IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
-
Upload
smanda-karanganyar -
Category
Documents
-
view
1.674 -
download
139
description
Transcript of IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
Oleh:
Asih Andriyati M. (S811302003)
Dian Permatasari K.D. (S811302008)Heni Wulandari (S8113020019)
Program Studi Teknologi Pendidikan
Pascassarjana UNS
Abstract
Instructional design starts with the identification of needs/ problems learning. In the identification of the need to identify six issues, including identification of normative, comparative, felt, Expressed, autisipated and critical accident. In addition, there are also steps in the identification of learning needs, the beginning stages of planning, data collection, data analysis, making the final report. The general objective of identifying learning needs consists of three areas, namely the cognitive, spikomotorik, and affective.
Key word: Intructional, need, identification, cognitive, spikomotorik, affective.
1. Pendahuluan
Proses pembelajaran merupakan proses yang telah diatur dengan
langkah-langkah tertentu untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Dalam pembelajaran di dalamnya terdapat pendidik, metode, strategi, peserta
didik, dan masih banyak yang lainnya. Proses pembelajaran sendiri memiliki
tujuan supaya terjadi perubahan perilaku pada peserta didik. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan adanya sinergisitas antara pendidik, metode,
strategi, dan peserta didik serta komponen yang lainnya. Akan tetapi pada
kenyataannya dalam proses pembelajaran sinergisitas tersebut tidak terjadi,
sehingga terjadi kesenjangan antara kondisi yang terjadi dengan kondisi yang
diharapkan.
Kesenjangan yang terjadi dapat diidentifikasikan menjadi dua kategori,
yaitu faktor penyebab kurangnya tenaga pendidik dalam hal pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perilaku. Faktor kedua, penyebab sarana dan
prasarana, keuangan, sistem, dan prosedur kerja dalam menejemen dan lain-
lain.
Kesenjangan di atas terjadi karena tidak adanya kesesuaian keaadaan
yang terjadi dengan keadaan yang diharapkan. Misalnya dalam dunia
pendidikan kejuruan. Salah satu tujuan pendidikan sekolah menengah
kejuruan adalah menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif,
mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan di dunia usaha dan
dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan
kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya. Akan tetapi, pada
realitasnya tidak semua output terserap dalam dunia usaha atau industri.
Berdasarkan masalah di atas maka diperlukan adanya pemecahan
masalah dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Oleh karena itu, di
dalam artikel singkat ini akan dibahas tentang identifikasi kebutuhan
pembelajaran, langkah-langkah analisis kebutuhan pembelajaran, dan tujuan
umum dari analisis kebutuhan pembelajaran.
2. Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran
A. Konsep Kebutuhan Pembelajaran
Langkah awal yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran yaitu
dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran terlebih dahulu ketika
mengalami masalah tentang pembelajaran. Kebutuhan itu muncul karena
adanya kesenjangan realitas/ keadaan saat ini yang tidak sesuai dengan
keadaan yang diharapkan.
Kebutuhan memiliki makna yang berbeda dengan keinginan. Seperti
yang dipaparkan di atas bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan
sekarang dengan yang seharusnya. Kesenjangan inilah yang nantinya akan
memunculkan sebuah masalah. Di sisi lain, keinginan memiliki makna
harapan yang dicita-citakan.
M. Atwi Suparman (2012: 120) mengatakan bahwa proses
mengidentifikasi kebutuhan dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara
keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkan kemudian dilanjutkan
sampai proses pelaksanaan pemecahan masalah dan evaluasi terhadap
efektifitas dan efisiensinya. Hal tersebut tentu juga berlaku terhadap
identifikasi kebutuhan pendidikan yang dimulai dari identifikasi keadaan yang
terjadi pada proses pelaksanaan pembelajaran dengan keadaan yang
diharapkan pada pembelajaran, dilanjutkan dengan proses pelaksanaan
pemecahan masalah yang terjadi dalam pembelajaran dan evaluasi terhadap
efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Morrison, Ross, dan Kemp (2007: 32)
mengatakan bahwa terdapat empat fungsi di dalam identifikasi kebutuhan,
yaitu sebagai berikut:
1) Identifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan, yaitu masalah
apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2) Mengidentifikasi kebutuhan yang mendesak terkait dengan masalah
finansial, keamanan atau masalah lain yang mengganggu lingkungan
pendidikan.
3) Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4) Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
Lebih lanjut Morrison, Ross, dan Kemp (2007: 33) menambahkan
bahwa terdapat enam tipe/ cara yang digunakan untuk merencanakan dan
menganalisis kebutuhan, enam cara tersebut yakni sebagai berikut.
a) Kebutuhan normative : Membandingkan peserta didik dengan standar
nasional, misal, Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya.
b) Kebutuhan komparatif : Membandingkan peserta didik pada satu
kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas
SMP A dengan SMP B.
c) Kebutuhan yang dirasakan : Hasrat atau keinginan yang dimiliki
masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Cara terbaik
untuk menidentifikasi hasil tugas.
d) Kebutuhan yang diekspresikan : Kebutuhan yang mampu
diekspresikan seseorang dengan tindakan, misal siswa ingin lebih
pandai dalam bahasa Inggris maka ia mengikuti kursus bahasa Inggris.
e) Kebutuhan masa depan : Mengidentifikasikan perubahan yang akan
terjadi di masa yang akan datang, misal penerapan strategi baru dalam
pembelajaran.
f) Kebutuhan Insedentil yang mendesak : Adanya masalah yang yang
terjadi di luar dugaan, misal banjir, gempa bumi, dll.
Identifikasi kebutuhan pembelajaran tidak hanya dilakukan oleh
pendidik (yang di dalamnya terdiri dari pengajar dan pengelola progam
pendidikan), dan orang tua atau masyarakat. Akan tetapi, identifikasi
kebutuhan pembelajaran juga bisa dilakukan oleh peserta didik itu sendiri.
Jadi, ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan informasi dalam
mengidentifikasi kebutuhan intruksional, yakni peserta didik, masyarakat
(wali murid) dan pendidik. Ketiga kelompok ini memiliki hubungan kerja
sama dan partisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan pendidikan. Hubungan
kerja sama ketiga kelompok ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga
dibawah ini.
Kompetensi yang Diharapkan Dicapai
Peserta Didik/ Pendidik
Lulusan
Masyarakat yang akan dilayani Atau pengguna lulusan
Masuk
Gambar 1. Hubungan Kerja Sama dan Partisipan Tiga Mitra dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional dan Pembangunan Kurikulum (Modifikasi dari Harles 1975 dalam M. Atwi Suparman 121: 2012)
B. Melakukan Identifikasi Kebutuhan
Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan, yakni
perencanaan (Planning), pengumpulan data (Collecting data), analisis data
(Analyzing data), dan menyiapkan laporan akhir (Preparing the final report).
(Morrison, Ross, dan Kemp, 2007: 36).
Perencanaan, kegiatan pembelajaran yang baik selalu berawal dari
perencanaan yang matang. Perencaan yang matang akan memberikan hasil
yang optimal dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sebagai subjek
pembuat perencanaan pembelajaran harus mampu membuat progam
pembelajaran sesuai dengan metode dan strategi yang akan digunakan. Dalam
tahapan perencanan ini, hal yang perlu dilakukan yakni, menyiapkan atau
membuat klasifikasi siswa, kemudian menentukan siapa saja yang akan
terlibat dalam kegiatan, dan membuat cara mengumpulkan data. Pengumpulan
data bisa dilakukan dengan cara kuisioner, rangking, interview, kelompok
diskusi kecil, dan lain-lain.
Pengumpulan data, hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan
data yakni besar kecilnya sampel dalam penyebarannya.
Analisa data, setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data
dengan pertimbangan ekonomi, rangking, frekuensi, dan kebutuhan.
Membuat laporan akhir, dalam sebuah laporan kebutuhan
pembelajaran mencakup empat bagian, yakni analisa tujuan, analisa proses,
analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, serta rekomendasi yang
terkait dengan data.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan dalam bentuk
sebagai berikut.
Gambar 2. Tahapan Analisis Kebutuhan (Morrison, Ross, dan Kemp, 2007: 37)
3. Langkah-langkah Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran
Menurut M. Atwi Suparman (2012) ada 8 langkah dalam
mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:
Langkah pertama, Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional, ini
merupakan titik tolak dan sumber bagi langkah-langkah berikutnya. Oleh
karena itu, kebingungan yang terjadi dalam langkah permulaan ini akan
menyebabkan seluruh kegiatan pengembangan instruksional kehilangan arah.
Pada langkah ini dikemukakan prosedur mengidentifikasi kebutuhan
instruksional, dan berhenti setelah diperoleh prilaku umum yang perlu
diajarkan pada siswa. Setelah dilakukan analisis kebutuhan instruksional
dilanjutkan dengan perumusan Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau dikenal
dengan istilah Kompetensi Dasar (KD). Perumusan TIU dapat dikatakan
sebagai hasil akhir dari analisis kebutuhan instruksional.
Planing
Sampel Size
Collecting Data
Final Report
Data Analysis
Prioritization
Analysis
Action
Result
Process
Purpose
Target Audience
Strategy
Scheduling
Analysis
Participants
Langkah kedua, yaitu melakukan analisis instruksional. Kegiatan ini
menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku yang lebih kecil atau spesifik
serta mengidentifikasi hubungan antara perilaku spesifik yang satu dengan
yang lainnya. Keterampilan melakukan analisis instruksional ini sangat
penting artinya bagi kegiatan instruksional, karena pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan
dari hasil analisis instruksional. Dengan demikian, guru jelas melihat arah
kegiatan instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU. Ini berarti
guru terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.
Langkah ketiga adalah mengidentifikasi perilaku dan karakteristik
awal siswa. Dalam langkah ini dikemukakan pendekatan menerima siswa apa
adanya dan menyusun sistem instruksional atas dasar keadaan siswa tersebut.
Oleh karena itu, langkah ini merupakan proses mengetahui prilaku yang
dikuasai siswa sebelum mengikuti pelajaran, bukan untuk menentukan prilaku
prasyarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pelajaran.
Konsekuensi yang digunakan ini adalah : titik mulai suatu kegiatan
instruksional tergantung kepada prilaku awal siswa. Hal ini sangat penting
karena mempunyai implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem
instruksional.
Langkah keempat adalah merumuskan/menuliskan Tujuan
Instruksional Khusus (TIK). Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi prilaku
dan karakteristik awal siswa adalah menentukan garis batas antara perilaku
yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada siswa.
Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk Tujuan
Instruksional Khusus(TIK). Merumuskan TIK harus menggunakan empat
komponen secara lengkap ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree).
TIK menjadi dasar dalam menyusun kisi-kisi tes, dan merupakan alat untuk
menguji validitas isi tes. Metode instruksional yang dipilih juga berdasarkan
prilaku yang ada dalam TIK.
Langkah kelima adalah menuliskan tes acuan patokan yang bertujuan
untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan instruksional. Hasil pencapaian siswa ini juga merupakan petunjuk
sejauh mana tingkat keberhasilan sistem instruksional yang digunakan.
Menulis tes acuan patokan menggunakan tabel spesifikasi atau kisi-kisi
sederhana agar dapat memenuhi kebutuhan seorang guru untuk menyusun tes
yang konsisten dengan tujuan instruksional, baik yang bersifat kognitif,
psikomotorik, maupun afektif.
Langkah keenam adalah menyusun strategi instruksional yang
membahas hal-hal tentang bagaimana sebaiknya seorang guru mengatur
urutan kegiatan instruksionalnya setiap kali ia mengajarkan suatu bagian dari
mata pelajarannya. Stategi instruksional berkaitan dengan metode, media yang
digunakan, waktu pelaksanaan, dan berapa besar usaha yang harus
dilaksanakan guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional.
Langkah ketujuh adalah mengembangkan bahan instruksional
berdasarkan strategi intruksional dan tes yang telah disusun. Bahan
instruksional dapat dikembangkan sesuai dengan bentuk kegiatan
intruksionalnya. Seluruh bahan instruksional tersebut dikembangkan melalui
proses yang sistematis atas dasar prinsip belajar dan prinsip intruksional, yaitu
dapat berupa: pengembangan bahan belajar mandiri, pengembangan bahan
pengajaran konvensional, dan pengembangan bahan PBS (Pengajar, Bahan,
Siswa).
Langkah kedelapan adalah mendesain dan melaksanakan evaluasi
formatif. Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses menyediakan
dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan
dalam rangka meningkatkan kulitas program instruksional. Oleh karena itu
langkah ini membahas cara mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
terhadap bahan instruksional yang telah didesain. Faktor yang dievaluasi
adalah pelaksanaan kegiatan intruksional dengan menggunakan bahan belajar,
pedoman pengajaran, pedoman siswa, dan tes.
Berbeda dengan M. Atwi Suparman, Dick, Carey & Carey juga
menyusun langkah-langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran.
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar bagan berikut ini.
Gambar: Desain Pembelajaran model Dick, Carey & Carey (2009)
1. Identifikasi tujuan pembelajaran khusus
Langkah pertama yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran ini,
adalah menentukuan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki peserta
didik setelah menempuh program pembelajaran. Hal ini kompetensi yang
harus dimiliki peserta didik adalah pemahaman tentang materi perkuliahan.
2. Analisis instruksional
Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis instruksional yaitu sebuah prosedur yang digunakan
untuk menentukan ketrampilan dan pengetahuan yang relevan dan diperlukan
oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Antara lain pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang perlu dimiliki peserta didik setelah mengikuti
pembelajaran..
3. Analisis peserta didik dan konteks
Selanjutnya analisis terhadap karakteristik pesertadidik yang akan belajar dan
konteks pembelajaran. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait
dengan ketrampilan yang dipelajari peserta didik dan situasi tugas yang
dihadapi peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang
dipelajari, sedang analisis karakteristik peserta didik adalah kemampuan
aktual yang dimiliki peserta didik.
4. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus
Dengan dasar analisis instruksional tersebut, maka dirumuskan tujuan
pembelajaran khusus yang akan menjadi harapan/ gambaran dari perilaku
peserta didik setelah menerima pelajaran. Dalam pengembanganya tujuan
pembelajaran khusus/ indicator ini adalah perubahan perilaku pengetahuan
mengenai materi perkuliahan.
5. Mengembangkan alat penilaian
Alat penilaian ini menjadi salah satu feedback dalam pembelajaran untuk
mengetahui ketercapain tujuan dan kompetensi khusus yang telah
dirumuskanya. Dalam pengembangnya alat evaluasi ini adalah performance
peserta didik setelah menerima pelajaran. Apakah tingkat pemahaman peserta
didik meningkat atau tidak.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran yang dapat
dijadikan jembatan/ media transformasi apakah mendukung ketercapaian
kompetensi yang telah dirumuskan.
7. Pengembangan bahan ajar
Dalam langkah ini, pengembangan bahan ajar disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran/ kompetensi yang telah dirumuskan, serta disesuaikan dengan
strategi pembelajaran yang digunakan..
8. Merancang evaluasi formatif
Setelah draft rancangan tentang program pembelajaran selesai dikembangkan,
maka evaluasi formatif ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data
kekuatan dan kelemahan program pembelajaran yang telah dirancang. Model
ini dikembangkan dengan menguji cobakan pada kelas kelompok kecil
misalnya 2 atau 3 peserta didik atau 10 orang peserta didik dalam diskusi
terbatas.
9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran
Langkah ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dari evaluasi formatif
terhadap draf program.pada langkah ini, tidak hanya mengevaluasi terhadap
draf program saja, akan tetapi pada semua system pembelajaran mulai dari
analisis instruksional sampai evaluasi formatif.
10. Melakukan evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif merupakan evaluasi puncak terhadap program pembelajaran
yang telah dirancang, setelah program tersebut dilakukan evaluasi formatif dan
dilakukan revisi-revisi terhadap produk, maka evaluasi sumatif dilakukan.
Morrison, Ross & Kemp (2007 :29) menyatakan bahwa ada delapan
langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, ini dapat dilihat
dalam gambar sebagai berikut.
Gambar Model DesainPembelajaran dalam Morrison, Ross & Kemp 2007 :29.
Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah, yaitu
sebagai berikut.
a) Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk
pembelajaran tiap topiknya;
b) Menganalisis karakteristik peserta didik, untuk siapa pembelajaran
tersebut didesain;
c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat
dampaknya dapat dijadikan tolok ukur perilaku peserta didik;
d) Menentukan isi materi pelajar yang dapat mendukung tiap tujuan;
e) Pengembangan penilaian awal untuk menentukan latar belakang peserta
didik dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
f) Memilih aktivitas dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau
menentukan strategi pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah
menyelesaikant ujuan yang diharapkan;
g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi
personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk
melaksanakan rencana pembelajaran;
h) Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan syarat mereka
menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan
peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan
perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif.
4. Tujuan Pembelajaran Umum dari Hasil Analisis Kebutuhan
Pembelajaran.
Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan instruksional diperoleh
jawaban bahwa penyelesaian masalah kesenjangan antara keadaan saat ini
dengan yang diharapkan adalah penyelenggaraan pembelajaran. Tujuannya
adalah tercapainya kompetensi yang tidak pernah dipelajari oleh peserta atau
belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik.
Bloom (1956) membagi tujuan pendidikan menjadi 3 kawasan
menurut jenis kemampuan yang tercantum didalamnya, antara lain :
a. Tujuan dalam kawasan kognitif yaitu tujuan yang mempunyai titik berat
kemampuan berpikir atau ingatan.
Dalam kawasan kognitif ini,tujuan pendidikan dibagi menjadi
enam jenjang, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Keenam jenjang itu bersifat hirarkikal dimulai jenjang yang
paling bawah yaitu pengetahuan sampai ke jenjang yang paling tinggi,
yaitu evaluasi. Artinya Jenjang yang di bawahnya itu harus dicapai lebih
dahulu agar dapat mencapai diatasnya.
Secara singkat setiap jenjang taksonomi tujuan pendidikan dalam
kawasan kognitif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Pengetahuan
Pengetahuan meliputi perilaku-perilaku (behaviors) yang
menekankan mengingat (remebering) seperti mengingat ide dan
fenomena atau peristiwa.
2) Pemahaman
Pemahaman meliputi perilaku menerjemahkan, menafsirkan,
menyimpulkan, atau mengekstrapolasi ( memperhitungkan) konsep
dengan menggunakan kata-kata atau simbol-simbol lain yang
dipilhnya sendiri. Dengan kata lain, pemahaman meliputi perilaku
yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam menangkap
pengertian suatu konsep.
3) Penerapan
Penerapan meliputi penggunaan konsep atau ide, prinsip, teori,
prosedur, atau metode yang telah dipahami peserta didik ke dalam
praktik memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan.
Hal ini dimaksudkan yaitu untuk menghasilkan peserta didik yang
mampu bekerja dengan menerapkan teori yang telah dipelajarinya.
4) Analisis
Analisis meliputi perilaku menjabarkan atau menguraikan (break
down) konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan
menjelaskan keterkaitan hubungan antar bagian-bagian tersebut.
5) Sintesis
Sintesis berkenaan dengan kemampuan menyatukan bagian-bagian
secara integritasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum
ada.
6) Evaluasi
Kemampuan mengevaluasi berarti membuat penilaian (judgement)
tentang nilai (value) untuk maksud tertentu. Karena membuat
penilaian maka prosesnya menggunakan kriteria atau standar untuk
mengatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif,
ekonomis, atau memuaskan.
Proses evaluasi melibatkan kemampuan pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, dan sisntesis.
Gage dalam bukunya The Conditions of Learning (1985)
mengemukakan tiga macam kapabilitas (capabilities) manusia
sebagai hasil belajar kognitif, satu macam hasil belajar ketrampilan
gerak (motor skills), dan satu macam hasil belajar sikap (attitudes)
Ketiga kapabilitas atau kemampuan dalam kawasan kognitif
tersebut adalah ketrampilan intelektual (intellectual skills),
informasi verbal (verbal information), dan strategi kognitif
(cognitive startegies).
1) Ketrampilan Intelektual
Ketrampilan intelektual adalah hasil belajar yang meliputi
cara (knowing how) atau pengetahuan yang bersifat
prosedural (procedural knowledge)
Ketrampilan intelektual dapat dibagi menjadi empat
subkategori yang lebih sederhana.
a. Subkategori konsep (Concepts)
Konsep adalah bagian dari sesuatu yang oleh Gagne
disebut rule
b. Diskriminasi (Discrimintaions)
Diskriminasi adalah kemampuan membedakan antara satu
konsep dengan konsep lain. Misalnya membedakan
bentuk benda yang segitiga dan yang bulat atau
membedakan konsep tujuan instruksional dengan proses
instruksional.
c. Rules Tingkat yang Lebih Tinggi (Higher Order Rules)
Rules Tingkat yang Lebih Tinggi adalah kemampuan
menerapkan konsep-konsep yang lebih kompleks pada
situasi yang bervariasi yang biasanya diperoleh dari
belajar tentang pemecahan masalah.
d. Prosedur (procedure)
Prosedur adalah rangkaian dari beberapa rules dalam
bentuk urutan kegiatan.
2) Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal adalah kemampuan menjelaskan secara
verbal tentang sesuatu yang dipelajari baik berbentuk fakta,
prinsip, maupun penggunaan rules.
3) Strategi Kognitif (Cognitive Startegies)
Startegi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi
secara internal. Terminologi lain yang digunakan para ahli
adalah perilaku yang dikelola sendiri (self-management
behavior). Kemampuan strategis menyangkut bagaimana cara
mengingat, dan cara belajar berpikir tanpa terikat pada amteri
yang dipelajari atau dipikirkan.
Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa
dibagi menjadi lima jenjang, dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Penerimaan meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem
nilai, ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut.
2) Pemberian respon meliputi sikap ingin merespons terhadap
sistem, puas dalam memberi respon.
3) Penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu sistem nilai,
memilih sistem nilai yang disukai, dan memeberikan
komitmen untuk menggunakan sistem nilai tertentu.
4) Pengorganisasian meliputi memilah dan menghimpun sistem
nilai yang akan digunakan.
5) Karateristik meliputi perilaku secara terus-menerus sesuai
dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya.
b. Tujuan dalam kawasan psikomotorik,
Tujuan dalam kawasan psikomorik yaitu tujuan yang mempunyai
fokus ketrampilan melakukan gerak fisik. Anita J. Harrow (1977)
membagi kawasan peikomotorik menjadi 6 tingkat,yaitu gerak refleks
(reflex movements), gerak fundamental dasar ( basic-fundamental
movements), kemampuan perseptual (perceptual abilities), gerak terampil
(skilled movements), dan komunikasi wajar (non-discursive
comunication).
c. Tujuan dalam kawasan afektif, yaitu tujuan yang berintikan kemampuan
bersikap seperti menerima tata nilai,merespon tata nilai,
mengorganisasikan tata nilai yang sesuaibagi dirinya dan menerapkan
seluruh tata nilai yang telah diorganisasikannya dalam kehidupan sehari-
hari sehingga menjadi karakter dirinya.
Tujuan instruksional dalam kawasan manapun harus dirumuskan
dalam kalimat dengan kata kerja dan operasional serta menunjukkan kegiatan
yang dapat dilihat.
1) Pertama orang yang belajar, yang dimaksud adalah peserta didik, bukan
pengajar atau bukan orang lain. Tujuannya harus berorientasi kepada
peserta didik.
2) Istilah yang digunakan adalah “akan dapat” bukan dapat atau sudah dapat
karena tujuan itu dirumuskan sebelum peserta didik mulai belajar serta
tujuan tersebut akan dicapai setelah proses belajar. Dan yang akan
menunjukkan hasil belajar bukan proses belajar.
3) Kata kerja dalam tujuan instruksional haruslah berbentuk kata klerja aktif
dan dapat diamati, seperti ‘menyusun’, ‘menggunakan’, atau
‘mendemonstrasikan’.
4) Tujuan instruksional yang berupa kata kerja dan objek adalah perilaku
(behavior) yang diharapkan dikuasai peserta didik pada akhir proses
belajarnya. Itulah sebabnya tujuan instruksional sering disebut tujuan
yang bersifat perilaku (behavioral objective) karena akan ditampilkan
sebagai kinerja peserta didik setelah proses belajar.
5. Penutup
Langkah awal yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran yaitu
dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran terlebih dahulu ketika
mengalami masalah tentang pembelajaran. Kebutuhan itu muncul karena
adanya kesenjangan realitas/ keadaan saat ini yang tidak sesuai dengan
keadaan yang diharapkan. Untuk mengidentifikasi kebutuhan perlu dilakukan
langkah-langkah identifikasi.
Tujuan umum dari identifikasi kebutuhan pembelajaran sendiri
mencakup tiga kawasan, yakni kawasan kognitif, spikomotorik, dan efektif.
Ketiga kawasan tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda. Meskipun
tujuannya berbeda, ketiga kawasan tersebut harus dirumuskan dalam kalimat
dengan kata kerja dan operasional serta menunjukkan kegiatan yang dapat
dilihat.
Daftar Pustaka
Dick, Carry & Carry. 2009. The Sistematic Design Of Instruction. Upper Saddle
River, New Jersey, Columbus, Ohio.
M. Atwi Suparman. 2012. Desain Intruksional Modern. Jakarta: Erlangga.
Morrison, Ross, & Kemp. 2007. Designing Effective Instruction Fifth Edition.
USA: John Wiley and Sons, inc.