IFS - SLM

18
KELOMPOK 1 INTEGRATED FINANCING STRATEGIES For Sustainable Land Management KAJIAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA 2015 LAKSMI WIDYAWATI - MARSELLINUS NIRWAN - HENDY SATRIO AJI - M. SHENDY ADAM FIRDAUS MK. PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

description

Urban Development Financing

Transcript of IFS - SLM

Page 1: IFS - SLM

KELOMPOK 1

INTEGRATED FINANCING STRATEGIESFor Sustainable Land Management

KAJIAN PENGEMBANGAN PERKOTAANPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS INDONESIA 2015

LAKSMI WIDYAWATI - MARSELLINUS NIRWAN - HENDY SATRIO AJI - M. SHENDY ADAM FIRDAUS

MK. PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

Page 2: IFS - SLM

PENDAHULUAN

• Climate Change salah satu isu global dalam hampir seluruh konferensi internasional

• Salah satu dampak perubahan iklim degradasi lahan• The Global Mechanism (GM) : badan untuk United Nation Convention

to Combat Desertification (UNCCD) yang berfungsi melakukan melakukan strategi pembiayaan terpadu (IFS) menanggulangi degradasi lahan

• Makalah ini memberikan gambaran konsep IFS untuk implementasi UNCCD dan inisiatif Sustainable Land Management (SLM ).

BAB 1 memperkenalkan konteks SLM, prinsip UNCCD dan

strategi GM

BAB 2gambaran tentang konsep

IFS (tujuan utama dan elemen kunci)

BAB 3 pedoman dalam

mengembangkan dan menerapkan IFS

Page 3: IFS - SLM

CHAPTER 1

Prinsip dasar penanggulangan degaradasi lahan harus

dilakukan di area terkena dampak, didukung oleh kemitraan stakeholder

nasional dan internasional.

UNCCD

lahir dari negosiasi internasional tanggal 17 Juni 1994

penggunaan sumber daya lahan (tanah, hutan, air, hewan dan

tanaman) untuk diproduksi dalam memenuhi kebutuhan manusia

dengan menjamin potensi ketersediaan sumber daya jangka

panjang, dan menjaga fungsi lingkungan.

SLM

Menurut GLOBAL ENVIRONMEN FACILITY (GEF)

adopsi sistem penggunaan lahan, melalui praktek manajemen yang

tepat, untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial dari tanah sambil mempertahankan

atau meningkatkan fungsi dukungan ekologis sumberdaya

lahan.

SLM

Menurut TERRAFRICA

Page 4: IFS - SLM

CHAPTER 2

INTEGRATED FINANCING STRATEGY (IFS)

• Konsep IFS mengidentifikasi

• Sumber pembiayaan

• Hambatan potensial

• IFS harus membuat jalur optimal

• Indikator keberhasilan IFS meliputi

sumber pembiayaan (Domestik, asing, publik dan swasta) dan hambatan potensial untuk alokasi sumber daya

pembiayaan bilateral dan multilateral, anggaran nasional dan investasi oleh rumah tangga, masyarakat dan sektor swasta.

aspek kebijakan, fiskal, hukum, kelembagaan dan lingkungan sumber daya manusia menghambat pelaksanaan tindakan mobilisasi sumberdaya atau eksekusi program.

untuk membangun kerangka investasi untuk SLM dan pelaksanaan UNCCD, yang disebut Strategy 10 tahun.

tingkat kerjasama dan koordinasi antara berbagai stakeholder dalam mengembangkan program dan meningkatkan keuangan , serta sumber daya yang dikerahkan.

Page 5: IFS - SLM

Kerangka investasi dapat diringkas dalam dokumen yang menguraikan

1. prioritas intervensi ,

2. hasil yang diharapkan,

3. tanggung jawab,

4. sumber daya keuangan yang diperlukan,

5. sumber dana yang tersedia (sumber dana on dan off termasuk kontribusi dari mitra pembangunan)

6. mekanisme pengiriman keuangan.

CHAPTER 2

TUJUAN IFS

Tujuan utama IFS

Tujuan jangka panjang IFS

memastikan pembiayaan yang memadai, dapat diprediksi dan berkelanjutan untuk SLM (sustainable land management).

mendukung pengembangan kerangka investasi yang komprehensif untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan kegiatan SLM terkait dalam jangka panjang.

KERANGKA INVESTASI Ditentukan oleh pemerintah

Page 6: IFS - SLM

• IFS fleksibel , responsive dan spesifik tiap negara.

• terkait proses kebijakan dan alokasi anggaran, koordinasi intervensi dalam proses dan mempertimbangkan semua pemangku kepentingan di tingkat nasional dan desentralisasi, serta lanskap kelembagaan.

• Keberhasilan IFS tergantung pada kemitraan yang efektif dan pengaturan SLM, agar pembangunan pedesaan dan pengelolaan lahan menjadi prioritas pembangunan nasional sehingga kemiskinan dapat diatasi.

CHAPTER 2

Oleh karena itu IFS harus: menjadi pengatur negara dan dimiliki secara nasional; membangun strategi dan proses yang ada , khususnya National Action Programme (NAP ) menjadi dasar analisis yang komprehensif dan dapat diandalk

PENDEKATAN IFSFungsi IFS: sistem pengetahuan yang mengkoordinasikan

pengumpulan informasi, analisis, pemantauan dan komunikasi

Page 7: IFS - SLM

CHAPTER 2

• Analisa konteks nasional (kondisi politik dan makro ekonomi, kerangka kebijakan, kelembagaan, legislatif, dan keuangan yang relevan dengan SLM) kondisi elemen-elemen yang mempengaruhi mobilisasi sumber daya

• Alat untuk menganalisis komposisi dan tingkat belanja SLM: Public Expenditure Review (PER) lintas sektoral. Hal ini sulit dilakukan karena keterbatasan data dan lemahnya metodologi

1. Mempelajari lingkungan pembiayaan SLM

a. Internal• Instrumen dan mekanisme: pajak, subsidi, dan

instrumen fiskal lainnya.• Sumber: APBN/D, DAK, dan swasta• IFS menentukan instrumen kebijakan fiskal serta cara

meningkatkan alokasi tsb seperti dengan insentif pajak dan subsidi

b. Eksternal• Sumbernya : luar negeri dana bantuan

pembangunan (hibah) maupun penanaman modal asing. • Analisa kebijakan (prosedur dan mekanisme

pembiayaan) negara donor agar bisa mengakses dana mereka• Potensi lain: investasi asing (PMA), dana NGO asing,

dana CSR perusahaan multinasionalc. Inovatif

Sumber, instrumen, dan mekanisme pembiayaan non tradisional dana yayasan yang bergerak di bidang lingkungan (UNFCCC, SCCF, CDM, AFOLU, REDD, etc), organisasi kemasyarakatan.

2 Mengidentifikasi sumber potensial pembiayaan serta instrumen dan mekanisme

pembiayaan SLM

• Mobilisasi sumber daya melalui : kebijakan, kelembagaan, legislatif, dan SDM

• Agar dananya cukup, SLM harus menjadi prioritas program/kebijakan pemerintah tergantung pada political will pemerintahnya proses perencanaan pembiayaannya harus dikawal

• Contoh: pemberian keringanan pajak bagi perusahaan yang melakukan aktivitas pencegahan kerusakan lingkungan dan hutan

• Kasus yang sering terjadi adalah SLM sudah jadi prioritas nasional tapi tidak didukung dengan alokasi anggaran yang cukup

3. Mendesain tindakan yang memungkinkan untuk

memobilisasi sumber daya

ELEMEN KUNCI IFS

Page 8: IFS - SLM

.

CHAPTER 2

Page 9: IFS - SLM

CHAPTER 2

Agar efektif, IFS harus berupa inisiatif nasional artinya ada dukungan luas dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Proses IFS membutuhkan mandat yang jelas untuk:

1. Keterlibatan para pemangku kepentingan, menggalang dukungan dan keterlibatan mereka;

2. Melakukan analisis dan konsultasi mengenai SLM;

3. Membuat rekomendasi kepada organ tertinggi (misalnya Kabinet); dan

4. Mengambil keputusan tertentu.

Output yang diharapkan dari fase 1, antara lain:

• Proses untuk mengelaborasi persetujuan antar para pemangku kepentingan utam

• Mengadakan konsultasi dengan pemangku kepentingan utama

• Memperkuat struktur koordinasi

1. Pengaturan tahapan proses IFS

Untuk mengetahui prioritas dan menghasilkan rekomendasi demi peningkatan pembiayaan SLM. Input analisis yang berkaitan dengan unsur-unsur kunci IFS:• Mengkaji lingkungan untuk pembiayaan SLM;• Mengidentifikasi potensi sumber pembiayaan, instrumen dan mekanisme;• Merancang langkah-langkah yang memungkinkan untuk mobilisasi sumber

daya.

Output yang diharapkan dari fase 2:• Analisis arus keuangan saat ini untuk SLM • Melakukan analisis kegiatan • Menguraikan rekomendasi kebijakan utama

2. Analisis elemen kunci IFS

• IFS diterjemahkan ke dalam kegiatan nyata yang mengarah pada mobilisasi dan penyaluran sumber daya keuangan dan lainnya yang cukup besar untuk mendukung pelaksanaan UNCCD.

• Output yang diharapkan: Dokumen IFS, rencana implementasi, elaborasi dan validasi

3. Pengembangan rencana pelaksanaan IFS

FASE DALAM PROSES IFS

Page 10: IFS - SLM

1. Keterjaminan Kepemilikanmenilai tingkat kepemilikan masing-masing stakeholder, menampung aspirasi, menyepakati visi bersama, dan mempertimbangkan bagaimana memastikan koordinasi yang efektif.

CHAPTER 3

PRINSIP/KUNCI KEBERHASILAN IFS

2. Membangun kerjasama yang solid

Stakeholder : umum (Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan, kementerian keuangan); mitra pembangunan / donor; nasional politik (legislatif, gubernur); komersial / swasta nirlaba; non-profit (LSM, yayasan); dan masyarakat sipil (termasuk petani dan rumah tangga).

• Langkah awal : mengidentifikasi kombinasi sumber pembiayaan, instrumen dan mekanisme, situasi politik negara, lingkungan, serta situasi soaial ekonomi dan intervensi serta pengaturan.

• Lima unsur penting untuk kesusksesan IFS adalah kepemilikan, kemitraan, komunikasi, pembiayaan, pengawasan dan evaluasi.

3. Komunikasi

Tujuan : mendapatkan umpan balik dari para pemangku kepentingan

5.Monitoring dan Evaluasi :1. memantau pelaksanaan IFS, 2. mengevaluasi hasil IFS, 3. melaporkan dan menyebarluaskan temuan ke kelompok pemangku

kepentingan utama,

4. Proses Pembiayaan pembangunan IFS• Diperlukan sumber daya keuangan yang disediakan pada tahap awal untuk

penelitian, analisis, konsultasi, komunikasi dan pengembangan dan pemeliharaan mekanisme M & E.

Page 11: IFS - SLM

CHAPTER 3FASE DAN PRINSIP UTAMA PROSES IFS

Page 12: IFS - SLM

• Negara berkembang memiliki defenisi sendiri mengenai manajemen lahan berkelanjutan. • Berkembang atau majunya sebuah Negara tidak berkorelasi penuh dengan cara negara tersebut

mengelola lahan secara berkelanjutan. • Hal tersebut dapat menjadi indikator, namun bukan sebagai arus utama (misalnya, dikatakan

Negara maju apabila dapat mengelola lahan secara berkelanjutan). • Penekanan seharusnya terjadi pada sistem suatu negara. • Misalnya negara ekonomi campuran seperti Indonesia, agak rumit apabila berbicara mengenai

manajemen lahan, apalagi berkelanjutan. • Karena tidak seluruh tanah dikuasai oleh Negara atau pemerintah. Sebagaian tanah masih

dimiliki pun dikelola oleh individu yang juga dibeberapa wilayah masih menganut sistem adat-istiadat.

• Sebaliknya, pada Negara sosialis, tanah sepenuhnya dimiliki oleh Negara, jadi tidak menemui kesulitan yang berarti ketika memanajemen lahan pun untuk berkelanjutan

REVIEWMANAJEMEN LAHAN BERKELANJUTAN

Page 13: IFS - SLM

• Kunci kesusksesan IFS (dalam konteks Indonesia) adalah sistem kemitraan pemangku kepentingan dengan lembaga adat.

• Dalam point keterjaminan juga tidak hanya berbicara keterjaminan kepemilikan lahan. Karena terkait keberlanjutan lahan, maka keterjaminan perlindungan hak adat setempat juga menjadi salah satu aspek keterjaminan.

• Gambar fase dan prinsip utama IFS, memberi arti bahwa adanya proses berkesinambungan antar proses tersebut. Dari ownership-monitoring & evaluasi dan sebaliknya. Artinya ada proses yang terus berjalan untuk perbaikan menuju kesempurnaan (berkelanjutan). Namun sayangnya, tidak terdapat indikator untuk mengukur kesuksesan atau keberlanjutan yang ingin dicapai. Jadi, dapat dikatakan bahwa, fase tersebut masih sebatas proses yang dilalui.

REVIEW

STRATEGI PEMBIAYAAN TERPADU

Page 14: IFS - SLM

• Salah satu contoh kemitraan pembiayaan lahan pertanian di Indonesia adalah kemitraan IFC, pihak swasta (Garuda Food) dan pemerintah daerah di wilayah Lombok NTB pada tahun 2008.

• Nusatenggara Barat (NTB) menyimpan potensi lahan yang baik untuk pengembangan budidaya kacang tanah.

• Kacang tanah komoditas utama, khususnya di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat, dan Lombok Tengah, namun pertumbuhan belum signifikan. (sumber: “IFC, Garuda Food Partnership Raises Indonesian Farmer” http://www.garudafood.com/?p=891&lang=IN

• Kemitraan terjalin sejak 2007 berhasil merangkul lebih dari 8.000 petani kecil di kawasan NTB. dengan luas lahan 3.000 ha. Luasan tersebut tersebar di 8 kabupaten dan 36 kecamatan di Lombok dan Sumbawa. Dalam hal ini, IFC, anggota kelompok Bank Dunia, membantu mengembangkan model mata rantai pasokan (supply chain) yang menguntungkan, memasok modul pelatihan, memberikan konsultasi dan pelatihan kepada petugas lapangan GarudaFood.

• Peran kemitraan dengan perjanjian secara legal sebagai berikut:

a) Pemerintah daerah dengan Kelompok Tani: menyediakan lahan dan pengelolaan budidaya

b) Swasta (Garuda Food): peminjaman bibit berkualitas, bimbingan teknis dan jaminan pembelian hasil yang akan diakumulasi dengan pinjaman, membayarkan insentif tambahan untuk petani yang menghasilkan kacang kualitas prima.

c) IFC: mitra penyandang dana yang mendorong penerapan praktek-praktek pertanian yang baik melalui pelatihan mengenai teknik-teknik pertanian modern.

• Proyek ini merupakan bagian Smallholder Agribusiness Development Initiative (SADI) dari Kemitraan Australia-Indonesia guna meningkatkan kualitas hidup para petani kecil di daerah pedesaan.

• Sebagai penghubung antara petani dan pembeli besar, IFC mendapatkan dukungan dari Kemitraan Australia Indonesia (AusAID) sebagai sumber dana terbesar. AusAID merupakan sumber dana dasarnya, pelaksanaannya oleh IFC senilai AUD$300. Untuk program kemitraan IFC dengan GarudaFood ini, dana yang disediakan sebesar US$600 ribu. Termasuk di dalamnya studi-studi dan pelatihan-pelatihan bagi petugas-petugas GarudaFood ataupun petugas-petugas lapangan

REVIEWCONTOH KEMITRAAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN

Page 15: IFS - SLM

Pada tahun 1998 Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Penanggulangan Degradasi Lahan atau United Nations Convention to Combat Desertification, yang disingkat UNCCD, melalui Keputusan Presiden No. 135 tahun 1998 sebagai wujud kepedulian Indonesia terhadap masalah degradasi lahan global pelaksanaan oleh Kementrian Kehutanan

Pada tahun 2002 Indonesia menyusun Program Aksi Penanggulangan Degradasi Lahan atau National Action Program to Combat Land Degradation (NAP-CLD). Tiga bidang program dari National Action Programme (NAP) :

1. Memerangi degradasi lahan melalui, antara lain, konservasi tanah, kegiatan aforestasi dan reforestasi.

2. Mengembangkan skema bantuan kesiapan menghadapi kekeringan

3. Mendorong dan mempromosikan partisipasi masyarakat lokal dan pendidikan tentang lingkungan, dengan fokus pada manajemen dampak kekeringan.

NAP pada tahun 2002 berfokus di Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah (Sulteng).

Program dan Aktivitas dari NAP untuk penanggulangan degradasi lahan di Indonesia tahun 2002 antara lain:

1. Rehabilitasi lahan dan konservasi tanah

2. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

3. Perencanaan konsep agroforestri

4. Pengawasan terhadap ancaman kekeringan

5. Program penyuluhan dan pelatihan tentang penanggulangan degradasi lahan

6. Riset dan pengembangan

7. Penguatan dan Pemberdayaan masyarakat dalam partisipasi penanggulangan degradasi lahan

REVIEWUNCCD DI INDONESIA

Page 16: IFS - SLM

• Pada NAPIndonesia tahun 2002, terdapat program aforestasi dan reforestasi sebagai program penanggulangan degradasi lahan.

• Aforestasi adalah proses pembentukan hutan pada area/wilayah yang sebelumnya bukan hutan.

• Reforestasi atau yang dikenal juga dengan reboisasi adalah penanaman kembali area hutan yang gundul .

• Pohon dan vegetasi di hutan berisi cadangan karbon yang sangat besar yang dapat memberikan keseimbangan siklus karbon

• Semakin tingginya arus industrialisasi di dunia menyebabkan peningkatan emisi (buangan) industri global warming dan climate change.

• Protokol Kyoto pada tahun 1997 negara-negara industri dan negara penghasil polutan terbesar diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan membayar negara-negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka miliki sebagai penyimpan sejumlah besar karbon perdagangan karbon (Carbon Trade).

• Program internasional terkait perdagangan karbon : REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Sebuah mekanisme untuk mengurangi emisi GRK dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

• Program pembangunan untuk mendukung Sustainable Land Management (SLM) dapat dilakukan dengan menggunakan pembiayaan via perdagangan karbon aforestasi dan reforestasi membutuhkan dana yang tidak sedikit

• Solusi: kerjasama dengan swasta. Pihak swasta dapat melakukan investasi untuk proses aforestasi dan reforestasi. Kompensasi yang didapat oleh pemerintah dalam perdagangan karbon akan dibagi dengan pihak swasta sesuai dengan perjanjian yang berlaku. Melalui sistem ini, maka pemerintah dapat melaksakan program konservasi lahan sekaligus mendapatkan keuntungan secara finansial dari kompensasi yang didapat.

REVIEWPASAR KARBON SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN SLM

Page 17: IFS - SLM

Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dengan pelaksanaan program ini yaitu:

• Teknologi penghitungan karbon

Perlu teknologi canggih untuk menghitung karbon yang tersimpan citra satelit dan pemodelan komputer. Pertanyaannya, terjangkau dan ekonomiskah teknologi ini?

• Pembayaran

Bagaimana cara suatu negara dapat memperoleh pembayaran dan dalam bentuk apa pembayaran itu diberikan? Siapa yang nantinya akan menerima pembayaran untuk upaya melindungi kawasan hutan tertentu : Pemerintah nasional, masyarakat lokal sekitar hutan atau perusahaan kayu? Bagaimana skema yang dikehendaki negara donor?

• Akuntabilitas

Jika pembayaran dilakukan, namun hutan tetap saja dirusak, apa yang akan terjadi? Akuntabilitas terkait dengan jaminan bahwa pembayaran karbon dapat mewujudkan perlindungan hutan berkelanjutan.

• Pendanaan

Kita perlu mencari sistem pasar yang paling sesuai. Cara terbaik menerapkan REDD secara global adalah negara-negara peserta merancang skema yang sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.

• Proyek Jangka Panjang

Aforestasi dan Reforestasi merupakan pekerjaan jangka panjang yang hasilnya baru dapat dinikmati berpuluh-puluh tahun kemudian. Sehingga diperlukan kepercayaan bagi para investor agar mau menanamkan modalnya di program ini.

• Lintas negara

Perdagangan karbon ini merupakan sistem lintas negara, sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara negara-negara peserta serta perlunya kesepahaman dalam penerapan prinsipnya.

REVIEWPASAR KARBON SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN SLM

Page 18: IFS - SLM

TERIMAKASIH