IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas...

204

Click here to load reader

Transcript of IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas...

Page 1: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK

(Studi Tentang Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM) ”Talenta”Berdasarkan Perspektif Hegemoni Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe)

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelarMagister Humaniora (M.Hum)

Oleh:

Mardison SM Simanjorang

NIM: 106322005

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYAUNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

TESIS

IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK

(Studi Tentang Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM) ”Talenta”Berdasarkan Perspektif Hegemoni Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe)

Oleh:

Mardison SM Simanjorang

NIM: 106322005

Telah disetujui oleh:

Dr. St. Sunardi ………………….………………Pembimbing I 27 Agustus 2015

Dr. Gregorius Budi Subanar.SJ …………………………………Pembimbing II 27 Agustus 2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

TESIS

IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK

(Studi Tentang Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM) ”Talenta”Berdasarkan Perspektif Hegemoni Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe)

Oleh:

Mardison SM Simanjorang

NIM: 106322005

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji TesisPada tanggal, 27 Agustus 2015

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Tim Penguji:

Ketua :Dr. Gregorius Budi Subanar.SJ .……………….

Sekretaris/Moderator :Dr. des. Vissia Ita Yulianto .…...………….

Anggota : 1. Dr. St.Sunardi …………….…

2. Dr. Gregorius Budi Subanar.SJ .………………

3. Y.Tri Subagya.MA ……………….

Yogyakarta, 27 Agustus 2015Direktur Porgram Pasca Sarjana

Prof.Dr.A. Supratiknya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

PERNYATAAN KEASLIANYang bertanda tangan di bawah ini,Nama : Maridison SM SimanjorangNIM : 106322005Program : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan BudayaUniversitas : Sanata DharmaMenyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis ini:Judul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (StudiTentang Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM)“Talenta” Berdasarkan Perspektif Politik HegemoniErnesto Laclau dan Chantal MouffePembimbing : 1. Dr. St. Sunardi: 2. Dr. Gregorius Budi Subanar, S.JTanggal diuji : 27 Agustus 2015Adalah benar-benar hasil karya saya.Di dalam tesis ini, tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasanorang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentukrangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan sayasendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis aslinya. Apabila kemudianterbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan oranglain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sangsisesuai dengan peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi danBudaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelarMagister Humaniora (M.Hum.) yang telah saya peroleh.Yogyakarta, 27 Agustus 2015Yang memberikan pernyataanMardison SM Simanjorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUKKEPENTINGAN AKADEMISNama : Mardison SM SimanjorangNIM : 106322005Program : Program Magister Ilmu Religi dan BudayaDemi keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepadaperpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah yangberjudul:

IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK(Studi Tentang Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM) ”Talenta”Berdasarkan Perspektif Hegemoni Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe)Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian sayamemberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untukmenyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalambentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, danmempublikasikannya di internet atau media lainnya demi kepentinganakademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royaltikepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di: YogyakartaPada tanggal: 27 Agustus 2015Yang menyatakan

Mardison SM Simanjorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

Daftar Singkatan

BMT-PAS : Baitul Maal wat Tamwil Projo Artha Sejahtera

BRI-UD : Bank Rakyat Indonesia Unit Desa

BPR-PPK : Bank Perkreditan Rakyat Indonesia-Pijer Podi Kekelengen

CU : Credit Union

CUM : Credit Union Modifikasi

DGD : Dewan Gereja Dunia

GB : Grameen Bank

GBKP : Gereja Batak Karo Protestan

GKPI : Gereja Kristen Protestan Indonesia

GKPPD : Gereja Kristen Pak-pak Dairi

GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun

HKI : Huria Kristen Indonesia

HKBP : Huria Kristen Batak Protestan

JWS : Jaulung Wismar Saragih

LGBT : Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender

LKM : Lembaga Keuangan Mikro

LM : Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe

PB : Perjanjian Baru

PGI : Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia

PL : Perjanjian Lama

PELPEM : Pelayanan Pembangunan

PT : Perseroan Terbatas

RAT : Rapat Anggota Tahunan

RMG : Rheische Mission Gesselschaft

SB : Sinode Bolon

UMR : Upah Minimum Regional

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Tiga jenis Lembaga Keuangan Mikro

Tabel 2: Tiga Jenis Lembaga Keuangan Mikro: Persamaan dan Perbedaannya

Tabel 3: Perbedaan CU dengan Bank Komersial dan BPR

Tabel 4: Materi Pendidikan dan Pelatihan CUM

Tabel 5: Gambaran Umum Pertumbuhan unit, calon unit dan bakal calon unitKomunitas CUM “Talenta” hingga tahun 2011

Tabel 6: Jumlah anggota Komunitas CUM “Talenta” per 31 Desember 2011

Tabel 7: Pertumbuhan dan Perkembangan Komunitas Credit Union Modifikasi(CUM) Talenta 2007-2011

Tabel 8: Tuntutan dan Konstruksi Rantai Ekuivalensi (chain Of equivalence)dalam Pembentukan Komunitas CUM “Talenta”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

viii

KATA PENGANTAR

Tesis Identitas Politik “Gereja Suku” di Ruang Publik, yang memaparkan bagaimana

sebuah Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM) “Talenta” merepresentasikan kedirian

subjek “Gereja Suku” yakni Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di ruang publik

ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum)

di Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya (IRB) Universitas Sanata Dharma

(USD) Yogyakarta.

Proses penelitian dan penulisan tesis ini telah melibatkan banyak pihak lewat

serangkaian diskusi di ruang Palma maupun di berbagai tempat lainnya di seputar kota

Yogyakarta, Semarang, Klaten. “Cepat ada yang dituju, lambat ada yang ditunggu”.

Pepatah ini mewakili keseluruhan persaan saya dalam melakukan proses penyelesaian

penulisan tesis ini. Tanpa kehadiran dan bantuan dari berbagai pihak, tentu penelitian ini

tidaklah mungkin dapat diselesaikan. Karena itulah saya mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana IRB Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

angkatan 2010; Mas Benny Setiawan, Irfan, Zuhdi, Nelly, Lisis, Gintani, Pongkot,

Mando, Alwi, Windarto, Amsa Saefuddin.

2. Mas Jun, (Junior Hafij Hery) untuk diskusi postmarxis LM, Lacan dan Zizek yang

kita lakukan berdua dan berkali-kali di rumah yang tenang di Klaten itu.

3. Pak St. Sunardi (Pembimbing), Romo. G. Budi Subanar (Penguji sekaligus

Ka.Prodi IRB Universitas Sanata Dharma), Pak Y.Tri Subagya (Penguji) dan ibu

Des Vissia Ita Yulianto yang menjadi moderator dalam pengujian tesis ini.

4. Rekan-rekan Pendeta (muda) GKPS pendiri dan manajer Komunitas CUM

“Talenta”:

Pdt. Liharson Sigiro, Pdt. Syahrudin Sinaga, Pdt. Kelurenca Rumahorbo dari

mereka saya telah memperoleh data-data (awal) primer tambahan dan data-

data sekunder.

Teman-teman pegawai kantor Komunitas CUM “Talenta” di Saribudolok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

ix

Bapak Damanik (Bandar Purba), ibu LS (Saribudolok), bapak RP (Buah

Bolon), bapak Sianipar (Saribudolok), bapak Sutrisno beserta ibu, semuanya

adalah anggota Komunitas CUM “Talenta” yang telah bersedia

diwawancarai terutama untuk mengetahui manfaat kehadiran Komunitas

CUM “Talenta”.

5. Bapak MP.Ambarita, meski telah berusia lanjut tetapi tampak masih bertenaga dan

bersemangat dalam mendidik dan melatih para pelayan gereja (Pendeta dan

Diakones).

6. Sekretariat IRB (mbak Desy), atas kesabarannya setiap waktu mengingatkan

penyelesaian tesis ini.

7. Pimpinan Pusat GKPS di Pamatang Siantar yang telah sudi memberi rekomendasi

untuk studi lanjutan ini.

8. Martin Lukito Sinaga, saudara dan juga teman berdiskusi di seputar cultural studies

dan kaitannya dengan pergulatan gereja.

9. Orang tuaku, T.Simanjorang/N br Saragih di Berastagi, yang senantiasa memberi

dorongan dan doa untuk penyelesaian tesis ini.

10. Istriku (Melly Damanik) dan anak-anakku (Pauline Mard Manjorang dan adiknya

Palma Ernesto Laclau Simanjorang) atas dukungannya.

11. Setiap orang yang terlibat dalam membantu penulisan tesis ini yang tidak dapat saya

sebutkan satu per satu.

Tentu, tidak ada gading yang tak retak. Demikian juga tesis ini mengandung sejumlah

kelemahan. Meskipun disadari, tesis ini memiliki kelemahan dan tidak sempurna, kiranya

pembaca dapat memperoleh manfaat dari isinya. Keseluruhan isi tesis (penulisan teknis,

maupun substansi) sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis. Terima kasih. Selamat

membaca.

Yogyakarta,

Mardison SM Simanjorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

ABSTRAK

Penelitian ini (Identitas Politik “Gereja Suku” di Ruang Publik) memapar Komunitas CreditUnion Modifikasi (CUM) “Talenta” dalam mengartikulasikan identitas politik GKPSsebagai sebuah “gereja suku” di ruang publiknya di pedesaan Simalungun.

Persoalan bermula dari ketidakmampuan GKPS untuk memberi respon etis terhadapkrisis sosial ekonomi (solidaritas sosial jemaat di pedesaan yang mulai melorot dankesulitan dalam mengakses fasilitas permodalan dari Lembaga Keuangan Mikro formal(seperti: BRI-UD, BPR, dan lain sebagainya) yang beroperasi di pedesaan Simalungun.

Tujuan penelitian dilakukan untuk mengetahui tiga persoalan utama yakni:1). Apadan bagaimana latar belakang kemunculan wacana CUM sebagai sebuah sistempemberdayaan ekonomi jemaat versi kristiani,2). Sejauhmana Komunitas CUM “Talenta”mampu mengartikulasikan identitas politik GKPS di ruang publiknya di pedesaanSimalungun, 3). Perjuangan-perjuangan demokratik baru yang seperti apa yang dilakukanKomunitas CUM “Talenta” sehingga tercipta “ruang politis” di ruang publiknya dipedesaan Simalungun. Metode pengumpulan data dikerjakan dengan melakukan studilapangan: mengumpulkan dokumen, observasi, wawancara, dan studi literatur, sedangkanmetode analisis dikerjakan mengikuti kaidah hermeneutik-etnografis dengan menggunakanteori hegemoni yang dikembangkan Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe sebagai pirantianalisisnya.

Penelitian ini telah mengungkap keberadaan UU Bank No. 10 tahun 1998 dan UUPerseroan Terbatas (PT) No. 1 tahun 1995, yang membuat institusi gereja secara legalformal tidak diijinkan mendirikan Bank serta ketidakfelksibelan wacana BPR untukdigunakan sebagai instrumen pelayanan pemberdayaan eknomi jemaat hingga pelosokpedesaan di mana gereja berada, telah mendorong kemunculan wacana CUM sebagaiwacana alternatifnya. Meskipun secara legal formal Komunitas CUM “Talenta” tidak lahirdari “rahim” institusi GKPS namun ia berhasil menciptakan “ruang politis” denganmengklaim diri sebagai “bidang diakonia” GKPS. Selain itu, “ruang politis” lain jugaberhasil diciptakannya melalui pendirian perusahaan bersama (berbadan hukum:CV.Talenta), padahal Komunitas CUM “Talenta” sendiri tidak atau belum berbadanhukum. Godaan dari Rabo Bank untuk memberi suntikan dana (walau kemudian ditolak)serta keputusannya mengubah nama dirinya menjadi Komunitas “Credo Union Modifikasi”(menghindarkan diri dari pungutan pajak) menunjukkan keberhasilannya menciptakanruangpolitis di ruang publiknya di pedesaan Simalungun.

Kata-kata kunci: identitas, politik, hegemoni, antagonisme, subjek politik, ruang publik,

wacana, titik nodal, penanda utama, penanda kosong, rantai persamaan, credit union

modifikasi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

ABSTRACT

The research (Identitas Politik “Gereja Suku” di Ruang Publik, The PoliticalIdentity of "The Church of Etnic” in the Public Sphere) elaborates the “Talenta” Communityof Credit Union Modification (CUM) on the articulating of political identity of GKPS as a"church rate" in the public sphere in the countryside of Simalungun.

The problem is start to emerge by the inability of GKPS to give ethically respond tothe crisis of the socio-economic (social solidarity of the church in the countryside began tosag and there is a difficulty in accessing capital facilities of formal Microfinance Institutions(BRI-UD, BPR, etc.) operating in the countryside of Simalungun.

The aim of this research was conducted to determine three main issues namely: 1).What and how the background emergence of discourse CUM as a Christian church version ofeconomic empowerment system. 2). The extent of Community CUM "Talenta" GKPS’sability to articulate a political identity in the public sphere in rural Simalungun, 3). What kindof new democratic struggles done by the Community CUM "Talenta", in order to create"political space" in the public space in the countryside Simalungun. Methods of datacollection is done by conducting field studies: collecting documents, observation, interview,and literature study, whereas the method of analysis is done by following the rules ofhermeneutics-ethnographic by using the theory of hegemony developed by Ernesto Laclauand Chantal Mouffe as a tool of analysis.

This study has revealed the existence of the Law of Bank No. 10 of 1998 and the Lawof Perseroan Terbatas (P.T.) ( Limited Liability Company ) No. 1 of 1995, which made thechurch institutions are legally not allowed to establish a Bank and also the inflexibility of theBPR’s (Public Bank of Credit) discourse to be used as an instrument of economicsempowerment services that reach to remote rural area in which a church is located. It hasprompted the emergence of CUM’s discourse as an alternative discourse. Although formallyand legally the Community CUM "Talenta" was not born from the “womb" of GKPS, it hasmanaged to create a "political space" by a self-proclaimed act of being an "institution ofdiakonia" of GKPS. In addition, another "political space" is also successfully created throughthe establishment of joint companies (incorporated: CV.TALENTA), although theCommunity CUM “Talenta” itself is not yet a legal entity. The temptation of Rabo Bank togive an injection of funds (although being rejected later on) as well as the decision to renameitself into the Community of "Credo Union Modifications" (for avoiding the tax) showed asuccess of CUM “Talenta” in creating political space in public spaces in the rural ofSimalungun.

Key words: identity, politics, hegemony, antagonism, the subject of politics, the publicsphere, discourse, nodal point, master signifier, empty signifier, chain of equivalence,modification of credit union.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………… ……..……………..………...i

Lembar Persetujuan…..……………………………………..……………………………..ii

Lembar Pengesahan….…………………….……………………………………………....iii

Pernyataan Keaslian …………………………….………………………………………...iv

Pernyataan Persetujuan Publikasi ………………………..…………………………….…v

Daftar Singkatan……………..………………………………………………………….…vi

Daftar Tabel……………………………………………………………………………….vii

Kata Pengantar ………………………..............................................................................viii

Abstrak ………………………...............................................................................................x

Daftar Isi..……………………………………………………………………………….….xi

BAB I: PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan…………………………………………..………….…....1

1.2. Rumusan Permasalahan……………..…………………………….…..………....…......18

1.3. Tujuan Penelitian…..……………………..………………………………….................19

1.4. Manfaat Penelitian.….………………………………………………………….…........19

1.5. Tinjauan Pustaka………………………………………………………………..….......19

1.6. Kerangka Teori…..…………………….……………………………….….……...........25

1.6.1. Identitas Politik: Hegemoni, Antagonisme, dan Pembentukan Subjek

Dalam Pemikiran Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe…..…………………….25

1.6.1.1. Hegemon-Artikulasi……………………………………………………….….25

1.6.1.2. Antagonisme…………………………………..…………………………..….33

1.6.1.3. Pembentukan Subjek ….………………….….………………………………36

1.6.1.4. Pengertian “Gereja Suku” dan “Ruang Publik”……………………………...39

1.7. Metode Penelitian………………………………………………………………...........45

1.7.1. Posisi Peneliti.……………………………………………………………..…...45

1.7.2. Sumber Data dan Teknik Memperoleh Data..………………………………....46

1.7.3. Pengolahan Data/Analisis……………………………………..…………….....49

1.8. Sistematika Penulisan………………………………………………………………….49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

xii

BAB II : Gereja di Era Kapitalisme Neoliberal: Urgensi Menghadirkan Sistem

Ekonomi Mikro Alternatif

2.1. Pengantar………………………………………………………………………………51

2.2. Gereja di Era Globalisasi Kapitalisme Neoliberal: Urgensi Menghadirkan

Sistem Ekonomi Mikro Alternatif…………………………..………………………...51

2.2.1. Konteks Oikumenis.……………………………………………………………51

2.2.2. Sejarah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia: Pengertian,

Perkembangan, Peta Persoalan dan Jenis-jenisnya……………..……..............59

2.2.2.1. Pengertian LKM……..………………………………………..………..…….59

2.2.2.2. Perkembangan dan Peta Persoalannya….……………..……………………..60

2.2.2.3. Jenis-Jenisnya..................……….……………………………………………70

2.3. Perdebatan Seputar Credit Union (CU): Antara Gerakan Ekonomi atau

Gerakan Sosial………………………………………………………………………...73

BAB III. Gereja Suku di Ruang Publik: Gereja Kristen Protestan Simalungun

(GKPS) Dalam Diri Komunitas CUM “Talenta”

3.1. Pengantar……………………………………………………………..………………..82

3.2. Mengenal Wacana CUM Sebagai Sistem Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan

Alternatif……… ……………………………………………………….…..…………..83

3.2.1. MP. Ambarita dan Kisah Awal Munculnya Wacana CUM...………………...…….83

3.2.2. Posisi wacana CUM di antara LKM yang ada di Indonesia.………………..…..…88

3.2.3. Pola Hubungan Komunitas CUM dengan Gereja.………………………………….91

3.2.4. Ideologi dan Masyarakat Yang Dicita-citakan……....……………………...……...94

3.2.5. Pendidikan dan Pelatihan Calon Pengelola (Manajer) CUM…..……………….….98

3.3. Konkretisasi Wacana CUM ke Dalam Konteks GKPS..…………………………......102

3.3.1. Sekilas Tentang GKPS………………………………………..….………........102

3.3.2. GKPS: Kisah Awal GKPS Mengenal Wacana CUM…....…………………....104

3.3.3. Pembentukan Komunitas CUM “Talenta”………..……………………….......108

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

xiii

3.3.4. Memperluas Keanggotaan Komunitas CUM “Talenta”: Membangun Kelompok

(unit) di Basis Jemaat........………...…….…………………………………….112

3.4. Hubungan Komunitas CUM “Talenta” Dengan GKPS………………………………118

3.4.1. Klaim Sebagai Bidang Pelayanan GKPS....……………………………….......118

3.4.2. Program Dan Aktivitas Yang Dilakukan..……………………………………..121

3.4.2.1. Menciptakan Modal Bersama: Melawan Bank Dan Rentenir..………..….....121

3.4.2.2. Memaknai (ulang) Haroan Bolon Simalungun…………………….….…….122

3.4.2.3. Memotong route Pemasaran Kopi: Mendirikan Perusahaan (CV.Talenta)....124

3.5. Perkembangan Komunitas CUM Talenta dan Manfaat yang Dirasakan Anggota.…..125

3.5.1. Dinamika Organisasi… .……………………………………….……….....…..128

3.5.1.1. Internal……………………………….………………………........................128

3.5.1.2. Eksternal………………………………………….…………..………….…..130

3.6. Keterbatasan Dana Pinjaman dan Godaan Rabo Bank.………….……..…….…….131

BAB IV: Identitas Politik “Gereja Suku”: Dari Gerakan Ekonomi Ke Gerakan Politik

4.1. Pengantar.………………………………………………………………………….…133

4.2. Hegemoni, Antagonisme dan Persoalan Identitas Subjek Dalam Konteks Kemunculan

Wacana CUM....………………………………………………………………..…….135

4.2.1. Identitas (posisi subjek) MP.Ambarita Sebagai Penemu Gagasan CUM....…..135

4.2.2. Pendidikan dan Pelatihan Calon Pengelola (Manajer) CUM: Strategi Diskursif

Membangun Formasi Hegemoni Tandingan..……………………………..….148

4.3. Artikulasi Identitas Politik “Gereja Suku” (GKPS) dan Representasinya Oleh

Komunitas CUM “Talenta”…………………………………………………………..153

4.3.1. Tuntutannya (demands).……………………………………….……………...155

4.3.2. “Diakonia” Sebagai “Penanda Kosong” ……………………..…..…………..161

4.3.3. Logika Persamaan Dan Logika Perbedaan Dalam Formasi Hegemonik

Komunitas CUM “Talenta”……………..…………..……...............................164

4.3.4. Identitas Politik dan Representasinya…..….…………………………….……167

4.3.4.1. Menciptakan Modal Bersama: Siasat Melawan Rentenir..…………………167

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

xiv

4.3.4.2. Memaknai (ulang) Haroan Bolon Simalungun: Siasat Melawan

Individualisme……………………………………………………………....168

4.3.4.3. Menolak Rayuan Agen Neolib (Rabo Bank)…..……………………….…..170

4.3.4.4. Mendirikan Perusahaan (CV.Talenta): Memotong Jalur Pemasaran Kopi...172

4.3.4.5. Mengubah Tanda Pengenal Diri: Dari komunitas “Credit” ke Komunitas

“Credo”: Siasat melawan intervensi Pemerintah…………..……………….174

BAB V: Penutup: Kesimpulan dan Refleksi

5.1. Kesimpulan…………………………….………………………………….…………176

5.2. Refleksi ....……..……………………………………………………………..……...178

Daftar Pustaka………………………………………..……….…………………………180

Lampiran-Lampiran: (foto dokumentasi penelitian)…………………………….……...185

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dalam sebuah laporan dan analisisnya (tahun 2006) mengenai identitas gereja-gereja di

Indonesia, John A. Titaley menyimpulkan bahwa gereja-gereja di Indonesia pada

umumnya merupakan gereja pada tataran identitas primordial saja. Akibatnya, gereja

lalu menjadi introvert, tidak partisipatif dan reaktif seperti tampak dalam sikapnya

terhadap Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas)”.1

Masih dalam keprihatinan yang hampir sama, Martin Lukito Sinaga melihat bahwa di

masa reformasi ini, kita orang Kristen seolah gagap dan gugup melihat perkembangan

Islam. Kerepotan kita saat ini melulu pada upaya membela hak-hak mendirikan rumah

ibadah, sehingga energi kita habis untuk membela diri, walaupun memang ada soal yang

genting di situ, yakni soal masa depan dan eksistensi kekristenan di Indonesia”.2

Apa yang dikatakan John A. Titaley dan Martin Lukito tersebut di atas

menunjukkan bahwa pada umumnya gereja-gereja di Indonesia masih cenderung

1John A Titaley,”Dekonstruksi dan Rekonstruksi Teologi Menuju Teologi Indonesia yang Kontekstual”(dalam),Jeffrie A.A.Lempas, eds (2006),Format Rekonstruksi Kekristenan:“Menggagas TeologiMisiologi,dan Ekklesiologi Kontekstual di Indonesia”,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, hlm, 192. Undang-undangSisdiknas No.20 tahun 2003,Pasal 12 ayat (1) RUU Sisdiknas menyebutkan bahwa setiap peserta didikpada satuan pendidikan merupakan subyek dalam proses pendidikan yang berhak mendapatkanpendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.Itemdalam UU Sisdiknas tersebut tentu saja mendapatkan resistensi dari umat Kristen. Mereka keberatandengan item tersebut yang dipandang merusak ciri khas sekolah dan berbagai persoalan administrasisebagai konsekuensinya. Kalangan Kristen, terutama dari sekolah-sekolah Kristen, melakukandemonstrasi untuk menolak Sisdiknas. Alasan yang dikemukakan oleh kalangan Kristen, seperti B.S.Mardiatmaja, adalah bahwa negara tidak berhak untuk memberikan pendidikan agama dan pendidikansuara hati model tertentu. Ia juga menilai bahwa Sisdiknas tidak mengatur pendidikan secara utuh,melainkan terbatas mengenai pendidikan formal (sekolah).(http://wmc-iainws.com/artikel/12-konflik-islam-kristen-di-era-reformasi, diakses, 5 Februari 2015).

2Martin Lukito Sinaga, “Kata Pengantar: Iman yang membangun struktur rahmat” (dalam), Albert Nolan2011) Harapan di Tengah Kesesakan Masa Kini: Mewujudkan Injil Pembebasan, terj, Jakarta, BPK-Gunung Mulia, hlm, ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

2

bertahan dan berkutat hanya pada tataran identitas primordialnya sebagai “gereja suku”.

Dengan kata lain, banyak gereja-gereja di Indonesia belum mampu mengekspresikan

identitasnya ke dalam konteks sosial yang lebih luas sehingga pergulatan identitasnya

juga tampak baru bisa memperlihatkan sisi “defensif”-nya saja. Kenyataan seperti ini

telah ikut memberi kesan bahwa identitas primordial sebagai “gereja suku” hanya

menjadi tanda pengenal diri suatu komunitas agama yang terisolir dari lingkungan

sekitarnya. Apa yang menjadi permasalahan kontekstual yang sedang dihadapi

publiknya tampaknya belum dijadikan sebagai bagian dari kehidupan bergereja.

Bahkan, kalau mempertimbangkan apa yang disebut Martin Lukito tersebut di atas,

maka secara tersirat memunculkan kesan bahwa kristianitas tampaknya masih

cenderung dimaknai dalam kerangka “aspirasi” komunitas daripada sebagai “inspirasi”

yang dapat mendorong hadirnya “kebaikan bersama” (the common good)3 di masyarakat

baik dalam konteks partikular maupun konteks yang universal di mana gereja berada.

Memang, secara psikologis, sikap bertahan dan berkutat hanya pada identitas

primordial sebagai “gereja suku” sepertinya bisa memberikan rasa aman dan

menumbuhkan “solidaritas” atau perasaan satu keluarga di antara anggotanya. Namun

kalau ditelisik secara lebih mendalam, sikap bertahan dan berkutat hanya pada identitas

primordial sebagai “gereja suku”, sesungguhnya bisa jadi hanya merupakan selubung

dari sektarianisme, atau dalam istilah religious studies disebut sebagai fundamentalisme

atau ultra konservatisme agama yang memahami “makna” ataupun identitas bersifat

3Common Goods diartikan sebagai sesuatu yang hendak dicapai oleh seluruh warga seluas-luasnyamelalui sarana-sarana politik dan aksi kolektif dari warga Negara yang berpartisipasi dalam tatapemerintahan mereka sendiri (self government). Dengan kata lain, kesejahteraan, kesetaraan,kebebasan dsb, merupakan hasrat publik yang bisa dicapai melalui politik kewargaan (citizenship), aksikolektif dan partisipasi aktif dalam praksis politik dan pelayanan publik. Selanjutnya lihat: Hasrul Hanif,(dalam) Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Volume 11 No. 1 Juli2007

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

3

tunggal dan statis (fixed). Menurut Leonardus Samosir, kalau fundamentalisme ataupun

ultra-konservatisme dalam agama menjadi mayoritas dalam realitas sosial yang nyata

maka cita-citanya yang terdalam adalah menjadi penguasa, tentunya dengan cara

menyingkirkan “yang lain” (the other). Perlu juga ditambahkan bahwa menjadi

kelompok mayoritas atau minoritas, identitas statis akan membuntungi gerak kelompok

sehingga tinggal di masa lalu”.4

Kehidupan bergereja yang seperti ini tentu saja sangat memprihatinkan.

Sebabnya, bukan saja karena disitu kristianitas dihayati tanpa memiliki relevansi dengan

problematika sosial yang terjadi di masyarakat tetapi juga karena sikap bertahan dan

berkutat hanya pada tataran identitas primordial itu sesungguhnya hanya akan

menyuburkan isolasi dirinya dari lingkungan sekitarnya. Jauh-jauh hari sebelumnya

teolog politik J.B. Metz sebenarnya, pernah mengingatkan bahwa Kristianitas yang

dihayati tanpa relevansi merupakan Kristianitas tanpa identitas. Identitas kristianitas itu,

seperti kata J.B. Metz akan tampak kalau kristianitas (baca: orang kristen: pen) tidak

menarik diri dari wilayah publik”.5 Itu artinya, persoalan menemukan identitas

komunitas kristen “gereja suku” dalam konteks sosial yang lebih luas merupakan

persoalan bagaimana subjek komunitas kristen “gereja suku”itu keluar dari penjara

identitas primordialnya dan membentuk ulang perspektif etisnya dalam terang tantangan

dan pergulatan yang dihadapi masyarakatnya serta pada saat yang sama ia juga harus

masuk ke ruang publik”.6

4 Leonardus Samosir (2010) Agama dengan Dua Wajah “ Refleksi Teologis atas Tradisi dalam Konteks”,Jakarta, Obor,hlm, 745Ibid6Martin Lukito Sinaga (2004) Identitas Poskolonial “Gereja Suku” dalam Masyarakat Sipil: Studi TentangJaulung Wismar Saragih dan Komunitas Kristen Simalungun, Yogyakarta, LKiS,hlm,129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

4

Kalau memang dalam rangka menemukan identitas politiknya tersebut, subjek

komunitas kristen “gereja suku” harus masuk ke ruang publik, pertanyaan selanjutnya

adalah mekanisme apa atau jalur apa yang harus ditempuhnya agar ia dapat menembus

tataran publiknya tersebut? Pertanyaan ini penting untuk dijawab sebab dari pengalaman

empiris gereja-gereja di Indonesia di masa lalu yang memilih jalur ideologi – Pancasila-

sebagai pintu masuk dan strategi kerja untuk melakukan pembelaan terhadap publiknya

- bukan hanya telah membuat gereja-gereja di Indonesia menjadi kehilangan

kemampuan untuk menangkap permasalahan kontekstual yang sedang dihadapi

masyarakatnya tetapi juga telah membuat identitasnya menjadi mangkir dalam konteks

yang lebih luas..

Di masa lalu (masa orde baru), pilihan gereja-gereja di Indonesia yang

menjangkarkan diri pada ideologi-Pancasila sebagai strategi kerja untuk melakukan

pembelaan atas publiknya justru telah membuat identitas subjek komunitas kristen

“gereja suku” sebagai salah satu representasi subjek “yang lokal” atau “yang partikular”

menjadi terserap ke dalam “apa yang nasional” yang telah dikonstruksi secara

hegemonik oleh penguasa (Pemerintah). Hal inilah yang telah membuat identitas

komunitas kristen “gereja suku” menjadi mangkir dalam pentas nasional. Untuk

mengatasi persoalan itu maka apa yang ditawarkan Martin Lukito Sinaga berikut ini

tampaknya bisa menjadi strategi alternatif.

Kalau komunitas kristen “gereja suku” berniat menembus tataran publiknyamaka ia harus bertranformasi menjadi sebentuk komunitas etis (moralcommunity). Di samping itu, komunitas kristen “gereja suku” juga harusmelanjutkan dan meluaskan identitas barunya tadi secara radikal dengan hadirmembela ruang publiknya, dengan memanfaatkan mekanisme masyarakat sipillainnya, yaitu lewat gerakan-gerakan sosial baru”.7

7Ibid, hlm, 129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

5

Dengan melakukan transformasi (peralihan) jati dirinya menjadi sebentuk komunitas

etis (moral community) dan pemanfaatan gerakan-gerakan sosial baru sebagai strategi

kerja untuk menembus tataran publik sekaligus sebagai cara untuk melakukan

pembelaan atas kehidupan publiknya maka (meminjam istilah Haryatmoko:2006) akan

menciptakan perubahan orientasi politik gereja dari politik yang selama ini sangat bias

pada Negara menjadi politik yang memihak warga negara. Haryatmoko menambahkan

bahwa tolak ukur keberhasilan politik semacam ini ialah pemenuhan hak-hak sipil,

politik, ekonomi, sosial dan budaya warga negara”.8 Selain itu, kualifikasi utama

tindakan politis semacam ini juga cukup jelas yakni perubahan sosial dan perluasan

kebebasan yang hendak diwujudkan di ruang publik,tidak diartikulasi dengan

menggunakan cara-cara revolusioner yang menggemparkan sebagaimana dalam

pandangan gerakan sosial lama yang diasuh oleh Marxisme klasik. Tetapi perubahan

sosial dan perluasan kebebasan di ruang publik itu dilakukan justru dengan cara

memanfaatkan daya persuasi rasional dan moral yang dimilikinya selaku komunitas

agama untuk mempengaruhi opini masyarakat umum”.9

Politik semacam inilah, dalam istilah Martin Lukito Sinaga disebut sebagai arah

baru atau jalan baru politik kristen di Indonesia yaitu sebentuk politik memompakan

pengaruh (politic of influence) atau politics of the commons di mana kekristenan tidak

lagi dilihat sebagai sumber kuasa di kotak suara tetapi justru melihat dan memaknai

kekristenan sebagai “inspirasi” yang dapat mendorong terwujudnya the common (“yang

baik untuk publik”). Kalau politik via masyarakat ini yang ditempuh gereja sebagai cara

untuk mengekspresikan identitas atau tindakan politiknya maka jati diri komunitas

kristen “gereja suku” sebagai komunitas etis akan tampak dalam aktualitas respons dan

8 Haryatmoko, “Peran Gereja di Indonesia Ketika Neo-Liberalisme Semakin Mendikte”, (dalam) Jeffrie A.A.Lempas, eds (2006),Op.cit, hlm, 110.9Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

6

sikap kritisnya terhadap problematika sosial politik dan ekonomi yang terjadi di

masyarakatnya”.10

Secara ideal, ruang publik itu dapat diartikan sebagai ruang diskursif. Dengan

begitu, ruang publik bukan saja merupakan tempat atau arena di mana antar individu

dapat bertemu, berkomunikasi dan berinteraksi tetapi juga merupakan tempat di mana

terjadi upaya hegemonisasi antar wacana”.11 Di situ, wacana (si)apa saja berhak untuk

masuk dan berkontestasi, termasuk wacana agama.Jurgen Habermas, sebagaimana

dikemukakan A.Sunarko mengatakan:

Dalam ruang publik informal/umum (diluar parlemen misalnya) pihak beragamamenurut Habermas harus tetap diperkenankan mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa religius masing-masing yang khas. Mereka juga harusdiperkenankan untuk mengungkapkan keyakinan-keyakinan mereka sertaberargumentasi dengan bahasa religiusnya bila mereka tidak mampumengungkapkannya dalam bahasa sekular”.12

Dengan berpijak pada perspektif Habermas, Martin Lukito Sinaga menegaskan, bahwa

komunitas agama (baca:”gereja suku”) sepenuhnya berhak memasuki ruang publik dan

berhak mengajukan traditional-life-world-nya ke tengah-tengah konteks sosial”.13 Hal

yang sama juga ditegaskan oleh Muhammad A.S. Hikam bahwa wacana agama di ruang

publik dirasa begitu penting bahkan mendesak lantaran wacana agama dapat hadir

sebagai “diskursus tandingan” atau “kontra hegemoni” terhadap segala bentuk ideologi

atau tindakan-tindakan dominatif yang terjadi.Muhammad A.S. Hikam menambahkan

bahwa sebagai seperangkat struktur makna khusus, agama memiliki kemampuan untuk

10Martin Lukito Sinaga, “Kristiani dan Agama Publik: Peta Persoalan dan Prospeknya di Indonesia”,(dalam) Majalah Tatap, 25 Mei 201011Boni Hargens (2006) Demokrasi Radikal: Memahami Paradoks Demokrasi Modern dalam PerspektifPostmarxis-Postmodernis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, Jakarta, Parhesia, hlm, 6212 A.Sunarko, “Ruang Publik dan Agama Menurut Habermas” (dalam) F.Budi Hardiman, ed, (2010) RuangPublik: Melacak “partisipasiDemokrastis” dari Polis sampai Cyberspace, Yogyakarta, Kanisius, hlm, 23113 Martin Lukito Sinaga (2004), Op.cit, hlm, 129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

7

menjelaskan dan mengkonstruksi kenyataan sosial di dalam waktu dan tempat yang

berbeda”.14

Agar pergulatan identitas komunitas kristen “gereja suku” dapat memperlihatkan

sisi “ofensif”-nya maka ia perlu bertindak politis. Dengan bertindak politis, komunitas

kristen “gereja suku” dapat terlibat (engaging) dalam mengelola kerangka hidup

bersama sehingga kehidupan di ruang publik di mana ia berada dapat ditata menjadi

lebih adil dan mendatangkan kesejahteraan dan kebaikan bagi semua. Politik dapat

memberi keleluasaan untuk memproses konflik kepentingan menjadi proses saling

memperhitungkan dan saling memberi ruang satu kelompok dengan kelompok lain.

Politik adalah komunikasi demi mengarahkan dan mentransformasikan kekuasaan

(power) menjadi pemberdayaan (empowerment) dan hanya dengan politiklah kehadiran

orang lain dapat terus menerus diperhitungkan sebagai kehadiran yang menuntut namun

juga berkontribusi”.15

Dalam konteks pergulatan dan perspektif urgensi permasalahan seperti itu,

penelitian ini berniat memperbincangkan bagaimana subjek komunitas kristen “gereja

suku” menghadirkan dirinya di ruang publik di mana hegemonisasi nilai-nilai

kapitalisme neoliberal di ruang publik sudah menjadi kenyataan tak terbantahkan. Di

sana ideologi kapitalisme neoliberal tidak hanya telah mengonstruksi kehidupan sosial,

ekonomi, politik dan kebudayaan masyarakat di perkotaan tetapi juga masyarakat

tradisional di pedesaan di mana ekonomi-uang tampak kokoh menjadi struktur

pemaknaan yang utama. Uang bahkan telah menjelma menjadi berhala (fetish).

Akibatnya, tidak jarang upaya untuk mengejar kemakmuran dilakukan dengan

14 Muhammad A.S.Hikam (1996) Demokrasi dan Civil Society, Jakarta, LP3ES, hlm, 13315Martin Lukito Sinaga, (makalah) ”Hidup yang Dibangun di atas Batu (Matius :2:24-27) Refleksi TeologisMemperkuat Masyarakat Sipil”, disampaikan pada Rapat Umum Anggota (RUA) Perhimpunan KelompokStudi Pengembangan Masyarakat (PKSPPM), Parapat, 21-23 Februari 2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

8

menghalalkan segala cara, termasuk penguasaan atas (si)apa saja yang dianggap “liyan”

(the other) baik manusia maupun alam. Uang yang tadinya dimaksudkan sebagai agen

netral (baca: sarana, pen) perdagangan, kini sudah menjadi majikan neurotik”.16“Hepeng

do mangatur Negara on!” (Uanglah yang mengatur Negara-segalanya), begitulah

ungkapan orang Batak menggambarkan status hegemonik uang saat ini. Uang tidak

hanya mendominasi sistem ekonomi produksi, kepemilikan, tenaga kerja, dan konsumsi

tetapi juga mempunyai pengaruh besar nyaris pada semua aspek kehidupan pribadi”.17

Hasrat, selera, cita-cita, relasi sosial bahkan pelaksanaan ritus-ritus keagamaan (gereja)

juga tidak luput dari determinasi uang. Uang telah mengubah apa saja yang ada di

masyarakat. Di Bali misalnya:

Posisi uang telah menjadi kesadaran hidup mereka. Kenyataan itumengakibatkan terjadinya pasarisasi atau monoterisasi hampir segala bidang,terutama pertanian. Bahkan, banyak tradisi yang berlawanan dengan asaspasarisasi perlahan mulai tergusur. Tradisi pelayanan kredit sosial lewatresiprositas (matulungan, ngopin, maselisi dan lain-lain) mulai semakin langka,karena tergantikan oleh sistem upah. Pergantian ini dilandasi oleh pemikiranbahwa kredit sosial dianggap tidak praktis dan tidak ekonomis, baik dari pihakpengguna tenaga maupun penyedia tenaga. Begitu pula asuransi ekonomi,misalnya meminjam uang-nyilih pipis- tanpa bunga - semakin langka dantergantikan oleh sistem kredit informal (rentenir) dan formal (bank, LPD)”.18

Hegemonisasi nilai-nilai kapitalisme neoliberal itu tentu tidak hanya terjadi di Bali

tetapi juga terjadi di berbagai tempat di berbagai wilayah lainnya di Indonesia. Di tanah

Simalungun misalnya, hegemonisasi nilai-nilai kapitalisme neoliberal itu, ditandai

dengan mulai menghilangnya kosa kata marharoan dalam percakapan sehari-hari

masyarakatnya bahkan di warung-warung kopi sekalipun. Ajakan marharoan nyaris tak

terdengar. Budaya mar-haroan yang tadinya akrab sebagai sistem kerjasama timbal

16 Jack Weatherford (2005) Sejarah Uang“Dari zaman Batu hingga era Cyberspace”, terj, Yogyakarta,Bentang Pustaka, hlm, 37417Ibid.18Nengah Bawa Atmadja,(2010),Ajeg Bali: “Gerakan,Identitas Kultural dan Globalisasi”, Yogyakarta, LKiS,hlm, 17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

9

balik (reciprocity) dalam dunia pertanian masyarakat Simalungun kini tergantikan oleh

sistem kerja upahan yang disandarkan pada prinsip pertukaran tenaga dengan uang.

Tidak hanya itu, mar-haroan juga kini terdesak oleh gempuran penemuan dan

penggunaan teknologi dalam dunia pertanian. Hal ini tidak hanya membuat budaya

masyarakat Simalungun berubah menjadi individualistik tetapi jugatelah membuat

kebutuhan akan uang juga menjadi sangat tinggi.

Malangnya, dalam keadaan seperti itu akses masyarakat marjinal di pedesaan

Simalungun terhadap fasilitas permodalan (finansial) dari Lembaga Keuangan Mikro

formal (LKM) seperti BRI-UD, BPR, Bank Sumut yang ada di daerah pedesaan

Simalungun, malah tidak dapat diperoleh dengan mudah. Selain harus menyertakan

jaminan (agunan) serta memenuhi tuntutan persyaratan administratif yang rumit,

masyarakat marjinal di pedesaan di Simalungun juga masih harus menghadapi birokrasi

yang panjang dan berbelit-belit.Akses Usaha Kecil Mikro (UKM), Koperasi terhadap

lembaga perbankan, termasuk BRI Unit Desa dan BPR tampak masih belum memihak

kaum marjinal. Hal itu terjadi, karena lembaga perbankan yang menerapkan manajemen

bank secara ketat dalam kenyataannya justru telah membuat masyarakat pemilik Usaha

Kecil Mikro (UKM) bahkan keluarga miskin mengalami kesulitan mengembangkan

usahanya karena ketiadaan modal. Salah satu persoalan yang paling menyulitkan adalah

keharusan menyerahkan agunan bagi semua masyarakat untuk memperoleh kredit dari

bank.Fenomena seperti tampaknya merupakan fenomena umum yang juga terjadi di

tempat lain di Indonesia. Tidak heran kalau Didik J.Rachbini kemudian menyimpulkan

bahwa kehadiran lembaga ekonomi formal dan birokrasi […] tidak pernah menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

10

representasi kepentingan mereka bahkan cenderung mempersulit kedudukannya yang

sudah inferior dan subordinatif”.19

Persoalan kesulitan permodalan yang dialami masyarakat marjinal di pedesaan

menjadi semakin parah lantaran nilai jual hasil produksi pertanian mereka seringkali

tidak mampu mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Mubyarto mengungkapkan

bahwa selalu ada kecenderungan menurunnya nilai tukar sektor pertanian terhadap

sektor non-pertanian. Perkembangan komoditi pertanian secara relatif, lebih kecil

dibandingkan dengan perkembangan harga komoditi di luar pertanian. Kenyataan ini

menimbulkan rasa “frustasi”di dalam diri petani terutama petani kecil dan petani tak

bertanah yang bekerja keras memproduksi berbagai komoditi. Komoditas yang

dihasilkan petani secara relatif makin rendah nilainya sehingga pendapatan petani dari

hari ke hari secara relatif juga lebih rendah”,20.

Selain telah memposisikan ekonomi-uang sebagai struktur makna yang utama,

ideologi sistem kapitalisme neoliberal juga tampak telah mengokohkan “kompetisi”

sebagai satu-satunya etos dominan demi meraih martabat (dignity) dan kemakmuran

manusia. Dengan semata-mata “kompetisi”, tentu tidak sulit untuk memprediksi apa

yang menjadi konsekuensinya di dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Moral

Darwinisme (survival of the fittest) menjadi satu-satunya norma yang mengatur relasi

sosial masyarakat di mana hanya yang kuat atau yang punya akses pada kekuasaan

sajalah yang bisa survive. Selebihnya, individu atau kelompok sosial yang tidak

memiliki akses kepada kekuasaan segera saja menerima penderitaannya sebagai takdir

yang sudah ditentukan.

19Didik J.Rachbini, “Dimensi Ekonomi dan Politik Pada Sektor Informal”, (dalam) Hadi Soesatro, dkk,peny, (2005), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir,Yogyakarta, Kanisius, hlm, 20920Ibid, hlm, 203-204

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

11

Pengalaman tragis yang dialami keluarga Sumarsih di Bantul Yogyakarta

misalnya, memperlihatkan bagaimana masyarakat miskin terpaksa menempuh jalan

berhutang untuk mengatasi himpitan kesulitan ekonomi yang dialami keluarganya.

Berhutang yang pada awalnya dibayangkan sebagai “jalan ke kehidupan”, dalam

kenyataannya justru telah membuat Sumarsih harus kehilangan Pardiyu suami yang

dikasihinya untuk selamanya. Ketidakmampuan keluarganya untuk membayar hutang

(kredit) kepada Baitul Maal wat-Tamwil Projo Artha Sejahtera (selanjutnya

disingkat:BMT-PAS),21 telah membuat Pardiyu mengalami tekanan psikologis sangat

berat yang akhirnya telah membuatnya memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan

cara gantung diri di pohon yang ada di sawah di depan rumah mereka”.22

Keadaan hidup seperti yang dialami keluarga Sumarsih ini, telah membuat

banyak masyarakat marjinal di pelosok pedesaan menjadi terjebak ke dalam jerat

praktik bank plecit (rentenir). Ironisnya, meskipun Negara memandang praktik bank

plecit atau rentenir ini sebagai sebentuk illegal banking namun dalam kenyataannya,

praktik bank plecit (rentenir) ini justru surivive karena turut dikondisikan oleh adanya

persekongkolan (konspirasi) yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan (Mikro) formal

(formal microfinance) dengan para rentenir. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan

Heru Nugroho terhadap masyarakat marjinal di Bantul Yogyakarta misalnya terungkap

21Baitul Maal wat-Tamsil (BMT) adalah sebentuk lembaga keuangan mikro (semi formal) yangmemadukan prinsip-prinsip keuangan syariah dan keuangan mikro. BMT berfungsi mengumpulkantabungan dari masyarakat dan menyediakan berbagai skema investasi, kredit, serta modal kerjaberdasarkan prinsip syariah kepada perorangan dan usaha mikro di sektor informal dengan target fakirmiskin. Selanjutnya lihat: Bagus Aryo (2012) Tenggelam dalam Neoliberalisme? “Penetrasi Ideologi PasarDalam Penanganan Kemiskinan”, Depok-Jawa Barat, Kepik, khususnya hlm, 59-6122 Tentang Kisah tragis yang dialami keluarga Sumarsih selengkapnya lihat: Litbang Kompas, (15/2/2010],(dalam), T.Handono eko Prabowo, (2010), Pengembangan Kekuatan-kekuatan Transformatif untukKedaulatan Sosial Ekonomi (sebuah refleksi sosial ekonomi), Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma,hlm,10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

12

adanya kompetisi antara bank dan rentenir dalam hal nasabah dan ada juga kerjasama

dalam hal distribusi kredit di dalam masyarakat Bantul”.23

Keadaan ini kemudian diperparah lagi oleh kenyataan banyaknya koperasi

berbadan hukum tetapi justru melakukan praktik rentenir. Suroto, ketua koalisi

Organisasi non Pemerintah (Ornop) untuk Demokratisasi Ekonomi (pemohon uji materi

UU Perkoperasian) mengatakan: 70% dari 200.000 unit koperasi berbadan hukum

melakukan praktik rentenir”.24 Artinya, “Badan Hukum” (koperasi) itu, ternyata hanya

kedok dan untuk mengecoh sebab dalam kenyataannya koperasi ber “Badan Hukum”

itu, justru tidak sedikit yang digunakan sebagai selubung bagi penyelenggaraan praktik

rentenir secara legal dan melembaga. Itu artinya, di era globalisasi kapitalisme

neoliberal saat ini, praktik (ber)koperasi tidak lagi berpijak dan bersandar pada prinsip

atau nilai-nilai kekeluargaan dan kegotongroyongan. Semangatnya bukan lagi semangat

saling membantu, saling berbagi dan bekerjasama (kolektifitas). Pantas saja, istilah

“koperasi” dewasa ini seringkali diplesetkan menjadi “kuperasi”. Logika koperasi tidak

lagi berpijak pada logika sosial tetapi kini justru memusat pada logika ekonomi (uang).

Menurut Haryatmoko, logika ekonomi selalu didasarkan pada logika persaingan sebagai

pendorong efektivitas. Logika ini dipisahkan dari logika sosial yang justru sangat

menekankan aturan keadilan. Selain itu, logika ekonomi juga tertutup terhadap wacana

lain. Padahal wacana lain sering memberi pemecahan atas permasalahan ekonomi,

meski dalam skala kecil”.25

Gambaran tersebut di atas, merupakan potret buram kehidupan sosial, ekonomi

dan kebudayaan masyarakat pedesaan di era globalisasi kapitalisme neoliberal saat ini.

23 Heru Nugroho (2001) Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm,18324Sumber: Harian Nasional, A6, Opini, Sabtu, 23 Agustus 201425 Haryatmoko, “Peran Gereja di Indonesia Ketika Neo-LIberalisme Semakin Mendikte”, (dalam) Jeffrie A.A.Lempas, eds (2006),Op.cit,hlm, 112.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

13

Tantangan ini, bagaimanapun juga membutuhkan jawaban etis dari siapa saja, baik oleh

negara maupun lembaga sosial keagamaan seperti gereja sebab ada aspek etis di dalam

dirinya yang mesti diartikulasikan ke dalam konteks sosialnya yang lebih luas. Upaya

gereja untuk menghentikan praktik “penjagalan” di bidang ekonomi di era kapitalisme

neoliberal saat ini tidak cukup hanya dilakukan dengan mempraktikkan “cara hidup

alternatif” tetapi juga harus dibarengi dengan menghadirkan “sistem ekonomi

alternatif”. Pendirian “Grameen Bank” di Bangladesh misalnya menjadi salah satu

contoh bagaimana menghadirkan gagasan (sistem ekonomi) alternatif yang lebih dari

sekedar logika ekonomi-uang. Kelompok masyarakat marjinal yang miskin yang tidak

memiliki kekuasaan untuk mengakses fasilitas permodalan bisa memperoleh modal

berkat pemikiran Muhammad Yunus yang memperhitungkan aspek budaya”.26

Bagaimanapun juga, sebagai lembaga sosial keagamaan, tentunya institusi gereja

(termasuk komunitas kristen “gereja suku”) memiliki tugas dan tanggungjawab untuk

memberi respons etis terhadap kesulitan yang dialami warga jemaat dan juga

masyarakat marjinal dalam mengakses fasilitas permodalan. Di tengah harapan dan

tuntutan terhadap gereja-gereja di Indonesia yang seperti itu, justru ada hal yang sering

luput dari perhatian sehingga respon etis tersebut tidak dapat diartikulasikan. Banyak

institusi gereja mengalami kesulitan bahkan tidak mampu memberi respon etis tersebut

justru karena gereja-gereja di Indonesia justru tidak memiliki instrumen untuk

mengartikulasikan aspek etisnya tersebut.

Beberapa gereja-gereja di Indonesia, memang berniat untuk menggunakan

wacana BPR sebagai instrumen untuk mengartikulasi aspek etis gereja.Namun kalau

dilihat dari aspek yuridis (legal formal) keinginan gereja untuk mendirikan dan

26 Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

14

menggunakan wacana BPR tersebut seolah-olah seperti sesuatu yang terlarang. Hal itu

paling tidak dapat dilihat dari pengalaman empiris MP. Ambarita yang terlibat dalam

proses perencanaan dan pendirian PT.BPR-PPK (sebuah bank milik GBKP) namun

dibalik kesuksesannya tersebut, MP. Ambarita justru berpendapat bahwa sesungguhnya

berdasarkan Undang-Undang Bank (UU No.7 tahun 1992) dan Undang-Undang

Perseroan Terbatas (UU No.1 tahun 1985) secara yuridis formal gereja tidak diijinkan

mendirikan bank”.27

Berdasarkan pengalaman empirisnya mengelola, mengoperasikan dan

mengembangkan pelayanan PT. BPR-PPK sejak tahun 199-2010, MPA sampai pada

kesimpulan bahwa wacana BPR itu sebenarnya tidak cocok digunakan sebagai

instrumen untuk mengartikulasi aspek etis gereja di bidang pemberdayaan ekonomi

jemaat dan masyarakat. Sebab sebagai sebuah Lembaga Keuangan Mikro formal,

pemaknaan wacana BPR bagaimanapun juga sudah ditentukan dan hanya bisa

direartikulasi dalam kerangka yuridis yang legal-formal berdasarkan regulasi yang

sedang berlaku yang justru sering sekali tidak sejalan dengan tuntutan jemaat dan

masyarakat. Kenyataan seperti itulah yang membuat sehingga wacana BPR (milik

gereja) itu tidak dapat diartikulasi secara fleksibel demi pemberdayaan ekonomi jemaat

di seluruh wilayah administratif pelayanan gereja.

Bertolak dari pengalaman empirisnya serta keprihatinannya atas kesulitan yang

dialami gereja-gereja di Indonesia dalam memberi respons etis terhadap kesulitan warga

jemaat dan masyarakat marjinal karena ketiadaan instrumen untuk

mengartikulasikannya, MP. Ambarita lantas mengajukan wacana Credit Union

Modifikasi (CUM) sebagai wacana alternatif untuk mengisi ketiadaan instrumen

27E.P. Ginting dan MP.Ambarita (2001), PT. Bank Perkreditan Rakyat Pijer Podi Kekelengen DesaSimalem, Jakarta, BPK-Gunung Mulia, hlm, 148

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

15

artikulasi tersebut. MP.Ambarita mengklaim bahwa wacana CUM ini merupakan

sebentuk sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan alternatif (versi kristiani) sebab

berpijak pada nilai-nilai etik kristiani yang bersifat universal.Secara teknis, sistem

manajemennya merupakan perpaduan dari sistem manajemen CU konvensional dan

sistem manajemen BPR. Jadi, kalau gereja-gereja di Indonesia menggunakan wacana

CUM sebagai instrumen untuk mengartikulasi aspek etisnya di bidang pemberdayaan

ekonomi jemaat dan masyarakat maka keinginannya untuk menggunakan wacana BPR

(dalam arti hanya menginginkan sistem manajemennya) sesungguhnya otomatis dapat

diwujudkan.

Memang, gairah yang dirasakan mungkin tidak sama sebab dalam wacana CUM

tersebut, sistem manajemen wacana BPR dialihkan status dan identitasnya menjadi

bersifat informal (informal microfinance). Dalam status ontologisnya yang seperti itu,

praktik pengartikulasian wacana CUM itu menjadi menarik untuk dikaji. Disebut

menarik, bukan saja karena di dalam wacana CUM identitas sistem manajemen BPR

ditransformasi menjadi bersifat informal tetapi karena dalam statusnya sebagai sebentuk

informal microfinance seperti itu, wacana CUM tampak diterima dan berkembang

secara masif sebagai sebuah sistem pemberdayaan ekonomi kerakayatan versi kristiani.

Hal itu tampak dari berkembangnya Komunitas CUM di berbagai denominasi gereja

khususnya “gereja suku” yang ada di Sumatera Utara. Tercatat institusi gereja-gereja

yang telah menggunakan dan mengembangkan wacana CUM dalam konteks

partikularitas di wilayah pelayanannya masing-masing antara lain: “Huria Kristen Batak

Protestan” (HKBP), “Gereja Batak Karo Protestan” (GBKP), “Gereja Kristen Protestan

Indonesia” (GKPI) dan “Gereja Kristen Protestan Simalungun” (GKPS) dan berbagai

komunitas kristen “gereja suku” lain yang ada di Sumatera Utara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

16

Dalam konteks GKPS, wacana CUM ini tampak telah mewujud menjadi

sebentuk kesatuan sosial yang disebut dengan Komunitas Credit Union Modifikasi

(CUM) “Talenta”. Pembentukan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini

tergolong unik sebab secara legal formal, komunitas ini justru tidak lahir dari “rahim”

institusi GKPS sendiri. Komunitas CUM “Talenta” justru lahir melalui mekanisme

formal melainkan dibentuk oleh para Pendeta (muda) GKPS (di Distrik III Saribudolok)

yang didahului dengan sejumlah pertemuan-pertemuan (diskusi) informal yang

memperbincangkan tentang berbagai problem sposial ekonomi yang dialami oleh jemaat

di wilayah partikular pelayanannya masing-masing. Meskipunkomunitas CUM

“Talenta” tidak lahir dari “rahim” institusi GKPS tetapi komunitas ini tampak

mengklaim bahwa dirinya merupakan perpanjangan tangan institusiGKPS di bidang

pelayanan (diakonia) ekonomi. (Lihat:foto papan nama yang dipajang di depan kantor

pusatnya di Jl. Sutomo 15 di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta Simalungun dibawah

ini):

(Sumber foto: dok. pribadi).

Klaimnya berbunyi: Kantor Pusat Credit Union Modifikasi (CUM) “Talenta”. “Bidang

Pelayanan GKPS”. Pengakuan Pemerintah RI. Dep.Agama No. 28 Tgl 12 Oktober 1972

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

17

dan No.149 tgl 10 Juli 1989. Pengakuan pemerintah RI yang dimaksudkan dalam hal ini

adalah pengakuan Pemerintah terhadap GKPS sebagai lembaga sosial keagamaan yang

dikeluarkan Departemen Agama. Singkat kata, Badan Hukum Komunitas CUM

“Talenta”berlindung dibawah payung Badan Hukum GKPS sebagai lembaga sosial

keagamaan.

Kehadiran komunitas CUM “Talenta” yang senyatanya bukan lahir dari “rahim”

institusi GKPS secara legal formal menarik untuk dikaji sebab Pimpinan Pusat GKPS

dikemudian hari telah memberi “pengakuan” atas keberadaan komunitas CUM

“Talenta” ini. Hal itu terlihat misalnya dari diberinya ruang kepada komunitas CUM

“Talenta” untuk menggunakan struktur kelembagaan GKPS sebagai media

pengorganisasian untuk merekrut anggota dan pengembangan wilayah pelayanannya.

Selain itu, Pimpinan pusat GKPS juga tampak memberi pengakuan melalui

kesediaannya menugaskan tenaga pelayannya yakni para pendeta yang memiliki

sertifikat (lulus) sebagai manajer CUM, (melalui suatu Surat Keputusan (SK) penugasan

dan penempatan) di komunitas CUM “Talenta”. Meskipun dengan “pengakuan” seperti

itu, tidak berarti komunitas CUM “Talenta” menjadi lembaga pelayanan in-subordinasi

dalam struktur kelembagaan GKPS. Kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” dan

GKPS adalah dua entitas sosial yang berbeda meskipun keduanya tidak dapat

dipisahkan secara dikotomis. Anggota Komunitas CUM “Talenta”, melalui Rapat

Anggota Tahunan (RAT)merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di dalam komunitas

CUM “Talenta”. Seluruh harta kekayaannya adalah milik anggota. Dengan kata lain,

GKPS secara kelembagaan bukanlah pemilik komunitas CUM “Talenta”.

Dengan latar belakang permasalahan dan perspektif relasi komunitas CUM

“Talenta” dengan GKPS sebagaimana diungkapkan di atas penelitian ini akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

18

memperbincangkan pengartikulasian identitas politik GKPS sebagai “gereja suku” di

ruang publik, yang direpresentasikan oleh Komunitas CUM “Talenta”. Politik tentulah

punya arti dan defenisi yang sangat luas sehingga pengertian politik tidak mungkin

dibatasi dan hanya terkait dengan lembaga politik, partai politik, pemilu, kampanye,

caleg dan lain-lain. Dalam konteks penelitian ini, politik adalah ihwal menata hidup

bersama agar menjadi lebih baik dan lebih adil. Bertolak dari hal tersebut, maka

mempertanyakan identitas politik seseorang atau kelompok sosial (agama) tertentu, itu

sama artinya dengan mempertanyakan tindakan apa yang dilakukannya dalam memberi

respons terhadap kondisi krisis yang sedang dihadapinya publiknya. Dengan pengertian

politik yang seperti itu maka perbincangan tentang identitas politik “gereja suku” di

ruang publik merupakan perbincangan tentangihwal pembentukan masyarakat. Karena

itulah, penelitian ini menggunakan perspektif politik hegemoni sebagaimana

dikembangkan oleh duet pemikir postmarxis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe

(1985).

1.2. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana yang sudah digambarkan di atas,

maka permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Apa dan bagaimana latar belakang munculnya wacana CUM sebagai sistem

pemberdayaan ekonomi kerakyatan alternatif- versi kristiani?

2. Sejauhmana Komunitas CUM “Talenta” mampu mengartikulasi identitas

politik “gereja suku” (GKPS) di ruang publiknya di Simalungun?

3. Perjuangan-perjuangan demokratik baru(new democratic struggles) yang seperti

apa yang dilakukan“komunitas CUM Talenta” di ruang publik sehingga tercipta

political space di ruang publiknya di pedesaan Simalungun?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

19

1.3. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan permasalahan tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui: pertama, apa dan bagaimana latar belakang munculnya wacana CUM

sebagai sistem ekonomi kerakyatan alternatif (versi kristiani), kedua sejauhmana

komunitas CUM Talenta mampu mengartikulasi identitas politik “gereja suku” di ruang

publik di pedesaan Simalungun, dan ketiga perjuangan-perjuangan demokratik baru

(new democratic struggles)yang seperti apa yang dilakukan “komunitas CUM Talenta”

di ruang publiksehingga tercipta political space di ruang publik pedesaandi Simalungun.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini, secara khusus disandarkan pada displin religious and cultural studies

yang dikenal dengan pendekatannya yang interdispliner. Oleh karena itu penelitian ini

sebenarnya dapat bermanfaat kepada siapa saja yang berniat untuk menjadikannya

sebagai referensi untuk penelitian-penelitian lanjutan dalam berbagai perspektif

keilmuan yang lain.

Karena tema penelitian ini terkait dengan identitaspolitik “gereja suku”, maka

penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi komunitas kristen “gereja suku” di Indonesia

yang berniat merepresentasikan dirinya di tengah-tengah “permasalahan kontekstual”

yang sedang dihadapi masyarakat di wilayah partikular dimana gereja berada. Selain itu,

bagi para pengambil keputusan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

pertimbangan bagi pembuatan kebijakan politik ekonomi yang lebih baik, lebih adil,

manusiawi dan memihak kaum marjinal.

1.5. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian ini lebih jauh, rasanya perlu untuk memaparkan

penelitian-penelitian sebelumnya dengan tema yang (hampir) sama sehingga posisi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

20

perbedaan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat terlihat dengan jelas.

Sejauh ini, ada beberapa penelitian dengan tema yang hampir sama,dapat

disebutkan antara lain:pertama, penelitian yang dilakukan oleh Saut Sirait (2001),

“Politik Kristen di Indonesia: Suatu Tinjauan etis”, yang diterbitkan oleh BPK-Gunung

Mulia Jakarta. Kedua, Leonardus Samosir (2010), Agama dengan Dua Wajah, “

Refleksi Teologis atas Tradisi dalam Konteks, diterbitkan oleh Obor-Jakarta. Ketiga,

Martin Lukito Sinaga (2004), Identitas Poskolonial “gereja suku” dalam Masyarakat

Sipil, Studi tentang Jaulung wismar Saragih dan komunitas Kristen Simalungun,

diterbitkan oleh LKiS-Yogyakarta.

1.5.1. Politik Kristen di Indonesia: Suatu Tinjauan Etis

Penelitian ini semula merupakan tesis penulis (Saut Sirait) yang diajukan pada program

studi Magister Teologi di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta tahun 1999 dengan judul:

Menuju Kota yang Setia. Penelitian ini merupakan kajian teologi dengan pendekatan

analisis kritis-praktis berdasarkan kritik-historis; biblika-etika. Studi yang dilakukan

Saut Sirait, menyimpulkan bahwa perhatian gereja-gereja di Indonesia terhadap realitas

sosial tampak begitu tipis, kecuali pada hal-hal yang bersifat karitatif, insidental dan

sporadis. Saut Sirait mengatakan bahwa model perhatian gereja terhadap realitas sosial

masih berorientasi kepada latreia yakni yang berkaitan dengan “pelayanan Allah”,

“ibadah Allah” dan belum dalam arti diakonia yakni yang berhubungan dengan

pelayanan kepada sesama manusia. Dengan kata lain, Saut melihat bahwa praksis hidup

menggereja masih berkutatpada aspek kultis atau latreia semata dan kurang menyentuh

dunia etis atau diakonia”. Hal ini menurut Saut Sirait telah membuat ekspresi politik

Kristen di Indonesia cenderung berorientasi kepada kekuasaan (“istana sentris”) seperti

tampak dalam sikapnya ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi pada tahun 1997 di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

21

mana saat itu pemimpin gereja di Indonesia (PGI) justru pergi ke istana Negara

membawa emas sebagai tanda solidaritas dan keprihatinan komunitas kristen di

Indonesia atas krisis ekonomi yang sedang terjadi.

Catatan penting lainnya yang diangkat Saut Sirait adalah pengalaman empiris

gereja-gereja di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga runtuhnya rezim Orde Baru,

dianggap belum mampu memberikan pencerahan dan pengaruh nilai-nilai etis-kristiani

dalam dunia perpolitikan Indonesia. Keterlibatan masyarakat agama dalam dunia politik

telah secara jelas dirumuskan dalam ketetapan MPR tahun 1993, bahwa fungsi agama

untuk memberikan sumbangan etis, moral dan spiritual dalam pembangunan nasional

merupakan hak dan kewajiban konstitusional agama-agama di Indonesia.

1.5.2. Agama dengan Dua Wajah: Refleksi Teologis atas Tradisi Dalam Konteks

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari penulisnya (Leonardus Samosir) di mana

terdapat satu bab yang khusus membahas tentang identitas kristianitas, tepatnya

“Identitas Kristiani: Tegangan antara Tradisi dan Relevansi”. Dengan melacak mundur

ke belakang, Leonardus Samosir menemukan apa yang menjadi “biang kerok” yang

menjadi penyebab terjadinya “privatisasi iman” dalam kehidupan bergereja. Leonardus

Samosir menyimpulkan bahwa sikap bertahan hanya pada wilayah privat gereja dan

menolak masuk ke wilayah publik merupakan dampak dari masih begitu bertenaganya

“subjek pencerahan” yang membanjiri kehidupan spiritual komunitas Kristen dengan

kata “aku” (me). Hal itu telah membuat adanya penolakan terhadap “gerak di luar” diri

dan persentuhan dengan “yang lain” (the other). Keadaan seperti ini membuat gereja

menjadi terdesak ke pinggir dan akhirnya menjadi sektarian.

Bagaimanapun juga, gereja adalah bagian dari masyarakat demikian pula

sebaliknya, masyarakat adalah bagian dari gereja. Meskipun begitu, Leonardus Samosir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

22

mengingatkan bahwa pertemuan gereja dengan lingkungan jangan menyerap pesan

Kristiani menjadi jawaban atas kebutuhan sosiologis. Sebaliknya, memegang tradisi

tidak boleh pula menjadi hambatan untuk bertemu dengan realitas sosial yang aktual.

Posisi seimbang hanya mungkin kalau identitas kristianitas tidak dilihat secara statis

demikian pula halnya dengan tradisi agar tidak dilihat sebagai sesuatu yang statis.

1.5.3. Identitas Poskolonial “Gereja Suku” Dalam Masyarakat Sipil: Studi

Tentang Jaulung Wismar Saragih Dan Komunitas Kristen Simalungun

Penelitian ini merupakan penelitian yang dianggap “lebih dekat” atau bahkan dapat

dikatakan merupakan titik tolak dari penelitian yang hendak saya dilakukan. Penelitian

ini mengambil tema “identitas poskolonial “Gereja Suku” dalam Masyarakat Sipil”

Sebagaimana tampak dari judulnya, penelitian ini menggunakan tafsir poskolonial

sebagai alat analisis atas hidup seorang perintis kekristenan di Simalungun bernama

Jaulung Wismar Saragih (selanjutnya disingkat JWS). Sementara unit analisisnya

adalah: 1). Teks-teks teologis dan 2). Gerakan-gerakan sosial alternatif yang diajukan

JWS dalam menghadapi penetrasi wacana dan institusi modern misi/zending yakni

Rheische Missions Gessellschaft(RMG) dan pengecer lokalnya orang Toba lewat

institusinya “Huria Kristen Batak Protestan” (selanjutnya disingkat: HKBP).Secara

lugas Martin Lukito Sinaga menyingkap bagaimana seorang JWS sebagai representasi

dari liyan “yang lokal” dan juga sebagai representasi dari komunitas orang Kristen

Simalungun yang subaltern (tersubordinasi) berhasil menjadi subjek politik baru di

mana JWS berhasil menegosiasikan identitas kelokalannya.

Proses negosiasi itu ditempuh JWS dengan pertama-tama melakukan retakan

(rupture) terhadap (1). wacana (teks) kekristenan yang diterimanya sudah dalam ritme

pietisme. Pietisme adalah corak rohani yang menekankan kesalehan pribadi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

23

penghayatan iman dan sebagai segi-segi iman Kristen disamping ajaran yang benar.

Upaya melakukan retakan (rupture) itu dilakukan JWS dengan membawa setiap hal

baru yang diterimanya ke dalam konteks pergulatan suku dan konteks manfaatnya bagi

kehidupan etnik dan dirinya sendiri. Setiap penerimaan keyakinan baru akan dihadapkan

pada tuntutan nyata dalam persoalan sehari-hari dalam lokasi sosial kulturalnya”.

Dengan basis kedirian seperti itulah JWS juga melakukan retakan (rupture)

terhadap (2) “sosial agency” yang melakukan hegemonisasi dan dominasi struktural dan

kultural atas dirinya dan komunitasnya (orang Kristen Simalungun) yakni RMG dan

HKBP. Hal itu ditempuhnya dengan pertama-tama menerjemahkan “Allah” dalam

Alkitab setara dengan “Naibata” dalam konsep (bahasa) orang Simalungun. Dengan

cara seperti itu, JWS sekaligus menegaskan bahwa konsep “Naibata” berbeda dengan

konsep “Debata” yang dikenal dalam istilah orang Toba. Perjuangan yang dilakukan

JWS dengan menggunakan “politik bahasa” (menerjemahkan Alkitab) ke dalam bahasa

ibunya itulah yang membuat ia dan komunitasnya, orang kristen Simalungun berhasil

meraih identitas poskolonial “gereja suku”-nya yang mewujud dalam bentuknya sebagai

Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).

Selanjutnya (di Bab III) Martin Lukito Sinaga memperbincangkan tentang sosok

baru identitas poskolonial “gereja suku” sebagai hasil perjumpaannya dengan

problematika yang dihadapi oleh masyarakat sipil. Maksudnya,“ruang publik”

merupakan konteks baru identitas poskolonial ”gereja suku”. Kalau komunitas kristen

“gereja suku” berniat meluaskan (makna) identitas poskolonialnya ke dalam konteks

barunya di ruang publik tersebut maka jalur atau mekanisme yang paling tepat yang

harus digunakannya adalah dengan bertransformasi menjadi sebentuk komunitas etis

(moral community) sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Selanjutnya, di sana ia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

24

juga harus meluaskan identitasnya tersebut secara radikal dengan hadir membela

publiknya melalui mekanisme masyarakat sipil lainnya yakni lewat gerakan-gerakan

sosial baru. Dengan peralihan identitas poskolonial “gereja suku” menjadi sebentuk

komunitas etis dan memanfaatkan mekanisme masyarakat sipil sebagai carauntuk

membela publiknya maka hal itu akan membuat komunitas kristen “gereja suku”

memperoleh sebentuk identitas baru dalam kategori politik.

Bagaimanakah komunitas kristen “gereja suku” (GKPS) hasil bentukan JWS itu

kemudian menghadirkan dirinya di tengah-tengah konteks barunya di ruang publik? Ke

arah itulah penelitian ini saya kerjakan. Dengan kata lain, penelitian yang hendak saya

lakukan ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang sudah dilakukan Martin Lukito

Sinaga. Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan Martin Lukito Sinaga tidak

hanya terletak pada kerangka teori atau alat analisis yang digunakan tetapi juga pada

jenis data dan unit analisisnya. Martin Lukito Sinaga menggunakan tafsir poskolonial

sebagai alat analisis untuk membaca dua unit analisis yang diajukannya yakni: teks-teks

teologis dan gerakan-gerakan sosial alternatif yang diajukannya untuk menghadapi

penetrasi wacana dan institusi modern misi/zending sebagaimana terdapat dalam

biografi Jaulung Wismar Saragih. Sedangkan penelitian ini, menggunakan teori politik

hegemoni sebagaimanadikembangkan Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe,dengan tiga

konsep lain yang mengiringinya yakni:artikulasi, antagonisme dan subjek politik.Teori

hegemoni sebagaimana yang dikembangkan LM tersebut akan digunakan untuk

membaca tiga unit analisis dalam penelitian ini yakni:1). Teks atau dokumen yang bisa

menggambarkan latar belakang sosio historis dan politis yang mendasari munculnya

wacana Credit Union Modifikasi sebagai sebuah sistem pemberdayaan ekonomi

kerakyatan alternatif versi kristiani, 2). Bentuk-bentuk pengartikulasian identitas politik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

25

GKPS di ruang publik sebagaimana direpresentasikan oleh Komunitas CUM “Talenta”,

3).Perjuangan-perjuangan demokratik baru yang dilakukan komunitas CUM “Talenta”di

ruang publik pedesaan di Simalungun.

1.6. Kerangka Teori

1.6.1. Identitas Politik: Hegemoni, Antagonisme dan Pembentukan Subjek Dalam

Perspektif Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe (LM)

1.6.1.1. Hegemoni-Artikulasi

Sebelum memaparkan lebih jauh tentang teori hegemoni dengan tiga konsep yang

mengiringinya yakni artikulasi, antagonisme dan subjek politik, penting untuk diketahui

bahwa cara atau pendekatan yang digunakan Ernesto Laclau-Chantal Mouffe

(selanjutnya disingkat: LM)untuk memahami dan mengkaji fenomena sosial (the social)

dilakukan dengan menggunakan pendekatan “bahasa”. Artinya, akses kita pada realitas

sosial hanya bisa dicapai melalui bahasa. Lalu, apa yang dimaksud LM dengan bahasa?

Jawabannya, “bahasa” yang dimaksud LM dalam hal ini bukan sistem umum bahasa

atau gramatika (struktur bahasa) tetapi bahasa sebagaimana dimanifestasikan dalam

wujudnya sebagai wacana, atau dalam omongan”.28

LM adalah pasangan pemikir politik kiri sekaligus penggagas postmarxis yang

menyandarkan paradigma teoritiknya pada tradisi linguistik strukturalis dan post-

strukturalis. Kalaupun di kemudian hari, LM lebih cenderung menganut cara berpikir

tradisi poststrukturalis, namun prinsip-prinsip dasar strukturalisme masih tetap mereka

gunakan untuk memahami dan menggeledah fenomena sosial ataupun (pembentukan)

masyarakat. Ada perbedaan yang cukup tajam antara tradisi linguistik srukturalisme dan

poststrukturalisme. Boni Hargens mencatatkan perbedaan keduanya sebagai berikut:

28St. Sunardi, Logika Demokrasi Plural Radikal, (dalam) Retorik, Jurnal Ilmu Humaniora Baru, vol.3 No. 1Desember 2012, Program Studi Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, hlm, 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

26

Kaum strukturalis, sangat percaya bahwa makna diproduksi oleh prosespenandaan (signifikasi) dalam suatu sistem bahasa yang mensyaratkan secaramutlak adanya penanda (siginifier) dan petanda (signified). Hubungan stabilpenanda (imaji, akustik, kata) dan petanda (konsep)_menentukan makna”.Sebaliknya, di tangan kaum poststrukuralis bahasa kehilangan kemutlakannyakarena makna ternyata tidak diproduksi oleh struktur bahasa tetapi dipengaruhioleh konteks”.Barthes bahkan secara radikal mengatakan bahwa subjek bebasmemasuki teks dari berbagai sudut dan menemukan makna baru dalam setiappenelusurannya. Dengan kata lain, tidak ada makna mutlak, tidak ada konsepsentral dan tidak ada universalitas mutlak. Makna bersifat partikular dankontekstual”.29

Merujuk pada perbedaan dari kedua tradisi linguistik tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa di tangan kaum strukturalis “makna”dipahami sebagai sesuatu yang

tetap (fixed) dan final. Itu artinya, kaum strukturalis memahami “makna”bersifat

universal. Sedangkan kaum poststrukturalis memahami sebaliknya, “makna”adalah

sesuatu yang tidak tetap (unfixed). Dengan kata lain, “makna”bersifat partikular dan

kontekstual bukan universal.

Perlu juga ditambahkan, selain bersandar pada tradisi berpikir linguistik, LM

juga memijakkan paradigma teoritiknya pada pemikiran Jacques Lacan, seorang filsuf

psikoanalisa dari Perancis itu. Menurut Lacan tidak ada kata yang bebas dari metafora.

Setiap upaya untuk memahami suatu penanda (kata) selalu memerlukan penanda yang

lain dan penanda berikutnya juga memerlukan penanda yang lain sehingga membentuk

suatu rantai penanda (chain of signifier) yang tidak terputus. Bagi Lacan, tidak ada kata

yang tuntas dan tidak ada kalimat yang tertutup. Setiap kata atau kalimat selalu

menuntut adanya kata atau kalimat yang lain sehingga makna juga tidak bersifat tertutup

dan tetap. Baik penanda (kata) maupun petanda (makna) bersifat sementara”.30

29 Boni Hargen ((2006) Op.cit,hlm, 2730Ibid, hlm, 67

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

27

Karena bahasa (makna) pada dasarnya tidak bisa sepenuhnya stabil, maka bagi

LM identitas juga tidakakan pernah bisa bersifat tetap dan final (unfixed of all

identities).All identity is relational, kata LM”.31 Dengan status ontologis seperti itu

maka setiap identitas menjadi terbuka (contingent) untuk segala pemaknaan dan

reartikulasi”.32 Identitas bukanlah sesuatu yang terberi (given) atau terbawa melainkan

sesuatu yang dibentuk. Dibentuk melalui apa? LM mengatakan identitas adalah hasil

dari konstruksi diskursif (discursive construction). Dalam istilahnya yang lain, LM

mengatakan bahwa identitas itu merupakan hasil dari artikulasi diskursif (discursive

articulation). Meskipun identitas adalah hasil dari artikulasi diskursif namunartikulasi

diskursif itu tidak pernah bisa mencapai fiksasi makna yang utuh dan sempurna. Itu

berarti identitas selalu merupakan hasil “kontestasi-sementara”. Dan, setiap reproduksi

atau proses pembaharuan makna selalu merupakan tindakan politik sebab politik bagi

LM melampaui dari sekedar lembaga-lembaga politik seperti partai politik, kelender

pemilu dan sebagainya. Bagi LM, politik merupakan suatu konsep yang sangat luas

sebab mengacu pada cara kita senantiasa menyusun fenomena sosial dengan cara-cara

meniadakan cara-cara yang lain”.33 Chantal Mouffe membedakan politik itu dalam dua

kategori yakni “yang politis” (the political) dan “politik” (politics). By “the political” I

mean the dimension of antagonism which I take to be constitutive of human societies,

while “politics” I mean the set of practices and institutions through which and order is

created organizing of human coexistence in the context of conflictuality provided by the

political”.34

31Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, (1985) Hegemony& Socialist Strategy; Towards a RadicalDemocratic Politics, London-New York, Verso, hlm, 11132Boni Hargen, (2006), Op.cit, hlm, 2233Marianne W.Jorgensen dan Phillips.J. Louise, (2007) Analisis Wacana: Teori dan Metode, terj,Yogyakarta, Pustakan Pelajar, hlm, 6834 Chantal Mouffe, (2005) On the Political: Thinking in Action, London-New York, Routledge, hlm, 9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

28

Dalam perspektif seperti itulah, LM memahami (pembentukan) masyarakat atau

realitas sosial. Masyarakat atau realitas sosial itu tidak pernah selesai atau tidak pernah

sampai pada totalitasnya yang penuh dan sempurna. Dengan begitu maka masyarakat itu

bersifat terbuka (contingent) dan tidak tetap (unfixed). Itulah sebabnya dalam dictum-

nya yang terkenal itu LM mengatakan: “Masyarakat itu tidak ada!” Maksudnya,

masyarakat atau realitas sosial secara objektif tidak pernah selesai atau tepatnya tidak

pernah bisa bersifat penuh dan total”.35 Masyarakat selalu merupakan hasil dari praktik

diskursif yang beragam dan terus menerus. Masyarakat adalah cara subjek memberi

makna padanya. Meskipun begitu harus diingat bahwa subjek dalam pandangan LM

adalah subjek yang rentan, tidak pasti dan tidak otonom sebagaimana subjek cogitan

(cogito ergo sum: aku berpikir maka aku ada) yang dipahami Descartes. Subjek dalam

pandangan LM adalah subjek yang dikondisikan atau disituasikan. Karena itulah LM

memahami masyarakat atau realitas sosial itu tidak memiliki pusat hegemonik, atau

tidak memiliki semacam fondasi tetap yang tidak bisa berubah (semacam penyangga

permanen dalam dunia sosial) sebagaimana dalam pandangan Gramsci ataupun

Marxisme klasik.

Karena masyarakat adalah wacanaatau tepatnya merupakan praktik wacana maka

tidak ada elemen (kelompok sosial) yang lebih tinggi atau lebih unggul dalam ranah

sosial. Karena itu, setiap unsur dalam realitas sosial memiliki potensi untuk menjadi

wacana. Setiap elemen di dalam masyarakat yang dapat diartikulasikan ke dalam ruang

sosial dengan sendirinya dapat diidentifikasi. Bertolak dari pemahaman seperti itu

maka LM memahami bahwa hegemoni adalah hasil dari suatu praktik artikulasi yang

35 Boni Hargens, (206) Op.cit,hlm, 73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

29

bersifat terus menerus. Artikulasi itu selalu memberi identitas dan identitas itu akan

selalu menempati posisi struktural tertentu dalam ruang sosial”.36

LM memahami bahwa munculnya hegemoni merupakan konsekuensi dari

artikulasi diskursif dari elemen atau kelompok sosial tertentu yang mendominasi

artikulasi elemen atau kekuatan sosial tertentu yang berlangsung secara terus menerus

dalam ranah sosial. Sebaliknya, artikulasi diskursif yang dilakukan oleh elemen atau

kekuatan sosial tertentu dalam masyarakat yang memandang dirinya lebih lemah dari

kekuatan sosial yang mendominasi artikulasi diskursif dalam masyarakat dapat disebut

sebagai hegemoni tandingan atau kontra hegemoni”.37

Untuk memahami masyarakat sebagai hasil dari praktik artikulasi diskursif, LM

merumuskan empat konsep penting yang saling terkait:

We will call articulation any practice establishing a relation among elementssuch that their identity is modified as a result of articulatory practice. Thestructured totality resulting from articulate practice, we will call discourse. Thedifferential positions, in sofar as they appear articulated within a discourse, wewill call moments. By contrast, we will call element any difference that is notdiscursively articulated”.38

Artikulasi dalam pemahaman LM adalah setiap praktik menghadirkan hubungan

antar elemen sedemikian rupa sehingga identitas elemen-elemen tersebut berubah

sebagai akibat dari praktik artikulatoris. Totalitas terstruktur sebagai hasil dari praktik

artikulasi itulah yang disebut LM sebagai wacana. Posisi-posisi mereka yang berbeda

selama terartikulasi ke dalam sebuah wacana disebut sebagai momen-momen. Dan

secara kontras, setiap perbedaan yang tidak terartikulasikan secara diskursif disbeut

dengan elemen .

36 Ibid, hlm, 6537Ibid38 E.Laclau & Ch.Mouffe (1985) Hegemony & Socialist Strategy: Toward a Radical Democratic Politics,London-New York, Verso, hlm, 105

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

30

Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya bahwa identitas adalah hasil dari

artikulasi diskursif sehingga formasi hegemonik pada dasarnya adalah juga formasi

diskursif. Formasi hegemonik tidak terjadi secara spontan melainkan hasil kerja

kepemimpinan moral dan intelektual. Artinya, formasi hegemonik dengan sendirinya

meliputi pengorganisasian kekuatan-kekuatan sosial yang berfungsi sebagai “penanda

mengambang” (floating signifier) sehingga menghasilkan hubungan-hubungan

diferensial dalam suatu totalitas struktural”.39

Pengorganisasian itu dijalankan dengan menggunakan logika ekuivalensi atau

logika persamaan (logic of equivalence). Logika persamaan ini meliputi cara orang

mengelompokkan unsur-unsur yang sama (ekuivalen) sehingga bisa menjadi sebuah

totalitas trstruktur dengan identitas tertentu”. Singkat kata, logika ekuivalensi adalah

logika yang digunakan dalam rangka menghadapi musuh bersama”.40 Sementara itu,

logika perbedaan (logic of difference) adalah logika yang digunakan untuk

mengumpulkan dan mengelompokkan unsur-unsur dengan berbagai perbedaan. Logika

perbedaan tidak menunjuk kepada perbedaan internal antar kekuatan sosial yang

bersifat antagonistik tetapi justru merujuk kepada perbedaan dengan yang di luar

(constitutive out side). Jadi, baik logika ekuivalen (the logic of equivalence) maupun

logika perbedaan (the logic of difference), keduanya merupakan logika yang digunakan

untuk menyatukan unsur-unsur yang bernilai sama dan juga menyatukan unsur-unsur

yang berbeda dengan sesuatu yang di luar (eksternal) ke dalam apa yang disebut

Gramsci dengan blok historis (historical block) yang merupakan manifestasi

“kehendak bersama” (collective will). Sehubungan hal ini, Boni Hargens memberi

penjelasan:

39 St.Sunardi “Logika Demokrasi Plural-Radikal”, Opcit, hlm, 1340Ibid, hlm, 8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

31

Di satu pihak para pelaku sosial (social actors) dalam masyarakat menempatiposisi yang diferensial alias berbeda sama sama lain. Itu artinya, masing-masingaktor adalah partikularitas. Namun di pihak lain terdapat antagonisme sosialdalam masyarakat, antar kelompok sosial yang beragam. Antagonisme sosialinilah yang mendesak para pelaku sosial untuk membangun hubungan yangseimbang dan harmonis. Dengan kata lain, antagonisme mendorong terciptanyaekuivalensi sosial”.41

Tapi harus diingat bahwa agar hubungan-hubungan yang berbeda itu dapat

menyatu dibutuhkan “penanda utama” (master signifier) atau nodal point. LM

mengambil konsep ini dari psikoanalisa Lacanian. Itulah sebabnya, LM mengatakan

bahwa hegemoni itu pada dasarnya merupakan praktik artikulasi membangun nodal

points (point de capiton), yakni semacam titik temu dari sebuah rangkaian dalam suatu

tenunan masyarakat yang terdiferensiasi”.42 Dalam istilah lain, nodal point atau

“penanda utama” (master signifier) ini adalah sebauh “penanda kosong” (empty

signifier) yakni penanda tanpa petanda. Begitu dikosongkan, penanda ini bebas

dimaknai oleh “penanda mengambang” (floating signifier). Robertus Robet mengatakan

bahwa semua pihak atau aktor yang bermanuver harus dipandang sebagai “penanda

mengambang” (floating signifier), yakni penanda yang bergerak dalam kontestasi tanpa

akhir untuk mengisi penanda kosong itu”.43

Perlu ditambahkan bahwa dalam rangka membangun hegemoni tersebut

sebaiknya nodal point itu tidak berupa identitas konkret seperti buruh, gerakan

perempuan, gerakan lingkungan melainkan penanda yang dikosongkan seperti tatanan,

persatuan, reformasi atau nama lain sejauh bisa menyatukan dan membedakan dirinya

41Boni Hargens (2006) Op.cit, hlm, 6442http://dyanuardy.wordpress.com/2008/01/16/jalan-hegemoni-meraba-arah-bagi-gerakan-sosial/(Diakses, tgl.12-10.2011)43Robertus Robet,(2010) Manusia Politik:Subjek Radikal dan Politik Emansipasi di Era Kapitalisme GlobalMenurut Slavoj ZIzek, Tangerang, Marjin Kiri, hlm, 11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

32

dengan totalitas yang di luar sebagai kekuasaan yang represif”.44 Dalam formasi

hegemonik tersebut, “penanda utama” inilah yang berfungsi menjadi semacam “pusat

hegemonik”, meskipun harus tetap diingat bahwa “pusat hegemonik” di ranah sosial

dalam pandangan LM tidaklah tunggal melainkan plural. Karena tidak ada identitas

yang bersifat tetap maka “penanda utama” (master signifier) dalam formasi hegemonik

(blok historis) itu menurut LM, tidak harus dimainkan oleh “kelas pekerja” sebagaimana

dalam pandangan Gramsci. Penanda utama (master signifier) dapat dimainkan oleh

kelompok apa saja sejauh bisa mempersatukan kekuatan-kekuatan sosial yang ada

sehingga memiliki common differentiation dengan kekuatan hegemonik tandingan yang

dipandang eksploitatif dan otoritarian yang oleh karenanya dieksklusikan dari totalitas

hegemonik”.45

Praktik diskursif yang menyertakan “penanda utama” (master signifier) dengan

sendirinya akan menghasilkan identitas kolektif dan bukan lagi identitas “kelas pekerja”

sebagaimana dalam pemahaman Marxisme klasik dan Gramsci. Identitas itu, baik secara

individu maupun kolektif menurut LM selalu merupakan hasil dari proses politik yang

bersifat kewacanaan”.46 Dalam ungkapan yang lebih padat Josep Lowndes mengatakan:

Populist movements are thus successful to the degree that they can universalisetheir claims on behalf of the people, and yoke various social groups anddiscourses into one common identity. The success of this process is whatpolitical theorists Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, after Gramsci, callhegemony.Reigning political orders, they argue, present themselves as internallycoherent, universal forms of truth and representation that transcend politics assuch - this, in fact, is the source of their power. But any hegemonic order isactually a highly contingent product of dissimilar elements that get articulatedtogether in political struggle.47

44St. Sunardi, Op.cit, hlm, 1545Ibid, hlm, 1346 M.W.Jorgensen & Louise J.Phillips (2008)Op.cit, terj, hlm, 6447 Josep Lowndes, “From Founding Violence to Political Hegemony: The Conservative Populism of GeorgeWallace (dalam) Fransisco Panizza, ed, (2005) Populism and Mirror Democracy, London-New York,Verso,hlm,146

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

33

Jadi, identitas kolektif yang dihasilkan dari formasi hegemonik tersebut

menghasilkan identitas yang terbuka sekaligus tertutup. Maksudnya, melalui praktik

diskursif, kesatuan sosial memang dapat terbentuk namun kesatuan tersebut sekaligus

bersifat mustahil sebab bagaimanapun juga hubungan yang berbeda dalam hubungan

ekuivalensial yang terbangun tidak dapat diatasi secara tuntas. Selalu ada tegangan

dalam hubungan diferensial antar unsur-unsur atau kekuatan-kekuatan sosial yang sudah

terbentukitu meskipun mereka sudah masuk ke dalam suatu hubungan ekuivalensial

tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masyarakat sebagai praktik

artikulatoris tidak hanya meliputi apa yang bisa diwacanakan tetapi juga meliputi apa

yang tidak terwacanakan.Terjadi penyebaran wacana secara beraturan (dispersionin

regularity)”.48

1.6.1.2. Antagonisme

Sudah dijelaskanpada bagian sebelumnya bahwa formasi hegemonikitu meliputi

pengorganisasian kekuatan-kekuatan sosial yang berfungsi sebagai floating signifier

sehingga hubungan-hubungan yang berbeda dari setiap kelompok sosial menghasilkan

suatu totalitas struktural. Di sini LM memberi catatan, walaupun unsur-unsur atau

kekuatan-kekuatan sosial itu sudah disatukan ke dalam suatu totalitas struktural dengan

identitas tertentu namun hal itu tidak dapat menghilangkan tegangan hubungan

diferensial antar unsur-unsur yang ada dengan hubungan ekuivalensial yang sudah

terbentuk. Dengan kata lain, dalam suatu formasi hegemoni yang terbentuk,

antagonisme identitas dari setiap unsur secara internal tidak dapat dihilangkan.

Antagonisme antar identitas dalam suatu formasi hegemonik selalu ada meskipun tidak

48 St.Sunardi, Op.cit, hlm, 12-13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

34

dapat dikatakan. Antagonisme antar identitas yang pluralinilah yang menjadi titik tolak

munculnya gerakan sosial baru (LM lebih menyukai istilah perjuangan demokratik baru

“new democratic strugles”) yang kemudian dikembangkan secara lebih luas sebagai

gerakan demokrasi kerakyatan. (popular democratic).

Dalam rangka membangun dan merayakan demokrasi plural radikal itulah,LM

mendekonstruksi gagasan antagonisme dalam perspektif Marxisme klasik. Kalau

Marxisme klasik memahami dan memaknai antagonisme tersebut bersifat eksternal

maka LM justru memahami sebaliknya. LM melihat antagonisme itu sebagai sesuatu

yang ada secara internaldan sekaligus yang menciptakan keterbatasan masyarakat.

Antagonisme internal inilah yang membuat masyarakat itu tidak pernah stabil (fixed)

atau tidak pernah bisa mencapai totalitasnya yang utuh dan sempurna secara

objektif.Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan

hegemoni lantaran antagonismemembuat setiap makna sosial selalu berkontestasi dan

tidak akan pernah penuh/tetap (fixed). Keadaan inilah yang memunculkan antagonisme

sosial yang kemudian membentuk “garis politik” (political frontier). Dengan

munculnya, political frontier itu maka akan terjadi pertarungan hegemonik dengan rejim

opresif yang dipandang atau dijadikan sebagai “musuh bersama” (common enemy).

Keadaan seperti didorong oleh munculnya rantai ekuivalensi (chain of equivalence) di

antara kelompok-kelompok sosial yang beragama yang melakukan resistensi terhadap

rejim opresif.

LM (sebagaimana diungkapkan Daniel Hutagalung)49 mengatakan kalau

perjuangan hegemonik ingin berhasil maka yang harus diperhatikan adalah tidak

menempatkan logika yang diartikulasikan oleh semua bentuk eksternal ke dalam ruang

49Daniel Hutagalung, ”Hegemoni dan Demokrasi Radikal Plural: Membaca Laclau dan Mouffe” (dalam)Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe (2008) Op.cit, terj, hlm, xxxvii-xxxix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

35

partikular. LM memberi contohnya dari pengalaman Rosa Luxemburg, di mana dalam

situasi penindasan yang ekstrim yang dilakukan rejim Tsar, kaum buruh memulai

pemogokan dan menuntut kenaikan upah. Tuntutan kaum buruh ini sesungguhnya

bersifat partikular, tetapi dalam perspektif rejim represif (Tsar) hal itu justru dilihat

sebagai aktivitas menolak sistem rejim opresif (anti sistem). Makna dari tuntutan

tersebut terbagi menjadi dua, dari yang paling awal, antara partikularitasnya sendiri

dan sebuah dimensi yang lebih universal yakni anti sistem.

Untuk memahaminya dengan lebih mudah berikut ini dikutipkan saja diagram

yang dibuat Ernesto Laclau tentang apa yang menjadi pengalaman Rosa Luxemburg

pada masa rejim Tsar tersebut:50

Ts

D1

0 = 0 = 0 = 0 = 0……..D1 D2 D3 D4 D5….dst

Rejim opresif Tsarism (Ts) dipisahkan oleh batas politik (political frontier) dari

tuntutan-tuntutan sebagaian besar sektor dalam masyarakat (D1, D2, D3…dan

seterusnya). Setiap tuntutan tersebut ada dalam partikularitasnya masing-masing

sehingga masing-masing tuntutan itu berbeda dengan tuntutan-tuntutan lainnya.

Meskipun demikian, semuanya memiliki kesamaan (ekuivalen) satu dengan lainnya

yakni adanya kesamaan sikap beroposisi dengan rejim opresif, yakni rejim Tsar. Melalui

pembangunan rantai ekuivalensi (chain of equivalence), satu dari semua tuntutan

50Ernesto Laclau (2005) On Populist Reason, London - New York, Verso, hlm, 130

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

36

partikular yang beragam itu kemudian dijadikan atau ditampilkan untuk memimpin

atau mengambil tempat menjadi penanda (signifier) dari keseluruhan rantai tuntutan

yang beragam – suatu tendensi empty signifier. Akhirnya, D1 di atas lingkaran

ekuivalen mewakili tuntutan dari mereka yang anti sistem secara general.

Dalam hal ini, LM memberi catatan penting bahwa keseluruhan model ini sangat

tergantung pada kehadiran dichotomic frontier; tanpa hal ini relasi equivalential

(kesamaan) tersebut akan runtuh dan identitas dari setiap tuntutan-tuntuan tersebut akan

tergerus ke dalam keberbedaan dan partikularitasnya sendiri-sendiri. Harus diingat

bahwa pada saat ada upaya untuk membentuk sebuah political frontier maka pada saat

yang sama rejim opresif juga akan melakukan praktek mempertahankan proyek

hegemoninya dengan cara mencoba menyerap dan (meminjam istilah Gramsci)

mentransformasi beberapa dari tuntutan kaum oposisi tersebut. Dengan begitu, maka

garis batas yang memisahkan rejim opresif dengan kelompok yang berseberangan

sangatlah tidak stabil atau tidak permanen. Jika, rejim opresif mengakomodir sebagian

dari tuntutan-tuntuan tersebut maka implikasinya, chain of equivalence yang sudah

terbangun dengan sendirinya akan segera buyar. Dalam keadaan seperti itu, masing-

masing tuntutan-tuntutan partikular itu akan (dipaksa) kembali ke kondisi semula atau

yang disebut LM sebagai kondisi logic of difference, yakni kondisi seperti sebelum ada

ikatan pemersatu.

1.6.1.3. Pembentukan Subjek

Selain mengadopsi sejumlah konsep dari tradisi linguistik (strukturalis/poststrukturalis)

LM juga mengambil sejumlah konsep dari psikoanalisa Lacanian dalam

mengembangkan teorinya terutama terkait dengan (pembentukan) subjek. Menurut St.

Sunardi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

37

Lacan memahami seseorang menjadi subjek hanya setelah ia berbahasa. Denganberbahasa orang mengambil posisi sebagai subjek (subject position) dalammasyarakat karena dia menyerahkan (subject) dirinya pada sistem bahasasebagai sistem perbedaan. Dia mengalami dirinya secara sosial dalam tatananbahasa. Lacan memandang kesuluruhan bahasa itu sebagai liyan, karena bahasayang ia pakai bukanlah bahasanya sendiri melainkan bahasa yang sudah ada dimasyarakat, yaitu bahasa orang lain, nilai-nilai yang dalam bahasa itu bukanlahnilai-nilainya sendiri melainkan nilai-nilai orang lain. Dalam arti inilah liyanmerupakan nama untuk totalitas bahasa yang dipakai seseorang saat diamemasuki masyarakat”. Dengan demikian orang mengalami dirinya saatberhubungan dengan Liyan.51

Dengan berpijak pada perspektif psikonalisa Lacanian yang seperti itu, LM

kemudian memahami bahwa identitas setara dengan identifikasi terhadap sesuatu, dan

sesuatu itu merupakan posisi subjek yang ditawarkan wacana kepada individu”.52Subjek

dalam pemikiran LM selalu berarti “posisi subjek”(subject position).Perbincangan

tentang proses pembentukan subjek pada dasarnya merupakan soal identifikasi diri.

Dalam esainya The Minding Gap: The Subject Politics yang ditulis oleh Ernesto Laclau

bersama dengan Lilian Zac dijelaskan bahwa pembentukan subjek politik itu start from

the constitutive split of all political identity and try to ground, on that basis, both the

notion of an original lack and that of 'identification' as the central categories for

politics”.53

Cukup jelas bahwa, LM memandang bahwa “identifikasi” merupakan kategori

utama dalam politikdan ihwal “identifikasi” ini sejajar dengan apa yang disebut Pierre

Bordieu terma “mengambil posisi” (taking position) dalam suatu masyarakat. Robertus

Robet, kemudian menegaskan bahwa “subjek” dalam pandangan LM muncul dari

gerakan mensubversi realitas sosial yang nyata atau dalam istilah Lacan disebut sebagai

“tatanan simbolik”. Dengan kata lain, subjek muncul dari struktur yang terdislokasi

51Ibid, hlm, 9-1052 M.W.Jorgensen & Louise J.Phillips (2008)Op.cit, hlm, 8153 Ernesto Laclau, ed (1994) The Making of Political Identities, London-New York,Verso,hlm, 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

38

yang kemudian membentuk dari luar dirinya (constitutive outside)”.54 Dan harus diingat,

meskipun sudah mengambil posisi, namun subjek tidak akan pernah bisa menjadi subjek

yang utuh. Subjek senantiasa selalu membawa original lack di dalam dirinya sehingga

subjek dalam pandangan LM diidentifikasi sebagai subjek yang terdislokasi, split dan

decentred. Subjek yang terdislokasi maksudnya adalah subjek yang mengidentifikasikan

dirinya itu senantiasa merasa tidak berada di dalam totalitas terstruktur yang

dimasukinya. Lebih lanjut LM menjelaskan bahwa dislokasi merupakan subversi

diskursus hegemonik oleh peristiwa-peristiwa yang tidak berhasil didomestifikasi,

disimbolisasi atau diintegrasikan ke dalam diskursus. Pada akhirnya, dislokasi-dislokasi

itulah yang menjadi fondasi bagi terbentuknya identitas-identitas politik baru. Dengan

kata lain, benturan-antagonisme pada dirinya merupakan jalan menuju suatu arah baru

identifikasi identitas politik”.55

Dalam teori (pembentukan) subjek Lacanian, sejak dari bayi hingga dewasa,

seseorang (anak) senantiasa tidak pernah merasa cukup sesuai dengan citra-citra yang

disematkan kepadanya. Itulah sebabnya, Lacan mengatakan subjek itu pada dasarnya

adalah subjek yang split (terbelah) atau subject of lack. Subjek Lacanian adalah subjek

yang senantiasa merasa tidak pernah cukup untuk bisa untuk menjadi dirinya sendiri.

Jadi, subjek itu adalah subjek decentred. Kalau disebut bahwa subjek adalah subjek

yang decentreditu artinya, subjek memperoleh identitasnya diwakili oleh wacana. Di

dalam wacana (discourse) atau praktik kewacanaan tertentu itulah subjek atau posisi

subjek ditentukan. Oleh karena itu, seorang individu dapat saja memiliki lebih dari satu

kategori identitas yang melekat pada dirinya; tergantung kepada wacana apa yang

mengonstruksi dirinya pada momen tertentu. Subjek dalam pandangan LM bukanlah

54 Robertus Robet,(2010), Op.cit, hlm, 102-10355Ignasius Jaques Juru, Radikalisasi Pluralisme Sebagai Usaha Pengarusutamaan Politik Agonisme (dalam)Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JSP), Volume 14 No.2 Novemberi 2010, hlm, 189

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

39

subjek yang otonom dan mandiri yang ditentukan oleh pusat kesadarannya sebagaimana

dipahami Descartes dengan subjekego cogitan-nya itu.

Sebagaimana sudah disinggung pada bagian sebelumnya, formasi hegemonik

menurut LM harus meliputi pengorganisasian kekuatan-kekuatan sosial yang mengalami

bentuk-bentuk subordinasi baru dalam realitas sosial yang nyata (tatanan simbolik).

Dalam menghadapi berbagai bentuk subordinasi baru itulah, subjek akan mengalami

transformasi. Di sana ideologi memiliki peran dalam membentuk subjek baru politik.

Ideologi menurut LM berfungsi untuk menyatukan berbagai unsur-unsur atau

antagonisme identitas yang plural itu ke dalam sebuah totalitas yang terstruktur walau

sifatnya selalu sementara (temporer). LM memberi peringatan bahwa selalu ada jarak

antara subjek dan struktur. Subjek lantas mengalami apa yang disebut dengan dislokasi

(dislocation). Kalau Marxisme klasik atau Gramsci memahami adanya kelas utama

(kelas pekerja) sebagai agen utama perubahan sosial maka LM melihat bahwa subjek

baru politik atau agen perubahan itu dicirikan oleh adanya pluralitas identitas seperti

kaum buruh, feminis, gay, lesbian. Pendek kata subjek politik dalam arti agen (aktor)

perubahan dalam perjuangan demokrasi plural radikal bukan lagi “kelas-pekerja” tetapi

agen-agen dengan pluralitas identitasatau semacam asosiasi-asosiasi bebas, seperti

gerakan feminisme, LGBT, gerakan lingkungan hidup, gerakan masyarakat adat,

gerakanmasyarakat sipil (civil society) dan lain sebagainya”.56

1.6.1.4. Pengertian “Gereja Suku” dan “Ruang Publik”

Sebelum memperbincangkan lebih jauh tentang ruang publik tersebut, maka perlu

mendefenisikan apa yang dimaksud dengan “gereja suku”. Secara etimologi, istilah

“gereja” berasal dari Bahasa Portugis igreja. Istilah ini dipakai untuk menerjemahkan

56Ignasius Jaques Juru, Radikalisasi Pluralisme Sebagai Usaha Pengarusutamaan Politik Agonisme (dalam)Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JSP), Volume 14 No.2 Novemberi 2010, hlm, 189

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

40

kata ekklêsia(bahasa Yunani) yang berarti dipanggil keluar (ek=keluar; klesia dari kata

kaleo=memanggil). Ekklesiaatau gereja (igreja) berarti kumpulan orang-orang yang

dipanggil ke luar. Setidaknya ada tiga komponen yang terkandung dalam pengertian

gereja tersebut yakni kumpulan orang-orang (lembaga/komunitas), ada subjek yang

memanggil (Tuhan) dan transformasi atas kondisi orang-orang yang dipanggil atau

dikumpulkan. “Gereja Suku” diartikan suatu komunitas orang kristen yang secara

historis terbentuk sebagai buah dari pekerjaan penginjilan (zending) yang dilakukan

terhadap etnis tertentu. Keanggotaaan komunitas kristen “gereja suku” merupakan

jaringan yang saling mengenal dan merupakan bagian dari satu keluarga (etnis)

tertentu.Etnis atau etnisitas, seperti kata Daniel Perret adalah “perasaan menjadi bagian

dari” yang dibawa seolah-olah sejak lahir dan yang mendasari sebuah identitas budaya

”primordial”.57

Dalam statusnya yang seperti itu, subjek “gereja suku” adalah subjek “yang

lokal” atau “yang partikular”. Sebagai sebuah komunitas agama, komunitas kristen

”gereja suku” bagaimanapun juga memiliki apa yang disebut Habermas dengan tradisi

“dunia-kehidupan” (labenswelt), good life (konsep solidaritas warga demi keadilan)

serta intuisi-moral (weltanschuung). Sebagai komunitas agama, yang didirikan pada alas

etnisitas maka dalam derajat tertentu ihwal labenswelt, good life dan weltanschuung

yang ada di dalam dirinya, tentulah dihayati bersamaan dengan penghayatan pada nilai-

nilai atau tradisi kebudayaan etnisnya.

Persis dalam kerangka pemikiran seperti itulah keberadaan subjek komunitas

“gereja suku” memiliki keterkaitan dengan pemikiran LM yang mana mereka

memperkenalkan pertanyaan-pertanyaan seputar moralitas dan keadilan ke dalam politik

57 Daniel Perret ( 2010) Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu Sumatera Utara, Jakarta,Kepustakaan Popular Gramedia, hlm,4-6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

41

untuk melawan konsepsi demokrasi yang disandarkan pada ekonomi dan partisipasi

politik yang bersifat skeptis. Mereka mencari makna-makna baru dari gagasan

demokrasi tradisional seperti otonomi, kedaulatan rakyat dan kesetaraan yang tujuannya

tidak lain adalah untuk merumuskan ulang gagasan klasik mengenai ruang publik dan

menjadikannya sebagai pusat proyek politik. Selengkapnya, Chantal Mouffe

mengatakan:

Against interest-based conception of democracy, inspired by economicsandskeptical about the virtues of political participation, they wantto introducequestions of morality and justice into politics. Theyare looking for newmeanings of traditional democratic notionslike autonomy, popular sovereignty,and equality'. Their aim is toreformulate the classical idea of the public sphere,giving it a central place in the democratic project”.58

Apa yang dikemukakan Mouffe tersebut di atas memperlihatkan adanya pergeseran

politik-demokrasi dari model ekonomi ke moral. Dalam perspektif seperti itulah LM

mengembangkan konsepsi politik demokrasi deliberatif-nya (deliberative democracy) di

mana konsep ruang publik akan dielaborasi secara penuh. Dengan begitu, maka cukup

jelas sebagaimana Habermas tidak hanya memahami ruang publik sebagai locus

artikulasi politik tetapi sekaligus juga merupakan tempat menicptakan ruang politis

(political space) demi terwujudnya demokrasi radikal kewarganegaraan (radical

democratic citizenship).

Memang, ada begitu banyak versi dari demokrasi deliberatif tersebut. Namun,

Chantal Mouffe mencatat bahwa salah satu gagasan teoritik yang dirumuskan

Habermas adalah salah satu yang paling jitu. Demokrasi deliberatif itu bertolak dari

tesis yang berlaku umum tentang fungsi hukum sebagai mediator integrasi sosial.

Sumber legitimasi hukum sebagai produk politik diperoleh dengan menjadikannya

58 Chantal Mouffe, Deliberative Democracy or Agonistic Pluralisme (dalam) Jurnal Social Research,Vol.66, No.33 (fall1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

42

terlebih dahulu sebagai diskursus publik. Di Indonesia, wujud material model demokrasi

deliberatif ini dikenal sebagai demokrasi permusyawaratan di mana sumber

legitimasinya tidak lagi disandarkan pada kumpulan kehendak individu atau “kehendak

umum” rakyat tetapi melalui proses pencapaian keputusan-keputusan politik yang

berlangsung secara diskursif, argumentatif dan deliberatif”.59 Dengan kata lain,

legitimasi hukum sebagai produk politik (yang berfungsi sebagai mediator integrasi

sosial) dipahami tidak lagi sebagai sarana yang terpisah dari warga negara itu sendiri

sebab diskursus hukum itu sendiri lahir melalui proses seleksi publik secara rasional.

Singkat kata, demokrasi deliberatif itu sudah mengandaikan adanya ruang publik”.60

Menurut Habermas, istilah “ruang publik” (public sphere) hadir untuk

membedakan dirinya dengan ruang privat. Dalam perspektif kekuasaan Habermas

membagi ruang publik tersebut menjadi dua bagian:

Pertama, ruang publik yang tidak dikooptasi kekuasaan yaitu ruang publik yangtumbuh dari dunia-kehidupan dan kedua adalah ruang publik yang dikooptasioleh kekuasaan. Masing-masing ruang publik ini dikuasai oleh aktor-aktortertentu. Aktor dalam ruang publik yang tidak dikooptasi oleh kekuasaan adalahpara pribumi, karena mereka berasal dari publik itu sendiri dan memiliki akaryang mendalam pada dunia-kehidupan (labenswelt). Sementara aktor yang adadi dalam ruang publik yang dikooptasi oleh kekuasaan didominasi oleh aktorpemakai, yaitu aktor-aktor yang tidak tumbuh dalam publik melainkan hadir didepan publik dan menduduki ruang publik di mana mereka memanfaatkanmedium uang serta kuasa untuk memperalat publik. Mereka biasanya memilikiidentitas sosial yang mapan dan diakui dalam masyarakat Pemikiran Habermasmengenai ruang publik tersebut menyiratkan bahwa sifat dari ruang publikadalah eksklusif. Ia menempati posisi yang tunggal (singular), yaitu borjuis”. 61

Berbeda dengan pemikirannya yang pertama, Habermas dalam bukunya Between

Facts and Norms (1996) menempatkan ruang publik sebagai ruang yang plural.

59 Istilah Deliberatif berasal dari bahasa Latin deliberatio yang berarti menimbang-nimbang secararasional, berkonsultasi, atau bermusyawarah secara terbuka. Selanjutnya lihat: Gusti A.B. Menoh (2015)Agama Dalam Ruang Publik, Yogyakarta, Kanisius,hlm,8160Ibid, hlm, 8461Obed Bima Wicandra, Merebut Kuasa Atas Ruang Publik: Pertarungan Ruang Komunitas Mural diSuarabaya, Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Petra Surbaya,hlm,2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

43

Setiap komunitas dan kelompok masyarakat dapat membentuk ruang publiknyasendiri. Pemikiran ini sebagai reaksi atas kritik kaum posmodernisme yangmelihat pemikiran ruang publik pertama (borjuis) sebagai ruang yang cenderungeksklusif. Sedangkan formula inti dari pemikiran ruang publik yang kedua iniadalah varian dari demokrasi yang memfokuskan dirinya pada isu legitimasipolitik. Keputusan bisa bersifat legitim apabila keputusan tersebut memperolehpersetujuan rasional melalui partisipasi di dalam pertimbangan mendalam(deliberation) yang otentik oleh semua pihak yang berkepentingan terhadapkeputusan tersebut. Menurut Habermas, arena untuk berpartisipasi dalamdeliberasi tersebut adalah ruang publik”.62

Sementara itu, HannahArendt, (sebagaimana diungkapkan Eddie S. Riyadi

Langgut Tere)mendefenisikan “ruang publik” (public sphere) sebagai berikut:

Sebagai “ruang penampakan” dan sebagai “ruang bersama”.Ruang publiksebagai “ruang penampakan” berarti ruang di mana saya sebagai manusiadikenali sebagai manusia oleh yang lain karena saya “berada di antara manusia”(inter homines esse). Ruang publik sebagai ruang penampakan akan memisahkanapa-apa yang tidak relevan dengan kehidupan bersama itu sebagai “masalahprivat”, dan karena itu “cahaya kepublikan”, itulah yang menyinari apa yangprivat,tetapi bukan sebaliknya”.Sedangkan, ruang publik dalam pengertiannyasebagai “ruang bersama” adalah “dunia bersama” (common world), dunia dalamarti dunia yang kita pahami bersama, hidupi bersama, adalah dunia “yang adalahumum atau sama bagi kita semua, yang berbeda dari tempat kita yang privat didalamnya. Dunia tidaklah sama dengan bumi atau alam. Kalau bumi atau alamadalah ruang bagi seluruh makhluk hidup, maka dunia adalah sebuah kategorikhas bagi manusia. Dunia menghubungkan dan sekaligus memisahkan manusiapada waktu yang sama.Ruang publik sebagai dunia bersama menyatukan kitabersama dan mencegah kita untuk saling menelikung. Ruang publik sebagaidunia bersama adalah ruang “di antara” (in-between). Dunia bersamamemungkinkan manusia untuk hidup bersama dalam arti bahwa “pada esensinyaadalah sebuah dunia yang berada di antara mereka yang memilikinya sebagaimilik bersama, sebagaimana halnya sebuah meja yang ditempatkan di antaramereka yang duduk mengitarinya. Jika meja itu hilang, maka hilanglahkebersamaan itu”.63

Menurut Habermas, ruang publik merupakan arena diskursif yang berbeda dan

terpisah dari ekonomi dan negara. Di sanalah para warga negara berpartisipasi dalam

politik dengan bertindak melalui dialog dan debat. Habermas juga menambahkan bahwa

62 Ibid63 Eddie S.Riyadi Langgut Tere, (makalah) Manusia Politis Menurut Hannah ArendtPertautan antaraTindakan dan Ruang Publik, Kebebasan dan Pluralitas, dan Upaya Memanusiawikan Kekuasaan”.Disampaikan pada Kuliah Umum Filsafat Salihara, Totalitarianisme Menurut Hannah Arendt, 20 April2011. Komunitas Salihara Jakarta, hlm, 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

44

ruang publik merupakan ruang otonom yang berbeda dari negara dan pasar. Ia otonom

karena tidak hidup dari kekuasaan administratif maupun ekonomi kapitalis melainkan

dari labenswelt atau civil society”.64

Di ruang publik itu, tidak ada satu tradisi atau budaya (agama) apapun yang

boleh mengklaim komitmen etisnya sendiri sebagai satu-satunya norma bagi semua

pihak. Yang dimungkinkan adalah masing-masing tradisiatau dunia-kehidupan

(labenswelt) sebuah komunitas agama diperkenankan masuk ke sana dan diskursus

labesnwelt-nya bisa hanya bisa diterima menjadi diskursus publik kalau diskursus

keagamaan yang hendak diajukan itu memiliki argumentasi rasional-universal,

mengandung good life dan intuisi moral (weltanschuung) yang bisa mendorong

tumbuhnya solidaritas sosial diantara beragam elemen masyarakat sipil yang ada di

dalamya. Tumbuhnya solidaritas sosial di ruang publik yang diekspresikan lewat

perjuangan-perjuangan demokratik baru (new democratic strugles) merupakan momen

penciptaan “ruang politis” (political space) atau pembentukan masyarakat. Pemahaman

ruang publik ini, menjadi dasar untuk mendeskripsikan bagaimana subjek komunitas

kristen “gereja suku” – GKPS - (yang direpresentasikan oleh Komunitas CUM

“Talenta”) membentuk suatu masyarakat di ruang publiknya di pedesaan Simalungun.

Adapun “ruang publik” (public sphere) yang dimaksud dalam konteks penelitian ini

adalah ruang publik yang informal yakni dunia kehidupan masyarakat sipil yang tidak

dikooptasi negara ataupun pasar.

64Gusti A.B.Menoh (2015) Op.cit, hlm, 85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

45

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Posisi peneliti

Sebagai seorang Pendeta di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) (salah satu

“Gereja Suku” di Sumatera Utara) dan juga sebagai salah seorang yang terlibat dalam

proses pembentukan Komunitas CUM “Talenta” maka tujuan saya melakukan

penelitian adalah untuk mengembangkan pemahaman secara teoritik tentang praktik

pengartikulasian identitas politik gereja-gereja di Indonesia khususnya “Gereja Suku”

dalam konteks barunya di “ruang publik”. Dengan posisi subjektif seperti itu, posisi

peneliti dalam penelitian ini adalah “orang dalam”.

Tentulah ada keuntungan dan kerugian dengan identitas ganda saya sebagai

seorang Pendeta yang terlibat dalam mendirikan Komunitas CUM “Talenta” dan

sebagai peneliti yang meneliti justru apa yang saya lakukan sendiri. Identitas saya

sebagai Pendeta di GKPS dan juga sebagai salah seorang pendiri Komunitas CUM

“Talenta” tahun 2007 telah memberikan saya pemahaman dan pengetahuan dasar

tentang arti dan makna istilah-istilah yang terdapat dalam gerakan pemberdayaan

ekonomi kerakyatan yang terdapat dalam wacana CUM. Dengan menyatakan hal ini,

saya tidak mengklaim bahwa saya memiliki semacam monopoli atas kebenaran tentang

wacana CUM yang digunakan sebagai instrumen untuk mengartikulasikan aspek etis

gereja di bidang diakonia pemberdayaan ekonomi rakyat-jemaat. Pernyataan tentang

posisi saya sebagai peneliti dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan

bahwa posisi (identitas ganda) tersebut justru memungkinkan saya untuk melakukan

penelitian atas sebuah komunitas yang justru saya sendiri terlibat di dalamnya.

Sangat disadari bahwa posisi peneliti sebagai “orang dalam” potensial

menimbulkan bias karena subjektifitas saya masuk terlalu jauh mempengaruhi proses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

46

pengumpulan data-data dan pengolahannya. Oleh karena itu, penelitian ini dikerjakan

dan bersandar semata-mata pada kaidah-kaidah penelitian yang objektif dan

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

1.7.2. Sumber dan Teknik Memperoleh Data

Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan

makauntuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna menjawab rumusan permasalahan

dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan digunakan metode etnografis yang

difokuskan untuk mendeskripsikan sekaligus menginterpretasikan praktik-praktik

kebudayaan yang dilakukan oleh subjek penelitian ini, yakni komunitas CUM

“Talenta”.

Untuk menggali data-data yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan setting

sosiohistoris keagamaan yang meliputi urgensi keterlibatan gereja dalam menghadirkan

sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan di era kapitalisme neoliberal. Selain itu, studi

kepustakaan juga dilakukan untuk mendeskripsikan sejarah dan perkembangan

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia hingga perdebatan seputar wacana

Credit Union (CU) antara gerakan ekonomi dan gerakan sosial.

Sedangkan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkanguna menjawab

rumusan permasalahan dan tujuan penelitian ini, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh data-data tentang apa dan bagaimana latar belakang

historis munculnya wacana Credit Union Modifikasi sebagai wacana allternatif

bagi pemberdayaan ekonomi rakyat-jemaat, maka dibutuhkan data-data primer

antara lain Buku Pedoman Umum Pengelolaan CUM, buku Bank Perkreditan

Rakyat: PT. Pijer Podi Kekelengen. Sebagai seorang yang sudah pernah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

47

mengecap “Pendidikan dan Pelatihan” calon pengelola (manajer) yang

diselenggarakan oleh MP. Ambarita, data primer tersebut sebelumnya sudah ada

di tangan penulis. Data-data primer lain yang dibutuhkan diperoleh dengan

melakukan wawancara MP.Ambarita sebagai penemu gagasan CUM.Karena

alasan alasan jarak tempuh yang cukup jauh dan waktu yang tidak meungkinkan

(kini domisili MP.Ambarita sekarang di desa Sirait Uruk Kecamatan Porsea

Toba Samosir) maka wawancara dilakukan melalui telepon. Data-data sekunder

yang dibutuhkan diperoleh melalui pelacakan dari internet.

2. Untuk memperoleh data-data primer tentang sejauhmana komunitas CUM

“Talenta” mampu mengartikulasi identitas politik GKPS sebagai “gereja suku”

di ruang publiknya di pedesaan Simalungun, dilakukan dengan cara

mengumpulkan dokumen-dokumen seperti Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga (AD/ART) Komunitas CUM “Talenta” edisi tahun 2009 dan

edisi revisi tahun 2012 yang menggambarkan dapat menggambarkan konstruksi

pola relasi atau hubungan Komunitas CUM “Talenta” dengan institusi GKPS.

Selain itu, dibutuhkan data-data primer lainnya seperti Tata Gereja (TG) dan

Peraturan Rumah Tangga (PRT) GKPS serta risalah dan Keputusan-keputusan

Sinode Bolon GKPS tahun 2000 dan tahun 2005 untuk mengkonfrontasi klaim-

klaim yang dilakukan Komunitas CUM “Talenta”. Sebagai “orang dalam” data-

data ini sebelumnya sudah ada di tangan penulis.

3. Untuk memperoleh data-data tentang “Perjuangan-perjuangan demokratik

baru yang seperti apa yang dilakukan komunitas CUM “Talenta” di ruang

publiknya di pedesaan Simalungun, dilakukan dengan cara mengumpulkan

dokumen (rencana program kerja Komunitas CUM “Talenta” tahun 2011),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

48

Laporan Pertanggung jawaban pelaksanaan program oleh Badan Pengurus dan

Badan Pengawas Komunitas CUM “Talenta” kepada Rapat Anggota Tahunan

(RAT) tahun 2012. Selain itu, data-data primer juga diperoleh dengan cara

melakukan observasi (pengamatan langsung di lapangan) yakni di kelompok-

kelompok basis di mana perjuangan-perjuangan demokratik baru itu

diartikulasikan. Data-data yang diperoleh kemudian didokumentasikan dalam

bentuk foto. Sementara itu untuk memperoleh data-data tentang untuk mengukur

keberhasilan perjuangan-perjuangan demokratik baru yang dilakukan komunitas

CUM “Talenta” tersebut data-data yang dibutuhkan diperoleh melalui dokumen

dan wawancara terhadap lima orang anggota Komunitas CUM “Talenta”.

Semua data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan dan diklasifikasi secara

tematis sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian sehingga proses analisis data

secara teknis dapat dikerjakan dengan lebih mudah. Deskripsi tentang sumber data dan

teknik memperoleh data penelitian ini dapat digambarkan bentuk matrik berikut ini:

No Kategori Data Jenis Data Sumber Data Prosedur Memperoleh Data1. Gereja dan

urgensimenghadirkanSistem EkonomiMikro Alternatifdi EraKapitalismeNeoliberal(settingsosio historiskeagamaan)

Konteks Oikumenis

Literatur/InternetStudi literatur dan mediaelektronik (internet)

Lembaga KeuanganMikro (LKM):Pengertian,Sejarah,Perkembangan danpeta persoalan LKMdi Indonesia

Jenis-jenis LKMPerdebatan seputarCU: antara LKM dangerakan sosial

2.

Prosesmenciptakanidentitas politik“GKPS” di

Latar belakangmunculnya wacanaCUM: MengenalMP.Ambarita sebagaipenemu gagasan dankisah awalkemunculan wacanaCUM

Buku BankPerkreditan RakyatKekelengen PijerPodi Desa Simalem

Buku PedomanUmum PengelolaanCUM

MP. Ambarita

Ada di tangan penulis Wawancara

(hasil wawancaraditranskripsi danditerjemahkan secara bebasoleh penulis)

Konkretisasi wacanaCUM ke dalam

Liharson Sigiro AD/ART komunitas

Wawancara(hasil wawancara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

49

Ruang Publik danrepresentasinyaoleh KomunitasCUM “Talenta”

konteks GKPS CUM “Talenta”(2009/2012)

ditranskripsi danditerjemahkan secara bebasoleh penulis)

HubungankelembagaanKomunitas CUM“Talenta” denganGKPS

TG/PRT GKPS Risalah Sinode

Bolon GKPS tahun2000/2005

Ada di tangan penulis

3.

Perjuangan-perjuangandemokratik baruyang dilakukanKomunitas CUM“Talenta” danruang politis(political space)yang tercipta

Menciptakan modalbersama

AD/ART KomunitasCUM “Talenta”

Manajer

Wawancara(hasil wawancaraditranskripsi danditerjemahkan secara bebasoleh penulis)

Memaknai (ulang)Haroan Bolon

2 Komisariat/(kelompokbasis)/penguruskomisariat

Observasi(didokumentasikan dalambentuk foto)l

Mendirikanperusahaan(CV.Talenta)

Manajer KomunitasCUM “Talenta”Saribudolok/P.Raya dan P.Siantar

Keputusan RATtahun 2012

Wawancara(hasil wawancaraditranskripsi danditerjemahkan secara bebasoleh penulis)

Perkembanganorganisasi danmanfaat yangdirasakan anggota

4 orang anggotaKomunitas CUM“Talenta”

Wawancara(hasil wawancaraditranskripsi danditerjemahkan secara bebasoleh penulis)

1.7.3.Pengolahan Data dan Analisis

Data-data yang diperoleh kemudian diklasifikasi dan dinarasikan mengikuti kerangka

rumusan permasalahan. Setelah itu, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan

perspektif teoritis tentang politik hegemoni yang dikembangkan Ernesto Laclau dan

Chantal Mouffe (LM). Sebagaimana sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, bahwa

LM juga mengembangkan perspektif teoritiknya dengan mengadopsi sejumlah

perspektif psikoanalisa Lacanian maka analisis dalam penelitian ini, juga menggunakan

perspektif psikoanalisa Lacanian.

1.8. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I memaparkan latar

belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sumber data dan teknik memperoleh data,

sistematika penulisan, Kemudian Bab II memaparkan setting sosio historis keagamaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

50

yang dibingkai dalam judul pembahasan: “Gereja di era Kapitalisme Neoliberal:

Urgensi menghadirkan sistem ekonomi mikro alternatif. Sub pembahasannya meliputi:

konteks oikumenis, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), pengertian, sejarah,

perkembangannya dan peta persoalannya, dan jenis-jenis LKM, perdebatan seputar

Credit Union (CU): gerakan ekonomi atau gerakan sosial. Bab III merupakan paparan

data-data tentang proses menciptakan Identitas Politik “Gereja Suku” (GKPS) di Ruang

Publik dan representasinya oleh Komunitas CUM “Talenta. Pembahasannya dibagi

menjadi tiga sub bagian. Sub bagian pertama membahas pengenalan terhadap wacana

CUM, konkretisasinya ke dalam konteks GKP, Hubungan Komunitas CUM “Talenta”

dengan GKPS, Perkembangannya dan manfaat yang dirasakan anggota. Bab IV

merupakan bagian analisis terhadap atas proses penciptaan identitas politik “gereja

suku” dan representasinya oleh komunitas CUM “Talenta”. Pembahasannya akan dibagi

menjadi dua bagian: bagian pertama, hegemoni, antagonisme dan persoalan identitas

subjek dalam konteks kemunculan wacana CUM. Bagian kedua, membahas artikulasi

identitas politik yang direpresentasikan oleh komunitas CUM “Talenta”. Sub

pembahasannya meliputi: tuntutannya (demands), diakonia sebagai “penanda kosong”

(empty signifier), logika persamaan dan logika perbedaan dalam formasi hegemonik

komunitas CUM “Talenta”, ekspresi identitas politik dan representasinya; menciptakan

modal bersama: melawan rentenir, memaknai (ulang) haroan bolon; menolak

individualisme, menolak rayuan agen neoliberal (Rabo Bank), mendirikan perusahaan

(CV.Talenta): memotong jalur pemasaran kopi, Dari Komunitas Credit menjadi

Komunitas Credo”: siasat melawan hegemoni negara. Bab V merupakan bagian

penutup berisi Kesimpulan dan Refleksi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

51

BAB II

GEREJA DI ERA KAPITALISME NEOLIBERAL:

URGENSI MENGHADIRKAN SISTEM EKONOMI MIKRO ALTERNATIF

2.1. Pengantar

Bab II ini merupakan paparan tentang setting sosio historis keagamaan. Bagian pertama

memaparkan konteks oikumenis urgensi keterlibatan gereja dalam menghadirkan sistem

ekonomi (mikro) alternatif di era kapitalisme neoliberal. Lalu, pembahasan pada bagian

kedua akan menampilkan pengenalan lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia.

Subpembahasannya meliputi: pengertian, sejarah dan perkembangannya, peta

persoalannya, jenis-jenisnya dan terakhir perdebatan seputar Credit Union (CU):

gerakan ekonomi atau gerakan sosial.

2.2. Gereja Di Era Globalisasi Kapitalisme Neoliberal: Urgensi Menghadirkan

Sistem Ekonomi Mikro Alternatif

2.2.1. Konteks Oikumenis

Sudah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan bahwa cengkeraman hegemoni sistem

ekonomi konglomerasi yang diasuh oleh ideologi kapitalisme neoliberal tampak

semakin kokoh dan tak tergoyahkan. Meskipun begitu, masyarakat dunia tidak lantas

menerima begitu saja kenyataan hegemonik hegemonik tersebut. Di berbagai belahan

dunia tampak telah terjadi berbagai aksi protes (demonstrasi) untuk menolak

hegemonisasi yang diciptakan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal tersebut. Bahkan

masyarakat agama juga telah berkali-kali menyuarakan bahaya yang diakibatkan oleh

sistem ekonomi neoliberal tersebut.

Dalam konteks oikumenis (global), perbincangan mengenai urgensi keterlibatan

Gereja untuk menghadirkan sistem ekonomi (mikro) alternatif yang lebih adil dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

52

manusiawi sesungguhnya sudah menjadi diskursus oikumenis yang cukup serius yang

dipergumulkan Dewan Gereja Dunia (DGD) sejak Sidang Raya-nya di Harare-

Zimbabwe pada tahun 1998. Pada saat itu, mengemuka sebuah pertanyaan reflektif:

“Bagaimanakah kita menghayati iman kita dalam konteks globalisasi?”. Tentu saja,

pertanyaan reflektif ini menuntut tanggapan etis, pastoral, teologis dan spiritual dari

gereja-gereja baik pada aras global, regional, nasional maupun lokal. Logika globalisasi

perlu ditantang dengan suatu cara hidup alternatif bermasyarakat dalam

keberagaman”.65 Menurut Duchrow dan Hinkelammert tuntutan agar gereja-gereja di

seluruh dunia memberikan respon etis tersebut, karenaproperty-based capitalism is not

just an economic or political phenomenon but a religious one […], On the other, the

Churches can be forceful actors in civil society once they work together with social

movements”.66

Apa yang dikatakan Duchrow dan Hinkelammert di atas mengindikasikan bahwa

globalisasi sistem ekonomi kapitalisme neoliberal sekaligus telah menyodorkan

tantangan yang lebih besar tidak hanya bagi gereja-gereja tetapi juga bagi seluruh

masyarakat dunia di muka bumi ini. Kebutuhan untuk menghadirkan dan

mengembangkan sistem ekonomi (mikro) alternatif semakin mendesak sebab sistem

ekonomi kapitalisme neoliberal itu hanya memupuk kesenjangan sosial (kemiskinan)

ekonomi masyarakat global yang semakin subur dan melebar. Itulah sebabnya, pada

Sidang Raya-nya tahun 2006 di Porto Allegre, Dewan Gereja Dunia (DGD) mengajak

semua gereja-gereja di semua aras serta masyarakat oikumenis lainnya untuk tidak

hanya bersikap kritis terhadap globalisasi kapitalisme neoliberal tetapi juga didesak

65Tim Keadilan, Perdamaian Dan CIptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD),(2006) GlobalisasiAlternatif Mengutamakan Rakyat Dan Bumi: Sebuah dokumen Latar Belakang, terj, Jakarta, PMK-HKBP,hlm, 1-266Ulrich Duchrow dan Franz J. Hinkelammert (2004) Property for People Not for Profit; Alternatives to theglobal tyranny of capital, London-New York, Zed Books, hlm, 205

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

53

agarmampu menghadirkan sistem ekonomi yang dapat menjadi alternatifnya. Dalam

perspektif keprihatinan dan urgensi permasalahan seperti itulah sehingga DGD

merumuskan tema Sidang Raya-nya di Porto Allegre itu: “Tuhan, dalam RahmatMu,

Ubahlah Dunia”.67

Upaya untuk menghadirkan tatanan kehidupan sosial, ekonomi, politik

masyarakat dunia yang lebih adil dan manusiawi, tidak cukup kalau hanya dilakukan

dengan mempraktikkan “cara hidup alternatif”. Gereja-gereja dan masyarakat oikumenis

dunia harus didorong untuk mengajukan “sistem ekonomi (mikro) alternatif”. Hal itu

mendesak sebab sistem ekonomi kapitalisme neoliberal dipandang tidak mungkin dapat

mengubah kesenjangan sosial ekonomi masyarakat dunia dewasa ini menjadi lebih adil

dan manusiawi. Bagaimanapun juga, sistem kapitalisme neoliberal akan selalu membuat

relasi manusia-manusia maupun relasi manusia-alam, kokoh dalam relasi penghisapan

dan penaklukan tiada henti. Tidak hanya itu, “kompetisi” pun telah dipancang sebagai

satu-satunya etos dominan untuk meraih martabat kemanusiaan (human dignity). Di situ

manusia telah disituasikan menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus).

Persoalannya kemudian menjadi semakin pelik sebab di sana uangjuga tampak telah

kokoh sebagai struktur makna yang utama dalam relasi sosial, budaya, ekonomi dan

politik di masyarakat. Pendek kata, uang adalah segalanya.

Dengan watak dasar seperti itu, sistem ekonomi kapitalisme neoliberal akan

selalu menghancurkan segala bentuk struktur kolektif yang ada di masyarakat, mulai

dari unit yang terkecil (keluarga) sampai dengan unit yang terbesar yakni Negara.

Haryatmoko, bahkan menggambarkan budaya masyarakat yang diciptakan oleh sistem

ekonomi kapitalisme neoliberal itu sebagai berikut:

67Tim Keadilan, Perdamaian Dan CIptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD),(2006) Op.cit, hlm, 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

54

Neoliberal telah mengubah tatanan dunia menjadi hanya berpusat pada ekonomi-uang. Masyarakat yang menekankan pada ekonomi merupakan masyarakat yanghanya mengenal satu pola hubungan yaitu bertarung dalam persaingan.Masyarakat seperti ini menjadi arena di mana kelompok-kelompok dan individu-individu bertarung tanpa ada yang menengahi. Hanya prestasi dan kompetensilahyang menentukan. Pragmatisme lalu menjadi ideologi pokok dari masyarakatseperti itu. Dalam sistem kapitalisme neoliberal, logika ekonomi dipisahkan darilogika sosial. Logika ekonomi didasarkan pada persaingan sebagai pendorongefektifitas. Logika ini dipisahkan dari logika sosial yang sangat menekankanaturan keadilan. Logika ekonomi tertutup terhadap wacana lain, padahal wacanalain sering memberi pemecahan atas suatu permasalahan ekonomi meskipundalam skala yang kecil”.68

Perlu ditambahkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme neoliberalisme itu pada

dasarnya mau mengubah manusia menjadi komoditi dan mereduksi peran pemerintah-

pemerintah nasional dalam menjaga pembangunan sosial yang harmonis dan lestari.

Neoliberalisme memberi perhatian maksimum pada modal swasta dan apa yang

dinamakan dengan “pasar tak terkekang” (unfettered market) untuk mengalokasikan

sumber daya untuk menaikkan pertumbuhan”.69 Neoliberalisme telah menjadi selubung

ideologis bagi proyek globalisasi ekonomi yang memperluas kekuasaan dan

dominasinya melalui jalinan jaringan institusi internasional, kebijakan nasional, praktik

perusahaan dan investor serta perilaku individual. Akibatnya, neoliberalisme

menghapuskan fungsi negara sebagai penyelenggara kesejahteraan sosial”,70 bagi

warganya. Albert Nolan mendefenisikan sistem ekonomi neoliberal ini sebagai sebuah

cara pandang yang sepenuhnya materialistik yang didasarkan pada prinsip kemenangan

bagi mereka yang kuat, sebuah budaya yang menghancurkan kebudayaan lain,

68 Haryatmoko, “Peran Gereja di Indonesia Ketika Neo-liberalisme Semakin Mendikte” (dalam) JeffrieA.A.Lempas, eds (2006),Format Rekonstruksi Kekristenan:“Menggagas TeologiMisiologi, dan EkklesiologiKontekstual di Indonesia”,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, hlm, 112.69 Tim Keadilan, Perdamaian Dan CIptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD),(2006) Op.cit, hlm, 3-470Ibid, hlm, 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

55

menghancurkan kebijaksanaan-kebijaksanaan asli dan menjadikan yang kaya makin

kaya dan yang miskin makin miskin”.71

Dalam keprihatinan seperti itulah, gereja diajak untuk memperjuangkan suatu

tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat global, yang lebih adil dan

manusiawi. Dalam perspektif gereja, perjuangan itu dapat dilakukan lewat diakonia

gereja baik dalam skala lokal, nasional, regional maupun global. Dalam hal ini, gereja

harus mengingat apa yang pernah dikemukakan Leonardus Samosir bahwa:

Gereja tidak pernah lepas dari lingkungan di mana ia hidup. Gereja bukansebuah instansi abstrak-universal yang tidak tersentuh oleh pertanyaan danjawaban lokal.[...] Gereja dibentuk di dalam partikularitas dan kelokalan. Gerejaadalah bagian dari masyarakat di mana Gereja berada. Karena itu, masyarakatadalah “milik” Gereja; sebaliknya Gereja adalah “milik” masyarakat. Segalakeprihatinan masyarakat adalah keprihatinan Gereja. Oleh karena itu, mau tidakmau Gereja harus tampil dalam panggung masyarakat; masuk ke dalam wilayahpublik”.72

Kalau memang demikian halnya, maka diakonia gereja tidak cukup dijalankan

hanya secara karitatif saja. Gereja dipanggil untuk memulihkan kegiatan diakonia

menjadi pelayanan konkret yang mencerminkan kesetiakawanan manusia”,73 sehingga

mampu mentransformasi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan religiusitas warga

gereja dan masyarakat menjadi lebih otentik. Diakonia gereja seharusnya dijalankan

untuk mentransformasi tidak hanya dimensi kultural-personal tetapi juga harus menohok

ke dimensi struktural (politik). Meskipun begitu, ikhtiar Gereja untuk melakukan

perubahan atau mentransformasi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sehingga

menjadi lebih adil, tidak boleh membuat gereja larut kepada sistem yang justru hendak

ditentangnya”.74

71 Albert Nolan (2009) Jesus Today : “Spiritualitas Kebebasan Radikal”, Yogyakarta, Kanisius, hlm, 6072 Leonardus Samosir,(2010), Op.cit, hlm, 8373Ulrich Duchrow dan Franz J. Hinkelammert (2004) Op.cit, hlm, 8-974 Leonardus Samosir (2010), Op.cit, hlm, 83

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

56

Apa yang dikemukakan Leonardus tersebut di atas, menjadi penting untuk

dicatat sebab Gereja pernah terjerembab lantaran keliru dalam mengambil posisi (taking

position) di tengah-tengah kondisi krisis sosial ekonomi dan politik yang dialami

masyarakat di mana ia berada. Hal itu terlihat misalnya dari catatan kritis yang dibuat

oleh Ulrich Duchrow yang mengkritik cara gereja (Barat) memosisikan (taking position)

dirinya di tengah-tengah sistem kekuasaan yang bersifat totaliter di Eropa di masa lalu:

Bercermin dari akibat nyata sejarah gereja Barat, kami juga bisa menyimpulkanbahwa tidaklah cukup hanya dengan upaya melemahkan sistem-sistemkekuasaan. Gereja-gereja dengan struktur kekuasaan politik dan ekonomi, yangmula-mula muncul sebagai gereja-gereja imperialis, kemudian sebagai gereja-gereja nasional atau regional, dan juga keuskupan gereja besar, telah gagal dalamberbagai usaha untuk melemahkan struktur-struktur kekuasaan dan uang denganmempertegas suara kenabian mereka. Sistem-sistem kekuasaan telah munculpenuh kemenangan dan celakanya, gereja telah menyesuaikan diri dengankapitalis atau teologi negara, atau telah mengikuti “teologi gereja” sehinggagereja berada dalam situasi kekuasaan asimetris, mengkompromikan diri merekadengan Injil agar tidak membahayakan lembaga mereka sendiri”.75

Salah satu contoh kekeliruan gereja-gereja di Indonesia dalam mengambil posisi

di tengah-tengah konteks krisis sosial ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun

1997/1998 adalah ketika sekelompok elite gereja yang memiliki kekuasaan ekonomis

dan politis, bersama-sama dengan Ketua umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia

(PGI) masa bakti 1994-1999, pergi ke istana untuk mempersembahkan uang dan emas.

Pada hal saat itu masyarakat luas, khususnya mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat

(LSM) dan gerakan-gerakan pro-demokrasi telah melakukan perlawanan dan

menyatakan: tidak pada Suharto”.76

Tidak heran kalau Emanuel Gerrith Singgih (sebagaimana dikutip Martin Lukito

Sinaga) kemudian mengatakan bahwa hal tersebut merupakan ketidakmampuan gereja-

75 Ulrich Duchrow, (1999), Mengubah Kapitalisme Dunia “Tinjauan Sejarah-Alkitabiah bagi Aksi Politis”,Jakarta, BKP Gunung Mulia, hlm, 32376 Saut Sirait, (2001), Politik Kristen di Indonesia “Suatu Tinjauan etis”, Jakarta, BPK- Gunung Mulia, hlm,242

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

57

gereja di Indonesia melihat bahwa momen tahun 1998 itu sebagai kairos, yakni momen

tindakan ilahi yang kreatif”.77 Dunia, adalah tempat dimana gereja dan masyarakat

lainnya berada bersama sehingga semuanya merupakan satu keluarga di dalam “rumah

tangga Allah”. Oleh karena itu, Gereja memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan

menata “rumah tangga Allah” tersebut. Gereja ditantang untuk bergabung dalam

perjuangan melawan ketidakadilan dan kekuatan yang merusak dengan berkarya untuk

membangun suatu masyarakat AGAPE (Alternative Globalization Addressing Peoples

and Earth), lintas iman, budaya dan gerakan-gerakan sosial, apakah itu perjuangan

lokal, regional, kontinental atau global”.78

Lalu, “sistem ekonomi alternatif” yang seperti apa yang dapat menjadi

alternatifnya? Tentu jawababan yang dapat dipastikan adalah tidak ada satu alternatif

yang tunggal. Sistem ekonomi alternatif itu dapat muncul sesuai dengan kebutuhan dan

tuntutan dalam konteks partikularitas masing-masing. Penting untuk mengingat apa

dikatakan Ulrich Duchrow bahwa sistem “ekonomi mikro alternatif” yang hendak

diajukan semestinya adalah sistem ekonomi mikro yang berorientasi kepada: 1).

Kehidupan semua orang zaman sekarang, yaitu harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan

pokok mereka, 2). Kehidupan semua makhluk dunia lainnya, 3). Kehidupan generasi-

generasi yang akan datang. Duchrow juga menambahkan bahwa ciri dari “sistem

ekonomi alternatif” itu adalah “ekonomi dari bawah” yang berlawanan dengan ekonomi

penimbunan”.79 Duchrow menambahkan bahwa “ekonomi mikro alternatif” itu beranjak

dari “komunitas ragi” di tingkat komunitas lokal dan daerah skala kecil”.80

77 Martin Lukito Sinaga, “Kata Pengantar”, (dalam) Albert Nolan, (2011), Harapan di Tengah KesesakanMasa Kini “Mewujudkan Injil Pembebasan”, terj, Jakarta, BPK-Gunung Mulia, hlm, ix78 Tim Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan DGD,(2006) Op.cit, hlm, 8-979Ulrich Duchrow (1999) Op.cit, hlm, 28080Ibid, hlm, 287

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

58

Dalam perspektif Dewan Gereja Dunia (DGD), sistem “ekonomi alternatif” itu

merupakan sebentuk “ekonomi kehidupan” atau “ekonomi Allah” (divine economy)

yang rincian ciri-cirinya dirumuskan sebagai berikut:

- Rahmat ekonomi Allah yang ramah (oikonomia tou theou) membawa danmelestarikan kelimpahan bagi semua

- Ekonomi Allah yang ramah menuntut kita agar mengelola kelimpahan hidupdengan cara yang adil, partisipatif dan bersifat melestarikan;

- Ekonomi Allah adalah suatu ekonomi kehidupan yang mengedepankansemangat saling berbagi, solidaritas yang mengglobal, martabat manusia,cinta kasih dan pemeliharaan keutuhan ciptaan;

- Ekonomi Allah adalah suatu ekonomi untuk keseluruhan ekumene-keseluruhan komunitas bumi;

- Keadilan Allah dan keberpihakan-Nya pada kaum miskin adalah tanda dari“ekonomi Allah”.81

Berdirinya Grameen Bank (GB) di Bangladesh, yang digagas oleh Muhammad

Yunus (1976), merupakan salah satu contoh hadirnya gagasan atau sistem ekonomi

alternatif lebih dari Sekadar logika ekonomi. Dalam mekanisme di Grameen Bank,

kelompok miskin yang tidak mempunyai jaminan menjadi bisa memiliki akses ke modal

berkat pemikiran yang memperhitungkan aspek budaya”.82 Selain itu, model Accion

Intrnational di Amerika Latin dan Self-employed Women Association Bank (SEWA) di

India83 atau Ecobank yang berkantor di Frankfurt dan Ecumenical Development

Cooperative Society (EDCS) yang berkantor di Amersfoot yang memiliki kantor cabang

di beberapa negara adalah contoh lain dari bagaimana menghadirkan sistem ekonomi

81 Tim Keadilan, Perdamaian Dan CIptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD),(2006) Op.cit, hlm, 5-682Dalam mekanisme Grameen Bank, peminjam harus membentuk kelompok terdiri dari lima orang. Padatahap pertama, hanya dua orang mendapat pinjaman. Bila dalam waktu lima minggu mereka mampumengembalikan pijaman maka tiga orang lain akan diberi pinjaman. Selanjutnya lihat:Haryatmoko,”Peran Gereja di Indonesia ketika Neoliberalisme semakin mendikte”, (dalam) JeffrieA.A.Lempas, dkk, eds (2006) Op.cit, hlm, 112. Penjelasan lebih lanjut tentang Grameen Bank, lihat juga,Ulrich Duchrow (1999), Op.cit, khususnya, hlm, 30283Bagus Aryo (2012) Tenggelam Dalam Neoliberalisme: Penetrasi Ideologi Pasar Dalam PenangananKemsiskinan, Depok-Jawa Barat, Kepik, hlm, 15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

59

alternatif yang berbasis pada masyarakat setempat”.84 Dalam konteks Indonesia, sistem

ekonomi alternatif yang berbasis pada masyarakat setempat itu telah dihadirkan oleh

Bina Swadaya di Jawa dan Pancur Kasih di Kalimantan.

2.2.2. Sejarah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia: Pengertian,

Perkembangan, Peta persoalannya dan Jenis-jenisnya

2.2.2.1. Pengertian LKM

Untuk menghindari salah pengertian, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu apa yang

dimaksud dengan institusi atau lembaga dalam konteks penelitian ini. Bagi banyak

orang istilah lembaga atau institusi sering dipahami hanya dalam perspektif organisasi

sehingga dalam penggunaannya seringkali terjadi kerancuan. Frank Knight,

sebagaimana dikemukakan Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani,

mengkategorisasi institusi menjadi dua bagian:

Pertama, institusi yang dibentuk oleh “tangan yang tak terlihat”. Institusi dalamkategori ini bukan organisasi atau lembaga. Kedua, institusi yang sengajadibuat. Kategori ini mengacu pada pengertian institusi sebagai sebuahorganisasi atau lembaga. Institusi pada dasarnya memiliki nilai-nilai untukmasyarakat umum lebih dari orang-orang yang memegang peranan (stakeholder)tertentu dari institusi itu sendiri. Institusi memiliki kumpulan stakeholderyang tersebar, sementara stakeholder dari suatu organisasi lebih sempit danspesifik. Institusi merupakan kumpulan norma dan tingkah laku yang tahanlama dan mempunyai sejumlah tujuan yang dinilai secara kolektif, sedangkanorganisasi atau lembaga merupakan struktur dari peranan-peranan yang dikenaldan diterima baik secara formal maupun informal”.85

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pengertian lembaga atau institusi

keuangan mikro yang hendak diperbincangkan tidak hanya dalam pengertiannya sebagai

organisasi atau badan tetapi juga terkait dengan pengertiannya sebagai perilaku yang

84Ulrich Duchrow (1999) Op.cit, hlm, 305-30685Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani, “LKM: Beberapa Catatan Sejarah”. (dalam) JurnalAnalisis Sosial, Volume 6, No.3 Desember 2001, Akatiga-Bandung,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

60

terorganisir, dalam hal ini terkait dengan kepentingan masyarakat maupun negara untuk

mengatasi kesulitan keuangan (finansial). Dengan kata lain, LKM yang hendak

dbicarakan dalam penelitian ini terkait juga dengan LKM dalam perspektif norma

ataupun sistem yang menghasilkan dan membentuk perilaku seseorang maupun

organisasi.

A. Budisusila mengatakan bahwa sistem ekonomi adalah keseluruhan lembaga

(formal maupun informal) yang hidup di tengah masyarakat yang dijadikan tuntutan

masyarakat untuk berpikir, berasa dan bertindak untuk mencapai tujuan memenuhi

kebeutuhan dan tujuan hidup mendasar lainya. Dalam konteks Indonesia, dinamailah

sebagai sistem ekonomi kerakyatan yang tercermin dalam UUD 1945 pasal 33 dan pasal

27”.86 Munculnya, sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana yang digariskan dalam

konstitusi Indonesia tersebut dimaksudkan bukan hanya untuk mengoreksi sistem dan

struktur ekonomi yang bercorak kolonial tetapi merupakan jalan baru penyelenggaraan

perekonomian Indonesia”.87

2.2.2.2. Perkembangan dan Peta Persoalannya

Sejarah kehadiran lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia, bagaimanapun juga

memiliki akar historis yang cukup panjang di masa lalu yakni pada praktik sosial

ekonomi yang dilakukan berbagai suku-bangsa yang ada di nusantara jauh sebelum

Indonesia lahir sebagai sebuah Negara bangsa (nation-state). Sebutlah misalnya, praktik

lumbung beras desa, arisan, jimpitan (pengumpulan beras secara sukarela untuk

kegiatan sosial) yang dilakukan berdasarkan tradisi yang sudah ada secara turun

86Antonius Budisusila, “Ekonomi, Garis Massa, dan Pendidikan: Perspektif Ekonomi Institusional”(dalam), Antonius Budisusila, ed (2009), Rakyat, Pendidikan dan Ekonomi:Menuju Pendidikan EkonomiKerakyatan, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, hlm, 4987Revrisond Baswir (2010) Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm, 22, 44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

61

temurun. Praktik-praktik sosial ekonomi seperti ini dilakukan dengan tujuan untuk

menjaga kohesi sosial sehingga motifnya tidak didasarkan semata-mata pada

pengembangan ekonomi (uang) tetapi justru pada ekonomi sosial”.88 Jadi, pada mulanya

atau secara tradisional praktik keuangan mikro itu dikelola pada basis keluarga dan

komunitas sehingga cirinya bersifat informal di mana kesepakatan bersama merupakan

norma tertinggi yang mengatur dan mengikat keseluruhan praktik-praktik sosial

ekonomi yang dilakukan.

Secara formal, kehadiran lembaga keuangan mikro di Indonesia diawali dengan

berdirinya Hulp en Spaar Bank Der Inlandesch Bestuurs Ambtenaren pada awal abad

ke-19 (1895) yang sering juga disebut sebagai Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai”.89

Bank Ambtenaren ini didirikan oleh seorang patih di Purwokerto Jawa Tengah bernama

Raden Wiriaatmadja (Desember 1895)”.90 Menurut Erna Ermawati Chotim dan A.

Diana Handayani tujuan utama pendirian lembaga kredit formal ini adalah untuk

membebaskan para pegawai pemerintahan dari rentenir dan pengijon. Bank Purwokerto

inilah yang dianggap sebagai cikal bakal perkembangan bank di Indonesia. Bank ini

memberikan pelayanan kredit bagi pegawai negeri pribumi, tukang, dan petani. Catatan

yang menarik pada fase ini adalah bank menetapkan persyaratan penggunaan uang

kepada para nasabahnya. Syaratnya, kredit tidak boleh dipinjamkan lagi kepada orang

lain untuk mencaribunga yang lebih tinggi, tidak boleh digunakan untuk membiayai

pesta yang tidak perlu, dan tidak boleh digunakan untuk membeli perhiasan. Kredit

harus digunakan untuk kegiatan produktif. Dengan kata lain, pada tahapan ini lembaga

keuangan sudah mulai “memisahkan” kredit untuk kebutuhan produktif dan kebutuhan

88Bagus Aryo (2012) Op.cit, hlm, 19-2089I Gde Kajeng Baskara, “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia” (dalam) Jurnal Buletin Studi Ekonomi,Vol. 18, No. 2, Agustus 2013, hlm, 11690Bagus Aryo (2012) Op.cit, hlm, 47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

62

konsumtif. Sayangnya tidak ada informasi yang menjelaskan bagaimana membangun

mekanisme untuk memastikan pengguna kredit menggunakan kreditnya sesuai

ketentuan bank dan respons-respons apa yang muncul dari pengguna akibat pemisahan

kebutuhan tersebut”.91

Lalu, pada tahun 1896, gagasan atau ide Raden Wiriaatmadja ini dikembangkan

oleh seorang administrator kolonial Belanda bernama Sieburgh yang kemudian

mengembangkannya menjadi sebentuk koperasi kredit desa. Selanjutnya, seorang

administrator kolonial lainnya yakni Wolf van Westerrode, kemudian mengembangkan

koperasi kredit desa ini menjadi Bank Perkreditan Umum”.92 Pada periode sekitar tahun

1898, desa-desa di pulau Jawa terutama desa-desa yang menjadi sentra penghasil beras

mulai mendirikan Lumbung Desa. Lumbung Desa merupakan lembaga simpan pinjam

yang menggunakan komoditas padi sebagai instrumen simpan-pinjam-nya. Lalu, seiring

dengan berkembangnya wilayah pedesaan serta peredaran uang yang semakin meluas

dan semakin dikenal masyarakat desa, pada tahun 1904 didirikanlah Bank Desa, yang

kemudian dikenal sebagai BadanKredit Desa (BKD)”.93

Sejak saat itu, di berbagai daerah mulai bermunculanberbagai bentuk bank

perkreditan rakyat. Implikasinya, subsidi pemerintah terhadap perbankan menjadi

meningkat. Keadaan ini, membuat pemerintah harus mengontrol bank-bank tersebut.

Upaya pemerintah kolonial untuk mengendalikan bank-bank tersebut dilakukan dengan

cara mendirikan Central Kas pada tahun 1934 di mana semua bank-bank perkreditan

rakyat umum itu kemudian disatukan ke dalam Algemene Volkscredietbank (AVB) atau

91Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani, “LKM: Beberapa Catatan Sejarah”. (dalam) JurnalAnalisis Sosial, Volume 6, No.3 Desember 2001, Akatiga-Bandung,92Bagus Aryo (2012) Op.cit, hlm, 4893I Gde Kajeng Baskara, Op.cit, hlm, 116

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

63

Bank Rakyat Umum. Algemene Volkscredietbank (AVB) inilah yang menjadi cikal

bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang dikenal saat ini”.94

Meskipun bank-bank perkreditan umum yang bermunculan itu sudah disatukan

ke dalam AVB atau Bank Rakyat Umum, namun penggabungan itu tidak lantas

membuat Badan Kredit Desa menghentikanusahanya. Badan Kredit Desa tetap

berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Dalam perkembangan selanjutnya,

Badan Kredit Desa yang terdiri dari Bank Desa dan Lumbung Desa bertransformasi

menjadi lembaga-lembaga perkreditan rakyat sepertiLembaga Perkreditan Kecamatan

(LPK) dan Bank KaryaProduksi Desa (LKPD) di Jawa Barat, Badan KreditKecamatan

(BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha RakyatKecil (KURK) di Jawa Timur. Lalu,

beberapa lembaga kemudian bertransformasimenjadi lembaga keuangan yang

berdasarkan ikatanadat seperti Lembaga Perkreditan Desa di Bali danLumbung Pitih

Nagari di Sumatera Barat”.95

Di era kemerdekaan (1945-1966), dapat dikatakan merupakan era kemunduran

Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. I Gde Kajeng Baskara mencatat, pada kurun

periode 1957 sampai 1965, sistem keuangan formal sangat dikekang. Hal ini terutama

dipengaruhi oleh adanya kebijakan untuk menghapus segala kepemilikan atau

keterlibatan orang asing dalam sistem perbankan dan nasonalisasi bank-bank yang

dulu menjadi milik Belanda”.96 Selain karena alasan itu, kemunduran lembaga keuangan

mikro juga dipengaruhi oleh situasi sosial, politik-ekonomi nasional yang mulai

dikaitkan dengan beberapa persoalan seperti munculnya desakan untuk membuat

kebijakan afirmatif bagi pemberdayaan pengusaha pribumi. Keadaan ini telah membuat

94Bagus Aryo (2012) Op.cit, hlm, 4895I Gde Kajeng Baskara, Op.cit, hlm 11696Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

64

sistem keuangan nasional menjadi tertekan (depresi) sebab untuk menopang kebijakan

afirmasi tersebut Pemerintah lantas menjadi sangat tergantung kepada Bank Central.

Akibatnya, terjadi hiperinflasi yang cukup tinggi sehingga merusak kepercayaan

masyarakat terhadap mata uang yang sekaligus juga menurunkan nilai mata uang yang

sedang beredar. Pada tahun 1966 sistem keuangan Indonesia secara finansial runtuh

bahkan tidak ada karena krisis ekonomi dan politik yang parah selama periode

tersebut”.97

Masa Orde Baru, dapat dikatakan merupakan masa keemasan sistem keuangan

mikro di Indonesia. Di era Orde Baru, lembaga keuangan mikro mampu menyediakan

layanan tabungan dan kredit dengan prinsip berkelanjutan dan dapat diakses oleh

sebagian besar penduduk Indonesia di pedesaan. Upaya pemerintahan Orde Baru

dibawah kepemimpinan Suharto untuk memulihkan krisis ekonomi dan moneter di

Indonesia yang terjadi pada tahun 1967, dilakukan dengan cara mendirikan Bank

Pembangunan Daerah (BPD) di setiap provinsi sehingga dapat mendorong pertumbuhan

jasa keuangan, terutama di sektor perbankan”.98

Pada tahun 1970, pemerintahan Orde Baru menciptakan program kredit “Binmas

dan Inmas”,99 melalui BRI cabang pedesaan untuk meningkatkan pembangunan

pertanian dengan tujuan mewujudkan swasembada beras. Menurut Erna Ermawati

Chotim dan A. Diana Handayani, program inilah yang menjadi cikal bakal BRI-Unit

Desa yang kemudian menjadi lembaga keuangan yang cukup dominan di pedesaan di

Indonesia. Dalam hal ini, unit desa dimaknai sebagai keadaan agro ekonomi

97 Bagus Aryo (2012), Op.cit, hlm, 4898Ibid, hlm, 4999 Binmas (Bimbingan massa) merupakan rencana penyetujuan paket kredit, di mana Inmas (intensifikasipertanian) merupakan program intensifikasi pertanian. Selanjutnya lihat: ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

65

masyarakat desa yang memiliki fungsi penyuluhan, perkreditan, penyaluran sarana

produksi, pengelolaan, dan pemasaran hasil pertanian.Pada awalnya, BRI-UD ini

hanya menjadi penyalur kredit Bimas. Seluruh dana BRI-UD berasal dari

pemerintah. Namun pada tahun 1974, BRI-UD diberi tugas tambahan unutk

menyalurkan paket kredit mini dan paket kredit midi. Penambahan tugas ini secara

perlahan kemudian menggiring BRI-UD menjadi lebih mirip BPR.Kemiripan ini

setidaknya terlihat dari dua sisi. Pertama, paket kredit mini dan midi yang diberikan BRI

jelas menyasar kelompok-kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Plafon

kredit yang diberikan dalam kedua paket tersebut antara Rp.200.000 s/d.

Rp.500.000 dengan tingkat suku bunga rata-rata 12% per tahun. Kedua, BRI

menyederhanakan prosedur pelayanannya menjadi lebih fleksibel sehingga menjadi

lebih mudah untuk diakses nasabahnya”.100

Hasilnya, hingga tahun 1984, BRI telah berhasil mendirikan lebih dari 3600

BRI-Unit Desa di tingkat kecamatan di seluruh penjuru negeri yang dirancang untuk

menyalurkan pinjaman secara langsung kepada para petani yang berpartisipasi dengan

program kredit yang terkait. Tetapi malangnya, pada tahun itu juga program kredit

Binmas dan Inmas itu terpaksa harus dihentikan sebab sejumlah kredit Binmas

mengalami kegagalan. Setelah meninjau ulang kinerja BRI dan pelaksanaan program

kredit Binmas dan Inmas tersebut, Pemerintah memutuskan untuk mengubah sistem

BRI Unit Desa menjadi sistem perbankan komersial berkelanjutan di tingkat lokal.

Implikasinya, BRI dimungkinkan menerapkan bunga deposito dengan tingkat bunga

yang cukup tinggi supaya orang-orang tertarik untuk menabung dan membebankan suku

bunga pinjaman yang cukup tinggi untuk menutupi biaya pendanaan dan operasional.

100Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani,”LKM: Beberapa Catatan Sejarah” (dalam), JurnalAnalisis Sosial, Vol. 6, No.3, Desember 2001, AkatigaBandung,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

66

Dalam perspektif seperti itu, BRI kemudian menawarkan program baru ke seluruh unit

jaringannya yaitu kredit untuk berbagai tujuan, KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan),

tabungan pedesaan, SIMPEDES (Simpanan Pedesaan), tabungan perkotaan,

SIMASKOT (Simpanan Masyarakat Kota)”.101

Lalu, pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan reformasi

sektor perbankan dan keuangan yang dikenal dengan sebutan Pakto 88 (paket oktober

1988). Pakto 88 ini, menandai lahirnya satu jenis lembaga keuangan mikro yang baru

yakni Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Melalui kebijakan Pakto 88 ini, Pemerintah

memberi kesempatan selama dua tahun kepada lembaga keuangan non bank yang

tumbuh subur di banyak daerah (seperti Bank Kredit Desa (BKD), Bank Kredit

Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Lumbung

Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa

Timur, dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali) untuk bertransformasi menjadi

BPR. Tetapi, peraturan ini dianggap cukup menyulitkan lembaga kredit di pedesaan.

Merespon, kesulitan yang dialami lembaga kredit pedesaan tersebut, Pemerintah

kemudian mengeluarkan keputusan Maret 1989 atau yang dikenal dengan sebutan

“pakmar 89”, yang menghapus aturan tersebut untuk mengurangi kesulitan yang

dihadapi lembaga kredit pedesaan dan BPR yang berasal dari transformasi lembaga

tersebut”.102

Salah satu Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) yang bersedia

bertransformasi menjadi BPR adalah Lembaga Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat.

Tetapi, tidak semua LKM yang dikategorikan sebagai LDKP bersedia bertransformasi

101Bagus Aryo (2012) Op.cit, hlm, 49102I Gde Kajeng Baskara, Op.cit, hlm, 117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

67

menjadi BPR. LPD di Bali misalnya, mereka menyatakan keberatannya atas kebijakan

tersebut. Alasan penolakannya sebab perubahan itu juga akan mengakibatkan terjadinya

perubahan prosedur dan mekanisme yang khas wilayah ke prosedur dan mekanisme

yang sesuai dengan ketentuan Pemerintah. Dari sisi pemerintah, perubahan tersebut

tentu akan memudahkan pengawasan. Namun, dari sisi masyarakat perubahan ini

menyebabkan mereka harus berhadapan dengan prosedur perbankan yang kerap

menjauhkan mereka dari sumber kredit yang dibutuhkan”.103

Merespon keberatan masyarakat Bali tersebut, Bank Indonesi (BI) akhirnya,

memberikan persetujuan dengan membuat keputusan bahwa LPD merupakan lembaga

keuangan non bank yang khusus beroperasi di wilayah Bali. Dalam Undang-undang

No.1 tahun 2013 tentang LKM, keberadaan LPD kemudian diakui sebagai sebuah

lembaga keuangan berbasis adat, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai LKM yang

paling sukses di Indonesia. Regulasi yang mengatur keberadaan LPD di Bali kemudian

diatur secara tersendiri oleh Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Bali No.8 tahun 2002,

yang kemudian mengalami perubahan melalui Perda Nomor 3 tahun 2007”.104

Alasan penolakan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) untuk

bertransformasi menjadi BPR pada umumnya adalah karena perubahan itu akan

berdampak pada perubahan prosedur dan mekanisme pencairan kredit yang sebelumnya

didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal atau adat istiadat masyarakat di suatu daerah

menjadi berubah ke prosedur dan mekanisme sesuai dengan ketentuan pemerintah

(perbankan) yang justru mendasarkan pengelolaan dan pengembangannya pada prinsip

manajemen kehati-hatian. Dalam hal ini, memang ada perbedaan kepentingan antara

103Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani,”LKM: Beberapa Catatan Sejarah” (dalam), JurnalAnalisis Sosial, Vol. 6, No.3, Desember 2001, AkatigaBandung,104 I Gde Kajeng Baskara, Op.cit, hlm, 121

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

68

Pemerintah dan Masyarakat dalam memahami keberadaan LKM di Indonesia. Bagi

masyarakat (adat), perubahan itu akan membuat mereka harus berhadapan dengan

prosedur (birokrasi) perbankan yang justru kerap menjauhkan mereka dari sumber kredit

yang dibutuhkan. Sementara itu, bagi Pemerintah perubahan tersebut dimaksudkan

untuk memudahkan mereka untuk melakukan pengawasan”.105

Menurut I Gde Kajeng Baskara, institusi yang terlibat dalamkeuangan mikro di

Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yakni: institusi Bank, Koperasi, serta Non

Bank/Non Koperasi. Institusi bank termasuk di dalamnya bank umum, yang

menyalurkan kredit mikro atau mempunyai unit mikro serta bank syariah dan unit

syariah”.106 Sementara itu, kalau mengacu pada undang-undang No. 7 tahun 1992 atau

undang-undang hasil amandemen No.10 tahun 1998 maka ada dua kategori bank yang

ada di Indonesia yakni: bank komersial (bank umum) dan Bank Perkreditan Rakyat

(BPR) yang sering juga disebut sebagai bank pedesaan”.107

Perlu juga ditambahkan bahwa dalam perkembangan selanjutnya, lembaga

keuangan mikro di Indonesia juga ikut diramaikan dengan hadirnya Baitul Maal wat

Tamwil (BMT). Secara etimologis, Baitul Maal yang berarti “rumah uang” dan Baitul

Tamwil dengan pengertian “rumah pembiayaan”. Rumah uang dalam artian ini adalah

pengumpulan dana yang berasal dari infaq, zakat,ataupun shodaqah, dan pembiayaan

yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip bagi hasil, yang berbeda dengan sistem

perbankan konvensional yang mendasarkan pada sistem bunga”.108 Sejarah keberadaan

BMT di Indonesia diinisiasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Bank Muamalat

105Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani, “LKM: Beberapa Catatan Sejarah”. (dalam) JurnalAnalisis Sosial, Volume 6, No.3 Desember 2001, Akatiga-Bandung,106I Gde Kajeng Baskara, Op.cit, hlm, 115107 Bagus Aryo (2012) Op.cit, hlm, 50108 I Gde Kanjeng Baskara, Op.cit, hlm, 122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

69

Indonesia yang mendirikan Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang

kemudian membentuk juga Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Pada bulan

Desember tahun 1995, secara legal formal Presiden Suharto mendeklarasikan BMT

sebagai sebuah gerakan nasional untuk pemberdayaan usaha kecil, dan pada tahun yang

sama BI memberi ijin atau mengakui BMT sebagai lembaga keuangan yang dapat

diberikan bantuan pendanaan dan masuk dalam program linkage dengan bank umum.

Sejak disahkannya UU No. 1 tahun 2013, BMT kemudian diklasifikasi sebagai sebuah

LKM yang memang sudah lama dinantikannya”.109

Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2000, setidaknya terdapat 53.644 LKM

di Indonesia mulai dari varian bank, koperasi, lembaga kredit, BMT, dan pegadaian

sedangkan LKM non bank berjumlah 42.186 unit. LKM tersebut mampu

memberikan pelayanan kredit terhadap lebih kurang 27.000.000 nasabah dengan

total jumlah pinjaman Rp. 24.443.594.000. Namun demikian, masih banyak kelompok

usaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang belum terlayani.

Kenyataan ini pada satu sisi memperlihatkan betapa sangat kecilnya akses dan

pelayanan bagi usaha kecil tetapi di sisi lain kondisi ini juga menjadi peluang bagi

LKM untuk berkembang apalagi keberadaannya sangat dekat dengan masyarakat

sehingga bisa dengan mudah direplikasi apalagi cenderung juga mendapat dukungan

dari berbagai lembaga keuangan baik di dalam maupun di luar negeri. Seharusnya

dengan jumlah sebesar itu permasalahan yang dihadapi pelaku ekonomi kecil dan

mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah bisa memenuhi kebutuhannya dan

109 Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

70

memiliki akses terhadap sumber-sumber kredit bagi kelangsungan hidup maupun

usahanya”.110

2.2.2.3. Jenis-jenisnya

Bertolak dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan LKM

sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari strategi pembangunan untuk

mengatasi kemiskinan khususnya dalam rangka mengatasi kesulitan finansial atau

permodalan yang dialami oleh warga negara Indonesia. Memang ada berbagai macam

bentuk lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi di Indonesia. Kalau dilihat dari

segi fungsinya maka LKM di Indonesia pada umumnya berfungsi memberi layanan

intermediasi keuangan (finansial) dan intermediasi sosial, berupa pendidikan dan

pelatihan-pelatihan keterampilan.

Menurut Bagus Aryo, kalau dilihat dari segi jenisnya maka LKM di Indonesia

dapat diklasifikasi menjadi tiga bagian yakni lembaga keuangan mikro formal (formal

microfinance), lembaga keuangan mikro semiformal (semiformal microfinance) dan

lembaga keuangan mikro informal (informal microfinance). Bagus Aryo juga telah

mengidentifikasi bentuk-bentuk LKM yang termasuk dalam ketiga jenis LKM lembaga

keuangan mikro tersebut seperti tampak dalam tabel berikut ini”,111:

110Erna Ermawati Chotim dan A. Diana Handayani,”LKM: Beberapa Catatan Sejarah” (dalam), JurnalAnalisis Sosial, Vol. 6, No.3, Desember 2001, Akatiga Bandung,111Bagus Aryo, (2012) Op.cit, hlm, 51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

71

Tabel 1:Tiga jenis Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Lembaga keuanganmikro formal

Lembaga keuangan mikrosemi formal

Lembaga keuangan mikroinformal

- Bank Komersial:Bank Rakyat UnitDesadan Bank Dagang Bali

- Bank Desa:Bank PerkreditanRakyat (BPR)

- Proyek Pemerintahan:Proyek keuangan mikrolembaga kementerian danpemerintahan

- Koperasi: koperasi,koperasi simpan pinjam,dan koperasi unit desa

- Proyek LSM:Pola Hubungan Bankdengan Kelompok SwadayaMasyarakat

- Arisan- Pinjaman pribadi tanpa

jaminan- Hutang warung- Gadai- Pemberi pinjaman

informal (rentenir/ lintahdarat)

Ketiga jenis lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi di Indonesia itu

menurut Bagus Aryo memiliki sejumlah perbedaan dan persamaan seperti yang dapat

dilihat dalam tabel berikut ini:112

Tabel 2:Tiga Jenis Lembaga Keuangan Mikro:

Persamaan dan Perbedaannya

Lembaga keuangan mikroformal

Lembaga keuangan mikrosemiformal

Lembaga keuangan mikro informal

Persamaan- Dipandang sebagai lembaga keuangan

- Memberikan layanan intermediasi keuangan ke keluarga berpenghasilanmenengah dan rendah

Perbedaan

- Menggunakan pendekatankeberlanjutan institusional

- Memenuhi kategori yangtercantum dalam undang-undang Perbankan 1992

- Rata-ratamenggunakanpendekatankesejahteraan

- Lembaga-lembagadidaftarkan atau sahdibawah otoritasnegara/ kementerian

- Bagian dari strategipembangunan untukmengikis kemiskinan

- Rata-rata menggunakanpendekatan kesejahteraan

- Lembaga keuangan mikroinformal beroperasi di luarstruktur regulasi danpengawasan pemerintah

- Ikatan sosial atau tradisionalmemperkokoh lembaga terkait

- Bunganya merentang dari tidakberbunga hingga berbunga 100persen (pemberi pinjamanatau lebih)

112 Ibid, hlm, 52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

72

Berdasarkan kedua tabel tersebut di atas, terlihat dengan jelas bahwa BRI-Unit

Desa dan BPR digolongkan sebagai LKM formal. Bagus Aryo menambahkan bahwa

BRI-UD dan BPR adalah LKM yang bersandar pada UU Perbankan tahun 1992 yang

memusatkan perhatiannya pada keberlanjutan (pendekatan) institusional atau dalam

literatur keuangan mikro disebut LKM yang bersandar pada Mazhab Ohio. LKM yang

berpijak pada pendekatan institusional atau Mazhab Ohio ini adalah LKM yang

memberi penekanan pada keberlanjutan finansial di mana keluasan jangkauan (yang

berarti jumlah nasabah) lebih diutamakan daripada kedalaman jangkauan (yang berarti

tingkat kemiskinan yang dijangkau), dan dampak positif bagi nasabah diasumsikan ada.

Singkat kata, kesuksesannya diukur dari kemajuan lembaga dalam mencapai

swasembada finansial sehingga pendekatan ini selalu berupaya menyingkirkan subsidi

dalam bentuk apapun”.113

Sementara itu, semua proyek-proyek pemerintah-kementerian, koperasi baik

koperasi “simpan-pinjam”, koperasi unit desa maupun proyek-proyek lembaga swadaya

masyarakat (LSM) serta Pola Hubungan Bank (PHBK) dengan Kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM) digolongkan sebagai LKM semi formal. Pendekatan LKM

semiformal memberi titik tekan pada pendekatan kesejahteraan (welfarist) yakni

penanganan kemiskinan melalui kredit yang acapkali diberikan bersamaan dengan

layanan sosial seperti pelatihan keterampilan, pelatihan melek keuangan, kegiatan

membangun kesadaran, pelayanan kesehatan dan gizi dan lain-lain. Berbeda dengan

LKM formal, LKM semi formal memberikan kredit bersubsidi sehingga bunganya

berada dibawah tingkat suku bunga pasar”.114 Cukup jelas terlihat adanya perbedaan

yang cukup mencolok antara LKM formal dengan LKM informal. Kalau LKM formal

113Ibid, hlm, 23114Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

73

beroperasi di dalam struktur regulasi dan pengawasan pemerintah maka LKM informal

justru sebaliknya ia beroperasi di luar struktur regulasi dan pengawasan pemerintah.

Pendekatannya juga berbeda secara diametral. LKM informal menekankan pendekatan

kesejahteraan (welfarist) sedangkan LKM formal menekankan pendekatan institusional

atau keberlanjutan finansial. LKM yang termasuk dalam kategori LKM informal,

menurut Bagus Aryo antara lain: arisan, pinjaman pribadi tanpa jaminan, hutang

warung, gadai dan pemberi pinjaman informal (rentenir).

2.2.3. Perdebatan Seputar Credit Union (CU): Antara Gerakan ekonomi atau

Gerakan Sosial

Salah satu lembaga keuangan mikro non bank atau non koperasi yang cukup

berkembang di Indonesia adalah Credit Union (CU). Tetapi, diantara para pegiat CU itu

sendiri tampaknya terdapat pandangan yang berbeda dalam memahami keberadaan CU.

Pada satu pihak ada yang memahami bahwa CU merupakan sebentuk lembaga

keuangan mikro pada pihak yang lain ada yang memahami bahwa CU tidak tepat

disebut sebagai lembaga keuangan mikro sebab di dalam CU, aktivitas simpan-pinjam

hanya merupakan salah satu dari beragam aktivitas CU. Mereka yang tidak setuju

mengasosiasikan CU sebagai suatu LKM, lebih memahami CU sebagai bagian dari

gerakan sosial.

Istilah credit union berasal dari bahasa Latin, credere, atau credo yang artinya

percaya dan unus berarti kumpulan atau persatuan(union). Jadi, “credit union” dapat

diartikan sebagai kumpulan orang yang saling percaya dalam suatu ikatan pemersatu

dan sepakat menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

74

dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan produktif dan kesejahteraan”.115 Dalam

kenyataan aktualnya di Indonesia, CU dianggap merupakan bagian dari koperasi apalagi

asosiasinya disebut sebagai Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit). Meskipun begitu, harus

dicatat bahwa ada perbedaan yang sangat fundamental antara CU dan Koperasi pada

umumnya bahkan dengan lembaga keuangan mikro yang lain seperti bank. Manfaat CU

bagi anggota adalah mengubah pola pikir dari yang terbiasa instan - langsung

memanfaatkan uang saat mendapat pinjaman - menjadi menciptakan modal dahulu

dengan menabung secara rutin – baru kemudian meminjam. Di dalam CU, modal atau

tabungan diciptakan terlebih dahulu baru kemudian anggota dapat memanfaatkannya

atau meminjam. Hal seperti inilah yang tidak ditemukan dalam praktik perkoperasian

pada umumnya.

CU dapat mengubah kebiasaan seseorang dari tidak biasa menabung menjadi

biasa menabung. Di dalam CU, setiap anggota selalu mempunyai uang dalam bentuk

tabungan yang terus meningkat, dan selalu bisa memanfaatkan tabungan untuk

meningkatkan jumlah aset. Di dalam CU, seorang anggota mesti menabung untuk

meningkatkan modal. Menabung dalam sistem CU berbeda dengan menabung secara

‘tradisional’ di lembaga lain, misalnya bank, di mana setelah menabung, uang kemudian

ditarik untuk dipergunakan. Tetapi di dalam CU ada yang khas, karena anggota yang

meminjam tetap memiliki dana yang tersimpan”.116 Artinya, kalaupun seorang anggota

meminjam dari CU dan ia memiliki kewajiban membayar jasa (bunga) pinjamannya,

namun ia sendiri juga mendapatkan hasil dari jasa (bunga) pinjaman ia berikan lewat

pembagian deviden atau keuntungan. Besarnya jumlah deviden yang akan diterima

115 T.Handono Eko Prabowo (2010) Pengembangan Kekuatan-Kekuatan Tranformasi Untuk KedaulatanSosial Ekonomi “Sebuah Refleksi Sosial Ekonomi”, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, hlm, 55116http://widodo07.blogspot.com/2012/11/apa-perbedaan-dan-persamaan-koperasi.html, (diakses tgl,31 Juli 2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

75

masing-masing anggota disesuaikan dengan besarnya jumlah dana (saham) yang

dimiliki (dana yang tersimpan) di CU tersebut.

Kini wacana Credit Union (CU) tidak dipahami hanya sebagai lembaga

keuangan mikro tetapi gerakan CU telah menjelma menjadi sebentuk model gerakan

sosial ekonomi yang berdampak besar dan luas. Berdasarkan data dari Induk Koperasi

Kredit jumlah anggota secara keseluruhan dari tahun 1970 sampai 2011 mengalami

peningkatan yaitu tahun 1970 sebanyak 733 anggota dan pada tahun 2011 sebanyak

1.808.329 anggota dengan total jumlah kekayaan sebesar Rp12,823 triliun. Saat ini

Induk Koperasi Kredit (Inkopdit memiliki jaringan 30 Pusat Koperasi Kredit

(Puskopdit)/ Pra Puskopdit/ BK3D yang tersebar di beberapa Propinsi di seluruh

Indonesia (Inkopdit, 2012)”.117

Sejarah kemunculan gagasan tentang CU bermula pada tahun 1848 di Jerman”,

118 yang mana Jerman ketika itu sedang mengalami krisis sosial ekonomi yang hebat.

Turunnya badai salju yang melanda seluruh negeri telah mengakibatkan para petani

menjadi gagal panen. Akibatnya, kelaparan terjadi di mana-mana. Dalam keadaan

seperti itu, para rentenir justru memanfaatkan keadaan dengan semakin merajalela

meminjamkan uangnya kepada kaum miskin dan mematok bunga yang sangat tinggi.

Akibatnya, masyarakat miskin terpaksa menjual harta bendanya. Urbanisasi besar-

besaran menjadi tak terhindarkan. Persoalan ini kemudian diperumit lagi oleh kenyataan

di mana tenaga manusia mulai digantikan oleh tenaga teknologi (mesin) sebab tidak

lama berselang terjadi revolusi industri. Perubahan tersebut telah memantik perubahan

manajemen pabrik dengan mengadopsi manajemen efisiensi. Akibatnya, pemutusan

117Monica Carollina, Ag. Edi Sutarta, “Peranan Credit Union Sebagai lembaga pembiayaan Mikro” :“Studi Kasus: Pada Usaha UMKM Di Desa Tumbang Manggo Kecamatan Sanaman Mantikei, KabupatenKatingan, Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013” (dalam) Jurnal CU, 2013118http://www.cu-cintamulia.or.id/?aapro=sejarah.html, (diakses tgl, 24 Mei 2011)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

76

hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana yang kemudian membuat terjadi

pengangguran besar-besaran.

Dalam kondisi krisis seperti itu, Walikota Flammersfield, Frederich Wilhelm

Raiffeisen, mencoba mengatasinya dengan cara menghimpun dana dari dermawan dan

membagikannya kepada kaum miskin sebagai modal usaha(mirip dengan program

Bantuan Langsung Tunai – BLT-nya Indonesia). Cara seperti itu ternyata tidak berhasil

untuk mengatasi kondisi krisis yang sedang terjadi sebab orang-orang miskin merasa

apa yang diberikan Pemerintah tersebut selalu kurang atau tidak cukup. Belajar dari

kenyataan tersebut Wilhelm Raiffeisen kemudian mengubah pendekatannya. Kali ini

Raiffeissen tidak lagi memberikan uang tetapi membeli roti dari pabrik-pabrik, lalu

membagikannya kepada kaum miskin.Malangnya, upaya tersebut juga tidak dapat

mengatasi kondisi krisis yang sedang terjadi.

Dari pengalaman itu, Wilhelm Raiffeisen akhirnya sampai pada kesimpulan

bahwa kesulitan kaum miskin hanya dapat diatasi oleh kaum miskin itu sendiri. Ia

kemudian mencoba mengorganisasi masyarakat dan mengumpulkan modal (uang) yang

ada pada mereka untuk dijadikan sebagai modal bersama. Uang yang terkumpul

tersebut, kemudian dipinjamkan kepada orang-orang miskin dengan jumlah tertentu

untuk dapat digunakan sebagai modal usaha untuk mengatasi kondisi krisis yang sedang

terjadi. Pendekatan ini ternyata cukup berhasil mengatasi kondisi krisis sosial ekonomi

yang sedang terjadi. Dari keberhasilan itulah, filosofi CU dikenal dengan “People

helping, people help themselves”.119

119http://www.cu-cintamulia.or.id/?aapro=sejarah.html, (diakses tgl, 24 Mei 2011)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

77

Sejak saat itulah, konsep CU dikenal sebagai sebuah sistem ekonomi informal

yang kemudian menyebar dan berkembang ke seantero dunia”.120 Gerakan CU mula-

mula menyebar ke Kanada dan Amerika Serikat. Lalu, pada tahun 1934, ketika Amerika

Serikat dipimpin oleh Rossevelt, dibentuklah Biro pengembangan Credit Union se dunia

dengan nama World Council of Credit Union (WOCCU) dan di Asia dibentuk “The Asia

Confederation of Credit Union” (ACCU). Pada tahun 1963, sebuah seminar mengenai

“Social Economic Life in Asia” dan “Social Action Leadership Course” diselenggarakan

di Bangkok yang juga diikuti oleh delegasi dari Indonesia. Di situ, gagasan mengenai

CU juga mulai diperkenalkan kepada peserta seminar.

Di Indonesia, wacana CU sebagai sebuah sistem ekonomi mikro mulai

diperkenalkan secara formal ketika perwakilan dari WOCCI diundang secara resmi ke

Indonesia untuk memperkenalkan detail konsep CU tersebut:

Pada tahun 1967, Mr.A.A.Baily, perwakilan WOCCU diundang ke Indonesiauntuk memperkenalkan CU. Sejak saat itulah beberapa tokoh seperti, PaterAlbretch Karim Arbi, SJ, Ir.Ibnoe Soedjono, Margono Djojohadikusumo,Mokhtar Lubis, Prof. Dr. Fuad Hasan, Prof.Dr. A.M. Kadarman, SJ dan RobyTulus mulai memperkenalkan gagasan tentang CU kepada masyarakatIndonesia. Gerakan Credit Union mulai dirintis melalui Konpernas PSE/Delsosdi Bandung pada tahun 1968 dan Konpernas PSE (Pelayanan Sosial Ekonomi)/Delsos (Delegatus sosial) di Sukabumi pada tahun 1969, yang diselenggarakanoleh gereja Katolik”.121

Dari situlah, gerakan CU mulai bertumbuh di Indonesia bahkan mengalami

perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat yang ditandai dengan banyaknya CU

primer yang berdiri. Karena perkembangannya yang begitu pesat dan untuk

120http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg105221.html.(Diakses, tgl, 27 Okt 2011)121http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg105221.html.( Diakses, tgl, 27 Okt 2011)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

78

memperkenalkan gagasan tentang CU secara lebih meluas, pada tahun 1970,122 Pater

Albretch dan kawan-kawan, membentuk sebuah asosiasi untuk mewadahi CU yang

sudah ada dengan mendirikan Credit Union Counseling Office (CUCO). CUCO inilah

kemudian yang menjadi cikal bakal dari “Badan Kordinasi Koperasi Kredit Indonesia”

(BK3I) atau yang saat ini dikenal dengan “Induk Koperasi Kredit” (Inkopdit). Sejak saat

itulah CUCO semakin gencar memasyarakatkan CU kepada masyarakat Indonesia

khususnya kepada masyarakat lokal di pedesaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai inovasi untuk mengembangkan

gerakan pelayanan CU di Indonesiasemakin banyak dilakukan. Sistem CU pada

dasarnya bukanlah perkumpulan uang melainkan perkumpulan orang-orang yang saling

percaya. Dalam status ontologisnya sebagao perkumpulan orang atau perkumpulan

sosial, CU dapat dimaknai dengan berbagai cara dan bentuk yang berbeda-beda. Harus

diingat bahwa aktivitas generik simpan-pinjam di dalam suatu perkumpulan CU

hanyalah salah satu dari beragam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan. Sebagai sebuah

diskursus sosial ekonomi, CU menjadi terbuka (contingent) untuk segala kemungkinan

pemaknaan dan reartikulasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang

berniat menggunakannya. Karena sifatnya yang terbuka seperti itu maka bentuk atau

model CU yang dikembangkan masyarakat di Indonesia juga menjadi beragam. Di

berbagai tempat, gerakan CU tidak selalu memfokuskan aktivitasnya semata-mata pada

“uang” tetapi telah menjadi bagian dari gerakan pemberdayaan, penyadaran sosial,

ekonomi politik, dan kebudayaan masyarakat (adat) lokal. Sebutlah misalnya, CU model

Kalimantan, yang tidak dapat lagi dipandang sebagai gerakan “ekonomi uang” saja

tetapi sudah menjelma menjadi sebentuk gerakan sosial. Bahkan, CU model Kalimantan

122Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

79

yang berada dibawah naungan Badan Kordinasi Credit Union (BKCU) Kalimantan ini

telah diakui bahkan digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah

satu model alternatif bagi pemberdayaan masyarakat adat (lokal) di dunia”.123

Rahasia sukses CU model Kalimantan ini, menurut AR.Mecer, karena BKCU

Kalimantan berhasil memformulasikan empat filosofi (nilai-nilai) kehidupan masyarakat

adat Dayak ke dalam pelayanan dan produk-produk CU. Filosofi itu disebut dengan

"Empat Jalan Keselamatan" yakni konsumsi, benih, sosial, ritual.Ke empat filosofi

tersebut mewujud sebagai produk CU model Kalimantan dalam bentuknya sebagai:

produksimpanan bunga harian (konsumsi); simpanan jangka panjang, deposito(benih);

ada solidaritas sosial--seperti kesehatan, pendidikan (sosial); adasolidaritas kematian,

tabungan hari raya (ritual): agar dapat dilihat secara lebih terperinci, berikut ini

dikutipkan saja “Empat Jalan Keselamatan” yang menjadi filosofi mayarakat adat

Dayak Kalimantan:

1) Konsumsi: penting sekali memenuhi kebutuhan makan-minum, meliputikebutuhanpokok manusia yaitu makan-minum sehari-hari, sandang, papan,pendidikan,kesehatan, air bersih, dan lain sebagainya agar memenuhi karyapenciptaanTuhan di bumi ini dari generasi ke generasi.

2) Benih: menyisihkan hasil sebagai benih untuk ditanam kembali, yangeratkaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam/hayatidankonsep menghemat dari hasil kerja agar ekologi dan kehidupan inidapatlestari.

3) Sosial: pentingnya kebutuhan sosial-budaya untuk menyokong kualitashiduppribadi yakni kesadaran untuk partisipasi dan emansipasi dalambentuksumbangan materi maupundoa dan restuuntuk membangun danmempertahankankeutuhan relasi sosial di antara sesama manusia. Di siniterdapat nilai danspirit kebersamaan dan sosial.

4) Ritual: pentingnya kebutuhan ritual untuk menyeimbangkan hubungandenganTuhan (vertikal) dan hubungan dengan sesama dan lingkunganalamnya(horizontal). Konsep ritual ini memberikan partisipasi horizontalyangmenekankan keseimbangan hubungan antara alam-sesama-Tuhan.

123 Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

80

Tidak mengherankan kalau ada yang menyatakan ketidaksetujuannya jika CU

digolongkan hanya semata-mata sebentuk lembaga keuangan. Yohanes Agus Setyono

CM, misalnya mengatakan pandangan yang menyebut Credit Union hanya merupakan

sebentuk lembaga keuangan bukan saja merupakan pandangan yang fatal dan keliru

tetapi terlalu menyempitkan gerakan credit union. Di banyak tempat, gerakan Credit

Union mengalami kegagalan dan kekacauan, justru karena gerakan dan perikatan

kesatuan sosialnyahanya didasarkan pada ekonomi-uang”.124

Lalu, kalau tidak bisa disebut hanya semata-mata sebagai lembaga keuangan,

lantas apa sebenarnya yang menjadi identitas credit union? Yohanes menambahkan

bahwa credit union pertama-tama adalah alat gerakan sosial. Logika gerakannya

pertama-tama dimaksudkan sebagai wadah atau forum pendidikan dan pemberdayaan

berbagai aspek kehidupan manusia. Uang merupakan instrumen atau sarana sehingga

bukan menjadi tujuan utama dalam gerakan CU. Dengan kata lain, CU bukanlah sebuah

perkumpulan uang tetapi merupakan perkumpulan orang (sosial) sehingga tidak tepat

untuk menggolongkan CU sebagai lembaga keuangan mikro formal.

Terdapat sejumlah perbedaan prinsip yang cukup mencolok antara CU dengan

lembaga keuangan seperti Bank komersial termasuk dengan Bank Perkreditan Rakyat.

Berikut ini dikutipkan perbedaan antara Credit Union dengan Bank komersial dan juga

BPR:125

124http://solidaritasburuh.blogspot.com/.(Diakses, tgl, 24 Mei 2011)125http://idabangeet-hidayati.blogspot.com/2010/12/perbedaan-koperasi-simpan-pinjam-dan. html(Diakses, 31 Juli 2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

81

Tabel 3:

Perbedaan CU dengan Bank Komersial dan BPR

Unsur Credit Union Bank Komersial Lembaga KeuanganMikro a.l. BPR

Susunan Bukan untuk mencari keuntungan,dimilikioleh para Anggotanya,didanai dari simpanan-simpananAnggota bersifat sukarela

Lembaga (keuangan) yangdimiliki oleh para pemegangsaham, bertujuan mencarikeuntungan.

Lembaga (keuangan) yangpada umumnya didanaioleh/dari sumber luarlembaga yakni parapemberi-pinjaman, hibahdan atau para investor

Nasabah/Anggota(Credit Union)

Anggota (“nasabah”) punyakesamaan ikatan; seperti tempattinggal, tempat kerja atau tempatberibadah. Pelayanan kepadayang miskin dicampurkan kepadakelompok masyarakat lebih luas,hingga tingkat balas jasa danbiaya menjadi kompetitif.

Pada umumnya melayaninasabah kelas menengah keatas. Tidak ada batasanuntuk nasabah khusus.

Pada umumnya melayaninasabah / anggota kelasbawah (biasa) khususnyaperempuan dari sebuahkomunitas yang sama.

Tata Kelola Anggota Credit Unionmemilih Badan Pengurus(bersifat relawan)dengan prinsip

satu orang satu suara, tanpamemperhitungkan jumlahsimpanan atau sahamnya.

Para pemegang sahammemilih Dewan Direksiyang digaji, yang bisa bukanberasal dari masyarakatatau dari nasabah. Suara di-

tentukan oleh besarkecilnya saham yangdipunyai.

Lembaga dikendalikandan dikuasai oleh DewanDireksi yang ditunjuk ataustaf yang digaji.

Pendapatan Pendapatan bersih (SHU) dipakaiuntuk menciptakan balas jasasimpanan lebih tinggi daripadabalas jasa pinjaman, ataumemperkenalkan produk layananbaru, atau pengembanganpelayanan lain-lain yangbermanfaat bagi Anggota.

Pemegang sahammenerima dividen ataupembagian imbal balik darisaham (bagian keuntungan)

Pendapatan bersihdipergunakan untukmemupuk modal ataudibagi di antara parainvestor.

Produk dan pelayanan. Berbagai macambentuk pelayanan keuangansesuai kebutuhan Anggota,utamanya simpanan, kredit,pengembalian jasa dan asuransi

Berbagai macam bentukpelayanan keuangantermasuk peluang-peluanginvestasi

Berkonsentrasi padaproduk kredit kecil.Beberapa lembagakeuangan mikromenawarkanproduk simpanan danbalas jasa pelayanan.

Sarana Pelayanan Punya kantor pusat, punyacabang atautempat pelayanan,

punya ATM, jasa pengirimanuang lewat perangkat elektronik,

akun debet kredit antar CUdi satu Pusat CU sekundertingkat daerah, nasional maupunregional.

Punya kantor pusat, jugacabang, ATM,pelayanan transferelektronik,akun debet credit antartingkat daerah, nasional,internasional

Punya kantor, layanansimpan pinjam, danlayanan keuangan lainserta kunjungan regulerpada komunitas nasabah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

82

BAB III

“GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK:

GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) DALAM DIRI

KOMUNITAS CUM “TALENTA”

3.1. Pengantar

Pembahasan pada bab III ini dengan topik “Gereja Suku” di Ruang Publik merupakan

deskirpsi data penelitian. Paparannya dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama,

mengulas tentang gambaran umum wacana CUM sebagai sistem pemberdayaan

ekonomi kerakyatan alternatif versi kristiani. Sub pembahasan meliputi: mengenal

MP.Ambarita sebagai penemu gagasan dan kisah awal munculnya wacana CUM, posisi

wacana CUM diantara LKM yang ada di Indonesia, pola hubungan Komunitas CUM

dengan Gereja, Ideologi dan Masyarakat yang dicita-citakan CUM, Pendidikan dan

Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM. Dari situ pembahasan dilanjutkan pada

bagian kedua yang mengulas tentang bagaimana wacana CUM itu dikonkretisasi

(dimaterialisasi) ke dalam konteks GKPS. Sub pembahasannya meliputi: mengenal

sekilas GKPS, kisah awal GKPS mengenal (menerima) wacana CUM, pembentukan

Komunitas CUM “Talenta”, memperluas keanggotaan: membangun kelompok basis

(unit). Lalu, bagian ketiga mengulas tentang hubungan Komunitas CUM “Talenta”

dengan GKPS. Sub pembahasannya meliputi: klaim komunitas CUM “Talenta” sebagai

bidang diakonia GKPS, program dan aktivitas yang dilakukan; Menciptakan modal

bersama, memaknai (ulang) haroan bolon, memotong route pemasan kopi. Bagian akhir

membahas dinamika organisasi baik secara internal maupun eksternal hingga

perjumpaannya dengan Rabo Bank.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

83

3.2. Mengenal Wacana CUM Sebagai Sistem Ekonomi Kerakyatan Alternatif

3.2.1. MP. Ambarita dan Kisah Awal Munculnya Wacana CUM126

MP.Ambarita (selanjutnya disingkat MPA) adalah penemu gagasan CUM. Ia adalah

seorang mantan (pensiunan) pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI). MPA lahir di

Parapat, 20 September 1934. Ia adalah anak dari seorang guru Zending bernama

J.Ambarita dan ibu (Bidan Zending) D. br Sirait. Beliau menikah dengan J.B.R br

Pardede pada tahun 1963 dan dikaruniai enam orang anak. MPA adalah warga gereja

HKBP. MPA adalah salah satu aktor yang terlibat dalam perencanaan dan pendirian PT.

Bank Perkreditan Rakyat-Pijer Podi Kekelengan (selanjutnya disingkat: PT.BPR-PPK)

sebuah “bank pedesaan” milik “Gereja Batak Karo Protestan” (selanjutnya disingkat:

GBKP). MPA adalah direktur utama PT.BPR-PPK sejak berdiri pada tahun 1992 hingga

tahun 2010. MPA dikenal memiliki integritas moral-dan spiritualitas yang tinggi.

Rincian hidup rohaninya sehari-hari selalu diisinya dengan: berdoa - membaca Firman

Tuhan – bekerja/mengajar - berdoa. Tidak heran, kalau kemudian ia dikenal sebagai

seorang yang saleh, pendoa dan taat beragama.

Setelah menamatkan pendidikan SMP dan SMA (1950-1956), MPA kemudian

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia

(PTPG-KI) Satya Wacana di Salatiga pada tahun 1956-1959”.127 Setelah menyelesaikan

studi dari Satya Wacana, ia sempat mengabdi sebagai direktur SMA Kristen bersubsidi

Malang 1959-1961. Sebelum diterima menjadi pegawai BRI, ia juga sempat

berwiraswasta di Jakarta (1962-1964). Pada tahun 1965-1967, MPA menjadi staf di

126 Riwayat hidup MPA: diolah berdasarkan buku E.P.Ginting & MP.Ambarita, (2001) Bank PerkreditanRakyat PT.Pijer Podi Kekelengen Desa Simalem, Jakarta, BPK-Gunung Mulia, hlm, 185127 Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPGKI) Satya Wacana yang diresmikan tgl, 30November 1956 merupakan cikal bakal dari berdirinya Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)Salatiga. (Sumber:http://www.uksw.edu/id.php/tentang)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

84

Kantor Pusat BRI. Sejak diterima menjadi staf atau pegawai BRI, MPA berkali-kali

diutus mengikuti berbagai pendidikan khusus bagi karyawan BRI seperti: pendidikan

khusus staf BRI (1967), Pendidikan khusus staf pemimpin I tahun 1976, Pendidikan

khusus staf pemimpin II tahun 1983, dan pendidikan staf pemimpin III pada tahun 1986.

Selain itu MPA juga aktif mengikuti berbagai seminar yang terkait dengan

pembangunan koperasi, pembangunan Kabupaten Karo (1995), seminar pendirian BPR

Gereja-gereja PGI di Jakarta tahun 1999 dan seminar-seminar yang secara rutin

dilaksana Bank Indonesia setiap tahun. Dengan segudang pengalaman mengikuti

pendidikan dan pelatihan staf pemimpin seperti itu maka tidak mengherankan kalau di

sepanjang karirnya sebagai pegawai di BRI, MPA diberi kepercayaan untuk menjadi

pimpinan di berbagai lembaga struktural di BRI.

Perlu juga ditambahkan bahwa MPA adalah seorang warga gereja yang cukup

aktif mengikuti berbagai kegiatan pelayanan gereja khususnya yang berkaitan dengan

pengembangan pelayanan di bidang pemberdayaan ekonomi jemaat. MPA bahkan sudah

ber-nazar (baca: berjanji) kepada Tuhan bahwa ia akan mengabdikan dirinya untuk

melakukan pengembangan pelayanan (diakonia) pemberdayaan ekonomi jemaat dan

masyarakat melalui gereja pasca ia pensiun sebagai pegawai BRI”.128 Hal itu kemudian

dibuktikkannya dengan terlibat dalam membidani kelahiran PT.BPR-PPK (1992)

sebuah bank pedesaan milik GBKP. MPA tidak hanya berhasil mendirikan PT. BPR-

PPK tetapi juga berhasil memperoleh ijin operasionalnya dari Bank Indonesia (BI) pada

tanggal, 11 Januari 1993”.129 Bahkan, MPA juga berhasil membuat GBKP pada

akhirnya memiliki PT.BPR-PPK itu secara yuridis formal setelah menempuh

mekanisme akuisisi sebagaimana diatur dalam UU No. 7 tahun 1992. Selengkapnya,

128Sumber: Wawancara dengan MPA via telepon tanggal, 24 April 2012. (dicatat secara manual danditerjemahkan secara bebas:ms).129 E.P.Ginting dan MP.Ambarita, (2001) Op.cit, hlm, xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

85

berikut ini dikutipkan saja route yang ditempuh GBKP dalam mendirikan dan memiliki

PT.BPR-PPK tersebut:

PT. BPR-PPK dibuat atas nama 6 orang pemegang saham dan secara di bawahtangan melalui akte notaris sudah diserahkan haknya kepada Deparpem(Departemen Partisipasi Pembangunan, pen) Moderamen GBKP. DeparpemModeramen GBKP tunduk secara langsung kepada Moderamen GBKP dankeputusan-keputusan Sidang Sinode GBKP/ Sidang BPL (Badan PekerjaLengkap, pen) GBKP. [...] Yayasan Ate Keleng dibentuk oleh Deparpem GBKPuntuk pelayanan masyarakat umum secara luas dan dalam upaya lebihmeningkatkan status hukum PT.BPR-PPK dan atas persetujuan GBKP makadibuatlah permohonan kepada menteri keuangan untuk mengakuisisi PT.BPR-PPK (akuisisi ialah pengambil alihan secara hukum terhadap suatu perusahaandan hanya bisa diakuisisi bila sudah diijinkan oleh Bank Indonesia). Izinmengakuisisi PT.BPR-PPK diperoleh Yayasan Ate Keleng GBKP yang adadalam sub bagian pelayanan Parpem Moderamen GBKP. Izin tersebut telahditerima pada tahun 1999 (No.1/28/DPBR /IDBPR /Medan, tanggal 24November 1999) dan diterapkan mulai tahun 2000”.130

Meskipun GBKP dikatakan berhasil mendirikan dan memiliki PT.BPR-PPK

tersebut tetapi MPA tetap memberi catatan penting bahwa secara yuridis formal

berdasarkan UU No.7 tahun 1992,131 dan UU Perseroan Terbatas, No.1 tahun 1985

gereja tidak diijinkan mendirikan bank”.132 Oleh karena itu, keberhasilan GBKP

mendirikan dan memiliki PT.BPR-PPK itu merupakan hasil dari sebuah “kerja paksa”.

Artinya, MPA memang menerima “kebenaran” wacana BPR itu untuk digunakan

sebagai instrumen untuk mengartikulasi aspek etis gereja di bidang pemberdayaan

ekonomi jemaat-rakyat tetapi wacana BPR itu tidak sepenuhnya hegemonik dalam

dirinya.

Sejak awal berdirinya PT.BPR-PPK tersebut sesungguhnya sudah ada semacam

gairah di dalam dirinya untuk melakukan retakan (rupture) terhadap wacana hegemonik

130 Ibid, hlm, 148-149131 UU Bank No. 7 tahun 1992 sudah diamandemen menjadi UU No.10 tahun 1998. Dalam pasal 25 UUNo.10 tahun 1998, disebutkan bahwa Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukumPerseroan Terbatas sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.132 E.P.Ginting dan MP.Ambarita (2001), Op.cit,hlm, 148

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

86

sistem ekonomi kerakyatan yang diasuh oleh negara ini. Gairah itu kemudian semakin

membuncah sebab berdasarkan pengalamannya dalam mengelola dan mengoperasikan

PT.BPR-PPK itu (sejak tahun 1992), MPA melihat bahwa wacana BPR itu sebenarnya

kurang cocok untuk digunakan sebagai instrumen artikulasi aspek etis gereja di bidang

pemberdayaan ekonomi jemaat. Wacana BPR menurut MPA memiliki keterbatasan

sebab ia tidak dapat menjangkau seluruh wilayah pelayanan gereja sampai ke pelosok-

pelosok pedesaan”.133

Keterbatasan wacana BPR itu menjadi persoalan yang cukup serius, sebab dalam

kenyataannya GBKP sebagai “pemilik” PT.BPR-PPK secara yuridis formal tidak dapat

secara bebas untuk memaknai wacana BPR tersebut sesuai dengan kebutuhan dan

tuntutan pelayanan gereja. Sebagai sebuah lembaga keuangan mikro formal, pemaknaan

wacana BPR (khususnya ihwal pengembangan dan perluasan wilayah

pelayanannya)hanya bisa dilakukan dalam kerangka yang sudah ditentukan oleh

regulasi (undang-undang) dan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI)

selaku pemangku otoritas moneter di Indonesia. Berdasarkan undang-undang No.7

tahun 1992 (yang sudah diamandemen menjadi UU No.10 tahun 1998 itu) maka

kepemilikan atas suatu BPR yang didirikan dalam bentuk hukum Perseroan Terbatas

(PT) adalah kepemilikan atas sahamnya. Artinya, saham pemiliknya hanya dapat

diterbitkan sebagai saham atas nama. Selain itu, pemilik suatu BPR juga tidak

diperbolehkan atau tidak diijinkan untuk menentukan sendiri wilayah pelayanan atau

perluasan wilayah pelayanannya. UU Bank No.10 tahun 1998, pasal 19 ayat 1 dan 2

menyatakan bahwa:

1. Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukandengan izin Pimpinan Bank Indonesia.

133 MP.Ambarita (2007) Pedoman Pengelolaan CUM, (untuk kalangan sendiri), hlm, 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

87

2. Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyatsebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Keberadaan UU inilah yang membuat wacana BPR tidak dapat digunakan secara

fleksibel oleh institusi gereja untuk merespons berbagai kesulitan warga gereja yang

berada di wilayah pelayanannya di pelosok-pelosok pedesaan. Bagi seorang MPA,

ketidakfleksibelan wacana BPR sebagai instrumen artikulasi aspek etis gereja di bidang

pemberdayaan ekonomi rakyat-jemaat menjadi persoalan yang cukup serius sebab di

berbagai wilayah pelayanan gereja di pelosok-pelosok pedesaan itu, justru banyak

jemaat dan masyarakat sekitar sedang mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas

permodalan dari lembaga keuangan mikro formal yang ada. Akibatnya, tidak sedikit

warga gereja dan masyarakat marjinal di pedesaan terpaksa menempuh “jalan ke

keselamatan” yang ditawarkan oleh para rentenir atau para tengkulak. Celakanya, di

tengah-tengah kesulitan sesamanya sebagai warga gereja dalam mengakses fasilitas

permodalan, praktik rentenir diantara sesama warga gereja juga berlangsung sebagai

cara untuk mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa

suasana persekutuan (koinonia) gereja sesungguhnya sedang bermasalah.

Persoalan ini kemudian menjadi semakin sulit sebab praktik rentenir itu kini

tidak lagi dilakukan secara perseorangan tetapi sudah melibatkan lembaga keuangan

mikro yang ada. MPA mengatakan sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak praktik

rentenir yang berlangsung di masyarakat justru dilakukan berkedok koperasi”.134 Apa

yang dilansir MPA ini tampaknya sudah menjadi fenomena umum praktik ekonomi

pedesaan di Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan Heru Nugroho misalnya

terungkap bahwa “antara bank dan rentenir ada sebuah kompetisi dalam hal nasabah dan

134Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

88

ada juga kerjasama dalam hal distribusi kredit di masyarakat Bantul Yogyakarta”.135

Bahkan, Heru Nugroho akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa praktik rentenir ini

merupakan salah satu ciri ekonomi pedesaan di Indonesia”.136

Dalam keadaan seperti itu, MPA melihat banyak institusi gereja justru mangkir

dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya untuk memberi respon etis terhadap

kesulitan yang dialami warga gereja. MPA melihat bahwa salah satu yang menjadi

penyebabnya lantaran gereja tidak memiliki instrumen artikulasi aspek etisnya di bidang

pemberdayaan ekonomi rakyat.Banyak institusi gereja berniat untuk mendirikan BPR

sebagai instrumen untuk mengartikulasi aspek etisnya tetapi karena persyaratan

administratif dan mekanisme dan birokrasi yang cukup panjang dan berbelit-belit,

banyak institusi gereja akhirnya “gagal” mendirikan BPR yang dicita-citakannya. GKPS

adalah salah satu contoh dari sekian banyak institusi gereja yang “gagal” mendirikan

BPR tersebut.

Dalam kondisi keprihatinan dan urgensi permasalahan seperti itu, MPA datang

dan mengajukan wacana “credit union modifikasi” (CUM) sebagai wacana alternatif

untuk mengisi ketiadaan instrumen artikulasi aspek etis gereja yang cocok di bidang

pemberdayaan ekonomi jemaat-rakyat.

3.2.2. Posisi Wacana CUM di antara LKM Yang Ada Di Indonesia

Secara lugas di atas telah dipetakan bagaimana kisah awal munculnya wacana CUM

sebagai sebuah sistem ekonomi kerakyatan alternatif. Selanjutnya, pada sub bagian ini

akan dipaparkan di mana posisi wacana CUM di antara lembaga keuangan mikro yang

ada di Indonesia.

135Heru Nugroho (2001) Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm,183136Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

89

Wacana CUM, seperti kata MPA merupakan kelanjutan dari wacana Credit

Union (CU) konvensional yang selama ini sudah beroperasi di tengah-tengah

masyarakat”.137Secara teknis, sistem akuntansi dan sistem manajemennya merupakan

perpaduan antara sistem credit union (CU) konvensional dan sistem bank perkreditan

rakyat (BPR). Perpaduan atau sintesa dari keduanya dilakukan MPA dengan cara

“modifikasi”. Dan tindakan “modifikasi” ini kemudian membawa konsekuensi

beralihnya status atau identitas wacana CU maupun BPR menjadi informal

microfinance. Itulah sebabnya,MPA mengatakan bahwa wacana CUM ini adalah bagian

dari informal microfinancesama seperti Grameen Bank yang didirikan dan

dikembangkan Muhammad Yunus di Bangladesh”.138

Selain itu, MPA juga mengklaim bahwa identitas wacana CUM merupakan

sebentuk sistem perekonomian kerakyatan versi Kristiani”.139 Wacana CUM ini,

menurut MPA lebih cocok untuk digunakan sebagai instrumen untuk mengartikulasi

aspek etis gereja di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat sebab prinsip pengelolaan

dan tujuannya berpijak pada nilai-nilai etik kristianitas yang berlaku universal yakni

nilai solidaritas yang manifestasinya terlihat dalam prinsip kerjasama saling membantu

dan berbagi dan kepemilikan atas harta kekayaan komunitas sebagai “kepemilikan

bersama”.. Wacana CUM menurut MPA memiliki keluwesan tersendiri dalam hal

pengoperasiannya. Disebut memiliki keluwesan lantaran untuk menyelenggarakannya,

suatu komunitas CUM tidak harus memiliki badan hukum tersendiri atau ijin

operasional dari Pemerintah. Ledgerwood (sebagaimana dikemukakan Bagus Aryo)

mengatakan bahwa lembaga keuangan mikro informal, (informal microfinance)

137MP.Ambarita, (2007) Op.cit,hlm, 4138Ibid,139 Ibid,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

90

beroperasi di luar struktur regulasi dan pengawasan pemerintah”,140 (lihat: Tabel 1 dan

2). Selain itu, untuk mendirikan dan menyelenggarakan praktik diskursif CUM tidak

diperlukan banyak uang bahkan tidak pula diperlukan ahli hukum ataupun ahli

pembukuan (berpendidikan formal) sebab praktik CUM justru perlu didirikan di

kalangan orang-orang yang masih belum kuat keadaan ekonominya”.141

Dalam statusnya sebagai informal microfinance maka wacana CUM hanya dapat

digunakan untuk pelayanan Gereja dan tidak diijinkan di luar kegiatan gereja. MPA

telah memancang bahwa CUM merupakan sarana pelayanan atau perpanjangan tangan

pelayanan gereja di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat”.142 Oleh karena itu, praktik

diskursif CUM hanya dapat diselenggarakan dalam struktur kelembagaan dan sebagai

aktivitas gereja. Dengan kata lain, praktik diskursif CUM harus merupakan bagian dari

aktivitas pelayanan (diakonia) sosial ekonomi gereja. Konsekuensinya, badan hukum

gereja (sebagai lembaga sosial keagamaan) yang dikeluarkan oleh pemerintah cq

Departemen Agama, otomatis menjadi payung hukum atau payung yuridis bagi

penyelenggaraannya”.143

Wujud material wacana CUM adalah sebentuk komunitas. Sebagai sebentuk

komunitas, status komunitas CUM sama dengan komunitas lainnya, seperti komunitas

marga, komunitas olah raga, komunitas kesenian, komunitas profesi atau komunitas-

komunitas lainnya, sehingga tidak perlu di atur dalam badan hukum tersendiri”.144

Meskipun wacana CUM termasuk dalam kategori lembaga keuangan mikro informal

140Bagus Aryo, (2012) Op.cit,hlm, 51-52.141MP.Ambarita, “Ekonomi Kerakyatan Versi Kristiani Sebagai Kekuatan dalam Menghadapi Eraglobalisasi”, (dalam) Pdt.Martunas Manullang, (2010) Menuju HKBP Inklusif dan Misioner: Ekkelsiologi diMasyarakat Pluralis, L-Sapa STT HKBP Pematang Siantar dan Yayasan Nommensen HKBP Jambi, hlm, 149142MP.Ambarita, (2007) Op.cit, (dalam) “Kata Pengantar”143 Ibid, hlm, 5144MP.Ambarita, ”Ekonomi Kerakyatan Versi Kristiani Sebagai Kekuatan Dalam Menghadapi EraGlobalisasi” (dalam) Pdt. Martunas Manullang, ed (2010) Op.cit, hlm, 152

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

91

(informal microfinance) yang tidak mengharuskan adanya badan hukum tersendiri untuk

penyelenggaraannya, namun MPA tetap terbuka peluang atau kemungkinan untuk

melembagakan wacana CUM itu secara yuridis formal sehingga bisa memiliki badan

hukum tersendiri. Menurut MPA hal itu dapat dilakukan kalau suatu komunitas CUM

yang terbentuk sudah bisa berkembang dan mandiri. Permohonan badan hukumnya

dapat diajukan ke Departemen Kehakiman”.145 Mengapa ke departemen kehakiman?

Menurut MPA, hal itu dilakukan karena di dalam CUM diwujudkan perserikatan

kooperatif (gessellschaft) dan prinsip komunitas/persekutuan (gemeinschaft) sehingga

tidak tepat untuk menyebut CUM sebagai bagian dari usaha koperasi atau

sejenisnya”.146

MPA menambahkan, dalam hal suatu komunitas CUM belum berbadan hukum

tersendiri maka kesepakatan subyek-subyek hukum untuk menggabungkan diri dalam

suatu ikatan yang berkaitan dengan kebutuhan perikatannya, mengacu kepada KUH

Perdata pasal 1338. Kesepakatan itulah yang menjadi undang-undang bagi masing-

masing subyek dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak”.147

3.2.3. Pola Hubungan Komunitas CUM Dengan Gereja

Untuk melihat secara bagaimana pola hubungan suatu komunitas CUM dengan Gereja

dikonstruksi secara ideal maka pola hubungan atau relasi diantara keduanya lebih baik

dilihat dari perspektif Pedoman Umum Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

(AD/ART) CUM tahun 2007 yang dirumuskan MPA.

145MP.Ambarita (2007), Op.cit, hlm, 30146Ibid, hlm, 6.Gemeinschaft merupakan ikatan sosial karena adanya factor unity of will. Bisa berupaikatan kekerabatan (termasuk di dalamnya ikatan kinship, klan, marga dan lain-lain) sementaraGesselschaft lebih diikat oleh adanya kesamaan self interest. Realitasnya di dalam masyarakat,komunitas bisa dibangun atas campuran antara dua ciri ikatan di atas.147 Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

92

Dalam Pedoman Umum Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

(AD/ART) CUM yang mengatur tentang mekanisme internal dan struktur kelembagaan

komunitas CUM terlihat dengan sangat jelas bahwa dalam struktur kelembagaannya,

Gereja dalam arti “Pimpinan Gereja” yang menaunginya diposisikan sebagai Pembina.

Sebagai Pembina, Gereja bertugas mengawal, mengawasi dan sekaligus mengarahkan

komunitas CUM agar senantiasa berjalan pada visi dan misi gereja. Maksud dan tujuan

memosisikan Gereja sebagai Pembina dimaksudkan agar aktivitas CUM senantiasa

berjalan sesuai dengan program Gereja yaitu sebagai pemberdayaan jemaat”.148

Sebagai Pembina, Gereja memiliki kekuasaan atau otoritas untuk membubarkan

suatu komunitas CUM yang diselenggarakan dalam struktur kelembagaan gereja yang

mewadahinya. Dalam rumusan pedoman umum anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga (AD/ART CUM) pada bab XIV pasal 27 tentang “Pembubaran” komunitas

CUM disebutkan bahwa: Pembubaran credit union modifikasi dapat dilakukan oleh

Pembina (Gereja…) dengan alasan sebagai berikut:

a. Credit union modifikasi tidak lagi menjalankan AD/ART yang disepakati.b. Dalam penilaian Pembina (Gereja…) Credit Union Modifikasi tidak dapat

lagi melangsungkan hidupnya”.149

Selain itu, pola hubungan suatu komunitas CUM dengan Gereja juga tampak

dikonstruksi dalam kaitannya dengan harta kekayaan komunitas CUM. MPA

mengatakan bahwa:

Kekayaan CUM adalah berdiri sendiri, tidak termasuk kekayaan gereja.Kekayaan CUM adalah milik anggota CUM, namun dari hasil usaha/kegiatanCUM maka sebagian dapat diserahkan untuk menunjang pelayanan gereja tetapitidak boleh dianggap sebagai sumber Kas Umum Gereja. Gereja yang hidupadalah bila seluruh kegiatan Gereja yang dibiayai dari Kas Umum menjadi

148Selanjutnya lihat: Pedoman umum Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) CUM, pasal16 (dalam) MP.Ambarita (2007) Op.cit, hlm,17149Ibid, hlm, 19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

93

tanggungjawab jemaat, atau dengan kata lain jemaat harus bertanggungjawabatas kecukupan Kas Umum Gereja”.150

Bertolak dari penjelasan tersebut di atas, terlihat dengan jelas gereja tidak

memiliki hak dan wewenang untuk memiliki dan mempergunakan harta kekayaan suatu

komunitas CUM. Jadi, kedaulatan dalam hal kepemilikan dan penggunaan harta

kekayaan suatu komunitas CUM hanya ada pada anggota.

Namun, sesuatu yang kontradiktif bahkan ambigu dalam pola relasi suatu

komunitas CUM dengan Gereja terlihat dalam konstruksi struktur kelembagaannya di

mana kedaulatan anggota tampak direduksi ketika Pimpinan Gereja, diberi otoritas

diberi kuasa untuk mensahkan siapa yang akan menjadi Penasehat Komunitas CUM

yang diusulkan oleh anggota melalui rapat anggota. Dalam buku Pedoman Umum

AD/ART CUM, bab VIII pasal 17 ayat 1 dictum-nya menyebutkan: bagi kepentingan

CUM, rapat anggota dapat mengusulkan Penasehat yang disahkan oleh Majelis Gereja.

Sementara itu, pada bagian lain dalam pedoman umum AD/ART CUM, bab XIII

tentang “Rapat-rapat” (Rapat anggota) pasal 23, disebutkan bahwa: rapat anggota

merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di dalam Credit Union Modifikasi maka

setiap anggota berhak dan berkewajiban menghadirinya”.151

Pola hubungan antara CUM dan Gereja sebagaimana yang sudah diceritakan di

atas, menjelaskan bahwa pada satu sisi anggota melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT)

disebut merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu komunitas CUM namun

pada sisi yang lain, institusi Gereja (melalui pimpinannya) tampak memiliki hak atau

otoritas yang justru melampaui kekuasaan (kedaulatan) anggota sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi sebab berdasarkan pasal 27 tersebut Gereja memiliki otoritas

150 Ibid, hlm, 6151Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

94

(kekuasaan) untuk membubarkan suatu komunitas CUM. Dalam pedoman umum

AD/ART komunitas CUM, pasal 25 tentang fungsi “Rapat anggota Tahunan”

disebutkan bahwa instansi yang memiliki hak untuk menilai dan mensahkan laporan

Pengurus dan Badan Pengawas adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pola hubungan atau

relasi suatu komunitas CUM (yang tidak berbadan hukum tersendiri) dengan Gereja

yang menaunginya tampak dikonstruksi secara ambigu (dua wajah). Pada satu sisi,

posisi institusi Gereja menjadi semacam “struktur mediasi” bagi penyelenggaraan

praktik diskursif CUM di mana suatu komunitas CUM merupakan entitas yang otonom

dan mandiri. Pada sisi yang lain, relasi di antara keduanya tampak dikonstruksi secara

hirarkis-struktural (patron-client) di mana suatu komunitas CUM yang tidak atau belum

berbadan hukum tersendiri merupakan komunitas yang berada dalam in-subordinasi

institusi Gereja.

3.2.4. Ideologi dan Masyarakat yang Dicita-citakan

Bagaimanapun juga, MPA sudah menegaskan bahwa wacana CUM ini adalah sebentuk

sistem perekonomian kerakyatan versi Kristiani. Artinya, praktik diskursif CUM itu

diselenggarakan dengan berpijak pada nilai-nilai etik kristianitas – kasih/solidaritas

yang manifestasinya tampak dalam semangat kerjasama, saling membantu dan

kepemilikan bersama. Secara ideal, MPA merumuskan cita-cita komunitas CUM

tersebut adalah mewujudkan kesejahteraan lahir batin anggota jemaat dan masyarakat

sehingga bisa menjadi warga negara yang memiliki etos kerja yang sehat dan berjiwa

demokratis-pluralis”,152 berazaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan”.153

152 Ibid, hlm, 4153Ibid, hlm, 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

95

Dalam rangka menciptakan masyarakat yang dicita-citakannya tersebut, selain

mengadakan aktivitas simpan-pinjam sebagai aktivitas generiknya, komunitas CUM

juga mengusung sejumlah program utama yang rinciannya telah dirumuskan MPA

sebagai berikut:154

1. Memfasilitasi anggota yang berjiwa wirausaha (entrepreneur) untukmengembangkan potensinya dengan baik dan terarah.

2. Menciptakan wirausahawan-wirausahawan yang handal untuk lebihberkembang dan berkesinambungan

3. Menciptakan hubungan yang harmonis antara anggota-anggota baik sipeminjam dan si penyedia dana sebagai prisnip saling menguntungkan danberjiwa gotong royong.

4. Menciptakan sense of belonging (rasa kepemilikan bersama) atas CUMsebagai wadah perpanjangan tangan pelayanan gereja.

5. Membantu mewujudkan Teologi Pelayanan Holistik Gereja dimana pelayananmenghidupkan si pelayan serta mewujudkan pengertian syalom secara nyatasampai dalam kehidupan rumah tangga anggota jemaat. Dengan demikianpelayanan Gereja bukan hanya soal rohani saja tetapi harus secara holistikatau lahir dan batin sebagai perwujudan keselamatan oleh Yesus Kristus.

6. Sebagai wadah untuk mengarahkan hamba-hamba Tuhan bahwa pelayananGereja bukan hanya melalui mimbar Gereja tetapi juga pelayanan lanjutanyaitu pelayanan meja (Kisah Rasul 6:2-3).

7. CUM juga berperan untuk mencerdaskan jemaat dan masyarakatmelalui:a. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan usaha, baik usaha industri,

dagang, pertanian, perikanan, kerajinan dan usaha-usaha rumah tanggayang menunjang ekonomi keluarga.

b. Ceramah-ceramah tentang kesehatan, gender, hukum dan politik-demokrasi (politik) yang benar.

c. Ceramah - ceramah peningkatan keimanan, dan lain-lain.

Dari sejumlah program utama komunitas CUM sebagaimana dipaparkan tersebut

di atas, dengan segera kita bisa menangkap bahwa pendekatan yang dijalankan untuk

mewujudkan masyarakat yang dicita-citakannya tidak hanya melakukan pendekatan

kesejahteraan tetapi juga dengan pendekatan spiritual. Dengan kata lain, suatu

komunitas CUM tidak hanya memberi layanan “intermediasi keuangan” tetapi juga

154 MP.Ambarita, (2007) Pedoman CUM (kalangan sendiri),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

96

memberi intermediasi layanan sosial, (pelatihan dan pendidikan) dan intermediasi

layanan spiritual (pastoral).

Dalam literatur keuangan mikro ada perdebatan klasik tentang mana cara yang

paling jitu untuk membantu masyarakat miskin mendapatkan akses terhadap fasilitas

permodalan dari Lembaga Keuangan Mikro (selanjutnya disebut: LKM). Perdebatannya

adalah perdebatan antara yang memberi titik tekan pada aspek ekonomi dan aspek

sosial. Bagus Aryo, telah merumuskan perbedaan dari keduanya sebagai berikut:

LKM yang memberi titik tekan pada aspek ekonomi pada umumnyamenjalankan pendekatan institusional atau Mazhab Ohio. Pendekataninstitusional memberi penekanan yang kuat pada keberlanjutan finansial.Maksudnya, keluasan jangkauan (dalam arti jumlah nasabah) lebih diutamakandaripada kedalaman jangkauan (yang berarti tingkat kemiskinan yangdijangkau), dan dampak positif nasabah diasumsikan ada”. LKM yangmenggunakan pendekatan institusional ini mengukur kesuksesannya darikemajuan lembaga dalam mencapai swasembada finansial. Karena memberipenekanan pada keberlanjutan finansial, LKM jenis seperti ini menyingkirkansubsidi dalam bentuk apapun. Contoh LKM yang mengusung pendekatanisntitusional adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sementara itu, LKM yangmemberi titik tekan pada aspek sosial mengusung pendekatan kesejahteraan(welfarist) di mana cara membantu masyarakat untuk dapat mengakses fasilitaspermodalan seringkali diberikan bersamaan dengan pemberian layanan sosialsepeerti pelatihan keterampilan, pelatiha melek keuangan, kegiatan membangunkesadaran,pelayanan kesehatan, gizi dan lain-lain. Contoh LKM yangmenggunakan pendekatan kesejahteraan yang paling terkenal adalah GrameenBank di Bangladesh”.155

Kedua perbedaan tersebut di atas, memberi penjelasan bahwa tujuan utama LKM

yang menggunakan pendekatan institusional adalah memastikan keberlanjutan finansial

lembaga. Keberlanjutan lembagalah yang paling utama daripada kedalam jangkauan

pelayanannya. Sedangkan, LKM yang mengusung pendekatan kesejahteraan (welfarist)

tujuan utama pelayanannya adalah menciptakan dampak ekonomi dan dampak sosial

kepada masyarakat. LKM dengan pendekatan institusional meyakini bahwa dengan

155Bagus Aryo, (2012) Op.cit, hlm, 23-24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

97

membuka akses faslitas permodalan yang luas kepada masyarakat marjinal maka

kemiskinan dengan sendirinya dapat teratasi. Dengan begitu, karakter LKM dengan

pendekatan institusional bersifat pasif. Sementara LKM dengan pendekatan

kesejahteraan meyakini bahwa menjangkau sebanyak-banyaknya orang miskinlah yang

penting dan dengan begitu karakternya aktif”.156

Kalau merujuk pada sejumlah program utama yang diusung oleh suatu

komunitas CUM sebagaimana yang dirumuskan MPA tersebut di atas, maka komunitas

CUM ini dapat dikategorikan sebagai lembaga keuangan mikro informal (informal

microfinance) dengan pendekatan kesejahteraan, sebab ia tidak hanya memberi layanan

intrmediasi keuangan tetapi juga layanan sosial dan juga layanan spiritual. Jadi,

kalaupun wacana CUM dikategorikan sebagai sebentuk informal microfinance, namun

ia jelas berbeda dengan sistem ekonomi kelompok sosial yang sudah dikenal di

masyarakat seperti arisan, hutang warung, gadai maupun bank plecit (rentenir). Dengan

kata lain, apa yang dilakukan dalam suatu komunitas CUM adalah apa yang

sesungguhnya menjadi tugas dan panggilan universal gereja. Suatu komunitas CUM

adalah “gereja” dengan (warna) baju yang lain.

Dalam pedoman umum anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART)

CUM yang dirumuskan MPA, pada bagian “Pembukaan” dengan jelas dinyatakan:

kesejahteraan adalah hak asasi manusia. Untuk mencapai kesejahteraan itu kami sepakat

menjadi komunitas kooperatif untuk menunjang usaha bersama dan tempat belajar

bersama dan komunitas ini kami sebut komunitas Credit Union Modifikasi”.157

156Ibid157MP.Ambarita (2007) Op.cit, hlm, 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

98

3.2.5. Pendidikan dan Pelatihan Calon Pengelola (Manajer) CUM

MPA mengatakan bahwa identitas wacana CUM merupakan sebentuk sistem ekonomi

kerakyatan versi kristiani. Dengan mengajukan wacana CUM ini kepada gereja-gereja

untuk mengisi ketiadaan instrumen artikulasi aspek etis gereja di bidang pemberdayaan

ekonomi rakyat, MPA berniat untuk menjadikan wacana CUM ini sebagai wacana

tanding (kontra hegmoni) terhadap wacana sistem ekonomi kerakyatan yang hegemonik

(yang dominan) yang ada di masyarakat.

Sebagaimana prinsip penyelenggaraan CU pada umumnya, MPA memijakkan

prinsip dasar penyelenggaraan CUM pada tiga pilar atau trilogi komunitas CUM. Dalam

salah satu dictum tiga pilar CUM tersebut disebutkan bahwa komunitas CUM dimulai

dari pendididikan, dikembangkan dengan pendidikan dan dikontrol oleh pendidikan”.158

Atas dasar itu, MPA menyelenggarakan “Pendidikan dan Pelatihanbagi calon pengelola

(manajer) CUM”. Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM ini sudah

diselenggarakannya sejak tahun 2004”.159 Hingga kini (tahun 2012) MPA sudah

menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan tersebut sebanyak 15 angkatan dan

menghasilkan hampir 300 orang calon manejer CUM yang menyebar di berbagai

denominasi gereja di Sumatera Utara, khususnya “gereja suku”. Gereja-gereja yang

mengutus Pendetanya atau Diakonesnya untuk mengikuti pelatihan itu antara lain: Huria

Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), Gereja Kristen

Protestan Simalungun (GKPS), Gereja Kristen Protestan Indonesia(GKPI),Gereja

Kristen Pak-Pak Dairi (GKPPD), Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA), dan lain-

158Ibid, hlm, 3-4159Komunitas CUM yang pertama sekali berdiri adalah Komunitas CUM yang diselenggarakan di HKBPKedaton Lampung, berdiri 13 Januari 2005. Di HKBP saat ini ada 126 orang calon manajer CUM.Selanjutnya lihat: Pdt.Nelson F.Siregar, “HKBP menjadi Inklusif di Masyarakat Pluralis”, (dalam) Pdt.Martunas Manullang (2010) Menuju HKBP Inklusif dan Misioner:“Ekklesiologi di Masyarakat Pluralis”,Pematang Siantar, L.Sapa STT HKBP dan Yayasan Nomensen HKBP Jambi, hlm, 162

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

99

lain. Sejauh ini gereja HKBP adalah gereja yang memiliki paling banyak calon manajer

CUM, yakni lebih kurang 126 orang. Sedangkan GKPS sejauh ini memiliki 22 orang

calon manajer.

MPA mematok syarat yang boleh mengikuti “Pendidikan dan Pelatihan” itu

adalah Pendeta atau Diakones”.160 Dengan syarat seperti itu, maka yang dapat menjadi

pengelola atau manajer CUM adalah hanya Pendeta atau Diakones. Menurut MPA, hal

itu dilakukan untuk menjaga agar wacana CUM tidak dijadikan sebagai alat untuk

mencari keuntungan pribadi atau praktik rentenir. MPA sangat menyadari bahwa

sebagai sebentuk informal microfinance, wacana CUM ini rentan disalahgunakan untuk

mencari kepentingan pribadi atau sebagai praktik rentenir. MPA menginginkan

pengelola atau manajer CUM adalah mereka yang memiliki kapasitas moral, intelektual,

integritas dan jujur. MPA melihat subjek yang paling representatif untuk menjadi

pengelola atau manajer suatu komunitas CUM adalah Pendeta atau Diakones. Sebagai

Hamba Tuhan, Pendeta dan Diakones, dianggap memiliki kualifikasi tersebut. Karena

itulah, MPA hanya memperuntukkan Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola CUM

itu hanya bagi pelayan gereja (penuh waktu) yakni Pendeta atau Diakones.

Meskipun terkesan sangat subjektif, syarat harus “Pendeta atau Diakones”

merupakan bagian dari strategi MPA untuk membangun proyek hegemoninya agar

wacana CUM tersebut dapat dengan cepat meluas dan menembus sampai ke lapisan

struktur gereja yang paling bawah yakni jemaat.Melalui para Pendeta atau Diakones

yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan itu, MPA berharap komunitas CUM

dapat didirikan atau dibentuk di wilayah pelayanan di mana para Pendeta dan Diakones

160Yang dimaksud dengan Pendeta adalah pelayan gereja yang memiliki pengetahuan teologi (formal)dalam arti memiliki pendidikan teologi formal (entah itu bergelar S1.S2 atau S3) Sedangkan yangdimaksud dengan Diakones, adalah pelayan gereja non-pendeta, yang memiliki tugas-tugas khusus digereja dan memiliki pendidikan teologi formal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

100

itu menjalankan tugas-tugas pelayanan kegerejaannya sehari-hari. Dengan kata lain,

para Pendeta atau Diakones itulah yang diharapkan MPA sebagai agen atau

perpanjangan tangannya untuk memelopori pembentukan dan perluasan simpul-simpul

komunitas CUM di berbagai wilayah pelayanan gereja. Dengan cara seperti, formasi

hegemonik baru yang dicita-citakan MPA dalam wujud materialnya sebagai suatu

komunitas CUM dapat terbentang dan meluas memasuki lapisan struktur gereja yang

paling bawah. MPA mengatakan bahwa praktik CUM sebaiknya dimulai dengan

minimal 20 orang. Tetapi kalau anggota benar-benar berhasrat besar untuk

mendirikannya, dengan jumlah dibawah 20 orang juga dapat diselenggarakan. Adanya

kemauan dan tekad untuk mendirikan suatu komunitas CUM sudah merupakan ikatan

yang dapat mempersatukan, tetapi agar suatu komunitas CUM yang sudah berdiri dapat

berkembang perlu ada unsur pemersatunya”.161

Dalam upayanya untuk mendidik dan melatih para Pendeta atau Diakones

menjadi calon manajer CUM, MPA menjalin kerjasama dengan Pimpinan Gereja-gereja

khususnya yang ada di Sumatera Utara. Setiap kali MPA mengadakan Pendidikan dan

Pelatihan itu, MPA meminta kepada masing-masing Pimpinan gereja agar mengutus

para Pendeta atau Diakones (dengan kuota tertentu) untuk menjadi pesertanya. Dalam

konteks GKPS, LG adalah orang pertama (Pendeta pertama) yang mengikutinya

pendidikan dan pelatihan tersebut. Melalui LG lah, GKPS pertama sekali mengenal

wacana CUM. Sejak itu, GKPS kemudian mengutus Pendetanya untuk mengikuti

pendidikan dan pelatihan tersebut yang diselenggarakan oleh MPA setiap tahun.

Semula, Pendidikan dan Pelatihan tersebut diadakan MPA di komplek kantor

pusat PT.BPR-PPK di desa Sukamakmur Kecamatan Sibolangit Deliserdang namun

161 MP.Ambarita,”Ekonomi Kerakyatan Versi Kristiani Sebagai Kekuatan Dalam Menghadapi globalisasi”,(dalam) Pdt. Martunas Manullang, ed, (2010) Op.cit,hlm, 148-149

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

101

sejak ia menyatakan berhenti sebagai direktur utama PT.BPR-PPK pada tahun 2010,

“Pendidikan dan pelatihan calon manajer CUM” dipindahkan ke Lumban Ambarita,

desa Sirait Uruk, Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir. Di desa inilah (yang juga

merupakan kampung halamannya), MPA berdomisili dan menyelenggarakan

Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM.

Adapun materi “Pendidikan dan pelatihan calon manajer CUM” yang diberikan

MPA kepada para Pendeta dan Diakones itu adalah:

Tabel 4:Materi Pendidikan dan Pelatihan CUM

No Materi Session/jam1. Akuntansi Umum dan Akuntansi CUM 30 Session2. Ekonomi Mikro 20 Session3. Ekonomi Makro 20 Session4. Moneter 15 Session5. Manajemen Umum dan Manajemen CUM 30 Session6. Hukum Perdata/Dagang 10 Session7. Ceramah-ceramah agama (teologi) pelayanan holistik 1-1,5 jam

setiap hari8. Evaluasi penguasaan materi dan Paper akhir

Selain dididik dan dilatih untuk memahami dan menguasai pengetahuan teknis

tentang sistem akuntansi dan manajemen CUM, MPA juga menekankan pentingnya

mempraktikkan cara hidup berkomunitas. Itulah sebabnya, sehingga segala sesuatu yang

berkaitan dengan kebutuhan peserta selama masa pendidikan dan pelatihan seperti

belanja, memasak, cuci peralatan makan, ibadah (refleksi), kebersihan, semuanya

dilakukan secara bersama (bergiliran dan berkelompok) dengan tidak membedakan usia

(tua-muda) dan jenis kelamin (laki-laki – perempuan), pendeta atau diakones”.162

Dengan memberi titik tekan pada praktik hidup berkomunitas, MPA berharap para

162 Dalam penyelenggaraan ibadah bersama, pelayanan Firman Tuhan, diselenggarakan dalam bentukpenelaahan Alkitab (PA), sehingga terselenggara sebentuk dialog dalam kesetaraan, berbagipengalaman religiusitas sebagai cara untuk saling menguatkan komitmen sesama peserta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

102

manajer CUM senantiasa mengingat bahwa menyelenggarakan praktik diskursif CUM

sesungguhnya merupakan cara untuk memaknai tri tugas panggilan universal gereja

yakni bersaksi (marturia), bersekutu (koinonia), melayani (diakonia).

Sejak MPA memutuskan bertempat tinggal di desa Sirait Uruk, MPA juga

mengumpulkan para manajer CUM dari berbagai gereja itu dalam suatu pertemuan yang

disebutnya sebagai konsolidasi manajer CUM yang dilakukan satu kali dalam enam

bulan”.163

3.3. Konkretisasi wacana CUM ke Dalam Konteks GKPS

3.3.1. Sekilas Tentang GKPS

Sebelum memaparkan bagaimana wacana CUM itu dikonkritisasi ke dalam konteks

“Gereja Kristen Protestan Simalungun” (selanjutnya disingkat GKPS) maka ada baiknya

dipaparkan secara sekilas tentang GKPS sebagai salah satu “gereja suku” yang ada di

Sumatera Utara. GKPS berkedudukan di Pematang Siantar. Sebelum menjadi gereja

mandiri, komunitas kristen Simalungun merupakan kelompok subordinasi gereja HKBP.

Berada sebagai komunitas subordinasi HKBP membuat komunitas orang kristen

Simalungun gerah. Hal itu terjadi sebab identitasnya sebagai orang kristen Simalungun

dbuat mangkir oleh HKBP yang didukung oleh agen zending RMG. Komunitas orang

kristen Simalungun yang dimotori Jaulung Wismar Saragih (JWS) kemudian menuntut

manjae (mandiri) dari HKBP. Proses manjae itu ditempuh melalui perjuangan negosiasi

panjang dan alot. Perjuangannya menuntut manjae itu akhirnya membuahkan hasil di

mana pada tangga 01 September 1963 HKBP kemudian melepaskan HKBP-Simalungun

menjadi gereja mandiri yang kemudian dikemudian dikenal dengan Gereja Kristen

Protestan Simalungun (GKPS).

163Sumber: Wawancara dengan MPA via telepon tanggal, 24 April 2012. (dicatat secara manual danditerjemahkan secara bebas:ms).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

103

Sejauh ini jumlah warga GKPS yang tercatat lebih kurang 213.042 jiwa,164di

mana 82% diantaranya berdomisili di wilayah pedesaan di Simalungun dan 18% lainnya

berdomisili di berbagai wilayah diaspora di Indonesia”.165Dari sekitar 213.042 jiwa,

jumlah keseluruhan warga jemaat GKPS,lebih kurang 53.004 jiwa (25%)diantaranya

berdomisili di wilayah kordinasi pelayanan GKPS di distrik III. Secara geografis,

wilayah pelayanan GKPS distrik III, terbentang meliputi daerah Kecamatan Purba

Simalungun sampai ke sebagian daerah Kabupaten Karo dan sebagian kecil lainnya

berada di daerah Kabupaten Dairi. Saribudolok, yang adalah pusat kordinasi pelayanan

GKPS di distrik III yang juga merupakan tempat di mana Praeses sebagai kordinator

distrik berdomisili. Daerah pelayanan GKPS di distrik III merupakan daerah dataran

tinggi di mana sebagian besar identitas profesi warganya adalah petani dan sebagian

lainnya adalah pegawai negeri sipil - guru, bidan – perawat – (PNS), wiraswasta

(pengusaha lokal) dan lain-lain.

Saribudolok adalah ibukota Kecamatan Silimakuta sehingga sekaligus

merupakan pusat (administrasi) pemerintahan dan pusat perdagangan kebutuhan pokok

masyarakat pedesaan. Bahkan pada setiap hari Rabu, di Saribudolok diselenggarakan

pasar tradisional dan pasar sayur mayur skala besar, di mana nilai transaksi

perdagangannya bisa mencapai milyaran rupiah. Tidak mengherankan kalau di setiap

hari Rabu, Saribudolok sangat ramai dikunjungi oleh para pembeli sayur mayur yang

datang dari berbagai daerah dan kota di Sumatera Utara bahkan dari daerah Riau dan

Aceh. Tidak mengherankan kalau Saribudolok di sasar sebagai daerah ekspansi bisnis

keuangan dari berbagai lembaga keuangan mikro yang ada di Sumatera Utara. Sejumlah

164Selanjutnya lihat: Susukkara (Almanak) GKPS tahun 2013, hlm, 398165 Juandaharaya Purba dan MartinLukito Sinaga, Peny, (2000) Tole ! Den Timor Landen DasEvangelium!” Sejarah Seratus Tahun Injil di Simalungun, 2 September 1903 – 2 September 2003,P.Siantar, Kolportase GKPS-Panitia Bolon Jubileum 100 tahun Injil di Simalungun, hlm, 287

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

104

lembaga keuangan (mikro) yang beroperasi di sana seperti Bank Rakyat Indonesia

(BRI), Bank Sumut, beberapa BPR dan sejumlah Koperasi simpan pinjam dan juga

Credit Union (CU). Selain itu, daerah Saribudolok sekitarnya ini juga diramaikan oleh

kehadiran Lembaga Keuangan Mikro Informal (informal microfinance) seperti para

rentenir baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun yang dilakukan oleh lembaga

berkedok koperasi. Selain itu, akhir-akhir ini suasana kehidupan sosial ekonomi

masyarakat di daerah Saribudolok, turut diramaikan oleh kehadiran mini market, agen-

agen (distributor) sepeda motor.

3.3.2. GKPS: Kisah Awal Mengenal Wacana CUM

Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998,tidak hanya

berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat di perkotaan tetapi juga bagi

masyarakat di pedesaan. Melonjaknya harga pupuk telah membuat biaya produksi

pertanian masyarakat desa menjadi ikut melonjak. Sementara itu, harga jual produksi

pertanian masyarakat desa tidak mampu menutupi biaya (modal) yang sudah

dikeluarkan. Tidak sedikit petani yang mengalami kerugian. Kenyataan itu telah

membuat banyak warga GKPS yang berprofesi sebagai petani mengalami kesulitan

untuk melanjutkan usaha pertaniannya karena ketiadaan modal. Memang, kesulitan

mengakses sumber permodalan dari lembaga keuangan mikro itu bukanlah satu-satunya

keluhan yang dihadapi warga gereja GKPS di masa krisis. Kalau, hendak ditambahkan,

tingginya biaya kebutuhan konsumsi, biaya pendidikan anak, biaya sosial (pesta),

ketidakmenentuan iklim (cuaca) serta tidak adanya jaminan stabilitas harga produksi

pertanian (karena diserahkan ke mekanisme pasar) dan lain-lain telah ikut menambah

durasi keluhan (histeria) warga gereja. Persoalan ini menjadi semakin rumit sebab

mereka juga mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas permodalan dari lembaga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

105

keuangan mikro yang beroperasi di sana. Akibatnya, tidak sedikit warga gereja terpaksa

menempuh “jalan ke keselamatan” yang ditawarkan oleh para rentenir di wilayah

partikularitasnya masing-masing. Ironisnya, praktik penghisapan (rentenir) itu

berlansung di antara sesama warga gereja sehingga suasana persekutuan (koinonia)

gereja tampak bermasalah.

Merespon kondisi krisis yang sedang dihadapi warganya tersebut, GKPS

(melalui unit pelayanannya (“Pelpem GKPS”)166mencoba mengadakan “Konsultasi

Gereja dan Masyarakat” (KGM) untuk mengidentifikasi sekaligus memetakan apa yang

menjadi tuntutan (demand) utama dari warganya. KGM tersebut diadakan di Pematang

Siantar pada tahun 2000 (sebelum pelaksanaan Sinode Bolon GKPS ke-35. KGM itu

kemudian menghasilkan sebuah rekomendasi agar GKPS melakukan “pelayanan

(diakonia) di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat”. Rekomendasi KGM tersebut

kemudian diserahkan kepada Pimpinan Pusat GKPS, untuk dibawa ke forum Sinode

Bolon GKPS sebagai lembaga pengambil keputusan tertinggi. Sinode Bolon (SB)167

GKPS ke 35 pada tahun 2000 itu kemudian memutuskan agar GKPS melakukan

pelayanan pemberdayaan ekonomi rakyat dan merekomendasikan pendirian Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai instrumen untuk mengartikulasi aspek etisnya.

Menindaklanjuti keputusan SB GKPS tersebut, Pimpinan Pusat GKPS sebagai

penanggungjawab penyelenggaran pelayanan (eksekutif) kemudian mencoba melakukan

berbagai langkah persiapan untuk mendirikan BPR yang dimaksud, termasuk mengutus

166 Pelpem adalah singkatan dari Pelayanan Pembangunan yakni sebuah unit (lembaga) pelayanan GKPSyang berada di bawah naungan Departemen Diakonia.167Sinode Bolon adalah forum pengambil keputusan tertinggi di GKPS. SB diselenggarakan dua kali dalamsatu periode (5 tahun). Selanjutnya lihat:Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga GKPS tahun 2009

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

106

LG(pada tahun 2001) untuk mengikuti orientasi pengelolaan dan pengoperasian suatu

BPR milik gereja yang diselenggarakan oleh PT.BPR-PPK di kompleks Retreat Centre

GBKP di desa Sukamakmur Kecamatan Sibolangit-Deli Serdang. Namun, keinginan

GKPS untuk mendirikan BPR tersebut tampaknya tidak dapat diwujudkan karena

berbagai hambatan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Secara internal,

hambatan itu menurut LG terkait dengan regulasi perbankan dan Peraturan Pemerintah

(PP) yang mengatur tentang tata cara, persyaratan pendirian dan kepemilikan sebuah

BPR yang mana berdasarkan UU No.10 tahun 1998, pasal 23 :Bank Perkreditan Rakyat

hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia yang seluruh

pemiliknya adalah warga negara Indonesia, Pemerintah Daerah, atau dapat dimiliki

bersama di antara ketiganya, (sic!)”.168

Apa yang dialami GKPS ini hampir sama dengan apa yang pernah dialami

GBKP ketika mereka merencanakan mendirikan PT. BPR-Pijer Podi Kekelengen

(PT.BPR-PPK). Perbedaannya, ketika itu GBKP diperhadapkan dengan UU No.7 tahun

1992, di mana ketentuan yang mengatur ihwal pendirian dan kepemilikan suatu BPR

tidak berbeda dengan UU No. 10 tahun 1998. Kalau GBKP ketika itu memilih

mengambil langkah menerbitkan kepemilikan GBKP atas PT.BPR-PPK dalam bentuk

kepemilikan saham atas nama sebagaimana UU No. 7 tahun 1992 mengaturnya maka

GKPS tampaknya tidak berniat memilih langkah tersebut. Bahkan, hingga penelitian ini

dilakukan, GKPS tampaknya tidak berniat mendirikan BPR yang sudah diputuskan oleh

lembaga pengambil keputusan tertingginya tersebut. Keputusan “menghentikan”

rencana mendirikan BPR “milik” GKPS tersebut bukan karena GKPS memiliki wacana

LG adalah salah seorang Pendeta (muda) GKPS yang menjadi motor penggerak dalam prosespembentukan Komunitas CUM “Talenta”. Ketika itu LG masih berstatus sebagai vikaris (masa persiapansebelum ditahbiskan menjadi Pendeta).168 Sumber: www.komisiinformasi.go.id (diakses tanggal 18 Juni 2013, 09:18).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

107

alternatif untuk diajukan sebagai instrumen untuk mengartikulasi aspek etisnya di

bidang pemberdayaan ekonomi jemaat/rakyat. Akibatnya, ada semacam kebuntuan yang

dialami GKPS untuk memberi respons terhadap kesulitan ekonomi warganya

khususnya, kesulitan warga jemaatnya dalam mengakses sumber permodalan dari

lembaga Keuangan Mikro yang ada di wilayah partikularnya masing-masing. Dalam

keadaan seperti itu, GKPS menjadi mangkir dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya etisnya sebagai gereja yang telah ia rumuskan sendiri yakni untuk:

“mencerdaskan dan menyejahterakan warga gereja dan masyarakat”.169

Dalam konteks berada dalam situasi “kebuntuan” seperti itu, MPA kemudian

datang dan mengajukan wacana alternatif untuk mengisi ketiadaan instrumen artikulasi

aspek etis GKPS di bidang pemberdayaan ekonomi jemaat/rakyat. Wacana alternatif

yang diajukan MPA itu adalah wacana Credit Union Modifikasi (CUM). Agar dapat

memahami dan mampu mengoperasikan wacana CUM tersebut, MPA mengundang

Pimpinan Pusat GKPS agar mengutus tenaga pelayannya untuk dididik dan dilatih

menjadi calon pengelola (manejer) CUM. Merespon undangan tersebut, GKPS

kemudian mengutus LG untuk mengikuti “Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola

(manajer) CUM” yang diselenggarakan MPA. Itu berarti, melalui LG lah GKPS

mengenal dan menerima wacana CUM itu pertama sekali.Sejak itu, GKPS selalu

mengutus para Pendetanya (sesuai dengan kuota yang diberi MPA) untuk mengikuti

Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola CUM yang diselenggarakan setiap tahun

tersebut. Sejauh ini (tahun 2012) setidaknya sudah ada sekitar dua puluh orang Pendeta

GKPS yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM

yang diselenggarakan oleh MPA tersebut.

169 Lihat:Tata Gereja GKPS tahun 2009, 7 butir g

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

108

3.3.3. Pembentukan Komunitas CUM “Talenta”

Sebagaimana sudah diutarakan pada bab sebelumnya secara teknis sistem manajemen

CUM merupakan perpaduan atau sintesa dari sistem manajemen CU konvensional dan

sistem manajemen BPR. Sebagai seorang yang sudah pernah mengikuti pernah

mengikuti orientasi tentang tata cara pengelolaan, pengoperasian dan pengembangan

BPR milik gereja yang diselenggarakan oleh PT.BPR-PPK pada tahun 2001, maka

wajar saja LG memiliki pengetahuan tentang pengelolaan dan pengoperasian credit

union. Meskipun GKPS “gagal” mendirikan BPR (hingga LG selesai mengikuti

orientasi di PT.BPR-PPK) tersebut, namun di tempat pelayanannya, sebagai Pendeta

GKPS di GKPS Resort Batam, (persisnya di GKPS Batu Aji Batam) Kepulauan Riau,

LG mencoba mendirikan komunitas “credit union” (CU) berbasis gereja. Sayangnya,

komunitas CU yang didirikan LG tersebut belum sempat mekar dan berkembang, LG

kembali harus pindah tugas pelayanan menjadi Pendeta Resort Gajapokki, sebuah

wilayah pelayanan partikular GKPS Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun

Sumatera Utara.

Perpindahan tugas pelayanannya dari daerah kota (industri) ke daerah pedesaan

(agraris) di Simalungun tidak membuat semangat dan gairah LG untuk mengkonkretkan

wacana CUM itu ke dalam konteks gerejanya di GKPS menjadi surut. Sebaliknya, LG

justru tampak semakin bersemangat. Di daerah pelayanannya yang baru di distrik III,

upayanya untuk mengongkritkan wacana CUM tersebut dilakukannya dengan cara

menyosialisasikan wacana CUM itu kepada para Pendeta, Penginjil maupun para

Penetua gereja baik secara informal maupun secara formal. Sosialisasi wacana CUM

secara formal, dilakukan LG pertama sekali pada saat penyelenggaraan rapat kordinasi

GKPS distrik III yang diselenggarakan di Zentrum GBKP Kabanjahe,tanggal, 16-18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

109

November 2006”.170 Sayangnya, wacana CUM yang diperkenalkan LG pada forum

rapat kordinasi distrik III ini ternyata tidak dapat begitu saja diterima sebab di situ

muncul sejumlah tanggapan dan perdebatan tentang status wacana CUM. Singkat kata,

sosialisasi wacana CUM di forum rapat distrik III tersebut berujung pada munculnya

penolakan (resistensi).

Menurut LG, setidaknya ada tiga hal yang membuat wacana CUM tidak dapat

diterima sebagai instrumen artikulasi aspek etis gereja di bidang pemberdayaan ekonomi

jemaat/rakyat. Pertama, secara legal formal wacana CUM tidak lahir dari “rahim”

institusi GKPS. Maksudnya, wacana CUM bukan merupakan wacana yang diproduksi

GKPS sehingga dianggap bukan merupakan “bahasa resmi” GKPS. Kedua, status

wacana CUM sebagai sebentuk informal microfinancememberi kesan bahwa praktik

diskursif CUM dianggap merupakan semacam praktik bank gelap (illegal banking)

sehingga dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan

yang berlaku. Ketiga, masih adanya polarisasi pemahaman (teologi) dari kalangan para

pelayan GKPS (Pendeta, Penginjil, Sintua) tentang keterlibatan gereja dalam melakukan

pelayanan pemberdayaan ekonomi terhadap jemaat dan masyarakat. Pada satu pihak,

ada yang memahami bahwa gereja memiliki tanggung jawab dalam melakukan

pelayanan pemberdayaan ekonomi rakyat sedangkan pada pihak yang lain adapula yang

memahami bahwa fokus pelayanan gereja atau Pendeta adalah pelayanan kerohanian

sehingga para Pendeta tidak perlu terlibat dalam pelayanan ekonomi.

170Rapat kordinasi distrik di GKPS adalah sebuah pertemuan antara para Pendeta, Penginjil dan PimpinanMajelis Jemaat di suatu wilayah pelayanan GKPS yang disebut Distrik. Rapat kordinasi distrik biasanyadiselenggarakan sekali setahun (biasanya bulan November). Tugas dan fungsi rapat kordinasi distrikGKPS adalah untuk mengevaluasi, dan merumuskan program pelayanan GKPS di tingkat distrik. Selainitu, Rapat Kordinasi Distrik juga merupakan wadah bagi Pimpinan Pusat GKPS untuk menyampaikanrencana Anggaran Belanja tahunan GKPS untuk satu tahun pelayanan berikutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

110

Munculnya resistensi terhadap wacana CUM dari peserta rapat kordinasi distrik

III itu, tidak membuat semangat dan gairah LG untuk mengongkritkan “unsur baru”

pelayanan (diakonia) itu ke dalam konteks gerejanya menjadi surut. LG lantas “putar

haluan”. Kali ini fokus sosialisasi wacana CUM itu, diarahkannya kepada kalangan

Pendeta (muda) GKPS yang ada di distrik III. LG tampak cukup jeli melihat adanya

kebiasaan beberapa orang Pendeta (muda) GKPS yang selalu berkumpul di setiap hari

Rabu pasca pelaksanaan sermon hadomuan 8 resort,171 di GKPS Saribudolok. Biasanya

dilakukan sambil makan siang atau minum kopi. Di situ, selalu ada perbincangan

(diskusi) informal tentang berbagai hal (isu) mulai dari isu sosial, politik, ekonomi skala

nasional dan lokal. Tidak ketinggalan, di situ para Pendeta muda GKPS ini juga

memperbincangkan hal ihwal yang menyangkut kesulitan dan hambatan pelayanan di

resort (wilayah) nya masing-masing.

Dari beragam isu yang sering diperbincangkan, fenomena menurunnya tingkat

partisipasi dan kehadiran warga gereja GKPS dalam mengikuti kegiatan-kegiatan gereja

selalu menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Selain itu, perbincangan tentang

kesulitan finansial yang dihadapi oleh masing-masing Pendeta dan Penginjil GKPS,

turut juga mewarnai perbincangan di setiap “pertemuan informal hari Rabu” itu. Hal ini

memang dapat dimaklumi, sebab perolehan (gaji) yang diterima para Pendeta dan

Penginjil GKPS setiap bulan masih tergolong minim sementara biaya kebutuhan hidup

dari waktu ke waktu terus meningkat. Dalam kondisi seperti itu, para Pendeta atau

171Sermon hadomuan 8 resort adalah pertemuan para Pendeta, Penginjil, dan anggota majelis jemaatdari 8 resort GKPS yang ada di sekitar Kecamatan Silimakuta Saribudolok. Pertemuan ini, adalahpertemuan yang dilakukan untuk membahas dan mempersiapkan bahan khotbah kebaktian Minggu danjuga partonggoan (persekutuan doa antar keluarga). Dilaksanakan sekali seminggu bertempat di GKPSSaribudolok. Pertemuan ini bertigas untuk mendiskusikan bahan khotbah kebaktian Minggu danPartonggoan (persekutuan do antar keluarga). Pesertanyaadalah para Pendeta, Penginjil, Sintua dananggota Majelis jemaat GKPS lainnya khususnya yang akan bertugas sebagai pengkhotbah padakebaktian hari Minggu digerejanya masing-masing dan Partonggoan (persekutuan doa antar keluarga).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

111

Penginjil GKPS (khususnya yang melayani di daerah pedesaan), masih harus

menyediakan sendiri juga sarana dan prasarana pelayanan seperti sepeda motor,

komputer (laptop) dan lain sebagainya. Itulah sebabnya sehingga masih ada Pendeta

dan Penginjil GKPS yang masih meminta bantuan finansial setiap bulan kepada orang

tua atau keluarganya. Bagi para orang tua atau keluarga Pendeta dan Penginjil GKPS

yang memiliki kemampuan finansial yang cukup, tentu kesulitan itu dengan segera

dapat diatasi. Namun, bagi para Pendeta atau Penginjil GKPS yang orang tua atau

keluarganya tidak mampu, hal ini tentulah menjadi persoalan yang cukup serius dan

menyesakkan. Maka, tidak sedikit pula dari antara para Pendeta yang terpaksa harus

menempuh jalan berhutang (kredit) untuk mengatasi kesulitan ekonominya.

Dalam konteks keprihatinan dan urgensi permasalahan seperti itu, LG kembali

mengajukan wacana CUM sebagai wacana alternatif untuk mengatasi kesulitan finansial

yang dialami oleh para Pendeta dan Penginjil GKPS itu. LG mengatakan bahwa melalui

praktik diskursif CUM, para Pendeta dan Penginjil GKPS sebagai pemimpin umat dan

pemimpin spiritual tidak hanya dapat mempraktikkan sikap saling membantu, tetapi

sekaligus juga dapat memberi contoh dan teladan bagi upaya memaknai persekutuan

(koinonia) gereja. Menurut LG, salah satu ciri utama persekutuan (koinonia) gereja

adalah adanya sikap hidup yang mau saling berbagi dan bertolong-tolongan

sebagaimana tertulis dalam Alkitab (Galatia 6:2): “Bertolong-tolonganlah kamu

menanggung bebanmu! Demikianlah, kamu memenuhi hukum Kristus”..

Langkah “putar haluan” dengan fokus kepada Pendeta (muda) GKPS yang

ditempuh LG itu, tampaknya merupakan langkah yang cukup jitu sebab setelah

melakukan serangkaian sosialisasi secara informal di setiap “pertemuan hari Rabu” itu,

kesadaran para Pendeta (muda) GKPS tampak mulai merekah. Pada tanggal, 27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

112

Desember 2006, sembilan orang Pendeta (muda) GKPS yang ada di Distrik III

menyatakan kesediaannya untuk mendirikan komunitas CUM sebagai wadah bagi para

Pendeta dan Penginjil GKPS di distrik III untuk mempraktikkan sikap hidup saling

membantu dan berbagi di bidang keuangan. Pada tanggal 16 Januari 2007, bersamaan

dengan penyelenggaraan acara “Refleksi dan Syukuran Tahun Baru 2007 Pendeta dan

Penginjil GKPS distrik III” di rumah Praeses GKPS distrik III di Saribudolok, 16 orang

Pendeta GKPS menyatakan komitmennya untuk mendirikan suatu komunitas CUM

dalam konteks GKPS. Dan, pada hari yang sama, enam belas orang Pendeta (muda)

GKPS itu mendeklarasikan berdirinya kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”.172

Deklarasi berdirinya komunitas CUM “Talenta” tersebut ditandai dengan

membuat kesepakatan bahwa setiap anggota yang ingin menjadi anggota komunitas,

diwajibkan membayar sebesar Rp.15.000,- sebagai uang pangkal, Rp.100.000,- sebagai

simpanan pokok serta Rp. 20.000 sebagai simpanan wajib per bulan. Selain itu, setiap

anggota juga diperkenankan untuk menyimpankan uangnya di komunitas CUM

“Talenta” sebagai simpanan sukarela. LG kemudian ditunjuk menjadi kordinator

sementara komunitas, utuk mengelola aktivitas awal, pembukuan serta pengembangan

keanggotaan komunitas.

3.3.4. Memperluas Keanggotaan Komunitas CUM “Talenta”: Membangun

Kelompok (unit) di Basis Jemaat

Sambil mengelola aktivitas awal komunitas CUM “Talenta”, secara perlahan LG mulai

memperluas keanggotaan komunitas CUM “Talenta” agar dapat melibatkan warga

gereja (jemaat) dan masyarakat umum. Untuk kepentingannya tersebut, LG tampak

172Pelaksanaan Refleksi dan Syukuran Tahun Baru Pendeta dan Penginjil GKPS distrik III itu dilaksanakandi rumah Praeses GKPS distrik III (Pdt.Jameldin Sipayung) di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta. Hinggatanggal, 20 Januari 2010, jumlah Pendeta GKPS yang menjadi anggota komunitas CUM “Talenta” adalah129 orang dari 170 orang jumlah pendeta GKPS secara keseluruhan. (Sumber: Dok, CUM Talenta, DataAnggota CUM Talenta; Pendeta se GKPS).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

113

tetap merawat “pertemuan informal setiap hari Rabu” yang dilakukan para Pendeta

(muda) GKPS itu. LG tampak memosisikan para Pendeta (muda) GKPS itu menjadi

semacam “kelompok inti” (core group) dalam komunitas CUM “Talenta”, sekaligus

menjadi semacam serat penghubung agar LG dapat menyosialisasikan wacana CUM

dan mendirikan unit-unit komunitas CUM “Talenta” di basis-basis jemaat di mana para

Pendeta (muda) itu melayani.

Selanjutnya, upaya LG untuk memperluas keanggotaan komunitas CUM

“Talenta”, dilakukannya dengan menyosialisasikan ulang wacana CUM itu kepada para

Sintua (penetua) dan anggota majelis jemaat GKPS. Momen pelaksanaan sermon

hadomuan 8 resort yang diselenggarakan secara rutin di setiap hari Rabu di GKPS

Saribudolok, dimanfaatkannya sebagai wadahnya. Sermon hadomuan delapan resort

ini adalah sebuah pertemuan rutin untuk mendiskusikan bahan khotbah kebaktian

Minggu dan khotbah kebaktian partonggoan (persekutuan doa antar keluarga) yang

dilakukan oleh para Pendeta dan Penginjil GKPS di distrik III bersama dengan anggota

majelis jemaat dari 8 resort GKPS yang berbeda. Kegiatan ini, dipimpin oleh Praeses

GKPS distrik III di mana pengantar diskusi (bahan khotbah) dalam sermon hadomuan 8

resort dipersiapkan oleh Pendeta atau Penginjil GKPS secara bergiliran sesuai dengan

jadwal yang sudah disepakati bersama.

Setiap kali, pelaksanaan sermon hadomuan 8 resort itu hendak diakhiri, di

situlah LG selalu meminta waktu untuk menyosialisasikan ulang wacana CUM itu

tersebut. Dari proses sosialisasi di sermon hadomuan 8 resort itulah, LG kemudian

diminta kembali oleh Pimpinan Majelis jemaat tertentu bersama dengan Pendeta Resort-

nya, untuk mengadakan “sosialisasi lanjutan”, secara langsung di basis jemaat. Momen

pelaksanaan “sosialisasi lanjutan” itu, dilakukan dengan memanfaatkan kegiatan rutin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

114

GKPS yang sudah terstruktur yakni kebaktian partonggoan (persekutuan doa antar

keluarga) yang dilaksanakan sekali dalam seminggu.

Di daerah pelayanan GKPS di distrik III pelaksanaan partonggoan itu pada

umumnya dilakukan pada malam hari. Maklum saja, sebab profesi warga GKPS di

daerah pelayanan GKPS di distrik III ini, sebagian besar adalah Petani. Bahkan, tidak

sedirikit warga GKPS yang berprofesi sebagai pegawai negari sipil seperti guru,

perawat-bidan, dan lain-lain juga memiliki usaha pertanian. Biasanya, para petani di

daerah ini, baru akan pulang ke rumahnya masing-masing pada sekitar jam enam sore

(18.00 Wib). Setelah itu, masing-masing keluarga (pada umumnya perempuan;istri)

masih harus memasak untuk makan malam keluarga. Jadi sangat dapat dimengerti

mengapa partonggoan GKPS di wilayah distrik III pada umumnya baru dimulai pada

jam 20.00. Rata-rata durasi penyelenggaraan partonggoan memakan waktu antara satu

sampai satu setengah jam sehingga tidak mengherankan kalau partonggoan itu baru

berakhir pada jam 21.30. Setelah berakhirnya, acara partonggoan itulah LG

menyosialisasikan wacana CUM itu kepada warga jemaat.Itulah sebabnya, tidak jarang

LG baru akan tiba kembali di rumahnya pada waktu tengah malam bahkan dinihari.

Dinginnya udara malam yang menyelimuti daerah pedesaan Saribudolok sekitarnya

(tidak jarang juga disertai turunnya kabut embun yang cukup tebal) tidak membuat

semangat dan gairah LG menjadi surut.

Setiap kali melakukan sosialisasi lanjutan di basis-basis jemaat itu, LG selalu

mengutip Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab sebagai dasar bagi praktik diskursif

CUM. Salah satu ayat Alkitab yang dikutip LG sebagai penadasaran kegiatan sosialisasi

itu adalah: Bertolong-tolonganlah kamu menanggung bebanmu! Demikianlah, kamu

memenuhi hukum Kristus”. (Galatia 6:2). Dengan cara seperti itu, LG mau menegaskan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

115

kembali bahwa praktik ber-CUM tidak sama dengan ber-CU pada umumnya. Di dalam

komunitas CUM “Talenta”, anggota tidak hanya mendapatkan manfaat ekonomi tetapi

juga manfaat sosial dan spiritual. Dari proses sosialisasi lanjutan seperti itulah, LG

membentuk “unit” (sering juga disebut komisariat) komunitas CUM “Talenta” di tingkat

jemaat. Kalau wacana CUM yang diperkenalkan LG lewat sosialisasi lanjutan di

partonggoan itu dapat diterima oleh jemaat maka di situ akan didirikan unit atau

komisariat komunitas CUM “Talenta”. Syarat berdirinya sebuah unit atau komisariat

CUM “Talenta” di basis jemaat tertentu apabila di sana sudah ada 15 orang anggota.

Sebuah unit (komisariat) dipimpin oleh seorang kordinator yang disebut dengan

komisaris. Dalam kedudukannya sebagai kordinator unit, seorang komisaris memiliki

dua fungsi. Pertama, seorang komisaris merupakan pemimpin yang mengorganisasi

kegiatan-kegiatan komunitas CUM “Talenta” di tingkat basis. Kedua, seorang komisaris

adalah perpanjangan tangan Manajer di tingkat tingkat unit.

Sebelum melaksanakan tugasnya, seorang komisaris terlebih dahulu dilantik

pada suatu kebaktian Minggu di jemaat GKPS di mana unit itu terbentuk. Hal itu

dilakukan sebab bagaimanapun juga komunitas CUM “Talenta” telah menyatakan

dirinya sebagai alat pelayanan gereja di bidang keuangan sebagaimana dirumuskan

dalam AD/ART tahun 2009, di mana dalam bab III pasal 4 disebutkan bahwa komunitas

CUM adalah lembaga pelayanan gereja di bidang keuangan. Lalu, kalau dilihat dari

AD/ART komunitas CUM “Talenta” edisi revisi tahun 2012, pada bab III pasal 4,

dinyatakan bahwa bentuk dan jenis komunitas CUM “Talenta” adalah unit pelayanan

gereja dalam bidang pemberdayaan ekonomi jemaat. Itu sebabnya, dalam struktur

organisasi komunitas CUM “Talenta” di tingkat unit (komisariat), Pimpinan Majelis

Jemaat GKPS diposisikan sebagai Penasehat. Hal ini dimaksudkan agar aktivitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

116

komunitas CUM ”Talenta” di tingkat unit senantiasa dapat dijalankan sesuai dengan visi

dan misi gereja”.173

Dengan menempuh langkah sosialisasi sebagaimana yang diceritakan di atas, LG

tampak berhasil mengembangkan dan memperluas keanggotaan komunitas CUM

“Talenta” sehingga identitas keanggotaannya tidak hanya warga gereja GKPS tetapi

juga warga gereja denominasi lain bahkan masyarakat agama yang lain. Dengan begitu,

komunitas CUM “Talenta” adalah sebuah kesatuan sosial di mana keanggotaannya

bersifat sukarela dan terbuka (inklusif). Berikut ini, ditampilkan gambaran umum

perkembangan organisasi komunitas CUM “Talenta” berdasarkan laporan

pertanggungjawaban pengurus komunitas CUM “Talenta” tahun buku 2011:174

Tabel 5:Gambaran Umum

Pertumbuhan unit, calon unit dan bakal calon unitKomunitas CUM “Talenta” hingga tahun 2011

No Kantor Cabang

Jumlah

Unit Calon unit Bakal calon unit

1. Saribudolok 57 30 11

2. Pematang Raya 39 12 29

3. Pematang Siantar 8 4 6

Jumlah total 104 46 46

Sementara itu, rincian pertumbuhan dan perkembangan jumlah anggota

komunitas CUM “Talenta” sejak berdiri tahun 2007 hingga tahun 2011 dapat dilihat

dalam tabel berikut ini:

173Lihat: AD/ART komunitas CUM “Talenta” Bab X pasal 18 ayat 1d174Diolah berdasarkan Laporan Hasil Pengawasan CUM “Talenta” Tahun buku 2011, Selanjutnya lihat:Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas CUM “Talenta” tahun buku 2011 dan ProgramKerja CUM “Talenta” Tahun 2012, hlm, 21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

117

Tabel 6:Jumlah anggota

Komunitas CUM “Talenta” per 31 Desember 2011

No Keterangan Kantor Cabang JumlahTotalSaribudolok P.Raya P.Siantar

1. Jumlah anggota per 31Desember 2010

3209 1.306 0 4.515

2. Pertambahan anggotatahun 2011

1198 1.006 105 2.309

3. Anggota yang keluar sejaktahun 2007 sampai tahun2011

151 17 - 168

4. Jumlah anggotadimutasikan

388 141 - 529

5. Jumlah anggota diterima(mutasi)

529

6. Jumlah anggota aktif per31 Des 2011

3.504 2.129 632 6265

Sebagai catatan tambahan, proses masuknya warga gereja dari gereja denominasi

yang lain serta masyarakat agama yang lain (muslim) menjadi anggota komunitas CUM

“Talenta”, tidak dilakukan lewat kerja pengorganisasian secara khusus melainkan hasil

dari sosialisasi dan interaksi sosial yang dilakukan oleh anggota dan komisaris

komunitas CUM “Talenta” di wilayah partikularnya masing-masing. Bapak Sutrisno

(seorang muslim) misalnya mengungkapkan bahwa keputusannya untuk masuk menjadi

anggota komunitas CUM “Talenta” unit Marihat Saribujandi, setelah ia mendengar

paparan tentang wacana CUM dari anggota dan komisaris CUM “Talenta”. Lebih jauh

bapak Sutrisno mengungkapkan bahwa ia dan keluarganya adalah kelompok minoritas

dari sisi agama di komunitas CUM “Talenta” tetapi ia merasa diperlakukan sama

dengan anggota lainnya. Saya sudah dua kali merasakan manfaat sosial dan finansial

sebagai anggota komunitas CUM “Talenta”; yang pertama ketika hendak menikahkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

118

anaknya ia memperoleh pinjaman sebesar Rp.4 jt, dan kedua ketika hendak merenovasi

rumah sebesar Rp.10 jt”.175

3.4. Hubungan Komunitas CUM “Talenta” Dengan GKPS

3.4.1. Klaim Sebagai Bidang Pelayanan GKPS

Meskipun komunitas CUM “Talenta” memproklamasikan dirinya sebagai “unit

pelayanan gereja dalam bidang pemberdayaan keuangan jemaat176, namun secara legal-

formal, komunitas CUM “Talenta” sesungguhnya bukanlah unit pelayanan (diakonia)

GKPS secara struktural. Hal itu terjadi sebab secara legal-formal komunitas CUM

“Talenta” tidak lahir dari “rahim” institusi GKPS. Pembentukan komunitas CUM

“Talenta” bukan merupakan produk kebijakan ataupun keputusan GKPS secara

kelembagaan. Oleh karena itu, kedudukan komunitas CUM “Talenta” di dalam struktur

kelembagaan GKPS dapat dikatakan merupakan sebentuk “persekutuan” (koinonia)

informal warga gereja di bidang ekonomi. Komunitas CUM Talenta dan institusi GKPS

adalah dua entitas yang berbeda dan memiliki otonominya sendiri-sendiri.Meskipun

begitu, keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja sebab bagaimanapun juga sejarah

berdirinya komunitas CUM “Talenta”tidak dapat dipisahkan dari komitmen pelayanan

para Pendeta dan Penginjil GKPS untuk merespon persoalan (krisis) sosial, ekonomi

yang dihadapi warga gereja dan masyarakat di wilayah partikular pelayanan mereka

masing-masing.

Untuk menelisik bagaimana pola hubungan dari keduanya secara ideal, maka

perspektifnya akan didasarkan pada rumusan ideal sebagaimana dikonstruksi dalam

AD/ART komunitas CUM “Talenta” baik yang lama (edisi 2009) maupun yang baru

(edisi revisi 2012). Di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AR/ART)

175Wawancara dilakukan di kantor Induk CUM “Talenta” di Saribudolok, Rabu, 07 Maret 2012176 Lihat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga komunitas CUM Talenta tahun 2009 dan edisirevisi tahun 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

119

komunitas CUM “Talenta” pada bab VI pasal 9 ayat 1dan 2 tahun 2012, disebutkan

bahwa:

1. Hubungan antara CUM Talenta dan Gereja Kristen Protestan Simalungun(GKPS) adalah sebagai Pembina agar dapat berjalan sesuai dengan programgereja yaitu sebagai pemberdayaan warga jemaat.

2. Komisaris CUM “Talenta” yang ada di jemaat berkordinasi dengan BadanDiakonia Sosial Gereja atau badan yang dihunjuk oleh Pimpinan Majelisjemaat setempat”.177

Sementara itu, pada bagian lain, yakni pada bab XVII tentang “Pembubaran dan

Penyelesaian”, yakni pada pasal 31 ayat 2 disebutkan bahwa pembubaran CUM

“Talenta” dapat dilakukan:” oleh Pembina (GKPS) dengan alasan:a). CUM “Talenta”

tidak lagi menjalankan AD/ART yang disepakati, b). dalam penilaian Pembina (GKPS)

CUM “Talenta” tidak dapat lagi melangsungkan hidupnya”.178 Pada sisi yang lain, pada

Bab XVI AD/ART-nya yang mengatur tentang “Rapat-Rapat”, pasal 26 (Rapat Anggota

Tahunan: RAT) ayat 1 disebutkan bahwa: Rapat Anggota Tahunan (RAT) merupakan

pemegang kekuasaan tertinggi dalam CUM “Talenta”…”.179

Dengan memosisikan institusi GKPS sebagai Pembina, komunitas CUM

“Talenta” tampak berharap agar GKPS dapat terlibat dalam memberi arah sehingga

praktik diskursif CUM senantiasa dapat dijalankan sesuai dengan program gereja yaitu

sebagai pemberdayaan ekonomi kerakyatan bagi jemaat dan masyarakat”.180Secara

aktual, hubungan komunitas CUM “Talenta” dengan GKPS diekspresikan melalui:

pelantikan pengurus komunitas CUM “Talenta” oleh Pimpinan Pusat GKPS dalam suatu

kebaktian GKPS ( bab VII, pasal 10 ayat 4).

177Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) CUM “Talenta” tahun 2012178Ibid179Ibid180 Lihat Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga (AD/ART) komunitas CUM “Talenta” tahun 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

120

Selain itu, pola hubungannya juga tampak dalam kaitannya dengan

pengangkatan Manajer maupun Top Manejer komunitas CUM “Talenta”. Berdasarkan

bab VIII pasal 15 ayat 2 AD/ART CUM “Talenta” tahun 2012, bahwa yang dapat

diangkat menjadi Manajer adalah mereka yang sudah menerima pendidikan CUM dan

memiliki sertifikat serta sudah memiliki pengalaman mengelola CUM”.( ayat 3),

Manajer yang memiliki latar belakang fultimer GKPS diangkat atau dimutasikan dan

diberhentikan oleh pengurus sesuai dengan SK (surat keputusan) Pimpinan Pusat GKPS

[…]”.181 Disamping itu, hubungan komunitas CUM “Talenta” dengan GKPS juga

tampak diekspresikan dengan mengalokasikan sebesar 2% dari 50% alokasi dana khusus

komunitas yang disebut sebagai dana solidaritas untuk GKPS (bab XIV pasal 23 ayat

2i)”.182

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola

hubungan komunitas CUM “Talenta” dengan GKPS, tampak dikonstruksi secara

ambigu. Pada satu sisi, komunitas CUM “Talenta” merasa dirinya adalah sebuah entitas

sosial yang otonom dan mandiri tetapi pada saat yang sama, ia juga tampak tidak ingin

terlepas begitu saja dari GKPS sebagai institusi yang menaunginya. Dengan kata lain,

pada satu sisi komunitas CUM “Talenta” memandang GKPS sebagai semacam “struktur

mediasi” (mediating structure) bagi keberadaannya terutama ketika berhadapan dengan

kekuatan eksternal (kekuatan hegemonik; negara, rentenir, tengkulak). Dalam rangka

menghadapi kekuatan eksternal itu, komunitas CUM “Talenta” mengkonstruksi

hubungannya dengan GKPS dalam relasi patront-client (Ayah- anak). Namun,

komunitas CUM “Talenta” tampaknya tidak menginginkan relasi patront-client itu

berlaku secara mutlak (absolut) sebab ia juga ingin menjadi anak yang mandiri.

181Lihat: Bab VIII pasal 15 ayat 2 AD/ART CUM “Talenta” tahun 2012 dan Laporan PertanggungjawabanPengurus CUM “Talenta” tahun 2012182Ibid,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

121

3.4.2. Program dan Akitvitas yang Dilakukan

3.4.2.1. Menciptakan Modal Bersama: Melawan Bank dan Rentenir

Sejak awal, aktivitas pokok komunitas CUM “Talenta” adalah aktivitas “simpan-

pinjam”, di mana dana yang sudah terhimpun selanjutnya disalurkan kepada anggota

lewat mekanisme pemberian kredit. Kepada penyimpan diberikan “jasa simpanan” dan

kepada peminjam dikenakan “jasa pinjaman”. Di dalam komunitas CUM “Talenta”,

dikenal apa yang disebut sebagai Sisa Hasil Usaha (SHU). SHU adalah pendapatan

bersih komunitas yang diperoleh dalam satu tahun buku. 50% dari SHU dibagikan

sebagai deviden kepada anggota dan 50% lainnya, dialokasikan sebagai dana-dana

khusus. Tata cara pembagian SHU diatur dalam jasa pinjaman tersebut menjadi sumber

deviden bagi komunitas CUM “Talenta” yang akan dibagikan pada akhir tahun bkepada

anggota sesuai dengan besarnya saham masing-masing.

Kalau dilihat dari segi jenisnya komunitas CUM “Talenta”dikategorikan sebagai

sebentuk informal microfinance namun aktivitas “simpan-pinjam” yang dilakukannya

tidak sama dengan praktek memungut riba sebagaimana yang dilakukan oleh para

rentenir sebab di dalam komunitas CUM “Talenta”, si peminjam sesungguhnya

memperoleh pertambahan jumlah saham dari “jasa pinjaman” yang ia berikan sendiri

melalui pembagian sisa hasil usaha (SHU) pada setiap akhir tahun buku.

Selain aktivitas “simpan-pinjam”, komunitas CUM Talenta juga menghimpun

dana melalui sejumlah kegiatan perdagangan seperti penjualan buku-buku rohani

bekerjasama (konsinyasi) dengan sejumlah pihak seperti kolportase GKPS, LAI

(Lembaga Alkitab Indonesia), Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia dan lain-lain.

Semua keuntungan dari aktivitas perdagangan dimasukkan sebagai hasil usaha, yang

pada akhir tahun akan dibagi kepada setiap anggota sesuai besar saham masing-masing.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

122

3.4.2.2. Memaknai (ulang) Haroan Bolon Simalungun

Tidak ketinggalan, dalam bidang pertanian komunitas CUM “Talenta” juga

memfasilitasi pelatihan pembuatan pupuk bokasi (pupuk organik) bagi anggota

komunitas dan masyarakat. Kelompok usaha pertanian bersama (haroan bolon) juga

turut diselenggarakan. Modal awal usaha pertanian bersama ini dialokasikan dari

posanggaran “pinjaman komunitas”. Praktek usaha pertanian bersama (haroan bolon) di

Huta Saing diselenggarakan sejak tahun 2009 dan di desa Bandar Purba sejak tahun

2011 yang diberi nama “Haroan Bolon Talenta”. Dalam kosa kata orang Simalungun,

haroan bolon adalah suatu sistem kerja yang dilakukan oleh beberapa orang secara

bersama-sama, yang anggotanya mendapat giliran untuk mengerjakannya ladangnya

dengan berganti-ganti, yang hampir serupa sifatnya dengan gotong royong”.183

Kelompok “haroan bolon” di Huta Saing dibentuk pada tahun 2009. Usaha

bersama yang mereka lakukan adalah menanam jahe seluas hampir 1 hektar (23 rante; 1

ha=25 rante). Praktik usaha pertanian bersama yang pertama ini tergolong berhasil

(beruntung) sehingga mereka bisa mengembalikan “pinjaman komunitas” ke CUM

Talenta. Lalu, pada awal tahun 2012 ini, mereka kembali mengerjakan lahan secara

bersama dengan modal berasal dari “pinjaman komunitas” di CUM Talenta sebesar

Rp.37.000.000.

Ada juga, kelompok “haroan bolon Talenta” di Bandar Purba yang dibentuk

pada tahun 2011. Usaha pertanian bersama ini dilakukan dengan modal berasal dari

“pinjaman komunitas” di CUM Talenta sebesar Rp.20.000.000. Luas lahan yang

diusahai komunitas seluas 12 rante. Namun, ada hal yang menarik dalam praktik haroan

bolon di Bandar Purba dimana motivasi mereka melakukan usaha ini tidak semata-mata

183 Juandaha Raya Purba-Fredy P.Sidagambir,dkk,eds, (2012), Peradaban Simalungun,” inti Sari SeminarKebudayaan Simalungun se Indonesia Pertama tahun 1964”,Pematang Siantar,KPBS, hlm, 46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

123

demi kepentingan ekonomi uang tetapi juga demi makna sosial dan makna spiritual.

Seorang anggota komunitas CUM “Talenta” yang turut membidani terbentukanya

haroan bolon tersebut mengungkapkan latar belakang pembentukannnya sebagai

berikut: .

Dulu, semua dikerjakan bersama; ada “haroan marlajar” dan ada “haroanbolon”. Zaman sekarang ini, semuanya sudah sendiri-sendiri. Semua inginmenunjukkan kehebatannya masing-masing.Di kampung ini, anak-anakpunsudah bisa naik kareta [sepeda motor:ms], merokok, kecanduan internet[maksudnya game on line :ms]. Anehnya, walaupun sudah kenal internet tetapibanyak juga anak anak di kampung ini putus.Lalu, kredit sepeda motor yangmurah juga telah membuat banyak anak-anak mengalami kecelakaan; ada yangpatah tulang bahkan meninggal dunia. Kaum ibu juga senang sekali dengan acaragosip di televisi [gossip selebriti:ms], kaum bapa main judi toto gelap (togel).Semua kami dikampung ini mengatakan mencari pekerja (pekerja upahan:ms) diladanglah yang susah sekarang ini. Tapi, di kelompok “haroan bolon” yang kamibentuk ini, kami bisa bercerita dan berbagi pengalaman tentang keluarga, anak-anak terutama soal pendidikan dan sekolahnya”.184

Selain program yang sudah dipaparkan di atas, komunitas CUM “Talenta” juga

melenyelenggarakan program Perlindungan jiwa (Linwa) dan program “Perlindungan

kesehatan” (Linkes). Program “Linkes” ini adalah program yang dilaksanakan sejak

tahun 2012. Sebelumnya, nama program ini adalah “Dana Pertanggungan Bersama”

(Daperma). Pada AD/ART CUM tahun 2009, program ini, sesungguhnya tidak dikenal

tetapi dalam kenyataan ia diadakan. Karena tidak memiliki pijakan konstitusi

(AD/ART) komunitas maka bersamaan dengan keputusan Rapat Anggota Tahunan pada

tahun 2012, program ini diubah namanya menjadi “Linwa” dan ditambah dengan

“perlindungan kesehatan” (Linkes). Pada AD/ART komunitas CUM tahun 2012 bab V,

pasal 13 yang mengatur tentang Linwa dijelaskan demikian:

1. Dalam rangka mewujudkan dana perlindugan jiwa (Linwa) terhadap anggotamaka anggota wajib memberikan iuran tahunan perlindungan jiwa yangjumlahnya ditentukan oleh RAT

184 Bapak DD: adalah anggota CUM Talenta, ketua kelompok “haroan bolon” di desa Bandar Purba.Wacancara dilakukan tanggal, 05 Maret 2012, di lokasi perladangannya pukul.13.00

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

124

2. Dana perlindungan jiwa ini diberikan kepada ahli waris apabila anggota CUMTalenta meninggal dunia

3. Pengaturan mengenai jumlah perkalian antara iuran dan manfaat yang diperolehdi ataur dalam peraturan khusus yang telah disepakati oleh RAT.

Pada pasal 14 tentang Perlindungan Kesehatan (Linkes):

1. Dalam rangka memberikan Perlindungan Kesehatan (Linkes) bagi anggota makasemua anggota wajib memberikan iuran Perlindungan Kesehatan setiap tahunyang jumlahnya ditentukan oleh RAT

2. Dana Perlindungan Kesehatan ini diberikan kepada anggota apabila anggotamengalami sakit dan dirawat di rumah sakit dengan ketentuan harusmelampirkan surat keterangan rawat inap dari Rumah Sakit atau Puskesmas

3. Pengaturan mengenai jumlah perkalian antara iuran dan manfaat yang diperolehdiatur dalam peraturan khusus setelah disepakati olh RAT.

Manajer komunitas CUM “Talenta” Saribudolok (SS) menjelaskan bahwa

besarnya jumlah dana “Linwa” yang akan diberikan adalah sebagai berikut: yang telah

menjadi anggota 1 – 3 tahun diberikan 1 juta rupiah, yang telah menjadi anggota 4-6

tahun 2,5 juta dan yang telah menjadi anggota 7-9 tahun diberikan 3,5 juta rupiah.

Sementara itu besarnya jumlah untuk dana Linkes tidak mempertimbangkan lamanya

masa keanggotaannya. Untuk rawat inap diberikan 500 ribu rupiah”.185

3.4.2.3. Memotong route Pemasaran Kopi: Mendirikan Perusahaan (CV.Talenta)

Salah satu, persoalan yang dihadapi oleh kebanyakan anggota komunitas CUM

“Talenta” adalah perihal tidak menentnya harga produksi (pasca panen) khususnya

harga kopi. Setelah digumuli secara bersama dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT)

tahun 2012, komunitas CUM “Talenta” mendirikan unit usaha agribisnis, khususnya

untuk menampung dan sekaligus memasarkan biji kopi anggota komunitas dan

masyarakat untuk dipasarkan langsung ke produsen pengolah biji kopi (perusahaan).

Keputusan ini merupakan salah satu keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tahun

2012, dimana sisa hasil usaha (SHU) tahun buku 2011 sebesar Rp.401.402.039

185Percakapan dengan (SS) manajer Komunitas CUM “Talenta” Saribudolog. Percakapan dilakukan viatelepon, 26 Maret 2012 (dicatat secara manual dan diterjemahkan secara bebas:ms)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

125

diputuskan untuk “tidak dibagi” tetapi dijadikan sebagai modal awal (modal bersama)

bagi pendirian unit usaha agribisnis”.186

Menindaklanjuti keputusan RAT tersebut, pengurus komunitas CUM “Talenta”

kemudian mendirikan sebuah perusahaan dengan badan hukum CV.

Pada tanggal tanggal 4 Agustus 2012 berdirilah unit agribisnis CV. CUMTalenta. Sejak itu, CV.CUM Talenta telah melakukan kerjasama denganPT.Volkopi Indonesia yang merupakan anak perusahaan Volcafe Group ED &F Man yang berpusat di Amerika Serikat. Kerjasama yang telah dibangun adalahpemasaran kopi Simalungun ke Amerika. Sejak beroperasi, CV.CUM Talentatelah mengirimkan (menjual) sebanyak 15.000 kg produk biji kopi milik anggotakomunitas CUM Talenta kepada PT.Volkopi Indonesia dan sudah dipasarkan keAmerika Serikat. Dalam memori kerjasama tersebut disebutkan bahwa,PT.Volkopi memberikan fasilitas lahan, 80x 50m2, mesin pengosas, gudang,pelataran untuk penjemuran (terbuka dan tertutup; green house), tempat tinggalkaryawan dan juga kantor bagi CV.CUM Talenta di Saribudolok. Salah satupoin penting dari kerjasama tersebut adalah PT.Volkopi Indonesia hanyamemasarkan produk kopi dari Simalungun.”187

3.5. Perkembangan Komunitas CUM “Talenta” Dan Manfaat Yang Dirasakan

Anggota

Sebagai sebuah komunitas yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi kerakyatan

versi Kristiani, komunitas CUM “Talenta” telah mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat cepat baik dari sisi jumlah keanggotaannya (termasuk

asetnya), maupun pengembangan kelembagaan serta aktivitas komunitasnya. Dalam

laporan Badan Pengawas kepada Rapat Anggota Tahunan tahun 2012, yang

disampaikan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) tahun buku 2011, dijelaskan bahwa

CUM Talenta kini memiliki 1 kantor induk, 2 kantor cabang dan 104 kelompok basis

yang disebut unit ditambah 46 calon unit dan 36 bakal calon unit. dan lebih kurang

186 Lihat : Keputusan RAT CUM Talenta, tanggal 8 maret 2012 di GKPS Immanuel Saribudolok187 Kristendo Damanik, (direktur CV.CUM Talenta), “Memasarkan Kopi Arabika Simalungun BersamaCV.CUM Talenta” (dalam), Ambilan pakon Barita (AB) GKPS Edisi 466 Februari 2013, 25-26. (Ketikapenelitian lapangan dilakukan, ihwal “unit agribisnis” ini masih dalam bentuk keputusan Rapat AnggotaTahunan (RAT) tahun 2012. Data ini dipandang perlu ditampilkan sebagai bagian dari update data.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

126

6.198 orang anggota [per 31 Desember 2011], dengan jumlah harta /total asset (aktiva)

lebih dari Rp.8 milyar”.188

Berikut ini dikutipkan saja gambaran tentang pertumbuhan komunitas Credit

Union Modifikasi (CUM) “Talenta” selama empat tahun sejak berdiri 16 Januari 2007

sampai dengan laporan tahun buku 2011, berdasarkan laporan pertanggungjawaban

badan pengurus komunitas CUM “Talenta” pada RAT tahun 2012:189

Tabel 7:Pertumbuhan dan Perkembangan

Komunitas Credit Union Modifikasi (CUM) Talenta 2007-2011

188 Lihat: Buku laporan Pertanggungjawaban Badan Pengurus dan Pengawas, tahun buku 2011 kepadaRapat Anggota Tahunan (RAT), tanggal 08 Maret 2012,di GKPS Immanuel Saribudolok. Hlm, 25189 Ibid

No UraianTahun

2007 2008 2009 2010 20111 Jumlah anggota

yang Masuk307 831 1.499 1.843 2.309

2 Jumlah anggotayang Keluar

0 7 42 151 391

3 Jumlahanggota

307 1.131 2.588 4.280 6.198

4 Kantor cabang - - 1 1 25 Unit Pelayanan

(Kelompokbasis)

- 13 34 57 104

6 Calon unit(calonkelompok basis)

- - - - 46

7 Jumlah Manager - 1 2 - 38 Jumlah

personalia/staff1 2 - - 10

9 Uang pangkal 4.605.000 12.550.000 28.625.000 32.875.000 46.360.00010 Simpanan Pokok 24.572.000 101.864.000 234.061.000 377.825.880 577.415.88011 Simpanan Wajib 22.820.000 140.677.357 437.030.357 914.861.357 1.699.043.35712 Simpanan

sukarela43.700.000 272.249.961 647.097.716 914.861.357 3.426.014.134

13 Jumlahsimpanan

91.092.000 514.791.318 1.318.189.073 .2.207.548.594 5.702.473.371

14 Simpanansahamberjangka

- 90.000.000 307.000.000 747.100.000 1.746.319.200

15 Simpanandiakonia

- - - - 5.080.000

16 Saldo Pinjaman 88.842.128 624.063.395 1.661.482.089 3.697.394.919 6.740.215.80617 Saldo Pinjaman

Komunitas- - - 25.881.000 131.726.069

18 Jumlah harta/asset (aktiva)

96.166.259 652.475.913 1.788.025.868 3.977.559.504 8.153.341.559

19 Daperma - 1.152.000 6.821.204 11.843.694 48.197.84420 Asuransi

pinjaman- - 10.524.000 37.422.011 76.826.475

21 Pendapatan 10.947.179 90.603.907 284.721.749 676.213.214 1.291.671.281

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

127

Perkembangan komunitas CUM Talenta sebagaimana tergambar dalam tabel

tersebut di atas, tentu menjadi indikator hadirnya sejumlah manfaat yang dirasakan oleh

anggotanya. Berikut ini, dikemukakan sejumlah manfaat dirasakan anggota komunitas

CUM “Talenta”. Bapak Dosman Damanikmengatakan:

Di CUM Talenta on taridah ma “ambilan na i horjahon, horja na iambilanhon”(terjemahan bebas: di CUM “Talenta” ini tampaklah khotbah yang dikerjakandan kerja yang dikhotbahkan). Anggota bisa meminjam uang, tidak banyakurusan. Keuntungan dibagi bersama secara merata. Kita juga diajari menyimpandan itu untuk membantu sesama. Inilah makna persekutuan (hasadaon-koinonia)ber-gereja bagi saya, jadi bukan hanya di-omong. Saya merasa “marharoan” ituhadir kembali lewat CUM Talenta ini. Memang, saya tidak mempunyaitanggungan lagi sebenarnya untuk anak-anak, sebab semua sudah tamat danbekerja. Tapi saya mendapat pengetahuan dan wawasan di CUM Talenta ini. Dikampung ini, anggota CUM Talenta yang tadinya malas ke gereja (GKPS)sekarang sudah semakin rajin. Tetapi ada juga yang keberatan, karena hasilladang anggota CUM “Talenta” tidak lagi di jual ke dia (rentenir,tengkulak:ms).Melalui CUM ini, “marharoan” yang sudah hilang itu seperti ada lagi. Jadi,terima kasihlah atas gagasan dan pelayanan para Pendeta GKPS ini. Naibata domarhorja ijon, (Allah yang bekerja di sini; ms) kalau tidak, tidak mungkin yangmuslim pun ikut di dalamnya.190

Menurut bapak R.Purba (Bah bolon):

Kami (keluarga) tidak lagi meminjam uang dari rentenir dan dari CU yang lain.Kini kami merasa bebas dari tekanan “bunga” rentenir. Dulu kami jadi anggotadi CU .... (.sambil menyebut beberapa nama CU tertentu. Untuk kepentinganinforman penelitian ini, nama CU tersebut tidak disebutkan) yang ada dikampung ini. Katanya koperasi, kita anggota disitu, kita menyimpan disitu, tetapikita tidak tahu kemana hasil keuntungan CU tiap tahun. Tidak ada interaksiantara pengurus CU dengan kita. Anggota cuma stempel saja. Berbeda dengan diCUM Talenta ini, semua kita tahu, semua terbuka, dan setiap tahun kita tahu,kita mendapat SHU sesuai simpanan kita. Mungkin karena ini dilakukan digereja ya dan Pendeta lagi pengurusnya”.191

190 Wawancara dilakukan tanggal, 05 Maret 2012 pukul 13.00. di lahan pertaniannya. (diterjemahkansecara bebas ke Bahasa Indonesia:ms,) namun beberapa ungkapan dalam bahasa Simalungun tidakditerjemahkan untuk menjaga kekhasan maknanya. Bapak DD, adalah seorang petani yang lebih sukamembuat pupuk sendiri daripada membeli pupuk. Sudah empat tahun jadi anggota CUM Talenta(diterjemahkan secara bebas :ms)191 Wawancara dilakukan tanggal 07 Maret 2012, pukul.10.00, di sebuah warung kopi di desa Buah BolonKecamatan Raya . Bapak RP sudah tiga tahun jadi anggota. (diterjemahkan seca bebas:ms)

22 Pengeluaran 5.877.920 48.510.283 184.462.668 456.998.981 890.269.24123 SHU tahun lalu

belum dibagi- - 723.843 - -

24 SHU 5.069.259 42.093.624 100.259.081 219.214.233 401.402.039

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

128

Menurut seorang ibu L.Saragih (Saribudolok):

Saya merasa terbantu di CUM ini, sebab kita sekarang bebas membeli pupukkemana kita mau. Selain itu, sekarang kita juga bisa bebas menjual hasil ladangkita kemana kita mau. Selama ini kami harus menjual hasil panen kami kepadaagen pupuk karena kami mengambil pupuk dari dia.Perjanjiannya hasil panen dijual ke dia dan harga jual dia yang menententukan. Dulu hal itupun terpaksadilakukan daripada tidak makan. Sekarang, kalau kami perlu modal untuk belipupuk, bisa pinjam dari CUM Talenta “bunganya” (jasa:ms) tidak berat, lagipula dibagi juga ke kita hasilnya pada akhir tahun. Pengurusnya pun terbuka,mungkin karena pendeta-pendeta semua pengurusnya. Sekarang kan ini sulitkita percaya sama orang lain, tetapi di CUM ini semua terbuka, jadi kitapercaya”.192

Menurut bapak HC.Sianturi (Saribudolok):

Saya memang belum pernah meminjam di CUM Talenta, tapi saya bisamerasakan kebersamaan apalagi sesama warga gereja GKPS. Saya barumenyimpan saja, dan belum banyak simpanan saya. Tapi satu yang menjadipergumulan saya yaitu soal CUM ini yang tidak ber-“badan hukum”. Kalauterjadi apa-apa bagaimana nanti”.193

3.5.1.Dinamika Organisasi

3.5.1.1. Internal

Dalam menjalankan roda organisasinya komunitas CUM “Talenta” juga menghadapi

sejumlah persoalan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Secara internal, status

dan posisi LG sebagai orang pertama dalam konteks GKPS mengenal wacana CUM

menjadikannya tampak sangat dominan. Meskipun kedudukannya adalah sebagai

manajer yang diangkat oleh Badan Pengurus namun karena kekurangpahaman Anggota

Badan Pengurus tentang sistem akuntansi, sistem tata kelola dan sistem pengembangan

CUM. membuat Anggota Badan Pengurus justru menjadi sangat tergantung kepada

192 Wawancara dilakukan tanggal 8 Maret 2012 pukul 22.00 (setelah selesai partonggoankeluarga;Persekutuan doa keluarga GKPS Immanuel Saribudolok), Ibu LS sudah tiga tahun jadi anggotaCUM Talenta (diterjemahkan secara bebas:ms)193 Wawancara dilakukan tanggal 8 Maret 2012, (selesai partonggoan keluarga;Persekutuan doakeluarga GKPS Immanuel Saribudolok) . Pukul: 22.00. Bapak HCS baru satu tahun menjadi anggota CUMTalenta (Diterjemahkan secara bebas:ms)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

129

manajer yang diangkatnya sendiri. Badan Pengurus yang seharusnya memberi guidance

kepada manajer CUM “Talenta”, yang terjadi justru sebaliknya, Anggota Badan

Pengurus justru mengkuti langgam Manajer. Hal itu tampak misalnya dari pengakuan

dari salah seorang anggota badan pengurus komunitas CUM “Talenta” ketika

menuturkan perihal ketidaksetujuannya terhadap adanya struktur Top Manajer. Dalam

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga komunitas CUM “Talenta” tahun 2009 yang

berlaku hingga tahun 2011, sebenarnnya struktur “Top Manajer” belum dikenal, tetapi

dalam kenyataannya, Badan Pengurus telah menunjuk LG sebagai Top Manajer.

Mencuatnya struktur Top Manajer memang dilatarbelakangi oleh pertumbuhan dan

perkembangan anggota serta pengembangan wilayah pelayanan Komunitas CUM

“Talenta” yang tidak lagi cukup ditangani oleh hanya satu orang manajer. Oleh karena

itu, pada tahun 2011 diangkatlah manajer untuk setiap Kantor Cabang yang baru. LG

yang tadinya adalah manajer di kantor Saribudolok akhirnya diangkat oleh badan

pengurus menjadi top manajer untuk memimpin keseluruhan operasional (konsolidasi)

semua kantor baik induk maupun cabang CUM “Talenta”- meskipun tanpa mengubah

AD/ART-nya terlebih dahulu. Hal ini sebenarnya tidak diterima oleh beberapa orang

anggota badan pengurus dan juga manajer yang lain tetapi untuk menjaga agar tidak

terjadi konflik antar sesama pengurus dan manajer lainnya, persoalan ini diendapkan

meski hal ini melanggar konstitusi komunitas”.194

Selain itu, anggota komunitas CUM “Talenta”, mempersoalkan tidak adanya

peluang bagi anggota untuk diangkat menjadi manajer sehingga hal ini dianggap tidak

demokratis. Ibu (LS) misalnya mengatakan: di komunitas CUM “Talenta” semua

194 Wawancara dilakukan dengan salah seorang anggota badan pengurus dan manajer CUM. Untukkepentingan keutuhan komunitas, yang bersangkutan meminta agar nama dan tempat di manawawancara dilakukan tidak disebutkan. Wawancara dilakukan tgl,6 maret 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

130

anggota disebutkan memiliki hak dan kewajiban yang sama, tetapi yang bisa menjadi

manajer kan cuma Pendeta, meskipun hal itu tidak disebutkan secara jelas di AD/ART

CUM”.195 Selain itu, persoalan tidak adanya badan hukum komunitas CUM “Talenta”

ini, juga masih tetap dianggap menjadi persoalan yang mengganjal meskipun seseorang

sudah menjadi anggota komunitas. Dari pernyataan bapak HCS pada kutipan di atas

terlihat bahwa meskipun ia sudah menjadi anggota komunitas CUM, tetapi tampaknya

ia masih menyimpan keraguan dan kebimbangan utamanya soal badan hukum

komunitas ini”.196

3.5.1.2. Eksternal

Persoalan lain yang dihadapi adalah adanya oknum aparatur pemerintah yang menagih

pajak dari aktivitas yang diselenggarakan oleh komunitas CUM Talenta. Hal ini,

mencuat terutama karena komunitas ini menggunakan nama “Credit Union Modifikasi”.

Sejak adanya upaya oknum petugas pajak yang ingin menagih pajak dari komunitas

CUM “Talenta”, melalui rapat anggota tahunan (RAT) tahun 2012, komunitas CUM

Talenta kemudian mengubah namanya dari komunitas Credit Union Modifikasi menjadi

komunitas Credo Union Modifikasi, Menurut LG, hal ini, dilakukan untuk menegaskan

kembali bahwa komunitas CUM “Talenta” adalah sebentuk informal microfinance

yakni sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan versi Kristiani, yang aktivitasnya

adalah aktivitas kegerejaan”.197

195 Wawancara dilakukan tanggal 7 Maret 2012 pukul 22.00 (setelah selesai partonggoankeluarga;Persekutuan doa keluarga GKPS Immanuel Saribudolok), Ibu LS sudah tiga tahun jadi anggotaCUM Talenta (diterjemahkan secara bebas:ms)196 Wawancara dilakukan tanggal Maret 2012, (selesai partonggoan-Persekutuan doa keluarga di GKPSImmanuel Saribudolok) . Pukul: 22.00. Bapak HCS baru satu tahun menjadi anggota CUM Talenta(Diterjemahkan secara bebas:ms)197Wawancara dengan LG di Pematang Siantar tgl, 08 Maret 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

131

3.6. Keterbatasan Dana Pinjaman dan Godaan RABO BANK

Perkembangan dan pertumbuhan komunitas CUM “Talenta” baik dari sisi keanggotaan

maupun dari sisi keuangan tampaknya telah pula memunculkan sejumlah persoalan

baru. Salah satu persoalan tersebut adalah ketidakmampuan komunitas CUM “Talenta”

mencairkan dana pinjaman kepada anggota. Artinya, jumlah simpanan anggota tidak

mampu mencukupi kebutuhan pinjaman (kredit) yang dimohonkan oleh anggota sendiri.

Terjadi antrian peminjam yang cukup panjang karena permohonan pinjaman tidak dapat

dengan segera dicairkan. Tidak jarang keadaan itu telah memicu timbulnya konflik

antara anggota dan komisaris. Bahkan, sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 trend

anggota yang menarik sahamnya dan selanjutnya menyatakan diri keluar menunjukkan

trend yang menaik.

Dalam laporan pertanggungajawaban Badan Pengurus dan laporan Badan

Pengawas pada RAT tahun 2012, meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan bila

dibandingkan dengan jumlah anggota yang masuk menjadi anggota komunitas CUM

“Talenta”, namun jumlah anggota yang keluar sesungguhnya menunjukan trend menaik

(lihat: Tabel 6: Pertumbuhan dan Perkembangan komunitas CUM “Talenta” 2007-

2011).

Dalam kondisi seperti itu, sebuah satu Bank Umum nasional yakni RABO

BANK”,198 sempat menawarkan kerjasama dengan memberi pinjaman modal kepada

komunitas CUM “Talenta” dengan jasa 0,5%. Setelah melalui perbincangan dan diskusi

yang mendalam -(meskipun pada awalnya tawaran kerjasama tersebut sempat disetujui

Pimpinan Pusat GKPS), namun kerjasama itu kemudian dibatalkan. Alasan

198Rabo Bank adalah salah satu dari 23 Bank Umum Nasional yang sahamnya secara mayoritas telahdikuasai asing dan sedang beroperasi di wilayah pedesaan di Indonesia. Selanjutnya lihat: T.HandonoEko Prabowo (2010) Pengembangan Kekuatan-Kekuatan Transformatif Untuk Kedaulatan SosialEkonomi: Sebuah Refleksi Sosial Ekonomi, Yogyakarta, USD, hlm,7-6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

132

pembatalankerjasama tersebut lantaran dianggap melanggar prinsip kemandirian dan

keswadayaan yang diatur dalam AD/ART komunitas CUM Talenta”.199

199 Wawancara dengan SS (manajer CUM Saribudolok) tanggal 05 Maret 2012, di kantor CUM “Talenta”Saribudolok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

133

BAB IV

IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” :

DARI GERAKAN EKONOMI KE GERAKAN POLITIK

4.1. Pengantar

Pada pembahasan di dua bab sebelumnya, secara deskriptif telah dipaparkan latar

belakang historis kemunculan wacana “credit union modifikasi” (CUM) dan juga

bagaimana wacana CUM dikonkretisasi ke dalam konteks GKPS yang mewujud

menjadi kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”. Selain itu, sudah diceritakan juga

sejumlah Aktivitas yang dilakukan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” untuk

merespon tuntutan-tuntutan dari beragam kesatuan sosial yang antagonistik yang

membentuk komunitas tersebut. Penguraian pada bab sebelumnya masih sekadar

memberi informasi dan belum membeberkan secara mendalam ihwal hegemoni yang

dihadapi oleh MPA dan strategi diskursif yang dilakukannya untuk menciptakan formasi

hegemoni tandingan yang dicita-citakannya. Demikian juga halnya dengan uraian

tentang pembentukan kesatuan sosial Komunitas CUM “Talenta” belum membeberkan

problematisasinya dari perspektif hegemoni LM.

Oleh karena itu, uraian pada bab IV ini berisi analisis atas artikulasi identitas

politik “gereja suku” di ruang publik tersebut sebagaimana direpresentasikan oleh

Komunitas CUM “Talenta”. Dengan melakukan analisis dan porblematisasi atas data-

data yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya, uraian pada bab ini dapat memberi

gambaran menyeluruh tentang tujuan dan inti studi ini dilakukan yakni untuk

mengetahui sejauhmana komunitas CUM “Talenta” mampu mengartikulasi identitas

politik “gereja suku” (GKPS) di ruang publiknya di pedesaan di tanah Simalungun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

134

Pembahasan pada bagian analisis ini akan dibagi menjadi dua bagian: pertama,

paparan data tentang konteks dan latar belakang kemunculan wacana CUM

sebagaimana sudah dipaparkan pada bab III akan direkonseptualisasi dengan

mengunakan perspektif politik hegemoni LM dan sejumlah konsep-konsep psikoanalisa

Lacanian. Pembahasan pada sub bagian pertama ini meliputi: hegemoni, antagonisme

dan identitas (posisi subjek) MPA sebagai penemu gagasan CUM dan pendidikan dan

pelatihan calon pengelola CUM sebagai strategi diskursif membangun formasi

hegemoni tandingan.

Pada bagian kedua ini pembahasannya akan fokus pada analisis atas identitas

politik “gereja suku” (GKPS) dan representasi sebagaimana diartikulasikan oleh

komunitas CUM “Talenta”. Subpembahasannya akan meliputi: pertama, inventarisasi

tuntutan-tuntutan (demand) dari beragam kekuatan sosial yang antagonistik yang telah

membentuk kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” tersebut. Kedua, setelah

menginventarisasi apa saja yang menjadi tuntutan-tuntutanya maka akan dibahas apa

yang dijadikan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini sebagai “penanda kosong”

(empty siginifier) yaitu semacam alat pemersatu dari beragam kekuatan sosial yang

antagonistik tersebut. Ketiga, pembahasannya akan menampilkan bagaimana logika

persamaan dan logika perbedaan dijalankan dalam kesatuan sosial komunitas CUM

“Talenta” sehingga dapat memperlihatkan apa yang menjadi alasan beragam kekuatan

sosial yang antagonistik itu bersatu. Dengan kata lain, beragam kesatuan sosial yang

antagonistik itu bersatu karena berbeda dengan apa? Lalu, pada bagian keempat, yang

merupakan inti dari studi ini dilakukan, analisisnya akan menukik memperbincangkan

identitas politik “gereja suku” dan representasinya oleh komunitas CUM “Talenta”.

Analisis pada bagian ini akan fokus untuk menggeledah dinamika dan ciri-ciri yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

135

khas yang digunakan oleh kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini untuk

mengatasi hubungan-hubungan eksploitatif yang dihadapinya dalam kehidupannya

sehari-hari. Dengan cara seperti itulah kita akan melihat bagaimana logika demokrasi

radikal plural itu bekerja dalam formasi hegemonik komunitas CUM “Talenta”.

Menurut Laclau-Mouffe, revolusi demokrasi merupakan prasyarat bagi

bekerjanya logika demokrasi radikal-plural. Melalui revolusi demokrasi dibangunlah

rantai ekuivalensi dan penciptaan rantai ekuivalensi itu bagaimanapun juga

dimaksudkan untuk mengaktualisasikan kesetaraan (equality) dan kebebasaan (freedom)

yang merupakan angan-angan politik (political imaginary). Aktualisasi kesetaraan

(equality) dan kebebasaan (freedom) dilakukan dengan jalan mengeliminasi setiap

bentuk hubungan sosial yang subordinatif, eksploitatif, dan bahkan opresif”.200

Kebebasan yang otentik itu menurut LM tidak pernah bersifat individual tetapi kolektif

sebab menyangkut segi-segi relasional dari banyak orang”.201

Jadi, pembahasan tentang bagaimana logika demokrasi radikal-plural bekerja

dalam formasi hegemonik komunitas CUM “Talenta” merupakan perbincangan tentang

perjuangan-perjuangan demokratik baru apa saja yang dilakukannya untuk mengatasi

hubungan-hubungan eksploitatif, subordinatif dan opresif itu dalam kehidupannya

sehari-hari.

4.2. Hegemoni, Antagonisme dan Persoalan Identitas Subjek Dalam Konteks

Kemunculan Wacana CUM

4.2.1. Identitas (posisi subjek) MP. Ambarita Sebagai Penemu Gagasan CUM

Mengawali analisis atas identitas politik “gereja suku” (GKPS) dan representasinya

sebagaimana diartikulasi kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” maka akan

200St. Sunardi, Logika Demokrasi Plural-Radikal” (dalam) Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora Baru, Opcit, hlm,18201 Robertus Robert (2010),opcit,hlm, 227

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

136

dikutipkan terlebih kembali sepotong konteks kemunculan wacana CUM sehingga

pembacaan atas konteks hegemoni, antagonisme identitas yang dialami MPA sebagai

penemu gagasan CUM dapat diungkap. Untuk memudahkan pembahasannya maka

nukilan konteks hegemoni dan antagonisme identitas yang melatari kemunculan wacana

CUM disajikan dengan menggunakan penomoran:

1. Sesuai dengan program Pemerintah untuk menyejahterakan bangsa Indonesiamaka peranan Gereja untuk mendukung program tersebut merupakan bagianyang tidak bisa diabaikan.

2. Memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar merupakan kontribusi Gerejauntuk menunjang program bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terlibatdalam perekonomian dunia, khususnya memperkuat grass root economy atauekonomi kerakyatan.

3. Dalam mewujudkan hal tersebut di atas maka Gereja memprakarsai wadahsebagai sarana pelayanan diakonia melalui Credit Union Modifikasi atauCUM yang berlandaskan jiwa kooperatif dan persekutuan atau komunitasantara jemaat Gereja dan masyarakat sekitar lingkungan Gereja.

4. Credit Union Modifikasi ini adalah hasil dari Credit Union biasa yang sudahdimodifikasi untuk mengantisipasi kebutuhan khususnya masyarakatpinggiran kota besar dan pusat-pusat sentra ekonomi kerakyatan di daerah-daerah agraria atau industri-industri kerajinan rakyat[…].

5. Pemikiran tentang CUM sebagai wadah untuk mewujudkan kesejahteraanmasyarakat berlandaskan perekonomian kerakyatan versi kristiani adalahberkat doa dari istri dan keluarga yang merelakan saya ambil bagian dalampelaksanaan operasional PT.BPR-Pijer Podi Kekelengen sebagai bank Gerejamurni di GBKP sejak tahun 1992 sampai sekarang (2007) sebagai formalmicrofinance.

6. Mengingat keterbatasan BPR gereja yang sulit menjangkau seluruh wilayahpelayanan gereja sampai ke pelosok-pelosok maka CUM adalah wadah yangtepat karena keluwesan operasionalnya serta kemudahan-kemudahannyasebagai sarana/wadah perpanjangan tangan pelayanan gereja yang otomatisdi bawah payung lembaga gereja c/q bidang diakonia”.202

Kisah awal munculnya wacana CUM tersebut di atas memperlihatkan bahwa

MPA tampak memiliki dua identitas atau posisi subjek. Pada satu sisi, ia

mengidentifikasikan dirinya sebagai “subjek gereja” yang memiliki tugas dan

tanggungjawab etis “memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar”. Pada sisi yang

202 MP.Ambarita (2007) (dalam) Kata Pengantar: Pedoman Pengelolaan CUM, untuk kalangan sendiri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

137

lain MPA juga memiliki identitas atau posisi subjektif sebagai “pelaksana operasional”

PT.BPR-PPK yakni sebuah bank pedesaan milik gereja “GBKP” (lihat nukilan 5).

MPA adalah Direktur Utama PT.BPR-PPK (sejak berdiri pada tahun 1992-2010).

Tampaknya MPA mengalami kedua identitasnya tersebut dalam relasi yang

bertentangan (antagonis). Sebagai “subjek gereja” yang memiliki tugas dan tanggung

jawab etis untuk “memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar” (subjek liyan) yang

ada di seluruh wilayah pelayanan gereja sampai ke pelosok-pelosok, MPA melihat

bahwa subjek gereja tampak tidak memiliki sarana atau wadah yang tepat sehingga ia

dapat menjangkau subjek liyan yang ada di seluruh wilayah pelayanan gereja (lihat:

nukilan 6).

Sementara itu, sebagai subjek “pelaksana operasional” PT.BPR-PPK, MPA

melihat bahwa BPR milik gereja tersebut memiliki keterbatasan sehingga sulit untuk

menjangkau seluruh wilayah pelayanan gereja sampai ke pelosok-pelosok pedesaan.

Meskipun tidak dijelaskan secara langsung apa yang dimaksudkan MPA dengan

“mengingat keterbatasan BPR sehingga sulit menjangkau…”. Tetapi kalau nukilan

tersebut di atas dibaca secara keseluruhan maka dengan segera kita bisa melihat bahwa

MPA tampak sedang menegasikan wacana BPR dengan wacana CUM yang diajukannya

sebagai wacana alternatif untuk mengatasi ketiadaan sarana atau wadah bagi institusi

gereja untuk menjangkau subjek liyan yang ada di seluruh wilayah pelananan gereja

sampai ke pelosok-pelosok itu. Hal tersebut terlihat dari ungkapan MPA yang

mengatakan bahwa: “wacana CUM ini merupakan sarana dan wadah yang tepat karena

memiliki keluwesan dan kemudahan operasionalnya (nukilan 6)”. Selain itu, MPA juga

mengatakan bahwa wacana CUM yang diajukannya tersebut adalah sebentuk informal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

138

microfinance sama seperti Grameen Bank yang dikembangkan Muhammad Yunus di

Bangladesh.

Kalau kita meminjam perspektif Ledgerwood sebagaimana diungkapkan Bagus

Aryo yang telah dipaparkan pada bab II, sebagai lembaga keuangan mikro formal

(formal microfinance) maka suatu BPR beroperasi di dalam struktur regulasi dan

pengawasan pemerintah. Dan itu berarti, pengelolaan, pengoperasian dan

pengembangan wilayah pelayanan sebuah BPR harus selalu mengacu pada regulasi dan

ketentuan-ketentuan perbankan. Penetapan wilayah pelayanan maupun perluasannya

harus senantiasa mengacu pada regulasi dan ketentuan-ketentuan perbankan yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Sementara itu, sebagai bagian dari informal

microfinance maka praktik diskursif CUM beroperasi di luar struktur regulasi dan

pengawasan Pemerintah. Dalam perspektif seperti inilah MPA mengatakan wacana

CUM itu memiliki keluwesan dan mudah dalam hal pengoperasiannya.

Pada titik inilah, kedua identitas MPA tersebut yakni sebagai “subjek gereja”

dan sebagai “pelaksana operasional” PT.BPR-PPK” mengalami benturan.

Keinginannya untuk menggunakan PT.BPR-PPK (meskipun adalah milik gereja)

sebagai sarana-wadah untuk bisa menjangkau “jemaat dan masyarakat sekitar” (subjek

liyan) yang berada di seluruh wilayah pelayanan gereja sampai ke pelosok-pelosok

pedesaan terhalang oleh aturan “bahasa” BPR yakni UU Bank No.10 tahun 1998 dan

UU No. 1 tahun 1995 serta ketentuan-ketentuan perbankan lainnya yang dikeluarkan

oleh Bank Indonesia. Kalaupun, PT. BPR-PPK itu adalah bank milik gereja namun

institusi gereja tidak dapat secara bebas melakukan pengembangan wilayah

pelayanannya sendiri tanpa mengacu pada Undang-undang perbankan. Dalam pasal 19

ayat 1 dan 2, UU No. 10 tahun 1998 secara tegas dinyatakan bahwa:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

139

1. Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukandengan izin Pimpinan Bank Indonesia.

2. Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Kalau kita menggunakan pembacaan berdasarkan perspektif psikoanalisa

Lacanian yakni ketika seorang anak yang memasuki fase bahasa (tatanan simbolik)

maka ia harus taat dan patuh pada aturan bahasa atau kebudayaan yang sedang ia

masuki. Dengan begitu maka ketaatan dan kepatuhan pada aturan bahasa BPR (regulasi)

itu sesungguhnya merupakan konsekuensi alamiah yang harus diterima subjek gereja

sebagai pengguna “bahasa BPR” sebab “bahasa BPR” yang sedang digunakan MPA

(subjek gereja) itu memang bukanlah bahasanya sendiri tetapi bahasa orang lain (The

Other). Kalau subjek gereja (masih) mau menggunakan “bahasa BPR” itu maka ia harus

taat dan patuh pada aturan bahasa BPR itu sendiri.

Dalam kenyataan seperti itu, subjek gereja tampaknya merasa seperti berada

dalam bayang-bayang ancaman kolonialisasi lifeworld Negara”.203 Subjek gereja dibuat

merasa tidak memiliki sarana atau wadah untuk menjangkau yakni “jemaat dan

masyarakat sekitar” (subjek liyan) yang berada di seluruh wilayah pelayanannya yang

sampai ke pelosok-pelosok pedesaan itu. Dalam hal ini, subjek gereja mengalami apa

yang disebut Lacan dengan “kesalahpengenalan” (misrecognition). Ketika subjek gereja

203 Istilah Lifeworldatau“dunia-kehidupan” merupakan pemikiran yang dikemukakan Jurgen Habermasuntuk menggambarkan adanya sumber-sumber “tradisi dunia kehidupan” dari kebudayaan ataupunagama tertentu. Konsepsi filosofis tentang lifeworld secara lebih lengkap dipaparkan oleh JurgenHabermas (1983) Teory of Communicative Action, Vol 1, Boston, Beacon Press khususnya hlm, 330-331.Muhammad A.S. HIkam merumuskan defenisi lifeworld sebagai kesepakatan sosial yang telah terbentukdalam tradisi, kebudayaan, bahasa yang dikomunikasikan dalam praktik keseharian dalam komunitas. Iamencakup khazanah pengetahuan (stock of knowledge), sumber keyakinan-keyakinan (reservoir ofconvictions) solidaritas dan kemampuan yang dimiliki dan digunakan secara otomatis oleh para anggotakomunitas. Hal ini terutama akan terjadi kalau monopoli interpretasi ideologis oleh negara cenderungmematikan kemampuan interpretif dari elemen-elemen dalam civil society. Yang terjadi lalu krisislifeworld yang tampil dalam bentuk bentuk alienasi dan kecenderungan eskapisme, apatisme danfundamentalisme. (Selanjutnya lihat juga: Muhammad A.S.Hikam,(1996)Demokrasi dan Civil Society,Jakarta,Pustaka LP3ES,hlm ,206)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

140

bercermin pada The Other yakni wacana BPR, “cermin” itu seolah-olah memanggil

dirinya: “Hey, lihatlah kesini!”. Lalu, subjek gereja langsung mengidentifikasikan

dirinya pada “cermin” itu; “Aha, itu aku!”. Tetapi, apa yang dilihatnya di “cermin” itu,

sesungguhnya bukanlah dirinya sendiri tetapi merupakan pantulan atau citra kediriannya

yakni “Itu aku!”. Inilah yang “disalah-kenali” subjek gerejasebagai kediriannya yang

otentik dan otonom (mandiri). Kesalahanpengenalan itu dialami subjek gereja sebab

dalam proses bercermin itulah logika ketidaksadaran bekerja yang dalam istilah Lacan

disebut terstruktur seperti bahasa”. Dengan kata lain, hasrat subjek gereja untuk

mendirikan dan memiliki PT.BPR-PPK itu sesungguhnya bukanlah hasrat otonom

kediriannya.

Belakangan subjek gereja baru menyadari bahwa bahasa BPR yang sedang ia

gunakan itu ternyata tidak dapat memuaskan hasratnya. Memang, hasrat subjek gereja

untuk mendirikan dan memiliki (want to have) PT.BPR-PPK atau dalam istilah Lacan

disebut “hasrat anaklitik aktif” berhasil dipuaskan. Tetapi, subjek gereja itu ternyata

tidak hanya memiliki “hasrat anaklitik aktif” itu. Subjek gereja juga ternyata memiliki

hasrat yang lain yakni “hasrat anaklitik pasif”. “Hasrat anaklitik pasif” adalah sebentuk

hasrat untuk dihasrati orang lain (want to be) yang dicirikan oleh adanya tuntutan subjek

akan sebuah pengakuan atas eksistensi dirinya.

Kalau kita membaca kembali nukilan kisah awal munculnya wacana CUM

tersebut di atas maka MPA telah mengungkapkan hasrat anaklitik pasif subjek gereja itu

lewat ketidasudiannya kalau perannya untuk terlibat dalam menyejahterakan rakyat

Indonesia diabaikan begitu saja.

1. Sesuai dengan program Pemerintah untuk menyejahterakan bangsa Indonesiamaka peranan Gereja untuk mendukung program tersebut merupakan bagianyang tidak bisa diabaikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

141

2. Memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar merupakan kontribusi Gerejauntuk menunjang program bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terlibatdalam perekonomian dunia, khususnya memperkuat grass root economy atauekonomi kerakyatan.

Gagasan tentang “kesejahteraan” ini sebenarnya adalah sebuah gagasan kosong-

mengambang dan diskursif sehingga maknanya juga ditentukan oleh tafsir antagonisme-

antagonisme sosial dan keberbedaan daripada hadir sebagai ide pra-konsepsi dan

kanon/korpus tertutup. Kesejahteraan ini adalah imaji kolektif atau hasrat kolektif

Indonesia sebagai sebuah bangsa untuk menampung the common goods,204 yang akan

mempertautkansatu warga negara dengan warga negara lainnya dalam suatu tindakan

kooperatif yang bersifat altruistik sebagaimana pernah dideklarasikan oleh Cicero:

"Salus Populi Suprema Lex Esto" (kesejahteraan adalah hukum tertinggi)”.205

Mengacu pada hal tersebut di atas maka kesejahteraan itu bersifat kontingen di

mana ia terbuka untuk segala pemaknaan dan reartikulasi. Kesejahteraan menjadi ranah

yang sangat politis bagi kekuasaan, konflik dan antagonisme sosial. Dalam diskursus

Nasionalisme Indonesia misalnya gagasan tentang kesejahteraan adalah sebuah

“penanda kosong” (empty siginfier), yang dalam momen sosial tertentu bertransformasi

menjadi penanda mengambang (floating siginifier) – yang kemudian kita pahami

sebagai common goods – melalui artikulasi-artikulasi sosial (yang berlangsung dalam

“arena pertarungan” bagi hegemoni) yang membentuk secara diskursif untuk menjadi

204 Common goods diartikan sebagai sesuatu hal yang hendak dicapai oleh seluruhwarga negara -seluas-luasnya- melalui sarana-sarana politik dan aksi kolektifdari warga negara yang berpartisipasidalam tata pemerintahan mereka sendiri(self government). Dengan kata lain, kesejahteraan,kesetaraan, kebebasan dsbmerupakan common goods, merupakan hasrat publik yang bisa dicapaimelaluipolitik kewargaan (citizenship), aksi kolektif dan partisipisi aktif dalam praksispolitik danpelayanan publik. (Selanjutnya lihat: Hasrul Hanif, Antagonisme Sosial, Diskonsensus, danRantaiEkuivalensi: Menegaskan Kembali Urgensi ModelDemokrasi AgonistikJurnal Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Volume 1.1, Nomor 1, Juli2007(119-136)-(sumber: http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/61/52 (diakses15/8/2015)205Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

142

diskursus hegemonik secara parsial. Proses ini lahir dari berbagai antagonisme sosial

yang berhasil menciptakan dislokasi sekaligus sendimentasi sosial, ekslusi sekaligus

inklusi, ekuivalensi sekaligus keberbedaan”.206

Dalam perspektif MPA (sebagai representasi subjek gereja), gagasan tentang

“kesejahteraan bangsa Indonesia” yang kosong itu ingin dimaknai dengan cara

“memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar” yakni subjek liyan yang berada di

seluruh wilayah pelayanan gereja sampai ke pelosok-pelosok di pedesaan. Jenis

pemberdayaan yang hendak dilakukannya adalah sebentuk penguatan “ekonomi

kerakyatan” yang menurut Revrisond Baswir merupakan nama lain dari “demokrasi

ekonomi” yang secara historis hadir untuk mengoreksi struktur ekonomi kolonial”.207

Secara aktual, wacana “ekonomi kerakyatan” (demokrasi ekonomi) sering juga disebut

sebagai “ekonomi kekeluargaan”. “Ekonomi kekeluargaan” adalah negasi dari

“ekonomi korporasi” yang menjadi watak dasar sistem ekonomi neoliberal yang hanya

mengubah manusia menjadi komoditi dan mereduksi peran pemerintah-pemerintah

nasional dalam menjaga pembangunan sosial harmonis dan lestari”.208

Apa yang menjadi persoalan bagi MPA bukan pada wilayah pemaknaan wacana

“kesejahteraan bangsa Indonesia” itu. Relasi konfliktual-antagonistis yang dialami MPA

justru karena Sang Lain Besar (The Big Other) yakni Sang Penguasa (pemerintah) justru

mendominasi “makna” wacana penguatan ekonomi kerakyatan tersebut. Wacana BPR

yang ia gunakan selama ini untuk mengartikulasi aspek etisnya di bidang pemberdayaan

ekonomi rakyat itu, telah membuat dirinya mengalami dua identitasnya yang

berhubungan secara antagonis. Alih-alih berharap wacana BPR dapat menghadirkan

sesuatu yang ia cari sebagai objek hasratnya, bahasa BPR yang ia gunakan selama ini

206Hasrul Hanif, ibid, hlm, 125207Revrisond Baswir (2010) Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm, 8, 10208Tim Keadilan, Perdamaian dan Ciptaan DGD (2006) Op.cit, Jakarta, PMK – HKBP, hlm, 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

143

justru telah membuat dirinya mengalami disintegrasi atau dalam istilah LM disebut

dengan split dan dislokasi. Artinya, MPA memang menerima “kebenaran” wacana BPR

itu sebagai sebuah sistem “ekonomi kerakyatan” tetapi wacana BPR itu tampak tidak

sepenuhnya hegemonik di dalam dirinya. Meskipun mengalami kondisi split dan ter-

dislokasi namun ada semacam gairah di dalam diri MPA untuk melakukan retakan

(rupture) terhadap dominasi wacana BPR (wacana tuan) yang telah menghalanginya

untuk mendapatkan kepuasan hasrat anaklitik pasifnya tersebut. Dengan kata lain,

kondisi split, dislokasi yang dialami MPA sebagai representasi subjek gereja itu justru

telah mendorongnya mencari jalan alternatif untuk memuaskan hasratnya

tersebut.Kondisi split, dislokasi yang dialaminya tidak lantas membuat MPA melihat

ruang kontestasi atau perebutan makna “kesejahteaan bangsa Indonesia” menjadi

tertutup. Dalam kondisi seperti itu, MPA justru melihat terbukanya ruang bagi

identifikasi kediriannya secara baru dalam memberi makna terhadap “kesejahteraan

bangsa Indonesia” itu. Seperti kata LM, antagonisme sosial merupakan salah satu cara

untuk merespon dislokasi yang diproyeksikan sebagai “musuh”.209

MPA harus memilih salah satu di antara kedua identitasnya yang berelasi secara

antagonis tersebut. Kalau ia tetap memilih bertahan pada identifikasi dirinya sebagai

pengguna “bahasa BPR” (yang telah memberinya citra sebagai “pemilik” sebuah bank

BPR), itu berarti ia tetap menduduki posisi sebagai subjek subordinasi (subjek histeris)

dan itu berarti ia kehilangan subjek liyan jemaat dan masyarakat sekitar yang

dihasratinya. Di sisi yang lain, apakah ia sebagai “subjek gereja” memilih

mengidentifikasikan dirinya pada subjek liyan yakni memilih untuk menjangkau

“jemaat dan masyarakat sekitar” yang berada di seluruh wilayah pelayanan gereja

209Hasrul Hanif,Op.cit,hlm,hlm,125

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

144

sampai ke pelosok-pelosok pedesaan maka konsekuensinya adalah ia harus

menyediakan wacana tandingan.

Dalam kenyataannya, MPA tampak telah melakukan intervensi hegemonis

dengan cenderung memilih identitasnya sebagai “subjek gereja”. Hal itu dengan sangat

jelas tampak dari pernyataan yang dikemukakan MPA sendiri yakni: “gereja

memprakarsai wadah sebagai sarana pelayanan diakonia melalui “credit union

modifikasi” (CUM) yang berlandaskan jiwa kooperatif dan persekutuan atau komunitas

antara jemaat Gereja dan masyarakat sekitar lingkungan Gereja”.210 Wacana CUM,

seperti kata MPA adalah sarana dan wadah yang tepat untuk digunakan sebagai

perpanjangan tangan pelayanan (diakonia) gereja. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa

gagasan tentang CUM ini diadopsi dari wacana CU tradisional yang selama ini sudah

beroperasi di tengah-tengah masyarakat. “tata bahasa” (manajemen), wacana CUM ini

merupakan perpaduan atau sintesa dari sistem CU tradisional dan sistem BPR.

Perpaduan kedua sistem itu dilakukan dengan tindakan “modifikasi” yang kemudian

membawa implikasi beralihnya status ataupun identitas sistem BPR dari formal

microfinance menjadi informal microfinance”.211 Dalam statusnya sebagai sebentuk

informal microfinance itulah, MPA mengklaim wacana CUM adalah sebentuk sistem

“perekonomian kerakyatan versi kristiani”.212

Wacana CUM berbeda dengan sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang

diasuh oleh formal microfinance seperti bank; BRI, BPR, BMT, bank syariah dan lain-

lain. Perbedaan wacana CUM dengan wacana sistem ekonomi kerakyatan yang lain

tidak hanya terletak pada sistem atau manajemen teknisnya tetapi juga pada nilai-nilai

yang diusungnya atau ideologinya. Kalaupun MPA mengatakan bahwa wacana CUM

210MP.Ambarita (2007) dalam “Kata Pengantar”211Ibid, hlm, 4.212Ibid,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

145

merupakan sebentuk informal microfinance, tetapi praktik diskursif CUM tidak sama

dengan praktik rentenir, hutang - gadai, arisan dan lain sebagainya. MPA mengatakan

di dalam suatu komunitas CUM, seluruh harta kekayaan adalah milik anggota.

Meskipun wacana CUM merupakan alat atau perpanjangan tangan pelayanan institusi

gereja namun harta kekayaan suatu komunitas CUM adalah berdiri sendiri dan tidak

termasuk kekayaan gereja. Tetapi, untuk mengekspresikan relasinya dengan institusi

gereja yang menaungi atau mewadahinya, maka sebagian dari hasil usaha komunitas

CUM dapat dialokasikan untuk mendukung kegiatan pelayanan (diakonia) gereja.

Namun begitu, MPA mengingatkan bahwa agar suatu komunitas CUM tidak dijadikan

sebagai sumber Kas Umum Gereja, sesuatu yang hendak diberikan oleh suatu komunitas

CUM itu kepada institusi gereja yang mewadahinya maka sesuatu itu harus diberikan

berbasis kegiatan. Menurut MPA, Gereja yang hidup adalah bila seluruh kegiatan

Gereja itu dibiayai oleh Kas Umum dan jemaat-lah yang bertanggungjawab atas

kecukupan kas umum Gereja”.213

Berdasarkan hal tersebut di atas, tampak dengan jelas bahwa relasi suatu

komunitas CUM dengan suatu Gereja yang menaunginya (sebagaimana yang ada di

dalam pemikiran MPA), tidak dikonstruksi dalam relasi yang bersifat hirarkis-struktural

(patront-client) tetapi dikonstruksi dalam struktur yang setara. Kalau meminjam

perspektif Peter Berger dan Richard John Neuhaus sebagaimana dikutip Matius Ho,

institusi gereja dapat memainkan peran atau bertindak sebagai “struktur mediasi”

(mediating structured). Diagram Struktur mediasi itu dapat digambarkan sebagai

berikut:214

213 Ibid, hlm, 9214 Matius Ho, “Gereja dan Pemberdayaan Warga”, (dalam) Zakaria J Ngelow, dkk, eds, (2013), TeologiPolitik: Panggilan Gereja di Bidang Politik Pasca Orde Baru, Makassar, Oase Intim, hlm, 196: Matius Homenambahkan: Gereja ikut berperan sebagai struktur mediasi. Gereja membawa nilai-nilai moral

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

146

LM mengatakan bahwa setiap wacana bersifat contingent sehingga makna juga

tidak dapat sepenuhnya stabil (fixed). Wacana selalu potensial bias untuk digunakan

demi kepentingan politik tertentu. Hal itu pulalah tampaknya yang disadari MPA

sehingga wacana CUM yang diajukannya sebagai sebuah “penanda baru” diskursus

ekonomi kerakyatan itu diarahkan hanya untuk pelayanan gereja”.215 Sebagai alat

pelayanan gereja maka praktik diskursif CUM dilakukan hanya untuk kemuliaan nama

Tuhan sehingga penyelenggaraannya juga harus dilakukan di dalam struktur

kelembagan gereja dalam arti dijadikan sebagai Aktivitas pelayanan (diakonia) gereja,

sehingga tidak diijinkan digunakan di luar gereja”.216 Dalam posisinya yang seperti itu,

praktik CUM otomatis berada di bawah payung lembaga gereja c/q bidang Diakonia”.

Artinya, payung yuridis penyelenggaraan CUM adalah Badan Hukum Gereja sebagai

lembaga keagamaan yang dikeluarkan Pemerintah”.217

Dalam rangka mewujudkan cita-cita politiknya untuk menciptakan suatu formasi

hegemoni tandingan, MPA tampak telah menjadikan “diakonia gereja” sebagai nodal

pointyakni sebagai “penanda utama” (master signifier) yang sekaligus berfungsi untuk

menyatukan sistem makna atau “rantai signifikasi” dari keseluruhan praktik diskursif

CUM. Tampilnya, “diakonia gereja” sebagai nodal point inilah yang menandai

spiritual dalam masyarakat. Gereja juga selalu berhadapan dengan realita kehidupan sehari-hari diMasyarakat. Dalam konteks Negara Pancasila, lembaga-lembaga umat beragama lainnya juga perluberfungsi sebagai struktur mediasi ini. Tanpa mereka, Negara dapat mengambil monopoli dalammenentukan dan menerapkan nilai-nilai hidup masyarakat. Oleh karena itu, gereja harus menjagaindependensi dari lembaga lembaga pemerintah dan lembaga politik-ekonomi lainnya, agar dapatberperan efektif sebagai struktur mediasi.215MP.Ambarita (2007) Op.cit, hlm, 4216Ibid (dalam) “Kata Pengantar”217Ibid, hlm, 5

Negara danLembaga- lembagabesar lainnya

Institusi Gereja sebagaiStruktur Mediasi(Mediating Structure)

Individu(Komunitas CUM)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

147

pengambilan posisi-politik MPA secara baru di mana wacana CUM kini menjadi the

other dihadapan hegemoni wacana tuan (wacana BPR) yang diasuh oleh penguasa

sebagai pemilik “bahasa” BPR yang sesungguhnya.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab pendahuluan, bagi LM, identitas itu

setara dengan identifikasi subjek terhadap sesuatu. Dan sesuatu itu adalah posisi subjek

yang ditawarkan wacana kepada individu.Dengan mengajukan wacana CUM, subjek

gereja yang direpresentasikan oleh MPA tampak berniat berkontestasi dengan wacana

CU dan wacana BPR yang sebelumnya secara hegemonik telah menguasai “makna”

diskursus ekonomi kerakyatan nasional Indonesia. Kenyataan ini sekaligus sekaligus

memperlihatkan keterbelahan subjek gereja.Subjek gereja menjadi subjek yang ambigu

(split) yang berada di antara “menerima atau menolak” kebenaran wacana BPR yang

selama ini ia gunakan.Artinya, pada satu sisi subjek gereja tampak menolak

hegemonisasi makna pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang oleh wacana BPR

(wacana tuan) karena itulah ia mengajukan wacana CUM sebagai wacana tandingan

namun pada sisi yang lain, subjek gereja juga tampak tidak ingin melepaskan status atau

posisinya sebagai “pemilik” PT.BPR-PPK itu. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa

MPA memang menerima “kebenaran” (makna) wacana BPR itu sebagai diskursus

ekonomi kerakyatan nasional-Indonesia tetapi wacana BPR itu tidak sepenuhnya

hegemonik di dalam dirinya.

Hegemoni wacana BPR yang dijalankan lewat mekanisme “pendisplinan” itu

telah memunculkan hegemoni tandingan (kontra hegemoni) yakni munculnya wacana

CUM yang menurut MPA merupakan sebentuk sistem perekonomian kerakyatan versi

kristiani. Wacana “pemberdayaan ekonomi kerakyatan”tampak dimaknai MPA sebagai

“penanda kosong” (empty signifier) yaitu semacam ruang kontestasi untuk membentuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

148

suatu formasi hegemoni tandingan (baru) untuk mengimbangi dominasi wacana BPR

dan wacana bank pada umumnya yang selama ini menguasai “makna” diskursus

pemberdayaan ekonomi kerakyatan nasional-Indonesia.Melalui wacana CUM, MPA

berniat mengajukan sebentuk wacana pemberdayaan ekonomi kerakyatan versi kristiani

yang selama ini mangkir dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Pemberdayaan

ekonomi kerakyatan versi kristiani ini, dalam kosakata gereja dikenal sebagai “diakonia

pemberdayaan ekonomi jemaat-masyarakat”.

Kini MPA telah membuka ruang pertentangan (kontestasi) makna wacana politik

pemberdayaan ekonomi kerakyatan antara wacana CUM dengan wacana BPR di ruang

publik. Bagaimanakah MPA selanjutnya, mewujudkan angan-angan politiknya (political

imaginary) untuk melampaui keadaan (krisis) yang dialami oleh “jemaat dan

masyarakat sekitar” (subjek liyan) di dalam konteks partikularitasnya masing-masing.

Bagian berikut ini akan fokus untuk melihat menganalsis strategi diskursif yang seperti

apa yang ditempuh MPA untuk mewujudkan formasi hegemonik atau political

imaginary yang dicita-citakannya tersebut.

4.2.2. Pendidikan Dan Pelatihan Calon Pengelola (Manajer) CUM: Strategi

Diskursif Membangun Formasi Hegemoni Tandingan

LM telah mengatakan bahwa hegemoni adalah hasil dari suatu proses artikulasi

sehingga formasi hegemonik dengan sendirinya harus meliputi pengorganisasian

kekuatan-kekuatan sosial (yang berfungsi sebagai floating signifier) sehingga

menghasilkan hubungan-hubungan diferensial dalam suatu totalitas terstruktur”.218

Dalam rangka membangun sebuah formasi hegemoni tandingan yang dicita-

citakannya tersebut strategi diskursif yang ditempuh MPA adalah dengan cara

218St.Sunardi, Logika Demokrasi Plural-Radikal, (dalam) Retorik, Jurnal Ilmu Humaniora Baru, Vol.3No.1,.Desember 2012, IRB-USD-Yogyakarta hlm, 13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

149

menyelenggarakan “Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM”. MPA

mengundang Pimpinan-pimpinan gereja dari berbagai denominasi agar mengutus para

Pendeta-nya atau Diakones-nya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut.

MPA memancang syarat dan kriteria yang dapat mengikuti Pendidikan dan Pelatihan itu

adalah “Pendeta atau Diakones”. Penetapan syarat bahwa hanya Pendeta dan Diakones

lah yang dapat mengikuti Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM

tersebut disebabkan karena yang boleh jadi pengelola (manajer) CUM juga hanya

Pendeta atau Diakones. Hal ini tentu memunculkan pertanyaan bukankah dengan

memancang syarat dan kriteria hanya “pendeta dan diakones” yang dapat mengikuti

Pendidikan dan pelatihan itu CUM itu, MPA sedang memperlihatkan bahwa wacana

CUM sebagai sebuah wacana alternatif (analitik) ekonomi kerakyatan tidak memiliki

logika demokrasi pada dirinya apalagi yang radikal-plural?

Menurut MPA, penetapan syarat atau kriteria (hanya) “Pendeta dan Diakones”

yang dapat mengikuti Pendidikan dan Pelatihan itu berkaitan dengan status wacana

CUM yang disebut MPA sebagai sarana atau wadah perpanjangan tangan pelayanan

diakonia gereja untuk memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar lingkungan

gereja. Wacana CUM adalah wadah untuk mengarahkan hamba-hamba Tuhan bahwa

pelayanan Gereja bukan hanya melalui mimbar gereja tetapi juga melalaui pelayanan

lanjutan yaitu pelayanan meja (Kisah Rasul 6:2-3)”.219 Peran “Pendeta dan Diakones”

sebagai pemimpin moral, spiritual dan intelektual menjadi sangat strategis sebab bisa

memainkan fungsi mediasi agar hasrat subjek gereja (institusi gereja) untuk

“memberdayakan jemaat dan masyarakat sekitar” (subjek liyan) yang ada di seluruh

wilayah pelayanannya sampai ke pelosok-pelosok melalui penguatan “ekonomi

219MP.Ambarita (2007) Op.cit, hlm, 5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

150

kerakyatan” itu dapat diartikulasikan. Gramsci mengatakan bahwaPendeta merupakan

intelektual “tradisional” yang dapat menjadi serat penghubung dengan massa di

pedesaan, [...] sekaligus yang dapat memainkan mediasi profesional yang erat kaitannya

dengan fungsi politik”.220 Jadi, ada semacam angan-angan politik (political imaginary)

di dalam diri MPA bahwa dengan mendidik dan melatih para “Pendeta dan Diakones”

maka formasi sosial komunitas CUM dapat didirikan di setiap wilayah partikular di

mana para “Pendeta dan Diakones” menjalankan pelayanan kegerejaannya sehari-hari.

Selain karena alasan sebagaimana disebutkan di atas, MPA memandang secara

subjektif bahwa “Pendeta dan Diakones” memiliki kapasitas moral-spiritual, intelektual

serta integritas yang justru sangat dibutuhkan untuk memahami, mengoperasikan dan

mengembangkan praktik-praktik diskursif CUM. MPA sangat menyadari bahwa sebagai

bagian dari informal microfinance, wacana CUM rentan disalahgunakan sebagai praktik

rentenir yang justru hendak dilawan. Sudah bukan rahasia lagi, belakangan ini banyak

kegiatan yang berbau rentenir justru dilakukan berkedok koperasi-koperasi dengan

menyalahgunakan ijin koperasi untuk melindungi kegiatannya”.221 Dengan menetapkan

hanya “Pendeta atau Diakones” yang dapat menjadi manajer suatu komunitas CUM

maka setiap manajer CUM tidak hanya diawasi oleh Badan Pengurus komunitas CUM

tetapi sekaligus juga akan diawasi oleh institusi gerejanya (melalui pimpinannya)

masing-masing. Hal itu penting untuk dilakukan agar praktik diskursif CUM senantiasa

sejalan dengan visi dan misi gereja untuk kesejahteraan lahir batin jemaat dan

masyarakat sekitar serta mendidik etos kerja yang sehat sebagai warga negara yang

220 Juandaharaya Purba dan MartinLukito Sinaga, Peny, (2000) Tole ! Den Timor Landen DasEvangelium!” Sejarah Seratus Tahun Injil di Simalungun, 2 September 1903 – 2 September 2003,P.Siantar, Kolportase GKPS-Panitia Bolon Jubileum 100 tahun Injil di Simalungun,221MP.Ambarita, (2007) Op.cit, hlm, 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

151

berjiwa demokratis-pluralis”.222 Dengan perspektif seperti itu maka MPA tampak

berniat menjadikan institusi gereja tidak hanya sebagai “struktur mediasi” (mediating

structure) untuk menghadapi “Sang Lain Besar” (The Big Other) tetapi sekaligus

berfungsi menjadi apa yang disebut Foucault, sebagai organisasi panopticon”,223

tepatnya untuk menjalankan semacam fungsi spiritual panopticon. Dalam perspektif

wacana CUM, Gereja bertindak dan berfungsi untuk menjadi pengawa sehingga praktik

diskursif CUM senantitasa dijalankan sesuai dengan mora-etik kristiani di mana nilai-

nilai demokrasi-pluralisme, transparansi dan kejujuran dipastikan berjalan.

Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM itu sudah

diselenggarakan MPA sejak tahun 2004”.224 Pendidikan dan Pelatihan itu sendiri

dilaksanakan selama tiga bulan. Materi Pendidikan dan Pelatihan yang diberikan kepada

para Pendeta dan Diakonia itu tidak hanya memuat materi pengetahuan tentang sistem

akuntansi dan manajemen CUM (lihat materi Pendidikan dan Pelatihan CUM pada bab

III), tetapi juga dilatih mempraktikkan hidup berkomunitas. Selama masa Pendidikan

dan Pelatihan berlangsung, segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan hidup bersama

seperti belanja kebutuhan konsumsi, memasak, menghidang, membersihkan peralatan

222Ibid223Panopticon (penjara berbentuk bundar) yang diusulkan oleh Jeremy Bentham sebagai konsep penjaradi abad ke-19. Panopticon (pan=semua, optic=melihat) adalah arsitektur yang terdiri dari dari sebuahmenara tinggi yang menjadi pusat dan dapat mengamati semua sel. Seorang pengamat di menara yangtak terlihat tapi dapat melihat semuanya, pada prinsipnya dapat menempatkan apa pun yang beradapada jarak pandangnya ke dalam pengawasan. Idenya adalah “narapidana tak pernah tahu apakahsetiap saat ia sedang diamati, tetapi ia harus dibikin yakin bahwa ia selalu diamati. Hal ini bisadibandingkan dengan praktik keagamaan di mana “Tuhan” dalam penghayatan para pemeluk agamadiyakini selalu “mengawasi”. Apa yang paling pentinga dari panoptiko ini bukanlah ihwall bagaimanainstansi panoptik itu bekerja tetapi efek yang dapat dicapailah yang penting, yaitu subjektivasi di manasubjek terus meneris diawali meskipun dia melihar bahwa tidak ada pengawas yang tampak. Bagus Aryo(2012) Tenggelam dalam Neoliberalisme?: Penetrasi Ideologi Pasar Dalam Penanganan Kemiskinan,Depok, Kepik,hlm, 77. (Lihat juga: M.Foucault, (1977) Discipline and Punish, Harmonsworth, Penguin).224Komunitas CUM yang berdiri pertama sekali adalah Komunitas CUM yang diselenggarakan di HKBPKedaton Lampung yang didirikan pada tanggal, 13 Januari 2005. Di HKBP saat ini sudah ada 126 orangcalon manajer CUM. Selanjutnya lihat: Pdt.Nelson F.Siregar, “HKBP menjadi Inklusif di MasyarakatPluralis”, (dalam) Pdt. Martunas Manullang (2010) Menuju HKBP Inklusif dan Misioner:“Ekklesiologi diMasyarakat Pluralis”, Pematang Siantar, L.Sapa STT HKBP dan Yayasan Nomensen HKBP Jambi, hlm, 162

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

152

dapur, membersihkan ruang pelatihan, semuanya dikerjakan secara bersama-sama

secara bergiliran dan berkelompok. Selama mengikuti pendidikan dan pelatihan selalu

menekankan pentingnya menjalankan prinsip “semua dilakukan dari, oleh dan untuk

semua, demi kemuliaan nama Tuhan”. Karena itulah tidak boleh ada yang merasa lebih

senior, tidak boleh ada perbedaan tugas laki-laki dan perempuan, tua-muda, Pendeta-

Diakones dan lain sebagainya. Rincian aktivitas di ruang kelas selama masa Pendidikan

dan Pelatihan itu selalu diawali dengan: Doa - refleksi teologis - belajar bersama - dan

diakhiri Doa. Tidak mengherankan kalau materi “ceramah keagamaan yang berkaitan

dengan teologi holistik” memiliki alokasi waktu yang paling banyak yaitu hampir rata-

rata 1 sampai 1,5 jam setiap hari (lihat: materi pendidikan dan pelatihan pada bab III).

Dengan cara seperti itulah, MPA menekankan bahwa inti gagasan CUM adalah

“diakonia gereja” yang diekspresikan lewat sikap saling berbagi dan saling membantu

sesama yang berkekurangan.

Pilihan MPA mengorganisir para Pendeta dan Diakones sebagai jalan atau

strategi diskursif untuk membentuk formasi hegemoni tandingan tampaknya cukup jitu.

Hal itu paling tidak dapat dilihat dari berdirinya kesatuan-kesatuan sosial komunitas

CUM di berbagai konteks denominasi gereja khususnya di institusi gereja yang ada di

Sumatera Utara. Sejauh ini, institusi gereja yang telah membentuk kesatuan sosial

komunitas CUM dalam konteks gerejanya masing-masing adalah GBKP, HKBP, GKPS,

GKPI dan GKPPD. Dan di tanah Simalungun, wacana CUM itu kini telah mewujud

menjadi sebentuk kesatuan sosial yang disebut komunitas CUM “Talenta”.

Oleh karena itu, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa proyek hegemoni

MPA yang dijalankan lewat “Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM

itu dapat dikatakan cukup berhasil. Keyakinan MPA bahwa “Pendeta dan Diakones”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

153

adalah “kekuatan kultural” yang maha penting untuk mengeliminasi hubungan

eksploitatif yang terjadi di dalam realitas sosial ekonomi yang dihadapi jemaat dan

masyarakat marjinal di pedesaan terbukti cukuk efektif. Hal itu paling tidak, dapat

dibuktikan dengan terbentuknya sejumlah kesatuan sosial komunitas CUM di berbagai

konteks denominasi gereja yang ada di Sumatera Utara. Dengan mendidik dan melatih

(hanya) ”Pendeta atau Diakones” gereja maka formasi hegemonik yang dicita-citakan

MPA itu juga memposisikan Pendeta atau Diakones gereja menjadi semacam pusat

hegemonik. Sayangnya, “pusat hegemonik” ini dalam pandangan MPA tempaknya

bersifat tetap sehingga berbeda dengan pandangan LM yang meyakini bahwa

masyarakat itu tidak memilik “pusat hegemonik” yang permanen (tetap) sebagaimana

diyakini oleh Marx atau Marxisme klasik (yang memahami bahwa “kelas pekerja”-lah

yang menjadi pusat hegemonik suatu masyarakat).

Selanjutnya, analisis pada bagian yang berikut ini akan melihat bagaimana,

proyek hegemoni MPA bekerja dalam konteks partikular di GKPS yang dalam

kenyataannya telah mewujud menjadi sebuah formasi hegemonik kesatuan sosial

komunitas CUM”Talenta”.

4.3. Artikulasi Identitas Politik “Gereja Suku” (GKPS) Dan Representasinya Oleh

Komunitas CUM “Talenta”

My minimal unit of analysis would be not the group as a referentbut the socio-political demand. (Ernesto Laclau).225

Karena inti studi ini ingin mengetahui sejauhmana komunitas CUM “Talenta”

mampu mengartikulasikan identitas politik “gereja suku” (GKPS) di ruang publik, maka

analisisnya pertama-tama akan menyelidiki apa saja yang menjadi tuntutan dari beragam

225Ernesto Laclau (2005) On Populist Reason, Verso, London-New York, hlm,224

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

154

kekuatan sosial yang antagonistik dalam konteks GKPS yang telah membentuk kesatuan

sosial komunitas CUM “Talenta” itu. Hal itu dilakukan sebab seperti kata LM,

masyarakat itu coterminous dengan wacana. Masyarakat itu tidak hanya seperti wacana

tetapi sebagai wacana tepatnya sebagai praktik wacana. Dengan begitu, (pembentukan)

masyarakat itu ada karena tuntutan-tuntutannya (demand).

Karena itu pembahasannya akan dibagi menjadi empat bagian. Pertama,

inventarisasi apa saja yang menjadi tuntutan dari beragam kekuatan sosial yang

antagonistik dalam konteks GKPS. Pada bagian ini akan diperlihatkan apa yang

dijadikan sebagai “penanda” (signifier) atau representasi dari rantai tuntutan dari

beragam kekuatan sosial yang membentuk kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”

tersebut. Kedua, setelah menginventarisasi apa saja yang menjadi tuntutan-tuntutannya

maka akan diidentifikasi apa yang yang dijadikan sebagai alat pemersatu yang dalam

istilah LM disebut sebagai “penanda kosong” (empty signifier). Ketiga, analisisnya akan

melihat bagaimana logika persamaan dan logika perbedaan bekerja dalam proses

pembentukan formasi hegemonik komunitas CUM “Talenta”. Keempat, analisisnya

akan fokus pada artikulasi identitas politik “gereja suku” (GKPS) sebagaimana

direpresentasikan oleh komunitas CUM “Talenta”. Analisis pada bagian ini akan

menjelaskan perjuangan-perjuangan demokratik baru yang dilakukan yang

mencerminkan bekerjanya logika demokrasi radikal plural dalam formasi hegemonik

komunitas CUM “Talenta”.

Fokus analisis pada bagian keempat ini adalah untuk melihat bagaimana

kesetaraan (equality) dan kebebasan (freedom) diaktualisasikan untuk mengeliminasi

hubungan-hubungan sosial yang bersifat eksploitatif yang dialami beragam kekuatan

sosial yang antagonistik yang telah membentuk komunitas CUM “Talenta” tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

155

Bagi LM, aktualisasi “kesetaraan dan kebebasan” (equality and freedom) merupakan

prasyarat bagi bekerjanya logika demokrasi radikal-plural dalam suatu komunitas.

Singkat kata, apa yang akan dianalisis pada bagian keempat ini adalah ihwal siasat-

siasat yang dilakukan oleh komunitas CUM “Talenta” untuk mengeliminasi hubungan-

hubungan yang eksploitatif, subordinatif dan opresif yang dialami oleh beragam

kekuatan sosial yang antagonistik yang membentuk kesatuan sosial komunitas CUM

“Talenta” dalam kehidupannya sehari-hari. Bertolak dari data-data yang sudah

dipaparkan pada bab III maka perjuangan-perjuangan demokratik baru yang dilakukan

kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” meliputi: Siasat melawan rentenir:

penciptaan modal bersama, siasat mengatasi kesulitan mencari tenaga kerja upahan:

pembentukan kelompok usaha pertanian bersama (haroan bolon: Huta Saing dan

Bandar Purba), siasat mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga pupuk) : pembuatan

pupuk bokasi, berpijak pada prinsip keswadayaan: menolak tawaran agen neolib (Rabo

Bank), memotong jalur pemasaran produk kopi: “lepas dari mulut singa masuk ke mulut

buaya”, mengubah nama komunitas dari “Credit” ke “Credo” Union Modifikasi”:

menyiasati pajak komunitas.

4.3.1. Tuntutannya (demands)

Pada pembahasan di bab sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa GKPS pertama sekali

mengenal wacana CUM itu melalui seorang Pendetanya (LG) yang diutus mengikuti

Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola (manajer) CUM yang diselenggarakan MPA.

Dan sejak itulah, wacana CUM itu mulai “diterima”226 sebagai unsur baru dalam bahasa

diakonia GKPS. “Penerimaan” atas wacana CUM tersebut ditandai dengan

226Istilah “diterima” diberi tanda kutip sebab hingga penelitian ini dilakukan keberadaan komunitas CUM“Talenta” yang mengklaim dirinya sebagai “bidang pelayanan GKPS” tampak tidak didukung oleh sebuahdokumen yang memiliki kekuatan yuridis yang dikeluarkan oleh GKPS. Hal ini, terjadi sebab KomunitasCUM “Talenta” tidak lahir dari “rahim” GKPS secara legal-formal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

156

pembentukan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”, yang dideklarasikan pada

tahun 2007 oleh para Pendeta (muda) GKPS yang ketika itu melayani di Distrik III.

Inilah momen atau saat di mana kesatuan sosial Komunitas CUM “Talenta” mulai

mengenal “bahasa” diakonia gereja. Deklarasi berdirinya komunitas CUM “Talenta”

disandarkan pada keinginan untuk “bertolong-tolongan menanggung beban”

sebagaimana perintah Firman Tuhan yang tertulis dalam Galatia 6:2.

Adapun yang menjadi semacam angan-angan politik (political imaginary) dari

Komunitas CUM “Talenta” ini dijelaskan sebagai berikut:

Kesejahteraan adalah hak asasi setiap manusia.Untuk mencapai kesejahteraan itukami sepakat membentuk komunitas kooperatif untuk menunjang usahabersama, dan sebagai tempat belajar bersama dan komunitas ini sebut CreditUnion Modifikasi (CUM). Dalam mencapai kesejahteraan tersebut secarabersama-sama kami membuat kesepakatan yang harus dijalankan oleh setiapanggota CUM”. 227

Bertolak dari deklarasi komunitas CUM “Talenta” tersebut di atas, ada dua hal

yang dapat dijelaskan, pertama, dasar pembentukan kesatuan sosial komunitas CUM

“Talenta”. Cukup jelas, dasar pembentukan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”

yakni dibentuk atas dasar keinginan untuk mewujudkan kesejahteraan yang merupakan

hak asasi setiap manusia. Hal itu dilakukan sekaligus sebagai ikhtiar untuk berperan

dalam melakukan perubahan (transformasi) kehidupan jemaat dan masyarakat agar lebih

baik. Dasar pembentukan komunitas CUM “Talenta” ini tentulah harus kita lihat sebagai

hasil dari proses bercermin yang dilakukan oleh Pendeta (muda) GKPS pada “yang lain”

(the other). yakni “jemaat dan masyarakat sekitar” yang sedang mengalami krisis secara

sosial dan ekonomidalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Dalam proses

“bercermin” (menatap kondisi krisis yang dialami jemaat dan masyarakat marjinal di

227Selanjutnya lihat : “Pembukaan” Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga komunitas CUM tahun2009

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

157

Simalungun), LG sebagai Pendeta GKPS yang pertama menerima wacana CUM

kemudian mempersepsikan dirinya sesuai dengan krisis tersebut. Ada sebentuk

imperatif di situ: “para Pendeta (gereja) perlu berperan!”. Inilah yang menjadi dasar

identifikasi ‘diri’ komunitas CUM “Talenta” pertama sekali.

Kalau kita mengacu pada data yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya

terlihat dengan jelas bahwa ada beberapa faktor yang mendorong para Pendeta (muda)

GKPS berinsiatif mendirikan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”. Fenomena

menurunnya tingkat kehadiran dan partisipasi warga jemaat GKPS mengikuti ibadah

(kebaktian Minggu) dan juga persekutuan doa keluarga menjadi keprihatinan tersendiri

bagi para Pendeta (muda) GKPS yang berada di daerah pelayanan GKPS di distrik III.

Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban Pimpinan Pusat GKPS kepada Sinode Bolon

GKPS pada tahun 2005 disebutkan bahwa jumlah jemaat mengikuti kedua kegiatan

gereja tersebut hanya sekitar 33% dari sekitar 200 ribu jiwa lebih jumlah anggota jemaat

GKPS”.228

Fenomena menurunnya jumlah anggota jemaat GKPS mengikuti kebaktian

Minggu dan berbagai aktivitas gereja lainnya juga dipicu oleh terjadinya konflik di

antara sesama anggota majelis jemaat (pengurus gereja) yang menurut bapak Damanik

diakibatkan oleh ketiadaan transparansi dalam hal pengelolaan keuangan jemaat yang

tidak jarang berujung pada terjadinya konflik antara sesama anggota majelis jemaat.

Turunnya jumlah jemaat mengikuti kebaktian Minggu dan kegiatan lainnyadisebabkan karena menipisnya kasih dan solidaritas. Ada pengurus gereja yangmemakai uang gereja (baca:“korupsi”:ms) untuk kepentingan dirinya ataukeluarganya. Pengurus gereja tidak transparan, tidak jujur dalam hal pengelolaankeuangan jemaat. Akibatnya, terjadi konflik di antara sesama majelis. Situasikonflik inilah yang membuat orang malas ke gereja”.229

228Selanjutnya lihat: Risalah Sinode Bolon GKPS tahun 2005229Wawancara dengan bapak Damanik dilakukan di Nagori (desa) Bandar Purba pada tanggal 5 Maret2012 (diterjemahkan secara bebas:ms)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

158

Selain itu, karena ketiadaan transparansi dalam hal pengelolaan keuangan jemaat

yang kemudian berakibat pada terjadinya konflik diantara sesama pengurus gereja,

fenomena menurunnya tingkat kehadiran dan partisipasi jemaat dalam mengikuti

kebaktian Minggu dan kegiatan gereja lainnya di GKPS menurut Damanik juga

disebabkan karena menipisnya kasih dan solidaritas sosial. Gambaran tentang

melorotnya solidaritas sosial warga jemaat GKPS di desanya diungkapkan bapak

Damanik sebagai berikut:

Dulu di kampung ini, semua dikerjakan bersama; ada haroan marlajar dan adaharoan bolon. Sekarang ini, semua dikerjakan sendiri-sendiri. Semua inginmenunjukkan kehebatan keluarganya masing-masing. Yang aneh, kampung(desa) kami ini tidak begitu luas tetapi hampir semua kami di kampung ini selalumengatakan keluhan yang sama yaitu: “mencari pekerja upahanlah yang sulitsekarang ini”. Nggak tahu saya apa sebenarnya yang terjadi di jaman ini”.230

Selain itu, melorotnya solidaritas sosial jemaat GKPS di pedesaan di tanah

Simalungun, ikut diperparah oleh berbagai bentuk krisis ekonomi yang dialami jemaat

seperti: harga produksi pertanian (pasca panen) yang tidak stabil, harga pupuk yang

mahal dan terkadang langka, kesulitan mengakses fasilitas permodalan dari lembaga

keuangan mikro (LKM: BRI, BPR dan Koperasi simpan pinjam) dan lain sebagainya.

Akibatnya, banyak warga GKPS terpaksa menempuh “jalan ke keselamatan” yang

ditawarkan oleh para tengkulak dan para rentenir..

Kondisi krisis sosial ekonomi yang seperti itulah yang diperhadapkan kepada

Pendeta GKPS di daerah distrik III ketika ia menjalankan tugas pelayanan

kegerejaannya sehari-hari. Sebagai representasi kehadiran institusi gereja GKPS di basis

jemaat, para Pendeta GKPS harus memberi respons etis terhadap krisis sosial ekonomi

yang dihadapi jemaatnya tersebut. Ketika para Pendeta GKPS diminta untuk memberi

230Ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

159

respons etis terhadap krisis sosial ekonomi yang dihadapi jemaatnya, para Pendeta

GKPS itu sesungguhnya juga sedang mengalami krisis berbagai bentuk krisis sosial

ekonomi yang dialami dalam bentuknya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

Sekadar untuk perbandingan ketika komunitas CUM “Talenta” dibentuk

(dideklarasikan) pada tahun 2007, upah minimum regional riil (UMR) Provinsi

Sumatera Utara, adalah Rp.761.000,231sedangkan besarnya perolehan (gaji) seorang

Pendeta GKPS (belum menikah) pada tahun 2007 dengan masa kerja nol tahun adalah

Rp. 800.000”.232

Dengan kondisi perolehan (gaji) yang seperti itu, para Pendeta yang melayani di

berbagai pelosok pedesaan masih harus menyediakan sendiri sarana dan prasarana

pelayanannya seperti sepeda motor, komputer (laptop) dan lain sebagainya. Tidak

jarang, para Pendeta GKPS masih harus meminta bantuan kepada orang tuanya

(keluarga) untuk pengadaan sarana dan prasarana pelayanannya tersebut. Bagi Pendeta

yang orang tua ataupun keluarganya memiliki kemampuan ekonomi yang memadai

tentulah persoalan yang dihadapi Pendeta dengan segera dapat diatasi. Tetapi bagi

seorang Pendeta yang kebetulan orangtuanya atau keluarganya tidak mampu hal ini

tentu akan menjadi persoalan yang sulit diatasi. Seorang Pendeta GKPS (ASP) misalnya

menyebutkan bahwa ia terpaksa menempuh jalan berhutang (kredit) untuk membeli

sepeda motor sebagai sarana transportasi untuk mendukung tugas pelayanannya. Hal itu

ia lakukan sebab orang tua dan keluarganya tidak mampu memberikan bantuan untuk

membeli sepeda motor tersebut secara tunai (cash). Tidak jarang untuk membayar

cicilan kredit sepeda motornya tersebut ia juga harus kembali menempuh jalan

231http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-30705-8106162033%20Bab%20I.pdf(diakses: 3/8/2015)

232Wawancara dengan salah seorang Pendeta GKPS (JA) yang ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun2007), tanggal 3/8/2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

160

berhutang kepada sesama Pendeta. Hal-hal yang telah diuraikan di atas menunjukkan

bahwa para Pendeta GKPS dan subjek liyan (“jemaat dan masyarakat sekitar”) sama-

sama berada dalam kondisi lack .

Kalau menggunakan konsep rantai ekuivalensi (chain of equivalence)

sebagaimana yang dirumuskan LM maka berbagai bentuk keluhan (krisis) sosial

ekonomi dan tuntutan-tuntutan (demands) dari beragam kekuatan sosial yang

antagonistik yang membentuk kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” itu dapat

digambarkan dalam bentuk tabel (matrik) berikut ini:

Tabel 8

Tuntutan dan Konstruksi Rantai Ekuivalensi (chain Of equivalence)Dalam proses Pembentukan Komunitas CUM “Talenta”

PluralitasIdentitas Subjek /Aktor Perubahan

Keluhan /Bentukkrisis

yang dialami wargaTuntutan(Demand)

Rejim opresif(“musuh”)

yang dihadapi

Jemaat GKPS/Petani

A

Kesulitan mengaksesfasilitas modal usaha

Kemudahan mengaksesmodal-usaha(finansial)

Institusi keuangan mikroformal(Bank Pedesaan: (BRI, BPRdll)

Insitusi keuangan mikroinformal: Rentenir,Tengkulak, dll

Jemaat GKPS/Petani

B

Harga pupuk yang tinggi Mudah mengaksesPupuk

Pemerintah

Jemaat GKPS/Petani/perempuan

C

Ketiadaan jaminan hargaproduksi pasca panen

Kepastian (stabilitas)harga produksi (pascapanen)

Pasar bebas

Jemaat GKPSpnsD

Biaya kebutuhan pendidikananak tidak mencukupi

Peningkatan gaji/pendapatan ekonomi

Pemerintah

Pendeta GKPSE

Gaji (perolehan) yang minim Peningkatan gaji(perolehan)

Institusi Gereja

Berdasarkan matrik tersebut di ats tampak dengan jelas beragam tuntutan dari

beragam kekuatan sosial yang antagonistik dalam konteks GKPS. Sudah dijelaskan

sebelumnya, bahwa kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini pada awalnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

161

didirikan oleh beberapa orang Pendeta (muda) GKPS yang merasa memiliki

tanggungajawab untuk memberi respon etis terhadap berbagai bentuk krisis sosial

ekonomi yang dihadapi tidak hanya oleh para Pendeta tetapi juga oleh jemaat dan juga

masyarakat sekitar di mana gereja GKPS berada.

Para Pendeta (muda) GKPS yang menginisiasi pembentukan kesatuan sosial

komunitas CUM “Talenta” telah menjadikan tuntutan partikular (A) yakni “kemudahan

mengakses modal usaha” menjadi penanda (signifier) dari keseluruhan rantai tuntutan

dari beragam kekuatan sosial yang antagonistik yang ada dalam konteks GKPS. Dalam

hal ini, tuntutan lainnya (B, C, D,dan E) teroverdeterminasi ke tuntutan (A). Dengan

kata lain, tuntutan (A) inilah yang dijadikan sebagai penanda “kehendak kolektif”-nya

(collective will). Dengan menjadikan tuntutan partikular (A) sebagai penanda (signifier)

dari keseluruhan rantai tuntutan yang beragam dari jemaat GKPS maka“institusi

keuangan mikro formal – formal microfinance” (seperti BRI, BPR, dll) dan institusi

keuangan mikro informal – informal microfinance” (para rentenir baik yang individual

maupun yang institusional termasuk para tengkulak) dipisahkan dari tuntutan-tuntutan

sebagian besar jemaat dan masyarakat. Pemisahan seperti inilah yang disebut LM

sebagai titik di mana muncul tapal batas politik (political frontier) yang menjadi

implikasi dari tampilnya tuntutan partikular (A) sebagai penanda dari rantai keseluruhan

tuntutan jemaat GKPS yang beragam di distrik III. Dengan bangunan rantai ekuivalensi

yang seperti itu, komunitas CUM “Talenta” membedakan dirinya dengan lembaga-

lembaga keuangan mikro lainnya seperti BMT, CU dan lain-lain.

Setiap tuntutan tersebut di atas pada dasarnya bersifat partikular sehingga

masing-masing tuntutan berbeda dalam arti bersifat antagonis dengan tuntutan-tuntutan

lainnya. Meskipun begitu, semuanya memiliki kesamaan (ekuivalen) yakni beroposisi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

162

dengan “rejim rentenir baik yang individual maupun yang institusional” yang juga

dianggap sebagai penanda dari tatanan sosial yang opresif. Penciptaan rantai ekuivalensi

di mana tuntutan “kemudahan mengakses fasilitas modal usaha” tampil sebagai penanda

dari keseluruhan rantai tuntutan yang beragam sekaligus memunculkan tapal batas

politik (political frontier) di mana “rejim rentenir baik yang individual maupun yang

institusional” diidentifikasi sebagai “musuh bersama” (common enemy) yang hendak

dilawan.

4.3.2. Diakonia Sebagai “Penanda Kosong”

Kalau tuntutan “kemudahan mengakses modal usaha” ini telah dijadikan sebagai

penanda dari keseluruhan rantai tuntutan yang beragam, maka mengikuti perspektif LM,

apa yang dijadikan sebagai “penanda kosong”-nya (empty signifier) in dalam komunitas

CUM “TAlenta” yang berfungsi sebagai pemersatu beragam kekuatan-kekuatan sosial

yang antagonistik untuk menentang tatanan yang opresif atau menentang rejim rentenir

baik yang individual maupun yang institusional itu?

Ketika kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” dideklarasikan pada tanggal

16 Januari 2007, para Pendeta (muda) GKPS itu tampak mendasarkan pembentukan

komunitas CUM “Talenta” itu pada Firman Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam

Alkitab, Galatia 6:2: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu

memenuhi hukum Kristus”. Dengan begitu cukup jelas apa yang menjadi alasan dari

beragam kekuatan sosial yang antagonistik yang ada dalam konteks GKPS itu bersatu ke

dalam kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” yakni untuk berbagai bentuk kesulitan

(krisis) sosial ekonomi yang mereka alami. Sudah dijelaskan bahwa Aktivitas awal yang

dilakukan komunitas CUM “Talenta” untuk mengatasi persoalan kesulitan mengakses

krisis sosial ekonomi itu adalah dengan cara “bertolong-tolongan menanggung beban”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

163

Lalu, apa beban yang harus mereka tanggung tersebut? Jawabannya tentu: banyak dan

beragam.

Meskipun tuntutan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” itu banyak dan

beragam namun sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, tuntutan “kemudahan

mengkases modal usaha”, tampak dijadikan sebagai penanda (signifier) atau

representasi dari rantai tuntutan yang beragam dari beragam kekuatan sosial yang

antagonistik yang ada dalam konteks GKPS. Sudah dijelaskan bahwa ketika kesatuan

sosial komunitas CUM “Talenta” dideklarasikan mereka mereka juga mendeklarasikan

“bahasa” “bertolong-tolongan menanggung bebanmu” sebagai bahasa bersama untuk

mencapai cita-cita bersama mereka yakni mewujudkan kesejahteraan. Bahasa

“bertolong-tolongan menanggung bebanmu” ini sesungguhnya merupakan nama lain

dari solidaritas. Dalam kosakata gereja, solidaritas merupakan tindakan “diakonia”

(pelayanan).

Sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tuntutan “kemudahan

mengakses modal usaha” telah dijadikan representasi atau penanda (signifier) dari

beragam tuntutan dari kekuatan sosial yang antagonistik. Untuk menjawab tuntutan

“kemudahan mengakses modal usaha” inilah kesatuan sosial komunitas CUM

menjangkarkan keseluruhan praktik diskursifnya pada bahasa “bertolong-tolongan

menanggung bebanmu” yang dalam perspektif gereja merupakan cara untuk

mengerjakan atau membahasakan “diakonia gereja”. Dengan begitu maka “diakonia

gereja” lah yang dijadikan sebagai penanda utama (master signifier) untuk menentang

rejim rentenir; baik yang individual maupun yang institusional, yang oleh kesatuan

sosial komunitas CUM “Talenta” telah dijadikan menjadi semacam “musuh bersama”-

nya. Artinya, dalam praktik diksursif CUM tersebut wacana “diakonia gereja”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

164

dipertentangkan dengan wacana ekonomi penghisapan yang dipraktikkan oleh rejim

rentenir baik yang individual maupun yang institusional itu.

4.3.3. Logika Persamaan Dan Logika Perbedaan Dalam Formasi Hegemonik

Komunitas CUM “Talenta”

Sejak formasi sosial komunitas CUM “Talenta” mengidentifikasi rejim rentenir (baik

yang individual maupun yang institusional) sebagai “musuh bersama” maka logika

persamaan tampak dijalankandengan mengidentifikasi semua identitas orang-orang

yang tidak berprofesi sebagai rentenir sebagai orang-orang yang memiliki kesamaan

dengan komunitas CUM “Talenta”. Artinya, kekhususan identitas orang-orang baik

identitas denominasi gereja, identitas agama, etnis, gender, dan lain sebagainya

dimasukkan ke dalam satu kategori yakni “ekonomi berbagi”. Dengan kata lain,

“ekonomi rentenir” dipertentangkan dengan “ekonomi yang tidak rentenir”. Dengan

cara seperti itu, kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” tampak membagi ruang

sosial menjadi dua kutub yang bertentangan yakni kutub “ekonomi berbagi” dan kutub

“ekonomi rentenir” (penghisapan). Kategori identitas keanggotaan komunitas CUM

“Talenta” terlihat cukup jamak di mana warga gereja dari denominasi gereja yang

berbeda dengan GKPS juga dapat diterima sebagai anggota dan memiliki kebebasan dan

kesetaraan yang sama dengan warga GKPS. Tidak hanya itu, pluralitas identitas

keanggotaan komunitas CUM “Talenta” juga ditandai dengan keterlibatan warga

masyarakat dengan identitas agama yang berbeda dengan kristen. Seorang anggota

komunitas CUM “Talenta” yang beragama Islam.Bapak Sutrisno misalnya

menceritakan pengalamannya selama menjadi anggota komunitas CUM “Talenta”:

Saya sudah dua kali merasakan pertolongan di komunitas ini.Pertama, ketikamenikahkan anak. Ketika itu saya mendapat pinjaman konsumtif sebesar Rp. 4jt.Pinjaman kedua adalah untuk kebutuhan membangun (renovasi) rumah denganpinjaman sebesar Rp. 10jt dan semua pinjaman tersebut sudah saya kembalikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

165

dengan tepat waktu. Hal yang sangat menggembirakan hati saya adalah ketikapencairan pinjaman, di mana sesuai mekanisme penyerahan pinjaman selaludisertai dengan doa. Biasanya kalau peminjam adalah orang kristen makaPendeta (manajer) secara langsung mendoakan uang yang akan diserahkan.Tetapi, karena saya adalah seorang muslim maka saya sendiri diminta olehPendeta untuk mendoakan uang yang dipinjam tersebut sesuai dengan keyakinanagama saya. Dan sebelum berdoa manajer (Pendeta) mengatakan kurang lebihseperti: uang ini adalah uang milik Allah/Tuhan yang bapak sembah dan yakini,oleh karena itu, kembalikanlah uang itu kepada Tuhan tepat pada waktusebagaimana bapak menjanjikannya di hadapan Tuhan agar bisa digunakanoleh umatnya yang lain, yang juga adalah sesama kita. Itu adalah pengalamanpertama saya mendapat pinjaman dari komunitas CUM “Talenta” yang tak akanpernah mungkin saya lupakan”. Pinjaman pun dapat saya kembalikan melaluihasil penjualan kopi dan cabai yang saya tanam”. 233

Dengan menjalankan logika persamaan sebagaimana diceritakan di atas, kita

bisa melihat grafik pertumbuhan dan pertambahan jumlah keanggotaan kesatuan

komunitas CUM “Talenta” yang sangat signifikan sejak didirikan. Tidak hanya itu,

wilayah pelayanannya juga semakin meluas yang ditandai dengan bertambahnya jumlah

calon unit, unit dan juga kantor cabangnya. Meskipun, begitu harus juga dicatat bahwa

ada juga anggota komunitas CUM “Talenta” yang menyatakan diri keluar. Meskipun

jumlah anggota yang keluar tidak terlalu signifikan tetapi data menunjukkan jumlah

anggota yang keluar dari tahun ke tahun justru memperlihatkan grafik yang menaik”.234

Alasan menyatakan diri keluar tampaknya bervariasi seperti: pencairan pinjaman terlalu

lama, terjadi konflik dengan komisaris, tidak mampu mengembalikan pinjaman, pindah

domisili dan lain sebagainya”.235

Bervariasinya alasan anggota komunitas CUM “Talenta” yang menyatakan diri

keluar tersebut mengingatkan kita pada apa yang pernah dikatakan LM bahwa dalam

233Wawancara dengan bapak Sutrisno dilakukan pada tanggal o3 Maret 2010, di Kantor Induk KomunitasCUM”Talenta”di Saribudolok. No.Anggota: 638. Bapak Sutrisno memiliki lahan seluas 2 ha (1 ha sudahditanami kopi dan padi sedangkan selebihnya baru ditanami dengan kopi).234Lihat:Bab III (Tabel 5)235 Diolah berdasarkan data jumlah anggota komunitas CUM “Talenta” yang keluar dan alasannya (tahun2007-2011)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

166

setiap pembentukan suatu formasi hegemoni selalu ada momen-momen yang menjadi

unsur-unsur baru yang kemudian perlu menjadi reartikulasi hegemonik baru”.236Artinya,

terbentuknya kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”, masih merupakan awal dari

dimulainya perjuangan pembentukan formasi hegemonik yang hendak diwujudkan.

Dengan kata lain, tapal batas politik (political frontiers) yang muncul sebagai akibat

dari terciptanya rantai ekuivalensi dari beragam kekuatan sosial yang membentuk

kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” itu sebenarnya tidak bersifat stabil sebab

seperti kata LM, pada saat yang sama rejim opresif juga melakukan praktik hegemoni

dan mencoba menyerap transformasi (menggunakan istilah Gramsci) beberapa dari

tuntuan oposisi”.237Harapannya tentu saja agar rantai ekuivalensi yang sudah terbentuk

itu bubar sehingga rejim rentenir baik yang individual maupun yang institusional

kembali menjadi leluasa mengembangkan proyek hegemoninya. Maka, satu-satunya

cara untuk menjaga agar rantai ekuivalensi yang sudah terbentuk itu tidak terputus

adalah dengan cara mengaktualisasikan kebebasan (freedom) dan kesetaraan (equality)

secara terus menerus untuk mengeliminasi hubungan-hubungan yang bersifat

subordinatif, eksploitatif dan opresif dalam kehidupan komunitas CUM “Talenta”

sehari-hari.

Analisis pada bagian berikut ini akan menyoroti bagaimana logika demokrasi

radikal-plural itu bekerja dalam formasi hegemonik komunitas CUM “Talenta”. Apa

yang akan dilihat adalah perjuangan-perjuangan demokratik baru yang seperti apa yang

dilakukan komunitas CUM “Talenta” untuk mengatasi hubungan-hubungan

subordinatif, eksploitatif dan opresif yang dialami oleh anggotanya. Perjuangan-

236St.Sunardi, (2012) Op.cit, hlm, 18237Daniel Hutagalung,” Hegemoni dan Demokrasi Radikal-Plural: Membaca Laclau-Mouffe”, (dalam)Ernesto Laclau-Chantal Mouffe (2008) Hegemoni dan Strategi Sosialis: PosMarxisme dan Gerakan SosialBaru, terj, Yogyakarta, Resist Book, hlm, xxxix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

167

perjuangan demokratik baru yang dilakukan komunitas CUM “Talenta” itulah yang

akan dilihat sebagai representasi ataupun ekspresi diakonia gereja. Dalam perspektif

seperti itulah identitas politik “gereja suku” (GKPS) itu dibicarakan.

4.3.4. Identitas Politik dan Representasinya

4.3.4.1. Menciptakan Modal Bersama: Siasat Melawan Rentenir

Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa dalam formasi hegemonik komunitas

CUM “Talenta” tuntutan “kesulitan mengakses modal usaha” telah dijadikan sebagai

penanda dari keseluruhan rantai tuntutan dari beragam kekuatan sosial yang antagonistik

dalam konteks GKPS. Karena itu, sejak terbentuknya kesatuan sosial komunitas CUM

“Talenta” tersebut upaya yang dilakukan oleh merespon “kesulitan mengakses modal

usaha” itu pertama-tama dilakukan dengan cara menciptakan modal bersama melalui

Aktivitas simpan-pinjam uang yang bentuknya antara lain: simpanan pokok, simpanan

wajib, simpanan sukarela. Dalam perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk simpanan

yang terdapat dalam kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” kemudian diperluas

dengan membuka bentuk simpanan yang mirip dengan “deposito” yang dikenal dalam

dunia perbankan. Komunitas CUM “Talenta” menyebutnya dengan istilah “simpanan

diakonia”. Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas CUM “Talenta” juga tampak

mengadakan dana Perlindungan Jiwa (LINWA) dan dana Perlindungan Kesehatan

(LINKES). Linwa dan Linkes adalah semacam “asuransi” untuk kematian dan

kesehatan anggota. Telah secara lugas dipaparkan besarnya uang yang harus dibayarkan

anggota untuk setiap bentuk simpanan diputuskan oleh anggota melalui Rapat Anggota

Tahunan (RAT).

Di era globalisasi kapitalisme neoliberal yang sedang berlangsung dewasa ini,

“uang” tampak secara hegemonik telah mengambil tempat sebagai struktur makna yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

168

utama dalam relasi sosial di masyarakat. Lalu, masih adakah kemungkinannya untuk

mengubah (mentransformasikan) makna uang menjadi sesuatu yang lain sehingga uang

bisa memiliki makna sosial? Uang tampak tidak lagi semata-mata sebagai alat tukar

tetapi sudah merupakan tujuan. Tetapi, dengan pembentukan formasi sosial komunitas

CUM “Talenta” ini tampaknya ada semacam cita-cita untuk menegaskan kembali

konsepsi yang paling elementer dari pemikiran Marx bahwa uang merupakan produk

relasi sosial dan bukan sebaliknya uang yang menciptakan relasi sosial. Kalau logika

sistem ekonomi neoliberal yang mempertuankan “kebebasan pasar” (unfettered market)

itu dicirikan oleh penghancuran terhadap segala bentuk struktur kolektif dari unitnya

yang terkecil (keluarga) sampai terbesar (negara) maka formasi sosial komunitas CUM

“Talenta” dengan seluruh kegiatan dan usaha-usaha bersama yang mereka lakukan

sedang menunjukkan perlawanannya. Tidak hanya itu, kesatuan sosial komunitas CUM

“Talenta” juga tampak sedang mengajukan sebentuk jenis masyarakat baru yang cirinya

adalah adanya semangat berbagi (bertolong-tolongan menanggung beban).

4.3.4.2. Memaknai (ulang) Haroan Bolon di Simalungun: Siasat Melawan

Individualisme

Mencari pekerja upahanlah yang susah sekarang ini pak Pendeta? Kalau soal, modal

usaha sudah bisa diatasi lewat komunitas CUM “Talenta” ini!. Demikian ungkapan

salah seorang anggota komunitas CUM “Talenta” kepada saya ketika penelitan ini

dilakukan.

Ungkapan tersebut bagaimanapun juga menunjukkan bahwa tuntutan-tuntutan

dari beragam kekuatan sosial yang antagonistik yang membentuk kesatuan sosial

komunitas CUM “Talenta” itu cukup beragam. Tuntutan “kemudahan mengakses modal

usaha” hanyalah salah satu dari beragam tuntutan dari kekuatan sosial yang membentuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

169

komunitas CUM “Talenta” tersebut. Sudah dijelaskan juga bahwa untuk mengatasi

persoalan kesulitan mengakses modal usaha tersebut sudah mereka upayakan dengan

mengadakan atau menciptakan modal bersama. Dari sisi ekonom, upaya itu tampak

cukup berhasil. Tetapi, kalau kita melihat pengakuan dari salah seorang anggota

komunitas CUM “Talenta”tersebut jelas bahwa uang tidak dapat dapat menjawab segala

persoalan.

Sadar bahwa uang bukan merupakan jawaban dari segala persoalan, kesatuan

sosial komunitas CUM “Talenta” menjawab persoalan kesulitan mengolah lahan

pertanian dari masing-masing anggota dengan cara mereartikulasi kembali tradisi

haroan bolon yang ada dalam budaya masyarakat Simalungun. Kali ini haroan bolon

tersebut tidak lagi dilakukan secara bergilir sebagaimana dipraktikkan pada masa lalu.

Dalam konteks komunitas CUM “Talenta”, haroan bolon itu tidak hanya diartikulasikan

dengan mengadakan atau menciptakan modal bersama tetapi juga membentuk semacam

“usaha pertanian bersama” (berkelompok). Sejauh ini ada dua kelompok basis (unit)

komunitas CUM “Talenta” yang mempraktikkan kerja haroan bolon tersebut. Yang

pertama adalah kelompok haroan bolon di unit (basis) komunitas CUM “Talenta” di

desa Huta Saing dan desa Bandar Purba di Kabupaten Simalungun.

Modal usaha kelompok haroan bolon ini merupakan pinjaman kelompok yang

berasal dari komunitas CUM “Talenta”. Lahan yang mereka gunakan adalah lahan milik

salah seorang anggota komunitas yang dipinjam-pakaikan untuk unit komunitas CUM

“Talenta”. Usaha pertanian bersama yang dilakukan oleh kelompok haroan bolon unit

komunitas CUM “Talenta” di Huta Saing, yang dilakukan tampaknya cukup berhasil

sehingga mereka bisa mengembalikan pinjaman kelompok mereka kepada komunitas

(Lihat: pembahasan pada bab III: hlm. 133). Sementara itu, kelompok “haroan bolon

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

170

Talenta” di desa Bandar Purba yang dibentuk tahun 2011 meskipun dari sisi ekonomi,

usaha pertanian bersama ini tidak beruntung namun mereka menemukan makna sosial

dari marharoan tersebut sebab di sela-sela kerja bersama tersebut mereka bisa berbagi

informasi dan pengalaman tidak hanya terkait dengan dunia pertanian tetapi juga terkait

dengan pendidikan anak-anak mereka. (bab III:133).

4.3.4.3. Menolak Rayuan Agen Neolib (Rabo Bank)

Salah satu kesulitan yang dihadapi oleh kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” yang

terbilang cukup pelik adalah ihwal kecukupan dana pinjaman yang harus diberikan

kepada anggota komunitas. Memang, ketika didirikan komunitas ini telah

menyandarkan usaha bersama yang ingin mereka lakukan untuk mengatasi berbagai

bentuk krisis sosial ekonomi yang mereka hadapi adalah dengan cara mengartikulasi

bahasa “diakonia gereja” sebagai cara untuk mengartikulasi “bahasa” bertolong-

tolongan menanggung beban tersebut. Namun, dalam perjalanannya kesatuan sosial

komunitas CUM “Talenta” ini tidak mampu mengatasi kebutuhan ataupun tuntutan

pinjaman modal usaha tersebut.

Dalam kenyataan seperti itu, sebuah bank umum nasional yakni Rabo Bank

datang menawarkan “kerjasama” dengan kesediaan mengucurkan dana pinjaman

sebesar Rp.2 milyar. Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, kerjasama ini

nyaris ditandatangani dengan melibatkan Pimpinan Pusat GKPS sebagai “saksinya”.

Namun, pada detik akhir menjelang penanda tanganan kerjasama tersebut, perjanjian

dibatalkan sebab dianggap bertentangan dengan prinsip “keswadayaan” yang telah

dipancang oleh komunitas ini dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

komunitas. Ketika ditanyakan kepada manajer maupun pengurus komunitas CUM

“Talenta” bagaimana Rabo Bank bisa mengetahui adanya kesulitan dana yang dihadapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

171

oleh komunitas CUM, baik manajer maupun pengurusnya tidak bersedia memberikan

jawabannya. Satu hal yang dapat dipastikan adalah bahwa salah seorang dari pegawai

Rabo Bank tersebut diketahui merupakan warga jemaat GKPS di daerah perkotaan

Jakarta. Bahkan, ketika penulis menanyakan mengapa Rabo Bank bersedia

mengucurkan dana pinjaman sebesar itu padahal komunitas ini adalah sebuah komunitas

yang tidak (belum) berbadan hukum, maka jawaban dari salah seorang manajer CUM

tersebut mengatakan karena ada semacam jaminan dari Pimpinan Pusat GKPS bahwa

komunitas CUM “Talenta” merupakan unit (lembaga) pelayanan yang berada di bawah

naungan GKPS, meskipun dalam kenyataannya sebagaimana sudah dijelaskan pada bab

sebelumnya kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” tidak lahir dari rahim institutsi

GKPS.

Kesadaran bahwa kesatuan sosial telah memijakkan prinsipnya pada

“keswadayaan” menyadarkan manajer dan juga pengurus komunitas bahwa

ketidakcukupan dana pinjaman itu sesungguhnya menunjukkan bahwa “penanda

kosong” (empty signifier) yang juga merupakan “penanda utama” (master signifier)

tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, bahasa “bertolong-

tolongan menanggung beban” yang dijadikan sebagai bahasa bersama untuk mengatasi

berebagai bentuk krisis sosial ekonomi yang dihadapi tidak dapat menjadi ikatan

pemersatu yang sempurna sebab telah mengakibatkan sejumlah orang anggota

komunitas CUM “Talenta” menyatakan diri keluar karena need-nya tidak terpenuhi.

Kenyataan seperti ini, tentu mengingatkan kita pada apa yang disebut LM bahwa dalam

suatu formasi hegemonik selalu ada momen-momen yang menjadi unsur baru hegemoni

yang mesti direartikulasikan secara terus menerus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

172

4.3.4.4. Mendirikan Perusahaan (CV. Talenta): Memotong Jalur Pemasaran Kopi

Tanaman kopi adalah salah satu produk pertanian andalan masyarakat Simalungun

bagian atas (Barat) di samping produk sayur mayur dan buah-buahan. Masyarakat lokal

Simalungun menyebut jenis (varietas) kopi mereka dengan sebutan kopi “sigarar utang”

(kopi untuk bayar hutang). Sebagai daerah penghasil kopi, tidak heran kalau daerah ini

diserbu oleh para pembeli kopi untuk kemudian dipasarkan kembali ke perusahaan-

perusahaan pengolah biji kopi. Di era teknologi informasi saat ini tidaklah sulit untuk

mengetahui disparitas harga kopi di berbagai daerah. Apa yang ditemukan oleh

komunitas CUM “Talenta” adalah adanya disparitas harga yang cukup mencolok di

tingkat petani dengan harga kopi di tingkat perusahaan. Rendahnya harga kopi

masyarakat di Simalungun ini diperparah lagi oleh kenyataan di mana para pembeli kopi

juga masih harus membayar sejumlah uang kepada “preman” di daerah ini yang bahkan

bisa mencapai Rp.500 per kilogram.

Semuanya itu tentu akan dibebankan kepada petani. Akibatnya, petani sebagai

produsen kopi justru hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit dibanding dengan

para pembeli yang datang dari luar daerah sebab merekalah yang langsung menjual kopi

tersebut ke perusahaan. Kesadaran akan adanya disparitas marjin harga komoditas kopi

yang cukup mencolok itulah yang mendorong kesatuan sosial komunitas CUM

“Talenta” membuat sebuah keputusan melalui rapat anggota tahunan pada tahun 2012 di

mana hampir Rp. 400 jutaan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang seharusnya dibagikan kepada

anggota kemudian diputuskan secara bersama untuk tidak dibagi tetapi dialokasikan

sebagai dana awal untuk mendirikan sebuah perusahaan milik anggota komunitas CUM

“Talenta” secara kolektif. Pendirian perusahaan (CV.Talenta) ini termasuk unik sebab

kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” sendiri adalah sebuah komunitas yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

173

berbadan hukum namun harus mendirikan sebuah perusahaan yang mempersyaratkan

adanya badan hukum. Untuk mengatasi persoalan tersebut komunitas ini tampak

menggunakan celah yuridis di mana perusahaan tersebut didirikan oleh representasi

komunitas CUM “Talenta” dan dengan perjanjian yang ditandatangani dihadapan

notaris bahwa CV.Talenta tersebut adalah milik anggota komunitas CUM “Talenta”.

Melalui CV. Talenta inilah, komunitas CUM “Talenta” mulai mengumpulkan

sendiri kopi anggota untuk dipasarkan secara langsung ke tingkat perusahaan. Dari sini

komunitas CUM “Talenta” kemudian mengenal beberapa perusahan pengolah biji kopi

seperti PT.Volkopi Indonesia dan dengan Tiga Raja International Coffee sebuah

perusahaan pengolah biji kopi dari Australia yang memiliki perwakilan di daerah

Silimakuta Saribudolok (Lisa and Leo’s organic coffee):

We are buying coffee from a farmer group who are all members of one grower’sco-operative called Talenta. It has over 10,000 members; 7,000 members arecoffee farmers and 5,000 of those members are attached to the Saribu Dolokoffice which covers the sub-regions of Silimakuta, Dolok Silau and PematangPurba. These are the three regions from whom we will be buying ourcoffee.Talenta is a highly organised group. They have a total of 117 active‘komisaris’. Komisaris are members who live in the villages and are employedto collect parchment coffee from the local member farmers”.238

Kerjasama yang dilakukan komunitas CUM “Talenta” dengan perusahaan dari

Australia ini memang dapat mendongkrak harga kopi di tingkat petani. Terobosan yang

dilakukan oleh komunitas CUM “Talenta” ini sempat membuat “preman desa” yang

selama ini mendapatkan keuntungan dari “upeti” yang diberikan pembeli menjadi

berang bahkan sempat mengancam Pendeta (manajer) dan pegawai komunitas CUM

238(http://www.fivesenses.com.au/blog/2014/02/05/its-all-systems-go-at-tiga-raja-mill: (diakses: 12Maret 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

174

“Talenta”. Menurut salah seorang manajer CUM “Talenta”, “preman desa” tidak dapat

menerima, Pendeta mengelola bisnis. Meskipun, begitu seiring berjalannya waktu dan

dengan mengadakan pendidikan dan penyadaran lewat Aktivitas kegerejaan yakni

persekutuan doa antar keluarga dan khotbah-khotbah kebaktian Minggu, seklompok

masyarakat yang tadinya merasa terganggu dengan kehadiran komunitas CUM

“Talenta” lambat laun kini dapat memahaminya sebagai bagian dari tugas gereja.

4.3.4.5. Mengubah Tanda Pengenal Diri: Dari Komunitas “Credit” ke Komunitas

“Credo” : Siasat Melawan Intervensi Pemerintah

Sejak awal berdiri, hingga penelitian ini dilakukan komunitas CUM “Talenta” bukanlah

sebuah komunitas yang memiliki badan hukum. Dari sejarah pembentukkannya juga

cukup jelas diketahui bahwa pembentukan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”

ini bertolak dari kesulitan institusi GKPS untuk memberi respons etis terhadap berbagai

bentuk krisis sosial ekonomi yang dihadapi jemaatnya. Itulah sebabnya sejak awal

komunitas CUM “Talenta” ini mengklaim dirinya sebagai bagian dari pelayanan

(diakonia) gereja GKPS meskipun hal ini jelas merupakan klaim sepihak. Sudah

dijelaskan pada bab sebelumnya komunitas CUM “Talenta” tidak lahir dari rahim

institusi GKPS secara legal formal.

Perlu ditambahkan bahwa persoalan atau tuntutan akan badan hukum komunitas

CUM “Talenta” baru mengemuka sejak komunitas ini mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang cukup pesat baik dari sisi finansial maupun jumlah anggotanya.

Tidak sedikit anggota komunitas CUM “Talenta” sejak ia menyatakan masuk sebagai

anggota sudah mengetahui ihwal ketiadaan badan hukum komunitas ini tetapi mereka

masih tetap bertahan menjadi anggota. Salah satu alasannya adalah kehadiran para

Pendeta sebagai manajer ataupun pengurus komunitas yang dianggap bisa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

175

menghadirkan kepercayaan (trust) kepada anggotanya. Bapak Sianturi dan ibu Saragih

(lihat: bab III) misalnya mempertanyakan ihwal badan hukum komunitas ini tetapi ia

tetap tidak menyatakan diri keluar sebab trust dalam komunitas masih terjaga, mungkin

karena manajer dan pengurusnya para Pendeta, demikian pak Sianturi mengatakannya.

Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan moral-spiritual yang dijalankan oleh

pemimpin agama (Pendeta) dapat mengatasi budaya formalisme yang semakin merebak

di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Selain itu, ketiadaan badan hukum komunitas CUM “Talenta”, lambat laun

mulai dipersoalkan oleh “mereka” yang di luar komunitas termasuk institusi-institusi

keuangan yang menjadi kompetitor komunitas ini termasuk petugas pajak. Tanda

pengenal kedirian komunitas CUM “Talenta” sebagai “komunitas credit” telah

mengundang aparatus pemerintah lokal untuk meminta pajak. Alasannya, karena

komunitas ini adalah komunitas kredit. Tetapi, alasan bahwa komunitas CUM “Talenta”

adalah komunitas yang berada dibawah naungan gereja membuat petugas pajak undur

diri. Kehadiran petugas pajak membuat komunitas CUM”Talenta” ini akhirnya

mengubah tanda pengenal kediriannya dari “Komunitas Credit” menjadi “Komunitas

Credo” Union Modifikasi. Hal itu dilakukan sebagai strategi eskapis ataupun siasat

untuk menghindari pungutan pajak yang dilakukan oleh oknum pegawai pemerintah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

176

BAB V

KESIMPULAN DAN REFLEKSI

5.1. Kesimpulan

Studi tentang identitas politik “gereja suku” di ruang publik yang direpresentasikan oleh

komunitas CUM “Talenta”, bertolak dari pengamatan dan keprihatinan subjektif penulis

atas kondisi kegamangan bahkan “kebuntuan” yang dialami oleh gereja-gereja di

Indonesia dalam merepresentasikan dirinya (identitasnya) di tengah-tengah konteks

sosialnya yang lebih luas. Kegamangan gereja-gereja di Indonesia sebagaimana dilansir

oleh para peneliti-peneliti sebelumnya (telah telah diungkapkan pada bab pendahuluan)

telah membuat gereja-gereja di Indonesia cenderung menjadi introvert dan reaktif di

mana ia tampak hanya mampu memperlihatkan sisi “defensif” dari identitasnya

sementara sisi “ofensif” tampak menjadi mangkir.

Bertolak dari keprihatinan seperti itulah studi terhadap komunitas CUM

“Talenta” menarik untuk dilakukan. Berdasarkan data-data dan analisis yang sudah

dilakukan terlihat dengan jelas bagaimana komunitas CUM “Talenta” mencoba

menghadirkan dirinya sebagai representasi gereja tidak hanya bagi warga GKPS sendiri

tetapi juga meluas melibatkan warga gereja denominasi yang lain. Tidak hanya itu,

komunitas CUM “Talenta” juga tampak bisa menjadi rumah bersama bagi masyarakat

beragama yang lain (muslim). Tidak ada sekat-sekat yang dibangun. Pengelolaan dan

pengembangan komunitas dilakukan dengan prinsip demokrasi di mana keputusan yang

diambil melibatkan partisipasi dari seluruh anggota. Kalaupun, pengelola ataupun

manajer komunitas CUM “Talenta” sepertinya diplot hanya Pendeta namun hal itu tidak

dimaksudkan dalam rangka mendominasi. Kesediaan anggota masyarakat dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

177

beragam pluralitas identitasnya masuk menjadi anggota komunitas CUM Talenta ini

justru karena kepemimpinan moral-spiritual yang dijalankan oleh Pendeta GKPS

tersebut mampu menghadirkan apa yang justru dicari masyarakat luas dewasa ini yakni

kepercayaan (trust) dan keterbukaan (transparancy). Aktualisasi kepercayaan dan

transparansi dari para Pendeta GKPS itu tampak mampu mengatasi formalisme ataupun

legalisme yang sering dipersyaratkan oleh demokrasi prosedural-liberal. Nilai-nilai etik

kristiani yang diusung oleh komunitas CUM “Talenta” secara mantap telah

diterjemahkan demi menghadirkan the common goods bagi anggotanya.

Memang keberhasilannya tampak masih menunjukkan keberhasilan dari sisi

ekonomi uang (finansial) tetapi berbagai upaya untuk melakukan gerakan

pemberdayaan ke arah yang lebih politis juga terlihat telah dilakukan walau masih

belum diartikulasikan secara serius dalam arti terstruktur dan berkesinambungan.

Berbagai perjuangan-perjuangan demokratik baru untuk mengatasi hubungan-hubungan

eksploitatif, subordinatif dan opresif yang dialami oleh anggota komunitas CUM

“Talenta” dalam konteks partikularitasnya masing-masing tampak cukup berhasil

dilakukan. Meskipun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada momen-momen

atau unsur-unsur baru yang masih perlu diartikulasikan. Dan hal itu tampak dari

fenomena adanya anggota komunitas CUM “Talenta” yang menyatakan diri keluar

sebagai anggota, meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan

jumlah anggota yang masuk. Fenomena seperti justru mengingatkan kita pada apa yang

disebut LM bahwa di era globalisasi kapitalisme neoliberal bentuk-bentuk subordinasi,

eksploitasi dan opresif juga berkembang dan tidak dapat diprediksi. Selain itu,

fenomena itu juga sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat atau pembentukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

178

masyarakat itu tidak pernah mencapai totalitas struktural yang sempurna. Karena itulah

LM mengatakan bahwa masyarakat itu adalah hasil dari praktik artikulasi terus menerus.

Kehadiran kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” yang mengklaim dirinya

sebagai bidang pelayanan (diakonia) gereja telah membuat terjadinya relasi konfliktual

dengan GKPS sebagai institusi gereja yang menaunginya. Hal itu terjadi karena

memang kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” tidak lahir dari “rahim” institusi

GKPS. Meskipun begitu, GKPS sendiri juga tampak memberi pengakuan terhadap

eksistensi komunitas CUM “Talenta”. Hal itu terlihat dari kebersediaan GKPS

mengutus tenaga pelayannya (Pendeta) ditempatkan sebagai manajer di komunitas

CUM “Talenta”. Penempatan Pendeta menjadi manajer di komunitas CUM “Talenta”

tampaknya cukup efektif untuk memainkan fungsinya sebagai semacam “pusat

hegemonik” sebab keberhasilan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini jelas

karena kepemimpinan (leadership) dijalankan dengan cukup baik di mana trust dan

transparansi menjadi indikator utama yang menjadi pegangan bagi anggota-anggotanya

di tengah-tengah konteks tidak adanya badan hukum komunitas ini

5.2. Refleksi

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian kesimpulan di atas, secara umum

konsentrasi atau poros utama aktivitas kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”

tampak masih berpusat pada ekonomi-uang. Agar komunitas CUM “Talenta” dalam

gerakan pemberdayaannya bisa bergerak ke arah yang lebih luas atau politis maka

penelitian ini memberikan beberapa saran untuk dipertimbangkan:

1. Perihal badan hukum komunitas CUM “Talenta” dapat dipertimbangkan untuk

diadakan, khususnya terkait dengan aktivitas mengumpulkan dana dari masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

179

Hal ini terutama mengingat adanya undang-undang lembaga keuangan mikro

(LKM) dan undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

2. Kerjasama antar Komunitas CUM mendesak untuk dilakukan agar eksistensi

wacana CUM sebagai sebuah diskursus sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan

alternatif versi kristiani bisa memperoleh pengakuan dari Negara.

3. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan kepada anggota dan komisaris agar tidak

semata-mata diarahkan pada aspek manajemen-keuangan tetapi bisa diarahkan

menjadi lebih meluas meliputi aspek ideologis dan advokasi agar kesadaran politis

anggotanya menjadi bertumbuh. Bagaimanapun juga kalau Komunitas CUM

“Talenta” ingin mempertahankan proyek hegemoninya maka gerakan diakonia

ekonomi kerakyatan versi kristiani yang dijadikan sebagia master signifier-nya

tersebut harus bergerak ke arah yang lebih politis sehingga tampak bedanya dengan

komunitas atau kelompok yang diidentifikasi sebagai kelompok penindas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

180

Daftar Pustaka

Referensi Buku:

Aryo, Bagus (2012),Tenggelam dalam Neoliberalisme? “Penetrasi Ideologi Pasar

Dalam Penanganan Kemiskinan”, Depok-Jawa Barat, Kepik,

Atmadja, Nengah Bawa (2010)Ajeg Bali:“Gerakan,Identitas Kulturaldan Globalisasi”,

Yogyakarta, LKiS.

Baswir, Revrisond (2010) Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Budisusila, Antonius ed (2009), Rakyat, Pendidikan dan Ekonomi:Menuju Pendidikan

Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Duchrow,Ulrich,(1999),Mengubah Kapitalisme Dunia“Tinjauan Sejarah-Alkitabiah

Bagi Aksi Politis”, terj,Jakarta, BKP Gunung Mulia

Eko Prabowo, T.Handono (2010)Pengembangan Kekuatan-Kekuatan Tranformasi

Untuk Kedaulatan Sosial Ekonomi“Sebuah Refleksi Sosial Ekonomi”,

Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma

Ginting, E.P dan MP.Ambarita (2001), PT. Bank Perkreditan Rakyat Pijer Podi

Kekelengen Desa Simalem, Jakarta, BPK-Gunung Mulia.

Hardiman, F.Budi ed, (2010) Ruang Publik: Melacak “partisipasiDemokrastis” dari

Polis sampai Cyberspace, Yogyakarta, Kanisius

Hargens, Boni (2006) Demokrasi Radikal: Memahami Paradoks Demokrasi Modern

dalam Perspektif Postmarxis-Postmodernis ErnestoLaclau dan Chantal

Mouffe, Jakarta, Parhesia.

Hikam, Muhammad A.S.(1996) Demokrasi dan Civil Society, Jakarta, LP3ES

Hinkelammert Franz J dan Duchrow, Ulrich dan (2004) Property for People, Not for

Profit Alternatives to the global tyranny of capital, London-New York, Zed

Books

Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Phillips (2007) Analisis Wacana: Teori dan

Metode, terj, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Laclau, Ernesto (2005) On Populist Reason, London - New York, Verso.

_____________, dan Chantal Mouffe, (1985) Hegemony& Socialist Strategy; Towards

a Radical Democratic Politics, London-New York, Verso.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

181

Lempas, Jeffrie A.A. eds (2006), Format RekonstruksiKekristenan:“Menggagas

TeologiMisiologi, dan Ekklesiologi Kontekstual di Indonesia”,Jakarta, Pustaka

Sinar Harapan

Manullang, Martunas, (2010) Menuju HKBP Inklusif dan Misioner: Ekkelsiologi di

Masyarakat Pluralis, Pamatang Siantar, L-Sapa, STT-HKBP dan Yayasan

Nommensen HKBP Jambi

Menoh, Gusti A.B. (2015) Agama Dalam Ruang Publik, Yogyakarta, Kanisius

Mouffe,Chantal, (2005) On the Political: Thinking in Action, London-New York,

Routledge.

Nolan, Albert (2011) Harapan di Tengah Kesesakan Masa Kini: Mewujudkan Injil

Pembebasan, terj, Jakarta, BPK- Gunung Mulia

Nugroho, Heru (2001) Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa, Yogyakarta,

Pustaka Pelajar.

Panizza, Fransisco, ed, (2005) Populism and Mirror Democracy, London-New York,

Verso,hlm,146

Perret, Daniel (2010), Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu Sumatera Utara,

terj, Jakarta, Kepustakaan Popular Gramedia.

Robet, Robertus, (2010),Manusia Politik:Subjek Radikal dan Politik Emansipasi di Era

Kapitalisme Global Menurut Slavoj ZIzek, Tangerang, Marjin Kiri.

Samosir, Leonardus (2010)Agama dengan Dua Wajah “ Refleksi Teologis atas Tradisi

dalam Konteks”,Jakarta, Obor.

Sinaga,Martin Lukito dan Juandaha Raya Purba, Peny, (2000), Tole ! Den Timor

Landen Das Evangelium!” Sejarah Seratus Tahun Injil di Simalungun,2

September 1903 – 2 September 2003, P.Siantar, Kolportase GKPS-Panitia Bolon

Jubileum 100 tahun Injil di Simalungun.

______,Martin Lukito, (2004), Identitas Poskolonial “Gereja Suku” dalam Masyarakat

Sipil:“Studi Tentang Jaulung Wismar Saragih dan KomunitasKristen

Simalungun”, Yogyakarta, LKiS.

Sirait, Saut, (2001),Politik Kristen di Indonesia “Suatu Tinjauan etis”, Jakarta, BPK-

Gunung Mulia.

Soesatro, Hadi, dkk,peny, (2005),Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia

Dalam Setengah Abad Terakhir, Yogyakarta, Kanisius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

182

Tim Keadilan, Perdamaian dan Ciptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (2006)

Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat Dan Bumi:Sebuahdokumen Latar

Belakang, terj, Jakarta, PMK-HKBP.

Weatherford, Jack (2005), Sejarah Uang“Dari zaman Batu hingga era Cyberspace”,

terj, Yogyakarta, Bentang Pustaka

Referensi Jurnal, Majalah, Koran, dan Naskah Akademik:

Baskara, I Gde Kajeng (2013) “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia” (dalam) JurnalBuletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus

Diana Handayani,A dan Ermawati Chotim, Erna, “LKM: Beberapa Catatan Sejarah”.(dalam) Jurnal Analisis Sosial, Volume 6, No.3 Desember 2001, Akatiga-Bandung

Edi Sutarta, Ag dan Carollina, Monica (2013) ,“Peranan Credit Union Sebagai lembagapembiayaan Mikro” : “Studi Kasus: Pada Usaha UMKM Di Desa TumbangManggoKecamatanSanaman Mantikei, Kabupaten Katingan,ProvinsiKalimantan Tengah Tahun 2013” (dalam) Jurnal CU

Ignasius Jaques Juru, (2010), Radikalisasi Pluralisme Sebagai Usaha PengarusutamaanPolitik Agonisme (dalam) Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JSP), Volume 14No.2 November

I Gde Kajeng Baskara, (2013), “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia” (dalam) JurnalBuletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus

Langgut Tere Eddie S. Riyadi, , (makalah) Manusia Politis Menurut Hannah ArendtPertautan antara Tindakan dan Ruang Publik, Kebebasan dan Pluralitas, danUpaya Memanusiawikan Kekuasaan”. Disampaikan pada Kuliah Umum FilsafatSalihara, Totalitarianisme Menurut Hannah Arendt, 20 April 2011. KomunitasSalihara Jakarta,

Mouffe, Chantal, Deliberative Democracy or Agonistic Pluralisme (dalam) JurnalSocial Research, Vol.66, No.33 (fall1999).

Sinaga, Martin Lukito, (2010) “Kristiani dan Agama Publik: Peta Persoalan danProspeknya di Indonesia”, (dalam) Majalah Tatap, 25 Mei

__________________, (makalah) ”Hidup yang Dibangun di atas Batu (Matius :2:24-27)Refleksi Teologis Memperkuat Masyarakat Sipil”, disampaikan pada RapatUmum Anggota (RUA) Perhimpunan Kelompok Studi PengembanganMasyarakat (PKSPPM), Parapat, 21-23 Februari 2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

183

Sunardi, St, Logika Demokrasi Plural Radikal, 2012 (dalam) Retorik, Jurnal IlmuHumaniora Baru, vol.3 No. 1 Desember

Wicandra, Obed Bima,(artikel)Merebut Kuasa Atas Ruang Publik: Pertarungan RuangKomunitas Mural di Suarabaya, Program Studi Desain Komunikasi Visual,Universitas Kristen Petra Surbaya.

Referensi Majalah, Koran, dokumen-dokumen:

Harian Nasional, A6, Opini, Sabtu, 23 Agustus 2014

Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas CUM “Talenta” tahun buku2011 dan Program Kerja CUM “Talenta” Tahun 2012

Majalah “Ambilan pakon Barita” (AB) GKPS Edisi 466 Februari 2013

Majalah Tatap, 25 Mei 2010

Susukkara (Almanak) GKPS tahun 2013

Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga GKPS tahun 2009

Referensi Internet:

http://dyanuardy.wordpress.com/2008/01/16/jalan-hegemoni-meraba-arah-bagi-gerakan-sosial/ (Diakses, tgl.12-10.2011)

http://widodo07.blogspot.com/2012/11/apa-perbedaan-dan-persamaan-koperasi.html,(diakses tgl, 31 Juli 2014)

http://www.cu-cintamulia.or.id/?aapro=sejarah.html, (diakses tgl, 24 Mei 2011)

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg105221.html. (Diakses, tgl, 27 Oktober 2011)

http://solidaritasburuh.blogspot.com/.(Diakses, tgl, 24 Mei 2011)

http://idabangeet-hidayati.blogspot.com/2010/12/perbedaan-koperasi-simpan-pinjam-dan. html (Diakses, 31 Juli 2014)

www.komisiinformasi.go.id diakses tanggal 18 Juni 2013.

http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/61/52 (diakses15/8/2015)

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-30705-8106162033%20 Bab%20I.pdf (diakses: 3/8/2015)

(http://www.fivesenses.com.au/blog/2014/02/05/its-all-systems-go-at-tiga-raja-mill:(diakses: 12 Maret 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

184

(http://wmc-iainws.com/artikel/12-konflik-islam-kristen-di-era-reformasi,diakses,5Februari 2016).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

185

Lampiran-Lampiran (dokumen foto penelitian):

komunitas CUM “Talenta: Kelompok Usaha Bersama Haroan Bolon “Talenta”Desa Bandar Purba Kec.Purba Simalungun

(sumber foto: dok.CUM “talenta” Saribudolok)

Kelompok Usaha Bertani Bersama (Haroan Bolon) “Huta Saing”(Sumber:FotoDok.Komunitas CUM “Talenta”)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 201: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

186

Pelantikan Komisaris dalam sebuah Kebaktian Minggu(Sumber: Foto Dok. Komunitas CUM “Talenta”)

Sumber: foto DokKomunitas CUM “Talenta”Pendidikan dan Pelatihan bagi Komisaris di Tongging-Kabupaten Karo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 202: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

187

Sebagaian Peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembuatan pupuk Bokasi(Sumber Foto Dok;komunitas CUM”TAlenta”)

Sumber Foto.Dok: Komunitas CUM “Talenta”Pendidikan dan Pelatihan Manajemen ekonomi Rumah Tangga di Pelpem GKPS Pematang Siantar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 203: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

188

Pdt. Liharson Sigiro ketika melakukan sosialisasi di salah satu jemaat GKPSdi distrik III Saribudolok(sumber foto: dok. komunitas CUM “Talenta”)

Pengurus , Pegawai dan Anggota komunitas CUM “Talenta” Cabang Pematang Raya pada saatpembukaan Kantor Cabang Pematang Raya

(sumber foto: dok.CUM “Talenta” Saribudolok)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 204: IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK · PDF fileJudul : Identitas Politik Gereja Suku di Ruang Publik (Studi ... GKPS : Gereja Kristen Protestan Simalungun HKI : Huria

189

Manajer Komunitas CUM “Talenta” Saribudolok berfotobersama bapak Dosman Damanik(pemimpin kelompok Haroan Bolon nagori (desa) Bandar Purba

(Sumber foto:dok pribadi)

Acara Serah terima Manajer CUM “Talenta” Saribudolokdari Pdt.LIharson Sigiro kepada Pdt.Syahrudin Sinaga

(sumber foto:dok.CUM “Talenta” Saribudolok)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI