Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui...
Transcript of Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui...
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
85
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis
Total Electron Content (TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik
Korelasi
Adides Gidson Simanjuntak1*, Buldan Muslim2, Eddy Hartantyo1 1 Program Studi Geofisika, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Kotak Pos: BLS 21, Yogyakarta 55281 2 Pusat Sains Antariksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jl. Dr Junjunan 133, Bandung 40173
* E-mail: [email protected]
Abstrak – Anomali Total Electron Content melalui data sinyal radio frekuensi-ganda GPS dapat menunjukkan adanya
perubahan aktivitas ionik di ionosfer yang dapat disebabkan oleh badai geomagnetik maupun peristiwa seimo-
ionospheric coupling. Pantai barat Sumatera merupakan lokasi yang rawan akan bencana gempa bumi akibat batas dari
zona subduksi. Penelitian beberapa gempa dalam kurun beberapa dekade terakhir di barat Sumatera menggunakan data
SuGAr dan IGS telah dilakukan untuk mengetahui adanya prekursor gempa bumi melalui analisis anomali TEC.
Terdapat 5 gempa yang dianalisis memiliki dengan skala 5 hingga 9 SR dengan menggunakan teknik korelasi dan
analisis spasial. Dari hasil analisis tersebut diperoleh bahwa gempa dengan magnitudo 5 tidak memunculkan prekursor,
sedangkan pada gempa dengan magnitudo 6 hingga 9 terdapat 1 hari atau 2 hari anomali TEC yang dianggap sebagai
prekursor gempa.
Kata kunci: Total Electron Contenct (TEC), gempa bumi, prekursor, teknik korelasi, analisis spasial
Abstract – Total Electron Content anomalies from dual-frequency GPS radio signals can show the change of ionic
activity in ionosphere that caused by geomagnetic storm or seismo-ionospheric coupling event. East coast of Sumatera
is a very vulnerable location of earthquake events, because it borders with the subduction zone. Research on some
earthquakes in the past decade on east part of Sumatera has been done using SuGAr and IGS data to determine the
earthquake precursors from TEC anomaly analysis. There are five earthquakes being analyzed, with the scale ranging
from 5 to 9 SR, using correlation technique and spatial analysis. The analysis result shows that the earthquake with
magnitude 5 did not show any precursor, only earthquake with magnitude 6 to 9 show the precursors of the earthquake.
Keywords: Total Electron Content (TEC), earthquake, precursors, correlation technique, spatial analysis
I. PENDAHULUAN
Aktivitas gempa bumi menyebabkan terjadinya
fluktuasi aktivitas seismik yang dapat menimbulkan
gelombang gravitasi atmosfer dan gelombang infrasonik.
Gelombang gravitasi dan gelombang infrasonik ini
menjalar hingga ionosfer yang menyebabkan ion-ion
yang terdapat di ionosfer mengalami fluktuasi [1].
Perubahan ion-ion yang terjadi pada waktu sebelum dan
setelah terjadinya gempa bumi dengan magnitudo yang
besar (M > 6) di ionosfer dapat dikatakan sebagai
anomali. Anomali yang terjadi di ionosfer ini menjadi
asumsi bahwa adanya pengaruh aktivitas seismik
terhadap fluktuasi ion-ion di ionosfer, sehingga anomali
ion-ion di atmosfer dapat dikategorikan sebagai prekusor
gempa bumi dengan magnitudo yang besar.
Prediksi gempa bumi dengan mengamati anomali di
ionosfer masih tergolong baru, dan pertama kali
dipergunakan dalam penelitian gempa Good Friday 1964
di Alaska [2]. Gempa ini memiliki magnitudo Mw = 9,2
dan telah diteliti ionogram-ionogram di sekitar daerah
episenter gempa yang memiliki data ionosfer.
Berdasarkan data isoline frekuensi kritis f0F2 di
ionosfer pada 1964 dan 1965 terlihat perbedaan yang
signifikan. Pada tahun 1964 terlihat perubahan yang
sangat cepat sedangkan tahun 1965 cenderung stagnan
sehingga hal ini memperkuat adanya korelasi antara
gempa bumi terhadap aktivitas di ionosfer.
II. DASAR TEORI
A.Total Electron Content (TEC)
Total Electron Content merupakan sejumlah elektron
yang terintegrasi pada slab khayal yang dibentuk
berdasarkan jarak satelit ke receiver GPS di permukaan
bumi. Perhitungan TEC didasari oleh efek penjalaran
sinyal dari GPS (USA)/GLONASS (Russia) menuju
receiver yang melalui ionosfer. GPS terbagi menjadi
beberapa segmen yaitu: kontrol, satelit, dan pengguna.
Segmen satelit terdiri atas 24 satelit yang bergerak pada 6
orbit sirkular diketinggian 20200 km. Setiap satelit
mentransmisikan 2 frekuensi sinyal kepada penerima,
yaitu: f1 = 1575.42 MHz dan f2 = 1227.60 MHz [2].
Karena ionosfer merupakan medium yang dispersif,
maka dapat dihitung efek yang disebabkan oleh ionosfer
pada pengukuran modulasi sinyal yang dibawa menuju
receiver serta fase yang direkam oleh dual-frequency
receivers [3]. Sinyal yang diterima oleh receiver dapat
memiliki berbagai efek, sehingga perlu dilakukan
perhitungan slant TEC (STEC) menjadi vertical TEC
(VTEC).
86 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
STEC menyatakan jumlah elektron bebas pada silinder
khayal pada garis pandang antara satelit dan receiver.
VTEC menyatakan jumlah elektron pada silinder yang
ditarik tegak lurus dari permukaan bumi. Ionospheric
pierce point (IPP) merupakan potongan lintasan sinyal
GPS di ionosfer pada ketinggian tertentu [4, 5].
STEC dapat dihitung melalui persamaan
dengan A = 40,3 m3/s2 sedang f1 dan f2 merupakan
frekuensi sinyal GPS. dan merupakan fase dari
kedua frekuensi GPS. c merupakan cepat rambat cahaya,
c = 0,2998 109 m/s. N merupakan merupakan bilangan
bulat yang menunjukkan ambiguitas. tTGD merupakan
group delay yang nilainya diperoleh dari pesan navigasi.
tIFB merupakan inter-frequency bias, nilainya dapat
diestimasikan dari data GPS menggunakan teknik inversi.
STEC dapat dikonversikan menjadi vertical TEC
(VTEC) melalui persamaan
dengan merupakan sudut elevasi satelit, RE merupakan
nilai rerata dari jari-jari bumi, hion merupakan nilai rerata
dari ketinggian atmosfer, biasanya nilai yang digunakan
adalah 350 km [6].
B. Badai Geomagnet
Badai geomagnet merupakan fenomena yang timbul
akibat lontaran massa korona dari matahari yang
mengganggu aktivitas magnet bumi. Pada saat terjadinya
badai geomagnet maka medan geomagnetik akan
menurun dan akan kembali secara perlahan-lahan.
Disturbance storm time merupakan gambaran dari
gangguan pada komponen H geomagnet saat terjadinya
badai geomagnetik yang direpresentasikan dalam bentuk
indeks Dst oleh Sugiura dan Chapman [7]. Indeks Dst
bernilai negatif menunjukkan sedang terjadinya badai
magnetik. Satuan Dst adalah nano tesla (nT) dan
kekuatan badai geomagnet dapat dikelompokkan
berdasarkan nilai Dst yaitu: <100 nT merupakan badai
kuat, badai sedang berada pada kisaran –100 nT hingga –
50nT dan –50 nT <Dst<–30nT merupakan badai lemah.
Dalam penelitian ini indeks Dst memegang peranan
penting pada analisis TEC, di mana jumlah TEC di
ionosfer dapat berubah akibat adanya badai geomagnetik
atau peristiwa seismo-ionospheric coupling.
II. DATA DAN METODE PENELITIAN
A. Data
Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan
Total Electron Content (TEC) dalam penelitian ini
menggunakan data beberapa stasiun penerima GPS yang
berada jaringan Sumatran GPS Array (selanjutnya
SuGAr). Jaringan SuGAr merupakan kerjasama antara
Tectonics Observatory, California Institute of
Technology dan LIPI [8]. Pada saat ini jaringan SuGAr
dioperasikan oleh Earth Obsevatoy of Singapore dan
LIPI.
Data precise ephimeris yang digunakan untuk
perhitungan nilai TEC diambil dari GNSS NASA untuk
setiap stasiun pada DOY yang digunakan dalam
perhitungan. Gempa yang dipilih berdasarkan magnitudo
dan kedalaman hiposenter dari tahun 2002 hingga 2016.
Magnitudo yang dipilih berskala 5 hingga 9 bertujuan
untuk melihat kemunculan prekursor gempa pada setiap
skala magnitudo.
Gambar 1 menunjukkan posisi stasiun GPS dan gempa.
Pada masing-masing gempa dipilih stasiun dengan
jangkauan jarak tertentu agar dapat dibandingkan
perubahan nilai TEC pada setiap stasiun apakah TEC
berubah secara bersamaan pada sesaat sebelum terjadinya
gempa bumi.
B. Metode Penelitian
1. Perhitungan TEC
Dalam penelitian ini perhitungan TEC dilakukan
menggunakan software GPS_Gopi_v2.9.3. Data rinex,
precise ephimeris, pseudorange, carrier phase digunakan
untuk menghitung TEC harian. Data yang diambil dalam
periode 31 hari, yaitu 23 hari sebelum gempa, hari-h
gempa, dan 7 hari setelah gempa. Seluruh data tersebut
diolah untuk dilihat anomali harian dari TEC yang dapat
diperkirakan sebagai prekursor.
2. Teknik Korelasi
Salah satu metode yang digunakan untuk analisis TEC
adalah metode statistik. Muslim [9] melakukan penelitian
menggunakan teknik korelasi untuk melihat prekursor
beberapa gempa besar yang terjadi didunia. Nilai rata-rata
TEC pada jam tertentu dalam 1 hari dikorelasikan dengan
median dari rata-rata jam yang sama dari 31 data diurnal
yang telah dihitung. Sebanyak 31 koefisien korelasi
diperoleh dari hasil korelasi hari tertentu dengan nilai
median ini. Seluruh koefisien korelasi dirata-ratakan
sehingga diperoleh satu nilai rata-rata koefisien korelasi .
Masing-masing nilai koefisien korelasi dikurangkan
dengan nilai rata-rata koefisien korelasi maka diperoleh
nilai simpangan koefisien korelasi (skk). Setelah 31 nilai
skk ini diperoleh maka dicari nilai standar deviasinya
(dskk). Setiap simpangan ini dibagi dengan standar
deviasi maka akan diperoleh skk/dskk selama 31 hari
yang digunakan sebagai indikator adanya prekursor
gempa bumi.
Prekursor gempa bumi dapat terlihat apabila nilai
skk/dskk kurang dari –1 dengan syarat tidak adanya badai
magnetik atau nilai indeks Dst > –50nT. Apabila nilai
skk/dskk kurang dari –1 namun indeks Dst < –50nT maka
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
87
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
tidak dapat dikatakan sebagai prekursor gempa, karena
anomali nilai TEC tersebut dapat disebabkan oleh badai
geomagnetik.
(a)
(b)
(c)
(d)
88 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
(e)
Gambar 1. (a) hingga (e) menunjukkan lokasi gempa dengan
skala 5 sampai 9 SR beserta posisi stasiun GPS yang digunakan
untuk analisis TEC. Bintang merah menunjukkan posisi gempa,
segitiga biru menunjukkan posisi stasiun GPS dalam jaringan
SuGAr, kotak kuning menunjukkan posisi stasiun GPS dalam
jaringan IGS.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Korelasi
M 5,7 Kepulauan Batu - 26 Januari 2009 (DOY 26)
Gempa berkekuatan 5,7 SR ini berada di sekitar
kepulauan Mentawai dan memiliki hiposenter 10 km. 10
stasiun GPS digunakan untuk melakukan analisis TEC
pada gempa ini, antara lain: ABGS, BTHL, PBJO,
PSMK, MSAI, BSIM, PPNJ, NGNG, SAMP, NTUS.
Dari hasil analisis skk/dskk 23 hari sebelum gempa tidak
ada nilai skk/dskk yang bernilai kurang dari –1 (dapat
diamati dari Gambar 2), maka dapat dikatakan tidak
adanya prekursor gempa sebelum gempa ini terjadi.
Namun pada hari kedua dan hari kelima setelah gempa
dapat dilihat bahwa adanya nilai skk/dskk yang jauh lebih
kecil dari –1 sehingga dapat dikategorikan sebagai Efek
Gempa bumi Terdeteksi.
M 6,5 Kepulauan Mentawai region, Indonesia - 24
Februari 2008 (DOY 55)
Gempa dengan kekuatan 6.5 SR ini juga berada di
sekitar kepulauan Mentawai dengan kedalaman
hiposenter 22 km. Stasiun GPS yang digunakan untuk
analisis nilai TEC antara lain: BSAT, PKRT, PPNJ,
PRKB, SLBU, ABGS, BTHL, NTUS, SAMP, BAKO.
Dari hasil analisis skk/dskk 23 hari sebelum gempa bumi
terlihat adanya 4 hari yang memiliki nilai skk/dskk
kurang dari -1 yang dikonfirmasi oleh hampir semua
stasiun pengamtan (Gambar 3). Keempat hari tersebut
yaitu: DOY 35, 36, 39, 42. Dari analisis indeks Dst, badai
magnetik tidak terjadi pada keempat hari tersebut.
Keempat hari tersebut dapat diidentifikasi sebagai
prekursor gempa. Kemudian keempat hari yang diduga
sebagai prekursor ini dianalisis lebih lanjut melalui
analisis spasial untuk mengkonfirmasi dugaan prekursor
ini.
M 7,4 Simeulue - 02 November 2002 (DOY 306)
Gempa dengan magnitudo 7,4 SR ini berada di barat
provinsi Aceh, di sekitar pulau Simeulue. Hiposenter dari
gempa ini adalah 30 km dan stasiun yang digunakan
untuk analisis TEC antara lain: PTLO, PSMK PSKI,
PBAI, NTUS, MSAI, BSAT. Setelah dianalisis dengan
teknik korelasi diperoleh bahwa terdapat 3 hari yang nilai
skk/dskk kurang dari –1 yaitu DOY 284, 286, 287,
sehingga ketiga tersebut dapat dianggap menunjukkan
prekursor gempa bumi (Gambar 4). Terdapat beberapa
aktivitas badai magnetik yang mengganggu pada 23 hari
sebelum gempa ini terjadi namun pada ketiga hari
tersebut tidak terpengaruh oleh aktivitas badai magnetik
tersebut.
M 8,4 Southern Sumatra - 12 September 2007 (DOY 255)
Gempa dengan hiposenter 34 km dan magnitudo 8.4 SR
ini berada di barat provinsi Bengkulu. Sebanyak 10
stasiun GPS dalam jaringan SuGAr dan IGS digunakan
untuk melakukan analisis TEC antara lain: LAIS, MLKN,
MNNA, BSAT, PRKB, BAKO, COCO, XMIS, NTUS,
ABGS. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat 2
hari sebelum gempa yang menunjukkan skk/dskk yang
kurang dari –1 yaitu DOY 239 dan DOY 242 (Gambar
6). Tidak adanya badai magnetik 23 hari sebelum gempa
ini maka kedua hari tersebut dapat dikatakan sebagai
prekursor gempa.
M 9,1 off the west coast of northern Sumatra - 26
Desember 2004 (DOY 361)
Gempa ini merupakan salah satu gempa terbesar yang
pernah terjadi dalam abad ini. Gempa tahun 2006 berada
di barat povinsi Aceh dengan kedalaman hiposenter 30
km. 9 Stasiuan GPS yang digunakan untuk analisis TEC
antara lain: ABGS, LNNG, MKMK, PBAI, SAMP,
MSAI, NGNG, PRKB, PSKI, NTUS. Dari hasil analisis
skk/dskk diketahui bahwa terdapat 4 hari yang
menunjukkan nilai kurang dari -1 yaitu DOY 342, 343,
347, dan 356 (Gambar 7). Tidak ada badai magnetik yang
terjadi sebelum terjadinya gempa ini, sehingga keempat
hari tersebut dapat mengindikasikan munculnya
prekursor gempa. Selain itu hasil dari beberapa penelitian
sebelumnya menujukkan bahwa pada DOY 356 terdapat
anomali TEC di ionosfer yang diidentifikasi sebagai
prekursor gempa. Hasil dari keempat hari yang diduga
sebagai prekursor ini kemudian dilajutkan dengan analisis
spasial agar dapat dilihat bagaimana trend perubahan
anomali disetiap stasiun. Apabila terjadinya anomali
ionosfer yang diakibatkan oleh gempa bumi maka akan
terekam kuat pada stasiun yang dekat dengan episenter
dan semakin jauh dari stasiun maka nilai anomali
semakin mengecil dan menghilang.
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
89
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Gambar 2. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 5,7 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk gempa berskala 5 ini dapat
dilihat pada keseluruhan hari sebelum gempa (disebelah kiri garis merah) hampir tidak ada nilai skk/dskk yang kurang dari –1,
sehingga dapat diketahui bahwa tidak munculnya prekursor pada gempa pada magnitudo ini.
Gambar 3. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 6,5 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada
DOY 35, 36, 39, 42 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari –1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta tidak terjadinya
badai magnetik pada hari sebelum sehingga dapat dianggap sebagai prekursor gempa.
90 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Gambar 4. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 7,4 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada
DOY 284, 286, 287 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari 1– dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta badai magnetik
terjadi pada DOY 288 sehinnga tidak mempengaruhi 3 hari sebelumnya, maka DOY 284, 286, 287 dapat dianggap sebagai prekursor
gempa.
Gambar 5. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 8,4 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada
DOY 239, 242 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari -1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta badai magnetik tidak
terjadi pada hari-hari sebelum gempa maka DOY 239 dan 242 dapat dianggap sebagai prekursor gempa.
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
91
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Gambar 6. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 9,1 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada
DOY 342, 343, 347, 356 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari –1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta badai
magnetik tidak terjadi pada hari-hari sebelum gempa maka DOY tersebut dapat dianggap sebagai prekursor gempa.
B. Analisis Spasial
M 5,7 Kepulauan Batu - 26 Januari 2009 (DOY 26)
Tidak dilakukan analisis spasial karena nilai skk/dskk
tidak ada yang bernilai kurang dari −1. Gempa yang
dilakukan analisis spasial merupakan gempa dengan
magnitudo berskala 6 hingga 9.
M 6,5 Kepulauan Mentawai region, Indonesia - 24
Februari 2008
Keempat hari yang dilakukan analisis spasial adalah
DOY 35, 36, 39, 42. Dari hasil analisis skk/dskk terhadap
jarak dapat diketahui bagaimana trend perubahan nilai
skk/dskk, apabila semakin menjauh semakin membesar
maka dapat dikatakan sebagai prekursor yang disebabkan
akibat gempa bumi tersebut. Dari hasil analisis spasial
yang diperoleh didapatkan bahwa hanya DOY 35 yang
menunjukkan kecenderungan semakin membesar
(Gambar 7). Namun pada DOY 36, 39, dan 42 tidak
menunjukkan adanya kecenderungan semakin membesar,
namun nilai skk/dskk bersifat acak besarnya terhadap
jarak meskipun nilainya kurang dari −1. Sehingga yang
dapat dikatakan sebagai Prekursor Gempa Terdeteksi
adalah DOY 35.
M 7,4 Simeulue, Indonesia - 02 November 2002
Melalui analisis teknik korelasi diperoleh bahwa terdapat
3 hari yang nilai skk/dskk kurang dari −1 yaitu DOY
284,
286, 287. Setelah dilakukan analisis terhadap jarak
episenter hanya DOY 287 yang
menunjukkan kecenderungan nilai skk/dskk semakin
membersar (Gambar 8), sehingga DOY 287 merupakan
prekursor gempa terdeteksi. Namun DOY 284 dan 286
tidak menujukkan hal yang sama sehingga bukan
merupakan prekursor gempa terdeteksi.
M 8,4 southern Sumatra, Indonesia - 12 September 2007
Terdapat 2 hari sebelum gempa yang menunjukkan
skk/dskk yang kurang dari −1 yaitu DOY 239 dan DOY
242. Tidak adanya badai magnetik 23 hari sebelum
gempa ini. Dan setelah dilakukan analisis spasial
diketahui bahwa kedua hari tersebut nilai skk/dskk
memiliki kecenderungan semakin membesar terhadap
jarak (Gambar 9).Maka kedua hari tersebut merupakan
prekursor gempa terdeteksi.
M 9,1 off the west coast of northern Sumatra - 26
Desember 2004
Dari hasil analisis skk/dskk diketahui bahwa terdapat 4
hari yang menunjukkan nilai kurang dari −1 yaitu DOY
342, 343, 347, dan 356. Setelah dianalisis secara spasial,
perubahan skk/dskk yang nilainya semakin membesar
hanya ditunjukkan oleh DOY 356 namun DOY 342, 343,
347 tidak menunjukkan hal yang serupa (Gambar 10),
sehingga diketahui bahwa DOY 356 merupakan
prekursor gempa bumi terdeteksi dan 342, 343, dan 347
bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi.
92 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Gambar 7. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 6.5 DOY 35. Dari hasil pengolahan dapat dilihat bahwa semakin menjauh
dari episenter gempa maka nilai skk/dskk semakin besar, meskipun terdapat beberapa stasiun yang tidak semakin membesar, karena
secara dominan menunjukkan pola menurun maka dapat dikonfirmasi bahwa DOY 35 menunjukkan adanya prekursor gempa, namun
DOY 36, 39, 42 tidak menunjukkan pola yang sama, dan belum dapat disimpulkan sebagai prekursor gempa.
Gambar 8. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 7.4 DOY 287. Dari gambar diatas terlihat adanya trend yang semakin
membesar meskipun beberapa stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang tidak lebih kecil, namun karena nilai
skk/dskk stasiun-stasiun ini jauh dibawah -1 maka dapat dikatakan pada DOY 287 merupakan prekursor gempa, sedangkan DOY 284
dan 286 bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
93
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Gambar 9. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 8,4 DOY 242, terlihat adanya trend yang semakin membesar
meskipun ada satu stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang tidak mengecil, namun karena
trend-nya terlihat jelas semakin membesar maka dapat dikatakan DOY 242 merupakan prekursor gempa, begitu pula
dengan DOY 239.
Gambar 10. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 9,1 DOY 356. Dari gambar terlihat adanya trend yang semakin
membesar meskipun ada stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang tidak mengecil, namun karena trend-nya
terlihat jelas semakin membesar maka dapat dikatakan pada DOY 56 merupakan prekursor gempa, namun DOY 342, 343, 347, bukan
merupakan prekursor gempa terdeteksi.
94 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content
(TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian identifikasi prekursor ini dapat
diambil kesimpulan bahwa dari kelima magnitudo gempa
yang dilakukan analisis hanya 4 skala magnitudo yang
menunjukkan adanya anomali yaitu dari skala 6 hingga
skala 9, sedangkan gempa dengan magnitudo 5 tidak
menunjukkan anomali pada perhitungan dengan teknik
korelasi. Dari beberapa anomali yang diperoleh dari hasil
analisis dengan menggunakan teknik korelasi tidak
semuanya menunjukkan prekursor gempa bumi
terdeteksi. Hal ini didukung melalui analisis spasial, di
mana hanya terdapat 1 atau 2 hari pada masing-masing
gempa yang merupakan prekursor gempa bumi
terdeteksi.
Pada gempa M 6,5 Kepulauan Mentawai region
terdapat satu hari yang merupakan prekursor gempa bumi
terdeteksi yaitu DOY 35. Pada M 7,4 Simeulue, Indonesia
terdapat satu hari prekursor gempa terdeteksi pada DOY
287. Pada M 8,4 southern Sumatra terdapat dua hari
prekursor gempa bumi terdekteksi yaitu DOY 239 dan
242. Dan terakhir M 9,1 off the west coast of northern
Sumatra terdapat satu hari gempa bumi terdeteksi yaitu
pada DOY 356.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Earth Observatory of Singapore yang telah menyediakan
data SuGAr dan kepada Center of Orbit Determination in
Europe (CODE) serta National Aeronautics and Space
Adsministration (NASA) selaku penyedia data IGS dan
precise ephimeris serta United States Geological Survey
(USGS) sebagai penyedia data gempa sehingga dapat
berlangsungnya penelitian ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Gopi Krishna Seemala atas
program GPS-TEC analysis application yang membantu
penulis untuk menyelesaikan pemrosesan data.
PUSTAKA [1] Muslim, B, Effendi, J, Aldrian, E, Fakhrizal, Sunari, B &
Angg, Pengembangan Sistem Monitoring Gelombang
Ionosfer Terkait Gempa Bumi Menggunakan Data GPS
(GPSIONOQUAKE), Prosiding Seminar Nasional Sains
Atmosfer dan Antariksa (SNSAA) Bandung, 2014.
[2] Pulinets, Sergey & Boyarchuk, Kirill, Ionospheric
Precusors of Earthquake, Springer, Heidelberg, 2003.
[3] Liu, J.Y., Tsai, H.F., and Jung, T.K., Total electron
content obtained by using the global positioning system,
J. Terr. Atmos. and Oceanic Sci. (TAO), 7(1), 1996, pp.
107-117.
[4] Ya'aqob, N., Abdullah, M., dan Ismail, M., Determination
of GPS total electron content using single layer model
(SLM) ionospheric mapping function, International
Journal of Computer Science and Network Security, vol.
8, 2008, pp. 154-160.
[5] Muslim B., Sunantyo, A., Djawahir, Sumaryo, Ma'ruf B.,
Atunggal, D., Lestari, D., "Komputasi TEC Ionosfer dari
Data GNSS CORS GMU1 Jurusan Teknik Geodesi
UGM", Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan
dan Aplikasinya di Indonesia, Teknik Geodesi Univesitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010.
[6] Jianyong, L, Guojie, M, Xinzhao, Y, Rui, Z, Hongbo, S &
Han, Y, Ionospheric total electron content disturbance
associated with May 12, 2008, Wenchuan Eartquake,
Journal of Geodesy and Geodynamics, vol. 6, 2015, pp.
126-131
[7] Sugiura, M., and Chapman, S., The Average Morphology
of Geomagnetic Storms with Sudden Commencement,
Sondernheft Nr.4, Göttingen, 1960.
[8] Widarto, Djedi, Pemetaan Total Electron Content di
Lapisan Ionosfer Menggunakan data Global Positioning
System: Tinjauan Teori, Pusat Penelitian Geoteknologi-
LIPI, Bandung, Jurnal Geofisika, 2005, pp. 32 – 37.
[9] Muslim, B., Pengujian Teknik Autokorelasi Untuk
Mendeteksi Pengaruh Aktivitas Gempa Bumi Besar Pada
Ionosfer. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara, 2015.
TANYA JAWAB
Anonim
Benang merah antara nilai TEC terhadap perkusor
gempa?
Bagaimana gempa dapat berpengaruh hingga ke
ionosfer?
Bagaimana hubungan antara lokasi episentrum gempa
terhadap posisi receiver GPS?
Adidas GS, UGM
Jawaban sekaligus mencakup pertanyaan ke 2.
Adanya emisi gas radon yang mengandung ion-ion
positif ke ionosfer menyebabkan berkurangnya
kandungan elektron. Ditambahkan oleh bapak Buldan
Muslim adanya fenomena positif hole diffusion di
mana partikel-partikel bermuatan positif ada pada
batuan yang terdifusi hingga kepermukaan.
Dianalisis hubungan perubahan anomali pada
beberapa receiver GPS terhadap jarak. Jika nilai
anomali semakin membesar maka dapat dikatakan
sebagai perkusor gempa.