IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI...

18
82 IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI KELEMBAGAAN SEBAGAI DASAR PERENCANAAN SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO HULU 1 Oleh: Nana Haryanti 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. A. Yani PO Box 295 Pabelan. Telepon/Fax.: (+62 271) 716709/716959 Email: [email protected] 2 Email: [email protected]; 3 [email protected] ABSTRAK Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dimana terjadi interaksi antara komponen-komponen alam dan manusia secara kompleks. Oleh karena itu DAS menjadi demikian penting untuk dikelola agar bisa memberikan manfaat kepada semua pihak yang mendiami wilayah tersebut. Pengelolaan DAS bukan semata mengelola sumber daya alam, namun lebih kepada mengelola aktivitas manusia karena hal ini akan berdampak pada kelestarian sumber daya alam yang tersedia. Rencana pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan pentingnya mengontrol aktivitas manusia sehingga harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat untuk menghindari munculnya konflik kepentingan antar stakeholder. Makalah ini bertujuan membahas pentingnya mengidentifikasi kondisi kerentanan sosial, ekonomi kelembagaan setempat untuk proses perencanaan pengelolaan DAS. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari perhitungan menggunakan metode Sidik Cepat Degradasi DAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyumbang kerentanan sosial ekonomi sub DAS Progo hulu adalah masyarakat di bagian hulu yang mengembangkan pertanian di lahan tegal. Kelembagaan ditingkat desa maupun kabupaten dan pusat kurang bisa menjalankan peran dalam menjaga kualitas DAS yang baik karena peran pada kegiatan konservasi di hulu sangat rendah. Oleh karena itu alternatif memperbaiki DAS terletak pada perencanaan terutama aspek kelembagaannya. Kata kunci: kondisi sosial, ekonomi, kelembagaan, perencanaan daerah aliran sungai 1 Makalah ini disampaikan pada Semiloka “Riset Pengelolaan DAS Menuju Kebutuhan Terkini” Surakarta, 27-28 Juni 2011. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi dengan Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Transcript of IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI...

Page 1: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

82

IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI KELEMBAGAAN SEBAGAI DASAR PERENCANAAN SUB

DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO HULU1

Oleh: Nana Haryanti2 dan Paimin3

Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Jl. A. Yani PO Box 295 Pabelan. Telepon/Fax.: (+62 271) 716709/716959

Email: [email protected] 2Email: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dimana terjadi interaksi antara komponen-komponen alam dan manusia secara kompleks. Oleh karena itu DAS menjadi demikian penting untuk dikelola agar bisa memberikan manfaat kepada semua pihak yang mendiami wilayah tersebut. Pengelolaan DAS bukan semata mengelola sumber daya alam, namun lebih kepada mengelola aktivitas manusia karena hal ini akan berdampak pada kelestarian sumber daya alam yang tersedia. Rencana pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan pentingnya mengontrol aktivitas manusia sehingga harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat untuk menghindari munculnya konflik kepentingan antar stakeholder. Makalah ini bertujuan membahas pentingnya mengidentifikasi kondisi kerentanan sosial, ekonomi kelembagaan setempat untuk proses perencanaan pengelolaan DAS. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari perhitungan menggunakan metode Sidik Cepat Degradasi DAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyumbang kerentanan sosial ekonomi sub DAS Progo hulu adalah masyarakat di bagian hulu yang mengembangkan pertanian di lahan tegal. Kelembagaan ditingkat desa maupun kabupaten dan pusat kurang bisa menjalankan peran dalam menjaga kualitas DAS yang baik karena peran pada kegiatan konservasi di hulu sangat rendah. Oleh karena itu alternatif memperbaiki DAS terletak pada perencanaan terutama aspek kelembagaannya. Kata kunci: kondisi sosial, ekonomi, kelembagaan, perencanaan daerah aliran sungai 1 Makalah ini disampaikan pada Semiloka “Riset Pengelolaan DAS Menuju

Kebutuhan Terkini” Surakarta, 27-28 Juni 2011. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi dengan Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Page 2: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

83

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu unit teritori dimana sub sistem hidrologi memproduksi air, pada saat yang bersamaan sub sistem sosial ekonomi bekerja menghasilkan barang dan jasa (Fernandez, 1993). DAS kemudian memproduksi “berbagai dampak sampingan” dari aktivitas didalamnya seperti erosi, sedimentasi, banjir, kekeringan, penurunan produktivitas lahan, penurunan biodiversitas dan sebagainya (Hufschmidt, 1986). Dampak sampingan yang tidak diinginkan ini apabila tidak ditangani secara seksama akan dapat mengakibatkan terganggunya kondisi ekologi suatu wilayah yang berdampak pada hilangnya pendapatan masyarakat dan selanjutnya mengganggu jalannya proses pembangunan. Oleh sebab itu, daerah aliran sungai sebagai suatu wilayah yang unik dan kompleks (karena didalamnya manusia, hewan, tumbuhan, tekhnologi, budaya berinteraksi), dimana berbagai kepentingan berkompetisi menjadi demikian penting untuk dikelola dan diatur agar dapat memberikan manfaat kepada semua pihak tanpa ada yang merasa dirugikan. Keragaman karakteristik fisik antara lain berupa kemiringan, curah hujan, jenis tanah dan karakteristik sosial seperti penduduk, kegiatan pertanian ekonomi lainnya yang dikembangkan (Fernandez, 1993) membawa konsekuensi pengelolaan daerah aliran sungai harus benar-benar disesuaikan dengan kondisi yang ada agar DAS yang sehat berkelanjutan dapat diwujudkan. Pengelolaan daerah aliran sungai menjadi penting karena ada common pool resources yaitu sumber daya yang sangat penting dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak berupa tanah dan air, memerlukan upaya dan aktivitas yang terintegrasi dan bijaksana untuk menjamin kelestarian, kualitas dan hasil air serta tanah. Selanjutnya diharapkan tujuan dari seluruh proses pembangunan yaitu meningkatnya kemakmuran rakyat tanpa merusak lingkungan bisa terpenuhi (Eren, 1977).

Page 3: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

84

Sub DAS Progo Hulu sebagai salah satu DAS prioritas menurut Keputusan Menteri Kehutanan No 328 tahun 2009 penting untuk dibenahi pengelolaannya. Luas lahan kritis di sub DAS Progo Hulu mencapai 647 Ha dari seluruh luasan lahan 57. 495 Ha, (Paimin dkk, 2010). Selanjutnya berdasar penelitian Paimin dkk., daerah yang mengalami kerentanan terhadap banjir seluas 322 Ha yang terjadi hampir disetiap muara sub-sub DAS. Sementara itu kekeringan melanda bagian hulu gugusan Gunung Sumbing Sindoro karena sumber mata air muncul pada elevasi 1000 meter diatas permukaan laut sedangkan kegiatan manusia telah melampaui wilayah tersebut yaitu mencapai puncak-puncak dari pegunungan. Lahan yang rentan terhadap bahaya longsor seluas 600 Ha yang tersebar di bagian barat dan timur sub DAS Progo Hulu. Faktor utama penyumbang kerusakan sub DAS Progo Hulu adalah aktivitas penduduk yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Bagian hulu sungai berupa lahan tegalan dengan tembakau sebagai tanaman utamanya. Tegal secara umum dibangun secara sederhana tanpa mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Teras bangku yang baik dengan penguat berupa batu hanya dibangun oleh segelintir warga yang memiliki kemampuan. Karena yang dikembangkan adalah tanaman tembakau dan sayuran, teras dibangun memotong kontur atau miring ke depan agar air tidak menggenang yang bisa mengakibatkan tanaman menjadi busuk. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya kejadian erosi dimana 18. 995 Ha atau sekitar 33% dari luasan lahan merupakan daerah rentan erosi karena tingkat kelerengan lahannya lebih dari 15% (Paimin dkk, 2010).

Lebih lanjut salah satu penyebab kemerosotan DAS adalah terfragmentasinya pendekatan yang dilakukan organisasi-organisasi pemerintah dalam upaya mengurangi kerusakan DAS (Fernandez, 1993). Kurangnya bantuan teknis maupun kegiatan penyuluhan mengenai konservasi tanah dan air oleh pemerintah pusat maupun daerah telah mengakibatkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat petani di sub DAS Progo Hulu akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan.

Page 4: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

85

B. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan pentingnya mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan suatu wilayah sebagai dasar perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai. Makalah ini juga menjelaskan bagaimana pengelolaan sub DAS Progo Hulu sebaiknya dilakukan untuk mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Temanggung yang meliputi sebagian besar wilayah Sub DAS Progo Hulu. Penelitian dilakukan pada tahun 2010.

B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan daftar pertanyaan terstruktur dibuat untuk kepentingan survai maupun kuesioner terbuka yang berisi topik-topik yang akan ditanyakan untuk kepentingan wawancara mendalam. Selanjutnya digunakan data sekunder berupa dokumen yang dikeluarkan oleh instansi-instansi pengelola daerah aliran sungai untuk diolah dianalisa sebagai dasar perencanaan sub DAS Progo Hulu. C. Metode Penelitian dilakukan secara kualitatif. Untuk mendukung penelitian ini dilakukan langkah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan berbagai pengetahuan mengenai model-model pengelolaan daerah aliran sungai serta teknik-teknik mitigasi secara sosial ekonomi dan kelembagaan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan DAS. Studi pustaka juga dilakukan untuk

Page 5: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

86

menemukan formula-formula baru bagi perbaikan DAS yang telah rusak.

2. Penghitungan kondisi kerentanan sosial ekonomi kelembagaan menggunakan metode Sidik Cepat Degradasi DAS.

3. Survey/Wawancara Survey dilakukan terhadap 180 orang petani untuk menghitung kerentanan sosial ekonomi dan kelembagaan sub DAS Progo Hulu. Selanjutnya wawancara mendalam dilakukan kepada instansi-instansi pemerintah pengelola DAS baik di pusat maupun daerah.

Analisis data dilakukan secara kualitatif baik terhadap hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan metode Sidik Cepat Degradasi DAS maupun hasil wawancara dan studi pustaka.

III. HASIL PEMBAHASAN

A. Kondisi umum sub DAS Progo Hulu Sub DAS Progo Hulu meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Temanggung yang mencapai 94,5%, sebagian kecil Kabupaten Magelang, Semarang dan Wonosobo. Sub DAS Progo Hulu terbagi menjadi beberapa sub-sub DAS yaitu Hulu Progo, Galeh, Kuas, Tingal, Mandang, Jambe, Gemilang, Sejengkol-Lembir, Jetis (Paimin dkk, 2010). Karakteristik sosial ekonomi kelembagaan sub DAS Progo Hulu yang dihitung menggunakan metode Sidik Cepat Degradasi DAS terlihat pada tabel 1.

Page 6: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

87

Table 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Kelembagaan Sub DAS Progo Hulu berdasar Sidik Cepat Degradasi DAS

KKrriitteerriiaa CCrriitteerriiaa

PPaarraammeetteerr PPaarraammeetteerr

BBeessaarraann VVaalluuee

KKaatteeggoorrii CCaatteeggoorryy

SSkkoorr SSccoorree

SSoossiiaall KKeeppaaddaattaann ppeenndduudduukk:: -- GGeeooggrraaffiiss

882233 jjiiwwaa//KKmm22

TTiinnggggii

55

-- AAggrraarriiss 55 oorraanngg//hhaa RReennddaahh 11 BBuuddaayyaa:: PPeerriillaakkuu//ttiinnggkkaahh llaakkuu kkoonnsseerrvvaassii

KKoonnsseerrvvaassii tteellaahh mmeelleemmbbaaggaa ddllmm mmaassyyaarraakkaatt**

RReennddaahh 11

BBuuddaayyaa:: HHuukkuumm aaddaatt TTiiddaakk aaddaa hhuukkuummaann TTiinnggggii 55 EEkkoonnoommii KKeetteerrggaannttuunnggaann

tteerrhhaaddaapp llaahhaann 3311%% RReennddaahh 11

TTiinnggkkaatt ppeennddaappaattaann RRpp.. 55..115544..665555 //kkaappiittaa//tthh ((ggaarriiss kkeemmiisskkiinnaann RRpp..11..227755..550044)) �� 44>>SSKK

RReennddaahh

11

KKeeggiiaattaann ddaassaarr wwiillaayyaahh LLQQ == 11 ((6611%%)) ** SSeeddaanngg 33 KKeelleemmbbaaggaaaann

KKeebbeerrddaayyaaaann kkeelleemmbbaaggaaaann kkoonnsseerrvvaassii

AAddaa bbeerrppeerraann** RReennddaahh 11

KKeebbeerrddaayyaaaann lleemmbbaaggaa ffoorrmmaall ppaaddaa kkoonnsseerrvvaassii

TTiiddaakk bbeerrppeerraann TTiinnggggii 55

Sumber: data primer 2010 Keterangan: *Konservasi dikatakan melembaga karena ada dukungan agroforestry pada daerah tengah dan hilir sub DAS. LQ (Location Quotient) /kegiatan dasar wilayah (Jumlah angkatan kerja yang bekerja disektor pertanian/total angkatan kerja) = (50%-75%=1). BPS Prov Jateng 2006: Standar kemiskinan Kab Temanggung Rp. 1.275.504 perkapita/tahun

Berdasarkan Tabel 1, parameter geografis menunjukkan bahwa Kabupaten Temanggung dikategorikan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, namun secara agraris adalah rendah. Kondisi ini dipengaruhi beberapa faktor seperti berkembangnya sektor industri dan perdagangan yang menyerap banyak tenaga kerja mencapai 81. 914 jiwa pada tahun 2008 (BPS, 2009) Hal ini senada dengan pendapat dari model perdagangan yang dikembangkan faham neoklasik, yang menyatakan bahwa perkembangan industri akan menimbulkan kompetisi terutama kepada sektor pertanian khususnya hal yang berkaitan dengan dukungan tenaga kerja terhadap sektor pertanian tersebut. Industri yang berkembang di Kabupaten Temanggung dan menyerap banyak tenaga kerja meliputi industri pengolahan tembakau, industri anyaman keranjang tembakau, industri makanan, industri kimia bahan bangunan, serta industri pengolahan kayu.

Page 7: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

88

Pada prinsipnya konservasi sudah umum dilakukan petani, namun tingkatannya sangat bervariasi. Tanah, meskipun tidak sempurna telah diteras, petani juga mengerti fungsi teras serta mengapa harus dilakukan penerasan. Keterbatasan ekonomi dan sumber daya alam yang tersedia menghambat sebagian petani melakukan konservasi secara baik. Misalnya pada daerah tembakau dan sayur, teras dibangun tidak sesuai kontur karena jenis tanaman tersebut menuntut petani melakukannya untuk menghindari pembusukan tanaman. Secara umum aturan-aturan yang mengatur kegiatan konservasi tidak ada dalam masyarakat pada saat ini seperti misalnya kewajiban menanam pohon setelah melakukan penebangan. Meskipun sebelumnya aturan-aturan tersebut pernah ada pada saat dimulainya proyek penghijauan namun tidak lagi tumbuh dan membudaya di masyarakat. Aturan yang mewajibkan kegiatan konservasi tidak berkembang sehingga tingkat kerawanan DAS menjadi lebih tinggi karena tidak ada lagi hukuman atau disinsentif bagi para pelanggar. Kriteria ekonomi tabel 1 di atas menunjukkan bahwa ketergantungan penduduk terhadap lahan diwilayah penelitian adalah sedang. Tingkat ketergantungan penduduk terhadap lahan seperti ini dipengaruhi oleh faktor terfragmentasinya tenaga kerja pada sektor-sektor yang lain meskipun sektor pertanian tetap dominan pada beberapa wilayah, sehingga proporsi pendapatan dari lahan terhadap perekonomian keluarga tidak selalu dominan terutama di daerah seperti Kecamatan Pringsurat dan Kranggan yang memiliki industri yang kuat serta Kecamatan Temanggung yang didominasi oleh jasa dan perdagangan. Sebaliknya pada wilayah-wilayah yang sangat cocok ditanami tanaman tembakau seperti di Kecamatan Bulu ketergantungan terhadap lahan menjadi sangat tinggi karena hampir seluruh pendapatan keluarga berasal dari hasil pertanian terutama tembakau. Rata-rata tingkat pendapatan penduduk berada diatas garis kemiskinan Kabupaten Temanggung. Dukungan utama terhadap pendapatan keluarga masih berasal dari sektor pertanian sebesar 31% terutama dukungan dari hasil tanaman tembakau dan

Page 8: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

89

tanaman sayur, industri mencapai 19% serta perdagangan 17%. Kegiatan dasar wilayah (LQ) masih dipengaruhi sektor pertanian, hal ini karena jumlah tenaga kerja yang bergerak disektor pertanian masih mencapai 61% dari total angkatan kerja di Kabupaten Temanggung. Kriteria kelembagaan menampilkan dua fakta yang sangat berlainan. Berdasarkan hasil survai dan wawancara dengan masyarakat dan perangkat desa, lembaga-lembaga informal yang erat kaitannya dengan kegiatan konservasi seperti kelompok tani masih berperan. Namun kegiatannya hanya terfokus pada kegiatan pertanian seperti penyediaan saprodi, penyuluhan, perencanaan penanaman dan sebagainya dengan pertemuan yang diadakan secara rutin. Meskipun pada beberapa kelompok tani pertemuan tidak dilakukan secara rutin dan hanya dilakukan jika ada bantuan dari pemerintah dan kegiatan berupa arisan dan yasinan. Kelembagaan formal desa tidak memiliki peran signifikan pada konservasi. Tidak ada aturan yang dibuat untuk mewujudkan komitmen pada perbaikan lingkungan melalui konservasi. Lembaga desa hanya berfungsi sebagai pengatur manakala ada bantuan penghijauan namun tidak secara aktif menggalang bantuan penghijauan. Lembaga desa juga tidak memiliki perangkat yang secara khusus mengatur kegiatan pertanian. B. Institutional bottleneck (hambatan kelembagaan)

penghambat pengembangan DAS yang sehat Banyaknya organisasi pemerintah yang memiliki wewenang mengelola sub DAS Progo Hulu menjadi salah satu kendala, karena berbagai kepentingan muncul disini. Letak sub DAS Progo Hulu yang secara administrasi berada di empat kabupaten menjadi salah satu penghambat pengelolaan sub DAS Progo Hulu meskipun kabupaten Temanggung merupakan kabupaten dominan di wilayah ini. Masing-masing wilayah kabupaten melalui prinsip otonomi daerah membuat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sendiri-sendiri sesuai kepentingan daerah yang tidak selalu sejalan terutama untuk kepentingan pengelolaan sub DAS Progo Hulu.

Page 9: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

90

Selanjutnya berdasarkan PP. 72 tahun 2010 kawasan hutan negara di daerah tangkapan ini dikelola oleh Perum Perhutani. Hal ini mengakibatkan tidak ada sinkronisasi program antara pemerintah daerah dan Perhutani. Situasi ini menjadi bermasalah manakala masyarakat sekitar hutan masuk merambah kawasan hutan. Secara administratif pengelolaan masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, namun pemerintah daerah tidak bertanggung jawab pada kerusakan hutan negara karena wilayah hutan negara tidak menjadi bagian pengelolaan pemerintah daerah. Selain kedua institusi diatas, pemerintah pusat melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dibawah Kementrian Kehutanan juga memiliki wewenang pada pengelolaan daerah aliran sungai. Sub DAS Progo Hulu menjadi wewenang BPDAS Serayu Opak Progo pada perencanaan pengelolaannya, namun sejak diterapkanya otonomi daerah lembaga ini tidak lagi memiliki wewenang mengatur bagaimana suatu daerah aliran sungai seharusnya dimanfaatkan karena segala keputusan mengenai pemanfaatan DAS dan sumber daya yang ada didalamnya menjadi hak serta wewenang pemerintah daerah. Rendahnya tingkat kerjasama koordinasi ketiga institusi diatas dipengaruhi beberapa faktor seperti: Belum adanya share vision dan goals yang jelas dari masing-

masing organisasi, karena masih memiliki kepentingan pribadi.

Tidak ada distribusi pekerjaan mengenai siapa melakukan apa.

Kurangnya expertise pada setiap sub tugas, misalnya pada kegiatan konservasi.

Selanjutnya belum adanya kesadaran bahwa organisasi secara individu tidak mungkin mampu melakukan tugas yang semakin banyak dengan permasalahan yang semakin kompleks sebagaimana dikemukakan Alter dan Hage, 1993; Hudson, 1999.

Rendahnya kerjasama antar organisasi ini juga dipengaruhi oleh apa yang dikemukakan Sheng (1986) sebagai inter-institutional

Page 10: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

91

rivalry. Pada wilayah sub DAS Progo Hulu rivalitas bukan terjadi antar instansi pemerintah, namun muncul antara instansi pemerintah pusat dan masyarakat (yang diwakili oleh lembaga kemasyarakatan yang ada di desa). Keadaan ini muncul karena keduanya memiliki perbedaan kepentingan. Disatu sisi pemerintah pusat melalui lembaga pengelola DAS memiliki tugas menghutankan kembali daerah-daerah yang pada prinsipnya berfungsi sebagai daerah penyangga ekosistem. Disisi lain masyarakat tidak bersedia menghutankan lahannya karena pola tanam dengan tanaman tembakau memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar. Akibatnya resistensi muncul terhadap ide-ide penghijauan. Keinginan masyarakat sedikit banyak mendapat dukungan dari pemerintah setempat karena penerimaan daerah dari usaha tani tembakau cukup tinggi. Karena tidak mendapat dukungan penuh maka gerakan penghijauan menjadi kurang berkembang di sub DAS Progo Hulu. Penghambat selanjutnya bagi pengelolaan sub DAS Progo Hulu adalah perbedaan persepsi mengenai wilayah yang yang harus dilindungi antara pemerintah pusat dan daerah. Peta daerah lindung misalnya tidak dibuat berdasar acuan dari pemeritah pusat, namun dibuat sendiri oleh pemerintah daerah yang tidak memiliki keahlian pada bidang ini. Akibatnya terjadi perbedaan luas daerah yang dikategorikan sebagai wilayah lindung antara kedua organisasi. Disadari pengelolaan daerah aliran sungai memang merupakan suatu upaya yang sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai kepentingan. Kesulitan ini menurut Fernandez (1993) dikarenakan tidak adanya solusi yang tepat untuk memecahkan masalah yang ada, atau karena kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, tidak tegas dan seringkali bertentangan satu sama lain. Kesulitan lain adalah belum adanya kebijakan pemberian insentif yang jelas yang bisa menarik partisipasi aktif masyarakat secara terus menerus serta belum adanya bukti yang benar-benar bisa meyakinkan bahwa metode pengelolaan DAS yang ditawarkan benar-benar bisa menciptaan DAS yang sehat, terutama keuntungan yang bisa diukur. Satu hal lagi yang menghambat pengelolaan DAS pada aspek institusi adalah kurangnya kegiatan monitoring dan evaluasi sehingga tidak ada koreksi bagi

Page 11: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

92

kesalahan maupun ketidakefektifan proyek. Hal ini menimbulkan kesalahan yang sama akan terulang kembali pada kegiatan atau proyek-proyek selanjutnya. C. Bagaimana menggunakan informasi kondisi sosial

ekonomi kelembagaan untuk mengelola sub DAS Progo Hulu

Pengelolaan DAS yang efektif mensyaratkan kegiatan pemberian perhatian pada dampak lingkungan akibat aktivitas manusia. Memahami permasalahan sosial memberikan informasi yang sangat berharga mengenai bagaimana strategi pengelolaan harus dikembangkan karena permasalahan DAS terakumulasi selama bertahun-tahun dan memerlukan waktu yang lama pula untuk memperbaikinya. Oleh karena itu menegaskan adanya perubahan kesadaran, perilaku, dan adopsi adalah salah satu cara melihat keberhasilan pengelolaan DAS (Genskow dan Prokopy, 2010). Informasi sosial diperoleh dengan mencari indikator-indikator sosial dalam masyarakat. Genskow dan Prokopy (2010) menyarankan agar para pengelola DAS memperhatikan indicator kesadaran (awareness), sikap (attitudes), kendala (constraints), kemampuan (capacity), tingkah laku (behaviors), kecakapan (skills), pengetahuan (knowledge), nilai (values), keyakinan (beliefs) baik dari individu, rumah tangga, organisasi, maupun kelompok masyarakat, untuk mengetahui apakah suatu proyek perbaikan DAS telah berjalan memenuhi target yang diharapkan. Selanjutnya perbaikan DAS dilakukan melalui serangkaian tahapan berikut yang diadaptasi dari Brown dkk. (2000); (1) mengidentifikasi sumber atau penyebab polutan seperti sedimen, pencemaran pupuk dsb., (2) mengidentifikasi daerah mana dari DAS yang menjadi sumber polutan dan harus ditangani, (3) mengidentifikasi stakeholder yang terkait dengan masalah ini, (4) mengidentifikasi kondisi sosial (ekonomi dan kelembagaan) masyarakat setempat (5) menetapkan tujuan (goals) dari kegiatan, (6) menetapkan land management practice apa yang harus dikerjakan pemilik lahan untuk mengontrol sumber atau penyebab polusi. Pada pengelolaan DAS, penetapan goals sangat penting dilakukan, sebab hal ini akan menentukan strategi apa yang harus dibuat.

Page 12: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

93

Beberapa alternatif proses perencanaan sub DAS Progo Hulu bisa dilakukan berdasarkan kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan yang ada: 1. Create a watershed council (Dewan) (Lefkowitz, 2004)

Watershed council merupakan suatu kelompok orang yang akan memimpin masyarakat melaksanakan pengelolaan DAS. Watershed council bukan semacam forum DAS, namun benar-benar suatu organisasi yang bekerja mengelola DAS tertentu. Kelompok inilah yang nantinya akan bekerja dengan para pemimpin masyarakat untuk mendidik masyarakat demi kepentingan pengelolaan DAS yang pada akhirnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat jangka panjang. Kewenangan council atau dewan ini cukup luas dalam upaya pengelolaan DAS namun tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus atas persetujuan seluruh stakeholder.

2. Collaborative based planning

Perencanaan dilakukan dengan melibatkan seluruh stakeholder yang terkait baik itu instansi pemerintah, petani maupun LSM. Melalui kolaborasi perencanaan, masing-masing pihak saling memberi informasi dan pengetahuaan serta mengedepankan dialog dalam mencari penyelesaian masalah. Pada metode ini Bentrup (2001) menegaskan bahwa konsensus adalah cara yang digunakan untuk mengambil keputusaan bukan voting oleh karena itu tidak boleh ada yang merasa dirugikan dari seluruh proses. Selanjutnya pertemuan dilakukan secara informal, stakeholder terlibat dari awal sampai akhir proses pengelolaan DAS.

3. Develop community based planning (Iowa DNR Watershed

Improvement, 2009) Keterlibatan masyarakat merupakan komponen kunci pada perencanaan pengelolaan DAS karena akan menjamin keberhasilan jangka panjang. Perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri diyakini bisa membangkitkan masyarakat lain untuk turut bertindak bagi kesehatan DAS (Iowa DNR Watershed Improvement, 2009). Mempertimbangkan masih aktifnya beberapa kelompok tani di

Page 13: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

94

Kabupaten Temanggung meskipun kegiatan utamanya terfokus pada kegiatan pertanian, kelompok tani bisa dimanfaatkan sebagai sarana memformulasikan kegiatan untuk perbaikan DAS.

Wilayah sub DAS Progo Hulu merupakan wilayah yang cukup luas, oleh karena itu pengelolaannya harus dilakukan per sub-sub DAS (one river one management). Lebih lanjut karena pada prinsipnya pengelolaan DAS seperti yang ditawarkan ini berbasis pada masyarakat maka intervensi dari pemerintah harus dihindari karena terbukti tidak menjamin kesuksesan jangka panjang. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil intervensi terlihat manakala proyek masih berlangsung, namun tidak akan dipelihara masyarakat ketika proyek berhenti. Namun demikian karena kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya memiliki kemandirian terutama pada pendanaan, tidak bisa dipungkiri untuk mewujudkan DAS yang baik akan menuntut masyarakat merubah pola kehidupannya yang menuntut dikeluarkannya biaya untuk tujuan tertentu, sehingga insentif masih bisa diberikan. D. Strategi menyiapkan trade-off yang bisa ditawarkan pada

masyarakat Wilayah sub DAS Progo Hulu meliputi sebagian besar Kabupaten Temanggung, maka pada tataran ini hanya akan dibahas pengelolaan DAS pada cakupan kabupaten. Sebagaimana dikemukakan di atas permasalahan yang berkembang di sub DAS Progo Hulu adalah; (1) rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan penghijauan terutama pada daerah lindung kawasan hulu sungai, (2) attitudes, berkaitan dengan cara bertani tembakau dan sayur, (3) capacity, lemahnya dukungan kelembagaan masyarakat di desa pada kegiatan konservasi. Mengidentifikasi kondisi seperti ini, maka perlu didesain strategi perbaikan kondisi DAS yang paling tepat untuk diterapkan didaerah ini.

Page 14: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

95

Strategi yang bisa dilakukan dengan kondisi masyarakat seperti ini antara lain: Penyuluhan/Kampanye

Sangat penting untuk memilih spesifik audience pada setiap kegiatan penyuluhan/kampanye karena hal ini akan menentukan keberhasilan proyek (Environmental Protection Agency, 2003). Oleh karena itu target group adalah orang-orang yang melakukan pengelolaan lahan untuk kegiatan pertanian.

Pendampingan Dilakukan terhadap upaya perbaikan pada pengelolaan DAS. Untuk itu watershed council harus mempersiapkan para ahli yang akan mendukung kegiatan ini misalnya mereka yang ahli dibidang konservasi, tanah, kesesuaian lahan dan sebaginya

Identifikasi kendala adopsi Dalam upaya pengelolaan DAS beberapa teknologi konservasi harus diterapkan para petani, oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi masalah apa saja yang menjadi kendala adopsi teknologi. Kemudian dilakukan dialog agar dicapai kesepakatan bagaimana mengatasi kendala tersebut. Perlu diperhatikan bahwa prinsip win-win solution harus benar-benar diterapkan agar collective action dalam pengelolaan DAS benar-benar terwujud.

Insentif apa yang bisa ditawarkan Pada beberapa kasus insentif bisa diberikan untuk memotivasi masyarakat melakukan pengelolaan lahannya secara bijak. Namun perlu pula dibuat kesepakatan disinsentif apa yang akan diterima pemilik lahan apabila tidak melaksanakan pengelolaan lahan seperti yang dianjurkan.

Kondisi kelembagaan pertanian masih hidup namun kurang berperan pada kegiatan konservasi di Progo Hulu. Mempertimbangkan hal tersebut maka kelompok tani bisa digunakan sebagai alat untuk menggerakkan masyarakat petani melakukan upaya-upaya bijaksana guna menjaga kualitas lingkungan. Melalui kelompok tani ini diharapkan collective action bisa tercipta, karena menurut Shiferaw dkk (2008) dua komponen dari collective action yaitu enabling institutions dan participation and organizational performance diperlukan demi kesuksesan pengelolaan DAS. Melalui komponen enabling institutions,

Page 15: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

96

kelompok tani dimanfaatkan untuk membangun aturan main dan regulasi bagi pengelolaan asset bersama seperti check-dam, agroforestry maupun berbagai praktek konservasi air dan tanah yang dilakukan. Selanjutnya kelompok tani diajari membuat mekanisme resolusi konflik, norma yang dikembangkan serta sharing biaya manfaat dari kegiatan. Sedangkan melalui komponen participation and organizational performance, kelompok tani dirancang untuk mampu melakukan mekanisme koordinasi pada tingkatan lokal dan melaksanakan kegiatan pengelolaan lahan untuk menciptakan DAS yang sehat. Namun demikian perlu disadari bahwa konsep pengelolaan DAS yang ditawarkan pada makalah ini bukan merupakan blueprint yang bisa diterapkan secara umum, karena tiap-tiap daerah memiliki karakteristik permasalahan yang sangat spesifik. Untuk itu strategi perencanaan pengelolaan DAS harus disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan setempat.

IV. KESIMPULAN

1. Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan setempat karena akan menyediakan kerangka kerja bagi pengelola terutama pada proses perencanaan. Pengetahuan mengenai kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan akan menyediakan dasar bagi pengukuran keberhasilan pengelolaan DAS. Metode dan strategi yang digunakan pada proses perencanaan DAS yang didesain sesuai kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan setempat akan menjamin keberhasilan pengelolaan DAS.

2. Organisasi pemerintah pengelola sub DAS Progo Hulu belum mampu melakukan kerjasama pengelolaan DAS karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda.

3. Berdasar kondisi kerentanan Sub DAS Progo Hulu maka strategi perbaikan DAS dilakukan dengan membuat watershed council, menyertakan seluruh stakeholder pada proses pengelolaan, dan memanfaatkan kelompok tani sebagai salah satu lembaga yang bisa dimanfaatkan sebagai motor untuk memperbaiki kondisi sub DAS Progo Hulu.

Page 16: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

97

4. Strategi yang bisa dipersiapkan untuk memberikan kompensasi bagi masyarakat antara lain penyuluhan, pendampingan, identifikasi kendala adopsi serta pemberian insentif.

DAFTAR PUSTAKA Alter, C dan J. Hage. 1993. Organizations Working Together. Sage

Publication. California. Bentrup, G. 2001. Evaluation of a Collaborative Model: A Case

Study Analysis of Watershed Planning in the Intermountain West. Environmental Management. Vol. 27, No. 5, pp. 739-748.

Badan Pusat Statistik. 2009. Temanggung dalam Angka 2009.

BPS Kabupaten Temanggung. Badan Pusat Statistik. 2006. Jawa Tengah Dalam Angka.

Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota. BPS Provinsi Jawa Tengah. http://jateng.bps.go.id.

Brown, E, A. Peterson, R.K. Robach, K. Smith, L. Wolfson. 2000.

Developing a Watershed Management Plan for Water Quality: An Introductory Guide. Michigan Departement of Environmental Quality Surface Water Quality Division Nonpoint Source Program and Michigan State University Institute of Water Research.

Departemen Kehutanan. 2009. Keputusan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 Tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014.

Environmental Protection Agency. 2003. Getting in Step, A Guide

for Conducting Watershed Outreach Campaigns. www.epa.gov/nps. Diakses: 28 Oktober 2010.

Page 17: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

98

Eren, T. 1977. The Integration Watershed Approach for Development Project Formulation. Guidelines for Watershed Management. FAO Conservation Guide No. 1. Rome.

Fernandez, E. 1993. Strategies for Strengthening Watershed

Management in Tropical Mountain Areas. Kumpulan naskah pada: Watershed Management, Torrent and Avalanche Control, Land Rehabilitation and Erosion Control. www.fao.org/forestry/docrep/wfcxi/PUBLI/PDF/V2E_T9.PDF. Diakses: 19 April 2011.

Genskow, K dan L. Prokopy (eds). 2010. The Social Indicator

Planning and Evaluation System (SIPES) for Nonpoint Source Management. A Handbook for Projects in USEPA Region 5. Version 2.1. Great Lakes Regional Water Program. Publication Number: GLRWP-10-SI02 (76 pages).

Hudson, B, B. Hardy, M. Henwood dan G. Wistow. 1999. In Pursuit

of Inter-Agency Collaboration in the Public Sector. Public Management Review. Vol. 1, No. 2, pp. 235-260.

Hufschmidt, M.M. 1986. A Conceptual Framework for Analysis of

Watershed Management Activities, Strategies, Approaches and Systems in Integrated Watershed Management. Conservation Guide 14. Roma.

Iowa DNR Watershed Improvement. 2009. Watershed

Management Action Plan. Department of Natural Resources. Guide Book. Draft Version 1.0.

Lefkowitz, D. 2004. Managing a Watershed – A Resource Guide

for Community Planners. Green Empowerment. 140 SW Yamhill St, Portland. www.greenempowerment.org.

Paimin, N. Haryanti P.B. Putra. 2010. Kajian Sistem Perencanaan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Hulu – Integrasi Fungsi Hutan dalam Daerah Tangkapan Air. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Solo.

Page 18: IDENTIFIKASI KERENTANAN SOSIAL EKONOMI …database.forda-mof.org/uploads/2012P_Nana_Paimin_IDENTIFIKASI... · untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari ... terlihat

99

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Kehutanan Negara.

Shiferaw, B., T. Kebede., V.R. Reddy. 2008. Community

Watershed Management in Semi-Arid India, The State of Collective Action and Its Effects on natural Resources and Rural Livelihoods. Collective Action and Property Right (CAPRI) Working Papper No. 85. June 2008. CGIAR.

Sheng, T.C. 1986. Watershed Management Planning: Strategies,

Approaches and Systems in Integrated Watershed Management. FAO Conservation Guide 14. Rome.