IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

57
IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA KECAMATAN BAEBUNTA MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK NURUL SYATIQA 1603408013 FAKULTAS SAINS UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO 2020

Transcript of IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

Page 1: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA

SASSA KECAMATAN BAEBUNTA MENGGUNAKAN

METODE GEOLISTRIK

NURUL SYATIQA

1603408013

FAKULTAS SAINS

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2020

Page 2: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

1

1

SKRIPSI

IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA

KECAMATAN BAEBUNTA DENGAN MENGGUNAKAN METODE

GEOLISTRIK

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Sains

pada Program Studi Fisika Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo

NURUL SYATIQA

1603408013

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2020

Page 3: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

2

2

Page 4: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI

Page 5: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

iii

SURAT KETERANGAN HASIL SIMILARITY CHECK

Page 6: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

iv

ABSTRAK

Nurul syatiqa. 2020. Identifikasi Rawan Longsor di Desa Sassa Kecamatan

Baebunta Menggunakan Metode Geolistrik (dibimbing oleh Fitri Jusmi dan

Rahma Hi Manrulu).

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi rawan longsor

dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi wenner.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sassa Kecamatan Baebunta. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu survey lokasi dan dilakukan pengambilan

data menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi wenner.

Selanjutnya data akan analisis menggunakan microsoft excel kemudian diolah

dengan menggunakan software Res2dinv sebagai tahanan jenis. Hasil inversi

terhadap resistivitas semu diinterprestasikan sebagai struktur bawah permukaan.

Dari hasil interpretasi atau pemodelan data dengan menggunakan metode

geolistrik konfigurasi wenner dinyatakan bahwa di daerah Sassa Kecamatan

Baebunta menunjukkan bahwa kedua lintasan memiliki keamanan lereng yang

kurang baik, dimana penyusun batuan lintasan 1 diindikasikan sebagai batuan

marls, oilsand,andesit, batu kapur, sandstone, granit dan basalt, dimana dapat

memicu terjadinya longsor. Lintasa 2 diindikasikan sebagai marls,batu pasir,

lanau, batu kapur, sandstone, dan kerikil yang menunjukkan bahwa lapisan

tersebut dapat memicu terjadinya longsor.

Kata kunci: Identifikasi, resistivitas, konfigurasi wenner.

Page 7: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin

dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dengan judul penelitian

“Identifikasi Lapisan Rawan Longsor di Desa Sassa Kecamatan Baebunta dengan

Menggunakan Metode Geolistrik”.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan yang dibahas dalam skripsi

penelitian ini muncul dari hasil pengamatan penulis terhadap lapisan rawan

longsor di Desa Sassa Kelurahan Salassa Kecamatan Baebunta dengan

menggunakan metode geolistrik yang merupakan salah satu cabang yang

mempelajari tentang ilmu fisika untuk mengetahui lapisan bawah permukaan

tanah.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan

skripsi penelitian ini, yang karena bantuan berbagai pihak, maka skripsi penelitian

ini selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis dengan

tulus menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Hanafie Mahtika, M.S., selaku Rektor Universitas Cokroaminoto

Palopo

2. Ibu Pauline Destinugrainy Kasi, S.Si., selaku Dekan Fakultas Sains Universitas

Cokroaminoto Palopo.

3. Ibu Fitri Jusmi, S.Si.,M.Sc., selaku Pembimbing I,

4. Ibu Rahma Hi Manrulu, S.Si., M.Sc., selaku Pembimbing II

Atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari

pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan

penelitiannya, sampai pada penulisan skripsi penelitian ini.

Palopo, Januari 2020

Nurul Syatiqa

Page 8: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

vi

RIWAYAT HIDUP

Nurul Syatiqa, lahir di Karama, Kecamatan Rilau Ale,

Kabupaten Bulukumba pada tanggal 18 November 1998

dari pasangan Irwandi dan Sanawati, sebagai anak kedua

dari tiga bersauudara. Penulis mulai memasuki jenjang

pendidikan di SDN 38 Pangi-pangi pada tahun 2004 dan

lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di

SMPN 41 Bulukumba dan lulus pada tahun 2013. selanjutnya menempuh

pendidikan di SMAN 10 Bulukumba dan lulus pada tahun 2016. Pada tahun yang

sama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada Program

Studi Fisika Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo. Selama menjadi

mahasiswa di Universitas Cokroaminoto Palopo penulis pernah menerima

beasiswa USS tahun 2016.

Page 9: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI..............................iii

HALAMAN KETERANGAN UJI SIMILARITY...............................................iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori .............................................................................. 5

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... 20

2.3 Kerangka Pikir .......................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 24

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 24

3.3 Teknik Pengambilan Data ........................................................... 25

3.4 Pengolahan Data ....................................................................... 26

3.5 Diagram Alir ............................................................................. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Peneliian..............................................................................29

4.2 Pembahasan..................................................................................32

Page 10: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

viii

BAB V PENUTUP DAN KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ....................................................................................34

5.2 Saran...............................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36

LAMPIRAN..........................................................................................................38

Page 11: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variasi nilai tahanan jenis material bumi ..................................................... 18

2 Nilai resistivitas berbagai batuan ................................................................. 19

Page 12: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Longsoran di daerah pemukiman .................................................................. 7

2 Longsor runtuhan batuan ............................................................................. 8

3 Longsor jatuhan .......................................................................................... 8

4 Longoran aliran ............................................................................................ 9

5 Longsor lateral ............................................................................................ 10

6 Penjalaran arus dan beda potensial pada suatu medium ............................... 17

7 Susunan elektroda yang biasa digunakan pada pengukuran di lapangan ....... 20

8 Kerangka berfikir ........................................................................................ 23

9 Satu set resistivitymeter .............................................................................. 24

10 Bentangan elektroda pada lintasan............................................................... 26

11 Diagram alir metode penelitian ................................................................... 28

12 Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 1.............................30

13 Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 2.............................31

Page 13: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang tidak terlepas dari bencana alam

seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi dan lain sebagainya.

Seperti diketahui bencana alam yang sering terjadi yaitu longsor. Longsor yang

merupakan salah satu bencana alam geologi yang dapat menimbulkan korban jiwa

dan kerugian material yang sangat besar, seperti terganggunya jalur lalu lintas,

rusaknya lahan pertanian, pemukiman, jembatan, saluran irigrasi dan prasarana

fisik lainnya (Nugroho, 2009). Salah satu pemicu terjadinya tanah longsor yaitu

tingginya tingkat pelapukan yang disebabkan oleh curah hujan dan paparan sinar

matahari yang cukup tinggi pada daerah tropis. Adanya kejadian bencana tanah

longsor juga dapat meningkat dimasa depan karena perubahan iklim (Yuliana dkk,

2017). Selain itu, kawasan lereng yang berada pada zona patahan zona aktif juga

dapat memicu terjadinya longsor, karena kondisi batuan pembentuk lereng yang

sudah hancur sehingga menjadi zona lemah. Kita ketahui pula bahwa bencana

tanah longsor juga tidak hanya disebabkan oleh kondisi alam tetapi bisa

disebabkan oleh reaksi individu terhadap lingkungan dan terjadinya pertemuan

lempeng Pasifik, Eurasia, dan lempeng Indo-Australia yang merupakan letak

geografis di Indonesia. Ketiga lempeng tersebut senantiasa bergerak dan

bertumbukan dan sebagian lempeng tersebut patah, sehingga terlepaslah energi

yang sangat besar yang dapat menimbulkan terjadinya longsoran (Hilma, 2019).

Bencana tanah longsor (landslides) menjadi masalah yang umum pada

daerah yang mempunyai kemiringan yang curam. Gerakan massa tanah atau

batuan, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan sebenarnya

merupakan fenomena alam yang mencari keseimbangan baru akibat adanya

ganguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya

pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Gerakan tanah

sering disebut sebagai longsoran dari massa tanah atau batuan dari tempat asalnya

karena adanya pengaruh gaya berat. Faktor utama pemicu gerakan tanah adalah

air hujan. Apabila air hujan meresap kedalam tanah dan mengakibatkan

bertambahnya bobot tanah, air hujan tersebut akan menembus sampai lapisan

Page 14: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

2

tanah kedap air. Lapisan inilah yang akan berperan sebagai bidang gelincir yang

sifatnya licin (Indrawati, 2008).

Manusia berusaha memenuhi kebutuhan dengan melakukan pembangunan

tempat tinggal pada lereng perbukitan dengan cara mengikis lereng dan tidak

menyadari dampak dari tindakan yang mereka lakukan dapat menyebabkan

longsor. Di Kabupaten luwu utara kecamatan Baebunta terkhusunya di desa Sassa

salah satu aktivitas yang sering dilakukan penduduk sekitar yaitu pengikisan pada

lereng perbukitan untuk kebutuhan tempat tinggal dan lahan bertani.

Keadaan struktur setiap lapisan bawah permukaan tanah dan berbagai macam

material yang berbeda, yang tak satu pun dapat memastikan jenis, ukuran, model

dari setiap struktur lapisan bawah permukaan, dan material yang terdapat didalam.

Olehnya itu dilakukan survei pendugaan bawah permukaan, dan salah satu metode

yang digunakan adalah metode geolistrik tahanan jenis (Lelebunga, 2017).

Kondisi geologi merupakan salah satu faktor utama terjadinya longsor, untuk

mendekteksinya maka dibutuhkan sebuah pendekatakan metode geofisika yaitu

meotode geolistrik. Pada umumnya geofisika memiliki beberapa cabang yang

mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika yang berbeda-beda,

contoh yaitu metode seismik, metode magnetik, metode gravitasi, metode

elektromagnetik dan metode geolistrik. Geolistrik resistivitas adalah salah satu

metode geofisika yang mempelajari bawah permukaan bumi dengan cara melihat

resistivitas yang terdapat pada tanah. Selain itu, keuntungan atau kelebihan yang

diperoleh dalam metode geolistrik resistivitas diantaranya, tidak merusak

kelestarian lingkungan, biaya murah, dalam proses pengoperasian tidak sulit, dan

mampu melakukan identifikasi sampai kedalaman yang cukup jauh. Sehingga

metode ini sangat baik diterapkan dalam penentuan stabilitas lereng perbukitan

dan menjalankan survei di daerah rawan terjadinya longsoran (Hack, 2000).

Melihat banyaknya yang diperoleh data bencana longsor yang terjadi

berbagai faktor, maka perlu dilakukan upaya awal pengurangan resiko adanya

korban maupun material yang menimbulkan kerugian. Upaya yang dimaksud

berupa mitigasi yang merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko

bencana alam, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan

peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Upaya mitigasi ini perlu

Page 15: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

3

diterapkan di Desa Sassa kelurahan Salassa sebagai salah satu area rawan longsor.

Penelitian ini juga dilakukan sebagai bentuk upaya mitigasi dengan menggunakan

pendekatan ilmu geofisika. Dilakukan dengan mengidentifikasi lapisan bawah

permukaan tanah menggunakan metode geolistrik konfigurasi wenner.

Pada penelitian ini konfigurasi yang akan digunakan yaitu konfigurasi

wenner yang berfungsi untuk mengidentifikasi bidang gelincir hingga daerah

penelitian dapat dianalisa keadaannya dalam rawan longsor atau tidak, sebagai

peringatan dini untuk masyarakat. Sebab, belum ada penelitian terkait longsor di

Desa Sassa Kecamatan Baebunta. Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang

dilakukan oleh si peneliti terkait daerah rawan longsor terkhususnya di Desa Sassa

ialah untuk mengurangi resiko bertambahnya korban bencana dan memberikan

himbauan kepada masyarakat untuk tetap mengantisipasi terjadinya tanah longsor

pada daerah tersebut .

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ialah:

1. Bagaimana mengidentifikasi daerah rawan longsor dengan menggunakan

metode geolistrik konfigurasi wenner?

2. Bagaimana struktur lapisan bawah permukaan yang menyebabkan terjadinya

longsor di Desa Sassa, Kecamatan Baebunta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ialah:

1. Mengidentifikasi daerah rawan longsor dengan metode geolistrik resistivitas

konfigurasi wenner.

2. Mengetahui struktur lapisan bawah permukaan zona kerentangan longsor

sebagai bentuk upaya mitigasi di Desa Sassa, Kecamatan Baebunta.

Page 16: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

4

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian yaitu:

1. Mampu mengidentifikasi daerah rawan longsor dengan metode geolistrik

resistivitas konfigurasi wenner.

2. Mampu mengetahui struktur lapisan bawah permukaan tanah pada zona

rentang tejadinya longsoran di Desa Sassa, Kecamatan Baebunta.

Page 17: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

1. Tanah Longsor

Dalam kehidupan manusia tanah sangat berperang penting. Selain itu tanah

juga memiliki beberapa arti, salah satunya adalah batuan dasar yang berada di

atasnya terdapat bahan lepas dan dilakukannya proses pelapukan berupa

penghancuran pada batuan yang merupakan hasil akhir. Kandungan yang terdapat

didalam tanah ialah bahan organik yang tercampur dengan suatu komponen, yaitu

komponen mineral. Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat jika ditinjau

dari sudut geoteknik, yang merupakan partikel lebih kecil jika dilakukan

pemisahan dan terdiri dari kandungan banyak rongga-rongga di dalam bentuk

massanya. Di dalam bagian rongga terdapat air ataupun udara(Bowles, 1989).

Adapun dari hasil letusan gunung api berupa jenis tanah pelapukan yang sering di

jumpai di dalamnya terdapat beberapa komposisi berupa material lempung dan

pasir yang memiliki sifat subur. Tanah pelapukan yang ada pada batuan kedap air

dipegunungan yang memiliki tingkat kemiringan sedang sampai tingkat

kemiringan yang sangat terjal akan memiliki potensi sangat besar untuk memicu

terjadinya longosoran pada musim hujan tiba. Kurangnya tanaman atau tumbuh-

tumbuhan yang berakar kuat pada perbukitan atau pegununan maka bisa saja

memicu terjadinya tanah longsor dan bisa mengakibatkan runtuhnya lereng

perbukitan akibat curah hujan yang cukup tinggi.

a. Pengertian Tanah Longsor

Berpindahnya suatu material seperti bahan rombakan, batuan, material

campuran, dan terjadinya pergerakan keluar atau kebawah lereng. Jika air yang

masuk dan meresap kedalam tanah maka bobot tanah semakin bertambah yang

akan melakukan peranan pentingnya yaitu sebagai bidang gelincir, tanah

pelapukan akan bergerak keluar karena terdapatnya tanah licin yang merupakan

salah satu proses terjadinya longsoran (Muntohar, 2015). Jika pendorong pada

lereng lebih kuat dibandingkan gaya penahannya maka tanah longsor akan terjadi.

Kepadata tanah dan kekuatan pada batuan akan sangat berpengaruh pada gaya

penahannya, dan besar kemiringan pada lereng air, jenis tanah batuan, serta beban

Page 18: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

6

akan sangat berpengaruh pula pada gaya pendorongnya. Kerentanan terjadinya

tanah longsor terdapat dua faktor yaitu faktor alami dan dan faktor manajemen.

Faktor alami seperti curah hujan yang cukup tinggi, kemiringan lahan, geologi

atau batuan, keberadaan sesar, dan kedalam tanah sampai lapisan kedap.

Sedangkan faktor manajemen diantaranya yaitu penggunaan lahan, infrastruktur,

kepadatan pemukiman (Paimin,2009). Secara umum, pusat vulkanologi dan

mitigasi bencana geologi menyampaikan bahwa tanah longsor memiliki beberapa

gejala yang dapat diamati secara visual diantaranya terjadi setelah hujan, timbul

retakan-retakan pada lereng yang sejajar dengan arah tebing, bangunan yang

mulai retak, pohon atau tiang listrik yang miring, serta muncul air mata baru.

b. Klasifikasi Longsor

Pada lahan perbukitan, lahan hasil proses penggalian tambang, dan hasil

pengikisan lereng bukit untuk pembangunan tempat tinggal atau jalan yang

merupakan bagian-bagian pemicu terjadinya longsor. Batuan atau material yang

berada di atas lereng akan bergerak kebawah yang disebabkan oleh

ketidakstabilan pada lereng sehingga terjadi longsor. Mekanismme terjadinya

longsoran terdiri dari beberapa jenis yaitu jatuhan, luncuran, runtuhan, dan aliran.

Menggunakan sistem klasifikasi dengan cara dimasukkannya variabel-variabel

tambahan, diantaranya udara dan es pada material yang mengalami longsoran dan

kecepatan pergerakan dan kandungan air. Selain itu, termasuk pemborosan massa

yang juga dikenal sebagai gerakan lereng atau gerakan massa yang merupakan

proses geomorofik di tanah, pasir, dan batuan bergerak ke bawah lereng biasanya

sebagai massa padat. Pemborosan massa ini dapat terjadi pada tingkat yang sangat

lambat, terutama di daerah yang sangat kering atau daerah yang menerima curah

hujan yang cukup sehingga vegetasi telah menstabilkan permukaan. Ini juga dapat

terjadi pada kecepatan yang tinggi, seperti pada longsoran batu atau tanah longsor,

dengan konsekuensi bencana baik yang langsung maupun yang tertunda, misalnya

akibat dari pembentukan bendungan longsor. Ada pula faktor-faktor yang

mengubah potensi pemborosan massa, yang meliputi perubahan sudut kemiringan,

pelemahan material karena pelapukan, peningkatan kadar air, dan kelebihan

beban.

Page 19: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

7

a. Keruntuhan Geser (Sliding Failures)

Adanya jenis lapisan tanah yang berbeda yaitu lapisan tidak stabil dan

yang stabil mengakibatkan terjadinya pergerakan pada tanah. Longsorang

translasi dan rotasi yang juga merupakan jenis runtuhan tanah longsorang. Dengan

melihat pembentuk bidang gelincir maka dapa dilihat dari kedua pembentuk yang

berbeda. Jika bentuknya cekung ke atas maka ia termasuk bidang longsor pada

jenis rotasi, sedangkan bentuk yang sedikit cekungan ke atas merupakan bidang

longsor translasi berupa bidang datar. Jenis tanah translasi yang bergerak juga

merupakan suatu kestuan yang berupa blok tanah.

Gambar 1. Longsoran di Daerah Pemukiman (Prawiradisastra, 2018)

b. Runtuhan (Fall Failures)

Batuan yang bergerak dengan pelepasan pada lereng bukit yang terjal

biasanya dikenal dengan istilah runtuhan. Dimana gravitasi yang diperoleh ialah

suatu faktor yang mempengaruhi pergerakan massa batuan, selain proses

pelapukan, dan juga rembesan air. Pada agrerat batuan yang pelapukannya tidak

rata, terdapat banyak retakan yang sering terjadi pada longsoran jenis runtuhan

batuan. Zona kontak batuan atau jenis batuan yang memiliki perbedaan yang

merupakan salah satu batasan terjadinya longsor jenis runtuhan (beddeing planes).

Page 20: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

8

Gambar 2. Longsor Runtuhan Batuan (TribunLuwu, 2016)

c. Jatuhan (Toppling Failures)

Lereng batuan yang memiliki bidang relatif vertikal dan kemiringan lereng

berbentuk tegak dengan pergerakan material yang jatuh merupakan jenis

longsoran jatuhan. Terjadinya pelepasan batuan dari permukaan lereng ini di

akibatkan oleh bentuk pergerakan batuan mengguling yang dapat merobohkan.

Adanya air yang mengisi retakan ialah faktor utama penyebab longsoran ini

terjadi .

Gambar 3. Longsor Jatuhan (Geosriwijaya, 2017)

d. Longsor Aliran (Flows Failures)

Terdapatnya material yang bervariasi menuruni lereng yang terdiri dari

bongkahan yang mengandung air dan tedapat juga jenis tanah halus. Karakteristik

Page 21: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

9

yang dimiliki longsor aliran yaitu berupa tanah lepas dan terdiri dari berbagai

campuran jenis-jenis material yang kemudian bergerak ke bawah lereng dengan

kecepatan tinggi. Begitupun dengan aliran tanah yang memiliki persamaan

karakteristik aliran debris, dengan material yang berukuran beragam serta terdiri

dari material halus dan akan terjadi pada lereng dengan tingkat kemiringannya

tidak terlalu tegak ataupun curam .

Gambar 4. Longsor Aliran (Dark, 2019)

e. Longsoran Lateral (Lateral – Spreading Failures)

Longsoran yang biasa terjadi pada wilayah dengan bentuk permukaan

tanahnya yang datar ialah termasuk jenis longsoran lateral. Pada pergerakan

materialnya lebih dominan dengan dua jenis retakan yaitu geser dan tarik yang

merupakan bagian karakteristik longsoran lateral. Tanah yang melakukan

perubahan dari padat menjadi cair disebabkan oleh likuifasi sebgai pemicu

longsoran ini terjad dan akan terjadi longsor jika terjadi gempa karena pergerakan

tanah yang dihasilkan gempa cukup besar.

Page 22: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

10

Gambar 5. Longsor Lateral (Juanvickey, 2018)

c. Faktor Penyebab Terjadinya Longsor

Bergeraknya suatu massa batuan, yang diakibatkan oleh pengaruh kondisi

yakni geologi, iklim, hidrogeologi, dan morfologi yang merupakan faktor bersifat

pasif (Thornbury & William, 1969). Dari potensi yang dihasilkan rentan

terjadinya pergerakan tanah karena kondisi yang saling mempengaruhi satu sama

lain untuk mewujudkan kondisi lereng memiliki kecenderungan bergerak. Massa

batuan penyusun yang memiliki kerentanan untuk bergerak tidak bisa ditentukan

waktu kapan pergerakan itu bisa terjadi. Adapun aktivitas yang dilakukan manusia

pada perbukitan atau lahan merupakan salah satu faktor yang bersifat aktif.

a. Kemiringan Lereng

Parameter yang memicu terjadinya pergerakan tanah ialah kondisi

geomorfologi. Keaktifan dari lereng yang dihasilkan dapat mengontrol pergerakan

tanah itu sendiri jika dilihat dari aspek geomorfologinya. Gaya pergerakan massa

tanah akan mengikuti sesuai dengan besar atau kecilnya dari kelerengan tersebut.

Rentan terjadinya longsor tergantung kondisi geologi dapat dilihat dari batuan

penyusunnya, kandungan tanah, dan struktur yang berarti lahan atau perbukitan

yang miring tidak semuanya rentan untuk bergerak jika tidak terdapat ciri kondisi

geologi yang memungkinkan itu untuk terjadi.

Page 23: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

11

b. Tekstur Tanah

Adanya perbandingan antara fraksi batuan dan besarnya suatu partikel

tanah serta penentuan susuna air yang merupakan kemampuan sebagai pengikat

air terhadap tanah yang berpengaruh pada kapastias tanah.

c. Faktor Iklim

Tingkat curah hujan yang cukup tinggi mempengaruhi terjadinya tanah

longsor karena batuan atau tanah yang berperan sebagai penyusun lereng

ketahananya akan bergerak turun dan menjadikan lereng labil yang akan

menyebabkan longsoran.

d. Kondisi Geologis

Struktur dari batuan pada kondisi geologis yang berpengaruh seperti

pelapisan batuan, pelapukan, dan kerapatan kekar batuan dapat memicu untuk

terjadi longsor. Bidang perlapisan batuan menunjukkan besar kecilnya perlapisan

batuan terhadap bidang datar. Semakin besar kemiringan perlapisan batuan

terhadap kemiringan lereng maka suatu lereng rentan untuk terjadinya longsor.

e. Kondisi Hidrologis

Jalur rembesan yang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi hidrologis.

Jika kapasitas yang dihasilkan air hujan cukup besar untuk masuk kedalam tanah,

maka tekanan air pun semakin kuat untuk melakukan perenggangan antara dua

ikatan yaitu tanah dan antar retak batuan yang mampu mengubah massa tanah dan

batuan bergerak karena retakan yang dihasilkan.

f. Faktor Manusia

Aktivitas manusia yang dilihat dari upaya mendirikan pemukiman tanpa

memperhatikan tingkat keproduktifan rusak atau baiknya dari tanah yang

digunakan, dapat meningkatkan kerusakan pada lingkungan dan akan

menyebabkan terjadinya longsoran.

Melihat dari faktor aktif yang memengaruhi terjadinya longsoran adapun

jenis material atau batuan yang dapat memicu terjadinya longsoran di sertai

dengan melihat nilai resistivitas pada batuan atau material tersebut. Salah satunya

batuan gamping yang merupakan batuan yang memiliki sifat reaktif terhadap air

terkhususnya pada air hujan yang memiliki kandungan karbon trioksida yang

terkontaminasi dari adanya udara maupun hasil pembusukan zat organic yang

Page 24: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

12

terdapat pada permukaan tanah. Batuan gamping juga dilalui oleh air permukaan

yang akan mengalami proses pelarutan yang sebabkan karena adanya reaksi

kimia. Jika batuan gamping yang terkena air permukaan akan berubah warna

menjadi aga kehitaman, jika hal tersebut terjadi terus menerus maka batuan

tersebut akan terdapat rongga-rongga dimana pada bawah batuan akan semakin

mengalami kikisan dan nantinya tidak akan mampu untuk menahan sehinga

terjadilaj longsoran batuan gamping dan batuan pasir yang merupakan batuan

sedimen yang terdiri dari meniral berukuran pasir atau butir-butir batuan yang

berasl dari pecahan batuan lainnya. Adapun klasifikasi tanah rawan longsor yang

didasari pada jenis bahan dan perilakunya yaitu salah satunya berdasarkan

perilakunya atau sifatnya (tingkat kekasaran bahan penyusun) diantaranya batuan

kerikil, pasir, debu, liat atau lempung, bahan organik dan gambut dan menurut

asal batuan yaitu batuan beku (granit,gabro, dolerit), batuan sedimen

(serpih/shales, sandstone, limestone, batuan breksi andesit, batuan vulcanic).

Endapan campuran bahan penyusun berupa batuan dasar/bedrock, boulder, butiran

clay, dan anorganik dan tipologi kawsan rawan longsor (Broms, 1975).

Adapun Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah

liat dengan ketebalan lebih dari 2,5m dan sudut lereng lebih dari 220m. Tanah

jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi

hujan. Selain itu, tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena

menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. Batuan yang

kurang kuat, Batuan endapan gunung api dan sedimen berukuran pasir dan

campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan

tersebut akan mudah menjadi tanah apabila mengalami proses pelapukan dan

umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

g. Pengaruh geologi

Pengaruh geologi merupakan gangguan dalam yang juga menjadi sebab

terjadinya longsoran. Proses geologi dalam pembentukan lapisan kulit bumi

dengan cara pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentukya suatu

lapisan yang potensial mengalami kelongsoran.

Page 25: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

13

d. Upaya Pencegahan Longsor

Longsor yang terjadi karena musim hujan sudah lazim lagi untuk diketahui

masyarakat, sebagai mana dapat dilihat peristiwa-peristiwa yang sering terjadi

terutama saat terjadinya longsor pada musim hujan. untuk melakukan pencegahan

maka diperlukan usaha untuk mengurangi resiko terjadinya longsoran,

diantaranya:

1) Menutup retakan dengan menggunakan tanah kedap air yang telah dipadatkan,

merupakan salah satu upaya agar tidak masuknya air kedalam retakan tersebut.

2) Mengurangi pengikisan tanah pada lereng.

3) Melakukan penanaman berupa tumbuhan yang memiliki akar kuat.

4) Pembuatan jalan setapak guna meminimalisir lolosnya air pada permukaan

tanah.

5) Upaya pengurangan infiltrasi dengan cara pembuatan saluran drainase agar air

cepat mengalir menyusuri lereng.

e. Bidang Gelincir

Bidang gelincir merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsor.

Bidang gelincir adalah suatu bidang dimana material suatu longsor bergerak di

atasnya atau merupakan batas antara massa material yang bergerak dan diam

(Zakaria, 2011). Bidang gelincir terbentuk akibat penjenuhan air yang

terakumulasi dan bergerak lateral di atas permukaan lapisan tanah atau batuan

yang sulit tertembus oleh air yang dinamakan lapisan kedap air. Dengan ciri nilai

tanahanannya cukup tinggi dan juga terdapat pori-pori relatif kecil merupakan

jenis batuan kedap air. Terjadinya pelapukan sehingga mengubah lapisan menjadi

licin diakibatkan oleh volume air yang cukup tinggi menembus lapisan kedap air.

Lapisan yang licin inilah yang berperan sebagai bidang gelincir (Sujarwo, 2016).

Jenis bidang gelincir menentukan jenis longsoran yang terjadi, bidang gelincir

rotation slip adalah bidang gelincir tempat bergeraknya material longsor rotasi

dan bidang gelincir translation slip merupakan bidang gelincir tempat

bergeraknya material longsor translasi. Memperoleh kontras resistivitasnya dua

material yang saling berdekatan dan dipengaruhi oleh curah hujan, serta

kemiringan lereng yang cukup terjal. Adapun kemiringan lereng terdapat 7

klasifikasi yaitu dari 00-20 kemiringan lereng datar, 20-40 kemiringan lereng

Page 26: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

14

landai, 40-80 kemiringan lereng miring, 80-160 kemirigan lereng agak curam,

160-350 kemiringan lereng curam, 350-550 lereng sangat curam, dan 550 lereng

terjal . secara umum terdapat ciri-ciri bidang gelincir diantaranya ialah antar

lapisan material atau batuan, terletaknya bidang antara tanah penutup dengan

batuan dasar hubungan batuan retak dengan batuan yang kuat, bidang batas antara

batuan yang bersifat permeabel dan impermeabel, dan bidang batas antara tanah

yang lunak dengan tanah yang padat. Dengan melihat ciri dari bidang gelincir

dapat di ambil kesimpulan jika air yang memasuki batuan retak maka longsor

akan terjadi, kadar air pada lereng yang akan meningkatkan tekanan pori dan

penambahan massa pada material longsor (Intan, 2018).

2. Struktur Lapisan Permukaan Bawah Tanah

Struktur tanah adalah penyusun antar partikel tanah primer (bahan primer)

dan bahan organik serta oksida, membentuk agrerat sekunder. Gatra agregat tanah

meliputi bahan padatan dan pori tanah (Darmawant, 2014). Terdapat struktur

penyusun lapisan bumi terdiri dari litosfer, atesnosfer, mesosfer. Lapisan umi

yang memiliki ketebalan berkisar 100 km yang terdapat di luar bumi merupakan

lapisa litosfer, sedangkan lapisan bumi yang berada di bawah adalah atesnosfer.

Kelebihan yang dimiliki litosfer adalah mampu menahan beban (Primus, 2014).

a. Sifat-sifat tanah

Kestabilan tanah penyusun lereng sangat berpengaruh terhadap sifat fisik

tanah. Adapun tingkat kestabilan tanah yang berkaitan dengan sifat fisik tanah

menurut Hakim et al (1986) antara lain:

1). Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relative berbagai golongan besar,

partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan relative suatu

fraksi liat, debu dan pasir. Tekstur dapat menentukan tata air dalam tanah berupa

kecepatan, infiltrasinya, penetrasi serta kemampuan mengikat air.

Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air,

ketersediaan air di dalama tanah, infiltrasi dan laju pergerakan air. Dengan

demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi

perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam

pemupukan. Tekstur tanah yang kasar akan berpotensi untuk terjadinya longsor.

Page 27: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

15

2). Warna tanah

Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan

menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran

komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai factor atau

persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu,

kuning dan putih. Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat

prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan

Munsel Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini

meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan

humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan

kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase

tanah dan juga mineralogy tanah.

Mineral-mineral yang terdapat dalam jumlah tertentu dalam tanah

kebanyakan berwarna agak terang (light). Sebagai akibatnya, tanah-tanah itu

berwarna agak kelabu terang, jika terdiri dari mineral-mineral serupa itu yang

sedikit mengalami perubahan kimiawi. Warna gelap pada tanah umumnya

disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi, jadi,

dengan cara praktis persentase bahan organik di dalam tanah diestimasi

berdasarkan warnanya. Bahan organik di dalam tanah akan menghasilkan warna

kelabu gelap, coklat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida

ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-

warna di atas. Warna tanah yang semakin gelap cenderung mudah terjadi tanah

longsor.

3) Agregat Tanah

Adanya ikatan butiran tanah yang lain, merupakan salah satu sifat fisik

dari agregat tanah. Berpotensi terjadinya longsor jika kelonggaran pada agrerat

tanah semakin besar.

4) Konsistensi

Adhesi dan derajat kohesi merupakan sifat fisik dari kosistensi tanah.

Terdapatnya massa tanah terhadap gaya yang memiliki hubungan terhadap tingkat

konsistensi tanah. Beda halnya dengan agrerat tanah, apabila tingkat kosistensi

tanahnya rendah maka potensi terjadinya longsor semakin besar.

Page 28: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

16

5) Permeabilitas

Sifat fisik dari permeabilitas tanah ialah kecepatan air rembesan masuk ke

dalam tanah lewat pori-pori dan mengarah horizontal maupun vertikal. Tingkat

kelajuan pada rembesan air juga berpengaruh terhadap tekstur tanah. Potensi

terjadinya longsor jika semakin tinggi tingkat permeabilitasnya.

6) Porositas

Memiliki sifat fisikyang cukup cepat dan mudahnya tanah meresapkan air.

Sifat porous dapat dilihat dari kecepatan tanah untuk meresapkan air. Besarnya

porositas tanah akan berpotensi terjadinya tanah longsor.

7) Unsur Hara

Tanah yang subur mengandung unsur hara yang berupa mineralnya cukup

tinggi. Pelapukan tanaman atau tumbuhan merupakan sumber unsur hara,

termasuk juga pemupukan. Jika semakin tinggi unsur hara pada tanah maka

cenderung mudahnya terjadi longsor.

b. Struktur Tanah

terdapat susunan utama pada lapisan bumi diantaranya, litosfer merupakan

lapisan yang terdapat di atas yang terdiri dari tanah dan batuan. Campuran

material dari berbagai mineral, air, dan udara merupakan bagian dari sifat tanah

(Primus, 2014).

Adapun anginn dan hujan akan mengikis atau merombak batuan menjadi

partikel remukan, kerikil, pasir dan lumpur. Hasil perombakan kemudian

terangkut oleh air tanah atau angin kemudian diendapkan secara berlapis-lapis

ditempat lain seperti dataran rendah, muara sungai, dasar danau, dan dasar

samudra. Di samudra, lama kelamaan bobot lapisan di atas memadatkan lapisan di

bawahnya membentuk batuan sedimen yang terkosolidasi. Fosil akan memberi

informasi mengenai lingkungan pada waktu dan tempat terbentuknya batuan

tersebut. Menurut proses terbentuknya, batuan sedimen dapat dikelompokkan

menjadi aluvium yang diendapkan oleh sungai-sungai, batuan muda yang lunak

dan tidak dipengaruhi oleh gerakan orogen atau gempa, batuan tua yang keras

telah melengkung/terlipat, bahkan retak oleh endogen (Arsyad, 2018).

Page 29: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

17

3. Metode Geolistrik Resistivitas

Melakukan pendeteksian bawah permukaan bumi yang merupakan salah

satu metode yang mempelajari sifat kelistrikan dikenal sebagai metode geolistrik.

Di dalam bumi diinjeksikan sebuah arus listrik yang bersifat alami. Diketahui

berbagai jenis konfigurasi resistivitas dapat dilihat dari letak elektroda saat

pengambilan data di lapangan. Dan terdapat kelebihan dan kekurangan yang ada

pada masing-masing konfigurasi. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran

terlebih dahulu harus diketahui tujuannya sehingga kita dapat memilih jenis

konfigurasi yang cocok untuk digunakan pada penelitian.

4. Prinsip Dasar Metode Resistivitas

Metode yang berkaitan tentang sifat kelistrikan untuk mengetahui kondisi

bawah permukaan bumi merupakan salah satu metode tahanan jenis atau

geolistrik resistivitas. Dalam metode ini menggunakan prinsip yaitu menyiapkan

dua buah elektroda yang diinjeksikan sebagai arus I yaitu C1 dan C2 dan

menyiapkan dua buah elektroda untuk diinjeksikan sebagai beda potensial V yaitu

P1 dan P2. Konduktor ataupun penghantar yang merupakan salah satu media

untuk mengalirnya arus listrik berdasarkan hukum Ohm yaitu berbanding lurus

dengan beda potensial yang dilakukan penerapan kepadanya dan berbanding

terbalik pada resistansinya. Dalam proses penginjeksian arus ke dalam bumi yang

melalui sebuah elektroda akan melakukan penyebaran arus di bawah permukaan

bumi dan sebagai pendugaan permukaan tanah (gambar 6).

A M N B

Gambar 6. Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul karena

adanya sumber arus (Reynolds, 1997)

I

V

Penjalaran arus listrik Ekuipoten

sial

Permukaan

Page 30: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

18

a. Resistivitas Semu

Pada metode resistivitas ini diasumsikan bahwa bumi bersifat homogen

isotropis. dengan resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan

tidak bergantung pada elektroda. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-

lapisan dengan yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan

pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka harga resistivitas yang terukur bukan

untuk satu lapisan saja, hal ini untuk spasi elektroda yang lebar. Resistivitas semu

dapat dirumuskan dengan persamaan,

= k (1)

Dimana adalah resistivitas semu (ohm meter), k adalah faktor geometri,

adalah beda potensial (volt), dan I adalah kuat arus (ampere). Prinsip kerja

pendugaan geolistrik adalah mengukur tahan jenis dengan mengalirkan arus

kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus, kemudian arus diterima oleh

elektroda tersebut diukur dengan dengan voltmeter, dari harga pengukuran

tersebut dapat dihitung tahanan jenis semu batuan. Tahanan jenis merupakan

parameter penting untuk mengkarakterisasi keadaan fisis bawah permukaan yang

diasosiasikan dengan material dan kondisi bawah permukaan.

Tabel 1. Variasi Nilai Tahanan Jenis Material Bumi

Material Resistivitas (Ωm)

Serpihan Gabungan 20-2 x 103

Argilites 10-8 x 102

Batu Gamping (limestone) 50-107

Dolomite 3,5 x 102 -5 x 103

Lembung basah tidak bergabung 20

Marls 3-70

Lempung (clay) 1-100

Alluvium dan pasir 10-800

Oil sands 4-800

Gabbro 103-106

Lanau (silt) 10-200

Batu Lumpur (marls) 3-70

Batu Pasir (sandstone) 50-500

Batu Kapur (limestone) 100-500

Lava 100-5x104

Air tanah 0,5-300

Air Laut 0,2

Breksi 75-200

Page 31: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

19

Andesit 100-200

Tufa vulkanik 20-100

Konglomerat 2x103-104

Gravel 100-600

Graphitic schist 10-500

Oil sands 4-800

Consolidated shales 20-2x103

Greenstone 500-200.000

Sandstone 200-8.000

(Sumber: Telford dkk., 1990)

b. Nilai Resistivitas Batuan

Melihat nilai tahanan jenis yang terdapat pada batuan dapat dibedakan dari

tiap jenis material atau batuan itu sendiri. Maka dari setiap jenis batuan pada

akuifer tidak terdapat kepastian nilai tahanan jenisnya. Untuk mengetahui tingkat

nilai resistivitas pada batuan bisa dilihat tabel di bawah ini, yaitu tabel 1 dan 2.

Tabel 2. Nilai Resistivitas dari Berbagai Batuan

Jenis batuan/tanah/air Tingkat resistivitas (Ωm)

Topsoil 50-100

Loose sand 500-5.000

Gravel 100-600

Wheathered bedrock 100-1.000

Sandstone 200-8.000

Limestone 500-10.000

Greenstone 500-200.000

Gabbro 100-500.000

Granit 200-100.000

Basal 200-100.000

Graphitic schits 10-500

Slates 500-500.000

Kuarsit 500-800.000

(Sumber: Lowrie dan Milsom,2007)

5. Konfigurasi Wenner

Konfigurasi wenner merupakan salah satu metode geolistrik yang dilakukan

penginjeksian bawah permukaan bumi dengan menggunakan arus listrik dan

bertujuan untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Pengukuran ini dilakukan

dengan cara meletakkan titik titik elektroda dengan beda jarak satu sama lain yang

sama. Elektroda yang bersebelahan akan berjarak sama (AM = MN = NB = a).

Konfigurasi ini memiliki kelebihan dalam ketelitian

Page 32: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

20

pembacaan karena memiliki nilai eksentrisitas yang tidak terlalu besar atau

bernilai sebesar 1/3. Metode ini juga salah satu metode dengan sinyal yang bagus.

Kelemahan dari metode ini adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di

dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan.

Gambar 7. Susunan elektroda yang biasa digunakan pada saat pengukuran

di lapangan (Loke. 2000)

6. Pemodelan Metode Geolistrik

Pada tahun 1985, litologi yang merupakan dari karakteristik batuan dan

pendeskripsian batuan yang dilihat dari kandungan mineral, warna, serta

ukurannya yang diartikan oleh dua para ilmuwan yang bernama Jakson dan Bates.

Tiap jenis batuan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Dilakukan

pemodelan yang berujuan untuk mencari tahu litologi bawah permukaan. Dalam

menggunakan metode geolistrik diperlukan software Res2Dinv yang akan

menampilkan pemodelan dalam bentuk 2 dimensi, dan itu bisa digunakan pada

konfigurasi lainnya. Penentuan lapisan batuan yang berada di bawah permukaan

maka perlu digunakan metode invers. Resistansi (R) merupakan masukan yang

diterima dan resistivitas merupakan keluaran atau ouputnya. Software

Res2Dinv memperoleh nilai tahanan jenis yang akan disesuaikan pada tabel yang

terdapat juga nilai tahanan jenis, sehingga memperoleh struktur bawah permukaan

tanah untuk dilakukannya pengidentifikasian pada zona rentan terjadinya longsor.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Menurut penelitian Isak (2017) tentang identifikasi perlapisan struktur

permukaan bawah tanah dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi

wenner lokasi air panas pincara Masamba. Pengukuran dengan dua lintasan yang

dilakukan dia air panas pincara diperoleh jenis batuan berupa batuan granit,

lempung dan batuan pasir serta batuan kerikil. Jenis material yang didominasi dari

Page 33: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

21

kedua lintasan ini berupa batuan lempung dengan nilai resistivitas 22,9-182 Ωm

sedangkan lintasan kedua yaitu batuan pasir dan batuan kerikil dengan nilai

resistivitas 23,7-52,2 Ωm.

Menurut penelitian Sunarmi (2018) tentang penentuan bidang gelincir

menggunakan metode geolistrik tahanan jenis sebgai mitigasi longsor di

kelurahan battang. Pengukuran dilakukan dengan satu lintasan dengan

menggunakan konfigurasi dipole-dipole dan panjang lintasan yang digunakan

yaitu 50 meter dan spasi 5 meter. hasil interpretasi data yang dilakukan

dicocokkan dengan peta geologi dan tabel resistivitas batuan yang menjukkan

bahwa pada penelitian ini kedalaman bidang gelincir yaitu dengan nilai tahanan

jenis 374 Ωm dengan kedalaman 4 meter.

Menurut penelitian Hakim dan Manrulu (2016) tentang aplikasi

konfigurasi wenner dalam menganalisis jenis material bawah permukaan.

Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik dengan konfigurasi wenner di daerah

penelitian maka dapat disimpukan bahwa konfigurasi wenner dapat digunakan

untuk menganalisis jenis material cair dan keras terbukti dengan terdapat beraneka

ragam jenis mineral dengan nialai resistivitas yang berkisar antara 55,5-48911 Ωm

dan jenis materialnya air tanah, batuan gamping, konglomerat dan granit serta

terdapat batuan keras di sekitarnya.

Menurut penelitian Gawing (2019) tentang identifikasi lapisan bawah

permukaan dan keadalam bidang gelingcir pemicu tanah longsor pada proyek

pembangunan jalan lingkar barat kota palopo Berdasarkan hasil pengukuran

geolistrik dengan konfigurasi dipole-dipole. Maka dapat disimpulkan bahwa

ketiga lintasan memiliki penyusun lapisan batuan dan kedalaman bidang gelincir

yang berbeda-beda pada tiap lintasan, yaitu lintasan 1 berada pada kedalaman 3,5

meter dengan nilai resistivitas 207-688 Ωm yang diduga merupakan jenis

batuan/material batu pasir dan basalt, lintasan 2 berada pada kedalaman 3,14

meter dengan nilai reistivitas 404-755,5 Ωm yang diduga merupakan jenis

batuan/material batu pasir, basalt dan pasir, serta lintasan 3 berada pada

kedalaman 5,32 meter dengan nilai resistivitas 153-646,5 Ωm yang diduga

merupakan jenis batuan/material batu kerikil, lempung, dan pasir serta estimasi

Page 34: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

22

volume batuan/material yang dapat terlepas pada bidang gelincir saat terjadi

longsor sebesar 31.843 dengan ketebalan rata-rata 12 meter.

2.3 Kerangka berpikir

Berdasarkan yang diperoleh dari survei lapangan yang dilakukan dilokasi

Desa Sassa Kecamatan Baebunta merupakan salah satu daerah rentang terjadinya

longsoran. Oleh kerena itu pada lokasi tersebut akan dilakukan pengidentifikasian

rawan longsor dengan menggunakan salah satu metode geolistrik tahanan jenis

konfigurasi wenner yang berfungsi untuk mengetahui struktur lapisan bawah

permukaan tanah. Pengolahan data menggunakan software Res2dinv sehingga di

peroleh pemodelan 2D, kemudian dapat diketahui permukaan jenis lapisan bawah

tanah di Desa Sassa Kecamatan Baebunta dan dilakukan interpretasi data untuk

mengetahui strukur lapisan permukaan bawah tanah.

Page 35: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

23

Adapun kerangka berpikir penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 8. Kerangka Berpikir

Studi literatur dan survei

lapangan

Interpretasi data

Tingkat kerentanan longsor

di daerah penelitian

Daerah rawan longsor

Geolistrik tahanan jenis

konfigurasi wenner

Inversi 2D Res2dinv

Peta geologi

Menegetahui jenis batuan

Page 36: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Peneilitian ini akan dilakukan pada bulan Maret, yang akan dilakukan di

Desa Sassa Kelurahan Salassa Kecamatan Baebunta Provinsi Sulawesi Selatan.

Daerah yang akan dilakukan penelitian yaitu daerah yang memiliki lokasi rentan

terjadi longsor, salah satuya ialag di Desa Sassa.

3.2 Alat dan Bahan

Dalam penelitian juga diperlukan sejumlah alat dan bahan yang akan

digunakan saat berada di lokasi, sebagai berikut:

1. Perangkat Keras

a. Satu set pengindentifikasian yang terdiri dari resistivitymeter (Gambar 9).

Gambar 9. Alat Resistivitymeter (Didi, 2015)

b. Palu untuk menancapkan elektroda.

c. Kabel penjepit 4 buah

d. Baterai sebagai penghasil arus.

e. Meteran yang memiliki panjang hingga 100 meter.

f. Jam sebagai penentukan waktu saat dilakukannya pengukuran.

g. Payung untuk melindungi alat resistivitymeter dari cuaca panas dan hujan.

h. Selembar kertas sebagai media untuk mencatat data pada proses penelitian

berlangsung.

i. Komputer untuk penegelolahan data yang diperoleh dilokasi penelitian.

j. Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan di lokasi penelitian

Page 37: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

25

2. Perangkat lunak

a. Microsoft excel untuk mengolah data yang diperoleh untuk konfigurasi

wanner.

b. Software Res2Dinv untuk mendapatkan gambar struktur bawah permukaan

tanah di lokasi penelitian.

c. Microsoft word untuk pembuatan laporan hasil penelitian.

d. Google Earth berfungsi untuk mengetahui letak dan topografi daerah

penelitian.

e. Notepad sebagai media transformasi data untuk diolah di Res2Dinv.

3.3 Teknik Pengambilan Data

1. Survei

Dalam penelitian sangat perlu dilakukan survei. Survei yang dilakukan

studi kondisi lapangan dan studi literatur. Untuk mengetahui kondisi lokasi

penelitian maka diperlukan untuk melakukan survei terlebih dahulu, yang berguna

untuk mengetahui seberapa luas daerah dan bagaimana kondisi cuaca pada daerah

penelitian tersebut. Sedangkan studi literatur digunakan untuk mencari tahu

struktur geologi baik itu secara online ataupun offline. Survei ini dilakukanuntuk

mencari tahu daerah yang rentang terjadinya longsor dan dilakukannya perkiraan

berapa lintasan yang akan diambil untuk pengukuran saat melakukan penelitian,

karena sangat mempengaruhi kedalaman bawah permukaan. Maka diperlukan

juga meteran untuk mengetahui panjang lintasan. Dalam menentukan lintasan

juga perlu diperimbangkan terlebih dahulu, yaitu dengan melihat ketentuan di

bawah ini:

a. Lintasan pengukuran harus pada tanah dalam keadaan kering atau saat musim

kemarau, karena dalam pengukuran diinjeksikan arus dan tegangan kedalam

tanah.

b. Melakukan perkiraan lokasi yang berpotensi longor serta posisi bangunan yang

berdampak terjadinya longsoran.

c. Pengambilan data dilakukan di daerah yang cukup luas dan memungkinkan

untuk pengambilan.

Page 38: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

26

2. Pengambilan Data

Dalam penelitian ini akan menggunakan konfigurasi wenner dan

perpindahan elektroda dalam konfigurasi ini berpindah sesuai spasi yang telah

dilakukan si peneliti, begitu seterusnya dilakukan sampai mecapai ujung lintasan

yang sudah ditentukan. Pengukuran ini dilakukan dengan cara meletakkan titik

titik elektroda dengan beda jarak satu sama lain yang sama. Elektroda yang

bersebelahan akan berjarak sama (AM=MN=NB=a). Penelitian pada lokasi yang

sudah ditentukan dimulai dari pengambilan titik pengukuran dan menentukan arah

pembentangan elektroda dengan melihat ciri-ciri terjadinya longsoran. Dengan

hasil pertimbangan yang telah dilakukan peneliti menggunakan dua lintasan dan

tiap lintasan memiliki panjang 100 meter dengan spasi 5 meter. selain itu,

dilakukan penginjeksian ke dalam tanah dengan menggunakan beberapa baterai.

Kemudian mencari tahu beda potensial pada pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan kedua elektroda. Pada layar monitor akan terlihat nilai arus dan

beda potensialnya .

Gambar 10. Bentangan elektroda pada lintasan (Loke 1994)

3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan microsoft excel dan juga

digunakan software Res2Dinv, yang merupakan salah satu software untuk

mendapatkan nilai resistivitas dan gambar yang berbentuk 2 dimensi. Adapun

beberapa tahapan yang perlu dilakukan diantaranya, menggunakan microsoft

excel untuk pengelolahan data beda potensial dan nilai besar kuat arus yang telah

dilakukan penginjeksian, dari pengelolahan data juga bisa dihasilkan nilai faktor

Page 39: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

27

geometri k dan juga resistivitas semu. Dilakukannya pengimputan data ke dalam

program notepade. Kemudian dilakukan penampilan gambar penampang dengan

cara sudah dilakukannya inversi dan selanjutnya mengubah nilai iterasi yang

berguna untuk memperkecil nilai error yang dihasilkan.

Page 40: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

28

3.5 Diagram Alir

Adapun diagram alir pedoman penelitian sebagai berikut:

Gambar 11. Diagram alir metode penelitian

Mulai

Studi literatur

Observasi lapangan

Akuisisi data di lapangan dengan

metode geolistrik tahanan jenis

Pengukuran parameter fisis (tegangan,

arus dan jarak spasi)

Pengolahan data lapangan

dengan Microsoft excel

Pengolahan data dengan

Res2dinv (2D)

Interpretasi data

Kesimpulan

Selesai

1. Tabel resistivitas batuan

2. Peta geologi

3. Karaktaristik daerah

rawan longsor

1. Lintasan ditentukan

2. Konfigurasi wenner

Page 41: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

1. Penampang Tahanan Jenis

Seperti yang telah diketahui bahwa metode geolistrik tahanan jenis

merupakan metode yang banyak digunakan untuk pendugaan atau mendeteksi

bawah permukaan bumi dengan prinsip kerja injeksi arus dan tegangan, karena

metode ini didasarkan pada pengukuran sifat kelistrikan batuan yaitu tahanan jenis

yang ditampilkan dalam bentuk penampang citra nilai tahanan jenis semu batuan

tujuannya untuk mendapatkan informasi tentang kedalaman, ketebalan lapisan

batuan dari harga atau nilai resistivitasnya secara vertikal.

Pada daerah penelitian dilakukan pengukuran sebanyak dua lintasan

dengan panjang lintasan masing-masing 100 meter dengan jarak spasi antar

elektroda 5 meter. Adapun tahap pengambilan data pada peneliian ini adalah

menentukan lintasan pengukuran, kemudian memasang elekroda dengan lebar

spasi 5 meter, menyusun rangkaian alat resistivitymeter, mengaktifkan

resistivitymeter kemudian menginjeksikan arus listrik penyebaran dan kedalam

tanah melalui elektroda yang sudah terpasang, dan melakukan pengukuran pada

lintasan dan kemudian mencatat arus listrik (I) dan beda potensial (V) antara dua

titik elektroda, kemudian menghitung tahanan jenis hasil pengukuran.

Berdasarkan data tersebut diolah berdasrkan persamaan resistivias semu, sehingga

deperoleh nilai resistivitas semu ( ) dengan memasukkan nilai V, I, a, dan K

kedalam microsoft excel, dan data tersebut diolah dengan menggunakan sofwer

Res2Dinv untuk memperoleh model inversi 2D.

Jenis material dapat diinterpretasikan melalui citra warna dan nilai

resistivitasnya yang selanjutnya akan dicocokkan dengan tabel resistivitas

sehingga dapat di interpretasikan jenis material setiap lapisan, dalam hal ini

lapisan tanahnya interpretasi yang dilakukan berdasarkan hasil perhitungannya.

Hasil dari pengolahan data digunakan microsoft excel kemudian diolah

menggunakan Res2Dinv.Melihat nilai resistivitas maka dilakukannya interprestasi

yang diperoleh dari pengolahan data dan membandingkan dengan nilai resistivitas

Page 42: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

30

tiap material menurut Telford, dkk 1990 dan Lowrie & Milsom, 2007 dan ditinjau

pada peta geologi regional wilayah penelitian.

1. Lintasan 1

Hasil model inversi penampang bawah permukaan lintasan I diperoleh

nilai resistivitas sebesar 8,08 Ωm-78300 Ωm dengan tingkat kesalahan 7,1 %.

Tingkat kesalahan ini dapat diterima karena kurang dari 30 %. Pada gambar 12

memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai resistivitas antar batuan bawah

permukaan. Untuk mengetahui setiap lapisan permukaan dapat diketahui

dengan nilai resistivitas yang dapat dilihat pada tabel 3 nilai resistivitas

material bumi dan juga dilihat pada gambar hasil pengolahan data res2dinvn.

Gambar 12. Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 1

Tabel 3 . Hasil interpretasi litologi lintasan 1

NO Warna Resistivitas (Ωm) Jenis Batuan/Material

1. 8,08 – 30,0 Marls, oilsand

2. 111 – 413 Andesit, batu kapur

3. 1532 – 5685 sandstone

4. 21098 - 78300 Granit, basal

Sumber: Telford dkk, (1990) Lowrie & Milsom, (2007)

2. Lintasan 2

Pengukuran pada lintasan II gambar 13 memperlihatkan hasil inversi

dengan error 17,0 %. Pada lintasan ini juga diperoleh nilai resistivitas sebesar

20,9 Ωm - 4003 Ωm dan terdiri dari 3 lapisan. Untuk mengetahui setiap lapisan

Page 43: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

31

permukaan dapat diketahui dengan nilai resistivitas yang dapat dilihat pada

tabel 4 nilai resistivitas material bumi dan juga dilihat pada gambar hasil

pengolahan data res2dinvn.

Gambar 13. Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 2

Tabel 4 . Hasil interpretasi litologi lintasan 2

NO Warna Resistivitas (Ωm) Jenis Batuan/Material

1. 20,9 – 44,2 Marls

2. 93,8 - 199 Batu pasir, lanau

3. 421 – 892 Batu kapur, sandstone

4. 1889 - 4003 Standstone, gravel (kerikil)

Sumber: Telford dkk, (1990) Lowrie & Milsom (2007)

Berdasarkan hasil survei geolistrik yang dilakukan di Desa Sassa

Kecamatan Baebunta terlihat beberapa nilai tahan jenis dari satu lintasan

pengukuran yang ditampilkan dalam bentuk penampang tahanan jenis 2D.

Pembacaan nilai resistivitas pada bawah permukaan kedalaman bahas geologi

dilakukan berdasarkan pada klasifikasi nilai tahanan jenis batuan yang berdasakan

pada peta geologi dengan tabel nilai resitivitas batuan. Dari hasil interprtasi data

menunjukkan bahwa bahwa tiap lintasan memiliki variasi material berbeda, pada

lintasan pertama yaitu lapisan pertama berwarna hijau muda hingga tua dengan

nilai resistivitas 0,08-111 Ωm diindikasikan sebagai lempung, serpihan gabungan,

kerikil, andesit. pada lapisan kedua berwarna kuning hingga kecoklatan dengan

nilai resistivitas 413-5685 Ωm diindikasikan sebagai batuan andesit, batu kapur,

aluvium pasir, greenstone dan lapisan ketiga terlihat warna orange hingga merah

Page 44: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

32

tua dengan resistivitas 21098-78300 Ωm diindikasikan sebgai batuan greenstone

dan kuarsit. Kemudian pada lintasan kedua dapat dilihat pada lapisan pertamanya

berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan nilai resistivas 20,9-93,8 Ωm yang

diduga sebagai serpihan gabungan, batu pasir, breksi. lapisan kedua berwarna

kuning hingga coklat dengan nilai resistivitas 199-421 Ωm diindikasi sebagai

batuan Breksi, andesit, aluvium dan pasir. Dan pada lapisan ketiga terdapat warna

0range hingga merah tua dengan nilai resistivitas 892-4003 yang diindikasi

sebagai kuarsit, dan batu pasir, greenstone.

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini menjukkan bahwa nilai resistivitas bawah permukaan

tanah didpatkan sesuai dengan penelitian yang relevan, yaitu berada dibawah

1000 Ωm. Dengan memperoleh nilai resistivitas pada batuan atau material kita

bisa mengetahui jenis material yang bisa memicu terjadinya longsoran. Hasil

pengolahan data pada penelitian ini menunjukkan adanya beberapa material yang

dapat memicu terjadinya longsor.

Dapat dilihat pada lintasan 1 yaitu lapisan pertama berwarna hijau muda

hingga tua dengan nilai resistivitas yang diduga sebagai batuan air tanah, serpihan

gabungan, kerikil. pada lapisan kedua yang diduga sebagai batuan gamping, basal,

aluvium dan pasir dan lapisan ketiga diduga sebgai batuan pasir dan kuarsit dan

lapisan kedua diduga merupakan jenis material batuan gamping, basal, aluvium

dan pasir dengan nilai resistivitas 413-5685 Ωm.

Pada lintasan 2 dapat dilihat pada lapisan pertamanya yang diduga

sebagai serpihan gabungan, batu gamping, breksi. lapisan kedua diduga sebagai

batuan lempung, aluvium dan pasir, dan lapisan ketiga diduga sebagai batuan

gamping, kuarsit, dan batu pasir. pada Lapisan kedua merupakan bidang gelincir

yang diduga merupakan jenis material batuan lempung, aluvium dan pasir dengan

nilai resistivitas 199-421 Ωm.

Dengan melihat kondisi alam atau dilakukannya survei lapangan bahwa

terlihat pada Kecamatan Baebunta memiliki kelerengan yang terjal dan perbukitan

yang tidak mendukung kestabilan lereng. Sehingga dalam penelitian lebih lanjut

untuk mendapatkan pemodelan dibawah permukaan tanah akan digunakan metode

geolistrik kofigurasi wenner. Di Sassa merupakan daerah yang pemukiman relatif

Page 45: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

33

jarang karena sebagian besar merupakan daerah perkebunan dan keadaan

topografi di lokasi terdapat banyak lereng yang cukup terjal di sisi jalan sehingga

massa tanah cenderung dapat bergerak dan menimbun badan jalan terutama pada

saat terjadinya musim hujan dan vegetasi pada daerah ini juga terlihat kurangnya

tanaman keras berakar kuat dan dalam. Terjadinya longsoran dapat disebabkan

karena terdapat struktur tanah yang kurang padat dan terdapat lereng terjal. Salah

satu yang menjadi penyebab terjadinya longsor yaitu curah hujan yang cukup

tinggi yang mencapai 100 mm dari hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi,

dan Geofisika. Perharinya dapat menambah massa dari batuan yang retak,

sehingga batuan tersebut akan bergerak diatas batuan kedap air dan menjadi

material longsor.

Page 46: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

34

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. pengidentifikasian rawan longsor dilakukan dengan cara mendeteksi

bawah permukaan bumi dengan menggunakan salah satu metode yang

mempelajari sifat kelistrikan dikenal sebagai metode geolistrik dengan

konfigurasi wenner untuk penentuan struktur lapisan bawah permukaan,

dilakukan dengan cara menginjeksikan arus dan tegangan untuk

mendapatkan informasi tentang kedalaman, ketebalan lapisan batuan dari

harga atau nilai resistivitasnya secara vertikal pada bawah permukaan

tanah dari tahanan jenis yang ditampilkan dalam bentuk penampang citra

nilai tahanan jenis semu batuan.

2. Sehingga diperoleh penyusun batuan lintasan 1 diindikasikan sebagai

batuan lempung, kerikil, batuan pasir, andesit, kuarsit, batu kapur,

greenstone, aluvium dan pasir. Dan lintasan 2 diindikasikan sebagai

serpihan gabungan, breksi, aluvium, kuarsit, batu pasir, breksi, dan

greenstone. Lapisan bawah permukaan terdiri atas lapisan batuan lemah

aau rapuh dan lapisan bidang gelincir dimana lapisan tersebut dapat

memicu terjadinya longsor.

6.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan software yang

berbeda yang dapat menampilkan gambaran bawah permukaan dalam bentuk 3D

untuk memperjelas keadaan bawah permukaan daerah penelitian.

Page 47: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

35

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. 2018. Analisis Sifat Fisis Dan Sifat Mekanik Batuan Karst Maros.

Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, 13: 276-281.

Bowles, J.E. 1989. Sifat Fisis dan Geoteknik Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta:

Erlangga.

Broms, 1975. Dalam Hardiyatmo (2006) Penanganan Tanah Longsor dan Erosi.

Yogyakarta: GM Univ.press.

Dark, 2019. Kegagalan Tanah. http:darkspecialistd.com. Diakses 25 Februari

2020.

Darmawan, S. 2014. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Menggunakan

Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Area Panas Bumi Desa

Diwak Dan Derekan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Jurnal.

Universitas Diponegoro, Semarang.

Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM

Gawing, E S. 2019. Identifikasi Lapisan Bawah Permukaan dan Kedalaman

Bidang Gelincir Pemicu Tanah Longsor Pada Proyek Pembangunan Jalan

Lingkar Barat Kota Palopo. Skripsi. Palopo: Universitas Cokroaminoto

Palopo.

Geosriwijaya, 2017. Mengenali Potensi Bahaya Gerakan Tanah dengan

Parameter Jenis Batuan dan Struktur Geologi. http://geosriwijaya.com.

Diakses 25 Februari 2020.

Hack R. 2000. Geophysics For Slope Stability. Surveys in Geophysics. 21:432-

448.

Hakim, Manrulu R H. 2016. Aplikasi Konfigurasi Wenner Dalam Menganalisis

Jenis Material Bawah Permukaan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-

BiRuNi 05 (1) (2016) 95-103 DOI: 10.24042/jpifalbiruni.V5il.109.

Diakses 25 Desember 2019.

Hakim, N., N. Y. Nyakpa. S. Lubis. G. Nugroho. R. Saul, M. H. Diha, Go Ban

Hong dan H. H. Baley, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung

Universitas Press, Lampung.

Heryanto, D. 2015. Alat-alat Survei Geofisika. http://metode-survei.html. Diakses

25 Februari 2020.

Page 48: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

36

Highland, L. 2004. Landslide Type And Processes. Fact-Sheet No. 2004-

3072.U.S. Geology Survey.

Hilma, L. 2019. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Metode

Geolistrik Resistivitas Daerah Rawang Longsor di Desa Purwoharjo

Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Simpen, I. N. 2015. Susunan Elektroda yang Biasa digunakan pada saat

Pengukuran di Lapangan. http://researchgate.com. Diakses 25 Februari

2020.

Indrawati. 2008. Penentuan Kedalaman Bidang Gelincir Daerah Rawan Gerakan

Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Universitas Andalas

Padang. http://media.neliti.com. Diakses, 7 November 2018.

Intan, M. 2018. Identifikasi Daerah Rawang Longsor Dengan Menggunakan

Metode Resistivitas Kongfigurasi Wenner-Schlumberger di Kawasan Desa

Meunasah Krueng Kala, Aceh Besar. Jurnal Fisika Universitas

Cokroaminoto Palopo.

Juanvickey, 2018. Pengertian dan Tipe-Tipe Longsoran.

http://ilmudasardanteknik.com. Diakses 25 Februari 2020.

Loke, M. H. 2000. Electrical Imaging Surveys for Environmental and

Engineering Studies. A Practical Guide to 2D and 3D Surveys. Penang

Malaysia.

Lelebunga, Isak A. 2017. Identifikasi Perlapisan Struktur Permukaan Bawah

Tanah Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Winner

Lokasi Air Panas Pincara Masamba.

Lowrie and Milsom, W. J. 2007. Fundametals of Geophysics 2nd Edition.

Cambridge University Press. Cambridge.

Muchlis, 2015. Interpretasi Potensi Massa Longsoran Dengan Metoda Geolistrik

(Studi Kasus Daerah Gayo Lues). Jurnal Natural, 15(1), 16–18.

Muntohar, A.S. 2015. Tanah Longsor Analisis-Prediksi-Mitigasi. Yogyakarta:

Teknik Sipil UMY.

Nugroho. 2009. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Hutan Lindung Kab.

Mojokerto). Surabaya ITS. digilib.its.ic.id. Diakses. 9 November 2018.

Page 49: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

37

Paimin, 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos

Internasional Indonesia Programme.

Pranatasari, 2017. Studi KerentanganTanah Longsor Sebagai Mitigasi di

Banjarnegara. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.1, No.1.

Prawiradisastra, S. 2018. Analisis Morfologi dan Geologi Bencana Tanah

Longsor di Desa Ledoksari Kabupaten Karanganyar. Jakarta:

Erlangga.

Primus, S. 2014. Bencana Tanah Longsor Seri Pendidikan Pengurangan Risiko.

Andi Publisher. Jakarta.

Reynolds, J.M.,1997. An Introduction to Applied and Eviromental Geophysics,

John Wiley and Sons Ltd., Chichester, England.

Sujarwo, Anton. 2016. Identifikasi Lapisan Rawan Tanah Longsor Menggunakan

Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole di Desa Pendoworejo,

Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Skripsi Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Sunarmi, 2018. Penentuan Bidang Gelincir Menggunakan Metode Geolistrik

Tahanan Jenis Sebagai Mitigasi Longsor Di Kelurahan Battang. Skripsi.

Palopo: Universitas Cokroaminito Palopo.

Taufik, M. 2016. Identifikasi Daerah Rawang Tanah Longsor Menggunakan SIG.

Jurnal Teknik ITS Vol.5, No.2

Telford, W. M., Geldart, L. P., dan Sherif, R. E. 1990. Applied Geophysics.

Cambridge. University. New York.

Thornbury & William, D. 1969. Principles of Geomorphology. Amerika serikat.

Departement of Geology Indiana University.

TribunLuwu, 2016. Longsor. https://makassar.tribunnews.com. Diakses 25

Februari 2020.

Zakaria, Z. 2011. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Universitas Padjajaran.

Bandung

Page 50: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

38

Page 51: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

39

Lampiran 1. Peta Geologi Kecamatan Baebunta

Page 52: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

40

Lampiran 2

Data lapangan lintasan 1 yang diperoleh di Desa Sassa Kecamatan

Baebunta Kabupaten Bulukumba dapat dilihat sebagai berikut:

Hari/Tanggal : Minggu/29 Maret 2020

Panjang lintasan : 100 meter

Spasi elektroda : 5 meter

Cuaca : Cerah

No DP Rho

1 15 149,68

2 20 118,37733

3 25 66,45

4 30 163,40727

5 35 97,77

6 40 104,72197

7 45 119,13

8 50 138,305

9 55 103,99

10 60 114,3753

11 65 114,38

12 70 154,7484

13 75 135,21

14 80 119,6436

15 85 96,33

16 22,5 164,611

17 27,5 240,7315

18 32,5 245,802

19 37,5 149,9472

20 42,5 126,3049

21 47,5 163,02

22 52,5 171,2331

23 57,5 143,3417

24 62,5 150,8992

25 67,5 188,6139

26 72,5 195,7074

27 77,5 157,3654

28 30 432,38

29 35 248,9879

Page 53: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

41

30 40 149,13853

31 45 135,3166

32 50 237,45

33 55 181,21093

34 60 173,9761

35 65 202,42529

36 70 267,92

37 37,5 206,6458

38 42,5 112,2494

39 47,5 138,8463

40 52,5 194,1251

41 57,5 189,5

42 62,5 205,9241

43 45 38,67

44 50 148,34

45 55 187,74

Page 54: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

42

Lampiran 3

Data lapangan lintasan 2 yang diperoleh di Desa Sassa Kecamatan

Baebunta Kabupaten Bulukumba dapat dilihat sebagai berikut:

Hari/Tanggal : Minggu/29 Maret 2020

Panjang lintasan : 100 meter

Spasi elektroda : 5 meter

Cuaca : Hujan lokal

No DP Rho

1 15 149,68

2 20 118,8607

3 25 66,45

4 30 118,8607

5 35 97,77

6 40 118,8607

7 45 119,13

8 50 118,8607

9 55 103,99

10 60 118,8607

11 65 114,38

12 70 118,8607

13 75 135,21

14 80 118,8607

15 85 96,33

16 22,5 161,8309

17 27,5 239,613

18 32,5 248,762

19 37,5 148,6158

20 42,5 126,4423

21 47,5 163,0351

22 52,5 172,5082

23 57,5 144,5932

24 62,5 150,669

25 67,5 190,9247

26 72,5 194,0615

27 77,5 156,8931

28 30 432,38

29 35 251,8892

Page 55: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

43

30 40 149,2746

31 45 136,1708

32 50 237,45

33 55 182,3717

34 60 175,481

35 65 203,7209

36 70 267,92

37 37,5 206,8678

38 42,5 112,2631

39 47,5 142,2996

40 52,5 193,432

41 57,5 189,4736

42 62,5 205,6204

43 45 38,67

44 50 151,2752

45 55 189,0815

Page 56: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

44

Lampiran 4. Dokumentasi penelitian

Menginjeksikan arus listrik Alat Resistivitymeter

Membentangkan meteran pemasangan alat Resistivitymeter

Kelengkapan alat penelitian Menancapkan elektroda

Page 57: IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA …

45