Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

14
Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Wajib Pajak Pribadi adalah orang yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaries , pengacara . Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki resiko mengalami pemeriksaan pajak . Penghasilan Yang Dilaporkan Dalam SPT Wajib Pajak Orang Pribadi melaporkan penghasilannya dengan mengisi dan memasukkan SPT Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghasilan yang dilaporkan biasanya terdiri dari penghasilan dari usaha adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha seperti berdagang atau memproduksi barang atau produk tertentu. Penghasilan dari pekerjaan bebas adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan dalam profesi tertentu seperti dokter, pengacara, notaris/PPAT, konsultan, dan sebagainya. Wajib Pajak Orang Pribadi biasanya juga merangkap sebagai pegawai pada pemberi kerja tertentu. Berkaitan

description

Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

Transcript of Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

Page 1: Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib Pajak Pribadi adalah orang yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaries , pengacara . Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki resiko mengalami pemeriksaan pajak .

Penghasilan Yang Dilaporkan Dalam SPTWajib Pajak Orang Pribadi melaporkan penghasilannya dengan mengisi dan

memasukkan SPT Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghasilan yang dilaporkan biasanya terdiri dari penghasilan dari usaha adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha seperti berdagang atau memproduksi barang atau produk tertentu. Penghasilan dari pekerjaan bebas adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan dalam profesi tertentu seperti dokter, pengacara, notaris/PPAT, konsultan, dan sebagainya.

Wajib Pajak Orang Pribadi biasanya juga merangkap sebagai pegawai pada pemberi kerja tertentu. Berkaitan dengan hal ini maka pemeriksa akan melakukan juga pengecekan dan pengujian terhadap berbagai dokumen yang berkiatan dengan penghasilan yang diperoleh dan formulir 1721-A serta bukti pemotongan PPh Pasal 21 dari masing-masing pemberi penghasilan.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu, penghasilan diinvestasikan dalam bentuk saham, tabungan, deposito, sewa, intellectual property, atau real property. Penghasilan yang diperoleh dari berbagai jenis investasi itu adalah dividen, bunga, royalti, atau capital gain. Kewajiban Pajak yang melekat pada berbagai penghasilan ini adalah PPh Pasal 23 atau PPh Final yang biasanya dipotong oleh pihak yang memberi penghasilan.

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG DITUNJUK SEBAGAI PEMOTONG PPh PASAL 23.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,Sehubungan telah ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :

KEP-50/PJ/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-10/PJ/1995 tanggal 31 Januari 1995 tentang Perkiraan Penghasilan Neto yang digunakan sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan dan jenis jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1.Dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-50/PJ/1994 ditetapkan bahwa Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat

Page 2: Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas, serta orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.

2.Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c, besarnya pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa adalah sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto. Dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-10/PJ/1995, tanggal 31 Januari 1995, ditetapkan bahwa besarnya perkiraan penghasilan netto untuk:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri adalah sebesar 80% dari jumlah bruto. Dengan demikian maka besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah 15% x 80% x jumlah bruto = 12% x jumlah Dalam pengertian jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh oleh WP badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) adalah sebesar 40% dari jumlah bruto. Dengan demikian maka besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah 15% x 40% x jumlah bruto = 6% x jumlah bruto.

Dalam pengertian jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

3.Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada butir 1 sebagai pemotong PPh Pasal 23 dengan menggunakan bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran Ini. Bagi akuntan, arsitek, dokter, notaris, pengacara, dan orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:KEP-421/PJ.43/1991 tanggal 27 Desember 1991, tidak perlu ditunjuk kembali.

4.Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa yang dilakukan-nya, wajib memotong, menyetor dan melaporkan PPh Pasal 23 tersebut serta memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan yang berlaku apabila dalam suatu bulan takwim terdapat objek PPh Pasal 23.

5.Kepada Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan agar diberikan penyuluhan mengenai hak dan kewajibannya sebagai pemotong PPh Pasal 23 berdasarkan ketentuan yang baru.

6.Terhitung mulai tanggal Surat Edaran ini, maka penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-31/PJ.43/1991 tanggal 27 Desember 1991 dinyatakan tidak berlaku.

Page 3: Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI (PPH PASAL 24)Pajak penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di

luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri. Pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam dalam Tahun Pajak digabungkan penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. Pengkreditan pajak yang dimaksudkan dalam pasal 24 ini untuk menghindarkan pajak berganda, tetapi jumlah yang dikreditkan tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang pajak penghasilan. Pada prinsipnya bagi wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri. Ketentuan pasal 24 ini mengatur tentang perhitungan Besarnya pajak atas Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri.

Penggabungan Penghasilan yang berasal dari Luar Negeri1. Penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan.2. Penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut.3. Penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.4. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.

Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).

Page 4: Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26PPh 26 dipotong atas;1. Penghasilan yang diterima atau yang diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia.2. Penghasilan usaha yang diperoleh melalui BUT di Indonesia.

Undang-undang pajak penghasilan Indonesia menganut dua sistem;1. Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjankan usaha atau melalui kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia2. Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak Luar Negeri lainnya.

Dasar hukum pemotongannya bersumber pada pasal 26:1. Undand-Undang Pajak Penghasilan PP Nomor 51 Tahun 19942. Tanggal 29 Desember 1994; KMK Nomor 602/KMK.04/19943. Tanggal 21 Desember 1994; KMK Nomor 624/KMK.04/19944. Tanggal 27 Desember 1994; KMK Nomor 649/KMK.04/19945. Tanggal 29 Desember 1994; KMK Nomor 634/KMK.04/19946. Tanggal 29 Desember 1994; Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 173/Pj./2002 Tanggal 3 April 2002.

Subjek Pajak PPh Pasal 261. Orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dalam bentuk apa pun.2. Sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.3. Dari Pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan4. Jasa atau kegitan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai5. Penerima pensiun.

Tarif, Objek Pajak, dan Sifat PengenaanyaDikelompokkan menjadi 3, yaitu;1. Sebesar 20% dari jumlah bruto penghasilan yang diterima/ diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dan bersifat final atas penghasilan berupa;a. Deviden b. Bunga (premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan aminan pengembalian utang)c. Royalt, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan hartad. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan atau kegiatan.e. Hadiah dan penghargaanf. Pensiun dan pembayaran berkala lainnyag. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnyah. Keuntungan dengan pembebasan utang.

Page 5: Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

2. Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto, dan bersifat final atas penghasilan atas;a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 yaitu penghasilan yang pengenaan pajaknya di atur dalam peraturan pemerintah seperti : bunga deposito dan tabungan lainnya, pengalihan harta berupa tanah dn atau bangunan, transaksi, saham dan sekuritas lainnya di bursa efek dan penghasilan tertentu lainnya.b. Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuaransi luar negeri. 3. Sebesar 20% bersifat final dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka tidak dipotong PPh Pasal 26.

Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam:1. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk deviden, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan pengunaan harta.2. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan3. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.4. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya5. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya6. keuntungan karena pembebasan utang

PPh PASAL 26 YANG TIDAK BERSIFAT FINALPemotongan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat final, namun atas

penghasilan sebagaimana di maksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan atas penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Luar Negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau badan luar negeri, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan.

Penghasilan –penghasilan tertentu dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 yang tidak bersifat final, yaitu :1. Pemotongan atas penghasilan sebagai berikut :a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di indonesia yang sejenis dengan yang di jalankan atau di lakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.b. Penghasilan berupa dividen; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya, yang diterima atau di peroleh kantor pusat, dengan syarat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

Page 6: Identifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

2. pemotongan atas penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap , tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam SPTPP.