abu-abu, sedangkan pada
betina berwarna putih
3. Bertanduk
4. Pada sapi betina tanduk lebih panjang
5. Telinga sedang, mengarah ke samping dan tidak terkulai
E. Sapi Madura
Ciri-cirinya:
1. Rambut berwarna merah bata
2. Memiliki tanduk kecil yang berbentuk bulan sabit
3. Moncong, ekor, kaki bagian bawah dan garis pada
punggung berwarna putih
4. Telinga, bulu ekor dan kelopak mata berwarna
hitam
5. pada bagian kepala bertanduk yang mengarah dorsalateral,
Pada sapi jantan memiliki gumba (punuk) sedangkan yang betina tidak tampak adanya punuk
(kecil).
F. Sapi Aceh
Ciri-cirinya:
1. Warna rambut merah bata sampai coklat
2. Pada umumnya bentuk muka cembung
3. Tanduk mengarah kesamping dan melengkung keatas
4. Telinga kecil mengarah kesamping dan tidak terkulai
4
3. Bos sondaicus atau sapi asli dari Indonesia dari bangsa banteng
Sapi Bos sondaicus merupakan sapi yang berasal dari persilangan antara sapi yang asli
mendiami pulau Bali dengan banteng Bali. Sapi tersebut contohnya yaitu sapi Bali. Sapi Bali
merupakan satu-satunya sapi asli dari Indonesia yang memiliki kelebihan tahan terhadap
pakan yang berkualitas jelek, memiliki karkas terbesar (55-60%) dan memiliki reproduksi
yang baik. Kelemahan dari sapi Bali ini terdapat postur tubuhnya yang relative lebih kecil dari
sapi lokal Indonesia.
A. Sapi Bali
1. Warna tubuh pada pedet jantan coklat muda/gelap,
sedangkan warna tubuh pada betina dewasa merah.
Pada jantan dewasa memiliki warna hitam
2. Bentuk tanduk pada jantan menjorok keluar kepala
pada betina bentuk tanduk menjorok kedalam kepala
3. Memiliki tanduk kearah belakang
4. Postur fisiologi seperti banteng
5. Punggungnya terdapat garis hitam yang membujur
dari gumba ke pangkal ekor (garis belut)
6. Bagian persendian tarsus dan carpus kaki berwarna
putih sampai batas pinggir atas kuku dan pada
bagian pantat terdapat warna putih berbentuk oval (white mirror)
Catatan:
Perbedaan pada sapi Madura dan sapi Bali terletak pada
a. White Sock
b. White Mirror
Bentuk kepala sapi potong
Jantan : cenderung lebih menonjol
Betina : cenderung lebih rata/ lancip
Bakalan yang baik:
Jantan : bentuk kepalanya seperti ternak betina, karena jarak kepala dan leher
depan yang nantinya akan mempengaruhi konsumsi pakan.
Sapi potong yang berpunuk, konformasi tubuhnya cenderung cekung
Sapi Brahman punuknya berwarna hitam
Sapi PO punuknya berwarna putih
5
1.2 Bangsa-Bangsa Kambing dan Domba
Kambing (Capra hirpus) dan domba (Ovis aries) merupakan jenis ternak potong yang
tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang
menyusui anak-anaknya. Disamping penghasil daging yang baik, kambing dan domba juga
penghasil kulit. Keistimewaan yang membedakan kambing dan domba adalah pada domba
terdapat Glandula suborbitalis di mata bagian bawah dan glandula intergigitalis di celah-celah
kuku, sedangkan pada kambing tidak. Glandula suborbitalis merupakan kelenjar yang
mengeluarkan cairan di mata sehingga mata domba seringkali nampak basah. Glandula
intergigitalis merupakan kelenjar yang dapat menghasilkan sekresi atau cairan menyerupai
minyak yang memiliki bau khas, cairan ini keluar pada saat domba berjalan dan berfungsi
sebagai tanda untuk mengetahui kelompoknya sehingga apabila ada domba yang terpisah dari
kelompoknya dapat dengan mudah menemukan kelompoknya kembali.
Terdapat berbagai jenis bangsa kambing dan domba di Indonesia. Masing-masing
mempunyai karakteristik yang berbeda, diantaranya adalah : Kambing Kacang, Kambing
Peranakan Etawah, Peranakan Etawah dan Kambing Gambrong. Sedangkan bangsa-bangsa
domba antara lain: Domba Priangan / Garut, Domba Ekor Gemuk (DEG), Domba Ekor Tipis
(DET).
Jenis ternak Kambing asli Indonesia antara lain:
1. Kambing Kacang
warna bulu : Dominasi warna tunggal putih, hitam,
cokelat, atau kombinasi ketiganya.
kepala : Kecil dan ramping dengan profil lurus.
telinga : Sedang, tegak mengarah ke samping.
tanduk : Melengkung ke belakang.
janggut : Jantan: tumbuh bulu dengan baik. Betina:
tidak begitu lebat.
punggung : Lurus, pada beberapa kasus terlihat agak melengkung, dan semakin ke
belakang semakin tinggi sampai pinggul.
bulu : Pendek, khusus yang jantan berbulu surai panjang dan kasar sepanjang garis leher
sampai ekor.
ekor : Pendek, kecil dan tegak.
Jenis ternak Kambing Lokal Indonesia antara lain;
6
2. Kambing PE (Peranakan Etawa)
Warna bulu: kombinasi putih, hitam, dan cokelat.
Kepala: profil muka cembung.
Telinga : panjang dan terkulai.
Tanduk : melengkung ke belakang.
Bulu jenggot : jantan: panjang. betina: tidak berjenggot.
Punggung: lurus, beberapa agak melengkung, dan semakin ke belakang semakin
tinggi sampai pinggul.
Bulu tubuh : bagian leher dan pinggul lebih panjang, dan pada jantan bulu lebih
panjang mengurai.
Ekor : pendek.
3. Kambing Gembrong
Warna bulu : dominasi warna putih, sebagian
cokelat muda dan hitam.
Kepala : ringan dengan profil muka lurus agak
cekung.
Telinga : sedang, dan terkulai.
Tanduk : jantan dan betina bertanduk.
4. Kambing Lakor
Warna:
a) tubuh dominan : kombinasi warna polos dan
belang putih - kehitaman;
b) kepala : dominasi hitam, dan belang putih,
warna sekitar mata umumnya hitam;
c) telinga : mengikuti warna tubuh dominan;
tanduk : jantan dan betina bertanduk dengan ukuran
kecil sampai sedang, mengarah ke atas dan ke belakang;
bentuk telinga : panjang dan menggantung;
garis muka : cembung;
garis punggung : agak cekung;
bentuk ekor : bagian pangkal ekor berukuran sedang (4 – 9 cm).
Jenis ternak domba lokal Indonesia antara lain ;
7
1. Domba Garut
Warna :
a) tubuh dominan : kombinasi hitam-putih;
b) kepala : kombinasi hitam-putih;
Tanduk :
a) domba jantan : besar dan panjang dengan variasi
bentuk melingkar atau melengkung mengarah ke depan
dan ke luar;
b) domba betina : bertanduk kecil atau tidak bertanduk;
garis muka : cembung;
garis punggung : lurus sampai agak cekung;
bentuk ekor : segitiga, dengan bagian pangkal lebar dan mengecil ke arah ujung (ngabuntut
beurit atau ngabuntut bagong)
2. Domba Sapudi
Warna:
a) tubuh : Dominan putih.
b) kepala : Putih.
Garis muka : Agak cembung.
telinga : Cukup besar, panjang, lebar, dan tegak
ke samping dengan sudut 45-90 derajat.
Tanduk : Tidak bertanduk.
Garis punggung : Melengkung cekung dengan bagian belakang meninggi.
Ekor : Bervariasi dari bentuk segitiga sampai sigmoid, tebal, panjang dan lebar, bagian
pangkal tengah lebar dan sering berkelok (sigmoid) dan meruncing pada bagian
ujungnya.
3. Domba Kisar
Warna :
a) tubuh dominan : kombinasi warna polos
dan belang putih - hitam;
b) kepala : dominasi hitam, dan belang putih,
warna sekitar mata umumnya hitam;
Tanduk :
a) domba jantan : ukuran besar tanduk sedang dan panjang dengan bentuk melingkar atau
melengkung mengarah ke depan dan ke luar;
8
b) domba betina : tidak bertanduk;
Bentuk telinga : sedang agak menggantung;
Garis muka : cembung;
Garis punggung : agak cekung;
Bentuk ekor : bagian pangkal ekor berukuran sedang (4 – 9 cm).
4. Domba Ekor Gemuk (DEG)
Bentuk kepala lurus
Kepala botak dan berambut
Ekor berisi lemak
5. Domba Ekor Tipis (DET)
Telinga mengarah keluar
Kaki pendek
Tidak Bertanduk
Warna lebih putih
1.3 Bangsa-Bangsa Babi
Ternak babi tergolong dalam ternak monogastrik dimana memiliki kemampuan dalam
mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang
dikonsumsinya. Babi akan lebih cepat tumbuh dan cepat menjadi dewasa serta bersifat
prolific yang ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai banyak anak setiap kelahirannya
yaitu berkisar antara 8–14 dan dalam setahun bisa dua kali melahirkan. klasifikasi zoologis
ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum: Chordata
Klass: Mamalia (menyusui)
Ordo: Artiodactyla (berkuku genap)
Famili: Suidae (Non Ruminansia)
Genus: Sus
Spesies: Sus scrofa
Babi termasuk ke dalam family suidae yaitu ternak non ruminansia dan dalam genus
Sus (babi liar). Babi yang ada pada saat ini diperkirakan merupakan keturunan dari:
1. Sus scrofa
2.Sus vitatus
9
Sus scrofa memiliki tubuh besar, kepala runcing dan taring yang panjang. Pada sebagian leher
terdapat bulu panjang dan kasar, kaki depan dan belakangnya besar. Sus vitatus tubuhnya
lebih kecil dengan bulu halus dan kaki depan serta belakangnya lebih kecil.
Macam-macam babi komersil antara lain:
1. Babi Yorkshire
Tubuh Besar
Bertulang besar
Kaki Panjang
Muka sedikit cekung
Telinga tegak mengarah ke depan
2. Babi Landrace
Berwarna putih
Tubuh Panjang
Punggung sangat kurang menonjol
Kepala panjang
Telinga besar
3. Babi Duroc
Warna merah
Ukuran tubuh besar dan panjang
Ukuran kepala sedang
Telinga terkulai ke depan
Punggung berbentuk busur
Telinga kecil dan berdiri
4. Babi Tamworth
Tubuh yang besar
Kaki sedikit panjang
Telinga tegak dan berukuran sedang
Kepala yang lebar
Moncong panjang dan lurus
Tubuh berwarna merah tua kecoklatan
10
5. Babi Hampshire
Warna hitam dengan warna putih berbentuk pita yang lebar mengelilingi bahu sampai
kedua kaki depan
Punggungya membentuk busur, kuat
Kepala halus dengan rahang yang ramping
Telinga tegak
Letak bahu baik dan halus
Tubuh halus
Induk banyak anak
1.4 Pendugaan Umur
Pendugaan umur pada ternak penting dilakukan, hal ini berkaitan dengan tujuan dari
pemeliharaan sapi. Pendugaan umur yang baik dengan recording, namun secara konvensional
pendugaan umur dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1. Pemeriksaan Gigi Ternak (Poel)
Umumnya metode ini sudah sangat dikenal pada masyakat peternak di
Indonesia. Istilah yang biasa dikenal adalah “poel”. ‘Poel” menunjukkan adanya pergantian
gigi ternak, sehingga seberapa banyak tingkat pergantian gigi bisa menjadi dasar menduga
umur ternak. Semakin banyak gigi yang “poel” maka umur ternak juga semakin tua.
Gigi ternak mengalami erupsi dan keterasahan secara kontinyu. Pola erupsi gigi pada
ternak memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat digunakan untuk menduga umur ternak.
11
Gerakan mengunyah makanan yang dilakukan ternak mengakibatkan terasahnya gigi.
Pertumbuhan gigi ternak dibagi menjadi 3 fase yaitu: fase tumbuh gigi (gigi susu),
fase pergantian gigi dan fase keausan gigi.
a) Fase gigi susu: terjadi pada ternak mulai lahir sampai dengan gigi seri bertukar dengan
yang baru.
b) Pergantian gigi: masa awal dari pergantian gigi sampai dengan selesai
c) Keausan gigi: gigi sudah tidak berganti-ganti lagi, melainkan sedikit demi sedikit aus.
2. Melalui cincin pada tanduk
Keadaan cincin tanduk dapat digunakan untuk menafsirkan umur sapi. Rumus yang
digunakan yaitu:
Y = X + 2
Dimana Y merupakan umur sapi, X merupakan jumlah cincin tanduk dan 2 merupakan
koefisien rata-rata sapi bunting pada umur 2 tahun. Tiap cincin tanduk berhubungan erat
dengan kelahiran, periode laktasi dan jalannya pemeliharaan. Sesudah selesai periode
kebuntingan pertama, pangkal tanduknya timbul suatu alur melingkar dan selanjutnya setiap
kali bunting hal demikian akan terjadi lagi. Pengaruh pencemaran, penyakit dan musim panas
menyebabkan cincin tanduk kelihatan dangkal dan tidak terang.
Penentuan umur ternak dengan melihat lingkar cincin tanduk adalah dengan cara
menjumlahkan angka dua pada tiap lingkar cincin tanduk. Misalnya terdapat satu lingkar
cincin tanduk berarti sapi tersebut berumur tiga tahun. Asumsi dari penambahan angka dua
tersebut adalah sapi telah dewasa kelamin dan siap melahirkan pada umur dua tahun.
Pendugaan umur sapi berdasarkan tumbuhnya tanduk dan cincin tanduk adalah yang
paling kurang akurat. Oleh karena itu pendugaan dengan cara ini jarang dipergunakan. Prinsip
pendugaan umur berdasarkan cincin tanduk didasarkan pada pengaruh pakan. Alasannya, di
Indonesia terjadi musim kemarau dan musim hujan. Sapi betina yang sedang bunting akan
membutuhkan zat pakan yang lebih tinggi, sementara pada saat kemarau kebutuhan nutrisi
yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi
janinnya, induk sapi akan membongkar cadangan lemak dan protein tubuh, padahal protein
tersebut juga dipergunakan untuk pertumbuhan tanduk, sehingga pertumbuhan tanduk akan
terhambat sehingga terbentuklah cincin pada tanduk.
12
3. Melalui Tali Pusar
Melihat lepasnya tali pusar hanya digunakan untuk mengingatkan lagi hari atau tanggal
kelahiran pedet dalam jangka kejadian beberapa hari yang telah lewat.Sewaktu lahir tali pusar
masih tampak basah dan tidak berbulu.Setelah berumur 3 hari,tali pusar terasa lunak jika
diraba,umur 4-5 hari tali pusar mulai mengering,dan umur 7 hari tali pusar mulai lepas serta
sudah mulai ditumbuhi bulu.
1.5 Pengenalan Alat
DEHORNING
Yakni suatu cara penghilangan tanduk pada ternak pada sapi. Dapat dilakukan
dengan cara:
1. Kimiawi yakni dengan zat kimia (Caustic potash/ Caustic soda)
Pangkal tanduk dioles zat kimia Caustic potash/ Caustic soda selama 15 detik lalu
digosok sampai timbul pendarahan. Setelah ± 10 hari tanduk menjadi lempengan-
lempengan dan akan lepas sendiri.
2. Panas dengan menggunakan alat Electrical Dehorner
Gunanya yaitu membunuh saraf atau akar tanduk supaya tidak dapat tumbuh lagi.
Caranya: Alat dipanaskan selama 15-20 menit hingga mencapai suhu 1000 ˚C. lalu
ditekan alat ke tunas tanduk selama 5-10 detik hingga membentuk bulatan 2mm.
umumnya dilakukan pada pedet 4-21 hari.
13
3. Biologi yaitu dengan cara kawin silang
Dengan mengawinkan ternak yang bertanduk dengan ternak yang tidak bertanduk
dengan harapan anak yang dihasilkan nantinya tidak bertanduk
4. Mekanik yaitu dengan cara memotong tanduk menggunakan gergaji apabila tanduk sudah
besar
KASTRASI
Yaitu suatu tindakan untuk menghilangkan fungsi buah zakar (testis) pada ternak jantan.
Tujuannya adalah:
Agar ternak menjadi lebih terang atau jinak
Memudahkan penanganan
agar daging yang dihasilkan ternak jantan tersebut yang berkualitas baik
Mempercepat proses pertumbuhan
Cara Kastrasi
1. Cara tertutup
Menggunakan alat emasculator yaitu Tang Burdizzo dan cincin karet (elastrator).
Fungsinya menghambat peredaran dari dan ke testis
2. Cara terbuka
Membedah kantung buah zakar atau skrotum, kemudian mengeluarkan dan
memotong buah zakar tersebut.
MARKING
Bisa dilakukan dengan cara:
1. Kalung leher
2. Cap bakar pada kulit
Dilakukan dengan bahan kimia (nitrogen cair), disebut freeze branding / cryosenic
branding.
Dengan besi panas menggunakan huruf / angka dari tembaga. Biasanya dilakukan
dengan pembakaran langsung dari api / sumber panas lain. Pada pedet lama waktu
pembakarannya 15 detik dan pada sapi dewasa 30 detik.
3. Tanda pada telinga
Ear Tag: Tanda telinga dari plastik / logam yang mudah cair.
Caranya: - Posisikan ternak dalam keadaan tenang lalu siapkan tag yang dipakai, kapas,
dan alcohol 70%.
- Bersihkan salah satu telinga bersihkan dengan alcohol 70%
- Raba telinga ternak yang tidak dilalui pembuluh darah
- Masukkan daun telinga diantara kedua sisi tang yang sudah dipasangi tag
14
- Tekan tuas gun applicator untuk memasukkan eartag pada telinga
Ear Notch: Tanda telinga dengan menggunting telinga dengan bentuk U/V
menggunakan pisau atau gunting.
Ear Punch: Tanda telinga dengan perlubangan
Ear Tattoes: Tanda pada telinga dengan tinta,
Caranya:
Posisikan ternak dalam keadaan tenang lalu persiapkan peralatan tattoo, yang terdiri
dari tinta, nomor/huruf yang dipakai.
Oleskan nomor/huruf pada tinta lalu pasangkan nomor/huruf pada tang dengan posisi
terbalik (seperti melihat cermin).
Bersihkan salah satu telinga bersihkan dengan alcohol 70%
Raba telinga ternak yang tidak dilalui pembuluh darah
Masukkan daun telinga diatara kedua sisi tang yang sudah dipasangi nomor/huruf
lalu tekan gun applicator.
1.6 Pengukuran Statistik Vital
1. Definisi Ukuran Statistik Vital
Ukuran statistic vital merupakan ukuran tubuh ternak yang secara statistic cukup vital
untuk mengidentifikasi sifat-sifat kuantitatif ternak tersebut. Ukuran statistic vital ini
dipergunakan sebagai parameter teknis dalam penentuan standar bibit. Pada kambing dan
domba pengukuran statistic vital dengan mengukur: lingkar dada dan panjang badan. Adapun
cara pengukuran lingkar dada dan panjang badan dalam statistic vital kambing atau domba
adalah sebagai berikut:
15
2. Pendugaan Bobot Badan Ternak Menggunakan Ukuran Statistik Vital
Salah satu fungsi pengukuran statistik vital adalah untuk mengetahui estimasi bobot
badan ternak menggunakan rumus tertentu. Estimasi bobot badan pada ternak bergantung
pada gemuk dan kompaknya tubuh ternak yang akan diukur, setidaknya gambaran bobot
badan dapat diketahui dan tidak akan jauh dari bobot badan sebenarnya.
Estimasi bobot badan sapi, kambing dan domba sangat penting dilakukan apabila dalam suatu
peternakan tidak terdapat timbangan ternak. Manfaat estimasi bobot badan ternak adalah
sebagai berikut:
1. Mengukur kebutuhan pakan.
2. Mengukur laju pertumbuhan ternak/laju pertumbuhan bobot badan ternak.
3. Mengukur dosis obat-obatan berdasar bobot badan.
KETERANGAN
1. Tinggi Gumba (cm) : Diukur menggunakan mistar ukur (khusus sapi) secara tegak lurus
mulai dari tanah/lantai hingga bagian tertinggi gumba atau tepat di
belakang Os scapulla dari titik dorsal hingga tanah.
2. Panjang Badan (cm) : Diukur dengan menggunakan mistar ukur yang dimulai dari
tuberculum lateral humerus (point of shoulder atau sendi peluru)
sampai tuber ischiadicum (pin bone).
3. Lingkar Dada (cm) : Diukur dengan menggunakan pita ukur melingkar pada dada tepat
di belakang Os scapula atau kaki depan bagian belakang
4. Dalam dada (cm) : Diukur dengan mistar ukur, diukur tepat di belakang Os scapulla
dari titik dorsal hingga ventral.
5. Tinggi Hip (cm) : Diukur menggunakan mistar ukur lurus dari Os Coxae hingga
tanah.
6. Panjang kelompok
tulang Ossa vertebrae
thoracicae (cm)
: Diukur dari pangkal leher hingga titik tengah tubuh bagian dorsal.
7. Panjang kelompok
tulang Ossa vertebrae
cervicales (cm)
: Diukur dari batas Axio-Atlas hingga pangkal leher bagian dorsal.
Pada sapi yang berpunuk diukur tepat di depan punuk.
8. Panjang kelompok
tulang Ossa vertebrae
lumbales (cm)
: Diukur dari titik tengah tubuh bagian dorsal hingga Processus
spinosus pertama tulang Sacrum.
9. Panjang kelompok
tulang Ossa sacrales
(cm)
: Diukur di sepanjang tulang sacrum.
10. Panjang tulang Ossa
radius-ulna (cm)
: Diukur dari Tuber radius-ulna hingga Os carpal.
11. Panjang tulang Ossa
metacarpalia (cm)
: Diukur dari Os carpal hingga pangkal Os Phalank.
12. Panjang tulang Ossa
tibia-fibulla (cm)
: Diukur dari Tuber femoris hingga Tuber calcis.
13. Panjang tulang Ossa
metatarsalia (cm)
: Diukur dari pangkal Os tarsus hingga Os phalank
14. Panjang Os Scapula
(cm)
: Diukur dari titik tertinggi tubuh (untuk sapi berpunuk diukur dari
pangkal punuk) hingga Tuber humerus.
16
Ketika telah diketahui lingkar dada dan panjang badan maka formula perhitungan estimasi
bobot badan ternak adalah sebagai berikut:
a. Estimasi Bobot Badan Sapi
1. Rumus schoorl
EBB (kg): (𝐿𝐷(𝑐𝑚) + 22)
100
2
2. Rumus smith
EBB (kg): (𝐿𝐷(𝑐𝑚) + 18)
100
2
3. Rumus winters
EBB (lbs): (LD(inch)
2 x PB(inch))
300
b. Estimasi Bobot Badan Kambing Dan Domba
1. Umur 𝑃𝐼0
EBB (kg)(𝐿𝐷(𝑖𝑛𝑐ℎ)
2 𝑥 𝑃𝐵(𝑖𝑛𝑐ℎ))
10 𝑥 102
2. Umur 𝑃𝐼2−4
EBB (kg): (𝐿𝐷(𝑖𝑛𝑐ℎ)
2 𝑥 𝑃𝐵(𝑖𝑛𝑐ℎ))
11 𝑥 102
3. Umur 𝑃𝐼6−8
EBB (kg): (𝐿𝐷(𝑖𝑛𝑐ℎ)
2 𝑥 𝑃𝐵(𝑖𝑛𝑐ℎ))
12 𝑥 102
Keterangan: EBB adalah Estimasi/Pendugaan Bobot Badan
3. Kegunaan Lain Ukuran Statistik Vital
Manfaat lain dari pengukuran statistik vital adalah untuk mengetahui konformasi kepala
dan grade ternak. Penentuan konformasi kepala dan grade ternak melalui perhitungan sebagai
berikut:
a. Indeks Kepala
Pengukuran indeks kepala merupakan upaya untuk mengetahui konformasi kepala
seekor ternak, dimana konformasi kepala dapat digunakan untuk menduga kemampuan
makan ternak secara fisiologis, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam
menentukan tatalaksana pemberian pakan yang tepat. Selain itu, konformasi kepala dapat
digunakan untuk menduga keeratan hubungan keluarga ternak, dimana setiap ternak
mempunyai konformasi kepala yang berbeda sebagai ciri khas ternak tersebut.
Prosedur pengukuran indeks kepala adalah sebagai berikut:
1. Panjang kepala
Diukur menggunakan pita ukur (khusus ternak) mulai dari titik tengah antara kedua
tanduk pada dahi hingga pangkal hidung secara tegak lurus.
2. Lebar kepala
Diukur menggunakan pita ukur (khusus ternak) mulai dari pelipis mata kanan menuju
pelipis mata kiri
Rumus indeks kepala:
17
Indeks kepala = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑙𝑎
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑙𝑎 x 100%
b. Grade Sapi
Grade (ukuran) sapi merupakan suatu ekspresi keharmonisan bentuk badan ternak
dan dapat diketahui melalui perbandingan panjang badan dengan tinggi gumba ternak.
Grade (ukuran) ternak digunakan untuk mengetahui ukuran ternak tersebut yang nantinya
dapat digunakan sebagai parameter teknis untuk mengetahui grade (ukuran) ternak
tersebut. Setiap ternak mempunyai grade (ukuran) yang berbeda sesuai dengan potensi
genetiknya masing-masing.
Rumus grade sapi:
Grade sapi = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑢𝑚𝑏𝑎 x 100%
Standard grade (ukuran) ternak terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
Nilai Grade <100% 100% - 105% 105% - 110% >110%
Kategori Very small grade Small grade Medium grade High grade
1.7 Penilaian Ternak
1. Penilaian Eksterior Sapi Potong
Penampilan luar seekor sapi akan sangat menentukan dan menjadi utama sebelum memikirkan
berbagai pengenalan yang lain. Berikut adalah gambar berbagai kelainan tumpuan anggota
badan (kaki depan dan kaki belakang) sapi bila dilihat dari depan, belakang, samping, khusus
untuk bibit, posisi tersebut harus diperhatikan.
18
1.8 HANDLING TERNAK
1. Pengertian Handling:
Handling merupakan suatu upaya penanganan yang dilakukan oleh manusia kepada ternak,
dengan tujuan mengendalikan ternak sesuai dengan yang kita inginkan tanpa menyakiti ternak
tersebut.
2. Penerapan Handling:
Pada saat menuntun sapi dewasa yang jinak
Ternak sapi yang jinak dapat dituntun tanpa menggunakan tali – temali, yaitu dengan cara
menarik hidungnya ke atas. Tangan kanan mencengkram sekat hidung (septum nasal) sapi.
Caranya, ibu jari dimasukkan ke lubang hidung sapi sebelah kanan, sedangkan telunjuk
dimasukkan ke lubang hidung sapi sebelah kiri. Tangan kiri memegang tanduk atau telinga
sapi tersebut dengan erat.
Pada saat menuntun sapi muda yang jinak
Cara menuntun sapi yang lebih muda dan juga jinak (pedet atau heifer muda) cukup mudah.
Tangan kanan mencengkram dagu (bagian bawah mulut) sapi, sedangkan tangan kiri
memegang erat tanduk atau telinga sapi
Pada saat menuntun sapi dewasa yang sedikit ganas
Cara menuntun ternak sapi yang telah dewasa dan sedikit ganas memerlukan
penanganan dengan bantuan tali atau tambang yang ditusukkan atau di tendok melalui sekat
hidungnya. Penusukkan sekat hidung sapi dewasa umumnya dilakukan dengan menggunakan
tang penusuk hidung (nose punch) yang telah diolesi antiseptik terlebih dahulu untuk
menghindari infeksi. Setelah sekat hidung sapi berlubang, dipasang cincin bertali untuk
menuntun ternak sapi tersebut. Ketika tali ditarik, sapi akan merasa kesakitan sehingga sapi
akan mengikuti denagan patuh kemana saja sapi tersebut dituntun. Lama – kelamaan setelah
terbiasa, apabila tali pengikat hidungnya dipegang (meskipun tanpa ditarik terlebih dahulu)
sapi akan segera bergerak mengikuti si penunutun.
Cara lain untuk penarikan hidung ternak sapi adalah dengan menggunakan penarik
hidung (nose lead). Sekat hidung sapi tidak perlu ditusuk. Alat penarik hidung ini cukup
dipasangkan. Kunci yang ketat pada alat ini akan menekan hidung sapi sehingga sapi dapat
ditarik. Alat ini digunakan untuk menarik sapi agar terdongak ke atas, misalnnya pada saat
sapi akan disuntik intravena, pemeriksaan kesehatan atau pada saat melakukan potong kuku.
19
3. Teknik Merobohkankan Ternak
Merobohkan Sapi pedet
Dekatilah pedet, sudutkan dan peganglah pada leher dan pantatnya agar pedet tidak
bergerak maju atau mundur, kemudian tangan pemegang leher dilepaskan untuk kemudian
memegang lutut kaki kanan lewat atas bahu. Selanjutnya tekuk lutut sedikt mengukit dan tarik
anak sapi ke arah tubuh kita, dengan demikaian pedet akan meluncurkan ke tanah dan
berbaring pada salah satu sisinya.
Merobohkan sapi dewasa
Salah satu metode merobohkan seekor sapi adalah teknik Rope Squeeze. Rope Squezee
merupakan cara baku untuk merobohkan seekor sapi dengan menggunakan tali yang
diletakkan pada sapi saat masih berada dalam kandang. Cara merobohkan sapi dewasa sebagai
berikut:
1. Metode Rope Squaze
Langkah 1
Membuat lingkaran di sekitar leher sapi
menggunakan simpul ditempatkan seperti
yang ditunjukkan dalam gambar
Langkah 2
Lempar ujung tali di punggung ke sisi yang
berlawanan
Langkah 3
Mengambil tali yang telah dilempar,
kemudian dilingkarkan ke seluruh tubuh
dan disilangkan menyilang dekat simpul
tepat di belakang bahu.
Langkah 4
Kemudian diulangi langkah sebelumnya
pada kaki depan bagian belakang seperti
pada gambar. Menarik tali akan memaksa
sapi untuk berbaring.
20
2. Metode Burley
1.
Siapkan tali tambang yang kuat, Bagi sama
panjang (tidak dipotong), dililitkan dengan
kedua ujung tali melalui leher bagian
belakang sapi kemudian disilangkan di
antara kaki depan (sternum), Kedua ujung
tali kemudian ditarik keatas dan
disilangkan di punggung (usahakan pada
titik keseimbangan ternak)
2.
kedua ujung tali ditarik ke bawah melalui
selangkangan kiri dan kanan
ternak (tali lurus jangan disilangkan), dan
tarik perlahan-lahan ke belakang sampai
ternak rebah atau roboh
21
MATERI 2
RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH)
Bangsa ternak yang telah dikenal diatas dipelihara dengan tujuan untuk memproduksi
daging dan dengan tujuan akhir dipotong. Pemotongan ternak diatur oleh pemerintah,
melalui beberapa syarat. Syarat yang utama adalah pemotongan ternak harus dilakukan di
Rumah Potong Hewan (RPH) resmi yang telah ditetapkan, agar dapat dijamin kualitas,
kesehatan dan kehalalan daging melalui serangkaian tahapan yang harus dilalui. Penanganan
ternak yang akan dipotong dimulai dengan pemeriksaan sebelum dipotong (ante mortem)
dan setelah dipotong (post mortem) sebelum daging tersebut diputuskan layak edar.
Pemeriksaan antemortem di RPH dilakukan pada saat ternak di pelataran yang telah
disediakan khusus, melalui beberapa tahapan. Pemeriksaan dilakukan pada pagi dan sore
hari dengan cahaya yang cukup dan ternak yang disembelih telah diistirahatkan serta
pemeriksaan tidak lama sebelum ternak disembelih.
Pemeriksaan setelah ternak dipotong (postmortem) seharusnya dilakukan dibawah
cahaya yang cukup dan ternak betul-betul sudah mati disembelih. Setelah ternak dipotong
karkas dibagi menjadi dua bagian kiri dan kanan serta bagian depan belakang yang dipotong
pada posisi rusuk 12-13. Bagian perut atau bagian rongga dada dikeluarkan dan pada saat itu
dilakukan pemeriksaan post mortem yang bertujuan apakah daging dapat diterima (layak
edar), diterima bersyarat untuk daging konsumsi atau ditolak untuk dimusnakan.
2.1 Persyaratan Lokasi RPH
Pemerintah telah menetapkan beberapa persyaratan lokasi RPH yang dijadikan sebuah
landasan dalam pendirian ataupun pengembangan RPH pada suatu wilayah. Persyaratan
lokasi RPH tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tidak bertentangan dengan tata ruang wilayah kota
b. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduk, letak lebih rendah dari pemukiman
penduduk, dan tidak menimbulkan pencemaran air
c. Tidak berada dekat waduk, rawan banjir, bebas asap, bau, debu, dan kontaminasi lain
d. Memiliki lahan yang relative datar dan cukup luas untuk pengembangan RPH.
22
2.2 Persyaratan Sarana RPH
Persyaratan kedua yang harus dipenuhi oleh bangunan RPH sesuai dengan ketentuan
pemerintah adalah persyaratan sarana yang terdapat didalm area RPH. Persyaratan sarana
tersebut antara lain adalah RPH harus dilengkapi dengan :
a. Sarana jalan menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan
kendaraan daging
b. Sumber air yang cukup
c. Sumber tenaga listrik
d. RPH babi harus ada persediaan air panas
e. Sarana pengelolaan limbah
2.3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak RPH
Persyaratan selanjutnya yang harus dipenuhi oleh bangunan RPH sesuai dengan
ketentuan pemerintah adalah persyaratan bangunan dan tata letaknya didalam area RPH. Pada
persyaratan bangunan dan tata letaknya ini mendeskripsikan bahwa sebuah bangunan RPH
terdiri dari beberapa bangunan yang bergabung dalam sebuah area (komplek) bangunan RPH.
Persyaratan bangunan dan tata letaknya menunjukkan bahwa komplek bangunan RPH terdiri
dari :
a. Bangunan Utama
b. Kandang Penampung dan istirahat hewan
c. Kandang isolasi
d. Kantor
e. Sarana penanganan limbah
f. Gardu listrik
g. Pintu masuk hewan dan pintu keluar daging
Bangunan dalam komplek RPH terpisah dalam bangunan sendiri-sendiri yang
dipisahkan dan dihubungkan dengan sarana jalan sebagaimana telah dijelaskan pada sub
bagian sebelum ini. Pengecualian terjadi pada RPH yang tidak hanya digunakan untuk
pemotongan 1 (satu) jenis hewan ternak saja,dimana masing-masing RPH untuk pemotongan
jenis hean ternak yang berlainan harus memiliki komplek bangunan sebagaimana diatas dan
dipisahkan oleh pagar yang cukup representatif antar RPH untuk jenis hewan ternak yang
berlainan,meskipun dalam suatau komplek bangunan yang sama. Pada bangunan utama
RPH,dapat dipisahkan lagi oleh ruangan yang terdiri dari : daerah bersih, daerah kotor dan
ruang pelengkap.
23
2.4 Persyaratan Ternak yang Dipotong di RPH
Pada persyaratan bagi RPH tidak hanya persyaratan teknis dan fisik bangunan
saja,namun juga persyaratan yang menyangkut prosedur pemotongan hewan. Hal ini sesuai
dengan tujuan keberadaan RPH sebagai tempat untuk kontrol pemotongan hewan agar dapat
dijamin kualitas,kesehatan dan kehalalan daging bagi konsumen.
Persyaratan terakhir yang akan dibahas ini,menyangkut persyaratan teknis terhadap
prosedur hewan yang akan dipotong. Persyaratan tersebut terdiri dari:
a. Breed (bangsa) yang akan dipotong (ditulis sesuai dengan yang saudara amati)
b. Jenis kelamin
c. Umur (rata±rata pemotongan )
d. Judging (penilaian bagian luar/eksterior ternak)
e. Pemeriksaan ante mortem I /syarat±syarat lolos potong
f. Prosedur pemotongan
g. Pemeriksaan post mortem /syarat±syarat pemeriksaan daging layak edar
Persyaratan tersebut diatas berlaku untuk semua hewan yang akan dipotong di RPH.
Pada pelaksanaan praktikum nantinya akan dilakukan pada 2 (dua) pengamatan terhadap RPH
untuk ternak sapi dan RPH untuk ternak babi. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui
detail prosedur yang berbeda pada RPH yang melaksanakan pemotongan ternak yang berbeda
pula.
2.5 Proses Pemotongan Ternak di RPH Sapi
Sistematika pemotongan ternak di RPH berbeda-beda antara RPH yang satu dengan
RPH yang lainnya tergantung jenis RPH dan manajemen efisiensi yang diterapkan di RPH
tersebut. Secara umu proses sistematika proses pemotongan ternak di RPH yang ada di
Indonesia meliputi :
1. Ternak yang baru datang, terlebih dahulu ditampung di kandang penampungan atau
kandang karantina untuk diistirahatkan dan dipuasakan.
2. Dilakukan pemeriksaan antemortem (pemeriksaan sebelum pemotongan) yang meliputi :
a. Jenis kelamin
b. Bangsa
c. Umur (poel)
d. Mendeteksi adanya penyakik/ tidak
e. Memeriksa moncong (hidung) basah/ lembab/ kering
f. Melihat mulut ada air liur/ busa/ tidak
g. Melihat anus, ada tidaknya bercak darah dan sisa-sisa kotoran
24
Hasil pemeriksaan antemortem :
a. DITERIMA, ternak siap untuk dipotong
b. DITERIMA BERSYARAT, boleh dipotong tapi harus diisolasi sampai sehat karena
sapi mengalami sakit ringan
c. DITUNDA, menunggu untuk waktu tertentu karena kurang yakin bahwa ternak
terjangkit penyakit serius atau tidak
d. DITOLAK, tidak boleh dipotong karena mengandung penyakit serius (zoonis) yang
dapat menular kemanusia
3. Bleeding atau penyembelihan, dilakukan dengan 2 cara yaitu dipingsankan terlebih
dahulu (Stuning) atau disembelih secara langsung.
3.1 Stuning atau pemingsanan ternak, dilakukan dengan 3 cara :
a. Stuning gun, biasanya digunakan untuk ternak sapi yang berpostur tubuh besar,
dilakukan dengan peluru tumpul atau dengan tekanan udara. Jika menggunakan
peluru tumpul, ada 3 kategori jenis peluru berdasarkan warna : waran kuning (BB
< 400 kg); merah (BB 400-600 kg); dan hitam (BB > 800 kg). Jika menggunakan
tekanan udara, ada 3 spesifikasi : tekanan 6-8 bar (BB < 400 kg); 8-10 bar (BB
400-600 kg); dan 10-12 bar (BB > 800 kg)
b. Kejut listrik dengan daya 1500 watt (210-240 volt/ampere), biasanya digunakan
untuk ternak babi
c. Menggunakan bahan kimia seperti gas CO2
3.2 Penyembelihan secara langsung, ada 2 cara :
a. Menggunakan alat yang dinamakan restraining box, sebuah alat penyembelihan
berbentuk balok yang berfungsi untuk menjepit sapi dan kemudian memiringkan
badan sapi untuk memudahkan dalam proses penyembelihan. Kelebihan alat ini
adalah mampu meminimalisir cedera/ patah tulang dan stress pada ternak
b. Secara langsung dengan cara dirobohkan dengan metode selendang, kemudian
disembelih secara Islami dengan memotong 4 saluran yaitu saluran pernapasan,
pencernaan, pembuluh darah arteri karotis dan pembuluh darah vena jugularis
4. Legging, ke empat kaki (pada bagian metatarsus dan metacarpus) dan heading, pemisahan
kepala (pada bagian sendi occipito atlantis)
5. Skinning, pengulitan atau proses pelepasan kulit dari tubuh ternak karena bukan termasuK
kedalam karkas.
6. Eviserasi, pengeluaran organ-organ viseral ada 2 kategori yaitu :
a. Red oval, bagian/ organ selain organ pencernaan seperti jantung, paru-paru, hati dan
limpa
25
b. Green oval, bagian/ organ-organ pencernaan mulai dari esophagus sampai ke anus
7. Pemeriksaan postmortem (pemeriksaan setelah pemotongan) pada bagian organ-organ
viseral yang meliputi pemeriksaan :
a. Jantung, diperiksa apakah ada kelainan atau tidak dan apakah jantungnya bengkak
atau tidak
b. Paru-paru, dilihat apakah ada kelainan warna atau tidak, paru-paru normal berwarna
putih kemerahan, jika berwarna hitam maka ada indikasi terkena penyakit TBC
(Tubercelosis)
c. Limpa, dilihat bentuknya apakah tebal, semakin menipis, hampir membentuk
segitiga atau lancip, ketika bentuknya tumpul maka ada indikasi terkena penyakit
antraks
d. Hati, dilihat apakah ada warna menyimpang atau tidak, diraba apakah terksturnya
halus mulus atau kasar bergelombang, dan disayat untuk mengetehaui apakah ada
cacing hati (Vasciola hepatica) atau tidak
Setelah dilakukan pemeriksaan postmortem dan tidak ditemukan penyakit zoonosis,
karkas kemudian diberi cap baik.
8. Wholesale cuts (potongan grosir), pemotongan karkas menjadi menjadi 4 bagian besar
yaitu FQR (Front Quarter Right), FQL (Front Quarter Left), HQR (Hind Quarter Right),
HQL (Hind Quarter Left)
9. Chilling, proses pelayuan (pendinginan) karkas untuk memaksimalkan proses
rigortmortis (kejang semu) atau proses perombakan selaput-selaput otot menjadi daging
yang dipengaruhi oleh ATP (Adenosin Triposfat) dan kerja serabut aktin miosin
10. Deboning, pemisahan daging dari tulang
11. Retail cuts, pemisahan daging menjadi 3 kelas utama yaitu :
a. Primer cuts : sirloin, tenderloin dan cube roll
b. Secondary cuts : bagian daging selain primer cuts, seperti : shortloin, rib, cuck,
breast cuts, plank, force shank, hind shank dll
c. Manufactoring cuts : bagian daging yang masih tertinggal pada tulang
2.6 Syarat RPH Babi
Standar Operasional Prosedur RPH Babi :
a. Persyaratan Lokasi
Memiliki area yang cukup untuk pengembang
Berada diluar kota
Berada di daerah yang mudah dicapai kendaraan
26
Berada didaerah yang aman dan dekat dengan wilayah pemasaran
b. Persyaratan umum
Sarana jalan terbagi atas dua yaitu jalan menuju kompleks RPH dan jalan di
dalam lokasi RPH
Jalan lebar yang memungkinkan dapat dilewati oleh kendaraan ternak
maupun kendaraan pengangkut hasil potong
Persediaan air minimal untuk RPH babi yaitu 450 liter/ekor/hari
Untuk RPH babi dibutuhkan sumber air panas untuk membantu proses
debeaking atau pengerokan bulu melalui proses pencelupan
Kompleks RPH babi harus dipisahkan dari kompleks RPH lain dengan jarak
yang cukup jauh dan dibatasi pagar minimal 3 meter atau terpisah total
dengan dinding tembok terletak ditempat yang lebih rendah dari RPH lain.
c. Alur Pemotongan Babi
Antemortem
Babi sebelum dibawa ke RPH diperikasa terlebih dahulu oleh peternak.
Babi dimasukkan ke dalam kandang istirahat tanpa adanya pemuasaan karena
babi memakan fesesnya sendiri. Masa peristirahatan babi selama 24 jam.
Cara penembakan dilakukan dengan menembak di pertengahan dahi babi dan
sedikit ke bawah dekat mata
Stunning (Pemingsanan)
Proses pemotongan pada babi dilakukan dengan proses pemingsanan
dengan menggunakan electrical stunning (2 garpu di setrum 2100-2500 watt) atau
CO2 stunning (dilakukan di dalam ruangan hingga babi pingsan). Pemingsanan babi
di peternakan dilakukan dengan cara pembenturan atau menembak babi. Cara
pembenturan dilakukan dengan pukulan benda tajam menggunakan pemingsan
mekanik, sedangkan
Bleeding (Pengeluaran darah)
Pengeluaran darah sangat penting dilakukan dalam proses pemotongan, darah
hewan harus dikeluarkan selama 2 menit. Darah dikeluarkan dengan menusuk
langsung bagian jantung, bawah leher sebelah kiri dengan panjang 20-25 cm. Posisi
kemiringan pisau ditahan pada sudut 35-40O. Ditusuk bagian jantung sampai darah
keluar. Alat yang digunakan pisau hunus dengan panjang 40-50 cm berbentuk
runcing.
27
Perebusan (scalding)
Rambut babi dapat dihilangkan dengan cara perendaman (scalding) dalam air panas
dengan suhu 70-80OC selama 10-30 detik.
Pembakaran Babi (Dehairing)
Dehairing dilakukan untuk menghilangkan rambut yang ada pada babi dengan cara
penyemprotan api ke tubuh babi atau bisa dilakukan pengerokan.
Pemotongan kepala
Pemotongan kepala dilakukan untuk mempermudah dalam proses selanjutnya, kaki
babi tidak dipotong karena termasuk standar internasional.
Eviserasi
Pengeluaran organ bagian dalam dan pemeriksaan postmortem.
Wholesale cut
Wholesale cut pada babi langsung dilanjutkan dengan retail cut.
Freezing (Pembekuan)
Babi tidak dilakukan regormotis namun pembekuan dengan suhu 18oC.
28
MATERI 3
PROSES PEMOTONGAN
Pemotongan ternak sesuai dengan tujuannya adalah untuk mendapatkan daging dan
produk daging. Ada beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang
baik. Kondisi ternak sebelum dipotong harus bersyarat sehat dan segar, oleh sebab itu setelah
ternak tiba di rumah potong harus diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak
kembali tidak stres minimal 12 jam. Pemotongan meliputi pemeriksaan antemortem, prosedur
pemotongan dan pemeriksaan post mortem.
a. Pemeriksaan antemortem
Antemortem adalah pemeriksaan kondisi ternak sebelum pemotongan secara dari
depan kepala sampai dengan kaki dan ekor. Analisis antemortem dilakukan minimal 12
jam sebelum ternak dipotong (Murdiati, 2006). Faktor antemortem menurut Purbowati
(2006) meliputi genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, umur ternak, manajemen,
jenis kelamin, dan stress.
b. Prosedur pemotongan
Terdapat 5 prosedur pemotongan yang harus dilaksanakan untuk mendapatkan kualitas
daging yang baik dan higinies. Prosedur pemotongan meliputi:
1. Bleeding, merupakan proses pengeluaran darah sebanyak-banyaknya dari dalam
tubuh. Bleeding dilakukan dengan memotong Vena jugularis dan Arteri karotis serta
memotong 2 saluran, yaitu saluran pencernaan dan saluran pernafasan.
2. Skinning, merupakan proses pengulitan, yaitu memisahkan kulit dari tubuh.
Dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak karkas. Batas penyayatan kulit adalah
sampai lemak subcutan terpisah dari tubuh.
3. Eviserasi, merupakan proses pengeluaran organ viseral (organ-organ dalam tubuh),
yang terdiri dari: organ pencernaan, organ pernafasan, dan organ reproduksi. Ginjal
dan lemak yang membujur dari pembungkus ginjal, dibawah pelvic sampai
pembungkus jantung diusahakan tertinggal (tidak ikut dikeluarkan).
4. Whole sale cut, merupakan proses pembagian karkas berdasarkan potongan
wholesale, yaitu karkas dipotong menjadi 4 bagian: Forequarter left & Forequarter
right dan Hindquarter left & Hindquarter right. Dipotong antara tulang rusuk 12-13.
5. Deboning, merupakan proses pemisahan daging dari tulang.
c. Pemeriksaan post mortem
Postmortem merupakan pemeriksaan yang dilakukan setelah pemotongan meliputi
pemeriksaan karkas dan organ internal yang meliputi limpa, hati, jantung, dan paru-paru.
Keputusan hasil pemeriksaan akan menentukan apakah karkas dan bagian-bagian karkas
29
dapat dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak. Pemeriksaan organ internal ditujukan
untuk mengetahui kondisi ternak yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Limpa, merupakan objek yang paling penting dalam pemeriksaan postmortem.
Dalam kondisi normal bentuk limpa yaitu pipih dan lancip. Sedangkan limpa yang
bengkak diindikasi mengidap penyakit anthrax (radang limpa) yang merupakan salah
satu penyakit yang bersifat zoonosis, disebabkan oleh Bacillus anthracis (Bahri,
2014).
2. Hati, pengamatan untuk hati dilakukan dengan 3D, dilihat, diraba, disayat. Dengan
3D dapat diketahui kelainan yang terjadi pada hati antara lain kerusakan pada hati
dan adanya cacing hati, Fasciola hepatica.
3. Jantung, diamati apakah terdapaat kelainan pada warna jantung, terjadi
pembengkakan atau tidak, adanya pengapuran jantung atau tidak. Jika terjadi
pengapuran diindikasi bahwa ternak tercemar zat kapur pada air minumnya.
4. Paru-paru, warna paru-paru normal yaitu putih kemerahan, jika terdapat perubahan
warna ke hitam diindikasi ternak mengidap TBC yang disebabkan oleh
mycobacterum tuberculosis.
3.1 PERHITUNGAN PERSENTASE KARKAS DAN YIELD GRADE
Karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran pencernaan, darah, kepala,
kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah. Karkas terdiri dari
daging, tulang dan lemak. Penentuan persentase dari karkas, daging, tulang dan lemak
dilakukan dengan rumus:
Persentase Karkas : 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑥 100%
Persentase Daging : 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐷𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 𝑥 100%
Persentase Tulang : 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 𝑥 100%
Yield grade adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak yang meliputi karkas,
jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang dihasilkan. Yield grade
digunakan untuk menentukan jumlah dagingn pada karkas (cutability), terutama pada daging
paha (round), daging lulur (loin), daging bahu (chuck), dan daging rusuk (rib). Faktor yang
dipergunakan untuk menentukan yield grade pada kambing dan domba adalah tebal lemak
subkutan, persentase lemak pelvik dan lemak ginjal serta skor konformasi paha. Nilai yield
grade terbaik adalah 1 dan yang terburuk adalah 5 dengan klasifikasi sebagai berikut:
30
Tabel 1. Hubungan antara nilai YG dengan % perdagingan pada round, loin, rib dan chuck.
Nilai Yield Grade Perdagingan (%)
1 > 52,3
2 52,3 – 50,1
3 50,0 – 47,8
4 47,7 - 45,5
5 < 45,5
Catatan : Nilai 1 (1,0-1,9), 2 (2,0-2,9), 3 (3,0-3,9), 4 (4,0-4,9) dan 5 (5,0-5,9)
Rumus perhitungan yield grade yaitu:
Yield Grade = 1,66 + (6,66 X tebal lemak punggung) + (0,25 X % LKPH) – (0,05 X
SKP)
Cara menghitung nilai yield grade dengan menentukan ketebalan lemak punggung,
persentase LKPH (Lemak Kidney, Pelvic and Heart) dan menentukan skor konformasi paha.
Ketebalan lemak punggung dihitung dengan menentukan luas REA terlebih dahulu. REA
merupakan area daging ditengah tulang punggung yang menyerupai mata. Luasnya dihitung
menggunakan kertas milimeter blok dengan cara perhitungan sebagai berikut:
1 kotak penuh = 1 mm2 ½ kotak = ½ mm2
½ kotak penuh = 1 mm2 > ½ kotak = 0
Satuan luas REA = inch2
31
3.2 RETAIL CUT
Retail cut merupakan pengelompokkan daging menjadi bagian yang lebih kecil untuk
meningklasifikasikan daging sesuai kualitas daging dan meningkatkan nilai jual daging.
Potongan retail cut diklsifikasikan menjadi 3.
Tabel 3. Klasifikasi retail cut
Golongan (kelas) Potongan daging
Priemery cut
1. Has dalam (tenderloin)
2. Has luar (striploin/sirloin)
3. Iga utuh
4. Lamusir (cube roll)
Secondary cut
1. Tanjung (rump)
2. Kelapa (round)
3. Penutup (topside)
4. Pendasar (silverside)
5. Gandik (eye round)
6. Kijen (chuck tender)
7. Sampil besar (chuck)
8. Sampil kecil (blade)
Manufacturing Tetelan
32
A. Retail cut of Lamb
B. Retail cut of Beef
C. Wholesale cut of Swine