IBD - Ip. Ady Putra

19
Kolitis Ulseratif IP.Ady Putra Astawan 102011141 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis. Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel Disease (IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan dapat terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif merupakan penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional dan sosial yang amat sangat pada pasien yang terkena, dan ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. 1 Anamnesis Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 1

description

pbl

Transcript of IBD - Ip. Ady Putra

Kolitis UlseratifIP.Ady Putra Astawan102011141Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510Email: [email protected]

PendahuluanInflammatory Bowel Disease (IBD)adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategoriindeterminate colitis. Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipeInflammatory Bowel Disease (IBD),selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan dapat terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif merupakan penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional dan sosial yang amat sangat pada pasien yang terkena, dan ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik.1

Anamnesis Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan auto anamnesis. Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan informasi tentang penyakit pasien. Alo anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyai seputar penyakitnya karena berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa auto ananamnesis karena pasien sendiri dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita.1,2Perlu ditanyakan pertama kali yaitu identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk). Lalu ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang seperti lokasi anatomi sakit, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik/memburuk/tetap, apakah keluhan konstan/intermitten. Catat riwayat yang berkaitan termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif. Riwayat keluarga, dan riwayat ekonomi-sosial yang berkaitan dengan keluhan utama.1,2

Pemeriksaan FisikSetelah melakukan anamnesis, harus dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan tanda- tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pertama adalah pemeriksaan tanda- tanda vital seperti suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan nadi. Lalu dilakukan inspeksi. Inspeksi merupakan proses dari melihat saja tanpa melakukan apa- apa. Lihat apakah adanya pucat, ikterus atau limfadenopati, apakah pasien kurus atau obesitas. Ketiga adalah melakukan palpasi abdomen. Tanyakan jika ada nyeri atau nyeri tekan, sangat berhati- hatilah terutama jika ada. Lihat wajah pasien saat memeriksa adanya nyeri atau nyeri tekan. Lakukan palpasi semua area abdomen. Setiap massa atau kelainan harus dicatat degan teliti mengenai ukuran, posisi, bentuk, konsistensi, lokasi, tepi, monilitas saat respirasi, dan pulsatilitas. Lakukan auskultasi utnuk mendengarkan bising usus (terdengar atau tidak, normal/ tidak, hiperaktif, bernada tinggi, berdenting (menunjukkan obstruksi)). Lalu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada asites. Distensi abdomen, pekak pada pemeriksaan pekak berpindah.2,3Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum pasien. Apakah pasien tampak sakit ringan atau sakit berat. Kemudian perhatikan bentuk tubuh pasien, apakah pasien tampak kurus atau bergizi buruk. Untuk menyingkirkan diagnosis banding periksa apakah pasien memiliki tanda-tanda seperti : iritis, anemia, distensi abdomen atau nyeri tekan abdomen atau fistula. Pada auskultasi periksa bunyi usus.2,3

Pemeriksaan Penunjang Gambaran LaboratoriumTemuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan. Pemeriksaan kultur feses patogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coli , parasit dan toksin Clostridium difficile negatif. Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces cerevisae mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn. 3,4 Gambaran Radiologi a. Foto polos abdomenFoto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam penegakan diagnosis colitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat menunjukkan dilatasi kolon yang masif yang disertai dengan kontur mukosa yang abnormal. Dilatasi yang terjadi seringkali terdapat pada kolon transversal. Perforasi kolon merupakan salah satu komplikasi dari kolitis ulseratif. Perforasi dapat terjadi dengan atau tanpa megakolon toksik. Pneumoperitoneum masif biasanya menyertai perforasi kolon. Residu feses biasanya tidak terlihat pada usus yang mengalami inflamasi. Gambaran edema pada dinding usus biasa tampak pada fase akut dari kolitis ulseratif, yang disebut juga gambaran thumbprinting. Terdapat juga gambaran pseudopolip yang menunjukkan mukosa yang udem diantara mukosa yang mengalami ulserasi. Pada fase kronik, terjadi pemendekan usus akibat spasme muskulus longitudinal atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu, haustra pada kolon desendes menghilang.3,4

Gambar 1. Foto polos abdomen pada pasien dengan kolitis ulseratif eksaserbasi akut menunjukkan gambaran thumbprinting pada fleksura splenika dari kolon

b. Barium enemaGambaran radiologi kolitis ulseratif pada pemeriksaan barium enema sangat bervariasi tergantung dari stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat lebih sempit, dan hal ini bisa saja berhubungan dengan pengisian usus yang tidak sempurna akibat spasme dan iritabilitas pada kolon. Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan hilangnya haustra pada lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan oleh hiperemia dan udem pada mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser superfisial dapat menyebar dan menutupi semua lapisan mukosa. Terdapat gambaran bintik-bintik pada mukosa akibat perlengketan barium pada ulser superfisial. Collar button ulcers merupakan ulserasi yang lebih dalam pada mukosa yang udem dengan kripte abses pada submukosa. Striktur dapat terjadi pada 1-11% pasien yang menderita kolitis ulseratif dalam jangka waktu yang lama. Striktur terutama ditemukan pada kolon asendens.3,4

Gambar 2. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel menunjukkan kolitis ulseratif pada stadium awal, di mana mukosa masih normal dan tampak pseudopolip

c. Computed tomography (CT-Scan)Pemeriksaan CT-Scan dapat membantu ahli radiologi dalam membedakan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, jika pemeriksaan barium enema menunjukkan kemiripan di antara keduanya. CT dapat mendeteksi bagaimana karakteristik dari kolitis ulseratif. CT-Scan abdomen dan pelvis menunjukkan dilatasi, penebalan pada bagian mural, dan permukaan mukosa yang ireguler, serta terdapat target sign. Dapat juga terlihat pseudopolip pada dinding kolon, dan pembuluh darah yang berdilatasi akibat adanya inflamasi dan hiperemia.3,4

Gambar 3. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan coronal menunjukkan penebalan dinding mukosa dan iregularitas yang terjadi pada kolon asendens dan desendens, seperti yang diperlihatkan pada tanda panah

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Giovagnoni dkk menggunakan MRI dengan resolusi yang tinggi untuk meneliti 16 spesimen rektosigmoid yang telah direseksi akibat kolitis ulseratif, dan mengungkapkan bahwa MRI dapat menjadi modalitas pencitraan yang baru untuk mendeteksi perubahan dinding kolon pada kolitis ulseratif. Hasil in vitro menunjukkan bahwa MRI dapat melihat lapisan dinding kolon secara keseluruhan. Secara khusus pada kolitis ulseratif, T1-weighted spin-echo MRI menunjukkan penebalan dan hiperintensitas dari lapisan mukosa dan submukosa.3,4

Gambaran endoskopi dan biopsiSekali kita mencurigai kolitis ulseratif, pemeriksaan endoskopi berupa kolonoskopi, harus dilakukan. Selain itu, harus dilakukan biopsi pada mukosa yang meradang dan pada mukosa yang normal. Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan kolonoskopi dan biopsi dapat mengonfirmasi diagnosis kolitis ulseratif, dan juga berguna untuk melihat atau memantau sejauh mana perjalanan penyakit tersebut. Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan dapat mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya. Kasus kolitis ulseratif yang berat ditandai dengan adanya ulser dan perdarahan spontan.3,4

Gambar 4. Gambaran kolitis ulseratif pada kolonoskopi

Diagnosis Banding Penyakit ChornPenyakit chorn (PC), ditandai transmural yang patchy yang dapat mengenai semua bagian saluran cerna. PC dapat berupa inflamasi, fistula dan striktur. Simptom PC lebih bervariasi, namun tetap ada rasa nyeri abdomen yang tidak menentu (bahkan bisa disemua bagian abdomen), diare (terkadang tanpa diare), berat badan menurun. Gejala sistemik seperti malaise, anoreksia dan demam. Pasien PC lebih banyak menimbulkan kecacatan dibandingkan KU. Hanya 75% pasien PC dapat kembali bekerja setelah didiagnosis, dan 15% pasien PC tidak bekerja lagi sesudah 5 10 tahun perjalanan penyakitnya. Kolonoskopi pada PC, lesinya terputus putus, bisa terkena pada saluran cerna yang mana saja (hingga SCBA). Pemeriksaan yang kedua yaitu radiologi kontras ganda. Karena PC dapat muncul dimana saja, dan endoskopi tidak dapat dilakukan pada seluruh saluran cerna, oleh karena itu memakai kontras ganda.4,5

Penyakit DivertikularPenyakit divertikular merupakan suatu kelainan dimana terjadi herniasi mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus dinding kolon. Herniasi dari mukosa/submukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut pseudodivertikular atau false divertikular, biasanya bersifat acuired (di dapat setelah lahir ). Apabila semua dinding kolon mengalami herniasi di sebut true divertikular dan biasanya bersifat kongenital (dibawa dari lahir). Penyakit divertikular pada umunya tidak memberikan gejala klinik pada 70-75% pasien. Apabila timbul divertikulitis 15-25% denagan komplikasinya akan menimbulkan nyeri perut pada kuadran kiri bawah, demam dan leukositosis yang merupakan gejala penting walaupun tidak spesifik.Pada pemeriksaan fisik penyakit divertikular biasanya tidak memberi tanda fisik, namun kemungkinan ditemukan nyeri palpasi pada perut kiri. Bila di temukan rebound yang jelas pada palpasi ini merupakan tanda adanya iritasi inflamasi peritoneal akibat terjadinya mikroperforasi atau makroperforasi dengan peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba adanya massa bila proses inflamasi menjadi plegmon atau asbes. 4,5

Karsinoma kolonKolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan saluran cerna yang paling sering. Kanker colon merupakan penyebab ke tiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita. Kanker usus besar biasanya merupakan penyakit yang terjadi pada orang tua, dengan insidensi puncak pada usia 60 dan 70 tahun. Kanker kolon jarang di temukan pada usia 40 tahun, kecuali pada orang yang memiliki riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial.Kedua jenis kelamin terserang dalam jumlah yang sama, sekitar 60%dari semua kanker usus terjadi pada bagian rektosigmid, sehingga dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat pada pemeriksaan sigmoiskopi. Gejala kanker usus besar yang paling sering adalah perubahan kebiasan defekasi, anoreksia, anemia, nyeri, dan penurunan berat badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker dan sering di bagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar. Karsinoma kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi akibat iritasi dan respon reflex. Sering terjadi diare, nyeri mirip kejang dan kembung. Lesi pada kolon kiri cenderung melingkar, sehingga sring timbul obstruksi. Feses dapat dapat kecil berbentuk seperti pita, baik mucus maupun darah segar terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronis. Pertumbuhan pada sigmoidatau rectum dapat mengenai radiks saraf, Pembuluh limfe, atau vena, menimbulkan gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinganan defekasi atau sering berkemih dapat timbul akibat tekanan pada sruktur tersebut.4,5

Working DiagnosisGejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik. Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap dara. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. 4,5

EtiologiSementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, lingkungan.6 Faktor familial/ genetikPenyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.6 Faktor infeksiSifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi.6 Faktor lingkunganAda hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.6

EpidemiologiKolitis ulseratif dapat mengenai 150 orang dari 100.000 populasi pada negara bagian barat.5 Kolitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering dibandingkan dengan penyakit Crohn. Kolitis ulseratif lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria. Di Amerika Serikat, kolitis ulseratif terjadi lebih sering pada populasi dengan ras kulit putih. Berdasarkan statistik internasional, kolitis ulseratif sering terdapat di negara-negara bagian barat dan utara, insidensnya rendah di negara-negara Asia dan Timur Tengah.Onset usia mengikuti pola bimodal, puncaknya berada di usia 15-25 tahun dan onsetnya menurun pada usia 55-65 tahun, meskipun penyakit ini dapat mengenai segala jenis usia. Kolitis ulseratif jarang mengenai populasi yang berusia lebih muda dari 10 tahun. Dua dari 100.000 anak terkena penyakit ini, namun 20-25% dari semua kasus kolitis ulseratif terjadi pada usia 20 tahun ke bawah.6,7

PatofisiologiPada dasarnya colitisulseratif merupakanpenyakit yangmelibatkanmukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/ progresif ke proksimal. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif bisadimulai dengan gejala pertama yang berat ataupun dimulai dari gejala ringan kemudian akan semakin berat bertahap setiap minggu. Hal inididasarkan pada panjang kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan hanya melibatkan lapisan mukosa. Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa pembentukan abses dalam kriptus, yang berbeda dengan lesi pada penyakit Crhon yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa.Edema dapat mengakibatkan kerapuhan hebat sehingga dapat terjadi pendarahan akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kripte pecah menembus dinding kripte dan menyebar dalam lapisan submokusa, menimbulkan terowongan dalam mokusa. Mokusa kemudian terkelupas menyisakan daerah tidak bermokusa (tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium lebih lanjut, permukaan mokusa yang hilang menjadi luas sekali sehingga mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah dalam jumlah banyak.6,7

Gambaran KlinisGejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratif adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat diobati.7

PenatalaksaanKarena kolitis ulserativa tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan, tujuan pengobatan dengan obat adalah untuk, menginduksi remisi, mempertahankan remisi, meminimalkan efek samping pengobatan, meningkatkan kualitas hidup, dan meminimalkan risiko kanker.7,8a. Medikamentosa Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien kolitis ulseratif, antara lain: Asam aminosalisilatObat ini memiliki efek anti-inflamasi lokal, secara khusus pada kolon, dan dapat diberikan secara rektal atau oral. Formulasi obat yang slow-release (pentasa atau asacol) dipecah di kolon. KortikosteroidPengobatan kolitis ulseratif dengan menggunakan steroid biasanya efektif dalam menimbulkan remisi dan digunakan secara khusus untuk mengobati kolitis ulseratif eksaserbasi akut. Kortikosteroid ini dapat diberikan secara intravena, oral, atau rektal. AntibiotikAntibiotik digunakan dalam mengobati kolitis ulseratif namun tidak memberikan hasil yang baik.. ProbiotikProbiotik digunakan untuk mengembalikan flora normal pada usus, dan telah dilaporkan berhasil pada beberapa kasus.b. PembedahanPembedahan, berupa panproktokolektomi (memotong kolon dan rektum), merupakan terapi definitif pada kolitis ulseratif. Indikasi operasi pada kolitis ulseratif bervariasi. Terapi medikamentosa yang gagal merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan pembedahan. Indikasi tindakan pembedahan segera pada pasien kolitis ulseratif adalah adanya toksik megakolon yang refrakter dengan terapi medikamentosa, adanya serangan fulminan yang refrakter dengan terapi medikamentosa, dan perdarahan pada kolon yang tidak terkontrol. Sedangkan, indikasi elektif adalah ketergantungan jangka panjang pada steroid, ditemukannya displasia dan adenokarsinoma pada biopsi skrining, dan durasi penyakit yang sudah mencapai 7-10 tahun.7,8

KomplikasiDalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:8 Perforasi usus yang terlibat Terjadi stenosis usus akibat proses fibrosis Megakolon toksik Perdarahan

PrognosisPada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan ekserbasi. Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu yang lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.8

KesimpulanKolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum ataukolon sigmoid(ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.

Daftar Pustaka1. Arief [et.al]. Kapita selekta. Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: media Aesculapius; 2001. h.495-7.2. Djojoningrat D. Ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Internal publishing, 2009. h.560 66, 591-7.3. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getiing started in clinical radiology from image to diagnosis. Germany: Thieme; 2006. p. 197-8.4. Roggeveen MJ, Tismenetsky M, Shapiro R. Best cases from the AFIP: ulcerative colitis. RadioGraphics 2006; 26, 3: 947-51.5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2005. h.461-4. 6. Keshav S. Ulcerative colitis and crohns disease. In: Keshav S, editor. The gastrointestinal system at a glance. USA: A Blackwell Publishing company; 2004. p 78-9 7. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi gastrointestinal.Buku Ajar Fisiologi Kedokterran Edisi 11. Jakarta:EGC;2007.hal 829, 48, 58.8. Kurnia Y, Arif Azalia, Rumawas M dkk. Buku ajar farmakoterapi gangguan saluran cerna, hati pancreas dan empedu. h.20 3.

11