Icd 10

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 50-70% kasus yang datang ke rumah sakit terutama di instalasi gawat darurat adalah kasus perlukaan atau trauma. Luka-luka ini dapat terjadi akibat dari kecelakaan, penganiayaan, bunuh diri, bencana, maupun terorisme. Seorang dokter, dalam tugas sehariharinya, selain melakukan pemeriksaan diagnostik serta memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun korban mati antara lain adalah adalah pembuatan Visum et Repertum (VeR). Fungsi dokter di Rumah Sakit terutama adalah menangani masalah kesehatan pasien. Dokter telah cukup tersita energinya dalam menangani begitu banyak pasien di Rumah Sakit, khususnya bagian bedah dan kebidanan yang banyak unsur kedaruratannya. Padahal permintaan keterangan (Visum et Repertum) yang paling banyak justru menyangkut masalah bedah dan kebidanan sehingga sangat dapat dimaklumi bila pembuatan keterangan untuk peradilan itu hanya “seadanyasaja sesuai dengan segala keterbatasan yang ada pada dokter. Hal ini akan mengakibatkan banyak hal-hal yang penting bagi pengungkapan perkara akan luput dari perhatian dokter.3 Penelitian di Jakarta4, memperlihatkan bahwa hanya 15,4 % 1

Transcript of Icd 10

Page 1: Icd 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekitar 50-70% kasus yang datang ke rumah sakit terutama di instalasi gawat

darurat adalah kasus perlukaan atau trauma. Luka-luka ini dapat terjadi akibat dari

kecelakaan, penganiayaan, bunuh diri, bencana, maupun terorisme. Seorang dokter,

dalam tugas sehariharinya, selain melakukan pemeriksaan diagnostik serta

memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien juga mempunyai tugas

melakukan pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, baik untuk

korban hidup maupun korban mati antara lain adalah adalah pembuatan Visum et

Repertum (VeR).

Fungsi dokter di Rumah Sakit terutama adalah menangani masalah kesehatan

pasien. Dokter telah cukup tersita energinya dalam menangani begitu banyak pasien

di Rumah Sakit, khususnya bagian bedah dan kebidanan yang banyak unsur

kedaruratannya. Padahal permintaan keterangan (Visum et Repertum) yang paling

banyak justru menyangkut masalah bedah dan kebidanan sehingga sangat dapat

dimaklumi bila pembuatan keterangan untuk peradilan itu hanya “seadanya” saja

sesuai dengan segala keterbatasan yang ada pada dokter. Hal ini akan mengakibatkan

banyak hal-hal yang penting bagi pengungkapan perkara akan luput dari perhatian

dokter.3 Penelitian di Jakarta4, memperlihatkan bahwa hanya 15,4 % dari VeR

perlukaan rumah sakit umum DKI Jakarta berkualitas baik dan di sebuah penelitian di

Pekanbaru5 menunjukkan bahwa 97,06 % berkualitas jelek dan tidak satu pun yang

memenuhi kriteria VeR yang baik.

Beban ini dapat lebih terasa lagi bila dokter tersebut harus dipanggil kedepan

sidang pengadilan. Banyak pekerjaan yang harus ditinggalkan, ditambah dengan

beban mental tersendiri karena tidak biasa meng-hadapi sidang pengadilan dan tempat

memberikan keterangan itu sama dengan kursi terdakwa.

Dari kegiatan ini akan dihasilkan data otopsi verbal yang harus dikelola ke

dalam sistem yang sudah terintegrasi untuk menghasilkan sebuah informasi berupa

pendukung diagnosa tentang identifikasi penyebab kematian berdasarkan symptoms

atau gejala yang berhubungan dengan penyakit yang dimiliki almarhum sebelum

meninggal. Dimana pada modul aplikasi yang sudah ada, untuk mendapatkan

informasi setiap modulnya, masih dilakukan secara manual.

1

Page 2: Icd 10

Karena form manual otopsi verbal standar WHO yang digunakan cukup

komplek, maka dibutuhkan sebuah aplikasi dengan validasi yang memadai untuk

meminimalisasi kesalahan input data. Sedangkan sumber data kematian yang didapat

dari form otopsi verbal tersebut harus bisa digali keterkaitan dan informasinya

berdasarkan data korespondensi penyebab kematian untuk otopsi verbal dengan kode

ICD-10.

ICD-10 merupakan standarisasi penyebab kematian berdasarkan data otopsi

verbal yang juga sudah disediakan oleh WHO melalui penelitian selama 3 tahun. Hal

ini untuk menghindari kerancuan atau pendapat subjective mengenai hasil data otopsi

verbal. Dengan memanfaatkan data otopsi verbal dan data korespondensi penyebab

kematian dengan kode ICD-10, dapat diketahui informasi identifikasi penyebab

kematian.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana penulisan penyebab kematian berdasarkan ICD 10

2. Untuk mengetahui bagaimana penulisan penyebab kematian berdasarkan

kepentingan hukum

3. Memberikan gambaran tentang cara penulisan penyebab kematian berdasarkan

kepentingan hukum

1.3 Manfaat

1. Pembaca dapat memperoleh gambaran mengenai cara penulisan penyebab kematian

berdasarkan ICD 10 dan kepentingan hukum

2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai cara penulisan penyebab kematian

berdasarkan ICD 10 dan kepentingan hukum

3. Menambah khazanah ilmu bagi para pembaca tentang cara penulisan penyebab

kematian berdasarkan ICD 10 dan kepentingan hukum

2

Page 3: Icd 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penulisan Penyebab Kematian

berdasarkan ICD 10 & Kepentingan

Hukum

1. Penulisan penyebab kematian berdasarkan ICD 10

ICD-10

ICD-10 merupakan klasifikasi statistik, yang terdiri dari sejumlah kode

alfanumerik yang satu sama lain berbeda (mutually exclusive) menurut kategori, yang

menggambarkan konsep seluruh penyakit (WHO, 2004).

ICD-10 merupakan standarisasi penyebab kematian berdasarkan data otopsi

verbal yang juga sudah disediakan oleh WHO melalui penelitian selama 3 tahun. Hal ini

untuk menghindari kerancuan atau pendapat subjective mengenai hasil data otopsi

verbal.

Klasifikasi terstruktur secara hierarki dengan bab, kategori dan karakter spesifik

untuk setiap penyakit/kondisi yang mana klasifikasi mencakup panduan yang berisi rule

yang spesifik untuk menggunakannya.

Klasifikasi merupakan suatu sistem dari pengelompokkan penyakit, cedera,

keadaan dan prosedur-prosedur yang ditentukan menurut kriteria yang telah ditetapkan.

Penggunaan klasifikasi dimaksudkan agar data penyakit/cedera/kondisi mudah

disimpan, digunakan kembali dan dianalisis, serta dapat dibandingkan antar rumah sakit,

propinsi dan negara untuk kurun waktu yang sama atau berbeda.

International Classification of Diseases yang dikembangkan didasarkan pada

prinsip kepraktisan, untuk tujuan epidemiologi dan statistik penyakit yang diklasifikasi

sebagai berikut:

a. Penyakit-penyakit endemik

b. Penyakit-penyakit umum

3

Page 4: Icd 10

c. Penyakit-penyakit menurut letak organ

d. Penyakit-penyakit yang berkembang

e. Cedera.

ICD-10 terdiri dari 3 volume yaitu:

1. Volume 1 berisi klasifikasi utama. Sebagian besar buku Volume 1 terdiri dari daftar

kategori 3 karakter dan daftar tabel inklusi dan subkategori 4 karakter. Inti

klasifikasi adalah daftar kategori 3 karakter yang dianjurkan untuk pelaporan ke

WHO mortality database dan perbandingan umum internasional. Daftar bab dan

judul blok juga termasuk inti klasifikasi. Daftar tabular memberikan seluruh rincian

level 4 karakter dan dibagi dalam 22 bab (WHO, 2004)

2. Volume 2 berisi petunjuk pemakaian ICD

3. Volume 3 berisi alfabet klasifikasi, dibagi dalam 3 bagian: bagian 1, terdiri atas

indeks tentang penyakit dan luka alami. Bagian 2, merupakan indeks penyebab luar

morbiditas dan mortalitas, berisi seluruh term yang diklasifikasi. Bagian 3, berisi

tabel obat dan bahan kimia.

Kode utama untuk penyakit yang mendasari diberi tanda dagger (†) dan kode

tambahan untuk manifestasinya diberi tanda asterisk (*). Kode dagger adalah kode

utama dan harus selalu digunakan. Dalam coding, kode asterisk tidak bisa digunakan

sendiri (WHO, 2004).

Penyebab kematian

Semua penyakit, kondisi sakit atau cedera yang baik mengakibatkan atau menyebabkan kematian dan keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera. Definisi ini tidak termasuk gejala dan cara mati, seperti gagal jantung atau kegagalan pernafasan.

4

Page 5: Icd 10

Bab XV khusus untuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kematian maternal yaitu

kematian yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Di dalam bab ini sebab

kematian maternal dibedakan antara:

Sebab kematian secara langsung berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan

masa nifas (O00-O97) dan

Sebab kematian tidak langsung yaitu disebabkan karena penyakit infeksi, penyakit

sistem sirkulasi (Jantung), penyakit sistem pernapasan, anemia yang terjadi pada saat

kehamilan, persalinan, dan masa nifas (O98-O99).

Tiap bab terdiri dari beberapa blok dimana masing-masing blok merupakan kumpulan

penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Tiap-tiap blok terdiri dari beberapa penyakit dan

gangguan kesehatan lainnya yang mempunyai 3 kode karakter. Beberapa kategori 3 karakter terbagi

lagi dalam kategori 4 karakter yang menguraikan secara lebih rinci tentang penyakit dan gangguan

kesehatan lainnya seperti menguraikan letak anatomis, komplikasi, sifat dan lain lain. Untuk

beberapa keadaan bahkan sampai dengan 5 karakter (contoh patah tulang). Di bawah ini akan

disebutkan beberapa contoh:

5

Page 6: Icd 10

• Penyakit Infeksi dan Parasit (A00-B99)…...….. ……………………. Bab

• Penyakit Infeksi Intestinal (A00-A09)…………….…………………. Blok

• Tuberculosis (A15-A19)…………………………….…………. …….Blok

• Cholera (A00)………………………………………..… Kategori 3 karakter

• Typhoid dan paratyphoid fever…………………… .... .. Kategori 3 karakter

• Typhoid fever……………………………………..……. Kategori 4 karakter

Dalam bagian I atau II merupakan penyakit, cedera, atau komplikasi suatu penyakit.

Kolom yang disebelah kanan berisi keterangan kira-kira lama waktu antara timbulnya

penyakit sampai orang tersebut meninggal.

Ia. Direct Cause of Death (Penyebab Kematian Langsung)

Adalah penyakit yang secara langsung menyebabkan kematian.

Ib dan c. Intervening Antecedent Cause of Death (Penyebab Perantara)

Adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya penyakit yang disebutkan pada Ia

Id. Underlying Cause of Death (Penyebab Utama)

6

Page 7: Icd 10

Adalah penyakit atau cedera yang merupakan awal dimulainya perjalanan penyakit menuju

kematian atau keadaan kecelakaan/kekerasan/ keracunan yang menyebabkan cedera dan

kematian.

Prosedur untuk memilih penyebab utama dari kematian (underlying cause)

Bila hanya terdapat satu sebab kematian maka sebab kematian ini dipilih untuk

“Underlying Cause of Death” dan ditempatkan pada bagian Id, sedangkan untuk bagian

lainnya Ia, Ib, Ic tidak diisi.

Dua atau lebih keadaan yang dituliskan berturut-turut pada bagian I (pertama) sertifikat

adalah penyakit/gangguan/cedera dimana masing-masing keadaan tersebut adalah

penyebab yang dapat diterima dari penyebab yang sebelumnya (Konsep urutan logic).

Dalam beberapa keadaan ICD memungkinkan penyebab untuk digantikan dengan yang

lebih cocok untuk mengungkapkan penyebab utama yang mendasari dalam tabulasi.

Sebagai contoh, ada beberapa kategori untuk kombinasi kondisi, atau mungkin ada alasan

utama epidemiologi untuk memberikan kondisi lain pada sertifikat.

Oleh karena itu langkah berikutnya adalah untuk menentukan apakah ada aturan

modifikasi yang berhubungan dengan situasi di atas, berlaku. Nomor kode yang dihasilkan

untuk tabulasi ini adalah penyebab utama (Underlying Cause).

Bila penyebab yg menimbulkan kematian adalah cedera atau efek lain dari penyebab

eksternal, keadaan yang menimbulkan kondisi harus dipilih sebagai underlying cause

untuk tabulasi dan dikode V01-Y89. Kode untuk cedera atau efek dapat digunakan sebagai

tambahan kode.

Contoh:

Penyebrang jalan ditabrak truk, meninggal ditempat kejadian, dibawa ke RS terdekat

dan oleh dokter dikatakan mengalami patah ke dua tulang tungkai atas, tulang lengan

bawah kanan. Pada sertifikat kematian dicatat sebagai berikut:

Ia. Traumatic Shock (T79)

b. Multiple Fractures (S72)

c. -

d. Pedestrian Hit by Truck (V04)

7

Page 8: Icd 10

Bila ditemukan 2 rangkaian penyebab kematian, maka yang menjadi Underlying Cause of

Death adalah keluhan utama dari rangkaian penyakit sebelum almarhum meninggal dan

ditempatkan pada bagian Ia, sedangkan rangkaian penyakit lainnya ditempatkan pada

bagian II.

Contoh:

Dari autopsi verbal ditemukan ada riwayat chronic rheumatic heart diseases,

congestive heart failure, dan cirrhosis of the liver. Sebelum meninggal almarhum

muntah darah/hematemesis. Pada sertifikat kematian dicatat sebagai berikut:

I a. Oesophageal Varices (I85)

b. -

c. -

d. Cirrhosis of the liver (K74)

II a. Congestive Heart Failure (I50)

b. Chronic Rheumatic heart Diseases (I05)

Beberapa kasus kematian yang dipilih untuk dicatat dalam sertifikat kematian sesuai

dengan konsep general urutan logik tidak selalu penting dan informative. Sebagai contoh

adalah senilitas atau beberapa penyakit menahun (hipertensi, atherosclerosis) yang

mempunyai peran sebagai salah satu faktor risiko dari suatu penyakit penyebab kematian,

apabila dicatat sebagai penyebab kematian akan menjadi kurang berguna karena keadaan

tersebut bukan sesungguhnya sebagai penyebab kematian utama (underlying cause).

Modifikasi dilakukan untuk meningkatkan kegunaan dan presisi dari data mortalitas, terlebih

lagi pada penetapan diagnosis sebab kematian dengan teknik autopsi verbal.

Beberapa contoh aturan modifikasi:

• Senility and ill defined condition

Pada ketentuan pengkodean ICD, penyebab kematian yang ada pada Bab XVIII/ ill

defined conditions (kecuali R95-Sudden Infant Death Syndrom) tidak mempunyai arti

penting untuk dilaporkan. Oleh sebab itu diagnosis sebab kematian pada Bab tersebut

diusahakan untuk dihindari dengan menggali lebih dalam informasi yang ada.

Contoh (autopsi verbal):

Kematian terjadi pada laki-laki berumur 75 tahun. Sebelum meninggal almarhum

berbaring terus kira-kira selama 1 tahun, sesak napas dan sekali-sekali batuk. Penderita kurus,

8

Page 9: Icd 10

makan sedikit, tidak bisa bangun dari tempat tidur. Penderita mempunyai riwayat kaku pada

sendi, nyeri dan bila sedang kumat berwarna merah. Penyakit ini sudah lebih dari 5 tahun dan

hilang timbul.

Kesimpulan: Senilitas, Reumatoid Arthritis, Pnemonia hypostatic.

I a. Pneumonia hipostatic (J17)

b. -

c. -

d. Rheumatoid artritis (M06)

Trivial condition

Apabila salah satu penyakit/kondisi tidak begitu penting dari beberapa sebab

kematian, maka sebab tersebut diabaikan.

Contoh 1:

Dari hasil autopsi verbal dicatat beberapa penyakit yaitu Paronychia dan Tetanus. Maka

yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai Underling Cause of Death adalah Tetanus

(A35), sedangkan Paronychia diabaikan.

Contoh 2:

Dari hasil autopsi verbal dicatat beberapa penyakit/kondisi yaitu: KKP, Campak,

Bronchopnemonia. Maka yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai berikut:

I a. Bronchopnemonia (J18)

b. -

c. -

d. Campak/Measles (B05)

Contoh 3:

Dari hasil autopsi verbal dicatat beberapa penyakit/kondisi yaitu: obesitas, Dengue

Haemorrhagic Fever, shock. Maka yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai berikut:

I a. -

b. -

c. -

9

Page 10: Icd 10

d. Dengue Haemorrhagic Fever (A91)

• Linkage

Apabila ada beberapa penyakit dan faktor risiko biologis yang berkaitan/berhubungan

dengan kematian, maka dipilih penyakit yang merupakan muara dari berbagai penyakit/faktor

risiko biologi yang mengawali proses menuju kematian.

Contoh 1:

Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat menderita hipertensi yang sudah lama, penyakit

jantung, stroke. Maka yang dicatat pada sertifikat kematian sebagai berikut:

I a. Stroke (I64)

b. -

c. -

d. Hipertensive Heart Diseases (I11)

Contoh 2:

Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat hipertensi, diabetes koma. Maka yang dicatat pada

sertifikat kematian adalah:

I a. -

b. -

c. -

d. Coma Diabeticum (E10.0)

• Risk Factor

Apabila satu atau beberapa sebab kematian merupakan faktor risiko yang turut berperan

dalam penyebab kematian, maka faktor risiko tersebut tidak dituliskan dalam rangkaian

perjalanan penyakit yang mendasari terjadinya kematian.

Contoh 1:

Dari hasil autopsi verbal dicatat atherosclerosis, hipertensi, cerebral infark, pneumonia

hypostatic. Atherosclerosis dan hipertensi yang saling berkaitan merupakan salah satu

faktor risiko untuk terjadinya thrombus atau embolus otak yang mengakibatkan infark.

Maka yang dicatat pada sertifikat kematian adalah:

I a. Pnemonia hypostatic (J17)

10

Page 11: Icd 10

b. -

c. -

d. Cerebral Infark (I63)

Contoh 2:

Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat hipertensi, obesitas, stroke. Hipertensi, obesitas

dan diabetes adalah faktor risiko untuk terjadinya stroke, dan sangat sulit untuk

menentukan apakah stroke disebabkan oleh hipertensi, obesitas atau diabetes. Maka yang

dicatat pada sertifikat kematian adalah:

I a. -

b. -

c. -

d. Stroke (I64)

Dalam contoh kasus ini penyakit hipertensi, obesitas, diabetes tanpa komplikasi adalah

faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit stroke, oleh sebab itu faktor-faktor risiko

tersebut tidak dituliskan sebagai underlying cause of death. Faktor risiko lain adalah

atherosklerosis, hiperlipedemia.

Spesifitas

Apabila dari hasil autopsi verbal dapat dicatat suatu keadaan yang menunjukkan

informasi yang lebih tepat dan spesifik mengenai diagnosis penyakit maka pilihan akan

ditujukan terhadapnya.

Contoh:

Hipertensi berat ketika hamil, bengkak pada kaki dan tungkai, sakit kepala, kejang-

kejang. Maka yang dipilih sebagai underlying cause of death, adalah Eclampsia in

pregnancy (O15), bukan Gestational hypertension without significant proteinuria (O13).

Sequelae

Sequelae beberapa penyakit tertentu dan cedera tertentu misalnya lumpuh separuh badan

dianggap sebagai penyebab kematian utama.

Contoh:

11

Page 12: Icd 10

Dari hasil autopsi verbal dicatat riwayat hipertensi, lumpuh separuh badan sudah 6 tahun,

pernah stroke 2 kali dan serangan yang terakhir 1 tahun sebelum meninggal bertambah

berat dan tidak bisa duduk, beberapa bulan yang lalu sesak napas dan meninggal. Maka

yang dicatat pada sertifikat kematian adalah:

I a. Pnemonia hipostatik (J17)

b. -

c. -

d. Sequalae dari CVA (I69)

12

Page 13: Icd 10

2. Penulisan penyebab kematian berdasarkan kepentingan hukum

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:

a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa

b. Bernomor dan bertanggal

c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)

d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan

pemeriksaan

f. Tidak menggunakan istilah asing

g. Ditandatangani dan diberi nama jelas

h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut

i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan

j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari

satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya

berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum

masing-masing asli

k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan

disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut :

1. Pro Justitia

Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum

tidak perlu bermeterai.

13

Page 14: Icd 10

2. Pendahuluan

Pendahuluan memuat : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan

pukul diterimanya permohonan visum et repertum, dentitas dokter yang melakukan

pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa,

alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan,

alasan dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat

sebelumnya, pukul korban meninggal dunia, keterangan mengenai orang yang

mengantar korban ke rumah sakit

14

Page 15: Icd 10

CONTOH :

3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati

terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan

dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal.

Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis

adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka

dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,

karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan

korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.

4. Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan

dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian

ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat

kualifikasi luka.

15

Page 16: Icd 10

5. Penutup

Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan

mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan

mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan.

Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum

16

Page 17: Icd 10

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penetapan urutan diagnosis pada sertifikat kematian umum mengikuti konsep, tata cara,

dan modifikasi yang berlaku untuk masing-masing sertifikat.

Diagnosis sebab kematian umum diklasifikasikan menurut International Classification of

Diseases ke-10.

Tujuan dari ICD-10 ini adalah untuk melakukan pencatatan, analisis, interpretasi dan

membandingkan secara sistematik kejadian dan kematian akibat penyakit dari banyak

negara pada waktu yang berbeda.

ICD-10 dipakai secara global untuk mengelompokan jenis penyakit dengan pengkodean

yang tepat.

Sistem ICD-10 yang dibuat oleh WHO ini sangat memudahkan kerja dalam bidang

forensik kedokteran, terutama dalam penulisan sertifikat kematiannya. Semua telah

diatur dalam sistem tersebut, sehingga dapat diterima oleh pihak yuridisme (hukum)

terkait mengenai penulisan penyebab kematian tersebut.

17

Page 18: Icd 10

DAFTAR PUSTAKA

Djaja & Suhardi. 2001. Aplikasi ICD-10 Pada Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga

2001. Jakarta: Depkes RI.

Afandi, Dedi. 2008. Visum et Repertum Pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Accesed at

http://dediafandi.staff.unri.ac.id/files/2010/05/Visum-et-Repertum-pada-korban-hidup.pdf

World Health Organization. 2003. International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems. Accesed at

www.who.int/occupational_ health /publications/en/oehicd10. pdf

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=136104

Susanto, Dian Budi. 2010. Pengembangan Modul Pembelajaran Icd-10 Pada E-Learning

Terminologi Medis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Accesed at

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=136104

Canadian Institute for Health Information. 2009. International Statistical Classification of

Disease and Related Health Problems. Accesed at

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=international%20statistical%20classification

%20of%20disease%20and%20related%20health

%20problems*pdf&source=web&cd=5&ved=0CEEQFjAE&url=http%3A%2F

%2Fsecure.cihi.ca%2Fcihiweb%2Fen%2Fdownloads%2FICD-10-

CA_Vol1_2006.pdf&ei=jH_tToekLISnrAeTqvjtCA&usg=AFQjCNGoS5JS48R4UTAstHWs

gNU7OdSOPA&cad=rja

18