IBD

12
Definisi Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD. Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer pada tahun 1932 sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis transmural yang melibatkan traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum. Wilks dan Moxon telah lebih dari satu abad mengenal Kolitis Ulserativa sebagai proses inflamasi idiopatik yang bersifat kronis dan hilang timbul serta terbatas pada mukosa kolon dan rektum. Proses inflamasi yang terjadi pada Kolitis Ulserativa relatif homogen pada mukosa yang dimulai pada rektum dan melibatkan kolon kearah proksimal. Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa merupakan 2 kelainan yang berbeda, akan tetapi memiliki banyak kesamaan gejala klinis dan histopatologi. Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa telah dikenal selama satu setengah abad namun proses inflamasi kronis yang terjadi menimbulkan kerusakan usus dan sampai saat ini masih merupakan suatu misteri. Pada referat ini akan dibahas mengenai etiologi, patologi, epidemiologi, gejala klinis, komplikasi, diagnosis, diagnosis

Transcript of IBD

Page 1: IBD

Definisi

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan

inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn

dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan

kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering

berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan

mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata,

ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus

memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.

Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer

pada tahun 1932 sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn

diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis transmural yang melibatkan

traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum.

Wilks dan Moxon telah lebih dari satu abad mengenal Kolitis Ulserativa sebagai

proses inflamasi idiopatik yang bersifat kronis dan hilang timbul serta terbatas

pada mukosa kolon dan rektum. Proses inflamasi yang terjadi

pada Kolitis Ulserativa relatif homogen pada mukosa yang dimulai pada rektum

dan melibatkan kolon kearah proksimal.

Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa merupakan 2 kelainan yang berbeda, akan

tetapi memiliki banyak kesamaan gejala klinis dan histopatologi. Penyakit Crohn

dan Kolitis Ulserativa telah dikenal selama satu setengah abad namun proses

inflamasi kronis yang terjadi menimbulkan kerusakan usus dan sampai saat ini

masih merupakan suatu misteri.

Pada referat ini akan dibahas mengenai etiologi, patologi, epidemiologi, gejala

klinis, komplikasi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis

Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativ

ETIOLOGI

Page 2: IBD

Sampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas.

Namun diduga penyakit ini disebabkan oleh. multifaktor, yang meliputi genetik,

pengaruh lingkungan, integritas mukosa, dan faktor imunologis Beberapa faktor

pencetus seperti infeksi, toksin dapat memicu proses inflamasi dan akan

menyebabkan disregulasi respon imunologi mukosa traktus gastrointestinalpada

individu yang rentan.

PATOGENESIS

Beberapa faktor predisposisi terjadinya IBD adalah:

A. Faktor Genetik

Penderita IBD mempunyai faktor predisposisi genetik. Penelitian epidemiologi

menunjukkan bahwa 25% penderita IBD memiliki riwayat keluarga dengan IBD.

(penulis lain 10-25%). Pada kembar monozigot peluang untuk Penyakit Crohn

sekitar 42%-58% dan peluang untuk KolitisUlserativa sekitar 6%-17%.

Sampai saat ini telah ditemukan beberapa kelainan kromosom yang

berhubungan dengan Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa atau keduanya.

Kromosom 16 (gen IBDI) atau gen CARD15 berhubungan dengan Penyakit

Crohn. Perinuclear antinetrophil antibody (pANCA) ditemukan pada 70%

penderita Kolitis Ulserativa. Kromosom 5 (5q31), 6 (6p21 dan 19p) sering

ditemukan pada penderita IBD.

B. Faktor Lingkungan

Beberapa agen infeksius diduga sebagai penyebab IBD. Akan tetapi, isolasi agen

infeksius dari jaringan IBD tidak dapat membuktikan hubungan antara agen

infeksius sebagai etiologi IBD karena pada IBD sering disertai koloni bakteri

oportunistik pada mukosa yang mengalami inflamasi. Selain itu

pemberian antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit IBD. Sampai ini

belum ada data mengenai transmisi secara epidemik agen infeksius pada IBD.

Page 3: IBD

Faktor lingkungan lain yang diduga pencetus IBD adalah stres psikososial, faktor

makanan, seperti pajanan susu sapi atau food additives, asupan serat

kurang dan zat toksin lingkungan.

C. Faktor Imunologi

Kelainan respon kekebalan telah diduga mempunyai peranan dalam

patogenesis IBD. Pada IBD, setelah pajanan primer oleh antigen, sistem

kekebalan akan mengalami kelainan regulasi yang bersifat menetap dan

bertindak sebagai lingkaran setan yang mengakibatkan proses inflamasi. Sel

T helper/CD4+ mempunyai peran penting dalam kelainan regulasi sistem

kekebalan pada IBD. Sel Th1 menghasilkan interleukin (IL)-2,interferon (INF)-g,

dan tumor necrosis factor (TNF)-a yang merangsang reaksi hipersensitifitas tipe

lambat. Sel Th1 dan sitokin yang dihasilkan akan merangsang aktivasi

makrofag dan pembentukan granuloma, merupakan gambaran histologi yang

sering ditemukan pada Penyakit Crohn.. Sebaliknya, sel Th2 menghasilkan

sitokin seperti IL-4. IL-5, Il-6 dan Il-10, akan merangsang antibody-mediated

immune respons. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktivasi

antibodi dan komplemen lebih sering ditemukan pada Kolitis Ulserativa.

Beberapa penelitian telah membuktikan kelainan autoimun dengan adanya

antibodi,immune-complex complement atau aktifitas limfosit terhadap mukosa

kolon, namun semua fenomena ini tidak berlangsung secara konsisten dan tidak

berhubungan dengan perjalanan penyakit. Selain itu, adanya kerusakan sel

mukosa tanpa disertai adanya agen eksogen spesifik, dan respon terhadap

pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif mendukung kemungkinan

mekanisme kelainan kekebalan. Pada Kolitis Ulserativa ternyata berhubungan

dengan prevalens atopi keluarga, dan umumnya disertai dengan kelainan

ekstraintestinal seperti eritema nodusum, artritis, dan uveitis. Akan tetapi,

sampai saat ini masih belum dapat dibuktikan apakah kelainan kekebalan

tersebut mempunyai peranan primer atau sekunder pada patogenesis IBD.

Diduga, kelainan kekebalan poligenik, yang menjelaskan manifestasi klinis yang

beragam pada IBD.

Page 4: IBD

Sistem kekebalan humoral lokal saluran gastrointestinal pada IBD diduga

mempunyai kelainan. Pada periode neonatus, defisiensi immunoglobulin A (IgA)

sekretori atau fungsi barier mukosa yang imatur akan menyebabkan

meningkatnya permeabilitas terhadap protein-protein di lumen usus yang

bersifat antigenik, sehingga terjadi peningkatan pajanan terhadap

makromolekul dan sensitasi sistem kekebalan saluran pencernaan terhadap

antigen, bakteri atau alergen makanan dan perubahan sekresi dan komposisi

mukus. Pendapat lain mengatakan bahwa local gut associated lymphoid

tissue mengalami sensitasi terhadap antigen, kemudian membentuk

tahapan/dasar yang kemudian hari teraktivasi oleh pajanan cross-reacting

antigents melalui respon imunantibody-dependent cell-mediated.

D. Integritas Epitel

Kelainan barier epitel mukosa akan menyebabkan peningkatan pajanan antigen

terhadap sistem kekebalan traktus gastrointestinal diduga sebagai faktor inisial

pada IBD. Pada Penyakit Crohn dijumpai adanya gangguan integritas mukosa

yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas terhadap protein-protein

dilumen usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi perubahan sekresi dan

komposisi mukus. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan antibodi spesifik

terhadap protein susu sapi, produk-produk bakteri enterik, dan protein luminal

pada penderita Penyakit Crohn.

PATOLOGI

Inflamasi pada Penyakit Crohn ditandai dengan karakteristik area inflamasi

diskret, ulserasi fokal, aphtae, atau striktur disertai area mukosa yang normal

(skip area). Jika mengenai kolon, sering mengenai kolon ascendens dan jika

mengenai daerah anal sering timbul skin tags, fisura anal, abses serta fistula

dan terjadi pada 25% penderita Penyakit Crohn.

Pada Penyakit Crohn terjadi proses inflamasi transmural yang dapat meluas

keseluruh lapisan dinding traktus gastrointestinal dan menyebabkan fibrosis,

adhesistriktur, dan fistula. Perubahan pada mukosa

traktus gastrointestinal berupa kriptitis, dan/atau distorsi striktur

Page 5: IBD

kripta. Granuloma nonkaseosus pada lamina propria atau submukosa dapat

ditemukan pada lebih dari 50% penderita. Ditemukannya fibrosis dan proliferasi

histiosit di submukosa spesifik untuk Penyakit Crohn, walaupun perubahan

mukosa tersebut dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus yang lain.

Pada Kolitis Ulserativa, proses inflamasi terbatas pada lapisan mukosa rektum

dan kolon. Inflamasi terbatas pada mukosa dan dan secara kontinyu

sepanjang kolon dengan berbagai macam derajat ulserasi, perdarahan, edema,

dan regenerasi epitel. Selain itu pada KolitisUlserativa, terjadi kriptitis, abses

kripta, dan terjadi distorsi kripta serta hilangnya sel goblet. Kelainan pada

rektum hampir terjadi pada seluruh penderita Kolitis Ulserativa. Inflamsai

dapat terjadi sampai daerah sekum dan mungkin terjadi pada ileum terminal

(backwash ileitis).

Pada Kolitis Ulserativa yang berat, setelah epitel mukosa dihancurkan, proses

inflamasi melibatkan daerah submukosa selanjutnya ke bawah menuju daerah

muskularis daerah yang terlibat akan membentuk jaringan pulau-pulau yang

dinamakan Pseudopolyps. Penebalan dan fibrosis dari dinding usus besar sangat

jarang terjadi, namun dapat terjadi pemendekan kolon dan striktur fokal dikolon

pada penyakit yang berlangsung lama. Tidak terjadi pembentukan granuloma

dan fibrosis.

EPIDEMIOLOGI.

Insidens IBD lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di

Amerika Serikat diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000

populasi/tahun dan 2,3 kasus baru Kolitis Ulserativa pada kelompok usia 10-19

tahun. Secara umum, prevalens IBD hampir sama angka kejadiannya pada laki-

laki dan perempuan, lebih banyak diderita oleh ras berkulit putih, didaerah

urban, dan terutama bangsa Yahudi, akan tetapi laki-laki mempunyai insidens

20% lebih tinggi pada Penyakit Crohn.

Puncak onset usia IBD bersifat bimodal, dan kasus paling sering terjadi pada

usia dekade ke-2 dan ke-3. Pada anak, Penyakit Crohn biasanya dijumpai saat

usia 10-16 tahun, dan sekitar 25% kasus baru di populasi berusia 20 tahun

Page 6: IBD

Pada populasi anak, penelitian epidemiologi pospektif dan retrospektif telah

dilakukan di beberapa negara dalam 10 tahun terakhir. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa insidens Penyakit Crohn 0,2-5,9 per 100.000 anak/tahun,

dan insidens Kolitis Ulserativa 0,5-3,2 per 100.000 anak/tahun.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis IBD pada anak berbeda dibanding dewasa. Pada anak, gejala klinis

yang sering dikeluhkan adalah nyeri perut. Selain itu beberapa gejala klinis

gastrointestinal yang sering ditemukan adalah diare, perdarahan rektum, massa

abdomen dan kelainan perianal. Onset klinis IBD dapat terjadi perlahan

(insidious), dengan gejala klinis tidak spesifik gastrointestinal atau gejala

ekstraintestinal seperti gagal tumbuh. Hal ini sering menyebabkan terlambat

diagnosis atau diagnosis yang tidak tepat. Gagal tumbuh terjadi pada 10-40%

penderita IBD. Gambaran klinis IBD pada anak tegantung dari lokasi dan

luasnsya proses inflamasi traktus gastrointestinal, gejala klinis ekstrainterstinal,

dan akibat penyakit pada tumbuh kembang harus dipertimbangkan dalam

evaluasi diagnosis. Gambaran gejala klinis IBD pada anak dan dewasa seperti

tabel dibawah ini.

Gejala Klinis Kolitis Ulserativa Penyakit Crohn

Anak Dewasa Anak Dewasa

Nyeri perutDiare

Perdarahan Rektum

Penurunan berat Badan

Demam

Gagal tumbuh

71%

67%

52%

39%

12%

6%

33-53%

37-80%

80-90%

43%

27%

-

62-95%

66-77%

80-92%

22-83%

14-

60%

60-100%

20%

34%

26-51%

-

Page 7: IBD

Artritis 16% 13% 60%

30-33%

15-25%

4-7%

Pada Penyakit Crohn diare, nyeri perut (sering dirasakan setelah makan), kram

periumbilikal, demam, dan penurunan berat badan adalah gejala klinis yang

paling umum dan menandakan adanya inflamasi di usus halus. Perdarahan

rektum terjadi jika mengenai kolon. Gejala klinis ekstraintestinal atau gagal

tumbuh mungkin sebagai gejala awal dari Penyakit Crohn.

Diare yang terjadi terutama disebabkan oleh malabsorbsi akibat inflamasi pada

mukosa, obstruksi parsial yang menyebabkan stasis dan pertumbuhan berlebih

dari bakteri, atau dengan adanya fistula enteroenteral atau enterokolika. Diduga

prevalens malabsorbsi pada anak dengan penyakit Crohn sekitar 17% terhadap

laktosa, 29% terhadap lemak, 70% terhadap protein. Diare berdarah yang

menandakan keterlibatan kolon, biasanya disertai nyeri perut dan urgensi untuk

defekasi karena terjadi peningkatan kecepatantransit di kolon dan distensi dari

bagian kolon yang mengalami inflamasi.

Pada umumnya gejala klinis Kolitis Ulserativa berupa diare, peradarahan

rektum, nyeri perut, tenesmus ani dan tinja berdarah yang terjadi secara

perlahan (insidious) tanpa disertai gejala sistemik, berat badan turun, atau

hipoalbuminemia. Sekitar 30% anak dengan gejala sistemik dan disertai diare

berdarah, kram, urgensi anoreksi, penurunan berat badan dan demam.

Sebagian dari anak dengan derajat berat akan mengalami kolektomi karena

tidak berespon terhadap terapi medikamentosa.

Gejala ekstraintestinal pada IBD terjadi pada 25-35% penderita. Gejala Klinis

ekstraintestinal yang sering terjadi berupa:

Tempat Manifestasi

Page 8: IBD

KulitHati

Tulang

Sendi

Mata

Ginjal/urologi

 

Hematologi

Vaskular

Pankreas

Lain-lain

Eritema nodusum, pioderma gangrenosumInfiltrasi lemak, sclerosing cholangitis, hepatitis kronis, kolelitiasis

Osteopenia, aseptik nekrosis

Artritis, ankylosing spondilitis, sakro-ilitis

Uveitis, episkleritis, kerastitis

Nefrolitiasis, hidronefrosis obstruktif, fistula enterovesikal, glomerulonefritis

Anemia (defisiensi zat besi, folat, vitamin B12)

Tromboflebitis, vaskulitis, trombosis vena portal

Pankreatitis

Gagal tumbuh, terlambat maturasi seksual

Gejala ekstraintestinal tersebut terbagi menjadi 4 kelompok:

Kelompok 1 : Secara langsung berhubungan dengan aktivitas kelainan

traktus gastrointestinal, biasanya respon pada terapi kelainan

gastrointestinal (seperti demam dan anemia)

Kelompok 2 : Tidak berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus

gastrointestinal (seperti sclerosis cholangitis)

Kelompok 3 : Akibat dari kelainan traktus gastrointestinal (seperti obstruksi

uretra)

Kelompok 4 : Timbul akibat dari terapi (seperti drug-induced pancreatitis)

 

Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama

adalah,peripheral form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut,

pergelangan kaki, pergelangan tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan

dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua, adalah bentuk aksial

Page 9: IBD

berupa ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi pada

anak.

Gambaran ekstraintestinal yang dapat timbul sebagai gejala awal dan petunjuk

pada Penyakit Crohn adalah kelainan perianal, stomatitis, eritema nodusum,

eritema sendi besar, uveitis, dan jari tabuh serta gagal tumbuh. Kelainan

perianal lebih sering terjadi pada penyakit Crohn dibanding Kolitis Ulserativa

berupa skin tags, abses perianal, atau fisura dan fistula yang tidak nyeri. Artritis

dapat terjadi pada 11% kasus dan bersifat monoartikular terutama pada lutut

dan pergelangan kaki atau poliartritis migran tanpa disertai kerusakan sendi

atau deformitas. Artritis sering terjadi pada penderita dengan kelainan kolon

dan cenderung berhubungan dengan aktifitas penyakit. Eritema nodusum

terjadi pada 5% kasus dan berhubungan dengan aktivitas

penyakitterutama inflamasi pada kolon. Uveitis yang terjadi berupa simtomatik

pada 3% anak dan asimtomatik pada 30% anak. Gagal tumbuh terjadi pada 87%

anak, dan disertai dengan osteoporosis serta gangguan maturasi seksual.

Seperti halnya pada penyakit Crohn, pada Kolitis Ulserativa terjadi gejala klinis

ekstraintestinal. Gejala ekstraintestinal yan sering dijumpai seperti artritis sendi

besar, lesi kulit pioderma gangrenosum atau eritema nodusum (lebih sering

pada Penyakit Crohn) dan gagal tumbuh. Selain itu, insidens kelainan

hepatobilier pada Kolitis Ulserativa mencapai 5-10% dan kelainan yang sering

ditemukan adalah sclerosing cholangitis.

 

Derajat berat gejala klinis Penyakit Crohn terbagi 3 kriteria yaitu:

Ringan-sedang

Dapat mentoleransi diet secara oral tanpa dehidrasi, demam, nyeri perut, massa abdomen, obstruksi, atau penurunan berat badan >10%

Sedang-berat

Tidak respon terhadap terapi derajat ringan-sedang atau gejala demam menetap,

Page 10: IBD

penurunan berat badan yang tidak signifikan, nyeri perut, mual dan muntah intermiten (tanpa adanya obstruksi), atau anemia yang signifikan.

Berat-fulminan

Gejala klinis yang persisten meskipun telah mendapat kortikosteroid, atau penderita dengan demam tinggi, muntah persisten, obstruksi intestinal, kaheksia atau abses intra abdominal.

 

Pada Kolitis Ulserativa, setidaknya terdapat 4 bentuk gejala dan tanda klinis

yang berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.

Prodromal (<5%)

Kegagalan pertumbuhan, artropati, eritema nodusum, occult fecal blood. Peningkatan LED, nyeri perut tidak khas, atau perubahan pola defekasi.

Ringan (50-60%)

Diare, perdarahan rektum ringan, nyeri perut, tidak ada gangguan sistemik

 

Sedang (30%)

Diare berdarah, kram, urgensi, abdominal tenderness

Gangguan sistemik: anoreksia, penurunan berat badan, panas badan, anemia ringan

Berat (10%)

Defekasi berdarah >6x/hari, abdominal tenderness dengan atau tanpa distensi, takikardia, panas badan, penurunan berat badan, anemia yang signifikan, lekositosis dan hipoalbuminemia