Identifikasi Masalah Haji

10
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta Pusat KERTAS KERJA PENGIDENTIFIKASIAN MASALAH Renstra BPK serta Kebijakan Badan tentang Pemeriksaan Kinerja Hasil pemeriksaan kinerja BPK kerap menjadi referensi publik di media massa. Kondisi ini menguatkan semangat BPK untuk melakukan perunahan paradigma pemeriksaan dari hanya sekedar suatu keharusan menjadi suatu kebutuhan untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil dan makmur. Pemeriksaan kinerja meliputi aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas program dan kegiatan pemerintah. Tujuan Strategis BPK diantaranya mewujudkan pemeriksaan yang bermutu untuk menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Untuk itu ditetapkan sasaran strategis diantaranya meningkatkan fungsi manajemen pemeriksaan. Sebagai indikator hasil kinerja utama dalam mengukur pencapaian Renstra 2011-2015 adalah Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan Misi, Tujuan dan Tupoksi Ditjen PHU Misi dari Ditjen PHU adalah meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Tugas Ditjen PHU merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah. Ditjen PHU menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan umrah; dan e. Pelaksanaan administrasi DIrektorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. 1 Indeks KKP No. A Audit Atas Kinerja Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432H/2011M oleh AKN V Periode Pemeriksaan : 2012 Dibuat oleh : VH Direviu oleh : Zt Disetujui oleh : AM

Transcript of Identifikasi Masalah Haji

Page 1: Identifikasi Masalah Haji

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta Pusat

KERTAS KERJA PENGIDENTIFIKASIAN MASALAH

Renstra BPK serta Kebijakan Badan tentang Pemeriksaan KinerjaHasil pemeriksaan kinerja BPK kerap menjadi referensi publik di media massa. Kondisi ini menguatkan semangat BPK untuk melakukan perunahan paradigma pemeriksaan dari hanya sekedar suatu keharusan menjadi suatu kebutuhan untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil dan makmur.Pemeriksaan kinerja meliputi aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas program dan kegiatan pemerintah. Tujuan Strategis BPK diantaranya mewujudkan pemeriksaan yang bermutu untuk menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Untuk itu ditetapkan sasaran strategis diantaranya meningkatkan fungsi manajemen pemeriksaan. Sebagai indikator hasil kinerja utama dalam mengukur pencapaian Renstra 2011-2015 adalah Jumlah LHP Kinerja yang diterbitkan

Misi, Tujuan dan Tupoksi Ditjen PHUMisi dari Ditjen PHU adalah meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.

Tugas Ditjen PHU merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah.

Ditjen PHU menyelenggarakan fungsi :a. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;b. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;c. Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang penyelenggaraan haji

dan umrah;d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan umrah; dan e. Pelaksanaan administrasi DIrektorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Peraturan terkait Penyelenggaraan Ibadah HajiUU 34 Tahun 2009 jo UU 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah HajiPeraturan Presiden No.28 Tahun 2010 tentang Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi Pengawas Haji IndonesiaPMA No.11 Tahun 2010 tentang kriteria penggunaan sisa kuota haji nasionalPMA No.1 Tahun 2008 jo PMA No. 15 Tahun 2006 tentang Pendaftaran HajiPMA No.6 Tahun 2010 tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran Jemaah Haji

1

Indeks KKP No. AAudit Atas Kinerja Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432H/2011M oleh AKN V

Periode Pemeriksaan : 2012Dibuat oleh : VH

Direviu oleh : Zt

Disetujui oleh : AM

Page 2: Identifikasi Masalah Haji

KMA No.396 Tahun 2003 jo KMA No.371 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Keputusan Dirjen PHU Nomor D/54 Tahun 2010 tentang Visi Misi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah;

. Keputusan Dirjen PHU Nomor D/55 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2010 – 2014.

. Keputusan Dirjen PHU Nomor D/239 Tahun 2010 tentang Strategi Pencitraan Penyelenggaraan Ibadah HajiKeputusan Dirjen PHU ttg Manasik …..Ta’limatul Haj

Laporan pemeriksaan dari pemeriksa sebelumnya (LHP Kinerja Pendahuluan Pemantauan Haji 1432H)

Berdasarkan hasil pengamatan atas penyelenggaraan ibadah haji tahun 1432H baik di tanah air yaitu di embarkasi maupun di Arab Saudi yaitu di Mekah, Madinah dan Jeddah, BPK mengidentifikasi risiko-risiko signifikan berikut yang dapat mengganggu pelayanan kepada jemaah haji.

1. Rendahnya efisiensi dan akurasi pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji pra-embarkasi yaitu saat melakukan pemeriksaan di Puskesmas untuk mengisi Buku Kesehatan Haji. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan deteksi kondisi kese-hatan sebenarnya jemaah haji sehingga dapat diambil langkah-langkah preventif oleh petugas kloter dan BPHI di Arab Saudi, sehingga dapat menekan tingginya jumlah jemaah haji yang sakit dan meninggal di Arab Saudi;

2. Naiknya persentasi kloter yang mengalami keterlambatan pada saat kepulangan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu untuk tahun 1432 H sebesar 35 % sedangkan untuk tahun 1431 H sebesar 25%;

3. Tidak adanya standarisasi kualitas dan harga perumahan di Mekah yang menimbulkan rasa ketidakadilan dalam pelayanan bagi jemaah haji;

4. Masih banyaknya perumahan baik di Madinah maupun Mekkah yang memiliki luas rata-rata ruang per jemaah dibawah luas yang diatur dalam Taklimatul Hajj seluas 4M2;

5. Masih banyaknya pelanggaran oleh penyedia katering pada saat pelaksanaan wukuf dan mabit di Arafah dan Mina, seperti keterlambatan penyediaan makanan dan diare akibat keracunan makanan;

6. Belum dilibatkannya Kementerian Kesehatan dalam proses persiapan sewa perumahan jamaah dan pemilihan perusahaan katering bersama Kementerian Agama berpotensi timbulnya masalah kelayakan sanitasi atas rumah yang disewa dan kondisi katering yang ditunjuk;

7. Kurang memadainya pengelolaan obat dan alkes berisiko adanya pemborosan;8. Tidak adanya kelembagaan permanen bidang kesehatan haji di Arab Saudi

beresiko ketidakjelasan pengelolaan keuangan dan aset kesehatan di Arab Saudi;Belum adanya kebijakan Pemerintah yang mengatur pengendalian kepada jemaah haji non kuota menimbulkan risiko timbulnya jemaah haji yang terlantar dan mengganggu pelayanan PPIH kepada jemaah haji regular;

Dari risiko yang telah teridentifikasi, berikut adalah beberapa area kunci (key area) yang dapat digunakan untuk pemeriksaan kinerja yang lebih mendalam:

1. Proses pencarian perumahan dan pelayanan perumahan di Mekah dan Madinah;

2. Pelayanan Katering di Arafah dan Mina;3. Pelayanan Kesehatan di Arab Saudi.

2

Page 3: Identifikasi Masalah Haji

Rencana Strategis berkaitan dengan Peningkatan Mutu Penyelenggaraan Haji Potensi yang dapat mendukung upaya peningkatan mutu penyelenggaraan ibadah haji, antara lain:

a. Tersedianya peraturan perundang-undangan seperti UU Nomor 13 Tahun 2008 yang menjadi acuan bagi upaya peningkatan kualitas pembinaan, pelayanan, dan perlindungan bagi jemaah haji

b. Setoran awal BPIH dapat dimanfaatkan untuk mendukung penyelenggaraan haji, sehingga lebih bermanfaat bagi jemaah haji dan kesejahteraan umat. Untuk itu diperlukan undang-undang yang mengatur pengelolaan dana haji yang memberikan peluang investasi dan jaminan keuangan

c. Tingginya peran masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji yang direpresentasikan melalui berkembangnya Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Dengan peran tersebut diharapkan terjadi peningkatan pelayanan bagi calon jamaah haji. Di samping itu juga terdapat peran serta Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas perjalanan ibadah umrah

d. Jaringan teknologi informasi yang berkembang pesat menjadi potensi penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan penyelenggaraan haji. Perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai media efektif dan efisien dalam peningkatan kualitas berbagai bidang pelayanan

Permasalahan yang dapat menghambat upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan haji, antara lain:

a. Belum tersedianya peraturan perundang-undangan yang merupakan turunan dan petunjuk teknis pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, misalnya mengani ketentuan yang mengatur tata cara pengangkatan dan pemberhentian Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), sistem pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU), dan pengelolaan dana haji.

b. Masih lemahnya kontrol dan penarapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO), khususnya berkaitan dengan pelayanan pendaftaran, akomodasi, transportasi, katering, bimbingan, kesehatan, keamanan, dan perlindungan jamaah.

c. Pola rekruitmen dan pelatihan petugas haji belum sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pelayanan.

d. Pelayanan penyelenggaraan haji belum sepenuhnya memperhatikan profil jamaah yang beragam dari segi latar belakang usia, pendidikan, etnis, bahasa dan budaya.

e. Kebijakan penyelenggaraan ibadah haji pemerintah Arab Saudi melalui Ta’limatul Hajj seringkali tidak konsisten. Kondisi ini menjadi kendala bagi pemerintah karena terbentur oleh keputusan dan kebijakan sepihak pemerintah Arab Saudi.

f. Perbedaan kondisi geografis, sosial budaya, adat istiadat, dan bahasa merupakan kendala tersendiri bagi petugas haji.

Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah HajiLangkah-langkah perbaikan yang telah dilaksanakan:

a. Pendaftaran dengan prinsip first come first served. Sistem ini telah dapat memberikan kepastian keberangkatan pada calon jemaah dan terpenuhinya rasa keadilan

b. Merubah struktur komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) menjadi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Dengan sistem ini, jemaah haji hanya membayar komponen biaya langsung,

3

Page 4: Identifikasi Masalah Haji

sedangkan komponen biaya tidak langsung dibebankan pada APBN dan hasil atau manfaat dari dana setoran awal jemaah haji. Laporan BPIH disusun tepat waktu dan neraca keuangannya disampaikan kepada masyarakat luas melalui media massa nasional.

c. Meningkatkan bimbingan jemaah haji melalui penambahan frekuensi bimbingan dari yang semula tiga kali di tingkat Kabupaten/Kota menjadi empat kali dan di KUA Kecamatan sebanyak sepuluh kali, empat kali di tingkat Kabupaten/Kota. Dua kali untuk daerah yang masih memerlukan tambahan bimbingan

d. Peningkatan layanan embarkasi dengan menambah dua embarkasi baru yaitu: embarkasi Palembang dan Padang, serta satu embarkasi transit di Gorontalo. Peningkatan layanan embarkasi juga dilakukan dalam bentuk peningkatan kualitas pelayanan katering, akomodasi, dokumen perjalanan, dan dukungan operasional PPIH embarkasi.

e. Melakukan pembenahan kelembagaan dalam rangka terlaksananya keseimbangan antara beban tugas dan organisasi melalui pembentukan struktur organisasi tersendiri, yaitu Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang semula Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji pada tahun 2006. Disamping itu, dilakukan pula pembinaan kelembagaan di Arab Saudi dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis Satuan Kerja Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yaitu Kantor Misi Haji Indonesia di Arab Saudi pada tahun 2009.

f. Mengembangkan sistem manajemen mutu penyelenggaraan haji sebagai upaya rintisan untuk memperoleh sertifikasi ISO 9001: 2008 yang diharapkan dapat diperoleh pada tahun 2010. Di samping itu, dilakukan pula rintisan optimalisasi pengelolaan dana haji yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi jemaah haji dan bangsa Indonesia.

g. Beberapa peningkatan pelayanan dan pembenahan di Arab Saudi antara lain: (1) mengubah sistem pemondokan di Arab Saudi dari sistem subsidi silang menjadi sistem proporsional. Dengan perubahan ini dapat mendekatkan prinsip keadilan karena jemaah haji membayar pemondokan sesuai dengan yang dihuni; (2) menghapus biaya pelayanan umum (khadamat) kepada Muassasah/Maktab yang tidak jelas pemanfaatannya; (3) semenjak tahun 2005 telah disediakan katering selama jemaah haji berada di Madinah.

h. Penyatuan tiga asosiasi penyelenggara ibadah haji khusus, yaitu Asosiasi Muslim Penyelenggara Umrah dan Haji (AMPUH), Penyelenggaraan Perjalanan Umrah dan Haji (AMPPUH), dan Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji (SEPUH) menjadi Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) pada tahun 2006. Dengan penyatuan ini dapat meningkatkan pelayanan dan nilai tawar Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) terhadap unit-unit pelayanan di Arab Saudi.

i. Peningkatan kualitas petugas haji melalui rekrutmen berbasis kompetensi dan psikotes, serta pelatihan secara intensif untuk memperoleh petugas yang profesional dan dedikatif.

j. Penghapusan fasilitas menunaikan ibadah haji bagi pejabat, tokoh masyarakat, pimpinan organisasi kemasyarakatan, dan unsur lainnya, yang pada dasarnya biaya penyelenggaraan haji hanya diperuntukkan bagi jemaah haji.

k. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan ibadah haji, antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 dan tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang.

Beberapa dampak positif dari langkah-langkah pembenahan tersebut di atas antara lain pembinaan yang makin meningkat, pelayanan yang semakin baik, adanya perlindungan dan rasa adil bagi jemaah, serta peningkatan manajemen penyelenggaraan haji khususnya di bidang organisasi, tatalaksana, SDM dan

4

Page 5: Identifikasi Masalah Haji

pengelolaan BPIH yang lebih transparan dan akuntabel.

Struktur Organisasi yang terlibat dalam Penyelenggaraan Ibadah HajiSusunan organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah terdiri atas:a. Sekretariat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah;b. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah;c. Direktorat Pelayanan Haji; dand. Direktorat Pengelolaan Dana Haji.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji di tingkat pusat, di daerah yang memiliki embarkasi dan di Arab SaudiPetugas yang menyertai Jemaah Haji :Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI)Tim Pembimbing Ibadah Haji IndonesiaTim Kesehatan Haji IndonesiaTim Pemandu Haji DaerahTim Kesehatan Haji Daerah

5

Page 6: Identifikasi Masalah Haji

Anggaran yang dikelola dalam penyelenggaraan Haji 1432 H/2012 M

Uraian31 Desember 2011 (Unaudited)

%31 Desember

2011 (Audited)Anggaran Realisasi

Pendapatan BPIH

Pendapatan BPIH-Biasa 6.423.940.000.000 6.153.771.476.361 95,79 5.924.516.456.189

Pendapatan BPIH-Khusus 52.350.000.000 50.781.788.412 97,00 73.055.820.264

Jumlah Pendapatan BPIH 6.476.290.000.000 6.204.553.264.773 95,80 5.997.572.276.453

Pendapatan pemanfaatan

setoran awal

1.417.376.072.106 1.390.013.310.409 98,07 1.045.948.858.815

Pendapatan lain-lain 0 65.505.218.405 0 35.911.914.420

Jumlah Pendapatan 7.893.666.072.106 7.660.071.793.587 97,04 7.079.433.049.688

Beban 7.815.697.965.465 7.617.218.005.877 97,46 6.945.078.057.508

Jumlah Beban 7.815.697.965.465 7.617.218.005.877 97,46 6.945.078.057.508

Surplus (defisit) tahun

berjalan

77.968.106.641 42.853.787.710 54,96 134.354.992.180

Key Performance Indicator yang digunakan entitas dalam menilai kinerja:SOP Penyelenggaraan Ibadah Haji (Standar Pengendalian Mutu Manajemen Penyelenggaraan Haji ISO 9001:2008) :Catatan auditor atas :A. Proses penyelenggaraan catering di Arab Saudi :

1. Pada proses pembentukan tim penyewaan pemondokan dan pengadaan catering belum melibatkan ahli gizi untuk menu danpetugas dari Kementerian Kesehatan untuk menilai kondisi dan fasilitas dapur agar sesuai dengan aturan Kemenkes ttg Kebersihan dapur catering. Tim terdiri dari Kemenag Pusat dan KJRI;

2. Dalam proses seleksi kelengkapan administrasi pengalaman melayani 5.000 orang perlu dilampiri surat referensi dari klien sebelumnya dan dikonfirmasi;

3. Dalam melakukan peninjauan lapangan dapur catering, tim tidak didampingi dari Kementerian Kesehatan, supaya standar kebersihan dapur catering sesuai dengan Kepmenkes 715 Tahun 2003;

4. Tidak ada proses negoisasi harga (perlu diklarifikasi lebih jauh);5. Pola penyajian menu untuk Armina secara prasmanan terbatas, padahal

sesuai pedoman penyewaan perumahan dan pengadaan catering haji 1432 H/2011 M adalah dengan box.

Hasil evaluasi terhadap programHasil Rakernas Evaluasi Haji 1431 H/2010 tanggal 26 s.d 28 Januari 2011 (Data terlampir)

1. Berisi hal-hal yang dinilai merupakan kekurangan dan kelebihan pada pelaksanaan haji tahun sebelumnya;

2. Usulan Ditjen PHU atas rencana penyelenggaraan haji Tahun 1432 H/2011 M.

6

Page 7: Identifikasi Masalah Haji

Hasil diskusi dengan ManajemenBelum dilakukan

Hasil penelaahan informasi dari internet dan media massa berkenaan dengan penyelenggaran Haji 2011

a. Kurangnya sosialisasi dari Kemenag, sehingga masih adanya pemahaman yang keliru dari masyarakat atas proses penyelenggaraan ibadah haji, seperti biaya haji, pelayanan (pendaftaran dan akomodasi haji) dan DAU (penggunaan);

b. Sukses pelaksanaan Haji 2011, walaupun masih ada beberapa kekurangan yaitu jemaah yang kena diare saat di Mina karena makan sayur basi, atas hal ini menteri SDA tidak akan menggunakan perusahaan catering ini pada tahun depan.

c. Wacana moratorium haji. Jumlah pendaftar sudah 1 juta lebih. Saran KPK untuk moratorium. Kekhawatiran penyalahgunaan setoran awal.

d. SISKOHAT sedang diaudit, rencana perbaikan siskohat yang suka lemot, permasalahan siskohat di daerah

OUTPUTGambaran UmumKinerja penyelenggaran haji dari tahun ketahun terus mengalami perbaikan, walaupun selalu saja terjadi masalah di lapangan. Sesuai dengan Program Pemeriksaan dan LHP tahun-tahun sebelumnya, area kunci yang ditetapkan adalah masalah pelayanan haji, yaitu pemondokan, transportasi dan catering. Sehingga hal tersebut yang menjadi focus untuk dilakukan perbaikan oleh Kementerian Agama, walaupun tidak sepenuhnya mengabaikan perbaikan pada masalah pembinaan dan perlindungan bagi jamaah haji. Perbaikan yang telah dilakukan diantaranya telah diakuinya Standar Pelayanan Minimum Haji oleh ISO 9001:2008. Beberapa embarkasi dan Kankemenag telah mencoba untuk menerapkan SPM tersebu.

Pelayanan jemaah haji meliputi pemondokan, transportasi dan ketering di Arab Saudi dan embarkasi.Ketentuan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pengelola pemondokan, transportasi dan ketring telah diatur dalam ta’limatul haj, kontrak dan aturan terkait lainnya. Termasuk juga ketentuan tentang pembinaan bagi jemaah haji.

Hasil Reviu Peraturan perundang-undanganyang relevan dengan tupoksi entitasBelum tersedianya peraturan perundang-undangan yang merupakan turunan dan petunjuk teknis pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, misalnya :

a. Ketentuan yang mengatur tata cara pengangkatan dan pemberhentian Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) baru dalam Perpres, No.28 Tahun 2010 yang tidak rinci menjelaskan tugas dan fungsi KPHI,

b. Sistem pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU), dan pengelolaan dana haji.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja EntitasPenyelenggaraan haji meliputi unsur kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan. Kebijakan menjadi tanggungjawab pemerintah, pelaksanaan dapat dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat, sedangkan pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab KPIH.

7

Page 8: Identifikasi Masalah Haji

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja Kementerian Agama dalam melaksanakan kegiatan tersebut :

a. Kondisi jemaah haji yang berasal dari berbagai kultur budayab. Lokasi pelaksanaan di Indonesia dan di Arab Saudi;c. SDM yang terlibat dalam pelaksanaan tidak hanya orang Indonesia tetapi juga

pengusaha Arab Saudid. Peraturan yang diterapkan tidak hanya aturan Pemerintah Indonesia namu

juga aturan Pemerintah Arab Saudi

Kesimpulan

Beberapa masalah yang teridentifikasi untuk menjadi perhatian :

a. Rendahnya efisiensi dan akurasi pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji pra-embarkasi yaitu saat melakukan pemeriksaan di Puskesmas untuk mengisi Buku Kesehatan Haji. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan deteksi kondisi kese-hatan sebenarnya jemaah haji sehingga dapat diambil langkah-langkah preventif oleh petugas kloter dan BPHI di Arab Saudi, sehingga dapat menekan tingginya jumlah jemaah haji yang sakit dan meninggal di Arab Saudi;

b. Naiknya persentasi kloter yang mengalami keterlambatan pada saat kepulangan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu untuk tahun 1432 H sebesar 35 % sedangkan untuk tahun 1431 H sebesar 25%;

c. Tidak adanya standarisasi kualitas dan harga perumahan di Mekah yang menimbulkan rasa ketidakadilan dalam pelayanan bagi jemaah haji;

d. Masih banyaknya perumahan baik di Madinah maupun Mekkah yang memiliki luas rata-rata ruang per jemaah dibawah luas yang diatur dalam Taklimatul Hajj seluas 4M2;

e. Masih banyaknya pelanggaran oleh penyedia katering pada saat pelaksanaan wukuf dan mabit di Arafah dan Mina, seperti keterlambatan penyediaan makanan dan diare akibat keracunan makanan;

f. Belum dilibatkannya Kementerian Kesehatan dalam proses persiapan sewa perumahan jamaah dan pemilihan perusahaan katering bersama Kementerian Agama berpotensi timbulnya masalah kelayakan sanitasi atas rumah yang disewa dan kondisi katering yang ditunjuk;

g. Kurang memadainya pengelolaan obat dan alkes berisiko adanya pemborosan;h. Tidak adanya kelembagaan permanen bidang kesehatan haji di Arab Saudi

beresiko ketidakjelasan pengelolaan keuangan dan aset kesehatan di Arab Saudi;i. Belum adanya kebijakan Pemerintah yang mengatur pengendalian kepada

jemaah haji non kuota menimbulkan risiko timbulnya jemaah haji yang terlantar dan mengganggu pelayanan PPIH kepada jemaah haji regular;

j. Pembinaan meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagi jemaah haji berupa man-asik haji dan/atau materi lainnya baik di tanah air, diperjalanan maupun di Arab Saudi. Jamaah tidak pernah mempermasalahkan atau mempertanyakan sah/tidaknya ritual haji yang dilakukan kepada para pembimbingnya, namun lebih mempermasalahkan kondisi pemondokan, transportasi dan catering. Masih banyak pembimbing haji yang bersuara keras pada saat melakukan tawaf atau sa’i saat membimbing jamah di Mekah. Hal ini menunjukkan jamah belum mandiri.

Walaupun Kemenag mengklaim telah memiliki Standar Pelayanan yang diakui ISO 9001:2008, namun pada prakteknya masih ditemukan berbagai kelemahan yang mengganggu pelayanan kepada jemaah haji.

8

Page 9: Identifikasi Masalah Haji

9