IDENTIFIKASI AIR BAWAH TANAH MENGGUNAKAN ...repository.ub.ac.id/4554/1/SUHENDRA VEBRIANTO.pdfGambar...
Transcript of IDENTIFIKASI AIR BAWAH TANAH MENGGUNAKAN ...repository.ub.ac.id/4554/1/SUHENDRA VEBRIANTO.pdfGambar...
IDENTIFIKASI AIR BAWAH TANAH MENGGUNAKAN
METODE RESISTIVITAS WENNER-SCHLUMBERGER
DENGAN PERSAMAAN DAMPED LEAST SQUARE
DI DESA KEPUH KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
oleh :
SUHENDRA VEBRIANTO
135090701111002
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
IDENTIFIKASI AIR BAWAH TANAH MENGGUNAKAN
METODE RESISTIVITAS WENNER-SCHLUMBERGER
DENGAN PERSAMAAN DAMPED LEAST SQUARE
DI DESA KEPUH KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
oleh :
SUHENDRA VEBRIANTO
135090701111002
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
IDENTIFIKASI AIR BAWAH TANAH MENGGUNAKAN
METODE RESISTIVITAS WENNER-SCHLUMBERGER
DENGAN PERSAMAAN DAMPED LEAST SQUARE
DI DESA KEPUH KABUPATEN PASURUAN
oleh :
SUHENDRA VEBRIANTO
135090701111002
Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji pada
………..……..…. 2017
dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Wasis, M.AB
NIP. 19551109 198403 1 001
Drs. A.M. Juwono, M.Sc., Ph.D
NIP. 19600421 198802 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Prof. Dr. rer. nat. Muhammad Nurhuda
NIP. 19640910 199002 1 001
iv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
v
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suhendra Vebrianto
NIM : 135090701111002
Jurusan : Fisika
Penulis Skripsi berjudul :
Identifikasi Air Bawah Tanah Menggunakan Metode Resistivitas
Wenner-Schlumberger dengan Persamaan Damped Least Square
di Desa Kepuh Kabupaten Pasuruan
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Hasil dan pembahasan dari Skripsi yang saya buat adalah
benar-benar karya saya. Karya-karya dari nama-nama
yang tercantum dalam Skripsi ini digunakan sebagai
referensi Skripsi.
2. Apabila hasil dan pembahasan dari Skripsi yang saya tulis
terbukti hasil karya orang lain, maka saya akan bersedia
menanggung resiko yang dapat saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan kesadaran.
Malang, 3 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Suhendra Vebrianto)
NIM. 135090701111002
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
vii
IDENTIFIKASI AIR BAWAH TANAH MENGGUNAKAN
METODE RESISTIVITAS WENNER-SCHLUMBERGER
DENGAN PERSAMAAN DAMPED LEAST SQUARE DI DESA
KEPUH KABUPATEN PASURUAN
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Desa Kepuh. Lokasi penelitian berada
pada formasi batuan Gunungapi Tengger dari waktu geologi
pleistosen. Akuisisi data lapangan dilakukan dengan pertimbangan
lokasi yang dekat dengan tuf pasiran. Pengolahan data dengan inversi
ridge regression IPI2win menunjukkan adanya lapisan akuifer pada
kedalaman 40 – 55 meter dan air resapan hingga 10 meter, sedangkan
inversi damped least square Matlab menunjukkan lapisan akuifer pada
kedalaman 50 – 65 meter dan air resapan hingga kedalaman 20 meter
serta sebaran kantong air tanah di kedalaman hingga 110 meter. Hasil
interpolasi dengan nearest neighbor dan linear Matlab menunjukkan
kemenerusan akuifer dengan baik, tetapi interpolasi nearest neighbor
IPI2win menunjukkan formasi akuifer setengah tertekan, tetapi
interpolasi linear IPI2win memiliki interval yang berbeda dan kurang
sesuai dengan model nearest neighbor IPI2win. Lapisan kedap air
memiliki jenis batuan tuf abu dan aglomerat. Formasi akuifer berjenis
akuifer setengah tertekan dengan kualitas air tanah yang baik.
Kata kunci: Desa Kepuh, damped least square, akuifer.
viii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
ix
IDENTIFICATION OF UNDERGROUND WATER USING
RESISTIVITY METHODS WENNER-SCHLUMBERGER
WITH DAMPED LEAST SQUARE EQUATION IN DESA
KEPUH KABUPATEN PASURUAN
ABSTRACT
The research has been done on Desa Kepuh. The location of the
research is on the rock formations at the Tengger Volcanic on
Pleistocene. Field data acquisition was carried out by the consideration
of location close to sand tuf. Data processing with the inversion of
ridge regression IPI2win showed a layer of the aquifer at a depth of 40
– 55 meters and upper ground water up to 10 metres, whereas damped
least square inversion from Matlab showed layer aquifer at a depth of
50 – 65 meters and upper ground water to a depth of 20 meters and
scattered pockets of ground water at a depth of up to 110 meters.
Nearest neighbor interpolation results with linear and Matlab indicates
well laminating aquifer, but the nearest neighbor interpolation IPI2win
showed half aquifer formation was depressed, but linear interpolation
IPI2win had different intervals and less in accordance with the model
of nearest neighbor IPI2win. Waterproofing layer was tuff rock and
aglomerat. The aquifer formation was form the type of aquifer half
depressed with good quality of the groundwater.
Keywords: Desa Kepuh, damped least square, aquifer.
x
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat
dan hidayatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul Identifikasi Air Bawah Tanah Menggunakan Metode
Resistivitas Wenner-Schlumberger dengan Persamaan Damped
Least Square di Desa Kepuh Kabupaten Pasuruan. Tak lupa
shalawat serta salam kepada Rasulullah atas segala pelajaran
kesempurnaan etika dalam bermasyarakat. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada;
1. Keluarga, atas dukungan selama perkuliahan,
2. Drs. Wasis, M.AB, selaku dosen pembimbing I,
3. Drs. A.M. Juwono, M.Sc., Ph.D, selaku dosen pembimbing II,
4. Drs. Arinto Yudi P.W., M.Sc., Ph.D selaku dosen penguji,
5. Bapak Purnomo, selaku laboran Lab. Geofisika Universitas
Brawijaya,
6. Tim akuisisi data lapangan, atas bantuan dan kesediaannya
kepada; Sirka Rajulon, Ghozy al-Atqiya, dan Masdukhan A.W.,
7. Relawan, atas bantuan mobilisasi alat kepada; Febriany Dian
Permata Sari Diaz Alffi, dan Novalia Ena Agustin,
8. Teman-teman, atas informasi dan bantuan yang diberikan,
9. Warga Desa Kepuh, atas informasi yang diberikan dan bantuan
akomodasi saat akuisisi data lapangan dan antusiasnya dalam
pengeboran air bawah tanah.
Skripsi ini berisi tentang pengolahan dan interpretasi data
dengan inversi ridge regression IPI2win dan damped least square
Matlab. Pemodelan dilakukan dengan interpolasi nearest neighbor
dan linear dari Matlab dan IPI2win hingga didapatkan formasi akuifer
setengah tertekan. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi referensi
bagi dunia kebumian terutama pelaku geofisika.
Kesalahan penulisan maupun keterangan berasal dari penulis.
Penulis menerima saran dan kritik dari pembaca. Terima kasih.
Malang, Agustus 2017
Penulis
xii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................. v
ABSTRAK ................................................................................ vii
ABSTRACT .............................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xv
DAFTAR TABEL .................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................... 5
1.3 Batasan Masalah .................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Studi Geologi ....................................................... 7
2.2 Hidrogeologi ........................................................ 8
2.3 Sistem Air Bawah Tanah ................................... 9
2.4 Metode Geolistrik ............................................... 10
2.5 Resistivitas Batuan .............................................. 15
2.6 Hukum Darcy ...................................................... 16
2.7 Sistem Informasi Geografis ................................ 17
2.8 Pemodelan Geolistrik ......................................... 18
2.9 Penelitian Air Bawah Tanah .............................. 23
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat .............................................. 25
3.2 Rancangan Penelitian .......................................... 25
3.3 Kerangka Penelitian ............................................ 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Prosedur ................................................. 33
4.2 Analisa Hasil ........................................................ 34
4.2.1 Titik Geolistrik 1 ............................................. 34
4.2.2 Titik Geolistrik 2 ............................................. 38
xiv
4.2.3 Titik Geolistrik 3 ............................................. 42
4.2.4 Titik Geolistrik 4 ............................................. 46
4.2.5 Interpolasi Antar Titik Geolistrik ................. 50
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................... 57
5.2 Saran .................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 59
LAMPIRAN ............................................................................. 61
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Lembar Malang
(BPPD, 2016) ...........................................................7
Gambar 2.2 Peta Kualitas Air Tanah Kabupaten Pasuruan
(BPPD, 2016) ...........................................................8
Gambar 2.3 Sistem Air Bawah Tanah
(Hendrajaya & Arif, 1990) .......................................10
Gambar 2.4 Prinsip Kerja Metode Geolistrik Resistivitas
(Wenner, 1915) ........................................................11
Gambar 2.5 Konfigurasi Elektroda Geolistrik (Loke, 1999) .......14
Gambar 2.6 Model Hukum Darcy (Reynold, 1997) ....................16
Gambar 2.7 Pemodelan Data Raster dan Vektor
(Aronoff, 1989) ........................................................17
Gambar 2.8 Pembagian Wilayah Koordinat UTM Indonesia
(Aronoff, 1989) ........................................................18
Gambar 2.9 Asumsi Model Tanah Berlapis
(Faizin & Mustopa, 2015) ........................................19
Gambar 2.10 Resistivitas Semu dan Inversi
(Hamimu, dkk, 2015) ..............................................23
Gambar 2.11 Resistivitas Semu dan Inversi dengan SVD
(Ekinci & Demirci, 2008).........................................24
Gambar 3.1 Desain Survei Akuisisi Data Lapangan ....................25
Gambar 3.2 Peta Geologi Penelitian (BPPD, 2016) ....................26
Gambar 3.3 Peta Kualitas Air Tanah Penelitian (BPPD, 2016) ...27
Gambar 3.4 Kerangka Pelaksanaan Tugas Akhir ........................29
Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Data Resistivitas .............31
Gambar 4.1 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 1 .....34
Gambar 4.2 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 1 ......................37
Gambar 4.3 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 2 .....38
Gambar 4.4 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 2 ......................41
Gambar 4.5 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 3 .....42
Gambar 4.6 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 3 ......................45
Gambar 4.7 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 4 .....46
Gambar 4.8 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 4 ......................49
Gambar 4.9 Hasil Interpolasi Nearest Neighbor Matlab
Antar Titik Geolistrik ...............................................50
xvi
Gambar 4.10 Hasil Interpolasi Nearest Neighbor IPI2win ........... 52
Gambar 4.11 Hasil Interpolasi Linear Matlab Antar
Titik Geolistrik ........................................................ 53
Gambar 4.12 Hasil Interpolasi Linear IPI2win Antar
Titik Geolistrik ........................................................ 54
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2 Resistivitas Batuan (Loke, 1999) ..................................15
Tabel 4.1 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 1 ..................36
Tabel 4.2 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 2 ..................40
Tabel 4.3 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 3 ..................44
Tabel 4.4 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 4 ..................48
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Persiapan Akuisisi Data Titik Geolistrik 1 ............ 61
Lampiran 2 Pengaturan Konfigurasi Titik Geolistrik 2 ............ 61
Lampiran 3 Akuisisi Data Geolistrik 2 ..................................... 61
Lampiran 4 Istirahat Akuisisi Data ........................................... 62
Lampiran 5 Akuisisi Data Titik Geolistrik 3 ............................ 62
Lampiran 6 Persiapan Akuisisi Data Titik Geolistrik 3 ............ 62
Lampiran 7 Akuisisi Data Titik Geolistrik 4 ............................ 63
Lampiran 8 Akuisisi Data Titik Geolistrik 4 ............................ 63
Lampiran 9 Perlengkapan Alat Lain ......................................... 63
Lampiran 10 Hasil Titik Geolistrik 1 .......................................... 64
Lampiran 11 Hasil Titik Geolistrik 2 .......................................... 65
Lampiran 12 Hasil Titik Geolistrik 3 .......................................... 66
Lampiran 13 Hasil Titik Geolistrik 4 .......................................... 67
Lampiran 14 Titik Geolistrik 1 ................................................... 68
Lampiran 15 Titik Geolistrik 2 ................................................... 68
Lampiran 16 Titik Geolistrik 3 ................................................... 69
Lampiran 17 Titik Geolistrik 4 ................................................... 70
Lampiran 18 Program Utama ...................................................... 70
Lampiran 19 Fungsi Regresi Data .............................................. 73
Lampiran 20 Fungsi Filter Linier ................................................ 73
Lampiran 21 Fungsi DMJacobi................................................... 74
Lampiran 22 Fungsi Galat RMS ................................................. 75
Lampiran 23 Fungsi Damping .................................................... 76
Lampiran 24 Program Interpolasi ............................................... 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan air di Indonesia khususnya Jawa Timur semakin
meningkat dengan adanya proyek pembangunan perusahaan air tanah
di Jawa Timur. Air memiliki kegunaan yang bersifat umum, sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan atau instansi. Air dapat
digunakan sebagai kebutuhan keseharian masyarakat hingga
pengairan untuk perkebunan dan budidaya. Seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk di Jawa Timur, ketahanan air
semakin menurun hingga diperlukan suatu strategi untuk
mempertahankan ketahanan air di Jawa Timur. Salah satu strategi
untuk mempertahankan ketahanan air adalah pencarian sumber air
bawah tanah (Bonita & Mardyanto, 2015). Pencarian sumber air
bawah tanah memerlukan studi kebumian meliputi studi batuan hingga
didapatkan model penampang bumi dengan indikasi adanya air bawah
tanah. Salah satu displin ilmu yang dapat digunakan adalah geofisika.
Geofisika menggunakan prinsip fisika untuk meneliti kebumian dari
sudut pandang batuan. Terdapat salah satu parameter untuk melacak
keberadaan air bawah tanah, yaitu kelistrikan. Penelitian kelistrikan
bumi dapat digunakan metode geolistrik untuk menemukan
keberadaan air bawah tanah. Metode geolistrik bekerja dengan
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi sehingga air terurai
menjadi ion-ion yang dapat menghantarkan arus listrik, sehingga dari
respon beda potensial listrik yang terukur jika terdapat nilai resistivitas
yang rendah maka terdapat keberadaan air bawah tanah. Penelitian
skripsi ini dilakukan di Desa Kepuh Kecamatan Kejayan untuk
keperluan air di desa dan agraris setempat (BPPD, 2016).
Kecamatan Kejayan merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Pasuruan. Kecamatan Kejayan memiliki 25 desa yang
termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan. Terdapat 4 desa
yang dilanda kekeringan air, yaitu Desa Kepuh, Desa Ambal Ambil,
Desa Klinter, dan Desa Sladi. Penelitian ini dilakukan di Desa Kepuh.
Kekeringan air di Desa Kepuh meliputi kekurangan pasokan air untuk
persawahan dan kebutuhan keseharian. Terdapat Desa Randu Gong
yang berada di utara Desa Kepuh dan merupakan daerah artesis.
2
Kedua desa ini bersebelahan tetapi tidak sama. Diduga terdapat
adanya struktur lokal yang menahan air bawah tanah di Desa Kepuh,
sehingga penelitian ini difokuskan pada Desa Kepuh. Survei yang
diperlukan meliputi survei batuan dan geolistrik. Di Desa Kepuh,
kebutuhan air bawah tanah digunakan sebagai sumur lokal. Sumur
lokal kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan agraris, sehingga
diperlukan sumur artesis (BPPD, 2016).
Air merupakan zat cair yang menjadi tanda adanya suatu
kehidupan. Air dibedakan menjadi tiga macam, yaitu air asin, air
tawar, dan air payau. Air asin dapat ditemukan di laut air asin.
Masyarakat memanfaatkan air asin untuk keperluan budidaya laut dan
pembuatan garam. Air tawar dapat ditemukan di laut tawar, danau,
sungai, dan hujan (Hadian, dkk, 2006). Masyarakat memanfaatkan air
tawar untuk keperluan budidaya, berkebun, hingga kebutuhan
keseharian. Air payau dapat ditemukan di area pembuatan garam, dan
delta. Air tawar merupakan air yang dibutuhkan oleh masyarakat
karena tidak mengandung rasa dan bau yang merusak kesehatan tubuh.
Air tawar dapat ditemukan di daratan dengan usaha pengeboran air
bawah tanah secara vertical ke bawah. Dalam produksi air bawah
tanah tawar, keberadaan titik produksi berada jauh dari garis pantai
agar tidak terjadi intrusi air laut asin. Pencarian air bawah tanah
memerlukan adanya teknologi kebumian, sehingga dalam penelitian
ini digunakan instrumen geolistrik Mc-Ohm EL OYO (Hendrajaya &
Arif, 1990).
Terdapat air bawah tanah yang mengandung zat pengotor
seperti besi, dan unsur biotik. Air bawah tanah yang berasal dari rawa
memiliki zat besi yang tinggi, sedangkan air bawah tanah di daerah
berpasir sedikit mengandung zat besi. Terdapat zat pengotor lainnya
yaitu unsur biotik. Unsur biotik dapat diteliti dengan adanya bantuan
uji yang ada di laboratorium (Hadian, dkk, 2006). Parameter biologi
dalam uji lab adalah keberadaan bakteri Coliform dalam air bawah
tanah. Semakin sedikit bakteri Coliform menandakan kelayakan
dalam konsumsi air tanah. Parameter dalam penentu kebersihan air
bawah tanah adalah parameter kimia. Parameter kimia meliputi uji pH,
materi terlarut, dan reaksi kimia kecil yang terjadi antar partikel
terlarut dalam air tanah (Sanjaya, 2008).
Air bawah tanah dapat berasal dari air laut dan air hujan. Air
bawah tanah terkumpul ketika suatu sedimen terendapkan. Akumulasi
3
air bawah tanah dapat membentuk suatu kantong air bawah tanah atau
sungai air tanah. Keberadaan air bawah tanah dipengaruhi oleh curah
hujan dan keadaan permukaan tanah disebut dengan air bawah tanah
dangkal, sedangkan air bawah tanah dalam disebut dengan akuifer.
Produksi air tanah mengikuti aturan kontinuitas. Jika air bawah tanah
diproduksi dengan debit yang melebihi debit masukan dari resapan air
tanah maka terjadi penurunan permukaan tanah (Bonita & Mardyanto,
2015). Dalam produksi air bawah tanah, debit yang natural yang
keluar melalui pipa produksi dapat diekivalenkan dengan debit yang
masuk dalam kantong air bawah tanah atau sungai air tanah. Dalam
pencarian air bawah tanah, hal yang paling utama bukan kantong air
tanah yang melimpah atau sungai air tanah dengan debit tinggi, tetapi
keseimbangan antara debit masukan dan keluaran yang bersesuaian
dengan resapan air tanah dan pipa produksi. Keseimbangan debit
masukan dan keluaran dapat menyelamatkan kebutuhan air tanah oleh
tanaman dan mempertahankan ketinggian permukaan tanah dari
ketinggian muka air laut. Dalam penentuan kontinuitas air bawah
tanah dapat digunakan model penampang resistivitas bawah
permukaan tanah. Pembuatan model resistivitas dapat didasarkan dari
survei geolistrik (Hendrajaya & Arif, 1990).
Metode geolistrik merupakan aplikasi prinsip fisika dalam
lingkup kebumian. Metode geolistrik dibagi menjadi 3 macam, yaitu
metode resistivitas, metode polarisasi terinduksi, metode potensial
diri. Dalam penelitian ini, metode geolistrik yang digunakan adalah
metode resistivitas. Metode resistivitas bekerja dengan prinsip
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi untuk mendapatkan respon
beda potensial listrik terukur. Terdapat arus listrik yang diinjeksikan
oleh instrumen geolistrik yaitu arus listrik searah. Arus listrik searah
dapat digunakan untuk mendapatkan parameter resistivitas. Parameter
resistivitas dapat dimodelkan menjadi model penampang resistivitas
bawah permukaan tanah (Ekinci & Demirci, 2008). Pemodelan bawah
permukaan tanah diperlukan adanya perhitungan secara matematika
yaitu dengan pemodelan maju dan inversi. Data lapangan geolistrik
masih berupa data resistivitas semu dan belum dapat digunakan
sebagai penentu model bawah permukaan tanah, sehingga data
lapangan diperlukan adanya pemodelan maju untuk mengubah data
lapangan menjadi data pemodelan maju, sehingga data tersebut dapat
digunakan untuk menebak bawah permukaan tanah dari data inversi.
4
Dalam penelitian ini, metode inversi yang digunakan adalah damped
least square (Faizin & Mustopa, 2015).
Pemodelan inversi resistivitas memerlukan suatu perhitungan
matematik yang kompleks. Terdapat perhitungan dengan
memasukkan prinsip fisika matematika dengan tingkat kompleksitas
tinggi, sehingga pemodelan kebumian memerlukan bantuan
komputasi numerik. Komputasi numerik dilakukan dengan bantuan
Matlab dengan script yang dibuat selama proses pengerjaan skripsi.
Parameter pemodelan adalah ketebalan dan resistivitas (Koefoed,
1970). Dalam pemodelan ini, komputasi numerik dilakukan dengan
variasi pengolahan dari parameter ketebalan dan resistivitas menjadi
kedalaman dan resistivitas dengan parameter ketebalan sebagai
koreksi di bagian matriks jacobi. Hasil dari variasi pemodelan ini
diduga mendapatkan variasi di kedalaman hingga mendekati
kedalaman model (Ekinci & Demirci, 2008).
Hasil penelitian ini berupa model vertikal ke bawah dan model
penampang resistivitas secara sayatan bumi dari model vertikal ke
bawah. Hasil dari pemodelan resistivitas cukup menggambarkan
struktur kebumian yang ada di bawah tanah (Faizin & Mustopa, 2015).
Titik akuisisi data dipilih dengan mempertimbangkan keadaan geologi
lokal. Struktur bawah tanah yang dicari berupa struktur air bawah
tanah dengan luaran berupa rekomendasi baik secara lisan atau
tertulis. Harapan dari pemodelan ini dapat menunjang alasan
penyebab sedikitnya akuifer di Desa Kepuh (BPPD, 2016).
Pemodelan dengan bantuan Matlab dilakukan untuk
mendapatkan model yang lebih menyeluruh. Aplikasi perangkat lunak
berupa IPI2win memiliki kekurangan dalam pembuatan model
pseudocrosssection dan adanya interval parameter kedalaman inversi
yang berbeda (Ekinci & Demirci, 2008). Pemodelan dengan bantuan
Matlab dilakukan untuk mendapatkan model pseudocrosssection dari
parameter kedalaman inversi dan skala resistivitas inversi yang telah
ditentukan (Faizin & Mustopa, 2015).
Inversi antara hasil Matlab dan IPI2win memiliki hasil yang
berbeda. Komputasi numerik Matlab menggunakan persamaan
damped least square, sedangkan hasil IPI2win menggunakan
persamaan ridge regression. Pada penelitian ini, hasil inversi ridge
regression IPI2win dipadukan dengan metode penghalusan data
dengan smoothing spline, sedangkan inversi damped least square
5
Matlab menggunakan metode penghalus data dengan regresi data dari
persamaan general least square. Hasil inversi damped least square
Matlab diduga dapat menampilkan informasi bawah permukaan bumi
yang lebih mendekati bentuk sebenarnya (Ekinci & Demirci, 2008).
Keadaan bumi dapat berubah seiring dengan adanya fenomena
alam. Fenomena perubahan keadaan bumi dapat terjadi karena
aktivitas manusia maupun terjadi secara natural (Hendrajaya & Arif,
1990). Aktivitas manusia seperti produksi air bawah tanah secara
menerus dan penggundulan hutan, sedangkan terjadi secara natural
dapat terjadi karena aktivitas curah hujan atau intrusi batuan.
Fenomena alam berlangsung seiring dengan waktu geologi. Usia
penelitian ini diprediksi dapat bertahan hingga 10 tahun ke depan
(BPPD, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang, rumusan masalah yang dibahas, yaitu:
1. Bagaimana jenis-jenis batuan di Desa Kepuh?
2. Bagaimana model lapisan tanah pada titik geolistrik di Desa
Kepuh?
3. Bagaimana model penampang resistivitas antar titik
geolistrik di Desa Kepuh?
4. Bagaimana hasil inversi dengan persamaan damped least
square?
1.3 Batasan Masalah
Dari latar belakang dan rumusan masalah, batasan masalah pada
penelitian ini, yaitu:
1. Data geologi diperoleh dari peta geologi lembar Malang.
2. Pengambilan data lapangan geolistrik dilakukan dengan
metode resistivitas sounding.
3. Pemodelan dilakukan sampai dengan didapatkan
kemenerusan lapisan akuifer secara pseudocrosssection.
4. Hasil inversi dianalisa sampai dengan didapatkan
keterangan lapisan akuifer dan jenis batuan.
6
1.4 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah, tujuan yang ingin dituju, yaitu:
1. Untuk meneliti jenis-jenis batuan di Desa Kepuh.
2. Untuk menganalisa model lapisan tanah pada titik geolistrik
di Desa Kepuh.
3. Untuk menganalisa model penampang resistivitas antar
titik geolistrik di Desa Kepuh.
4. Untuk menghitung data dengan inversi persamaan damped
least square.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian yang didapatkan oleh masyarakat, yaitu:
1. Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi data kebumian
jangka panjang untuk masyarakat Desa Kepuh.
2. Dapat dijadikan sebagai bukti pengabdian masyarakat
Universitas Brawijaya kepada masyarakat.
1.5.2 Bagi Universitas Brawijaya
Manfaat yang didapatkan oleh Universitas Brawijaya, yaitu:
1. Dapat dijadikan sebagai salah satu pustaka penelitian
metode geolistrik resistivitas.
2. Dapat dijadikan sebagai informasi pelengkap dalam bidang
geolistrik resistivitas.
1.5.3 Bagi Mahasiswa
Manfaat yang didapatkan oleh mahasiswa, yaitu:
1. Dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di
perkuliahan.
2. Dapat memperoleh mengukur kemampuan mahasiswa
dalam menganalisa data metode resistivitas dengan
pemodelan lapisan akuifer.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Geologi
Desa Kepuh berada pada formasi Batuan Gunungapi Tengger.
Desa Kepuh memiliki jenis batuan piroklastik. Jenis batuan Desa
Kepuh terdiri dari batuan tuf batuapung, tuf pasiran, tuf abu dan
aglomerat yang berada dalam formasi batuan Gunungapi Tengger.
Batuan yang tersusun dalam formasi memiliki usia pada waktu
geologi pleistosen akhir dan berada pada zaman kuarter (BPPD,
2016).
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Lembar Malang (BPPD, 2016).
Gambar 2.1 merupakan peta geologi di lembar Malang. Lokasi
penelitian ini berada pada formasi batuan Gunungapi Tengger yang
memiliki keterangan batuan;
1. Batuan Tuf Pasiran, memiliki warna segar abu-abu sampai
abu-abu kecoklatan, tekstur sedang sampai kasar, bentuk
butir membundar, terpilah baik, permeabilitas baik, dan
kemas terbuka (BPPD, 2016).
2. Batuan Tuf Batuapung, memiliki warna cerah, vesikuler,
dan struktur phorous (Sanjaya, 2008).
3. Aglomerat, memiliki gelap, didominasi oleh materi bom
gunungapi seperti lapilli (BPPD, 2016).
8
4. Batuan Tuf Abu, memiliki warna putih keruh hingga coklat
kelabu muda, memiliki butir kasar hingga halus (Sanjaya,
2008).
2.2 Hidrogeologi
Hidrogeologi adalah ilmu yang mempelajari pergerakan air
tanah dan studi kualitas air tanah di bumi. Aspek pembahasan
geohidrologi dimulai dari proses pembentukan air tanah terakumulasi
hingga menjadi sebuah aliran air bawah tanah (Subekti, 2012). Air
yang membentuk air tanah dapat berasal dari proses pengendapan dan
air meteorik. Air bawah tanah membentuk suatu aliran yang mengarah
pada zona lemah formasi batuan yang selanjutnya muncul di
permukaan tanah menjadi sebuah mata air (BPPD, 2016).
Gambar 2.2 Peta Kualitas Air Tanah Kabupaten Pasuruan (BPPD,
2016).
Desa Kepuh termasuk daerah yang dimungkinkan terkena
bencana krisis air bersih. Sebagian Desa Kepuh termasuk dalam
wilayah yang aman dari logam berat. Hal ini dapat dilihat dari Gambar
2.2. Desa Kepuh berada pada endapan vulkanik muda. Batuan dengan
kelulusan air yang cukup tinggi merupakan target penelitian.
Keterdapatan air pada sumur dangkal merupakan hasil resapan air
permukaan tanah (Hendrajaya & Arif, 1990).
9
2.3 Sistem Air Bawah Tanah
Air bawah tanah merupakan kantong air dalam tanah baik
berupa air bawah tanah dangkal maupun air bawah tanah dalam. Air
bawah tanah dangkal adalah air bawah tanah dari hasil resapan air
hujan yang masuk ke dalam tanah dan berkumpul di atas lapisan kedap
air. Kedalaman air bawah tanah dangkal dapat dipengaruhi oleh
musim dan kondisi di permukaan tanah (Winarti, 2013). Di dataran
rendah, permukaan air bawah tanah dangkal lebih dekat dengan
permukaan tanah, sedangkan di dataran tinggi, air bawah tanah
dangkal lebih dalam. Akibatnya kedalaman air bawah tanah di setiap
tempat beragam. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis dan formasi
batuan setempat (Sanjaya, 2008).
Air bawah tanah dalam adalah air bawah tanah yang berada
pada lapisan phorous dan diapit oleh lapisan kedap air di bagian atas
dan bawahnya. Air bawah tanah dalam sedikit mendapat pengaruh dari
musim. Pada musim kemarau atau penghujan, air bawah tanah dalam
tetap menunjukkan debit alami yang relatif sama (Subekti, 2012). Air
bawah tanah dalam memungkinkan dijadikan sebagai sumur produksi
artesis karena sumur produksi artesis memiliki cukup tekanan yang
tinggi (BPPD, 2016).
Pori-pori tanah dapat terisi oleh air tanah dan bersifat jenuh.
Permukaan air bawah tanah disebut sebagai muka air tanah. air bawah
tanah bergerak sebagai aliran air tanah melalui celah batuan hingga
menjadi sebuah kantong air bawah tanah atau muncul sebagai mata air
artesis, danau, sungai atau menuju laut. Sumber air bawah tanah dapat
berasal dari air hujan yang teresap ke dalam tanah melalui celah batuan
dalam formasi batuan. Air bawah tanah dapat berupa kantong air yang
teresap melalui tanah hingga menjadi jenuh (Hendrajaya & Arif,
1990).
Pembentukan air bawah tanah mengikuti siklus peredaran air di
bumi. Siklus pembentukan air bawah tanah disebut sebagai daur
hidrologi. Daur hidrologi berlangsung dalam proses alamiah di dalam
bumi. Air sungai dapat berasal dari air bawah tanah, sedangkan air
bawah tanah juga dapat berasal dari resapan air sungai. Ketersediaan
air bawah tanah dapat dipengaruhi oleh musim. Musim kemarau yang
panjang dapat menyebabkan aliran air bawah tanah dangkal terputus
(BPPD, 2016).
10
Gambar 2.3 Sistem Siklus Air (Hendrajaya & Arif, 1990).
Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa air bawah tanah dan air
permukaan merupakan suatu bagian dari siklus air dan terdapat
keterkaitan. Akumulasi air terdapat di lautan dan mengalami evaporasi
dan terjadi kondensasi menjadi gumpalan awan. Awan putih terbawa
oleh angin menuju daratan hingga terhembus oleh angin dan menjadi
sebuah hujan. Air hujan dapat menembus lapisan permukaan tanah
dan mengendap menjadi air bawah tanah serta dapat berupa aliran
sungai atau danau. Air bawah tanah mengalir menuju lautan dan siklus
terulang kembali. Berbeda dengan daerah bersalju, daerah bersalju
memiliki salju yang dapat mengalami sublimasi hingga menjadi
gumpalan awan melalui proses kondensasi. Awan salju kembali turun
dalam bentuk butiran salju yang selanjutnya dapat mencair dan
menjadi air bawah tanah yang kemudian menuju laut (Bonita &
Mardyanto, 2015).
2.4 Metode Geolistrik
Metode geolistrik resistivitas adalah salah satu metode
geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah
permukaan tanah dari kelistrikan batuan. Prinsip kerja dari metode
geolistrik adalah dengan menginjeksikan arus listrik dari elektroda
arus dan mengukur respon beda potensial listrik dari elektroda
potensial (Purnomo, dkk, 2011). Respon beda potensial listrik dapat
11
diubah ke dalam parameter resistivitas batuan yang menandakan
adanya hambatan listrik akibat medan listrik dan kerapatan arus listrik
batuan (Faizin & Mustopa, 2015).
Gambar 2.4 Prinsip Kerja Metode Geolistrik Resistivitas (Wenner,
1915).
Metode geolistrik resistivitas dilakukan dengan menginjeksikan
arus listrik searah ke dalam tanah membentuk lintasan listrik tertutup,
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Arus listrik tersebar secara
radial ke segala arah. Adanya arus listrik yang diinjeksikan
menimbulkan adanya medan listrik yang tegak lurus terhadap arus
listrik. Medan listrik dapat diekivalenkan dengan potensial listrik,
sehingga terdapat ekipotensial listrik yang menandakan adanya
potensial listrik yang terukur pada titik tertentu (Hendrajaya & Arif,
1990).
Metode geolistrik resistivitas berasal dari hukum Ohm. Dalam
pencarian air bawah tanah, arus listrik dapat memecah air menjadi ion-
ion penyusunnya sehingga arus listrik hanya diteruskan dan tidak
mengalami hambatan arus listrik. Dalam pembahasan ini, diperlukan
adanya parameter untuk menggambarkan adanya hambatan arus listrik
dari kerapatan arus listrik yaitu resistivitas. Berdasarkan persamaan
Laplace, terdapat suatu asumsi bahwa penyebaran arus listrik
menyerupai suatu bola (Ekinci & Demirci, 2008).
12
∇2𝑉 =1
𝑟2
𝜕
𝜕𝑟(𝑟2 𝜕𝑉
𝜕𝑟) +
1
𝑟2 sin 𝜃
𝜕
𝜕𝜃(sin 𝜃
𝜕𝑉
𝜕𝜃) +
1
𝑟2 sin 𝜃
𝜕2𝑉
𝜕2𝜑 (2.1)
Persamaan 2.1 merupakan persamaan Laplace pada koordinat
bola. Pada pengukuran geolistrik, asumsi pengukuran adalah sebuah
titik, sehingga berlaku aturan persamaan Laplace pada kasus 1-
dimensi dengan menghitung dari suku pertama dari persamaan
Laplace (Reynold, 1997).
∇2𝑉 =1
𝑟2
𝜕
𝜕𝑟(𝑟2 𝜕𝑉
𝜕𝑟) = 0 (2.2)
Persamaan 2.2 adalah persamaan Laplace 1-dimensi pada
koordinat bola dengan ∇2𝑉 = 0. Terdapat asumsi bahwa titik
pengukuran geolistrik hanya dipengaruhi oleh jari-jari bola. Dari
Persamaan 2.2 dapat diterjemahkan ke parameter potensial listrik
dengan penurunan rangkap dua (Sanjaya, 2008).
(𝑟2 𝜕𝑉
𝜕𝑟) = 𝐴 (2.3)
dengan Persamaan 2.3 adalah turunan pertama persamaan Laplace
koordinat bola dengan A adalah suatu konstanta. 𝜕𝑉
𝜕𝑟=
𝐴
𝑟2 (2.4)
𝑉1 = −𝐴1
𝑟 (2.5)
dengan Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5 adalah perubahan potensial
listrik dan nilai potensial listrik yang dipengaruhi oleh jari-jari bola
(BPPD, 2016).
Arus listrik yang mengalir ke dalam bumi mengikuti aturan
hukum Ohm. Arus listrik yang menjalar ke dalam bumi selewati suatu
luasan bola, sehingga berlaku 𝐴𝑏𝑜𝑙𝑎 = 4𝜋𝑟2. Arus listrik sebagai
parameter untuk merepresentasikan kerapatan arus listrik yang
diinjeksikan ke dalam bumi (Hendrajaya & Arif, 1990).
𝐼 = 𝐴𝑏𝑜𝑙𝑎. 𝐽 (2.6)
dengan memasukkan luasan bola dan hukum Ohm pada Persamaan
2.6, arus listrik yang diinjeksikan dapat dirumuskan menjadi
Persamaan 2.7 (Loke, 1999).
13
𝐼 = −4𝜋𝜎𝐴 (2.7)
dengan 𝜎 =1
𝜌, sehingga didapatkan rumus untuk mendapatkan nilai
konstanta pada satu elektroda arus.
𝐴 = −𝐼𝜌
4𝜋 (2.8)
dengan memasukkan Persamaan 2.5, sehingga potensial listrik pada
satu elektroda arus dapat dirumuskan oleh Persamaan 2.9.
𝑉1 =𝐼𝜌
2𝜋(
1
𝑟1) (2.9)
dengan Persamaan 2.9 berlaku untuk elektroda arus pertama
sedangkan elektroda arus kedua memiliki arah arus listrik yang
berlawanan arah (BPPD, 2016).
Survei geolistrik resistivitas menggunakan elektroda arus
ganda. Potensial listrik yang terukur pada elektroda potensial pertama
merupakan penjumlahan potensial listrik yang dipengaruhi oleh
elektroda arus pertama dan kedua seperti yang digambarkan oleh
Gambar 2.4. Elektroda potensial kedua dipengaruhi oleh kedua
elektroda arus (Winarti, 2013).
𝑉1 =𝐼𝜌
2𝜋(
1
𝑟1−
1
𝑟2) (2.10)
dengan potensial listrik pertama dan kedua memiliki perumusan yang
sama dengan Persamaan 2.10. Potensial listrik yang terukur adalah
beda potensial listrik antara potensial listrik pertama dan kedua.
∆𝑉 =𝐼𝜌
2𝜋[(
1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4)] (2.11)
dengan Persamaan 2.11 merupakan beda potensial yang terukur. Pada
penyusunan elektroda arus dan potensial terdapat suatu konfigurasi
elektroda yang dapat mempengaruhi nilai 𝑟𝑛, sehingga terdapat faktor
koreksi geometri untuk mengoreksi susunan elektroda arus dan
potensial listrik (Faizin & Mustopa, 2015).
𝐾 = 2𝜋 [(1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4)]
−1
(2.12)
14
dengan nilai resistivitas semu yang terukur dapat dirumuskan dari
Persamaan 2.11 dan Persamaan 2.12.
𝜌 =∆𝑉
𝐼𝐾 (2.13)
dengan Persamaan 2.13 adalah rumus untuk mendapatkan resistivitas
semu yang terukur di lapangan (Chumairoh, dkk, 2014).
Konfigurasi elektroda geolistrik mengatur susunan elektroda
potensial dan arus. Penyusunan elektroda arus dan potensial listrik
mengikuti suatu pola untuk mempermudah dalam perhitungan
resistivitas semu. Survei geolistrik penelitian ini menggunakan dua
elektroda arus dan dua elektroda potensial. Elektroda potensial dan
arus disusun dengan beragam konfigurasi elektroda, sehingga terdapat
faktor koreksi geometri yang berbeda untuk satu konfigurasi elektroda
(Reynold, 1997).
Gambar 2.5 Konfigurasi Elektroda Geolistrik (Loke, 1999).
Keterangan dari Gambar 2.5 merupakan faktor koreksi
geometri dari beberapa konfigurasi elektroda. Terdapat keterangan
15
konfigurasi elektroda wenner-schlumberger yang memiliki faktor
koreksi geometri pada kasus dua elektroda potensial dan dua elektroda
arus yang dirumuskan oleh Persamaan 2.14. Pada konfigurasi wenner-
schlumberger, elektroda arus dipindahkan secara gradual. Pada
elektroda potensial, posisi elektroda tidak dipindahkan dan berjarak
yang sama (Loke, 2004).
𝐾 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎 (2.14)
dengan 𝐾 adalah faktor koreksi geometri elektroda, 𝑛 adalah bilangan
bulat, dan 𝑎 adalah jarak antar elektroda (Reynold, 1997).
2.5 Resistivitas Batuan
Resistivitas batuan adalah kemampuan batuan untuk
menghambat arus listrik yang bergantung pada medan listrik dan
kerapatan arus listrik. Resistivitas berbanding lurus dengan medan
listrik. Semakin besar nilai medan listrik batuan maka semakin besar
nilai resistivitas batuan. Resistivitas dapat menunjukkan jenis batuan
(Winarti, 2013). Resistivitas yang terukur di lapangan adalah
resistivitas semu karena menganggap bumi hanya memiliki satu lapis.
Resistivitas sebenarnya dapat diperoleh dengan teknik forward
modelling dan inverse modelling. Forward modelling adalah teknik
perhitungan yang digunakan untuk merubah model menjadi data.
Inverse modelling adalah teknik untuk membuat model skema dari
data (BPPD, 2016).
Tabel 2 Resistivitas Batuan (Loke, 1999).
Material Resistivitas (ohm.m)
Tuf Pasiran (9,5% Air) 10-100
Tufa 20-200
Pasir dan Kerikil 100-1000
Aglomerat 100-500
Resistivitas batuan merupakan parameter yang dapat
memprediksi jenis batuan dengan rentang nilai yang ditunjukkan oleh
Tabel 2. Parameter resistivitas tidak terikat oleh bentuk geometri
batuan. Berbeda dengan resistansi, resistansi dipengaruhi oleh bentuk
geometri. Resistivitas batuan memiliki rentang nilai yang beragam
16
sehingga digunakan studi geologi untuk memilih jenis batuan dari
resistivitas batuan (Reynold, 1997).
2.6 Hukum Darcy
Hukum Darcy adalah perumusan yang mendefinisikan
kemampuan suatu fluida untuk mengalir dalam media berpori. Jumlah
aliran antara dua titik acuan berkaitan dengan tekanan antara kedua
titik dan permeabilitas dalam batuan. Jumlah aliran antara dua titik
acuan berbanding lurus dengan perbedaan tekanan antar titik dan
permeabilitas dalam media. Hukum Darcy menyatakan hubungan
antara tingkat debit sesaat melalui media berpori dan penurunan
tekanan dari kedua titik (Sanjaya, 2008).
Gambar 2.6 Model Hukum Darcy (Reynold, 1997).
Hukum Darcy menggunakan model pipa untuk memodelkan
aliran fluida yang melalui media berpori. Model pipa dianggap sebuah
model yang mendekati model pori-pori sebenarnya. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.6. Fluida yang mengalir di dalam media berpori
dapat berupa gas dan cairan (Sanjaya, 2008).
𝑄 = −𝐾 𝑥 𝐴 𝑥 𝑑ℎ
𝑑𝑙 (2.15)
𝐾 = − 𝑄
𝐴 𝑥 1
𝑑ℎ
𝑑𝑙
⁄ (2.16)
𝐴 = −𝑄
𝐾 𝑥 1
𝑑ℎ
𝑑𝑙
⁄ (2.17)
𝑑ℎ
𝑑𝑙= −
𝑄
𝐴 𝑥 𝐾 (2.18)
17
dengan 𝑄 adalah laju aliran air, 𝐾 adalah konduktivitas, 𝑑ℎ
𝑑𝑙 adalah
gradient hidrolik (Reynold, 1997).
2.7 Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis adalah sistem informasi yang
merepresentasikan objek dan data spasial. teknologi informasi
merupakan perangkat untuk menyimpan data, memproses data,
menganalisa data, mengelolah data, dan menyajikan informasi. Sistem
informasi geografis memiliki relasi dengan displin kelimuwan
geografis. Sistem yang terkomputerisasi dapat merepresentasikan data
tentang lingkungan pada sektor geografis. Sistem informasi geografis
terdiri dari dua komponen penyusun yaitu data spasial dan data atribut.
Data spasial merupakan representasi dari bentuk keruangan dan data
atribut memberikan informasi tentang bentuk keruangan dari spasial
yang digambarkan. Sistem informasi geografis menggunakan
komputer untuk mengaplikasikan sistem informasi yang ditunjukkan
(Aronoff, 1989).
Gambar 2.7 Pemodelan Data Raster dan Vektor (Aronoff, 1989).
Sistem informasi geografis merepresentasikan bumi menjadi
model raster dan model vektor, seperti yang digambarkan oleh
Gambar 2.7. Model raster merepresentasikan bumi dengan
memproyeksikan bumi ke dalam suatu bidang yang datar. Terdapat
ukuran untuk membangun model raster yaitu pixel. Pixel merupakan
titik yang mewakili banyaknya titik yang lain dengan satu nilai,
18
sehingga semakin banyak pixel yang digunakan maka resolusi data
raster menyerupai bentuk bumi. Pada model vektor, landasan model
vektor terletak pada titik, garis, dan poligon beserta atributnya. Bentuk
data spasial yang tergambar merupakan kumpulan titik yang
membentuk garis. Titik-titik yang terhubung membentuk suatu garis
hingga menjadi bentuk spasial dari model bumi. Representasi bentuk
bumi menggunakan atribut koordinat untuk menunjukkan informasi
spasial (Hendrajaya & Arif, 1990).
Gambar 2.8 Pembagian Wilayah Koordinat UTM Indonesia
(Aronoff, 1989).
Gambar 2.8 memberikan keterangan bahwa daerah penelitian
berada di zona UTM 49S. Koordinat UTM menggunakan representasi
spasial yang mendekati bentuk bumi, sehingga toleransi pergeseran
posisi dari posisi bumi yang sebenarnya tidak memiliki galat yang
tinggi. Tingkat akurasi dari Zona UTM lebih tinggi dibandingkan
koordinat lattitudedan longitude (BPPD, 2016).
2.8 Pemodelan Geolistrik
Pemodelan maju geolitrik dapat dilakukan menggunakan
persamaan Levenberg-Marquant. Pemodelan ini mengasumsikan
model bumi yang berlapis-lapis secara horizontal tak terhingga dengan
ketebalan tak terhingga pada lapisan akhir seperti yang digambarkan
19
oleh Gambar 2.9. Model bumi dirumuskan dengan persamaan Hankel
yang menyatakan resistivitas semu sebagai fungsi dari resistivitas dan
ketebalan (Reyes, 1999).
𝜌𝑎 = 𝑠2 ∫ 𝑇(𝜆) 𝐽1(𝜆𝑠) 𝜆 𝑑𝜆∞
0 (2.19)
dengan 𝑠 adalah setengah dari jarak elektroda arus terjauh, 𝐽1 adalah
fungsi Bessel orde 1, 𝑇(𝜆) adalah fungsi transformasi resistivitas
(Faizin & Mustopa, 2015).
𝑇𝑘(𝜆) =𝑇𝑘+1(𝜆)+𝜌𝑘 𝑡𝑎𝑛ℎ (𝜆ℎ𝑘)
1+ 𝑇𝑘+1(𝜆) tanh(𝜆ℎ𝑘)/𝜌𝑘 , 𝑘 = 𝑛 − 1, … . , 1 (2.20)
dengan Persamaan 2.19 dan 2.20 yang telah disederhanakan oleh
Ghosh menjadi persamaan filter linier (Hamimu, dkk, 2015).
𝜌𝑎 = ∑ 𝑇𝑘(𝜆) 𝑓𝑘𝑘 (2.21)
dengan 𝜌𝑎 adalah resistivitas semu linier dari akumulasi transformasi
resistivitas dan koefisien filter linier oleh Ghosh (Ekinci & Demirci,
2008).
Gambar 2.9 Asumsi Model Tanah Berlapis (Faizin & Mustopa,
2015).
Asumsi model tanah yang memiliki model berlapis ditunjukkan
oleh Gambar 2.9. Tahapan pemodelan inversi dapat dilakukan dengan
20
membuat matriks jacobi dengan pendekatan metode beda hingga.
Metode beda hingga yang dimaksud adalah forward difference dari
deret taylor pada suku kedua. Hubungan antara data dan parameter
model mengikuti aturan 𝑑 = 𝑔(𝑚). Fungsi 𝑔(𝑚) adalah fungsi dari
forward modelling yang merupakan fungsi non linier dari parameter
model dalam bentuk vektor (Hamimu, dkk, 2015).
𝐽𝑖𝑗 =𝜕𝑔𝑖
𝜕𝑚𝑗 (2.22)
dengan 𝐽𝑖𝑗 adalah matriks jacobi, dan 𝜕𝑔𝑖
𝜕𝑚𝑗 adalah notasi vektor data
yang berhubungan dengan data pada bentuk turunan pertama (Ekinci
& Demirci, 2008).
[𝜕𝑔𝑖(𝑚)
𝜕𝑚𝑘] =
𝑔𝑖(𝑚|𝑚𝑘 + ∆𝑚𝑘)−𝑔𝑖(𝑚|𝑚𝑘)
∆𝑚𝑘 (2.23)
dengan Persamaan 2.23 adalah matriks jacobi dengan deret taylor pada
suku kedua (Faizin & Mustopa, 2015). Forward modelling dengan
matriks jacobi memerlukan dua kali tahap regresi data. Akibat adanya
regresi data, parameter inputan forward modelling diperlukan adanya
perturbasi dari 5% hingga 10% (Grandis, 2009).
Pemodelan inversi dapat dilakukan dengan damped least
square. Pemodelan inversi ini menggunakan nilai redaman untuk
menurunkan nilai resistivitas dan mengontrol kecocokan data dengan
model. Pemodelan inversi dengan damped least square menggunakan
matriks jacobi yang telah terbentuk menjadi tiga buah matriks yang
dikenal dengan singular value decomposition. Teknik ini memecah
matriks bujur sangkar menjadi tiga buah matriks (Ekinci & Demirci,
2008).
∆𝑝 = 𝑖𝑛𝑣(𝐺′𝑥 𝐺)𝑥( 𝐺′𝑥 ∆𝑑) (2.24)
dengan G adalah data kernel untuk mencari resistivitas kalkulasi.
𝐴 = 𝑈𝑆𝑉′ (2.25)
dengan 𝐴 adalah matriks bujur sangkar berukuran n x n.
∆𝑝 = 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑔 {𝜆𝑗
𝜆𝑗2+𝜀2 } 𝑈𝑇 ∆𝑑 (2.26)
21
dengan ∆𝑝 adalah selisih data dengan parameter model data (Koefoed,
1970).
Pemodelan geolistrik dengan ukuran data yang tidak tunggal
dapat diselesaikan dengan persamaan ridge regression. Persamaan
ridge regression belum memiliki solusi untuk mengestimasi nilai
(Loke, 2004). Persamaan 2.24 adalah persamaan ridge regression
yang perlu disempurnakan dengan penambahan faktor damping.
Faktor damping merupakan parameter yang dapat mengestimasi nilai
pergeseran data dengan nilai inputan (Ekinci & Demirci, 2008).
∆𝑝 = 𝑖𝑛𝑣((𝐺′𝑥 𝐺) + 𝛾𝐼)𝑥(𝐺′𝑥 ∆𝑑) (2.27)
dengan 𝛾 adalah nilai faktor damping, dan 𝐼 adalah matriks identitas
(Loke, 1999).
Pemodelan dengan damped least square menyisipkan faktor
damping. Faktor damping berfungsi sebagai peredam nilai resistivitas
kalkulasi dan ketebalan semu pada saat parameter dilakukan inverse
modelling. Faktor damping memiliki pengaruh kuat dalam
mencocokkan parameter inversi dan data lapangan. Faktor damping
merupakan perumusan jalan pintas dalam menentukan lapisan
basement pada model vertikal ke bawah (Reyes, 1999).
𝜀 = 𝜆𝐿∆𝑥1
𝐿 (2.28)
dengan 𝐿 adalah bilangan coba pada setiap iterasi data, 𝜆 adalah nilai
eigen, dan ∆𝑥 adalah selisih data pada tiap iterasi data (Arnason &
Hersir, 1988).
∆𝑥𝑟 =(𝑥𝑟−1−𝑥𝑟)
𝑥𝑟−1 (2.29)
dengan 𝑥𝑟−1 adalah nilai misfit pada iterasi data sebelumnya, dan 𝑥𝑟
adalah nilai misfit pada iterasi berlangsung (Arnason & Hersir, 1988).
Pemodelan dengan cara iterasi data dapat menampilkan banyak
variasi data. Variasi data dipengaruhi oleh banyaknya iterasi yang
digunakan. Pemodelan dengan iterasi membutuhkan adanya nilai
kontrol berupa galat root mean square. Galat root mean square
berfungsi sebagai pembanding data observasi dan kalkulasi (Ekinci &
Demirci, 2008).
22
𝑟𝑚𝑠 =(∑ (𝑑𝑜𝑏𝑠−𝑑𝑘𝑎𝑙)𝑁𝐷
𝑖=1
2)
12⁄
(𝑁𝐷)1
2⁄ (2.30)
dengan 𝑑𝑜𝑏𝑠 adalah data observasi, 𝑑𝑘𝑎𝑙 adalah data kalkulasi, dan 𝑁𝐷
adalah urutan nomor datum ke-i (Arnason & Hersir, 1988).
Iterasi pemodelan geolistrik dapat menggunakan metode
newton-raphson. Metode newton-raphson dapat memberikan nilai
iterasi yang dekat dengan nilai awal. Iterasi newton-raphson dapat
digunakan sebagai metode iterasi agar didapatkan nilai yang konsisten
terhadap perubahan (Chun, 2005).
𝑥𝑛 = 𝑥𝑛−1 −𝑓(𝑥𝑛−1)
𝑓′(𝑥𝑛−1) (2.31)
dengan 𝑥 adalah nilai yang dicari, dan 𝑓(𝑥𝑛 − 1) dan 𝑓′(𝑥𝑛 − 1)
adalah hasil perhitungan 𝑥 sebagai estimasi hasil iterasi (Chun, 2005).
Pemodelan geolistrik didapatkan dari data kalkulasi. Data
kalkulasi geolistrik didapatkan dengan resistivitas kalkulasi dan
kedalaman semu. Model inversi mendapatkan nilai resistivitas inversi
dan kedalaman inversi. Persamaan inversi yang digunakan dapat
menunjukkan hasil perhitungan inversi yang berbeda. Perbedaan hasil
inversi dapat dihubungkan dari sensitivitas (Loke, 1999).
𝐹1𝐷(𝑧) =2𝑧
𝜋(𝑎2+4𝑧2)1.5 (2.32)
dengan 𝐹1𝐷 adalah fungsi sensitivitas 1-dimensi, 𝑧 adalah kedalaman
inversi, dan 𝑎 adalah sepasi elektroda (Loke, 2004).
Proses penghalusan data dilakukan agar didapatkan nilai
resistivitas yang berdekatan. Proses penghalusan dapat dilakukan
dengan persamaan spline cubic. Persamaan spline cubic dapat
memodifikasi jumlah data. Persamaan spline cubic dapat digunakan
dalam proses interpolasi data, tetapi persamaan spline cubic dalam
inversi resistivitas digunakan sebagai metode penghalus data lapangan
(Sempena, 2011).
𝑆𝑘(𝑥) = 𝑎𝑘𝑥3 + 𝑏𝑘𝑥2 + 𝑐𝑘𝑥 + 𝑑𝑘 (2.33)
dengan 𝑎𝑘, 𝑏𝑘, 𝑐𝑘, dan 𝑑𝑘 adalah tetapan yang belum diketahui, dan
k = 1, 2, …. n (Sempena, 2011).
23
2.9 Penelitian Air Bawah Tanah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh pihak BPPD Kabupaten
Pasuruan didapatkan hasil konversi data ke dalam bentuk resistivity
log dengan kedalaman yang disesuaikan dengan nilai resistivitas
observasi dan kalkulasi. Data lapangan desa-desa penelitian dapat
dimodelkan dengan bantuan komputasi software IPI2win dan Progress
3.0. Data konversi data ke dalam bentuk logaritma resistivitas untuk
Desa Pucangsari, didapatkan bahwa hasil pengukuran pengukuran di
lima titik geolistrik didapatkan lapisan akuifer pada kedalaman 80-150
meter. Lapisan akuifer di Desa Semut didapatkan pada kedalaman
111,18-141,16 meter dengan resistivitas 99 ohm.m. Lapisan akuifer di
Desa Dawuhan-Sengon didapatkan pada kedalaman 89-109,18 meter
dengn nilai resistivitas yaitu 197,31 ohm.m. Lapisan akuifer di Desa
Gerbo didapatkan pada kedalaman 80-121,89 meter dengan nilai
resistivitas yaitu 91,09 ohm.m. Titik pengukuran secara ves di Dusun
Suruhgalih Desa Pucangsari didapatkan kapasitas debit produksi
sebesar 2,89 L/detik (BPPD, 2016).
Pemodelan dengan damped least square dapat diterapkan
dengan model banyak data. Persamaan damped least square memiliki
kekurangan dalam pemodelan pada kedalaman yang dalam. Hal ini
disebabkan oleh adanya teknik singular value decomposition yang
efektif untuk ukuran matriks bujur sangkar. Pemodelan dengan teknik
ini dapat diatasi dengan jumlah lapisan yang lebih sedikit (Ekinci &
Demirci, 2008).
Gambar 2.10 Resistivitas Semu dan Inversi (Hamimu, dkk, 2015).
24
Pemodelan inversi dapat dilakukan dengan cara memberikan
parameter inputan pada tahap forward modelling. Pemodelan dengan
teknik ini memudahkan dalam menyelaraskan kurva resistivitas semu
dan parameter model data, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
2.10. Kurva berwarna hitam menunjukkan penghalusan data untuk
menghilangkan noise. Kurva berwarna hijau merupakan parameter
inversi dari parameter inputan (Hamimu, dkk, 2015).
Gambar 2.11 Resistivitas Semu dan Inversi dengan SVD (Ekinci &
Demirci, 2008).
Pemodelan dengan bantuan teknik singular value
decomposition dengan parameter inputan dapat memberikan solusi
untuk kedalaman inversi yang lebih dalam, seperti yang dicontohkan
oleh Gambar 2.11. Hal ini digunakan untuk memodifikasi inversi
ridge regression dengan persamaan singular value decomposition.
Parameter model yang digunakan ditempatkan pada forward
modelling yang selanjutnya menjadi model parameter data. Terdapat
cara untuk mengatasi kekurangan singular value decomposition yaitu
melakukan penghalusan data dengan regresi data least square (Ekinci
& Demirci, 2008).
25
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian air bawah tanah ini dilakukan pada tanggal 1 Maret
2017 s/d 1 Juli 2017. Penelitian ini bertempat di Desa Kepuh,
Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan.
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini dilakukan di Desa Kepuh, Kecamatan
Kejayan, Kabupaten Pasuruan.
Gambar 3.1 Desain Survei Akuisisi Data Lapangan
Lokasi titik pengambilan data lapangan yang didapatkan
dengan cara pengeplotan titik pada Map Source dan dilanjutkan
dengan pengeplotan ulang pada Google Earth. Pemilihan titik
pengambilan data ditentukan dari hasil survei lapangan. Titik
pengambilan data lapangan berjumlah 4 titik geolistrik dengan jarak
antar titik geolistrik sebesar 150 meter, seperti yang digambarkan oleh
Gambar 3.1. Jarak terjauh antar titik geolistrik memiliki jarak 450
meter. Daerah penelitian berada pada zona UTM 49S. Lokasi
penelitian berada pada 13,5 kilometer dari garis pantai utara.
26
Gambar 3.2 Peta Geologi Penelitian (BPPD, 2016).
Lokasi pengambilan data lapangan dilakukan di Desa Kepuh.
Lokasi sumber air bawah tanah dapat ditemukan di Desa Randu Gong.
Pertimbangan lokasi penelitian atas dasar perbedaan data geologi
penelitian yang didapatkan, seperti yang digambarkan oleh Gambar
3.2. Terdapat 4 titik geolistrik yang dijadikan penelitian di Desa
Kepuh. Terdapat 2 titik sumur produksi aktif di Desa Randu Gong.
Sumur produksi sebagai acuan dalam pengolahan data lapangan. Desa
Randu Gong dan Desa Kepuh memiliki jenis batuan yang berbeda.
Desa Kepuh memiliki jenis batuan Gunungapi Tengger pada waktu
geologi pleistosen akhir, sedangkan Desa Randu Gong memiliki jenis
batuan Tuf Rabano pada waktu geologi pleistosen akhir hingga
holosen.
27
Gambar 3.3 Peta Kualitas Air Tanah Penelitian (BPPD, 2016)
Salah satu kualitas air tanah dapat ditandai dengan keberadaan
logam berat yang rendah. Keberadaan logam berat yang rendah
ditunjukkan oleh Gambar 3.3 dengan wilayah yang berwarna biru.
Lokasi penelitian berada pada wilayah yang terhindar dari logam
berat. Wilayah yang ditandai dengan warna biru menandakan kualitas
air tanah yang layak untuk dikonsumsi sebagai air minum. Terdapat 4
titik geolistrik yang berada pada wilayah yang ditandai dengan warna
biru. Terdapat 2 titik sumur produksi yang berada pada wilayah yang
ditandai dengan warna biru. Lokasi penelitian berjarak 1,5 kilometer
dari zona adanya logam berat bagian selatan dengan ditandai oleh
warna kuning pada Gambar 3.3, sedangkan lokasi sumur produksi
berjarak 1,6 kilometer dari bagian timur. Dari titik pusat zona rawan
logam berat, lokasi penelitian berjarak 2,7 kilometer dari bagian
selatan, sedangkan sumur produksi berjarak 4,1 kilometer dari bagian
timur. Pada zona rawan logam berat bagian barat, lokasi penelitian
berjarak 3,1 kilometer, sedangkan sumur produksi berada pada jarak
3 kilometer. Pada pusat zona rawan logam berat bagian barat, lokasi
penelitian berada pada jarak 5,1 kilometer, sedangkan sumur produksi
berada pada jarak 4,8 kilometer. Daerah penelitian dan sumur
produksi termasuk daerah yang memiliki kualitas air tanah yang baik.
Hal ini dapat ditandai dengan lokasi yang berada pada wilayah yang
ditandai dengan warna biru.
28
3.3 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini meliputi kerangka kerja dan alur
pengolahan data.
29
Gambar 3.4 Kerangka Pelaksanaan Tugas Akhir.
Gambar 3.4 menunjukkan alur kerja mahasiswa dalam
pelaksanaan tugas akhir. Penelitian ini didahului dengan studi untuk
memahami lebih dalam mengenai tinjauan pustaka geolistrik
setempat. Tinjauan pustaka yang dipelajari meliputi hasil penelitian
geolistrik dan geologi setempat. Hasil studi literatur dan survei lokasi
digunakan untuk penentu lokasi pengambilan data lapangan.
Pengambilan data lapangan dilakukan agar didapatkan data penelitian.
Tahap pengolahan data geolistrik dilakukan agar didapatkan model
inversi bawah permukaan tanah dengan baik. Tahap berikutnya adalah
interpretasi data dari hasil pengolahan data geolistrik dengan bantuan
data geologi yang ada. Interpretasi dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Interpretasi secara kualitatif ditinjau dari model lapisan
resistivitas inversi, sedangkan interpretasi secara kuantitatif dilakukan
dari nilai resistivitas inversi. Hasil interpretasi menentukan
kesimpulan penelitian. Luaran dari penelitian ini berupa laporan
penelitian air bawah tanah.
30
31
Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Data Resistivitas.
Gambar 3.5 menunjukkan tahap-tahap komputasi pengolahan
data lapangan dari kedalaman dan resistivitas semu hingga didapatkan
kedalaman dan resistivitas inversi. Pengolahan data dimulai dengan
parameter input berupa data lapangan. Data lapangan yang diinput
adalah nilai n, resistansi, arus listrik, spasi elektroda, dan jarak antar
elektroda terjauh tiap datum. Data lapangan dihitung hingga
didapatkan nilai resistivitas semu dan kedalaman. Regresi data
dilakukan agar didapatkan resistivitas kalkulasi dari resistivitas semu.
Resistivitas kalkulasi dan semu serta ketebalan dari kedalaman datum
dihitung hingga didapatkan nilai resistivitas transformasi linier. Hasil
transformasi linier digunakan sebagai parameter kontrol dalam
pembuatan matriks jacobi karena pada tahap pembuatan matriks
jacobi terdapat parameter inputan sebagai pertimbangan model
inversi. Parameter inputan matriks jacobi adalah resistivitas kalkulasi
dan kedalaman hingga didapatkan galat rms. Jika nilai galat lebih kecil
dari 10% maka alur program dilanjutkan dengan pemisahan matriks
jacobi hingga menjadi tiga matriks serta perhitungan nilai faktor
damping. Inversi dimulai dengan perhitungan matriks jacobi hingga
persamaan damped least square. Hasil inversi berupa resistivitas
inversi dan ketebalan lapisan. Luaran dari komputasi penelitian ini
berupa pengeplotan pada grafik semilog.
32
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Prosedur
Penelitian ini dibantu dengan seperangkat McOhm EL-OYO,
alat tulis menulis, rol meter, GPS, kamera, dan perangkat lunak berupa
Map Source, Google Earth, Microsoft Excell, NotePad, dan Matlab.
Seperangkat McOhm EL-OYO berfungsi sebagai instrumen dalam
pengambilan data lapangan di Desa Kepuh. Alat tulis menulis
berfungsi sebagai catatan pengambilan data lapangan sementara. Rol
meter berfungsi sebagai pengukur jarak antar elektroda. GPS
berfungsi sebagai penentu titik koordinat pengambilan data lapangan.
Kamera berfungsi sebagai dokumentasi penelitian. Map Source
berfungsi sebagai penginputan koordinat pada peta model vektor.
Google Earth berfungsi sebagai penginputan koordinat pada peta
model raster. Microsoft Excell berfungsi sebagai kumpulan data
penelitian. NotePad berfungsi sebagai perangkat bantuan dalam
pengolahan data secara numerik. Matlab berfungsi sebagai perangkat
lunak pengolahan data secara numerik.
Mula-mula penelitian dilakukan dengan studi literatur dan
dilanjutkan dengan survei lokasi dengan GPS dan kamera. Beberapa
titik pengambilan data didapatkan dengan pengeplotan titik koordinat
dengan GPS. Titik koordinat pengambilan data ditulis ulang dalam
catatan. Kemudian dilakukan survei pengambilan data lapangan
dengan seperangkat McOhm EL-OYO. Data lapangan dicatat
sementara di catatan yang selanjutnya direkap ulang di Ms. Excell.
Koordinat lapangan diplot ulang dalam Map Source dan Google Earth
agar didapatkan citra satelit dari titik pengambilan data lapangan.
Rekapan data lapangan disimpan dalam format NotePad sebelum
komputasi numerik inversi dilakukan. Data lapangan dalam NotePad
diinput dalam program Matlab agar didapatkan model lapisan vertikal
ke bawah dan model pseudo cross-section dan resistivity cross-
section.
34
4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Titik Geolistrik 1
Titik geolistrik 1 terletak pada koordinat 7° 44 '25,50" LS dan
112° 51' 20,17" BT berada pada formasi batuan Gunungapi Tengger,
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Formasi Gunungapi
Tengger terdiri dari tuf pasiran, tuf batuapung, tuf abu, dan aglomerat.
Titik geolistrik 1 berada di tepi sawah dan tepi jalan raya. Jalan raya
terbuat dari aspal dan terdapat vegetasi di sekitar jalan raya. Air
permukaan di sekitar titik geolistrik 1 berwarna cerah dan layak untuk
diproses sebagai air minum. Pengambilan data lapangan dilakukan
dengan memindahkan elektroda dari titik geolistrik melebar ke arah
utara dan selatan. Sepasi elektroda yang digunakan adalah 10 meter
hingga n ke-17.
Gambar 4.1 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 1
35
Gambar 4.1 didapatkan dari hasil pengolahan data secara
numerik yang dilakukan dengan persamaan damped least square
dengan teknik singular value decomposition. Garis berwarna hitam
adalah hasil regresi data dengan least square, sehingga nilai
resistivitas kalkulasi didapatkan. Hasil regresi data dengan least
square dapat dilihat bahwa terdapat kecocokan dengan resistivitas
semu. Garis berwarna hijau adalah nilai transformasi filter linier yang
bernilai 29,82 ohm.m. Hasil transformasi filter linier memiliki nilai
yang berada pada rentang resistivitas kalkulasi. Data geolistrik
berjumlah 17 datum, sehingga jumlah lapisan pada saat inversi
dilakukan berjumlah 17 lapis. Galat rms yang didapatkan sebesar
1,01% dengan iterasi model sebanyak 76 kali. Sensitivitas dari data
lapangan sebesar 0,000320.
Tabel 4.1 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 1
No Ketebalan
(m)
Kedalaman
(m)
Resistivitas (ohm.m)
Semu Kalkulasi Inversi
1 6,49 6,49 17,44 17,38 14,04
2 7,45 13,95 21,35 21,77 17,82
3 6,40 20,35 25,26 25,32 0,31
4 6,93 27,28 28,43 28,14 21,67
5 8,26 35,54 30,87 30,30 46,89
6 6,81 42,35 32,66 31,92 67,83
7 7,47 49,82 33,43 33,07 16,45
8 7,19 57,01 32,80 33,86 22,13
9 6,56 63,57 32,52 34,36 5,95
10 7,82 71,39 34,56 34,68 11,01
11 6,45 77,85 34,21 34,91 105,64
12 6,69 84,54 36,76 35,14 33,65
13 6,53 91,07 35,74 35,46 257,42
14 6,51 97,58 42,88 35,97 72,57
15 6,32 103,91 28,27 36,75 291,49
16 6,97 110,87 38,45 37,90 356,76
17 - Inf 40,86 39,52 837,85
36
Informasi tentang keberadaan air bawah tanah dapat dilihat dari
Tabel 4.1 dengan mengacu pada Tabel 2. Parameter inversi dari tabel
4.1 menunjukkan adanya air resapan permukaan tanah hingga pada
kedalaman 20 meter dengan resistivitas 0,31 ohm.m. Terdapat lapisan
kedap air bagian atas pada kedalaman 20,35 – 57,01 meter dari
permukaan tanah. Air bawah tanah yang terkomputasikan berada pada
rentang kedalaman 57,01 – 63,57 meter dengan resistivitas inversi
sebesar 5,95 ohm.m. Terdapat lapisan kedap air bagian bawah pada
kedalaman 63,57 – 110,87 meter. Lapisan basement sebagai pondasi
formasi akuifer berada pada kedalaman lebih besar dari 110,87 meter
dengan resistivitas 837,85 ohm.m.
Gambar 4.2 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 1
Gambar 4.2 menunjukkan grafik dan tabel resistivitas dengan
inversi ridge regression. Dari Gambar 4.2, dapat disimpulkan bahwa
air resapan permukaan berada pada kedalaman hingga 9,02 meter dari
permukaan tanah. Terdapat lapisan kedap air pada kedalaman 9,02 –
27,20 meter. Lokasi air bawah tanah berada pada kedalaman 27,20 –
47,40 meter. Lapisan kedap air bagian bawah terletak pada kedalaman
47,40 – 119 meter. Kedalaman yang lebih dalam dari 119 meter adalah
37
lapisan basement dari formasi akuifer dengan resistivitas 7519 ohm.m.
Galat rms yang didapatkan adalah 3,3%. Hasil inversi dengan IPI2win
tidak menunjukkan seberapa banyak iterasi model yang digunakan.
Pengolahan data ridge regression dengan IPI2win pada Gambar
4.2 dan inversi damped least square Matlab pada Gambar 4.1
memiliki hasil yang berbeda. Hasil pemodelan dengan inversi ridge
regression menampilkan adanya lapisan akuifer setengah tertekan,
sedangkan inversi damped least square menampilkan lapisan akuifer
setengah tertekan dengan kantong air tanah. Dari pembahasan pada
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dapat diartikan bahwa lapisan resapan air
tanah memiliki jenis batuan yaitu tuf batuapung. Batuan lapisan kedap
air bagian atas yaitu tuf abu dan aglomerat. Batuan lapisan akuifer
yaitu tuf pasiran. Batuan kedap air bagian bawah yaitu tuf abu dan
aglomerat, sedangkan kantong air memiliki jenis batuan tuf pasiran.
4.2.2 Titik Geolistrik 2
Titik geolistrik 2 berada pada koordinat 7° 44' 25,22" LS dan
112° 51' 15,77" BT, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Titik
geolistrik 2 berada pada formasi batuan Gunungapi Tengger yang
terdiri dari tuf pasiran, tuf batuapung, tuf abu, dan aglomerat. Titik
geolistrik 2 berada di tepi sawah dan bekas panen padi. Titik geolistrik
2 berada pada jarak 150 meter ke arah barat dari titik geolistrik 1.
Pengambilan data lapangan dilakukan dengan memindahkan
elektroda arus secara melebar dari titik geolistrik ke arah utara dan
selatan. Sepasi elektroda yang digunakan adalah 10 meter hingga pada
n ke-17.
38
Gambar 4.3 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 2
Gambar 4.3 merupakan hasil dari pengolahan data secara
numerik yang didapatkan parameter inversi dengan ditunjukkan oleh
garis berwarna biru. Resistivitas kalkulasi ditunjukkan oleh garis
berwarna hitam. Garis berwarna hijau adalah nilai transformasi filter
linier yang bernilai 29,62 ohm.m. Hasil pengolahan data pada Gambar
4.3 berhenti pada iterasi 79 kali. Galat model didapatkan sebesar
0.88%. Sensitivitas yang didapatkan bernilai 0,000322.
39
Tabel 4.2 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 2
No Ketebalan
(m)
Kedalaman
(m)
Resistivitas (ohm.m)
Semu Kalkulasi Inversi
1 7,43 7,43 10,43 10,14 0,05
2 5,56 12,99 14,14 14,99 5,72
3 5,78 18,76 18,66 19,15 19,22
4 6,60 25,36 23,25 22,68 27,13
5 6,29 31,65 27,33 25,69 24,70
6 8,99 40,63 28,37 28,25 51,59
7 5,34 45,97 30,35 30,44 19,26
8 6,77 52,74 31,67 32,34 98,44
9 8,50 61,24 33,22 34,03 45,61
10 8,09 69,32 35,42 35,61 2,87
11 5,96 75,28 35,25 37,14 16,62
12 7,73 83,01 39,21 38,72 284,85
13 7,18 90,19 42,88 40,42 93,08
14 6,13 96,32 44,53 42,33 12,79
15 4,99 101,31 41,47 44,52 51,05
16 6,44 107,75 47,00 47,09 40,53
17 - Inf 50,47 50,10 3559,60
Tabel 4.2 merupakan parameter inversi dari hasil pengolahan
data secara numerik yang telah ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Dari
Tabel 4.2, didapatkan bahwa air resapan permukaan tanah hingga pada
kedalaman 12,99 meter. Hal ini dikarenakan titik geolistrik 2 berada
di dalam petak sawah bekas panen padi, sehingga terdapat kandungan
air yang lebih banyak dari titik geolistrik 1. Lapisan kedap air bagian
atas dapat diinterpretasikan berada pada kedalaman 12,99 – 61,24
meter. Lokasi kedalaman akuifer berada pada kedalaman 61,24 –
69,32 meter dengan ketebalan lapisan sebesar 8,09 meter dan
resistivitas inversi 2,87 ohm.m. Lapisan kedap air bagian bawah
terdapat pada kedalaman 69,32 – 107,75 meter. Lapisan basement
sebagai pondasi formasi akuifer didapatkan pada kedalaman 107,75
meter dengan resistivitas inversi sebesar 3559,60 ohm.m.
40
Gambar 4.4 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 2
Pengolahan data titik geolistrik 2 didapatkan dari hasil inversi
ridge regression berupa grafik dan tabel inversi, seperti pada Gambar
4.4. Terdapat air resapan permukaan tanah hingga kedalaman 9,02
meter dengan resistivitas 3,26 ohm.m. Terdapat lapisan kedap air
bagian atas pada kedalaman 9,02 – 27,20 meter. Lokasi air bawah
tanah berada pada kedalaman 27,20 – 32,80 meter. Lapisan kedap air
bagian bawah terletak pada kedalaman 32,80 – 119 meter. Lapisan
basement terletak pada kedalaman lebih besar dari 119 meter dengan
resistivitas 3372 ohm.m. Galat rms yang didapatkan adalah 3,21%.
Hasil inversi dengan IPI2win tidak menunjukkan seberapa banyak
iterasi model yang digunakan.
Dari uraian Gambar 4.4 dan Tabel 4.2, dapat disimpulkan
bahwa model lapisan vertikal titik geolistrik 2 memiliki formasi
akuifer setengah tertekan. Lapisan resapan air tanah memiliki jenis
batuan tuf batuapung. Batuan lapisan kedap air bagian atas yaitu tuf
abu dan aglomerat. Batuan lapisan akuifer yaitu tuf pasiran. Batuan
kedap air bagian bawah yaitu tuf abu dan aglomerat. Sebaran kantong
air memiliki jenis batuan tuf pasiran.
41
4.2.3 Titik Geolistrik 3
Titik geolistrik 3 terletak pada koordinat 7° 44' 24,94" LS dan
112° 51' 10,88" BT dan berada pada formasi Gunungapi Tengger,
seperti yang telah ditunjukkan oleh Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.
Formasi Gunungapi Tengger terdiri dari tuf pasiran, tuf batuapung, tuf
abu, dan aglomerat. Titik geolistrik 3 berada di tepi sawah. Kondisi
tanah kering dan tidak berair. Pengambilan data lapangan dilakukan
dengan memindahkan elektroda arus dari titik geolistrik ke arah utara
dan selatan. Sepasi elektroda yang digunakan adalah 10 meter hingga
pada n ke-17.
Gambar 4.5 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 3
Gambar 4.5 merupakan hasil pengolahan data secara numerik
pada titik geolistrik 4 dengan persamaan damped least square. Garis
berwarna hitam adalah resistivitas kalkulasi dari titik geolistrik 4.
Garis berwarna hijau adalah nilai transformasi filter linier yang
bernilai 33,62 ohm.m. Hasil pengolahan data numerik pada titik
geolistrik 4 memiliki galat sebesar 1,32% dengan iterasi model
42
sebanyak 68 kali. Sensitivitas pada titik geolistrik 4 didapatkan
sebesar 0,000365.
Tabel 4.3 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 3
No Ketebalan
(m)
Kedalaman
(m)
Resistivitas (ohm.m)
Semu Kalkulasi Inversi
1 5,93 5,93 16,23 14,55 11,90
2 5,82 11,74 20,26 21,13 16,71
3 6,34 18,08 24,98 26,50 34,67
4 6,04 24,12 30,32 30,79 170,56
5 7,89 32,01 33,46 34,12 57,27
6 8,54 40,55 37,28 36,62 81,43
7 5,87 46,42 39,14 38,41 18,98
8 5,72 52,15 40,15 39,60 8,45
9 6,16 58,31 41,70 40,33 467,86
10 5,97 64,27 39,74 40,72 617,80
11 6,58 70,85 40,43 40,89 315,17
12 6,59 77,44 44,11 40,96 460,46
13 5,91 83,35 37,17 41,06 48,15
14 5,90 89,25 41,23 41,31 363,73
15 6,92 96,18 43,35 41,84 1022,11
16 5,89 102,07 40,59 42,76 1349,60
17 - Inf 45,66 44,20 578,04
Tabel 4.3 merupakan hasil inversi titik geolistrik 3 yang telah
dikomputasikan oleh program Matlab. Air resapan permukaan tanah
hingga pada kedalaman 5,93 meter. Lapisan kedap air bagian atas pada
kedalaman 5,93 – 46,42 meter. Lapisan akuifer berada pada
kedalaman 46,42 – 52,15 meter dengan ketebalan lapisan 5,72 meter
dan resistivitas inversi 8,45 ohm.m. Lapisan kedap air bagian bawah
pada kedalaman 52,15 – 102,07 meter. Lapisan basement formasi
akuifer mulai pada kedalaman 102,07 meter dengan nilai resistivitas
inversi 578,04 ohm.m.
43
Gambar 4.6 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 3
Titik geolistrik 3 memiliki tanda-tanda adanya air bawah tanah,
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Air resapan permukaan
tanah sampai kedalaman 9,02 meter. Terdapat lapisan kedap air bagian
atas pada kedalaman 9,02 – 27,20 meter. Lapisan akuifer berada pada
kedalaman 27,2 – 32,80 meter dengan resistivitas sebesar 9,58 ohm.m,
dan kedalaman 32,80 – 39,40 meter dengan resistivitas 7,10 ohm.m,
serta kedalaman 39,40 – 47,40 meter dengan resistivitas 9,78 ohm.m.
Lapisan kedap air bagian bawah pada kedalaman 47,40 – 119 meter,
sedangkan lapisan basement berada pada kedalaman lebih dari 119
meter dengan resistivitas 3973 ohm.m.
Model lapisan vertikal titik geolistrik 3 memiliki formasi
akuifer setengah tertekan. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya jenis
batuan lempung pada peta geologi daerah penelitian seperti pada
Gambar 3.2. Lapisan resapan air tanah memiliki jenis batuan tuf
batuapung. Batuan lapisan kedap air bagian atas yaitu tuf abu dan
aglomerat. Batuan lapisan akuifer yaitu tuf pasiran. Batuan kedap air
bagian bawah yaitu tuf abu dan aglomerat. Kantong air memiliki jenis
batuan tuf pasiran.
44
4.2.4 Titik Geolistrik 4
Titik geolistrik 4 terletak pada koordinat 7° 44' 24,59" LS dan
112° 51' 5,67" BT, seperti pada Gambar 3.1, sedangkan formasi
batuan titik geolistrik 4 berada pada formasi batuan Gunungapi
Tengger, yang telah ditunjukkan oleh Gambar 3.2. Formasi
Gunungapi Tengger terdiri dari tuf pasiran, tuf batuapung, tuf abu, dan
aglomerat. Titik geolistrik 4 berada di tepi sawah. Kondisi tanah
sedikit kering. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan
memindahkan elektroda arus sesuai dengan pola dari konfigurasi
wenner-schlumberger. Sepasi elektroda yang digunakan adalah 10
meter hingga n ke-17.
Gambar 4.7 Hasil Komputasi Matlab pada Titik Geolistrik 4
Gambar 4.7 merupakan hasil dari perhitungan inversi secara
numerik. Garis berwarna hitam adalah resistivitas kalkulasi dari hasil
pengolahan data lapangan. Garis berwarna hijau adalah nilai
45
transformasi filter linier yang bernilai 32,58 ohm.m. Galat rms
didapatkan sebesar 1,09%, sedangkan sensitivitas titik geolistrik 4
adalah 0,000320.
Tabel 4.4 Parameter Inversi Matlab Titik Geolistrik 4
No Ketebalan
(m)
Kedalaman
(m)
Resistivitas (ohm.m)
Semu Kalkulasi Inversi
1 6,95 6,95 13,79 13,48 15,21
2 7,21 14,16 16,73 17,89 14,32
3 5,78 19,94 21,21 21,72 5,73
4 6,15 26,09 27,17 25,05 49,86
5 6,33 32,42 27,80 27,94 52,68
6 6,73 39,15 30,68 30,48 42,81
7 5,08 44,24 32,99 32,73 49,49
8 7,83 52,06 35,06 34,76 162,30
9 8,21 60,27 34,64 36,66 8,51
10 5,57 65,85 38,88 38,48 11,51
11 7,50 73,34 38,36 40,31 444,57
12 8,65 81,99 42,88 42,22 136,82
13 5,97 87,96 47,17 44,28 19,00
14 5,34 93,30 44,53 46,57 678,20
15 4,45 97,75 50,89 49,15 1119,44
16 4,79 102,54 51,27 52,10 2670,00
17 - Inf 55,28 55,50 4748,89
Tabel 4.4 merupakan hasil inversi damped least square dari
Matlab yang menunjukkan adanya air bawah tanah. Air resapan
permukaan tanah berada pada kedalaman hingga 19,94 meter.
Terdapat lapisan kedap air bagian atas pada kedalaman 19,94 – 52,06
meter. Lapisan akuifer berada pada kedalaman 52,06 – 60,27 meter
dengan resistivitas inversi 8,51 ohm.m dan ketebalan lapisan 8,21
meter. Terdapat lapisan kedap air bagian bawah pada kedalaman 60,27
– 102,54 meter. Lapisan basement mulai pada kedalaman 102,54
meter dengan nilai resistivitas inversi 4748,89 ohm.m.
46
Gambar 4.8 Hasil IPI2win pada Titik Geolistrik 4
Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa air resapan permukaan sampai
pada kedalaman 9,02 meter. Lapisan kedap air bagian atas dapat
diinterpretasikan pada kedalaman 9,02 – 18,80 meter. Lapisan akuifer
berada pada kedalaman 18,80 – 22,70 meter dengan resistivitas
sebesar 11,30 ohm.m, dan kedalaman 22,70 – 27,20 meter dengan
resistivitas 12,20 ohm.m. Terdapat lapisan kedap air bagian bawah
pada kedalaman 27,20 – 119 meter. Lapisan basement berada pada
kedalaman lebih dari 119 meter dengan resistivitas 2928 ohm.m.
Model lapisan vertikal titik geolistrik 4 memiliki formasi
akuifer setengah tertekan, hal ini disebabkan titik geolistrik 4 dalam
Gambar 3.2 tidak menunjukkan adanya batu lempung sebagai lapisan
kedap air yang impermeabel. Lapisan resapan air tanah memiliki jenis
batuan tuf batuapung. Batuan lapisan kedap air bagian atas yaitu tuf
abu dan aglomerat. Batuan lapisan akuifer yaitu tuf pasiran. Batuan
kedap air bagian bawah yaitu tuf abu dan aglomerat, sedangkan
kantong air tanah memiliki jenis batuan tuf pasiran.
Titik geolistrik 4 dapat ditemukan tuf batuapung di permukaan
tanah, seperti pada Gambar 3.2. Tuf batuapung dapat ditemukan di
sebelah barat titik geolistrik 4. Titik geolistrik 4 berada di sebelah
47
barat dari titik geolistrik 3, seperti pada Gambar 3.1. Hal ini dilakukan
agar didapatkan hasil inversi yang mendapatkan target lapisan akuifer.
Titik geolistrik 4 memiliki ketebalan lapisan akuifer 8,21 meter
sebagai lapisan yang terisi oleh air bawah tanah. Air bawah tanah
dapat berasal dari resapan air sawah, resapan air hujan, dan aliran air
bawah tanah dari tempat yang lain.
4.2.5 Interpolasi Antar Titik Geolistrik
Interpolasi antar titik geolistrik digunakan untuk mendapatkan
model penampang bawah permukaan tanah. Interpolasi antar titik
geolistrik dapat digunakan sebagai cara untuk melihat hubungan antar
titik geolistrik. Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa jarak antar titik
geolistrik memiliki jarak 150 meter dan jarak antar titik geolistrik
terjauh memiliki jarak 450 meter. Interpolasi antar titik geolistrik
menggunakan xyz sebagai (jarak antar titik geolistrik, kedalaman
inversi, resistivitas inversi), seperti pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8
serta Gambar 4.9. Interpolasi data inversi menggunakan toolbox dari
Matlab dan hasil software IPI2win.
Gambar 4.9 Hasil Interpolasi Nearest Neighbor Matlab Antar Titik
Geolistrik
48
Interpolasi yang digunakan pada Gambar 4.9 adalah interpolasi
nearest neighbor dengan skala resistivitas inversi berkisar dari 0,01 –
50 ohm.m. Kedalaman maksimal interpolasi data yaitu 110,87 meter
dengan jumlah datum sebanyak 68 datum. Lapisan resapan air
permukaan tanah didapatkan hingga kedalaman 20 meter. Lapisan
kedap air terletak pada kedalaman 20 – 38 meter. Lapisan air bawah
tanah terdapat pada kedalaman 38 - 50 meter untuk titik geolistrik 1,
2, dan 3, sedangkan titik geolistrik 4 berada pada kedalaman 50 – 60
meter. Titik geolistrik 1 dan 2 menunjukkan adanya tanda-tanda air
tanah pada kedalaman 55 – 65 meter. Lapisan akuifer antar titik
geolistrik sedikit menyempit antara titik geolistrik 3 dan titik geolistrik
4. Lapisan kedap air berada pada kedalaman lebih dari 65 meter.
Kantong air tanah tersebar mulai dari kedalaman 80 meter pada titik
geolistrik 1, dan kedalaman 90 meter pada titik geolistrik 2, serta
kedalaman 80 meter pada titik geolistrik 4. Bagian yang memiliki
warna putih pada Gambar 4.11 dapat dilengkapi pada model nearest
neighbor dengan mengisi bagian yang kosong dengan informasi
datum pada titik datum yang paling dekat, sesuai dengan Gambar 4.9.
Gambar 4.10 Hasil Interpolasi Nearest Neighbor IPI2win.
49
Dari Gambar 4.10 dapat disimpulkan bahwa resapan air
permukaan tanah terjadi hingga kedalaman 10 meter. Lapisan kedap
air bagian atas berada pada kedalaman 10 – 25 meter. Lapisan akuifer
terlihat pada kedalaman 25 – 55 meter. Lapisan kedap air bagian
bawah terdapat pada kedalaman 55 – 120 meter. Lapisan basement
terletak pada kedalaman lebih dari 120 meter. Model nearest neighbor
IPI2win memiliki nilai resistivitas inversi yang bervariasi dari 5,13 –
58 ohm.m dan tidak menunjukkan tanda-tanda adanya kantong air
bawah tanah di titik geolistrik 1, 2, 3, dan 4 seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 4.9.
Gambar 4.11 Hasil Interpolasi Linear Matlab Antar Titik Geolistrik.
Hasil interpolasi linear Matlab untuk titik geolistrik 1, 2, 3, dan
4 menunjukkan hasil yang lebih mendekati bentuk sebenarnya, seperti
pada Gambar 4.11. Model yang digambarkan oleh Gambar 4.11 dapat
menunjukkan lapisan resapan air permukaan tanah terjadi hingga pada
kedalaman 20 meter. Lapisan kedap air bagian atas berada pada
50
kedalaman 20 – 40 meter. Lapisan akuifer terletak pada kedalaman 40
– 45 meter dari permukaan tanah pada titik geolistrik 1, 2, dan 3,
sedangkan pada titik geolistrik 4 berada pada kedalaman 50 – 60
meter. Dari Gambar 4.11 dan Gambar 4.9 dapat disimpulkan bahwa
titik geolistrik 1 dan 2 memiliki hubungan dengan lapisan akuifer pada
kedalaman 55 – 65 meter. Lapisan kedap air bagian bawah dimulai
dari kedalaman 65 – 110,87 meter, sedangkan kantong air tanah
tersebar pada lapisan kedap air bagian bawah di titik geolistrik 2.
Kemenerusan lapisan akuifer terjadi pada kedalaman 45 meter.
Dari uraian Gambar 4.9 dan Gambar 4.11 dapat disimpulkan
sebagai rekomendasi pengeboran air bawah tanah. Rekomendasi
pengeboran air bawah tanah dapat dilakukan pada kedalaman 45 meter
untuk titik geolistrik 1, 2, dan 3, sedangkan titik geolistrik 4 berada
pada kedalaman 60 meter. Potensi air bawah tanah juga ditunjukkan
oleh adanya kantong air tanah pada kedalaman 80 meter pada titik
geolistrik 1, kedalaman 96 meter pada titik geolistrik 2, dan kedalaman
86 meter pada titik geolistrik 4, sehingga kantong air tanah dapat
direkomendasikan untuk diproduksi.
Gambar 4.12 Hasil Interpolasi Linear IPI2win Antar Titik
Geolistrik.
51
Dari Gambar 4.12, dapat dilihat bahwa hasil interpolasi linear
IPI2win dengan memiliki bentangan maksimal pada 450 meter dan
kedalaman 164 meter. Skala warna resistivitas berkisar dari 19,70 –
53,40 ohm.m, tetapi interval kedalaman yang digunakan IPI2win
memiliki interval nilai yang tidak sesuai. Skala kedalaman yang
ditunjukkan kurang sesuai dengan model resistivity cross-section
IPI2win. Skala warna sebagai parameter resistivitas tidak sesuai
dengan model resistivity cross-section IPI2win. Resistivitas yang
digambarkan oleh Gambar 4.12 hanya menunjukkan lapisan akuifer
terbuka hingga pada kedalaman 26,80 meter.
Interpolasi data dengan IPI2win terdapat kekurangan dalam
konsistensi cross-section, seperti yang telah tergambar pada Gambar
4.12. Model yang digambarkan oleh Gambar 4.12 menunjukkan
adanya formasi akuifer dengan urutan lapisan dari permukaan tanah,
yaitu lapisan akuifer, lapisan kedap air, dan lapisan basement. Hasil
interpolasi IPI2win pada Gambar 4.12 dan Matlab pada Gambar 4.11
memiliki perbedaan. Interpolasi dengan toolbox Matlab menggunakan
skala warna dari 0.01 – 50 ohm.m. Formasi akuifer dari Gambar 4.11
digambarkan dengan akuifer setengah tertekan pada kedalaman 40 –
45 meter dengan kantong air tanah yang tersebar pada kedalaman lebih
dari 65 meter. Gambar 4.11 dan Gambar 4.9 menunjukkan hasil
interpolasi dari resistivity cross-section Matlab sesuai dengan pseudo
cross-section Matlab.
52
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
53
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan, terdapat kesimpulan yang dapat
disampaikan, yaitu:
1. Desa Kepuh berada pada formasi Gunungapi Tengger waktu
geologi pleistosen akhir yang terdiri dari tuf pasiran, tuf
batuapung, tuf abu dan aglomerat. Batuan lapisan resapan air
permukaan yaitu tuf batuapung. Batuan kedap air bagian atas
yaitu tuf abu dan aglomerat. Batuan lapisan akuifer yaitu tuf
pasiran. Batuan kedap air bagian bawah yaitu tuf abu dan
aglomerat. Sebaran kantong air bawah tanah memiliki litologi
batuan tuf pasiran. Formasi akuifer lokasi penelitian adalah
akuifer setengah tertekan dengan kualitas air tanah yang baik.
2. Inversi titik geolistrik 1 menunjukkan lapisan akuifer yang
berada pada kedalaman 57,01 – 63,57 meter dengan ketebalan
lapisan 6,56 meter dan resistivitas inversi 5,95 ohm.m serta
kantong air pada kedalaman 77,85 – 84,54 meter dengan
ketebalan lapisan 6,69 meter dan resistivitas inversi 3,65
ohm.m. Pada titik geolistrik 2, lapisan akuifer terletak pada
kedalaman 61,24 – 69,32 meter dengan ketebalan lapisan 8.09
meter dengan resistivitas inversi 2,87 ohm.m serta kantong air
pada kedalaman 90,19 – 96,32 meter dengan ketebalan lapisan
6,13 meter dan resistivitas inversi 12,79 ohm.m. Pada titik
geolistrik 3, lapisan akuifer terletak pada kedalaman 46,42 –
52,15 meter dengan ketebalan lapisan 5,72 meter dengan
resistivitas 8,45 ohm.m serta kantong air pada kedalaman 77,44
– 83,35 meter dengan ketebalan lapisan 5,91 meter dan
resistivitas inversi 48,15 ohm.m. Pada titik geolistrik 4, lapisan
akuifer terletak pada kedalaman 52,06 – 60,27 meter dengan
ketebalan lapisan 8,21 meter dan resistivitas inversi 8,51 ohm.m
serta kantong air pada kedalaman 82,00 - 87,96 meter dengan
ketebalan lapisan 5,97 meter dan resistivitas inversi 19,00
ohm.m. Model titik geolistrik 1, 2, 3, dan 4 memiliki formasi
akuifer setengah tertekan dengan urutan lapisan tanah yaitu
54
lapisan resapan air tanah, lapisan kedap air, lapisan akuifer,
lapisan kedap air, dan basement.
3. Hasil interpolasi antar titik geolistrik 1, 2, 3, dan 4 dapat
ditunjukkan pada model resistivity cross-section Matlab dan
model pseudo cross-section Matlab yang bersesuaian dan
adanya lapisan akuifer setengah tertekan pada kedalaman 40 –
45 meter pada titik geolistrik 1, 2, dan 3 serta kedalaman 50 –
60 meter pada titik geolistrik 4.
4. Hasil inversi Matlab dengan damped least square memiliki
hasil secara kualitatif yang mirip dengan hasil inversi IPI2win.
Interpolasi data baik secara nearest neighbor dan linear dari
hasil inversi damped least square Matlab dapat menunjukkan
adanya kantong air tanah, sedangkan inversi ridge regression
IPI2win hanya terdapat lapisan akuifer setengah tertekan.
Modifikasi hasil inversi dengan damped least square Matlab
dapat menunjukkan posisi air tanah yang tersebar sebagai
kantong air tanah.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat saran yang dapat
disampaikan yaitu komputasi numerik diperlukan adanya formula
tetap untuk parameter test number, faktor damping dan perturbasi
model pada matriks jacobi yang belum terdapat formula tetap yang
dapat menentukan nilai parameter yang digunakan dalam proses
inversi data, sehingga komputasi numerik dapat menjadi lebih stabil.
55
DAFTAR PUSTAKA
Arnason, K. & Hersir, G. 1988. One Dimensional Inversion of
Schlumberger Resistivity Soundings: Computer Program,
Description and User's Guide, Reykjavik. Iceland: The United
Nations University. Aronoff, S. 1989. Geographic Information Systems: A Management
Perspective. Canadan. Ottawa: WDL Publication.
Bonita, R. & Mardyanto, M. 2015. Studi Water Balance Air Tanah di
Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
IV(1), pp. 21-26.
Badan Penelitian Pengembangan dan Diklat (BPPD). 2016. Titik
Geolistrik di Kecamatan Purwodadi. Pasuruan: Badan
Penelitian Pengembangan dan Diklat Kabupaten Pasuruan.
Chumairoh, I., Susilo, A. & Juwono, A. 2014. Identifikasi Litologi dan
Indikasi Patahan pada Daerah Karangkates Malang Selatan
dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipol-
Dipol. Physics Student Journal, 2(1).
Chun, C. 2005. Iterative methods improving newton's method by the
decomposition method. Computers & Mathematics with
Applications. 50(10-12), pp. 1559-1568.
Ekinci, Y. & Demirci, A. 2008. A Damped Least-Squares Inversion
Program for the Interpretation of Schlumberger Sounding
Curves. Applied Sciences, Volume 8, pp. 4070-4078.
Faizin, N. & Mustopa, E. 2015. Pemodelan dan Inversi 1-D Metode
Geolistrik Konfigurasi Schlumberger dengan Menggunakan
Matlab. Bandung, Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains 2015.
Grandis, H. 2009. Pengantar Pemodelan Inversi. Bandung: CV. Bumi
Printing.
Hadian, M., Mardiana, U., Abdurahman, O. & Iman, M. 2006.
Sebaran Akuifer dan Pola Aliran Air Tanah di Kecamatan
Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Propinsi
Banten. Jurnal Geologi Indonesia, 1(3), pp. 115-128.
Hamimu, L., Safani, J. & Ngkoimani, L. 2015. Developed Forward
and Inverse Modelling of Vertical Electrical Sounding (VES)
56
Using MATLAB Implementation. International Journal of
Science and Research (IJSR), 4(11), pp. 2319-7064.
Hendrajaya, L. & Arif, I. 1990. Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi:
Metode Eksplorasi. Bandung: Laboratorium Fisika Bumi
Institut Teknologi Bandung.
Koefoed, O. 1970. A Fast method for determining the layer
distribution from the raised kernel function in geoelectrical
soundings. Geophys. Prospect, 18(4), pp. 564-570.
Loke, M. 1999. Electrical Imaging Surveys for Environmental and
Engineering Studies. Kanada: Terraplus.
Loke, M. 2004. Tutorial: 2-D and 3-D Electrical Imaging Surveys.
Kanada: Terraplus.
Purnomo, S., Sunaryo & Hakim, L. 2011. Analisis Potensi Longsoran
pada Daerah Ranu Pani Menggunakan Metode Geolistrik
Resistivitas Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Jurnal
Neutrino, 4(1), pp. 79-84.
Reyes, A. 1999. Interpretation of Schlumberger and Magnetotelluric
Measurements: Examples from the Philippines and Iceland.
Reykjavik: The United Nations University.
Reynold, J. 1997. An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics. London: John Wiley & Sons Ltd.
Sanjaya, D. 2008. Aplikasi Metode Geolistrik dalam Menganalisis.
Jakarta: D3 Teknik Elektro Universitas Negeri Jakarta.
Sempena, S. 2011. Interpolasi Spline Kubik pada Trajektori Manusia.
Bandung: Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika.
Subekti, S. 2012. Studi Identifikasi Kebutuhan dan Potensi Air Baku
Air Minum Kabupaten Pasuruan. Momentum, VIII(2), pp. 43-
51.
Wenner, F. 1915. A Method for Measuring Earth Resistivity. Journal
of the Washington Academy of Sciences, 5(16), pp. 561-563.
Winarti, 2013. Metode Geolistrik untuk Mendeteksi Akuifer Air Tanah
di Daerah Sulit Air (Studi Kasus di Kecamatan Takeran, Poncol
dan Parang, Kabupaten Magetan). Angkasa, V(1), pp. 83-94.