igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan...

11
Catatan IGJ Menyoal Rupiah / September 2018 Arah Pembangunan Ekonomi Indonesia: “Industrialisasi Harus Jadi Prioritas” Penyusun: Rachmi Hertanti, SH., MH. Direktur IGJ (Periode Jan 2016-Des 2018) Catatan ini disusun berdasarkan hasil dari diskusi terbatas IGJ dengan ekonom, Pihri Buhaerah, dan organisasi buruh, KPRI dan TURC, yang diadakan tanggal 7 September 2018. Catatan Terhadap Pelemahan Rupiah & Defisit Neraca Perdagangan Indonesia Sejak Juni 2018, Rupiah mengalami tekanan terhadap Dollar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tren pelemahan. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah menembus angka Rp15.000 per dolar dan sepertinya belum menunjukkan adanya tanda-tanda penguatan. Situasi ini pernah juga terjadi pada 2012 dimana saat itu efek pelemahan nilai rupiah berdampak terhadap neraca perdagangan Indonesia yang mengalami penurunan kinerja ekspor akibat tingginya ketergantungan terhadap impor yang kemudian berdampak terhadap deficit transaksi berjalan. (Baca juga catatan IGJ Juli 2017 di link berikut: http://igj.or.id/kebijakan-perdagangan-dan-investasi-indonesia-dalam-tren-proteksionisme- global/ ). Rupiah semakin terperosok akibat defisit neraca pembayaran dan neraca perdagangan Indonesia. Kenaikan impor yang jauh melebihi kenaikan ekspor semakin menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Tren kenaikan konsumsi terhadap barang-barang impor, baik bahan baku maupun barang jadi menciptakan defisit neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir ini. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit) tahun 2018 sebesar US$ 25 miliar. Angka itu jauh lebih tinggi dari 2017 sebesar US$ 17,3 miliar. Cadangan 1

Transcript of igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan...

Page 1: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

Catatan IGJ Menyoal Rupiah / September 2018

Arah Pembangunan Ekonomi Indonesia:“Industrialisasi Harus Jadi Prioritas”

Penyusun:Rachmi Hertanti, SH., MH.Direktur IGJ (Periode Jan 2016-Des 2018)

Catatan ini disusun berdasarkan hasil dari diskusi terbatas IGJ dengan ekonom, Pihri Buhaerah, dan organisasi buruh, KPRI dan TURC, yang diadakan tanggal 7 September 2018.

Catatan Terhadap Pelemahan Rupiah & Defisit Neraca Perdagangan Indonesia

Sejak Juni 2018, Rupiah mengalami tekanan terhadap Dollar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tren pelemahan. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah menembus angka Rp15.000 per dolar dan sepertinya belum menunjukkan adanya tanda-tanda penguatan.

Situasi ini pernah juga terjadi pada 2012 dimana saat itu efek pelemahan nilai rupiah berdampak terhadap neraca perdagangan Indonesia yang mengalami penurunan kinerja ekspor akibat tingginya ketergantungan terhadap impor yang kemudian berdampak terhadap deficit transaksi berjalan. (Baca juga catatan IGJ Juli 2017 di link berikut: http://igj.or.id/kebijakan-perdagangan-dan-investasi-indonesia-dalam-tren-proteksionisme-global/).

Rupiah semakin terperosok akibat defisit neraca pembayaran dan neraca perdagangan Indonesia. Kenaikan impor yang jauh melebihi kenaikan ekspor semakin menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Tren kenaikan konsumsi terhadap barang-barang impor, baik bahan baku maupun barang jadi menciptakan defisit neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir ini.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit) tahun 2018 sebesar US$ 25 miliar. Angka itu jauh lebih tinggi dari 2017 sebesar US$ 17,3 miliar. Cadangan devisa Indonesia masih berkisar di angka US$120 miliar. Sampai Mei 2018 cadangan devisa Indonesia turun dari US$124,9 miliar pada Maret menjadi US$122,9 miliar pada Mei.

Peningkatan defisit transaksi berjalan di triwulan II/2018 dipengaruhi penurunan surplus neraca perdagangan sehingga semakin memperburuk nilai rupiah. Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan Indonesia Januari-Agustus 2018 terhitung defisit sebesar US$ 4,086 Juta, dengan komposisi sektor Migas Indonesia yang menyumbang defisit perdagangan sebesar US$ 8,355 Juta. Untuk Non-Migas, walaupun surplus pada Agustus 2018, tetapi kinerja ekspornya menurun sebesar -12,27% terhadap perdagangan Juli 2018.

Dengan kondisi ini, sulit sekali mendorong perbaikan rupiah. Padahal, seharusnya pelemahan rupiah dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan kinerja ekspor karena produk Indonesia bisa

1

Page 2: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

menjadi lebih kompetitif. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya daya saing Indonesia dalam perdagangan global dan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rapuh.

Solusi Jangka Pendek PemerintahUntuk mengatasi kondisi perburukan nilai rupiah dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Pemerintah telah mengambil beberapa strategi dalam rangka mengerem defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan Indonesia, yaitu:1. Dari sektor minyak dan gas bumi, hasil Ratas meminta agar Pertamina membeli seluruh

lifting minyak bumi yang diproduksi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).2. Presiden akan menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) terkait kewajiban

pencampuran biodiesel dalam BBM (B-20) dan berlaku mulai 1 September 2018. Perpres ini akan berlaku baik untuk BBM Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO. Dipercaya kewajiban ini akan menghemat USD 2 miliar untuk tahun ini. Tahun depan akan menghemat USD 4 miliar

3. Dalam rangka meningkatkan ekspor batubara, pemerintah membuka tambahan ekspor batubara sebesar 100 juta ton. Saat ini, dari 100 juta ton tersebut, Menteri ESDM telah menandatangani persetujuan tambahan awal untuk 25 juta ton. Dengan penambahan tersebut, diharapkan akan menambah devisa negara hingga USD 1,5 miliar.

4. Mendorong penggunakan TKDN atau produk dalam negeri untuk industri hulu migas dan proyek kelistrikan, sepanjang tersedia di dalam negeri dengan tidak menerbitkan master list untuk bebas bea masuk.

5. Dalam Ratas juga dibahas rencana digitalisasi nozzle untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis Tertentu (Solar) dan BBM Khusus Penugasan (Premium).

6. Membatasi impor 900 komoditas dengan mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dengan tariff bervariasi dari 2,5% hingga 7,5%.

Strategi yang diambil oleh Pemerintah tersebut diatas dilakukan dengan tujuan agar industry tidak lagi menggunakan bahan baku impor dan memaksimalkan penyerapan produksi dalam negeri dalam kegiatan ekonomi. Sehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik.

Misalnya saja, 5 strategi yang diarahkan khusus untuk sektor energy, pada dasarnya diambil untuk mengurangi defisit neraca perdagangan migas Indonesia. Memang betul, defisit neraca perdagangan Indonesia yang terjadi dalam Kuartal II 2018 ini disebabkan oleh sektor Migas Bahkan jika dilihat data year on year, sektor Migas terus mengalami defisit (Lihat Grafik 1).

Grafik 1: Neraca Perdagangan Indonesia (Jan-Jul 2017-2018)

2

Page 3: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

Sumber: FGD IGJ, 7 September 2018Akibat pembukaan akses pasar hingga 0% melalui perjanjian perdagangan bebas, telah berdampak terhadap Industri dalam negeri yang terus bergantung dengan bahan baku impor. Bahkan, penyerapan terhadap bahan baku lokal semakin berkurang. Misalnya, teriakan industri baja lokal yang digempur oleh produk baja impor, atau teriakan petani dan nelayan lokal yang terus digempur dengan meningkatnya impor di sektor pangan baik untuk konsumsi maupun untuk bahan baku industry. Bahkan, data BPS terus menunjukan komposisi impor non-migas Indonesia yang didominasi oleh impor bahan baku penolong yang dalam rata-rata mencapai 70% dari total impor (Lihat tabel 1).

Jika kondisi ini terus dilanjutkan oleh Pemerintah tentu akan terus membuat kondisi ekonomi Indonesia sangat rentan dengan pengaruh global. Oleh karena itu, strategi jangka pendek yang diambil oleh Pemerintah untuk merespon rupiah hari ini tidak boleh hanya berhenti disitu. Itu saja tidak cukup untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dan harus dilanjutkan dengan strategi yang lebih jangka panjang. Agenda Industrialisasi nasional dengan substitusi impor perlu segera dilakukan.

TABEL 1: Kelompok Impor Non-Migas Indonesia 2013-2017

Golongan 2013 2014 2015 2016 2017Barang Konsumsi 7,04 7,11 7,62 9,11 9,02

Bahan Baku Penolong 76,06 76,45 75,04 74,42 75,01 Bahan baku (olahan) untuk industri 41,11 41,97 47,48 48,17 46,79 Bahan bakar 30,64 30,92 22,38 18,27 20,56

Barang Modal 16,90 16,45 17,34 16,48 15,98 Sumber: FGD IGJ 7 September 2018

Catatan Terhadap Rapuhnya Sumber Pertumbuhan

3

Page 4: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

Untuk menjawab tantangan ekonomi global hari ini, penguatan daya saing industry nasional memang menjadi jawabannya. Kebijakan strategi daya saing industry nasional yang diambil oleh Kabinet Kerja Presiden Jokowi belum memperlihatkan perubahan yang signifikan. Bahkan, ini tergambarkan dari sumber pertumbuhan Indonesia yang tidak ditopang dengan sektor yang fundamental.

Menilik pada angka pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia selalu berkutat pada level, seperti 5% atau 6%, dan tidak bisa melangkah lebih jauh lagi. Dalam 5 tahun terakhir, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dikatakan tidak berkualitas dan hanya terfokus pada level. Hal ini karena sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung pada sektor konstruksi yang memiliki kontribusi rendah terhadap PDB Indonesia.

Jika dilihat dari Tabel 2, laju pertumbuhan sektor konstruksi memang tinggi yaitu 6,79%, tetapi kontribusinya terhadap PDB sangat rendah yaitu 10,38%. Padahal dilihat dari sektor ekonomi lain yang berkontribusi tinggi terhadap PDB, sektor industry pengolahan dan pertanian adalah tertinggi pertama dan kedua, yang masing-masing kontribusinya sebesar 20,16% dan 13,14% di tahun 2017.Tabel 2: Sumber Pertumbuhan

2014 2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017Industri Pengolahan 21.08 20.99 20.51 20.16 4.64 4.33 4.26 4.27Pertanian,Kehutanan, & Perikanan 13.34 13.49 13.47 13.14 4.24 3.75 3.36 3.81Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13.43 13.3 13.18 13.01 5.18 2.54 4.03 4.44

Konstruksi 9.86 10.21 10.38 10.37 6.97 6.36 5.22 6.79Pertambangan dan Penggalian 9.83 7.65 7.18 7.57 0.43 -3.42 0.95 0.69Nasional 5.01 4.88 5.03 5.07

Sektor KontribusiTerhadap PDB

Laju Pertumbuhan

Sumber: FGD IGJ 17 September 2018

Terlebih, sektor konstruksi hanya menyerap sedikit tenaga kerja yakni 6,72% (Agt-2017). Pertumbuhannya bahkan stagnan. Tetapi, jika dibandingkan dengan sektor industry pengolahan dan pertanian, keduanya menyerap tenaga kerja cukup tinggi yang masing-masing pada Agt-2017 mencapai 14,51% dan 29,68%. Namun memang, kedua sektor ini memiliki laju pertumbuhan terhadap PDB cukup rendah dibandingkan sektor Konstruksi, yakni sebesar 4,27% dan 3,81%1. Selain itu, jika melihat dari struktur PDB Indonesia, sampai hari ini masih bergantung pada pertumbuhan sektor konsumsi (Lihat Gambar Grafik 2). Kondisi ini jika tidak berubah maka akan menjadi jebakan bagi Indonesia. Hal ini karena, ketika konsumsi digenjot Pemerintah tidak serta merta menaikan sumber pendapatan maka Indonesia akan kesulitan untuk meningkatkan level pendapatan masyarakat dari lower middle income menjadi upper middle income. Artinya, bergantung pada konsumsi bukanlah solusi, tetapi harus menjalankan strategi untuk meningkatkan ekspor atau dengan kata lain industrialisasi di Indonesia harus terjadi.

Gambar Grafik 2: Struktur PDB Indonesia VS Korea

4

Page 5: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

Sumber: Paparan FGD IGJ, 7 September 2018

Catatan Terhadap Pertumbuhan Industri Nasional & Agenda Hilirisasi Industri

Selama ini, ekspor Indonesia masih dengan strategi mengandalkan ekspor bahan mentah yang tidak memberikan nilai tambah seperti yang diperoleh oleh negara kompetitif lainnya. Dalam catatan BPS di tahun 2017, pertumbuhan ekspor non-migas ini disumbang oleh produk industry pengolahan sebesar 74,10% dan industry pertambangan 14,39%. Pertumbuhan industry pengolahan tersebut masih didominasi oleh komoditas minyak kelapa sawit (16,30%). Sedangkan pertumbuhan industry pertambangan didominasi oleh batu bara (43,59%).

Produk unggulan kompetitif Indonesia yang lebih didominasi oleh produk rendah teknologi juga menjadi soalnya. Hal ini karena rendahnya nilai tambah produksi yang dimiliki membuat sebaran pasar menjadi sangat terbatas. Sehingga, penghapusan tarif yang mencapai hingga 98% pos tariff pun tidak mampu memberikan insentif untuk meningkatkan output perdagangan Indonesia. Tetapi kemudian, penghapusan tariff ini lebih berdampak signifikan pada pasar domestik Indonesia.2

Trade Creation pada liberalisasi perdagangan menciptakan ketergantungan yang tinggi pada produk impor. Data perdagangan Indonesia 2017 menunjukan bahwa penggunaan bahan baku impor terus menunjukan peningkatannya. Data BPS 2018 menunjukan disepanjang 2017 kontribusi impor bahan baku penolong sebesar 74,56%, yang dibandingkan 2016 terjadi peningkatan sebesar 16,56%. Walaupun dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2013 kontribusi impor disektor ini terjadi penurunan, namun impor bahan baku penolong tetap mendominasi, dan sangat jauh dibandingkan impor di sektor lainnya3.

Jika kondisi industrialisasi Indonesia belum meningkat maka sudah tentu daya saing Indonesia pun tetap akan selalu rendah. Seberapa besar peluang akses pasar Indonesia jika daya saing Indonesia masih rendah, maka tidak akan dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Laporan UNCTAD pada 2016, menyebutkan bahwa Indonesia hanya kompetitif dengan negara-negara seperti Meksiko, Chile, dan Peru. Tetapi daya saing dengan negara seperti Filipina, Vietnam, Thailand, Australia dan Malaysia sangat rendah. (Lihat Gambar Grafik 3)4.

5

Page 6: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

Gambar Grafik 3: Posisi Daya Saing Indonesia Pada Level Global

Sumber: Dok.IGJ April 2018Jika Pemerintah Indonesia tidak segera mengerjakan pekerjaan rumahnya untuk meningkatkan daya saing dan memanfaatkan skema Global Value Chain (GVC) hari ini, maka Indonesia tidak pernah akan bisa keluar menjadi pemain besar di pasar global selama produk perdagangan kita masih berupa bahan mentah dan tidak memiliki nilai tambah.

Indonesia harus belajar dari Korea dalam membangun Industrialisasi. Korea merupakan salah satu contoh negara di Asia yang berhasil menerapkan industrialisasi tanpa adanya jebakan pendapatan menengah. Dalam waktu 18 tahun sejak 1970-1988 Korea dapat mencapai negara dengan pendapatan income perkapita pada kelas menengah melalui industrialisasi. Kuncinya adalah pada produk manufaktur yang berbasis berteknologi menengah dan tinggi.

Gambar 4

Sumber: paparan dari FGD IGJ, 7 September 2018

6

Page 7: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

Saat ini, komposisi ekspor produk manufaktur korea sudah mencapai pada level 93,32%. Bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam pada tahun 2016 komposisi ekpor manufakturnya sudah mencapai 82%. Indonesia masih pada posisi 47,67% (Lihat Gambar 4). Apalagi, Indonesia masih belum beranjak mengarah pada peralihan dari industry berteknologi rendah menjadi teknologi menengah. Transformasi korea dari industri berteknologi sederhana/rendah (tekstil dan pakaian jadi) menuju industri berteknologi tinggi (mesin dan alat transportasi) membutuhkan keberadaan industri berteknologi menengah. Sehingga, hilirisasi merupakan suatu keniscayaan dalam membangun industry.

Catatan terhadap Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 berambisi tinggi tetapi tidak rasional. RIPIN bermimpi dalam 20 tahun Indonesia bisa menjadi negara maju yang tentu memerlukan model industry yang berbasis teknologi tinggi. Tetapi, fondasi untuk membangun industry berbasis teknologi menengah tidak berjalan. Tidak konsistennya Pemerintah Indonesia menjalankan agenda hilirisasi menjadi salah satu faktornya. Untuk membangun industry berteknologi menengah perlu industry logam dasar dan industry pengolahan batu bara dan pengilangan minyak bumi, industri plastik dan barang dari plastik, dan industri karet dan barang dari karet, besi, baja, alumunium.

Langkah Strategis Menuju Industrialisasi Nasional

Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan ekonomi global hari ini, pemerintah Indonesia harus memijakan kaki pada strategi jangka panjang ketimbang jangka pendek. Industrialisasi nasional adalah jawabannya. Sehingga, ekspor yang berbasis komoditas bahan mentah harus segera dibatasi atau bahkan ditinggalkan dan memperkuat dengan kinerja ekspor yang bernilai tambah.

Maka Indonesia for Global Justice (IGJ) memandang ada beberapa langkah strategis yang harus disusun Pemerintah Indonesia dalam rangka membangun industrialisasi nasional sebagai strategi jangka panjang ekonomi Indonesia.

1. Menjalankan agenda Hilirisasi Industri secara konsisten dan berbasis pada perekonomian rakyat.

2. Menyusun kebijakan perdagangan internasional secara hati-hati dan tidak mengikatkan komitmen jangka panjang yang merugikan ekonomi nasional.

3. Membatasi atau review komitmen pembukaan akses pasar di dalam perjanjian perdagangan bebas. Dalam model mega FTA saat ini, pembukaan akses pasar secara comprehensive perlu dikaji ulang oleh Pemerintah Indonesia.

4. Non-Tarriff Measures (NTMs) perlu diperkuat menjadi strategi dalam menyiasati gempuran impor agar memberikan ruang bagi produk domestic untuk dapat diserap dalam berbagai aktivitas ekonomi di Indonesia.

5. Memperkuat posisi runding yang dapat memperkuat fase penguatan industry lokal harus menjadi posisi runding yang tidak bisa ditawar. Intervensi pemerintah secara langsung untuk membangun produk lokal masih dibutuhkan dalam mengembangkan dan

1 Data TURC dalam Paparan FGD IGJ, 7 September 20182 Catatan Awal Tahun IGJ 2018.3 Catatan Awal Tahun IGJ 20184 Uraian diskusi Keadilan Ekonomi IGJ, April 2018, “Perang Dagang AS VS China: Bagaimana dengan Indonesia?”

7

Page 8: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

memperkuat industri lokal, begitu juga dengan proteksi terhadap industri lokal, khususnya industri kecil dan menengah. Sehingga, dalam rangka memperkuat daya saing industry nasional, pemerintah Indonesia harus dapat memastikan beberapa posisi runding yang tidak bisa ditawar, seperti:a. Memastikan ketentuan kewajiban local content requirement (TKDN) dibolehkan.

Bahwa mau tidak mau kewajiban TKDN harus menjadi peluang yang dapat digunakan oleh industry lokal untuk tetap mengambil peran maksimal di dalam pembangunan ekonomi. Penerapan aturan ini harus bisa dihitung efek ekonominya. Pengawasan dan pengukuran serta monitoring pelaksanaan kebijakan TKDN secara ketat harus dilakukan.

b. Menghapuskan ketentuan performance requirements (pensyaratan pelaksanaan) dalam kegiatan perdagangan barang, jasa, dan investasi yang melarang penentuan secara khusus kewajiban alih teknologi, penggunaan tenaga kerja domestic, local content, ataupun pembatasan penggunaan produk impor pada kegiatan pemerintah.

c. Secara konsisten menerapkan tariff ekspor untuk membatasi ekspor bahan mentah. Hal ini untuk terus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam mewujudkan hilirisasi industry.

d. Membatasi liberalisasi tenaga kerja. Pengutamaan tenaga kerja domestic harus tetap dilakukan mengingat kualitas SDM masih digenjot, dan pentingnya penyerapan tenaga kerja domestic di beberapa sektor prioritas, misalnya pariwisata. Sektor pariwisata sudah membuka masuknya tenaga kerja asing, khususnya dari negara-negara ASEAN yang kemudian menggeser tenaga kerja lokal. Sesuai perkembangan teknologi peningkatan digital skill menjadi kebutuhan yang harus dikembangkan pada banyak sektor.

e. Memastikan terjadinya transfer teknologi dengan membatasi perlindungan Paten dengan mendorong adanya fleksibilitas pemanfaatan Intellectual Property Rights bagi pembangunan industry nasional.

f. Membatasi akses pasar di bidang Government Procurement. Hal ini masih dipercaya bahwa sektor ini dapat membuka peluang industry lokal untuk bisa berperan lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi.

g. Memastikan ruang kebijakan yang luas bagi negara, khususnya terkait dengan perjanjian investasi dan jasa. Misalnya dalam perjanjian investasi, mekanisme sengketa investasi antara investor dengan negara harus dihapuskan. Termasuk di dalam perjanjian jasa, dimana ketentuan Standstill (melarang pengenaan pembatasan baru) dan ratchet clauses (melarang reintroduksi penghalang perdagangan yang sebelumnya telah dihapus secara sepihak) khususnya dalam isu national treatment harus dilonggarkan.

h. Memastikan subsidi masih tetap bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

*******

Informasi selegkapnya:Indonesia for Global Justice (IGJ)Jl.Laboratorium No.7, Komplek PLNDuren Tiga, Pancoran, Jakarta SelatanEmail: [email protected] atau [email protected]: www.igj.or.idTelp: 021-021-7984552

8

Page 9: igj.or.idigj.or.id/wp-content/uploads/2018/09/Catatan-IGJ-Menyoal... · Web viewSehingga diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat terkoreksi dengan baik. Misalnya saja,

END NOTE

9