Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

download Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

of 66

Transcript of Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    1/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-1

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    BAB 1 METODOLOGI

    1.1 METODE IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWAData banjir yang berhasil dikumpulkan berupa data sekunder dari instansi-

    instansi terkait. Data sekunder mengenai banjir yang terjadi di Pulau Jawa

    diperoleh antara lain dari:

    a) Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah melalui Pusat Data

    Sumber Daya Air (Water Resources Data Center WRDC).

    b) Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

    c) Dinas-dinas Pengembangan Sumber Daya Air di daerah-daerah.

    d) Proyek-proyek Induk Wilayah Sungai.

    e) Balai-balai Pengelolaan Sumber Daya Air dan lain lain.

    Dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah diperoleh 2 macam data

    banjir. Yang pertama dalam bentuk peta yang diberi nama Peta Sebaran Lokasi

    Rawan Banjir. Di dalam peta tersebut termuat data-data banjir sebagai berikut:

    a) Luas genangan (ha).

    b) Tinggi genangan (m).

    c) Lama genangan (jam).

    Bentuk data kedua yang diperoleh dari Departemen Permukiman dan Prasarana

    Wilayah adalah tabulasi data mengenai kejadiaan banjir dan tanah longsor yang

    terjadi di Pulau Jawa untuk periode 2001/2002 dan 2002/2003. Dari tabulasi data

    tersebut dapat diperoleh informasi mengenai banjir yang terjadi meliputi:

    a) Waktu kejadian.

    b) Lokasi kejadian.

    c) Dampak terhadap manusia (meninggal, hilang, mengungsi).

    d) Dampak terhadap sarana dan prasarana (tergenang, rusak, roboh, hanyut).

    e) Upaya penanggulangan.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    2/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-2

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup diperoleh peta daerah rawan banjir

    yang didefinisikan berdasarkan kriteria-kriteria antara lain: curah hujan, jenis

    tanah, formasi batuan dan tata guna lahan.

    Dari data-data tersebut maka akan diperoleh informasi mengenai banjir yang

    pernah terjadi di Pulau Jawa baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

    Sedangkan untuk dapat mengatasi banjir yang mungkin akan terjadi di masa

    yang akan datang data tersebut masih perlu dianalisis, dibandingkan dan dicek

    ulang dengan keadaaan di lapangan.

    1.2 INVENTARISASI DATA KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIRUntuk memperhitungkan ketersediaan dan kebutuhan air, data dan informasi

    yang dapat diperoleh sangat menentukan keakuratan hasil yang hendak dicapai,

    baik data hidrologi (curah hujan, muka air sungai, debit) pada suatu pos hidrologi

    maupun data topografi (peta, luas DAS, kemiringan dll), serta data-data

    pendukung lain untuk memperhitungkan pemanfaatan air baik dari sisi

    sumberdaya air, tata guna lahan/penataan ruang, data jumlah dan penyebaran

    penduduk, pertanian, peternakan, industri dan lain-lain.

    Pengumpulan data penunjang untuk perhitungan ketersediaan dan kebutuhan air

    ini hanya meliputi data sekunder, sedangkan data primer sebatas diperlukan

    untuk pengecekan lapangan di lokasi-lokasi tertentu untuk penempatan

    bangunan-bangunan pengambilan air utama. Selain pengumpulan data di balai-

    balai PSDA juga dilakukan wawancara dengan para pelaksana operasional di

    balai-balai tersebut guna mendukung perolehan informasi kondisi wilayah

    sungai.

    Secara rinci peta-peta yang dikumpulkan untuk melakukan perhitungan

    ketersediaan dan kebutuhan air meliputi:

    1. Peta TopografiPeta topografi dapat diperoleh dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei

    dan Pemetaan Nasional). Ada 2 macam peta topografi yang diperoleh. Yang

    pertama adalah peta dengan skala 1 : 250.000 dalam format digital,

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    3/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-3

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    sedangkan yang kedua adalah peta dengan skala 1 : 25.000 dalam format

    cetakan/hard copy. Peta ini menjadi peta dasar dalam pekerjaan ini. Dengan

    acuan peta ini dilakukan pelacakan terhadap semua daerah aliran sungai

    (DAS) untuk setiap sungai yang ada di Pulau Jawa dan Madura sesuai

    dengan letak geografis dan kontur ketinggian di DAS tersebut. Selanjutnya

    dari data hasil pelacakan DAS ini disusun tabulasi data numeris yang berisi

    luasan setiap kabupaten yang termasuk dalam suatu DAS dan juga luasan

    DAS yang termasuk dalam suatu kabupaten.2. Peta Cekungan Air Tanah

    Peta cekungan air tanah dapat diperoleh dari Direktorat Tata Lingkungan

    Geologi dan Kawasan Pertambangan, Departemen Energi dan Sumber Daya

    Mineral. Peta ini disusun berdasarkan SK Men ESDM No. 716

    K/40/MEM/2003. Dalam peta dengan skala 1 : 250.000 ini digambarkan

    cekungan-cekungan air tanah yang ada di Pulau Jawa beserta dengan

    jumlah aliran air tanah untuk tiap cekungannya, baik itu aliran air tanah bebas

    maupun aliran air tanah tertekan. Dari peta ini dapat diperhitungakan jumlah

    air tanah yang dapat dieksplorasi oleh suatu daerah dengan luasan tertentu.

    3. Peta PrasaranaPeta prasarana diperoleh dari Departemen Permukiman dan Prasarana

    Wilayah. Berhasil diperoleh peta prasarana dalam tingkat propinsi dan

    kabupaten untuk wilayah di seluruh Pulau Jawa dan Madura. Dalam peta

    tersebut dicantumkan prasarana-prasarana utama yang terdapat di suatu

    kabupaten maupun propinsi termasuk juga prasarana sumberdaya air yang

    meliputi bendung, bendungan, embung, maupun waduk. Dengan bantuan

    peta ini dapat ditentukan titik-titik pengambilan dengan lebih tepat sesuai

    dengan kondisi di lapangan.

    4. Peta Daerah Irigasi dan Batas Wilayah SungaiPeta daerah irigasi dan batas-batas WS diperoleh dari Pusat Data

    Sumberdaya Air (Water Resources Data Center-WRDC) Departemen

    Permukiman dan Prasarana Wilayah. Dari peta ini kita dapat mengetahui

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    4/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-4

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    sebaran-sebaran daerah irigasi di seluruh Pulau Jawa dan Madura sehingga

    dapat kita ketahui pula daerah-daerah pertanian dengan tingkat kebutuhan

    air yang tinggi yang memerlukan perhatian khusus karena sangat rawan

    terhadap bencana kekeringan. Dari batas-batas wilayah sungai akan kita

    ketahui pengelola sumberdaya air pada suatu wilayah sungai tertentu berikut

    dengan batas wilayah tugasnya.

    5. Peta Tata Guna Lahan dan Penutupan LahanData tata guna lahan dan penutupan lahan sangat penting sifatnya dalam

    melakukan analisis terhadap kejadian banjir dan kekeringan. Agar data tata

    guna lahan dan penutupan lahan ini benar-benar sesuai dengan keadaan

    Pulau Jawa dan Madura saat ini maka data ini dianalisis dari citra satelit

    Landsat ETM-7 yang diperoleh dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa

    Nasional (LAPAN) maupun dari Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN)

    Departemen Kehutanan. Citra satelit tersebut diinterpretasi sehingga

    dihasilkan peta tata guna lahan dan penutupan lahan.

    6. Peta AdministrasiPeta batas-batas wilayah administrasi diperoleh dari Badan Pusat Statistik

    (BPS). Dengan peta ini maka diperoleh batas-batas wilayah yang

    administrasi sesuai dengan perkembangannya sampai dengan tahun 2003.

    Batas-batas ini sangat berguna karena kebijakan biasanya lebih mudah

    dilaksanakan apabila dibuat sesuai dengan wilayah administrasi yang jelas

    Sedangkan data-data sekunder pendukung lainnya yang dikumpulkan meliputi:

    1. Data Iklim dan Curah HujanData iklim meliputi data temperatur, kelembaban, kecepatan angin,

    penyinaran matahari dan evaporasi yang umumnya tersedia di BMG (Badan

    Meteorologi dan Geofisika) yang memiliki banyak stasiun pengamatan iklim

    yang tersebar di seluruh Pulau Jawa dan Madura. Data curah hujan selain

    dapat dikumpulkan dari BMG dapat juga dikumpulkan dari Dinas Pengairan

    dan atau Balai Penyuluh Pertanian. Selain itu tiap balai PSDA biasanya

    memiliki bagian hidrologi yang juga mengadakan pengamatan curah hujan.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    5/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-5

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Data iklim minimal dengan seri data 5 tahun terakhir dan data hujan dengan

    seri data minimal 25 tahun pengamatan.

    2. Data Debit Aliran SungaiData debit sungai-sungai yang tersebar di sepanjang Pulau Jawa dan

    Madura dapat diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Sumberdaya Air (Pusair) Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

    yang mengelola jaringan pos pengamatan muka air sungai-sungai di Jawa

    dan Madura. Selain itu data tersebut juga dapat diperoleh dari Dinas

    Pengairan maupun Balai PSDA di daerah-daerah. Data debit tersebut dalam

    bentuk softcopyterhitung dari tahun 1991-2003 dalam satuan m3/det. Data ini

    sangat diperlukan untuk menghitung ketersediaan air permukaan. Agar dapat

    dianalisis debit andalannya maka panjang pengamatan minimal adalah 5

    tahun.

    3. Data Pemanfaatan Sumber AirData ini meliputi pemanfaatan sumber air seperti air tanah, air permukaan

    dan air hujan untuk keperluan domestik (air minum dan rumah tangga), non

    domestik (perkantoran, perdagangan, hidran umum), industri, irigasi,

    pertanian, peternakan dan lain sebagainya.

    4. Data Potensi Air TanahData ketersediaan air tanah umumnya belum banyak tersedia dan

    memerlukan studi lebih lanjut untuk dapat mengetahui potensi air tanah di

    tiap-tiap daerah. Untuk dapat menyatakan ketersediaan air tanah pada suatu

    daerah maka digunakan peta cekungan air tanah yang sudah diperoleh dari

    Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Kapasitas aliran tertekan

    maupun bebas pada cekungan-cekungan tersebut akan didistribusikan ke

    wilayah-wilayah yang ada di atasnya dengan volume sesuai dengan

    perbandingan luasnya.

    5. Data Potensi DesaUntuk dapat menghitung kebutuhan air pada suatu daerah, maka kita harus

    mengetahui data-data penduduk, industri, pertanian, perikanan dan

    peternakan dari daerah tersebut. Data-data tersebut dapat diperoleh dari

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    6/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-6

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dan Survei Pertanian tahun 2003 yang

    terangkum dalam Data Potensi Desa tahun 2000 dan 2003. Data Potensi

    Desa digital tersusun atas file-file data desa di tiap propinsi. Format asli yang

    disajikan oleh BPS adalah dalam bentuk ASCII (*.txt). Karena banyaknya

    data yang dimuat dalam file ini maka untuk memudahkan pekerjaan dipakai

    softwarebantu analisis statistik SPSS yang berguna untuk mengolah data-

    data Potensi Desa tersebut dengan lebih mudah dan cepat.

    6. Data KependudukanUntuk dapat melakukan proyeksi pertumbuhan kebutuhan air untuk masing-

    masing daerah maka seri data Potensi Desa tahun 2000 dan 2003 masih

    dirasa kurang panjang maka perlu ditambah seri data lagi. Untuk itu

    digunakan data statistik dari Propinsi Dalam Angka yang juga oleh

    dikeluarkan Badan Pusat Statistk (BPS). Buku Propinsi dalam Angka

    menyajikan data statistik dari berbagai sektor yang berasal dari instansi

    pemerintah maupun swasta propinsi yang terkait serta beberapa data dari

    sensus dan survei yang dilakukan oleh BPS. Data Propinsi dalam Angka

    yang dipergunakan adalah tahun 1990, 1995, 2000 dan 2003.

    1.3 INVENTARISASI DATA SEKUNDER LAINNYASelain data-data sekunder diatas ada beberapa data lain yang diperoleh dan

    digunakan dalam pekerjaan. Data-data tersebut sangat membantu dalam

    mengadakan analisis atas permasalahan sumberdaya air yang terjadi di Pulau

    Jawa dan Madura. Data-data pendukung tersebut secara lebih rinci daftarnya

    dapat dilihat pada Tabel 1.1.

    Data-data sekunder penunjang lain tersebut secara umum diperoleh dari

    instansi-instansi pemerintah yang terkait, oleh karena itu dalam pencarian data

    diperlukan surat resmi. Untuk keperluan itu Konsultan mengadakan

    korespondensi dengan instansi-instansi tersebut atas nama Pemilik Pekerjaan

    dengan mengirimkan surat-surat permohonan data. Sudah banyak surat-surat

    permohonan data yang telah terkirim dan macam-macam respon yang telah

    didapatkan.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    7/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-7

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Tabel 1. 1 Daftar Perolehan Data-data Pendukung

    NO Jenis Data Sumber Ket

    1 Data Statistik

    Pengairan (Jawa Timur) Dalam Angka tahun 2003 BappedaProduk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banten 2003 BapedaProduk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banten 2002 BapedaDraft Final Incremental Capital Output Ratio Banten2002

    Bapeda

    Indeks Pembangunan Manusia Banten 2002 Bapeda

    Draft Final Indeks Pembangunan Manusia Banten2003

    Bapeda

    Jakarta 2003 BapedaJakarta 2002 BapedaPenyusunan Data Sosial Ekonomi Daerah (Suseda)2004 Jawa Barat

    Bapeda

    Penyusunan Data Sosial Ekonomi Daerah (Suseda)2003 Jawa Barat

    Bapeda

    Ikthisar Data Pembangunan Jawa Barat 2003 Bapeda

    Ikthisar Data Pembangunan Jawa Barat 2002 BapedaMonografi Jawa Barat 2003 BapedaPesona dan Peluang Jawa Barat Bapeda Digital

    2 Rencana Wilayah

    Rencana Tata Ruang Jawa Tengah dibuat tahun 2002 Bappeda DigitalRencana Strategis Jawa Tengah 20032003 BappedaRencana Tata Ruang Wilayah Jawa Timur 1997/1998-2011/2012

    Bappeda

    Program Pembangunan Daerah Jawa Timur tahun2001-2005

    Bappeda

    Pola Dasar Pembangunan Jangka Panjang Banten2002-2022

    Bapeda

    Rencana Strategis Daerah Propinsi Banten 2002-2006 Bapeda

    Rencana Tata Ruang Banten 2002-2017 BapedaProgram Pembangunan Daerah (PROPEDA) DKIJakarta 2002-2007

    Bapeda

    Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010 BapedaRencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat2003

    Bapeda

    Rencana Strategis Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2007

    Bapeda

    3 Data Bencana

    Prakiraan Musim Kemarau di Indonesia 2004 (+digital)

    B M G

    Daftar Inventarisasi Kerusakan dan PenangananBanjir Balai PSDA Serang Lusi Juana, 2004

    Balai PSDASerang Lusi

    JuanaLaporan Kekeringan Tahun 2004 Dinas PSDA

    Jawa TengahLaporan Kekeringan Tahun 2003 Dinas PSDA

    Jawa TengahPelaporan dan Evaluasi Kejadian Banjir Musim Hujan Dinas PSDA

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    8/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-8

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    NO Jenis Data Sumber Ket

    Tahun 2003-2004 Jawa TengahLaporan Kejadian Banjir Musim Hujan Tahun 2002-2003

    Dinas PSDAJawa Tengah

    Daftar Lokasi Kritis Bangunan Air dan Rawan

    Genangan WS Cimanuk-Cisanggarung 2003 2004

    PIPWS

    Cimanuk-Cisanggarung

    Laporan Daerah Banjir dan Kekeringan WilayahPropinsi Banten Tahun 2003

    Balai PSDABanten

    Data Kekeringan Tahun 2004 PJT IILokasi Bencana Kekeringan Tahun 2003 PJT IIAnalisa Survey Lapangan Pasca Banjir di Blok Cangabdan Blok Cabang Bungin

    PJT II

    4 Air Tanah

    Peta Hidrogeologi (1:100.000) Dalam dan Permukaan;Lokasi: Anyer (1999 & 2000), Serang (1995), Jakarta(1993), Bogor (1994)

    TLGKP Dep.ESDM

    Peta Hidrogeologi (1:250.000); Lokasi: Jakarta (1996),

    Bandung (1983), Semarang (1988).

    TLGKP Dep.

    ESDMPeta Konservasi Air Tanah (1:100.000); Lokasi:Bandung (2000), Jakarta (2000), Semarang (2000),Surabaya (2000)

    TLGKP Dep.ESDM

    Penurunan Tanah; Lokasi: Bandung (Grafik 00-02),Jakarta (Peta 82-97), Semarang (Peta 01-03).

    TLGKP Dep.ESDM

    Hidrograf Muka Air Rata-rata Bulanan; Lokasi:Bandung (Grafik 95-02).

    TLGKP Dep.ESDM

    Pengambilan Air Tanah; Lokasi: Jakarta, Semarang,Bandung (Grafik 1900-2003).

    TLGKP Dep.ESDM

    Laporan Pemantauan Kuantitas dan Kualitas AirTanah; Lokasi: Bandung (2003), Jakarta (2003),Semarang (2003)

    TLGKP Dep.ESDM

    5 Data Kualitas AirLaporan Pemantauan dan Pengujian Kualitas AirSungai Cisadane-Ciliwung Tahun 2001

    Balai PSDACisadane-Ciliwung

    Laporan Akhir Kegiatan Kualitas Air Balai PSDAWilayah Ciliwung-Cisadane Tahun 2003

    Balai PSDACiliwung-Cisadane

    Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai ProyekOperasionalisasi Manajemen DPS dan HidrologiWilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, Tahun 2002

    Balai PSDACiliwung-Cisadane

    Laporan Akhir Analisa Kualitas Air SWS BengawanSolo, 2001

    PPSAPBJratunseluna

    Laporan Akhir Analisa Kualitas Air SWS SerayuCitanduy, 2002

    ProyekHidrologi Jawa

    TengahLaporan Akhir Analisa Kualitas Air SWS Jratunseluna,2001

    PPSAPBJratunseluna

    Laporan Akhir Analisa Kualitas Air SWS BengawanSolo dan SWS Pemali Comal, 1999

    PPSAPBJratunseluna

    Laporan Akhir Analisa Kualitas Air SWS Bengawan PPSAPB

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    9/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-9

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    NO Jenis Data Sumber Ket

    Solo, SWS Sengkareng Sambong, SWS PemaliComal, 1998

    Jratunseluna

    Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Kaligarang,Bengawan Solo, Sengkareng-Sambong, Serang, Bodri

    dan Meduri, 1996

    PPSAPBJratunseluna

    Laporan Tahunan Pemantauan Kualitas Air WSCimanuk-Cisanggarung, 2003

    Balai PSDACimanuk-

    CisanggarungLaporan Tahunan Pengujian Kualitas Air BasinCisanggarung 1997/1998

    Balai PSDACimanuk-

    CisanggarungLaporan Tahunan Pemantauan Kualitas Air 1998-2002 Balai PSDA

    Cimanuk-Cisanggarung

    Laporan Teknis Pekerjaan Pengetesan Kualitas Air(Pemantauan Kualitas Air) Sungai Citanduy-Ciwulan,September 2003

    Balai PSDACitanduy-Ciwulan

    Laporan Akhir Proyek Operasionalisasi Manajemen

    DPS dan Hidrologi T.A. 2003 Kegiatan PemantauanKualitas Air

    Balai PSDA

    Citarum

    Penelitian Kulaitas Air DAS Citarum dan DAS Bekasi,1993-1995

    PJT II

    Data Kualitas Air Sungai Citarum, 1996-2003 PJT IILaporan Periodik Pengelolaan Kualitas Air Balai PSDA

    Gembong-Pekalen

    6 Data Lain yang Terkait

    Statistik Lingkungan Hidup B P SDaftar Balai PSDA B W R MUrutan DAS Prioritas dan Lahan Kritis 2002 DephutLaporan Tahunan Balai Pengelolaan Sumber Daya AirWilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Desember

    2000

    Balai PSDACimanuk-

    CisanggarungPersiapan MenghadapiMusim Kemarau/Kering 2004dan Musim Hujan/Banjir 2004/2005

    PIPWSCimanuk-

    CisanggarungLaporan Satgas Penanggulangan Banjir PIPWSCitanduy-Ciwulan, Nopember 2002

    PIPWSCitanduy-Ciwulan

    Potensi Sumber Air PIPWS Citanduy-Ciwulan PIPWSCitanduy-Ciwulan

    Draft Laporan Akhir Inventarisasi Daerah RawanBencana Gerakan Tanah di Satuan WilayahPengelolaan (SWP) Daerah Aliran Sungai (DAS)Citanduy, 2004

    Balai PDASCimanuk-Citanduy

    Pola Pengembangan, Pengusahaan, danPemanfaatan Prasarana Sumber Daya Air WilayahSungai Citarum, 2002

    Dinas PSDAJawa Barat

    Daftar Sarana dan Prasarana Kritis yang MemerlukanRehabilitasi Tahun 2004-2008

    PJT II

    Pola Induk Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Dinas PSDA

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    10/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-10

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    NO Jenis Data Sumber Ket

    Barat, 2001 Jawa BaratRencana Strategis Tahun 2002-2006 Dnas PSDA

    Jawa BaratPembangunan Daerah dalam Angka 2003 Bappenas

    Pedoman Pembuatan SOP Pengelolaan Banjir TahunAnggaran 2004

    Balai PSDAGembong-

    PekalenProsedur Tetap Penanggulangan Bencana Banjir2003/2004

    Balai PSDAGembong-

    Pekalen

    1.4 METODE IDENTIFIKASI MASALAH KEKERINGAN DI PULAU JAWA1.4.1 Analisis Ketersediaan AirSalah satu aspek yang harus diketahui sebelum mengadakan analisis neraca air

    untuk suatu daerah tertentu adalah jumlah ketersediaan air. Ketersediaan air

    dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari air hujan

    (atmosferik), air permukaan dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas permukaan

    pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) sebagian

    akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir

    melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau

    danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan

    (recharge) pada kandungan air tanah yang ada.

    Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk

    diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung

    unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal

    variability) yang sangat tinggi. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif

    harus dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat

    untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air.

    Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau dengan

    terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang tertentu,dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh.

    Ilustrasi dari proses terbentuknya aliran permukaan disajikan pada Gambar 1.1.

    Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    11/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-11

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah,

    kandungan air yang tersimpan dalam tanah merupakan potensi debit air tanah.

    Dari ketiga sumber air tersebut di atas, yang mempunyai potensi paling besar

    untuk dimanfaatkan adalah sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai,

    saluran, danau/waduk dan lainnya. Penggunaan air tanah sangat membantu

    pemenuhan kebutuhan air baku maupun air irigasi pada daerah yang sulit

    mendapatkan air permukaan, namun pemanfaatan air tanah membutuhkan biaya

    operasional pompa yang sangat mahal.

    Untuk analisis ketersediaan air permukaan, yang akan digunakan sebagai acuan

    adalah debit andalan (dependable flow). Yang paling berperan dalam studi

    ketersediaan air permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman

    tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan

    untuk pelaksanaan proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan

    dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari

    periode-periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga

    keandalan pasok air dapat diketahui.

    Debit andalan adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di

    suatu sungai di mana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan

    langsung dan aliran dasar. Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat

    diharapkan terjadi pada titik kontrol yang terkait dengan waktu dan nilai

    keandalan. Keandalan yang dipakai untuk pengambilan bebas baik dengan

    maupun tanpa struktur pengambilan adalah 80%, sedangkan keandalan yang

    dipakai untuk pengambilan dengan struktur yang berupa tampungan atau

    reservoir adalah sebesar 50%.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    12/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-12

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Untuk data aliran yang terbatas dan data hujan yang cukup panjang maka data

    aliran tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metoda pendekatan

    modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran yang digunakan adalah Metoda Mock.

    Metoda Mock lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda yang

    lain (SMAR, NRECA dll) karena metoda ini dikembangkan di Indonesia,

    penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit.

    Gambar 1. 1 Ilustrasi proses terbentuknya aliran permukaan.

    1.4.2 Debit AndalanUntuk menentukan besarnya debit andalan dibutuhkan seri data debit yang

    panjang yang dimiliki oleh setiap statiun pengamatan debit sungai. Metoda yang

    sering dipakai untuk analisis debit andalan adalah metoda statistik (rangking).

    Menurut Soemarto (1987), pengamatan besarnya keandalan yang diambil untuk

    penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa macam kegiatan dapat

    dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini.

    AIR TANAH

    BATU PERKOLASI

    INFILTRASI

    HUJAN

    EVAP

    OTRA

    NSPIRA

    SI

    LimpasanPermukaan

    Al

    iran

    TANAH

    A L IRAN A I R T AN AH

    Sung

    a

    i

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    13/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-13

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Penetapan rangking dilakukan menggunakan analisis frekuensi/probabilitas

    dengan rumus Weibul. Debit andalan 80% (Q80%) berarti bahwa probabilitas

    debit tersebut untuk disamai atau dilampaui sebesar 80% yang berarti juga

    bahwa kegagalan kemungkinan terjadi dengan probabilitas sebesar 100%

    dikurangi 80% atau boleh dikatakan sebesar 20%. Dapat diartikan juga bahwa

    dalam 5 tahun ada kemungkinan satu tahun gagal.

    Tabel 1. 2 Nilai Debit Andalan untuk Berbagai Macam Kegiatan

    Kegiatan KeandalanPenyediaan air minum 99%

    Penyediaan air industri 95-98%

    Penyediaan air irigasi

    Daerah beriklim setengah lembab 70-85%

    Daerah beriklim kering 80-95%

    Pembangkit listrik tenaga air 85-90%

    Prosedur analisis dimulai dengan mengurutkan seri data dari urutan terbesar

    sampai ke yang terkecil. Selanjutnya dirangking dimulai dengan rangking

    pertama (m=1) untuk data yang paling besar dan seterusnya. Langkah ketiga

    dibuatkan kolom plotting dengan rumus Weibul. Adapun Rumus Weibuladalah

    sebagai berikut:

    1+=N

    mP

    dimana : P = probabilitas; m = rangking; dan N = jumlah data.

    Berikut ini ditampilkan contoh tabel dan grafik perhitungan debit andalan 80%

    untuk salah satu stasiun pengamatan di suatu sungai hipotetik. Data debit yang

    dianalisis adalah data untuk bulan Agustus dimulai dari tahun 1982 sampai tahun

    2003.

    Untuk mengetahui debit andalan 80% dilakukan interpolasi diantara data ke-18

    dan data ke-19, sehingga didapat nilai debit andalan 80% sebesar 2,09 m3/det.

    Selain dengan cara interpolasi, debit andalan dapat juga dicari dengan membaca

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    14/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-14

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    grafik yang disusun berdasarkan data-data debit yang sudah olah sesuai dengan

    prosedur diatas.

    Untuk Studi Prakarsa Strategis Sumber daya air untuk mengatasi Banjir dan

    Kekeringan di Pulau Jawa ini digunakan debit andalan 80% untuk titik-titik

    pengambilan air sungai yang dilakukan secara bebas atau dengan struktur

    sederhana seperti bendung. Sedangkan untuk pengambilan air sungai dengan

    menggunakan struktur khusus berupa waduk atau reservoir digunakan debit

    andalan sebesar 50%.

    Tabel 1. 3 Perhitungan Debit Andalan pada Bulan Agustus untuk Sungai Hipotetik

    Debit(m3/det)

    Rangking Probabilitas

    14,46 1 0,047,48 2 0,096,68 3 0,136,37 4 0,176,17 5 0,225,99 6 0,265,96 7 0,305,66 8 0,355,28 9 0,394,75 10 0,433,66 11 0,483,03 12 0,523,02 13 0,572,96 14 0,612,31 15 0,652,24 16 0,702,22 17 0,742,16 18 0,781,98 19 0,831,61 20 0,871,56 21 0,91

    1,30 22 0,96

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    15/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-15

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Gambar 1. 2 Lengkung debit aliran pada Bulan Agustus di salah satu stasiun

    pengamatan Sungai Hipotetik.

    1.4.3 Metoda MockHasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run off) tidak bisa menggantikan

    dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat dibutuhkan

    tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau perkiraan.

    Ada banyak metoda untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-masing

    metoda tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data yang

    tersedia. Salah satu metoda tersebut adalah Metoda Mock.

    Metoda Mock adalah suatu metoda untuk memperkirakan keberadaan air

    berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini

    adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk

    memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik daerah aliran

    sungai.

    Metoda Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur

    hidrologi. Metoda Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metoda yang

    0.00

    2.00

    4.00

    6.00

    8.00

    10.00

    12.00

    14.00

    16.00

    0 20 40 60 80 100

    P(%)

    Debit(m3/det)

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    16/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-16

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Secara garis besar model rainfall-runoff

    bisa dilihat pada Gambar 1.3. Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung

    debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit

    dengan Metoda Mock ini adalah data klimatologi, luas dan penggunaan lahan

    dari catchment area.

    Gambar 1. 3 Bagan alir model rainfall-runoff.

    Pada prinsipnya, Metoda Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar

    dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah

    hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah akibat

    evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metoda Penmann.

    Sementara soil storageadalah volume air yang disimpan dalam pori-pori tanah,

    hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan debit

    dengan Metoda Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air total

    yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang bervariasi.

    Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metoda Mock dijelaskan secara umum

    dalam Gambar 1.4 berikut ini.

    Infiltrasi

    GroundwaterStorage

    SurfaceStorage

    RainfallEvapotranspirasi

    Surface Run Off

    Groundwater Run Off

    Total Run

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    17/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-17

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Gambar 1. 4 Bagan alir perhitungan debit dalam Metoda Mock.

    A. Water BalanceDalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam

    (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu

    disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Hubungan-hubungan

    ini lebih jelas ditunjukkan oleh Gambar 1.5.

    Bentuk umum persamaan water balanceadalah:

    P = Ea + GS + TROdengan:P = presipitasi.

    Ea = evapotranspirasi.

    GS = perubahan groundwater storage.

    TRO = total run off.

    PerhitunganBase Flow, Direct Run Off, dan Storm Run Off

    PerhitunganEvapotranspirasi Potensial

    (Metoda Penman)

    PerhitunganEvapotranspirasi Aktual

    PerhitunganWater Surplus

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    18/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-18

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Water balancemerupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu

    pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater

    storage atau GS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah

    berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut.

    Sehingga persamaan water balancemenjadi:

    P = Ea + TROBeberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metoda Mock

    sehubungan dengan water balanceuntuk kurun waktu (misalnya 1 tahun) adalah

    sebagai berikut:

    a. Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (GS) harus sama

    dengan nol.

    b. Jumlah total evapotranspirasi dan total run offselama satu tahun harus sama

    dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.

    Dengan tetap memperhatikan kondisi-kondisi batas water balancedi atas, maka

    prediksi debit dengan Metoda Mock diharapkan dapat akurat.

    Gambar 1. 5 Sirkulasi air

    B. Data Iklim

    Kelembaban

    Tanah

    Lim asa

    Perkola

    Presi itas

    Eva oras

    Air

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    19/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-19

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Data iklim yang digunakan dalam Metoda Mock adalah presipitasi, temperatur,

    penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan angin. Secara

    umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotranspirasi. Dalam

    Metoda Mock, data-data iklim yang dipakai adalah data bulanan rata-rata,

    kecuali untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan.

    Notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim ditabelkan pada Tabel 1.4.

    Tabel 1. 4 Notasi dan Satuan Parameter Iklim

    Data Meteorologi Notasi SatuanPresipitasi P Milimeter (mm)

    Temperatur T Derajat Celcius (0C)

    Penyinaran Matahari S Persen (%)

    Kelembaban Relatif H Persen (%)

    Kecepatan Angin W Mile per hari (mile/hr)

    Sumber: Sudirman (2002).

    C. EvapotranspirasiEvapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data

    curah hujan dan klimatologi dengan menggunakan Metoda Mock. Alasannya

    adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya

    debit dari suatu daerah aliran sungai. Evapotranspirasi diartikan sebagaikehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah aliran sungai

    akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Lebih rinci tentang

    evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual diuraikan di bawah ini.

    1. Evapotranspirasi PotensialEvapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi

    pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang

    mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang cukup

    banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang

    diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang

    ditranspirasikan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedianya air di

    bawah keperluan.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    20/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-20

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial adalah

    rumus empiris dari: Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc-

    Langbein-Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metoda Mock

    menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris Penman

    memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur, radiasi matahari,

    kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya relatif lebih akurat.

    Perhitungan evaporasi potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa

    agar terjadi evaporasi diperlukan panas.

    Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan

    sebagai berikut:

    0,27A

    0,27DAHE

    +

    +=

    dengan:

    H = energy budget,

    = R (1-r) (0,18 + 0,55 S) - B (0,56 0,092de ) (0,10 + 0,9 S)

    D = panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi,

    = 0,35 (ea ed) (k + 0,01w)

    A = slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam

    mmHg/oF.

    B = radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata, dalam mmH2O/hari.

    ea = tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperatur

    rata-rata (mmHg).

    R = radiasi matahari, dalam mm/hari.

    r = koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi elektromagnetik

    (dalam sembarang rentang nilai panjang gelombang yang ditentukan)

    yang dipantulkan oleh suatu benda dengan jumlah radiasi yang terjadi,

    dan dinyatakan dalam persentasi.

    100%xterjadiyangradiasijumlah

    ndipantulkayangnetikelektromagradiasir =

    S = rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen (%).

    ed = tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure), dalam mmHg.

    = ea x h.

    h = kelembaban relatif rata-rata bulanan, dalam persen (%).

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    21/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-21

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    k = koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating surface).

    Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan untuk permukaan vegetasi

    nilai k = 1,0.

    w = kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/hari.

    Substitusi persamaan-persamaan di atas menghasilkan:

    ( ) ( ) ( ( ) ( ) ( ){ }0,27A

    0,01wkdeae0,350,270,9S0,1de0,092-0,5B0,55S0,18r1RAE

    +

    ++++=

    dalam bentuk lain:

    ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )0,01wk0,27A

    deae0,35x0,270,9S0,10,27A

    de0,0920,56ABr1R

    0,27A

    0,55S0,18AE +

    +

    ++

    +

    +

    +=

    jika:

    ( )0,27A

    0,55S0,18AS)f(T,1F +

    +==

    (0,27A

    de0,0920,56ABh)f(T,2F +

    ==

    0,27A

    deae0,35x0,27h)f(T,3

    F

    +

    ==

    maka:

    E = F1 x R(1 - r) - F2 x (0,1 + 0,9S) + F3 x (k + 0,01w)

    dan jika:

    E1 = F1 x R(1 - r)

    E2 = F2 x (0,1 + 0,9S)

    E3 = F3 x (k + 0,01w)

    maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial

    menurut Penman adalah:

    E = E1 - E2 + E3

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    22/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-22

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Formulasi inilah yang dipakai dalam Metoda Mock untuk menghitung

    besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang lengkap

    (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan

    angin). Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan dalam mm/hari.

    Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dalam 1 bulan maka

    kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu. Besarnya A, B dan ea tergantung

    pada temperatur rata-rata. Hubungan temperatur rata-rata dengan parameter

    evapotranspirasi ini ditabelkan pada Tabel 1.5.

    Besarnya radiasi matahari tergantung letak lintang. Besarnya radiasi

    matahari ini berubah-ubah menurut bulan, seperti Tabel 1.6 pada halaman

    berikut ini. Koefisien refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi.

    Tabel 1.7 memuat nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam Metoda

    Mock.

    Tabel 1. 5 Hubungan Temperatur Rata-rata vs Parameter Evapotranspirasi A, B & ea

    Temperatur(0C) 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

    A(mmHg/

    0F) 0,304 0,342 0,385 0,432 0,484 0,541 0,603 0,671 0,746 0,828 0,917 1,013

    B(mmH2O/hari)

    12,60 12,90 13,30 13,70 14,80 14,50 14,90 15,40 15,80 16,20 16,70 17,10

    Ea(mmHg) 8,05 9,21 10,50 12,00 13,60 15,50 17,50 19,80 22,40 25,20 28,30 31,80

    Sumber: Sudirman (2002).

    Tabel 1. 6 Nilai Radiasi Matahari pada Permukaan Horizontal Luar Atmosfir (mm/hari)

    Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Tahun

    50

    LU 13,7 14,5 15,0 15,0 14,5 14,1 14,2 14,6 14,9 14,6 13,9 13,4 14,39

    00

    14,5 15,0 15,2 14,7 13,9 13,4 13,5 14,2 14,9 15,0 14,6 14,3 14,45

    50

    LS 15,2 15,4 15,2 14,3 13,2 12,5 12,7 13,6 14,7 15,2 15,2 15,1 14,33

    100

    LS 15,8 15,7 15,1 13,8 12,4 11,6 11,9 13,0 14,4 15,3 15,7 15,8 14,21

    Sumber: Sudirman (2002).

    Tabel 1. 7 Koefisien Refleksi, r

    No. Permukaan Koefisien Refleksi [r]

    1 Rata-rata permukaan bumi 40 %

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    23/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-23

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    2Cairan salju yang jatuh diakhir musim masihsegar

    40 85 %

    3Spesies tumbuhan padang pasir dengan daunberbulu

    30 40 %

    4 Rumput, tinggi dan kering 31 33 %

    5 Permukaan padang pasir 24 28 %

    6 Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah 24 27 %

    7Tumbuhan muda yang membayangi sebagiantanah

    15 24 %

    8 Hutan musiman 15 20 %

    9 Hutan yang menghasilkan buah 10 15 %

    10 Tanah gundul kering 12 16 %

    11 Tanah gundul lembab 10 12 %

    12 Tanah gundul basah 8 10 %

    13 Pasir, basah kering 9 18 %

    14 Air bersih, elevasi matahari 450

    5 %

    15 Air bersih, elevasi matahari 200 14 %

    Sumber: Sudirman (2002).

    2. Evapotranspirasi AktualJika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan

    oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam

    evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi

    evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air

    yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi

    permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada

    musim kemarau. Besarnya exposed surface(m) untuk tiap daerah berbeda-

    beda. F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-

    masing nilai exposed surfaceditampilkan pada Tabel 1.8.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    24/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-24

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Tabel 1. 8 Exposed Surface, m

    No. m Daerah1 0 % Hutan primer, sekunder

    2 10 40 % Daerah tererosi

    3 30 50 % Daerah ladang pertanian

    Sumber: Sudirman (2002).

    Selain exposed surfaceevapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah

    hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan.

    Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan

    evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh

    exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan dalam

    formulasi sebagai berikut.

    ( )n1820

    m

    E

    E

    P

    =

    Sehingga:

    ( )n1820

    mPEE

    =

    .

    Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan

    sama dengan evapotranspirasi aktual (atau E = 0) jika:

    a. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder. Dimana

    daerah ini memiliki harga exposed surface(m) sama dengan nol (0).

    b. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama

    dengan 18 hari.

    Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang

    memperhitungkan faktorexposed surfacedan jumlah hari hujan dalam bulan

    yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah

    evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration,

    dihitung sebagai berikut:

    EPEactualE =

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    25/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-25

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    D. Water SurplusWater surplusdidefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami

    evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil storage, disingkat SS).

    Water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau perkolasi dan total

    run off yang merupakan komponen debit. Persamaan water surplus (disingkat

    WS) adalah sebagai berikut:

    WS = (P Ea) + SSDengan memperhatikan Gambar 1.6, maka water surplus merupakan air

    limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi.

    Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage, disingkat SMS) terdiri dari

    kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat SMC), zonainfiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil storage,

    disingkat SS).

    Gambar 1. 6 Water surplusmerupakan presipitasi yang telah mengalami

    evapotranspirasi atau limpasan yang ditambah infiltrasi.

    KAPASITASKELEMBABANTANAH

    ZONA INFILTRASI

    LIMPASAN PERMUKAAN

    PRESIPITASI

    EVAPOTRANSPIRASI

    TAMPUNGAN

    KELEMBABAN

    TANAH

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    26/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-26

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Besarnya soil moisture capacity(SMC) tiap daerah tergantung dari tipe tanaman

    penutup lahan (land cover) dan tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel

    1.9.

    Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor, ditetapkan

    besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan. Dalam

    Metoda Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut:

    SMS = ISMS + (P Ea)dengan:

    ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal),

    merupakan soil moisture capacity(SMC) bulan sebelumnya.

    PEa = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.

    Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih

    dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih

    dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk

    menentukan SMC, yaitu:

    a) SMC = 200 mm/bulan, jika P Ea < 0.

    Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah mencapai

    kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam

    tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS) sama dengan nol dan besarnya

    water surplussama dengan P - Ea.

    b) SMC = SMC bulan sebelumnya + (P Ea), jika P Ea < 0.

    Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage) belum

    mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam

    tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P Ea. Karena air

    berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini

    tidak ada water surplus(WS = 0).

    Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (runoff). Besarnya infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    27/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-27

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Tabel 1. 9 Nilai Soil Moisture Capacityuntuk Berbagai Tipe Tanaman dan Tipe Tanah

    Tipe Tanaman Tipe TanahZoneAkar

    (dalam m)

    Soil MoistureCapacity

    (dalam mm)

    Pasir Halus 0,50 50Pasir Halus danLoam

    0,50 75

    Lanau dan Loam 0,62 125

    Lempung dan Loam 0,40 100

    Tanaman BerakarPendek

    Lempung 0,25 75

    Pasir Halus 0,75 75

    Pasir Halus danLoam

    1,00 150

    Lanau dan Loam 1,00 200

    Lempung dan Loam 0,80 200

    Tanaman BerakarSedang

    Lempung 0,50 150

    Pasir Halus 1,00 100

    Pasir Halus danLoam

    1,00 150

    Lanau dan Loam 1,25 250

    Lempung dan Loam 1,00 250

    Tanaman BerakarDalam

    Lempung 0,67 200

    Pasir Halus 1,50 150

    Pasir Halus danLoam

    1,67 250

    Lanau dan Loam 1,50 300

    Lempung dan Loam 1,00 250

    Tanaman Palm

    Lempung 0,67 200Pasir Halus 2,50 250

    Pasir Halus danLoam

    2,00 300

    Lanau dan Loam 2,00 400

    Lempung dan Loam 1,60 400

    Mendekati HutanAlam

    Lempung 1,17 350

    Sumber: Sudirman (2002).

    E. Limpasan Total Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah

    lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off ) dan mengalami

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    28/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-28

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus

    (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau:

    Infiltrasi (i) = WS x ifKoefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah

    pengaliran. Lahan yang bersifat porous umumnya memiliki koefisien yang

    cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat

    mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya

    bernilai kecil.

    Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (groundwater

    storage, disingkat GS). Keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam

    tanah diperlihatkan dalam Gambar 1.7.

    Dalam Metoda ini, besarnya groundwater storage(GS) dipengaruhi oleh:

    a. Infiltrasi (i). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakinbesar pula, dan begitu pula sebaliknya.

    b. Konstanta resesi aliran bulanan (K). Konstanta resesi aliran bulanan (monthlyflow recession constan) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanahbulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar

    pada bulan basah.

    c. Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom). Nilai ini diasumsikansebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balancemerupakan

    siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu.

    Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama

    harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir.

    Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan sebagai berikut:

    GS = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x GSom }

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    29/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-29

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Gambar 1. 7 Perjalanan air hujan sampai terbentuk debit

    Seperti telah dijelaskan, metoda Mock adalah metoda untuk memprediksi debit

    yang didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water

    balanceini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater

    storage (GS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau

    (misalnya untuk 1 tahun):

    0GS12kebulan

    1kebulani

    =

    = Perubahan groundwater storage (GS) adalah selisih antara groundwater

    storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya.

    Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar

    sungai (base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih

    antara infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk

    persamaan:

    BF = i - GS

    SRO

    Ea

    DRO

    Perkolasi

    BF

    TROChannel

    P

    SROS

    GS

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    30/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-30

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Jika pada suatu bulan GS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang ditinjau

    lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai

    Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda

    tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage

    (GS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persaman di atas maka dalam 1 tahun

    jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi.

    Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan

    langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan

    berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off

    dihitung dengan persamaan:

    DRO = WS - iSetelah base flowdan direct run offkomponen pembentuk debit yang lain adalahstorm run off , yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan

    deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off

    hanya dimasukkan ke dalam total run off , bila presipitasi kurang dari nilai

    maksimum soil moisture capacity. Menurut Mock storm run offdipengaruhi oleh

    percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen

    hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%,

    namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan

    hingga mencapai 37,3%.

    Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa:

    i. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacitymaka nilai storm run off

    = 0.

    ii. Jika P < maksimum soil moisture capacitymaka storm run offadalah jumlah

    curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor,

    atau:

    SRO = P x PFDengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen-

    komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base

    flow, direct run offdan storm run off, atau:

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    31/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-31

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    TRO = BF + DRO + SROTotal run offini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan dengan

    catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka

    konversi tertentu didapatkan besaran debit dalam m3/det.

    F. Parameter MockSecara umum, parameter-parameter yang dijelaskan berikut ini mempengaruhi

    besarnya evapotranspirasi, infiltrasi, groundwater storagedan storm run off.

    a. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yangdipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang

    dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap

    permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai

    harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap

    permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing. Koefisien

    refleksi untuk masing-masing permukaan bumi seperti telah ditabelkan dalam

    Tabel 1.7.b. Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak

    tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen.

    Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock

    mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau

    sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga

    exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap

    bulan. Harga m untuk ketiga klasifikasi daerah ini telah ditabelkan dalam

    Tabel 1.8 di atas.c. Koefisien infiltrasi (if), adalah koefisien yang didasarkan pada kondisi

    porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien infiltrasi

    mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan

    kemiringan lahannya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini

    bisa berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa

    dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami

    infiltrasi.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    32/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-32

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    d. Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yangmasih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar,

    ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih

    besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.

    e. Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang menjadilimpasan. Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off .

    Storm run offhanya dimasukkan kedalam total run offbila P lebih kecil dari

    nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan

    berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat

    secara tidak beraturan sampai harga 37,3%.1.4.4 Data KalibrasiKalibrasi terhadap parameter Mock yang digunakan perlu dilakukan agar hasil

    perhitungan debit dengan metoda ini dapat mewakili kondisi aktual seperti di

    lapangan (dibandingkan dengan debit hasil pengukuran hidrometri yang

    diperoleh dari data sekunder).

    Dalam perhitungan debit limpasan dengan menggunakan metoda Mock tersebut,

    digunakan data debit bulanan hasil pengumpulan data sekunder untuk kalibrasi

    yang dilakukan pada semua sungai di Pulau Jawa yang memiliki data stasiun

    pengukuran debit.

    1.5 METODOLOGI ANALISIS KEBUTUHAN AIRKebutuhan air secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu kebutuhan air

    yang digunakan untuk keperluan irigasi dan kebutuhan air yang digunakan untuk

    keperluan non irigasi. Untuk kebutuhan air non irigasi sendiri masih dibagi

    menjadi kebutuhan air untuk keperluan domestik, non domestik, industri,

    peternakan perikanan dan penggelontoran/perawatan sungai. Untuk

    memperkirakan kebutuhan air untuk keperluan-keperluan tersebut, digunakanpendekatan berdasarkan batas administrasi.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    33/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-33

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    1.5.1 Proyeksi KebutuhanAnalisis kebutuhan air yang meliputi kebutuhan air untuk irigasi, domestik, non

    domestik, industri, peternakan, dan perikanan selain dilakukan untuk kebutuhan

    air saat ini juga dilakukan untuk kebutuhan air di masa akan datang dimana

    faktor-faktor utama yang mempengaruhi kebutuhan tersebut akan mengalami

    perubahan. Jumlah dan penyebaran penduduk menentukan kuantitas kebutuhan

    air sedangkan laju perubahan penggunaan lahan juga sangat menentukan

    kuantitas kebutuhan air untuk irigasi dan perikanan. Untuk memproyeksikan

    jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan secara tepat adalah sangat

    sulit. Banyak pendekatan yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan

    menggunakan metode pendekatan eksponensial yang telah direkomendasikan di

    dalam buku Pedoman Perencanaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang telah

    diterbitkan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air tahun 2001. Metode ini

    memakai anggapan persentase pertumbuhan penduduk dan perubahan lahan

    tiap-tiap tahun adalah konstan.

    Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

    ( )trPPt += 1 dimana:

    Pt = populasi atau luas lahan t tahun yang akan datang (orang atau ha),

    P = populasi atau luas lahan waktu dasar yang ditinjau (orang atau ha),

    r = perkembangan penduduk atau perubahan luas lahan tiap tahun (%),

    t = banyaknya tahun yang diproyeksikan.

    Dalam melakukan analisis penentuan jumlah penduduk dan luas lahan suatu

    kabupaten dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari buku Propinsi dalam

    Angka dan Potensi Desa yang diperoleh dari BPS. Proyeksi yang dilakukan

    adalah berdasarkan data tahun 1990, 1995, 2000 dan 2003. Dari keempat data

    tersebut dilakukan perhitungan untuk memperoleh perkembangan penduduk dan

    perubahan luas lahan tiap tahunnya. Dengan demikian untuk menghitung

    proyeksi data jumlah penduduk dan luas lahan tahun-tahun mendatang

    digunakan nilai perkembangan penduduk dan perubahan luas lahan rata-rata

    dari tahun 1990 sampai 2003.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    34/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-34

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    1.5.2 Kebutuhan Air Rumah TanggaKebutuhan air rumah tangga atau domestik adalah kebutuhan air untuk

    memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Kebutuhan air rumah tangga

    tersebut antara lain:

    Minum.

    Memasak

    Mandi, cuci, kakus (MCK).

    Lain-lain seperti cuci mobil, menyiram tanaman dan sebagainya.

    Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air domestik saat ini dan di masa yang

    akan datang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan

    penduduk dan kebutuhan air perkapita.Kebutuhan air perkapita dipengaruhi oleh

    aktivitas fisik dan kebiasaan atau tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam

    memperkirakan besarnya kebutuhan air domestik perlu dibedakan antara

    kebutuhan air untuk penduduk daerah urban (perkotaan) dan daerah rural

    (perdesaan). Adanya pembedaan kebutuhan air dilakukan dengan pertimbangan

    bahwa penduduk di daerah urban cenderung memanfaatkan air secara berlebih

    dibandingkan penduduk di daerah rural.

    Besarnya konsumsi air dapat mengacu pada berbagai macam standar yang

    telah dipublikasikan. Tabel 1.10 menampilkan angka-angka dari pengalaman

    pemakaian air di di beberapa bagian dunia.

    Standar kebutuhan air domestik berdasarkan kriteria jumlah penduduk dan jenis

    kota seperti disajikan pada Tabel 1.11. Jumlah penduduk yang digunakan dalam

    standar ini adalah jumlah penduduk yang menetap pada satu wilayah.

    Tabel 1. 10 Gambaran Pemakaian Air Rumah Tangga di Beberapa Negara

    Negara Pemakaian (liter/orang/hari) Amerika Serikat 150 1050

    Australia 180 290

    Eropa 50 320

    Tropis 80 185

    Sumber: Chatib dkk, hal 16.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    35/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-35

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Tabel 1. 11 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah

    Penduduk.

    Jumlah Penduduk Jenis Kota Jumlah Kebutuhan Air(liter/orang/hari)> 2.000.000 Metropolitan > 210

    1.000.000-2.000.000 Metropolitan 150-210

    500.000-1.000.000 Besar 120-150

    100.000-500.000 Besar 100-150

    20.000-100.000 Sedang 90-100

    3.000-20.000 Kecil 60-100

    Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

    Sedangkan besarnya kebutuhan air untuk tiap orang per hari berdasarkan

    standar dari Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah sebagai berikut:

    a) Kebutuhan untuk penduduk kota besar sebesar 120 liter/kapita/hari.

    b) Kebutuhan untuk penduduk kota kecil sebesar 80 liter/kapita/hari.

    c) Kebutuhan untuk penduduk pedesaan sebesar 60 liter/kapita/hari.

    1.5.3 Kebutuhan Air PerkotaanKebutuhan air non domestik atau sering juga disebut kebutuhan air perkotaan

    (municipal) adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti fasilitas komersial,

    fasilitas pariwisata, fasilitas ibadah, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendukung

    kota lainnya misalnya pembersihan jalan, pemadam kebakaran, sanitasi dan

    penyiraman tanaman perkotaan. Besarnya kebutuhan air perkotaan dapat

    ditentukan oleh banyaknya fasilitas perkotaan. Kebutuhan ini sangat dipengaruhi

    oleh tingkat dinamika kota dan jenjang suatu kota.

    Untuk memperkirakan kebutuhan air perkotaan suatu kota maka diperlukan data-

    data lengkap tentang fasilitas pendukung kota tersebut. Cara lain untuk

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    36/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-36

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    menghitung besarnya kebutuhan perkotaan adalah dengan menggunakan

    standar kebutuhan air perkotaan yang didasarkan pada kebutuhan air rumah

    tangga.

    Besarnya kebutuhan air perkotaan dapat diperoleh dengan prosentase dari

    jumlah kebutuhan rumah tangga, berkisar antara 25 - 40% dari kebutuhan air

    rumah tangga. Angka 40% berlaku khusus untuk kota metropolitan yang memiliki

    kepadatan penduduk sangat tinggi seperti Jakarta. Tabel 1.12 menampilkan

    standar yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan air perkotaan

    apabila data rinci mengenai fasilitas kota dapat diperoleh. Untuk lebih jelasnya,

    kebutuhan air perkotaan dapat dilihat pada Tabel 1.13 dan Tabel 1.14. Kedua

    tabel ini digunakan bila tidak ada data rinci mengenai fasilitas kota.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    37/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-37

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Tabel 1. 12 Besar Kebutuhan Air Perkotaan Berdasarkan Fasilitas Perkotaan

    Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

    Tabel 1. 13 Besarnya Kebutuhan Air Non Domestik Menurut Jumlah Penduduk

    Kriteria(Jumlah Penduduk)

    Jumlah Kebutuhan Air Non Domestik(% Kebutuhan Air Rumah Tangga)

    > 500.000 40

    100.000 500.000 35

    < 100.000 25

    Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

    Jenis Kebutuhan AirUntuk Fasilitas Perkotaan

    Metropolitan Besar Sedang KecilMutuAir

    Komersiala. Pasarb. Hotel

    - Lokal- Internasional

    c. Hostekd. Bioskop

    0,1-1,00 (l/dt)

    400 (l/kamar/hari)1000 (l/kamar/hari)135-180 (l/orang/hari)15 (l/orang/hari)

    KelasSatu

    Sosial dan Institusia. Universitasb. Sekolahc. Mesjidd. Rumah Sakit

    100 tempat tidur

    e. Puskesmasf. Kantorg. Militerh. Klinik Kesehatan

    20 (l/siswa/hari)15 (l/siswa/hari)1-2 (m

    3/hari/unit)

    340 (l/tp.tdr/hari)400-450(l/tp.tdr/hari)1-2 (m

    3/hari/unit)

    0,01-45(l/dt/hari)10 (m

    3/hari/unit)

    135 (l/orang/unit)

    Fasilitas Pendukung Kotaa. Tamanb. Road Wateringc. Sewer System

    (air kotor)

    1,4 (l/m2/hari)

    1,0-1,5 (l/m2/hari)

    4,5 (l/kapita/hari)

    AdaFasilitas

    kamar mandi

    Tidak adafasilitaskamarmandi

    (liter/kapita/hari)

    Fasilitas Transportasi

    a. Stasiun Menengahb. Stasiun Penghubung &

    Menengah dimanaadanya tempat (kotak)surat

    c. Terminald. Bandar Udara Lokal dan

    Internasional

    4570

    45

    70

    2345

    45

    70

    40 % darikebutuhanair baku

    rumahtangga(domestik)

    30 % darikebutuhan

    air baku

    rumahtangga(domestik)

    25 % darikebutuhanair baku

    rumahtangga(domestik)

    KelasDua

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    38/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-38

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Tabel 1. 14 Besar Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk

    KriteriaKepadatan (jiwa/Ha)

    Jumlah Kebutuhan Air Perkotaan(% Kebutuhan Air Rumah Tangga)

    > 100 25 35

    50 100 20 30

    < 50 15 30

    Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

    1.5.4 Kebutuhan Air IndustriKebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri, termasuk

    bahan baku, kebutuhan air pekerja industri dan pendukung kegiatan industri.

    Namun besar kebutuhan air industri ditentukan oleh kebutuhan air untukdiproses, bahan baku industri dan kebutuhan air untuk produktifitas industri.

    Sedangkan kebutuhan air untuk pendukung kegiatan industri seperti hidran

    dapat disesuaikan untuk jenis industrinya.

    Industri perlu diklasifikasikan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan

    seperti disajikan pada Tabel 1.15 berikut ini.

    Tabel 1. 15 Klasifikasi Industri

    Jumlah Tenaga Kerja Klasifikasi Industri1 4 orang Rumah Tangga

    5 19 orang Kecil

    20 99 orang Sedang

    > 100 orang Besar

    Besarnya kebutuhan air industri dapat diperkirakan dengan menggunakan

    standar kebutuhan air industri. Kebutuhan air industri ini berdasarkan pada

    proses atau jenis industri yang ada pada wilayah kawasan industri yang ada dan

    jumlah pekerja yang bekerja pada industri tersebut. Besarnya standar kebutuhan

    industri adalah sebagai berikut:

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    39/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-39

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Untuk pekerja industri, kebutuhan air merupakan kebutuhan air domestik

    yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Adapun kebutuhan

    air tersebut adalah 60 liter/pekerja/hari.

    Untuk proses industri, kebutuhan air diklasifikasi sesuai dengan Tabel 1.16

    berikut ini.

    Tabel 1. 16 Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri

    Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air(liter/hari)Industri rumah tangga

    Industri kecil

    Belum ada, rekomendasi dapat disesuaikan dengan

    kebutuhan air rumah tangga.

    Minuman ringan. 1.600 11.200

    Industri es. 18.000 67.000

    Industri sedang

    Kecap. 12.000 97.000

    Minuman ringan. 65.000 7,8 jutaIndustri besar

    Industri pembekuan ikan dan

    biota perairan lainnya.225.000 1,35 juta

    Industri tekstil Proses pengolahan tekstil.400 700

    liter/kapita/hari

    Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

    Apabila data industri yang diperoleh adalah data luas lahan areal industri maka

    kita dapat menggunakan Kriteria Perencanaan Air Baku yang dikeluarkan oleh

    Direktorat Jenderal Cipta Karya (1994) sebagai berikut:

    Industri berat membutuhkan air sebesar 0,50-1,00 liter/detik/ha.

    Industri sedang membutuhkan air sebesar 0,25-0,50 liter/detik/ha.

    Industri kecil membutuhkan air sebesar 0,15-0,25 liter/detik/ha.

    Banyak cara untuk memprediksikan kebutuhan air industri tergantung pada

    ketersediaan data yang ada. Jabotabek Water Resources Management Study -

    JWRMS (1994) telah melakukan studi terhadap lebih dari 6.000 industri dari

    skala kecil sampai besar untuk mendapatkan korelasi antara jumlah karyawan

    dengan kebutuhan air untuk industri. Meskipun demikian ditemukan bahwa

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    40/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-40

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    keanekaragaman parameter produksi sangat besar sehingga hubungan tersebut

    tidak dapat ditemukan. Akhirnya dipakai angka kebutuhan sebesar 500

    liter/karyawan/hari untuk memperhitungkan kebutuhan air untuk sektor industri.

    1.5.5 Kebutuhan Air PeternakanKebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan mengacu pada hasil

    penelitian dari FIDP yang dimuat dalam Technical Report National Water

    Resources Policytahun 1992. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1.17. Secara

    umum kebutuhan air untuk ternak dapat diestimasikan dengan cara mengkalikan

    jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air.

    Tabel 1. 17 Kebutuhan Air untuk Ternak

    Jenis Ternak Kebutuhan air (lt/ekor/hari)Sapi/kerbau/kuda 40

    Kambing/domba 5,0

    Babi 6,0

    Unggas 0,6

    Sumber: Technical Report National Water Policy, 1992.

    1.5.6 Kebutuhan Air PerikananBanyak metoda yang dapat dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air

    perikanan. Kebutuhan ini meliputi untuk mengisi kolam pada saat awal tanam

    dan untuk penggantian air. Penggantian air bertujuan untuk memperbaiki kondisi

    kualitas air dalam kolam. Intensitas penggantiannya tergantung pada jenis ikan

    yang dipelihara. Jenis ikan gurami (Osphronemus gouramy) dan karper

    (Cyprinus) membutuhkan penggantian air minimal 1 kali dalam seminggu,

    sedangkan ikan lele dumbo (Clarias glariepinus) hanya membutuhkan minimal

    1 bulan sekali.

    Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan sesuai dengan studi

    yang dilakukan oleh FIDP. Ditetapkan bahwa untuk kedalaman kolam ikan

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    41/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-41

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    kurang lebih 70 cm, banyaknya air yang diperlukan per hektar adalah 35-40

    mm/hari, air tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk pengaliran/pembilasan.

    Namun karena air tersebut tidak langsung dibuang, tetapi kembali lagi, maka

    besar kebutuhan air untuk perikanan yang diperlukan hanya sekitar 1/5 hingga

    1/6 dari kebutuhan yang seharusnya, dan ditetapkan angka sebesar 7

    mm/hari/ha sebagai kebutuhan air untuk perikanan.

    1.5.7 Kebutuhan Air Penggelontoran/Pemeliharaan SungaiKebutuhan air untuk pemeliharaan sungai bisa diestimasi berdasarkan studi

    yang dilakukan oleh IWRD (The Study for Formulation of Irrigation Development

    Program in The Republic of Indonesia(FIDP), Nippon Koei Co., Ltd., 1993), yaitu

    perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan kebutuhan air untuk

    pemeliharaan per kapita. Menurut IWRD, kebutuhan air untuk pemeliharaansungai untuk saat ini adalah sebesar 360 liter/kapita/hari, sedangkan untuk tahun

    20152020 diperkirakan kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai akan

    berkurang menjadi 300 liter/kapita/hari dengan pertimbangan bahwa pada tahun

    2015 akan semakin banyak penduduk yang mempunyai/memanfaatkan sistem

    pengolahan limbah.

    Mengingat bahwa dibutuhkan struktur penampungan air khusus yang dapat

    mengeluarkan debit air dalam jumlah besar seperti waduk dan reservoir serta

    nilai ekonomis air yang diperlukan untuk melakukan penggelontoran apabila

    dibandingkan dengan jika air waduk dipakai sebagai air baku untuk bahan air

    minum maka pada Studi Prakarsa Strategis Sumber daya air untuk Mengatasi

    Banjir dan Kekeringan ini kebutuhan air untuk penggelontoran atau pemeliharaan

    sungai tidak diperhitungkan.

    1.5.8 Kebutuhan Air IrigasiKebutuhan air irigasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan air keperluan untuk

    lahan pertanian yang dilayani oleh suatu sistem irigasi teknis, setengah teknis

    maupun sederhana. Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian

    antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhan airnya per satuan luas.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    42/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-42

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor:

    a. Kebutuhan untuk penyiapan lahan.

    b. Kebutuhan air konsumtif untuk tanaman.

    c. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air.

    d. Perkolasi.

    e. Efisiensi air irigasi.

    f. Luas areal irigasi.

    g. Curah hujan efektif.

    Kebutuhan total air di sawah mencakup faktor a sampai dengan f, sedangkan

    untuk kebutuhan bersih air irigasi di sawah mencakup faktor a sampai g.

    Persamaan untuk menghitung kebutuhan bersih air irigasi di sawah:

    xAIE

    ERPRWEtcIRIG

    )( +++=

    dengan:

    IG = kebutuhan air (m3),

    IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),

    Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

    RW = kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari),

    P = perkolasi (mm/hari),

    ER = hujan efektif (mm/hari),

    EI = efisiensi irigasi,

    A = luas areal irigasi (m2).

    A. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (IR)Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan kebutuhan

    maksimum air irigasi. Bertujuan untuk mempermudah pembajakan dan

    menyiapkan kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Metode ini

    didasarkan pada kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    43/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-43

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan selama periode penyiapan lahan.

    Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan

    lahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyiapan

    lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

    Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi untuki penyiapan lahan dapat digunakan

    metode yang dikembangkan van de Goor dan Zijlstra (1968). Persamaannya

    ditulis sebagai berikut.

    =

    1k

    k

    e

    eMIR

    dengan:

    IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari),

    M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan

    perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan,

    = Eo + P,

    Eo = 1,1 x Eto,

    P = perkolasi (mm/hari),

    k = M x (T/S),

    T = jangka waktu penyiapan lahan (hari),

    S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.

    Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S =

    250 mm untuk penyiapan lahan padi pertama dan S = 200 mm untuk penyiapan

    lahan padi kedua. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan

    setelah transplantasi, yaitu sebesar sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk

    persemaian.

    B. Kebutuhan Air untuk Konsumtif (Etc)Kebutuhan air konsumtif diartikan sebagai kebutuhan air untuk tanaman di lahan

    dengan memasukkan faktor koefisien tanaman (kc). Persamaan umum yang

    digunakan sebagai berikut:

    Etc = Eto x kc

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    44/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-44

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    dengan:

    Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

    Eto = evapotranspirasi (mm/hari),

    kc = koefisien tanaman.

    Kebutuhan air konsumtif ini dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat

    penguapan. Air dapat menguap melalui permukaan air atau tanah maupun

    melalui tanaman. Bila kedua proses tersebut terjadi bersama-sama, terjadilah

    proses evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan air bebas

    (evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi). Dengan demikian

    besarnya kebutuhan air konsumtif ini adalah sebesar air yang hilang akibat

    proses evapotranspirasi dikalikan dengan koefisien tanaman.

    Evapotranspirasi dapat dihitung dengan metoda Penman berdasarkan data

    klimatologi setempat. Sebagai alternatif nilai evapotranspirasi (Eto) dapat juga

    diambil dari Tabel Reference Crop Evapotranspiration sesuai dengan

    rekomendasi Standar Perencanaan Irigasi (1986). Nilai koefisien tanaman (kc)

    mengikuti cara FAO seperti tercantum dalam Standar Perencanaan Irigasi

    (1986), yaitu varietas unggul dengan masa pertumbuhan tanaman padi selama 3

    bulan dan dapat dilihat pada Tabel 1.18.

    Tabel 1. 18 Koefisien Tanaman, kc

    Bulan kc Menurut FAO0,5 1,10

    1,0 1,10

    1,5 1,05

    2,0 1,05

    2,5 0,95

    3,0 0,00

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    45/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-45

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    C. Kebutuhan Air untuk Penggantian Lapisan Air (RW)Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar

    Perencanaan Irigasi (1986). Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali

    dalam sebulan, masing-masing dengan ketebalan 50 mm (50 mm/bulan atau 3,3

    mm/hari) dan dua bulan setelah transplantasi.

    D. Perkolasi (P)Perkolasi adalah masuknya masuknya air dari daerah tak jenuh ke dalam daerah

    jenuh air, pada proses ini air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Laju

    perkolasi sangat tergantung pada pada sifat tanah daerah tinjauan yang

    dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologis dan pola pemanfaatan lahannya.

    Menurut Standar Perencanaan Irigasi (1986), laju perkolasi berkisar antara 1-3

    mm/hari. Angka ini sesuai untuk tanah lempung berat dengan karakteristik

    pengolahan yang baik. Pada jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi

    bisa lebih tinggi.

    E. Hujan Efektif (ER)Hujan efektif diperoleh dari data hujan data stasiun pengamatan hujan terdekat.

    Data hujan diolah dengan metoda statistik distribusi Gumbel sehingga diperoleh

    hujan andalan 80%. Sedangkan hujan efektif harian yang dipakai adalah sebesar

    70% dari hujan andalan 80% seperti diberikan pada Standar Perencanaan Irigasi

    (1986).

    F. Efisiensi Irigasi (EI)Efisiensi irigasi merupakan indikator utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan

    irigasi. Efisiensi irigasi didasarkan pada asumsi bahwa sebagian dari jumlah air

    yang diambil akan hilang, baik di saluran maupun di petak sawah, maka efisiensi

    irigasi dibagi menjadi dua bagian:

    Efisiensi saluran pembawa (conveyance efficiency), yang dihitung sebesarkehilangan air dari saluran primer sampai ke saluran sekunder.

    Efisiensi sawah (in farm efficiency), yang dihitung sebesar kehilangan air dari

    saluran tersier sampai ke petak sawah.

  • 8/4/2019 Identifikasi Masalah Banjir Di Pulau Jawa

    46/66

    BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

    1-46

    BAB 1 METODOLOGI

    LAPORAN AKHIR

    Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

    Dari berbagai macam studi dan penelitian didapatkan data bahwa efisiensi rata-

    rata pengaliran di jaringan utama berkisar antara 70-80%. Selanjutnya dari

    beberapa data yang ada dapat diperoleh bahwa efisiensi di jaringan sekunder

    berkisar kurang lebih 70%. Mengacu pada data-data tersebut maka untuk studi

    ini diambil efisiensi irigasi sebesar 0,6.

    G. Luas Areal Irigasi (A)Yang dimaksud dengan luas areal irigasi disini adalah luas semua lahan

    pertanian yang kebutuhan airnya dilayani oleh suatu sistem irigasi tertentu. Yang

    termasuk dalam sistem irigasi mencakup irigasi teknis, irigasi setengah teknis,

    irigasi sederhana maupun irigasi desa.

    1.6 APLIKASI ANALISIS NERACA AIRAnalisis neraca air sangat terkait dengan sifat dari sumber daya air yang selalu

    berubah-ubah menurut waktu, ruang, jumlah dan mutu. Oleh karena itu, pada

    setiap daerah akan memiliki karakteristik yang khas.

    Perhitungan neraca air dilakukan dengan didasarkan pada perbandingan antara

    ketersediaan air permukaan dengan memperhatikan adanya titik-titik

    pengambilan (misalnya: bendung atau waduk) dengan total kebutuhan air di

    wilayah yang dilayaninya, dengan belum memperhitungkan adanya optimasipemanfaatan jika terjadi defisit air.

    Langkah-langkah analisis keseimbangan air dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Menghitung ketersediaan air pada masing-masing DAS yang akan melayani

    wilayah administrasi tertentu sebagai titik-titik pusat kebutuhan yang juga

    dihitung k