IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

61
IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA KORNET SAPI DI YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh : Laurensia Kusumaningtyas Theodorus NIM: 178114026 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2021 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

Page 1: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA

KORNET SAPI DI YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Laurensia Kusumaningtyas Theodorus

NIM: 178114026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

ii

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA

KORNET SAPI DI YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Laurensia Kusumaningtyas Theodorus

NIM: 178114026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

iii

Persetujuan Pembimbing

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA

KORNET SAPI DI YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

Skripsi yang diajukan oleh :

Laurensia Kusumaningtyas Theodorus

NIM : 178114026

telah disetujui oleh

Pembimbing Utama

(Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc.) 15 Juni 2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA

KORNET SAPI DI YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

Oleh :

Laurensia Kusumaningtyas Theodorus

178114026

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Pada tanggal: 15 Juli 2021

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Dr. apt. Yustina Sri Hartini)

Panitia Penguji Tanda Tangan

1. Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. ……………...

2. Dr. apt. Christine Patramurti ……………...

3. Dr. Jeffry Julianus, M.Si. ……………...

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana

layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 15 Juni 2021

Penulis

(Laurensia Kusumaningtyas Theodorus)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Laurensia Kusumaningtyas Theodorus

Nomor Mahasiswa : 178114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“Identifikasi Gen Sitokrom b (Cyt b) Babi Hutan Pada Kornet Sapi Di

Yogyakarta Dengan Metode Polymerase Chain Reaction”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-

ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 23 Juli 2021

Yang menyatakan

(Laurensia Kusumaningtyas Theodorus)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

vii

ABSTRAK

Daging babi hutan merupakan bahan pangan hewani yang diharamkan

bagi umat muslim dan menjadi masalah di Negara Indonesia karena dicampur

dengan daging sapi khususnya dalam suatu produk olahan daging sapi seperti

kornet. Hal ini bermasalah karena produk olahan tersebut tidak dapat dibedakan

secara makroskopis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau

tidaknya kandungan babi hutan menggunakan marker sitokrom b DNA

Mitokondria pada produk kornet sapi di Yogyakarta dengan metode Polymerase

Chain Reaction (PCR). PCR merupakan teknik amplifikasi potongan DNA

(Deoxyribonucleic Acid) yang diinginkan secara in vitro pada daerah spesifik

yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim

polymerase.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik

purposive sampling. Isolasi DNA dilakukan pada subyek uji yakni 5 sampel

produk kornet sapi dengan merk berbeda yang diperoleh dari supermarket wilayah

Yogyakarta. Analisis produk PCR menggunakan teknik elektroforesis. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa proses amplifikasi tidak terjadi pada fragmen

DNA berukuran 398 bp pada lima sampel kornet sapi sehingga dapat disimpulkan

bahwa kandungan gen sitokrom b babi hutan (Sus scrofa) tidak teridentifikasi

pada kelima sampel kornet sapi yang diperoleh dari supermarket wilayah

Yogyakarta.

Kata kunci : kornet sapi, DNA Mitokondria, sitokrom b, PCR, elektroforesis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

viii

ABSTRACT

Wild boar meat is an animal food that is prohibited by Muslims and is a

problem in Indonesia because it is mixed with beef, especially in processed beef

products such as corned beef. This is problematic because the processed product

cannot be differentiated macroscopically. This study aims to identify the presence

or absence of wild boar using Mitochondrial DNA cytochrome b markers in

corned beef products in Yogyakarta with the Polymerase Chain Reaction (PCR)

method. PCR is a technique of amplification of the desired DNA

(Deoxyribonucleic Acid) fragments in vitro in a specific area that is bounded by

two oligonucleotide primers with the help of polymerase enzyme.

This research is a qualitative descriptive study with purposive sampling

technique. DNA isolation was carried out on test subjects, namely 5 samples of

corned beef products with different brands obtained from supermarkets in

Yogyakarta area. Analysis of PCR products using electrophoresis techniques. The

results showed that the amplification process did not occur in the 398 bp DNA

fragment in five samples of corned beef, so it could prove that the content of the

cytochrome b gene of wild boar (Sus scrofa) was not identified in five samples of

corned beef obtained from supermarkets in Yogyakarta.

Keywords : corned beef, Mitochondrial DNA, cytochrome b, PCR, electrophoresis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................ i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................ vii

ABSTRACT ....................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

BAB I .................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

C. Keaslian Penelitian .................................................................................... 3

D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................................. 5

A. Kornet ....................................................................................................... 5

B. Babi hutan (Sus scrofa) ............................................................................. 5

C. DNA Mitokondria ..................................................................................... 6

D. Gen Sitokrom b ......................................................................................... 7

E. Polymerase Chain Reaction (PCR) ............................................................ 8

F. Landasan Teori ........................................................................................ 10

G. Hipotesis ................................................................................................. 11

BAB III.............................................................................................................. 12

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................... 12

B. Variabel dan Definisi Operasional ........................................................... 12

C. Bahan penelitian ...................................................................................... 13

D. Alat Penelitian ......................................................................................... 14

E. Tata Cara Penelitian ................................................................................ 14

F. Analisis Hasil .......................................................................................... 18

BAB IV ............................................................................................................. 19

A. Optimasi Preparasi Sampel ...................................................................... 19

B. Isolasi DNA ............................................................................................ 20

C. Analisis Kualitatif Isolat DNA................................................................. 22

D. Identifikasi Gen Sitokrom b..................................................................... 23

E. Analisis Produk PCR ............................................................................... 27

BAB V ............................................................................................................... 31

A. Kesimpulan ............................................................................................. 31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

x

B. Saran ....................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

LAMPIRAN ...................................................................................................... 36

BIOGRAFI PENULIS ....................................................................................... 48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kondisi PCR ......................................................................................... 17

Tabel II. Fragmen DNA hasil produk PCR ......................................................... 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur DNA Mitokondria (Butler, 2005) .......................................... 7

Gambar 2. Wilayah Target Gen Sitokrom b Babi Hutan (NCBI, 2013) ................. 8

Gambar 3. Hasil Elektroforesis Isolat DNA Sampel Tanpa Perlakuan ................ 20

Gambar 4. Hasil Elektroforesis Isolat DNA Sampel dengan Perlakuan ............... 20

Gambar 5. Wilayah Target Gen Sitokrom b Sapi (NCBI, 2009) ......................... 24

Gambar 6. Hasil Optimasi Suhu Annealing Produk PCR Kontrol Daging Babi .. 26

Gambar 7. Hasil Optimasi Suhu Annealing Produk PCR Kontrol Daging Sapi ... 26

Gambar 8. Hasil Analisis Kualitatif Produk PCR dengan Primer Reverse Sapi ... 27

Gambar 9. Hasil Analisis Kualitatif Produk PCR dengan Primer Reverse Babi .. 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Sampel ........................................................... 37

Lampiran 2. Hasil elektroforesis isolat DNA ...................................................... 38

Lampiran 3. Hasil elektroforesis Produk PCR .................................................... 39

Lampiran 4. Informasi Pemakaian FavorPrep™ ................................................. 40

Lampiran 5. Informasi Produk DNA Ladder ...................................................... 43

Lampiran 6. Informasi Produk Nucleic Acid Gel Stain ....................................... 45

Lampiran 7. Pemakaian ExelTaq™ PCR Master Dye Mix ................................. 46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama

Islam dan kehalalan adalah persyaratan mutlak bagi setiap muslim untuk

mengkonsumsi makanan (Zulfahmi, 2015). Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 17 dan 18 dinyatakan bahwa dalam Proses

Produk Halal (PPH) bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan

penolong yang berasal dari bangkai, darah dan babi diharamkan atau dilarang

untuk dikonsumsi umat Islam. Dengan demikian, seluruh produk pangan yang

mengandung unsur babi di dalamnya diharamkan dalam Islam untuk dimakan,

padahal sejumlah produk makanan berbahan dasar daging ditemukan tercampur

dengan daging babi, terutama pada makanan olahan daging sapi seperti kornet

(Puspitasari dkk., 2019). Kandungan daging babi pada produk olahan seperti

kornet menjadi susah karena tidak dapat dibedakan secara makroskopis

(Andriyani dkk., 2019). Hal ini terjadi karena sering kali produk olahan tersebut

sudah dihancurkan dan dicampur dengan berbagai bahan lain (Puspitasari dkk.,

2019).

Menurut Fibriana dkk. (2012) kasus makanan berbahan dasar daging

dicampur dengan babi marak terjadi di Indonesia sejak tahun 80-an sampai

sekarang. Pencampuran daging babi tersebut bertujuan untuk menurunkan harga

produksi menjadi relatif lebih murah dibandingkan jika menggunakan bahan

daging sapi asli. Penggantian daging sapi dengan daging babi sebagai bahan dasar

atau bahan tambahan tersebut sebagian besar tidak diinformasikan kepada

konsumen. Oleh karena itu, deteksi cemaran babi pada produk makanan perlu

dilakukan untuk melindungi konsumen (Puspitasari dkk., 2019). Salah satu jenis

metode pendeteksian yang umum dilakukan dalam mendeteksi komponen babi

dan turunannya adalah metode berbasis DNA yaitu PCR (Polymerase Chain

Reaction) (Fadhlurrahman dkk., 2015) baik konvensional PCR, Multipleks PCR,

maupun yang terbaru adalah Real Time PCR (Rachmawati dkk., 2018).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

2

Penelitian yang dilakukan (Wijaya dkk., 2018) menemukan bahwa tiga

merk kornet sapi yang diperoleh dari supermarket di sekitar wilayah Kedungmudu

negatif mengandung babi menggunakan PCR. Berikutnya, ada pula penelitian

yang dilakukan (Rahayu dkk., 2020) yaitu satu produk kornet sapi dan satu

dendeng dari total empat sampel (dua produk kornet sapi dan dua produk

dendeng) diperoleh dari market ditemukan mengandung babi hutan dilihat dari

nilai Ct (threshold cycle) dibawah 30 menggunakan Real Time PCR. Teknik PCR

dipilih sebagai alat identifikasi karena mempunyai akurasi tinggi dalam

mendeteksi ada tidaknya campuran daging babi dalam daging segar maupun

produk daging olahan (Wardani and Sari, 2015).

PCR merupakan teknik amplifikasi potongan DNA yang diinginkan

secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer

oligonukleotida dengan bantuan enzim polymerase (Wardani and Sari, 2015).

Penggunaan DNA mitokondria (mtDNA) dalam analisis PCR dapat meningkatkan

sensitivitas karena setiap sel memiliki sekitar seribu mitokondria dan setiap

mitokondria memiliki sepuluh salinan DNA (Jain dkk., 2007). Gen-gen yang

paling sering digunakan sebagai penanda jenis hewan atau daging diantaranya

adalah sitokrom b (cyt b), 12S dan 16S subunit ribosom RNA dan daerah

displacement loop (D-loop). Gen sitokrom b yang dipilih pada penelitian ini

karena gen sitokrom b dapat digunakan untuk membedakan material yang berasal

dari jenis hewan yang berbeda. Kekhasan dari gen sitokrom b diantaranya yaitu

adanya daerah yang hampir sama untuk semua jenis hewan tetapi juga terdapat

daerah yang spesifik untuk setiap jenis hewan. Kedua daerah tersebut berada

dalam satu gen sehingga dalam penggunaannya untuk membedakan beberapa

jenis hewan relatif lebih akurat (Primasari, 2011). Hal ini yang membuat peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang identifikasi gen sitokrom b babi hutan

(Sus scrofa) pada kornet sapi di Yogyakarta dengan metode Polymerase Chain

Reaction.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat kandungan gen sitokrom b babi hutan (Sus scrofa) pada

produk kornet sapi di Yogyakarta dengan metode Polymerase Chain Reaction

(PCR)?

C. Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian terkait kandungan gen sitokrom b babi

hutan (Sus scrofa) dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang telah

dilakukan para peneliti sebelumnya, yakni sebagai berikut :

1) Penelitian yang dilakukan oleh Fitrilia dkk. (2017) dengan judul “Deteksi

Kandungan Gen Sitokrom b (Cyt b) Babi pada Bakso yang Beredar di Kota

Jambi Menggunakan Teknik Polymerase Chain Reaction”. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeteksi adanya kandungan gen sitokrom b babi bakso

yang beredar di kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel

bakso yang beredar di Kota Jambi yang dideteksi menggunakan teknik

Polymerase Chain Reaction tidak ditemukan gen sitokrom b sebagai penanda

gen babi.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dkk. (2018) dengan judul “Deteksi

Daging Babi Pada Tiga Merk Kornet Sapi Berdasarkan Gen Cytochrome b

dengan Metode PCR”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

campuran daging babi pada tiga macam merk kornet sapi berdasarkan primer

spesifik P14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga merk kornet sapi yang

diperoleh dari supermarket di sekitar wilayah Kedungmudu negatif

mengandung babi.

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka, penelitian mengenai identifikasi

gen sitokrom b babi hutan pada produk kornet sapi di Yogyakarta dengan metode

Polymerase Chain Reaction (PCR) belum pernah dilakukan. Penelitian ini

berbeda dari penelitian sebelumnya dalam hal subyek penelitian dan tempat

pengambilan sampel.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan gen

sitokrom b babi hutan (Sus scrofa) pada produk kornet sapi di Daerah Istimewa

Yogyakarta dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan

memperkaya pengetahuan ilmiah terutama di bidang kefarmasian tentang

identifikasi gen sitokrom b babi hutan pada produk kornet sapi di Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi praktek

kefarmasian untuk mencegah kandungan gen sitokrom b babi hutan pada produk

olahan daging sehingga tetap aman untuk dikonsumsi masyarakat tertentu yang

memiliki pantangan terhadap daging babi. Selain itu, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, baik dari segi variabel,

metode dan subyek penelitian yang digunakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kornet

Corned Beef atau Kornet adalah salah satu jenis produk olahan daging

sapi yang banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet daging sapi

diolah dengan cara diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur

dengan larutan garam jenuh. Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu

direbus dengan api kecil untuk menghindari hancurnya tekstur daging sapi.

Tujuan pembuatan kornet daging sapi adalah untuk tetap dapat

memperoleh produk daging sapi yang berwarna merah, awet dan praktis. Bahan

dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Daging tersebut kaya

protein yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan membentuk emulsi

yang baik. Bahan tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali

fosfat, bahan pengisi, air, lemak, gula, dan bumbu (Cahyono dkk., 2018).

B. Babi hutan (Sus scrofa)

Babi hutan merupakan mamalia berkuku (hoofed) yang mempunyai

tulang belakang dan berjalan dengan menggunakan empat kaki (Swindle, 2007).

Klasifikasi taksonomi dari babi hutan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Subkelas : Theria

Infrakelas : Eutheria

Ordo : Artiodactyla

Famili : Suidae

Subfamili : Suinae

Genus : Sus

(Irekhore, 2012)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

6

Babi hutan adalah hewan omnivora. Kelompok omnivora mengonsumsi tumbuhan

dan hewan. Seekor babi hutan memiliki moncong hidung, mata dan buntut kecil

yang mungkin berombak, kaku atau lurus. Babi hutan memiliki tubuh yang

gempal, kaki pendek, dan bulu yang kasar. Ada empat jari pada masing-masing

kakinya, dengan dua jari tengah besar yang digunakan untuk berjalan. Babi hutan

dengan nama ilmiah Sus scrofa berwarna coklat kehitaman dan memiliki bulu

yang agak tebal pada seluruh badan dengan berat berkisar antara 50-350 kg

(Irekhore, 2012; Widowati, 2013).

C. DNA Mitokondria

Mitokondria adalah organel yang ada di hampir semua sel eukariotik

dalam jumlah mulai dari satu salinan hingga beberapa ribu per sel (Desler dkk.,

2011). Fungsi utama dari mitokondria adalah untuk regenerasi ATP (Adenosine

Triphosphate) dengan fosforilasi oksidatif (Lackie dkk., 2007). Mitokondria

sering disebut sebagai pembangkit energi dalam sel karena ATP yang dihasilkan

digunakan oleh sel sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitasnya (Wandia,

2001). Mitokondria memiliki molekul DNA tersendiri dengan ukuran kecil yang

susunannya berbeda dengan DNA inti (Solihin, 1994).

Genom mitokondria adalah molekul DNA untai ganda (double stranded

DNA molecule) berbentuk sirkuler dengan panjang basa 15,7 sampai 19,5 kb.

Pada sebagian besar mamalia, mtDNA (DNA mitokondria) memiliki panjang basa

sekitar 16 kb yang berisi 13 gen penyandi protein yakni 3 subunit sitokrom

oksidase (CO I-III), 7 subunit NADH-dehidrogenase (ND 1-6 dan ND 4L), 2

subunit ATP-ase (6 dan 6L), dan sitokrom b (Cyt b); 2 gen rRNA yakni 12S dan

16S; dan 22 tRNA yang semuanya terlibat dalam proses fosforilasi oksidatif

(OXPHOS). Daerah penyandi (coding) meliputi 90% dari seluruh genom

mitokondria dan sisanya 10% merupakan daerah bukan penyandi (non coding).

Daerah bukan peyandi (non coding) utama terletak pada wilayah displacement-

loop (D-loop). Bagian lain dari daerah bukan penyandi terletak pada gugus tRNA

antara gen CO I dan ND 2 (Ladoukakis and Zouros, 2017; Wandia, 2001).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

7

Gambar 1. Struktur DNA Mitokondria (Butler, 2005)

DNA mitokondria (mtDNA) diwarisi secara keseluruhan dari ibu tanpa

rekombinasi (Butler, 2005). Molekul mtDNA merupakan molekul polimer rantai

ganda, yang terdiri dari rantai heavy (H) strand dan rantai light (L) strand. H-

strand kaya akan purin (adenin dan guanin), sedangkan L-strand didominasi

pirimidin (timin dan sitosin) (Hidayat, 2017). Jumlah molekul DNA mitokondria

(mtDNA) di dalam sel bisa sangat bervariasi. Setiap sel dapat mengandung

ratusan mitokondria sehingga mtDNA yang ada pada setiap sel bisa mencapai

ribuan. Hal ini menyebabkan tingkat keberhasilan mtDNA menjadi lebih besar

dibandingkan DNA nukleus sebagai marker pada sampel biologis yang mungkin

telah rusak karena panas atau lembab (Butler, 2005).

D. Gen Sitokrom b

Gen sitokrom b merupakan gen yang terletak di DNA Mitokondria pada

daerah penyandi tepatnya pada heavy strand untuk menyandi protein sitokrom b.

Gen ini banyak digunakan untuk meneliti hubungan spesies dari genus atau famili

yang sama. Sitokrom b termasuk satu dari 11 komponen protein-protein yang

disebut kompleks III. Kompleks III dalam mitokondria berperan dalam proses

fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk

berbagai aktivitas dalam sel (Gao dkk., 2015; Wandia, 2001; Widayanti dkk.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

8

2004). Analisis mtDNA sitokrom b efektif dalam mengidentifikasi spesies asal

untuk sampel biologis (Butler, 2005). Gen sitokrom b dapat digunakan sebagai

penanda genetik karena berdasarkan posisinya, gen ini mempunyai region yang

lebih kekal dan beragam sehingga dalam identifikasi spesies tidak menimbulkan

keambiguan (Farias dkk., 2001). Genom utuh mitokondria dari Sus scrofa (babi

hutan) memiliki panjang sekuen 16.613 bp (base pair). Target gen sitokrom b

mitokondria dari Sus scrofa berada pada rentang wilayah 15.399-15.796 (NCBI,

2013).

Gambar 2. Wilayah Target Gen Sitokrom b Babi Hutan (NCBI, 2013)

E. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik amplifikasi

potongan DNA yang diinginkan secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi

oleh dua buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim polymerase

(Wardani dan Sari, 2015). Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-

ulang antara 20-30 kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap yaitu :

1) Denaturasi (denaturation)

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai

tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan

putusnya ikatan hidrogen DNA diantara basa-basa yang komplemen.

Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi cetakan

(template) bagi primer. Denaturasi biasanya dilakukan pada suhu 90-95˚C.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

9

2) Penempelan primer (annealing)

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju ke daerah

spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini,

ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada

cetakan (template). Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50-60˚C.

Selanjutnya, DNA polimerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut

akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan

reaksi polimerase selanjutnya.

3) Pemanjangan (elongasi/extention)

Umumnya, elongasi ini terjadi pada suhu 72˚C. Primer yang telah menempel

tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP

yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase.

Selain ketiga proses tersebut, biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan

berikut.

1) Pra-denaturasi

Tahap ini dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan

kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA polimerase.

2) Final elongasi

Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72˚C) selama 5-15 menit

untuk memastikan bahwa setiap untai tunggal yang tersisa sudah diperpanjang

secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.

(Irianto, 2017)

Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan

DNA ribuan bahkan jutaan kali dari semula (Irianto, 2017). Target PCR yaitu

asam nukleat (DNA) untai ganda yang diekstraksi dari sel dan didenaturasi

menjadi asam nukleat untai tunggal (Nollet dan Toldrá, 2011). Metode PCR dapat

dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit.

Berikut terdapat beberapa komponen utama dalam proses PCR yaitu :

1) Cetakan DNA (DNA Template) yaitu fragmen DNA yang akan

dilipatgandakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

10

2) Primer yaitu suatu urutan nukleotida pendek (15-25 basa nukleotida)

digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang berikatan

dengan segmen awal sekuen DNA template yang ingin diamplifikasi disebut

primer forward, sedangkan primer yang berikatan dengan segmen akhir pada

sekuen DNA template yang ingin diamplifikasi disebut primer reverse.

3) Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dCTP.

4) Enzim DNA polimerase yaitu enzim yang mengkatalisis reaksis sintesis DNA

PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing mempunyai tiga tahapan

berulang.

5) PCR buffer merupakan buffer yang digunakan untuk PCR dan umumnya

tersusun atas KCl, Tris-Cl dan MgCl2.

(Irianto, 2017)

F. Landasan Teori

Daging merupakan bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat sebagai

sumber protein. Namun, daging seperti daging babi hutan tidak bisa dikonsumsi

oleh semua kalangan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada

beberapa golongan serta adanya pantangan untuk agama tertentu. Menurut

Puspitasari dkk. (2019), sejumlah produk makanan berbahan dasar daging

ditemukan tercampur dengan daging babi hutan, terutama pada makanan olahan

daging sapi salah satunya adalah kornet. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Rahayu dkk. (2020), terdapat satu produk kornet sapi dan satu produk dendeng

dari total empat sampel positif mengandung daging babi hutan berdasarkan nilai

Ct (threshold cycle) dibawah 30 menggunakan metode Real Time PCR. Gen

sitokrom b yang terdapat dalam DNA mitokondria merupakan salah satu marker

yang potensial untuk mendeteksi spesies dari genus atau famili yang sama. DNA

mitokondria memiliki jumlah salinan DNA yang tinggi, sehingga cocok untuk

analisis dengan jumlah DNA terbatas atau DNA yang mudah terdegradasi.

Pengidentifikasian gen sitokrom b mtDNA (DNA mitokondria) dapat

dilakukan dengan metode PCR. PCR merupakan teknik amplifikasi potongan

DNA yang diinginkan secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

11

buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim polymerase (Wardani dan

Sari, 2015). Menurut Tanabe (cit Fibriana dkk., 2012) PCR mempunyai

sensitivitas yang tinggi karena berhasil mendeteksi gen sitokrom b babi pada

sampel daging segar dan daging olahan. Oleh karena itu, metode ini dapat

digunakan untuk mendeteksi kandungan daging babi pada daging olahan seperti

kornet.

G. Hipotesis

Terdapat kandungan gen sitokrom b babi hutan yang dibuktikan dengan

terbentuknya pita dengan panjang 398 bp pada produk kornet sapi di Yogyakarta

dengan metode PCR.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

12

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dimana

sampel akan dideteksi dengan metode PCR dan rancangan penelitian yang

dilakukan merupakan penelitian observasional karena tidak dilakukan intervensi

pada variabel bebas.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Utama

a) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah isolat DNA dari kornet daging

sapi yang diperoleh dari supermarket wilayah Yogyakarta.

b) Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah produk PCR yang

dideteksi dengan elektroforesis.

2. Variabel pengacau

a) Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah ketepatan desain

primer dan kemurnian isolat DNA.

b) Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian adalah proses

pembuatan sampel daging kornet sapi, bahan baku yang digunakan untuk

mengolah produk kornet sapi dan kualitas bahan baku.

3. Definisi Operasional

a) Kornet sapi adalah produk olahan daging sapi yang beredar di supermarket

wilayah Yogyakarta.

b) Gen sitokrom b babi hutan merupakan gen target yang akan diidentifikasi

menggunakan PCR.

c) PCR merupakan metode enzimatis untuk melipatgandakan atau

mengamplifikasi DNA dalam waktu singkat secara in vitro.

d) Primer adalah potongan DNA yang urutan nukleotidanya komplemen

dengan urutan nukleotida dalam cetakan DNA (DNA template).

e) Produk PCR adalah DNA hasil amplifikasi dengan panjang pita 398 bp.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

13

f) Elektroforesis adalah teknik pemisahan berdasarkan pergerakan molekul

(ion, molekul, makromolekul) dalam medan listrik dan digunakan untuk

analisis kualitatif produk PCR.

g) Suhu annealing adalah suhu yang digunakan pada tahap annealing agar

primer menuju daerah spesifik dan menempel dengan tepat pada fragmen

DNA target.

h) Jumlah siklus amplifikasi adalah jumlah pengulangan tahapan

denaturation, annealing dan extension dalam PCR agar memperoleh

produk PCR yang optimum.

C. Bahan penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging babi

hutan segar (kontrol positif babi), daging sapi segar (kontrol positif sapi) dan

sampel kornet daging sapi. Primer forward universal: 5’ GAC CTC CCA GCT

CCA TCA AAC ATC TCA TCT TGA TGA AA 3’, primer reverse sapi: 5’ CTA

GAA AAG TGT AAG ACC CGT AAT ATA AG 3’, primer reverse babi hutan:

5’ GCT GAT AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA 3’ diadopsi dari Matsunaga

dkk. (1999), kit isolasi DNA (FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini

Kit) yang terdiri dari FATG1 buffer, FATG2 buffer, Proteinase K, W1 Buffer,

wash buffer, dan elution buffer, Tris-Borate-EDTA Buffer (10x), gel agarosa,

etanol absolut, water for injection (WFI), FluoroVue™ Nucleic Acid Gel Stain

(10.000x) SMOBiO, DNA ladder 100 bp (SMOBiO), loading dye, ExcelTaq™

5X PCR Master Dye Mix (berisi Taq DNA Polymerase, reaction buffer, MgCl2,

dNTP), akuabides (ddH2O).

2. Kriteria subyek uji

Subyek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kornet daging

sapi sebanyak 5 sampel dengan merk berbeda, belum melewati masa kadaluwarsa,

dan berlabel halal yang diperoleh dari supermarket wilayah Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

14

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bio-Rad-T100™

thermal cycler, elektroforesis (Sigma Aldrich), kit isolasi DNA (FavorPrep™

Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit) yang berisi FATG mini column,

collection tube, elution tube, dan micropestle, microsentrifuge tube, tabung PCR,

yellow tip, blue tip, mikropipet (Soccorex Swiss), vortex (Fisher Scientific), water

bath, microwave, centrifuge, mortar stamper, neraca analitik digital, UV

Transiluminator (Fischer Scientific), kamera, alat-alat gelas.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel kornet daging sapi dilakukan oleh peneliti.

Sebanyak 5 sampel kornet daging sapi dengan merk yang berbeda diperoleh dari

Daerah Istimewa Yogyakarta dengan teknik purposive sampling, kemudian

dilakukan replikasi 3 kali untuk setiap sampel.

2. Optimasi preparasi sampel

a. Preparasi Sampel tanpa perlakuan. Preparasi sampel tanpa perlakuan

dilakukan sebelum isolasi DNA yaitu masing-masing sampel kornet daging sapi

ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar dan dihaluskan

menggunakan stamper.

b. Preparasi Sampel dengan perlakuan. Preparasi sampel dengan

perlakuan dilakukan sebelum isolasi DNA yaitu masing-masing sampel kornet

daging sapi ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam gelas beaker 50 ml kemudian

ditambahkan sedikit air yang dihangatkan pada suhu 80˚C lalu diaduk. Sampel

dipindahkan ke gelas beaker 500 ml kemudian gelas beaker sebelumnya dibilas

menggunakan air hangat dan dituangkan ke gelas beaker 500 ml. Larutan sampel

ditambahkan air hangat sekitar 300 ml kemudian diletakkan di atas water bath

selama 2 jam sambil diaduk. Selanjutnya, larutan sampel didinginkan di suhu

ruangan kemudian disaring. Sampel yang telah diberi perlakuan tersebut

kemudian ditimbang 50 mg dan dihaluskan menggunakan mortar dan stamper.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

15

3. Preparasi kontrol positif dan negatif

Preparasi kontol positif dan negatif sebelum isolasi DNA perlu

dilakukan. Daging babi hutan segar sebagai kontrol positif babi dan daging sapi

segar sebagai kontrol positif sapi dihaluskan menggunakan mortar dan stamper.

4. Isolasi DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Tissue Genomic DNA

Extraction Mini Kit. Daging babi hutan segar (kontrol positif babi), daging sapi

segar (kontrol positif sapi), dan sampel kornet daging sapi masing-masing yang

sudah dipreparasi sebelumnya ditimbang 25 mg dan dipindahkan ke tabung

mikrosentrifuge 1,5 mL kemudian dihaluskan menggunakan mikropestel.

Sebanyak 200 µl FATG1 buffer ditambahkan ke dalam sampel dan dihaluskan

menggunakan mikropestel. Proteinase K sebanyak 20 µl ditambahkan ke dalam

campuran sampel, divorteks lalu diinkubasi pada suhu 60˚C selama 3 jam. Sel

dilisiskan dengan cara menambahkan FATG2 buffer sebanyak 200 µl, divorteks

dan diinkubasi kembali pada suhu 70˚C selama 10 menit. Setelah diinkubasi,

ditambahkan etanol absolut sebanyak 200 µl lalu divorteks. FATG mini column

dipasangkan dengan 2 ml collection tube dan sampel dipindahkan ke dalam FATG

mini column tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan 17.000 xg selama 1

menit. Collection tube sebelumnya dibuang dan FATG mini column dipasangkan

dengan 2 ml collection tube yang baru. Berikutnya FATG mini column

ditambahkan 400 µl W1 buffer dan disentrifugasi pada kecepatan 17.000 xg

selama 1 menit kemudian collection tube tersebut dibuang. FATG mini column

dipasangkan dengan 2 ml collection tube yang baru lalu ditambahkan 750 µl Wash

buffer dan disentrifugasi pada kecepatan 17.000 xg selama 1 menit. Collection

tube tersebut dibuang dan dipasangkan lagi 2 ml collection tube terakhir yang

baru pada FATG mini Column dan disentrifugasi pada kecepatan 17.000 xg

selama 3 menit untuk mengeringkan kolom. FATG mini column yang sudah

dikeringkan kemudian dipasangkan dengan 1,5 ml tabung mikrosentrifuge lalu

ditambahkan 100 µl elution buffer yang telah dipanaskan ke tengah membran

FATG mini column sampai benar-benar terserap. Selanjutnya disentrifugasi pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

16

kecepatan 17.000 xg selama 2 menit untuk mengelusi DNA. DNA yang telah

berhasil dielusi tersebut kemudian disimpan pada suhu -20˚C.

5. Penyiapan Gel Agarosa

Pada penelitian ini, terdapat dua konsentrasi gel agarosa yang digunakan

yaitu 1,0% dan 1,5%. Gel agarosa 1,0% digunakan untuk mengidentifikasi

kemurnian isolat DNA, sedangkan gel agarosa 1,5% digunakan untuk

mengidentifikasi produk PCR. Pembuatan gel agarosa 1,0% dilakukan dengan

cara melarutkan 0,25 g agarosa dalam 1x larutan TBE sebanyak 25 mL, lalu

dipanaskan menggunakan microwave sekitar 5 menit hingga larut. Sebanyak 2,5

µL larutan Nucleic Acid Gel Stain ditambah lalu diaduk hingga homogen. Larutan

tersebut dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisiran pada bagian tepi dan

gel dibiarkan mengeras. Setelah mengeras, sisiran dicabut hingga terbentuk

sumur-sumur sebagai tempat dimasukkannya sampel yang akan diidentifikasi.

Pembuatan gel agarosa 1,5% dilakukan dengan cara melarutkan 0,375 g agarosa

dalam 1x larutan TBE sebanyak 25 mL, lalu dipanaskan menggunakan microwave

sekitar 5 menit hingga larut. Sebanyak 2,5 µL larutan Nucleic Acid Gel Stain

ditambahkan lalu diaduk hingga homogen. Larutan tersebut dituang ke dalam

cetakan yang telah diberi sisiran pada bagian tepi dan gel dibiarkan mengeras.

Setelah mengeras, sisiran dicabut hingga terbentuk sumur-sumur sebagai tempat

dimasukkannya sampel yang akan diidentifikasi.

6. Analisis Kualitatif Isolat DNA

Analisis kualitatif isolat DNA dilakukan dengan metode elektroforesis.

Gel agarosa 1,0% ditempatkan ke dalam gel tray lalu diberi larutan buffer 1x TBE

hingga permukaan gel terendam. Isolat DNA sebanyak 5,0 µl dicampurkan

loading dye sebanyak 1,0 µl di atas plat tetes. Campuran tersebut dimasukkan ke

dalam sumur-sumur gel menggunakan mikropipet dan salah satu sumuran gel diisi

dengan 100 bp DNA ladder sebanyak 3,0 µL sebagai marker. Elektroforesis

dijalankan pada tegangan 110 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis diamati

di bawah lampu UV Transilluminator dan didokumentasikan menggunakan

kamera. Panjang pita akan diketahui dengan cara menarik garis lurus masing-

masing pita sampel DNA dengan posisi pita DNA ladder.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

17

7. Optimasi PCR

Gradien suhu yang digunakan yaitu 55,6°C;58,4°C;60,5°C;62,2°C; dan

64°C. Kondisi PCR yang digunakan dicantumkan pada Tabel I. Siklus amplifikasi

dari tahap denaturasi hingga ekstensi diulangi sebanyak 30 kali.

Tabel I. Kondisi PCR

Kondisi PCR Suhu Waktu

Pra Denaturasi 95˚C 3 menit

Denaturasi 95˚C 15 detik

Gradien Suhu Annealing 55,6˚C

58,4˚C

60,5˚C

62,2˚C

64 ˚C

30 detik

Ekstensi 72˚C 30 detik

Ekstensi akhir 72˚C 1 menit

8. Identifikasi Gen Sitokrom b

Identifikasi gen sitokrom b dilakukan dengan menggunakan primer

forward universal: 5’ GAC CTC CCA GCT CCA TCA AAC ATC TCA TCT

TGA TGA AA 3’, primer reverse sapi: 5’ CTA GAA AAG TGT AAG ACC CGT

AAT ATA AG 3’, primer reverse babi hutan: 5’ GCT GAT AGT AGA TTT GTG

ATG ACC GTA 3’ diadopsi dari Matsunaga dkk. (1999). Sebanyak 10 µl

SMOBio ExcelTaq 5X PCR Master Dye Mix TP1200, 0,5 µl forward primer, 0,5

µl reverse primer babi, 1 µl DNA template, 3.0 µl isolat DNA dan ditambahkan

nuclease free water hingga volume total sebanyak 30 µl untuk mengidentifikasi

kandungan babi. Sedangkan untuk yang mengandung sapi (negatif mengandung

babi), sebanyak 10 µl SMOBio ExcelTaq 5X PCR Master Dye Mix TP1200, 0,5

µl forward primer, 0,5 µl reverse primer sapi, 1 µl DNA template, 3.0 µl isolat

DNA dan ditambahkan nuclease free water hingga volume total sebanyak 30 µl.

Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler. Kondisi PCR

yang digunakan yaitu pra-denaturasi pada suhu 95˚C selama 3 menit, dilanjutkan

dengan denaturasi pada suhu 95˚C selama 15 detik, annealing pada suhu 58,4˚C

selama 30 detik, ekstensi pada suhu 72˚C selama 30 detik. Siklus amplifikasi ini

dilakukan sebanyak 30 kali dan diakhiri dengan ektensi akhir (final extension)

pada suhu 72˚C selama 1 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

18

9. Analisis Produk PCR Menggunakan Teknik Elektroforesis

Analisis produk PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel

agarosa 1,5% sebagai fase diam. Gel agarosa 1,5% ditempatkan ke dalam gel tray

lalu diberi larutan buffer 1x TBE hingga permukaan gel terendam. Produk PCR

diambil sebanyak 5,0 µl lalu dimasukan ke dalam sumur-sumur gel menggunakan

mikropipet. Salah satu sumuran gel diisi dengan 3,0 µl DNA ladder sebagai

marker kemudian elektroforesis dijalankan pada tegangan 110 volt selama 30

menit. Hasil elektroforesis dievaluasi dengan lampu UV Transilluminator dan

didokumentasikan menggunakan kamera.

F. Analisis Hasil

Hasil yang dianalisis adalah ada atau tidaknya kandungan gen sitokrom b

babi hutan. Apabila terdapat kandungan gen sitokrom b babi hutan maka akan

terbentuk pita berukuran 398 bp, namun jika tidak terdapat kandungan gen

sitokrom b babi hutan maka akan terbentuk pita berukuran 274 bp.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Optimasi Preparasi Sampel

Pada penelitian ini, kornet sapi digunakan sebagai sampel, daging sapi

segar sebagai kontrol positif sapi diperoleh dari supermarket dan daging babi

segar sebagai kontrol positif babi diperoleh dari pasar yang berada di wilayah

Yogyakarta. Sampel kornet sapi yang diambil yaitu sebanyak lima merk berbeda

menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Gay dkk. (2012), purposive

sampling merupakan suatu teknik pengambilan sampel dengan menentukan

kriteria sampel yang diyakini dapat mewakili suatu populasi.

Sampel kornet sapi terlebih dahulu dipreparasi sebelum memasuki

tahapan isolasi DNA. Kontrol positif berupa daging babi segar dan daging sapi

segar juga dipreparasi untuk mempermudah proses lisis saat dilakukan isolasi

DNA. Replikasi sampel sebanyak tiga kali dilakukan dengan tujuan untuk

memastikan hasil yang diperoleh akurat (Rau dkk., 2018). Kornet sapi merupakan

produk daging sapi yang melalui tahapan pengolahan salah satunya adalah

perlakuan kimiawi (penambahan pengawet nitrit). Hal ini bisa mempengaruhi

hasil isolasi DNA. Optimasi preparasi sampel dilakukan untuk mengetahui proses

preparasi terbaik yang digunakan pada proses isolasi DNA (Cahyono dkk., 2018;

Erwanto, 2018). Preparasi sampel dengan perlakuan dilakukan untuk memisahkan

kandungan nitrit yang ada pada sampel kornet sapi. Tujuan dilakukan pemisahan

ini agar kandungan nitrit tidak mengganggu proses isolasi DNA. Hasil isolasi

DNA sampel yang dipreparasi dengan perlakuan (Gambar 3) menunjukkan DNA

yang lebih terlihat dibandingkan dengan isolasi DNA sampel yang dipreparasi

tanpa perlakuan (Gambar 2). Dengan demikian, preparasi sampel dengan

perlakuan merupakan metode preparasi yang paling baik untuk proses isolasi

DNA sampel kornet.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

20

Gambar 3. Hasil Elektroforesis Isolat DNA Sampel Tanpa Perlakuan

Keterangan :

M : DNA ladder sebagai marker

1-5 : Isolat DNA produk kornet sapi tanpa perlakuan KB : Kontrol positif babi (isolat DNA daging babi segar)

KS : Kontrol positif sapi (isolat DNA daging sapi segar)

Kondisi elektroforesis : Fase diam gel agarosa 1%; fase gerak larutan TBE 1x; tegangan 110 Volt, waktu running 30 menit; volume injeksi 6 μL; DNA ladder 3 μL

Gambar 4. Hasil Elektroforesis Isolat DNA Sampel dengan Perlakuan

Keterangan : M : DNA ladder sebagai marker

1-5 : Isolat DNA produk kornet sapi dengan perlakuan

KB : Kontrol positif babi (isolat DNA daging babi segar)

KS1 : Kontrol positif sapi (isolat DNA daging sapi segar) KS2 : Kontrol positif sapi (isolat DNA daging sapi segar)

Kondisi elektroforesis : Fase diam gel agarosa 1%; fase gerak larutan TBE 1x; tegangan

110 Volt, waktu running 30 menit; volume injeksi 6 μL; DNA ladder 3 μL

B. Isolasi DNA

Isolasi DNA bertujuan untuk memisahkan DNA dari partikel-partikel

lain seperti lipid, protein, polisakarida, dan zat lainnya (Hariyadi dkk., 2018).

Prinsip utama dari isolasi DNA yaitu pengancuran (lisis), ekstraksi atau

pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian

3000 bp

Isolat

DNA

100 bp

3000 bp

100 bp

Isolat

DNA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

21

DNA (Hidayati dkk., 2016). Lisis merupakan perusakan dinding sel, dan proses

lisis ini bisa dilakukan dengan cara fisik maupun kimia. Pemurnian DNA

merupakan proses untuk memisahkan DNA dari lisat sel (protein, karbohidrat,

lipid) dan kontaminan lain (Wardani dan Sari, 2015).

Isolasi DNA dilakukan menggunakan FavorPrep™ Tissue Genomic DNA

Extraction Mini Kit. Tahap awal isolasi DNA adalah proses perusakan atau

penghancuran membran dan dinding sel yang bertujuan untuk mengeluarkan isi

sel (Hidayati dkk., 2016). Pada penelitian ini, proses lisis menggunakan FATG1

buffer, FATG2 buffer dan penambahan Proteinase K. Menurut Mulyani dkk.

(2011), buffer lisis diperlukan untuk memecah membran sel agar dapat

mengeluarkan DNA genom. Protein dihilangkan menggunakan proteinase K.

Enzim proteinase K berperan untuk menghancurkan protein (Kamaliah, 2017).

Penggunaan vorteks dalam proses isolasi DNA bertujuan untuk membantu proses

lisis (Mulyani dkk., 2011). Selain itu, inkubasi dilakukan pada suhu 60˚C selama

3 jam kemudian suhu dinaikan hingga 70˚C selama 10 menit serta perlu dibolak

balik bertujuan untuk mendukung degradasi protein dan larutan buffer dapat

melisiskan sel dengan sempurna (Mulyani dkk., 2011). Protein yang telah rusak

bersama komponen hasil lisis lainnya dipisahkan melalui sentrifugasi (Irianto,

2017). Sampel disentrifugasi dengan kecepatan tinggi agar komponen yang

berukuran lebih besar atau lebih berat akan mengendap membentuk sedimen pada

bagian bawah tabung (Langga dkk., 2012). Menurut Bettelheim dan Landdesberg

(cit., Hutami dkk., 2018) setelah disentrifugasi, campuran akan terpisah menjadi

dua fase yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aqueous (air) berada

pada lapisan atas. DNA akan berada pada fase aqueous sementara makromolekul

protein, lipid, dan polisakarida akan berada pada fase organik.

Pemurnian DNA dalam proses isolasi dilakukan dengan penambahan

etanol absolut. Hal tersebut menyebabkan penurunan kelarutan asam nukleat

dalam air sehingga DNA mengalami presipitasi membentuk endapan DNA pada

bagian bawah tabung (Hutami dkk., 2018). Endapan DNA dicuci menggunakan

dua jenis buffer yang terdapat pada kit isolasi yaitu W1 buffer dan wash buffer.

Menurut Mulyani dkk. (2011), pencucian bertujuan untuk menghilangkan residu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

22

etanol dan senyawa lain yang ikut mengendap bersama dengan DNA. DNA

dielusi menggunakan elution buffer. Larutan elution buffer berfungsi untuk

menghasilkan purifikasi DNA (DNA yang benar-benar murni) (Utami dkk.,

2013). Isolat DNA yang telah diperoleh disimpan di dalam freezer bersuhu -20˚C

(Marwayana, 2015). Kemurnian dari isolat DNA dapat ditentukan dari ada

tidaknya komponen lain seperti protein dan RNA dengan menggunakan

elektroforesis (Hidayati dkk., 2016).

C. Analisis Kualitatif Isolat DNA

Isolat DNA diuji secara kualitatif dengan elektroforesis menggunakan gel

agarosa 1% dalam larutan TBE 1x (Tris Borate EDTA) yang ditambahkan Nucleic

Acid Gel Stain. Elektroforesis merupakan suatu teknik untuk memisahkan

molekul menggunakan medan listrik berdasarkan ukuran molekul. Kecepatan

migrasi molekul DNA tergantung pada ukuran molekul DNA, kerapatan media

gel yang dilalui DNA, dan arus listrik. Molekul DNA bermuatan negatif sehingga

akan bergerak menuju kutub positif dalam medan listrik (Irianto, 2017; Novitasari

dkk., 2014). Nucleic Acid Gel Stain berfungsi sebagai pewarna agar DNA dapat

tervisualisasi di bawah UV Transilluminator (Hidayati dkk., 2016; Utami dkk.,

2013). Nucleic Acid Gel Stain dirancang dengan tujuan menggantikan ethidium

bromida (EtBr) yang bersifat mutagen dan karsinogenik (Crisafuli dkk., 2015;

Maftuchah dkk., 2014). Isolat DNA dicampurkan dengan loading dye yang

mengandung gliserol dan bromofenol biru sebelum melakukan proses

elektroforesis untuk menambah densitas DNA dan sebagai penanda migrasi DNA

(Fatchiyah dkk., 2011; Novitasari dkk., 2014).

Hasil elektroforesis yang tervisualisasi di bawah UV transilluminator

berupa pita-pita DNA. Pita tebal dan terang secara kualitatif mengindikasikan

konsentrasi isolasi DNA yang dihasilkan tinggi sedangkan pita yang tipis

mengindikasikan konsentrasi DNA yang dihasilkan kecil (Hidayati dkk., 2016).

Hasil elektroforesis pada Gambar 3 menunjukkan terbentuknya pita tunggal dan

tebal pada isolat DNA kontrol daging babi maupun daging sapi. Sedangkan pada

isolat DNA produk kornet sapi terlihat smear pada sampel nomor 4. Genom yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

23

smear pada hasil elektroforesis disebabkan karena tidak utuhnya DNA yang

terisolasi. Smear tersebut disebabkan karena DNA yang diperoleh rusak atau

sudah terfragmentasi (Mulyani dkk., 2011; Novitasari dkk., 2014). Jumlah DNA

yang diekstraksi dalam daging olahan akan berkurang, khususnya pada produk

olahan yang telah melalui proses autoklaf berkisar antara 7-9 μg / 300 mg karena

makanan olahan seperti kornet melibatkan perlakuan autoklaf. Pada prinsipnya,

sterilisasi autoklaf menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Suhu didalamnya

dapat mencapai 115-125˚C dan tekanan uapnya mencapai 2-4 atm, sehingga pada

autoklaf semakin tinggi tekanannya, maka suhu yang dihasilkan semakin tinggi.

Tekanan yang diberikan menyebabkan suhu yang dihasilkan >100˚C dan suhu ini

mengakibatkan terjadinya degradasi pada DNA. Kemampuan DNA yang

terdegradasi untuk mengikat pewarna dalam elektroforesis gel akan berkurang

(Calderón-Franco dkk., 2020; Chandrika dkk., 2010; Farmawati dkk., 2015;

Rahayu dkk., 2020). Dengan demikian, tidak ada pita DNA yang muncul pada

produk kornet sapi.

D. Identifikasi Gen Sitokrom b

Gen sitokrom b merupakan gen yang terletak pada DNA mitokondria dan

memiliki variasi urutan sekuen antara satu spesies dengan spesies lainnya

sehingga gen ini banyak digunakan untuk meneliti hubungan spesies dari genus

atau famili yang sama (Farias dkk., 2001; Gao dkk., 2015). Amplifikasi gen

sitokrom b pada penelitian ini dilakukan dengan metode PCR. Komponen-

komponen yang diperlukan dalam proses amplifikasi dengan metode PCR yaitu

template DNA, primer, enzim DNA polymerase, dNTPs (Deoxynucleotide

triphosphates, buffer PCR dan konsentrasi Mg2+ (Fatchiyah dkk., 2011).

Keberhasilan amplifikasi DNA tergantung dari ketepatan primer yang

digunakan (Prakoso dkk., 2016). Proses amplifikasi gen sitokrom b dilakukan

dengan menggunakan primer forward universal: 5’ GAC CTC CCA GCT CCA

TCA AAC ATC TCA TCT TGA TGA AA 3’, primer reverse sapi: 5’ CTA GAA

AAG TGT AAG ACC CGT AAT ATA AG 3’, primer reverse babi hutan: 5’

GCT GAT AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA 3’ diadopsi dari Matsunaga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

24

dkk. (1999). Identifikasi adanya kandungan gen sitokrom b babi menggunakan

primer forward universal dan primer reverse spesifik babi serta ditunjukkan

dengan terbentuknya pita berukuran 398 bp. Sedangkan untuk mengindentifikasi

tidak adanya kandungan babi dan memastikan bahwa sampel mengandung sapi

menggunakan primer forward universal dan primer reverse spesifik sapi serta

ditunjukkan dengan terbentuknya pita berukuran 274 bp. Daerah penempelan

primer untuk gen sitokrom b babi terletak pada urutan basa 15.399-15.796

(Gambar 1), sedangkan daerah penempelan primer gen sitokrom b sapi terletak

pada urutan basa 14.571-14.844 (Gambar 4). Primer berfungsi sebagai pembatas

fragmen DNA target yang akan diamplifikasi. Setiap satu fragmen target,

memerlukan sepasang primer yang sesuai dengan DNA target (Maitriani dkk.,

2015).

Gambar 5. Wilayah Target Gen Sitokrom b Sapi (NCBI, 2009)

Pembuatan DNA template merupakan proses pertama yang dilakukan

dalam metode PCR. DNA template adalah DNA untai ganda yang membawa basa

fragmen atau gen yang akan digandakan. Urutan basa ini disebut juga urutan

target (target sequence) (Utami dkk., 2013). Pada proses PCR, terdapat tiga

tahapan penting yaitu denaturasi, penempelan primer (annealing), dan ekstensi.

Pada tahap denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai

tunggal. Suhu yang digunakan pada tahap ini adalah 95˚C. Hal ini dikarenakan

suhu yang tinggi dapat menyebabkan putusnya ikatan hidrogen yang

menghubungkan dua untai DNA.

Annealing merupakan tahap terjadinya penempelan primer pada DNA

template. Pencarian kondisi optimal dari suhu annealing dilakukan sebab primer

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

25

dapat menempel pada DNA template apabila suhu yang digunakan merupakan

suhu optimum, sehingga suhu yang digunakan dalam tahap annealing merupakan

faktor penting keberhasilan amplifikasi DNA dengan metode PCR. Jika suhu

annealing terlalu tinggi maka penempelan primer pada DNA template akan lepas

sehingga produk PCR tidak terbentuk, sebaliknya jika suhu annealing terlalu

rendah maka akan terjadi penempelan primer pada DNA template tidak spesifik

sehingga menghasilkan produk PCR yang juga tidak spesifik (Hidayati dkk.,

2016; Irianto, 2017). Primer yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada

Matsunaga dkk. (1999). Pada penelitian tersebut dilakukan dengan metode

multipleks PCR sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode unipleks

PCR. Metode multipleks PCR menggunakan beberapa pasang primer untuk

mengamplifikasi lebih dari satu sekuen target DNA sehingga kondisi optimal PCR

pada suhu annealingnya akan berbeda dengan metode unipleks PCR yang hanya

membutuhkan satu pasang primer untuk mengamplifikasi satu sekuen target DNA

yang dituju (Butler, 2005). Selain itu, reagen mix PCR pada penelitian Matsunaga

dkk. (1999) mengandung taq DNA polimerase yang berbeda dengan taq DNA

polimerase yang terdapat dalam reagen mix PCR pada penelitian ini. Dengan

demikian, hal-hal tersebut yang mendasari perlunya dilakukan optimasi kondisi

PCR pada suhu annealing.

Hasil optimasi suhu annealing untuk kontrol positif daging babi

ditunjukkan pada Gambar 5 dan untuk kontrol positif sapi segar pada Gambar 6.

Amplifikasi gradien PCR dari fragmen gen sitokrom b spesifik babi maupun

fragmen gen sitokrom b spesifik sapi menggunakan suhu annealing yang

bervariasi dari suhu 55˚C-64˚C. Amplifikasi gradien PCR dilakukan untuk

menentukan suhu annealing yang optimum untuk pengujian dengan menggunakan

primer yang telah dirancang (Che Man dkk., 2012).

Hasil elektroforesis pada Gambar 5 menunjukkan bahwa terbentuk pita

tebal dan tunggal pada seluruh variasi suhu annealing dengan ukuran 398 bp,

sehingga suhu annealing untuk penempelan primer reverse spesifik gen sitokrom

b babi optimum untuk semua variasi suhu. Hasil elektroforesis pada Gambar 6

menunjukkan bahwa terbentuk pita tebal dan tunggal pada variasi suhu 60,5˚C,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

26

58,4˚C, 55,6˚C dengan ukuran 274 bp, sehingga suhu annealing untuk

penempelan primer reverse spesifik gen sitokrom b sapi pada variasi suhu 60,5˚C,

58,4˚C, 55,6˚C. Dengan demikian, suhu annealing yang optimum dan digunakan

pada penelitian ini yaitu 58,4˚C.

Tahap ekstensi merupakan tahap sintesis DNA. Tahap ekstensi dilakukan

pada suhu 72˚C. Suhu ini adalah suhu yang optimal bagi Taq DNA polymerase

untuk mensintesis pita-pita DNA baru dengan cara memanjangkan rantai primer

(Bintang, 2018). Hasil dari produk PCR yang telah diamplifikasi dianalisis

menggunakan elektroforesis.

Gambar 6. Hasil Optimasi Suhu Annealing Produk PCR Kontrol Daging Babi

Keterangan: M : DNA ladder

Kondisi elektroforesis : Fase diam gel agarosa 1,5%; fase gerak larutan TBE 1X;

tegangan 110 Volt, waktu running 30 menit; volume injeksi

5 μL

Gambar 7. Hasil Optimasi Suhu Annealing Produk PCR Kontrol Daging Sapi

Keterangan:

M : DNA ladder

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

27

Kondisi elektroforesis : Fase diam gel agarosa 1,5%; fase gerak larutan TBE 1X;

tegangan 110 Volt, waktu running 30 menit; volume injeksi

5 μL

E. Analisis Produk PCR

Hasil produk PCR dianalisis secara kualitatif dengan elektroforesis

menggunakan gel agarosa 1,5%. Konsentrasi gel agarosa pada analisis produk

PCR lebih besar daripada konsentrasi gel pada analisis isolat DNA. Hal ini

disebabkan molekul yang ukurannya lebih kecil akan bermigrasi lebih cepat

melalui pori-pori gel dan ukuran DNA produk PCR relatif lebih kecil sehingga

rongga untuk molekul bermigrasi saat elektroforesis harus lebih rapat (Irianto,

2017). DNA ladder sebagai marker juga perlu ditambahkan saat elektroforesis.

Marker adalah segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker

berfungsi untuk mengetahui ukuran DNA hasil amplifikasi sehingga amplifikasi

dengan PCR dapat diketahui berhasil atau tidak sesuai target (Utami dkk., 2013).

Gambar 8. Hasil Analisis Kualitatif Produk PCR dengan Primer Reverse Sapi

Keterangan :

M : DNA ladder (marker)

S1 : Kontrol sapi sebagai pembanding (produk PCR) S2 : Kontrol sapi sebagai penegas (produk PCR)

1-5 : Produk PCR dari isolat DNA kornet sapi

Kondisi elektroforesis : Fase diam gel agarosa 1,5%; fase gerak larutan TBE 1x; tegangan 110 Volt, waktu running 30 menit; volume injeksi 5 μL; DNA ladder 3 μL

Produk PCR

dengan panjang

pita 274 bp

3000 bp

100 bp

200 bp

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

28

Gambar 9. Hasil Analisis Kualitatif Produk PCR dengan Primer Reverse Babi

Keterangan : M : DNA ladder (marker)

KB : Kontrol positif babi (produk PCR)

1-5 : Produk PCR dari isolat DNA kornet sapi Kondisi Elektroforesis : Fase diam gel agarosa 1,5%; fase gerak larutan TBE 1x;

tegangan 110 Volt, waktu running 30 menit; volume injeksi 5 μL; DNA ladder 3 μL

Produk PCR dari isolat DNA dinyatakan positif mengandung babi

apabila hasil visualisasi tersebut membentuk pita DNA tunggal dan tebal dengan

ukuran 398 bp sesuai dengan kontrol positif babi. Sebaliknya, produk PCR dari

isolat DNA dinyatakan mengandung sapi atau negatif mengandung babi apabila

hasil visualisasi tersebut membentuk pita DNA tunggal dan tebal dengan ukuran

274 bp sesuai dengan kontrol positif sapi. Hasil elektroforesis produk PCR yang

menggunakan primer reverse sapi ditunjukkan pada Gambar 7. Hasil

elektroforesis menunjukkan terbentuknya pita berukuran 274 bp pada daging sapi

dan sampel kornet sapi. Sedangkan, hasil elektroforesis produk PCR yang

menggunakan primer reverse babi ditunjukkan pada Gambar 8. Hasil

elektroforesis menunjukkan terbentuknya pita berukuran 398 bp pada daging babi.

Ketebalan pita DNA hasil amplifikasi dipengaruhi oleh jumlah DNA yang

terisolasi. Semakin banyak DNA yang terisolasi maka semakin tebal pita DNA

begitupun sebaliknya (Wijaya dkk., 2018).

Tabel II. Fragmen DNA hasil produk PCR

Sampel Kode

Sampel

Primer Teramplifikasi Ukuran

pita

Daging sapi S1 Reverse sapi 274 bp

Daging sapi S2 Reverse sapi 274 bp

Kornet 1 1 Reverse sapi - -

Produk PCR

dengan panjang

pita 398 bp

3000 bp

100 bp

300 bp

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

29

Kornet 2 2 Reverse sapi - -

Kornet 3 3 Reverse sapi - -

Kornet 4 4 Reverse sapi 274 bp

Kornet 5 5 Reverse sapi - -

Daging babi KB Reverse babi 398 bp

Kornet 1 1 Reverse babi - -

Kornet 2 2 Reverse babi - -

Kornet 3 3 Reverse babi - -

Kornet 4 4 Reverse babi - -

Kornet 5 5 Reverse babi - -

Pada tabel II disajikan data hasil pengamatan fragmen DNA produk PCR.

DNA yang teramplifikasi dengan primer reverse sapi membentuk pita berukuran

274 bp adalah kontrol positif daging sapi dan sampel kornet sapi nomor 4. Pada

sampel 1,2,3 dan 5 tidak menunjukkan terjadinya amplifikasi karena tidak

terbentuk pita sejajar dengan kontrol positif sapi yaitu 274 bp. Hal ini disebabkan

karena DNA terdegradasi akibat proses pemanasan menggunakan suhu >100˚C

(Che Man dkk., 2007). Pemanasan menggunakan suhu tinggi >100˚C yang

dipengaruhi karena adanya tekanan dari uap air dalam proses autoklaf pada

produk daging akan menyebabkan degradasi DNA (Rahayu dkk., 2020). Selain

suhu dan tekanan, durasi saat mengolah daging juga mempengaruhi kualitas

DNA. Semakin lama durasi dan semakin tinggi suhu yang digunakan untuk

mengolah daging maka dapat menyebabkan degradasi DNA, akibatnya DNA pada

produk daging olahan terfragmentasi dan menyebabkan DNA menjadi sulit untuk

teramplifikasi (Erwanto, 2018). Di samping itu, persentase daging sapi yang ada

pada setiap sampel kornet serta proses pembuatan dari setiap pabrik berbeda-beda

sehingga hal ini menjadi penyebab terjadinya amplifikasi pada sampel 4 namun

tidak pada sampel 1,2 3, dan 5. DNA yang teramplifikasi dengan primer reverse

babi membentuk pita berukuran 398 bp adalah kontrol positif daging babi sesuai

sekuen target gen sitokrom b babi. Pada sampel produk kornet 1 sampai 5 tidak

ada pita yang terbentuk dengan panjang berukuran 398 bp. Proses amplifikasi

pada sampel 1 sampai 5 tidak terjadi karena tidak ada primer yang menempel pada

DNA template sehingga disimpulkan bahwa gen sitokrom b babi tidak

teridentifikasi pada 5 sampel produk kornet sapi.

Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dkk.

(2018). Metode yang digunakan pada penelitian Wijaya dan penelitian ini sama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

30

yaitu metode PCR konvensional. Namun, pada penelitian ini tidak semua sampel

kornet sapi teramplifikasi dengan primer reverse sapi ataupun primer reverse babi,

sedangkan pada penelitian Wijaya dkk. (2018) semua sampel kornet sapi dapat

teramplifikasi. Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan antara penelitian ini

dan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dkk. (2018) adalah jumlah kandungan

daging sapi pada produk kornet sapi yang berbeda-beda dan pengolahan kornet

sapi yang menyebabkan DNA pada beberapa sampel telah terdegradasi akibat

proses autoklaf sebelum dilakukannya isolasi DNA. Dengan demikian, hal ini

merupakan kondisi yang tidak terduga dan tidak mampu diatasi (force major).

Metode isolasi DNA yang digunakan oleh Wijaya dkk. (2018) adalah

metode Phenol Chloroform Isoamil Alcohol (PCIA) yang disebut juga metode

ekstraksi DNA konvensional (tanpa kit), sedangkan pada penelitian ini digunakan

metode isolasi DNA dengan kit atau disebut juga metode Double Spin Column.

Perbedaan antara kedua metode ini yaitu pada metode PCIA, esktrak DNA yang

diperoleh berupa pellet transparan dapat teramati secara langsung sehingga

mempermudah peneliti untuk memastikan keberadaan ekstrak DNA sedangkan

metode Double Spin Column menggunakan membran silika untuk memerangkap

DNA yang telah keluar dari sel (Marwayana, 2015). Namun, perbedaan metode

isolasi tidak mempengaruhi hasil isolat DNA kornet sapi secara signifikan karena

pada proses isolasi DNA menggunakan kedua metode ini tetap melalui tahapan

penambahan etanol absolut. Menurut Aini dkk. (2011), DNA yang terdegradasi

menjadi untai tunggal atau nukleotida bebas larut dalam etanol pada saat proses

pencucian sehingga dapat mengurangi jumlah DNA yang diperoleh. Dengan

demikian, faktor adanya perbedaan metode isolasi DNA antara metode PCIA dan

metode Double Spin Column tidak mempengaruhi hasil isolasi DNA.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Metode PCR menggunakan gen sitokrom b babi memiliki kemampuan untuk

membedakan secara spesifik kandungan babi dan sapi pada produk kornet

dengan ukuran pita 398 bp untuk babi dan 274 bp untuk sapi.

2. Kelima produk kornet sapi yang diperoleh dari supermarket wilayah

Yogyakarta tidak ditemukan adanya kandungan babi.

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan menggunakan marker dari

mitokondria DNA selain gen sitokrom b

2. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan menggunakan metode PCR seperti

droplet digital (ddPCR) yang mampu mendeteksi secara akurat dan sensitif

meskipun melalui proses pemanasan dan tekanan dalam daging olahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

32

DAFTAR PUSTAKA

Aini, A.N., Ria, P., Aminin, A.L.N., 2011. Pemurnian DNA Plasmid Puc19

Menggunakan Kolom Silika dengan Denaturan Urea. Jurnal Sains dan

Matematika, 19(2), 47–53.

Andriyani, E., Fais, N.L., Muarifah, S., 2019. Perkembangan Penelitian Metode

Deteksi Kandungan Babi untuk Menjamin Kehalalan Produk Pangan Olahan.

Journal of Islamic Studies and Humanities, 4(1), 104–126.

Bintang, M., 2018. Biokimia : Teknik Penelitian, 2nd ed. Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Butler, J.M., 2005. Forensic DNA Typing, Elsevier Academic Press.

Cahyono, H.B., Yuliastuti, R., Amanati, L., 2018. Pengaruh Penggorengan

Terhadap Kandungan Nitrit Dalam Kornet. Jurnal Teknologi Proses dan

Inovasi Industri, 3(2), 57–62.

Calderón-Franco, D., Lin, Q., van Loosdrecht, M.C.M., Abbas, B., Weissbrodt,

D.G., 2020. Anticipating Xenogenic Pollution at the Source: Impact of

Sterilizations on DNA Release From Microbial Cultures. Frontiers in

Bioengineering and Biotechnology, 8(171), 1–13.

Chandrika, M., Maimunah, M., Zainon, M.., Son, R., 2010. Identification of The

Species Origin of Commercially Available Processed Food Products by

Mitochondrial DNA Analysis. International Food Research Journal, 17(1),

867–875.

Che Man, Y.B., Aida, A.A., Raha, A.R., Son, R., 2007. Identification of Pork

Derivatives in Food Products by Species-Specific Polymerase Chain

Reaction (PCR) for Halal Verification. Food Control, 18(7), 885–889.

Che Man, Y.B., Mustafa, S., Khairil Mokhtar, N.F., Nordin, R., Sazili, A.Q.,

2012. Porcine-Specific Polymerase Chain Reaction Assay Based on

Mitochondrial D-loop Gene for Identification of Pork in Raw Meat.

International Journal of Food Properties, 15(1), 134–144.

Crisafuli, F.A.P., Ramos, E.B., Rocha, M.S., 2015. Characterizing the Interaction

between DNA and GelRed Fluorescent Stain. European Biophysics Journal,

44(1), 1–7.

Desler, C., Marcker, M.L., Singh, K.K., Rasmussen, L.J., 2011. The Importance

of Mitochondrial DNA in Aging and Cancer. Journal of Aging Research,

2011(17), 1–10.

Erwanto, Y., 2018. Molecular Based Method Using PCR Technology on Porcine

Derivative Detection for Halal Authentication, in: Abdurakhmonov, I. (Ed.),

Genotyping. IntechOpen, pp. 65–84.

Fadhlurrahman, Wardani, A.K., Endrika, W., 2015. Deteksi Gelatin Babi Pada

Soft Candy Menggunakan Metode PCR-RFLP Sebagai Salah Satu

Pembuktian Kehalalan Pangan. Jurnal Teknologi Pertanian, 16(2), 81–88.

Farias, I.P., Ortí, G., Sampaio, I., Schneider, H., Meyer, A., 2001. The

Cytochrome b Gene as a Phylogenetic Marker: The Limits of Resolution for

Analyzing Relationships Among Cichlid Fishes. Journal of Molecular

Evolution, 53(2), 89–103.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

33

Farmawati, D., Wirajana, I., Chandra Yowani, S., 2015. Perbandingan Kualitas

Dna Dengan Menggunakan Metode Boom Original Dan Boom Modifikasi

Pada Isolat Mycobacterium Tuberculosis 151. Jurnal Kimia, 9(1), 41–46.

Fatchiyah, Arumingtyas, E.L., Widyarti, S., Rahayu, S., 2011. Biologi Molekular

Prinsip Dasar Analisis.

Fibriana, F., Widianti, T., Retnoningsih, A., Susanti, 2012. Deteksi Daging Babi

Pada Produk Bakso di Pusat Kota Salatiga Menggunakan Teknik Polymerase

Chain Reaction. Biosantifika, 4(2), 106–112.

Fitrilia, Deswinar, Raihana, N., 2017. Deteksi Kandungan Gen Sitokrom b (Cyt b)

Babi pada Bakso yang Beredar di Kota Jambi Menggunakan Teknik

Polymerase Chain Reaction 6(01), 21–25.

Fitriya, R.T., Ibrahim, M., Lisdiana, L., 2015. Keefektifan Metode Isolasi DNA

Kit dan CTAB/NaCl yang Dimodifikasi pada Staphylococcus aureus dan

Shigella dysentriae. LenteraBio, 4(1), 87–92.

Gao, L., Xia, W., Ai, J., Li, M., Yuan, G., Niu, J., Fu, G., Zhang, L., 2015.

Development of Multiplex PCR Assay for Authentication of Cornu Cervi

Pantotrichum in Traditional Chinese Medicine Based on Cytochrome b and

C oxidase Subunit 1 Genes. The Journal of DNA Mapping, Sequencing, and

Analysis, 27(4), 2989–2992.

Gay, L.R., Mills, G.E., Airasian, P.W., 2012. Educational Research :

Competencies for Analysis and Applications. Pearson, New Jersey.

Hariyadi, S., Narulita, E., Rais, M.A., 2018. Perbandingan Metode Lisis Jaringan

Hewan dalam Proses Isolasi DNA Genom pada Organ Liver Tikus Putih (

Rattus norvegicus ) The Comparison Lysis Methods of Animal Tissue in

Genomic DNA Isolation Process in Liver Organ of White Rat ( Rattus

Norvegicus ). Proceeding Biology Education Conference, 15(1), 689–692.

Hidayat, T., 2017. DNA Mitokondria (mtDNA) Sebagai Salah Satu Pemeriksaan

Alternatif Untuk Identifikasi Bayi Pada Kasus Infantisida. Jurnal Kesehatan

Andalas, 6(1), 213–221.

Hidayati, H., Saleh, E., Aulawi, T., 2016. Identifikasi Keragaman Gen BMPR-1B

(Bone Morphogenetic Protein Receptor IB) pada Ayam Arab, Ayam

Kampung dan Ayam Ras Petelur Menggunakan PCR-RFLP. Jurnal

Peternakan, 13(1), 1.

Hutami, R., Bisyri, H., Sukarno, S., Nuraini, H., Ranasasmita, R., 2018. Ekstraksi

DNA dari Daging Segar untuk Analisis dengan Metode Loop-Mediated

Isothermal Amplification (LAMP). Jurnal Agroindustri Halal, 4(2), 209–

216.

Iqbal, M., Buwono, I.D., Kurniawati, N., 2016. Analisis Perbandingan Metode

Isolasi DNA Untuk Deteksi White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada

Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Perikanan Kelautan, 7(1),

54–65.

Irekhore, O.T., 2012. General Overview of Pig Production, Enterprise Selection

Establishment.

Irianto, K., 2017. Biologi Molekuler. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Jain, S., Brahmbhatt, M.N., Rank, D.N., Joshi, C.G., Solanki, J. V., 2007. Use of

cytochrome b gene variability in detecting meat species by multiplex PCR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

34

assay. Indian Journal of Animal Sciences, 77(9), 880–881.

Kamaliah, K., 2017. Perbandingan Metode Ekstraksi Dna Phenol-Chloroform Dan

Kit Extraction Pada Sapi Aceh Dan Sapi Madura. BIOTIK: Jurnal Ilmiah

Biologi Teknologi dan Kependidikan, 5(1), 60.

Lackie, J.M., Blackshaw, S.., Brett, C.., Curtis, A.S.G., Dow, J.A.T., Edwards,

J.G., Lawrence, A.J., Moores, G.R., 2007. The Dictionary of Cell and

Molecular Biology, 4th ed. Academic Press, California.

Ladoukakis, E.D., Zouros, E., 2017. Evolution and Inheritance of Animal

Mitochondrial DNA: Rules and Exceptions. Journal of Biological Research-

Thessaloniki, 24(2), 1–7.

Langga, I.F., Restu, M., Kuswinanti, T., 2012. Optimalisasi suhu dan Lama

Inkubasi dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) serta

Analisis Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR. Jurnal Sains &

Teknologi, 12(3), 265–276.

Maftuchah, Winaya, A., Zainudin, A., 2014. Teknik Dasar Analisis Biologi

Molekuler. deepublish, Yogyakarta.

Maitriani, L.K.B., Wirajana, I.N., Yowani, S.C., 2015. Desain Primer untuk

Amplifikasi Fragmen Gen inhA Isolat 134 Multidrug Resistance

Tuberculosis (MDR-TB) dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Cakra

Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry), 3(2), 89–96.

Marwayana, O.N., 2015. Ekstraksi Asam Deoksiribonukleat (DNA) dari Sampel

Jaringan Otot. Oseana, 15(2), 1–9.

Matsunaga, T., Chikuni, K., Tanabe, R., Muroya, S., Shibata, K., Yamada, J.,

1999. A Quick and Simple Method For The Identification of Meat Species

and Meat Products by PCR Assay 51(1), 143–148.

Mulyani, Y., Purwanto, A., Nurruhwati, I., 2011. Perbandingan Beberapa Metode

Isolasi Dna Untuk Deteksi Dini Koi Herpes Virus (Khv) Pada Ikan Mas

(Cyprinus Carpio L.). Jurnal Akuatika Indonesia, 2(1), 244185.

NCBI, 2013. Sus scrofa Mitochondrion Complete Genome.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/NC_000845.1?report=genbank,

diakses pada tanggal 15 Desember 2020

NCBI, 2009. Bos Taurus Mitochondrion, Complete Genome.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/NC_006853.1?report=fasta&from=14

514&to=15653, diakses pada tanggal 14 Mei 2021

Nollet, L.M.L., Toldrá, F., 2011. Safety Analysis of Foods of Animal Origin.

CRC Press, New York.

Novitasari, D.A., Elvyra, R., Roslim, D.I., 2014. Teknik Isolasi dan Elektroforesis

DNA Total Pada Kryptopterus apogon (Bleeker 1851) dari Sungai Kampar

Kiri dan Tapung Hilir Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Online

Mahasiswa FMIPA, 1(2), 258–261.

Prakoso, S.P., Wirajana, I.N., Suarsa, I.W., 2016. Amplifikasi Fragmen Gen 18S

rRNA Pada DNA Metagenomik Madu Dengan Teknik PCR (Polymerase

Chain Reaction). Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences, 2(3),

45–47.

Primasari, A., 2011. Sensitivitas Gen Sitokrom B ( Cyt b ) Sebagai Marka

Spesifik Pada Genus Rattus dan Mus Untuk Menjamin Keamanan Pangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

35

Puspitasari, R.L., Elfidasari, D., Perdana, A.T., 2019. Deteksi Kandungan Babi

pada Makanan Berbahan Dasar Daging di Kampus Universitas Al Azhar

Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi, 5(2), 66.

Rachmawati, Y., Rokhim, S., Munir, M., Agustina, E., 2018. Deteksi Kontaminan

Fragmen DNA Pengkode cyt b Babi Pada Sampel Softgelcandy Tak Berlabel

Halal. Indonesia Journal of Halal, 1(1), 25–30.

Rahayu, W.P., Dianti, A.R.W., Nurjanah, S., Pusparini, N., Adhi, W., 2020.

Detection of DNA Pork in Processed Meat Products with Real-Time

Polymerase Chain Reaction. Food Research, 4(5), 1719–1725.

Rau, C.H., Yudistira, A., Simbala, H.E.I., 2018. Isolasi, Identifikasi Secara

Molekuler Menggunakan Gen 16S rRNA, Dan Uji Aktivitas Antibakteri

Bakteri Simbion Endofit Yang Diisolasi Dari Alga Halimeda opuntia.

Pharmacon, 7(2), 53–61.

Solihin, D.D., 1994. Peran DNA Mitokondria (mtDNA) dalam Studi Keragaman

Genetik dan Biologi Populasi pada Hewan. HAYATI Journal of Biosciences,

1(1).

Swindle, M.M., 2007. Swine in The Laboratory.

Utami, S.T., Kusharyati, D.F., Pramono, H., 2013. Pemeriksaan Bakteri

Leptospira pada Sampel Darah Manusia Suspect Leptospirosis menggunakan

Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Balaba, 9(02), 74–81.

Wandia, I.N., 2001. Genome Mitokondria. Jurnal Veteriner,.

Wardani, A.K., Sari, E.P.K., 2015. Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada

Bakso Sapi di Pasar Tradisional Kota Malang Menggunakan PCR

(Polymerase Chain Reaction). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(4), 1294–

1301.

Widayanti, R., Solihin, D.D., Sajuthi, D., 2004. Kajian Penanda Genetik Gen

Cytochrome B pada Tarsius sp. Jurnal Sain Veteriner, 24(1), 1–8.

Widowati, E.W., 2013. Desain Primer Sitokrom B (cyt b) Sebagai Salah Satu

Komponen PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk Deteksi DNA Babi,

Laporan Penelitian Individual.

Wijaya, H., Darmawati, S., Kartika, A.I., 2018. Deteksi Daging Babi pada Tiga

Merek Kornet Sapi Berdasarkan Gen Cytochrome b dengan Metode PCR.

Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus, 1(1), 157–162.

Zulfahmi, 2015. Deteksi Kontaminan Babi Pada Produk Makanan Menggunakan

Teknologi DNA Molekuler. Kutubkhanah: Jurnal Penelitian Sosial

Keagamaan,.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

36

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

37

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Sampel

Menurut Gay dkk. (2012), penentuan jumlah sampel pada penelitian

deskriptif, yaitu minimal 10% dari jumlah populasi yang luas, dan minimal 20%

dari jumlah populasi yang relatif kecil (kurang dari sama dengan 30). Berdasarkan

hasil survey terkait jumlah populasi kornet sapi yang tersebar di Daerah Istimewa

Yogyakarta yaitu 19-23 merk, sehingga perhitungan sampelnya sebagai berikut.

20% × 19-23 merk = 3,8-4,6 merk ~ 3-5 merk

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 merk kornet

sapi. Dengan demikian, jumlah ini sudah memenuhi persyaratan sampel untuk

penelitian deskriptif. Hal ini diperkuat pada penelitian Wijaya dkk. (2018) yang

juga merupakan penelitian deskriptif menggunakan 3 sampel kornet sapi, dimana

jumlah 3 ini sudah berada di rentang populasi sampel kornet sapi pada

perhitungan di atas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

38

Lampiran 2. Hasil elektroforesis isolat DNA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

39

Lampiran 3. Hasil elektroforesis Produk PCR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

40

Lampiran 4. Informasi Pemakaian FavorPrep™

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

43

Lampiran 5. Informasi Produk DNA Ladder

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

45

Lampiran 6. Informasi Produk Nucleic Acid Gel Stain

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

46

Lampiran 7. Pemakaian ExelTaq™ PCR Master Dye Mix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA …

48

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Identifikasi Gen Sitokrom

b (Cyt b) Babi Hutan Pada Kornet Sapi di Yogyakarta

dengan Metode Polymerase Chain Reaction” memiliki

nama lengkap Laurensia Kusumaningtyas Theodorus.

Penulis lahir di Sorong pada tanggal 11 September 1999

dan merupakan anak kedua dari pasangan Hengky

Theodorus dan Skolastika Anugerah Witanti. Pendidikan

formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Santa Agnes Kota Sorong (2003-

2005), SD Willibrordus I Kota Sorong (2005-2011), SMP YPPK St. Don Bosco

Kota Sorong (2011-2014) dan SMA YPPK Agustinus Kota Sorong (2014-2017).

Penulis melanjutkan pendidikan sarjana S1 pada tahun 2017 di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama masa perkuliahan, penulis aktif

mengikuti organisasi dan kegiatan kemahasiswaan. Organisasi yang diikuti

penulis adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jalinan Kasih Mahasiswa

Katolik (JKMK) sebagai Wakil Ketua UKM JKMK periode 2018/2019 dan Badan

Eksekutif Mahasiswa Farmasi (BEMF) sebagai contact person BEMF sekaligus

koordinator Hubungan Masyarakat periode 2018/2019 serta sebagai wakil

gubernur eksternal BEMF periode 2019/2020. Kegiatan kemahasiswaan yang

pernah diikuti penulis seperti anggota Divisi Acara Pelepasan Wisuda II 2017,

anggota Divisi Bandzen TITRASI 2018, anggota Divisi Pendamping Kelompok

TITRASI 2019 dan steering committee FACTION#4 2019. Penulis juga aktif

mengikuti Unit Kegiatan Fakultas (UKF) Paduan Suara Farmasi (PSF)

“Veronika” dan berpartisipasi dalam lomba Vocal Group pada acara USD Talent

2019 dan berhasil meraih juara 1. Penulis juga berpartisipasi dalam kegiatan

Pengabdian Masyarakat sebagai Volunteer Traditional Medicine Campaign 2017

dan pernah menjadi salah satu peserta Student Exchange Program 2020 di

Mahasarakham University (MSU) Thailand. Selain itu, penulis aktif sebagai

asisten dosen dalam Praktikum Biologi Sel Molekuler 2018 dan 2019, Praktikum

Mikrobiologi 2019 dan 2021, dan Praktikum Pharmaceutical Care 3 2021.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI