Identifikasi dan pengkajian potensi dan sumber kebutuhan korban bencana
-
Upload
pekerja-sosial-masyarakat -
Category
Education
-
view
2.226 -
download
2
description
Transcript of Identifikasi dan pengkajian potensi dan sumber kebutuhan korban bencana
IDENTIFIKASI DAN PENGKAJIAN POTENSI DAN SUMBER KEBUTUHAN KORBAN BENCANA
Oleh : Tukino *)
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan wilayah yang memiliki potensi serta intensitas kejadian bencana cukup
tinggi baik bencana alam, non alam maupun bencana sosial. Akibat bencana yang terjadi
telah menimbulkan korban jiwa, kecacatan dan kerugian harta benda serta merusak sarana
dan prasarana publik yang ada, terjadniya pengungsian, ketidaknormalan kehidupan dan
penghidupan masyarakat serta terganggunya pelaksanaan pembangunan.
Permasalahan yang dialami korban bencana antara lain meliputi :
1. Kondisi dalam pengungsian, seperti kematian di tempat penampungan karena diare akut
dan infeksi saluran pernafasan, sebagai tanda nyata buruknya kondisi sanitasi.
2. Terceraiberainya tatanan keluarga, baik selama proses pelarian maupun pengungsian.
Dukungan sosial tradisional (kearifan lokal) dalam unit keluarga dan masyarakat
mendadak berantakan.
3. Melemahnya semangat kemasyarakatan karena padatnya kampung-kampung
pengungsian.
4. Deprivasi dan keterbatasan akses, karena pengungsi datang dengan pakaian, harta, dan
makanan seadanya untuk mempertahankan hidup, status sosial ekonomi menjadi tidak
berlaku lagi, mata pencaharian terhenti dan sangat sulit memenuhi kebutuhan.
Sementara itu sumber, fasilitas dan pelayanan setempat yang tidak dirancang untuk
diberi beban tambahan mengalami beban berlebihan (overload), akses juga terbatasi oleh
perbedaan bahasa dan adat serta stigma yang melekat pada status pengungsi.
5. Jika mereka dalam jumlah yang besar berada di daerah lain dalam kurun waktu yang
relatif lama, maka berpotensi untuk bersaing dalam mendapatkan akses dengan
masyarakat setempat dibanding mereka yang menumpang di sanak keluarga. Kondisi ini
sangat dimungkinkan terjadinya benturan nilai dengan masyarakat di daerah
pengungsian. Situasi persaingan ini dapat memicu antagonisme dan konflik antara
masyarakat pengungsi dengan masyarakat setempat.
6. Dalam suasana darurat pengungsi tidak membawa dokumen-dokumen penting seperti
Akte Kelahiran, Sertifikat Tanah, Kartu Tanda Penduduk, dan lain-lain sebagai salah satu
kelengkapan untuk memperoleh perlindungan hukum. Sistem perlindungan di tempat asal
tidak berlaku lagi, sementara sistem setempat tidak sampai pada tempat pengungsian.
7. Mereka tinggal relatif lama di lokasi pengungsian. Sementara rumah, sawah, ladang,
ternak dan sebagainya semakin rusak dan terlantar sehingga makin menyulitkan
pemulihan kembali kehidupan.
8. Adanya trauma sosial psikologis karena ketidakberdayaan secara fisik, ekonomi, maupun
sosial yang dialami sendiri atau orang-orang terdekat selama proses penyelamatan diri
dalam pengungsian dan mungkin meninggalkan bekas yang mendalam dan berpengaruh
pada suasana batin secara perorangan, keluarga dan masyarakat.
9. Ketidakpastian akhir dari pengungsian menyebabkan segala macam perencanaan
keluarga menjadi tidak relevan.
Ketika terjadi bencana, masyarakat yang menjadi korban sangat membutuhkan bantuan dari
pihak luar. Namun terkadang keterlibatan pihak luar di dalam memberikan bantuan kepada
korban bencana dapat menimbulkan masalah baru berupa ketidaksesuaian bantuan yang
diberikan dengan kebutuhan korban bencana ataupun kecemburuan sosial diantara orang-
orang yang merasa diperlakukan secara tidak adil.
Guna membantu korban bencana secara komprehensif, maka diperlukan adanya identifikasi
dan pengkajian potensi dan sumber-sumber yang dapat digunakan dalam membantu korban
bencana tersebut. Identifikasi merupakan kegiatan untuk mengetahui atau mengenal lebih
lanjut korban bencana. Potensi adalah kekuatan atau kemampuan yang belum
dimanfaatkan. Sumber-sumber disini dapat diartikan sebagai aset-aset yang ada atau
dimiliki yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah, memenuhi kebutuhan-
kebutuhan, dan mendukung keberfungsian sosial korban bencana. Korban bencana adalah
orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
Keberfungsian sosial korban bencana akan terlihat dari 3 aspek, yaitu; mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya, mampu memecahkan masalah yang dihadapi, dan mampu
menjalankan perannya dalam kehidupan masyarakat.
B. IDENTIFIKASI DAN PENGKAJIAN POTENSI DAN SUMBER
1. Identifikasi Korban Bencana
a. Korban Bencana yang Terkena Dampak
1) Primary Victim: Survivor / penyintas à mereka yang langsung mengalami dan berhasil
selamat dalam peristiwa bencana
2) Secondary Victims: keluarga /orang terdekat dari primary victims
3) Tertiary Victims: orang-orang yang karena pekerjaannya atau secara sukarela
berhubungan langsung dengan penanganan dampak bencana (misal relawan)
4) Quarternary Victims: anggota masyarakat umum diluar area bencana yang peduli
b. Jenis-jenis Dampak Psikologis dari Bencana
1) Extreme peritraumatic stress reactions (< 2 hari)Symptom – symptom yang muncul segera setelah bencana, a.l:
● Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia)● Menghindar (menarik diri dari situasi sosial)● Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak berdaya)● Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk)
2) Acute stress disorder (2 hari – 4 minggu)
• Individu mengalami peristiwa traumatik yang mengancam jiwa diri sendiri maupun orang lain, atau menimbulkan kengerian luar biasa bagi dirinya (horor)
• Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya: kewaspadaan tinggi, mudah kaget, sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah tersinggung, gelisah
• Gangguan efektifitas diri diarea sosial dan pekerjaan.
3) Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD ( >1 bulan )
• Gangguan ini muncul akibat suatu peristiwa hebat yang mengejutkan, bahkan sering tidak terduga dan akibatnya pun tidak tertahankan oleh orang yang mengalaminya.
• Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami.• Ketidak berdayaan/ ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”• Terlalu siaga/ waspada yang disertai ketergugahan/ keterbangkitan secara kronis• Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi secara efektif
dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga, pendidikan, dll)
c. Reaksi Stres terhadap Bencana
1) Berbagai masalah psikologis yang mungkin akan dialami seseorang setelah
mengalami peristiwa traumatis
2) Reaksi – reaksi normal dan wajar (normal stress reaction) yang biasa ditampilkan/
dialami seseorang beberapa saat setelah mengalami peristiwa traumatis
3) Jenis-jenis reaksi stress akibat bencana
• Reaksi Fisik:▫ Tegang ▫ Cepat lelah▫ Sulit tidur▫ Nyeri pada tubuh/ kepala▫ Mudah terkejut▫ Jantung berdebar-debar▫ Mual-mual dan pusing▫ Selera makan menurun▫ Gairah seksual menurun
• Reaksi Emosional:▫ Shock▫ Takut▫ Marah, Berduka/ sedih▫ Merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka)▫ Tidak berdaya ▫ Tidak dapat merasakan apapun (tidak dapat merasakan kasih sayang,
kehilangan minat melakukan kegiatan yang sebelumnya disukai)▫ Depresi (sedih yang mendalam, banyak menangis, kehilangan tujuan hidup,
ingin mati, menyakiti diri)
• Reaksi Kognitif▫ Kebingungan, ragu – ragu ▫ Kehilangan orientasi▫ Sulit membuat keputusan▫ Khawatir▫ Tidak dapat konsentrasi▫ Lupa▫ Mengingat kembali pengalaman traumatis tersebut (mimpi buruk, flashback) ▫ Tempat, waktu, bau, suara tertentu yang mengingatkan pada peristiwa traumatis
tersebut
• Reaksi Spiritual:▫ Kehilangan iman terhadap Tuhan▫ Percaya bahwa ia dikutuk Tuhan▫ Menunjukkan sinisme terhadap agama▫ Kehilangan makna hidup
• Reaksi Interpersonal▫ Sulit mempercayai orang lain▫ Mudah terganggu / teriritasi▫ Tidak sabar▫ Mudah terlibat konflik▫ Menarik diri, menjauhi orang lain▫ Merasa ditolak/ ditinggalkan
Hasil identifikasi, selanjutnya dilaporkan oleh petugas kepada pimpinan lembaga yang berwenang memberikan bantuan. Lembaga yang berwenang kemudian memiliki kewajiban melakukan verifikasi terhadap kebenaran laporan petugas identifikasi.
Verifikasi dilakukan dengan cara mendatangi pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan korban bencana calon penerima bantuan, untuk mengecek kebenaran data dan informasi yang dibuat petugas identifikasi. Petugas verifikasi dapat menghubungi langsung orang-orang yang termasuk keluarga korban, saudara, kerabat atau pemuka masyarakat, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mengobservasi, mencatat dan mendokumentasikan bukti-bukti kebenaran data dan informasi tentang korban yang sudah dimiliki sebelumnya.
2. Identifikasi dan Pengkajian Sumber
a. Jenis-jenis Sumber
Sumber-sumber merupakan semua aset yang ada di suatu masyarakat baik sumber
manusiawi, alam maupun sosial, yang dapat digali dan didayagunakan untuk menangani
masalah yang dialami korban bencana. Siporin (1975) menyebutkan setidaknya ada 5
(lima) jenis sumber dalam kesejahteraan sosial, yaitu :
1) Sumber internal dan eksternal.
Sumber internal meliputi ; kecerdasan, imajinasi, kreativitas, sensitivitas, motivasi,
keberanian, karakter moral, kekuatan fisik, keyakinan agama, pengetahuan dan
kemampuan khusus lainnya. Sedangkan sumber eksternal bisa meliputi; harta
kekayaan, prestise, pekerjaan, kerabat yang mampu/kaya, teman yang memiliki
pengaruh, program jaminan pensiun.
2) Sumber formal dan offisial serta sumber informal dan non-offisial.
Sumber formal dan offisial adalah organisasi-organisasi yang mewakili kepentingan
masyarakat (korban bencana), seperti; Pekerja Sosial Profesional, Lembaga-lembaga
Konseling, dan lembaga-lembaga lain yang memberikan pelayanan sosial terhadap
korban bencana. Sedangkan sumber informal dan non-offisial seperti dukungan sosial
dari kerabat, tetangga yang memberikan bantuan makanan, pakaian, tempat tinggal,
uang atau dukungan moral yang diberikan selama korban bencana menghadapi
kesulitan. Sumber-sumber non offsial ini merupakan bagian dari sistem sumber
pertolongan alamiah.
3) Sumber-sumber simbolik-partikularistik dan konkrit universalistik dan exchange values.
Sumber-sumber simbolik-partikularistik misalnya status dan informasi, pelayanan dan
barang, cinta dan uang. Sumber-sumber konkrit mencakup sumber-sumber alamiah
yang berkaitan dengan alam dan yang dihasilkan oleh alam, misalnya lahan untuk
berkebun, barang tambang, serta kekayaan alam lainnya. Sedangkan kategori
exchange values merupakan sesuatu yang dimiliki manusia yang memiliki nilai yang
dapat dipertukarkan, seperti bakat seni, daya tahan terhadap tekanan, dan sebagainya.
4) Sumber-sumber yang dapat menjadi kekuatan atau kekuasaan, seperti ilmu
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki manusia.
5) Sumber-sumber berupa fasilitas, cara-cara untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tujuan
hidup, serta cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan.
Sedangkan Pincus & Minahan (1973) menyebutkan ada 3 (tiga) jenis Sumber dalam
pekerjaan sosial, yaitu :
1) Sistem Sumber Informal atau Alamiah.
Sistem sumber informal atau alamiah merupakan segala bentuk dukungan, bantuan dan
pelayanan yang dapat digali dan dimanfaatkan dari lingkungan terdekat, seperti
keluarga, teman, kerabat ataupun tetangga. Bentuknya dapat berupa dukungan
emosional, kasih sayang, perhatian, nasihat, informasi, serta bantuan-bantuan konkrit
seperti bantuan makanan, pakaian ataupun uang. Sistem sumber ini dapat pula
dijadikan jalan bagi pemanfaatan system sumber lainnya.
2) Sistem Sumber Formal
Sistem sumber formal merupakan sistem sumber yang dapat memberikan bantuan,
dukungan atau pelayanan bagi para anggotanya melalui suatu wadah organisasi yang
sifatnya formal, seperti; serikat pekerja, perhimpunan orang tua yang memiliki anak-anak
berkecerdasan dibawah normal, persatuan orang tua murid, maupun organisasi-
organisasi professional. Keberadaan sistem sumber ini dapat pula digunakan dan
dimanfaatkan sebagai jalan bagi akses terhadap sumber-sumber lainnya.
3) Sistem Sumber Kemasyarakatan
Sistem sumber kemasyarakatan adalah lembaga-lembaga yang didirikan oleh
pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan kepada semua orang,
misalnya; sekolah, rumah sakit, lembaga bantuan hokum, serta badan-badan sosial bagi
perawatan anak, adopsi anak, lembaga pelatihan dan penempatan tenaga kerja, tempat-
tempat rekreasi, dan fasilitas social lainnya. Orang-orang umumnya terkait dengan salah
satu atau bahkan beberapa sistem sumber kemasyarakatan.
b. Keterbatasan Sistem Sumber
Keberadaan sistem sumber tersebut di atas merupakan sesuatu yang potensial, artinya
harus digali secara efektif. Oleh karenanya para penyelenggara program bantuan bagi
korban bencana diharapkan mampu menggali berbagai sistem sumber tersebut, karena
dengan sistem sumber dapat membantu orang melaksanakan tugas-tugas kehidupannya,
memecahkan masalah maupun memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Namun
seringkali sistem sumber tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena adanya keterbatasan
atau tidak memadai.
Beberapa kekurangan/kelemahan dai sistem sumber adalah sebagai berikut :
1) Informal:
(1) Tidak terkait
Artinya bahwa seseorang tidak terkait pada suatu sistem sumber informal, misalnya
karena tidak lagi memiliki sanak keluarga atau kerabat, baru pindah ke lingkungan
baru, belum mengenal tetangga dengan baik dan sebagainya.
(2) Perasaan Sungkan
Dalam hal ini seseorang merasa enggan atau sungkan untuk meminta bantuan
kepada keluarga, kerabat, teman ataupun tetangga.
(3) Sistem sumber informal tidak dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh
seseorang, atau bantuan tersebut tidak efektif atau sulit diterima oleh orang yang
membutuhkan.
2) Formal:
(1) Organisasi-organisasi formal memang tidak terdapat di lingkungannya
(2) Orang enggan atau tidak mau memasuki atau menjadi anggota suatu organisasi
formal yang ada.
(3) Orang mungkin tidak mengetahui adanya sistem sumber formal di lingkungan
mereka.
(4) Sistem sumber yang ada tidak menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan atau
kurang mempunyai pengaruh yang dapat diberikan kepada anggotanya, serta kurang
berhubungan dengan sistem sumber formal.
3) Kemasyarakatan:
(1) Tidak tersedia atau tersedia tetapi jumlahnya kurang memadai
(2) Memadai tetapi secara geografis, psikologis dan kultural tidak dapat digunakan
(3) Tidak tahu ada badan sosial atau tidak memahami cara menggunakan sumber dari
badan sosial tersebut
(4) Tujuan dan cara dari setiap badan sosial berbeda, sehingga membingungkan.
C. PENGEMBANGAN JEJARING KERJA DALAM PENGGALIAN POTENSI DAN SUMBER
KEBUTUHAN KORBAN BENCANA
Jejaring kerja dapat diartikan sebagai semua hubungan dengan orang atau lembaga lain
yang memungkinkan pengatasan masalah dapat berjalan secara efektif dan efisien. Media
yang paling ampuh untuk membuka jejaring adalah dengan melakukan pergaulan. Oleh
karena itu lembagaorganisasi yang menangani korban bencana sedapat mungkin menjalin
jejaring kerja dengan berbagai organisasi/lembaga yang ada di daerahnya.
Jejaring kerja yang diperlukan dalam penanganan korban bencana adalah sebagai berikut:
1. Jejaring kerja antar keluarga korban bencana.
Penanganan korban bencana memerlukan kegiatan-kegiatan yang bersifat
pengumpulan informasi, penyadaran umum, pembentukan kelompok inti, mobilisasi, dan
kegiatan-kegiatan bersama lainnya. Jejaring kerja diperlukan agar kegiatan-kegiatan
bersama antar keluarga korban bencana dapat dilakukan dan tercapai. Petugas
berperan mendorong para korban bencana membentuk jejaring diantara mereka sendiri.
Para anggota jejaring juga menentukan bagaimana mereka akan bekerja, bertemu, dan
menentukan mekanisme dan proses-proses dalam jejaring tersebut.
2. Jejaring kerja pelayanan kesejahteraan sosial
Jejaring kerja pelayanan kesejahteraan sosial ditujukan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan korban bencana. Jejaring kerja ini dikembangkan berbasis masyarakat, yaitu
mengembangkan jejaring diantara berbagai organisasi berbasis masyarakat seperti
PKK, orsos, dasa wisma, dan sebagainya. Jejaring kerja berbasis masyarakat
mendayagunakan sistem nilai dan sumber yang ada di masyarakat itu sendiri untuk
memenuhi kebutuhan para korban bencana.
Jejaring kerja berbasis kelembagaan diperlukan untuk mendukung berbagai kebutuhan
korban bencana yang tidak dapat dipenuhi oleh jejaring kerja berbasis masyarakat.
Jejaring kerja kelembagaan mencakup organisasi pemerintah dan non pemerintah yang
bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya,
dinas/instansi sosial setempat merupakan simpul untuk jejaring kerja kelembagaan ini.
Sebagai simpul, Dinas, Instansi Sosial mendorong dinas-dinas lainnya untuk memenuhi
kebutuhan korban bencana.
3. Jejaring kerja pelayanan kesehatan.
Jejaring kerja pelayanan kesehatan diperlukan dalam penanganan korban bencana.
Jejaring pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu para korban bencana
mengakses pelayanan kesehatan secara lebih mudah. Jejaring ini bertumpu pada
lembaga pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Petugas dapat
berperan sebagai advokat sosial yang mendorong diberlakukannya peraturan Rumah
Sakit yang lebih dapat menerima keluarga-keluarga korban bencana yang bermasalah
secara lebih terbuka.
4. Jejaring kerja dunia usaha
Dunia Usaha berperan penting dalam mendukung penanganan korban bencana,
berupa:
a. Membentuk jejaring perusahaan yang berkomitmen untuk
membantu mengatasi permasalahan yang dialami korban bencana;
b. Menciptakan mekanisme pembelajaran bagi perusahaan
melalui workshop dan berbagai event terkait dengan permasalahan yang dialami
korban bencana;
c. Memfasilitasi Public-Private Partnership antara perusahaan
dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung penanganan korban
bencana.
5. Jejaring kerja dunia pendidikan.
Dunia pendidikan berperan sentral dalam penanganan korban bencana. Lembaga-
lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam menggali dan
mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal yang mendukung penanganan korban
bencana. Petugas dapat berperan sebagai pendidik sosial yang memperkuat
pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat dalam penanganan korban bencana.
6. Jejaring kerja media massa.
Fungsi Pers: sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, lembaga
ekonomi. Pers dengan fungsi informasi, edukasi dan kontrol sosial, selayaknya
menyampaikan hal-hal yang bersifat promotif dan preventif dalam penanganan korban
bencana.
____________________________
Referensi:
Cohen,E Raquel and Frederick L Ahearn. 1980. Mental Health Care for Disaster Victims. The Johns Hopkins University Press
Pincus, A. and A.Minahan.1973.Social Work Practice : Model and Method. Itasca Illionis: F.E. Peacock Publishers.Inc
Sri Rahayu Astuti.2009. Dampak Psikologis dari Bencana. Fakultas Psikologi UNPAD
Zastrow, Charles.1982. Introduction to Social Welfare Institutions : Social Problem, Services and Current Issues. Illionis : The Dorsey Press.
Buku-buku Lainnya :
Anonim. 2001. Buku Pegangan Kedaruratan. Jakarta : UNHCR
______. 2001. Prinsip-prinsip Panduan Bagi Pengungsian Internal. Jakarta : UN-OCHA
______. 2000. Proyek Sphere : Piagam Kemanusiaan dan Standar-standar Minimum dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta : Oxfam Publishing.
*) Tukino, dilahirkan di Ciamis, 13 Desember 1959. Menyelesaikan pendidikan S-1 di FISIP – Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1985, S-2 Psikologi Perkembangan di Unpad Bandung tahun 2000, dan S3 Ilmu Sosial-Ilmu Komunikasi di Unpad Bandung tahun 2008. Penulis adalah staf pengajar pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Sekretaris Forum Perguruan Tinggi untuk Pengurangan Risiko Bencana (FPT PRB) dan aktif di Pusat Kajian Bencana dan Pengungsi (PUSKASI) STKS.
Lampiran 1
Format Pendataan
No Nama L/ P UsiaAlamat Tempat Tinggal
Kondisi Korban Bencana
1 2 3 4 5 6
Dst
.....................,...................
Petugas Pendataan
______________
Petunjuk Pengisian :
Kolom 1 berisi nomor urut yang keseluruhannya berfungsi untuk mengetahui jumlah korban bencana yang dicatat.
Kolom 2 berisi nama korban yang diupayakan sebisa mungkin lengkap keterkaitannya dengan nama orangtua. Misalnya A bin B atau C binti D.
Kolom 3 berisi keterangan tentang jenis kelamin apakah laki-laki (L) atau perempuan (P).
Kolom 4 berisi keterangan tentang usia
Kolom 5 berisi keterangan tentang alamat korban yang sebisa mungkin lengkap dengan nama jalan, nomor rumah, RT/RW, Kelurahan/ Desa, Kecamatan dan Kota/ Kabupaten.
Kolom 6 berisi kondisi korban bencana (misal; luka berat, luka ringan, PTSD, dll).
Lampiran 2
Format Identifikasi
Nama korban : .........................................................
Jenis Kelamin : .........................................................
Umur/ tempat dan tgl. Lahir : .........................................................
Agama : .........................................................
Alamat : .........................................................
Status Korban : Kawin/Belum Kawin/Janda/Duda *)
Kondisi Korban : Luka ringan/ lukat sedang/luka berat *)
Pendidikan : ............................................................
Pekerjaan : ............................................................
Penghasilan per bulan : ............................................................
Latar Belakang Keluarga*) :
No Nama L/P UsiaHubungan Keluarga
Pendidikan Pekerjaan Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8
Dst
Riwayat singkat kondisi korban bencanaPada bagian ini petugas bisa memaparkan secara singkat (1) kondisi korban, seperti mengalami cacat karena bencana gempa, banjir, tanah longsor, dan lain-lain; (2) ciri-ciri masalah korban, misalnya korban dalam keadaan luka ringan, sedang atau berat seperti kehilangan sebelah tangan, kaki, hilang ingatan, dan lain-lain; (3) lokasi mengalami luka-luka, misalnya korban mengalami luka berat di tempat kejadian bencana, luka berat di tempat penampungan, cacat setelah diamputasi di rumah sakit, dan lain-lain.
Rekomendasi petugas Petugas identifikasi dapat merekomendasikan bantuan bagi korban atau keluarganya yang paling bertanggungjawab terhadap kelangsungan keluarga korban tersebut.
*) penerima bantuan ketika korban tidak dapat berkomunikasi karena mengalami gangguan mental.
…………….., ……………… ...…
(tempat), (tanggal, bulan, tahun)
Petugas Identifikasi,
__________________________Nama lengkap dan tanda tangan
*) coret yang tidak perlu