IBNUSINA

23
STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN a) nama : Tn. I b) usia : 20 thn c) jenis kelamin : laki-laki d) agama : Islam e) alamat : wanaraja f) pekerjaan : pedagang g) tanggal masuk RS : 7 januari 2010 h) tanggal pemeriksaan: 14 januari 2010 KELUHAN UTAMA Benjolan pada tulang kering kiri RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RSU Dr. Slamet Garut pada tanggal 7 Januari 2010 dengan keluhan benjolan sebesar buah Delima (uk : 12 x 9 cm) di bawah lutut kirinya sejak 4 bulan SMRS. Awalnya benjolan hanya sebesar kutil, namun lama kelamaan dirasakan semakin membesar. Pasien merasa sakit berdenyut- denyut dan terasa panas pada daerah benjolan tersebut, dan bertambah sakit pada malam hari. Pasien juga mengeluh bila benjolan tersebut ditekan terasa sakit. Selain keluhan tersebut os juga mengeluh sudah tidak bisa berjalan lagi sejak benjolannya membesar. Os juga mengaku nafsu makannya berkurang sehingga berat badan os turun dari 53 Kg menjadi 45 Kg.

description

knkl ,

Transcript of IBNUSINA

Page 1: IBNUSINA

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

a) nama : Tn. I

b) usia : 20 thn

c) jenis kelamin : laki-laki

d) agama : Islam

e) alamat : wanaraja

f) pekerjaan : pedagang

g) tanggal masuk RS: 7 januari 2010

h) tanggal pemeriksaan: 14 januari 2010

KELUHAN UTAMA

Benjolan pada tulang kering kiri

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSU Dr. Slamet Garut pada tanggal 7 Januari 2010 dengan

keluhan benjolan sebesar buah Delima (uk : 12 x 9 cm) di bawah lutut kirinya sejak 4 bulan

SMRS. Awalnya benjolan hanya sebesar kutil, namun lama kelamaan dirasakan semakin

membesar. Pasien merasa sakit berdenyut-denyut dan terasa panas pada daerah benjolan

tersebut, dan bertambah sakit pada malam hari. Pasien juga mengeluh bila benjolan tersebut

ditekan terasa sakit.

Selain keluhan tersebut os juga mengeluh sudah tidak bisa berjalan lagi sejak

benjolannya membesar. Os juga mengaku nafsu makannya berkurang sehingga berat badan

os turun dari 53 Kg menjadi 45 Kg.

Sebelum ke RSU dr.Slamet Garut, pasien mengaku pernah berobat ke Bandung

dengan keluhan yang sama dan disarankan untuk diamputasi kaki kirinya tersebut dan

disarankan untuk menjalani kemoterapi tetapi pasien menolaknya dengan alasan tidak punya

banyak waktu untuk menjalani pengobatan di bandung.

Riwayat penyakit keluarga dengan penyakit yang sama seperti pasien disangkal.

Riwayat batuk lama lebih dari 2 minggu disangkal.

Riwayat terjatuh atau trauma tumpul maupun trauma tajam disangkal pasien.

Page 2: IBNUSINA

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

Pasien menyangkal pernah mendapatkan pengobatan paru

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Dikeluarga pasien tidak ada yang pernah menderita benjolan ditulang.

PEMERIKSAAN FISIK

a) status generalis

keadaan umum : tampak sakit sedang

kesadaran : GCS 15 (CM)

Eyes = 4 ( respon membuka mata ‘spontan’)

Verbal = 5 ( respon verbal ‘ orientasi baik )

Movement= 6 ( respon motorik ‘ mengikuti perintah’ )

tekanan darah : 100/70 mmHg

nadi : 88 x/mnt

pernafasan : 20x/mnt

suhu : afebris

kepala : normocephal

b) status lokalis

a/r tibia sinistra

look :

skin : skar (-), ulkus (-), venektasi (+), mengkilat, permukaan rata

shape : bengkak (+), ukuran diameter +/- 12 cm, berbatas tidak tegas,

deformitas (+).

Size : pada femur kiri terlihat adanya atrofi dibandingkan dengan femur

kanan

feel :

perabaan hangat (+), nyeri tekan (+), konsistentensi keras, tidak dapat

digerakkan , pulsasi a. dorsalis pedis ka=ki, pulsasi a. tibialis posterior ka=ki,

sensasi raba a/r tibia ka-ki (+/+), sensasi nyeri a/r tibia ka-ki (+/+++)

Move :

hip join : aktif (-)

pasif (+) pergerakan terbatas karena nyeri

Page 3: IBNUSINA

knee joint : aktif (-)

Pasif (+) pergerakan terbatas karena nyeri

angkle join : dapat digerakan (rotasi +/- 180 º)

GAMBAR !!! HASIL LABORATORIUM

a) darah rutin

Hb : 13,1

Ht : 38

Leukosit : 7.100

Trombosit : 373.000

Eritrosit : 4.63

b) hitung jenis leukositosis

basofil : 0

eusinofil : 1

batang : 3

segmen : 56

limfosit : 38

monosit : 2

c) kimia klinik

GDS : 115

SGOT : 13

SGPT : 11

ureum : 18

kreatinin : 0,55

PEMERIKSAAN PENUNJANG

GAMBAR !!!!!

Page 4: IBNUSINA

foto tibia sinistra AP

Keterangan :

tampak destruksi os. Tibia Proksimal yang dominan sklerotik disertai reaksi periosteal

jenis sunray appearance

tampak pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi

sunburst appearance pada osteo di Tibia Proksimal

DIAGNOSIS

Suspect Osteosarkoma a/r 1/3 Proksimal Tibia sinistra

PENATALAKSANAAN

umum : diet tinggi protein, immobilisasi kaki yang sakit, istirahat.

infus RL 20 gtt/mnt

drip ketorolac 30 mg dlm 500 cc RL (10 gtt/mnt)

Ranitidine 2 x 1 amp (iv)

RENCANA PENATALAKSANAAN

Operasi Amputasi

kemoterapi

PROGNOSA

a) quo ad vitam : dubia ad malam

b) quo ad functionam : ad malam

Page 5: IBNUSINA

OSTEOSARCOMA

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Osteosarkoma merupakan neoplasma sel spindle yang memproduksi osteoid.

2. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4.8 kasus per satu juta

populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling tinggi pada usia 10-20 tahun,

Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma adalah osteosarkoma konvensional. Observasi ini

berhubungan dengan periode maksimal dari pertumbuhan skeletal. Namun terdapat juga

insiden osteosarkoma sekunder yang rendah pada usia 60 tahun, yang biasanya berhubungan

dengan penyakit paget. Kebanyakan osteosarkoma varian juga menunjukkan distribusi usia

yang sama dengan osteosarkoma konvensional, terkecuali osteosarkoma intraosseous low-

grade, gnathic, dan parosteal yang menunjukkan insiden tinggi pada usia dekade ketiga.

Osteosarkoma konvensional muncul pada semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika

amerika daripada kaukasian. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria,

dengan rasio 3:2 terhadap wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode pertumbuhan skeletal

yang lebih lama pada pria. Data frekuensi untuk osteosarkoma varian sangat sulit untuk

dikalkulasikan karena kasusnya sangat jarang. Tabel berikut menunjukkan persentase relatif

dari osteosarkoma varian di Amerika Serikat.

Tumor Frequency %

Telangiectatic 3.5-11

Parosteal 3-4

Periosteal 1-2

Gnathic 6-9

Small cell 1

Intraosseous, low grade

<1

Surface, high grade <1

Secondary 5-7

Page 6: IBNUSINA

3. FAKTOR RESIKO

Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko

untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:

Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat sebagai

predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat pada saat

pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana area ini

merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.

Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah paparan terhadap

radiasi.

Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous dysplasia,

enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line form).

Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan

dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline p53 mutation),

dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan dengan defek

tulang kongenital, displasia rambut dan tulang, hypogonadism, dan katarak).

4. Manifestasi Klinik

4.1 Histologi

Terdapat dua elemen yang penting pada pemeriksaan histologis dari tumor. Yang pertama

yang didapat dari biopsi yaitu tipe dari tumor, dan yang kedua didapat dari reseksi definitif setelah

kemoterapi untuk menilai respon terhadap pengobatan. Secara umum karakteristik dari

osteosarkoma adalah adanya osteoid pada lesi, meskipun pada tempat yang jauh dari tulang

(contohnya paru-paru). Meskipun formasi osteoid biasanya dengan jelas terlihat, namun kadangkala

diperlukan mikroskop elektron untuk dapat menemukan proses ini. Sel stromal dapat berbentuk

spindle dan atipikal, dengan nucleus yang berbentuk irregular. Terdapat beberapa tipe osteosarkoma

yang berbeda, dan gambarannya dikelompokkan dengan sel yang paling banyak terdapat, yaitu

osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic, meskipun tipe ini secara klinis tidak dapat dibedakan.

osteosarkoma tipe telangiectatic mengandung ruangan yang luas berisi darah. Pembentukan

kartilago merupakan fitur utama pada osteosarkoma periosteal dan parosteal, dan biasanya muncul

dari kortek tulang, pada aspek posterior distal dari femur.

4.2 Klasifikasi

Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari

osteosarkoma masuk kedalam kategori “klasik” atau konvensional, yang termasuk osteosarkoma

Page 7: IBNUSINA

osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan

sebagai “varian” berdasarkan

(1) karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma postradiasi, atau

osteosarkoma paget

(2) karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic, osteosarkoma small-cell,

atau osteosarkoma epithelioid

(3) lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal.

4.3 Lokasi kanker

Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang, terutama

pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya

yang juga sering adalah pada metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar

dari metafisis ke diafisis atau epifisis.1 Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan

predileksi yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal, lesi

periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan

femur proximal.

4.4 Gejala

Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa.

Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas adan massa atau

pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma

tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic

yang lebih sering terjadi fraktur patologis. Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan.

Riwayat pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala

sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru

sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang

luas. Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor. Massa yang

dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan hangat pada palpasi, meskipun gejala ini

sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada

kulit.

Page 8: IBNUSINA

4.5 Metastase

Bukti radiologis dari deposit metastase pada paru dan tempat lainnya ditemukan pada 10%

sampai 20% pasien pada saat diagnosis, dengan 85% sampai 90% metastase berada pada paru-paru.

Tempat metastase lainnya yang paling sering adalah pada tulang, metastase pada tulang lainnya

dapat soliter atau multipel. Sindrom dari osteosarkoma multipel ditujukan pada adanya multipel

tumor pada berbagai tulang, dengan keterlibatan metafisis yang simetris.

4.6 Diagnosa banding

Chondrosarcoma

Ewing Sarcoma

Giant Cell Tumor

Stress Fracture

5 Pemeriksaan Penunjang

5.1 Laboratorium

Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan penggunaan

kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan

untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa

adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan

nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase

pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat

menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal.

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:

LDH

ALP (kepentingan prognostik)

Hitung darah lengkap

Hitung trombosit

Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),

bilirubin, dan albumin.

Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium,

phosphorus.

Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine

Urinalisis

Page 9: IBNUSINA

5.2 Radiografi

Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika

dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan

penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk

evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru.

Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor

synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.

5.2.1 X-ray

Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang karena

hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran

foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area litik dan

sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif, dapat berupa

moth eaten.

1. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,

mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.

2. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang

luas (black arrow).

3. Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak.

Berbagai spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan

multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang

agresif.Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik, dengan reaksi

periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran

aneurysmal bone cyst. Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma

konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik. Osteosarkoma

intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai

gambaran jinak dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak.

Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang, reaksi

periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical dideskripsikan sebagai

gambaran radiolusen dan geographic, dan mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang

kecil. Osteosarkoma derajat tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan

berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma parosteal secara

tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang yang luas. Tidak seperti

Page 10: IBNUSINA

osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak melibatkan kavitas medulla tulang.

5.2.2 CT Scan

CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama pada

area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada

osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder).

Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan

penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks

mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat

membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang

digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat

berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai

osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika

digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana

setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.

5.2.3 MRI

MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena

kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan

tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu

dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian

hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting.

Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen.

Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit

intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan

adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang

diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa

ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang

berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus

synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada

tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip

metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase

jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus

melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur

neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi

yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan

Page 11: IBNUSINA

tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.

5.2.4 Ultrasound

Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi.

Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien

dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya

yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat

menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan

penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen

intermedula dari lesi.

5.2.5 Nuclear Medicine

Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada bone

scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat

berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat

juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma

menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak

spesifik.

6.1 Stadium

Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk

digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase ke kelenjar limfa.

Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran

ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor

muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium

berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor

(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.

6.2 Prognosis

Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari tumor, adanya

metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang dinilai setelah kemoterapi.

6.2.1 Lokasi tumor

Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor yang terlokalisasi.

Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang lebih distal mempunyai nilai prognosa

yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang

belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan kematian. Osteosarkoma

Page 12: IBNUSINA

yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar

20% – 47%.

6.2.2 Ukuran tumor

Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk dibandingkan tumor

yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan ukuran paling panjang yang dapat terukur

berdasarkan dari dimensi area cross-sectional.

6.2.3 Metastase

Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada yang

mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase pada saat didiagnosa,

dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan metastase

bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan resectability dari metasstase. Pasien yang

menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer dan metastase setelah kemoterapi mungkin

dapat bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan prediksi bebas tumor hanya

sebesar 20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat diagnosis. Prognosis juga terlihat

lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang sedikit dan unilateral, bila dibandingkan

dengan nodul yang bilateral, namun bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi bukan berarti

metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi tetap merupakan faktor prognostik.

Pasien dengan skip metastase dan osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa yang lebih

buruk.

6.2.4 Reseksi tumor

Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa karena osteosarkoma

relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor

penting untuk kesembuhan.

6.2.5 Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi

Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari kemoterapi sebelum

dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan metastase. Derajat

nekrosis yang lebih besar atau sama dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari kemoterapi

mempunyai prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang kurang dari 90%, dimana

pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi. Tingkat kesembuhan pasien

dengan nekrosis yang sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan dengan

tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.

Page 13: IBNUSINA

7 Penatalaksanaan

Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80%

pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma

merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam

manajemen rutin.

7.1 Medikamentosa

Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara

primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara

lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada

paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien

mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi

sangat penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa

adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang

dapat direseksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah

pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter

faktor prognosa. Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan methotrexate dosis

tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan

pembedahan tumor.

7.2 Pembedahan

Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas

tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan

reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor

yang harus dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai

pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan.

Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan

amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan

sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis, dengan

kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb

salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka

pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan

pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani

dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka

Page 14: IBNUSINA

dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual,

sebagai berikut :

Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak

muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai lempeng

pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil

(osteosynthesis).

Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan, terutama selama

kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.

Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter atau expandable,

namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan permasalahan

tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.

Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang berada pada

distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif

pembedahan hanya amputasi.

Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-to-end

anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian

distal dari kaki dirotasi 180º dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi.

Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.

Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat video dari

pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.

Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat disembuhkan secara

total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau pneumonectomy biasanya diperlukan

untuk mendapatkan batas bebas tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan

pembedahan tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median

sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy.

Oleh karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk

metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).

7.3 Penanganan jangka panjang

7.3.1 Rawat inap

Siklus kemoterapi: hal ini secara umum memerlukan pasien untuk masuk rumah sakit untuk

administrasi dan monitoring. Obat aktif termasuk methotrexate, cisplatin, doxorubicin, and

ifosfamide. Pasien yang ditangani dengan agen alkylating dosis tinggi mempunyai resiko

tinggi untuk myelodysplasia dan leukemia. Oleh karena itu hitung darah harus selalu

dilakukan secara periodik.

Page 15: IBNUSINA

Demam dan neutropenia: diperlukan pemberian antibiotic intravena.

Kontrol lokal: penanganan di rumah sakit diperlukan untuk kontrol lokal dari tumor

(pembedahan), biasanya sekitar 10 minggu. Reseksi dari metastase juga dilakukan pada saat

ini.

7.3.2 Rawat jalan

Hitung jenis darah: pengukuran terhadap hitung jenis darah dilakukan dua kali seminggu

terhadap granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) pasien, pengukuran G-CSF dapat

dihentikan ketika hitung neutrophil mencapai nilai 1000 atau 5000/μL.

Kimia darah: sangat penting untuk mengukur kimia darah dan fungsi hati pada pasien

dengan nutrisi parenteral dengan riwayat toksisitas (terutama jika penggunaan antibiotik

yang nephrotoxic atau hepatotoxic dilanjutkan.

Monitoring rekurensi: monitoring harus tetap dilanjutkan terhadap lab darah dan radiografi,

dengan frekuensi yang menurun seiring waktu. Secara umum kunjungan dilakukan setiap 3

bulan selama tahun pertama, kemudian 6 bulan pada tahun kedua dan seterusnya.

Follow-up jangka panjang: ketika pasien sudah tidak mendapat terapi selama lebih dari 5

tahun, maka pasien dipertimbangkan sebagai survivors jangka panjang. Individu ini harus

berkunjung untuk monitoring dengan pemeriksaan yang sesuai dengan terapi dan efek

samping yang ada termasuk evaluasi hormonal, psychosocial, kardiologi, dan neurologis.

Page 16: IBNUSINA